SIFAT FISIK DAN TOTAL MIKROBA SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU ( Bubalus bubalis) YANG DIKEMAS
VAKUM PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR
SKRIPSI HEMELIA ULFA
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT FISIK DAN TOTAL MIKROBA SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU ( Bubalus bubalis) YANG DIKEMAS
VAKUM PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR
HEMELIA ULFA D14202016
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT FISIK DAN TOTAL MIKROBA SOSIS FRANKFURTERS
DAGING KERBAU ( Bubalus bubalis) YANG DIKEMAS
VAKUM PADA PENYIMPANAN REFRIGERATOR
Oleh
HEMELIA ULFA D 14202016
Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 9 Januari 2007
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si NIP. 132 243 330 NIP. 132 206 246
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
RINGKASAN
HEMELIA ULFA. D14202016. 2007. Sifat Fisik dan Total Mikroba Sosis
Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis) yang dikemas Vakum pada Penyimpanan Refrigerator. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief., S.Pt., M.Si Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.
Pengolahan daging kerbau sebagai produk pangan perlu ditingkatkan. Sosis frankfurters merupakan salah satu bentuk olahan dari daging. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah Sodium Tripoliphosphate (STPP) yang memiliki fungsi menjaga kestabilan emulsi, pembentuk tekstur, anti oksidan, meningkatkan kemampuan mengikat air. Khitosan memiliki fungsi yang hampir sama dengan STPP sehingga dapat digunakan dalam pengolahan sosis.
Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai pH, persentase kadar air bebas (% mg H2O), stabilitas emulsi dan total mikroba dengan penambahan khitosan dan STPP pada sosis frankfurters daging kerbau yang dikemas vakum selama penyimpanan sampai 21 hari pada suhu refrigerator. Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium Pengolahan Pangan, Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Balai Penelitian Veteriner Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai Agustus 2006.
Rancangan percobaan penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap. Data yang diperoleh di analisis dengan menggunakan uji t berpasangan, sosis frankfurters dengan penambahan 0,3 % STPP dan 0,3 % khitosan yang disimpan selama 21 hari pada suhu refrigerator dengan tiga kali ulangan. Total mikroba sosis frankfurters dengan penambahan STPP dan khitosan selama penyimpanan 21 hari dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati meliputi nilai pH, persentase kadar air bebas (% mg H2O), stabilitas emulsi dan total mikroba..
Hasil penelitian menunjukkan nilai pH dan persentase kadar air (% mg H2O) dengan penambahan STPP dan khitosan semakin menurun selam penyimpanan 21 hari pada suhu refrigerator. Penambahan STPP dan khitosan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai stabilitas emulsi, namun nilai stabilitas emulsi sosis frankfurters menurun selama penyimpanan 21 hari pada suhu refrigerator. Jumlah mikroba pada sosis frankfurters dengan penambahan STPP dan khitosan secara deskriptif menunjukkan jumlah mikroba semakin menurun selama penyimpanan 21 hari pada suhu refrigerator, namun masih dibawah jumlah mikroba pada sosis SNI 01-3820-1995 maksimal 105 CFU/g. Sosis frankfurters daging kerbau dengan penambahan STPP dan khitosan layak dikonsumsi sampai penyimpanan selama 21 hari pada suhu refrigerator.
ABSTRACT
Physical Characteristic and Total Microba of Frankfurters Sausage from Bufallo Meat (Buabalus bubalis) with Vacum Packaging at
Refrigerated Storage Ulfa. H, I. Isnafia and Zakiah. W
Buffalo meat processing is needed to be improved, such as frankfurters sausage. STPP is one of food additive used in sausage processing to increase the firmness and emulsion stabilitation. Chitosan has the same functional properties as STPP. The aim of this research was to compare the physical properties and total microba of frankfurters sausage with chitosan or STPP additon, at refrigerate storage. Completely randomize design with 3 replication ( added STPP and chitosan and four storaging time; namely 0, 7, 14 and 21 days). Data were analyzed by T-Test. Total microba were analysised by description. The result showed that physical characteristic of frankfurters sausage with STPP or chitosan was significantly difference on pH value and water holding capacity (% mg H2O). The addition chitosan or STPP wasnot significantly differences on emulsion stability of sausage but significantly differences on storage duration. Total microba of sausage decrease during storage duration.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Februari 1985 di Kerinci, Jambi. Penulis
anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Herman dan Ibu Juniar. Pendidikan
penulis diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 7/III Kerinci, Jambi. Penulis
selanjutnya menyelesaikan pendidikan lanjutan tingkat pertama pada tahun 1999 di
SLTPN 9 Sungai Penuh Kerinci, Jambi dan pendidikan lanjutan menengah umum
pada tahun 2002 di SMUN 2 Sungai Penuh Kerinci, Jambi.
Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada tahun 2002 melalui Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis pernah
menjadi pengurus Ikatan Mahasiswa Kerinci-Jambi periode (2002-2005). Penulis
juga pernah mengikuti beberapa kepanitiaan, pelatihan dan seminar pada kegiatan
yang diadakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2007
KATA PENGANTAR
Alhamdullillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan nikmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan judul “Sifat Fisik dan Total Mikroba Sosis Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis) yang dikemas Vakum pada Penyimpanan Refrigerator.“
Skripsi ini membahas alternatif pemanfaatan daging kerbau sebagai bahan
pangan yaitu sosis frankfurters. Skripsi ini membahas tentang penggunaan khitosan
sebagai pengganti STPP dalam pengolahan sosis frankfurters dengan peubah pH,
persentase kadar air bebas (mg H2O), stabilitas emulsi serta jumlah mikroorganisme
selama penyimpanan 21 hari. Khitosan yang memiliki fungsi yang hampir sama
dengan STPP yaitu meningkatkan daya ikat air, menjaga kestabilan emulsi, serta
pembentuk tekstur sehingga dapat menggantikan STPP.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penelitian ini
masih mempunyai kelemahan. Penulis berharap penelitian ini dapat dikembangkan
lebih lanjut.
Bogor, Januari 2007
Stabilitas Emulsi ... 24
Total Mikroba ………... 26
KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
Kesimpulan ... 28
Saran ... 28
UCAPAN TERIMAKASIH ... 29
DAFTAR PUSTAKA ... 30
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Syarat Mutu Sosis ... 4
2. Spesifikasi Sifat Fisika Kimia Khitosan...
10 3. Lama Penyimpanan Sosis dengan Suhu yang Berbeda... 13
4. Formulasi Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada Total Adonan Sosis Frankfurters (gram)... 18
5. Nilai pH Sosis Frankfurters dengan Penambahan Khitosan dan STPP dengan Lama Penyimpanan Refrigerator... 20
6. Persentase Kadar Air bebas (% mg H20) Sosis Frankfurters dengan Penambahan Khitosan dan STPP dengan Lama Penyimpanan Refrigerator...
22
7. Stabilitas Emulsi Sosis Frankfurters dengan Penambahan Khitosan dan STPP dengan Lama Penyimpanan Refrigerator.... 24
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Tahapan Proses Pembuatan Sosis Frankfurters... 19
2. Grafik Nilai pH Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan
Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator... 21
3. Grafik Persentase mg H2O dengan Penambahan STPP dan Khitosan
Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator... 23
4. Grafik Nilai Stabilitas Emulsi dengan Penambahan STPP dan
Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator... 25
5. Grafik Total Mikroba dengan Penambahan STPP dan Khitosan
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari pada Refrigerator dengan Peubah pH, Persentase Kadar Air Bebas (mg H2O) dan Stabilitas
Emulsi... 31
2. Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP Selama Penyimpanan pada Refrigerator...
38
3. Sosis Frankfurters dengan Penambahan Khitosan Selama
Penyimpanan Refrigerator... 39
4. Total Mikroba Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP Selama
Penyimpanan Refrigerator... 40
5. Total Mikroba Sosis Frankfurters dengan Penambahan Khitosan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi yang mampu
memenuhi kebutuhan asam amino esensial bagi tubuh. Daging memiliki protein yang
sangat kompleks dan bermutu baik bila dibandingkan dengan protein nabati. Kerbau
merupakan salah satu ternak alternatif penghasil daging yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia sebagai produk pangan selain dimanfaatkan sebagai ternak kerja.
Dengan telah dikonsumsinya daging kerbau oleh masyarakat, pengolahan daging
kerbau menjadi produk olahan seperti bakso dan sosis perlu dikembangkan.
Nama sosis dalam perdagangan sering dikaitkan dengan tempat asal
pembuatan sosis tersebut seperti sosis frankfurters merupakan sosis yang berasal dari
Frankfurt (Jerman Barat), dibuat dengan bahan yang lebih menonjolkan
rempah-rempah dan bumbu-bumbu yang sesuai dengan kondisi daerah asalnya dan melalui
proses pengasapan. Rempah-rempah merupakan bahan alami selain memberikan
aroma yang khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya yaitu
pengaruh positif terhadap kesehatan dan berfungsi sebagai pengawet. Selain
rempah-rempah bahan yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging, es, lemak atau
minyak, garam, Sodium Tripoliphosphate (STPP), bahan pengisi dan pengikat serta
selongsong sosis.
Khitosan memiliki fungsi sebagai penstabil, pengikat, bahan pengental dan
memperbaiki tekstur produk pangan. Khitosan yang merupakan hasil proses
deasetilisai khitin ini selain memiliki fungsi yang hampir sama dengan sodium
tripolyhosphate (STPP) merupakan salah satu bahan dalam pembuatan sosis
berfungsi untuk mengikat air, menjaga kestabilan emulsi, serta pembentuk tekstur.
Pemanfaatan khitosan yang merupakan limbah dari cangkang udang dan bahan yang
alami dalam pengolahan sosis diharapkan dapat menggantikan STPP yang
merupakan bahan kimiawi dan memiliki kelemahan yang apabila digunakan dalam
jumlah yang banyak akan membuat rasa pahit pada produk, serta penggunaan
khitosan sebagai pengganti STPP dapat memperpanjang masa simpan sosis
Tujuan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pH, persentase kadar air bebas (mg
H2O), stabilitas emulsi, total mikroba dari sosis frankfurters daging kerbau dengan
menggunakan khitosan sebagai pengganti STPP yang dikemas vakum selama
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Kerbau
Definisi daging secara umum adalah semua jaringan hewan dan semua
produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta
tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1992).
Daging kerbau relatif kurang disukai dibandingkan dengan daging sapi karena
terbatasnya pengetahuan masyarakat tentang cara mengolah daging kerbau hingga
dapat mengundang selera. Penyebab lain kurang disenanginya daging kerbau karena
dagingnya alot ( Murtidjo, 1991).
Nilai gizi daging kerbau relatif sama dengan daging sapi, perbedaan
mencolok antara daging kerbau dengan daging sapi, antara lain warna daging kerbau
merah gelap, sedangkan daging sapi merah segar, serat daging kerbau lebih kasar dan
daging sapi lebih halus, daging kerbau mengandung kadar protein lebih tinggi dan
kadar air rendah sedangkan daging sapi kadar proteinnya rendah dan mengandung
kadar air tinggi dan lemak daging kebau berwarna kuning sedangkan lemak daging
sapi berwarna putih agak kuning (Murtidjo, 1991). Cockrill (1974) menambahkan
perbedaan daging kerbau dan daging sapi terletak pada penyebaran lemak dan
jaringan ikatnya. Lemak daging kerbau lebih terpusat dibawah kulit pada rongga
tubuh dan lebih sedikit diantara daging dengan kata lain derajat marbling daging
kerbau lebih sedikit daripada daging sapi.
Komposisi kimia daging kerbau adalah protein 19 %, lemak intramuskuler
2-3 %, kadar abu 1-11 %, bahan ekstrak tanpa nitrogen 2-3,2 %, kadar air 76 % dan
mioglobin 4,1 % (NRC, 1981). Semakin besar kandungan mioglobin daging, maka
semakin tinggi daya mengikat air dan tekstur semakin lekat. Selanjutnya dikatakan
bahwa pemasakan menyebabkan perubahan daya mengikat air karena adanya
solubilitas protein daging. Tempertaur yang tinggi meningkatkan denaturasi protein
dan menurunkan daya mengikat air (Soeparno, 1994)
Kualitas daging dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor sebelum
pemotongan dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat
mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis
kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (antibiotik, hormon dan mineral) serta
adalah metode pelayuan, metode pemasakan, tingkat keasaman daging (pH), bahan
tambahan (termasuk enzim pengempuk daging), lemak intramuskuler (marbling),
metode penyimpanan dan pengawetan (Soeparno, 1994). Usaha peningkatan satu
komponen dalam daging akan mengakibatkan penurunan komponen lainnya.
Kandungan terbesar dalam daging berdasarkan bahan kering menurut Soeparno
(1994) adalah protein sedangkan kandungan gizi terkecil adalah karbohidrat (kurang
dari 1 %).
Sosis
Sosis atau sausage berasal dari bahasa latin yang berarti digarami atau secara
harfiah berarti daging yang disiapkan melalui penggaraman (Kramlich, 1971).
Pembuatan sosis ditujukan untuk mengawetkan daging yang segar yang tidak
langsung dikonsumsi (Kramlich, 1971). Sosis didefinisikan sebagai bahan pangan
yang berasal dari potongan kecil-kecil daging yang digiling dan diberi bumbu
(Buckle et al., 1987). Ditambahkan oleh Marchello dan Robinson (1998) sosis adalah
gilingan atau cacahan daging yang dicampur dengan bahan lainnya dan dimasukkan
kedalam casing. Salah satu kriteria mutu sosis yang penting dilihat dari kandungan
gizinya, yaitu terdiri atas kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Standar
mutu sosis menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Syarat Mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995)
Jenis Analisis Syarat Mutu (% b/b)
Sosis merupakan produk daging olahan yang berbentuk emulsi dimana lemak
bertindak sebagai komponen atau zat yang teremulsi serta protein dan air sebagai
komponen atau zat pengemulsi (Wilson, 1960). Protein yang larut dalam air (protein
globula lemak, sedangkan protein yang larut dalam garam yaitu myosin bertindak
sebagai zat pengemulsi yang utama (Lawrie, 1995).
Berdasarkan sistem United State Departement of Agriculture (USDA), sosis
dapat dikategorikan menjadi sosis mentah, sosis asap belum masak, sosis asap
masak, sosis masak, sosis fermentasi dan meat loaf. Sosis frankfurters dikategorikan
sebagai sosis asap masak, memiliki karakteristik yaitu daging kuring, dicacah,
ditambah bumbu, dimasukkan kedalam casing, dimasak, diasap tidak dianjurkan
untuk dimasak lagi (Marchello dan Robinson, 1998).
Pembuatan sosis frankfurters bertujuan untuk mengawetkan daging segar dari
faktor luar yang dapat merusak kualitas daging dengan cepat. Bahan utama dalam
pembuatan sosis adalah jaringan daging hewan, selain daging murni, daging
berlemak juga ditambahkan untuk memberi rasa lezat. Jaringan hewan yang berbeda
akan menghasilkan rasa yang berbeda serta produk yang berbeda dalam rasio kadar
protein-air, nilai rasio lemak-daging dan jumlah pigmen (Kramlich, 1971).
Bahan-Bahan Pembuatan Sosis
Bahan pendukung yang digunakan untuk memperoleh sosis yang baik selain
penggunaan bahan utama yang berupa daging. Bahan pendukung merupakan bahan
yang sengaja ditambahkan dengan tujuan tertentu, seperti untuk meningkatkan
citarasa, konsistensi dan membentuk produk yang kompak (Rust, 1987).
Bahan-bahan pendukung yang digunakan untuk pembuatan sosis diantaranya lemak, garam
dapur (NaCl), bahan pengikat, es, bumbu dan selongsong (casing).
Daging
Daging yang baik untuk digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging
segar dengan pH 5,6-6,0 (Gurnadi, 1988). Daging yang akan digiling sebaiknya
didinginkan terlebih dahulu sampai suhu -20C, sehingga suhu penggilingan dapat
dipertahankan tetap kurang dari 220C yang bertujuan untuk mencegah
terdenaturasinya protein sebagai emulsifier utama (Muchtadi, 1992).
Es
Penambahan es ini bertujuan untuk membentuk adonan yang baik,
mendristribusikan bumbu-bumbu dan menurunkan suhu selama proses penggilingan
penting untuk mendapatkan produk yang juicy dan memiliki rendemen yang tinggi
(Schmidt,1988). Jumlah air yang umum ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah
20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahakn dalam bentuk es
(Aberle et al., 2001).
Lemak atau Minyak
Lemak atau minyak pada pembuatan sosis berfungsi untuk memberikan rasa
lezat, mempengaruhi keempukan dan juicenes daging dari produk yang dihasilkan
(Kramlich, 1971). Menurut Acton dan Saffle (1970), lemak dapat mempengaruhi
kestabilan emulsi. Lemak menghasilkan fase dispersi dari emulsi daging sehingga
lemak merupakan komponen struktural utama. Lemak yang mengandung asam
lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam lemak tak jenuh. Penggunaan
lemak cair (minyak) pada produk daging olahan dapat menghasilkan emulsi daging
yang lebih stabil daripada minyak padat (Sulzbacher, 1973). Menurut Schmidt
(1988), kandungan lemak sosis adalah sekitar 15-30%.
Minyak yang dapat digunakan dalam pembuatan sosis adalah minyak jagung.
Komponen minyak jagung terdiri dari asam lemak trigliserida, fosfolipid, sterol,
wax, karotenoid dan hidrokarbon dalam jumlah kecil. Asam oleat (satu ikatan
rangkap) akan memegang peranan penting pada proses pembentukan emulsi (Cristian
dan Saffle, 1967). Minyak jagung mengandung asam lemak dengan satu ikatan
rangkap sehingga lebih mudah diemulsikan daripada lemak yang mengandung asam
lemak dengan dua ikatan rangkap (Kramlich, 1971).
Garam
Penambahan garam dalam pengolahan sosis bertujuan untuk pemberi rasa,
pengawet dan melarutkan protein myofibril, garam akan menyelimuti lemak dan
mengikat air sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil. Konsentrasi garam yang
digunakan dalam berbagai produk sosis bervariasi tergantung asal pembuatan sosis
tersebut biasanya untuk sosis segar sekitar 1,5-2% (Rust, 1987). Sulzbacher (1973)
menyatakan bahwa kestabilan emulsi dipengaruhi oleh penambahan garam dapur
karena semakin tinggi konsentrasi NaCl yang ditambahkan maka kemampuan protein
Bahan Pengisi dan Pengikat
Bahan pengisi dan pengikat dalam pengolahan daging untuk memperbaiki
stabilitas emulsi, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki hasil irisan,
menurunkan penyusutan akibat pemasakan, memperbaiki citarasa dan menekan biya
produksi (Price dan Schweigert, 1987). Bahan pengisi yang digunakan dalam
pengolahan daging, salah satunya adalah tepung tapioka. Tepung tapioka mempunyai
daya penahan air yang tinggi, memberikan warna terang pada produk sosis dan
harganya murah. Bahan pengikat yang biasa digunakan dalam pembuatan sosis
adalah susu skim. Hal ini karena susu skim bersifat adhesive dan dapat menambah
nilai gizi. Penggunaannya pada sosis berfungsi menghambat pengumpulan lemak
pada ruang antar selongsong dengan daging sosis. Sosis yang menggunakan susu
skim mempunyai tekstur halus dan penampakan yang lebih baik dibandingkan
dengan sosis tanpa susu skim (Ockerman, 1983).
Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu atau rempah merupakan bahan asal tumbuhan yang
dicampurkan kedalam berbagai makanan dan berfungsi untuk membentuk cita rasa
dan membangkitkan selera makan (Buckle et al., 1987). Menurut Aberle et al.
(2001), bumbu berfungsi sebagai pemanbah karakteristik warna atau pola tekstur
serta sebagai agen antioksidan. Bumbu atau rempah-rempah yang digunakan dalam
pembuatan sosis frankfuters adalah bawang putih, jinten, majoran, lada, jahe,
ketumbar, gula pasir dan pala.
Selongsong Sosis (casing)
Selongsong atau casing untuk sosis ada dua tipe yaitu selongsong alami dan
selongsong buatan (Pearson dan Tauber, 1973). Pada dasarnya selongsong alami
adalah kolagen. Selama pengolahan sosis selongsong alami dalam keadaan basah
mudah ditembus oleh asap dan cairan. Selongsong alami kurang permeabel karena
pengeringan dan pemakaian asap. Cairan dan panas akan menyebabkan selongsong
menjadi lunak dan porus, sehingga proses pengasapan dan pemasakan harus
dikendalikan sehubungan dengan kelembaban udara (Bacus, 1984).
Selongsong buatan terdiri atas sellulosa, kolagen dapat dimakan, kolagen
adalah penyimpanan dan pengisiannya yang mudah, dapat disimpan pada suhu tinggi
atau suhu kamar tanpa mengalami kerusakan, tahan lama, diameter bervariasi,
bentuknya seragam dan kemungkinan kontaminasi yang rendah. Casing sosis yang
terbuat dari kolagen memiliki sifat mudah mengkerut, tembus air dan udara serta
tetap menempel pada bahan (Soeparno, 1994). Casing dalam pembuatan sosis
frankfurters bertujuan untuk membentuk dan menjaga stabilitas sosis serta
melindungi dari kerusakan kimia seperti oksidasi, mikroba atau kerusakan fisik
seperti kekeringan.
Sodium Tripoliphosphate (STPP)
Sodium Tripoliphosphat (STPP) memiliki rumus kimia Na2P3010. pH dari
Sodium Tripoliphosphat adalah 9,8. Fosfat sebagai salah satu bahan dalam
pembuatan sosis mempunyai fungsi untuk meningkatkan kemampuan mengikat air
(WHC) dari daging, meningkatkan keempukan dan juiceness (Forrest et. al., 1975),
meningkatkan pH daging, menigkatkan kestabilan emulsi dan kemampuan
mengemulsi, menstabilkan warna dan keseragaman, menghambat ketengikan karena
phospat mempunyai sifat sebagai antioksidan (Ockerman, 1983).
Penggunaan STPP pada pembuatan produk olahan daging adalah 0,3-0,5%
dari berat daging (Schmidt, 1988). Kombinasi penambahan fosfat dalam pengolahan
daging sebesar 2% garam dan 0,3% fosfat.
Khitosan
Khitosan adalah polimer linier berberat molekul tinggi dari 2-deoksi
2-amino-glukosa, merupakan produk deasetilasi dari khitin dengan alkali kuat, bersifat
polimer kationik sehingga tidak larut dalam air atau alkali pada pH di atas 6.5, tetapi
dapat larut cepat dalam asam organik cair seperti asam formiat, asam sitrat dan asam
mineral kecuali sulfur. Pelarut khitosan yang baik adalah asam asetat (Prasetiyo,
2006).
Fennema (1985) menyatakan bahwa khitosan memiliki sifat yang sama
dengan bahan pembentuk tekstur sintesis yang dapat memperbaiki penampakan dan
tekstur suatu produk karena memiliki daya mengikat air yang tinggi dan minyak
yang kuat dan tahan panas. Hal ini didukung oleh adanya gugus polar dan nonpolar
pengental atau pembentuk gel yang sangat baik, pengikat dan pembentuk tekstur
pangan (Brezeski, 1987).
Pada saat ini khitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, perikanan,
dan kesehatan di luar negeri, seperti untuk bahan pelapis, perekat, penstabil, serta
sebagai polimer dalam bidang teknologi polimer. Selain itu, kitin dan khitosan
merupakan bahan dasar dalam bidang biokimia, enzimologi, obat-obatan, pertanian,
pangan gizi, mikrobiologi, pertanian, industri membran (film), tekstil, kosmetik, dan
lain sebagainya. Di luar negeri, teknologi pengolahan limbah cangkang udang ini
sudah sangat maju sehingga mereka mampu menghasilkan produk khitosan dengan
berbagai variasi dan kegunaan (Prasetiyo, 2006)
Menurut Shadidi et al. (1999) aplikasi khitosan dan turunannya dalam
industri pangan adalah sebagai berikut :
♦ Antimikroba : sebagai bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi jamur
pada komoditi pertanian.
♦ Industri edible film : mengatur perpindahan uap antara makanan dan
lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan,
nutrisi, flavor dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu,
menahan kegiatan browning enzimatis pada buah.
♦ Bahan aditif : mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur, bahan
pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penstabil warna.
♦ Sifat nutrisi : sebagai serat diet, penurun kolesterol, persedian dan tambahan
makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel
tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan
bayi.
♦ Pengolahan limbah : flokulan dan pemecah agar makanan padat
♦ Pemurnian air : memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernihan
Khitosan yang merupakan produk hasil dari proses deasetilasi khitin
memiliki sifat yang unik (Angka dan Suhartono, 2000). Spesifikasi sifat fisika-kimia
Tabel 2. Spesifikasi Sifat Fisika Kimia Khitosan
Sumber: Laboratorium Protan, diacu dalam Suptijah et al. (1992)
Pengasapan
Pengasapan merupakan suatu cara pengolahan atau pengawetan yang
memanfaatkan kombinasi perlakuan pengeringan dan pemakaian senyawa kimia
alami dari hasil pembakaran bahan bakar alami (kayu) yang akan membentuk
senyawa-senyawa asap dalam bentuk uap dan butiran-butiran tar serta dihasilkan
panas. senyawa dalam bentuk uap menempel pada produk dan terlarut dalam lapisan
air yang ada dipermukaan sehingga terbentuk aroma dan rasa yang khas pada produk
dan warnanya menjadi kecoklatan (Wibowo, 1995).
Asap dapat berperan sebagai bahan pengawet apabila komponen-komponen
asap mengendap atau meresap kedalam bahan yang diasap. Komponen asap
merupakan bahan yang bersifat bakteriostatik dan bakterisidal serta dapat
menghambat oksidasi lemak pada bahan pangan seperti fenol yang bersifat
bakteriostatik, bakteriosidal dan antioksidan, serta formaldehid yang bersifat
fungisidal. Kombinasi panas dan asap, dehidrasi permukaan, koagulasi protein dan
deposisi resin dari hasil kondensasi formaldehid dan fenol merupakan penghalang
kimiawi dan fisik dari hasil yang efektif terhadap pertumbuhan dan penetrasi
mikroorganisme kedalam produk asap (Winarno et al., 1980).
Pengasapan pada produk sosis bertujuan untuk menghasilkan citarasa yang
baik, memperpanjang umur simpan dan mencegah ketengikan akibat oksidasi lemak
(Kramlich et al., 1973). Tanpa pengasapan flavor produk terlalu rendah dan
berwarna pucat (Juttelstad, 1999). Proses pengasapan akan menghasilkan carbonyl
dari proses pyrolisis selulosa dan hemiselulosa, pembentukan warna dimulai ketika
carbonyl diserap pada permukaan produk, pyrolisis pada lignin akan memproduksi
yang menimbulkan rasa asap sedangkan syringol merupakan unsur phenolic yang
menimbulkan bau asap pada produk (Ellis, 2001).
Pengemasan
Buckle et al. (1987) menyatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
kerusakan pangan dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Perubahan fisik karena suhu, perubahan biokimia dan kimia karena
mikroorganisme atau karena interaksi antara berbagai komponen dalam
produk.
2. Faktor yang membawa kerusakan bahan pangan yang dipertimbangkan
dalam empat kelompok :
a. Kerusakan secara mekanis.
b. Perubahan kadar air bahan pangan.
c. Penyerapan dari dan interaksi dengan oksigen
d. Hilang atau bertambahnya cita-rasa
Pengemasan memiliki fungsi untuk melindungi produk pangan terhadap
kerusakan yang terlalu cepat, mempertahankan mutu, warna dan rasa produk pangan,
mempermudah transportasi dan sebagai sarana yang tepat untuk pemasaran dengan
penampilan yang menarik (Soeparno, 1992).
Pengemasan Vakum
Pengemasan vakum adalah sistem pengemasan hampa udara dimana
tekanannya kurang dari satu atmosfer dengan cara mengeluarkan oksigen dari
kemasan sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Teknik pengemasan vakum
dilakukan dengan cara memasukkan produk kedalam kemasan plastik yang diikuti
dengan pengaturan udara menggunakan mesin pengemas vakum, kemudian ditutup
dengan menggunakan alat sealer (Jay, 1996). Sacharow dan Griffin (1980)
menambahkan plastik yang yang digunakan sebagai pengemas adalah plastik yang
permeabilitas oksigennya rendah dan tahan terhadap bahan yang dikemas.
Pengemasan secara vakum dilakukan untuk mencegah terjadinya oksidasi
yang dapat mendukung aktivitas mikroorganisme khususnya mikroorganisme
aerobik, sehingga pengemasan vakum mempunyai umur simpan yang lebih baik
Penyimpanan Dingin
Proses pendinginan (refrigerasi) adalah produksi, pemeliharaan tingkat suhu
dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah daripada suhu
lingkungan atau atmosfer sekitarnya dengan cara penarikan atau penyerapan panas
dari bahan atau ruangan tersebut (Ilyas, 1993). Winarno (1997) menyatakan,
pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu
sekitar 2-100C. Proses ini bertujuan untuk mengurangi atau kerusakan biokimia, fisik
dan mikrobiologi. Selain itu penggunaan suhu dingin untuk peyimpanan juga
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk segar maupun olahan (Fellow,
1990).
Pendinginan (refrigerasi) adalah suatu proses ekstraksi panas dari bahan atau
lingkungan sekitar. Pada proses pendinginan, terjadinya reaksi antara bahan cair
terhadap panas dan tekanan dengan cara bereaksi dengan air yang kemudian
terjadinya penguapan atau dari penguapan bahan cair dari padatan. Perbedaan yang
penting antara air dan tempat pendinginan dengan menggunakan ruang pendingin
menunjukkan reaksi pada level suhu yang berbeda . Pendinginan, dengan cara yang
sama dapat mengubah air menjadi padatan, kemudian kembali menjadi bahan cair
dari perpindahan panas dan terjadi penguapan. Hal ini dikontrol oleh perubahan
tekanan pada sistem penguapan (Hallowell et al, 1972).
Penyimpanan daging dingin sebaiknya dibatasi dalam waktu yang relatif
singkat, karena adanya perubahan-perubahan kerusakan yang meningkat sesuai
dengan lama waktu penyimpanan. Faktor yang mempengaruhi lama simpan daging
(refrigerasi), antara lain adalah jumlah mikroba awal, temperatur dan kelembaban
selama penyimpanan, ada tidaknya pelindung, spesies ternak dalam ruang pendingin
dan tipe produk yang disimpan (Forrest et al., 1975)
Sosis dengan dikemas vakum dapat disimpan selama 21 hari pada suhu 40C
(James, 2000). Umur simpan produk olahan yang disimpan pada suhu dingin
ditentukan oleh tipe makanan, tingkat kerusakan mikroba atau aktivitas enzim akibat
proses pengolahan, kontrol sanitasi selama proses pengolahan dan pengemasan,
barrier pada kemasan dan suhu selama distribusi dan penyimpanan (Fellow, 1990)
Tabel 3. Lama Penyimpanan Sosis dengan Suhu yang Berbeda
Suhu Penyimpanan Lama Penyimpanan (Hari)
-4,10C sampai –1,10C 80
2,10C sampai 5,10C 36
METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia
Besar, Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, serta Laboratorium
Pengolahan Pangan, Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, dan Balai Penelitian Veteriner Bogor. Penelitian ini dilaksanakan
selama tiga bulan, yaitu dari bulan Juni sampai bulan Agustus 2006.
Materi
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian adalah daging kerbau bagian
paha belakang (topside) yang diperoleh dari RPH Leuwiliang dengan umur 6 jam
postmortem. Bahan pendukung lainnya adalah minyak jagung, tepung tapioka, susu
skim, es batu, garam, STPP dan 1 g khitosan yang telah dilarutkan dalam 5 ml asam
asetat 1,5% (Khitooligosakarida) dan 100 ml aquades dan digunakan untuk
pembuatan sosis sebanyak 0,78 g, serta bumbu-bumbu (lada putih, bawang putih,
bubuk jahe, ketumbar, pala dan gula pasir). PCA sebagai medium untuk analisis
Total Plate Count (TPC).
Peralatan yang digunakan dalam membuat sosis frankfurters adalah pisau,
baskom, timbangan, grinder, food processor, stuffer, termometer, sendok dan
kompor, serta ruang asap. Alat untuk analisis fisik adalah gelas ukur, sentrifuse,
corver press, planimeter, beaker glass, tabung reaksi, penangas air, pH-meter,
blender, kertas saring, oven, cawan petri, pipet, alat untuk kemas vakum.
Rancangan
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penambahan 0,3 %
STPP selama penyimpanan 21 hari (0, 7, 14 dan 21 hari) dan 0,3 % khitosan selama
penyimpanan 21 hari (0, 7, 14 dan 21 hari) pada refrigerator (4-100C).
Model
Model rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap dengan 3 kali ulangan. Adapun model matematis yang digunakan
Yij = µ + i + ij Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan taraf perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
µ = Nilai rataan umum
i = Pengaruh taraf perlakuan ke-i (penambahan 0,3 % STPP dan 0,3 %
khitosan)
ij = Galat taraf perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
j = ulangan
Peubah yang diamati
Nilai pH (AOAC, 1995). Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan buffer pH 4 dan buffer pH 7. sampel sosis frankfurters dicacah sampai
halus dan diambil sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalul dilarutkan
dengan aquades sampai volume 50 ml kemudian dihomogenkan dengan blender
selama 1 menit, lalu dituangkan dalam beaker glass. Nilai pH diukur dengan
menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH dapat dilihat pada layer.
Persentase Kadar Air Bebas (mg H2O) (Hamm, 1972). Daya mengikat air diukur
dengan membebani 0,3 g sampel dengan beban 35 kg pada suatu kertas saring
diantara dua plat kaca selam 5 menit. Area yang ditutup sampel daging yang telah
menjadi pipih dan luas area basah disekelilingnya pada kertas saring beserta sampel
ditandai dan setelah pengepresan selesai dapat diukur. Area basah diperoleh dengan
mengurangkan area yang tertutup sampel dari area total yang meliputi pula area
Stabilitas Emulsi (Acton dan Saffle, 1970). Sampel sosis frankfurters dihancurkan lalu ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan kedalam oven dengan suhu 450C
selama satu jam. Sampel dimasukkan lagi kedalam oven pada suhu 450C selama satu
jam dan dibiarkan sampai beratnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap
kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan, emulsi
dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan persentase fase
terpisah antara sampel yang tersisa terhadap emulsi keseluruhan. Stabilitas emulsi
dapat dihitung berdasarkan berat sampel tersisa (a) terhadap total bahan emulsi (b)
dengan rumus sebagai berikut :
a
Stabilitas Emulsi = x 100 % b
Total Mikroba dengan Menggunakan Metode Total Plate Count (TPC) ( Rahayu
et al., 2001). Metode yang digunakan dalam perhitungan jumlah koloni yang tumbuh pada sosis frankfurters selama penyimpanan dapat dihitung dengan metode tuang
yaitu sebagai berikut :
a. Sampel (ulangan 1, 2 dan 3) dikompositkan dan kemudian dihancurkan.
Disiapkan dan diberi label larutan pengencer dan cawan petri sesuai dengan
pengenceran dan pemupukan yang ditetapkan. Digunakan 2 cawan (duplo)
untuk setiap pengenceran. Dibuat pengenceran sebanyak 3 kali.
b. Dipipet 1 ml contoh yang telah diencerkan masing-masing kedalam 2 cawan
petri, dimulai dari pengenceran terendah yang ditetapkan untuk pemupukan.
c. Dituangkan ± 15 ml PCA cair kedalam cawan, goyangkan seacar mendatar
diatas meja supaya contoh menyebar rata. Setelah agar membeku, diinkubasi
dengan posisi terbalik pada suhu 300C selama 24 jam dan 48 jam. Ditung
jumlah koloni per ml menurut standar yang ditetapkan.
1 Koloni per ml atau per gram = Jumlah koloni per cawan x
Faktor pengenceran
Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian berupa pH, persentase kadar air bebas (%
mg H2O) dan stabilitas emulsi dari sosis frankfurters dengan penambahan 0,3 %
STPP dan 0,3 % khitosan dengan penyimpanan selama 0, 7, 14 dan 21 hari pada
penambahan STPP dan khitosan selama penyimpanan 21 hari dianalisis secara
deskriptif.
Prosedur
Pembuatan Sosis Frankfurters
Daging kerbau segar dicuci bersih dibuang lemaknya, dipotong-potong kecil
sehingga mudah dihancurkan dan dimasukkan ke dalam grinder. Dilakukan
penggilingan dengan menggunakan food processor dan dibagi menjadi dua tahap
yaitu (1) daging kerbau, 10 % minyak jagung, 20 % es batu dan 2,5 % garam dan
khitosan 0,3 % dan penambahan STPP 0,3 % dengan adonan yang berbeda selama 2
menit, (2) Penambahan 10 % cacahan es batu, 5 % tepung tapioka, 10 % susu skim, 2
% bawang putih, 0,5 % lada putih, 0,5 % bubuk jahe, 0,5 % ketumbar, 0,5 % pala
dan gula pasir 1,2 % yang digiling selamas 4 menit. Formulasi bahan yang
ditambahkan dalam pengolahan sosis frankfurters dapat dilihat pada Tabel 4.
Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali yang bertujuan agar adonan lebih
homogen. Adonan dimasukkan ke dalam stuffer untuk diisikan ke adalam selongsong
(casing) kemudian direbus pada suhu 60-650C selama 60 menit, kemudian dilakukan
pengasapan selama 2 jam pada suhu 500C. Sosis dikemas secara vakum,
masing-masing kemasan diisi 2 buah sosis, dengan 3 kemasan untuk diuji pada setiap
jadawal yang telah ditetapkan. Hal ini juga dilakukan pada setiap ulangan.
Selanjutnya dilakukan tahap penyimpanan dingin pada suhu refrigerator yaitu suhu
4-100C selama 21 hari dan analisis fisik sosis frankfurters daging kerbau dilakukan
pada 0 hari, 7 hari, 14 hari, dan 21 hari. Tahapan proses pembuatan sosis frankfurters
Tabel 4. Formulasi Bahan Baku dan Bahan Pendukung pada Total Adonan Sosis Frankfurters (gram)
Perlakuan Bahan
STPP 0,3% Khitosan 0.3%
Bahan baku :
Daging kerbau 260 260
Bahan Pendukung :
Minyak jagung (10%) 26 26
Tepung tapioka (5%) 13 13
Susu skim (10%) 26 26
Bawang putih (2%) 5,2 5,2
Lada putih(0,5%) 1,3 1,3
Bubuk jahe (0,5%) 1,3 1,3
Ketumbar (0,5%) 1,3 1,3
Pala (0,5%) 1,3 1,3
Gula Pasir (1,5%) 3,9 3,9
Khitosan - -
STPP 0,78 0,78
Es batu (30%) 78 78
HASIL DAN PEMBAHASAN
pH
Hasil pengukuran pH sosis frankfurters dengan penambahan Sodium
Tripoliphosphat (STPP) 0,3% dan khitosan 0,3% dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. pH Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan
khitosan lebih rendah dibandingkan dengan penambahan STPP. Hal ini diduga
karena khitosan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis dilarutkan terlebih dahulu
dengan asam asetat 1,5% sehingga pH menjadi 5,2 yang menyebabkan rendahnya pH
sosis, sedangkan STPP memiliki pH sebesar 9,7 sehingga pH sosis dengan
penambahan STPP di hari ke-0 lebih tinggi dibandingkan dengan pH sosis dengan
penambahan khitosan. Peran STPP dalam pengolahan sosis adalah untuk
meningkatkan daya mengikat air dengan meningkatkan nilai pH adonan terlebih
dahulu.
Nilai pH sosis dengan penambahan STPP dari hari ke-7 mengalami
penurunan sampai hari ke-21 dapat dilihat pada Gambar 2. Penurunan nilai pH sosis
dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi internal daging (proses biokimia
daging) dan kondisi eksternal daging berupa mikroba. Daging yang digunakan dalam
pengolahan sosis adalah daging dengan umur 6 jam postmortem, daging belum
mencapai pH ultimat dan belum terjadi rigormortis sempurna sehingga masih
terdapat kemungkinan terjadinya proses biokimia pada daging yang berupa glikolisis
laktat sehingga dapat menurunkan pH. Perubahan pH sesudah ternak mati ditentukan
oleh kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya ditentukan oleh
kandungan glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan. Tingkat penurunan
pH ditentukan oleh laju penurunan ATP dan sangat bervariasi tingkat
pembentukannya yang mungkin disebabkan oleh variasi level Ca2+ bebas intraseluler,
sehingga mendesak efek stimulasi terhadap ATP-ase aktomiosin. Beberapa dari
ekstrak Ca2+ ini dapat meningkatkan pelepasan Ca2+ dari sarkoplasma dimana
menyebabkan terjadinya keadaan anaerob setelah ternak mati (Bendall, 1978 dalam
O’Halloran et al, 1997).
Gambar 2. Grafik Nilai pH Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator
Mekanisme anaerob terjadi karena otot-otot tidak mendapatkan lagi oksigen
karena terhentinya peredaran darah. Berhentinya sirkulasi darah pada waktu hewan
mati mengakibatkan suatu rangkaian perubahan yang kompleks dalam jaringan otot
daging. Akibatnya sistem sitokrom tidak dapat berfungsi dan sintetis ATP terhenti.
Kerja ATP-ase non kontraktil dari myosin akan menurunkan jumlah ATP, yang
secara simultan menghasilkan fosfat inorganik yang merangsang perubahan glikogen
menjadi asam laktat sehingga dapat menurunkan pH.
Faktor eksternal yang dapat menurunkan pH sosis selama penyimpanan
berupa mikroorganisme. Selama penyimpanan mikroba yang mampu bertahan
terhadap pemanasan, keterbatasan oksigen akibat pengemasan vakum dan suhu
dingin masih melakukan aktivitasnya sehingga menyebabkan keasaman, dan
pertumbuhan bakteri, dalam pertumbuhannya bakteri dapat menghasilkan
senyawa-senyawa asam yang menyebabkan pH bahan pangan menurun. Selain nutrisi, suhu
juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Nilai pH
sosis franksfurters rendah dibandingkan pH sosis pada penelitian Bimateja (2003)
sebesar 6,25-6,56. Nilai pH sosis masih berada pada kisaran pH sosis dipasaran
sekitar 5,16-7,80 (Irianto et al., 1994).
Persentase Kadar Air Bebas (mg H2O)
Hasil pengukuran persentase mg H2O dapat dilihat pada Tabel. 6. Persentase
mg H2O menunjukkan banyaknya air bebas yang keluar, semakin rendah nilai
dengan penambahan STPP dan khitosan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
pada hari ke-0, 7, 21, dan berbeda nyata pada hari ke-14. Nilai persentase mg H2O
pada hari ke-0 dengan penambahan STPP dan khitosan menunjukkan nilai yang sama
sebesar 76,8 dan kemudian mengalami penurunan seiring penyimpanan selama 21
hari. Grafik nilai persentase mg H2O dengan penambahan STPP dan khitosan selama
penyimpanan 21 hari pada refrigerator dapat dilihat pada Gambar 3.
Penurunan nilai persentase mg H2O sosis frankfurters dengan penambahan
STPP dan khitosan selama penyimpanan 21 hari, menunjukan bahwa semakin
tingginya daya mengikat air pada sosis frankfurters selama penyimpanan 21 hari.
Penurunan nilai persentase mg H2O disebabkan banyaknya air yang hilang selama
air semakin sedikit dan daya mengikat air semakin besar selama penyimpanan. Hal
ini dapat diartikan bahwa kadar air yang terdapat pada sosis frankfurters semakin
berkurang selama penyimpanan sehingga kadar air pada sosis frankfurters semakin
sedikit, daya mengikat air semakin besar selama penyimpanan seiring menurunnya
persentase mg H2O. Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator
Penurunan kadar air berhubungan dengan proses pengeringan produk dan
suhu dan kelembaban relatif ruang (Klettner dan Baumgartner, 1980). Selanjutnya
dinyatakan bahwa perbedaan kelembaban relatif produk dan ruang menyebabkan
terjadinya penguapan air dari dalam produk. Proses respirasi dan transpirasi terjadi
selama penyimpanan dingin sehingga menyebabkan kehilangan kadar air pada sosis.
Selain itu, perlakuan pengemasan vakum terhadap sosis dapat mengontrol tekanan
selama dikemas sehingga oksigen yang dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme
pada produk dapat dijaga dan tekanan pada produk dengan dikemas vakum dapat
mengontrol uap air pada produk sehingga air yang keluar sedikit.
Daya mengikat air merupakan kemampuan daging untuk mengikat airnya
atau air yang ditambahkan selama ada pengaruh dari luar, misalnya pemotongan,
pemasakan, penggilingan dan tekanan. Faktor yang mempengaruhi daya mengikat air
adalah susunan protein myofibril yaitu aktin dan myosin, dengan mengurangi gaya
kohesi antar molekul yang berdekatan maka jaringan akan semakin membesar
Stabilitas Emulsi
Hasil pengukuran stabilitas emulsi dapat dilihat pada Tabel 7. Penyimpanan
refrigerator selama 21 hari menurunkan nilai stabilitas emulsi sosis frankfurters
dengan penambahan STPP dan khitosan. Penambahan STPP dan khitosan pada sosis
frankfurters tidak berpengaruh nyata terhadap nilai stabilitas emulsi. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa penambahan khitosan pada sosis frankfurters dapat
menggantikan STPP dalam mempertahankan stabilitas emulsi.
Khitosan dapat digunakan sebagai pengemulsi karena adanya gugus hidrofilik
dan hidrofobik pada molekulnya sehingga khitosan dapat mengikat air dan minyak.
Khitosan memiliki gugus polar dan non polar, ini sama halnya dengan fungsi protein.
Gugus polar pada khitosan yaitu H+ akan berikatan dengan air sedangkan gugus non
polar yaitu NH2 akan berikatan dengan minyak yang berasal dari lemak daging sosis
(Knorr, 1982). STPP sebagai pengemulsi karena keberadaan STPP pada pembuatan
sosis menyebabkan semakin bertambahnya jumlah myosin yang terekstrak atau
melarutkan protein, hal ini berarti bertambahnya jumlah air yang terikat sehingga
emulsi stabil (Scmidht, 1988)
Tabel 7. Stabilitas Emulsi Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan selama Penyimpanan Refrigerator.
Perlakuan
Hari STPP khitosan
0 89,8±1,08 90,7±3,34 Tidak beda nyata
7 87,1±1,93 88,2±2,54 Tidak beda nyata
14 79,6±1,04 79,6±2,36 Tidak beda nyata
21 71,9±1,65 71,6±1,74 Tidak beda nyata
Nilai stabilitas emulsi selama penyimpanan mengalami penurunan dari hari
ke-0 sampai hari ke-21. Grafik nilai stabilitas emulsi dengan penambahan STPP dan
70 Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari Pada Refrigerator
Nilai stabilitas emulsi selama penyimpanan mengalami penurunan dari hari
ke-0 sampai hari ke-21. Hal ini menunjukkan semakin banyak volume lemak yang
keluar selama penyimpanan yang mengindikasikan emulsi semakin rendah. Ekstraksi
protein atau kemampuan protein otot mengikat lemak dan air merupakan faktor yang
penting dalam menentukan stabilitas emulsi. Penurunan nilai stabilitas emulsi selama
penyimpanan sosis frankfurters terjadi karena adanya perubahan struktur protein
daging yang ditambahkan dalam pengolahan sosis akibat mikroorganisme yang
masih dapat tumbuh pada pengemasan vakum dan penyimpanan dingin. Perubahan
struktur protein miofibril yang terdiri dari aktin dan myosin yang saling mendekat
sehingga ruang antara filamen-filamen menjadi kecil dan protein tidak kuat mengikat
lemak, sehingga mudah terlepas dari emulsi dan emulsi sosis menjadi kurang stabil.
Perubahan struktur protein oleh mikroorganisme dapat menyebabkan penurunan pH
serta penurunan stabilitas emulsi. Emulsi terbentuk melalui larutnya protein serta
tersuspensinya partikel lemak dalam terperangkap didalam matriks protein, terutama
myosin yang terbentuk sekitarnya.
Kestabilan emulsi daging sangat dipengaruhi oleh jenis protein dan konsentrasi
protein yang terdapat dalam daging dan tipe lemak, selain itu emulsi daging juga
dipengaruhi oleh jenis minyak yang ditambahkan dan titik cair minyak tersebut.
Penambahan minyak jagung yang memiliki titik cair rendah akan menghasilkan
coalescence yaitu bergabungnya butiran-butiran lemak kecil menjadi butiran besar.
Butiran besar ini akan lebih sulit terselubungi dalam pembentukan emulsi sehingga
emulsi yang terbentuk mudah pecah yang berakibat pada keluarnya minyak pada
proses pemasakan sosis (Smith, 2001).
Total Mikroba
Hasil uji mikrobiologi dari sosis frankfurters dengan penambahan STPP dan
khitosan selama penyimpanan refrigerator dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Total Mikroba Pada Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP
khitosan selama penyimpanan refrigerator yang didapat pada hari ke-0 secara
deskriptif menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan hari ke-7 sampai ke-21.
Hal ini disebabkan adanya kontaminasi silang antara sosis dengan sanitasi selama
pengolahan sebelum dilakukan pengemasan dan penyimpanan dingin. Selain itu
disebabkan oleh jumlah mikroba awal pada daging akibat dari kontaminasi selama
penanganan dari awal penyembelihan, setelah penyembelihan sampai digunakan
dalam pengolahan sosis.
Penurunan jumlah mikroba terjadi sampai hari ke-21 pada sosis frankfurters
dengan penambahan STPP maupun khitosan, dapat dilihat pada Gambar 5. Hal ini
disebabkan jumlah nutrisi, lingkungan yang tidak memungkinkan lagi untuk
pertumbuhan mikroba. Penurunan pertumbuhan bakteri disebabkan sosis disimpan
pada suhu refrigerator (4-100C). Penyimpanan pada suhu tersebut dapat mengurangi
kerusakan biokimia, fisik dan mikrobiologi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme
1
Pengemasan vakum yang dilakukan pada sosis frankfurters dapat mencegah
atau mengurangi terjadinya oksidasi yang dapat mendukung aktivitas
mikroorganisme aerobik. Mikroorganisme aerobik merupakan mikroorganisme yang
membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya. Jenis bakteri aerobik yang masih bisa
tumbuh pada pengemasan vakum adalah Lactobacillus, Micrococcus,
Staphylococcus, Pseudomonas, Acinetobacter, Enterococcus, Enterobacter dan
beberapa jenis bakteri aerobik lainnya.
Penyimpanan refrigerator (4-100C) dapat menghambat tumbuhnya bakteri
psikrofilik. Bakteri psikrofilik adalah bakteri yang masih dapat tumbuh pada
penyimpanan dingin, bakteri psikrofil masih dapat tumbuh pada suhu 0-300C.
Beberapa jenis bakteri psikrofil yang masih dapat tumbuh pada penyimpanan
refrigerator adalah Pseudomonas, Achromobacter, Micrococcus, Lactobacillus,
Streptococcus, Leuconostoc, Pediocoocus, Falvobacterium dan Proteus. Menurut
Standar Nasional Indonesia 01-3820-1995, Jumlah mikroba sosis maksimal 105.
Mikroba yang tumbuh pada sosis frankfurters masih dibawah maksimal SNI
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Semakin lama penyimpanan menunjukkan nilai pH, persentase kadar air
bebas (%mg H2O) dan stabilitas emulsi semakin turun. Jumlah mikroba pada sosis
frankfurters dengan penambahan STPP dan khitosan menurun selama penyimpanan
21 hari pada suhu refrigerator. Jumlah mikroba sosis frankfurters sebesar 103 CFU/g,
masih dibawah SNI 01-3820-1995 yaitu maksimal 105 CFU/g. Sosis frankfurters
daging kerbau dengan penambahan STPP dan khitosan layak dikonsumsi sampai
penyimpanan selama 21 hari pada suhu refrigerator.
Saran
Perlu dilakukan penelitian untuk perpanjang lama penyimpanan sosis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT dengan rahmat dan
nikmatNya yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Irma Isnafia Arief., S, Pt.,
M.Si dan Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si atas bimbingan, motivasi, dan saran yang
dirikan pada penulis selama penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat
dselesaikan. Ucapan terima kasih kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si dan Dr. Ir.
Jajat. J.F.A, M.Agr, yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat
bermanfaat bagi penulis untuk penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ir.
Salundik,. M.Si selaku pembimbing akademik yang telah memberikan masukan,
memimbing, dan memotivasi penulis.
Skripsi ini penulis persembahkan buat mama dan papa tercinta. Atas doa,
kesabaran, kasih sayang, motivasi dan selalu memberi semangat kepada penulis
selama penyelesaian skripsi ini. Buat adik Ifal, Elza, Ika, Agung, kakak Hanel,
terima kasih atas semangat, dukungan dan masukan yang diberikan kepada penulis.
Ucapan terima kasih buat Jivento atas kerjasamanya selama penelitian sampai
skripsi ini dapat diselesaikan, Dea, Budi, teman paguyuban (Rosidah, Heidy, Edgar),
buat Ratna, Anwar, atas dukungan, bantuan dan kebersamaannya. Terima kasih buat
kak C. Karyadinata dan kak Neny atas bantuan statistiknya. Teman-teman THT 39
terima kasih atas dukungan dan kebersamaannya.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu
dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Angka S. L dan Suhartono M. T. 2000. Bioteknologi Hasil Laut Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor.
Association of Official Analitical Chemistry (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis. 16th edition. Arlington, Virginia: Association of Official Analitical Chemist Inc.
Bacus , J. 1984. Utilization of Microorganisme in Meat Processing. Research Studies Press. Ltd., England.
Bimateja, A. 2003. Karakteristik fisikokimia dan sensori sosis frankfurters dari kombinasi daging kelinci dan daging sapi bagian rusuk.Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Buckle, K., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wotton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo Adiono. UI Press, Jakarta.
Brezeski M. M. 1987. Chitin and chitosan putting waste to good use. Infofish 5 (87): 31-33.
Cockrill, R. W. 1974. The Husbandry and Health of The Domestic Buffalo. Food and Agriculture Organization of The United Nations.Roma.
Christian, J. A. dan R. L. Saffle. 1967. Plants and animal pots and oil emulsified in a model system with muscle salt soluble protein. J. Food Tech. 21: 1021-1026.
Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Sosis Daging. 01-3820-1995. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.
Forest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Jugde and R. A. Merkel. 1975. Principle of Meat Science. W. H. Freeman and Co. San Francisco.
Fennema O. R. 1985. Food Chemistry. Second Edition: Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker Inc.
Gurnadi, E. 1988. Evaluasi Daging. Diktat Kuliah dan Praktikum. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hallowell, E. R., King, G. R., and Stepnich, I. C. 1972. Industrial Refrigeration, Course I. Ref. Eng. And Technicians Assoc., Chicago, Ill and Nat. Assoc. of Ref. Whouses, Washington, D. C.
Hamm, R. 1981. Post-mortem changes in muscle affecting the quality of comminuted meat product. In: Lawrie, R. (Ed). Development in Meat Science-2. Applied Science Publisher, London.
Irianto, H. E., M. Saleh, S. Nasran dan N. Haq. 1994. Identifikasi informasi dasar pengembangan produk sosis ikan fermentasi II. J. Penelitian Pasca Panen Perikanan.
Jay, J. M. 1996. Modern Food Microbiology. 4th edit. New York. D. Von Nostrand Company.
James, S. J. 2000. Raw material selection : meat and Poultry. Dalam : M. Stinger dan C. Dennis (editor). Chilled Foods. 2nd Edit. Woodhead Publishing Ltd.,
Knorr, D. 1982. Functional Properties Chitin and Chitosan. J, Food Science. 48: 36-41.
Kramlich, W. E. 1971. Sausage Product. In: Price and Schweigert. The Science of Meat and Meat Products.W. H. Freeman and Co., San Fransisco.
Kramlich, W. E., Pearson, A. M., dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meats. AVI Publishing Company, Westport, Connecticut.
Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Terjemahan : A. Parakkasi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Lembaga Teknologi Perikanan. 1974. Metode dan Prosedur Pemeriksaan Kimiawi Hasil Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan. Departemen Pertanian, Jakarta.
Marchello, M. dan J. G. Robinson. 1998. The Art and Pratice of Sausage Making. http://www. Ext.nodak. edu
Mattjik, A. A., dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. Edisi Kedua. Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi, T. R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Mullins, A., J. Kerry., E. Arendt., and D. Buckley. 1994. Stability of ferfomed emulsions using non meat protein and their use in meat products. http:// ej.pau.media. pl
Murtidjo, B. A. 1991. Memelihara Kerbau. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
National Research Council. 1981. Food Chemistry Codex. National Academy of Science, Washington.
O’ Halloran, GR, DJ Buckley. 1997. The relationship between early postmortem pH and the terderisation of beef muscles. Meat science 45: 2, 239 - 251
Pearson, A. M. dan F. W. Tauber. 1973. Processed Meats. 2nd Edit. AVI Publishing Company. Inc., Westport, Conneticut.
Prasetiyo, K. W. 2006. Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang- Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah Lingkungan. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/15/Jendela/1148279.htm [3 juni 2006]
Prasetiyo, K. W. 2006. Pengolahan limbah cangkang udang.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/15/teropong/2652377.htm[ 3 juni 2006]
Price, J. F. dan B. S. Schweigert. 1987. The Science of Meat and Meat Product. 3rd Ed. Food and Nutrition Press Inc., Westport, Connecticut.
Rahayu, W. P., L. Nuraida, Suliantari, dan C. C. Nurwitri. 2001. Penuntun Praktikum Mikrobiologi Pangan II. Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rust, R. E. 1987. Sausage Product. In: Meat Science, Milk Science and Tecnology. H. R. Cross and A. J. Obery. Elsevier Science Publ., Amsterdam.
Sacharow. S dan Griffin R. C. 1980. Principle and Packaging. 2nd edit. Wesport, Connecticut. Avi Publisher.
Schmidt, G. R. 1988. Processing. In : H. R. Cross dan A. J. Oberby. 1991. Meat Science, Milk Science and Technology. Elvesier Sci. Publ., B. V. Amsterdam.
Shadidi, F., Arachi J. K. V., Jeon Y. J. 1999. Food application of chitin and chitosan. Trends in Food Science and Technology 10: 37-51.
Smith, D. M. 2001. Functional properties of muscle proteins in processed poultry products. Dalam : A. R. Sams (Editor). Poultry Meat Processing. CRC Press. Washington.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sulzbacher, W. L. 1973. Meat Emulsions. J.Sci. Food Agr. 24(5): 589- 595.
Suptijah. P, E. Salamah, H. Sumariyanto, S. Purwaningsih, dan J. Santoso. 1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya. Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wibowo, S. 1996. Industri Pengasapan Ikan. PT. Penebar Swadaya, Jakarta.
Wilson, G. D. 1960. Sausage Products, Dalam: The Science of Meat and Meat Products (W.H. FREEMAN, ed.). Reinhold Publishers Corp. New York.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.
Lampiran 1. Hasil uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan Selama Penyimpanan 21 Hari pada Refrigerator dengan Peubah pH, Persentase Kadar Air Bebas (mg H2O) dan Stabilas Emulsi
A. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-0 pada Refrigerator dengan Peubah pH
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 5,7 0,02 0,01
STPP 3 5,8 0,07 0,04
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -0,1
95% CI for difference: (-0,29; 0,09)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,26 P-Value = 0,152 DF = 2
B. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-7 pada Refrigerator dengan Peubah pH
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 5,66 0,03 0,02
STPP 3 5,81 0,03 0,01
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -0,15
95% CI for difference: (-0,24; -0,06)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -5,58 P-Value = 0,01 DF = 3
C. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-14 pada Refrigerator dengan Peubah pH
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 5,66 0,04 0,02
STPP 3 5,63 0,09 0,05
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: 0,03
95% CI for difference: (-0,21; 0,28)
D. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-21 ada Refrigerator dengan Peubah pH
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 5,57 0,04 0,02
STPP 3 5,76 0,01 0,008
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -0,19
95% CI for difference: (-0,31; -0,07)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -7,05 P-Value = 0,020 DF = 2
A. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-0 pada Refrigerator dengan Peubah Persentase Kadar Air Bebas (% mg H2O)
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 76,85 1,54 0,89
STPP 3 77,13 0,40 0,23
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -0,28
95% CI for difference: (-4,23; 3,66)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,31 P-Value = 0,787 DF = 2
B. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-7 pada Refrigerator dengan Peubah Persentase Kadar Air Bebas (% mg H2O)
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 73,30 4,50 2,6
STPP 3 65,31 4,52 2,6
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: 7,99
95% CI for difference: (-3,72; 19,7)
C. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-14 pada Refrigerator dengan Peubah Persentase Kadar Air Bebas (% mg H2O)
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 56,54 1,90 1,1
STPP 3 71,45 6,29 3,6
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -14,9
95% CI for difference: (-31,2; 1,40)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -3,93 P-Value = 0,059 DF = 2
D. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-21 pada Refrigerator dengan Peubah Persentase Kadar Air Bebas (% mg H2O)
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 53,13 4,46 2,6
STPP 3 56,76 9,10 5,6
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: -3,63
95% CI for difference: (-28,8; 21,5)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0,62 P-Value = 0,598 DF = 2
A. Tabel uji t Sosis Frankfurters dengan Penambahan STPP dan Khitosan pada Penyimpanan Hari ke-0 pada Refrigerator dengan Peubah Stabilitas Emulsi
Perlakuan N Mean StDev SE Mean
Khitosan 3 90,76 3,35 1,9
STPP 3 89,83 1,08 0,6
Difference = mu (Khitosan) - mu (STPP)
Estimate for difference: 0,93
95% CI for difference: (-7,81; 9,67)