DAFTAR RIWAYAT HIDUP Curriculum Vitae
Nama : Yugamalar Thamilarasan
NIM : 120100516
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir : Malaysia, 26 Juni 1991
Alamat : No. 7 & 9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan.
Nomor Telepon : 083197011764 / 085922776884
Email : tyugamalar@yahoo.com
Agama : Hindu
Orang Tua : Thamilarasan a/l M. Ramalingam
Riwayat Pendidikan : Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) – 2008
Alliance University College of Medical Science
(AUCMS) – 2009
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN
Saya yang bernama Yugamalar Thamilarasan adalah mahasiswi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani pendidikan
kedokteran. Saat ini, saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam
Malik, Medan Tahun 2014 - 2015”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu
kegiatan dalam rangka menyelesaikan proses belajar dan mengajar pada semester
keenam dan ketujuh.
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan
bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang
memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus
manusia tetapi memiliki fungsi yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan
& Wresdiyati, 2004).
Pemakanan diet rendah serat menyebabkan seseorang mengalami kesulitan
dalam kesihatan dan salah satunya adalah appendisitis. Apendisitis merupakan
peradangan pada bahagian appendiks yang sering muncul kerana sumbatan
saluran pencernaan. Penyumbatan sering disebabkan oleh feces di saluran
pencernaan yang merupakan salah satu faktor kejadian appendisitis.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan diet rendah serat
dengan kejadian appendisitis pada anak. Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai informasi mengenai hubungan diet rendah serat dengan kejadian
apendisitis pada anak serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang
pengaruh diet rendah serat dalam kejadian apendisitis pada anak sehingga dapat
menurunkan angka mortilitas dan morbilitas.
Saya akan memberikan brosur mengenai manfaat pemakanan serat kepada
dikonsumsi oleh anda. Waktu diperlukan untuk menjawab adalah selama 10
menit.
Partipasi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri bersifat sukarela dan tanpa paksaan dan
dapat mengundurkan diri sewaktu-waku. Setiap data pribadi Bapak/Ibu/Sdra/Sdri
akan dirahasiakan dan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan
untuk tujuan penelitian ini. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu/Saudara/Saudari tidak
akan dikenakan biaya apapun. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti,
Bapak/Ibu/Sdra/sdri dapat menghubungi Saya:
Nama : Yugamalar Thamilarasan
Alamat : No 7&9 Resident K, Jalan Kemboja, Setia Budi, Medan
No Hp : +6285922776884
Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak/Ibu/Sdra/Sdri yang telah ikut
berpartisipasi pada penelitian ini. Kerjasama anda pada penelitian ini sangat saya
hargai. Keikutsertaan Bapak/Ibu/Sdra/Sdri dalam penelitian ini akan
menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.
Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini
diharapkan Bapak/ibu/Sdra/Sdri bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah
saya persiapkan.
Medan,……….2015
Peneliti,
SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Nama Orang Tua/Wali :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap tentang penelitian:
Judul : Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadian Apendisitis Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik, Medan Tahun 2014-2015
Lokasi : RSUP H. Adam Malik Medan
Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Maka dengan ini saya telah memahaminya, saya dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menandatangani dan menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai salah seorang responden dalam penelitian ini.
Medan, ……… 2015
Orang Tua/wali Responden Responden penelitian,
Hubungan Diet Rendah Serat Dengan Kejadiaan Apendisitis Pada Anak
Di Rsup Haji Adam Malik
Tahun 2014 - 2015
Nama Responden:
Umur : ________ tahun Tanggal:
Jenis Kelamin
Tingkat Pendidikan
Pilih salah satu jawapan dibawah ini (Dibulatkan).
1. Pengolahan sayur yang anda suka ? A. Rebus (bersantan)
B. Goreng (Tumis)
C. Lain-lain, sebutkan ________________
2.Cara makan buah yang anda suka? A. Makan langsung
B. Jus
C. Lain-lain, sebutkan ________________
Jumlah
Kosongkan Ruangan
FORMULIR FREKUENSI MAKANAN
Sumber: Dr. Anung Sugihantono, M.Kes dalam Pedoman Gizi Seimbang
DAFTAR DATA REKAM MEDIK
12 Perempuan Akut Jalan Kemunting xiii, no 301 blok 19/ Medan Helvetia, Kota medan.
2. Rio Ricardo. S 4 Laki - laki Akut Alan Letjen Jamin Ginting, no.15 Keluruhan Lau Chin Y, Medan Tuntungan, Kota Medan.
3. Matius Calvin 10 Laki - laki Kronik Jalan Pondok Surya GG.Selaras, Keluruhan Helvitia Timur, Kota Medan. 4. Rian Oktopian 14 Laki - Laki Akut Jalan Lula 3, No.49 Lk 2, Medan Johor, Kota Medan.
5. Alwali Nur Imam Pandia
5 Laki - Laki Akut Alan Jamin Ginting No.12, Desa Tengah Pancar Batu, Kecamatan Pancar Batu.
6. Yusuf Silaen 17 Laki - Laki Akut Komplek Puri Anom Asri Blok E, Pancar Batu, Deli Serdang. 7. Sri Rezeky Malau 12 Perempuan Akut Jalan Jahe 7, No. 41 Smalingkar, Medan Tuntungan, Kota Medan.
8. Dwi aulia Br hasibuan 6 Perempuan Kronik Dusun vi Jalan Paya Bakung Diski Desa , Kecamatan Sunggal, Deli Serdang. 9. Putri Masyarah 17 Perempuan Akut Jalan Ismailiyah Gang 18, No.12 Kota Matsum 1 Kecamatan Medan Area. 10. Feby Regina Ginting 9 Perempuan Akut Jalan Ladang No.27 B, Kecamatan Medan Tuntungan.
11. Angelica Tr. Simbolon 8 Perempuan Akut Jalan Pasar No.20 B Medan, Keluruhan Beringin, Kecamatan Medan Selayang. 12. Dio Trasto 14 Laki - laki Akut Desa Bintang Meriah Dusun iii. Tengah Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang
13. Muhammad Reyhan 7 Laki - laki Akut Jalan Krekel Dusun iii, Keluruhan Sel Gelugur, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang. 14. Devy Wahyuni 16 Perempuan Akut Jalan Perkutut Gang Setia LK xxii, No.307, Helvetia Tengah, Kota Medan.
15. Brian Tri Logos Sinuraya
14 Laki - laki Kronik Jalan Jamin Ginting Gang Cipta No.14, Kecamatan Medan Bara, Kota Medan. 16. Feri Ramadhani 10 Laki - laki Akut Jalan Gaharu Lk. Iv, Kecamatan Binjai Utara, Kota Binjai.
23. Julia K. Sumbayak 4 Perempuan Akut Raya Dolok, Hutasaing, Dolok Silau, Simalungun, 24. Abraham Banurea 16 Laki – laki Kronik Jalan KB No. 11, Desa Salak II
25. Florensia P. Karokiniyo 10 Perempuan Kronik Berastagi
26. Mirenda Noviyanti 16 Perempuan Akut Jalan Makmur Desa Pulau Balai, Kecamatan Pulau Byk, Kodya Aceh singkil. 27. Dina Mariana
Sinambola
15 Perempuan Akut Desa Pengamatan Kecamatan Palipi, Kodya Toba Samosir.
28. Fani Silaen 8 Perempuan Akut Jawa Dasar Kecamatan Pangkatan, Kabuten Labuhan Batu.
29. Ismail Wahyu 13 Laki - laki Akut Jalan Mandala Aek Nabara, Labuhan Batu.
30. Vinsensia Situmorang 11 Perempuan Akut Komplek PT. TPL Town Site B. Pangombusan, Kecamatan Parmaksian, Toba Samosir.
31. Lufti Harahap 5 Perempuan Kronik Nias, Gung Sitali.
32. Ayu Pradita 17 Perempuan Akut Jalai Sei Putih Baru Pasar VI, Medan baru
33. Natalia Rumahorba 9 Perempuan Akut Buntu Besar Dusun III, S.Manindo, Toba Samosir.
34. Putri Nabila 2 Perempuan Akut Jalan Teratai No.61, Keluruhan Pahlawan.
35. Yolanda F. Ginting 16 Perempuan Akut Jalan Petunia Raya . Lk II, Medan
36. Josmen Gultam 14 Laki - laki Akut Rahutbasi Kecamatan Pangaribuan, Kabuten Tapanuli Utara.
37. Ridho AR 10 Laki - laki Kronik Dusun III Agung Sari, Kecamatan Padang Tuolong, Koaya Langkat.
38. Fandy Ramodhani 17 Laki - laki Akut Jalan Tanjung Morawa Desa Limau Manis, Kecamatan Malinga Raya, Deli Serdang. 39. Muhammed Wariandi 14 Laki - laki Akut Desa Durin Simbelang, Kecamatan Pancar Batu, Deli Serdang.
40. Maya Fitri Pasaribu 12 Perempuan Akut Dusun Cempaka Teluk Bakung, Tanjung Pura, Langkat. 41. Muhamad Azwan Hasbi
Sidik
16 Laki - laki Akut Desa Huta Bah Jaga Selatan, Kecamatan Jawa Maroja Bah Jambi, Kota Simalungun. 42. Lisdayani Br Ginting 15 Perempuan Kronik Desa Suka Dusun II, Kecamatan TIga Panah, Karo.
VALIDITAS DAN REALIBILITAS
Correlations
P1 P2 totalskor
P1 Pearson Correlation 1 .154 .731**
Sig. (2-tailed) .325 .000
N 43 43 43
P2 Pearson Correlation .154 1 .724**
Sig. (2-tailed) .325 .000
N 43 43 43
totalskor Pearson Correlation .731** .724** 1
Sig. (2-tailed) .000 .000
N 43 43 43
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Case Processing Summary
N %
Cases
Valid 43 100.0
Excludeda 0 .0
Total 43 100.0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
Item Statistics
Mean Std. Deviation N
P1 1.53 .505 43
P2 1.58 .499 43
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item
Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected
Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha
if Item Deleted
P1 1.58 .249 .154 .
P2 1.53 .255 .154 .
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
DATA INDUK
UMUR PASIEN ANAK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
0-4 3 7.0 7.0 7.0
5-9 12 27.9 27.9 34.9
10-14 16 37.2 37.2 72.1
15-18 12 27.9 27.9 100.0
Total 43 100.0 100.0
JENIS KELAMIN PASIEN APPENDISITIS
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Laki-laki 19 44.2 44.2 44.2
Perempuan 24 55.8 55.8 100.0
Total 43 100.0 100.0
DIAGNOSA PASIEN
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Akut 33 76.7 76.7 76.7
Kronik 10 23.3 23.3 100.0
KONSUMSISERAT
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Rendah 28 65.1 65.1 65.1
Normal/Tinggi 15 34.9 34.9 100.0
Total 43 100.0 100.0
P1
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
rebus 20 46.5 46.5 46.5
goreng 23 53.5 53.5 100.0
Total 43 100.0 100.0
P2
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
makan langsung 18 41.9 41.9 41.9
jus 25 58.1 58.1 100.0
Total 43 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
KONSUMSISERAT * Diagnosa
pasien
KONSUMSISERAT * Diagnosa pasien Crosstabulation
Diagnosa pasien Total
Akut Kronik
KONSUMSISERAT
Rendah
Count 21 7 28
Expected Count 21.5 6.5 28.0
Normal/Tinggi
Count 12 3 15
Expected Count 11.5 3.5 15.0
Total
Count 33 10 43
Expected Count 33.0 10.0 43.0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square .137a 1 .711
Continuity Correctionb .000 1 1.000
Likelihood Ratio .139 1 .709
Fisher's Exact Test 1.000 .512
Linear-by-Linear
Association
.134 1 .715
N of Valid Cases 43
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.49.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, S.I., 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
Available from:
http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/3.
[Accessed 26 Mei 2015]
Almatsier, S., 2011. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama:
44– 46.
Anderson, Young, 2003. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Makanan
Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat Pada Mahasiwa.
Available from: http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20pendahuluan.pdf.
[Accessed 29 Mei 2015]
Andalas, 2007. The Role Of Dietary Fiber From Health Maintenance, Prevention
And Therapy Aspects. Majalah Kedokteran Andalas ; No.2. Vol.31.
Anonim, 2001. The Definition of Dietary Fibre. Cereal Foods World 46.
Available from: http://www.aaccnet.org/Dietary Fiber/pdfs/dietfiber.pdf.
[Accessed 24 Mei 2015]
Astawan, Wresdiyati, Soerjodibroto, 2004. Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Makanan Berserat Dengan Pola Konsumsi Makanan Berserat
Pada Mahasiwa. Available from:
http://digilib.unila.ac.id/9826/7/I%20.pendahuluan.pdf.
36
Aulia, I., 2012. Hubungan Antara Kareakteristik Siswa, Pengetahuan, Media
Massa, Dan Teman Sebaya Dengan Konsumsi Makanan Jajanan Pada Siswa
SMA Negeri 68 Jakarta. Available from:
http://lib.ui.ac.id/ file?file=digital/20320097-S-Imam%20Aulia.pdf.
[Accessed 30 Mei 2015]
Behrman, dkk., 1996. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan
Kualitas Es Krim. Available from:
http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]
Brauchla, M., Mccabe, G.P., Miller, K.B., Kranz, S., 2013. The Effect Of High
Fiber Snacks On Digestive Function And Diet Quality In A Sample Of
School-Age Children.
Dennis, B., Trowell, H., 1975. Acute appendicitis in Japanese soldiers in Burma:
support for the “fibre” theory. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1773321/.
[Accessed 20 April 2015]
Dhingra, D., Michael, M., Rajput, H., Pati, R.T., 2011. Dietary fibre in foods: a
review. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3614
039 /pdf/13197_2011_Article365.pdf. [Accessed 30 Mei 2015]
Gao, F.Y., Bo, S., Jing, Y., Wang, Q.M., 2009. Effects Of Different Cooking
Methods On Health-Promoting Compounds Of Broccoli. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2722699/. [Accessed 29
November 2015]
Hillman, L.C., Peters S.G., 1983. Dietary, Functional and Dietary Fibre. Available
from: http://www.nal.usda.gov/fnic/DRI/DRI_Energy/339-421.pdf.
[Accessed 26 Mei 2015]
Hilfi, L., 2008. Gambaran Apendisitis Akut Yang Mengalami Perforasi Pada
Pasien Pediatrik. Fakultas kedokteraan Universitas Islam, Bandung : 7 – 23.
Imanieh, M.H., Banani, S.A., Dehghani, S.M., Khajeh, R., Gakurya, I.,
Mehrabani, D., 2007. Bowel Movement Patterns In Children With Acute
Appendicitis. Available from:
file:///C:/Users/User/Downloads/UniWSMv9n2p86%2 [Accessed 29
November 2015]
Jehan, 2011. Karakteristik Penderita Appendicitis Rawat Inap Di Rumah Sakit
Tembakau Deli PTP Nusantara II Medan. Available from:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26046/1/Afiati-
fkik.pdf. [Accessed 24 April 2015]
Jonathan, W.D., 1993. Total Fibre Dietary. Available from:
http://www.medallionlabs.com/Downloads/dietary_fiber_web.pdf.
[Accessed 28 Mei 2015]
Khumaidi, 1994. Kesehatan Dan Gizi. Cetakan Pertama. Jakarta: PT RINEKA
CIPTA: 88 – 97.
Kusumawati, Mutalazimah, 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola
Pemberian Makanan Balita. Available from:
38
Mirzaei, A., Delaviz, H., Mohammadi, H., 2014. The Effects Of Cooking
Methods On Antioxidant Activity And Phenol Content In Vegetables.
Available from:
file:///C:/Users/User/Downloads/article_wjpps1404305365%20(1).pdf.
[Accessed 28 November 2015]
Morris, et al., 1987. Demographic and Epidemiologic Features of Acute
Appendicitis. Available from:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/25845.pdf. [Accessed 24 April 2015]
Nadesul, 2006. Gambaran Konsumsi Sayuran Dan Buah Pada Siswa SMA Negeri
1 Pekan baru. Available from:
http://digilib.esaunggul.ac.id/public /UEUUndergraduate-3592-BABI.pdf.
[Accessed 28 Mei 2015]
Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Cetakan Ketiga.
Jakarta: PT RINEKA CIPTA; 79-92.
Nafsiah, M.B.O.I., 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
75 Tahun 2013 Tentang Angka Kecukupan Gizi.
Pratitasari, 2010. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan
Kualitas Es Krim. Available from:
http://e journal .uajy. ac.id/6537/2 /BL101153.pdf. [Accessed 29 Mei 2015]
Rao, 1999. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah.
Short, R., 1920. Appendicitis, fibre intake and bowel behaviour in ethnic groups
in South Africa. Available from:
http://pmj.bmj.com content/49/570/243.full. pdf+html.
[Accessed 19 april 2015]
Santoso, 2011. Kombinasi Wortel Dan Tomat Menyebabkan Perbedaan Kualitas
Es Krim. Available from: http://e journal .uajy. ac.id/ 6537/2 /BL 101153.pdf.
[Accessed 29 Mei 2015]
Sjamsuhidajat, R., Wim, D. J., 2005. Ilmu Bedah. Edisi Kedua. Jakarta: Buku
Kedokteraan EGC: 639 – 645.
Slavin, J.L., Lioyd, B., 2006. Health Benefits of Fruits and Vegetables. Available
from: http://advances.nutrition.org/content/3/4/506.full#T4. [Accessed 30
November 2015]
Smeltzer, C.S., 2002. Appendicitis. Available from:
http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/viewFile/74/36.
[Accessed 19 April 2015].
Sulistiyani, 1999. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Serat Dan Pendapatan
Perkapita Dengan Konsumsi Serat Anak. Available from:
http://digilib.unimus .ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-inkemarrie-6531-
2.pdf [Accessed 28 Mei 2015]
Williams, Eleanor, R., Mary, A.C., 1984. Nutrition: Principles, Issues, and
19
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah:
Variable Independen Variable Dependen
3.2. Definisi Operasional
1. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Penderita
apendicitis adalah orang yang dinyatakan menderita apendicitis berdasarkan
diagnosa dokter dan tercatat pada rekam medis.
a) Alat ukur : Rekam medis
b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan melihat data apendisitis pada
rekam medis
c) Hasil ukur : Dibahagi atas dua katogeri yaitu
- Apendisitis akut
- Apendisitis kronik
d) Skala ukur : Nominal
Diet Rendah Serat Pasien Anak Menderita
2. Diet Serat
Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang
menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Gambaran jenis
dan frekuensi yang dikonsumsi responden dalam periode harian,mingguan,atau
bulanan yang diukur menggunakan metode food frekuensi.
a) Alat ukur : Kuesioner
b) Cara ukur : Pengukuran dilakukan dengan metode angket.
c) Hasil ukur : Dikategorikan bedasarkan tinggi dan rendah serat
dikonsumsi
1. >1 kali/hari
2. 1 kali/hari
3. 3-6 kali/minggu
4. 1-2 kali/minggu
5. 1-3 kali /bulan
6. Tidak pernah
Kategori:
Tinggi : poin 1- 3
Rendah : poin 4 - 6
(Gibson,2005)
d) Skala ukur : Ordinal
3.3. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini
adalah apakah ada hubungan antara diet rendah serat dangan kejadian apendisitis
21
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik mengunakan desain cross sectional
dengan mendeskripsi hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada
anak di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan tahun 2014 -
2015.
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2015
setelah mendapat Ethical Clearance dari Komisi Etik FKUSU/RSHAM. Lokasi
penelitian ini adalah RSUP Haji Adam Malik Medan dan lokasi ini dipilih
berdasarkan kesesuaian penelitian yang dilakukan peneliti.
4.3. Populasi dan Sampel
4.3.1. Populasi Penelitian
Populasi adalah seluruh subjek penelitian yang akan diteliti dalam survey
(Notoatmodji, 2005). Populasi penelitian ini adalah semua data penderita
apendisitis di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2014 hingga Agustus 2015.
4.3.2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti
dan dianggap mewakili seluruh populasi penelitian (Notoatmodjo, 2005). Sampel
dalam penelitian ini adalah semua pasien anak yang menderita apendisitis yang
a) Kriteria Inklusi
1. Pasien yang didiagnosa dengan apendisitis tahun 2014 - 2015
2. Pasien anak-anak yang berumur 1bulan – 18 tahun
b) Kriteria Ekslusi
1.Pasien yang tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
2. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis serta berkomunikasi
dengan baik
4.3.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan Stratified
Random Sampling, dimana jumlah sampel yang diperoleh akan dibagi merata
untuk setiap tingkatan secara proporsional dan semua sampel yang terdapat harus
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi supaya dapat dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah sampel yang diperlukan terpenuhi.
4.3.4. Besar Sampel
Sampel yang digunakan adalah sebagian daripada populasi dan dapat
mewakili keseluruhan populasi serta mempunyai karakteristik yang mampu untuk
mewakili populasi. Penentuan jumlah besar sampel yang digunakan diambil
mengikut rumus berikut. Rumus ini digunakan karena jumlah populasi yang kecil
(lebih kecil dari 10,000) (Notoatmadjo, 2005).
N = Zα²PQ
d²
Dimana:
N = jumlah sampel minimal
Zα = peneliti menetapkan α sebesar 5% sehingga nilai Zα=1,96
P = Prevalensi ditetapkan sebesar 0,5
Q = (1–P) = (1-0.17) = 0.83
d = ketepatan absolut yang di kehendaki (ditentukan peneliti) = 10% = 0,1
N = Zα²PQ
23
N = (1,96) ² (0.13) (0.87)
(0.1)²
N = 43
4.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti mengumpulan data dari dua data yaitu
data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah data yang didapatkan dari
pihak RSUP Haji Adam Malik yaitu jumlah pasien anak yang menderita
apendisitis pada tahun 2014 hingga 2015. Data primer, yaitu data yang dikumpul
dari hasil pengisian kuesioner oleh responden untuk mengetahui jumlah serat yang
dikonsumsi pasien anak yang menderita apendisitis secara langsung dengan
metode angket. Orang tua atau wali pasien anak yang telah teridentifikasi yang
datang untuk kunjungan di RSUP HAM akan dijelaskan tujuan, manfaat dan
metode penelitian serta penjelasan mengenai serat melalui brosur oleh peneliti.
Calon responden yang bersedia ikut dalam penelitian ini, diminta untuk
menandatangani lembar persetujuan. Calon responden yang tidak kunjungi RSUP
HAM akan dijumpai di rumah dengan kebenaran terlebih dahulu melalui telefon
manakala calon responden yang tinggal jauh akan didapatkan maklumat melalui
telefon sahaja. Sebelum penalaksanaan penelitian, akan dilakukan uji validitas dan
realibilitas dari kuesioner yang dibuat agar sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai.
4.4.1 Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana ukuran yang diperoleh benar-benar
menyatakan hasil pengukuran yang ingin diukur. Validitas pada umumnya
dipermasalahkan berkaitan dengan hasil pengukuran psikologis atau non fisik,
hasil pengukuran yang diperoleh sebenarnya diharapkan dapat menggambarkan
atau memberikan skor/ nilai suatu karakteristik lain yang menjadi perhatian
utama. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap
correlation/pearson correlation) antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor
total, sehingga sering disebut inter item-total correlation. Menggunakan rumus
teknik korelasi product moment, sebagai berikut :
N ( xy ) - (xy )
r = ___________________________________
{ [ Nx2 - (x)2 ] . [ Ny2 . (y)2 ] }1/2
Keterangan:
r : koefisien korelasi product moment
X : skor tiap pertanyaan/ item
Y : skor total
N : jumlah responden
4.4.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya
memiliki kemampuan untuk memberikan hasil pengukuran relatif konsisten dari
waktu ke waktu. Untuk mengetahui sejauhmana konsistensi hasil penelitian jika
kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang, maka dilakukan uji reliabilitas
terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan rumus Koefisien Reliabilitas
Alpha.
r 11 = [ k ] [ 1 - ∑σb2 ]
k –1 σt2
Keterangan :
r 11 = reliabilitas instrumen
k = jumlah butir pertanyaan atau banyaknya soal
∑σb2 = jumlah varians butir
25
Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan
hubungan bisa digunakan kriteria Guilford, yaitu :
Tabel 1: Koefisien realibilitas menurut kriteria Guilford
1. kurang dari 0,20 Hubungan yang sangat kecil dan bisa
diabaikan
2. 0,20 - < 0,40 Hubungan yang kecil (tidak erat)
3. 0,40 - < 0,70 Hubungan yang cukup erat
4. 0,70 - < 0,90 Hubungan yang erat (reliabel)
5. 0,90 - < 1,00 Hubungan yang sangat erat (sangat
reliabel)
6. 1,00 Hubungan yang sempurna
4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
4.5.1. Pengolalaan Data
a) Editing : Editing yang dilakukan adalah untuk memeriksa kelengkapan
data.
b) Coding : Data yang terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapan
data diberi kode secara manual oleh peneliti sebelum diolah
dengan komputer.
c) Entry : Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan kedalam
program komputer dengan menggunakan software SPSS.
d) Cleaning : Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan kedalam
4.5.2. Analisis data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan
Statistical Product and Service Solutions, kemuadian dianalisa secara analitik dan
hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi. Analisis statistik yang digunakan
27
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Dekripsi Lokasi Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Haji Adam Malik yang merupakan rumah sakit kelas A pada tahun 1990 sesuai
dengan SK Menkes No.335/Menkes/SKVII/1990. Pada tahun 1991 pula ia
dijadikan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes
502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik Medan memiliki visi sebagai
pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan serta merupakan Pusat
Rujukan Wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. RSUP H. Adam Malik
Medan mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 yang berlokasi di Jalan Bunga
Lau No.17, Keluruhan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan
Kotamadya Medan Provinsi Sumatera Utara.
RSUP H. Adam Malik memiliki fasilitas pelayanan yang terdiri dari
pelayanan medis (instalasi rawat inap, rawat jalan,gawat darurat dan perawatan
intensif), pelayanan penunjang medis (radiologi, mikrobiologi, patologi anatomi,
patologi klinik dan intalasi dianostik terpadu), pelayanan penunjang non medis
(instalasi farmasi, Central Sterilization Supply Depart dan gizi), bioelektrik
medik, dan pelayanan non medis (instalasi tatausaha pasien dan teknik sipil
5.1.2. Dekripsi Karekteristik Responden
Dalam penelitian ini, responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini
adalah pasien anak yang menderita apendisitis di RSUP H. Adam Malik Medan
dari tahun 2014 hingga 2015. Jumlah responden yang terlibat dalam studi setelah
memenuhi kriteria penelitian adalah sebanyak 43 orang.
Hasil yang diamati dari keseluruhan responden tersebut dievaluasi
berdasarkan umur, jenis kelamin, diagnosa apendisitis, konsumsi serat dan cara
konsumsinya.
Tabel 5.1. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Umur
Umur Frekuensi Persentase (%)
sedikit berumur diantara 1 bulan - 4 tahun sebesar 3 (7 %) orang dan sedangkan
responden berumur 5 – 9 tahun dan 15 – 18 tahun masing-masing sebanyak
12 (27,9%) orang.
Tabel 5.2. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki - laki 19 44,2
Perempuan 24 55,8
Total 43 100.0
Jika ditinjau berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 19 (44,2%) orang laki-laki
29
Tabel 5.3. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Klasifikasi
Klasifikasi Frekuensi Persentase (%)
Akut 33 76,7
Kronik 10 23,3
Total 43 100.0
Dari tabel 5.3. terlihat pasien yang menderita appendisitis akut adalah
sebanyak 33 (76,7%) orang dibanding pasien yang menderita apendisitis kronik
sebanyak 10 (23,3%) orang.
Tabel 5.4. Distribusi Pasien Apendisitis Berdasarkan Konsumsi Serat
Konsumsi Serat Frekuensi Persentase (%)
Rendah 28 65,1
Tinggi 15 34,9
Total 43 100.0
Dari hasil penelitian dengan mendistribusikan kuosiner kepada responden
ditemukan bahawa 28 (65,1%) orang mengkonsumsi rendah serat dan 15 (34,9%)
orang mengkonsumsi tinggi serat.
Tabel 5.5. Distribusi Pasien Appendisitis Berdasarkan Cara Konsumsi Serat
Cara Konsumsi Frekuensi Persentase (%)
Sayur
Rebus 20 46,5
Goreng 23 53,5
Buah
Makan langsung 18 41,9
Jus 25 58,1
Dari Tabel 5.6, diperoleh bahwa cara mengkonsumsi sayur secara makanan
rebus adalah 20 (46,5%) orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 (53,5%)
orang manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18
(41,9%) orang sedangkan secara minum jus sebanyak 25 (58,1%) orang.
Tabel 5.6. Hubungan Konsumsi Serat Dengan Kejadian Apendisitis
Variabel Appendisits Jumlah P
Akut Kronik
Konsumsi Serat
Rendah
Tinggi
21
12
7
3
28
15
1.000
Jumlah 33 10 43
*Bermakna dengan P > 0,05
Berdasarkan tabel di atas, didapati bahawa 28 orang yang mengkonsumsi
diet rendah serat, terdapat 21 orang yang menderita apendisitis akut dan 7 orang
yang menderita apendisitis kronik. Bagi yang mengkonsumsi serat dalam tinggi
pula, terdapat 12 orang yang menderita apendisitis akut dan 3 orang menderita
apendisitis kronik.
Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode Fisher Exact Test
menggunakan analisis regresi dengan bantuan Statical Program for Social Science
(SPSS) diperoleh nilai p (p value) adalah 1,000 yang berarti bahwa ada hubungan
31
5.2. Pembahasan
Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan tujuan untuk
mengetahui hubungan diet rendah serat dengan kejadian apendisitis pada anak
yang telah berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dari tahun 2014 hingga 2015
dengan jumlah besar sampel sebanyak 43 orang.
Berdasarkan hasil penelitian ini, setelah dianalisis statistik dengan metode
Fisher Exact Test didapati ada hubungan antara diet rendah serat dengan kejadian
apendisitis pada anak.Beberapa peneliti menemukan hubungan yang logis antara
penurunan konsumsi asupan serat dan apendisitis.
Pentingnya serat untuk fungsi normal dari sistem pencernaan telah lama
dihargai. Pada awal 1970-an, Dennis B dan Trowell H menerbitkan secara luas
tentang "hipotesis serat," yang menyatakan bahwa asupan serat tinggi melindungi
berbagai penyakit. Penelitiannya yang menunjukkan bahwa masyarakat yang
mengkonsumsi diet serat yang rendah memiliki insiden tinggi terjadi apendisitis,
sementara mereka yang mengkonsumsi tinggi serat memiliki insiden yang lebih
rendah.
Secara teori juga dapat dibuktikan bahawa seseorang yang mengkonsumsi
rendah serat bisa terjadi appendisitis. Hal ini disebabkan kerana feces akan mulai
kering, keras dan berbentuk kecil-kecilan, yang lama-kelamaan memerlukan
kontraksi otot yang lebih besar untuk mengeluarkannya yang dikatakan sebagai
konstipasi. Konstipasi akan menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus
sehingga meningkatkan produksi mucus di saluran pencernaan. Hal ini akhirnya
meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.
Peningkatan tekanan di dinding apendiks menyebabkan meningkatnya tekanan
kapiler dan iskemia mukosa serta translokasi bakteri menembus dinding apendiks
yang akhirnya menyebabkan terjadi inflamasi di apendiks yang disebutkan
sebagai apendisitis (Hilfi L, 2008).
Penelitian sebelumnya dari Imanieh M.H (2007), menunjukkan bahwa
tingkat konstipasi lebih tinggi pada pasien anak yang menderita apendisitis
hipotesis peneliti yang menunjukkan peran serat makanan dalam menurunkan
kejadian apendisitis.
Menurut Short R (1920), beliau juga menyatakan bahwa kejadian
appendisitis lebih tinggi dengan rasio yang lebih rendah selulosa dalam diet serta
teori yang dikembangkan lebih lanjut mengenai korelasi negatif antara apendisitis
dan diet kaya serat yang mengandung sayuran hijau dan buah-buahan manakala
korelasi positif antara apendisitis dan pola makan yang buruk serat tetapi kaya
dalam makanan seperti daging, kentang, dan gula, (Morris et al., 1987).
Maka dikatakan bahawa hubungan mengkonsumsi diet rendah serat
dengan terjadinya apendisitis bergantung kepada cara makanan dikonsumsi juga.
Dari hasil dari penelitian menunjukkan bahawa cara mengkonsumsi sayur secara
makanan rebus adalah 20 orang dan secara makanan bergoreng adalah 23 orang
manakala cara mengkonsumsi buah secara makan langsung sebanyak 18 orang
sedangkan secara minum jus sebanyak 25 orang.
Secara umum, pengolahan sayur-sayuran dan buah-buahan baik dapat
meningkatkan atau menurunkan kandungan nutrisi. Dalam penelitian J.L. Slavin
(2006), mengatakan bahawa mengupas kulit buah akan menurunkan kadar serat
yaitu satu porsi jeruk tanpa membran mengandung lebih sedikit serat
dibandingkan dengan jeruk yang mempunyai membran. Jadi memakan buah
secara langsung lebih baik dibanding dengan meminum jus.
Selain itu menurut Gao F.Y (2009), sayuran biasanya dimasak sebelum
dikonsumsi dan diketahui bahwa memasak menginduksi perubahan signifikan
dalam komposisi fisiokimia yang mempengaruhi bioavailabilitas dalam sayuran
serta diketahui bahwa serat makanan terutamanya terdapat pada dinding sel. Jadi
memasak sayur memang mengurangkan kandungan serat dalam sayuran tetapi
tergantung pada metode memasak dan jenis sayuran yang dikonsumsi. Maka,
tidak ada penelitian yang jelas mengenai ini jadi diperlukan penelitian yang lebih
lanjut untuk mengidentifikasi metode memasak yang bagus untuk setiap sayuran
33
BAB 6
SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh pada penelitian ini, maka
dapat disimpulkan bahawa :
1. Dari jumlah total 43 responden, ditemukan hubungan yang sangat
bermakna antara menkonsumisi diet rendah serat dengan kejadian
apendisitis pada anak di RSUP H Adam Malik pada tahun 2014 hingga
2015 sehingga dapat dikatakan hipotesa penelitian ini diterima.
6.2. Saran
1. Kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terutama
pada bahagian rekam medis diharapkan untuk melengkapi data rekam
medis pasien agar lebih mempermudahkan dalam pencarian data,
mengelakkan kesalahan membuat kode serta tidak menggandakan
rekam medik.
2. Kepada pihak tenaga medis baik dokter, diharapkan melakukan
pengenalan dini akan manifestasi klinis yang timbul akibat apendisitis
dengan melakukan pemeriksaan histopatologi untuk menegakkan
diagnosis dari suatu apendisitis akut dan kronik.
3. Kepada pihak pemerintah dan petugas kesehatan setempat diharapkam
mengadakan penyuluhan tentang faktor-faktor resiko penyebab
apendisitis dengan pengetahuan dasar gejala-gejala klinis, upaya
pencegahan dan pengobatannya.
4. Kepada masyarakat diharapkan mendapatkan edukasi dan motivasi serta
gejala, cara pencegahan apendisitis dan pentingnya menerapkan pola
makanan serat yang tepat melalui petugas kesehatan.
5. Kepada pihak sekolah diharapkan mengadakan penyuluhan tentang
manfaat serat makanan dalam seharian serta memperhatikan seluruh
siswanya dan jajanan yang disediakan di kantin sekolah dibawah
pengawasan pihak sekolah agar konsumsi siswa dan siswi selalu baik
dan sehat.
6. Kepada guru yang memberi mata pelajaran Ilmu Gizi diharapkan agar
memberikan materi tentang serat makanan dengan cara yang mudah
supaya siswa dan siswi mengerti betapa pentingnya serat makanan bagi
tubuh.
7. Kepada orang tua diharapkan dari penelitian ini mengerti mengenai
kepentingan serat dan memberikan makanan yang mengandung serat
dalam menu seharian anak-anak.
8. Kepada peneliti lain, diharapkan dapat melakukan penelitian yang lebih
standard dengan mengunakan metode pengumpulan data lain dan
dengan rancangan penelitian yang berbeda untuk menilai faktor resiko
ini maupun lain yang berhubungan dengan apendisitis di RSUP H Adam
Malik Medan kerana masih terdapat kekurangan dalam penelitian ini.
9. Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi
pihak tenaga medis, baik dokter maupun perawat dalam rangka untuk
menurunkan angka kejadian apendisitis serta dapat meningkatkan mutu
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serat Pangan
2.1.1. Definisi
Serat pangan, dikenal juga sebagai serat diet atau dietary fiber, merupakan bagian
dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari karbohidrat yang
memiliki sifat resistan terhadap proses pencernaan dan penyerapan di usus halus
manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau keseluruhan di usus besar
(Anonim, 2001).
2.1.2. Klasifikasi
Serat pangan diklasifikasikan ke dua kelompok yaitu :
a) Serat larut air (soluble dietary fibre)
Komponen yang larut dalam air di saluran pencernaan yang membentuk
gel dengan cara menyerap air. Pektin, gum mukilase merupakan kelompok serat
larut air. Serat larut air difermentasikan dalam usus besar. Ia meningkatkan
produksi asam lemak rantai pendek yang membantu menghindari garam hempedu
dari sistem yang akan menurunkan penyerapan kolesterol ditubuh. Jadi serat larut
air membantu mengendalikan berat badan, mengurangi resiko penyakit jantung
dan memperlambatkan gula darah yang dibutuhkan (Jonathan.W, 1993).
b) Serat tidak larut air (Insoluble dietary fibre)
Komponen yang tidak larut dalam air dan saluran pencernaan. Serat tidak
larut air biasanya memiliki kemampuan menyerap air yang tinggi serta
pembentukan tinja yang lebih lunak sehingga melewati usus besar dengan cepat
dan mudah dengan demikian mengurangi tekanan yang diperlukan untuk
eliminasi. Jadi serat tidak larut air mengurangi resiko sembelit, penyakit
diverkulitis, varises, wasir, hernia, apendisitis, dan flebitis. Semakin cepat gerakan
2.1.3. Jenis-Jenis
a) Sellulosa
Sellulosa merupakan sebuah polisakarida yang terdiri dari polimer liniar unit glukosa dengan ikatan β-1,4 , adalah komponen struktural dinding sel. Manusia kekurangan enzim pencernaan untuk memecah β- (1,4) dengan demikian tidak dapat menyerap glukosa dari sellulosa. Sebuah molekul selulosa
mengandung 3000 atau lebih unit glukosa. Sellulosa ditemukan pada dinding
parenkiem tumbuhan, lebih kurang 30% yang dimodifikasikan secara kimiawi
menjadi hancur dan ditambahkan ke makanan sebagai pengawet, penguat rasa,
dan agen pengental.
b) Hemisellulosa
Hemisellulosa adalah kelompok polisakarida yang ditemukan di dinding
sel tanaman yang mengelilingi selulosa. Polimer ini terdapat dalam bentuk liniar
atau bercabang dan terdiri dari glukosa, arabinosa, manosa, xylose, dan asam
galacturonic. Molekul ini kecil dibandingkan dengan sellulosa.
c) Pektin
Pektin, yang ditemukan di dinding sel dan jaringan intraseluler di
kebanyakan buah-buahan dan berry yang terdiri dari unit galaktosa dengan
ramnosa diselingi dalam rantai liniar. Pektin sering memiliki rantai sampingan
dari gula netral, dan unit galaktosa dapat diesterifikasi dengan gugus metil, sebuah
lender yang memungkinkan untuk viskositasnya. Sementara buah-buahan dan
sayuran mengandung 5 sampai 10 persen alami pektin, pektin yang diekstrak dari
kulit industri jeruk dan apel. Kulit buah jeruk mengandung 30 persen pektin , kulit
apel 15 persen , dan kulit bawang 11 hingga 12 persen . Pektin terkenal karena
kemampuannya untuk membentuk gel dalam mempersiapkan selai buah atau jeli.
d) Gum
Gum merupakan tanaman yang terdiri dari berbagai kelompok polisakarida
8
sel. Guar gum diproduksi daripada penggilingan dari endosperm dari biji guar.
Polisakarida utama dalam guar gum adalah galactomannan. Galactomannans
sangat kental dan karena itu digunakan sebagai agen pengental dan stabilisator
dalam bahan makanan. Beberapa juga digunakan sebagai obat pencahar kerana
merupakan zat pembentuk gel yang diperoleh dari rumput laut.
e) B-glukan
β-glukan merupakan polimer polisakarida yang mempunyai ikatan
campuran glukosa. Polimer D-glukopiranosa liniar glukosa dengan ikatan β-1,4
terdapat pada jamur, algae, dan tanaman yang lebih tinggi (misalnya, barley dan gandum). β-glukan sangat baik difermentasikan oleh bakteri di usus besar.
f) Resistent starch
Resistant starch merupakan pati yang tidak bisa dicerna secara enzimatik.
Salah satu contohnya adalah zat pati yang dibutuhkan di dinding sel tanaman yang
tahan terhadap aktivitas enzim amylase. Gelatinisasi dapat mempermudahkan
aksesnya terhadap enzim ini. Resistant starch juga bisa terbentuk akibat
pengolahan bahan makanan seperti proses pemasakan atau pendinginan atau
modifikasi dari zat pati.
g) Chtitin dan Chitosan
Chitin adalah amino-polisakarida yang mengandung β- (1,4) yang tidak
larut dalam air dan dapat mengantikan sellulosa pada dinding sel. Chitosan
merupakan produk deasetilasi dari chitin. Kedua-dua chitin dan chitosan
merupakan komponen eksoskeleton arthropoda (misalnya, kepiting dan lobster)
dan sebahagian besar ditemukan di dinding sel jamur. Chitin dan chitosan
terutama dikonsumsi sebagai suplemen.
h) Lignin
Lignin merupakan polimer bercabang yang terdiri dari unit-unit fenol dan
Lignin merupakan komponen non-karohidrat utama dari serat meskipun tidak
termasuk dalam komponen penting dalam makanan manusia kerana umumnya
berhubungan dengan jaringan-jaringan keras dan berkayu.Lignin tidak larut dalam
air dan tidak difermentasi oleh bakteri usus.
i) Resistant dekstrin
Komponen karbohidrat yang tidak bisa dicerna, dan merupakan sebagai
hasil dari pemanasan dan pengobatan enzimatik yang menghasilkan dekstrin yang
juga disebut maltodekstrin. Tidak seperti gum, dekstrin memiliki viskositas tinggi
yang dapat menyebabkan masalah dalam pengolahan makanan.
j) Psillium
Psillium didapat dari getah tumbuhan berbiji platago ovate yang bersifat
hidrofilik dan dapat membentuk gel.
(Hillman LC., 1983)
2.1.5. Sifat- Sifat
a) Adsorption and binding ability
Serat telah diduga menganggu penyerapan mineral karena mengeluarkan
ion polisakarida (seperti pektin melalui kelompok karboksil ) dan zat terkait
seperti fitat dalam serat sereal telah terbukti invitro untuk mengikat ion logam.
Polisakarida tidak memiliki efek pada penyerapan mineral dan elemen jejak
sementara zat terkait seperti fitat dapat memiliki efek negatif. Kemampuan
berbagai serat untuk menyerap dan bahkan kimia asam empedu mengikat telah
diusulkan sebagai mekanisme potensial dimana serat makanan tertentu kaya asam
uronic dan senyawa fenolik mungkin memiliki tindakan hipokolesterolemik.
Kondisi lingkungan (durasi paparan, pH) bentuk fisik dan kimia dari serat dan
10
b) Solubility
Kelarutan memiliki efek mendalam pada fungsi serat. Hal ini juga
ditetapkan bahwa polisakarida kental larut dapat menghambat pencernaan dan
penyerapan nutrisi dari usus. Lebih mendalam (seperti permen karet akasia),
kehadiran kelompok-kelompok ion (misalnya pektin metilasi) dan potensi untuk unit antara ikatan posisi (seperti β-glukan dengan campuran β-1-3 dan β-1-4 keterkaitan) meningkatkan kelarutan. Perubahan dari unit monosakarida atau bentuk molekul mereka (α- atau bentuk β) lebih meningkatkan kelarutan.
c) Viscosity
Viskositas cairan secara kasar dapat digambarkan sebagai resistensi
terhadap aliran. Secara umum, apabila berat molekul atau panjang rantai serat
meningkat, viskositas serat dalam larutan meningkat. Namun, konsentrasi serat
dalam larutan, suhu, pH, kondisi pengolahan dan kekuatan ion semua secara
substansial tergantung pada serat yang digunakan. Terutama, polimer rantai
panjang, seperti gusi (guar gum, permen tragakan) mengikat air yang signifikan
dan menunjukkan viskositas solusi tinggi. Namun, secara umum, serat sangat
larut, yang bercabang atau polimer rantai yang relatif pendek seperti getah arab
memiliki viskositas rendah.
d) Particle size and bulk volume
Ukuran partikel memainkan peranan penting dalam mengendalikan
sejumlah peristiwa yang terjadi di saluran pencernaan yaitu waktu transit,
fermentasi, dan ekskresi tinja. Kisaran ukuran partikel tergantung pada jenis
dinding sel yang terdapat dalam makanan, dan pada tingkat pengelolaan.Ukuran
partikel serat dapat bervariasi selama proses di saluran pencernaan sebagai akibat
dari mengunyah, menggiling dan degradasi bakteri di usus besar. Kapasitas
penyerapan lemak juga dilaporkan meningkat dengan mengalami penurunan
e) Surface area characterictics
Porositas dan permukaan yang tersedia dapat mempengaruhi fermentasi
serat makanan (ketersediaan degradasi mikroba di usus besar) sementara
regiokimia pada lapisan permukaan dapat memainkan peran dalam beberapa sifat
fisiokimia(adsorpsi atau pengingatan beberapa molekul) akuntansi untuk beberapa
efek fisiologis serat makanan. Porositas dan permukaan yang tersedia untuk
bakteri atau molecular probe seperti enzim yang tergantung pada arsitektur serat,
yang ada kaitan dengan asal-usul dan sejarah pengolahannya.
f) Hydration poperties
Sifat hidrasi menentukan sebagian nasib serat makanan dalam saluran
pencernaan (induksi fermentasi) dan menjelaskan beberapa efek fisiologis
(kantong kotoran dari fermentasi minimal serat makanan).Pembengkakan dan
kapasitas retensi air memberikan pandangan umum tentang hidrasi serat dan akan
memberikan informasi yang berguna untuk makanan serat tambahan. Penyerapan
air memberikan informasi yang lebih lanjut mengenai serat, khususnya yang
volume substrat porinya.Ia juga membantu kita untuk memahami tentang perilaku
serat dalam makanan atau selama transit usus. Proses, seperti penggilingan,
pengeringan, pemanasan atau pemasakan ekstrusi misalnya, modifikasi sifat fisik
dari matriks serat dan juga mempengaruhi sifat hidrasi.
12
2.1.5. Sumber serat
Serat pangan banyak terdapat pada sayuran dan buah-buahan dan paling
mudah dijumpai dalam menu makanan masyarakat. Sebagai sumber serat sayuran
dapat dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan.
Tabel 2.1: Kadar Serat Pangan dalam Sayuran, Buah-buahan, Kacang-kacangan
dan Produk Olahannya
2.1.6. Kebutuhan Serat Pangan
Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
Tahun 2013 tentang angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia
adalah berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin. Tabel 2.2 dibawah ini
memperlihatkan nilai dari jumlah kebutuhann serat untuk anak dan dewasa per
hari.
Tabel 2.2 : Kebutuhan Serat pada Anak dan Dewasa dalam Sehari
Asupan Serat
14
2.1.7. Manfaat Serat Pangan
a) Terhadap konstipasi
Kemampuan serat seperti sellulosa dan pektin dalam mengikat air telah
mencegah terjadi konstipasi (sembelit). Feces dengan kandungan air yang rendah
akan lebih lama tinggal dalam saluran dan mengalami kesukaran untuk
dieksresikan keluar (Andalas, 2007). Serat dengan kemampuan meningkatkan air
dalam feces menghasilkan feces yang lembut dan lunak yang akan mengurangkan
ketegangan usus untuk kontraksi ketika mengeluarkan feces (Agus S.Ir, 2011).
b) Terhadap Diverkulitis
Pada penyakit diverkulitis, sepanjang usus besar terbentuk kantong kecil
atau kantung (divertikula). Kantung ini diduga hasil dari tekanan di dalam usus
yang menyebabkan bagian kecil dari usus besar untuk " blow -out " pada titik-titik
kelemahan untuk membentuk kantong atau diverticula (Williams,1984). Ini
dipengaruhi oleh waktu transit makanan dalam usus besar (Andalas, 2007).Jika
kotoran tertinggal dalam kantong, lama-kelamaan akan berkembang infeksi. Serat
mencegah terjadi tekanan di usus serta mempersingkatkan waktu transit makanan
dalam usus besar.Serat juga mencegah disfungsi alat pencernaan seperti wasir,
appendicitis dan kanker usus besar (Andalas,2007).
c) Terhadap Kolesterol
Serat tidak larut air tampaknya tidak mempengaruhi kadar kolesterol darah.
Meskipun ada kemungkinan adalah bahawa serat dapat mengikat garam empedu
(produk akhir kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses.
Akibatnya , hati harus memecahkan lebih banyak kolesterol untuk membentuk
asam empedu yang diperlukan untuk mencerna lemak dalam makanan . Proses ini
bisa menurunkan kadar kolesterol darah (Williams,1984). Beberapa penelitian
membuktikan bahwa rendahnya kadar kolesterol dalam darah ada hubungannya
dengan tingginya kandungan serat dalam makanan. Secara fisiologis, serat pangan
larut air lebih efektif dalam mereduksi plasma kolesterol yaitu Low Density
d) Terhadap Kanker Usus Besar
Studi epidemiologi dari berbagai populasi, membandingkan insiden
penyakit dengan asupan serat makanan, telah menyarankan bahwa diet serat dapat
memberikan perlindungan dari kanker usus besar dan rectum (Williams,1984) .
Penyebab kanker usus besar diduga karena adanya kontak antara sel-sel dalam
usus besar dengan senyawa karsinogen dalam konsentrasi tinggi serta dalam
waktu yang lebih lama (Agus S.Ir, 2011).Serat pangan mencegah kanker usus
besar dengan meningkatkan ukuran feces dan menyelubungi komponen penyebab
kanker didalam feces serta mempersingkatkan waktu lewatnya sisa percernaan
pada saluran usus besar yang mengurangi paparan dinding usus terhadap
karsinogen (Andalas, 2007).
e) Terhadap Diabetes
Dalam salah satu studi, efek serat pada diabetes dengan menurunkan
kebutuhan insulin tercatat pada pasien yang meningkat jumlah makanan kaya
serat (Williams, 1984). Kemampuan Serat pangan menyerap air dan mengikat
glukosa sehingga mengurangi ketersediaan glukosa menyebabkan terjadinya
kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat berkurang.
Keadaan tersebut mampu merendahkan kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol (Agus S.Ir, 2011).
f) Terhadap Berat badan dan Obesitas
Makanan dengan kandungan serat pangan yang tinggi dilaporkan dapat
mengurangi berat badan. Serat makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan
dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang. Selain itu,
makanan yang mengandung serat yang relatif tinggi akan memberikan rasa
kenyang karena komposisi karbohidrat komplek bersifat menghentikan nafsu
makan sehingga mengakibatkan turunnya konsumsi makanan. Makanan dengan
kandungan serat pangan yang relatif tinggi biasanya mengandung kalori rendah,
kadar gula dan lemak rendah yang dapat membantu mengurangi terjadinya
16
2.1.8. Kerugian Serat Pangan
Serat pangan selain memberikan manfaat juga memberikan kerugian dari
segi absobsi zat gizi serta mempengaruhi aktivitas enzim-enzim protease. Serat
pangan menyebabkan ketidak tersediaan (non-availability) beberapa mineral
seperti vitamin larut dalam lemak terutama vitamin D dan E. Selain mengurangi
zat gizi juga menyebabkan flatulen (Agus S.Ir, 2011).
2.1.9. Penyebab Asupan Serat rendah Pada Anak
Faktor-faktor yang memyebabkan anak tidak mengkonsumsi serat:
a) Memenuhi kesenangan anak yaitu ciri-ciri organoleptik yang dimiliki
makanan. Ciri yang dapat dirasakan seseorang melalui indranya
mempengaruhi anak untuk menerima atau menolok makanan tertentu :
rasa, bau,suhu, penampilan dan tekstur (Khumaidi, 1994).
b) Kebiasaan makan seseorang terbentuk dari proses belajar (learning
behavior). Apabila sejak dini orang tua tidak memperkenalkan atau
membiasakan makan dengan benar maka hal itu akan terbawa hingga anak
dewasa (Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).
c) Tingkat pendidikan ikut menentukan atau mempengaruhi mudah tidaknya
anak menerima suatu pengetahuan, semakin tinggi pendidikan maka
seseorang akan lebih mudah menerima informasi-informasi makanan
(Kusumawati dan Mutalazimah, 2004).
d) Linkungan ekonomi juga menentukan kebiasaan makanan anak. Golongan
ekonomi tinggi megkonsumsi cukup serat manakala golongan ekonomi
rendah justru mempunyai kebiasaan makan yang memberikan kecukupan
e) Perbedaan bangsa dan suku bangsa mempunyai kebiasaan makan yang
berbeda-beda sesuai dengan kebudayaan yang telah dianut turun menurun
(Khumaidi, 1994).
f) Teman sebaya juga dapat mempengaruhi kebiasaan mengkonsumsi
makanan karena anak menghabiskan kebanyakkan waktu di sekolah
sehingga lama-kelamaan akan mengkonsumsi makanan yang dipilih
teman (Amulia I, 2012).
g) Iklan makanan pada media massa khususnya televisi juga mempengaruhi
kebiasaan konsumsi makanan karena tertarik dengan iklan ditonton oleh
anak (Amulia I, 2012).
2.2. Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada bahagian appendiks. Apendisitis
adalah penyebab utama operasi bedah abdomen pada anak (Jason A.Brodskg,
2013).
Berbagai berperan sebagai faktor pencetusnya yang paling sering adalah
infeksi bakteria. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan
sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor
apendiks dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain
yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena
parasit seperti E.histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran
kebiasaan makan makanan diet rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap
timbulnya apendisitis (Sjamsuhidayat, 2005).
Gejala klinis apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini
sering disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun.
Kadang tidak ada nyeri epigastrium, tetapi terdapat konstipasi (Sjamsuhidajat,
2005).
Diagnosa apendisitis yang paling sering ditemukan adalah nyeri di
18
didapatkan perubahan fisik yang lebih berat daripada orang dewasa. Pemeriksaan
penunjang yang diperlukan adalah pemeriksaan labarotorium yaitu penghitungan
sel darah komplet serta peningkatan C-Reactive Protein (CRP). Pemeriksaan USG
dan CT scan untuk menilai inflamsi dari apendiks dan adanya kemungkinan
perforasi (Rao, 1999).
Penatalaksanaan yang dilakukan adalah apendiktomi sesegera mungkin
untuk menurunkan resiko perforasi setelah diagnosa ditegakkan (Smeltzer C.S,
2002).
2.3. Hubungan Diet Serat dengan Kejadian Apendisitis
Serat makanan adalah komponen-komponen dari dinding sel tanaman yang
menolak pencernaan dengan enzim terdapat pada saluran cerna. Makanan yang
rendah serat menghasilkan feces yang keras dan kering yang susah dikeluarkan
dan membutuhkan peningkatan tekanan saluran cerna yang luar biasa untuk
mengeluarkannya. Makanan tinggi serat cendurung meningkatkan berat feces,
menurunkan waktu transit di dalam saluran cerna. Jenis dan jumlah serat
menentukan pengaruh ini. Serat larut air mudah difermentasikan sehingga
pertumbuhan dan perkembangan bakteri kolon menyebabkan bertambahnya berat
feces. Gas yang terbentuk selama fermentasi membantu gerakan sisa makanan
melalui kolon. Manakalan serat tidak larut air tidak mengalami proses fermentasi
(Sunita.A, 2002). Serat ini paling banyak mengalami peningkatan berat kerana
lebih banyak menyerap air sehingga mempunyai pengaruh laksatif paling besar.
Seseorang yang mengkonsumsi sedikit makanan berserat mengalami feces yang
kering, keras dan kecil-kecilan yang memerlukan kontraksi otot yang lebih besar
untuk mengeluarkannya sehingga hal ini menyebabkan konstipasi. Konstipasi
menyebabkan berlaku obstruksi fekalit dalam usus sehingga meningkatkan
produksi mucus di saluran pencernaan. Peningkatan produksi mukus akhirnya
meningkatkan tekanan intraluminal yang menyebabkan distensi apendiks.
Peningkatan tekanan di dinding apendiks meningkatkan tekanan kapiler dan
meyebabkan iskemia mukosa dan translokasi bakteri menembus dinding apendiks
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Serat pangan adalah makanan berbentuk karbohidrat kompleks yang
banyak terdapat pada dinding sel tanaman pangan. Serat pangan tidak dapat
dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan manusia, tetapi memiliki fungsi
yang sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit dan
sebagai komponen penting dalam terapi gizi (Astawan & Wresdiyati, 2004).
Berdasarkan The Food and Nutrition Board of The National Academy of
Sciences Research Council, kebutuhan serat untuk dewasa muda putra adalah 38
g/hari sedangkan untuk dewasa muda putri sebanyak 25 g/hari (Anderson dan
Young, 2003). Namun, asupan serat dalam anak-anak Amerika tetap di bawah
tingkat yang direkomendasikan, dengan rata-rata 13,7 g / hari pada anak-anak
berusia 6-11 tahun (Brauchla M, 2013).
Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, ditemukan bahwa 56,6%
anak sekolah tidak mau mengkonsumsi sayuran. Pada keluarga yang diteliti
umumnya belum memberikan sayuran kepada anak-anak sebelum berusia 1 – 2
tahun (Sulistiyani, 1999). Penelitian yang dilakukan oleh Soerjodibroto (2004),
pada remaja di Jakarta bahwa sebagian besar (50,6%) remaja mengkonsumsi serat
kurang dari 20 gram per hari. Rata-rata asupan serat pada siswa laki-laki 11 ± 7,34
gram per hari dan pada siswa perempuan 10,2 ± 6,62 gram per hari.
Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang
mudah ditemukan dalam bahan pangan dan hampir selalu terdapat pada hidangan
sehari-hari masyarakat Indonesia, baik dalam keadaan mentah (lalapan segar) atau
setelah diolah menjadi berbagai macam bentuk masakan (Santoso, 2011). Sayuran
merupakan sumber zat besi dan mineral, serta vitamin B kompleks yang baik bagi
2
menguntungkan bagi kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat badan atau
kegemukan (obesitas), menanggulangi penyakit diabetes, mencegah gangguan
gastrointestinal, kanker kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan
penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011). Masyarakat yang tinggal di kota-kota
besar umumnya mengkonsumsi makanan yang rendah serat atau makanan siap
saji (Sulistiyani, 1999).
Kebutuhan akan sayuran dan buah penting bagi seluruh anggota keluarga.
Namun tidak setiap anak menyukainya walaupun sebagian anak yang lain malah
ada yang kegandrungan. Di samping itu sayuran dan buah sering tidak terhidang
dalam setiap menu harian atau kalaupun terhidang juga dengan ragam yang
terbatas. Menu harian untuk sayuran dan buah setiap harinya perlu selalu berganti
variasi, dua atau tiga pilihan jenisnya. Untuk buah, kualitasnya bukan ditentukan
oleh harganya, melainkan oleh tingkat kesegaraannya (Nadesul, 2006).
Menurut Pratitasari (2010), ada banyak faktor yang dapat menyebabkan
menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah secara langsung terutama pada
anak-anak, di antaranya adalah tidak diperkenalkan sejak dini, cita rasa unik,
sayuran selalu menjadi menu wajib, suasana dan penyajian yang kurang menarik.
Menurut Santoso (2011), penurunan tersebut juga terjadi pada masyarakat
perkotaan yang tingkat mobilitasnya tinggi dan cenderung mengkonsumsi
makanan siap saji sehingga terjadi pergeseran pola makan dari tinggi karbohidrat,
tinggi serat, dan rendah lemak ke pola konsumsi rendah karbohidrat dan serat,
tinggi lemak dan protein. Menurunnya tingkat konsumsi sayur dan buah
menyebabkan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi penyakit
degeneratif dan metabolik.
Menurut Dennis B dan Trowell H (1975) menunjukkan bahwa masyarakat
yang mengkonsumsi diet serat yang tinggi memiliki insiden rendah terjadi
apendisitis, sementara mereka yang mengkonsumsi makanan gaya Barat, rendah
serat dan tinggi karbohidrat, memiliki insiden yang lebih tinggi. Insiden terjadi