• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis model jackson pada sedimen berpasir menggunakan metode hidroakustik di gugusan pulau Pari, kepulauan Seribu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis model jackson pada sedimen berpasir menggunakan metode hidroakustik di gugusan pulau Pari, kepulauan Seribu"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN

PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU

SYAHRUL PURNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Syahrul Purnawan

(3)

ABSTRACT

SYAHRUL PURNAWAN. Jackson’s Model Analysis on Sandy Sediment

using Hydroacoustic Method in Pari Island, Seribu Islands. Under direction of INDRA JAYA and HENRY M. MANIK.

This paper aims to determine the accuracy of Jackson’s Model on sandy

sediment. Some parameters of Jackson’s model were modified in this research.

This model is parameterized by the mean grain size value to predict physical parameters of sediment, backscattering strength from sediment interface and sediment volume. Field measurement was conducted in Pari Island, Seribu Islands, Jakarta by using 120 kHz frequency of SIMRAD EY60 scientific echosounder. Sediment samples ware taken and analysed at P2O LIPI Laboratory. Measurement of sediment density and backscattering were conducted by comparing with modelling and field measurement. Correlation coefficient is 0.57 with rms error about 2.10 for backscattering and correlation coefficient is 0.65 with rms error 0.30 for density. In general the model effectively predict backscattering strength and density values comparing with field measurement.

Keywordsμ Jackson’s model, Kirchhoff approximation, bottom backscattering

(4)

RINGKASAN

SYAHRUL PURNAWAN. Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY M. MANIK.

Klasifikasi dasar perairan banyak dibutuhkan oleh berbagai bidang pekerjaan. Kebutuhan pada bidang perikanan didasari adanya hubungan antara biota bentik dengan dasar perairan yang ditempatinya. Kehidupan biota ini sangat tergantung dengan keadaan dan tipe dasar perairan yang menjadi habitat mereka. Sehingga klasifikasi dasar perairan dapat membantu dalam pembuatan peta dasar (base maps) ekologis sebagai landasan manajemen lingkungan perairan laut.

Teknik pengambilan sampel menggunakan coring atau grab merupakan cara yang dapat diterima secara luas sebagai metode pemetaan dasar laut. Metode ini bersifat lambat dan labour intensive, menjadikan metode ini tidak lagi efektif dan efisien pada skala spasial yang luas. Semenjak akustik dianggap mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik dasar perairan, sejumlah penelitian lanjutan mengenai dasar perairan pun dilakukan. Namun masih banyak hal yang belum jelas dalam pendugaan karakteristik dasar perairan menggunakan metode akustik. Padahal seperti yang diketahui bahwa metode akustik merupakan solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air.

Atas dasar tersebut, penelitian ini melakukan pengamatan terhadap dasar laut, khususnya sedimen berpasir menggunakan metode hidroakustik. Keterkaitan antara sifat geoakustik dan sifat fisik sedimen berpasir menggunakan analisis model Jackson terhadap parameter hambur balik (backscattering) dan densitas sedimen. Survei lapangan dilakukan di Perairan Goba Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada tanggal 16 – 18 Mei 2008 untuk mendapatkan data akustik dan sifat fisik sedimen berpasir. Sifat fisik yang diukur adalah ukuran butiran rata-rata dan densitas sedimen. Sedangkan sifat geoakustik diperoleh dari model Jackson, yang sudah dimodifikasi pada penelitian ini.

Model Jackson dapat digunakan untuk memprediksi proses akustik yang terjadi pada dasar laut. Nilai backscattering dasar laut pada model Jackson didapatkan menggunakan pendekatan Kirchhoff (Kirchhoff approximation). Pendekatan Kirchhoff dapat digunakan pada dasar laut berpasir hingga berlumpur. Parameter geoakustik yang digunakan dalam model jackson adalah:rasio densitas, rasio kecepatan suara, loss parameter, spectral exponent, parameter volume, dan

spectral strength. Parameter tersebut didapat dari parameter input ukuran butiran rata-rata (d).

Akuisisi data akustik menggunakan scientific echosounder Simrad EY60,

split beam transducer yang bekerja pada resonant frequency sebesar 120 kHz. Konfigurasi echosounder ditentukan pada transmit power 50 Watt dan pulse length 0.128 ms. Penambilan sampel sedimen diambil sebagai ground truth data

menggunakan pipa paralon 2½ inchi. Ketebalan lapisan sedimen yang diambil adalah 15 cm dari permukaan dasar laut. Sampel sedimen ini kemudian dianalisa pada Laboratorium Geologi, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

(5)

pengambilan data. Berdasarkan algoritma yang disusun, nilai backscattering dasar laut ditentukan berdasarkan nilai maksimum linier sv. Nilai maksimum linier sv

tersebut ditransformasikan dalam bentuk bottom volume backscattering strength,

SVb [dB] dan bottom surface backscattering, SSb [dB]. Lebih lanjut, nilai SVb [dB]

adalah parameter yang digunakan sebagai nilai bottom backscattering strength

(Sb).

Ukuran butiran rata-rata dari sampel sedimen adalah 0.28 hingga 0.85 mm. Berdasarkan klasifikasi terhadap nilai ukuran butiran logaritmik (Mz), jenis sedimen tersebut terbagi atas medium sand dan coarse sand. Analisis model Jackson dilakukan dengan membandingkannya dengan nilai data pengukuran lapangan. Pengukuran terhadap nilai Sb menghasilkan nilai sebesar -16.35 dB

hingga -9.74 dB. Perbandingan nilai Sb memberikan koefisien korelasi antara

model dan data sebesar 0.57 dengan rms error 2.1. Pada dasarnya nilai Sb hasil

pengukuran tidak jauh berbeda dengan Sb dari model. Sehingga secara umum

model dapat digunakan untuk memprediksi nilai Sb pada lokasi penelitian.

Pengukuran densitas pada sampel sedimen memberikan nilai sebesar 2.10 hingga 2.62 g/cm3. Sementara perbandingan densitas dasar laut antara model dan data memberikan koefisien korelasi sebesar 0.65 dengan rmserror sebesar 0.3.

Kekasaran permukaan dasar laut, porositas, permeabilitas, dan sejumlah parameter lainnya diduga turut memberikan pengaruh terhadap nilai yang diukur, selain ukuran butiran rata-rata yang digunakan sebagai parameter input pada model yang digunakan. Karakteristik butiran pasir yang mengandung CaCO3 dari

pecahan karang dan cangkang dapat memberikan pengaruh yang cukup variatif pada hasil pengukuran. Selain itu, sampel sedimen telah berada dalam kondisi

disturbed saat pengukuran dilakukan. Idealnya sampel harus tetap berada dalam kondisi tidak terganggu (undisturbed) hingga dilakukan pengukuran. Kondisi tersebut memerlukan perlengkapan yang memadai dan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga sangat sulit dilakukan dalam penelitian ini.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN

PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU

SYAHRUL PURNAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul Tesis : Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir

Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Nama Mahasiswa : Syahrul Purnawan

NIM : C551060141

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Indra Jaya Dr. Henry Manik

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Kelautan

Dr. Djisman Manurung Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro

(9)

Puji syukur kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini berjudul “Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu”.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada para pembimbing, yaitu Prof. Dr. Indra Jaya dan Dr. Henry Manik. Komisi pembimbing telah sangat banyak membantu dengan memberikan arahan dan masukan selama penelitian dan penulisan. Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan untuk Dr. Vincentius P. Siregar atas masukan dan kritik yang sangat membangun sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis. Penulis merasa sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang sangat bersahabat dan selalu memberikan dukungan selama masa kuliah dan penelitan; Sri Ratih Deswati, Iwan Hasri, Acta, Weycrut, Iqbal, Willy, serta seluruh sahabat yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga diberikan kepada Mama, Ayah, Puput dan Inna atas segala doa, keikhlasan, dan kasih sayangnya selama penulis menempuh masa pendidikan. Kiranya Allah SWT sendiri yang akan membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi menyempurnakan penelitian yang telah dilakukan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat yang luas bagi pengembangan ilmu kelautan di Indonesia pada masa yang akan datang. Amin.

Bogor, Februari 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 12 Juni 1984 di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam dari pasangan Purwadi Arifin, M.Kes dan Dra. Cut Suryani. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan menamatkannya pada tahun 2006. Kesempatan menempuh pendidikan magister di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2006.

(11)

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN

PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU

SYAHRUL PURNAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2009

Syahrul Purnawan

(13)

ABSTRACT

SYAHRUL PURNAWAN. Jackson’s Model Analysis on Sandy Sediment

using Hydroacoustic Method in Pari Island, Seribu Islands. Under direction of INDRA JAYA and HENRY M. MANIK.

This paper aims to determine the accuracy of Jackson’s Model on sandy

sediment. Some parameters of Jackson’s model were modified in this research.

This model is parameterized by the mean grain size value to predict physical parameters of sediment, backscattering strength from sediment interface and sediment volume. Field measurement was conducted in Pari Island, Seribu Islands, Jakarta by using 120 kHz frequency of SIMRAD EY60 scientific echosounder. Sediment samples ware taken and analysed at P2O LIPI Laboratory. Measurement of sediment density and backscattering were conducted by comparing with modelling and field measurement. Correlation coefficient is 0.57 with rms error about 2.10 for backscattering and correlation coefficient is 0.65 with rms error 0.30 for density. In general the model effectively predict backscattering strength and density values comparing with field measurement.

Keywordsμ Jackson’s model, Kirchhoff approximation, bottom backscattering

(14)

RINGKASAN

SYAHRUL PURNAWAN. Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan HENRY M. MANIK.

Klasifikasi dasar perairan banyak dibutuhkan oleh berbagai bidang pekerjaan. Kebutuhan pada bidang perikanan didasari adanya hubungan antara biota bentik dengan dasar perairan yang ditempatinya. Kehidupan biota ini sangat tergantung dengan keadaan dan tipe dasar perairan yang menjadi habitat mereka. Sehingga klasifikasi dasar perairan dapat membantu dalam pembuatan peta dasar (base maps) ekologis sebagai landasan manajemen lingkungan perairan laut.

Teknik pengambilan sampel menggunakan coring atau grab merupakan cara yang dapat diterima secara luas sebagai metode pemetaan dasar laut. Metode ini bersifat lambat dan labour intensive, menjadikan metode ini tidak lagi efektif dan efisien pada skala spasial yang luas. Semenjak akustik dianggap mampu memberikan solusi dalam pendugaan karakteristik dasar perairan, sejumlah penelitian lanjutan mengenai dasar perairan pun dilakukan. Namun masih banyak hal yang belum jelas dalam pendugaan karakteristik dasar perairan menggunakan metode akustik. Padahal seperti yang diketahui bahwa metode akustik merupakan solusi yang cepat dan efektif untuk menduga objek yang ada di bawah air.

Atas dasar tersebut, penelitian ini melakukan pengamatan terhadap dasar laut, khususnya sedimen berpasir menggunakan metode hidroakustik. Keterkaitan antara sifat geoakustik dan sifat fisik sedimen berpasir menggunakan analisis model Jackson terhadap parameter hambur balik (backscattering) dan densitas sedimen. Survei lapangan dilakukan di Perairan Goba Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada tanggal 16 – 18 Mei 2008 untuk mendapatkan data akustik dan sifat fisik sedimen berpasir. Sifat fisik yang diukur adalah ukuran butiran rata-rata dan densitas sedimen. Sedangkan sifat geoakustik diperoleh dari model Jackson, yang sudah dimodifikasi pada penelitian ini.

Model Jackson dapat digunakan untuk memprediksi proses akustik yang terjadi pada dasar laut. Nilai backscattering dasar laut pada model Jackson didapatkan menggunakan pendekatan Kirchhoff (Kirchhoff approximation). Pendekatan Kirchhoff dapat digunakan pada dasar laut berpasir hingga berlumpur. Parameter geoakustik yang digunakan dalam model jackson adalah:rasio densitas, rasio kecepatan suara, loss parameter, spectral exponent, parameter volume, dan

spectral strength. Parameter tersebut didapat dari parameter input ukuran butiran rata-rata (d).

Akuisisi data akustik menggunakan scientific echosounder Simrad EY60,

split beam transducer yang bekerja pada resonant frequency sebesar 120 kHz. Konfigurasi echosounder ditentukan pada transmit power 50 Watt dan pulse length 0.128 ms. Penambilan sampel sedimen diambil sebagai ground truth data

menggunakan pipa paralon 2½ inchi. Ketebalan lapisan sedimen yang diambil adalah 15 cm dari permukaan dasar laut. Sampel sedimen ini kemudian dianalisa pada Laboratorium Geologi, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

(15)

pengambilan data. Berdasarkan algoritma yang disusun, nilai backscattering dasar laut ditentukan berdasarkan nilai maksimum linier sv. Nilai maksimum linier sv

tersebut ditransformasikan dalam bentuk bottom volume backscattering strength,

SVb [dB] dan bottom surface backscattering, SSb [dB]. Lebih lanjut, nilai SVb [dB]

adalah parameter yang digunakan sebagai nilai bottom backscattering strength

(Sb).

Ukuran butiran rata-rata dari sampel sedimen adalah 0.28 hingga 0.85 mm. Berdasarkan klasifikasi terhadap nilai ukuran butiran logaritmik (Mz), jenis sedimen tersebut terbagi atas medium sand dan coarse sand. Analisis model Jackson dilakukan dengan membandingkannya dengan nilai data pengukuran lapangan. Pengukuran terhadap nilai Sb menghasilkan nilai sebesar -16.35 dB

hingga -9.74 dB. Perbandingan nilai Sb memberikan koefisien korelasi antara

model dan data sebesar 0.57 dengan rms error 2.1. Pada dasarnya nilai Sb hasil

pengukuran tidak jauh berbeda dengan Sb dari model. Sehingga secara umum

model dapat digunakan untuk memprediksi nilai Sb pada lokasi penelitian.

Pengukuran densitas pada sampel sedimen memberikan nilai sebesar 2.10 hingga 2.62 g/cm3. Sementara perbandingan densitas dasar laut antara model dan data memberikan koefisien korelasi sebesar 0.65 dengan rmserror sebesar 0.3.

Kekasaran permukaan dasar laut, porositas, permeabilitas, dan sejumlah parameter lainnya diduga turut memberikan pengaruh terhadap nilai yang diukur, selain ukuran butiran rata-rata yang digunakan sebagai parameter input pada model yang digunakan. Karakteristik butiran pasir yang mengandung CaCO3 dari

pecahan karang dan cangkang dapat memberikan pengaruh yang cukup variatif pada hasil pengukuran. Selain itu, sampel sedimen telah berada dalam kondisi

disturbed saat pengukuran dilakukan. Idealnya sampel harus tetap berada dalam kondisi tidak terganggu (undisturbed) hingga dilakukan pengukuran. Kondisi tersebut memerlukan perlengkapan yang memadai dan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga sangat sulit dilakukan dalam penelitian ini.

(16)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(17)

ANALISIS MODEL JACKSON PADA SEDIMEN BERPASIR

MENGGUNAKAN METODE HIDROAKUSTIK DI GUGUSAN

PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU

SYAHRUL PURNAWAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

Judul Tesis : Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir

Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

Nama Mahasiswa : Syahrul Purnawan

NIM : C551060141

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Indra Jaya Dr. Henry Manik

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Kelautan

Dr. Djisman Manurung Prof. Dr. Khairil A. Notodiputro

(19)

Puji syukur kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa dan Maha Penyayang, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tulisan ini berjudul “Analisis Model Jackson pada Sedimen Berpasir Menggunakan Metode Hidroakustik di Gugusan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu”.

Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada para pembimbing, yaitu Prof. Dr. Indra Jaya dan Dr. Henry Manik. Komisi pembimbing telah sangat banyak membantu dengan memberikan arahan dan masukan selama penelitian dan penulisan. Terima kasih dan penghargaan juga penulis sampaikan untuk Dr. Vincentius P. Siregar atas masukan dan kritik yang sangat membangun sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis. Penulis merasa sangat bersyukur dikelilingi oleh orang-orang yang sangat bersahabat dan selalu memberikan dukungan selama masa kuliah dan penelitan; Sri Ratih Deswati, Iwan Hasri, Acta, Weycrut, Iqbal, Willy, serta seluruh sahabat yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu. Secara khusus, penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga diberikan kepada Mama, Ayah, Puput dan Inna atas segala doa, keikhlasan, dan kasih sayangnya selama penulis menempuh masa pendidikan. Kiranya Allah SWT sendiri yang akan membalas kebaikan kalian semua.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi menyempurnakan penelitian yang telah dilakukan. Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat yang luas bagi pengembangan ilmu kelautan di Indonesia pada masa yang akan datang. Amin.

Bogor, Februari 2009

(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 12 Juni 1984 di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam dari pasangan Purwadi Arifin, M.Kes dan Dra. Cut Suryani. Penulis merupakan anak sulung dari dua bersaudara. Pada tahun 2001, penulis menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB dan menamatkannya pada tahun 2006. Kesempatan menempuh pendidikan magister di Program Studi Ilmu Kelautan pada Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2006.

(21)

x

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

GLOSSARY ... xv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Kerangka Pemikiran ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Metode Akustik ... 6

2.2 Transmisi Gelombang Akustik ... 6

2.2.1 Absorption loss ... 7

2.2.2 Spreading loss ... 7

2.2.3 Time varied gain ... 9

2.3 Pendekatan Akustik terhadap Dasar Perairan ... 9

2.4 Proses-Proses Akustik pada Dasar Perairan ... 13

2.4.1 Refleksi dan transmisi ... 14

2.4.2 Backscattering dasar laut ... 16

2.5 Model Jackson ... 19

2.5.1 Parameter input model Jackson ... 19

2.5.2 Pendekatan Kirchhoff ... 22

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 23

3.3. Metode Pengukuran Akustik Dasar Laut ... 24

3.4. Pengolahan Data ... 25

3.5. Persamaan Bottom Backscattering Strength ... 26

3.6. Pengolahan Data Sedimen ... 27

3.7. Hubungan Model-Data ... 29

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1. Ukuran Butiran ... 30

4.2. Nilai Backscattering Strength pada Sedimen Berpasir ... 31

(22)

xi

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 39 5.1. Kesimpulan ... 39 5.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(23)

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Persamaan sifat akustik dan sifat sedimen ... 12 2. Model input dalam batas jenis sediment. ... 21 3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik sedimen ... 24 4. Spesifikasi teknis transduser seri ES 120-7C ... 24 5. Ukuran butiran dan fraksi sedimen dalam pengukuran sifat fisik

(24)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ... 4 2. Proses spreading pada perambatan suara di dalam air . ... 8 3. Bentuk echo yang berbeda dari dasar yang keras dan lunak ... 10 4. Bentuk suara saat ditransmisikan pada dua medium yang berbeda,

impedansi dan kekasarannya. ... 11 5. Hubungan antara sifat-sifat akustik dan sifat-sifat sedimen ... 12 6. Pemisahan dua proses yang memberikan nilai intensitas backscattering

yaitu kekasaran permukaan dan keragaman volume sedimen ... 13 7. Geometri refleksi antara dua media. ... 15 8. Gelombang suara yang mengalami proses refleksi dan refraksi saat

merambat pada dua medium yang memiliki impedansi berbeda ... 16 9. Variasi nilai backscattering yang dihasilkan dari berbagai frekuensi. ... 18 10. Skema segitiga Folk yang digunakan dalam penentuan jenis sedimen... 21 11.Lokasi pengambilan data di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. ... 23 12.Diagram segitiga Shephard. ... 28 13. Persentase bobot per fraksi pada tiap lokasi pengambilan sampel. ... 30 14. Hubungan antara ukuran butiran (d) dan nilai Mz ... 31 15.Pola backscattering SS dan SV yang dihasilkan oleh satu ping. ... 32 16. Echogram yang dihasilkan menggunakan Matlab ... 33 17. Pola backscattering yang dihasilkan pendekatan Kirchhoff. ... 33 18.Perbandingan nilai bottom backscattering strength model dan data

pengukuran pada tiap lokasi. ... 34 19. Hubungan nilai backscattering strength antara model-data pada coarse

sand dan medium sand . ... 35 20.Perbandingan nilai densitas (g cm-3) antara model dan pengukuran

terhadap ukuran butir (Mz). ... 37 21. Hubungan antara model-data densitas pada coarse sand dan medium

(25)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(26)

xv

GLOSSARY

Simbol huruf romawi

c Kecepatan suara

d Ukuran butiran sedimen, mm

d0 Diameter referensi terhadap ukuran butiran, dalam mm

D kedalaman, dalam meter DI Directivity Index, dalam dB

dB Logaritma basis 10 dari sebuah rasio, sepersepuluh Bel

EL Echo Level, pulsa akustik yang kembali ke transduser, dalam dB

f Frekuensi dari transduser

imp Impedansi dalam pendekatan Kirchhoff

I Intensitas akustik pada sebuah gelombang planar dengan rms tekanan sebanding terhadap 1 mikropascal (referensi 1 μ Pa pada 1 meter)

IOI Index of impedance, perkalian rasio kecepatan suara dan densitas sedimen

ka Bilangan gelombang akustik.

r Jarak antara transduser dan target, dalam meter

R12 Koefisien refleksi antara dua media

S Salinitas, dalam part per thousand (ppt)

Sv Volume backscattering coefficient.

Svb Bottom volume backscattering coefficient

SV Volume backscattering strength (10 log ( Sv) ), dalam dB re 1μPa.

SVb Bottom volume backscattering strength, dalam dB re 1μPa

Sb Bottom backscattering strength, dalam dB re 1μPa

ss Surface backscattering coefficient

SS Surface backscattering strength (10 log (ss)) , dalam dB re 1μPa tbd time bottom detect, awal terdeteksinya dasar perairan

T temperature, dalam derajat Celcius

TL transmission Loss, dalam dB

T12 Koefisien transmisi antara dua media

TVG Time varied gain, memberikan kompensasi terhadap kehilangan energi akustik saat proses perambatan dari dan kembali ke transduser

ν Rasio kecepatan suara

(27)

xvi

Z impedansi akustik, perkalian dari rasio kecepatan suara dan rasio densitas

Simbol huruf latin



Koefisien absorpsi air laut

αb Koefisien absorpsi dasar perairan

Γ Gamma function

ψ Beam angle

 Panjang gelombang akustik

ρ Densitas dari suatu media. ρ Rasio densitas

 Lebar pulsa.

kr koefisien Kirchhoff backscattering

μs Shear viscosity

δ Loss parameter, rasio dari bilangan gelombang imajiner terhadap bilangan gelombang asli untuk sediment.

γ Eksponen dari power-law, bottom relief spectrum, atau disebut spectral exponent;

(28)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kajian dasar perairan dapat digunakan secara luas, dimana para ahli sumberdaya kelautan membutuhkannya sebagai kajian terhadap habitat bagi hewan bentik (Friedlander et al. 1999; Parnum et al. 2004). Seiring dengan meningkatnya eksploitasi terhadap biota laut, manajemen lingkungan laut yang efektif menjadi penting untuk kelestarian lingkungan. Peta dasar (base maps) biologis sebagaimana sumberdaya fisik dan geologis diperlukan untuk manajemen lingkungan secara efektif. Pada sisi lain, pemetaan sumberdaya laut masih lebih banyak didapat dari hasil pencitraan satelit berdasarkan kondisi permukaan laut. Sementara penggunaan teknik akustik masih banyak digunakan pada pendugaan stok pada daerah pelagis, dan hanya dalam beberapa waktu terakhir ini teknik akustik banyak digunakan untuk memetakan dasar perairan dan kandungan sumber daya hewan bentik yang ada di daerah dasar (Siwabessy et al. 1999).

Para ahli lainnya seperti dari bidang geologi, pertambangan, arkeolog, perusahaan konstruksi dan badan pengawasan lingkungan turut memanfaatkan bidang ilmu akustik dasar laut (Mindell & Bingham 2001; Kim et al. 2004; Bentrem et al. 2006). Aspek yang dikaji dapat bertujuan untuk mengetahui struktur sedimen, jenis atau tipe dasar laut, serta akumulasi gas pada sedimen (Reynolds 1990). Militer terutama angkatan laut sangat fokus terhadap performa dari sonar, khususnya pendeteksian ranjau dan kapal selam yang berada di dasar perairan (Waite 2002).

(29)

1.2 Perumusan Masalah

Hingga saat ini metode untuk mempelajari kaitan antara sifat-sifat geoakustik dan sifat-sifat dari dasar laut terus dikembangkan. Sebelum metode hidroakustik digunakan secara luas, pendugaan sifat fisik dasar perairan lebih banyak dilakukan dengan menggunakan metode coring atau diambil langsung oleh penyelam disertai foto bawah air. Banyaknya sampel melalui coring yang harus diambil membuat metode ini menjadi tidak efektif dan efesien karena kajian dalam skala spasial yang luas akan membutuhkan banyak waktu dan biaya yang dikeluarkan (Siwabessy et al. 1999; Kim et al. 2004; Bentrem et al. 2006).

Memahami sifat sinyal akustik dari dasar perairan adalah sesuatu hal yang rumit untuk dilakukan. Variasi yang begitu besar dari parameter fisik sedimen membutuhkan beragam pemodelan yang rumit pula untuk menerjemahkan proses yang terjadi (Tolsma et al. 2001). Parameter seperti ukuran butiran sedimen, relief dasar perairan, serta sejumlah variasi lainnya pada dasar perairan mempengaruhi proses hamburan sinyal akustik (Thorne et al. 1988; Moustier & Matsumoto 1993; Chakraborty et al. 2007).

Sebagian besar kesulitan untuk melakukan pemodelan pada daerah perairan dangkal adalah adanya variabilitas yang sangat ekstrim dibandingkan dengan perairan dalam. Perairan dangkal memiliki lapisan tebal yang terdiri dari pasir dengan campuran lumpur (mud) yang menjadi penyangga dan tempat hidup dari kehidupan biologis, sedangkan pada perairan dalam hanya terdiri dari lumpur (ooze) yang melapisi dasar yang keras (bedrock). Perairan dangkal memiliki kisaran tingkat kekasaran (roughness) dasar perairan yang sangat luas karena keberadaan cangkang kerang (shell), ombakan pasir (sand waves), bahkan sampah yang berada di dasar. Terlebih lagi, keberadaan mahluk hidup di laut yang terkadang membuat nilai volume backscattering strength dalam reverberasi yang didapat lebih besar dibandingkan kontribusi yang diberikan oleh dasar perairan itu sendiri (McCammon 2004).

(30)

3

penelitian mengenai dasar perairan dan habitat bentik menggunakan metode hidroakustik masih sangat jarang dilakukan.

1.3 Kerangka Pemikiran

Hewan bentik memiliki hubungan erat dengan jenis dasar perairan yang mereka tempati. Oleh karena itu bidang perikanan membutuhkan klasifikasi sedimen dan dasar perairan untuk memetakan habitat bagi hewan bentik (Orlowski 2007). Penggunaan quantitative echosounder untuk mendeteksi dasar laut menjadikan penelitian ini lebih efesien, karena menggunakan echosounder

yang sama untuk mendeteksi ikan (Manik et al. 2006).

Metode konvensional seperti sampling menggunakan coring merupakan metode yang sudah dapat diterima secara luas. Tetapi di saat kebutuhan sampling

sedimen mencakup daerah yang luas, tentunya mentode ini akan membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Didasari oleh adanya keterkaitan antara sejumlah parameter fisik sedimen dan akustik memberikan gambaran bahwa metode akustik dapat digunakan untuk menduga sifat-sifat fisik sedimen (Urick 1983).

Berdasarkan laporan Applied Physics Laboratory, University of Washington

(APL-UW 1994), dijelaskan bahwa Jackson et al. (1986b) telah merumuskan sejumlah parameter yang mempengaruhi proses hambur balik (backscattering) dari dasar perairan, yang kemudian dikenal sebagai model Jackson. Pengembangan terhadap model Jackson mampu memberikan pemodelan terhadap nilai backscattering yang dihasilkan oleh berbagai tipe sedimen. Salah satunya adalah menggunakan pendekatan Kirchhoff (Kirchhoff approximation), yang bekerja baik pada tipe sedimen berpasir hingga sedimen yang sangat halus seperti lanau dan lempung (Mulhearn 2000).

Lokasi penelitian dipilih pada perairan goba di gugusan Pulau Pari yang memiliki variabilitas tinggi karena berdekatan dengan habitat terumbu karang dan padang lamun. Sounding akustik dilakukan untuk mendapatkan nilai

backscattering dasar perairan, kemudian pengambilan sampel sedimen dilakukan sebagai ground truth sampling pada lokasi tersebut. Pengambilan sampel tersebut untuk memperoleh ukuran butiran rata-rata dan densitas sedimen.

(31)

dengan cara memberikan minimum threshold sebesar -60 dB, yang merupakan batas pendeteksian terhadap dasar perairan. Penapisan terhadap noise juga dilakukan pada reverberasi di sekitar permukaan perairan, dimana daerah ini merupakan zona near field yang memiliki intensitas yang sangat tinggi.

[image:31.595.117.515.283.714.2]

Analisis terhadap model Jackson dilakukan melalui perbandingan model dan data pada nilai backscattering dasar laut dan densitas. Sehingga efektifitas model Jackson terhadap kondisi fisik dasar perairan Pulau Pari dapat diuji. Secara diagramatik kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian Kebutuhan klasifikasi dasar perairan

Survei akustik Hubungan sifat-sifat

sedimen dan akustik

SIMRAD EY60 scientific echosounder

Echo logging software

α, koef. absorbsi

c, kecepatan suara

t, suhu

s, salinitas Raw data

TVG

Echo post processing

software Sedimen

Sampling

Ukuran butir

GPS

Model Jackson

Noise filtering

Kirchhoff approximation

Hubungan antara model dan data

(32)

5

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk:

1) Mendapatkan pola sebaran sifat fisik sedimen berpasir pada lokasi penelitian di sekitar goba perairan gugusan Pulau Pari.

2) Mengukur keakuratan model Jackson terhadap nilai backscattering strength yang dihasilkan oleh tipe sedimen berpasir.

3) Mengukur keakuratan model Jackson dalam memprediksi densitas dasar perairan pada sedimen berpasir.

1.5 Manfaat Penelitian

(33)

2.1 Metode Akustik

Pengamatan terhadap suatu objek menggunakan metode akustik harus memperhatikan nilai SNR (signal to noise ratio) yang diperoleh. Suatu objek dapat terdeteksi jika nilai SNR yang didapat bernilai positif, dimana:

SNR = ELN ... (1)

dengan EL dan N adalah total sinyal yang kembali (echo) dan noise yang diperoleh, dalam satuan dB re 1 μPa. Echo merupakan sinyal pantulan yang didapat dari target yang diharapkan. sedangkan noise merupakan gangguan yang berasal dari berbagai faktor; termasuk ambient noise, gangguan yang berasal dari lingkungan; self noise, gangguan yang berasal dari instrumen itu sendiri; serta reverberasi atau pantulan pulsa suara yang berasal dari objek yang tidak diharapkan. Besarnya echo dituliskan dalam bentuk desibel (dB) merupakan fungsi dari:

EL = SL + SV - 2TL ... (2)

dimana SV adalah nilai volume backscattering strength dari target yang diharapkan dan SL merupakan source level atau intensitas suara yang dihasilkan oleh echosounder, dengan satuan dB re 1 μPa pada 1 m. Nilai 2TL didapat dari dua-arah transmission loss, dari echosounder ke target dan target ke echosounder

yang ditulis dalam desibel (Urick 1983).

2.2 Transmisi Gelombang Akustik

(34)

7 3 13 2 2 7 2 3 4 2 2 10 139 . 7 ) 35 ( 10 025 . 1 10 675 . 1 10 630 . 1 ) 35 ( 340 . 1 10 374 . 2 10 304 . 5 591 . 4 96 . 1448 TD S T D D S T T T c                       

... (3)

dimana: D = kedalaman, dalam meter, 0 ≤ D≤ 8000

S = salinitas, dalam part per thousand (ppt), 30 ≤ S≤ 40

T = temperatur, dalam derajat Celcius, -2 ≤ T≤ 30

Dalam perambatannya, akustik mengenal adanya transmission loss akibat adanya absorpsi dari medium dan adanya kehilangan akibat penyebaran (spreading) di dalam medium air serta banyak hal lainnya.

2.2.1 Absorption Loss

Perjalanan gelombang akustik sesaat setelah ditembakkan oleh transmitter

akan mengalami proses absorpsi. Absorpsi pada kolom perairan terjadi akibat energi dari gelombang akustik dirubah menjadi energi panas. Terdapat proses

ionic relaxation dari Magnesium Sulfat (MgSO4) pada air laut yang menyebabkan tingkat absorpsi pada frekuensi di bawah 100 kHz akan lebih besar dibandingkan air destilasi (Urick 1983; FAO 1980). Penyerapan energi akustik juga tergantung dari suhu perairan dan frekuensi alat yang digunakan, sesuai dengan Persamaan (4): 2 3 2 3 16 f c s w  

  ... (4)

dimana: αw = intensitas koefisien absorpsi pada air (cm-1)

μs = shear viscosity, poises (sekitar 0.01 untuk air)

ρ = densitas, g cm-3 (sekitar 1 untuk air) c = kecepatan suara, cm s-1 (sekitar 1.5 * 105) f = frekuensi, Hz

2.2.2 Spreading Loss

Saat suara merambat juga terjadi penyebaran energi suara mengikuti prinsip

(35)

... 4

4 12 122 2

r I r I

P   ... (5) Jika r1 adalah jarak satu meter, maka transmission loss pada jarak r2 adalah:

TL = 10 log I1/I2 = 10 log r22 = 20 log r2 ... (6)

[image:35.595.140.479.170.473.2]

Sumber: Urick 1984

Gambar 2 Proses spreading pada perambatan suara di dalam air; (a) spherical spreading, (b) cylindrical spreading.

Merujuk pada Gambar 2b, ketika suara dipancarkan pada sebuah medium rambat yang dibatasi dengan panel paralel yang terpisah oleh H meter, maka suara yang merambat akan mengalami proses cylindrical spreading, sesuai dengan Persamaan (7).

r

rHI I

H r I

H r

P 21 1 1  22 2 2 ... 2 ... (7) Jika r1 adalah jarak 1 meter, maka transmission loss pada jarak r2 adalah:

(36)

9

2.2.3 Time Varied Gain

Salah satu hal yang membedakan scientific echosounder dan echosounder

biasa adalah terdapatnya fungsi time varied gain (TVG) pada scientific echosounder. TVG berfungsi untuk menghilangkan efek kehilangan energi suara saat merambat pada medium air baik saat dipancarkan dan juga saat suara atau

echo yang dipantulkan target menuju receiver. Koreksi yang dilakukan oleh TVG

akan memberikan nilai pantulan dari target yang lebih akurat (FAO 2007).

Koreksi TVG memiliki dua modus, yaitu modus linier (20 log r) dan modus eksponensial (40 log r). Modus linier memberikan keakuratan yang lebih baik pada pengukuran target berkelompok, termasuk dasar perairan. Sedangkan modus eksponensial digunakan untuk mendeteksi target tunggal di kolom perairan (Biosonics 2004).

2.3 Pendekatan Akustik terhadap Dasar Perairan

Survei akustik terhadap dasar perairan, pada awalnya hanya dapat digunakan untuk menghitung jarak antara kapal riset dan dasar perairan, yang kemudian dijadikan landasan dalam membuat peta kontur dasar perairan atau batimetri (Grant & Schreiber 1990). Proses echo-sounding geometri dasar perairan mentransmisikan pulsa suara melalui sebuah sistem sonar dan waktu yang dibutuhkan untuk menerima kembali pantulan suara atau gema memberikan keterangan jarak sonar terhadap dasar perairan. Bagaimanapun, bentuk dan durasi dari gema akan berbeda dari pulsa suara aslinya dan distorsi tersebut mengandung informasi mengenai proses backscattering dari akustik dasar perairan seperti relief

dan sifat-sifat geoakustik dasar perairan (Clarke & Hamilton 1999; Sternlicht & Moustier 2003).

Frekuensi yang lebih rendah dapat melakukan penetrasi yang jauh lebih tinggi terhadap kedalaman di dasar perairan sehingga dapat menggambarkan ketebalan struktur sedimen yang ada di dasar perairan. Untuk survei tunggal metode seperti ini dapat menyediakan kualitas data yang baik yang dibutuhkan untuk menghasilkan peta batimetri dan sebaran sedimen di daerah tersebut (Schultz et al. 2004).

(37)

loss dari dasar laut yaitu densitas, kecepatan suara, dan koefisien attenuasi. Apabila dasar laut terdiri dari material tersedimentasi, nilainya terkait atau ditentukan oleh faktor porositas dari sedimen tersebut. Koefisien absorpsi pada dasar perairan (αb) mengikuti kaidah Persamaan (9).

n bk f

 ... (9)

dimana αb adalah desibel per meter, f adalah frekuensi dalam kilohertz, serta k dan

n adalah konstanta. Nilai n cenderung memiliki nilai yang seragam untuk pengukuran pada pasir, lempung, pasir dan yang sejenisnya (n = 1). Sedangkan k

tergantung pada nilai porositas, dengan nilai berkisar 0.5 pada porositas 35 hingga 60 persen (Urick 1983; Coates 1990).

Besarnya tingkat penetrasi dan pantulan (refleksi) sedimen juga ditentukan oleh jenis sedimen itu sendiri (Krastel et al. 2006) dimana dasar laut atau sedimen dengan sifat yang lebih keras akan memberikan pantulan dengan nilai amplitudo yang lebih besar (Hamilton 2001). Nilai backscattering strength dipengaruhi oleh impedansi akustik sebagai faktor utama, selain itu juga dipengaruhi oleh kekasaran permukaan sedimen dan heterogenitas volume sedimen (Fonseca & Mayer 2007). Gambar 3 memperlihatkan echo yang dihasilkan oleh dua karakteristik dasar laut yang berbeda.

Sumber: Burczynski 2004

(38)

11

Daerah yang memiliki dasar perairan yang keras seperti dasar berbatu akan menghasilkan sudut pada dasar perairan tersebut yang dapat menghamburkan (scattering) energi suara ketika pulsa suara yang diberikan sampai pada dasar perairan (Urick 1983). Sejumlah kasus menyebutkan bahwa terkadang nilai

second echo tidak didapatkan pada daerah dasar berbatu yang umumnya cenderung memiliki struktur yang lebih kasar (rougher). Kasus yang sama juga terjadi pada dasar pasir yang bergelombang, karena adanya energi yang hilang dari hamburan yang disebabkan oleh bentuk dari dasar perairan tersebut (Moustier 1986; Hamilton 2001), seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.

Sumber: Urick 1983.

Gambar 4 Bentuk suara saat ditransmisikan pada dua medium yang berbeda, impedansi dan kekasarannya.

Beberapa sifat sedimen memiliki bentuk hubungan regresi sederhana terhadap sifat-sifat akustik. Hal ini dijelaskan menggunakan nilai impedansi akustik sedimen (Z) dan index of impedance (IOI), merupakan perkalian rasio kecepatan suara (ν) dan densitas sedimen. Tingkat akurasi yang dihasilkan cukup baik kecuali pada parameter attenuasi (kp)karena variasi yang begitu tinggi (Smith

[image:38.595.163.459.280.542.2]
(39)
[image:39.595.114.506.105.316.2]

Tabel 1 Persamaan sifat akustik dan sifat sedimen

Variabel regresi Persamaan regresi r2

νvs. Mz ν = 1,180 - 0,034 Mz + 0,0013 Mz2 0,820 νvs. n(%) ν = 1,574 - 0,015 n + 0,0001 n2 0,954 νvs. ρ (g cm-3) ν = 1,623 - 0,936 ρ + 0,3417 ρ2 0,944 νvs. Z * 105(g cm-2 s) ν = 1,174 – 0,207 Z + 0,0560 Z2 0,972 Mzvs. IOI Mz= 20,23 – 9,48 IOI + 0,667 IOI2 0,828

n(%) vs. IOI n = 202,14 – 120,70 IOI + 21,598 IOI2 0,996 ρ (g cm-3) vs. IOI ρ = -0,502 + 1,802 IOI– 0,305 IOI2 0,996 νvs. IOI ν = 1,173 – 0,315 IOI + 0,1296 IOI2 0,972

Mzvs. n(%) Mz= -4,55 + 0,169 n 0,805

Mzvs. ρ (g cm-3) Mz= 22,85 -10,275 ρ 0,809

Sumber: Richardson dan Briggs 1993.

Sumber: Richardson dan Briggs 1993.

[image:39.595.128.496.303.703.2]
(40)

13

2.4 Proses-Proses Akustik pada Dasar Perairan

Pada dasarnya nilai bottom backscattering strength Sb(θ) dipengaruhi oleh

frekuensi (f.), dan grazing angle (θg), serta sejumlah parameter lainnya.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Urick (1983), Sb(θ) merupakan fungsi

hamburan dari permukaan dan volume sedimen (Gambar 6), dalam satuan desibel (Persamaan 10):

Sb(θ) = 10log10[ r(θ) + v(θ)] ... (10)

Dimana:

r(θ) = non-dimensional backscattering cross section per unit sudut tetap

per unit area terhadap kekasaran permukaan.

v(θ) = non-dimensional backscattering cross section per unit sudut tetap

per unit area terhadap volume scattering dari bawah permukaan sedimen.

[image:40.595.200.424.365.651.2]

Sumber: Sternlicht & Moustier 2003.

Gambar 6 Pemisahan dua proses yang memberikan nilai intensitas backscattering

(41)

Saat gelombang akustik mengenai sebuah objek maka akan terjadi sejumlah proses akustik seperti refleksi atau pemantulan, transmisi atau dirambatkan, refraksi atau pembelokan, serta reverberasi atau penghamburan gelombang.

2.4.1 Refleksi dan transmisi

Refleksi atau pemantulan yang terjadi pada dasar perairan mengikuti hukum Rayleigh, sudut datang akan sama dengan sudut yang dipantulkan (θ1 = θ2). Koefisien refleksi didapatkan dari perbandingan intensitas suara yang dipantulkan terhadap intensitas suara yang datang, dengan mengikuti Persamaan (11).

2 2 1 2 1 sin sin sin sin             

v

v

i r I I ρ ρ = 2 2 1 1 2 2 1 2 1 1 2 2 1 ) cos ( sin ) cos ( sin                

v

v

ρ

ρ ….… (11)

dengan m dan n merupakan fungsi dari:

1 2

 

ρ dan

1 2

c c

v

Energi yang hilang akibat refleksi dapat diekspresikan sebagai fungsi logaritma dari perbandingan tersebut, 10 log Ir / Ii [dB]. Sebagai fungsi dari grazing angle

(θg), adapun kehilangan energi dari refleksi tergantung dari perbandingan antara ρ

dan

v

.

Penentuan besaran refleksi dan transmisi pulsa suara pada dua medium yang berbeda juga dapat dijelaskan berdasarkan Persamaan (12):

12 1 2 2 12 1 2 1 2

12 (Z Z )/(Z Z ) dan T 2Z / (Z Z ) 1 R

R        ….. (12)

Dimana R dan T adalah nilai koefisien refleksi dan transmisi, serta Z (ρ c) adalah nilai acoustic impedance. Hasil yang diperoleh dari persamaan di atas valid pada sudut pengukuran θg = 90° atau normal incidence. Proses refleksi dan transmisi

gelombang akustik pada dua medium yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 7. Sebagai contoh, pulsa suara yang ditransmisikan dari kolom perairan dengan

(42)

15

(a) kondisi pertama:

pi + pr = pt

(b) kondisi kedua

uicosφi+ urcosφi= utcosφt

Contoh lain adalah dimana nilai Z2 = Z1 sehingga menghasilkan nilai R12 = 0 serta nilai T12 = 1, yang berarti bahwa seluruh suara ditransmisikan ke dalam medium

ke-2. Kasus seperti ini banyak digunakan pada membran pelindung transduser, sehingga seluruh suara yang ditransmisikan ke medium air tidak mengalami refleksi dari membran pelindung tersebut (Coates, 1990).

Sumber: Clay dan Medwin 1977 diacu dalam Siwabessy 2001

Gambar 7 Geometri refleksi antara dua media. ρu dan ρl masing-masing adalah

densitas medium bagian atas dan bawah, cu dan cl masing-masing

adalah kecepatan suara pada medium bagian atas dan bawah. φi adalah sudut datang, r sama dengan i, adalah sudut refleksi. Sudut i dan t

terkait dengan hukum Snell. ui, ur dan ut masing-masing adalah vektor

kecepatan datang, refleksi dan transmisi dari partikel

(43)

densitas dari tiap lapisan yang dilewati oleh gelombang suara tersebut (Gambar 8). Proses refraksi terjadi dengan mengikuti Persamaan (13).

cos θ1 / c1 = cos θ2 / c2 (13) θ1 dan θ2 dihitung pada grazing angle.

Sumber: Coates 1990.

Gambar 8 Gelombang suara yang mengalami proses refleksi dan refraksi saat merambat pada dua medium yang memiliki impedansi berbeda.

2.4.2 Backscattering dasar laut

Sejumlah penelitian mengenai hubungan antara sifat akustik dan sifat-sifat-sifat fisik sedimen dapat ditemukan pada buku yang ditulis oleh Urick (1983). Secara umum data yang diperlihatkan oleh penelitian terdahulu menunjukkan bahwa terdapat pola umum yang menggambarkan hubungan antara jenis sedimen dan nilai SV yang dihasilkan. Namun, Jackson et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat faktor dependensi yang lemah antara nilai SV yang dihasilkan terhadap sedimen yang relatif halus. Hal tersebut juga diperkuat oleh pernyataan Stanic et al. (1989), dimana nilai scattering yang dihasilkan dari empat tipe sedimen: lumpur, pasir, kerikil, dan batu menunjukkan tingkat korelasi yang lemah dengan ukuran butiran. Oleh sebab itu dibutuhkan pemodelan yang

gelombang datang gelombang terefleksi

gelombang terefraksi

(44)

17

lebih lanjut guna mendapatkan hubungan antara sifat fisik sedimen dan sifat-sifat akustik.

Dasar perairan laut memiliki karakteristik memantulkan dan menghamburkan kembali gelombang suara seperti halnya permukaan perairan laut. Namun efek yang dihasilkan lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan yang memiliki komposisi yang berbeda-beda (Urick, 1983).

Nilai backscattering yang diberikan oleh dasar perairan biasanya memiliki intensitas [dB] yang besar, namun diperlukan juga pembatasan agar hanya nilai pantulan dari dasar laut yang ingin diamati dapat terekam dengan baik. Orlowski (2007) menyebutkan bahwa batas minimum deteksi (threshold) echo yang kembali dari dasar perairan adalah -60 dB (mengacu pada standar EY500). Batas ini memberikan gambaran yang stabil terhadap seluruh area penelitian, dimana dasar perairan yang memiliki karakteristik nilai pantulan yang lemah juga dapat terdeteksi.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa reverberasi pada dasar berbatu memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dasar berlumpur. Kemudian hal ini dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengaitkan

backscattering dari dasar laut terhadap tipe dasar tersebut, seperti lumpur, lempung, pasir, batu, walaupun disadari bahwa ukuran dari partikel yang dikaitkan tersebut hanyalah indikator tidak langsung terkait dengan backscattering

yang dihasilkan (Urick, 1983; Richardson dan Briggs, 1993).

(45)

Sumber: Urick 1983.

Gambar 9 Variasi nilai backscattering yang dihasilkan dari berbagai frekuensi. Selanjutnya, kecenderungan hubungan yang terjadi pada sedimen yang memiliki dasar yang lebih halus tersebut terkait dengan hubungan antara diameter objek dan panjang pulsa suara, dimana nilai backscattering yang terbesar akan didapatkan bila berada pada zona resonansi (d / =1). Hal ini berarti penggunaan frekuensi tinggi dimungkinkan untuk mengkaji sedimen dengan kandungan partikel berdiameter kecil (Lohrmann 2001; Urick 1983).

Pada kasus sedimen berpasir, nilai backscattering yang didapatkan cenderung meningkat seiring dengan peningkatan frekuensi (Greenlaw et al.

2004). Penggunaan frekuensi tinggi memberikan nilai backscattering yang dominan dihasilkan oleh permukaan sedimen dibandingkan backscattering yang diberikan oleh volume sedimen. Sedangkan frekuensi yang lebih rendah nilai

(46)

19

2.5 Model Jackson

Model Jackson merupakan bentuk hubungan empiris sederhana yang didapatkan dari hasil perhitungan terhadap sejumlah parameter yang dianggap memiliki pengaruh yang besar pada proses backscattering dari dasar laut. Sejumlah penelitian telah dilakukan secara cermat untuk mendapatkan perbandingan antara hasil yang didapakan pada pengukuran lapangan dengan model yang digunakan (Jackson et al. 1986; APL-UW 1994; Mulhearn 2000;).

Model Jackson digunakan karena mampu menjelaskan intensitas dari proses

backscattering yang berbeda yang dihasilkan oleh jenis sedimen yang berbeda. Model Jackson mengkalkulasikan backscattering sebagai fungsi dari grazing angle, bukan sebagai fungsi waktu sebagaimana yang terdapat pada echosounder

(Mourad & Jackson 1989). Model tersebut menjumlahkan seluruh backscattering, dari permukaan dan volume sedimen, yang mengenai elemen dari dasar laut pada

grazing angleθg(Mulhearn 2000). Pengembangan model Jackson dapat dilakukan

untuk memodelkan backscattering sebagai fungsi dari waktu, dilakukan pada sekitar sudut normal (Strenlicht & Moustier 2003).

2.5.1 Parameter input model Jackson

Menurut Mourad dan Jackson (1989), terdapat enam parameter yang mempengaruhi nilai hamburan dari permukaan air-sedimen. Parameter-parameter geoakustik tersebut adalah:

ρ = rasio dari densitas massa sedimen terhadap densitas massa air, atau disebut density ratio;

v

= rasio dari kecepatan suara sedimen terhadap kecepatan suara air, atau disebut sound speed ratio;

 δ = rasio dari bilangan gelombang imajiner terhadap bilangan gelombang asli untuk sedimen, (hal tersebut terkait terhadap koefisien attenuasi suara), juga disebut loss parameter;

 γ = eksponen dari power-law, bottom relief spectrum, atau disebut spectral exponent;

(47)

w2 = kekuatan dari bottom relief spectrum (cm4) pada sebuah bilangan gelombang 1 cm-1, juga disebut spectral strength.

Sedangkan nilai bottom relief spektrum (W(kr)) sendiri didapatkan berdasarkan

Persamaan (14).

 

a

r w k

k

W( ) 2 ... (14) dimana ka adalah bilangan gelombang, dengan persamaan:

/

2 

a

k ... (15) dimana,  adalah panjang gelombang

Mourad dan Jackson (1989) menyebutkan bahwa dalam kebanyakan kasus parameter ρ,

v

, δ, γ, dan w2 tidak diketahui nilainya, sehingga dikembangkan sebuah bentuk hubungan sederhana dari setiap parameter tersebut. Hubungan parameter geoakustik tersebut didapatkan dari hasil pengukuran pada berbagai jenis tipe sedimen, seperti yang disajikan pada Tabel 2. Parameter-parameter tersebut kemudian dihubungkan dengan nilai ukuran butiran rata-rata, d sebagai input yang diekspresikan dalam bentuk logaritmik Mz, sesuai dengan Persamaan (16).

Mz = - log2 (d/d0) = - 3.32 log10 (d/d0) ... (16)

dimana d = ukuran butiran rata-rata dalam mm, dan

d0 = diameter referensi, 1 mm.

Tidak semua paramater-parameter dalam model Jackson memiliki hubungan yang kuat dengan Mz. Parameter γ, w2, dan 2 cenderung memiliki hubungan yang lemah dengan Mz, sehingga biasanya diberikan angka standar (default) yang memungkinkan. Hubungan tiap parameter dalam Model Jackson dapat dilihat pada Lampiran 1.

(48)

21

Tabel 2 Model input dalam batas jenis sedimen.

Nama Sedimen Mz ρ ν δ σ2 γ w2

Rough Rock --- 2.50 2.50 0.01374 0.002 3.25 0.20693

Rock --- 2.50 2.50 0.01374 0.002 3.25 0.01862

Cobble, Gravel, Pebble --- 2.50 1.80 0.01374 0.002 3.25 0.01603

Sandy Gravel -1.0 2.492 1.3370 0.01705 0.002 3.25 0.012937

Very Coarse Sand -0.5 2.401 1.3067 0.01667 0.002 3.25 0.010573

Muddy Sandy Gravel 0. 2.314 1.2778 0.01630 0.002 3.25 0.008602

Coarse Sand, Gravelly Sand 0.5 2.231 1.2503 0.01638 0.002 3.25 0.006957

Gravelly Muddy Sand 1.0 2.151 1.2241 0.01645 0.002 3.25 0.005587

Medium Sand 1.5 1.845 1.1782 0.01624 0.002 3.25 0.004446

Muddy Gravel 2.0 1.615 1.1396 0.01610 0.002 3.25 0.003498

Fine Sand, Silty Sand 2.5 1.451 1.1073 0.01602 0.002 3.25 0.002715

Muddy Sandy Gravel 3.0 1.339 1.0800 0.01728 0.002 3.25 0.002070

Very Fine Sand 3.5 1.268 1.0568 0.01875 0.002 3.25 0.001544

Clayey Sand 4.0 1.224 1.0364 0.02019 0.002 3.25 0.001119

Coarse Silt 4.5 1.195 1.0179 0.02158 0.002 3.25 0.000781

Sandy Silt, Gravelly Mud 5.0 1.169 0.9999 0.01261 0.002 3.25 0.000518

Medium Silt, Sand-Silt-Clay 5.5 1.149 0.9885 0.00676 0.001 3.25 0.000518

Sandy Mud 6.0 1.149 0.9873 0.00386 0.001 3.25 0.000518

Fine Silt, Clayey Silt 6.5 1.148 0.9861 0.00306 0.001 3.25 0.000518

Sandy Clay 7.0 1.147 0.9849 0.00242 0.001 3.25 0.000518

Very Fine Silt 7.5 1.147 0.9837 0.00194 0.001 3.25 0.000518

Silty Clay 8.0 1.146 0.9824 0.00163 0.001 3.25 0.000518

Clay (all grades) 9.0 1.145 0.9800 0.00148 0.001 3.25 0.000518

Sumber: APL-UW 1994.

Sumber: Folk 1974.

(49)

2.5.2 Pendekatan Kirchhoff

Model yang umum digunakan guna mendapatkan nilai backscattering

yang diperoleh dari tipe dasar perairan yang relatif halus adalah menggunakan pendekatan Kirchhoff (kirchhoff approximation). Pendekatan Kirchhoff menggunakan parameter input yang didapat berdasarkan model Jackson, mengekspresikan bentuk tekanan pada bidang yang bersifat tangensial terhadap permukaan, dan koeffisien refleksi, R(θg) pada grazing angle θg (Sternlicht dan

Moustier 2003; Mulhearn 2000). Analisis sinyal backscatter yang kembali dari dasar perairan dimulai dari pengukuran nilai complex Rayleigh reflection, yang merupakan fungsi dari rasio densitas (ρ) dan rasio kecepatan suara (

v

), diperoleh melalui Persamaan (17) (Mourad & Jackson 1989).

R(90°) = (imp – 1) / (imp + 1) ... (17) dimana, imp = ρ

v

/ (1+ δ), merupakan nilai impendansi antara dua media.

Mulhearn (2000) menjelaskan bahwa Pendekatan Kirchhoff dapat digunakan dengan baik untuk memprediksi nilai backscattering yang dihasilkan oleh dasar perairan berlumpur, berlempung, hingga dasar berpasir. Lebih lanjut disebutkan bahwa untuk seluruh tipe sedimen berpasir, mulai dari pasir halus hingga pasir kasar, pendekatan Kirchhoff secara signifikan dapat memodelkan nilai backscattering yang dihasilkan pada grazing angle 40° hingga 90°. Grazing angle yang lebih kecil dari 40° menggunakan pendekatan lainnya dan nilai

backscattering dari Kirchhoff ditentukan menjadi nol (APL-UW 1994).

Persamaan Kirchhoff dapat digunakan untuk permukaan yang memiliki ketinggian dan kemiringan yang acak, namun dengan dengan nilai local radius, Rc

yang memenuhi:

(50)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

[image:50.595.122.500.266.494.2]

Pengambilan data lapangan dilakukan pada tanggal 18 hingga 20 Mei 2008 di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. Lokasi berada di sekitar goba perairan Pulau Pari dan memiliki kedalaman yang relatif dangkal yaitu dua hingga lima meter. Sebanyak sepuluh titik ditentukan sebagai lokasi pengambilan data, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11 Lokasi pengambilan data di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Pengolahan data akustik dilakukan di Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK – IPB. Sedangkan analisis sampel sedimen dilakukan di Laboratorium Geologi, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam pengumpulan data akustik di lapangan disajikan pada Tabel 3. Gambar dari sejumlah alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.

106.597 106.599 106.601 106.603 106.605 -5.87

-5.866 -5.862 -5.858 -5.854

Bujur timur (derajat)

Lint

ang

s

elat

an

(dera

jat

(51)

Tabel 3 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian akustik sedimen

Alat dan Bahan Jenis Kegunaan

Lapangan

Echosounder Simrad EY60 scientific echosounder, 120 kHz

Perekaman data akustik

GPS Garmin GPS Sounder Penentuan lokasi

Notebook/ PC HP Compaq nc6000 Pemrosesan dan penyimpanan data akustik

Coring tool Pipa paralon 2.5 inchi Pengambilan sampel sedimen Alat selam Scuba dan alat dasar

selam

Alat bantu saat observasi dan pengambilan sampel sedimen Kapal Kapal nelayan (½ GT) Tempat pemasangan alat

akustik Laboratorium

Ayakan sedimen 10 fraksi (0.004 - 16 mm ) Mengukur ukuran butiran sedimen

Timbangan digital Sartorius Mengukur berat fraksi-fraksi sedimen

Oven Heraeus Instrument Mengeringkan sampel sedimen Spesifikasi transduser dalam sistem echosounder Simrad EY60 adalah seperti yang disajikan pada Tabel 4 di bawah ini:

Tabel 4 Spesifikasi teknis transduser seri ES 120-7C

Spesifikasi Besaran Satuan

Resonant frequency 120 kHz

Circular beamwidth 7 derajat

Directivity

DI=10 log D 28 dB

Equivalent two-way beam angle

10 logψ -21 dB re 1 steradian

Impedance 19 ohm

Transmitting response 185 dB re 1 Pa per V

Receiving sensitivity, open circuit -190 dB re 1 V per μPa

3.3 Metode Pengukuran Akustik Dasar Laut

(52)

25

faktor-faktor lain selain dasar perairan berpasir itu sendiri saat proses sounding

dilakukan.

Proses sounding yang dilakukan untuk mengumpulkan data akustik dilakukan pada setiap titik pengambilan sampel dalam keadaan statis, artinya kapal berada pada kecepatan nol. Pengambilan data akustik dilakukan selama beberapa menit, atau setelah mendapatkan 2000 ping atau lebih pada tiap titik. Data yang diperoleh disimpan dalam format raw data di hard disc dan kemudian dicatat posisi pengambilannya.

Transduser EY60 yang digunakan pada penelitian ini merupakan jenis bim terbagi(split beam), bekerja pada frekuensi 120 kHz , lebar bim 7°, pulse length

0.128 ms, frekuensi sampling 5 ping per detik, serta penggunaan minimum threshold sebesar -130 dB. Orientasi transduser adalah downward looking

(grazing angle≈ λ0 derajat) dengan transduser berada pada kedalaman satu meter

dari permukaan air laut. Dasar perairan yang terukur oleh transduser berada kedalaman sekitar dua meter.

Setelah proses sounding akustik selesai, kemudian dilakukan pengambilan sampel sedimen sebagai ground truth data. Data ini diperoleh dengan cara menyelam dan mengambil langsung menggunakan pipa paralon berdiameter 2.5 inchi dengan panjang sekitar 40 cm. Pipa paralon ini berfungsi sebagai pengganti

coring, agar sampel yang diambil pada tiap lokasi memiliki volume yang sama, dengan ketebalan lapisan sedimen yang diambil sekitar 15 cm dari permukaan dasar laut. Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada area yang berada pada cakupan beam akustik.

3.4 Pengolahan Data

(53)

yang lebih detail. Listing program yang digunakan untuk pengolahan data pada Matlab dapat dilihat pada Lampiran 2.

Pemrosesan data dilakukan dengan memasukkan faktor koreksi terhadap data yang diperoleh dari calibration setting, seperti kecepatan suara dan koefisien absorpsi menggunakan Persamaan (3) dan (4). Setelah dikalkulasi maka didapatkan nilai kecepatan suara 1543.32 m/s dan koefisien absorpsi 0.042873 dB/m, pada suhu 30° C dan salinitas 33 ppt.

Langkah selanjutnya adalah mengintegrasi data akustik yang sudah diekstrak. Integrasi dilakukan dengan mengambil sampel data sebanyak 500 ping pada tiap lokasi pengambilan data. Lapisan yang diambil mulai dari time bottom detect (tbd) hingga ketebalan lapisan 0.2 m, dimana pada lapisan ini nilai volume backscattering (Sv) yang dihasilkan dianggap sebagai Sv dasar laut. Pengolahan dilakukan pada nilai peak intensity atau nilai maksimum Sv raw data pada tiap ping. Nilai ini dianggap sebagai nilai Sv yang dihasilkan oleh permukaan sedimen.

Selain volume backscattering strength (SV), penelitian ini juga menggunakan variabel surface backscattering strength (SS) sebagai parameter akustik dasar perairan yang digunakan. Nilai SS diperoleh menggunakan Persamaan (18) yang menghubungkan bottom volume backscattering coefficient

(Svb) dan surface backscattering coefficient (Ss) (Manik et al. 2006).

) 2 / (c

S

S s

vb

... (18)

Pada peak bottom echo, nilai integrasi Ψ฀ ≈ Φ sehingga persamaan (18) menjadi:

Gambar

Gambar 1.
Gambar 2 Proses spreading pada perambatan suara di dalam air; (a) spherical spreading, (b) cylindrical spreading
Gambar 4 Bentuk suara saat ditransmisikan pada dua medium yang berbeda, impedansi dan kekasarannya
Gambar 5 Hubungan antara sifat-sifat akustik dan sifat-sifat sedimen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usia dini merupakan masa emas dalam tahap perkembangan manusia dan merupakan jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya yang telah dilimpahkan sejak penulis mencari

Apakah kendala yang dihadapi dan solusi yang dilakukan sekolah dalam pelaksanaan pendidikan bela negara dalam upaya membentuk kecerdasan sosial siswa di

Penyusunan anggaran kas sangat perlu dilakukan oleh suatu perusahaan, sehingga perusahaan akan dapat membandingkan antara anggaran kas yang telah

Namun pada kenyataannya berdasarkan hasil observasi kedua yang dilakukan oleh peneliti selama prariset di kelas XII IIS 2 SMA Muhammadiyah 1 Pontianak pada tanggal 11

Dalam temuan penulis, misi perdamaian Uni Afrika untuk Sudan, AMIS, tidak berhasil melakukan tugasnya dalam usaha mendamaikan pihak-pihak yang terlibat dalam perseteruan

PURWOREJO, FP – Fat (38) warga RT 03 RW 01 Desa Hargorojo Kecamatan Bagelen tidak visa berkutik saat ditangkap anggota Unit Reskrim Polsek Bagelen Rabu (31/5).. Fat

Metode penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan gelatin dari kulit sapi dengan kosentrasi HCl yang berbeda dan suhu ekstraksi yang berbeda, setelah itu gelatin