+
2.1 Mekanisme Sambaran Petir
Proses pemuatan listrik partikel-partikel awan dan pemisahan muatan listrik di awan. Muatan di awan menginduksi muatan lain di bumi, potensial antara bumi dan awan lebih besar dari tegangan tembus kritis udara.
Sambaran petir diawali oleh lidah pelopor yang bergerak turun dari awan bermuatan (downward leader). Lidah pelopor didahului oleh alur pemandu (pilot streamer) dengan perambatan pelepasan muatan ke udara dengan ciri arus yang kecil, cahaya yang lemah dan cepat rambat sekitar 0,05 % dari kecepatan cahaya.
Gerakan ini diikuti titik cahaya bergerak melompat-lompat (stepped leader) dengan arah lompatan tiap-tiap langkah berubah-ubah. Sehingga lintasan lidah lompat ini tidak lurus. Lidah-lompat ini mempunyai ciri-ciri panjang tiap loncatan sekitar 50 m dengan kecepatan 1/6 kecepatan cahaya, selang waktu antara dua lompatan sekitar 13 µs bila semakin mendekati permukaan bumi.
Gambar 2.1. Mekanisme Sambaran Petir[1]
2.1.1 Sambaran Perintis
Luah awan ke tanah dimulai dengan sambaran yang menjalar ke bawah dekat dasar zona muatan negatif dalam awan disebabkan oleh udara yang baru terionisasi pada ujung sambaran. Kecepatan rata-rata 107 cm/detik. Sepanjang
lintasannya mengandung muatan negatif sehingga menciptakan medan listrik
2.1.2 Sambaran Balik (Return Stroke)
Pertemuan antara lidah petir dengan lompatan api akan mengakibatkan mengalirnya muatan negatif ke permukaan bumi. Dinetralkan oleh muatan positif di bumi, setelah ujung dari lidah petir bermuatan negatif mencapai permukaan bumi. Muatan positif segera bergerak ke atas sepanjang saluran yang bermuatan
negatif. Kecepatan rata-rata 3109cm/detik atau 3 % kecepatan cahaya melalui
saluran perintis yang telah terionisasi. Berlangsung dalam 100 µs, arus berkisar 5000 sampai 200.000 A [2].
2.1.3 Sambaran Berulang-ulang (Multiple Stroke)
Pelepasan muatan di dalam awan biasanya tidak cukup karena di awan masih terdapat pusat muatan potensi kilat. lidah panah (dart leader) yang tidak terjadi percabangan dan mempunyai kecepatan yang besar, sehingga untuk mencapai permukaan bumi memerlukan waktu 1 milidetik [2].
2.2 Besarnya Kebutuhan Gedung akan Sistem Proteksi Petir
Petir mempunyai gejala listrik yang sama dengan gejala aliran arus yang melalui penghantar listrik. Sambaran petir dapat mengakibatkan:
1. Beban thermal, yaitu terjadinya panas pada bagian-bagian yang dialiri oleh arus listrik.
2. Beban mekanis, yaitu karena timbulnya gaya elektrodinamis sebagai akibat tingginya arus puncak.
3. Beban korosi, yaitu karena proses elektrokimia pada saat mengalirkan arus pada penghantar dan pentanahan.
4. Beban getaran mekanis, yaitu karena adanya guntur (suara yang ditimbulkan pada saat terjadinya petir).
5. Beban tegangan lebih, yaitu karena adanya induksi tegangan dan pergeseran-pergeseran potensial di dalam bangunan yang sangat berbahaya untuk peralatan elektronika dan instrumentasi.
E D C B A
R (2-1)
R = resiko ( perkiraan bahaya akibat sambaran petir) A = jenis/macam struktur bangunan
B = konstruksi bangunan C = tinggi bangunan D = situasi bangunan E = pengaruh kilat
Nilai A, B, C, D dan E berdasarkan Tabel 2.1 sampai Tabel 2.6 [2].
Tabel 2.1 Jenis Struktur Bangunan
Penggunaan dan Isi Indeks A
Bangunan biasa yang tidak perlu diamankan baik bangunan maupun
isinya -10
Bangunan dan isi jarang dipergunakan seperti danau ditengah sawah,
gudang, menara, atau tiang metal. 0
Bangunan yang berisi peralatan sehari-hari atau tempat tinggal orang
(rumah tinggal, toko, pabrik kecil, tenda atau stasiun kereta api, dsb) 1
Bangunan atau isinya cukup penting (menara air, toko barang-barang berharga, kantor, pabrik, gedung pemerintahan, tiang atau menara non metal, dsb)
2
Bangunan yang berisi banyak sekali orang, seperti supermarket, bioskop, masjid, gereja, sekolah, apartemen, monumen bersejarah yang sangat penting, dsb)
3
Instalasi gas, minyak, SPBU, rumah sakit, dsb 5
Bangunan yang mudah meledak, gudang bahan kimia, gudang
penyimpanan gas, gudang bahan peledak, dsb 15
Konstruksi Bangunan Indeks B
Seluruh bangunan terbuat dari logam (mudah menyalurkan arus listrik) 0
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang, atau kerangka besi
dengan atap logam 1
Bangunan dengan konstruksi beton bertulang kerangka besi dan atap
bukan logam 2
Bangunan kayu dengan atap bukan logam 3
Tabel 2.3 Tinggi Bangunan
Tinggi Bangunan (m) Indeks C
≤ 6 0
≤ 12 2
≤ 17 3
≤ 25 4
≤ 35 5
≤ 50 6
≤ 70 7
≤ 100 8
≤ 140 9
≤ 200 10
Tabel 2.4 Situasi Bangunan
Situasi Bangunan Indeks D
Di tanah datar pada semua ketinggian 0
Di kaki bukit sampai tiga perempat tinggi bukit atau pegunungan
sampai 1000 m 1
Di puncak gunung atau pegunungan lebih besar dari 1000 m 2
Tabel 2.5 Pengaruh Petir
Hari Guruh Pertahun Indeks E
2 0
4 1
8 2
16 3
32 4
64 5
128 6
Tabel 2.6 Perkiraan Bahaya
R = A + B + C + D + E Perkiraan Bahaya (Resiko) Pengamanan
< 11 Diabaikan Tidak perlu
= 11 Kecil Tidak perlu
12 Tidak begitu kecil Agak dianjurkan
13 Agak besar Dianjurkan
14 Besar Sangat dianjurkan
> 14 Sangat besar Sangat perlu
2.3 Komponen Utama Sistem Penangkal Petir Eksternal
Pengamatan secara visual dilakukan berdasarkan komponen utama yang secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Finial (Air Terminal) sebagai penangkal petir yang akan menerima sambaran
petir, baik posisi horizontal maupun vertikal.
2. Hantaran penyalur arus petir (Down Conductor).
3. Sistem pentanahan (Earthing System) [1].
Berikut ini jenis bahan dan ukuran terkecil pada komponen sistem penangkal petir berdasarkan standar PUIPP tahun 1983, yaitu tertera pada Tabel 2.7 [2].
Tabel 2.7 Jenis Bahan dan Ukuran Terkecil pada Komponen SPP
No Komponen Jenis Bahan Bentuk Ukuran
Terkecil
1. Penangkap Petir
1.1. Penangkap Petir Tegak
1.1.1. Kepala dengan
Dudukan
Tembaga Pejal Runcing 25,4 mm
Baja Galvanis Pejal Runcing 25,4 mm
Alumunium Pejal Runcing 25,4 mm
1.1.2. Batang Tegak
Tembaga Silinder Pejal 10 mm
Pita Pejal 25mm x 3mm
Baja Galvanis
Pipa Silinder
Pejal 25,4 mm
Pipa Pejal 25 mm x 3
mm
Pita Pejal 25 mm x 4 mm
1.2. Penangkap Petir Batang
Pendek
Tembaga
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
Baja Galvanis
Silinder Pejal 1/2” mm
Pita Pejal 25 mm x 4
mm
Alumunium
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
1.3. Penangkap Petir Datar Tembaga
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
Pilin 50 mm2
Tabel 2.8 Lanjutan Tabel Jenis Bahan dan Ukuran Terkecil pada Komponen SPP
No Komponen Jenis Bahan Bentuk Ukuran
Terkecil
1.3. Penangkap Petir Datar Baja Galvanis
Silinder Pejal 1/2” mm
Pita Pejal 25 mm x 4
mm
1.4. Penghantar Penyalur
Utama
Tembaga
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
Pilin 50 mm2
Baja Galvanis
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
Alumunium
Silinder Pejal 8 mm
Pita Pejal 25 mm x 3
mm
1.5. Elektroda Pengebumian
Baja Galvanis
Silinder Pejal 1/2” mm
Pita Pejal 25 mm x 4
mm
Pita Pejal 25 mm x 4 mm
2.3.1 Sistem Terminasi Udara (Air Terminal)
Finial adalah penangkap petir batang pendek yang biasa dipasang pada bangunan atap datar yang mempergunakan instalasi penangkal petir sistem kurungan faraday [2].
2.3.2 Hantaran Penyalur Arus Petir (Down Conductor)
Finial petir harus dihubungkan ketanah dengan hantaran penyalur sependek mungkin, agar jatuh tegangan induktif sepanjang hantaran sekecil mungkin. Hantaran penyalur terbagi dalam:
1. Hantaran penyalur utama yaitu hantaran dari logam, ketentuan luas penampang, jenis bahan yang berfungsi mengalirkan arus petir ke tanah serta dipasang pada sisi bangunan dengan jarak tidak lebih dari 20 m dimulai dari sudut bangunan.
2. Hantaran pembantu adalah semua hantaran lain dari logam yang terdapat pada bangunan (pipa air hujan, dll) dimanfaatkan sebagai penyalur arus petir.
3. Hantaran penghubung adalah hantaran-hantaran dari logam yang menghubungkan antar penangkap petir atau penangkap petir dengan bagian-bagian logam di dalam dan di luar bangunan atau dengan hantaran lain diatas tanah [2].
Besar atau nilai resistansi pada penghantar turun (down conductor) berdasarkan persamaan (2-2) [5].
d d d
A
R l (2-2)
Rd = resistansi penghantar turun (down conductor) pada gedung (Ω)
ρd = tahanan jenis penghantar (Ω-m)
l = panjang penghantar (m)
Besar atau nilai induktansi penghantar turun (down conductor) berdasarkan
l = panjang penghantar (m)
r = jari-jari penghantar (m)
2.3.3 Sistem Pentanahan (Earthing System)
Sistem pengebumian (pentanahan) adalah elektroda-elektroda pengebumian yang saling berhubungan dengan penghantar pengebumiannya, berfungsi menyebarkan arus petir di dalam tanah. Berdasarkan PUIPP dapat dihitung jarak terkecil antara bagian-bagian metal dengan penghantar instalasi yang berada diatas tanah berdasarkan persamaan (2-4) [2].
p
D
R 5. (2-4)
R = tahanan pentanahan
Dp = jarak terkecil antara bagian-bagian metal dengan penghantar instalasi yang
berada diatas tanah.
2.3.3.1Elektroda Pentanahan
Elektroda ini ini biasanya dihubungkan dengan hantaran-hantaran logam yang ada pada bangunan dan terhubung ke tanah. Untuk memperkecil kemungkinan kerusakan-kerusakan akibat perbedaan potensial. Tahanan jenis tanah dipengaruhi oleh tahanan jenis tanah dan tidak dapat diberikan sebagai suatu nilai yang tetap. Tahanan pentanahan sesuai PUIPP tertera pada Tabel 2.8 [2].
Tabel 2.9 Tahanan Pengebumian (Pentanahan)
Tanah (Ω/m)
3 6 5 10 20
Tanah berair, tanah humus pada kondisi lembab
30 10 2 12 6 3
Tanah liat, tanah
pertanian 100 33 17 40 20 10
Tanah liat berpasir 150 50 25 60 30 15
Tanah berpasir lembab 200 66 33 80 40 20
Tabel 2.10 Lanjutan Tabel Tahanan Pengebumian (Pentanahan)
Sifat Tanah
Tanah berpasir kering 1000 330 165 400 200 100
Koral pada kondisi
lembab 500 166 83 200 100 50
Koral pada kering
kering 1000 330 165 400 200 100
Tanah berbatu 3000 1000 500 1200 600 300
Semen, murni 50 - - 20 10 5
Semen : Pasir = 1 : 3 150 - - 60 30 15
Semen : Pasir = 1 : 5 400 - - 160 80 40
Semen : Pasir = 1 : 7 500 - - 200 100 50
Dengan elektroda batang yang ditanam tegak lurus dekat permukaan tanah maka nilai tahanan untuk elektroda batang didapatkan berdasarkan persamaan (2-5) [6].
lrod= panjang elektroda batang dalam tanah (m)
arod = jari-jari batang elektroda (m)
Sambaran petir langsung pada bangunan dapat menimbulkan elevasi tegangan pada sistem proteksi petir eksternal. Sehingga besarnya elevasi tegangan yang dapat terjadi pada sistem pentanahan dapat dicari berdasarkan persamaan (2-6) [7].
dt
I = arus petir yang mengalir (kA)
Rrod = tahanan dari satu batang elektroda (Ω)
L = induktansi penghantar (µH)
di/dt = kecuraman gelombang arus petir (kA/µs) Velevasi = elevasi tegangan pada sistem pentanahan (kV)
2.4 Frekuensi Sambaran Petir
2.4.1 Frekuensi Sambaran Petir Langsung
Untuk menentukan jumlah rata – rata frekuensi sambaran petir langsung
pertahun Nd dapat dihitung dengan perkalian kepadatan kilat ke bumi pertahun Ng
dan luas daerah perlindungan efektif pada gedung Nd diperoleh berdasarkan
Nd = jumlah rata-rata frekuensi sambaran petir langsung pertahun
(sambaran/tahun)
Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah ( sambaran/km2/tahun )
Ae = luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir (km2)
Kerapatan sambaran petir ke tanah dipengaruhi oleh hari guruh rata – rata per tahun di daerah tersebut berdasarkan persamaan (2-8) [4].
26
Sedangkan besar Ae dapat dihitung berdasarkan persamaan (2-9) [4].
9 26ha b h ab
Ae (2-9)
Sehingga dari substitusi persamaan (2.7), (2.8) dan persamaan (2.9), maka nilai Nd
dapat dicari berdasarkan persamaan (2-10) [4].
b = lebar gedung (m)
h = tinggi gedung (m)
T = hari guruh pertahun
Ng = kerapatan sambaran petir ke tanah ( sambaran/km2/tahun )
Ae = luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir (km2)
2.4.2 Frekuensi Sambaran Petir Tidak Langsung
Frekuensi tahunan Nn dari kilat yang mengenai tanah dekat gedung dapat
dihitung dengan perkalian kerapatan kilat ke tanah pertahun Ng dengan cakupan
daerah di sekitar gedung yang disambar Ag. Dapat dilihat berdasarkan persamaan
(2-11) dan persamaan (2-12) [4].
Ae b
a ab
Ag 2 2 2 (2-11)
maka
Ag Ng
Nn . (2-12)
Nn = jumlah sambaran ke tanah di sekitar gedung (sambaran/tahun) ρ = tahanan jenis tanah (Ω-m)
π = nilai yang dipakai 3,14
Adanya suatu sambaran ke tanah menyebabkan suatu tambahan lokasi potensial tanah yang dapat mempengaruhi gedung.
2.4.3 Frekuensi Sambaran Petir yang Mempengaruhi IJU
IJU adalah suatu instalasi jasa umum pada gedung dapat ditentukan berdasarkan persamaan (2-13) [4].
A Ng
N . (2-13)
N = jumlah sambaran yang mempengaruhi IJU
Ng = kerapatan sambaran ke tanah
Sedangkan nilai A didapatkan berdasarkan persamaan (2-14) [4].
g e A
A
A (2-14)
Ae = luas daerah yang masih memiliki angka sambaran petir (km2)
Ag = cakupan daerah disekitar gedung yang disambar (km2)
Sumber kerusakan itu meliputi:
1. Kemungkinan kerusakan akibat tegangan langkah dan tegangan sentuh. 2. Kemungkinan kerusakan oleh api, ledakan, efek mekanik dan kimia. 3. Kemungkinan kerusakan akibat tegangan lebih [4].
2.4.4.1 Kemungkinan Kerusakan Akibat Tegangan Langkah dan Tegangan Sentuh
Kemungkinan kerusakan akibat tegangan langkah dan tegangan sentuh berdasarkan persamaan (2-15) [4].
h h
h
k
P
P
'(2-15)
P’h = kemungkinan kerusakan akibat tegangan langkah dan sentuh oleh
sambaran langsung terhadap gedung tanpa proteksi
Kh = faktor pengurangan yang berhubungan dengan pengukuran proteksi
yang tersedia pada gedung untuk mengurangi efek sambaran kilat. Nilai P’h dan Kh dapat dilihat pada Tabel 2.11 dan Tabel 2.12 [4].
Tabel 2.11 Nilai P’h
Jenis Permukaan di Luar Gedung P’h
Tanah, Beton 10-2
Marmer 10-3
Kerikil 10-4
Aspal 10-5
Tabel 2.12 Nilai Kh
Proteksi Kh
Tanpa LPS 1
Dengan LPS 1 – E
Jika tidak pernah ada orang di luar gedung maka harus diasumsikan P’h = 0. Jika
lebih dari satu permukaan pada daerah bahaya, harus diambil nilai P’h terbesar.
2.4.4.2 Kemungkinan Kerusakan Oleh Api, Ledakan, Efek Mekanik dan Kimia
Bagian – bagian kemungkinan kerusakan yang dapat terjadi adalah meliputi:
p1= kemungkinan bahaya bunga api pada instalasi logam
p2= kemungkinan bahaya bunga api pada instalasi listrik internal gedung
p3= kemungkinan bahaya bunga api pada IJU yang masuk ke gedung
p4= kemungkinan bahaya bunga api setelah External Conductive Parts
p1, p2, dan p4 hanya berhubungan dengan sambaran petir langsung,
sedangkan p3 berhubungan dengan sambaran petir langsung maupun tidak
langsung. Kemungkinan kerusakan pada peralatan proteksi berdasarkan persamaan (2-16) [4].
t t
t k p
p . ' (2-16)
Nilai P’t dan Kt dapat dilihat pada Tabel 2.13 dan Tabel 2.14 [4].
Tabel 2.13 Nilai Kemungkinan Kerusakan P’t yang Berhubungan dengan
Peralatan Proteksi
Karaketeristik bahan gedung dan/
atau isi gedung P’t
Mudah meledak 1
Mudah terbakar 10-1
Biasa 10-3
Tidak mudah terbakar 10-5
Tabel 2.14 Nilai Kemungkinan Kerusakan Kt yang Berhubungan dengan Peralatan
Proteksi
Proteksi Kt
Peralatan pemadam kebakaran kecil 0.9
Fasilita gedung 0.7
Instalasi automatik 0.6
Pasukan pemadam kebakaran 0.5
Kemungkinan p1 dan p2 berdasarkan persamaan (2-17) dan (2-18) [4].
1 ' 1
1
k
p
p
(2-17)2 ' 2
2
k
p
p
(2-18)Nilai p’1, p’2 tergantung pada karakteristik gedung seperti pada tabel . p’1, p’ 2
internal gedung terhadap gedung tanpa peralatan proteksi seperti pada Tabel 2.15 [4].
Tabel 2.15 Nilai Kemungkinan Bahaya Bunga Api pada Instalasi Listrik dan
Logam Didalam Gedung
Jenis bahan gedung p’1 = p’2
Batu bata, kayu 1
Rangka besi atau beton bertulang 0.5
Metalik 0.05
Nilai faktor pengurang k1 dan k2 untuk mengurangi kemungkinan p’1 dan p’2 dapat
dilihat pada Tabel 2.16 [4].
Tabel 2.16 Nilai k1 dan k2untuk Mengurangi Kemungkinan p’1 dan p’2
Proteksi k1 dan k2
Tanpa LPS 1
Kabel berselubung (S<1 mm2) 10-1
Kabel berselubung (1<S<10 mm2) 10-2
Kabel berselubung (1> mm2) 10-3
Dengan LPS 1-E
S: Luas penampang selubung
E: Efisiensi LPS (Sistem Proteksi Petir)
Jika terdapat peralatan proteksi lainnya, nilai faktor pengurangan adalah hasil perkalian dari seluruh faktor tersebut. Kemungkinan nilai p3 dan p4
berdasarkan persamaan (2-19) dan (2-20) [2].
3 3 3 k p'
p (2-19)
4 4 4 k p'
p (2-20)
Dimana p’3 = p’4 = 1, nilai faktor pengurangan k3 dan k4 ditentukan sesuai
dengan Tabel 2.17 dan Tabel 2.18 [4].
Tabel 2.17 Nilai k3 untuk Mengurangi p’3dan p’4
Proteksi k3
Trafo berisolasi 10-1
SPD 10-3
Pentanahan dengan selubung (S>10 mm2) 10-3
Fiber optik tanpa konduktor metalik 1
Proteksi k4
SPD 10-3
Ikatan sistem pentanahan 1
Pada sambaran langsung dapat dihitung kemungkinan kerusakan berdasarkan persamaan (2-21) dan (2-22) [4].
2.4.5 Frekuensi Kerusakan Akibat Sambaran Petir
Frekuensi kerusakan pertahun F pada gedung dihitung dari frekuensi kerusakan akibata sambaran langsung (Fd) dan sambaran tidak langsung (Fi) berdasarkan persamaan (2-3) dan (2-24) [4].
i
2.4.6 Rata-rata Kemungkinan Kerugian Akibat Sambaran Petir
Rata-rata kemungkinan kerugian δ yang mungkin terjadi sebagai akibat sambaran petir yang merusak gedung tergantung pada:
1. Jumlah orang dan lamanya mereka berada ditempat yang berbahaya 2. Jenis dan kepentingan IJU terhadap masyarakat
3. Harga benda-benda yang terkena
Berdasarkan jenis kerugian, nilai δ dapat dihitung menggunakan rumus pendekatan berdasarkan persamaan (2-25) [4].
n
t = waktu pertahun, dalam jam, keberadaan orang di tempat bahaya
2.4.7 Frekuensi Petir yang Merusak yang Dapat Diterima Gedung
a a
R
F (2-26)
Nilai Ra berdasarkan kerugian yang diderita dapat dilihat pada Tabel 2.19 [8].
Tabel 2.19 Nilai Kerusakan yang Masih dapat Diterima
Jenis Kerusakan Ra Kerusakan
1 10-5 Kematian pertahun
2 10-3 Rugi inventaris pertahun
F dan Fa dilakukan berdasarkan persamaan (2-27) [4]. 1. Jika F≤Fa tidak perlu sistem proteksi petir
2. Jika F>Fa diperlukan sistem proteksi petir dengan effisiensi yang dituangkan Tabel 2.20 [4].
Fd Fa
Ec 1 (2-27)
Tabel 2.20 Effisiensi Sistem Proteksi Petir
Tingkat Proteksi Effisiensi sistem proteksi petir (E)
I 0.98
II 0.95
III 0.9
IV 0.8
Tabel 2.20 ini akan dikaitkan dengan tabel parameter arus petir yang ada pada Tabel 2.21[2].
Tabel 2.21 Kaitan Parameter Arus Petir dengan Tingkat Proteksi Petir
parameter petir Tingkat Proteksi Petir
I II III-IV
nilai arus
puncak I (kA) 200 150 100
muatan total Qtotal (C) 300 225 150
muatan
impuls Qimpuls (C) 100 75 50
energi total W/R (kJ/Ω) 1000 5600 2500
kecuraman rata-rata
di/dt30/90%
2.5 Jarak
jarak terjauh yang dapat ikut terlindungi oleh penangkal petir dihitung berdasarkan persamaan berikut ini berdasarkan persamaan (2-28) [4].
h x tan 0.
(meter) (2-28)
x = jarak terjauh yang dapat ikut terlindungi oleh penangkal petir (m)
α = sudut proteksi
h = tinggi bangunan (m)
Berikut ini nilai tingkat proteksi beserta jari-jari ruang proteksi pada Tabel 2.22[4].
Tabel 2.22 Tingkat Proteksi beserta Besar Jari – Jari Ruang Proteksi
Tingkat Proteksi
h (m) 20 30 45 60 Lebar
jala (m)
R (m) α0 α0 α0 α0
I 20 25 - - - 5
II 30 35 25 - - 10
III 45 45 35 25 - 15
IV 60 55 45 35 25 20
2.5.1 Jarak Kedekatan Instalasi ke Sistem Proteksi Petir
jarak pemisah (s), antara SPP dan instalasi logam juga antara bagian konduktif eksternal dan saluran harus diperbesar di atas jarak aman (d) berdasarkan persamaan (2-29) [4].
km kc ki
d . ℓ (2-29)
s = jarak pemisah antara SPP dan instalasi logam
d = jarak aman sistem proteksi petir terhadap instalasi peralatan
ki = nilai koefisien kedekatan instalasi ke SPP berdasarkan tingkat SPP km = nilai koefisien kedekatan instalasi ke SPP berdasarkan bahan
kc = nilai koefisien kedekatan instalasi ke SPP berdasarkan sistem konfigurasi instalasi SPP dengan peralatan
Apabila nilai s≥d artinya tidak terjadi tegangan induksi maksimal yang dapat merusak peralatan komputer. Tetapi ketika nilai s<d artinya telah terjadi tegangan induksi maksimal pada peralatan komputer dan butuh proteksi tambahan. Nilai ki, kc, dan km ditentukan berdasarkan tabel 2.29 sampai dengan tabel 2.30. Dalam kasus bangunan gedung beton bertulang baja penguat terinterkoneksi dan dalam kasus bangunan gedung dengan kinerja pemerisaian setara, persyaratan kedekatannya biasanya telah dipenuhi sesuai dengan nilai yang tertera pada Tabel 2.23 dan 2.24 [4].
Tabel 2.23 Kedekatan Instalasi ke SPP, Nilai Koefisien ki
Tingkat Proteksi Ki
I 1
II 0.075
III & IV 0.05
Tabel 2.24
Kedekatan Instalasi ke SPP, Nilai Koefisien km
Bahan Km
Udara 1
Padat 0.5
Sedangkan penentuan nilai kc dilihat berdasarkan gambar 2.2 sampai dengan gambar 2.4 [4].
Gambar 2.2 Kedekatan Instalasi ke SPP, Nilai koefisien Kc dalam Konfigurasi Satu Dimensi
Gambar 2.2 adalah penentuan nilai kc. s digambar tersebut adalah jarak pemisah antara SPP dengan instalasi peralatan komputer sedangkan ℓ adalah jarak sepanjang konduktor penyalur ke titik terdekat instalasi komputer. Dimana konfigurasi satu dimensi ini mewakilkan gambaran kondisi yang ada digedung Fakultas Teknik Untirta. Dengan nilai koefisiennya sebesar 1.
Gambar 2.3 Kedekatan Instalasi ke SPP, Nilai Koefisien Kc dalam Konfigurasi Dua Dimensi
Gambar 2.3 ini titik kedekatan menyambung dengan konduktor SPP eksternal dan nilai s ditentukan dari titik kedekatan sampai ke loop. Sedangkan nilai ℓ berdasarkan panjang loop ke titik terdekat instalasi komputer. Maka nilai
kc sebuah gedung yang sesuai dengan gambar 2.3 akan memiliki nilai sebesar
0,66.
Gambar 2.4 Kedekatan Instalai ke SPP, Nilai Koefisien Kc dalam Konfigurasi Tiga Dimensi
dengan instalasi komputer sampai ke titik batang pengikat dan titik kedekatan dilihat berdasarkan lebar loopnya.
2.6 Tegangan Induksi Elektromagnetik
Nilai rata-rata kenaikan arus maksimal (di/dt)max dapat terjadi baik pada rangkaian listrik tertutup maupun terbuka. Besarnya tegangan induksi maksimal berdasarkan persamaan (2-30) [4].
Ūs =M.2
di/dt
max (2-30)Ūs = tegangan induksi maksimal akibat sambaran langsung
M = pengkondisian yang diperlukan
(di/dt)max = nilai rata-rata kenaikan arus maksimal
Nilai 2 pada persamaan 2.30 menunjukkan segala kondisi instalasi peralatan baik tertutup maupun terbuka. Tegangan induksi maksimal (Ūs) sesuai kondisi instalasi dijelaskan pada gambar 2.5 sampai 2.8 [4].
Gambar 2.5 Rangkaian Instalasi Tipe A
Gambar 2.5 suatu instalasi terbuka (open loops) yang terletak pada konduktor yang terdapat aliran arus petir ketika SPP eksternal tersambar. Maka untuk menghitung berapa besar amplitude tegangan Us yang akan timbul pada instalasi listrik yang membentuk loop dapat digunakan rumus tegangan induksi maksimalnya berdasarkan persamaan (2-31) [4].
max .
dt di ku
Gambar 2.6 Rangkaian Instalasi Tipe B
Instalasi terbuka (open loops) yang terletak jauh dari konduktor yang terdapat aliran arus petir ketika SPP eksternal tersambar. Untuk menghitung berapa besar amplitude tegangan Us yang timbul pada instalasi listrik membentuk loop dapat digunakan rumus tegangan induksi maksimalnya berdasarkan persamaan (2-32) [4].
max .
dt di ku
Us (2-32)
Pada tipe A dan B terlihat memiliki kondisi yang sama yaitu instalasi listrik yang membentuk instalasi terbuka (open loops).
Gambar 2.7 Rangkaian Instalasi Tipe C
Tegangan induksi terjadi juga pada loop yang memanjang terbentuk dari kawat paralel dan tidak mempunyai selubung pelindung sehingga diantara dua kabel akan timbul tegangan yang berbahaya untuk komponen elektronik berdasarkan persamaan (2-33) [4].
s
U
= ku.ℓ.dtmax di(2-33)
Gambar 2.8 Rangkaian Instalasi Tipe D
Tegangan induksi terjadi pada loop yang memanjang terbentuk dari kawat paralel serta jauh dari letak konduktor SPP dan memiliki selubung pelindung. Maka tegangan induksi dapat dicari berdasarkan persamaan (2-34) [4].
max .
.
dt di b ku
Us s (2-34)
Keterangan:
1 feet = 30 cm 1 m = 3,3 feet
Gambar 2.9 Tegangan Induksi Maksimal pada Rangkaian Instalasi Tunggal oleh Sambaran Petir (Indeks ku)
Melihat betapa pentingnya pemakaian komputer pada gedung Ft. Untirta baik digunakan untuk kebutuhan praktikum ataupun untuk kebutuhan perkantoran dari tiap jurusan. Perlu dipertimbangkan atas efek dari tegangan induksi yang akan terjadi agar tidak terjadi kerusakan pada komputer yang diakibatkan adanya sambaran petir pada sistem penangkal petir eksternal. Tegangan induksi elektromagnetik itu dapat terjadi melalui sambaran langsung ataupun tidak langsung. Karena energi petir dapat masuk kedalam penghantar dengan sambaran langsung atau tidak langsung. Melalui sambaran langsung maksudnya adalah sambaran petir yang diterima oleh sistem penangkal petir. Sedangkan yang melalui sambaran tidak langsung adalah melalui kopling elektromagnetik yang dapat terjadi walaupun saluran tenaga berada dibawah tanah karena adanya peredaman surja oleh tanah pada kedalaman yang dangkal adalah sangat kecil.
Suatu sambaran petir yang mengakibatkan tegangan induksi pernah menghasilkan tegangan induksi sebesar 150kV pada saluran sepanjang 460 m dengan tinggi 10 m yang diakibatkan oleh sambaran petir dengan jarak 2,5 km. Hal ini mengartikan bahwa pada tegangan rendah memungkinkan terjadinya tegangan induksi akibat sambaran petir terhadap penangkal petir yang terpasang. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan yaitu:
1. Kekuatan isolasi pada jaringan yang mempunyai level yang rendah sehingga sangat mudah dipengaruhi oleh kopling elektromagnetik.
2. Luasnya daerah sambaran induksi sehingga mengakibatkan seringnya terjadi sambaran induksi [10].
2.7 Tegangan Sentuh dan Langkah
Menurut R.H Golde seseorang yang terkena sambaran petir dapat di
kelompokkan atas situasi dan kondisi pada saat insiden ini terjadi, yaitu:
1. Sambaran samping adalah ketika petir menyambar suatu benda di bumi sedemikian sehingga ada sebagian arus yang melompat dari benda tersebut ke manusia yang berada didekat benda tersebut.
menimbulkan beda potensial ditanah. Sehingga orang atau hewan yang berada didaerah tersebut menimbulkan beda potensial antara dua kaki manusia atau hewan. Besarnya tegangan langkah tersebut dapat dihitung berdasarkan persamaan (2-35) [11].
Ul = 2 d (d s)
s x I
l
l
(2-35)
Ul = tegangan langkah (volt)
I = arus petir yang mengalir (A) ρ = resistansi/tahanan jenis tanah (Ω-m) sl = jarak kedua kaki yang terjauh (m)
dl = jarak kaki terdekat dengan titik aliran arus petir di gedung (m)
Gambar 2.10 Ilustrasi Tegangan Langkah
Gambar ini mengilustrasikan ketika petir menjadikan bumi sebagai obyek untuk disambar disaat ada manusia dan hewan yang berjalan dekat dengan daerah sambaran.
3. Tegangan sentuh terjadi ketika seseorang bersandar pada obyek yang disambar oleh petir misalnya adalah pohon. Besarnya nilai dari tegangan sentuh dapat dihitung berdasarkan persamaan (2-36) [11].
Us= U
dt di L Rd Rk
I( ) (2-36)
U = beda potensial sepanjang tubuh (V) I = arus petir yang mengalir (A)
Rk = resistansi antara titik yang tersentuh dengan lantai gedung/tanah (Ω) Rd = resistansi penghantar (Ω)
L dt di
Gambar 2.11 Ilustrasi Tegangan Sentuh
Gambar ini mengilustrasikan ketika petir menyambar sesuatu bahan dimana sedang ada manusia yang menyentuhnya maka dapat terjadi tegangan sentuh yang dapat berakibat buruk bagi yang sedang menyentuhnya.
4. Sambaran langsung terjadi apabila petir menyambar langsung melalui kepala
manusia atau bias juga melalui ujung payung yang digunakannya.
2.8 Kajian Pustaka