• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Diet Rendah Serat dengan Kejadian Apendisitis pada Anak di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2014 - 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Diet Rendah Serat dengan Kejadian Apendisitis pada Anak di RSUP Haji Adam Malik, Medan Tahun 2014 - 2015"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae

Nama : Yugamalar Thamilarasan

NIM : 120100516

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Malaysia, 26 Juni 1991

Alamat : No. 7 & 9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan.

Nomor Telepon : 083197011764 / 085922776884

Email : tyugamalar@yahoo.com

Agama : Hindu

Orang Tua : Thamilarasan a/l M. Ramalingam

Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) – 2008

Alliance University College of Medical Science

(AUCMS) – 2009

(2)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Saya yang bernama Yugamalar Thamilarasan adalah mahasiswi Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani pendidikan

kedokteran. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam

Malik, Medan Tahun 2014 - 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu

kegiatan dalam rangka menyelesaikan proses belajar dan mengajar pada semester

keenam dan ketujuh.

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan

bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang

memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus

manusia tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan,

pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan

& Wresdiyati, 2004).

Pemakanan diet rendah serat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan

dalam kesihatan dan salah satunya adalah appendisitis. Apendisitis merupakan

peradangan pada bahagian appendiks yang sering muncul kerana sumbatan

saluran pencernaan. Penyumbatan sering disebabkan oleh feces di saluran

pencernaan yang merupakan salah satu faktor kejadian appendisitis.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat

dengan kejadian appendisitis pada anak. Adapun manfaat dari penelitian ini

adalah sebagai informasi mengenai hubungan diet rendah serat dengan kejadian

apendisitis pada anak serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang

pengaruh diet rendah serat dalam kejadian apendisitis pada anak sehingga dapat

menurunkan angka mortilitas dan morbilitas.

Saya akan memberikan brosur mengenai manfaat pemakanan serat kepada

(3)

dikonsumsi oleh anda. Waktu diperlukan untuk menjawab adalah selama 10

menit.

Partipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan

dapat mengundurkan diri sewaktu-waku. Setiap data pribadi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri

akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan

untuk tujuan penelitian ini. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tidak

akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti,

Bapak/Ibu/Sdra/sdri dapat menghubungi Saya:

Nama : Yugamalar Thamilarasan

Alamat : No 7&9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan

No Hp : +6285922776884

Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu/Sdra/Sdri yang telah ikut

berpartisipasi pada penelitian ini. Kerjasama anda pada penelitian ini sangat saya

hargai. Keikutsertaan Bapak/Ibu/Sdra/Sdri dalam penelitian ini akan

menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini

diharapkan Bapak/ibu/Sdra/Sdri bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah

saya persiapkan.

Medan,……….2015

Peneliti,

(4)

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

Nama Orang Tua/Wali :

Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap tentang penelitian:

Judul : Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2014-2015

Lokasi : RSUP H. Adam Malik Medan

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Maka dengan ini saya telah memahaminya, saya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai salah seorang responden dalam penelitian ini.

Medan, ……… 2015

Orang Tua/wali Responden Responden penelitian,

(5)

Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadiaan Apendisitis Pada Anak

Di Rsup Haji Adam Malik

Tahun 2014 - 2015

Nama Responden:

Umur : ________ tahun Tanggal:

Jenis Kelamin

Tingkat Pendidikan

Pilih salah satu jawapan dibawah ini (Dibulatkan).

1. Pengolahan sayur yang anda suka ? A. Rebus (bersantan)

B. Goreng (Tumis)

C. Lain-lain, sebutkan ________________

2.Cara makan buah yang anda suka? A. Makan langsung

B. Jus

C. Lain-lain, sebutkan ________________

Jumlah

Kosongkan Ruangan

(6)

FORMULIR FREKUENSI MAKANAN

Sumber: Dr. Anung Sugihantono, M.Kes dalam Pedoman Gizi Seimbang

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

DAFTAR DATA REKAM MEDIK

12 Perempuan Akut Jalan Kemunting xiii, no 301 blok 19/ Medan Helvetia, Kota medan.

2. Rio Ricardo. S 4 Laki - laki Akut Alan Letjen Jamin Ginting, no.15 Keluruhan Lau Chin Y, Medan Tuntungan, Kota Medan.

3. Matius Calvin 10 Laki - laki Kronik Jalan Pondok Surya GG.Selaras, Keluruhan Helvitia Timur, Kota Medan. 4. Rian Oktopian 14 Laki - Laki Akut Jalan Lula 3, No.49 Lk 2, Medan Johor, Kota Medan.

5. Alwali Nur Imam Pandia

5 Laki - Laki Akut Alan Jamin Ginting No.12, Desa Tengah Pancar Batu, Kecamatan Pancar Batu.

6. Yusuf Silaen 17 Laki - Laki Akut Komplek Puri Anom Asri Blok E, Pancar Batu, Deli Serdang. 7. Sri Rezeky Malau 12 Perempuan Akut Jalan Jahe 7, No. 41 Smalingkar, Medan Tuntungan, Kota Medan.

8. Dwi aulia Br hasibuan 6 Perempuan Kronik Dusun vi Jalan Paya Bakung Diski Desa , Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. 9. Putri Masyarah 17 Perempuan Akut Jalan Ismailiyah Gang 18, No.12 Kota Matsum 1 Kecamatan Medan Area. 10. Feby Regina Ginting 9 Perempuan Akut Jalan Ladang No.27 B, Kecamatan Medan Tuntungan.

11. Angelica Tr. Simbolon 8 Perempuan Akut Jalan Pasar No.20 B Medan, Keluruhan Beringin, Kecamatan Medan Selayang. 12. Dio Trasto 14 Laki - laki Akut Desa Bintang Meriah Dusun iii. Tengah Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang

13. Muhammad Reyhan 7 Laki - laki Akut Jalan Krekel Dusun iii, Keluruhan Sel Gelugur, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang. 14. Devy Wahyuni 16 Perempuan Akut Jalan Perkutut Gang Setia LK xxii, No.307, Helvetia Tengah, Kota Medan.

15. Brian Tri Logos Sinuraya

14 Laki - laki Kronik Jalan Jamin Ginting Gang Cipta No.14, Kecamatan Medan Bara, Kota Medan. 16. Feri Ramadhani 10 Laki - laki Akut Jalan Gaharu Lk. Iv, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai.

(12)

23. Julia K. Sumbayak 4 Perempuan Akut Raya Dolok, Hutasaing, Dolok Silau, Simalungun, 24. Abraham Banurea 16 Laki – laki Kronik Jalan KB No. 11, Desa Salak II

25. Florensia P. Karokiniyo 10 Perempuan Kronik Berastagi

26. Mirenda Noviyanti 16 Perempuan Akut Jalan Makmur Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Byk, Kodya Aceh singkil. 27. Dina Mariana

Sinambola

15 Perempuan Akut Desa Pengamatan Kecamatan Palipi, Kodya Toba Samosir.

28. Fani Silaen 8 Perempuan Akut Jawa Dasar Kecamatan Pangkatan, Kabuten Labuhan Batu.

29. Ismail Wahyu 13 Laki - laki Akut Jalan Mandala Aek Nabara, Labuhan Batu.

30. Vinsensia Situmorang 11 Perempuan Akut Komplek PT. TPL Town Site B. Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Toba Samosir.

31. Lufti Harahap 5 Perempuan Kronik Nias, Gung Sitali.

32. Ayu Pradita 17 Perempuan Akut Jalai Sei Putih Baru Pasar VI, Medan baru

33. Natalia Rumahorba 9 Perempuan Akut Buntu Besar Dusun III, S.Manindo, Toba Samosir.

34. Putri Nabila 2 Perempuan Akut Jalan Teratai No.61, Keluruhan Pahlawan.

35. Yolanda F. Ginting 16 Perempuan Akut Jalan Petunia Raya . Lk II, Medan

36. Josmen Gultam 14 Laki - laki Akut Rahutbasi Kecamatan Pangaribuan, Kabuten Tapanuli Utara.

37. Ridho AR 10 Laki - laki Kronik Dusun III Agung Sari, Kecamatan Padang Tuolong, Koaya Langkat.

38. Fandy Ramodhani 17 Laki - laki Akut Jalan Tanjung Morawa Desa Limau Manis, Kecamatan Malinga Raya, Deli Serdang. 39. Muhammed Wariandi 14 Laki - laki Akut Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang.

40. Maya Fitri Pasaribu 12 Perempuan Akut Dusun Cempaka Teluk Bakung, Tanjung Pura, Langkat. 41. Muhamad Azwan Hasbi

Sidik

16 Laki - laki Akut Desa Huta Bah Jaga Selatan, Kecamatan Jawa Maroja Bah Jambi, Kota Simalungun. 42. Lisdayani Br Ginting 15 Perempuan Kronik Desa Suka Dusun II, Kecamatan TIga Panah, Karo.

(13)

VALIDITAS DAN REALIBILITAS

Correlations

P1 P2 totalskor

P1 Pearson Correlation 1 .154 .731**

Sig. (2-tailed) .325 .000

N 43 43 43

P2 Pearson Correlation .154 1 .724**

Sig. (2-tailed) .325 .000

N 43 43 43

totalskor Pearson Correlation .731** .724** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000

N 43 43 43

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Case Processing Summary

N %

Cases

Valid 43 100.0

Excludeda 0 .0

Total 43 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

(14)

Item Statistics

Mean Std. Deviation N

P1 1.53 .505 43

P2 1.58 .499 43

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item

Deleted

Scale Variance if

Item Deleted

Corrected

Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha

if Item Deleted

P1 1.58 .249 .154 .

P2 1.53 .255 .154 .

Scale Statistics

Mean Variance Std. Deviation N of Items

(15)

DATA INDUK

UMUR PASIEN ANAK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

0-4 3 7.0 7.0 7.0

5-9 12 27.9 27.9 34.9

10-14 16 37.2 37.2 72.1

15-18 12 27.9 27.9 100.0

Total 43 100.0 100.0

JENIS KELAMIN PASIEN APPENDISITIS

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Laki-laki 19 44.2 44.2 44.2

Perempuan 24 55.8 55.8 100.0

Total 43 100.0 100.0

DIAGNOSA PASIEN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Akut 33 76.7 76.7 76.7

Kronik 10 23.3 23.3 100.0

(16)

KONSUMSISERAT

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Rendah 28 65.1 65.1 65.1

Normal/Tinggi 15 34.9 34.9 100.0

Total 43 100.0 100.0

P1

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

rebus 20 46.5 46.5 46.5

goreng 23 53.5 53.5 100.0

Total 43 100.0 100.0

P2

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

makan langsung 18 41.9 41.9 41.9

jus 25 58.1 58.1 100.0

Total 43 100.0 100.0

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

KONSUMSISERAT * Diagnosa

pasien

(17)

KONSUMSISERAT * Diagnosa pasien Crosstabulation

Diagnosa pasien Total

Akut Kronik

KONSUMSISERAT

Rendah

Count 21 7 28

Expected Count 21.5 6.5 28.0

Normal/Tinggi

Count 12 3 15

Expected Count 11.5 3.5 15.0

Total

Count 33 10 43

Expected Count 33.0 10.0 43.0

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(2-sided)

Exact Sig.

(1-sided)

Pearson Chi-Square .137a 1 .711

Continuity Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio .139 1 .709

Fisher's Exact Test 1.000 .512

Linear-by-Linear

Association

.134 1 .715

N of Valid Cases 43

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.49.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Agus, S.I., 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.

Available from:

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/3.

[Accessed 26 Mei 2015]

Almatsier, S., 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama:

44– 46.

Anderson, Young, 2003. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Makanan

Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat Pada Mahasiwa.

Available from: http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20pendahuluan.pdf.

[Accessed 29 Mei 2015]

Andalas, 2007. The Role Of Dietary Fiber From Health Maintenance, Prevention

And Therapy Aspects. Majalah Kedokteran Andalas ; No.2. Vol.31.

Anonim, 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal Foods World 46.

Available from: http://www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/dietfiber.pdf.

[Accessed 24 Mei 2015]

Astawan, Wresdiyati, Soerjodibroto, 2004. Hubungan Antara Tingkat

Pengetahuan Makanan Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat

Pada Mahasiwa. Available from:

http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20.pendahuluan.pdf.

(19)

36

Aulia, I., 2012. Hubungan Antara Kareakteristik Siswa, Pengetahuan, Media

Massa, Dan Teman Sebaya Dengan Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa

SMA Negeri 68 Jakarta. Available from:

http://lib.ui.ac.id/ file?file=digital/20320097-S-Imam%20Aulia.pdf.

[Accessed 30 Mei 2015]

Behrman, dkk., 1996. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan

Kualitas Es Krim. Available from:

http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Brauchla, M., Mccabe, G.P., Miller, K.B., Kranz, S., 2013. The Effect Of High

Fiber Snacks On Digestive Function And Diet Quality In A Sample Of

School-Age Children.

Dennis, B., Trowell, H., 1975. Acute appendicitis in Japanese soldiers in Burma:

support for the “fibre” theory. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1773321/.

[Accessed 20 April 2015]

Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H., Pati, R.T., 2011. Dietary fibre in foods: a

review. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3614

039 /pdf/13197_2011_Article365.pdf. [Accessed 30 Mei 2015]

Gao, F.Y., Bo, S., Jing, Y., Wang, Q.M., 2009. Effects Of Different Cooking

Methods On Health-Promoting Compounds Of Broccoli. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2722699/. [Accessed 29

November 2015]

(20)

Hillman, L.C., Peters S.G., 1983. Dietary, Functional and Dietary Fibre. Available

from: http://www.nal.usda.gov/fnic/DRI/DRI_Energy/339-421.pdf.

[Accessed 26 Mei 2015]

Hilfi, L., 2008. Gambaran Apendisitis Akut Yang Mengalami Perforasi Pada

Pasien Pediatrik. Fakultas kedokteraan Universitas Islam, Bandung : 7 – 23.

Imanieh, M.H., Banani, S.A., Dehghani, S.M., Khajeh, R., Gakurya, I.,

Mehrabani, D., 2007. Bowel Movement Patterns In Children With Acute

Appendicitis. Available from:

file:///C:/Users/User/Downloads/UniWSMv9n2p86%2 [Accessed 29

November 2015]

Jehan, 2011. Karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit

Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan. Available from:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26046/1/Afiati-

fkik.pdf. [Accessed 24 April 2015]

Jonathan, W.D., 1993. Total Fibre Dietary. Available from:

http://www.medallionlabs.com/Downloads/dietary_fiber_web.pdf.

[Accessed 28 Mei 2015]

Khumaidi, 1994. Kesehatan Dan Gizi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT RINEKA

CIPTA: 88 – 97.

Kusumawati, Mutalazimah, 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola

Pemberian Makanan Balita. Available from:

(21)

38

Mirzaei, A., Delaviz, H., Mohammadi, H., 2014. The Effects Of Cooking

Methods On Antioxidant Activity And Phenol Content In Vegetables.

Available from:

file:///C:/Users/User/Downloads/article_wjpps1404305365%20(1).pdf.

[Accessed 28 November 2015]

Morris, et al., 1987. Demographic and Epidemiologic Features of Acute

Appendicitis. Available from:

http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/25845.pdf. [Accessed 24 April 2015]

Nadesul, 2006. Gambaran Konsumsi Sayuran Dan Buah Pada Siswa SMA Negeri

1 Pekan baru. Available from:

http://digilib.esaunggul.ac.id/public /UEUUndergraduate-3592-BABI.pdf.

[Accessed 28 Mei 2015]

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ketiga.

Jakarta: PT RINEKA CIPTA; 79-92.

Nafsiah, M.B.O.I., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi.

Pratitasari, 2010. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan

Kualitas Es Krim. Available from:

http://e journal .uajy. ac.id/6537/2 /BL101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]

Rao, 1999. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah.

(22)

Short, R., 1920. Appendicitis, fibre intake and bowel behaviour in ethnic groups

in South Africa. Available from:

http://pmj.bmj.com content/49/570/243.full. pdf+html.

[Accessed 19 april 2015]

Santoso, 2011. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan Kualitas

Es Krim. Available from: http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf.

[Accessed 29 Mei 2015]

Sjamsuhidajat, R., Wim, D. J., 2005. Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Buku

Kedokteraan EGC: 639 – 645.

Slavin, J.L., Lioyd, B., 2006. Health Benefits of Fruits and Vegetables. Available

from: http://advances.nutrition.org/content/3/4/506.full#T4. [Accessed 30

November 2015]

Smeltzer, C.S., 2002. Appendicitis. Available from:

http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/36.

[Accessed 19 April 2015].

Sulistiyani, 1999. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Serat Dan Pendapatan

Perkapita Dengan Konsumsi Serat Anak. Available from:

http://digilib.unimus .ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-inkemarrie-6531-

2.pdf [Accessed 28 Mei 2015]

Williams, Eleanor, R., Mary, A.C., 1984. Nutrition: Principles, Issues, and

(23)

19

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah:

Variable Independen Variable Dependen

3.2. Definisi Operasional

1. Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Penderita

apendicitis adalah orang yang dinyatakan menderita apendicitis berdasarkan

diagnosa dokter dan tercatat pada rekam medis.

a) Alat ukur : Rekam medis

b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan melihat data apendisitis pada

rekam medis

c) Hasil ukur : Dibahagi atas dua katogeri yaitu

- Apendisitis akut

- Apendisitis kronik

d) Skala ukur : Nominal

Diet Rendah Serat Pasien Anak Menderita

(24)

2. Diet Serat

Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang

menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Gambaran jenis

dan frekuensi yang dikonsumsi responden dalam periode harian,mingguan,atau

bulanan yang diukur menggunakan metode food frekuensi.

a) Alat ukur : Kuesioner

b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan metode angket.

c) Hasil ukur : Dikategorikan bedasarkan tinggi dan rendah serat

dikonsumsi

1. >1 kali/hari

2. 1 kali/hari

3. 3-6 kali/minggu

4. 1-2 kali/minggu

5. 1-3 kali /bulan

6. Tidak pernah

Kategori:

Tinggi : poin 1- 3

Rendah : poin 4 - 6

(Gibson,2005)

d) Skala ukur : Ordinal

3.3. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini

adalah apakah ada hubungan antara diet rendah serat dangan kejadian apendisitis

(25)

21

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian analitik mengunakan desain cross sectional

dengan mendeskripsi hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada

anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2014 -

2015.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2015

setelah mendapat Ethical Clearance dari Komisi Etik FKUSU/RSHAM. Lokasi

penelitian ini adalah RSUP Haji Adam Malik Medan dan lokasi ini dipilih

berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan peneliti.

4.3. Populasi dan Sampel

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah seluruh subjek penelitian yang akan diteliti dalam survey

(Notoatmodji, 2005). Populasi penelitian ini adalah semua data penderita

apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014 hingga Agustus 2015.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian (Notoatmodjo, 2005). Sampel

dalam penelitian ini adalah semua pasien anak yang menderita apendisitis yang

(26)

a) Kriteria Inklusi

1. Pasien yang didiagnosa dengan apendisitis tahun 2014 - 2015

2. Pasien anak-anak yang berumur 1bulan – 18 tahun

b) Kriteria Ekslusi

1.Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini

2. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis serta berkomunikasi

dengan baik

4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Stratified

Random Sampling, dimana jumlah sampel yang diperoleh akan dibagi merata

untuk setiap tingkatan secara proporsional dan semua sampel yang terdapat harus

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.

4.3.4. Besar Sampel

Sampel yang digunakan adalah sebagian daripada populasi dan dapat

mewakili keseluruhan populasi serta mempunyai karakteristik yang mampu untuk

mewakili populasi. Penentuan jumlah besar sampel yang digunakan diambil

mengikut rumus berikut. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi yang kecil

(lebih kecil dari 10,000) (Notoatmadjo, 2005).

N = Zα²PQ

Dimana:

N = jumlah sampel minimal

Zα = peneliti menetapkan α sebesar 5% sehingga nilai Zα=1,96

P = Prevalensi ditetapkan sebesar 0,5

Q = (1–P) = (1-0.17) = 0.83

d = ketepatan absolut yang di kehendaki (ditentukan peneliti) = 10% = 0,1

N = Zα²PQ

(27)

23

N = (1,96) ² (0.13) (0.87)

(0.1)²

N = 43

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulan data dari dua data yaitu

data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari

pihak RSUP Haji Adam Malik yaitu jumlah pasien anak yang menderita

apendisitis pada tahun 2014 hingga 2015. Data primer, yaitu data yang dikumpul

dari hasil pengisian kuesioner oleh responden untuk mengetahui jumlah serat yang

dikonsumsi pasien anak yang menderita apendisitis secara langsung dengan

metode angket. Orang tua atau wali pasien anak yang telah teridentifikasi yang

datang untuk kunjungan di RSUP HAM akan dijelaskan tujuan, manfaat dan

metode penelitian serta penjelasan mengenai serat melalui brosur oleh peneliti.

Calon responden yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta untuk

menandatangani lembar persetujuan. Calon responden yang tidak kunjungi RSUP

HAM akan dijumpai di rumah dengan kebenaran terlebih dahulu melalui telefon

manakala calon responden yang tinggal jauh akan didapatkan maklumat melalui

telefon sahaja. Sebelum penalaksanaan penelitian, akan dilakukan uji validitas dan

realibilitas dari kuesioner yang dibuat agar sesuai dengan tujuan yang ingin

dicapai.

4.4.1 Uji Validitas

Validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar

menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Validitas pada umumnya

dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran psikologis atau non fisik,

hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan

atau memberikan skor/ nilai suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian

utama. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap

(28)

correlation/pearson correlation) antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor

total, sehingga sering disebut inter item-total correlation. Menggunakan rumus

teknik korelasi product moment, sebagai berikut :

N ( xy ) - (xy )

r = ___________________________________

{ [ Nx2 - (x)2 ] . [ Ny2 . (y)2 ] }1/2

Keterangan:

r : koefisien korelasi product moment

X : skor tiap pertanyaan/ item

Y : skor total

N : jumlah responden

4.4.2 Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya

memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari

waktu ke waktu. Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika

kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas

terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan rumus Koefisien Reliabilitas

Alpha.

r 11 = [ k ] [ 1 - ∑σb2 ]

k –1 σt2

Keterangan :

r 11 = reliabilitas instrumen

k = jumlah butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑σb2 = jumlah varians butir

(29)

25

Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan

hubungan bisa digunakan kriteria Guilford, yaitu :

Tabel 1: Koefisien realibilitas menurut kriteria Guilford

1. kurang dari 0,20 Hubungan yang sangat kecil dan bisa

diabaikan

2. 0,20 - < 0,40 Hubungan yang kecil (tidak erat)

3. 0,40 - < 0,70 Hubungan yang cukup erat

4. 0,70 - < 0,90 Hubungan yang erat (reliabel)

5. 0,90 - < 1,00 Hubungan yang sangat erat (sangat

reliabel)

6. 1,00 Hubungan yang sempurna

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1. Pengolalaan Data

a) Editing : Editing yang dilakukan adalah untuk memeriksa kelengkapan

data.

b) Coding : Data yang terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapan

data diberi kode secara manual oleh peneliti sebelum diolah

dengan komputer.

c) Entry : Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam

program komputer dengan menggunakan software SPSS.

d) Cleaning : Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam

(30)

4.5.2. Analisis data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan

Statistical Product and Service Solutions, kemuadian dianalisa secara analitik dan

hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Analisis statistik yang digunakan

(31)

27

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Dekripsi Lokasi Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat

Haji Adam Malik yang merupakan rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai

dengan SK Menkes No.335/Menkes/SKVII/1990. Pada tahun 1991 pula ia

dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes

502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik Medan memiliki visi sebagai

pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan Pusat

Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,

Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik

Medan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 yang berlokasi di Jalan Bunga

Lau No.17, Keluruhan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan

Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.

RSUP H. Adam Malik memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari

pelayanan medis (instalasi rawat inap, rawat jalan,gawat darurat dan perawatan

intensif), pelayanan penunjang medis (radiologi, mikrobiologi, patologi anatomi,

patologi klinik dan intalasi dianostik terpadu), pelayanan penunjang non medis

(instalasi farmasi, Central Sterilization Supply Depart dan gizi), bioelektrik

medik, dan pelayanan non medis (instalasi tatausaha pasien dan teknik sipil

(32)

5.1.2. Dekripsi Karekteristik Responden

Dalam penelitian ini, responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini

adalah pasien anak yang menderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan

dari tahun 2014 hingga 2015. Jumlah responden yang terlibat dalam studi setelah

memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 43 orang.

Hasil yang diamati dari keseluruhan responden tersebut dievaluasi

berdasarkan umur, jenis kelamin, diagnosa apendisitis, konsumsi serat dan cara

konsumsinya.

Tabel 5.1. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase (%)

sedikit berumur diantara 1 bulan - 4 tahun sebesar 3 (7 %) orang dan sedangkan

responden berumur 5 – 9 tahun dan 15 – 18 tahun masing-masing sebanyak

12 (27,9%) orang.

Tabel 5.2. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki - laki 19 44,2

Perempuan 24 55,8

Total 43 100.0

Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 19 (44,2%) orang laki-laki

(33)

29

Tabel 5.3. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Klasifikasi

Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)

Akut 33 76,7

Kronik 10 23,3

Total 43 100.0

Dari tabel 5.3. terlihat pasien yang menderita appendisitis akut adalah

sebanyak 33 (76,7%) orang dibanding pasien yang menderita apendisitis kronik

sebanyak 10 (23,3%) orang.

Tabel 5.4. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Konsumsi Serat

Konsumsi Serat Frekuensi Persentase (%)

Rendah 28 65,1

Tinggi 15 34,9

Total 43 100.0

Dari hasil penelitian dengan mendistribusikan kuosiner kepada responden

ditemukan bahawa 28 (65,1%) orang mengkonsumsi rendah serat dan 15 (34,9%)

orang mengkonsumsi tinggi serat.

Tabel 5.5. Distribusi Pasien Appendisitis Berdasarkan Cara Konsumsi Serat

Cara Konsumsi Frekuensi Persentase (%)

Sayur

Rebus 20 46,5

Goreng 23 53,5

Buah

Makan langsung 18 41,9

Jus 25 58,1

(34)

Dari Tabel 5.6, diperoleh bahwa cara mengkonsumsi sayur secara makanan

rebus adalah 20 (46,5%) orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 (53,5%)

orang manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18

(41,9%) orang sedangkan secara minum jus sebanyak 25 (58,1%) orang.

Tabel 5.6. Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian Apendisitis

Variabel Appendisits Jumlah P

Akut Kronik

Konsumsi Serat

Rendah

Tinggi

21

12

7

3

28

15

1.000

Jumlah 33 10 43

*Bermakna dengan P > 0,05

Berdasarkan tabel di atas, didapati bahawa 28 orang yang mengkonsumsi

diet rendah serat, terdapat 21 orang yang menderita apendisitis akut dan 7 orang

yang menderita apendisitis kronik. Bagi yang mengkonsumsi serat dalam tinggi

pula, terdapat 12 orang yang menderita apendisitis akut dan 3 orang menderita

apendisitis kronik.

Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Fisher Exact Test

menggunakan analisis regresi dengan bantuan Statical Program for Social Science

(SPSS) diperoleh nilai p (p value) adalah 1,000 yang berarti bahwa ada hubungan

(35)

31

5.2. Pembahasan

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak

yang telah berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dari tahun 2014 hingga 2015

dengan jumlah besar sampel sebanyak 43 orang.

Berdasarkan hasil penelitian ini, setelah dianalisis statistik dengan metode

Fisher Exact Test didapati ada hubungan antara diet rendah serat dengan kejadian

apendisitis pada anak.Beberapa peneliti menemukan hubungan yang logis antara

penurunan konsumsi asupan serat dan apendisitis.

Pentingnya serat untuk fungsi normal dari sistem pencernaan telah lama

dihargai. Pada awal 1970-an, Dennis B dan Trowell H menerbitkan secara luas

tentang "hipotesis serat," yang menyatakan bahwa asupan serat tinggi melindungi

berbagai penyakit. Penelitiannya yang menunjukkan bahwa masyarakat yang

mengkonsumsi diet serat yang rendah memiliki insiden tinggi terjadi apendisitis,

sementara mereka yang mengkonsumsi tinggi serat memiliki insiden yang lebih

rendah.

Secara teori juga dapat dibuktikan bahawa seseorang yang mengkonsumsi

rendah serat bisa terjadi appendisitis. Hal ini disebabkan kerana feces akan mulai

kering, keras dan berbentuk kecil-kecilan, yang lama-kelamaan memerlukan

kontraksi otot yang lebih besar untuk mengeluarkannya yang dikatakan sebagai

konstipasi. Konstipasi akan menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus

sehingga meningkatkan produksi mucus di saluran pencernaan. Hal ini akhirnya

meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.

Peningkatan tekanan di dinding apendiks menyebabkan meningkatnya tekanan

kapiler dan iskemia mukosa serta translokasi bakteri menembus dinding apendiks

yang akhirnya menyebabkan terjadi inflamasi di apendiks yang disebutkan

sebagai apendisitis (Hilfi L, 2008).

Penelitian sebelumnya dari Imanieh M.H (2007), menunjukkan bahwa

tingkat konstipasi lebih tinggi pada pasien anak yang menderita apendisitis

(36)

hipotesis peneliti yang menunjukkan peran serat makanan dalam menurunkan

kejadian apendisitis.

Menurut Short R (1920), beliau juga menyatakan bahwa kejadian

appendisitis lebih tinggi dengan rasio yang lebih rendah selulosa dalam diet serta

teori yang dikembangkan lebih lanjut mengenai korelasi negatif antara apendisitis

dan diet kaya serat yang mengandung sayuran hijau dan buah-buahan manakala

korelasi positif antara apendisitis dan pola makan yang buruk serat tetapi kaya

dalam makanan seperti daging, kentang, dan gula, (Morris et al., 1987).

Maka dikatakan bahawa hubungan mengkonsumsi diet rendah serat

dengan terjadinya apendisitis bergantung kepada cara makanan dikonsumsi juga.

Dari hasil dari penelitian menunjukkan bahawa cara mengkonsumsi sayur secara

makanan rebus adalah 20 orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 orang

manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18 orang

sedangkan secara minum jus sebanyak 25 orang.

Secara umum, pengolahan sayur-sayuran dan buah-buahan baik dapat

meningkatkan atau menurunkan kandungan nutrisi. Dalam penelitian J.L. Slavin

(2006), mengatakan bahawa mengupas kulit buah akan menurunkan kadar serat

yaitu satu porsi jeruk tanpa membran mengandung lebih sedikit serat

dibandingkan dengan jeruk yang mempunyai membran. Jadi memakan buah

secara langsung lebih baik dibanding dengan meminum jus.

Selain itu menurut Gao F.Y (2009), sayuran biasanya dimasak sebelum

dikonsumsi dan diketahui bahwa memasak menginduksi perubahan signifikan

dalam komposisi fisiokimia yang mempengaruhi bioavailabilitas dalam sayuran

serta diketahui bahwa serat makanan terutamanya terdapat pada dinding sel. Jadi

memasak sayur memang mengurangkan kandungan serat dalam sayuran tetapi

tergantung pada metode memasak dan jenis sayuran yang dikonsumsi. Maka,

tidak ada penelitian yang jelas mengenai ini jadi diperlukan penelitian yang lebih

lanjut untuk mengidentifikasi metode memasak yang bagus untuk setiap sayuran

(37)

33

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh pada penelitian ini, maka

dapat disimpulkan bahawa :

1. Dari jumlah total 43 responden, ditemukan hubungan yang sangat

bermakna antara menkonsumisi diet rendah serat dengan kejadian

apendisitis pada anak di RSUP H Adam Malik pada tahun 2014 hingga

2015 sehingga dapat dikatakan hipotesa penelitian ini diterima.

6.2. Saran

1. Kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terutama

pada bahagian rekam medis diharapkan untuk melengkapi data rekam

medis pasien agar lebih mempermudahkan dalam pencarian data,

mengelakkan kesalahan membuat kode serta tidak menggandakan

rekam medik.

2. Kepada pihak tenaga medis baik dokter, diharapkan melakukan

pengenalan dini akan manifestasi klinis yang timbul akibat apendisitis

dengan melakukan pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan

diagnosis dari suatu apendisitis akut dan kronik.

3. Kepada pihak pemerintah dan petugas kesehatan setempat diharapkam

mengadakan penyuluhan tentang faktor-faktor resiko penyebab

apendisitis dengan pengetahuan dasar gejala-gejala klinis, upaya

pencegahan dan pengobatannya.

4. Kepada masyarakat diharapkan mendapatkan edukasi dan motivasi serta

(38)

gejala, cara pencegahan apendisitis dan pentingnya menerapkan pola

makanan serat yang tepat melalui petugas kesehatan.

5. Kepada pihak sekolah diharapkan mengadakan penyuluhan tentang

manfaat serat makanan dalam seharian serta memperhatikan seluruh

siswanya dan jajanan yang disediakan di kantin sekolah dibawah

pengawasan pihak sekolah agar konsumsi siswa dan siswi selalu baik

dan sehat.

6. Kepada guru yang memberi mata pelajaran Ilmu Gizi diharapkan agar

memberikan materi tentang serat makanan dengan cara yang mudah

supaya siswa dan siswi mengerti betapa pentingnya serat makanan bagi

tubuh.

7. Kepada orang tua diharapkan dari penelitian ini mengerti mengenai

kepentingan serat dan memberikan makanan yang mengandung serat

dalam menu seharian anak-anak.

8. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih

standard dengan mengunakan metode pengumpulan data lain dan

dengan rancangan penelitian yang berbeda untuk menilai faktor resiko

ini maupun lain yang berhubungan dengan apendisitis di RSUP H Adam

Malik Medan kerana masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini.

9. Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi

pihak tenaga medis, baik dokter maupun perawat dalam rangka untuk

menurunkan angka kejadian apendisitis serta dapat meningkatkan mutu

(39)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Pangan

2.1.1. Definisi

Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian

dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang

memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus

manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar

(Anonim, 2001).

2.1.2. Klasifikasi

Serat pangan diklasifikasikan ke dua kelompok yaitu :

a) Serat larut air (soluble dietary fibre)

Komponen yang larut dalam air di saluran pencernaan yang membentuk

gel dengan cara menyerap air. Pektin, gum mukilase merupakan kelompok serat

larut air. Serat larut air difermentasikan dalam usus besar. Ia meningkatkan

produksi asam lemak rantai pendek yang membantu menghindari garam hempedu

dari sistem yang akan menurunkan penyerapan kolesterol ditubuh. Jadi serat larut

air membantu mengendalikan berat badan, mengurangi resiko penyakit jantung

dan memperlambatkan gula darah yang dibutuhkan (Jonathan.W, 1993).

b) Serat tidak larut air (Insoluble dietary fibre)

Komponen yang tidak larut dalam air dan saluran pencernaan. Serat tidak

larut air biasanya memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi serta

pembentukan tinja yang lebih lunak sehingga melewati usus besar dengan cepat

dan mudah dengan demikian mengurangi tekanan yang diperlukan untuk

eliminasi. Jadi serat tidak larut air mengurangi resiko sembelit, penyakit

diverkulitis, varises, wasir, hernia, apendisitis, dan flebitis. Semakin cepat gerakan

(40)

2.1.3. Jenis-Jenis

a) Sellulosa

Sellulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari polimer liniar unit glukosa dengan ikatan β-1,4 , adalah komponen struktural dinding sel. Manusia kekurangan enzim pencernaan untuk memecah β- (1,4) dengan demikian tidak dapat menyerap glukosa dari sellulosa. Sebuah molekul selulosa

mengandung 3000 atau lebih unit glukosa. Sellulosa ditemukan pada dinding

parenkiem tumbuhan, lebih kurang 30% yang dimodifikasikan secara kimiawi

menjadi hancur dan ditambahkan ke makanan sebagai pengawet, penguat rasa,

dan agen pengental.

b) Hemisellulosa

Hemisellulosa adalah kelompok polisakarida yang ditemukan di dinding

sel tanaman yang mengelilingi selulosa. Polimer ini terdapat dalam bentuk liniar

atau bercabang dan terdiri dari glukosa, arabinosa, manosa, xylose, dan asam

galacturonic. Molekul ini kecil dibandingkan dengan sellulosa.

c) Pektin

Pektin, yang ditemukan di dinding sel dan jaringan intraseluler di

kebanyakan buah-buahan dan berry yang terdiri dari unit galaktosa dengan

ramnosa diselingi dalam rantai liniar. Pektin sering memiliki rantai sampingan

dari gula netral, dan unit galaktosa dapat diesterifikasi dengan gugus metil, sebuah

lender yang memungkinkan untuk viskositasnya. Sementara buah-buahan dan

sayuran mengandung 5 sampai 10 persen alami pektin, pektin yang diekstrak dari

kulit industri jeruk dan apel. Kulit buah jeruk mengandung 30 persen pektin , kulit

apel 15 persen , dan kulit bawang 11 hingga 12 persen . Pektin terkenal karena

kemampuannya untuk membentuk gel dalam mempersiapkan selai buah atau jeli.

d) Gum

Gum merupakan tanaman yang terdiri dari berbagai kelompok polisakarida

(41)

8

sel. Guar gum diproduksi daripada penggilingan dari endosperm dari biji guar.

Polisakarida utama dalam guar gum adalah galactomannan. Galactomannans

sangat kental dan karena itu digunakan sebagai agen pengental dan stabilisator

dalam bahan makanan. Beberapa juga digunakan sebagai obat pencahar kerana

merupakan zat pembentuk gel yang diperoleh dari rumput laut.

e) B-glukan

β-glukan merupakan polimer polisakarida yang mempunyai ikatan

campuran glukosa. Polimer D-glukopiranosa liniar glukosa dengan ikatan β-1,4

terdapat pada jamur, algae, dan tanaman yang lebih tinggi (misalnya, barley dan gandum). β-glukan sangat baik difermentasikan oleh bakteri di usus besar.

f) Resistent starch

Resistant starch merupakan pati yang tidak bisa dicerna secara enzimatik.

Salah satu contohnya adalah zat pati yang dibutuhkan di dinding sel tanaman yang

tahan terhadap aktivitas enzim amylase. Gelatinisasi dapat mempermudahkan

aksesnya terhadap enzim ini. Resistant starch juga bisa terbentuk akibat

pengolahan bahan makanan seperti proses pemasakan atau pendinginan atau

modifikasi dari zat pati.

g) Chtitin dan Chitosan

Chitin adalah amino-polisakarida yang mengandung β- (1,4) yang tidak

larut dalam air dan dapat mengantikan sellulosa pada dinding sel. Chitosan

merupakan produk deasetilasi dari chitin. Kedua-dua chitin dan chitosan

merupakan komponen eksoskeleton arthropoda (misalnya, kepiting dan lobster)

dan sebahagian besar ditemukan di dinding sel jamur. Chitin dan chitosan

terutama dikonsumsi sebagai suplemen.

h) Lignin

Lignin merupakan polimer bercabang yang terdiri dari unit-unit fenol dan

(42)

Lignin merupakan komponen non-karohidrat utama dari serat meskipun tidak

termasuk dalam komponen penting dalam makanan manusia kerana umumnya

berhubungan dengan jaringan-jaringan keras dan berkayu.Lignin tidak larut dalam

air dan tidak difermentasi oleh bakteri usus.

i) Resistant dekstrin

Komponen karbohidrat yang tidak bisa dicerna, dan merupakan sebagai

hasil dari pemanasan dan pengobatan enzimatik yang menghasilkan dekstrin yang

juga disebut maltodekstrin. Tidak seperti gum, dekstrin memiliki viskositas tinggi

yang dapat menyebabkan masalah dalam pengolahan makanan.

j) Psillium

Psillium didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovate yang bersifat

hidrofilik dan dapat membentuk gel.

(Hillman LC., 1983)

2.1.5. Sifat- Sifat

a) Adsorption and binding ability

Serat telah diduga menganggu penyerapan mineral karena mengeluarkan

ion polisakarida (seperti pektin melalui kelompok karboksil ) dan zat terkait

seperti fitat dalam serat sereal telah terbukti invitro untuk mengikat ion logam.

Polisakarida tidak memiliki efek pada penyerapan mineral dan elemen jejak

sementara zat terkait seperti fitat dapat memiliki efek negatif. Kemampuan

berbagai serat untuk menyerap dan bahkan kimia asam empedu mengikat telah

diusulkan sebagai mekanisme potensial dimana serat makanan tertentu kaya asam

uronic dan senyawa fenolik mungkin memiliki tindakan hipokolesterolemik.

Kondisi lingkungan (durasi paparan, pH) bentuk fisik dan kimia dari serat dan

(43)

10

b) Solubility

Kelarutan memiliki efek mendalam pada fungsi serat. Hal ini juga

ditetapkan bahwa polisakarida kental larut dapat menghambat pencernaan dan

penyerapan nutrisi dari usus. Lebih mendalam (seperti permen karet akasia),

kehadiran kelompok-kelompok ion (misalnya pektin metilasi) dan potensi untuk unit antara ikatan posisi (seperti β-glukan dengan campuran β-1-3 dan β-1-4 keterkaitan) meningkatkan kelarutan. Perubahan dari unit monosakarida atau bentuk molekul mereka (α- atau bentuk β) lebih meningkatkan kelarutan.

c) Viscosity

Viskositas cairan secara kasar dapat digambarkan sebagai resistensi

terhadap aliran. Secara umum, apabila berat molekul atau panjang rantai serat

meningkat, viskositas serat dalam larutan meningkat. Namun, konsentrasi serat

dalam larutan, suhu, pH, kondisi pengolahan dan kekuatan ion semua secara

substansial tergantung pada serat yang digunakan. Terutama, polimer rantai

panjang, seperti gusi (guar gum, permen tragakan) mengikat air yang signifikan

dan menunjukkan viskositas solusi tinggi. Namun, secara umum, serat sangat

larut, yang bercabang atau polimer rantai yang relatif pendek seperti getah arab

memiliki viskositas rendah.

d) Particle size and bulk volume

Ukuran partikel memainkan peranan penting dalam mengendalikan

sejumlah peristiwa yang terjadi di saluran pencernaan yaitu waktu transit,

fermentasi, dan ekskresi tinja. Kisaran ukuran partikel tergantung pada jenis

dinding sel yang terdapat dalam makanan, dan pada tingkat pengelolaan.Ukuran

partikel serat dapat bervariasi selama proses di saluran pencernaan sebagai akibat

dari mengunyah, menggiling dan degradasi bakteri di usus besar. Kapasitas

penyerapan lemak juga dilaporkan meningkat dengan mengalami penurunan

(44)

e) Surface area characterictics

Porositas dan permukaan yang tersedia dapat mempengaruhi fermentasi

serat makanan (ketersediaan degradasi mikroba di usus besar) sementara

regiokimia pada lapisan permukaan dapat memainkan peran dalam beberapa sifat

fisiokimia(adsorpsi atau pengingatan beberapa molekul) akuntansi untuk beberapa

efek fisiologis serat makanan. Porositas dan permukaan yang tersedia untuk

bakteri atau molecular probe seperti enzim yang tergantung pada arsitektur serat,

yang ada kaitan dengan asal-usul dan sejarah pengolahannya.

f) Hydration poperties

Sifat hidrasi menentukan sebagian nasib serat makanan dalam saluran

pencernaan (induksi fermentasi) dan menjelaskan beberapa efek fisiologis

(kantong kotoran dari fermentasi minimal serat makanan).Pembengkakan dan

kapasitas retensi air memberikan pandangan umum tentang hidrasi serat dan akan

memberikan informasi yang berguna untuk makanan serat tambahan. Penyerapan

air memberikan informasi yang lebih lanjut mengenai serat, khususnya yang

volume substrat porinya.Ia juga membantu kita untuk memahami tentang perilaku

serat dalam makanan atau selama transit usus. Proses, seperti penggilingan,

pengeringan, pemanasan atau pemasakan ekstrusi misalnya, modifikasi sifat fisik

dari matriks serat dan juga mempengaruhi sifat hidrasi.

(45)

12

2.1.5. Sumber serat

Serat pangan banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan paling

mudah dijumpai dalam menu makanan masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran

dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan.

Tabel 2.1: Kadar Serat Pangan dalam Sayuran, Buah-buahan, Kacang-kacangan

dan Produk Olahannya

(46)

2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan

Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75

Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia

adalah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Tabel 2.2 dibawah ini

memperlihatkan nilai dari jumlah kebutuhann serat untuk anak dan dewasa per

hari.

Tabel 2.2 : Kebutuhan Serat pada Anak dan Dewasa dalam Sehari

Asupan Serat

(47)

14

2.1.7. Manfaat Serat Pangan

a) Terhadap konstipasi

Kemampuan serat seperti sellulosa dan pektin dalam mengikat air telah

mencegah terjadi konstipasi (sembelit). Feces dengan kandungan air yang rendah

akan lebih lama tinggal dalam saluran dan mengalami kesukaran untuk

dieksresikan keluar (Andalas, 2007). Serat dengan kemampuan meningkatkan air

dalam feces menghasilkan feces yang lembut dan lunak yang akan mengurangkan

ketegangan usus untuk kontraksi ketika mengeluarkan feces (Agus S.Ir, 2011).

b) Terhadap Diverkulitis

Pada penyakit diverkulitis, sepanjang usus besar terbentuk kantong kecil

atau kantung (divertikula). Kantung ini diduga hasil dari tekanan di dalam usus

yang menyebabkan bagian kecil dari usus besar untuk " blow -out " pada titik-titik

kelemahan untuk membentuk kantong atau diverticula (Williams,1984). Ini

dipengaruhi oleh waktu transit makanan dalam usus besar (Andalas, 2007).Jika

kotoran tertinggal dalam kantong, lama-kelamaan akan berkembang infeksi. Serat

mencegah terjadi tekanan di usus serta mempersingkatkan waktu transit makanan

dalam usus besar.Serat juga mencegah disfungsi alat pencernaan seperti wasir,

appendicitis dan kanker usus besar (Andalas,2007).

c) Terhadap Kolesterol

Serat tidak larut air tampaknya tidak mempengaruhi kadar kolesterol darah.

Meskipun ada kemungkinan adalah bahawa serat dapat mengikat garam empedu

(produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses.

Akibatnya , hati harus memecahkan lebih banyak kolesterol untuk membentuk

asam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam makanan . Proses ini

bisa menurunkan kadar kolesterol darah (Williams,1984). Beberapa penelitian

membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya

dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat pangan

larut air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density

(48)

d) Terhadap Kanker Usus Besar

Studi epidemiologi dari berbagai populasi, membandingkan insiden

penyakit dengan asupan serat makanan, telah menyarankan bahwa diet serat dapat

memberikan perlindungan dari kanker usus besar dan rectum (Williams,1984) .

Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam

usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam

waktu yang lebih lama (Agus S.Ir, 2011).Serat pangan mencegah kanker usus

besar dengan meningkatkan ukuran feces dan menyelubungi komponen penyebab

kanker didalam feces serta mempersingkatkan waktu lewatnya sisa percernaan

pada saluran usus besar yang mengurangi paparan dinding usus terhadap

karsinogen (Andalas, 2007).

e) Terhadap Diabetes

Dalam salah satu studi, efek serat pada diabetes dengan menurunkan

kebutuhan insulin tercatat pada pasien yang meningkat jumlah makanan kaya

serat (Williams, 1984). Kemampuan Serat pangan menyerap air dan mengikat

glukosa sehingga mengurangi ketersediaan glukosa menyebabkan terjadinya

kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang.

Keadaan tersebut mampu merendahkan kenaikan glukosa darah dan

menjadikannya tetap terkontrol (Agus S.Ir, 2011).

f) Terhadap Berat badan dan Obesitas

Makanan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dilaporkan dapat

mengurangi berat badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan

dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu,

makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa

kenyang karena komposisi karbohidrat komplek bersifat menghentikan nafsu

makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan

kandungan serat pangan yang relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah,

kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya

(49)

16

2.1.8. Kerugian Serat Pangan

Serat pangan selain memberikan manfaat juga memberikan kerugian dari

segi absobsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Serat

pangan menyebabkan ketidak tersediaan (non-availability) beberapa mineral

seperti vitamin larut dalam lemak terutama vitamin D dan E. Selain mengurangi

zat gizi juga menyebabkan flatulen (Agus S.Ir, 2011).

2.1.9. Penyebab Asupan Serat rendah Pada Anak

Faktor-faktor yang memyebabkan anak tidak mengkonsumsi serat:

a) Memenuhi kesenangan anak yaitu ciri-ciri organoleptik yang dimiliki

makanan. Ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya

mempengaruhi anak untuk menerima atau menolok makanan tertentu :

rasa, bau,suhu, penampilan dan tekstur (Khumaidi, 1994).

b) Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning

behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau

membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak

dewasa (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

c) Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya

anak menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka

seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi makanan

(Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).

d) Linkungan ekonomi juga menentukan kebiasaan makanan anak. Golongan

ekonomi tinggi megkonsumsi cukup serat manakala golongan ekonomi

rendah justru mempunyai kebiasaan makan yang memberikan kecukupan

(50)

e) Perbedaan bangsa dan suku bangsa mempunyai kebiasaan makan yang

berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun menurun

(Khumaidi, 1994).

f) Teman sebaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan mengkonsumsi

makanan karena anak menghabiskan kebanyakkan waktu di sekolah

sehingga lama-kelamaan akan mengkonsumsi makanan yang dipilih

teman (Amulia I, 2012).

g) Iklan makanan pada media massa khususnya televisi juga mempengaruhi

kebiasaan konsumsi makanan karena tertarik dengan iklan ditonton oleh

anak (Amulia I, 2012).

2.2. Apendisitis

Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Apendisitis

adalah penyebab utama operasi bedah abdomen pada anak (Jason A.Brodskg,

2013).

Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya yang paling sering adalah

infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan

sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor

apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain

yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena

parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran

kebiasaan makan makanan diet rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap

timbulnya apendisitis (Sjamsuhidayat, 2005).

Gejala klinis apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang

merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini

sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.

Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi (Sjamsuhidajat,

2005).

Diagnosa apendisitis yang paling sering ditemukan adalah nyeri di

(51)

18

didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa. Pemeriksaan

penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan labarotorium yaitu penghitungan

sel darah komplet serta peningkatan C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan USG

dan CT scan untuk menilai inflamsi dari apendiks dan adanya kemungkinan

perforasi (Rao, 1999).

Penatalaksanaan yang dilakukan adalah apendiktomi sesegera mungkin

untuk menurunkan resiko perforasi setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer C.S,

2002).

2.3. Hubungan Diet Serat dengan Kejadian Apendisitis

Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang

menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Makanan yang

rendah serat menghasilkan feces yang keras dan kering yang susah dikeluarkan

dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar biasa untuk

mengeluarkannya. Makanan tinggi serat cendurung meningkatkan berat feces,

menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna. Jenis dan jumlah serat

menentukan pengaruh ini. Serat larut air mudah difermentasikan sehingga

pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat

feces. Gas yang terbentuk selama fermentasi membantu gerakan sisa makanan

melalui kolon. Manakalan serat tidak larut air tidak mengalami proses fermentasi

(Sunita.A, 2002). Serat ini paling banyak mengalami peningkatan berat kerana

lebih banyak menyerap air sehingga mempunyai pengaruh laksatif paling besar.

Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat mengalami feces yang

kering, keras dan kecil-kecilan yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar

untuk mengeluarkannya sehingga hal ini menyebabkan konstipasi. Konstipasi

menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan

produksi mucus di saluran pencernaan. Peningkatan produksi mukus akhirnya

meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.

Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan

meyebabkan iskemia mukosa dan translokasi bakteri menembus dinding apendiks

(52)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Serat pangan adalah makanan berbentuk karbohidrat kompleks yang

banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat

dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi

yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan

sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan & Wresdiyati, 2004).

Berdasarkan The Food and Nutrition Board of The National Academy of

Sciences Research Council, kebutuhan serat untuk dewasa muda putra adalah 38

g/hari sedangkan untuk dewasa muda putri sebanyak 25 g/hari (Anderson dan

Young, 2003). Namun, asupan serat dalam anak-anak Amerika tetap di bawah

tingkat yang direkomendasikan, dengan rata-rata 13,7 g / hari pada anak-anak

berusia 6-11 tahun (Brauchla M, 2013).

Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, ditemukan bahwa 56,6%

anak sekolah tidak mau mengkonsumsi sayuran. Pada keluarga yang diteliti

umumnya belum memberikan sayuran kepada anak-anak sebelum berusia 1 – 2

tahun (Sulistiyani, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Soerjodibroto (2004),

pada remaja di Jakarta bahwa sebagian besar (50,6%) remaja mengkonsumsi serat

kurang dari 20 gram per hari. Rata-rata asupan serat pada siswa laki-laki 11 ± 7,34

gram per hari dan pada siswa perempuan 10,2 ± 6,62 gram per hari.

Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang

mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan

sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau

setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (Santoso, 2011). Sayuran

merupakan sumber zat besi dan mineral, serta vitamin B kompleks yang baik bagi

(53)

2

menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat badan atau

kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan

gastrointestinal, kanker kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). Masyarakat yang tinggal di kota-kota

besar umumnya mengkonsumsi makanan yang rendah serat atau makanan siap

saji (Sulistiyani, 1999).

Kebutuhan akan sayuran dan buah penting bagi seluruh anggota keluarga.

Namun tidak setiap anak menyukainya walaupun sebagian anak yang lain malah

ada yang kegandrungan. Di samping itu sayuran dan buah sering tidak terhidang

dalam setiap menu harian atau kalaupun terhidang juga dengan ragam yang

terbatas. Menu harian untuk sayuran dan buah setiap harinya perlu selalu berganti

variasi, dua atau tiga pilihan jenisnya. Untuk buah, kualitasnya bukan ditentukan

oleh harganya, melainkan oleh tingkat kesegaraannya (Nadesul, 2006).

Menurut Pratitasari (2010), ada banyak faktor yang dapat menyebabkan

menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah secara langsung terutama pada

anak-anak, di antaranya adalah tidak diperkenalkan sejak dini, cita rasa unik,

sayuran selalu menjadi menu wajib, suasana dan penyajian yang kurang menarik.

Menurut Santoso (2011), penurunan tersebut juga terjadi pada masyarakat

perkotaan yang tingkat mobilitasnya tinggi dan cenderung mengkonsumsi

makanan siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat,

tinggi serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat,

tinggi lemak dan protein. Menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah

menyebabkan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit

degeneratif dan metabolik.

Menurut Dennis B dan Trowell H (1975) menunjukkan bahwa masyarakat

yang mengkonsumsi diet serat yang tinggi memiliki insiden rendah terjadi

apendisitis, sementara mereka yang mengkonsumsi makanan gaya Barat, rendah

serat dan tinggi karbohidrat, memiliki insiden yang lebih tinggi. Insiden terjadi

Gambar

Tabel 1: Koefisien realibilitas menurut kriteria Guilford
Tabel 5.1. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Umur
Tabel 5.3. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Klasifikasi
Tabel 5.6. Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian Apendisitis
+3

Referensi

Dokumen terkait

b.Bagi Rumah Sakit Umum Haji Adam Malik Medan, diharapkan dari hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk memperbaiki sistem pengawasan internal kas pada rumah

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik dalam memberikan pelayanan kepada pasien telah mengunakan sistem informasi manajemen rumah sakit sejak tahun 2000 menggunakan akses

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara usia dan letak tumor pada pasien kanker kolorektal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik periode 2013 - 2015..

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggambarkan gambaran klinis pasien trauma ginjal di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tahun

HUBUNGAN ANTARA POLA DIET SERAT PADA ANAK DENGAN ANGKA KEJADIAN APENDISITIS.. DI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keakuratan PAS dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut pada anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik

Konsep Diri dan Kecemasan Wanita Penderita Kanker Payudara di Poli Bedah Onkologi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam..

Dalam menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Kejadian Benign Prostatic Hyperplasia di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam