• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efisiensi Proses Pengeringan Tapioka di PT. Umas Jaya Agrotama, Terbanggi Besar, Lampung Tengah."

Copied!
214
0
0

Teks penuh

(1)

1 I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Singkong adalah tumbuhan semak keluarga Euphorbiaceae, ditanam terutama untuk memperoleh umbinya yang mengandung pati. Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang paling penting di daerah tropis, yang mana singkong ini merupakan urutan keempat sumber energi yang paling penting. Sedangkan di dunia, singkong menempati urutan ke enam sumber kalori paling penting di dalam diet manusia (Alves, 2002).

Singkong (Manihot esculenta) disebut juga ubi kayu atau ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Didalam industri makanan, pengolahan singkong, dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang dikeringkan (gaplek), tepung singkong dan tapioka (Anonim, 2008a).

Tahun 2008 produksi singkong Indonesia melebihi 21 juta ton (21.757.575 ton), dengan produksi tertinggi di propinsi Lampung (7.721.882 ton) diikuti Jawa Timur (3.533.772 ton) dan Jawa Tengah (3.325.099 ton). Tahun 2009 produksi singkong Nusantara diperkirakan mendekati angka 22 juta ton. Produktivitas singkong nusantara pada tahun 2008 adalah 18 ton/ha, dengan produktivitas tertinggi juga ada di propinsi Lampung yaitu 24,2 ton/ha diikuti Sumatera Barat dan Sumatera Utara yaitu sebesar 19,4 ton/ha (Deptan, 2009).

Tapioka adalah pati yang diekstrak dari umbi singkong (Manihot esculenta). Tapioka dikonsumsi sebagai makanan pokok di beberapa daerah, dan digunakan secara luas sebagai bahan pengental, terutama pada makanan. Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya, Indramayu. Sementara permintaan pasar

(2)

2 Permintaan tapioka di Indonesia cenderung meningkat karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu dan Tasikmalaya. Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata 15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10% per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat 10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan permintaan tapioka di Indonesia (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

Tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu bersaing dalam harga. Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di Asia dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan Cina (30%) dari total ekspor. Luasnya negara tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

(3)

3 kerja yang sedikit, waktu lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas (Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).

Efisiensi energi selama pengeringan jelas sangat penting, dimana

konsumsi energi merupakan komponen biaya pengeringan yang utama (Earle, 1983). Pada PT. Umas Jaya Agrotama biaya energi merupakan

komponen biaya energi terbesar kedua setelah bahan baku. Peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi tapioka secara keseluruhan. Oleh karena itu, dengan dilakukannya peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka, diharapkan efisiensi produksi secara total dapat ditingkatkan.

B. Tujuan

Tujuan kegiatan praktek kerja magang ini adalah mengkaji sifat psikrometri udara pengering dan efisiensi energi proses pengeringan tapioka di PT Umas Jaya Agrotama. Selanjutnya dapat dirancang usaha optimasi proses pengeringan tapioka berdasarkan hasil kajian yang telah diperoleh .

C. Manfaat

Menghasilkan data yang dapat digunakan perusahaan sebagai dasar untuk meningkatkan efisiensi pengeringan tapioka di PT Umas Jaya Agrotama.

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang

(4)

4 II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

A. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Pabrik tapioka PT. Umas Jaya Agrotama (UJA) Terbanggi Besar merupakan perusahaan swasta nasional (PMDN) yang bergerak di bidang industri tapioka. Pada awal berdiri bernama PT. Umas Jaya Farm. Perijinan perusahaan ditandatangani melalui surat akta pendirian No. 29 tanggal 5 Maret 1973.

Pembukaaan lahan (land clearing) pertama kali dilaksanakan pada tahun 1975, dilanjutkan pananaman singkong pada tahun 1977. Tahun 1979 dibangun pabrik tapioka skala kecil, baru pada tahun 1982 dibangun pabrik tapioka skala besar dengan kapasitas produksi terpasang 200 ton/hari.

Umas Jaya Agrotama pada awal berdirinya merupakan perkebunan singkong dengan nama Umas Jaya Farm. Baru pada tanggal 1 Januari 1996 Umas Jaya Agrotama bergabung dengan PT. Great Giant Pineapples (PT. GGP) dan menjadi salah satu divisinya. Sejak tanggal 1 Agustus 2004 PT. UJA menjadi perusahaan tersendiri, tidak lagi menjadi divisi dari PT. GGP. PT. UJA dan PT. GGP merupakan anak perusahaan grup Gunung Sewu.

PT. Umas Jaya Agrotama memiliki tiga pabrik pengolahan tapioka. Pabrik UJA 1 yang terletak di daerah Terbanggi Besar, Lampung Tengah, UJA 2 yang terletak di daerah Gunung Batin, Lampung Tengah dan UJA 3 yang terletak di daerah Jabung, Lampung Timur.

B. Lokasi Perusahaan

(5)

5 Luas areal bangunan pabrik tapioka UJA 1 kurang lebih 200 hektar termasuk tempat parkir, taman, gudang, dan kolam limbah. Secara geografis PT. Umas Jaya Agrotama Factory 1 berbatasan dengan :

Batas bagian utara : desa transmigrasi angkatan darat (transad), yaitu desa Bandar Sakti, desa Bandar Agung, desa Tanjung Anom, dan perkebunan tebu milik PT. Gunung Madu plantation.

Batas sebelah selatan : Sungai Way Pengubuan, Sungai Way Joroitong, dan CV Tunas Baru Lampung

Batas sebelah timur : desa Bandar Rejo, desa Kijung, dan Sungai Way Pangubuan

Batas sebelah barat : CV. Ratih Mustika Sari

C. Struktur Organisasi

Pabrik Tapioka UJA 1 dikepalai oleh seorang Manager Factory. Manager Factory membawahi empat kepala bagian, yaitu bagian Quality Control (QC), bagian Raw Material (RM), bagian proses dan bagian Maintenance and Utilities. Struktur organisasi dari pabrik tapioka UJA 1 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Bagian QC terutama bertanggung jawab dalam mengawasi kesesuaian produk dan proses dengan spesifikasi yang telah ditetapkan. Bagian RM bertanggung jawab dalam penerimaan bahan baku singkong. Bagian proses bertanggung jawab dalam pelaksanaan proses produksi. Sedangkan bagian Maintenance and Utilities bertanggung jawab atas kelangsungan mesin produksi.

D. Ketenagakerjaan

Jumlah tenaga kerja di PT Umas Jaya Agrotama saat ini mencapai 352 orang. Spesifikasi tenaga kerja di PT.UJA (UJA 1) adalah sebagai berikut :

121 karyawan, termasuk di dalamnya manager, kepala bagian, kepala seksi, dan beberapa pelaksana

(6)

6 58 tenaga harian borongan

1 tenaga kerja kontrak

65 tenaga kerja pindahan dari UJA 2

Berdasarkan pembagian waktu kerja, tenaga kerja di PT. UJA dapat dibagi menjadi dua, yaitu tenaga kerja non-shift dan tenaga kerja shift. Untuk tenaga kerja non-shift waktu kerja mulai pukul 08.00 s.d. 16.00 WIB. Sedangkan untuk tenaga kerja shift waktu kerja tergantung giliran shiftnya. PT.UJA menerapkan 3 shift untuk produksinya,yaitu shift I (08.00 s.d. 16.00 WIB), shift II (16.00 s.d. 24.00 WIB), dan shift III (24.00 s.d. 08.00 WIB). Proses produksi di PT. UJA dilakukan terus-menerus selama 24 jam .Proses dihentikan apabila stok singkong habis, terjadi kerusakan unit proses, atau apabila akan dilakukan pembersihan alat.

Hari kerja di PT. UJA adalah dari senin hingga sabtu. Apabila suplai bahan baku masih mencukupi, sabtu dan minggu tetap dilakukan proses, dan pekerja terhitung lembur. Waktu istirahat untuk hari Senin hingga Kamis adalah pukul 12.00 s.d. 13.00 WIB. Sedangkan untuk hari Jum’at istirahat mulai pukul 11.30 s.d. 13.00 WIB. Hari Sabtu waktu kerja hanya sampai pukul 12.00 WIB.

E. Produk

Produk dari PT. UJA adalah tapioka dalam kemasan. Produk standar dari

PT.UJA adalah tapioka kemasan @ 50 kg dengan merek dagang “Cap Kodok”. Untuk pemesan khusus, biasanya kemasan yang disediakan

(7)

7 (a) (b)

Gambar 1. Produk Tapioka PT. UJA : (a) Kemasan @50 kg, (b) Kemasan @800 kg

F. Pemasaran

Pemasaran PT. UJA dilaksanakan oleh Unit Pemasaran PT. Umas Jaya Agrotama yang berkedudukan di gedung Chase Plaza Lt. 5, jl. Jendaral Sudirman Kav. 21, Jakarta Pusat. Untuk penjualan tapioka, pihak marketing menerima Purchase Order (PO) atau surat kontrak sebagai bukti bahwa harga, jumlah order, dan spesifikasi telah disetujui. Pihak marketing kemudian mengeluarkan Delivery Order (DO) ke bagian produksi (Sie. Inventory) untuk mengirimkan tapioka ke pelanggan.

G. Pengolahan Limbah

(8)
(9)

9 III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Singkong

Singkong (Manihot utilisima Pohl = Manihot esculanta Crantz) adalah tanaman pangan pokok di banyak daerah di negara-negara tropis, dan dapat menghasilkan hasil yang tinggi walaupun pada kondisi tanah yang kurang subur dan curah hujan rendah. Umbi singkong, sebagaimana kebanyakan tanaman pangan yang berasal dari umbi, terdiri dari mayoritas pati murni, tetapi daun singkong memiliki protein berkisar 17% dan merupakan sumber protein yang baik di dalam diet harian (Macdonald dan Low, 1984).

Singkong adalah tumbuhan semak keluarga Euphorbiaceae, ditanam terutama untuk memperoleh umbinya yang mengandung pati. Singkong merupakan salah satu makanan pokok yang paling penting di daerah tropis, yang mana singkong ini merupakan urutan keempat sumber energi yang paling penting. Sedangkan di dunia, singkong menempati urutan ke enam sumber kalori paling penting di dalam diet manusia (Alves, 2002).

(a) (b)

Gambar 2. (a) Singkong(Anonim, 2008a), (b) Taksonomi Singkong (Anonim, 2009a)

Singkong tumbuh baik pada daerah hangat, dengan suhu harian berkisar 25-29oC, dan cocok untuk tumbuh pada daerah ketinggian 1.500 meter dpl. Singkong tumbuh dengan baik ketika ada distribusi hujan yang baik sekitar 1.000 – 1.500 mm per tahun. Singkong juga dapat tumbuh pada daerah yang sangat kering, walaupun hasilnya sangat rendah. Singkong membutuhkan tanah yang longgar dan berpasir, dan dapat tumbuh dengan

Nama binomial Manihot esculenta

(10)

10 baik pada tanah dengan kesuburan rendah. Tanah berat tidak cocok

karena tidak memungkinkan umbi untuk membesar/mengembang (Macdonald dan Low, 1984).

Singkong secara normal dapat dipanen setelah 9-18 bulan, tetapi dapat

dibiarkan di tanah lebih lama lagi. Apabila terlalu lama dibiarkan (tidak dipanen), umbi singkong akan menjadi berserat dan menjadi seperti

kayu. Singkong akan rusak secara cepat setelah panen dan tidak dapat disimpan lebih lama dari 2-3 hari. Hasil panen dapat mencapai 10-25 ton/ha pada tanaman yang bebas penyakit (Macdonald dan Low, 1984)

Umbi singkong memiliki masa simpan setelah panen yang paling singkat dibandingkan tanaman umbi utama yang lain. Umbi singkong sangat mudah rusak dan biasanya menjadi tidak layak makan setelah 24-72 jam setelah panen akibat proses kerusakan fisiologis yang cepat, dimana terjadi sistesis komponen fenolik sederhana terjadi membentuk pigmen biru, coklat dan hitam. Diduga komponen polifenol pada umbi teroksidasi membentuk substansi kuinon yang membentuk kompleks dengan molekul kecil seperti asam amino untuk kemudian membentuk pigmen warna yang disimpan dalam jaringan vaskular. Polifenoloksidase (PPO) adalah enzim yang mengoksidasi fenol menjadi quinon. Beberapa proses yang dapat menghambat PPO seperti perlakuan panas, penyimpanan dingin, atmosfer anaerob, dan mencelupkan umbi pada larutan inhibitor (seperti asam askorbat, glutathione dan KCN). Kerusakan mikrobial dapat terjadi mengikuti kerusakan fisiologi atau kerusakan primer, yaitu 5-7 hari setelah panen. Hal ini dikarenakan infeksi microbial akibat terjadinya kerusakan mekanik pada jaringan. Kerusakan ini meyebabkan perubahan warna jaringan (Alves, 2002).

(11)

11 dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak, semua varitas M. esculenta dapat dibudidayakan (Anonim, 2008a).

Negara-negara timur jauh tidak mengenal singkong sebagai tanaman pangan hingga tahun 1835 M. Sekitar tahun 1850 M singkong di bawa dari Brasil ke Jawa, Singapura, dan Malaysia. Ketika penanaman singkong yang lebih menguntungkan dimulai di Semenanjung Malaya, pertanian singkong mulai bergerak ke daerah lain di Indonesia. Sekitar tahun 1919-1941 sekitar 98% dari total tepung singkong diproduksi di Jawa, tetapi selama perang dunia kedua, Brasil mengembangkan dan meningkatkan produksi singkongnya (Grace, 1977).

Singkong dikenal juga dengan banyak nama : Ubi Ketela atau kaspe (Indonesia), manioc, rumu, atau yucca (Amerika latin), mandioca atau aipim (Brasil), manioc (Madagaskar dan Afrika), tapioka (India dan Malaysia), cassava, dan terkadang cassada (Afrika, Thailand, dan Sri Lanka) (Grace, 1977).

B. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno, 1992).

(12)

12 Pati memiliki sifat menyerap air. Bila pati mentah dimasukkan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan membengkak. Namun jumlah air yang terserap dan pembengkakannya terbatas. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Proses gelatinisasi ini dapat dilakukan dengan cara memanaskan suspensi pati (Winarno, 1992).

Bila suspensi pati dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Mula-mula suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu, tergantung jenis pati yang digunakan. Terjadinya translusensi larutan pati tersebut biasanya diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antarmolekul pati di dalam granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang yang menyebabkan bengkaknya granula pati tersebut. Indeks refraksi butir-butir pati yang membengkak ini mendekati indeks refraksi air, dan hal inilah yang menyebabkan sifat translusen (Winarno, 1992).

Proses pembengkakan granula pati ini diikuti dengan peningkatan viskositas pati. Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuan menyerap air sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah berada di dalam granula pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno, 1992).

(13)

13 Pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula-granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi di dalam air. Molekul-molekul amilosa tersebut akan terus terdispersi, asalkan pasta pati tersebut tetap dalam keadaan panas. Karena itu dalam kondisi panas, pasta masih memiliki kemampuan untuk mengalir yang fleksibel dan tidak kaku. Bila pasta tersebut kemudian mendingin, energi

kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa

berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin pada pinggir-pinggir luar granula, menjadi semacam jaring-jaring membentuk mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini disebut retrogradasi. Proses retrogradasi ini biasanya diikuti dengan peristiwa merembasnya air dari dalam gel pati yang disebut sineresis (syneresis) (Winarno, 1992).

Brabender Amylograph adalah alat yang sangat umum digunakan untuk menganalisis sifat gelatinisasi pati. Menurut Zobel (1990), Amylograph digunakan secara luas didalam mengkarakterisasi pasta pati. Enam poin penting yang terdapat pada kurva viskositas amylograph umumnya dikenal sebagai :

1. Pasting Temperature – menunjukkan awal pembentukan pasta; bervariasi berdasarkan jenis pati dan modifikasinya serta adanya aditif pada suspensinya (Slurry)

2. Peak Viscosity – menunjukkan viskositas maksimum

3. Viskositas pada 95 oC – menunjukkan tingkat kemudahan pemasakan pasta pati

4. Viskositas setelah holding pada 95 oC selama 1 jam (ISI : 20 menit) – menunjukkan kestabilan pasta selama pemasakan pada pangadukan yang relatif pelan.

5. Viskositas pada 50 oC – mengukur setback (peningkatan kembali viskositas) yang terjadi selama pendinginan pasta panas.

(14)

14 Contoh analisis sifat gelatinisasi pati menggunakan Brabender Amylograph dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil pengamatan viskositas dengan Brabender Amylograph (Moore et al, 1984)

Keterangan pada kentang, A : Pasting temperature, B : Peak viscosity, C : Viskositas pada suhu 95 oC, D : Viskositas setelah holding pada suhu 95 oC, E : Viskositas pada 50 oC

C. Tapioka

Tapioka atau pati singkong adalah pati yang diperoleh dari akar yang menggelembung (umbi) dari tanaman singkong. Terdapat dua jenis singkong yang umum dibudidayakan yaitu: varietas yang pahit, Jatropha manihot atau Maniot utilisima dan varietas yang manis, Jatropha dulcis atau Manihot palmata. Umbi singkong biasanya mengandung sedikit asam sianida (HCN) yang akan hilang selama proses ekstraksi pati. Varietas yang pahit biasanya menghasilkan pati yang lebih tinggi dan inilah yang umumnya ditanam untuk diambil patinya, hanya saja memiliki kandungan HCN yang lebih tinggi dari varietas manis (Jackson, 1976).

Asam sianida yang ada pada singkong diproduksi akibat adanya aktifitas enzim terhadap glikosida, phaseolunatin. Jumlah HCN pada singkong terdapat pada kisaran yang lebar, yaitu 0.01-0.035% didalam umbi singkong pahit. Dan

Viscosities of unmodified starches A

B C

D

(15)

15 pada bagian korteks varietas manis dengan persentase yang sama. Pada umbi hanya mengandung 0.004-0.015% HCN. Selama pengeringan di bawah sinar matahari kandungan HCN dapat turun mencapai 0.0006%-0.0017%. Didalam proses pembuatan tapioka asam sianida ini sedapat mungkin harus dikendalikan, karena ketika dibebaskan, HCN akan membentuk ferrosianida yang berwarna biru (Jackson, 1976).

Secara umum, umbi singkong mengandung 60-75% air dan 20-30% pati, tetapi variasinya mulai dari yang terendah 12% hingga yang tertinggi 33%. Singkong pahit kemungkinan memiliki lebih banyak pati dari singkong manis. Secara komersial, perusahaan membeli singkong dari petani berdasarkan kandungan pati yang dapat ditentukan dengan metode Specific Gravity Methode. Metode ini telah digunakan di eropa sebagai dasar pembelian kentang selama lebih dari 100 tahun. Setelah specific gravity dari sampel sebanyak 3-4 kg diperoleh, dibandingkan dengan monogram yang menunjukkan persentase dari pati (Jackson, 1976).

Spesific Gravity (SG) adalah unit dimensionless yang didefinisikan sebagai rasio dari densitas material terhadap densitas dari air pada suhu yang spesifik. Spesific Gravity dirumuskan sebagai :

SG = ρ/ ρH2O

dimana : SG = specific gravity, ρ = densitas fluida atau substansi (kg/m3),

ρH2O = densitas air (kg/m3). Densitas air yang umumnya digunakan sebagai

referensi adalah pada 4oC (39oF), pada titik ini densitas air berada pana nilai tertinggi (1000 kg/m3 atau 62.4 lb/ft3) (Anonim, 2009b)

(16)

16 padatan adalah rasio dari bobot di udara dengan selisih antara bobot di udara dengan bobot di dalam air (Anonim, 2009c). Contoh alat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Timbangan kadar pati dengan metode Specific Grafity Methode (Sungzicaw, 2007)

Spesific gravity metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar pati singkong dengan melihat hubungan spesific gravity dengan kadar pati. Hubungan spesific gravity pada singkong dengan kadar pati dapat dilihat pada Tabel 1 (Sungzikaw,2007).

Keterangan : Wu=bobot di udara, Wa=bobot di dalam air

(17)

17 Pabrik pengolahan tapioka biasanya berlokasi dekat dengan area penanaman singkong untuk meminimalkan biaya transportasi, dan yang lebih penting lagi, untuk memungkinkan pemprosesan singkong dengan waktu yang paling singkat (Corbishley dan Miller, 1984).

Singkong dihantarkan ke pabrik dan disimpan di tempat penyimpanan (bunker) dari kayu atau beton. Proses bongkar-isi bunker harus selalu diawasi untuk memastikan singkong yang dipanen lebih awal diproses lebih awal. Singkong biasanya dipindahkan ke mesin pencuci dengan menggunakan konveyor. Setelah pencucian, kulit terluar dihilangkan. Bagian lebih dalam dari kupasan, atau korteks, tidak dibuang karena memiliki pati yang dapat di-recovery melalui proses yang modern. Mesin pencuci biasanya berupa mesin berbentuk-U dengan pedal yang menggerakkan singkong yang telah dicuci ke mesin pengupas. Mesin pengupas dapat terintegrasi pada mesin pencuci ataupun terpisah. Singkong dikupas dengan abrasi antar singkong atau antara singkong dengan dinding dan pedal dari mesin pencuci dan pengupas (Corbishley dan Miller, 1984).

(18)

18 Setelah penghancuran, pulp dicuci dengan menggunakan saringan (screens) sehingga serat tertahan sedangkan bagian patinya lolos dari saringan. Saringan ini biasanya berbentuk kerucut berputar, menyudut, atau bak. Pada setiap kondisi, penyaringan counter current tetap dibutuhkan (Corbishley dan Miller, 1984).

Larutan pati kasar (crude starch milk) yang telah melewati tahap pencucian dan penyaringan pada konsentrasi 30Be (54 kg pati/m3), dilewatkan pada degritting screen, dimana apabila ada benda asing yang kecil akan dihilangkan, setelah itu masuk ke continous centrifuges dimana pati akan dipisahkan dari serat yang masih ada dan bahan terlarut. Partikel pati kemudian disemprotkan melalui nozel-nozel didalam mangkuk bulat, sedangkan fraksi yang mengandung serat halus dan bahan terlarut dikeluarkan melalui conical disc dengan bantuan pompa sentrifugal. Air bersih dimasukkan melalui nozel dekat pati yang dikumpulkan. Air bersih inipun menggantikan air yang kotor yang dialirkan ke bagian pencuci serat dan pencuci singkong (Corbishley dan Miller, 1984).

(19)

19 Menurut DSN (1994), SNI 01-3451-1994 menyatakan tapioka sebagai pati (amylum) yang diperoleh dari umbi ubi kayu segar (Manihot utilisima Pohl atau Manihot usculenta Crantz) setelah melalui proses pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Tapioka digolongkan menjadi tiga jenis mutu, yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III. Syarat mutu tapioka dapat dilihat dari dua sisi yaitu syarat mutu organoleptik (sehat, tidak berbau apek atau masam, murni, dan tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing) dan syarat teknis. Syarat teknis mutu tapioka ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

D. Proses Pengeringan

Pengeringan adalah salah satu metode pengawetan makanan yang paling tua. Masyarakat primitif melakukan pengeringan terhadap daging dan ikan dibawah sinar matahari jauh sebelum masehi. Sekarang ini pengeringan makanan tetap penting sebagai metode pengawetan. Pangan kering bisa disimpan dalam waktu lama tanpa terjadi kerusakan. Alasan utamanya adalah mikroorganisme yang menyebabkan keracunan dan kerusakan makanan tidak mampu tumbuh dan memperbanyak diri pada kondisi tidak adanya air bebas dan banyak enzim yang memacu perubahan komposisi kimia yang tidak diinginkan tidak dapat berfungsi tanpa adanya air (Earle, 1983). Selain itu penurunan berat dan kekembaan serta stabilitas penyimpanan dari produk yang dikeringkan akan mampu menurunkan biaya penyimpanan dan distribusi. Sebagaimana teknik pengeringan yang menghasilkan produk yang berkualitas baik dan sesuai telah dikembangkan, lebih banyak produk hasil pengeringan yang secara komersial yang mungkin akan dikembangkan (Toledo,1991).

Pengawetan adalah alasan utama dilakukannya pengeringan, akan tetapi pengeringan dapat juga terjadi bersamaan dengan proses yang lain. Sebagai contoh pada pemanggangan roti, aplikasi panas menghasilkan gas, mengubah struktur dari protein dan pati, dan mengeringkan bongkah roti. Kehilangan air dapat juga terjadi tanpa diinginkan, sebagai contoh pada saat pemeraman

(20)

20 a. Teori Dasar

Secara teknik, pengeringan didefinisikan sebagai aplikasi panas pada kondisi yang terkontrol untuk menghilangkan mayoritas air yang secara normal terdapat didalam pangan melalui penguapan (atau pada kasus freeze drying melalui penyubliman). Definisi ini tidak termasuk operasi yang menghilangkan air dari bahan pangan yang menghilangkan air lebih sedikit dari pengeringan (seperti separasi dan pemekatan membran, evaporasi, dan pemanggangan) (Fellows, 2000).

Pengeringan bahan pangan berarti penghilangan air dari pangan. Pada kebanyakan kasus, pengeringan dicapai dengan menguapkan air yang ada pada pangan, dan untuk melakukan ini panas laten penguapan harus disupply. Sehingga ada dua faktor pengkontrol proses yang penting yang masuk ke dalam unit operasi pengeringan, yaitu :

(a). transfer panas untuk menyediakan panas laten yang cukup untuk penguapan

(b) pergerakan air atau uap air melalui material pangan dan kemudian lepas dari pangan untuk mempengaruhi pemisahan air dari pangan (Fellows, 2000).

Produk yang dikeringkan menjadi awet karena memiliki aktivitas air pada level dimana aktivitas mikrobial tidak dapat terjadi atau minimum. Aktivitas air (aw) di ukur sebagai kelembaban udara kesetimbangan (equilibrium relative humiditi/ERH), yaitu persen kelembaban udara pada atmosfir yang kontak dengan produk pada kadar air kesetimbangan. aw juga merupakan rasio dari tekanan parsial air pada permukaaan produk (P) dengan tekanan uap jenuh (Po) pada suhu yang sama.

aw = ERH = P/Po

(21)

21

Gambar 5. Hubungan aktivitas air dengan kecepatan reaksi (FAO, 2002) Selama pengeringan, air yang diuapkan hanya dari permukaan.

Transfer dari uap air dari permukaan yang lembab ke udara pengering analog dengan transfer panas, sehingga digunakan koefisien transfer massa. Flux uap air proporsional terhadap gaya dorong (driving force) yang dihasilkan akibat adanya perbedaan tekanan uap air pada permukaan produk dengan tekanan uap air pada udara disekitar produk. Pada waktu yang bersamaan dengan hilangnya air dari permukaan produk, air berdifusi dari bagian interior produk ke permukaan (Toledo,1991).

Gambar 6. Pergerakan uap air selama pengeringan(Fellows, 2000)

(22)

22 b. Pengeringan Udara (Air Drying/Pneumatic Drying)

Pengeringan udara adalah proses pengeringan yang menggunakan udara sebagai medium pengeringan. Pada pengeringan udara kecepatan penghilangan air tergantung pada kondisi udara, sifat bahan pangan dan desain mesin pengering. Air dalam bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori berdasarkan derajat keterikatan pada bahan pangan, akan tetapi utamanya dibagi menjadi dua kategori yaitu air bebas dan air terikat (Earle, 1983).

Air tertahan pada bahan pangan akibat adanya gaya, yang intensitas gaya ikat ini bervariasi dari sangat lemah yang menahan air pada permukaan bahan pangan hingga sangat kuat yaitu berupa ikatan kimia. Didalam pengeringan, sangat jelas bahwa air terikat dengan lemah maka akan dapat dihilangkan dari bahan pangan dengan lebih mudah. Sehingga dapat diharap bahwa kecepatan pengeringan akan menurun apabila kadar air bahan pangan menurun, dengan air yang masih tersisa menjadi semakin terikat dengan lebih kuat seiring penurunan jumlahnya pada bahan pangan (Earle, 1983).

(23)

23 Gambar 7. Kurva hubungan kadar air dengan kecepatan pengeringan (Fellows, 2000), B-C : Constant rate periode; C-D : Falling rate periode.

Flash dryer merupakan salah satu aplikasi dari pengeringan udara. Pada pengeringan jenis ini bubuk basah atau bahan pangan partikulat, biasanya kadar airnya dibawah 40% dan ukuran partikel berkisar 10-500 µm, dialirkan kedalam cerobong metal dan dicampurkan dengan udara panas (Fellows, 2000).

Komponen utama dari Flash Drying System adalah cerobong vertikal atau flash tube dimana proses pengeringan terjadi. Sebuah kipas (fan) menarik gas pengering (biasanya udara, adakalanya gas inert seperti nitrogen) melalui pemanas (heater) dan naik melewati flash tube. Feed (bahan yang akan dikeringkan) masuk ke dalam aliran gas pengering, yang secara instan melingkupinya dan membawanya ke alat pengumpul yang biasanya berupa Cyclone atau bag collector (GEA, 2009a).

(24)

24 Flash dryer sederhana cocok digunakan untuk produk pada kisaran yang luas, mulai dari bahan kimia anorganik seperti natrium bikarbonat, gypsum and alumina hingga produk organik dari pati hingga material polimer (GEA, 2009b). Pengeringan pneumatik ini relatif memiliki biaya modal dan pemeliharaan yang rendah, kecepatan pengeringan yang tinggi, dan kemampuan mengkontrol kondisi pengeringan yang lebih mudah, yang membuatnya cocok untuk pengeringan bahan yang sensitif terhadap panas (Fellows, 2000).

c. Efisiensi Energi Pengeringan

Efisiensi energi selama pengeringan jelas sangat penting, dimana konsumsi energi merupakan komponen biaya pengeringan yang utama. Pada dasarnya efisiensi energi merupakan rasio dari energi minimum yang dibutuhkan untuk pengeringan dibandingkan dengan energi yang benar-benar digunakan. Akan tetapi karena hubungan yang sangat kompleks antara bahan pangan, air dan media pengering yang biasanya adalah udara, nilai efisiensi yang diukur dapat berbeda-beda, masing-masing tepat untuk keadaan yang sesuai. Oleh sebab itu dapat dipilih parameter pengukuran yang sesuai dengan proses tertentu. Perhitungan efisiensi sangat berguna ketika menaksir performance mesin pengering, melakukan pengembangan proses, dan dalam membuat perbandingan diantara beberapa kelas mesin pengering yang mungkin dapat menjadi alternatif untuk operasi pengeringan tertentu (Earle, 1983).

Panas harus disupply untuk memisahkan air dari bahan pangan. Jumlah panas minimum untuk menghilangkan air diperlukan, yaitu untuk mensupply panas laten penguapan air, sehingga salah satu penggukuran efisiensi adalah rasio energi minimum dengan energi yang benar-benar disediakan untuk proses tersebut (Earle, 1983).

(25)

25 pangan tersebut sebanding dengan penurunan suhu udara pengering, dan panas yang harus disuplai sebanding dengan peningkatan suhu dari udara lingkungan didalam pemanas udara (air heater). Sehingga efisiensi dari pengeringan udara-adiabatik ini dapat didefinisikan sebagai :

ή = (T1-T2)/(T1-Ta)

dimana T1=suhu udara masuk, T2= suhu udara keluar dari pengeringan, Ta=suhu udara lingkungan. Dalam hal ini selisish antara T1 dan T2, adalah faktor utama didalam efisiensi (Earle, 1983).

d. Psikrometri

Kapasitas penghilangan air oleh udara tergantung pada kelembaban udara dan suhu udara. Studi mengenai hubungan antara udara dengan air yang terkandung didalamnya inilah yang disebut sebagai psikrometri (Earle, 1983).

(26)

26 Gambar 9. Kurva Psikrometri (Earle, 1983)

Beberapa hal yang dapat ditentukan dengan menggunakan kurva psikrometri adalah sebagai berikut (Toledo,1991) :

1. Kelembaban (kelembaban mutlak, H), yaitu rasio massa dari air terhadap udara kering didalam campuran

2. Kelembaban relatif (% RH), yaitu rasio dari tekanan parsial dari air di udara dengan tekanan uap air jenuh, dinyatakan dalam persen 3. Suhu bola kering (Dry bulb temperature, Tdb), yaitu suhu udara

yang diukur dengan alat pengukur suhu yang kering

4. Suhu bola basah (Wet bulb temperature, Twb), yaitu suhu udara

diukur dengan alat pengukur suhu yang basah, yang memungkinkan terjadinya pendinginan dengan adanya penguapan. 5. Titik embun (Dew point), yaitu suhu ketika campuran udara-air

mulai mengalami kondensasi. Pada titik embun, udara dalam keadaan jenuh dengan uap air. Titik embun juga merupakan suhu ketika tekanan uap air jenuh sebanding dengan tekanan parsial uap air di udara.

Dry bulb temperature, oC

A

b

so

lu

te

h

u

m

id

it

y,

k

g

k

g

(27)

27 IV. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Pengeringan merupakan tahapan proses pengolahan tapioka yang cukup penting. Peningkatan efisiensi proses pengeringan tapioka merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi produksi tapioka secara keseluruhan. Salah satu metode pengukuran efisiensi energi untuk pengeringan udara adalah dengan melihat keseimbangan panas udara, dengan memperlakukan unit pengering sebagai sistem adiabatik sehingga tidak ada pertukaran panas dengan lingkungan sehingga panas yang dipindahkan ke dalam bahan pangan untuk proses pengeringan bahan pangan tersebut sebanding dengan penurunan suhu udara pengering, dan panas yang harus disuplai sebanding dengan peningkatan suhu dari udara lingkungan didalam pemanas udara (air heater). Sehingga efisiensi dari pengeringan udara-adiabatik ini dapat didefinisikan sebagai :

ή = (T1-T2)/(T1-Ta)

dimana T1=suhu udara masuk, T2= suhu udara keluar dari pengeringan, Ta=suhu udara lingkungan. Dalam hal ini selisish antara T1 dan T2, adalah faktor utama didalam efisiensi (Earle, 1983).

Terdapat tiga faktor saling terkait yang mengendalikan kapasitas udara untuk menghilangkan air dari bahan pangan yaitu :

1. jumlah uap air yang telah terkandung pada udara sejak awal 2. suhu udara

3. jumlah udara yang melewati (kontak) dengan bahan pangan Jumlah uap air di udara dapat ditunjukkan sebagai kelembaban mutlak maupun kelembaban relatif.

(28)

28 Dengan data yang diperoleh dapat diusahakan langkah-langkah perbaikan yang mungkin dapat dilakukan sehingga proses pengeringan menjadi lebih efisien.

B. Kegiatan Magang

Tahapan kegiatan magang di PT. Umas Jaya Agrotama adalah sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan cara bertanya langsung kepada pegawai di PT. Umas Jaya Agrotama. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan kondisi umum perusahaan, proses produksi, pengolahan limbah, dan pengawasan mutu.

2. Pengamatan Pendahuluan

Pengamatan dilakukan pada kondisi proses, kualitas produk, dan efisiensi energi pengeringan.

a. Kondisi proses

(29)

29 Tabel 2. Komponen yang diamati dari proses pengeringan

Pengamatan Komponen yang diamati Titik sampling/ Titik pengamatan

Relative Humidity (RH, %) Cerobong pemasukan udara

Volume spesifik input udara (Vp, m3/kg u.k.)

Kecepatan udara (m/s) Cerobong pemasukan

udara

basah (rpm variable speed) Feeder oven

Dimensi unit pemasukan pati

basah Unit Feeder oven

Sifat dehidrasi pati basah (Fase pengeringan)

Pati basah feeder oven Feeder oven

Pengamatan sifat psikrometri dilakukan dengan menggunakan psikrometer, termocouple dan kurva psikrometri. Psikrometer digunakan untuk mengetahui suhu input udara dan RH input udara, termoucouple digunakan untuk mengetahui suhu udara basah dan suhu udara kering, sedangkan sifat psikrometri yang lain (volume spesifik, kelembaban mutlak udara basah dan kelembaban mutlak udara kering) diketahui melalui kurva psikrometri.

(30)

30 kontrol, yaitu dengan melihat kecepatan putar variable speed feeder (rpm). Kecepatan dalam rpm ini kemudian digunakan untuk mengetahui debit pemasukan pati basah (m3/Jam) dengan melihat dimensi unit feeder oven.

Pengamatan sifat dehidrasi pati basah dilakukan dengan menggunakanan Kett FD-600. Prinsipnya ialah dengan mengamati penurunan kadar air pati basah setiap menit selama pengeringan. b. Kualitas produk

Dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses pengeringan terhadap kualitas produk. Pengamatan dilakukan terhadap kadar air pati basah, kadar air pati kering, derajat putih pati kering, persentase kerak, Retained on 100 mesh pati kering, dan, profil gelatinisasi pati. Tabel 3. Parameter mutu yang diamati dari sampel pati kering valve

cyclone

Pengamatan Metode/alat analisis Titik sampling

Kadar air pati basah Kett F 1B Feeder oven

Kadar air pati kering valve

Cyclone Kett FD-600 Valve Cyclone

Profil gelatinisasi pati Brabender Amilograph Valve Cyclone

Derajat putih Whiteness meter Valve Cyclone

Persentase kerak Shieve shaker Valve Cyclone

Kehalusan (Retained on

100 mesh) Shieve shaker Valve Cyclone

c. Efisiensi energi

Dilakukan dengan mengamati suhu input udara (Ta), suhu udara kering (T1), dan suhu udara basah (T2). Efisiensi energi dihitung dengan rumus : ή = (T1-T2)/(T1-Ta).

3. Rancangan Optimasi Proses Pengeringan

(31)

31 memperkirakan kadar air pati kering yang akan diperoleh apabila kondisi psikrometri udara dan kecepatan pemasukan pati basah diketahui. C. Metode Analisis

1. Pengamatan Dry Bulb Temperature dan RH input udara

Alat : Psikrometer

Prosedur kerja :

a. menghidupkan alat

b. menempatkan posisi sensor elektrik pada titik yang akan diukur Tdb dan RH nya

c. menekan “Hold”

d. membaca nilai Tdb dan RH pada alat

2. Pengamatan Suhu udara basah dan suhu udara kering

- dengan melihat penunjuk suhu thermocouple pada panel flash dryer 3. Pengamatan Kecepatan udara

Alat : EXTECH® Thermo-Anemometer

Prosedur kerja :

a. menghidupkan alat

b. menempatkan posisi sensor elektrik pada titik yang akan diukur kecepatan udaranya

c. menekan “Hold”

d. membaca nilai kecepatan udara pada alat (m/s)

e. pengukuran dilakukan pada beberapa titik untuk memperoleh nilai rata-rata kecepatan udara

f. untuk memperoleh debit udara, kecepatan udara (m/s) kalikan dengan luas penampang cerobong pemasukan udara (m2)

g. membagi debit pemasukan udara (m3/jam) dengan volume spesifik udara (m3/kg udara kering) untuk memperoleh kecepatan pemasukan udara dalam kg udara kering/Jam

4. Kapasitas penangkapan air udara pengering

(32)

32 b. menghitung kapasitas penangkapan air udara pengering dengan rumus: Kapasitas penangkapan air udara (kg air/kg u.k.) = H2-H1 5. Kapasitas pengeringan

• kapasitas pengeringan dihitung dengan rumus :

kapasitas pengeringan (kg air/Jam) = kapasitas penangkapan air udara (kg air/kg u.k.) x kecepatan udara (kg u.k./Jam)

6. Pengamatan Kadar air pati basah (PT. UJA 1)

Alat : Moisture Meter KETT F1-B

Bahan : Pati basah DC

Prosedur kerja :

a. memastikan alat bersih dan setimbang

b. mengatur tinggi lampu sehingga suhu analisis 105-1100C c. menimbang sampel sebanyak 5 gram

d. menghidupkan lampu selama 20 menit

e. mematikan lampu, geser posisi bandul % kadar air pada alat ukur 7. Pengamatan Kecepatan pemasukan pati basah

Prosedur kerja :

a. melihat penunjuk rpm variable speed control pada panel flash dryer

b. mengalikan dengan faktor konversi untuk rpm ulir feeder oven, yaitu

0,0875 untuk flash dryer 1 dan 0,0694 untuk flash dryer 2 c. menghitung debit pemasukan dengan rumus :

debit (m3/Jam) = rpm feeder oven (rotasi/menit) x volume 1 pitch ulir/volume yang dipindahkan dalam sekali putaran ulir (3,1.10-3 m3/rotasi) x 60 menit/jam

d. menghitung kecepatan dalam kg/jam dengan mengalikan debit

pemasukan (m3/jam) dengan densitas pati basah (rata-rata = 467,6 kg/m3)

*) skema unit feeder oven dapat dilihat pada Lampiran 4. 8. Pengamatan Kadar air Pati Kering valve cyclone (PT. UJA 1)

(33)

33

Bahan : Pati kering Valve Cyclone

Prosedur kerja :

a. memastikan alat bersih

b. meletakkan pan kosong, tekan Tare sehingga berat terbaca 0,00 gram

c. menimbang sampel pada pan sebanyak 5,00 gram

d. menutup penutup lampu, tekan tombol “START+STOP” e. mengatur waktu pengeringan 20 menit

f. membaca hasil analisa kadar air setelah pengeringan 20 menit 9. Pengamatan profil gelatinisasi pati (ISI-19-6e, 1999)

Alat : Brabender Amilograph, gelas piala 500 ml, timbangan , pengaduk magnetik, air destilata Bahan : Pati kering Valve Cyclone

Prosedur kerja :

Tahap persiapan

a. membuat 5% (w/v) suspensi contoh (ISI 19-6e) dalam 400 ml air. kemudian suspensi tersebut diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik sehingga suspensi pati homogen

b. memasukkan suspensi pati ke dalam wadah mangkuk dan pengaduk berputar

Tahap pengukuran

a. memasang wadah mangkuk berisi contoh tersebut pada alat Brabender Amilograph

b. sebelum alat dinyalakan, pastikan rekorder terpasang secara benar dengan pensil pencatat terletak pada garis dasar (0 BU)

c. memberi tanda pada kertas pencatat (recorder) dengan spidol sebagai awal proses pemasakan. Sumbu x menyatakan waktu (menit) dan sumbu y menyatakan viskositas (Brabender Unit/BU) d. mengatur tombol pengontrol pada posisi heating. Set suhu awal

(34)

34 e. mengamati saat viskositas mulai terbaca (suhu awal gelatinisasi),

yaitu saat alat pencatat mulai bergerak ke atas dari garis dasar. f. mengamati saat viskositas mulai menurun, yaitu saat kurva

viskositas mulai menurun setelah mencapai titik puncaknya. g. melakukan pemanasan hingga suhu 930C, setelah itu holding

selama 20 menit dengan mengatur posisi pengatur suhu pada posisi holding

h. setelah holding, alat diatur pada posisi cooling (pendinginan). Pendinginan dilakukan hingga suhu 500C (standar ISI proses pendinginan hingga suhu 500C tidak lebih dari 20 menit)

i. setelah pendinginan berakhir, alat amilograph dimatikan dan wadah contoh dikeluarkan dari alat

10.Pengamatan derajat putih (Whiteness) (PT. UJA 1)

Alat : Kett Digital Whitenessmeter Model C-100-3

Bahan : Pati kering Valve Cyclone Prosedur kerja :

a. memastikan alat dalam kondisi bersih b. menghubungkan unit ke power listrik

c. memasang kristal kalibrator (BaSO4), tekan tombol power tunggu selama 5 menit hingga pada layar display tampil nilai 86.5% d. jika angka yang tampil bukan 86.5%, tombol “Sens” ditekan e. mengisikan sampel tapioka pada wadah (cup)

f. mengambil kalibrator dan ganti dengan sampel g. membaca nilai derajat putih sampel sampai 3 kali

h. memunculkan nilai rata-rata dengan menekan tombol “AV” 11.Persentase kerak dan Kehalusan produk (PT. UJA 1)

Alat : Shieve Shaker dengan saringan ukuran saringan (shifter) 80 mesh dan 100 mesh

Bahan : Pati kering Valve Cyclone

Prosedur kerja :

(35)

35 b. meyusun saringan shifter (bagian atas 80 mesh dan bagian bawah

100 mesh)

c. mengunci shieve shaker

d. menghidupkan mesin, waktu shieving diatur selama 10 menit e. menimbang kerak (tidak lolos 80 mesh), pati kasar (tidak lolos

100 mesh)

f. menghitung persentase kerak dan retained on 100 mesh - persentase kerak = kerak/sampel x100%

- retained on 100 mesh = pati kasar/(sampel-kerak) x 100% 12.Rancangan Optimasi Proses Pengeringan (Perkiraan kadar air pati kering

Valve Cyclone)

Kadar air pati kering valve cyclone dapat diperkirakan berdasarkan informasi dari pengamatan pendahuluan dengan menggunakan rumus: Kadar air

= Total air x 100%

Total solid+total air = (vinput pati basah x k.a. pati basah)-kapasitas pengeringan) x 100%

(kadar solid x vinputpati basah)+( (k.a. pati basah x vinputpati)-kapasitas

(36)

36 di PT. UJA 1 saat ini adalah dari varietas Katsetsar dan Thailand. Ciri-ciri

varietas singkong yang digunakan di PT. UJA I dapat dilihat pada Tabel4. Tabel 4. Karakter varietas singkong yang diterima PT. UJA 1

Parameter Varietas

Katsetsart Thailand

Warna kulit luar Coklat muda Coklat muda Tekstur kulit luar Tipis dan mudah

terkelupas

Tipis dan mudah terkelupas

Warna kulit dalam Coklat Coklat

Warna daging Putih Putih kekuningan

Kadar pati (%) 24-28 21-24

(PT UJA 1, 2009)

Singkong yang digunakan sebagai bahan baku di PT. UJA 1 diperoleh dari petani sekitar perusahaan, petani plasma, dan perkebunaan milik perusahaan sendiri. Petani plasma merupakan bagian dari sistem Pertanian Inti Rakyat (PIR), dengan perusahaan sebagai Inti dan masyarakat sebagai Plasma atau unit pendukung. Didalam sistem PIR, perusahaan menyediakan tanah, bibit, penyuluhan, dan pengawasan, sebaliknya petani plasma berkewajiban menjual hasil panennya ke perusahaan.

b. Bahan Pembantu 1. Air Bersih

Air yang digunakan dalam proses pembuatan tapioka diperoleh dari sumur bor. Sumur bor yang digunakan di PT. UJA I terdapat pada tiga lokasi di sekitar areal pabrik. Masing-masing sumur bor memiliki pompa dengan kapasitas 60, 69, dan 73 m3 per jam. Air sumur kemudian diproses melalui serangkaian penyaringan pada rumah bak air.

(37)

37 2. Belerang

Belerang merupakan bahan pembantu yang berfungsi membantu proses ekstraksi pati dari komponen-komponen lain seperti serat dan kotoran. Selain itu belerang juga dapat berfungsi sebagai anti mikroba dan juga anti pencoklatan (browning). Menurut Winarno (1984), sulfit digunakan dalam bentuk gas SO2, garam Na atau K-sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Bentuk efektifnya sebagai pengawet adalah asam sulfit yang terdisosiasi dan terutama terbentuk pada pH di bawah 3. Molekul sulfit lebih mudah menembus dinding sel mikroba, bereaksi dengan asetaldehida membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme pernapasan. Selain sebagai pengawet, sulfit juga dapat berinteraksi dengan gugus karbonil. Hasil reaksi ini akan mengikat melanoidin sehingga mencegah timbulnya warna coklat.

Belerang yang digunakan di PT. UJA I adalah padatan belerang yang berbentuk mangkuk dengan berat rata-rata 700 gram. Kristal belerang tidak langsung digunakan dalam proses produksi, akan tetapi di bakar terlebih dahulu di tungku pembakaran. Gas SO2 yang diperoleh kemudian dilarutkan dengan air di menara air belerang. Gas SO2 yang terlarut dalam air kemudian akan membentuk larutan asam sulfit (H2SO3) melalui reaksi:

SO2 + H2O H2SO3.

Air yang telah mengandung asam sulfit ini kemudian dialirkan menuju proses yang ekstraksi pati dengan menggunakan sistem pipa.

B. Proses Produksi

a. Penerimaan Bahan Baku/Singkong (Receiving)

(38)

38 dilakukan sampling sebanyak lima kilogram singkong untuk dilakukan uji kadar pati. Setelah singkong diturunkan, truk kosong ditimbang kembali sehingga dapat diketahui berat bersih dari singkong yang diterima.

Lantai penerimaan di PT. UJA 1 merupakan lahan terbuka dengan luas kurang lebih 900 m2. Pengaturan bahan baku dilakukan dengan menggunakan kendaraan shovel.

b. Pembersihan dan Pengupasan Kulit (Peeling)

Singkong yang ada di lahan penerimaan kemudian dibawa ke hopper root peeler dengan menggunakan shovel. Shovel memiliki kapasitas angkut 1,25 ton sedangkan hopper root peeler sendiri memiliki kapasitas tampung 2 ton, sehingga untuk memenuhi target produksi 1000 ton singkong dalam satu jam dilakukan pengisian hopper root peeler sebanyak 33-34 kali. PT. UJA 1 memiliki dua unit root peeler, dengan kapasitas masing-masing 20 ton per unit per jam.

Root peeler merupakan alat yang berbentuk silinder horizontal terbuka dengan ulir dan celah-celah pada pinggirnya. Selama proses pengupasan dan pembersihan, root peeler berputar, sehingga terjadi gesekan antara dinding root peeler dengan singkong dan gesekan antar singkong itu sendiri. Adanya gesekan ini mengakibatkan terlepasnya tanah yang ada pada kulit singkong dan terkikisnya kulit singkong. Singkong yang telah terkupas kemudian dialirkan ke washer dengan menggunakan belt conveyor, sedangkan tanah dan kulit singkong dialirkan ke penampungan limbah padat dengan belt conveyor untuk limbah. Gambar root peeler dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Root Peeler (Korat, 2009)

Dinding root peeler

Roda penggerak silinder Motor penggerak Pengatur aliran

(39)

39 c. Pencucian (Washing)

Pencucian dilakukan dengan menggunakan washer, yaitu berupa bak pencuci yang dilengkapi dengan susunan propeller. Terdapat dua jenis propeller yang terdapat pada washer, yaitu jenis wire untuk mengaduk singkong dan jenis plate untuk mengeluarkan singkong dari bak pencucian. Pada saat pencucian, propeller berputar sehingga terjadi gaya gesek/gaya aduk dan gaya dorong yang membuat singkong tercuci serta secara kontinyu digerakkan menuju screw pembawa singkong ke tahap berikutnya.

PT. UJA 1 memiliki dua unit washer, dan masing-masing unit terbagi menjadi dua jalur bak pencucian. Bak pencucian pertama disebut bak pencucian basah karena pada bak ini singkong direndam dengan air pencuci. Tujuan dari pencucian basah adalah untuk mengoptimalkan penghilangan tanah dan kotoran dari singkong. Bak kedua disebut bak pencucian kering karena singkong tidak direndam, karena celah pembuangan air pada dasar bak lebih lebar dari bak pertama. Tujuan dari pencucian kering untuk melkukan pembilasan, menghilangkan sisa kotoran yang masih tertahan setelah pencucian kering.

Air yang digunakan untuk pencucian berasal dari air bersih dan air buangan light phase separator I. Pipa air bersih terpasang sepanjang bak pencucian dan screw conveyor, sedangkan pipa air buangan separator hanya terpasang pada bak pencucian. Gambar washer dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Washer (Korat, 2009)

Bak pencucian “basah”

Bak pencucian “kering”

Pipa air

(40)

40 d. Pemotongan dan Pencacahan (Chopping)

Tahap pemotongan dan pencacahan bertujuan untuk memperkecil ukuran umbi singkong sebelum dilakukan proses pemarutan. Alat yang digunakan adalah chopper, yaitu suatu alat yang terdiri dari susunan pisau-pisau tumpul. Terdapat dua susunan pisau-pisau pada chopper, yaitu pisau dinamis yang berputar selama proses pemotongan, dan pisau statis yang diam selama proses pemotongan. Bahan yang masuk ke dalam chopper akan terpotong karena perputaran pisau dinamis dan tahanan dari pisau statis. Hasil proses pemotongan dan pencacahan adalah chip dengan dimensi sekitar 40 mm3. Chip ini kemudian dibawa dengan menggunakan screw conveyor ke proses selanjutnya yaitu pemarutan.

Pisau statis disusun secara horizontal dengan jumlah pisau 21 buah, sedangkan pisau dinamis memiliki jumlah pisau 22 buah. Tebal pisau adalah 15 mm, dan lebar celah antar pisau adalah 19 mm. kapasitas motor dari chopper yang ada di PT. UJA 1 adalah 400 rpm, dengan kapasitas produksi 40 ton per jam. Gambar chopper dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Chopper (Korat, 2009) e. Pemarutan (Rasping)

Pemarutan dilakukan dengan menggunakan alat rasper, yaitu berupa silinder berputar dengan pisau-pisau gergaji berjumlah 84 per unit rasper. Setiap pisau memiliki dua sisi pisau dengan panjang pisau 50 cm dan jumlah mata pisau sebanyak 334 (17 mata pisau per inci). Motor rasper berputar dengan kecepatan 1545 rpm. Rasper yang ada di PT. UJA 1 memiliki kapasitas parut optimal 18 ton/jam. Selama proses pemarutan, pisau rasper akan mengalami penumpulan sehingga harus dilakukan penggantian pisau rasper setiap 8-10 jam.

Puli pemutar pisau

(41)

41 Selama proses pemarutan, singkong mengalami proses gesekan dengan mata pisau rasper sehingga menjadi pulp. Pulp ini kemudian ditampung didalam bak penampungan pulp dengan kapasitas 10 m3. Pada bagian bawah bak penampungan terdapat pompa yang akan mengalirkan pulp menuju tahap berikutnya yaitu ekstraksi. Untuk mudahkan pemompaan, pulp ini ditambah dengan air dari middle phase separator I, buangan separator II, dan cairan hasil penyaringan ekstraktor pulp III. Gambar rasper dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Rasper (Korat, 2009) f. Ekstraksi (Extraction)

Ekstraksi adalah tahap pemisahan komponen pati dengan komponen non pati seperti serat. Prinsip kerja dari proses ekstraksi adalah memisahkan suspensi pati dengan ampas singkong dengan bantuan filter (saringan) dan gaya sentrifugal. Dengan adanya gaya sentrifugal, suspensi pati akan terdorong melewati filter, sedangkan ampas akan tertahan pada filter.

Proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan alat ekstraktor. Alat ini dilengkapi dengan pipa input air bersih, pipa input air belerang, pipa input suspensi pati, hopper ampas dan tangki ekstaktor. Bagian dalam alat ini terdiri dari bagian kerucut yang dindingnya terbuat dari saringan dengan ukuran lubang lebih kecil dari ampas. Bagian kerucut ini akan berputar pada porosnya menghasilkan gaya sentrifugal yang akan mendorong suspensi melewati saringan sehingga suspensi pati lewat dan ampas tertahan dan terdorong ke atas menuju hopper ampas. Gambar ekstraktor dapat dilihat pada Gambar 14.

Silinder rasper Pengapit pisau rasper

(42)

42 Ekstraksi terbagi menjadi dua bagian, yaitu ekstraksi pulp dan ekstraksi milk. Ekstraksi pulp dilakukan dengan menggunakan ekstraktor vertikal dengan putaran 1100 rpm dan menggunakan saringan stainless steel ukuran 60 mesh. Ekstraksi pulp terbagi menjadi tiga tahap dengan ukuran saringan yang sama. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan proses ekstraksi. Jumlah unit ekstraktor vertikal yang digunakan adalah lima unit untuk setiap tahapnya. Ekstraksi milk terbagi menjadi dua tahap dangan ukuran saringan adalah 160 mesh untuk tahap I dan 305 mesh untuk tahap II. Saringan yang digunakan pada ekstraksi milk adalah berbahan nilon (poliester) dan perputarannya adalah 700 rpm. Suspensi pati hasil ekstraksi kemudian ditampung dalam tangki untuk kemudian dialirkan menuju separator untuk proses pemurnian pati.

(a) (b)

(c)

Gambar 14. (a) ekstraktor vertikal, (b) ekstraktor horizontal (Kotat, 2009), (c) skema proses ektraksi (Corbishley dan Miller, 1984)

Wash water

Feed

(43)

43 g. Pemurnian Suspensi Pati (Separation)

Tahap separasi bertujuan memisahkan suspensi pati dengan kotoran yang masih mungkin terbawa setelah proses ekstraksi serta komponen non-pati seperti protein dan lemak. Alat yang digunakan adalah separator. Prinsip kerja alat ini adalah memisahkan suspensi pati dengan komponen non-pati berdasarkan berat jenisnya dengan bantuan gaya sentrifugal. Suspensi pati yang lebih berat akan terpisah karena lebih berat sehingga turun melewati nozzle, sedangkan komponen lain seperti protein dan lemak yang lebih ringan akan terbawa keatas dan keluar sebagai waste.

Separator yang digunakan di PT. UJA 1 ada dua macam, yaitu SDA-130 dan DA-100. Perbedaanya terletak pada output yang dihasilkan. SDA-130 dapat memisahkan suspensi pati menjadi tiga fase, yaitu light phase, middle phase, dan suspensi pati murni, sedangkan DA-100 hanya mampu memisahkan menjadi suspensi pati dan non-pati. Light phase adalah buangan separator yang berat jenisnya paling kecil, terdiri dari air, asam-asam terlarut, serta sedikit protein dan mineral. Sedangkan middle phase adalah buangan separator yang lebih besar berat jenisnya dari light phase , mengandung lemak, protein, mineral dan sedikit air.

(44)

44 Gambar 15. Continous centrifugal starch separator

(Corbishley dan Miller, 1984) h. Penurunan Kadar Air

Proses penurunan kadar air dilakukan dengan menggunakan alat Dewatering Centrifuge (DC). Prinsip kerjanya adalah memisahkan air bebas pada bahan berdasarkan ukuran partikel dengan bantuan gaya centrifugal dan kain saring (filter) sehingga menghasilkan pati basah (pati basah). Kadar air pati basah yang dihasilkan biasanya berkisar 34-36%.

Alat DC yang digunakan di PT. UJA 1 ada dua jenis, yang dibedakan berdasarkan sistem otomatisasinya. Alat DC manual menggunakan alat pengeruk yang dioperasikan secara manual. Kecepatan putaran DC 750 rpm dan daya tampung bekisar 325 kg. Sedangkan DC semi otomatis memiliki pompa hidrolik otomatis, sehingga ketika pengerukan ingin dilakukan, operator tinggal memencet tombol untuk mengeruk. Kecepatan putar DC semi-otomatis adalah 1100 rpm dengan daya tampung sebesar 225 kg. masing-masing jenis DC yang ada adalah empat unit, hanya saja yang beroperasi hanya tiga unit untuk masing-masing jenis DC.

Bagian dalam alat ini terdiri dari anyaman kawat berukuran 4-6 mesh yang dilapisi dengan kain poliester yang memungkinkan hanya komponen pati yang tertahan. Air dari suspensi pati akan terdorong melewati kain poliester akibat adanya gaya sentrifugal. Endapan pati basah yang

Feed of starch

Outlet for effluent

Separator bowl

Hollow spindle

Outlet for concentrated

starch milk

Inlet for washwater

(45)

45 tertinggal pada kain poliester kemudian dikeruk dengan pisau secara periodik. Hasil pengerukan DC kemudian ditampung dalam screw feeder menuju hopper yang dilengkapi propeller sebelum ditarik masuk ke dalam proses pengeringan melalui feeder oven. Gambar Dewatering Centrifuge dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Dewatering Centrifuge Unit (Korat, 2009) i. Pengeringan (Drying)

Proses pengeringan yang dilakukan di PT. UJA 1 dilakukan dengan menggunakan flash dryer. Flash dryer sendiri merupakan cerobong yang dilengkapi blower pada salah satu ujungnya sebagai penyedot udara, heat exchanger (steam maupun oli) untuk pemanas udara, input pemasukan pati basah, dan cyclone untuk memisahkan udara dengan tapioka. Media pengering yang digunakan pengeringan flash adalah udara yang dipanaskan. Suhu pengeringan berkisar 190oC-210oC.

Pemasukan pati basah dilakukan pada feeder oven. Sebelum masuk ke dalam flash dryer, pati basah dilewatkan terlebih dahulu pada slinger, yaitu berupa pisau berputar yang fungsinya memecah gumpalan pati basah menjadi lebih kecil. Pengecilan ukuran gumpalan pati basah ini bertujuan mampercepat proses pengeringan dan menghindari pembentukan kerak yang terlalu banyak.

Proses pada flash dryer dimulai dengan masuknya udara ke dalam cerobong. Udara kemudian melewati steam tube heat exchanger. Suhu udara yang awalnya berkisar 33oC akan menjadi 150-160oC. udara ini kemudian dipanaskan lagi pada oil tube heat exchanger hingga suhu mencapai 190-210oC. Udara yang telah panas ini kemudian akan bertemu

(46)

46 dengan pati basah yang dimasukkan ke dalam flash dryer melalui feeder oven hingga proses pengeringan terjadi. Pada saat pengeringan, panas sensibel dari udara pengering akan ditangkap oleh air pada bahan pangan dan digunakan sebagai panas laten penguapan. Skema pengeringan pada flash dryer di PT. UJA 1 dapat dilihat pada Lampiran 5.

Proses pengeringan akan menurunkan kadar air tapioka dari sekitar dari 34% menjadi kurang dari 12,5% (standar UJA). Tapioka yang telah kering kemudian dipisahkan dari udara pengering dengan adanya cyclone. Udara yang berat jenisnya kecil akan diteruskan menuju blower, sedangkan tapioka yang berat jenisnya lebih rendah akan terperangkap pada cyclone dan akan turun dan terpisah dari udara. Suhu udara basah setelah terpisah dari tapioka bervariasi tergantung setting kecepatan pemasukan pati basah, tetapi nilainya berkisar 60oC. sedangkan suhu tapioka kering juga bervariasi tetapi nilainya berkisar 45oC. Tapioka yang terkumpul pada dasar cyclone kemudian dibawa dengan screw conveyor menuju rotary valve untuk kemudian dialirkan menuju ayakan dengan bantuan blower yang berbeda dengan blower flash dryer. Gambar cyclone dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. (a) Cyclone, (b) skema cyclone (PT. UJA 1)

Pemanasan udara yang dilakukan pada flash dryer ada dua tahap, yaitu pemanasan udara dengan steam dan pemanasan udara dengan oli panas. Pemanasan udara dilakukan dengan dua tahap karena panas yang dihasilkan dari pemanas steam (150-160oC) belum mencapai suhu proses yang diinginkan yaitu 200oC-210oC. Jenis penukar panas yang digunakan adalah penukar panas jenis tabung (tube heat exchanger). Perbedaannya

Ke blower exhoust

Ke packing Cyclone

Screw conveyor

(47)

47 hanya pada sumber panasnya. Pada pemanas steam, panas diperoleh dari steam yang diperoleh dari pembangkit listrik Cogen Plant Departement PT. GGP yang letaknya bersebelahan dengan PT. UJA 1. Sedangkan sumber panas pemanas oli adalah oli yang dipanaskan dengan menggunakan bahan bakar residu, yaitu fraksi minyak bumi yang lebih rendah dari minyak tanah.

j. Pengayakan (Shieving)

Tapioka yang telah kering kemudian diayak pada mesin pengayak (shieveter) dengan ukuran ayakan 80 mesh. Mesin pengayak sendiri merupakan alat yang menggunakan sistem vibrasi dan gerakan vertikal untuk memisahkan tapioka halus dengan kerak. Kerak adalah pati kering yang tidak lolos ayakan 80 mesh. Kecepatan putar alat ini adalah 900 rpm. Tapioka kering yang telah diayak kemudian dialirkan menggunakan screw feeeder menuju penampungan untuk kemudian dikemas, sedangkan kerak dikumpulkan untuk kemudian dilakukan re-proses di bak emergency process.Gambar shifter dapat dilihat pada Gambar 18

Gambar 18. Shifter (Korat, 2009) k. Pengemasan (Packing)

Tapioka halus dikemas melalui corong pengemasan. Tapioka dikemas dengan kemasan @50 kg, @800 kg, dan @1000 kg. Kemasan yang digunakan di PT. UJA mempunyai dua lapisan plastik yang berbeda. Lapisan dalam (inner plastic) terbuat dari polietilen sedangkan bagian luar terbuat dari polipropilen.

Input tapioka kering

Output kerak

(48)

48 l. Penggudangan

Tapioka yang telah dikemas disusun pada pallet-pallet kemudian disimpan dalam gudang yang berukuran 2880 m2. Penyusunan pallet didalam gudang dilakukan dengan menggunakan forklift. Lama penyimpanan di dalam gudang bervariasi, tetapi batasnya adalah enam bulan. Sedangkan masa kadaluarsa tapioka produksi PT. UJA 1 menurut perusahaan adalah dua tahun.

C. Pengawasan Mutu

a. Pengawasan Mutu Bahan Baku

Pengawasan mutu bahan baku dilakukan dengan memeriksa kadar air dan kadar pati singkong, kandungan tanah singkong, kandungan bonggol pada singkong, dan kesegaran singkong. Pengiukuran kadar air singkong dilakukan setiap pagi dengan menggunakan alat Kett-F1-B, sedangkan kadar pati singkong diukur dengan menggunakan metode Specific Gravity Methode dangan alat berupa timbangan kadar pati.

Pemeriksaan kandungan tanah, bonggol, dan kesegaran singkong dilakukan secara langsung dengan mengamati singkong yang diturunkan dari truk. Kadar pati, kandungan tanah, bonggol, dan kesegaran singkong menentukan potongan pembelian yang diberlakukan perusahaan kepada pemasok singkong.

b. Pengawasan Mutu Incoming Material

(49)

49 c. Pengawasan Proses (In Plant Quality Contol)

Pengawasan proses dilakukan pada produk antara dan proses. Parameter yang diamati diantaranya kekentalan (meliputi ampas ekstraktor I dan II dan milk separator I, II, dan III), residu SO2 milk separator III, pH ampas dan milk, suhu proses pengeringan, dan timbangan pada packing.

d. Pengawasan Mutu Produk Akhir

(50)

50 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Proses

Pengamatan proses dilakukan pada empat parameter proses, yaitu sifat psikrometri udara, kecepatan udara, kecepatan pemasukan pati basah, dan sifat dehidrasi pati basah.

a. Sifat Psikrometri Udara Pengering

Pengamatan sifat psikrometri udara dilakukan enam kali pada

tiga shift produksi yang berbeda, dua kali pengamatan pada shift siang (08.00-16.00 WIB), dua kali pada shift sore (16.00-24.00 WIB), dan dua

kali pada shift malam (24.00-08.00 WIB). Parameter psikrometri yang diamati meliputi suhu input udara, RH input udara, volume spesifik input udara, suhu udara kering, dan suhu udara basah. Hasil pengamatan sifat psikrometri udara pengering pada flash dryer 1 dan flash dryer 2 dapat dilihat pada Lampiran 7a dan 7b.

Gambar 19. Variasi suhu input udara

Hasil pengamatan suhu input udara dapat dilihat pada Gambar 19. Suhu input udara pengering bervariasi selama 24 jam pengamatan pada kisaran suhu 27oC hingga 38,9oC. Tidak ada perbedaan yang nyata antara suhu input udara pada FD 1 dengan FD 2 pada taraf signifikasi 5%, hal ini dapat dilihat dari p-value sebesar 0,57 ketika dilakukan uji t

25-May-09 26-May-09 27-May-09 29-May-09 2-Jun-09 3-Jun-09

S

Keterangan : FD = Flash Dryer

Gambar

Gambar 14. (a) ekstraktor vertikal, (b) ekstraktor horizontal (Kotat,
Gambar 15. Continous centrifugal starch separator
Gambar 16. Dewatering Centrifuge Unit (Korat, 2009)
Gambar 17. (a) Cyclone, (b) skema  cyclone (PT. UJA 1)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisa ini bertujuan untuk mengetahui nilai konsumsi energi spesifik pengeringan mesin pengering yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan panas buang dari sistem

dengan Judul “ Rancang Bangun Alat Pengering Tipe Tray Dengan Media Udara Panas Ditinjau Dari Lama Waktu Pengeringan Terhadap Exergi Pada Alat Heat..

Untuk itu perlu dilakukan perbaikan pada sistem pengaliran udara panas di dalam ruang pengering, dan perlu dilakukan lagi penelitian lanjutan dengan

Telah berhasil dimodifikasi alat pengering tipe cabinet untuk menentukan karakteristik suhu, dan efisiensi waktu pengeringan pada biji pinang muda dan tua dengan menggunakan

Pada penelitian ini, proses pengeringan terhadap gabah dilakukan dengan cara mengalirkan udara yang telah mendapat panas dari hasil pembakaran limbah sekam padi ke dalam

Dengan cara analisa yang sama, dapat diketahui hubungan laju aliran udara terhadap efisiensi pengeringan, yaitu semakin tinggi laju aliran udara yang digunakan,

Penelitian ini dilaksanakan untuk menghasilkan suatu alat pengeringan dengan sistem pengering semprot dengan menggunakan udara panas yang ditiupkan ke dalam ruang

Proses pengeringan sangat dipengaruhi kondisi suhu, kelembaban dan kecepatan aliran udara panas yang masuk ke ruang pengering, sumber energi panas, kapasitas produk yang dikeringkan,