PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS
(Capsicum sp.) DALAM POT
Oleh :
R. EVI OCHREA CAYANTI A34301052
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS
(Capsicum sp.) DALAM POT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
R. Evi Ochrea Cayanti A34301052
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS (Capsicum sp.) DALAM POT
Nama Mahasiswa : R. Evi Ochrea Cayanti
NRP : A34301052
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Ketty Suketi, Msi NIP. 131 578 793
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir Supiandi Sabiham, M Agr. NIP. 130 422 698
RINGKASAN
R. EVI OCHREA CAYANTI. Pengaruh Media Terhadap Kualitas
Cabai Hias (
Capsicum
sp.) dalam Pot. (Dibimbing oleh KETTY
SUKETI).
`
Cabai (Capsicum sp.) disamping bernilai komersial juga menarik bila dijadikan sebagai tanaman hias. Kualitas cabai sebagai tanaman hias yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Tanaman cabai hias biasanya ditanam dalam pot, oleh karena itu perlu digunakan jenis media yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman, tidak mahal, dan bebas gulma, hama serta patogen penyakit sehingga menghasilkan tanaman dengan kualitas yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap kualitas tiga genotipe cabai sebagai tanaman hias dalam pot. Penelitian ini dilaksanakan di Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.
Penelitian dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55% dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak. Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf media dengan perbandingan berdasarkan v/v yaitu arang sekam:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M2), dan kokopit:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M3). Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan, maka terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total tanaman sebanyak 108.
Bibit cabai berasal dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas. Tanaman yang digunakan berumur 6 minggu setelah semai (MSS), tinggi 4-6 cm, dan jumlah daun 6-8 helai.
Perlakuan media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, jumlah buah per cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total. Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, rasio panjang dengan diameter buah, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu buah pertama muncul, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Hasil uji kesukaan menunjukkan respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada pengamatan terhadap proporsional tanaman dengan pot, penampilan fisik tanaman, penampilan warna daun dan buah, serta keragaan tanaman secara keseluruhan.
pertama muncul yang paling cepat. Genotipe G3 (Singapura) mempunyai jumlah cabang terbanyak. Tanaman cabai hias pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai keragaan terbaik pada 9 MSP (10 MST).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 April 1983, dari pasangan
R. Budi Sucahyo Sadik dan Tambatan Br Tarigan sebagai anak kedua dari empat
bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bukit
Indah Ciputat pada tahun 1989, sekolah dasar di SD Negeri Serua VI Ciputat pada
tahun 1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Pamulang pada
tahun 1998, dan sekolah menengah umum di SMU Bakti Idhata Jakarta pada
tahun 2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul
“Pengaruh Media Terhadap Kualitas Cabai Hias (Capsicum sp.) dalam Pot”.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari
dukungan dan bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ir. Ketty Suketi, MSi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir Sriani Sujiprihati, MS dan Dwi Guntoro, SP, MSi yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
3. Bapak, Ibu serta kakak dan adik-adik ku yang telah memberikan dukungan
moril dan materiil kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian di
Indonesia, khususnya dalam bidang Hortikultura.
Bogor, Januari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan... 2
Hipotesis... 3
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi umum... 4
Syarat Tumbuh…………...………... 5
Media Tanam... 5
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian………... 8
Bahan dan Alat………... 8
Metode Percobaan………... 8
Pelaksanaan Penelitian... 9
Pengamatan... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum... 13
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 16
Pertumbuhan Generatif Tanaman... 21
KESIMPULAN DAN SARAN... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media... 17
2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan
Media... 19
3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan
Media... 21
4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan
Media... 22
5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe
dan Media... 23
6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media... 24
7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan
Media... 26
8. Jumlah Bunga total pada Beberapa Genotipe dan Media... 27
9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA
(10 MSP)... 28
10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP... 29
11. Tanggapan Responden terhadap Proporsional Tanaman dengan Pot pada Beberapa Genotipe dan Media... 29
12. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada Beberapa Genotipe dan Media... 30
13. Tanggapan Responden terhadap Kesegaran pada Beberapa Genotipe
dan Media... 31
14. Tanggapan Responden terhadap Komposisi Warna Daun dan Buah pada Beberapa Genotipe dan Media... 32
No. Lampiran Halaman
1. Hasil Analisis Media Tanam... 39
2. Kriteria Penilaian pada Uji Kesukaan... 39
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 40
3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Generatif Tanaman... 41
PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS
(Capsicum sp.) DALAM POT
Oleh :
R. EVI OCHREA CAYANTI A34301052
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS
(Capsicum sp.) DALAM POT
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh :
R. Evi Ochrea Cayanti A34301052
PROGRAM STUDI HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : PENGARUH MEDIA TERHADAP KUALITAS CABAI HIAS (Capsicum sp.) DALAM POT
Nama Mahasiswa : R. Evi Ochrea Cayanti
NRP : A34301052
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Ir. Ketty Suketi, Msi NIP. 131 578 793
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir Supiandi Sabiham, M Agr. NIP. 130 422 698
RINGKASAN
R. EVI OCHREA CAYANTI. Pengaruh Media Terhadap Kualitas
Cabai Hias (
Capsicum
sp.) dalam Pot. (Dibimbing oleh KETTY
SUKETI).
`
Cabai (Capsicum sp.) disamping bernilai komersial juga menarik bila dijadikan sebagai tanaman hias. Kualitas cabai sebagai tanaman hias yang diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun, mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai keragaan yang disukai oleh konsumen. Tanaman cabai hias biasanya ditanam dalam pot, oleh karena itu perlu digunakan jenis media yang dapat menunjang pertumbuhan tanaman, tidak mahal, dan bebas gulma, hama serta patogen penyakit sehingga menghasilkan tanaman dengan kualitas yang baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap kualitas tiga genotipe cabai sebagai tanaman hias dalam pot. Penelitian ini dilaksanakan di Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.
Penelitian dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55% dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak. Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf media dengan perbandingan berdasarkan v/v yaitu arang sekam:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M2), dan kokopit:tanah:pupuk kandang dengan perbandingan 2:1:1 (M3). Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan, maka terdapat 36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total tanaman sebanyak 108.
Bibit cabai berasal dari Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), Cipanas. Tanaman yang digunakan berumur 6 minggu setelah semai (MSS), tinggi 4-6 cm, dan jumlah daun 6-8 helai.
Perlakuan media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, jumlah buah per cabang, jumlah bunga total dan jumlah buah total. Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu bunga pertama muncul, waktu buah pertama muncul, rasio panjang dengan diameter buah, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, waktu buah pertama muncul, persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang, dan jumlah buah per cabang. Hasil uji kesukaan menunjukkan respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada pengamatan terhadap proporsional tanaman dengan pot, penampilan fisik tanaman, penampilan warna daun dan buah, serta keragaan tanaman secara keseluruhan.
pertama muncul yang paling cepat. Genotipe G3 (Singapura) mempunyai jumlah cabang terbanyak. Tanaman cabai hias pada media M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) mempunyai keragaan terbaik pada 9 MSP (10 MST).
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 April 1983, dari pasangan
R. Budi Sucahyo Sadik dan Tambatan Br Tarigan sebagai anak kedua dari empat
bersaudara.
Penulis telah menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Bukit
Indah Ciputat pada tahun 1989, sekolah dasar di SD Negeri Serua VI Ciputat pada
tahun 1995, sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 2 Pamulang pada
tahun 1998, dan sekolah menengah umum di SMU Bakti Idhata Jakarta pada
tahun 2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Hortikultura, Jurusan
Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian dengan judul
“Pengaruh Media Terhadap Kualitas Cabai Hias (Capsicum sp.) dalam Pot”.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian.
Penulis menyadari bahwa terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari
dukungan dan bantuan banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Ir. Ketty Suketi, MSi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
2. Dr. Ir Sriani Sujiprihati, MS dan Dwi Guntoro, SP, MSi yang telah
bersedia menjadi dosen penguji.
3. Bapak, Ibu serta kakak dan adik-adik ku yang telah memberikan dukungan
moril dan materiil kepada penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pertanian di
Indonesia, khususnya dalam bidang Hortikultura.
Bogor, Januari 2006
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang... 1
Tujuan... 2
Hipotesis... 3
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi umum... 4
Syarat Tumbuh…………...………... 5
Media Tanam... 5
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian………... 8
Bahan dan Alat………... 8
Metode Percobaan………... 8
Pelaksanaan Penelitian... 9
Pengamatan... 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum... 13
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 16
Pertumbuhan Generatif Tanaman... 21
KESIMPULAN DAN SARAN... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media... 17
2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan
Media... 19
3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan
Media... 21
4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan
Media... 22
5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe
dan Media... 23
6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media... 24
7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan
Media... 26
8. Jumlah Bunga total pada Beberapa Genotipe dan Media... 27
9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA
(10 MSP)... 28
10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP... 29
11. Tanggapan Responden terhadap Proporsional Tanaman dengan Pot pada Beberapa Genotipe dan Media... 29
12. Tanggapan Responden terhadap Penampilan Fisik Tanaman pada Beberapa Genotipe dan Media... 30
13. Tanggapan Responden terhadap Kesegaran pada Beberapa Genotipe
dan Media... 31
14. Tanggapan Responden terhadap Komposisi Warna Daun dan Buah pada Beberapa Genotipe dan Media... 32
No. Lampiran Halaman
1. Hasil Analisis Media Tanam... 39
2. Kriteria Penilaian pada Uji Kesukaan... 39
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Vegetatif Tanaman... 40
3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pertumbuhan Generatif Tanaman... 41
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Brazil (G1) pada 10 MSP... 14
2. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Jepang (G2) pada 10 MSP.... 15
3. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Singapura (G3) pada 10 MSP... 15
4. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Brazil (G1)... 17
5. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Jepang (G2)... 18
6. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Singapura (G3)... 18
7. Persentase Jumlah Bunga yang menjadi Buah Per Cabang pada Setiap Perlakuan... 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan akan tanaman hias di Indonesia semakin berkembang sejalan
dengan meningkatnya kesadaran akan lingkungan hidup yang indah dan nyaman.
Data statistik menunjukkan bahwa persentase perkembangan volume ekspor
tanaman hias tahun 1999-2004 sebesar 1.13%, sedangkan volume impor sebesar
34.07% *). Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu cara untuk mendapatkan
tanaman yang berkualitas baik dan berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia.
Cabai (Capsicum sp.) dalam pot, disamping bernilai komersial juga menarik
bila dijadikan sebagai tanaman hias. Tanaman cabai merupakan salah satu
tanaman hias buah yang biasa ditanam dalam pot, dan dapat berfungsi baik
sebagai tanaman hias dalam ruang dan di luar ruangan (Setiadi, 2002). Tanaman
cabai hias dapat dinikmati segi estetikanya baik dari daun, bunga maupun
buahnya (Hessayon, 1993).
Penanaman cabai sebagai tanaman hias mempunyai tujuan yang berbeda
dengan penanaman cabai untuk produksi. Cabai sebagai tanaman hias harus
mempunyai kualitas tanaman yang dapat menambah keindahan. Kualitas yang
diharapkan diantaranya ialah mempunyai tinggi tanaman yang proporsional
dengan pot, mempunyai banyak cabang sehingga tanaman terlihat lebih rimbun,
mempunyai banyak buah sebagai daya tarik tanaman hias buah, dan mempunyai
keragaan yang disukai oleh konsumen.
Menurut Macmillan’s (1991) banyak varietas cabai yang dapat diusahakan.
Buahnya berwarna hijau sampai orange atau merah terang. Menurut Bosland dan
Votava (1999) tanaman cabai dibedakan berdasarkan tipe atau bentuk buah, warna
buah, tingkat kepedasan, aroma, dan rasa serta kegunaannya. Tanaman cabai hias
dikenal sebagai tanaman pot yang sangat populer di Eropa dan mulai dikenal di
Amerika Serikat
Keuntungan menanam cabai hias dalam pot ialah penanamannya yang
mudah, waktu penanaman relatif pendek, toleransi pada suhu tinggi dan
2
Purwono (2003) menambahkan bahwa keuntungan menanam cabai dalam pot
adalah perawatan tanaman menjadi lebih mudah karena syarat tumbuh tanaman
dapat dipenuhi, dan praktis karena tanaman dalam pot mudah dipindahkan dari
satu tempat ke tempat yang lain.
Banyak alternatif media selain tanah yang mulai digunakan sebagai media
tanam dalam pot. Hal yang menjadi pertimbangan konsumen dalam memilih
media yang akan digunakan, diantaranya ketersediaan bahan media, harga, dan
mudah tidaknya media ditangani. Harjadi (1989) menyatakan bahwa
memproduksi tanaman dalam pot memerlukan media tanam dengan sifat yang
mudah dikelola, tidak mahal, bebas gulma dan patogen penyakit. Oleh karena itu
media tanam harus merupakan bahan yang memungkinkan akar berpegang kuat,
ada aerasi, dan mempunyai daya pegang air yang baik.
Menurut Wuryaningsih et al. (2001) pemanfaatan kokopit dan serbuk
gergaji sebagai media tanpa tanah mempunyai beberapa keuntungan, antara lain
mempunyai kemampuan menahan air tinggi, kualitas media cukup baik, mudah
didapat, harganya murah, dan ramah terhadap lingkungan. Sumarni dan Rosliani
(2001) menyatakan bahwa media arang sekam mudah didapat dan mempunyai
sifat fisik dan kimia yang baik sebagai media tumbuh.
Menurut Wuryaningsih et al. (2001) tanaman krisan pot yang ditumbuhkan
pada media kokopit menghasilkan tinggi tanaman dan diameter tanaman lebih
besar dibandingkan pada media serbuk gergaji. Menurut Damayanti (2004) media
campuran kokopit, tanah, pupuk kandang dengan perbandingan 3:2:1 merupakan
media terbaik untuk pertumbuhan bibit mangga. Media tersebut dapat
meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang atas dan diameter batang bawah
bibit mangga. Sumarni dan Rosliani (2001) melaporkan bahwa media arang
sekam dengan aplikasi larutan hara tiap tiga hari sekali menghasilkan jumlah buah
per tanaman cabai dan bobot buah per tanaman cabai yang lebih tinggi daripada
media pasir.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh media terhadap
3
Hipotesis
• Terdapat media tumbuh yang memberikan kualitas terbaik cabai hias
dalam pot.
• Terdapat genotipe cabai hias dalam pot yang mempunyai kualitas terbaik.
• Terdapat media tumbuh terbaik pada masing-masing genotipe cabai hias
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Umum
Cabai (Capsicum spp.) adalah salah satu anggota famili Solanaceae. Genus
Capsicum mempunyai beberapa spesies yang umum di Indonesia, diantaranya
Capsicum annum, Capsicum frutescens L., Capsicum pubescens Ruiz & Pavon.
Cabai termasuk dalam Kingdom plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas
Magnoliosida, dan Ordo Solanales (Bosland dan Votava, 1999).
Menurut Macmillan’s (1991) cabai merupakan tanaman annual atau
perennial dan merupakan tanaman yang menyemak. Bentuk daun umumnya bulat
telur, lonjong, dan oval dengan ujung runcing tergantung pada jenis dan
varietasnya. Bosland dan Votava (1999) menyatakan bahwa daun cabai
mempunyai banyak variasi bentuk, ukuran, dan warna. Daunnya bisa tipis licin
atau berkerut, dan glabrous atau subglabrous. Yamaguchi dan Rubatzky (1999)
menambahkan bahwa tanaman cabai biasanya tegak lurus dan bercabang banyak.
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa biji cabai berkecambah
pada umur 6-21 hari setelah disemai dan mulai berbunga pada umur 60-90 hari.
Bunga mekar selama 2-3 hari dan buah matang pada umur 4-5 minggu setelah
berbunga.
Genus Capsicum dapat dibedakan berdasarkan karakteristik bunga dan
buahnya. Capsicum annum mempunyai bunga berwarna putih, serbuk sari
berwarna biru atau ungu, calyx yang bergerigi, dan mempunyai bunga dan buah
tunggal pada ketiak batang. Capsicum frutescens mempunyai bunga berwarna
putih kehijauan, calyx tidak bergerigi, serbuk sari berwarna biru, dan mempunyai
buah tunggal tetapi dengan bunga yang lebih dari satu pada ketiak cabang.
Capsicum pubescens mempunyai bunga berwarna ungu, buah berwarna
kuning-orange, dan mempunyai biji yang unik berwarna hitam (Greenleaf, 1986).
Bosland dan Votava (1999) menyatakan bahwa cabai berbunga hermaprodit dan
mempunyai mahkota dengan 5-7 petal bunga.
Menurut Macmillan’s (1991) buah cabai mempunyai bentuk yang bundar
hingga lonjong. Yamaguchi (1999) menambahkan bahwa warna buah cabai sangat
5
muda dan kemudian berubah menjadi merah, orange, kuning, atau percampuran
dari warna-warna tersebut saat perkembangan lebih lanjut.
Syarat Tumbuh
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa biji cabai dapat
berkembang baik pada suhu 25-30oC dan suhu yang optimal untuk
pertumbuhannya ialah antara 18-30oC. Pada suhu lingkungan di bawah 15oC dan
di atas 30oC dapat menyebabkan tanaman cabai mengalami gugur bunga dan
viabilitas serbuk sari menjadi turun.
Menurut El-Aidy et al. (1989) tanaman cabai merah dibawah naungan
akan tumbuh lebih vigor, yaitu dengan memperlihatkan tinggi tanaman yang lebih
tinggi, bobot kering dan luas daun yang meningkat. Naungan dapat meningkatkan
jumlah klorofil dan juga meningkatkan efisiensi fotosintesis pada tanaman.
Hessayon (1993) menyatakan bahwa tanaman cabai hias memerlukan cahaya
matahari yang terang pada pagi atau sore hari. Menurut Siemonsma dan Piluek
(1994) tanaman cabai toleran pada kondisi naungan mencapai 45% radiasi sinar
matahari pada umumnya, walaupun naungan mungkin dapat menunda
pembungaan. Yamaguchi dan Rubatzky (1999) menambahkan bahwa cabai
merupakan tanaman yang tidak sensitif terhadap fotoperiode.
Siemonsma dan Piluek (1994) menyatakan bahwa tanaman cabai dapat
tumbuh baik pada tanah lembab dengan drainase yang baik pada pH berkisar
5.5 – 6.8. Tanaman cabai dapat tumbuh pada ketinggian tempat dengan kisaran
yang luas dan curah hujan antara 600-1250 mm.
Kebutuhan hara makro pada media yang diperlukan untuk mendukung
pertumbuhan tanaman cabai yaitu unsur N sebanyak 4-6%, unsur P sebanyak
0.35-1%, dan unsur K sebanyak 4-6% (Jones et al., 1991).
Media Tanam
Media tanam merupakan salah satu unsur penting dalam menunjang
pertumbuhan tanaman secara baik. Tanaman mengambil air dan nutrisi dari media
6
sebagian besar unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman dipasok melalui media
tanam yang selanjutnya diserap oleh perakaran dan digunakan untuk proses
fisiologi tanaman. Media tanam yang baik antara lain yang bersifat dapat
menyerap air secara baik, cukup memiliki ruang yang porous, sehingga pada saat
tanah basah diharapkan oksigen masih cukup diperoleh melalui perakaran.
Menurut Soepardi (1983) banyak bahan yang dapat digunakan sebagai
media tumbuh tanaman, dengan atau tanpa tanah. Media tanam terdiri dari dua
tipe yaitu campuran tanah (soil-mixes) yang mengandung tanah alami dan
campuran tanpa tanah (soilles-mixes) yang tidak mengandung tanah alami. Pada
prinsipnya suatu media tumbuh harus mempunyai empat fungsi pokok untuk
memberikan pertumbuhan yang baik bagi tanaman, yaitu harus dapat menunjang
tanaman, mempunyai aerasi yang baik, menahan air tersedia dan menyimpan hara
bagi tanaman. Jenis tanah dengan sifat ideal tersebut sangatlah terbatas, oleh
karena itu pencampuran tanah dengan bahan-bahan lain seperti kompos, pasir, dan
pupuk ditujukan agar keempat fungsi pokok di atas dapat dicapai.
Edmond et al. (1957) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman dalam pot
atau wadah berbeda dengan pertumbuhan tanaman di bedengan pada kebun atau
lapang. Volume tanah dalam pot sangat kecil sehingga sangat membatasi sistem
perakaran, persediaan hara, dan pemberiaan air yang sering dapat menyebabkan
pencucian nitrat dan hara lainnya. Oleh sebab itu tanah dalam pot ditingkatkan
kesuburannya dengan pemakaian bahan organik.
Tjia (2000) menyatakan bahwa tanah dengan kandungan lempung tinggi
harus dicampur dengan bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik
seperti serbuk sabut kelapa dan sekam bakar, serta bahan anorganik seperti zeolit,
batu apung dan pasir dapat digunakan sebagai campuran tanah. Penambahan
bahan organik dan anorganik juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah dengan
kandungan pasir tinggi sehingga sesuai untuk media pot.
Arang sekam
Harjadi (1983) menyatakan bahwa arang sekam telah banyak digunakan
7
Sumarni dan Rosliani (2001) arang sekam mempunyai kapasitas menahan air dan
aerasi yang baik.
Krisantini et al. (1994) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
penyimpanan Dracaena dengan media arang sekam memberikan kondisi tanaman
yang lebih baik dibandingkan media serbuk sabut kelapa pada saat recovery,
sedangkan pada Puring media serbuk sabut kelapa lebih baik. Penelitian Suri
(2000) menunjukkan bahwa media campuran arang sekam-tanah dapat
meningkatkan produksi stek mini kentang dengan produksi stek total rata-rata
14.67 stek/tanaman, lebih tinggi bila dibanding dengan media arang sekam saja
yang menghasilkan 11.34 stek/tanaman.
Serbuk gergaji
Serbuk gergaji termasuk dalam media organik. Pertimbangan
menggunakan media ini yaitu ingin memanfaatkan serbuk gergaji mengingat
media ini banyak dijumpai dan belum dimanfaatkan secara lebih optimal. Menurut
Harjadi (1989) serbuk gergaji biasa digunakan untuk menggantikan gambut dalam
campuran tanah karena harganya yang murah. Serbuk gergaji harus dilapukkan
dulu untuk mencuci bahan beracun. Nitrogen harus ditambahkan untuk
mengkompensasi pengikatan nitrogen oleh mikroorganisme selama dekomposisi.
Kokopit
Kokopit merupakan media tanam yang dibuat dari sabut kelapa yang
mengandung sejumlah unsur-unsur hara dan dapat digunakan sebagai campuran
media untuk pembibitan dalam polybag (Hartman dan Kester, 1978). Evans et al.
(1996) menyatakan bahwa kokopit merupakan bagian dari jaringan mesokarp
pada buah kelapa.
Menurut Adams et al. (1995) kokopit mempunyai daya pegang terhadap
air dan porositas yang tinggi. Wuryaningsih et al. (2001) melaporkan bahwa
media campuran kokopit dan zeolit dapat digunakan sebagai media pada tanaman
krisan. Media tersebut menghasilkan daun lebih banyak, lebih hijau, tegar serta
penampilan tanaman lebih baik, jumlah bunga, dan diameter tanaman lebih tinggi
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dari bulan Februari 2005 sampai Mei 2005 di
Agropromo Nursery Departemen Budidaya Pertanian IPB, Baranang
Siang-Bogor, pada elevasi 250 m di atas permukaan laut.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah bibit cabai hias yang berumur 6 minggu
setelah semai (MSS) dari tiga genotipe cabai hias yaitu genotipe Brazil, genotipe
Jepang, dan genotipe Singapura. Media tanam yang digunakan adalah tanah,
pupuk kandang kambing, arang sekam, serbuk gergaji dan kokopit. Pupuk yang
digunakan adalah TSP, Urea, KCl, NPK 15:15:15, dan Growmore 32:10:10.
Insektisida yang digunakan adalah Canon dan Curacron, sedangkan fungisida
yang digunakan adalah Dithane M-45.
Alat-alat yang digunakan ialah pot dengan diameter 15 cm, paranet 55%
sebagai naungan, plastik PE (polyethylene), rak tanaman, hand sprayer, meteran,
alat budidaya dan alat tulis.
Metode percobaan
Penelitianini dilakukan di bawah atap plastik dan naungan paranet 55 %
dengan menggunakan rancangan petak terbagi RAK. Genotipe cabai (G) sebagai
petak utama dan media tanam (M) sebagai anak petak
Petak utama terdiri dari tiga taraf yaitu genotipe Brazil (G1), genotipe
Jepang (G2), dan genotipe Singapura (G3). Anak petak terdiri dari tiga taraf
media dengan perbandingan sama yaitu 2:1:1 berdasarkan v/v yaitu arang
sekam:tanah:pupuk kandang (M1), serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang (M2), dan
9
Percobaan terdiri dari 9 kombinasi perlakuan dan 4 ulangan maka terdapat
36 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman, maka total
tanaman sebanyak 108.
Model linier untuk setiap pengamatan pada percobaan adalah :
Yijk : µ+ ρi+ Gj+ (ρ*G)ij+Mk + (G*M)jk +
ε
ijkKeterangan :
Yijk = Respon perlakuan
µ
= Rataan umumρi
= Pengaruh ulangan
Gj = Pengaruh faktor utama (genotipe cabai)
(ρ*G)ij = Galat 1 (Interaksi ulangan x petak utama)
Mk = Pengaruh faktor anak petak (media)
(G*M)jk = Pengaruh interaksi faktor utama dan faktor anak petak
ε
ijk = Pengaruh galatData diolah dengan uji F pada nilai α = 5%, apabila terdapat pengaruh
perlakuan yang berbeda nyata, selanjutnya data diuji dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Pelaksanan penelitian
Pembuatan naungan
Naungan yang digunakan adalah naungan buatan yaitu paranet 55%.
Paranet berukuran 8 m2 dengan tiang penyangga setinggi 2 m. Rangka bangunan
menggunakan tiang besi dengan jumlah tiang sebanyak 6 buah. Sebelum
pemasangan paranet, dilakukan pemasangan plastik terlebih dahulu untuk
10
Persiapan media
Media dicampur sesuai dengan perlakuan, kemudian diberikan pupuk
dasar TSP, KCl dan Urea masing-masing sebanyak 600 g/m3 (berdasarkan
pemberian pupuk dasar pada media pot di PT Bina Usaha Flora). Media tersebut
dianalisis untuk mengetahui kandungan unsur hara makro yang tersedia. Hasil
analisis media disajikan pada Tabel Lampiran 1.
Penanaman
Bibit berumur 4 MSS dipisahkan dari media pembibitan, akar dicuci
bersih untuk menghilangkan media semula, kemudian bibit dipindah tanamkan ke
dalam tray berisi media sesuai perlakuan. Tanaman dipindah tanamkan ke dalam
pot yang telah berisi media sesuai perlakuan setelah tanaman berumur 6 MSS,
yaitu dengan menanam satu bibit cabai yang vigor per pot. Seluruh tanaman
dalam pot diberi pupuk Growmore 32:10:10 untuk mempercepat pertumbuhan
tanaman dengan cara disemprotkan pada daun.
Pemangkasan
Pemangkasan (pinching) dilakukan saat tanaman berumur 1 minggu
setelah tanaman dipindah tanamkan ke dalam pot (1 MST = 7 MSS) dimaksudkan
untuk membuang bagian-bagian yang tidak sehat dan menyamakan titik
pertumbuhan tanaman. Pemangkasan ini juga bertujuan untuk merangsang
pembentukan tunas produktif. Pemangkasan juga dilakukan pada
tunas-tunas bunga pertama yang tumbuh untuk merangsang pertumbuhan tunas-tunas
generatif.
Pemupukan dan pemeliharaan
Pemupukan dilakukan pada 1 minggu setelah pemangkasan (1 MSP =
2 MST = 8 MSS). Pemupukan dilakukan dengan cara membenamkan butiran
NPK (15:15:15) sebanyak ± 5 butir/pot yang dilakukan 2 minggu sekali pada
tanaman yang berumur 2-4 MST. Pemupukan selanjutnya dilakukan dengan
11
media. Penyiraman dilakukan setiap pagi dan sore hari, yaitu dengan menyiram
media hingga mencapai kapasitas lapang. Penyiangan gulma dalam pot dilakukan
secara manual dengan mencabut gulma yang ada. Pengendalian hama dan
penyakit tanaman dilakukan dengan penyemprotan insektisida Canon dan
Curacron dengan konsentrasi 0.5-2 ml/l air secara bergantian dan fungisida
Dithane-45 dengan konsentrasi 1 g/l air setiap minggu.
Pengamatan
Peubah yang diamati meliputi :
1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan tanah hingga titik tumbuh,
pengukuran dilakukan tiap minggu (MSP).
2. Jumlah cabang, diukur seluruh cabang primer dan cabang sekunder,
pengukuran dilakukan tiap minggu.
3. Waktu bunga pertama muncul. Pengamatan dilakukan dengan mencatat
jumlah hari sejak pemangkasan hingga waktu bunga pertama muncul
(HSP).
4. Waktu buah pertama muncul. Pengamatan dilakukan dengan mencatat
jumlah hari sejak pemangkasan hingga waktu buah pertama muncul.
5. Jumlah buah per cabang, diamati setiap 2 hari setelah anthesis untuk
mendapatkan data jumlah buah setiap minggu (1 MSA = 4 MSP = 5 MST
= 11 MSS).
6. Persentase bunga yang menjadi buah per cabang, diamati dari jumlah
bunga yang menjadi buah per cabang setiap 2 hari setelah anthesis untuk
mendapatkan data persentase bunga yang menjadi buah setiap minggu.
7. Jumlah bunga total, diamati dari jumlah bunga yang tumbuh di setiap
tanaman selama pengamatan.
8. Jumlah buah total, diamati dari jumlah buah total pada setiap tanaman di
akhir pengamatan (7 MSA = 10 MSP = 11 MST).
9. Rasio panjang dengan diameter buah, diamati dengan mengukur panjang
buah dibagi dengan diameter buah pada akhir penelitian.
10.Uji kesukaan terhadap keragaan tanaman. Uji dilakukan setiap minggu
12
diuji oleh panelis yang berjumlah 7 orang pada uji kesukaan pertama dan
kedua, sedangkan pada uji kesukaan di akhir pengamatan dilakukan oleh
panelis yang berjumlah 20 orang. Uji kesukaan yang diamati yaitu
proporsional tanaman dengan pot, kesegaran tanaman, penampilan fisik
tanaman, komposisi warna buah dan daun, serta keragaan secara
keseluruhan. Analisis data pada uji kesukaan menggunakan metode
nonparametrik dengan uji Friedman menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002). Peringkat dihitung dari jumlah rangking pada masing-masing
ulangan kemudian dijumlahkan untuk masing-masing perlakuan.
Penilaian pada uji kesukaan dilakukan dengan metode skoring dengan
5 skala numerik, dengan angka yang menaik menurut tingkat kesukaan (sangat
tidak suka (1), tidak suka (2), sedang (3), suka (4), sangat suka (5)). Skala yang
digunakan berdasarkan pada penilaian organoleptik menurut Rahayu (1998).
Kriteria penilaian untuk masing-masing pengamatan disajikan pada Tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Keadaan iklim selama penelitian sejak bulan Februari 2005 sampai Mei
2005 secara umum mengalami fluktuasi yaitu menunjukkan rata-rata suhu harian
21.4oC sampai 33.4oC, dengan kelembaban 55.1% dan curah hujan rata-rata
400.67 mm/bulan.
Kondisi bibit cabai berumur 2 MSS yang diambil dari Balai Penelitian
Tanaman Hias (Balithi) pada awalnya mengalami pertumbuhan yang terhambat.
Hal ini diduga sebagai respon tanaman terhadap lingkungan yang baru karena
pemindahan bibit secara langsung dari daerah dataran tinggi ke dataran yang lebih
rendah.
Persentase pertumbuhan bibit tanaman cabai mencapai 100% karena
digunakan bibit cabai yang vigor. Beberapa tanaman ada yang tumbuh kerdil
karena masih melakukan adaptasi sampai 1 MSP.
Tanaman cabai merupakan tanaman yang rentan terhadap serangan hama
dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman selama penelitian yaitu sekitar 10%
antara lain kutu daun (Aphis gossypii), thrips (Thrips tabaci), ulat jengkal
(Chrysodeixis chalcites), dan semut. Penyakit yang menyerang tanaman selama
penelitian yaitu sekitar 15% antara lain penyakit busuk pucuk (Choanephora
cucurbitarum), bercak daun (Cercospora capsici), dan embun tepung (Powdery
mildew). Pengamatan terhadap hama dan penyakit berdasarkan Ratna (2004).
Selama penelitian serangan hama dan penyakit tersebut tidak sampai mengganggu
pertumbuhan tanaman karena penyemprotan yang dilakukan secara rutin sehingga
serangan hama dan penyakit masih dapat dikendalikan.
Perbedaan dari ketiga genotipe ialah keragaan tanaman. Genotipe Brazil
(G1) mempunyai tajuk yang kompak, tidak terlalu tinggi, dan bentuk buah agak
panjang yang menjuntai ke bawah berwarna hijau muda yang berubah menjadi
orange dan merah tua saat matang. Genotipe Jepang (G2) mempunyai tajuk yang
kompak, pendek, dan bentuk buah yang oval bulat ke atas berwarna hijau muda
pada awal perkembangan kemudian terdapat semburat ungu lalu berubah menjadi
warna orange dan merah tua saat matang. Genotipe Singapura (G3) mempunyai
14
warna buah yang khas yaitu warna ungu pada awal perkembangan yang berubah
menjadi orange dan merah tua saat matang. Buah pada genotipe G3 sebagian
besar masih berwarna ungu atau belum mengalami perubahan warna menjadi
merah hingga akhir pengamatan (10 MSP). Beberapa buah genotipe G3 pada
media M3 ada yang berwarna agak orange pada akhir pengamatan dan berubah
warna menjadi merah pada 7 hari setelah akhir pengamatan.
Kesegaran tanaman genotipe Jepang (G2) dan genotipe Brazil (G1) mulai
berkurang pada 10 MSP, sedangkan genotipe Singapura (G3) masih tampak segar
hingga akhir penelitian. Kesegaran yang berkurang terlihat dari daun tanaman
yang mulai kuning dan mengering.
[image:35.612.144.497.306.526.2]Berikut merupakan gambar tanaman yang diambil pada akhir pengamatan
Gambar 1. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Brazil (G1) pada 10 MSP
Keterangan: G1M1: Genotipe Brazil pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang
G1M2: Genotipe Brazil pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang
15
Gambar 2. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Jepang (G2) pada 10 MSP
Keterangan: G2M1: Genotipe Jepang pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2M2: Genotipe Jepang pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G2M3: Genotipe Jepang pada media kokopit:tanah: pupuk kandang
Gambar 3. Keragaan Tanaman Cabai Hias Genotipe Singapura (G2) pada 10 MSP
Keterangan: G3M1: Genotipe Singapura pada media arang sekam:tanah:pupuk kandang
G3M2: Genotipe Singapura pada media sebuk gergaji:tanah: pupuk kandang
[image:36.612.142.499.406.631.2]16
Pertumbuhan Vegetatif
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan gejala-gejala yang saling
berhubungan. Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan pertambahan ukuran
(dan biasanya dalam bobot kering) yang tidak dapat balik (irreversible).
Sedangkan perkembangan mencakup diferensiasi, dan ditunjukkan oleh
perubahan yang lebih tinggi, menyangkut spesialisasi secara anatomi dan
fisiologis (Harjadi, 1996). Dalam penelitian ini, pertumbuhan tanaman cabai hias
ditunjukkan oleh perkembangan tinggi tanaman dan jumlah cabang.
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah tinggi tanaman pada
1-10 MSP (Tabel Lampiran 3). Diduga karena genotipe yang digunakan memang
mempunyai keragaan tinggi yang berbeda. Perlakuan media berbeda nyata pada
peubah tinggi tanaman pada 1-7 MSP. Media M3 memberikan tinggi tanaman
yang paling tinggi yaitu 18.82 cm pada 7 MSP seperti yang disajikan pada
Tabel 1.
Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah tinggi
tanaman pada 3-6 MSP (Tabel Lampiran 3). Genotipe G1 dan G2 mempunyai
tinggi tanaman yang paling tinggi pada media M3 yaitu 17.91 cm dan 10.06 cm,
sedangkan genotipe G3 mempunyai tinggi tanaman yang paling tinggi pada media
M2 yaitu 25.62 cm pada 6 MSP seperti disajikan pada Tabel 1.
Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe G1 terlihat pada Gambar 4.
Tanaman genotipe G1 yang ditanam pada media M3 memberikan tinggi tanaman
yang paling tinggi. Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe G2 terlihat pada
Gambar 5. Tanaman genotipe G2 yang ditanam pada media M3 memberikan
tinggi tanaman yang paling tinggi. Grafik pertambahan tinggi tanaman genotipe
G3 terlihat pada Gambar 6. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada media M2
17
Tabel 1. Pertambahan Tinggi Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media.
Perlakuan 3MSP 4MSP 5MSP 6MSP 7MSP 8MSP 10MSP G1 G2 G3 9.11 a 6.96 b 10.04 a 12.61 b 8.86 c 14.87 a 14.85 b 9.22 c 20.20 a 15.97 b 9.36 c 23.27 a 16.79 b 9.38 c 25.97 a 17.40 b 9.44 c 29.09 a 17.78 b 9.46 c 31.43 a M1 M2 M3 6.65 c 9.22 b 10.24 a 9.45 c 12.93 b 13.95 a 12.20 b 15.53 a 16.55 a 14.10 b 16.71 a 17.78 a 15.58 b 17.73 ab 18.82 a 17.29 18.69 19.95 18.66 19.08 20.93 G1M1 G1M2 G1M3 7.31 c 9.37 b 10.66 a 10.30 c 12.95 b 14.61 a 13.39 b 14.36 b 16.79 a 15.14 b 14.85 b 17.91 a 16.05 15.33 19.00 17.05 15.41 19.75 17.43 15.41 20.50 G2M1 G2M2 G2M3 5.73 c 6.99 b 8.16 a 7.50 b 9.26 a 9.82 a 8.20 b 9.59 a 9.89 a 8.34 a 9.68 a 10.06 a 8.35 9.72 10.06 8.52 9.74 10.06 8.59 9.75 10.06 G3M1 G3M2 G3M3 6.91 b 11.29 a 11.91 a 10.55 c 16.62 b 17.43 a 15.00 b 22.64 a 22.97 a 18.81 b 25.62 a 25.37 a 22.36 28.15 27.40 26.30 30.91 30.05 29.96 32.10 32.25
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1 MSP = 2 MST)
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
[image:38.612.150.450.423.562.2]M SP ti ng gi t an am an (cm ) M 1 M 2 M 3
Gambar 4. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Brazil (G1)
18 0 2 4 6 8 10 12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
[image:39.612.140.440.84.234.2]M SP ti nggi t ana m an ( cm ) M 1 M 2 M 3
Gambar 5. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Jepang (G2)
Keterangan : M1 = Media arang sekam:tanah:pupuk kandang M2 = Media serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Media kokopit:tanah:pupuk kandang MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1MSP=2 MST)
0 5 10 15 20 25 30 35
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
M SP tin g g i ta n am an ( cm ) M 1 M 2 M 3
Gambar 6. Pertambahan Tinggi Tanaman Genotipe Singapura (G3)
Keterangan : M1 = Media arang sekam:tanah:pupuk kandang M2 = Media serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang M3 = Media kokopit:tanah:pupuk kandang MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1MSP=2 MST)
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah jumlah cabang pada
2-4 MSP dan 8-10 MSP (Tabel Lampiran 3). Genotipe G3 mempunyai jumlah
cabang terbanyak yaitu 12.52 pada 10 MSP. Perlakuan media berbeda nyata pada
peubah jumlah cabang pada 2-7 MSP. Media M3 memberikan jumlah cabang
[image:39.612.153.468.356.490.2]19
Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah jumlah
cabang pada 5 MSP (Tabel Lampiran 3). Setiap genotipe mempunyai jumlah
cabang yang paling banyak pada media M3 yaitu 5.91, 7.41 dan 6.75 pada 5 MSP
[image:40.612.126.506.207.485.2]seperti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Cabang Tanaman Cabai Hias pada Beberapa Genotipe dan Media.
Perlakuan 4MSP 5 MSP 6MSP 7MSP 8MSP 9MSP 10MSP
G1 G2 G3 4.58b 5.61a 3.55c 5.38 6.05 4.91 6.22 6.50 7.75 7.36 6.94 9.38 8.05ab 7.16b 11.43a 8.41b 7.22b 12.19a 8.55 b 7.22 b 12.52a M1 M2 M3 3.30c 4.41b 6.02a 4.41c 5.25b 6.69a 5.58 b 6.86 ab 8.02 a 6.80b 7.66b 9.22a 8.16 8.36 10.16 8.77 8.52 10.52 9.00 8.61 10.69 G1M1 G1M2 G1M3 3.66 4.58 5.50 4.74b 5.50a 5.91a 5.50 6.58 6.58 6.66 7.58 7.83 7.75 7.91 8.50 7.91 8.08 9.24 8.16 8.16 9.33 G2M1 G2M2 G2M3 4.75 4.83 7.24 5.50b 5.24b 7.41a 6.25 5.50 7.75 6.50 5.83 8.50 6.75 5.91 8.83 6.91 5.91 8.83 6.91 5.91 8.83 G3M1 G3M2 G3M3 1.50 3.83 5.33 3.00c 5.00b 6.75a 5.00 8.50 9.75 7.25 9.58 11.33 10.00 11.25 13.16 11.50 11.58 13.50 11.91 11.75 13.91
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSP = Minggu Setelah Pemangkasan (1 MSP = 2 MST)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk parameter pertumbuhan
vegetatif tanaman (tinggi tanaman dan jumlah cabang), perlakuan media M3 pada
setiap genotipe memberikan respon paling baik yang ditunjukkan dengan
memiliki tinggi tanaman dan jumlah cabang terbaik. Media M1 memberikan
respon terendah yang ditunjukkan dengan memiliki tinggi tanaman dan jumlah
cabang paling rendah. Damayanti (2004) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa bibit mangga yang diberi perlakuan media arang sekam menghasilkan
rata-rata pertambahan tinggi tanaman total yang lebih rendah dibandingkan dengan
20
Hasil analisis media pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan bahwa media
M1 mempunyai N-total yang paling tinggi. Menurut Setyamidjaja (1986) nitrogen
mempunyai peranan diantaranya adalah merangsang pertumbuhan vegetatif yaitu
menambah tinggi tanaman dan merangsang tumbuhnya anakan. Havlin et al.
(1999) menambahkan bahwa nitrogen adalah bagian dari klorofil yang merupakan
penangkap primer energi matahari yang diperlukan untuk proses fotosintesis.
Persediaan N berhubungan dengan aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan
vegetatif yang vigor, dan daun yang berwarna hijau gelap.
Hasil pengamatan menunjukkan media M1 memiliki respon pertumbuhan
vegetatif yang paling rendah. Diduga tanaman yang ditanam pada media M1 tidak
menyerap hara sebaik tanaman yang ditanam pada media M2 dan M3, selain itu
karena media arang sekam yang digunakan terlalu sarang. Damayanti (2004)
menyatakan bahwa media arang sekam yang sarang selain menyebabkan bibit
mangga mudah rebah juga menyebabkan menurunnya daya pegang terhadap air
sehingga jenis pupuk yang bersifat cepat tersedia lebih banyak terbawa oleh air
siraman daripada terserap oleh tanaman.
Kualitas cabai hias yang diinginkan yaitu mempunyai tinggi tanaman yang
proporsional dengan pot dan jumlah cabang yang banyak. Respon genotipe G1
dan G2 terhadap media M3 menghasilkan tanaman yang proporsional dengan pot.
Keragaan tanaman genotipe G1 dan G2 yang pendek memerlukan media yang
dapat memberikan tinggi tanaman paling tinggi dan mempunyai jumlah cabang
yang banyak agar proporsional. Genotipe G3 mempunyai keragaan tanaman yang
tinggi dengan tajuk yang menyebar. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada
media M1 menghasilkan tanaman sesuai kualitas yang diinginkan karena
menghasilkan tanaman yang tidak terlalu tinggi tetapi mempunyai jumlah cabang
yang banyak. Menurut Bonar et al. (1994) ukuran tanaman merupakan faktor yang
21
Pertumbuhan Generatif
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah waktu bunga pertama muncul
(Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai waktu bunga pertama muncul yang
tercepat yaitu 29.66 HSP. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah waktu
bunga pertama muncul. Media M3 memberikan waktu bunga pertama muncul
yang tercepat yaitu selama 29.32 HSP seperti disajikan pada Tabel 3.
Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah waktu
bunga pertama muncul (Tabel Lampiran 4). Ketiga genotipe mempunyai waktu
bunga pertama muncul yang terlama pada media M1. Genotipe G2 dan G3
mempunyai waktu bunga pertama muncul yang tercepat pada media M3 yaitu
25.99 HSP dan 33.58 HSP. Genotipe G1 mempunyai waktu bunga pertama
muncul yang tercepat pada media M2 yaitu 28.08 HSP walaupun tidak berbeda
[image:42.612.129.507.383.524.2]nyata dengan M3 (28.41 HSP) seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Waktu Bunga Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan Media.
Genotipe Perlakuan
G1 G2 G3
Rata-rata M
Media ...HSP...
M1 34.83 33.50 43.33 37.22a
M2 28.08 29.50 34.00 30.52b
M3 28.41 25.99 33.58 29.32b
Rata-rata G 30.44b 29.66b 36.97a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom rata-rata M (media) dan baris rata-rata G (Genotipe) tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah:pupuk kandang
HSP = Hari Setelah Pemangkasan
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah waktu buah pertama muncul
(Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai waktu buah pertama muncul yang
tercepat yaitu 33.47 HSP. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah waktu
buah pertama muncul. Media M3 memberikan waktu buah pertama muncul yang
22
Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah waktu buah
pertama muncul. Ketiga genotipe memberikan waktu buah pertama muncul
terlama pada media M1. Genotipe G2 dan G3 mempunyai waktu buah pertama
muncul tercepat pada media M3 yaitu 29.25 HSP dan 39.00 HSP. Genotipe G1
mempunyai waktu buah pertama muncul tercepat pada media M2 yaitu selama
[image:43.612.129.508.237.380.2]31.66 HSP seperti disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Waktu Buah Pertama Muncul pada Beberapa Genotipe dan Media.
Genotipe Perlakuan
G1 G2 G3
Rata-rata M
Media ...HSP...
M1 38.33a 37.50a 50.75a 42.19a
M2 31.66b 33.66b 39.33b 34.88b
M3 31.75b 29.25c 39.00b 33.33b
Rata-rata G 33.91b 33.47b 43.02a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama dan baris rata-rata G (Genotipe) tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
HSP = Hari Setelah Pemangkasan
Media M3 selain memberikan pertumbuhan vegetatif yang baik, ternyata
juga mempunyai waktu pembungaan dan pembuahan yang tercepat. Diduga
pertumbuhan yang baik tersebut mengakibatkan penimbunan karbohidrat yang
lebih cepat sehingga tanaman lebih cepat memasuki fase generatif. Menurut
Harjadi (1996) pada fase vegetatif tanaman, karbohidrat digunakan dan tanaman
menggunakan sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya, dan pada fase
reproduktif, karbohidrat disimpan (ditimbun) dan tanaman tersebut menyimpan
sebagian besar karbohidrat yang dibentuknya. Bosland dan Votava (1999)
menyatakan bahwa terdapat hubungan langsung antara pertumbuhan vegetatif dan
pembentukan buah pada cabai. Cabai membutuhkan pertumbuhan yang baik agar
dapat menghasilkan buah lebih cepat dan kualitas lebih baik.
Hasil analisis media pada Tabel Lampiran 1 menunjukkan unsur P pada
23
mendorong tanaman pada media M3 cepat melakukan pembungaan. Menurut
Setyamidjaja (1986) unsur P mempunyai peranan mempercepat pembungaan dan
pemasakan buah dan biji. Marschner (1995) menyatakan bahwa penundaan
pematangan buah terdapat pada tanaman tomat yang mengalami defisiensi
unsur P. Hasil penelitian Fitriasari (2002) melaporkan bahwa kadar P yang tinggi
pada tanaman violces dapat mendorong pembentukan jumlah bunga yang banyak.
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah rasio panjang dengan
diameter buah (Tabel Lampiran 4). Diduga karena bentuk buah pada ketiga
genotipe memang berbeda. Genotipe G1 mempunyai rasio panjang dengan
diameter buah yang paling besar yaitu sebesar 4.33. Genotipe G2 mempuyai rasio
panjang dengan diameter buah yang terkecil yaitu 1.78 seperti yang tersaji pada
Tabel 5. Semakin besar rasio panjang dengan diameter buah, maka bentuk buah
semakin panjang dan kurus. Perlakuan media tidak berpengaruh nyata pada rasio
[image:44.612.127.533.406.558.2]panjang dengan diameter buah.
Tabel 5. Rasio Panjang dengan Diameter Buah pada Faktor Tunggal Genotipe dan Media.
Perlakuan Rasio panjang dengan diameter buah
Genotipe
- G1 (Singapura) 4.33a
- G2 (Jepang) 1.78c
- G3 (Brazil) 3.03b
Media
- M1 (arang sekam:tanah:pupuk kandang) 2.93
- M2 (serbuk gergaji:tanah:pupuk kandang) 3.11
- M3 (kokopit:tanah:pupuk kandang) 3.06
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah persentase jumlah bunga
yang menjadi buah per cabang pada 1-4 MSA dan 6 MSA (Tabel Lampiran 4).
Genotipe G1 mempunyai persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang
tertinggi yaitu 77.64% pada 6 MSP.Perlakuan media tidak berbeda nyata pada
24
memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang tertinggi
yaitu sebesar 64.17% pada 6 MSA seperti yang tersaji pada Tabel 6.
Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah persentase
jumlah bunga yang menjadi buah per cabang pada 2 dan 6 MSA (Tabel
Lampiran 4). Genotipe G1 dan G3 mempunyai persentase jumlah bunga yang
menjadi buah per cabang tertinggi pada media M2 yaitu sebesar 96.67% dan
35.39%, sedangkan genotipe G2 mempunyai persentase jumlah bunga yang
menjadi buah per cabang tertinggi pada media M3 yaitu sebesar 90.62%
[image:45.612.126.549.307.531.2]pada 6 MSA seperti disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Persentase Jumlah Bunga yang Menjadi Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media.
Perlakuan 1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA 6 MSA
G1 G2 G3
57.88(8.00a) b) 57.62(7.84a) 15.55(4.42b)
51.93a 52.95a 35.71b
38.72(6.13a) a) 40.89(6.33a) 26.10(4.54b)
65.40(8.01a) a) 44.51(6.38c) 52.32(7.13b)
77.64(8.69a) a)
75.82(7.91a) 30.92(5.47b) M1 M2 M3 34.72(5.84) 37.21(6.38) 59.12(8.05) 41.67 51.18 47.74 38.79(5.57) 35.83(5.91) 31.08(5.52) 52.95(7.14) 52.34(7.04) 56.94(7.33) 64.17(7.78) 60.68(6.88) 59.53(7.41) G1M1 G1M2 G1M3 62.50(7.97) 60.59(8.30) 50.56(7.73) 56.08 49.20 50.51 45.89(6.61) 38.27(6.16) 32.02(5.62) 61.48(7.77) 63.13(7.87) 71.60(8.38) 72.91(8.43ab) 96.67(9.83a) 63.33(7.82b) G2M1 G2M2 G2M3 41.66(6.39) 51.04(7.68) 80.15(9.47) 60.94a 50.58ab 47.33b 45.92(6.74) 38.39(6.20) 37.35(6.06) 50.64(6.91) 29.85(5.28) 53.04(6.95) 86.85(9.25a) 50.00(5.00b) 90.62(9.47a) G3M1 G3M2 G3M3 0.00(3.16) 0.00(3.16) 46.65(6.96) 8.00b 53.77a 45.37a 24.57(3.37) 29.85(5.39) 23.88(4.87) 46.75(6.75) 64.05(7.97) 46.17(6.66) 32.75(5.65) 35.39(5.82) 24.63(4.93)
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSA=Minggu Setelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)
a) = Angka hasil transformasi √x+0.5
b) = Angka hasil transformasi √x+10
Grafik persentase jumlah bunga yang menjadi buah per cabang setiap
genotipe terlihat pada Gambar 7. Tanaman genotipe G1 yang ditanam pada media
M2 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang rata-rata
tinggi pada 1 MSA hingga 6 MSA. Tanaman genotipe G2 yang ditanam pada
25
yang tinggi pada 6 MSA. Tanaman genotipe G3 yang ditanam pada media M2
memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang yang rata-rata
lebih tinggi daripada media lain pada 2-4 MSA.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
1 2 3 4 5 6 7
MSA
P
e
rs
e
n
tase
fr
u
it s
e
t
M1 M2
[image:46.612.145.502.150.318.2]M3
Gambar 7. Persentase Jumlah Bunga yang menjadi Buah Per Cabang pada Setiap perlakuan
Keterangan: G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah: pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSA=Minggu Setelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)
Respon genotipe berbeda nyata pada peubah jumlah buah per cabang pada
1-3 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G2 mempunyai jumlah buah per cabang
yang paling banyak pada 1-3 MSA. Perlakuan media berbeda nyata pada peubah
jumlah buah per cabang pada 1-4 MSA. Media M1 memberikan jumlah buah per
cabang yang paling sedikit daripada media yang lain pada 1-4 MSA seperti
disajikan pada Tabel 7.
Respon genotipe terhadap media berbeda nyata pada peubah jumlah buah
per cabang pada 1-2 MSA (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah
buah per cabang terbanyak pada media M2 yaitu 3.50, sedangkan genotipe G2 dan
G3 mempunyai jumlah buah per cabang terbanyak pada media M3 yaitu 4.63 dan
1.13 pada 2 MSA seperti disajikan pada Tabel 7.
Grafik jumlah buah per cabang setiap genotipe terlihat pada Gambar 8.
Setiap genotipe yang ditanam pada media M1 memberikan jumlah buah per
26
Tabel 7. Jumlah Buah Per Cabang pada Beberapa Genotipe dan Media.
Perlakuan 1 MSA 2 MSA 3 MSA 4 MSA 5 MSA 6 MSA 7 MSA
G1 G2 G3 0.65a 0.78a 0.08b 2.70a 3.29a 0.75b 3.89a 3.91a 1.41b 5.06 4.22 3.42 4.98 3.72 3.85 4.96 3.41 3.99 5.14 3.22 3.91 M1 M2 M3 0.16c 0.41b 0.94a 1.12b 2.60a 3.01a 1.99b 3.63a 3.59a 3.52b 4.83a 4.35a 3.58 4.65 4.32 3.69 4.38 4.29 3.62 4.32 4.32 G1M1 G1M2 G1M3 0.24c 0.68b 1.03a 1.33b 3.50a 3.27a 2.75 4.90 4.03 4.77 5.32 5.08 4.91 4.97 5.07 4.85 4.81 5.23 4.97 5.01 5.43 G2M1 G2M2 G2M3 0.24c 0.56b 1.55a 2.01c 3.22b 4.63a 2.87 4.00 4.87 3.88 4.35 4.44 3.25 4.05 3.87 2.90 3.51 3.80 2.74 3.32 3.58 G3M1 G3M2 G3M3 0.00b 0.00b 0.24a 0.04b 1.08a 1.13a 0.34 2.00 1.88 1.92 4.83 3.52 2.59 4.95 4.02 3.33 4.82 3.84 3.16 4.63 3.94
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan tunggal atau kombinasi tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSA= MingguSetelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)
0 1 2 3 4 5 6
G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3 G1 G2 G3
1 2 3 4 5 6 7
[image:47.612.124.506.111.598.2]MSA Ju ml ah b u ah per ca b ang M1 M2 M3
Gambar 8. Jumlah Buah Per Cabang pada Setiap Perlakuan
Keterangan: G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah: pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
27
Respon genotipe tidak berbeda nyata pada peubah jumlah bunga total
(Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah bunga total yang paling
banyak dibandingkan dengan genotipe lain yaitu 50.61. Perlakuan media berbeda
nyata pada peubah jumlah bunga total. Media M3 memberikan jumlah bunga
terbanyak yaitu 62.40, sedangkan M1 memberikan jumlah bunga yang paling
sedikit yaitu 38.62.
Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah jumlah
bunga total (Tabel Lampiran 4). Setiap genotipe mempunyai jumlah bunga total
terbanyak pada media M3 yaitu sebanyak 63.85, 66.85, dan 56.50 seperti disajikan
[image:48.612.128.506.315.419.2]pada Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah Bunga Total pada Beberapa Genotipe dan Media.
Genotipe Perlakuan
G1 G2 G3 Rata-rata M
Media
M1 42.48 39.52 33.87 38.62b
M2 45.50 42.02 51.15 46.22b
M3 63.85 66.85 56.50 62.40a
Rata-rata G 50.61 49.46 47.17
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
Respon genotipe tidak berbeda nyata pada peubah jumlah buah total (Tabel
Lampiran 4). Genotipe G1 mempunyai jumlah buah total yang paling banyak
dibandingkan dengan genotipe lain yaitu 18.08. Perlakuan media berbeda nyata
pada peubah jumlah buah total. Media M3 memberikan jumlah buah terbanyak
yaitu 16.77, sedangkan M1 memberikan jumlah buah yang paling sedikit yaitu
12.61.
Respon genotipe terhadap media tidak berbeda nyata pada peubah jumlah
buah total (Tabel Lampiran 4). Genotipe G1 dan G2 mempunyai jumlah buah total
terbanyak pada media M3 yaitu sebanyak 20.91 dan 16.16. Genotipe G3
mempunyai jumlah buah total terbanyak pada media M2 yaitu sebanyak 13.91
28
Tabel 9. Jumlah Buah Total pada Beberapa Genotipe dan Media pada 7 MSA (10 MSP).
Genotipe Perlakuan
G1 G2 G3 Rata-rata M
Media
M1 16.08 11.00 10.75 12.61b
M2 17.24 10.58 13.91 13.91ab
M3 20.91 16.16 13.25 16.77a
Rata-rata G 18.07 12.58 12.63
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
G1 = Genotipe Brazil M1 = Arang sekam:tanah:pupuk kandang
G2 = Genotipe Jepang M2 = Serbuk gergaji:tanah: pupuk kandang
G3 = Genotipe Singapura M3 = Kokopit:tanah: pupuk kandang
MSA= MingguSetelah Anthesis (1 MSA=4 MSP)
Media M1 memberikan persentase jumlah bunga menjadi buah per cabang
yang terbanyak, tetapi berdasarkan pengamatan terhadap jumlah buah per cabang,
media M1 menghasilkan buah yang paling sedikit pada 6 MSA. Diduga atap
plastik menyebabkan suhu di bawah naungan menjadi lebih panas pada siang hari,
sehingga media M1 menjadi cepat kering karena warna arang sekam yang hitam
cepat menyerap panas. Media yang cepat kering menyebabkan bunga yang telah
mengalami fruit set tidak tumbuh sempurna menjadi buah karena persediaan air
yang rendah. Menurut Gourley dan Howlett (1957) persediaan air pada media
tidak turun sampai titik kritis setelah bunga mekar sampai terbentuk fruit set,
namun pada saat itu mungkin terjadi kompetisi untuk mendapatkan air sehingga
menyebabkan gugurnya buah muda, walaupun kandungan air tanahnya tinggi.
Sumarni dan Rosliani (2001) melaporkan bahwa media arang sekam
menghasilkan bobot buah per petak lebih rendah dari media pasir pada penanaman
cabai secara hidroponik.
Korelasi antar peubah tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah bunga total
dan jumlah buah total disajikan pada Tabel 10. Peubah tinggi tanaman berkorelasi
sangat nyata terhadap jumlah cabang. Peubah jumlah bunga total berkorelasi nyata
terhadap jumlah buah total. Korelasi antar peubah tinggi tanaman, jumlah cabang,
jumlah bunga total dan jumlah buah total tidak berbeda nyata pada masing-masing
29
Tabel 10. Korelasi Antar Peubah Tinggi Tanaman, Jumlah Cabang, Jumlah Bunga Total, dan Jumlah Buah Total pada 10 MSP.
Peubah Tinggi tanaman Jumlah cabang Jumlah bunga total
Jumlah cabang 0.92** - -
Jumlah bunga total 0.01 0.21 -
Jumlah buah total -0.03 -0.01 0.67* Keterangan : ** = Korelasi berpengaruh nyata pada taraf 1%
* = Korelasi berpengaruh nyata pada taraf 5%
Analisis Friedman terhadap proporsional tanaman dengan pot disajikan
pada Tabel 11. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap
proporsional tanaman dengan pot pada 8 MSP. Tanaman genotipe G1 pada media
M3 disukai konsumen pada 8 MSP (score 4). Respon genotipe G2 terhadap
media berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 8-10 MSP.
Respon genotipe G2 pada media M3 disukai konsumen pada 8-10 MSP (score 4).
Respon genotipe G3 terhadap media berbeda nyata terhadap proporsional tanaman
dengan pot pada 8 MSP. Respon genotipe G3 terhadap media M2 disukai
konsumen pada 8 MSP (score 4), tetapi respon setiap genotipe terhadap media
tidak berbeda nyata terhadap proporsional tanaman dengan pot pada 9-10 MSP.
Tabel 11. Tanggapan Responden terhadap Proposional Tanaman dengan Pot pada Beberapa Genotipe dan Media.
8 MSP 9 MSP 10 MSP
Perlakuan
score Peringkat score Peringkat score Peringkat G1M1 3.00 11.0 4.00 13.0 4.00 38.0 G1M2 3.33 14.0 4.00 14.5 4.00 44.0
G1M3 3.66 17.0 4.00 14.5 4.00 38.0
P-value 0.05* 0.36 0.16
G2M1 3.00 11.0 3.00 10.0 3.33 39.5 G2M2 3.00 12.5 3.33 14.0 3.00 32.0
G2M3 4.00 18.5 3.66 18.0 3.66 48.5
P-value 0.01** 0.01** 0.00**
G3M1 3.33 10.5 4.00 12.5 4.00 39.5
G3M2 4.00 16.5 4.00 14.0 4.00 41.5
G3M3 3.66 15.0 4.00 15.5 4.00 39.0
P-value 0.03** 0.47 0.69
Keterangan : * = P-value berbeda nyata pada taraf 5 % ** = P-value berbeda nyata pada taraf 1 %
G1 = Genotipe Brazil; G2 = Genotipe Jepang; G3 = Genotipe Singapura
M1=Arang sekam:tanah:pupuk kandang MSP= Minggu Setelah Pemangkasan
[image:50.612.130.512.451.647.2]30
Analisis Friedman terhadap penampilan fisik tanaman disajikan pada
Tabel 12. Respon genotipe G1 terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan
fisik tanaman pada 8 MSP. Respon genotipe G2 terhadap media berbeda nyata
terhadap penampilan fisik tanaman pada 8 dan 10 MSP. Respon genotipe G3
terhadap media berbeda nyata terhadap penampilan fisik tanaman pada 8 MSP.
Penampilan fisik genotipe G1 pada media M1 mempunyai peringkat
tertinggi pada 8 MSP (score 4), sedangkan genotipe G1 pada media M3
mempunyai peringkat tertinggi pada 10 MSP (score 4). Penampilan