i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA
TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT DI DESA
DIENG WETAN KECAMATAN KEJAJAR
KABUPATEN WONOSOBO
SKRIPSI
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
Ainuddin Mukhlis
NIM. 3201407020
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia
Ujian Skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I
Drs. Hariyanto, M.Si.
NIP. 19620315 198901 1 001
Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si.
NIP. 19600402 198601 1 001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Geografi
iii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semarang pada
Hari : Kamis
Tanggal : 22 September 2011
Penguji Utama
Drs. Tukidi
NIP. 19540310 198303 1 002
Pembimbing I
Drs. Hariyanto, M.Si.
NIP. 19620315 198901 1 001
Pembimbing II
Drs. Suroso, M.Si.
NIP. 19600402 198601 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Sosial
Drs. Subagyo, M.Pd.
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang ditulis di dalam skripsi ini benar-benar skripsi saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan yang terdapat di dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk
berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, September 2011
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
Bikin hidup kita lebih hidup (Ainuddin Mukhlis)
Perjalanan hidup takkan berhenti meski daratan telah habis ku jejaki, lautan telah usai ku arungi dan langit yang luas telah aku jelajahi (Ainuddin Mukhlis)
Cintailah alam, maka alam pun akan mencintai kita (Ainuddin Mukhlis)
PERSEMBAHAN:
Skripsi ini ku persembahkan untuk
Bapak dan Ibu serta kakak-kakakku tersayang, Terima kasih atas kasih sayang, dukungan, motivasi
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul : Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo ini
dengan baik.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dorongan dan bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati penulis
ucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat :
1. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si, Ketua Jurusan Geografi atas segala bimbingan
dan arahan selama menjadi mahasiswa Geografi
2. Drs. Hariyanto, M.Si, Pembimbing I dan Drs. Suroso, M.Si, Pembimbing II atas segala arahan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.
3. Para Dosen dan karyawan Jurusan Geografi atas ilmu yang telah diberikan
selama menempuh studi serta abntuan dan motivasinya.
4. Kepala Desa dan seluruh keluarga besar Desa Dieng Wetan Kecamatan
Kejajar Kabupaten Wonosobo yang telah membantu dalam penelitian di ini.
5. Keluarga besar Jurusan Geografi, Pend. Geografi 2007 Terima kasih untuk
semua yang sangat indah,
6. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Semoga bantuan dan bimbingan yang telah diberikan menjadi amal
kebaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka
dari itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak sangat
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri
khususnya dan berguna bagi pembaca pada umumnya.
Semarang, September 2011
Penulis
viii
ABSTRAK
Ainuddin Mukhlis. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Skripsi. Jurusan Geografi. FIS. UNNES. Pembimbing I. Drs. Hariyanto, M.Si. Pembimbing II. Drs. Suroso, M.Si
Kata kunci: Faktor-faktor Rendahnya Tingkat Pendidikan
Sebagian besar masyarakat di Desa Dieng Wetan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Dieng masih berpendidikan rendah, sekitar 1357 jiwa atau 62,53% masyarakat Dieng tingkat pendidikannya SD, tibak/belum tamat SD, dan tidak pernah sekolah, hanya terdapat 22 jiwa atau 1,01% saja dari jumlah penduduk Desa Dieng Wetan yang melanjutkan sampai jenjang Akademi dan Perguruan Tinggi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Dieng Wetan. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat usia sekolah yaitu 841 jiwa, dengan jumlah sampel 84 jiwa. Variabel dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan masyarakat yang meliputi motivasi individu, kondisi sosial, kondisi ekonomi keluarga, motivasi orang tua, budaya dan aksesibilitas. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis frekuensi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa motivasi individu dalam pendidikan memiliki skor rata-rata 11,68 (rendah); faktor kondisi sosial 16,05 (sedang); faktor ekonomi keluarga 26,38 artinya kondisi ekonomi keluarga tinggi; motivasi orang tua dalam mendukung pendidikan anak sangat rendah dengan skor rata-rata 10,39; budaya pendidikan dalam masyarakat memiliki skor rata-rata 14,02 atau rendah; dan faktor aksesibilitas tergolong tinggi dengan skor rata-rata 20,84.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Desa Dieng Wetan antara lain faktor motivasi individu, faktor motivasi orang tua, dan faktor budaya. Faktor sosial tidak begitu berpengaruh terhadap rendahnya tingkat pendidikan masyarakat . Sedangkan faktor kondisi ekonomi keluarga dan faktor aksesibilitas tidak mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.
ix
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendidikan ... 12
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 25
B. Populasi ... 25
C. Sampel dan teknik pengambilan sampel ... 25
D. Variabel Penelitian ... 27
F. Metode Pengumpulan Data ... 29
G. Metode Pengolahan Data ... 30
H. Metode Analisis Data ... 35
I. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Daerah Penelitian... 38
B. Hasil Penelitian ... 42
C. Pembahasan ... 49
BAB V PENUTUP A.Simpulan ... 57
B. Saran ... 58
DAFTAR PUSTAKA ... 59
LAMPIRAN ... 61
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Dieng Wetan Tahun 2009 ... 3
2. Penduduk Menurur Tingkat Pendidikan (10 tahun keatas) di Desa Dieng Wetan Tahun 2009 ... 4
3. APK dan APM Kabupaten Wonosobo dan Kecamatan Kejajar ... 5
4. Klasifikasi pendapatan orang tua ... 18
5. Populasi dan Sampel ... 29
6. Kriteria Motivasi Individu ... 35
7. Kriteria Kondisi Sosial ... 35
8. Kriteria Kondisi Ekonomi Keluarga ... 36
9. Kriteria Motivasi Orang Tua ... 36
10. Kriteria Budaya ... 37
11. Kriteria Aksesibilitas ... 37
12. Penggunaan Lahan Desa Dieng Wetan ... 42
13. Mata Pencaharian Penduduk Desa Dieng Wetan ... 43
14. Frekuensi Tentang Faktor Motivasi Individu terhadap Pendidikan ... 44
15. Frekuensi Tentang Faktor Kondisi Sosial terhadap Pendidikan ... 45
16. Frekuensi Tentang Faktor Kondisi Ekonomi Keluarga terhadap Pendidikan46 17. Frekuensi Tentang Faktor Motivasi Orang Tua terhadap Pendidikan ... 47
18. Frekuensi Tentang Faktor Budaya terhadap Pendidikan ... 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Kerangka Teori Pebelitian ... 26
2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 39
3. Peta Administrasi Desa Dieng Wetan ... 41
4. Kondisi lahan di Desa Dieng Wetan ... 42
5. Diagram Mata Pencaharian Masyarakat Dieng Wetan ... 43
6. Seorang anak SD yang membantu orang tuanya bekerja di ladang. .... 52
7. Kegiatan sehari-hari masyarakat Dieng yang menggambarkankondisi sosial dan kegiatan ekonomi masyarakat ... 53
8. Kondisi jalan di Dieng (kanan) dan Mikrobus yang merupakan salah satu alat transportasi yang ada di Dieng (kiri)... 57
9. Kegiatan penelitian kepada orang tua dan anaknya ... 84
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kisi-kisi Instrumen ... 62
Lampiran 2. Instrumen penelitian ... 64
Lampiran 3. Tabulasi Validitas dan Reliabilitas ... 72
Lampiran 4. Perhitungan Validitas dan Reliabilitas ... 74
Lampiran 5. Daftar Responden ... 76
Lampiran 6. Tabulasi Hasil Penelitian ... 79
Lampiran 7. Uji Normalitas... 82
Lampiran 9. Foto-foto Penelitian ... 86
Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian ... 87
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang dilakukan oleh seseorang tidaklah terbatas oleh tempat
dan waktu. Kegiatan pendidikan dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja.
Seperti tercantum dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang
SISDIKNAS bahwa pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan
dalam lingkungan rumah tangga, sekolah dan masyarakat. Pada pasal 3 juga
disampaikan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi
kehidupan masa yang akan datang karena dengan pendidikan yang lebih baik
dapat diharapkan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik sehingga mampu dalam
mengembangkan taraf hidupnya.
Menurut Ki Hajar Dewantoro, pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan
yang setinggi-tingginya. Pendidikan merupakan sektor yang sangat penting dan
harus diutamakan demi tercapainaya tujuan nasional yaitu mencerdaskan
kehidupan bangsa, yang tentunya akan diikuti oleh peningkatan sumberdaya
manusia yang berkualitas menuju pembangunan nasional yang berkelanjutan.
(Hasbullah, 2009:4)
Kelangsungan pendidikan seseorang tidaklah lepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi di sekitarnya. Salah satunya adalah di lingkungan keluarga,
keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi seorang anak mendapatkan
pendidikan. Disebut sebagai lingkungan pendidikan pertama karena sebelum
manusia mengenal lembaga pendidikan yang lain, keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama, karena proses pendidikan terjadi sejak
manusia lahir bahkan sejak masih dalam kandungan yang dapat mempengaruhi
karakter anak. Oleh karena itu, peranan orang tua sangatlah penting untuk
mendukung kelangsungan pendidikan anak baik dorongan moral maupun material
sangatlah penting bagi seorang anak untuk dapat mengenyam pendidikan
setinggi-tingginya. Kondisi sosial ekonomi keluarga dan dorongan keluarga terhadap
pendidikan akan berpengaruh pada pendidikan seseorang.
Desa Dieng Wetan merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan
Kejajar Kabupaten Wonosobo yang memiliki potensi besar dalam bidang
pertanian. Daerah ini terletak di salah satu bagian dari deretan pegunungan Dieng
Tabel 1. Mata Pencaharian Penduduk Desa Dieng Wetan Tahun 2009
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1. Petani Sendiri 671 57,16 %
Sumber : BPS, Kecamatan Kejajar Dalam Angka 2010
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Dieng sebagian besar bertumpu pada
sektor pertanian yang mereka tekuni yaitu sebesar 68,49% atau sekitar 804 orang.
Secara keseluruhan, jumlah penduduk di Desa Dieng adalah 2.170 jiwa
dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 658 KK. (BPS Kab. Wonosobo, 2009).
Hasil pertanian di daerah Dieng yang baik telah meningkatkan kesejahteraan
mereka. Jika dilihat dari tahapan Keluarga Sejahtera (KS), diketahui bahwa
banyaknya keluarga yang termasuk dalam tahapan keluarga sejahtera III (KS III)
dan Keluarga Sejahtera III+ (KS III+) adalah sebanyak 263 keluarga atau sekitar
39,97% dari jumlah keluarga yang ada. Sedangkan rata-rata tingkat tahapan
keluarga sejahtera III dan Keluarga Sejahtera III+ Kecamatan Kejajar adalah
sebesar 28,63 %. Ini menunjukkan bahwa keluarga di Desa Dieng Wetan jauh
lebih sejahtera dibandingkan dengan rata-rata tingkat kesejahteraan desa-desa di
Kecamatan Kejajar. (BPS, Kejajar dalam angka tahun 2010). Namun dibalik
kesejahteraan masyarakat Dieng yang tinggi, ternyata kesadaran masyarakat akan
membantu orang tuanya di sawah daripada harus bersekolah, Hal ini karena
mereka lebih ingin mengikuti jejak orang tua mereka sebagai petani.
Data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Dieng masih
berpendidikan rendah, sekitar 1357 jiwa atau 62,53% masyarakat Dieng tingkat
pendidikannya SD, tidak/belum tamat SD, dan tidak pernah sekolah, serta hanya
22 jiwa atau 1,01% saja dari jumlah penduduk Desa Dieng Wetan yang
melanjutkan sampai jenjang Akademi dan Perguruan Tinggi. Lebih jelasnya dapat
kita lihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Penduduk menurut Tingkat Pendidikan (10 th keatas) di Desa Dieng Wetan tahun 2009
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase
1. SD 958 jiwa 44,15 %
2. SLTP 221 jiwa 10,18 %
3. SLTA 224 jiwa 10,32 %
4. AKD / PT 22 jiwa 1,01 %
5. Tidak / Belum Tamat SD 342 jiwa 15,76 %
6. Tidak Pernah Sekolah 57 jiwa 2,63 %
Jumlah 1.844 jiwa
Sumber : BPS, Kecamatan Kejajar dalam angka 2010
Kecamatan Kejajar merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Wonosobo yang memiliki tingkat pendidikan yang tergolong rendah. Kondisi ini
dapat dilihat dari angka partisipasi murni (APM) pendidikan SD, SMP dan SMA
di Kecamatan kejajar yang masih lebih rendah dibandingkan rata-rata APM di
Tabel 3. Angka Partisipasi Murni (APM) Kabupaten Wonosobo dan Kecamatan
Sumber : Kemendiknas Tahun 2009 (www.psp.kemdiknas.co.id)
Pekerjaan orang tua sebagai petani juga sangat menyita banyak waktu
untuk anak-anaknya. Keberadaan kondisi sosial ekonomi mempunyai dampak
yang sangat luas dalam berbagai sendi kehidupan baik pada diri sendiri maupun
pada anggota keluarga termasuk anak-anaknya baik berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan primer yang berupa pangan, sandang dan papan maupun kebutuhan
sekunder termasuk didalamnya pendidikan. Kesibukan orang tua sebagai petani
tentunya akan banyak menghabiskan tenaga dan pikiran mereka di tempat mereka
bekerja, sehingga mereka kurang dapat meluangkan waktu mereka untuk
mengajari anak-anak mereka belajar, bahkan hanya sekedar bermain dan
bercengkrama. Kurangnya perhatian orang tua yang kurang pada pendidikan
anak-anaknya juga disebabkan oleh tingkat pendidikan orang tua sendiri yang
sangat rendah, sehingga mereka merasa kesulitan dan tidak bisa untuk mengajari
anak-anak mereka saat belajar. Terkadang orang tua justru mengajak berbicara
anak-anak mereka tentang pekerjaan mereka sebagai petani, hal ini menyebabkan
semakin tertanamnya budaya petani pada anak-anak mereka yang akan membawa
mereka tertarik untuk mengikuti jejak orang tuanya dibandingkan dengan
menggapai pendidikan setinggi mungkin.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis bermaksud mengadakan
Tingkat Pendidikan Masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan yaitu faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya
tingkat pendidikan masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar
Kabupaten Wonosobo?
C. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor apakah yang mempengaruhi rendahnya tingkat pendidikan masyarakat di
Desa Dieng Wetan Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo.
D. Manfaat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca sebagai penambah ilmu pengetahuan serta dapat menjadi masukan bagi
semua pihak yang ingin mempelajari lebih lanjut mengenai permasalahan
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua, dapat menjadi peringatan agar memberikan perhatian dan
peranan yang lebih dalam mengarahkan dan mendukung baik secara
moral maupun material terhadap pendidikan anak-anaknya, dalam upaya
peningkatan sumberdaya manusia Indonesia.
b. Bagi Instansi pemerintahan, memberikan informasi mengenai masalah
pendidikan yang terdapat di Desa Dieng agar dapat dicarikan jalan
keluarnya, serta menjadi himbauan bagi instansi pemerintah yang
bersangkutan untuk lebih memperhatikan kondisi pendidikan di daerah
terpencil.
c. Bagi masyarakat, menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pendidikan.
d. Bagi penulis, penelitian ini dilakukan untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang telah di dapatkan semasa kuliah.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi
ruang lingkup permasalahan yang diteliti sehingga jelas batas-batasnya, untuk
menghindari adanya kesalahan dalam penafsiran judul skripsi, maka dibutuhkan
penegasan istilah sebagai berikut :
1. Faktor-faktor pendidikan
Faktor-faktor pendidikan dalam penelitian ini semua faktor yang
mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendidikan yang dimaksud antara lain
kondisi sosial keluarga, kondisi ekonomi keluarga, motivasi masyarakat untuk
bersekolah, motivasi orang tua, budaya, dan aksesibilitas.
2. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan yang dimaksud adalah pengertian sesuai yang
tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003: pasal 13 yaitu jenjang
pendidikan formal yang ditempuh oleh seorang anak yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
3. Masyarakat
Masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masyarakat usia
sekolah. Masyarakat usia sekolah adalah seluruh masyarakat yang berusia sekolah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003:
pasal 1).
Menurut Langeveld, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh,
perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada
pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa
(atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup
sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa
(Hasbullah, 2009:2).
Daoed Joesoef menegaskan, bahwa pengertian pendidikan mengandung
dua aspek yakni sebagai proses dan sebagai hasil/produk. Proses yang dimaksud
adalah proses bantuan, pertolongan, bimbingan, pengajaran, dan pelatihan.
sedangkan yang dimaksud dengan hasil/produk adalah manusia dewasa, susila,
bertanggung jawab, dan mandiri (Munib, 2007:33).
Ki Hajar Dewantara menyatakan, bahwa pendidikan umumnya berarti
daya upaya untuk memajukan tumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter),
pikiran (intelek), dan tubuh anak (Munib, 2007:32). Di dalam buku yang lain, Ki
Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa pendidikan yaitu tuntunan di dalam
hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia
dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan
stinggi-tingginya (Hasbullah, 2009:4).
Dari beberapa pengertian pendidikan yang ada, maka dapat disimpulkan
bahwa pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu usaha sadar
dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yaitu
berupa pengaruh, perlindungan, bantuan, bimbingan dan pelatihan yang diberikan
kepada anak untuk pengembangan potensi diri di dalam proses pendewasaannya.
B. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang ditempuh oleh
seseorang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
pendidikan tinggi (UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003: pasal 13). Dalam UU RI
No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pada bab VI menjelaskan bahwa jenjang
pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan
1. Pendidikan dasar
Pendidikan dasar dijabarkan dalam pasal 17 Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003. Pendidikan dasar adalah pendidikan
yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Bentuk satuan pendidikan dasar
yang menyelenggarkan program pendididkan 6 tahun terdiri atas Sekolah Dasar
(SD) dan Madrasah Ibidaiyah (MI), sedangkan bentuk satuan program pendidikan
3 tahun setelah 6 tahun adalah Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah
Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
2. Pendidikan menengah
Pendidikan menengah dijabarkan dalam pasal 18 Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional N0. 20 Tahun 2003. Pendidikan menengah adalah lanjutan
pendidikan dasar yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan
menengah kejuruan. Bentuk satuan pendidikan menengah terdiri atas Sekolah
Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan menengah umum adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan perluasan
pengetahuan dan peningkatan keterampilan siswa. Pendidikan menengah kejuruan
adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
3. Pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi dijabarkan dalam pasal 19 dan pasal 20 Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional N0. 20 Tahun 2003. Pendidikan tinggi adalah jenjang
diploma, sarjana, magister spesialis, doktor yang disediakan oleh pergururan
tinggi. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidiakn tinggi disebut
perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi,
institute atau universitas.
C. Keluarga Sejahtera
Menurut BKKBN (1999:16) dalam buku Pedoman Keluarga Sejahtera,
tingkat kesejahteraan keluarga dibagi dalam lima tahapan keluarga sejahtera,
antara lain :
1. Keluarga Prasejahtera yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi
kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan akan
pengajaran agama, pangan, sandang, papan dan kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I ( KS I ) yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi
seluruh kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti
kebutuhan akan pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam keluarga,
interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
3. Keluarga Sejahtera II ( KS II ) yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, juga telah dapat memenuhi deluruh
kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi seluruh
kebutuhan perkembangannya (developmental needs) seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
4. Keluarga Sejahtera III ( KS III ) yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat
kebutuhan pengembangannya. Namun belum dapat memberikan sumbangan
(kontribusi) yang maksimal terhadap masyarakat, seperti secara teratur
(waktu tertentu) memberikan sumbangan dalam bentuk material dan
keuangan untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta
secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan/
yayasan-yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga, pendidikan dan sebagainya.
5. Keluarga Sejahtera III plus ( KS III+ ) yaitu keluarga-keluarga yang telah
dapat memenuhi kebutuhannya, baik yang bersifat dasar, sosial psikologis,
maupun yang bersifat pengembangan serta telah dapat pula memberikan
sumbangan yang nyata dan berkelanjutan bagi masyarakat.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendidikan
1. Motivasi individu
Motivasi menurut Sumadi Suryabrata adalah keadaan yang terdapat
dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu
guna pencapaian suatu tujuan. Sementara itu Gates dan kawan-kawan
mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan
psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya
dengan cara tertentu (Djali, 2008:101).
Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor yang ikut
menentukan keberhasilan dalam belajar. besar kecilnya pengaruh tersebut
tergantung pada intensitasnya. Klausmeier menyatakan bahwa perbedaan
prestasi yang dicapai oleh berbagai individu. Semakin besar motivasi
seseorang untuk terus berprestasi, maka dia akan terus mencoba menggapai
pendidikan mereka ke jejang yang lebih tinggi (Djali, 2008:110).
Bentuk motivasi pendidikan yang terdapat pada individu dapat kita
lihat dari beberapa hal, antara lain :
a. Keinginan untuk menempuh pendidikan
Keinginan untuk menempuh pendidikan merupakan modal awal bagi
seseorang untuk terus menempuh pendidikan. Tidak adanya unsur terpaksa
pada anak untuk bersekolah menjadikan anak menikmati dan mengerti akan
pentingnya pendidikan yang dijalaninya. Manusia pada dasarnya memiliki
keinginan untuk memperoleh kompetensi dari lingkungannya, sehingga akan
mucul suatu suatu rasa percaya diri bahwa dia mampu untuk melakukan
sesuatu. Apabila seseorang mengetahui bahwa dia merasa mampu terhadap
apa yang dia pelajari maka dia akan percaya diri untuk menggapai
kompetensi yang ingin dia dapatkan (Rifa’i, 2010:168-169).
b. Cita-cita
Hal yang dapat menjadi motivasi dan tujuan seorang anak menjalani
jenjang pendidikan mereka adalah karena adanya cita-cita yang ingin mereka
raih. Cita-cita yang terdapat pada anak akan memberikan gambaran bagi
mereka jalan mana yang harus dia tempuh untuk dapat mewujudkannya, dan
salah satu jalannya adalah dengan menempuh pendidikan. Hal ini di tegaskan
oleh Achmad Rifa’i (2010:158) bahwa salah satu motif seseorang melakukan
merupakan suatu bentuk cita-cita. Motif anak yang dibawa ke dalam suatu
situasi belajar sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka belajar dan
apa yang mereka pelajari.
2. Kondisi Sosial
Kondisi sosial berarti keadaan yang berkenaan dengan
kemasyarakatan yang selalu mengalami perubahan-perubahan melalui proses
sosial. Proses sosial terjadi karena adanya interaksi sosial. Interaksi sosial
dapat membentuk suatu norma-norma sosial tertentu dalam kelompok
masyarakat. Hal ini ditegaskan oleh Sherif, bahwa interaksi sosial
antaranggota suatu kelompok dapat menimbulkan suatu norma sosial dalam
masyarakat yang berlaku dalam masyarakat tersebut (Gerungan, 2009:110).
Kondisi sosial dalam penelitian ini adalah:
a. Kondisi lingkungan keluarga
Kondisi sosial keluarga akan diwarnai oleh bagaimana interaksi sosial
yang terjadi diantara anggota keluarga dan interaksi sosial dengan masyarakat
lingkungannya. Interaksi sosial di dalam keluarga biasanya didasarkan atas
rasa kasih sayang dan tanggung jawab yang diwujudkan dengan
memperhatikan orang lain, bekerja sama, saling membantu dan saling
memperdulikan termasuk terhadap masa depan anggota keluarga, salah
satunya dalam penyelenggaraan pendidikan anak. Interaksi sosial dalam
keluarga turut menentukan pula cara-cara tingkah laku seseorang dalam
Menurut Slameto (2003:62), relasi antar anggota keluarga yang
terpenting adalah relasi orang tua dengan anaknya. Selain itu relasi anak
dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain pun turut
mempengaruhi pendidikan anak. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan
itu penuh dengan kasih saying dan perhatian, ataukah sikap yang terlalu keras
dan acuh tak acuh dan sebaginya.
b. Kondisi lingkungan masyarakat
Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi pola pemikiran dan
norma serta pedoman yang dianut oleh seseorang dalam suatu masyarakat,
karena di dalam masyarakat terjadi suatu proses sosialisasi. hal ini juga
terdapat dalam dunia pendidikan, seseorang yang berada di lingkungan
masyarakat yang mementingkan pendidikan maka dia juga akan terpengaruh
untuk ikut mementingkan pendidikan. begitu juga sebaliknya, jika seseorang
berada pada lingkungan masyarakat yang menganggap pendidikan tidak
penting maka dia juga dapat terpengaruh dan ikut beranggapan bahwa
pendidikan kurang penting. Lewat proses sosialisasi, seorang individu
menghayati, mendarahdagingkan (internalize) nilai-nilai, norma dan aturan
yang dianut kelompok dimana ia hidup (Ihromi, 2004:68).
3. Kondisi Ekonomi Keluarga
Ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup
menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak
akan bisa berjalan dengan baik. ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi
keadaan ekonomi dapat membatasi kegiatan pendidikan (Made Pidarta,
2007:255-256).
Faktor Ekonomi keluarga banyak menentukan dalam belajar anak.
Misalnya anak dalam keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah
lengkap, sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli
alat-alat itu. Dengan alat-alat serba tidak lengkap inilah maka hati anak-anak menjadi
kecewa, mundur, putus asa sehingga dorongan belajar mereka kurang
(Ahmadi, 2007:266).
Menurut Gerungan (2009:196), keadaan ekonomi keluarga tentulah
berpengaruh terhadap perkembangan anak-anak, apabila diperhatikan bahwa
dengan adanya perekonomian yang cukup, lingkungan material yang dihadapi
anak di keluarganya itu lebih luas, ia akan mendapat kesempatan yang lebih
luas untuk mengembangkan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia
kembangkan apabila tidak ada prasarananya.
Beberapa kondisi ekonomi yang mempengaruhi pendidikan anak
adalah:
a. Pendapatan
Menurut Mulyanto Sumardi dan Hans Dieter Evers dalam Rokhana.
(2005:8), yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun barang baik
dari pihak lain maupun dari hasil sendiri. Pendapatan adalah pendapatan yang
diperoleh seluruh anggota keluarga yang bekerja. Jadi yang dimaksud
yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan dari orang tua
dan anggota keluarga lainnya.
Pendapatan seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya
sesuai dengan kemampuannya. Berdasarkan survey dari Badan Pusat Statistik
(BPS) tahun 2009, tingkat pendapatan rumah tangga di pedesaaan
berdasarkan pengeluaran setiap bulan dari penduduk, maka dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.
Tabel 4. Klasifikasi Pendapatan Orang Tua No
.
Klasifikasi pendapatan Jumlah pendapatan
1. Pendapatan sangat tinggi > Rp. 3.100.000,-
2. Pendapatan tinggi Rp. 2.400.000,- - Rp. 3.099.000
3. Pendapatan menengah Rp. 1.700.000,- – Rp. 2.399.000,-
4. Pendapatan sedang Rp. 1.000.000,- - Rp. 1.699.000,-
5. Pendapatan rendah < Rp. 1.000.000,-
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), 2009
Ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup
menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak
akan bisa berjalan dengan baik. ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi
bukan merupakan pemegang peranan utama dalam pendidikan, namun
keadaan ekonomi dapat membatasi kegiatan pendidikan (Made Pidarta,
2007:255-256).
Faktor Ekonomi keluarga banyak menentukan dalam belajar anak.
Misalnya anak dalam keluarga mampu dapat membeli alat-alat sekolah
lengkap, sebaliknya anak-anak dari keluarga miskin tidak dapat membeli
kecewa, mundur, putus asa sehingga dorongan belajar mereka kurang
(Ahmadi, 2007:266).
b. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan
Jumlah anggota keluarga merupakan faktor yang penting dalam
menjamin kesejahteraan keluarga dalam hal pemenuhan kebutuhan seluruh
anggota keluarga, sehingga jumlah anggota keluarga hendaknya dibatasi
menurut kemampuan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang No. 10
Tahun 1992 Pasal 7 yang menyatakan bahwa setiap penduduk sebagai
anggota keluarga mempunyai hak untuk membangun keluarga sejahtera
dengan mempunyai anak yang jumlahnya ideal, atau mengangkat anak, atau
memberikan pendidikan kehidupan berkeluarga kepada anak-anak serta hak
lain guna mewujudkan keluarga sejahtera. Banyaknya anggota keluarga akan
mempengaruhi pembagian pendapatan keluarga untuk kebutuhan sehari-hari
yang nantinya juga akan berpengaruh pada pembagian pendapatan untuk
kebutuhan pendidikan. Seluruh anggota keluarga memiliki kebutuhan
masing-masing yang tentunya harus dipenuhi. sehingga semakin banyak
anggota keluarga yang menjadi tanggungan, maka akan semakin kecil
kebutuhan akan pendidikan dapat terpenuhi begitu pula sebaliknya.
4. Motivasi orang tua
Menurut Slameto (2003:61), orang tua yang kurang/tidak
memperhatikan dan memberikan dorongan atau motivasi terhadap pendidikan
anaknya, misalnya acuh tak acuh terhadap belajar anaknya, tidak
kebutuhan-kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak
menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak
belajar atau tidak, tidak mau tau kemajuan belajar anaknya,
kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain dapat menyebabkan anak
tidak/kurang berhasil dalam belajarnya. Mungkin hasil yang didapatkan tidak
memuaskan bahkan mungkin gagal dalam studinya. Hal ini dapat terjadi pada
anak dari keluarga yang kedua orang tuanya terlalu sibuk mengurus pekerjaan
mereka atau hal yang lain. Ini menunjukkan bahwa motivasi yang berasal dari
orang tua sangatlah dibutuhkan oleh seorang anak dalam menempuh
pendidikannya.
Motivasi pada orang tua dapat kita ketahui dari hal-hal sebagai
berikut:
a. Kesadaran orang tua akan arti penting pendidikan
Arti penting pendidikan seharusnya sudah dipahami oleh orang tua,
hal ini karena dapat berpengaruh pada pendidikan anak-anak mereka.
Kesadaran orang tua yang baik akan arti penting pendidikan akan
mengarahkan anak-anak mereka untuk menempuh jenjang pendidikan
setinggi-tingginya. Kesadaran akan tanggung jawab mendidik dan membina
anak secara terus-menerus perlu dikembangkan kepada setiap orang tua,
sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiasaan yang
dilihat dari orang tua, tetapi telah di dasari oleh teori-teori pendidikan
b. Tujuan orang tua menyekolahkan anak
Munib (2007:48), mengatakan bahwa setiap kegiatan pendidikan baik
di dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat tentu memiliki tujuan
tertentu yang hendak dicapai. Misalnya supaya pandai berbicara, membaca
dan menulis, berhitung dan sebagainya, bertambah cerdas, rajin, teliti, berani
dan sebagainya, bahkan ada orang tua yang mengarahkan anak mereka untuk
menjadi apa yang mereka inginkan. Tujuan orang tua menyekolahkan anak
mereka tentunya bermacam-macam. Hal ini dapat berpengaruh pada tingkat
pendidikan yang dapat ditempuh oleh anaknya.
c. Kesediaan orang tua menyekolahkan anak
Kesedianan orang tua untuk menyekolahkan anaknya merupakan sarat
mutlak bagi terlaksananya pendidikan bagi anak. Karena secara material dan
moral orang tua mempengaruhi tingkat pendidikan anak-anaknya. Seperti
yang disampaikan oleh Hasbullah (2009:45), salah satu tanggung jawab orang
tua dan keluarga terhadap anak-anak mereka adalah memberikan ilmu
pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak,
sehingga bila ia telah dewasa akan mampu mandiri.
5. Budaya
Kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam kehidupan masyarakat yang dapat dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Ini artinya bahwa hampir seluruh tindakan manusia
masyarakat yang tidak dibiasakan dengan belajar (Koentjaraningrat,
2009:144).
Slameto (2003:64) mengungkapkan bahwa tingkat pendidikan atau
kebiasaan di dalam keluarga dapat mempengaruhi sikap anak dalam belajar.
Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar
mendorong semangat anak untuk belajar. Di dalam menempuh jenjang
pendidikan, seseorang juga akan mempelajari keadaan yang ada pada dirinya
dan lingkungannya. Sehingga ketika lingkungan di sekitarnya memiliki
budaya dengan pendidikan yang rendah dan sudah merasa cukup, maka hal
tersebut akan dilakukan kembali ke generasi berikutnya. Hal semacam ini
dapat belangsung secara turun-temurun bahkan dapat berkembang menjadi
suatu tradisi dalam masyarakat.
6. Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan suatu konsep yang menggabungkan
(mengkombinasikan): Sistem tata guna lahan secara geografis dengan system
jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan taa guna
lahan, yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis di suatu wilayah
atau kota,akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana
angkutan (Black, 1981 dalam Miro, 2005:18).
Menurut Tamin dalam Miro (2005:18), aksesibilitas adalah mudahnya
suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya lewat jaringan transportasi
yang ada, berupa prasarana jalan dan alat angkut yang bergerak di atasnya.
lokasi tata guna lahan yang saling berpencar, dapat berinteraksi
(berhubungan) satu sama lain. dan mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut
dicapai melalui system jaringan transportasinya, merupakan hal yang sangat
subyektif, kualitatif, dan relatif sifatnya. Artinya, yang mudah bagi seseorang
belum tentu mudah bagi orang lain.
Aksesibilitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tingkat
kemudahan pencapaian terhadap suatu wilayah yang meliputi jarak tempuh,
waktu tempuh, fasilitas jalan, dan sarana transportasi. Lebih jelasnya akan
dijabarkan sebagai berikut :
a. Jarak Tempuh
Salah satu variabel yang bisa menyatakan apakah ukuran tingkat
kemudahan pencapaian suatu tata guna lahan dikatakan tinggi atau rendah
adalah jarak fisik dua tata guna lahan (dalam kilometer). Jika kedua tata guna
lahan mempunyai jarak yang berjauhan secar fisik, maka aksesnya dikatakan
rendah (Miro, 2005:19).
b. Waktu Tempuh
Menurut Miro (2005:20), waktu tempuh adalah banyak waktu yang
ditempuh untuk melakukan perjalanan dari rumah menuju sekolah, sehingga
dapat disimpulkan bahwa jarak yang relatif jauh maka secara otomatis waktu
yang ditempuh akan semakin banyak dan juga memerlukan biaya yang
banyak, dengan biaya yang semakin banyak maka motivasi orang tua juga
akan semakin sedikit. Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan
(reliable transportation system). Contohnya adalah dukungan jaringan jalan
yang berkualitas, yang menghubungkan asal dengan tujuan, diikuti dengan
terjaminnya armada yang siap melayani kapan saja.
c. Fasilitas Jalan
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian
jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (UU RI
No. 38 Tahun 2004, pasal 1).
Jalan sebagai bagian dari jasa pelayanan transportasi mempunyai
peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan
pertahanan keamanan serta dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat (Bina Marga, 2007). Ini menunjukkan bahwa jalan
memiliki peranan penting terhadap semua sektor, tidak terkecuali terhadap
pedidikan. Untuk memperlancar transportasi menuju ke sekolah tentunya
keberadaan jalan beserta kondisinya sangat mempengaruhi kelancaran
mobilitas seseorang menuju sekolah yang mereka tuju.
d. Sarana Transportasi
Menurut Miro (2005:4) transportasi dapat diartikan sebagai usaha
memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek
dari suatu tempat ke tempat lain, dimana di tempat lain objek tersebut lebih
dalam penelitian ini berkaitan dengan pergerakan seseorang untuk mencapai
sekolah yang dituju. Dibutuhkan sarana transportasi untuk memudahkan
seseorang berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Sarana transportasi
yang dimaksud adalah fasilitas yang digunakan untuk mengangkut anak ke
sekolah meliputi : jenis transportasi yang digunakan, jumlah angkutan umum,
frekuensi kendaraan dalam 1 hari, serta biaya atau ongkos naik kendaraan
E. Kerangka Teori
Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian
Masyarakat Usia Sekolah
Kondisi Sosial
Tingkat Pendidikan Masyarakat
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat di Desa Dieng Wetan Kecamatan
Kejajar Kabupaten Wonosobo.
B. Populasi
Menurut Sugiyono (2010 : 117), populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/ subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat usia sekolah di Desa Dieng
Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Jumlah keseluruhan penduduk Desa
Dieng adalah 2.170 jiwa dan 658 kepala keluarga. Sedangkan jumlah penduduk
usia sekolah di Desa Dieng Wetan yang menjadi populasi dalam penelitian ini
adalah 841 jiwa.
C. Sampel dan teknik pengambilan sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi, apabila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua
yang ada pada populasi (Sugiyono, 2010: 118).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara proporsional
sample pada penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik proporsional
stratified sampling yaitu teknik pengambilan sampel pada populasi yang tidak
homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2010: 120).
Apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga
penelitiannya adalah penelitian populasi. Tetapi jika dalam subjeknya lebih dari
100 dapat diambil antara 10% - 15% atau 20%-25% atau lebih (Arikunto, 2006:
134). Penelitian ini akan menggunakan sampel sejumlah 10% dari jumlah
populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah 841 jiwa, Sehingga jumlah sampel
pada penelitian ini adalah 84 jiwa.
Menurut Sugiyono (2010 : 130), masing-masing populasi dapat diambil
sampel secara proporsional dengan rumus:
= populasi tiap jenjang
Jumlah total populasi x jumlah sampel
Sehingga dihasilkan jumlah populasi pada tiap jenjang pendidikan sebagai
berikut :
SD = 175 / 841 x 84 = 17,48 = 18 jiwa
SMP = 197 / 841 x 84 = 19,68 = 20 jiwa
SMA = 234 / 841 x 84 = 23,37 = 23 jiwa
Tabel 5. Populasi dan sampel
Tingkat Pendidikan Populasi Masyarakat Usia Sekolah Sampel
SD 175 jiwa 18 jiwa
SMP 197 jiwa 20 jiwa
SMA 234 jiwa 23 jiwa
Perguruan Tinggi 235 jiwa 23 jiwa
Jumlah 841 jiwa 84 jiwa
Sedangkan dalam penentuan responden yang akan diteliti dilakukan secara
insidental, yaitu masyarakat yang dapat ditemui di lapangan. Sehingga teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini adalah proporsional stratified incidental
sampling.
D. Variabel penelitian
Variabel Penelitian menurut Sutrisno Hadi didefinisikan sebagai gejala
yang bervariasi. Gejala adalah objek penelitian, sehingga variabel adalah objek
penelitian yang bervariasi (Arikunto, 2006 : 116). Variabel dalam penelitian
adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan anak, antara lain :
1. Motivasi Individu
a. Keinginan individu untuk menempuh pendidikan
b. Cita-cita
2. Kondisi Sosial
a. Interaksi sosial dalam keluarga
3. Kondisi Ekonomi Keluarga
a. Pendapatan
b. Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan
4. Motivasi Orang Tua
a. Kesadaran orang tua akan arti penting pendidikan
b. Tujuan orang tua menyekolahkan anak
c. Kesediaan orang tua menyekolahkan anak
5. Budaya
a. Budaya pendidikan di dalam keluarga
6. Aksesibilitas
a. Jarak Tempuh
b. Waktu Tempuh
c. Fasilitas Jalan
d. Sarana Transportasi
E. Validitas dan reliabilitas instrumen
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan
data yang valid. Valid berarti instrument tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono. 2007; 172). Suatu instrument
yang valid atau sahih memiliki validitas yang tinggi. Sebaliknya, instrument yang
Pengukuran validitas instrument dalam penelitian ini menggunakan rumus
yang dikemukakan oleh pearson dalam Arikunto (2006. 170), yaitu rumus
korelasi product moment sebagai berikut.
∑ (∑ ) (∑ )
[ ∑ (∑ ) ] [ ∑ (∑ ) ]
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment
N = jumlah responden
X = skor uji coba tes I
Y = skor uji coba tes II
Untuk menentukan tingkat validitas instrumen, harga rxy dikonsultasikan
dengan r tabel product moment dengan α = 5%. Jika r hitung > r tabel maka
instrumen dinyatakan valid.
Sedangkan reliabilitas digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu
instrument cukup dapat dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik. Dalam penelitian ini untuk menghitung reliabilitas instrument
menggunakan rumus Spearman-Brown sebagai berikut (Arikunto, 2006: 180):
×
( )
Keterangan:
r11 = koefisien korelasi Spearman-Brown
rxy = rxy yang disebutkan sebagai koefisien korelasi antara jumlah skor uji coba
tes I dan uji coba tes II
Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen selanjutnya adalah harga
r11 dikonsultasikan dengan r tabeldengan α = 5%. Jika r hitung > r tabel maka soal
F. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk
memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 2005: 74). Adapun metode dan teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode kuesioner.
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk
memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau
hal-hal lain yang mereka katahui. Kuesioner dipakai untuk menyebut metode
maupun instrument (Arikunto. 2006; 151). Kuesioner dalam penelitian ini
digunakan untuk mengumpulkan seluruh data pada tiap variabel penelitian yaitu
kondisi sosial, kondisi ekonomi, motivasi individu, motivasi orang tua, budaya
dan aksesibilitas. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner tertutup yaitu
kuesioner yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih
jawaban yang sesuai dengan kondisi mereka. Penggunaan kuesioner diharapkan
akan memudahkan bagi responden dalam memberikan jawaban, karena pilihan
jawaban telah tersedia.
Untuk menentukan kriteria dalam penilaian instrumen, dapat
menggunakan skala pengukuran. Skala pengukuran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah rating scale. Dalam skala model rating scale, responden
tidak akan menjawab salah satu dari jawaban kualitatif yang telah disediakan,
tetapi menjawab salah satu jawaban kuantitatif. Bentuk rating scale dalam
dibubuhkan nilai pada tiap alternatif jawaban. Pada penelitian ini akan digunakan
5 (lima) kriteria untuk memaparkan kondisi dari hasil penelitian, yaitu :
1. Sangat Tinggi
2. Tinggi
3. Sedang
4. Rendah
5. Sangat Rendah
Sehingga pada tiap alternatif jawaban akan diberikan skor penilaian
terlebih dahulu sebagai berikut :
1. Jawaban “a” skor 5
2. Jawaban “b” skor 4
3. Jawaban “c” skor 3
4. Jawaban “d” skor 2
5. Jawaban “e” skor 1
G. Metode pengolahan data
Seluruh data yang terkumpul dari sumber data, tentunya perlu untuk diolah
agar data-data yang ada dapat tersusun dengan rapi dan mudah untuk di analisa.
Data yang terkumpul dari responden masih berupa data mentah yang tertuang
dalam lembar-lembar instrumen. Kemudian data diolah untuk dimasukkan
kedalam tabel, sehingga data akan tersusun rapi dan mudah untuk diolah pada
tahap selanjutnya. Setelah itu dilakukan Uji normalitas data. Uji normalitas
distribusi normal ataukah tidak, untuk itu uji normalitas dibutuhkan. Dalam
pengujian normalitas pada penelitian ini, digunakan pengujian dengan alat bantu
pengujian yaitu dengan mengguakan program SPSS.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan teknik tabulasi
distribusi frekuensi. Distribusi frekuensi merupakan suatu cara penyajian data
skor ke dalam bentuk tabel. skor-skor tersebut diurutkan dari yang tertinggi ke
yang lebih rendah, atau sebaliknya, dan kemudian dihitung frekuensi
masing-masing skor atau kelas interval skor. penyajian data ke dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi tersebut akan memudahkan kita untuk membaca
(Nurgiyantoro, 2002 :32).
Data yang telah terkumpul nantinya akan di kelompokkan sesuai dengan
kriteria yang telah ada. sehingga untuk mengelompokkan data tersebut dibutuhkan
kelas interval skor. Untuk mendapatkan kelas interval skor maka terlebih dahulu
harus menentukan berapa skor maksimal dan minimalnya. Dengan mengetahui
skor maksimal dan minimal maka kita dapat menentukan rentang skor maksimal
dan minimal. Dari rentang skor tersebut, maka kita dapat menentukan panjang
interval pada tiap kelas interval.
Skor maksimal = skor maksimal tiap item soal x jumlah item soal
Skor minimal = skor minimal tiap item soal x jumlah item soal
Rentang skor = skor maksimal – skor minimal
Panjang interval = rentang skor : jumlah kriteria
Dari hasil pengakumulasian skor tersebut, dapat diklasifikasikan kriteria
3. Kondisi Ekonomi Keluarga
Skor maksimal = 5 x 7 = 35
Skor minimal = 1 x 7 = 7
Rentang = 35 – 7 = 28
Interval = 28 : 5 = 5,6 dibulatkan menjadi 6
Tabel 8. Kriteria Kondisi Ekonomi Keluarga
Skor Kriteria
Tabel 9. Kriteria Motivasi Orang Tua
H. Metode analisis data
Secara konseptual, analisis deskriptif merupakan metode untuk
menggambarkan data yang dikumpulkan secara sederhana. Salah satunya yaitu
dengan analisis dengan menggunakan frekuensi, yaitu dengan menggunakan tabel
frekuensi. Dengan demikian, tabel ini dapat menjelaskan jumlah atau proporsi
sampel pada suatu karakteristik tertentu (Nasution, 2008 : 118).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis frekuensi. Data yang telah diolah akan menghasilkan basis data dari
tiap-tiap variabel yaitu berupa data kelompok distribusi frekuensi. Dengan
menggunakan metode ini, distribusi frekuensi data pada tiap variabel akan di
deskripsikan sesuai dengan frekuensi skor yang di dapatkan pada tiap variabelnya.
Kemudian digunakan nilai rata-rata (mean) untuk dapat mengetahui skor
rata-rata pada tiap variabelnya. Nilai rata-rata ini dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi pada tiap variabelnya yaitu masuk kedalam kriteria apa,
setelah itu data di analisis secara deskriptif. Penganalisisan data dengan cara ini
dilakukan pada tiap variabel yang diteliti, sehingga nantinya akan ditarik
kesimpulan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya tingkat
40
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Lokasi Penelitian
Desa Dieng Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Kejajar,
Kabupaten Wonosobo. Secara Astronomis Desa Dieng terletak antara 109o54’34”-
109o55’40” BT – 7o11’49” -7o13’27” LS. Jarak Desa Dieng ke ibukota
Kecamatan Kejajar berjarak 9 km dan 17 km dari ibu kota Kabupaten
Wonosobo. Desa Dieng Wetan merupakan daerah pegunungan dengan
ketinggian 2093 meter di atas permukaan laut. Suhu rata-rata di Desa Dieng
Wetan antara 14o-23oC (Kecamatan Kejajar dalam Angka 2010).
Lokasinya berada di dataran tinggi yang kondisinya berbukit-bukit. Dieng
merupakan dataran tinggi tertinggi kedua di dunia setelah dataran tinggi Tibet.
Desa Dieng memiliki luas sekitar 282.000 Ha (28,2 km2) atau sebesar 4,89% dari
luas keseluruhan Kecamatan Kejajar. Secara administratif Desa Dieng Wetan
terdiri dari dua dusun yaitu Dusun Dieng dan Dusun Kalilembu. Desa Dieng
Wetan memiliki batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Batang
Sebelah Timur : Desa Patakbanteng, Desa Jojogan
Sebelah Selatan : Desa Sikunang
Sebelah Barat : Kabupaten Banjarnegara
41
42
2. Tata guna lahan
Luas wilayah Desa Dieng Wetan adalah 282,000 Ha dengan penggunaan
lahan sebagai berikut.
Tabel 12. Penggunaan lahan Desa Dieng Wetan
Jenis Penggunaan Lahan Luas lahan (Ha)
Pekarang 10,064
Tegalan/lading 79,936
Hutan Negara 181,000
Rawa/ telaga 9,000
Lainnya 2,000
Jumlah 282,000
Sumber: Kecamatan Kejajar dalam Angka tahun 2010
3. Kondisi Sosial-Ekonomi
Jumlah penduduk di Desa Dieng Wetan adalah 2.170 jiwa dengan luas
wilayah 2,82 km2 sehingga kepadatan penduduknya adalah770 jiwa/km2. Mata
pencaharian penduduk dapat dilihat dari tabel dan diagram berikut ini.
Tabel 13. Mata Pencaharian Penduduk Desa Dieng Wetan
No. Mata Pencaharian Jumlah Persentase (%)
1. Petani Sendiri 671 57,16 %
Sumber : BPS, Kecamatan Kejajar Dalam Angka 2010
Gambar 5. Diagram Mata Pencaharian Masyarakat Desa Dieng Wetan
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Dieng sebagian besar bertumpu
pada sektor pertanian yang mereka tekuni yaitu sebesar 68,49% atau sekitar 804
Tingkat pendidikan masyarakat Dieng masih dinilai rendah karena banyak
masyarakat Dieng yang hanya berpendidikan sekolah dasar (SD), hal ini
disebabkan karena Sekolah Lanjutan Menengah Pertama (SLTP) yang masih
terbatas. Data BPS menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Dieng masih
berpendidikan rendah, sekitar 1357 jiwa atau 62,53% masyarakat Dieng tingkat
pendidikannya SD, tidak/belum tamat SD, dan tidak pernah sekolah. Selain karena
SLTP yang terbatas, penduduk yang tidak melanjutkan ke SLTP sangat banyak
karena kebanyakan mereka lebih memilih bekerja (membantu orang tua ataupun
menjadi buruh tani) ataupun melanjutkan ke pondok pesantren, disamping itu ada
juga yang tidak melanjutkan karena keterbatasan ekonomi.
B. Hasil penelitian
1. Motivasi Individu
Tabel 14. Frekuensi Tentang Faktor Motivasi Individu Terhadap Pendidikan
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
21 – 25
Berdasarkan dari hasil penelitian (tabel 14), dapat diketahui bahwa
skor rata-rata untuk motivasi individu masyarakat Dieng wetan terhadap
pendidikan yaitu 11,68 atau dalam kriteria rendah. Artinya bahwa motivasi
individu masyarakat Dieng Wetan pada pendidikan termasuk rendah. Kondisi
16,67% memiliki motivasi individu yang sangat rendah, 52 orang atau
61,91% memiliki motivasi individu rendah, 4 orang atau 4,76% memiliki
motivasi individu yang sedang, 3 orang atau 3,57% memiliki motivasi tinggi
dan hanya 11 orang atau 13,09% saja yang memiliki motivasi individu yang
sangat tinggi terhadap pendidikan mereka.
Kondisi ini menunjukkan bahwa motivasi individu masyarakat
Dieng untuk mengenyam pendidikan di sekolah hingga jenjang tinggi
sangatlah rendah. Mereka kurang tertarik untuk memiliki pendidikan yanr
tinggi, masyarakat lebih banyak memilih di pesantren atau bekerja daripada
bersekolah formal.
2. Kondisi Sosial
Tabel 15. Frekuensi Tentang Faktor Kondisi Sosial Terhadap Pendidikan
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
26 – 30
tinggi, 50 orang atau 59,52% termasuk dalam kondisi sosial yang sedang, dan
31 orang atau 36,91% termasuk dalam kondisi sosial yang rendah. Rata-rata
skor untuk kondisi sosial masyarakat Dieng Wetan adalah 16,05 atau dalam
kriteria sedang. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sosial masyarakat di
Kondisi sosial masyarakat Desa Dieng Wetan masih tergolong cukup
baik. Meskipun masyarakatnya adalah masyarakat petani yang memiliki
kesibukan masing-masing, namun hubungan sosial masyarakat terutama di
dalam keluarga dan tetangga terdekat masih cukup baik yaitu terhadap
pendidikan mereka. Kondisi sosial ini berarti kondisi lingkungan keluarga
responden dan kondisi lingkungan masyarakat yang meliputi interaksi antar
anggota keluarga, interaksi dengan anggota masyarakat dan komunikasi antar
keduanya.
3. Kondisi Ekonomi Keluarga
Tabel 16. Frekuensi Tentang Faktor Kondisi Ekonomi Keluarga
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
30 – 35
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 16, menunjukkan bahwa
kondisi ekonomi keluarga di Desa Dieng Wetan termasuk tinggi. Keadaan ini
dapat terlihat dari data penelitian menunjukkan bahwa dari 84 responden
terdapat 2 orang atau 2,38% memiliki kondisi ekonomi sangat tinggi, 79
orang atau 94,05% memiliki kondisi ekonomi keluarga yang tinggi, dan
sisanya sejumlah 3 orang atau 3,57% memiliki kondisi ekonomi keluarga
yang sedang. Jika kita lihat dari skor rata-rata kondisi ekonomi keluarga
Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat disana adalah Rp.
1.700.000,- sampai dengan Rp. 2.399.000,- per bulannya, dengan tingkat
pemenuhan kebutuhan yang terpenuhi meskipun tidak sampai memiliki
tabungan. Namun yang membuat mereka memiliki kondisi ekonomi yang
cukup baik adalah jumlah anggota keluarga yang tidak terlalu banyak yaitu
berkisar 4 sampai 5 orang saja dalam satu keluarga yang menjadikan beban
keluarga tidak terlalu berat. Namun yang terjadi pada masyarakat Dieng
tidaklah demikian. Kondisi ekonomi keluarga yang tergolong baik ini tidak
kemudian turut mendorong masyarakatnya menempuh pendidikan setinggi
mungkin.
4. Motivasi Orang Tua
Tabel 17. Frekuensi Tentang Faktor Motivasi Orang Tua dalam Pendidikan
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
26 – 30
bagi pendidikan seseorang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
motivasi dari orang tua masih sangat rendah dalam mendukung pendidikan
anak-anak mereka. Berdasarkan tabel 17 terdapat 3 orang atau 3,57% orang
tua memiliki motivasi yang sedang terhadap pendidikan anak, 29 orang atau
dan terdapat 52 orang atau 61,91% orang tua memiliki motivasi sangat rendah
terhadap pendidikan anak.
Dilihat dari rata-rata skor motivasi orang tua yang didapatkan adalah
10,39 atau masuk dalam kriteria sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa
motivasi orang tua masih sangat rendah dalam mendukung pendidikan
anak-anak mereka. Secara umum orang tua masyarakat Desa memiliki harapan
agar anak-anak mereka dapat menempuh pendidikan setinggi mungkin,
namun pada kenyataannya orang tua kurang dapat memotivasi anak untuk
bersekolah. Orang tua lebih menyerahkan keinginan bersekolah pada anak.
5. Budaya
Tabel 18. Frekuensi Tentang Faktor Budaya Terhadap Pendidikan
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
30 – 35
Berdasarkanhasil penelitian pada tabel 18, diketahui bahwa budaya
masyarakat Dieng Wetan dalam berpendidikan masih tergolong rendah. Hal
ini dapat di lihat dari 84 responden terdapat 18 orang atau 21,43% memiliki
budaya dalam pendidikan yang sedang, 64 orang atau 76,19% memiliki
budaya dalam pendidikan yang rendah, dan 2 orang atau 2,38% memiliki
kebudayaan yang masuk dalam kriteria sangat rendah. Sehingga dapat
budaya masyarakat Dieng Wetan terhadap pendidikan masih tergolong
rendah.
Kebiasaan yang sudah melekat di masyarakat Dieng adalah orang
yang berpendidikan tinggi pada akhirnya mereka akan menjadi petani juga.
Hal tersebut membuat masyarakat menjadi tidak tertarik untuk bersekolah
tinggi-tinggi karena mereka menganggap percuma sekolah tinggi-tinggi jika
akhirnya menjadi petani lagi di desa. Anggapan semacam ini sudah
membudaya di masyarakat Dieng.
6. Aksesibilitas
Tabel 19. Frekuensi Tentang Faktor Aksesibilitas Terhadap Pendidikan
Jumlah Skor Kriteria Frekuensi Persentase (%)
26 – 30
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 19, diketahui bahwa tingkat
aksesibilitas Desa Dieng Wetan tergolong tinggi. Dari 84 responden, terdapat
5 orang atau 5,95% menunjukkan bahwa aksesibilitasnya sangat tinggi, 35
orang atau 41,67% menunjukkan bahwa tingkat aksesibilitas Desa Dieng
Wetan termasuk tinggi, 43 orang atau 51,19% menunjukkan bahwa tingkat
aksesibilitasnya sedang, dan hanya 1 orang atau 1,19% menunjukkan bahwa
aksesibilitas Desa Dieng Wetan masuk dalam kriteria rendah. Jika dilihat dari