• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perencanaan Lanskap Bumi Perkemahan Ranca Upas Berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Ekologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perencanaan Lanskap Bumi Perkemahan Ranca Upas Berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Ekologi"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERENCANAAN LANSKAP

BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS

BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI

MUHAMMAD ICHWAN A34204040

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

RINGKASAN

MUHAMMAD ICHWAN. Perencanaan Bumi Perkemahan Ranca Upas berdasarkan Pendekatan Daya Dukung Ekologi. Di bawah bimbingan QODARIAN PRAMUKANTO dan TATAT S. ABDULLAH.

Salah satu bentuk rekreasi alam yang cukup digemari saat ini adalah berkemah. Berkemah dapat dilakukan dengan mudah, murah dan sehat serta dapat menjadi sarana pendidikan dan mampu memberikan rasa cinta alam lingkungan sekaligus memuji kebesaran Tuhan YME. Bumi perkemahan adalah suatu bidang lahan di alam terbuka yang diatasnya dapat didirikan tenda-tenda sebagai tempat berteduh untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dan keperluan berkemah.

Bumi Perkemahan Ranca Upas (BPRU) yang terletak di Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat memiliki potensi untuk berkembang. Hal ini didukung oleh kesejukan udara dan panorama hutan pegunungan yang indah. Namun untuk menciptakan suatu areal perkemahan yang nyaman tidak cukup hanya dengan kesejukan udara dan panorama yang indah, pengelola harus memperhatikan daya dukung dari areal tersebut.

Pendugaan daya dukung ekologi rekreasi ditentukan dengan perhitungan laju erosi tahunan (A) berdasarkan persamaan USLE dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan atau nilai T. Persamaan laju erosi tahunan (A), yaitu:

A R K LS C P

  Perhitungan nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) didapat dengan menggunakan  persamaan sebagai berikut: 

 

Dari hasil analisis untuk satuan lahan berkemah (Cg) diperoleh nilai T dan A yang sama yaitu 1,612 ton/ha/thn, sedangkan untuk satuan lahan Fr nilai T dan A juga sama, yaitu 0.24 ton/ha/thn. Akibat dari aktivitas berkemah, di atas lahan terjadi pemadatan tanah (compaction) yang terlihat dari berkurangnya tebal epipedon sebesar 10 cm. Hasil ini didapatkan dari perbandingan tanah yang belum dipakai untuk kegiatan berkemah dengan tanah yang sudah digunakan untuk berkemah selama 28 tahun.

Aktivitas rekreasi aktual pada satuan lahan Cg dilakukan oleh rata-rata 302 orang per minggu, sehingga tingkat pemanfaatan maksimum untuk aktivitas berkemah menjadi (4.9/1.61) x 302 orang/minggu = 919 orang/minggu (Tabel 4). Aktivitas rekreasi aktual pada satuan lahan hutan (Fr) dilakukan oleh rata-rata 16 orang per minggu, sehingga tingkat pemanfaatan maksimum untuk aktivitas berkemah menjadi (4.9/0.24) x 16 orang/minggu = 327 orang/minggu (Tabel 4). T maksimum diperoleh dari tabel 12.

(3)
(4)

DAFTAR ISI

2.3 Perencanaan Lanskap Bumi Perkemahan ... 7

3 METODOLOGI ... 10

3.1 Lokasi dan Waktu Studi ... 10

3.2 Batasan Studi... 10

3.3 Metode Perencanaan Lanskap ... 11

3.4 Bentuk Hasil Studi ... 15

4 DATA DAN ANALISIS ... 16

4.1 Aspek Sumberdaya ... 16

4.1.1 Luas dan Batas Tapak ... 16

4.1.2 Topografi dan Kemiringan ... 17

4.1.3 Iklim dan Kenyamanan ... 19

4.1.4 Hidrologi ... 20

4.1.5 Geologi dan Tanah ... 21

4.1.6 Penutupan Lahan ... 22

4.1.7 Satwa ... 26

4.2 Aspek Pengelolaan dan Pengunjung ... 27

4.2.1 Struktur Organisasi ... 27

(5)

4.3 Penentuan Daya Dukung Ekologi berdasarkan Persamaan USLE 33

5 SINTESIS ... 36

5.1 Program Aktivitas dan Fasilitas Rekreasi ... 36

5.1.1 Rekreasi Aktif ... 38

5.1.2 Rekreasi Pasif ... 38

6 KONSEP PERENCANAAN ... 39

6.1 Konsep Dasar Perencanaan ... 39

6.2 Pengembangan Konsep ... 39

6.2.1 Konsep Tata Ruang ... 39

6.2.2 Konsep Sirkulasi ... 41

6.2.3 Konsep Vegetasi ... 42

6.2.4 Konsep Fasilitas ... 43

7 PERENCANAAN LANSKAP ... 44

7.1 Rencana Ruang ... 44

7.4.1.1 Areal Perkemahan ... 47

(6)

7.4.2.5 Musholla ... 55

8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 58

LAMPIRAN ... 60

DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Jenis, Bentuk, Cara Pengambilan, Sumber, dan Kegunaan Data .... 11

2. Data Tanah ... 22

3. Nilai Permeabilitas dan Penurunan Epipedon Areal Perkemahan .. 22

4. Indeks erosi tanah (RKLS), nilai C, nilai T dan nilai A... 33

5. Nilai T aktual, T maksimum, jumlah pengunjung aktual dan jumlah pengunjung maksimum BPRU ... 35

6. Alokasi Ruang, Pemanfaatan, Jenis Aktivitas dan Fasilitas yang Direncanakan ... 37

7. Rata-rata curah, rata-rata hari hujan, rata-rata curah hujan harian maksimum dan indeks erosi hujan (EI30) ... 62

8. Hasil analisis sampel tanah dan nilai erodibilitas tanah ... 64

9. Faktor panjang dan kemiringan lereng... 66

10. Penutup lahan, nilai C aktual, aktivitas pengguna dan jumlah pengunjung aktual ... 66

11. Tingkat erosi yang diperbolehkan ... 67

12. Nilai T aktual, T maksimum, jumlah pengunjung aktual dan jumlah pengunjung maksimum yang dapat ditampung BPRU ... 68

13. Kriteria nilai T ... 68

(7)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Kerangka Pikir Perencanaan ... 3

2. Model hubungan aktivitas rekreasi dan erosi tanah ... 6

3. Peta Orientasi Lokasi Studi ... 10

4. Tahapan Perencanaan Lanskap ... 14

5. Peta Kemiringan Lahan ... 18

6. Grafik Curah Hujan Kawasan BPRU  ...  19 

7. Peta Penutupan Lahan ... 23

8. Peta Fasilitas Awal BPRU ... 24

9. Pintu gerbang ... 25

10. Kantor Informasi ... 25

11. Areal parkir I ... 25

12. Areal parkir II... 25

13. Blok perkemahan ... 25

14. MCK ... 25

15. Pemandian air panas... 25

16. Penangkaran Rusa ... 25

(8)

18. Grafik Jumlah Pengunjung berdasarkan Jenis Kelamin ... 28

19. Grafik Usia Pengunjung ... 29

20. Grafik Profesi Pengunjung ... 29

21. Grafik Daerah Asal Pengunjung ... 30

22. Grafik Aktivitas Pengunjung ... 30

23. Grafik Bentuk Kunjungan ... 31

24. Grafik Lama Kunjungan ... 31

25. Grafik Jumlah Kunjungan ... 32

26. Grafik Jenis Kendaraan Pengunjung ... 32

27. Peta Daya Dukung Ekologi ... 35

28. Konsep Ruang ... 40

29. Konsep Sirkulasi ... 42

30. Rencana Sirkulasi ... 45

31. Rencana Lanskap ... 46

32. Unit perkemahan untuk kelompok kecil ... 48

33. Unit perkemahan untuk kelompok besar ... 49

34. Meja dan Bangku Piknik ... 49

35. Tungku pembakaran pada tempat piknik ... 50

36. Tempat sampah ... 50

37. Contoh permainan anak-anak... 51

38. Contoh permainan anak-anak dengan gaya latihan tentara ... 51

39. Shelter ... 52

40. Lay-out areal Parkir ... 54

41. Toilet ... 54

42. Nomograf erodibilitas tanah ... 63

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1. Penentuan daya dukung ekologi berdasarkan pendugaan erosi

(10)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

 

Salah satu sumberdaya alam Indonesia yang berpotensi tinggi untuk dikembangkan sebagai kawasan rekreasi alam adalah sumberdaya alam pegunungan. Pegunungan mampu menyediakan fasilitas-fasilitas untuk kebutuhan rekreasi alam dan panorama yang indah untuk dinikmati. Pegunungan juga merupakan tempat yang unik dan khas karena mempunyai ketinggian elevasi yang memberikan kenyamanan fisik berupa temperatur udara yang sejuk.

Pegunungan selain mempunyai potensi estetik untuk pengembangan kawasan rekreasi juga mempunyai fungsi ekologis yang harus dipertahankan. Pentingnya fungsi ekologis ini dapat dilihat dari fungsinya sebagai pengendali keseimbangan daerah yang ada di bawahnya, oleh karena itu dalam setiap perencanaan daerah pegunungan perlu suatu penentuan kapasitas daya dukung daerah pegunungan terhadap berbagai bentuk penggunaannya dan juga terhadap kegiatan rekreasi.

Sumber daya baik flora, fauna dan tipe ekosistem yang khas dan fasilitas rekreasi merupakan daya tarik utama suatu tempat rekreasi. Sumber daya yang jadi masalah dan dijadikan penelitian kami antara lain tanah dan vegetasi. Bentuk kerusakan sumber daya biofisik yang terlihat akibat tekanan pengunjung misalnya kerusakan vegetasi dan pemadatan tanah.

Pengetahuan mengenai daya dukung penting agar pengelolaan obyek rekreasi dapat berkelanjutan. Pada dasarnya nilai daya dukung suatu obyek rekreasi ditentukan oleh tiga faktor yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu jumlah dan perilaku pengunjung, keadaan sumber daya serta manajemen pengelola (Knudson, 1983).

(11)

lingkungan, pengenalan sumberdaya alam, riset ilmiah, olahraga dan kesenian. Bumi perkemahan adalah suatu bidang lahan di alam terbuka yang diatasnya dapat didirikan tenda-tenda sebagai tempat berteduh untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dan keperluan berkemah (Anonim, 1989).

Penelitian kami dilakukan di Bumi Perkemahan Ranca Upas (BPRU) yang terletak di Ciwidey, Bandung Selatan, Jawa Barat di bawah Perum Perhutani Jawa Barat dan Banten memiliki potensi untuk berkembang. Hal ini didukung oleh kesejukan udara dan panorama hutan pegunungan yang indah. Namun untuk menciptakan suatu areal perkemahan yang lestari (sustainable), tidak cukup hanya dengan kesejukan udara dan panorama yang indah, pengelola harus memperhatikan daya dukung dari areal tersebut.

Agar supaya areal perkemahan di atas lestari, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap nilai daya dukung kawasan BPRU, khususnya daya dukung ekologi untuk dilakukan pemecahan masalah dan usulan perbaikan, yang dimaksud daya dukung ekologi dalam penelitian kami adalah dari aspek tanah dan vegetasi yang merupakan abiotik substansi sebagai unsur ekosistem. Tanah diteliti penurunan epipedonnya akibat pemadatan yang disebabkan diinjak-injak pengunjung dan pengelola, serta nilai A dari USLE dan nilai T-nya. Sedangkan vegetasi hanya terbagi dua penggunaan hutan, dan rumput pada areal berkemah. Berdasarkan hasil evaluasi terhadap daya dukung ekologi pada kedua jenis pemanfaatan tersebut, kemudian disusun perencanaan tapak BPRU untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya dan meminimalkan kerusakan lingkungan.

(12)

Gambar 1. Kerangka pikir perencanaan

1.2. Tujuan dan Manfaat

Studi perencanaan lanskap BPRU ini dilakukan dengan tujuan, yaitu untuk merencanakan lanskap BPRU berdasarkan pendekatan daya dukung ekologi. Studi ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengelola kawasan perkemahan dalam menyusun rencana lanskap yang memperhatikan keseimbangan sumberdaya alam. Selain itu hasil studi ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pembangunan areal bumi perkemahan sejenis.

Pengunjung

SDA: Tanah dan vegetasi

Buper Ranca Upas

Pemanfaatan

> Daya dukung ekologi ≤ Daya dukung ekologi

(13)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Daya Dukung Ekologi

Konsep daya dukung merupakan konsep dalam mengelola sumber daya yang merupakan pembatasan penggunaan dari suatu area yang menyimpan beberapa faktor alam dan lingkungan yang ada (Odum, 1971). Hendee, Stankey, dan Lucas (1978) menyatakan bahwa daya dukung adalah konsep dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang merupakan batas penggunaan suatu area yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami untuk daya tahan terhadap lingkungan, misalnya makanan, tempat berlindung, atau air. Knudson (1983) menyatakan bahwa daya dukung merupakan penggunaan secara lestari dan produktif sumber daya yang dapat diperbaharui.

Lime dan Stankey dalam Yayat (2008) menyebutkan bahwa daya dukung rekreasi adalah sifat pemakaian yang dapat ditopang oleh tingkat perkembangan area tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang berlebihan, baik pada lingkungan fisik maupun pada pengalaman pengunjung. Sedangkan Basuni dan Soedargo dalam Yayat (2008) mengemukakan bahwa daya dukung rekreasi merupakan sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan.

(14)

Menurut Christiansen (1977) area rekreasi harus dicegah dari berbagai bentuk pencemaran yang ditimbulkan terutama oleh para pengunjung itu sendiri. Hal itu akan berpengaruh terhadap kenyamanan pengunjung, serta memelihara sumber daya alam, seperti satwa liar dan vegetasi serta berbagai bentuk sampah sisa makanan, minuman dan lain sebagainya.

Tiga hal yang dapat mempengaruhi daya dukung kawasan rekreasi menurut Knudson (1983) dan Douglas (1975) adalah: (1) karakteristik sumber daya (geologis dan tanah, topografi, vegetasi, iklim, air dan hewan), (2) karakteristik pengelolaan (kebijaksanaan dan metode pengelolaan), (3) karakteristik pemakai (psikologi, perlengkapan dan pemakaian).

Konsep daya dukung ekologi berkenaan dengan tingkat maksimum penggunaan rekreasi, baik berupa jumlah maupun aktivitas rekreasi yang dapat diakomodasikan oleh suatu area atau ekosistem sebelum terjadi penurunan kualitas ekologi yang tidak dapat pulih (Pigram, 1983).

Daya dukung ekologi berbeda dari satu tapak ke tapak lainnya. Hal ini disebabkan tidak hanya oleh variabel sumber daya alam seperti lereng, kedalaman dan tipe tanah, tetapi juga oleh penerapan teknologi pencegah dampak negatif terhadap lingkungan (Godin dan Leonard, 1977).

(15)

Gambar 2. Model hubungan aktivitas rekreasi dan erosi tanah

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi terhadap erosi dapat ditentukan besarnya daya dukung suatu areal rekreasi. Penggunaan model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) Universal Soil Loss Equation (USLE) dalam pendugaan besarnya kehilangan tanah akibat erosi banyak diterapkan untuk kepentingan konservasi lahan. Kuss dan Morgan (1980) mencoba mengaplikasikan penggunaan USLE dalam pengukuran daya dukung lahan untuk kegiatan rekreasi di Maryland Piedmont.

2.2. Bumi Perkemahan

Berkemah merupakan salah satu kegiatan rekreasi di alam terbuka yang termasuk dalam rekreasi sosial (Knudson, 1983). Menurut Sulaeman (1983), berkemah dapat memberikan kualitas kesenangan tertentu yang sulit ditemukan dalam kegiatan lain sebagai pengisi waktu luang. Berkemah merupakan aktivitas rekreasi yang kreatif dan mengandung unsur pendidikan dengan tinggal, bermalam dan melakukan aktivitas hidup secara berkelompok di ruang luar atau ruang terbuka. Fasilitas yang digunakan dalam berkemah adalah sumberdaya alam yang ada di sekitarnya dengan kondiasi alami yang dapat mempengaruhi perkembangan mental, fisik, sosial dan spiritual (Harris dan Dines, 1988). Berkemah juga merupakan salah satu aktivitas yang paling digemari dan membutuhkan biaya makan dan penginapan yang relatif rendah (Douglas, 1975).

Berkemah memerlukan tempat tersendiri, salah satunya adalah pada bumi perkemahan. Bumi perkemahan adalah suatu bidang lahan di alam terbuka yang di atasnya dapat didirikan tenda-tenda sebagai tempat berteduh untuk dapat melakukan

Matrik tanah dan vegetasi penutup

Kerusakan vegetasi dan pemadatan tanah Tipe,

intensitas dan durasi rekreasi

Input Output Erosi tanah dan

(16)

berbagai aktivitas dan keperluan berkemah. Bumi perkemahan ini juga merupakan tempat khusus untukberkemah yang berada dalam kawasan Perlindungan dan Pelestarian Alam atau pada areal hutan tutupan (Sakawanabhakti, 1989).

Douglas (1975), mengemukakan beberapa klasifikasi bumi perkemahan, yaitu:

1. Central camps: markas besar dengan berbagai fasilitas berkemah bagi sejumlah orang yang akan berkemah.

2. Forest camps: perpaduan antara keadaan alami lingkungan sekitar dengan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan.

3. Back country camps: perkemahan yang tidak dibatasi dan tidak diberikan fasilitas khusus.

4. Peak load camps: perkemahan untuk sejumlah besar orang yang berkemah dengan waktu yang pendek.

5. Long term camps: Perkemahan untuk berkemah selama satu bulan atau lebih. Dikatakan pula bahwa orang yang berkemah menyukai suasana hutan karena bisa memenuhi rasa keterkaitan terhadap alam yang dihadirkan oleh lingkungan hutan. Dalam berkemah di hutan (forest camps) disediakan unit-unit berkemah yang dirancang untuk kebutuhan kelompok keluarga atau kelompok kecil manusia.

2.3. Perencanaan Lanskap Bumi Perkemahan

(17)

Gold (1980) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu alat yang sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara yang terbaik untuk mencapai keadaan tersebut. Lebih lanjut Gold (1980) menyatakan bahwa perencanaan merupakan kegiatan pemecahan masalah dan proses pengambilan keputusan atau proses penjabaran pemikiran dari suatu ide ke arah suatu bentuk yang nyata. Perencanaan lanskap merupakan suatu tindakan menata dan menyatukan berbagai penggunaan lahan berdasarkan pengetahuan teknis lahan dan kualitas estetiknya guna mendukung fungsi yang akan dikembangkan pada lahan atau kawasan tersebut.

Perencanaan lanskap bumi perkemahan berorientasi pada hubungan antara potensi sumberdaya alam dan lingkungan dengan potensi pengunjung, menurut PHPA (1986), harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:

1. Karakteristik biofisik tapak. Hal ini penting untuk mengetahui faktor-faktor pembatas dan penunjang potensi tapak yang dapat dikembangkan, serta kelayakan tapak bagi peruntukan areal bumi perkemahan.

2. Karakteristik pengunjung bumi perkemahan. Hal ini penting untuk mengetahui latar belakang, jenis kelamin, sikap dan perilaku pengunjung bumi perkemahan yang dapat dipadukan dengan pengertian akan permintaan dan pilihan fasilitas serta akomodasi pelayanan dan pengelolaan pengunjung bumi perkemahan.

3. Daya dukung tapak. Hal ini penting untuk mengetahui perkiraan jumlah pengunjung bumi perkemahan yang dapat ditampung per satuan luas bumi perkemahan. Daya dukung ini ditentukan oleh potensi karakteristik biofisik, intensitas pengelolaan bumi perkemahan, fasilitas dan akomodasi yang tersedia serta sikap dan pilihan pengunjung.

4. Obyek wisata. Hal ini penting untuk memadukan program kegiatan bumi perkemahan dengan aspek pendidikan konservasi sehingga kegiatan perkemahan pengunjung dapat lebih diarahkan pada pembinaan cinta alam.

(18)
(19)

3. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Studi

Studi perencanaan dilakukan di Bumi Perkemahan Ranca Upas (BPRU) Ciwidey, Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Lokasi studi ini terletak di sebelah selatan Kota Bandung, dengan jarak tempuh ± 37 km (Gambar 3). Kegiatan pengambilan data pada kegiatan studi ini diawali pada bulan Februari 2008 sampai dengan Juni 2008 dan dilanjutkan dengan kegiatan penyusunan laporan.

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

3.2. Batasan Studi

Studi ini dilakukan sampai batas tahap perencanaan lanskap berdasarkan pendekatan daya dukung ekologi untuk mendukung optimalisasi kegiatan wisata alam di BPRU. Hasil dari perencanaan lanskap kawasan ini dinyatakan dengan penataan ruang rekreasi alam, sistem sirkulasi rekreasi alam dan fasilitas pendukung kegiatan rekreasi alam.

Peta Situasi

Sketsa Lokasi BPRU

(20)

3.3. Metode Perencanaan Lanskap

Tahapan dalam perencanaan lanskap ini yaitu inventarisasi, analisis, sintesis, konsep dan perencanaan. Inventarisasi meliputi survei, pengumpulan data, wawancara, dan observasi. Data yang diambil dalam studi perencanaan ini mengacu pada hal-hal yang mempengaruhi daya dukung kawasan rekreasi yang mencakup (1) aspek sumber daya, (2) aspek pengelolaan, dan (3) aspek pemakai/pengunjung. Jenis, bentuk, cara pengambilan, sumber, dan kegunaan data dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis, Bentuk, Cara Pengambilan, Sumber, dan Kegunaan Data.

Kelompok dan Jenis Bentuk Cara

Pengambilan

Sumber Kegunaan

A. Aspek Sumberdaya

1. Luas, letak, dan batas tapak

2. Sistem transportasi dan Aksesibilitas

a. Sistem transportasi b. Aksesibilitas

Tapak - Aksesibilitas

dan

(Peta Tanah) Puslittanak

- Tingkat erosi

4. Topografi dan Kemiringan

(Peta RBI) Bakosurtanal 5. Penutupan lahan

a. Areal perkemahan b. Area pengelolaan c. Area pemanfaatan

(21)

Kelompok dan Jenis Bentuk Cara Pengambilan

Sumber Kegunaan

6. Vegetasi

a. Kelompok jenis b. Letak dan persebaran

Spasial

7. Iklim dan Kenyamanan a. Suhu b. Distribusi air

Spasial

Deskriptif Data primer (survei lapang) Data sekunder (Pengelola)

B. Aspek Pengelolaan

1. Struktur kelembagaan dan organisasi pengelolaan

Deskriptif Data sekunder (Pengelola)

C. Aspek Pemakai/Pengunjung

1. Profil pengunjung Kuantitatif Deskriptif

Data primer (survei lapang, wawancara)

Setelah inventarisasi kemudian dilakukan analisis terhadap data yang telah diperoleh, baik yang berupa data primer ataupun sekunder. Data dan informasi tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam potensi dan kendala. Hasil klasifikasi data ke dalam potensi dan kendala tersebut dianalisis secara deskriptif dan spasial sehingga menghasilkan peta-peta analisis, tabel analisis dan deskripsi data.

Analisis yang digunakan untuk mengetahui daya dukung ekologi adalah yang pertama dengan melihat soil compaction (pemadatan tanah), melalui perbandingan epipedon alami dan epipedon area berkemah, kedua dengan menghitung laju erosi tahunan (A) berdasarkan persamaan USLE (DHV Consultants BV, 1997) dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan atau nilai T. Persamaan laju erosi tahunan (A), yaitu:

(22)

dimana:

A : Laju erosi tahunan (ton/ha/tahun) R : Faktor erosivitas tanah

K : Faktor eodibilitas tanah

LS : Faktor panjang dan kemiringan lereng RKLS : Indeks erosi tanah

C : Faktor pengelolaan penutup tanah P : Faktor teknik konservasi tanah

Perhitungan nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) didapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

dimana:

T = Erosi yang masih dapat ditoleransikan (ton/ha/tahun)

Untuk mengetahui daya dukung ekologi kawasan ini, hasil dari perhitungan nilai T di atas dibandingkan dengan kriteria nilai T kelas rendah menurut Morgan dan Fred (1986) (Tabel 12).

  Setelah tahap analisis kemudian dilakukan sintesis, pada tahapan ini data dan informasi yang telah dianalisis kemudian dipadukan untuk menentukan alternatif-alternatif pemecahan masalah dari perpaduan analisis data tersebut. Analisis yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akan menunjukkan tapak yang melebihi daya dukung dan tapak yang masih di bawah daya dukung. Bagian yang cukup penting dari tahap ini adalah usaha menghubungkan aspek-aspek yang mempengaruhi daya dukung kawasan dengan elemen-elemen rencana pengembangan lanskap BPRU sebagai obyek wisata.

(23)

ekologi. Ide-ide dalam konsep dikembangkan dalam tahap perencanaan tata ruang berbagai elemen pembentuk lanskap bumi perkemahan dalam bentuk rencana lanskap. Proses perencanaan yang dilakukan menggunakan pendekatan perencanaan seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tahapan Perencanaan Lanskap

Overlay/Lapis telus Konsep Dasar

Perencanaan Lanskap BPRU

1. Aspek Sumberdaya

• Luas da Batas Tapak • Topografi dan Kemiringan

• Iklim dan Kenyamanan

• Hidrologi • Geologi dan Tanah

• Penutupan Lahan

• Satwa

2. Aspek Pengelolaan

• Struktur kelembagaan dan organisasi pengelola

3. Aspek Pemakai/Pengunjung

• Profil pengunjung

Peta-peta Analisis Data Tabular Deskripsi Data

Sintesis

Inventarisasi

Survai lapang Studi pustaka

Wawancara

Konsep Pengembangan

Perencanaan Lanskap

Pembuatan detil perencanaan

1. Rencana Tata Ruang 2. Rencana Sirkulasi 3. Rencana Tata Hijau 4. Rencana Fasilitas

(24)

3.4. Bentuk Hasil Studi

Hasil dari studi perencanaan lanskap BPRU sebagai kawasan rekreasi alam, meliputi:

I. Rencana Tertulis 1. Konsep ruang 2. Konsep sirkulasi

3. Perencanaan aktifitas dan fasilitas 4. Perencanaan lanskap BPRU

II. Rencana Grafis

(25)

4. DATA DAN ANALISIS

4.1. Aspek Sumber Daya

4.1.1. Luas dan Batas Tapak

Bumi Perkemahan Ranca Upas (BPRU) merupakan bagian dari Wana Wisata Ranca Upas seluas 215 ha terletak di RPH Patrol, BKPH Tambak Ruyung Timur, KPH Bandung Selatan. Wana Wisata Ranca Upas ini adalah salah satu hutan wisata yang dikelola oleh Perum Perhutani sejak tahun 1991. Hak pengusahaan hutan yang diberikan kepada Perum Perhutani meliputi penyediaan sarana dan prasarana pariwisata, pengusahaan obyek wisata yang ada dan penyelenggaraan kegiatan wisata alam.

Secara geografis BPRU terletak pada koordinat 100°-110°26’ BT dan 1°-1°26’ LS. Secara administratif wilayah ini berada di Desa Alam Endah, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Bagian utara berbatasan dengan Desa Lebak Muncang, Bagian timur dengan Desa Alam Endah,

Bagian Selatan dengan Desa Cipelah dan Bagian barat dengan jalan Desa Patenggang,

Luas tapak yang akan direncanakan adalah ± 44,3 ha, dimana luas tersebut merupakan luasan keseluruhan BPRU termasuk penangkaran rusa di dalamnya. BPRU berlokasi pada ketinggian 1700 mdpl dengan konfigurasi lapangan datar sampai bergelombang, dan berbatasan langsung dengan beberapa desa sekitarnya.

(26)

yang berbeda-beda. Di sekitar lokasi BPRU tersedia fasilitas wisata seperti warung makan, musholla, penginapan dan pemandian air panas.

BPRU dapat dicapai dengan jalan darat yang telah diaspal melalui 2 jalur utama, yaitu:

1. Bandung via Kopo berjarak ±. 45 km dengan kondisi jalan beraspal.

2. Bandung via Banjaran berjarak ± 56 km dengan kondisi jalan beraspal.

Aksesibilitas tapak yang tinggi ini menjadi potensi yang cukup baik. Kemudahan pencapaian lokasi wisata ini menjadikan BPRU cukup dikenal oleh masyarakat Provinsi Jawa Barat. Potensi ini juga didukung oleh kemudahan mendapatkan kendaraan umum seperti bis, angkot maupun motor yang ada setiap harinya. Pemandangan menuju lokasi ini juga indah, yaitu panorama pedesaan dengan kebun stroberi dan bukit Gunung Patuha.

Beberapa tempat wisata yang berada di sekitar BPRU antara lain Wana Wisata Kawah Putih yang berjarak ± 4 km dari BPRU, Taman Wisata Cimanggu yang berjarak ± 3 km dari BPRU, Agrowisata Rancabali yang berjarak ± 6 km dari BPRU dan Situ Patenggang yang berjarak ± 10 km dari BPRU.

 

4.1.2. Topografi dan Kemiringan

 

(27)

Gambar 5. Peta Kemiringan Lahan

(28)

4.1.3. Iklim dan Kenyamanan

Unsur iklim adalah curah hujan, suhu udara, kelembaban dan hujan. Uraian dari masing-masing adalah sebagai berikut:

Curah Hujan, berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun cuaca perkebunan teh Ranca Bali, kawasan Wana Wisata Ranca Upas memiliki nilai rata-rata curah hujan bulanan sepanjang tahun (1997-2007) sebesar 24,08 cm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu sebesar 45,39 cm, sedangkan curah hujan terendah sebesar 3,92 mm terjadi pada bulan Agustus (Gambar 6). Sementara itu rata-rata hari hujan bulanan pada tahun 1997-2007 adalah 16 hari/bulan, dengan hari hujan tertinggi pada bulan Maret yaitu sebesar 26 hari. Kondisi iklim seperti ini termasuk tipe A menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan 9 bulan basah dan 1 bulan kering.

Curah hujan antara 20-30 cm tergolong cukup tinggi dan ini merupakan ciri dari daerah tropis. Curah hujan merupakan faktor iklim utama yang dapat menyebabkan erosi di daerah beriklim basah. Selain itu dipengaruhi juga oleh permeabilitas tanah, angin dan vegetasi penutup tanah.

Gambar 6. Grafik Curah Hujan Kawasan BPRU

0.00

(29)

Curah hujan dan hari hujan merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi dan lamanya kegiatan rekreasi. Semakin tinggi nilai curah hujan dan hari hujan, semakin berkurang frekuensi dan lamanya kegiatan rekreasi di luar ruangan. Setiap tahunnya pada tapak terdapat sembilan bulan basah dengan curah hujan lebih dari 100 cm, dan selebihnya adalah bulan kering atau lembab. Banyaknya bulan basah ini mempengaruhi kegiatan rekreasi pada tapak yang seluruhya merupakan rekreasi di luar ruangan. Untuk mengatasi hal ini direncanakan fasilitas peneduh seperti shelter yang ditempatkan di sekitar area rekreasi agar mudah dicapai ketika hujan turun tiba-tiba. Pembangunan bangunan serba guna juga perlu untuk mengantisipasi gangguan hujan pada tempat berkemah. Hujan deras dapat mengganggu kenyamanan bahkan dapat merusak tenda.

Suhu udara bulanan rata-rata di kawasan BPRU pada tahun 1986-1996 adalah 19,6 °C dengan kisaran suhu antara 8 o - 22 o C. Suhu tertinggi terjadi pada bulan Oktober sementara suhu terendah terjadi pada bulan Juli. Fluktuasi suhu rata-rata harian relatif konstan sepanjang tahun. Perbedaan suhu antara musim hujan dan musim panas juga tidak terlalu besar.

4.1.4. Hidrologi

Sumber air pada tapak berasal dari mata air yang berada di Kawah Putih dan Cadas Panjang. Untuk menjaga kebersihannya sumber mata air ini ditutup dan dialirkan melalui pipa ke BPRU. Air yang mengalir ini digunakan sebagai air minum, MCK, dan wudhu. Pada tapak terdapat sumber air panas alami yang berasal dari Gunung Tunduh, sumber air panas ini hanya digunakan untuk pemandian air hangat saja.

(30)

saluran ini menjadi semakin jelas dan dalam. Hal ini terutama terlihat jelas pada blok perkemahan. Pembuatan saluran drainase terutama di sekitar blok perkemahan dapat mengatasi masalah diatas.

4.1.5. Geologi dan Tanah

Kawasan ini merupakan kipas volkan, bentuk wilayah berombak (lereng 3-8%), terbentuk dari bahan induk abu dan pasir volkan intermedier/basis. Jenis tanah di BPRU adalah tanah Eutric Hapludands (Puslittanak, 1997), medial, isotermik. Jenis tanah ini setara dengan andosol, kedalaman tanah sangat dalam, drainase sangat baik, faktor penghambat tanah ini adalah unsur hara rendah.

Eutric Hapludands ini sendiri berarti tanah yang memiliki sifat tanah andik

pada 60% atau lebih ketebalannya. Berada pada rejim kelembaban udik (Latin, udus, lembab) yaitu suatu rejim kelembaban dimana penampang kontrol kelembaban tidak kering di sembarang bagiannya selama 90 hari kumulatif dalam tahun-tahun normal. Perkembangan horison yang minimum terjadi pada tanah ini. Jumlah basa-basanya tidak kurang dari 25.0 me/100g (Puslittanak, 1998). Untuk data tanah dapat dilihat pada tabel 2.

(31)

Tabel 2. Data Tanah

Satuan Lahan

Tekstur tanah Permeabilitas2 (cm/jam)

Laboratorium BBSDLP (Balai Besar Sumber Daya Lahan dan Pertanian)

2

Laboratorium Dept. Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

Tabel 3. Nilai Permeabilitas dan Penurunan Epipedon Areal Perkemahan (Cg) Kedalaman Tanah (cm) Permeabilitas (cm/jam)1 Penurunan Epipedon

(cm/tahun)

0-20 1.26 0.36 20-40 8.52

Keterangan: 1

Laboratorium Dept. Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

4.1.6. Penutupan Lahan

Luas tapak secara keseluruhan adalah ± 44.3 Ha. Sebagian penutupan lahan (Gambar 7) berupa hutan seluas 23,47 Ha (52.98 %). Kemudian Rawa sekitar 6.58 Ha (14.85 %). Badan air yang terdiri dari kolam dan danau seluas 1.05 Ha (2.37 %). Kandang rusa seluas 4.26 Ha (9.62 %). Luas kawasan perkerasan yang terdiri dari kantor, pondokan, warung, pemandian dan tempat parkir seluas 4.65 Ha (10.50 %). Dan kawasan untuk berkemah yang terdiri dari hamparan rumput seluas 4.29 Ha (9.68 %).

(32)
(33)
(34)
(35)

Vegetasi alami yang menjadi penutup lahan jenis pepohonan hutan, seperti puspa (Schima wallichii), rasamala (Altingia excelsa), saninten (Castanopsis javanica), balakace (Vaccinium bancanum) dan ekaliptus (Eucalyptus sp.). Di

samping itu dijumpai pula tumbuhan yang tumbuh dibawah tegakan hutan, berupa semak belukar dan rumput-rumputan, antara lain jukut pait (Axonopus compressus), teki (Cyperus kyllingia), paparean (Carex remota), teklan (Eupatorium inulifolium), lampuyang (Panicum repens) dll.

Vegetasi budidaya terdapat di sekitar kantor informasi. Vegetasi ini adalah jenis semak dan perdu seperti Duranta sp., Cupea sp. dan teh-tehan. Bentuk tanaman yang teratur ini mengurangi kesan alami hutan pegunungan. Penanaman vegetasi semak berbunga yang asli daerah setempat akan lebih baik dan terkesan lebih alami. Vegetasi yang dipilih juga yang tumbuh rimbun dan liar serta cocok dengan kondisi daerah pegunungan.

4.1.7. Satwa

Berdasarkan informasi dari pihak pengelola mengenai jenis hewan yang ditemukan di kawasan BPRU, diidentifikasi 11 spesies aves. Satwa yang ada didominasi oleh berbagai jenis burung yang lebih sering terdengar suaranya, seperti tekukur (Streptopelia chinensis), kacamata jawa (Zasterops flavus), puyuh tegalan loreng (Turnix suscitator), elang hitam (Ictinaetus malayensis), kareo (Amaurornis phoenicurus), kipasan merah (Rhipidura phoenicura), bubut besar (Centropus

sinensis), kapinis rumah (Apus affinis) dan set genggung (Cuculus saturatus). Hanya

sedikit burung yang bisa terlihat terbang melintas pada pagi dan sore hari. Pengamatan burung dapat dijadikan salah satu aktivitas yang menunjang kegiatan berkemah. Jenis-jenis satwa liar lain adalah ular, kadal, katak, tikus mencit dan bajing.

(36)

atau sekedar tempat berstirahat/bertengger. Pohon sebagai sumber pakan burung bisa karena buahnya, bunganya atau karena serangga yang hidup di pohon tersebut. Jenis burung yang ada di kawasan ini adalah jenis pemakan buah dan serangga. Usaha untuk menghadirkan burung-burung dapat dilakukan dengan menciptakan habitatnya. Menanam vegetasi yang menghasilkan biji seperti Canarium comuna, Ficus benjamina dan Antidesma bunius dapat menjadi daya tarik bagi burung-burung untuk

mencari makan dan bersarang disana. Selain itu ditanam juga jenis vegetasi lain yang menyediakan sumber makanan bagi burung seperti serangga dan nectar.

4.2. Aspek Pengelolaan dan Pengunjung

4.2.1. Struktur Organisasi

Wana Wisata Ranca Upas merupakan salah satu tempat wisata yang dimiliki oleh KBM WBU, Perum Perhutani Unit III, Jawa Barat dan Banten. KBM WBU bertanggung jawab mengelola salah satu usahanya yaitu di bidang wana wisata. Wana Wisata Ranca Upas merupakan tempat wisata yang berada pada Distrik Manajer II yaitu daerah Bandung Selatan dan sekitarnya.

Jumlah tenaga kerja di lapangan yang dimiliki oleh Wana Wisata Ranca Upas adalah 6 orang yang terdiri dari seorang site manajer, hubungan masyarakat (humas), koordinator lapangan, ticketing, serta koordinator sarana dan prasarana. Selain karyawan yang berasal dari perusahaan, masyarakat sekitar wisata pun diikutsertakan sebagai mitra dalam menjalankan usaha wisata ini.

4.2.2. Profil Pengunjung

(37)

Gambar 17. Grafik Jumlah Pengunjung BPRU

Dari Gambar 17 diketahui bahwa jumlah pengunjung BPRU setiap bulannya bervariasi. Pengunjung terlihat ramai pada saat libur sekolah dan libur besar sedangkan pada hari-hari biasa pengunjung ramai pada akhir minggu. Pada saat libur sekolah ini jumlah pengunjung yang datang dapat mencapai 500 orang per hari. Saat seperti ini terjadi pada bulan Juni, Juli dan Oktober.

Hasil kuisioner menunjukkan pengunjung yang berkemah pada BPRU lebih didominasi oleh pria, sekitar 60% sedangkan wanita 40% (Gambar 18). Hal ini tampaknya disebabkan oleh sifat rekreasi yang ada di bumi perkemahan lebih memerlukan stamina yang kuat dan bersifat petualangan sehingga lebih disukai oleh kaum pria.

Gambar 18. Grafik Jumlah Pengunjung BPRU Berdasarkan Jenis Kelamin

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000

2005 2006

60%

40% Pria

(38)

Jika dilihat berdasarkan usia hampir seluruh pengunjung berada pada usia muda yang sedang bersekolah, baik di sekolah umum maupun perguruan tinggi. Sekitar 80% dari seluruh responden berusia antara 16 sampai 25 tahun. Sebanyak 20 % berusia diatas 25 tahun (Gambar 19). Berdasarkan usia, maka dalam beraktivitas pada umumnya pengunjung sangat menyukai hal-hal baru dan bersifat menantang.

Gambar 19. Grafik Usia Pengunjung BPRU

Berdasarkan profesi pengunjung diketahui pelajar 40%, mahasiswa 50% dan pegawai 10% (Gambar 20). Banyaknya pengunjung dari golongan pelajar dan mahasiswa menyebabkan kawasan ini ramai pada akhir pekan dan pada saat liburan sekolah.

Gambar 20. Grafik Profesi Pengunjung BPRU

Pengunjung yang datang ke BPRU, tidak hanya berasal dan Propinsi Jawa Barat saja. Tetapi ada juga yang berasal dari luar Jawa Barat. Walaupun demikian jumlah pengunjung dari Jawa Barat adalah yang terbanyak yaitu 85% (Gambar 21). Dari jumlah ini kebanyakan pengunjung berasal dari kota Bandung dan sekitarnya.

80% 20%

16-25 Tahun >25 Tahun

40%

50% 10%

(39)

Sementara pengunjung dari luar Jawa Barat berasal dari Jakarta dan Banten sebesar 15%. Hal ini diakibatkan oleh letak bumi perkemahan yang tidak jauh dari kota Bandung.

Gambar 21. Grafik Daerah Asal Pengunjung BPRU

Hasil kuisioner menunjukkan sebagian besar pengunjung yang datang ke kawasan ini melakukan kegiatan berkemah, yaitu sebesar 95% atau sekitar 302 orang per minggu (Gambar 22). Hal ini dikarenakan kawasan yang sesuai untuk berkemah dan kurangnya sarana untuk melakukan kegiatan lainnya. Sementara hanya 5% atau sekitar 16 orang per minggu yang melakukan kegiatan selain berkemah seperti piknik dan memancing.

Gambar 22. Grafik Aktivitas Pengunjung

Para pengunjung yang datang ke BPRU lebih banyak datang secara berkelompok 3-10 orang sebesar 60%, 11-20 orang sebesar 20% dan lebih dari 50

85%

15% Jawa Barat

Luar Jawa Barat

95% 5%

(40)

orang sebesar 10% (Gambar 23). Hanya 10% datang secara sendiri-sendiri. Hal ini sesuai dengan karakter dari pengunjung yang menyukai suasana kekeluargaan dan keakraban. Selain itu BPRU merupakan sasaran kunjungan dari instansi atau sekolah sebagai tujuan rekreasi pada saat-saat tertentu.

Gambar 23. Grafik Bentuk Kunjungan

Lama kunjungan pengunjung di bumi BPRU secara umum dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pengunjung yang melakukan kunjungan kurang dari 24 jam atau pengunjung harian sebesar 20%. Sedangkan pengunjung yang melakukan kunjungan lebih dari 24 jam sebesar 80% (Gambar 24).

Gambar 24. Grafik Lama Kunjungan

Dari hasil penyebaran kuisioner yang telah dilakukan dapat diketahui jumlah kunjungan pengunjung yang datang ke BPRU. Responden yang berkunjung pertama

60% 20%

10% 10%

3-10 Orang 11-20 Orang >50 Orang Sendiri

20%

80%

(41)

kali sebesar 40%, 2 kali sebesar 40% dan yang lebih dari 2 kali sebesar 20% (Gambar 25). Hal ini menunjukkan bahwa BPRU sudah cukup diperhitungkan keberadaannya.

Gambar 25. Grafik Jumlah Kunjungan

Kendaraan yang digunakan oleh pengunjung untuk mencapai lokasi ini seluruhnya merupakan kendaraan bermotor. Yang menggunakan kendaraan charteran (bus, truk) sebesar 40%, kendaraan umum 30% dan kendaraan pribadi (minibus, sedan, motor) 30% (Gambar 26).

Gambar 26. Grafik Jenis Kendaraan Pengunjung

Dari data di atas, diketahui bahwa pengunjung BPRU sebagian besar berada pada usia muda yang sedang bersekolah. Hal ini didukung juga oleh lebih banyaknya waktu luang mereka dibandingkan dengan waktu luang orang dewasa yang sudah bekerja. Dengan demikian aktivitas dan fasilitas rekreasi yang disediakan harus mampu memenuhi keinginan sebagian besar pengunjung yang berusia muda. Selain

40%

40%

20% Pertama kali

2 Kali >2 Kali

40%

30% 30%

Kendaraan Charteran

Kendaraan Umum

(42)

berkemah aktivitas lintas alam dengan medan yang cukup menantang juga menarik bagi remaja. Untuk menarik lebih banyak pengunjung sebaiknya disediakan juga fasilitas rekreasi untuk keluarga, seperti piknik, taman bermain dan jalan santai. Sehingga BPRU dapat dijadikan tempat rekreasi yang bisa dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.

4.2.3. Penentuan Daya Dukung Ekologi berdasarkan Persamaan USLE

Pendugaan daya dukung ekologi rekreasi ditentukan dengan perhitungan laju erosi tahunan (A) berdasarkan persamaan USLE dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan atau nilai T. Proses perhitungan data dilakukan pada 2 satuan lahan, yaitu perkemahan (Cg) dengan luas 4.29 Ha dan hutan (Fr) dengan luas 23.47 Ha. Dari perhitungan menggunakan persamaan USLE dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan atau nilai T (Lampiran 1) didapatkan hasil seperti yang disajikan pada Tabel 4. Untuk data spasialnya dapat dilihat pada Gambar 27.

Tabel 4. Indeks erosi tanah (RKLS), nilai C, nilai T dan nilai A

Satuan

Dari hasil analisis (Tabel 3) untuk satuan lahan Cg diperoleh nilai A yaitu 1,612 ton/ha/thn, sedangkan untuk satuan lahan Fr nilai A yaitu 0.24 ton/ha/thn. Akibat dari aktivitas berkemah, di atas lahan terjadi pemadatan tanah (compaction) yang terlihat dari berkurangnya tebal epipedon sebesar 10 cm. Hasil ini didapatkan dari perbandingan tanah yang belum dipakai untuk kegiatan berkemah dengan tanah yang sudah digunakan untuk berkemah selama 28 tahun.

(43)

Gambar 27. Peta Daya Dukung Ekologi

(44)

Tabel 5. Nilai T aktual, T maksimum, jumlah pengunjung aktual dan jumlah pengunjung maksimum BPRU

Satuan Lahan T aktual (ton/ha/thn)

T maksimum (ton/ha/thn)1

Pengunjung Aktual2

Pengunjung Maksimum2 Cg 1.61 4.9 302 919

Fr 0.24 4.9 16 327 Keterangan:

1

T maksimum ditentukan berdasarkan kriteria (Morgan dan Fred, 1986) 2

(45)

5. SINTESIS

Berdasarkan hasil analisis daya dukung ekologi pada tapak, maka alokasi ruang BPRU dapat dikembangkan menjadi 3 ruang, yaitu ruang intensif, semi intensif dan ekstensif (Tabel 6). Di ruang-ruang itu terdapat aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung, antara lain rekreasi aktif dan pasif. Untuk mendukung aktivitas yang dilakukan pengunjung ada beberapa fasilitas yang dapat dipertahankan keberadaannya dan sebagian lagi perlu perbaikan. Disamping itu perlu penambahan beberapa fasilitas rekreasi dan pelayanan yang mendukung aktivitas yang akan diterapkan pada kawasan ini.

5.1. Program Aktivitas dan Fasilitas Rekreasi

Pada tapak akan dikembangkan beberapa aktivitas rekreasi yang sesuai dengan daya dukung ekologinya. Aktivitas rekreasi ini tidak terbatas pada rekreasi berkemah saja, tetapi aktivitas rekreasi alam lainnya, karena BPRU berada dalam kawasan Wana Wisata Ranca Upas yang berfungsi sebagai hutan wisata harian.

Kegiatan rekreasi yang akan diakomodasi pada tapak bersifat ekowisata. Ekowisata dapat diartikan perjalanan turis ke daerah terpencil dengan tujuan menikmati dan mempelajari mengenai alam, sejarah dan budaya di suatu daerah, di mana pola wisatanya mendukung pelestarian alam. Para pelaku dan pakar di bidang ekowisata sepakat untuk menekankan bahwa pola ekowisata sebaiknya meminimalkan dampak yang negatif terhadap lingkungan setempat dan nilai konservasi.

(46)

Tabel 6. Alokasi Ruang, Pemanfaatan, Jenis Aktivitas dan Fasilitas yang Direncanakan

Alokasi Ruang

Pemanfaatan Ruang

Aktivitas Fasilitas Standar Kapasitas

(orang)

• Informasi dan karcis

• Beribadah

Kantor Pusat Informasi Musholla

Areal parkir Toilet Jalan primer3 Jalan sekunder4 Tata hijau

• Berkemah kelompok kecil

• Pengamatan satwa

• Photo Hunting

Unit perkemahan kecil Shelter

• Perlindungan tanah, satwa, vegetasi dan air

Hiking

Harris and Dines (1988)

2 Bell (1977)

3 Mempunyai panjang 2.8 km 4 Mempunyai panjang 0.5 km

(47)
(48)

5.1.1. Rekreasi Aktif

Rekreasi aktif yang akan dikembangkan adalah berkemah, lintas alam, hiking, berkuda dan bermain terutarna untuk anak-anak. Kegiatan berkemah dilakukan pada ruang khusus berupa ruang terbuka di sekitar sumber air dan ruang semi terbuka yang luas di sekitar hutan ekaliptus.

5.1.2. Rekreasi Pasif

(49)

6. KONSEP PERENCANAAN

6.1. Konsep Dasar Perencanaan

Konsep dasar dari bumi perkemahan Ranca Upas (BPRU) adalah eco camping ground yaitu bumi perkemahan yang ramah lingkungan dan bernuansa alam yang

memperhatikan daya dukung ekologi. Untuk mewujudkan hal tersebut maka dibuat suatu perencanaan bumi perkemahan yang berbasis pada daya dukung ekologi. Aktivitas dan fasilitas yang ada harus dapat mengakomodasi kebutuhan pengunjung dan dapat menjadi sarana pendidikan konservasi alam. Untuk lebih jelasnya lagi, konsep perencanaan bumi perkemahan dibagi menjadi beberapa konsep pengembangan yaitu konsep tata ruang, konsep sirkulasi, konsep vegetasi dan konsep fasilitas.

6.2. Pengembangan Konsep 6.2.1. Konsep Tata Ruang

Berdasarkan daya dukung ekologi konsep ruang pada tapak dikembangkan menjadi 3 ruang, yaitu ruang intensif, ruang semi intensif dan ruang ekstensif (Tabel 5 dan Gambar 28).

• Ruang intensif, merupakan ruang dengan daya dukung ekologi yang tinggi dan mampu menampung 1000 pengunjung/minggu. Di ruang ini aktivitas yang dapat dilakukan meliputi rekreasi aktif seperti, berkemah, piknik dan bermain. Disini juga terdapat pusat aktivitas pengelola BPRU seperti, penerimaaan pengunjung, pusat informasi dan lain-lain. Ruang ini terletak di tengah tapak dengan luas ± 11,6 ha.

(50)

Gambar 28. Peta Konsep Ruang

(51)

• Ruang ekstensif, merupakan ruang dengan daya dukung ekologi rendah dan mampu menampung 100 pengunjung/minggu. Ruang ini adalah ruang konservasi dan digunakan sebagai daerah penyangga atau pelindung bumi perkemahan, di ruang ini hanya ada kegiatan rekreasi terbatas. Di ruang ini aktivitas yang dapat dilakukan meliputi rekreasi pasif seperti, pengamatan satwa, photo hunting dan pengamatan vegetasi. Disini tidak terdapat aktivitas pengelola BPRU. Ruang ini terletak di sekeliling BPRU dengan luas ± 24,1 ha.

6.2.2. Konsep Sirkulasi

(52)

Gambar 29. Konsep Sirkulasi

6.2.3. Konsep Vegetasi

Konsep vegetasi di area bumi perkemahan terdiri dari vegetasi dengan fungsi konservasi (konservasi tanah, air dan konservasi satwa), vegetasi non konservasi (barier dan vegetasi yang berfungsi estetis).

• Vegetasi konservasi, meliputi tanaman untuk konservasi air, tanah dan satwa. Vegetasi ini berfungsi untuk mencegah terjadinya erosi (orologis), menjaga sumber air (hidrologis) dan menjaga habitat satwa. Vegetasi yang digunakan memiliki karakter perakaran yang kuat dan mampu menampung air.

(53)

memiliki karakter mudah tumbuh setelah ditebang, rapat dan tahan terhadap angin.

6.2.4. Konsep Fasilitas

(54)

7. PERENCANAAN LANSKAP

7.1. Rencana Ruang

Berdasarkan konsep yang telah disusun, maka dibuat rencana ruang seperti pada Gambar 31. Ruang-ruang ini dibagi berdasarkan jenis aktivitas utama yang akan didukung oleh tapak. Antar ruang dihubungkan oleh jalur sirkulasi. Ruang-ruang yang ada dibentuk melalui pengaturan vegetasi.

7.2. Rencana Sirkulasi

Jalur sirkulasi pada tapak dibagi menjadi 2 jenis, yaitu jalur bumi perkemahan (sirkulasi primer) dan jalur tracking (sirkulasi sekunder) (Ganbar 30). Jalur bumi perkemahan adalah jalur yang digunakan pengunjung di dalam tapak untuk melewati ruang-ruang di dalam tapak. Jalur ini mempunyai lebar 50 cm. Jalur tracking adalah jalur yang khusus digunakan untuk kegiatan lintas alam mengelilingi BPRU. Jalur ini mempunyai lebar 1 meter dan alasnya dibiarkan sesuai keadaan aslinya hanya sebagian yang berbentuk jembatan kayu yang berfungsi untuk menyeberangi rawa di sebelah barat penangkaran rusa.

7.3. Rencana Vegetasi 7.3.1. Ruang Konservasi

(55)

tapak yang memiliki keindahan panorama tersendiri dan jalur yang dilewati untuk mengamati vegetasi dan satwa.

(56)

7.3.2. Ruang Non Konservasi

Tata hijau di areal ini difungsikan sebagai barier visual, penyedia kayu bakar, penahan angin dan pembatas dengan unit perkemahan lain. Tanaman yang dipilih adalah jenis pohon dan semak yang memenuhi kriteria untuk fungsi-fungsi di atas. Pola penanamannya adalah mengelompok. Pada areal perkemahan untuk kelompok besar tidak dilakukan penanaman pohon-pohon baru, kondisi yang sudah ada tetap dipertahankan. Hanya saja untuk memberi batas blok perkemahan perlu diberi tanaman-tanaman pembatas dari jenis semak.

7.4. Rencana Fasilitas 7.4.1. Fasilitas Rekreasi

Fasilitas yang disediakan dalam bumi perkemahan adalah fasilitas pokok yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan hidup berkemah seperti areal tenda, MCK dan pancuran air serta fasilitas penunjang aktivitas berkemah seperti areal api unggun, gedung serba guna, lapangan bermain, dapur umum, jalur sirkulasi dan tempat ibadah. Disamping itu disediakan juga alternatif rekreasi lain yang memanfaatkan sumber daya alam yang ada. Fasilitas yang disediakan untuk menunjang kegiatan rekreasi ini antara lain menara pandang, shelter dan areal piknik.

7.4.1.1. Areal Perkemahan

(57)

Areal Perkemahan untuk Kelompok Kecil terletak di sebelah barat kolam dengan luas keseluruhan ± 1 ha dan terdiri dari unit-unit perkemahan. Unit perkemahan merupakan tempat berkemah untuk sekelompok orang tertentu yang di dalamnya disediakan fasilitas tungku pembakaran, bangku dan meja serta areal tenda (Gambar 32). Antara unit satu dengan yang lain diberi jarak sekitar 30 meter (buffer zone) yang ditanami pohon dan semak. Pohon dan semak ini bertujuan untuk

meningkatkan kenyamanan, menahan angin, mencegah erosi, barier visual dan menimbulkan kesan alami.

Gambar 32.Unit perkemahan untuk kelompok kecil (Bell, 1977)

Tempat berkemah yang baik adalah yang berada pada lahan dengan kemiringan 0-8 %. Lahan dengan kemiringan 8-15 % dapat digunakan sebagai tempat berkemah dengan sistem bertingkat. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat teras yang dilengkapi dengan saluran drainase. Alas tempat berkemah sebaiknya ditanami rumput untuk meningkatkan kenyamanan dan mencegah erosi.

Areal perkemahan untuk kelompok besar terletak di sebelah timur penangkaran rusa dengan luas keseluruhan 5 ha. Areal ini akan dikembangkan menjadi tempat berkemah untuk kelompok besar dengan aktivitas tertentu yang terprogram seperti acara kampus, pramuka dan lain-lain. Agar aktivitas yang sedang berlangsung tidak terganggu pengunjung lain maka perlu digunakan vegetasi sebagai barier.

(58)

permainan serta sub perkemahan yang mengelilingi bagian fasilitas utama (Gambar 33)

Gambar 33. Areal perkemahan untuk kelompok besar (Bell, 1977)

7.4.1.2. Areal Piknik

Areal piknik dipusatkan tengah tapak. Lahan untuk piknik ini sifatnya semi terbuka. Areal piknik ini dilengkapi dengan fasilitas bangku, meja piknik, tungku pembakaran, tempat sampah, toilet dan shelter. Menurut Douglass (1982), fasilitas piknik sebaiknya terbuat dari bahan alami dan tahan pengaruh cuaca. Bangku dan meja piknik dapat dibuat dari kayu (Gambar 34)

Gambar 34. Meja dan bangku piknik (Bell, 1977)

(59)

Untuk mengakomodasi kegiatan tersebut pengelola menyediakan tungku pembakaran (Gambar 35) untuk kegiatan memasak ketika piknik.

Gambar 35. Tungku pembakaran pada tempat piknik (Bell, 1977)

Tempat sampah dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu tempat sampah sementara dan tempat sampah kolektor. Tempat sampah sementara diletakkan di area-area yang terdapat aktivitas manusia. Idealnya setiap areal perkemahan memiliki. Sampah dari tempat sampah sementara dikumpulkan di dalam bak sampah kolektor yang terletak di luar tapak. Ilustrasi tempat dapat dilihat pada Gambar 36.

Gambar 36. Tempat sampah (Bell, 1977)

7.4.1.3. Taman Bermain

(60)

petualangan dan keberanian. Taman bermain ini dilengkapi dengan fasilitas sederhana seperti pohon-pohon yang bisa dipanjat, panjatan dengan tali tambang, ayunan dan beragam permainan ketangkasan lainnya. Peralatan bermain in dibuat dari bahan alami dengan fasilitas pelengkap bagi orang dewasa yang menemani anak-anak bermain seperti bangku dan shelter. Alas taman bermain ditanami dengan rumput, umumnya rumput merupakan alas kegiatan rekreasi terbaik, terutama untuk lahan bermain. Selain itu rumput memiliki penampilan yang menarik dan nyaman bagi pengguna. Ilustrasi taman bermain dapat dilihat pada Gambar 37 dan 38.

Gambar 37. Contoh permainan anak-anak (Bell, 1977)

Gambar 38. Contoh permainan anak-anak dengan gaya latihan tentara (Bell, 1977)

7.4.1.4. Menara Pengamat

(61)

7.4.1.5. Shelter

Fasilitas ini terletak di beberapa tempat, seperti di dekat kantor pengelola, taman bermain dan areal piknik. Shelter berfungsi sebagai tempat berlindung dari kondisi cuaca yang buruk seperti hujan dan sebagainya. Shelter juga dapat dipakai untul meletakkan barang-barang bawaan untuk sementara waktu sebelum tenda didirikan. Ilustrasi shelter dapat dilihat pada Gambar 39.

Gambar 39. Shelter (Bell, 1977)

7.4.2. Fasilitas Pelayanan

7.4.2.1. Gerbang Masuk dan Loket Karcis

(62)

7.4.2.2. Pusat Informasi

Pusat informasi merupakan bagian dari fasilitas pelayanan yang terletak pada areal penerimaan. Setelah melakukan registrasi dan pembayaran karcis masuk pengunjung diarahkan menuju pusat informasi untuk mendapatkan penjelasan mengenai BPRU. Hal ini untuk memudahkan pengunjung mencapai lokasi dan fasilitas yang ada pada tapak. Pusat informasi ini bersatu dengan kantor pengelola BPRU. Tidak jauh dari pusat informasi terdapat fasilitas pelayanan lainnya berupa warung makan dan warung penyewaan alat-alat berkemah.

7.4.2.3. Areal Parkir

Areal parkir pada tapak berada di dekat pusat informasi BPRU. Tempat parkir untuk bumi perkemahan dilengkapi dengan pagar pengaman yang bisa ditutup dan dibuka. Hal ini untuk menjaga keamanan kendaraan yang diparkir, mengingat waktu parkir kendaraan bisa lebih dari satu hari. Areal parkir BPRU direncanakan menjadi tiga jenis, yaitu areal parkir kendaraan roda dua, areal parkir kendaraan kecil dan areal parkir kendaraan besar (bus dan truk).

(63)

Gambar 40. Layout areal parkir (Bell, 1977)

7.4.2.4. Fasilitas MCK

Fasilitas kebersihan (MCK) merupakan bagian yang penting dalam merencanakan bumi perkemahan dan rekreasi alam lainnya. Direncanakan MCK untuk bumi perkemahan sebanyak 15 unit, yang masing-masing bangunan MCK tersebut terdiri dari 2 ruang. Bangunan MCK untuk pria dibedakan dengan wanita dan jaraknya pun tidak terlalu dekat. Satu unit MCK ini terdiri dari MCK pria dan wanita yang masing-masing terdiri dari 2 ruang. Ilustrasi MCK dapat dilihat pada Gambar 41.

(64)

Bangunan MCK sebaiknya tidak terlalu dekat dengan unit perkemahan, sekitar 40 meter (Douglass, 1975) tetapi mudah dijangkau. Lokasinya tidak terlalu dekat dengan sumber air agar air rembesan septic-tank, tetapi tidak sampai menghalangi bangunan tersebut dari pandangan.

7.4.2.5. Musholla

(65)

8. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan

Bumi Perkemahan Ranca Upas (BPRU) merupakan jenis perkemahan hutan pegunungan dengan nuansa alami. BPRU mempunyai luas ± 44,3 ha dengan luas areal untuk berkemah seluas ± 11 ha dan topografi yang relatif datar (0-15 %). BPRU cocok bagi anak-anak, remaja dan keluarga (pemula) karena aman dan mudah dijangkau.

Dalam perencanaan BPRU ini berdasarkan pada daya dukung ekologi dan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada serta menjaga kelestarian tapak agar tidak rusak. Dalam pengembangan tapak, selain mengutamakan fungsi rekreasi juga memperhatikan fungsi konservasi.

Dari perhitungan menggunakan rumus USLE didapatkan bahwa nilai T aktual < T maksimum, ini berarti daya dukung ekologi kawasan ini belum melampaui batas yang diperbolehkan. Sehingga masih bisa dikembangkan sebagai kawasan rekreasi. Dari pengamatan di lapangan diketahui T aktual untuk satuan lahan berkemah (Cg) adalah 1.61 ton/ha/thn dan satuan lahan hutan (Fr) adalah 0.24 ton/ha/thn, sedangkan T maksimum adalah 4.9 ton/ha/thn. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa satuan Cg dapat menampung pengunjung sebanyak 919 orang per minggu sedangkan satuan lahan Fr dapat menampung 327 orang/minggu.

(66)

8.2. Saran

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. S. 2003. Cara Praktis Penggunaan Kunci Taksonomi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

Bell, Simon. 1997. Design for Outdoor Recreation. Spon Press. London.

Christiansen, M.L. 1977. Park Planning Hand Book, Fundamentals of Phsycal Planning for Park and Recreatioan Area. Jhon Wiley and Sons. New York. 413p.

DHV Consultants BV. 1997. National Watershed and Management Project. Laporan Teknis. Bogor.

Dirjen Perlindungan Hutan dan Pengawetan Alam (PHPA). 1986. Pedoman Bumi Perkemahan Taman Nasional. Proyek Pengembangan Taman Nasional 1985-1986. Departemen Kehutanan Direktorat Taman Nasional dan Hutan Wisata. Bogor. 75hal.

Djunaedi, A.R. 2001. Mengenal Taksonomi Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

Douglas, R.W. 1975. Forest Recreation. Pergamon Press. New York. 362p.

Feriyanto. 2002. Pengelolaan Penangkaran Rusa (Cervus timorensis) di Ranca Upas, KPH Bandung Selatan, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Skripsi. Bogor.

Godin, V.B. and R. E. Leonard. 1977. Design Capacity for Backcountry Recreation Management Planning. J. Soil Water Conservation.

Gold, S.M. 1980. Recreation and Design. Mc Graw-Hill Book Company. New York. 322p.

Harris, C.W. and H.T. Dines. 1988. Time Saver Standards for Landscape Architecture. Mc Graw-Hill Co. New York. 322p.

Hendee, J.C., G.H. Stankey and R.C. Lucas. 1978. Wilderness Management. Forest Service USDA. Washington DC. 381p.

Knudson, D.M. 1983. Outdoor Recreation. Mac Millan Publ Co. New York. 655p.

(68)

Morgan, J.M. and R.K. Fred. 1986. Soil Loss as A Measure of Carrying Capacity in Recreation Environments. J. Environment Management., (10) 2: 263-270.

Nurisyah, S. dan Q. Pramukanto. 1995. Perencanaan Lanskap. Program Studi Arsitektur Pertamanan, Jurusan Budidaya Pertanian, IPB. 360hal.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W.B. Saunders Co. Philadelphia. 374p.

Pigram, P. 1983. Outdoor Recreation and Resources Management. St. Martin’s Press. New York. 262p.

Pramukanto,Q. 2001. Kajian Kapasitas Rancangan dan Tingkat Pemanfaatan Ekowisata pada DTA Cisampay, Sub DTA Ciliwung Hulu, Jawa Barat. Tesis. IPB. Bogor. 99hal.

Ruhiyat, Y. 2008. Studi Daya Dukung Biofisik Kawasan Rekreasi Kebun Raya Bogor. Skripsi. IPB. Bogor. 64hal.

Sakawanabhakti. 1989. Berkemah yang Tidak Merusak Lingkungan. Departemen Kehutanan. Jakarta. 59hal.

Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua Bahasa Indonesia, 1999. Puslittanak. Bogor.

(69)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penentuan daya dukung ekologi berdasarkan pendugaan erosi tahunan dengan persamaan USLE

Pendugaan daya dukung ekologi rekreasi ditentukan dengan perhitungan laju erosi tahunan (A) berdasarkan persamaan USLE dan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan atau nilai T. Persamaan laju erosi tahunan (A), yaitu:

A R K LS C P dimana:

A = Laju erosi tahunan (ton/ha/tahun) R = Faktor erosivitas hujan

K = Faktor erodibilitas tanah

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng RKLS = Indeks erosi tanah

(70)

P = Faktor teknik konservasi lahan

    Perhitungan nilai erosi yang dapat ditoleransikan (T) didapat dengan menggunakan  persamaan sebagai berikut (Morgan dan Fred, 1986): 

  dimana:

T = Erosi yang masih dapat ditoleransikan (ton/ha/tahun)

Untuk mengetahui daya dukung ekologi kawasan ini, hasil dari perhitungan nilai T di atas dibandingkan dengan kriteria nilai T kelas rendah.

 

Faktor Erosivitas Hujan (R)

Curah hujan merupakan faktor yang sangat berperan dalam memberikan energi dalam terjadinya erosi. Metode penghitungan faktor erosivitas hujan tergantung pada data curah hujan yang tersedia. Apabila data yang tersedia berupa jumlah curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dan jumlah curah hujan harian maksimum maka digunakan formula Bols. Apabila hanya ada data curah hujan bulanan , maka yang digunakan formula Lenvain.

Berdasarkan data yang ada maka perhitungan erosivitas hujan bulanan dihitung berdasarkan formula Bols, formulanya sebagai berikut:

Rm = 6.119 x (Curah hujan)m1.21 x (Hari hujan)m-0.47 x (Pmax)m0.53 dimana:

Rm = Faktor erosivitas hujan (EI30) (Curah hujan)m = Curah hujan bulanan (cm) (Hari hujan)m = Hari hujan bulanan

(Pmax)m = Curah hujan harian maksimum (cm)

Formula Bols sudah dikembangkan untuk daerah Jawa dan Madura. Alternatif yang lebih mudah yaitu menggunakan peta iso-erodent Bols untuk Jawa-Madura . Hasil perhitungan faktor erosivitas hujan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata curah, rata-rata hari hujan, rata-rata curah hujan harian maksimum dan indeks erosi hujan (EI30)

(71)

Januari 36.35 23 4.79 249.60

Februari 35.19 23 4.10 220.10

Maret 36.51 26 3.77 209.39

April 35.78 21 4.82 257.33

Mei 17.08 15 3.66 105.32

Juni 10.77 9 2.16 58.44

Juli 5.98 7 1.57 27.48

Agustus 3.92 4 1.51 21.16

September 7.68 8 1.58 35.21

Oktober 21.34 16 3.33 128.59

November 34.74 21 4.43 233.63

Desember 43.58 25 5.00 306.13

Jumlah 288.91 196 1852.37

Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Faktor erodibilitas tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah seperti, tekstur, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas. Secara umum, tanah dengan erodibilitas rendah mempunyai kriteria seperti, komposisi pasir halus dan debu yang rendah, kandungan bahan organik yang tinggi, struktur tanah yang baik dan permeabilitas yang tinggi.

Nomograf

(72)
(73)

Hasil perhitungan nilai K dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil analisis sampel tanah dan nilai erodibilitas tanah

Satuan Lahan

Tekstur tanah1 Struktur Tanah

Laboratorium BBSDLP (Balai Besar Sumber Daya Lahan dan Pertanian) 2

Laboratorium Dept. Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor topografi yang mempengaruhi energi untuk terjadinya erosi ini ditentukan oleh panjang dan kemiringan lereng. Erosi meningkat apabila panjang (L) dan kemiringan lereng (S) meningkat. Keadaan topografi kawasan penelitian memiliki topografi datar dengan kemiringan lereng tertentu.

(74)

Gambar 43. Nomograf LS

Faktor LS juga dapat dihitung menggunakan 2 formula tergantung pada besaran kemiringannya. Untuk kemiringan lahan <22% digunakan formula sebagai berikut:

LS = SQRT (La) x (1.38 + 0.965 s + 0.138 s²)/100 Dimana:

La = Panjang lereng (m)

s = Kemiringan lereng (%) dibagi 100 SQRT = Square root

(75)

Tabel 9. Faktor panjang dan kemiringan lereng

Satuan Lahan La S LS

Cg 100 1 0.25

Fr 45 6 0.81

Faktor Penutupan Lahan (C) dan Teknik Konservasi Tanah (P)

Faktor pengelolaan dalam penelitian yang merupakan kawasan rekreasi alam ini bernilai sama dengan satu. Faktor penutup lahan diperoleh dari hasil pengukuran lapangan. Berdasarkan data penutupan lahan ini ditentukan nilai faktor C (penutup lahan). Faktor penutup lahan (C) ditentukan berdasarkan tabel Wischmeier, untuk satuan lahan didapatkan nilai C adalah 0,1. Aktivitas yang terdapat pada satuan lahan ini yaitu berkemah dan piknik. Jumlah pengunjung yang menggunakan satuan lahan ini sebanyak 95 % dari total pengunjung atau 302 orang per minggu.

Sedangkan satuan lahan hutan didapatkan nilai C adalah 0.005. Aktivitas yang terdapat pada satuan lahan ini yaitu hanya hiking saja. Jumlahnya pun tidak sebanyak pengunjung yang melakukan kegiatan berkemah, yaitu hanya sekitar 5 % dari total pengunjung atau 16 orang per minggu.

Tabel 10. Penutup lahan, nilai C aktual, aktivitas pengguna dan jumlah pengunjung aktual

Satuan Lahan

Penutup Lahan

Nilai C1 Aktivitas Jumlah

Pengunjung2

Berdasarkan Tabel Wischmeier 2

(76)

Penentuan Erosi yang Diperbolehkan (T)

Berdasarkan tingkat erosi yang dapat diperbolehkan didapatkan hasil sebagaimana disajikan pada perhitungan berikut.

dimana:

T = Erosi yang masih dapat ditoleransikan R = Faktor erosivitas

LS = Faktor panjang dan kemiringan lereng K = Faktor erodibilitas tanah

C = Faktor pengelolaan penutup tanah

Berdasarkan tingkat erosi yang diperbolehkan didapatkan hasil yang disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Tingkat erosi yang diperbolehkan

Satuan

Daya Dukung Ekologi

Dari hasil analisis (Tabel 10) untuk satuan lahan Cg diperoleh nilai T dan A yang sama yaitu 1,612 ton/ha/thn, sedangkan untuk satuan lahan Fr nilai T dan A juga sama, yaitu 0.24 ton/ha/thn.

(77)

aktivitas berkemah menjadi (4.9 ton/ha/thn ÷ 0.24 ton/ha/thn) x 16 orang/minggu = 327 orang/minggu (Tabel 12). T maksimum diperoleh dari tabel 13.

Tabel 12. Nilai T aktual, T maksimum, jumlah pengunjung aktual dan jumlah pengunjung maksimum yang dapat ditampung BPRU

Satuan Lahan T aktual (ton/ha/thn)

T maksimum (ton/ha/thn)

Pengunjung Aktual1

Pengunjung Maksimum1 Cg 1.61 4.9 302 919

Fr 0.24 4.9 16 327 Keterangan:

1

Setiap minggu

Tabel 13. Kriteria Kelas Nilai T (Morgan and Fred, 1986)

Kriteria Jumlah Kehilangan Tanah Rendah < 4.9 ton/ha/thn

Medium 4.9-9.8 ton/ha/thn

Tinggi 9.8-14.7 ton/ha/thn

(78)

Lampiran 2. Perhitungan Compaction

Akibat dari aktivitas berkemah, di atas lahan terjadi pemadatan tanah (compaction) yang terlihat dari berkurangnya tebal epipedon sebesar 10 cm. Hasil ini didapatkan dari perbandingan tanah yang belum dipakai untuk kegiatan berkemah dengan tanah yang sudah digunakan untuk berkemah selama 28 tahun. Penurunan epipedon sebesar 0.36 cm/tahun ini setara dengan kehilangan tanah sebesar 0.03 ton/ha/tahun (Tabel 14).

Tabel 14. Compaction, Volume, BD dan Konversi Kehilangan Tanah Compaction

(cm/tahun/ha)

Compaction (m/tahun/ha)

Volume (m3/ha)

BD (kg/m3)

Kehilangan Tanah (ton/ha/ tahun)

Kehilangan Tanah (ton/ha/ tahun)

0.36 0.0036 35.71 0.85 30.35 0.03

(79)
(80)

PERENCANAAN LANSKAP

BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS

BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI

MUHAMMAD ICHWAN A34204040

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

FAKULTAS PERTANIAN

Gambar

Tabel 3. Nilai Permeabilitas dan Penurunan Epipedon Areal Perkemahan (Cg)
Gambar 7. Peta Penutupan Lahan
Gambar 8. Peta Kondisi Eksisting BPRU
Gambar 11. G
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lembaga pendidikan yang didominasi swasta sebatas pengetahuan penulis telah lama.. dikembangkan oleh gerakan Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis,

Perancangan Ilustrasi Buku Legenda Reyog dan Warok Ponorogo Perancangan Ilustrasi Buku Legenda Reyog dan Warok Ponorogo merupakan salah satu upaya dalam melestarikan sejarah dan

Permasalahan kondisi sector ini diakibatkan oleh lemahnya tiga sector yang kontribusiya paling besar terhadap tingkat keselamatan pelayaran yang terjadi disuatu daerah yakni

Kepala ruangan bertanggung jawab dalampembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien.Dalam metode ini staf perawat ditugaskan oleh kepala ruangan

Sedangkan setelah wieviel diikuti oleh sebuah substantiv dalam bentuk singular tanpa artikel dan digunakan untuk menanyakan kata benda yang tidak dapat dihitung..

Perihal : Undangan pembuktian kualifikasi dan negosiasi harga.. Demikian untuk

Pemerintah dengan peraturan-peraturannya mempengaruhi tinggi rendahnya upah. Peraturan tentang upah umumnya merupakan batas bawah dari tingkat upah yang harus dibayarkan. Dalam

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah melihat kemampuan Aspergillus wentii dalam menghasilkan asam sitrat melalui proses fermentasi dengan menggunakan limbah kulit