PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
Dilahirkan pada tanggal 3 September 1984
di Jakarta
Menyetujui,
Bogor, Juni 2006
Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Irawadi Jamaran dan M. Zein Nasution. 2006
RINGKASAN
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama. Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus. Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu, sinar matahari dan bahan pengemas minyak.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu dan daya simpan VCO.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan. Pada penelitian utama, dilakukan penyimpanan terhadap VCO yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi. Masing-masing contoh sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam botol kemasan kaca berwarna gelap dan ditutup rapat. Masing-masing contoh disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC. Penyimpanan dilakukan selama 70 hari. Analisis dilakukan setiap 10 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-70. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan.
asam lemak bebas 0.460 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan menghasilkan kadar air sebesar 0.176 %, bilangan peroksida 0.142 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.942 mg KOH/g, bilangan asam 0.918 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.336 %. Dari hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan disimpulkan ketiga sampel VCO yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda memiliki mutu yang baik karena memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999).
Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. The Effect of Storage Temperature and Extraction Method of Virgin Coconut Oil (VCO) to Oil Quality During Storage. Supervised by Irawadi Jamaran and M. Zein Nasution. 2006
SUMMARY
At processing of ordinary coconut oil or traditional cooking oil yielded coconut oil with unfavourable quality. It marked with existence of high water content and free fatty acid in coconut oil, the color rather brown so that become rancid quickly and less shelf-life. By improve, repairing the technique processing of ordinary coconut oil become the processing of Virgin Coconut Oil or more knowledgeable by the name of VCO will be obtained by the better coconut oil quality. It have low water content and free fatty acid, the color was transparent, the smell was good and long shelf-life. Besides that, the oil is not containing cholesterol but is containing lauric acid which is turned into monolaurin so it have the character of antivirus. The difference of extraction methods of coconut oil will influence the yielded oil quality so that influence the shelf-life. Besides that, other factors also influence the coconut oil quality during storage process, such as storage space condition, temperature, sunlight and the materials of strorage oil.
The aim of this research was to determined the best extraction of VCO from three methods of extraction, such as extraction with press, extraction with addition of yeast and extraction with addition of angler oil to oil quality during storage and was to determined the influence of temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 º C to quality of VCO.
Research of antecedent done to know which extraction methods of VCO have the best quality. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with twice repeated. At main research, storage done to VCO yielded by three extraction methods. Each sample counted 50 gram packed into dark glasses bottle and closed tidely. Each sample was kept in incubator with temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 ºC. Storage done for 70 days. Analysis done every 10 days of day-0 to day-70. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with repeated twice.
VCO yielded with press had the water content 0.181 %, peroxide value 0.497 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.734 mg KOH/g, acid value 0.694 mg KOH/gand free fatty acid 0.253 %. VCO yielded with addition of yeast had the water content 0.189 %, peroxide value 0.141 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 244.881 mg KOH/g, acid value 1.257 mg KOH/gand free fatty acid 0.460 %. VCO yielded with addition of angler oil had the water content 0.176 %, peroxide value 0.142 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.942 mg KOH/g, acid value 0.918 mg KOH/gand free fatty acid 0.336 %. From the quality analysis VCO before storage, the three sample VCO had good quality compared to the condition quality of Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul
“Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak berikut :
1. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
2. Ir. H. M. Zein Nasution, M.App.Sc. sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
3. Drs. Chilwan Pandji, Apt.M.Sc. sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya
sehingga penyajian skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Kedua orang tuaku (alm.), kakak-kakakku dan seluruh keluargaku atas segala
bantuan moral, spiritual dan material yang telah diberikan.
5. Pak Irvan dan Ibu Tjitjah atas bantuannya dalam pembuatan VCO.
6. Semua laboran di laboratorium-laboratorium TIN atas segala bantuan dan
pinjamannya.
7. Teman-teman di Majlis Ta’lim Al-Islamy atas segala bantuan dan doanya.
8. Teman-teman TIN 39 terutama anak-anak GIBOL dan Useless Community atas segala bantuan dan dukungan semangatnya.
9. Teman-teman di Wisma Galih atas segala bantuan dan sarannya.
8. Teman-teman Staf Departemen HRD periode 2003-2005, HIMALOGIN dan
pihak lain yang banyak membantu yang namanya tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….…vii
DAFTAR TABEL………...………....….x
DAFTAR GAMBAR………...xi-xiii DAFTAR LAMPIRAN………...xiv
I. PENDAHULUAN……….………..1
A. LATAR BELAKANG……….………..1
B. TUJUAN………...4
II. TINJAUAN PUSTAKA………..………....5
A. KELAPA……….………..5
B. EMULSI SANTAN………...8
C. MINYAK DAN LEMAK………...9
D. MINYAK KELAPA...10
E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)...12
F. PENGOLAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..14
G. MANFAAT VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..22
H. PENYIMPANAN DAN KERUSAKAN MINYAK...23
III.BAHAN DAN METODE PENELITIAN………..………....25
A. BAHAN DAN ALAT…...………25
B. METODE PENELITIAN...………25
C. RANCANGAN PERCOBAAN...………..27
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN………..………...29
B. PENELITIAN UTAMA...………....…31
V. KESIMPULAN DAN SARAN……….59
A. KESIMPULAN………...59
B. SARAN………...60
DAFTAR PUSTAKA……….….61
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN CARA EKSTRAKSI
VIRGIN COCONUT OIL
(VCO) TERHADAP MUTU MINYAK
YANG DIHASILKAN SELAMA PENYIMPANAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
MOCHAMAD HADI FADLANA F34102130
Dilahirkan pada tanggal 3 September 1984
di Jakarta
Menyetujui,
Bogor, Juni 2006
Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Irawadi Jamaran dan M. Zein Nasution. 2006
RINGKASAN
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama. Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah, berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama. Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus. Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu, sinar matahari dan bahan pengemas minyak.
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu dan daya simpan VCO.
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan. Pada penelitian utama, dilakukan penyimpanan terhadap VCO yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi. Masing-masing contoh sebanyak 50 gram dimasukkan ke dalam botol kemasan kaca berwarna gelap dan ditutup rapat. Masing-masing contoh disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC. Penyimpanan dilakukan selama 70 hari. Analisis dilakukan setiap 10 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-70. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua kali ulangan.
asam lemak bebas 0.460 %. VCO yang dihasilkan dengan cara pemancingan menghasilkan kadar air sebesar 0.176 %, bilangan peroksida 0.142 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.942 mg KOH/g, bilangan asam 0.918 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.336 %. Dari hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan disimpulkan ketiga sampel VCO yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda memiliki mutu yang baik karena memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999).
Mochamad Hadi Fadlana. F34102130. The Effect of Storage Temperature and Extraction Method of Virgin Coconut Oil (VCO) to Oil Quality During Storage. Supervised by Irawadi Jamaran and M. Zein Nasution. 2006
SUMMARY
At processing of ordinary coconut oil or traditional cooking oil yielded coconut oil with unfavourable quality. It marked with existence of high water content and free fatty acid in coconut oil, the color rather brown so that become rancid quickly and less shelf-life. By improve, repairing the technique processing of ordinary coconut oil become the processing of Virgin Coconut Oil or more knowledgeable by the name of VCO will be obtained by the better coconut oil quality. It have low water content and free fatty acid, the color was transparent, the smell was good and long shelf-life. Besides that, the oil is not containing cholesterol but is containing lauric acid which is turned into monolaurin so it have the character of antivirus. The difference of extraction methods of coconut oil will influence the yielded oil quality so that influence the shelf-life. Besides that, other factors also influence the coconut oil quality during storage process, such as storage space condition, temperature, sunlight and the materials of strorage oil.
The aim of this research was to determined the best extraction of VCO from three methods of extraction, such as extraction with press, extraction with addition of yeast and extraction with addition of angler oil to oil quality during storage and was to determined the influence of temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 º C to quality of VCO.
Research of antecedent done to know which extraction methods of VCO have the best quality. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with twice repeated. At main research, storage done to VCO yielded by three extraction methods. Each sample counted 50 gram packed into dark glasses bottle and closed tidely. Each sample was kept in incubator with temperature of 25 ºC, 30 º C and 45 ºC. Storage done for 70 days. Analysis done every 10 days of day-0 to day-70. The analysis included water content, peroxide value, saponifiable value, acid value and free fatty acid (as lauric acid) with repeated twice.
VCO yielded with press had the water content 0.181 %, peroxide value 0.497 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.734 mg KOH/g, acid value 0.694 mg KOH/gand free fatty acid 0.253 %. VCO yielded with addition of yeast had the water content 0.189 %, peroxide value 0.141 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 244.881 mg KOH/g, acid value 1.257 mg KOH/gand free fatty acid 0.460 %. VCO yielded with addition of angler oil had the water content 0.176 %, peroxide value 0.142 mg oksigen/100 g sample, saponifiable value 243.942 mg KOH/g, acid value 0.918 mg KOH/gand free fatty acid 0.336 %. From the quality analysis VCO before storage, the three sample VCO had good quality compared to the condition quality of Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillaahirobbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang diberi judul
“Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Cara Ekstraksi Virgin Coconut Oil (VCO) Terhadap Mutu Minyak yang Dihasilkan Selama Penyimpanan”.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak berikut :
1. Dr. Ir. Irawadi Jamaran sebagai dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
2. Ir. H. M. Zein Nasution, M.App.Sc. sebagai dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
3. Drs. Chilwan Pandji, Apt.M.Sc. sebagai dosen penguji atas saran dan kritiknya
sehingga penyajian skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Kedua orang tuaku (alm.), kakak-kakakku dan seluruh keluargaku atas segala
bantuan moral, spiritual dan material yang telah diberikan.
5. Pak Irvan dan Ibu Tjitjah atas bantuannya dalam pembuatan VCO.
6. Semua laboran di laboratorium-laboratorium TIN atas segala bantuan dan
pinjamannya.
7. Teman-teman di Majlis Ta’lim Al-Islamy atas segala bantuan dan doanya.
8. Teman-teman TIN 39 terutama anak-anak GIBOL dan Useless Community atas segala bantuan dan dukungan semangatnya.
9. Teman-teman di Wisma Galih atas segala bantuan dan sarannya.
8. Teman-teman Staf Departemen HRD periode 2003-2005, HIMALOGIN dan
pihak lain yang banyak membantu yang namanya tidak dapat disebutkan
satu-persatu.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis
menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR……….…vii
DAFTAR TABEL………...………....….x
DAFTAR GAMBAR………...xi-xiii DAFTAR LAMPIRAN………...xiv
I. PENDAHULUAN……….………..1
A. LATAR BELAKANG……….………..1
B. TUJUAN………...4
II. TINJAUAN PUSTAKA………..………....5
A. KELAPA……….………..5
B. EMULSI SANTAN………...8
C. MINYAK DAN LEMAK………...9
D. MINYAK KELAPA...10
E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)...12
F. PENGOLAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..14
G. MANFAAT VIRGIN COCONUT OIL (VCO)………..22
H. PENYIMPANAN DAN KERUSAKAN MINYAK...23
III.BAHAN DAN METODE PENELITIAN………..………....25
A. BAHAN DAN ALAT…...………25
B. METODE PENELITIAN...………25
C. RANCANGAN PERCOBAAN...………..27
IV.HASIL DAN PEMBAHASAN………..………...29
B. PENELITIAN UTAMA...………....…31
V. KESIMPULAN DAN SARAN……….59
A. KESIMPULAN………...59
B. SARAN………...60
DAFTAR PUSTAKA……….….61
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia
tahun 2000-2004...2
Tabel 2. Komposisi buah kelapa...7
Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan...8
Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa...12
Tabel 5. Standar mutu VCO...13
Tabel 6. Komposisi asam lemak VCO...14
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Pohon industri tanaman kelapa...6
Gambar 2. Penampang melintang buah kelapa...6
Gambar 3. Rumus kimia trigliserida...10
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan VCO
dengan cara pengepresan (proses mekanis)...17
Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan VCO
dengan cara penambahan ragi...………..19
Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan VCO
dengan cara penambahan minyak pemancing...21
Gambar 7. Struktur kimia asam lemak jenuh ( asam laurat
dari minyak kelapa)...22
Gambar 8. Diagram alir penelitian...27
Gambar 9. Pengaruh perlakuan terhadap kadar air VCO
selama penyimpanan ………...32
Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi
dengan pengepresan...34
Gambar 11. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi
dengan peragian...34
Gambar 12. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi
dengan pemancingan..………..35
Gambar 13. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO
pada suhu 25 °C...35
Gambar 14. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO
pada suhu 30 °C...36
Gambar 15. Pengaruh cara ekstraksi terhadap kadar air VCO
pada suhu 45 °C...36
Gambar 17. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan peroksida VCO
selama penyimpanan ………...38
Gambar 18. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO
hasil ekstraksi dengan pengepresan...40
Gambar 19. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO
hasil ekstraksi dengan peragian...41
Gambar 20. Pengaruh suhu terhadap bilangan peroksida VCO
hasil ekstraksi dengan pemancingan..……...………..41
Gambar 21. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 25 °C...42
Gambar 22. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 30 °C...43
Gambar 23. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan peroksida VCO pada suhu 45 °C...43
Gambar 24. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan penyabunan VCO
pada awal dan akhir penyimpanan …………...………...45
Gambar 25. Pengaruh perlakuan terhadap bilangan asam VCO
selama penyimpanan ………...47
Gambar 26. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi dengan pengepresan...49
Gambar 27. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi dengan peragian...49
Gambar 28. Pengaruh suhu terhadap bilangan asam VCO hasil ekstraksi dengan pemancingan..……….50
Gambar 29. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO
pada suhu 25 °C...51
Gambar 30. Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO
pada suhu 30 °C...51
Gambar 31 Pengaruh cara ekstraksi terhadap bilangan asam VCO
pada suhu 45 °C...51
Gambar 32. Pengaruh perlakuan terhadap asam lemak bebas VCO
Gambar 33. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO
hasil ekstraksi dengan pengepresan...55
Gambar 34. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO
hasil ekstraksi dengan peragian...55
Gambar 35. Pengaruh suhu terhadap asam lemak bebas VCO
hasil ekstraksi dengan pemancingan..……...………..56
Gambar 36. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO
pada suhu 25 °C...57
Gambar 37. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO
pada suhu 30 °C...57
Gambar 38. Pengaruh cara ekstraksi terhadap asam lemak bebas VCO
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data hasil pengukuran kadar air VCO selama penyimpanan...64
Lampiran 2. Analisis ragam terhadap kadar air VCO.………..…...65-66
Lampiran 3. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls
terhadap kadar air VCO...67-68
Lampiran 4. Data hasil pengukuran bilangan peroksida VCO
selama penyimpanan...69
Lampiran 5. Analisis ragam terhadap bilangan peroksida VCO.…..……...70-71
Lampiran 6. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls
terhadap bilangan peroksida VCO...72-73
Lampiran 7. Data hasil pengukuran bilangan penyabunan VCO
pada awal dan akhir penyimpanan...74
Lampiran 8. Analisis ragam terhadap bilangan penyabunan VCO.…….…...74
Lampiran 9. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls
terhadap bilangan penyabunan VCO...74
Lampiran 10. Data hasil pengukuran bilangan asam VCO
selama penyimpanan...75
Lampiran 11. Analisis ragam terhadap bilangan asam VCO.………...…...76-77
Lampiran 12. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap bilangan asam VCO...78-80
Lampiran 13. Data hasil pengukuran asam lemak bebas VCO
selama penyimpanan...81
Lampiran 14. Analisis ragam terhadap asam lemak bebas VCO.…….…….82-83
Lampiran 15. Uji lanjutan rentang Newman-Keuls
terhadap asam lemak bebas VCO...84-86
Lampiran 16. Formasi molekul trigliserida………..87
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia adalah salah satu dari sekian banyak negara yang
mempunyai iklim tropis. Salah satu dari banyak tanaman yang tumbuh di
negara yang beriklim tropis ini adalah tanaman kelapa. Tanaman kelapa
(Cocos nucifera L.) merupakan jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena hampir semua bagian tanaman kelapa dapat memberikan
manfaat bagi manusia.
Selama ini, petani-petani kelapa hanya mengolah buah kelapa menjadi
kopra untuk dibuat minyak kelapa atau minyak goreng. Upaya diversifikasi
dari produk kelapa ini akan tercipta aneka produk olahan lain yang memiliki
nilai ekonomis yang yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan harga kopra di
sentra produksi kelapa sangat berfluktuasi pada tahun-tahun terakhir.
Apabila buah kelapa diolah menjadi minyak goreng biasa, nilai tambah
yang diperoleh hanya 190 % dari harga kopra sedangkan bila diolah menjadi
VCO, nilai tambah yang diperoleh mencapai 584 % dari harga kopra
(Rindengan dan Novarianto, 2005). Dengan keterangan tersebut, sangatlah
jelas bahwa buah kelapa memiliki prospek yang bagus dalam meningkatkan
pendapatan petani apabila diolah menjadi VCO.
Total luas areal perkebunan kelapa di Indonesia mencapai 3.712 juta
hektar (31.4 %) dan merupakan luas areal perkebunan kelapa terbesar di
dunia. Nilai ekspor minyak kelapa Indonesia adalah 32.2 % dari total ekspor
dunia pada tahun 2004. Nilai ini masih di bawah Filipina (45.6 % dari total
ekspor dunia) yang total luas areal perkebunannya di bawah Indonesia, yaitu
3.314 juta hektar (27.7 %). Ekspor Indonesia masih dalam bentuk minyak
kelapa biasa sedangkan Filipina sudah mulai menjangkau dunia dengan
VCO-nya dengan harga yang tiga atau empat kali miVCO-nyak kelapa biasa. Konsumsi
minyak kelapa terbesar adalah negara-negara Eropa Barat sebesar 570 000 ton
India sebesar 451 000 ton (16,1 %) (Alam Syah, 2005 ; Suhirman di dalam
Kompas, Oktober 2005). Perkembangan nilai ekspor industri pengolahan
kelapa dari tahun 2000-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Dengan
informasi-informasi yang disebutkan di atas, dapat diketahui bahwa VCO mempunyai
prospek ekspor yang bagus yang dapat memberikan kontribusi yang nyata
terhadap devisa total Indonesia, terutama dari sektor non migas.
Tabel 1. Nilai ekspor industri pengolahan kelapa Indonesia tahun 2000-2004 (Badan Pusat Statistik, 2005)
Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara
tradisional dihasilkan minyak kelapa dengan mutu yang kurang baik. Hal
tersebut ditandai dengan adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup
tinggi di dalam minyak kelapa, warnanya agak kecoklatan sehingga menjadi
cepat tengik dan daya simpannya yang tidak lama.
Dengan memperbaiki teknik pengolahan minyak kelapa biasa menjadi
pengolahan Virgin Coconut Oil atau lebih dikenal dengan nama VCO akan diperoleh mutu minyak kelapa yang lebih baik. Minyak kelapa yang
dihasilkan memiliki kadar air dan kadar asam lemak bebas yang rendah,
berwarna bening serta berbau harum dan daya simpannya menjadi lebih lama.
Selain itu, minyak ini tidak mengandung kolesterol tetapi mengandung asam
laurat yang diubah menjadi monolaurin sehingga bersifat antivirus.
Umumnya, masyarakat mengenal pengolahan daging buah kelapa
menjadi minyak melalui cara kering dan basah. Pada pengolahan cara kering
(dry rendering), daging buah yang sudah dipotong-potong dikeringkan sehingga diperoleh kopra lalu dilakukan pengepresan guna mendapatkan
minyak. Teknik pengolahan ini biasanya dilakukan dalam skala besar
diparut kemudian dicampur dan diekstrak dengan air panas (hangat) pada
perbandingan tertentu. Hasil ekstraksi berupa emulsi minyak dalam air yang
disebut santan. Pemanasan dilakukan untuk memecah emulsi guna
mendapatkan minyak, yang kerap disebut minyak kelentik. Kedua metode ini
akan menghasilkan minyak yang berbau harum tetapi warnanya kurang bening
akibat penggunaan panas dalam proses pengolahannya (Sibuea di dalam
Kompas, 2004).
Untuk memperoleh VCO, penggunaan panas diminimalkan atau sama
sekali dihilangkan. Caranya adalah dengan menggunakan enzim secara
langsung atau mikroba penghasil enzim tertentu untuk memecah protein yang
berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah
secara baik. Pengolahan minyak kelapa dengan menggunakan enzim lazim
disebut teknik fermentasi. Pembuatan VCO dengan teknik fermentasi diawali
dengan proses pembuatan santan, caranya sama dengan metode basah. Santan
ditempatkan pada wadah yang bersih dan selanjutnya dibiarkan beberapa saat
hingga terbentuk gumpalan krim atau "biang santan". Krim dipisahkan ke
dalam wadah yang tembus pandang seperti stoples yang relatif besar lalu
ditambahkan ragi atau larutan cuka nira secukupnya. Campuran diaduk secara
merata dan difermentasi selama 10-14 jam atau semalam. Proses fermentasi
dinyatakan berjalan baik jika dari campuran tersebut terbentuk tiga lapisan,
yakni lapisan atas berupa minyak (VCO), lapisan tengah berupa blondo
(warna putih) dan lapisan bawah berupa air. Lapisan minyak dipisahkan
secara hati-hati. Minyak ini memberi aroma khas dan warna yang lebih jernih
(Sibuea di dalam Kompas, 2004).
Perbedaan cara ekstraksi minyak kelapa akan mempengaruhi mutu
minyak yang dihasilkan sehingga mempengaruhi daya simpan minyak
tersebut. Selain itu, faktor-faktor lain juga akan mempengaruhi mutu minyak
kelapa selama proses penyimpanan, yaitu kondisi ruang penyimpanan, suhu,
B. TUJUAN
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menentukan cara ekstraksi
VCO yang paling baik yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi yang berbeda,
yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) dan penambahan minyak pemancing terhadap mutu minyak selama penyimpanan
dan untuk menentukan pengaruh suhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC terhadap mutu
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. KELAPA
Pohon kelapa memiliki berbagai manfaat bagi kehidupan manusia,
mulai dari buah, daun, batang sampai akarnya. Salah satu contohnya adalah
air kelapa. Air kelapa digunakan sebagai minuman segar, pembuat cuka,
penawar racun dan pencegah demam. Air kelapa juga diyakini sebagai
penawar saat makan masakan laut seperti kupang. Batang pohon kelapa dapat
dimanfaatkan sebagai tiang penyangga dalam pembuatan rumah sedangkan
daunnya sering digunakan sebagai bahan pembuat hiasan pada acara
pernikahan (resepsi pengantin) (Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan
Rozaline, 2005).
Bagian pohon kelapa yang banyak memiliki manfaat adalah buahnya.
Sejak berabad-abad tahun yang lalu, buah kelapa sudah digunakan sebagai
makanan utama. Pada masyarakat Indonesia, kelapa memang sulit dipisahkan
dalam kehidupan sehari-hari, baik di pedesaan maupun perkotaan. Buah
kelapa sering digunakan sebagai bumbu masak yang mempunyai kelezatan
yang tidak disangsikan lagi. Salah satu contohnya, buah kelapa dibuat sebagai
santan dan minyak goreng. Cara penyajiannya pun beragam. Ada yang
disajikan sebagai hidangan utama, campuran sayur, bumbu maupun minuman
(Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005). Pohon
Gambar 1. Pohon industri tanaman kelapa ( www.bi.go.id ).
Buah kelapa berbentuk bulat panjang dengan ukuran kurang lebih
sebesar kepala manusia. Buah terdiri dari sabut (eksokarp dan mesokarp),
tempurung (endokarp), daging buah (endosperm) dan air buah (Aten et, al.,
1958 di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985). Gambar
penampang buah kelapa dapat dilihat pada Gambar 2 dan komposisi buah
Air kelapa
Daging buah
Tempurung
Sabut
Gambar 2. Penampang melintang buah kelapa (Aten et, al., 1958 di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985)
Tabel 2. Komposisi buah kelapa
Daging buah (buah tua) Jumlah berat (%)
Sabut 35
Tempurung 12
Daging buah 28
Air buah 25
Sumber : Aten et, al. (1958) di dalam Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. (1985)
Komposisi kimia daging buah kelapa ditentukan oleh umur buah.
Pada Tabel 3 dapat dilihat komposisi kimia buah kelapa pada berbagai tingkat
Tabel 3. Komposisi kimia daging buah kelapa segar pada berbagai tingkat kematangan
Komponen (per 100 g) Buah muda Buah setengah tua Buah tua
Kalori (kal) 68.0 180.0 359.0
Protein (g) 1.0 4.0 3.4
Lemak (g) 0.9 13.0 34.7
Karbohidrat (g) 14.0 10.0 14.0
Kasium (g) 17.0 88.0 21.0
Fosfor (g) 30.0 55.0 21.0
Besi (g) 1.0 1.3 2.0
Vitamin A (IU) 0.0 10.0 1.0
Tiamin (mg) 0.0 0.05 0.1
Vitamin C (mg) 4.0 4.0 2.0
Air (g) 83.3 70.0 46.9
Bagian yang dapat dimakan
(g)
53.0 53.0 53.0
Sumber : Thieme (1968)
Dari Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa dengan makin tua umur
buah maka kandungan lemaknya makin tinggi (Djatmiko, Bambang, Goutara
dan Irawadi. 1985)
B. EMULSI SANTAN
Cairan berwarna putih yang dipisahkan dari daging buah kelapa
disebut santan. Santan merupakan cairan yang berbentuk emulsi. Emulsi
merupakan suatu sistem yang heterogen yang mengandung dua fasa cairan
(fasa terdispersi dan fasa pendispersi). Fasa terdispersi berbentuk
globular-globular dan medium pendispersi berbentuk droplet (butiran). Substansi
ketiga yang membuat emulsi permanen adalah emulsifier yang daya
afinitasnya harus parsial dan berbeda dari kedua fasa di atas (Suryani, Sailah
Proses demulsifikasi atau pemecahan suatu emulsi sangat
tergantung pada stabilitas emulsi. Stabilitas emulsi adalah suatu keadaan
dimaan terdapat keseragaman ukuran molekul fasa pendispersi dan fasa
terdispersinya dengan konfigurasi yang terbaik. Apabila kerapatan antara fasa
pendispersi dan fasa terdispersi tinggi maka konfigurasi partikelnya sudah
baik dan sistem emulsi semakin stabil. Kestabilan emulsi sangat dipengaruhi
oleh faktor-faktor seperti ukuran partikel, jenis emulsifier yang terkandung di
dalamnya, rasio antara fasa terdispersi dan fasa pendispersi serta perbedaan
tegangan antar ada fasa. Semakin baik distribusi ukuran dan semakin kecil
ukuran droplet maka akan stabil suatu emulsi. Berdasarkan komponen fasa
terdispersi dan fasa pendispersinya, emulsi dibedakan menjadi dua tipe yaitu
tipe minyak dalam air (oil in water, o/w) dan tipe air dalam minyak (water in oil, w/o). Emulsi o/w fasa terdispersinya adalah minyak dengan pendispersi air sedangkan emulsi w/o fasa terdispersinya adalah air dan fasa
pendispersinya adalah minyak (Suryani, Sailah dan Hambali, 2000).
C. MINYAK DAN LEMAK
MenurutDjatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi (1985),minyak
dan lemak adalah suatu trigliserida campuran, yaitu ester dari gliserol dan
asam lemak rantai panjang (Lampiran 16). Sedangkan menurut Ketaren
(1986), minyak dan lemak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai sumber
mempunyai sifat fisiko kimia yang berbeda satu sama lain karena perbedaan
jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Struktur trigliserida dapat
O || H2C―O―C―R
O || H2C―O―C―R
O || H2C―O―C―R
Gambar 3. Rumus kimia trigliserida
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari
komposisi asam lemak yang menjadi penyusunnya. Sebagian besar minyak
nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh,
yaitu asam oleat, linoleat atau linolenat dengan titik cair yang rendah (Ketaren,
1986).
Trigliserida terdiri dari 96 % asam lemak dan berdasarkan
komposisi tersebut maka sifat fisiko kimia minyak sangat ditentukan oleh sifat
fisiko kimia asam lemaknya. Asam lmak yang terutama menentukan sifat
minyak adalah asam lemak yang terbanyak dalam minyak tersebut (Djatmiko,
Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).
D. MINYAK KELAPA
Minyak kelapa ialah minyak yang diperoleh dengan cara mengepres
kopra yang telah dikeringkan atau hasil ekstraksi bungkil kopra (SNI
01-2902-1992). Menurut Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi (1985), minyak
kelapa adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak.
Sedangkan menurut Thieme (1968), minyak kelapa termasuk salah satu
minyak nabati yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan manusia. Minyak
kelapa dapat dipergunakan untuk kebutuhan pangan seperti minyak goreng,
dipergunakan untuk keperluan non pangan, yaitu sebagai minyak lampu,
bahan sabun dan kosmetik.
Minyak kelapa mengandung 84 % trigliserida yang ketiga asam
lemaknya jenuh, 12 % trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan satu
asam lemak tidak jenuh dan 4 % trigliserida yang mempunyai satu asam
lemak jenuh dan dua asam lemak tidak jenuh (Swern, 1979).
Minyak kelapa dikenal sebagai minyak laurat karena sebagian besar
asam lemak penyusunnya adalah asam laurat. Minyak kelapa mengandung
lebih kurang 90 % asam lemak jenuh yang terdiri dari asam laurat, miristat
dan palmitat. Hal ini menyebabkan minyak kelapa tahan terhadap oksidasi
(Swern, 1979).
Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya, yang dinyatakan dengan
bilangan iod (Iodine value) maka minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan “non drying oils” karena bilangan iod yang dipunyai kurang dari 90, aitu 7.5 – 10.0 (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).
Tabel 4. Komposisi asam lemak minyak kelapa
Kaproat 0.0-0.8 0.0-0.8
Kaprilat 7.8-9.5 5.0-9.0
Kaprat 4.5-9.7 6.0-10.0
Laurat 44.1-51.3 44.0-52.0
Miristat 13.1-18.5 13.0-19.0
Palmitat 7.5-10.5 8.0-11.0
Stearat 1.0-3.2 1.0-3.0
Arachidat - 0.0-0.4
Asam lemak tidak jenuh
Asam lemak Jumlah (%) Jumlah (%)
Linoleat 1.0-2.6 Trace-2.5
Palmitoleat - 0.0-1.0
E. VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
Virgin Oil adalah minyak dan lemak makan yang dihasilkan tanpa mengubah sifat fisiko kimia minyak, minyak diperoleh dengan hanya
perlakuan mekanis dan pemakaian panas minimal serta tidak menggunakan
bahan kimia kecuali yang tidak mengalami reaksi dengan minyak Minyak ini
dimurnikan dengan cara pencucian menggunakan air, pengendapan,
penyaringan dan sentrifugasi saja. (Codex Alimentarius, 1999). Standar mutu
Tabel 5. Standar mutu VCO
Karakteristik Kandungan
Kadar air (%) 0.1-0.5
Bilangan Peroksida (mg oksigen/100 g contoh) Maks 3.0
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g contoh) 250-260
Bilangan Asam (mg KOH/g contoh) Maks. 13
Kadar Asam Lemak Bebas (% asam laurat) Maks. 0.5
Warna Jernih kristal
Komponen minyak kelapa terdiri dari asam lemak jenuh (90 %) dan
minyak tak jenuh (10 %). Tingginya kandungan asam lemak jenuh
menjadikan minyak kelapa sebagai sumber saturated fat. Dalam VCO terdapat Medium Chain Fatty Acid (MCFA). MCFA merupakan komponen asam lemak berantai sedang yang memiliki banyak fungsi, antara lain mampu
merangsang produksi inulin sehingga proses metabolisme glukosa dapat
berjalan normal. MCFA juga bermanfaat dalam mengubah protein menjadi
sumber energi (Fife, 2003 ; Fife, 2004; Rindengan dan Novarianto, 2005;
Sutarmi dan Rozaline, 2005). Komposisi asam lemak VCO dapat dilihat pada
Tabel 6. Komposisi asam lemak VCO
Sumber : Riset Muhammad Ahkam Subroto (Duryatmo di dalam Trubus, Oktober 2005)
F. PENGOLAHAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak (Ketaren, 1986).
Pengolahan kelapa untuk mendapatkan VCO hampir sama dengan pengolahan
minyak kelapa biasa. Ada dua cara pengolahan, yaitu cara tradisional dan cara
modern. Minyak kelapa yang dihasilkan dengan kedua cara tersebut berwarna Asam lemak jenuh
Asam lemak Jumlah (%)
VCO
Asam kaproat 0.5
Asam kaprilat 8.0
Asam kaprat 7.0
Asam laurat 48.0
Asam miristat 17.0
Asam palmitat 9.0
Asam stearat 2.0
Asam arakhidat 0.1
Asam dodekanoat 0
Total asam lemak jenuh 91.1
Asam lemak tak jenuh
Asam lemak Jumlah (%)
VCO
Asam palmitoleat 0.1
Asam oleat 6.0
Asam linoleat 0.1
Asam a-linoleat 0
bening, tidak seperti minyak kelapa biasa yang warnanya kuning kecoklatan
bahkan minyaknya sendiri berbau harum. Hanya saja proses pengolahannya
harus sesuai. Apabila tidak sesuai maka hasilnya akan sama dengan minyak
kelapa biasa (Rindengan dan Novarianto, 2005).
Pengolahan VCO dengan cara tradisional adalah tahapan pengolahan
kelapa melalui proses fermentasi santan yang didiamkan selama 12 jam atau
lebih. Pada proses fermentasi ini santan akan terpisah menjadi tiga lapisan.
Lapisan teratas adalah krim, lapisan tengah adalah skim (kaya protein) dan
lapisan terbawah adalah endapan. Dari ketiga lapisan tersebut, lapisan
krimlah yang digunakan untuk pembuatan VCO. Lapisan krim yang sudah
dipisahkan dari lapisan lainnya dipanaskan hingga diperoleh blondo yang
berwarna coklat. Oleh karena proses pemasakannya hingga mendapatkan
blondo berwarna coklat maka minyak yang terbentuk pun menjadi kuning
kecoklatan. Padahal, VCO berwarna bening. Agar berwarna bening, minyak
tersebut dipanaskan kembali lalu disaring dengan kertas saring. Dapat juga
minyaknya tidak disaring tetapi didiamkan hingga berbentuk minyak berwarna
bening. Oleh karena proses tersebut dilakukan dua kali pemanasan maka
proses ini disebut pemanasan bertahap. Hal ini berbeda dengan pembuatan
minyak kelapa biasa cara tradisional yang proses pemanasannya dilakukan
satu kali (Rindengan dan Novarianto, 2005).
Kelapa yang diolah menjadi VCO dengan cara modern sebenarnya
hampir sama dengan cara tradisional. Perbedaannya hanya terletak pada
penggunaan minyak pancing. Penggunaan minyak pancing ini bertujuan
untuk memecahkan emulsi santan sehingga lemak atau minyaknya terpisah.
Untuk petani, mendapatkan minyak pancing ini sebaiknya melalui tenaga
berpengalaman. Selanjutnya minyak yang diperoleh perlu disaring untuk
mendapatkan minyak kelapa yang berwarna bening dan bebas asam lemak.
Penyaringan menggunakan kertas saring yang dapat diperoleh di apotek.
Kertas saring dijual dalam bentuk lembaran (Rindengan dan Novarianto,
2005).
Teknologi pengolahan VCO ada bermacam-macam. Sampel VCO
pengolahan, yaitu dengan pengepresan, penambahan ragi dan penambahan
minyak pancing.
1. Pengolahan VCO dengan pengepresan
Menurut Alam Syah (2005), prinsip teknologi pengolahan VCO
dengan cara pengepresan (proses mekanis) adalah pengeluaran minyak
dari daging kelapa parut pada kadar air tertentu dengan menggunakan alat
pengepres yang bernama screw press. Alur proses pengolahan VCO diawali dengan pemarutan daging kelapa yang bertujuan untuk
memperkecil ukuran dan merusak sel-sel daging kelapa untuk
mempermudah ekstraksi minyak. Pemarutan juga memperbesar luas
permukaan kelapa parut sehingga proses perpindahan panas dan massa
pada proses pengeringan menjadi mudah. Bahan baku yang digunakan
adalah daging kelapa segar. Daging kelapa yang telah diparut kemudian
dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Proses pengeringan
dihentikan apabila daging kelapa parut yang dikeringkan sudah mencapai
kadar optimal untuk dipres. Suhu optimal pengeringan berkisar antara
50-60 °C dan lama pengeringan berkisar antara 70-85 menit. Tujuan dari
pengeringan daging kelapa parut adalah untuk memudahkan minyak
keluar dari sel dan menginaktifkan enzim serta mikroorganisme tertentu.
Pengeringan juga berfungsi untuk menguapkan air serta menaikkan
keenceran minyak (fluidity). Selain itu, pengeringan dapat mengakibatkan penggumpalan (koagulasi) beberapa protein yang berikatan dengan
minyak sehingga memudahkan pemisahan minyak lebih lanjut. Kelapa
parut kering yang sudah siap dipres kemudian dipres menggunakan screw press dan menghasilkan VCO. VCO yang dihasilkan dari pengepresan disaring dengan kertas saring untuk menjernihkan warnanya dan
menyaring ampas kelapa yang tercampur ke dalam minyak. Diagram alir
Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara pengepresan (proses mekanis) (Alam Syah, 2005)
Daging kelapa segar tanpa testa
Pemarutan
Kelapa parut
Pengeringan
Suhu optimal = 50-60 °C Lama pengeringan = 70-85 menit
Kelapa parut kering
Pengepresan dengan screw
press
Minyak kelapa
Ampas kelapa
Penyaringan dengan kertas saring
2. Pengolahan VCO dengan penambahan ragi
Menurut Alam Syah (2005) serta Setiaji dan Prayugo (2006), proses
pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi diawali dengan pembuatan
santan dengan mencampurkan air dengan daging kelapa yang sudah diparut
dengan perbandingan 1 kg kelapa parut dengan 2 liter air. Santan dibiarkan
beberapa saat hingga terbentuk gumpalan krim. Krim dipisahkan lalu
ditambahkan ragi. Campuran diaduk secara merata dan difermentasi selama
10-14 jam. Proses fermentasi dinyatakan berjalan baik jika dari campuran
tersebut terbentuk tiga lapisan, yakni lapisan atas berupa minyak, lapisan
tengah berupa skim (kaya protein) dan lapisan terbawah berupa air dan
endapan. Lapisan minyak kemudian dipisahkan secara hati-hati. Minyak
yang telah dipisahkan kemudian disaring dengan kertas saring untuk
menjernihkan warnanya dan menyaring kotoran yang tercampur ke dalam
minyak. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan penambahan ragi dapat
Gambar 5. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan ragi (Alam Syah, 2005 ; Setiaji dan Prayugo, 2006)
Daging kelapa segar tanpa testa
Pemarutan
Pencampuran kelapa parut dengan air = 1 : 2
Santan
Pendiaman
Krim
Ampas kelapa
Penambahan ragi
Virgin Coconut Oil
Skim
Fermentasi (10-14 jam)
Pemisahan minyak Blondo dan
air
3. Pengolahan VCO dengan penambahan minyak pancing
Menurut Alam Syah (2005), proses pengolahan VCO dengan cara
penambahan minyak pancing diawali dengan pembuatan santan dengan
mencampurkan air dengan daging kelapa yang sudah diparut dengan
perbandingan 1 kg kelapa parut dengan 2 liter air. Santan didiamkan
(diendapkan) selama dua jam. Selama proses pengendapan akan terjadi
pemisahan antara air dan krim. Air akan berada di lapisan bawah dan krim
akan menggumpal di permukaan. Krim kemudian dipisahkan dan dilakukan
pemancingan dengan memasukkan VCO yang sudah jadi. Pemancingan
dilakukan dengan takaran 3 liter krim dicampur dengan 1 liter minyak pancing
(3 :1). Setelah itu, campuran diaduk hingga rata selama sekitar 20 menit.
Campuran krim dengan minyak pancing didiamkan selama 6-7 jam. Secara
perlahan-lahan, campuran krim dengan minyak pancing akan terpisah menjadi
tiga bagian. Bagian paling bawah berupa blondo, bagian tengah berupa air
dan bagian paling atas berupa minyak. Bagian minyak kemudian diambil dan
disaring dengan kertas saring. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan
Gambar 6. Diagram alir proses pengolahan VCO dengan cara penambahan minyak pemancing (Alam Syah, 2005)
Daging kelapa segar tanpa testa
Pemarutan
Pencampuran kelapa parut dengan air = 1 : 2
Santan
Pendiaman
Krim
Ampas kelapa
Penambahan minyak pancing
Virgin Coconut Oil Skim
Pengadukan dan pendiaman (6-7 jam)
Pemisahan minyak Blondo dan
air
G. MANFAAT VIRGIN COCONUT OIL (VCO)
Buah kelapa memiliki banyak manfaat, yaitu sebagai minyak makan
atau santan dalam sayur-sayuran. Saat ini ada temuan baru, yaitu sebagai
obat. Minyak kelapa yang dijadikan sebagai obat biasanya disebut sebagai
Virgin Coconut Oil atau VCO. Berbagai penyakit yang berasal dari virus dan belum ditemukan obatnya dapat ditangkal dengan mengonsumsi VCO seperti
flu burung, HIV/AIDS, hepatitis dan jenis virus lainnya. VCO dapat juga
mengatasi kegemukan, penyakit kulit hingga penyakit yang tergolong kronis,
misalnya kanker prostat, jantung, darah tingggi dan diabetes (Fife, 2003 ; Fife,
2004; Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline, 2005).
Asam laurat dan asam lemak jenuh berantai pendek seperti asam
kaprat, kaprilat dan miristat yang terkandung dalam VCO dapat berperan
positif dalam proses pembakaran nutrisi makanan menjadi energi. Fungsi lain
dari zat ini, antara lain sebagai antivirus, antibakteri dan antiprotozoa (Fife,
2003 ; Fife, 2004; Rindengan dan Novarianto, 2005; Sutarmi dan Rozaline,
2005). Struktur kimia dari asam laurat dari VCO dapat dilihat pada Gambar 7.
H H H H H H H H H H H H
O H__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C__ C (ω1
) OH
H H H H H H H H H H H H
O
H3C OH
Sumber : Mann, J. Dan M. Skeaf, 2001 di dalam Alam Syah, 2005 Gambar 7. Struktur kimia asam lemak jenuh
H. PENYIMPANAN DAN KERUSAKAN MINYAK
Bila minyak kelapa disimpan dalam gudang, diangkut dengan truk
yang boksnya panas dan dibiarkan dalam rak penyimpanan, minyak itu
menjadi tengik. Kerusakan minyak dan lemak dapat terjadi selama
pengolahan dan selama penyimpanan. Selama penyimpanan minyak, akan
terjadi perubahan flavor dan rasa, yang disertai dengan terbentuknya
komponen-komponen yang tidak diinginkan dan ditandai dengan timbulnya
bau tengik (Fife, 2004; Ketaren, 1986).
Penyebab ketengikan dalam minyak dan lemak dibagi atas tiga
golongan, yaitu oxidative rancidity (ketengikan oleh oksidasi), enzymatic rancidity (ketengikan oleh enzim) dan hydrolitic rancidity (ketengikan oleh proses hidrolisis) (Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).
.Ketengikan oleh oksidasi terjadi karena proses oksidasi oleh
oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam minyak. Pada suhu
kamar sampai suhu 100 ºC, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi
dua atom oksigen sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat
labil. Pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana
asam, kelembaban udara dan katalis. Ketengikan oleh proses hidrolisis
disebabkan oleh hasil hidrolisis minyak yang mengandung asam lemak jenuh
berantai pendek sedangkan ketengikan enzimatis disebabkan oleh aktivitas
organisme yang menghasilkan enzim tertentu yang dapat menguraikan
trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksidase dapat
mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida
(Djatmiko, Bambang, Goutara dan Irawadi. 1985).
Sifat-sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan sangat
tergantung pada komponen-komponen penyusunnya, terutama kandungan
asam lemaknya. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh
cenderung untuk mengalami oksidasi sedangkan yang mengandung lebih
Faktor-faktor yang dapat mempercepat oksidasi pada minyak adalah
suhu, cahaya atau penyinaran, tersedianya oksigen dan adanya logam-logam
yang bersifat sebagai katalisator proses oksidasi. Oleh karena itu, minyak
harus disimpan pada kondisi penyimpanan yang sesuai dan bebas dari
pengaruh logam dan harus dilindungi dari kemungkinan serangan oksigen,
cahaya serta temperatur tinggi. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi
penyimpanan minyak dan lemak, yaitu RH (kelembaban udara) ruang
penyimpanan, suhu (temperatur), ventilasi, tekanan dan masalah
pengangkutan (Ketaren, 1986).
Salah satu cara untuk mencegah atau menghambat kerusakan minyak
dan lemak yaitu dengan mengemas bahan-bahan tersebut. Syarat-syarat
kemasan yang baik digunakan untuk minyak dan lemak adalah dapat
mencegah atau mengurangi proses oksidasi oleh oksigen udara atau
peroksidan (senyawa-senyawa yang mempercepat terjadinya proses oksidasi)
lainnya. Bagian dalam dari alat pengemas sebaiknya dipoles dengan
antioksidan dan jenis bahan kemasan baik. Bahan-bahan kemasan tersebut
dapat berupa gelas, kertas, plastik berwarna atau kaleng dan harus bersifat
tahan terhadap lemak atau minyak , yang bertujuan untuk mencegah penetrasi
minyak dan lemak ke luar melalui dinding pengemas (Hambali et al., 1990).
Kemasan gelas mempunayi sifat-sifat yang menguntungkan seperti
inert (tidak bereaksi) kuat, tahan terhadap kerusakan serta sangat baik digunakan sebagai barrier (pelindung) untuk benda padat, cair dan gas. Kelemahan kemasan gelas adalah mudah pecah dan kurang baik bagi
produk-produk yang peka terhadap penyinaran (Hambali et al., 1990).
III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan utama yang menjadi obyek penelitian adalah VCO yang sudah
jadi yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda, yaitu dengan
pengepresan, penambahan ragi (Saccharomyces cerevisiae) serta penambahan minyak pancing. VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan didapatkan
dari industri VCO yang terletak di wilayah Sawah Baru dan VCO yang
dihasilkan dengan penambahan ragi dan pemancingan didapatkan dari Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat-Obatan (Balitro). Bahan kimia untuk
analisis meliputi aquades, alkohol-KOH 0.5 N (KOH + air + alkohol 95 %),
HCl 0.5 N, asam asetat glasial, alkohol 95 %, kloroform, larutan KI jenuh,
natrium tiosulfat 0.01 N, KOH 0.1 N, indikator phenolptalein dan indikator
larutan kanji.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah hot plate, pengaduk pendek, pipet tetes, pipet volumetrik, erlenmeyer 250 ml, erlenmeyer 300 ml,
erlenmeyer 500 ml, gelas piala 100 ml, gelas piala 300 ml, pendingin tegak
(kondensor), penangas air, mikroburet, buret, neraca analitik, desikator,
corong, botol kemasan, termometer, oven dan inkubator.
B. METODE PENELITIAN
1. Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui cara
ekstraksi mana yang menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik.
penyabunan, bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat)
dengan dua kali ulangan.
2. Penelitian Utama
Pada penelitian utama, dilakukan penyimpanan terhadap VCO
yang dihasilkan oleh tiga cara ekstraksi. Masing-masing contoh sebanyak
50 gram dimasukkan ke dalam botol kemasan kaca berwarna gelap dan
ditutup rapat. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kontak dengan
sinar matahari dan ketengikan akibat proses oksidasi. Masing-masing
contoh disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 ºC, 30 ºC dan 45 ºC.
Penyimpanan dilakukan selama 70 hari. Jumlah contoh yang disimpan
sebanyak 63 buah dengan rincian 3 buah contoh dengan cara ekstraksi
berbeda dikali 3 suhu penyimpanan dikali 7 kali analisis. Analisis
dilakukan setiap 10 hari dari hari ke-0 sampai hari ke-70. Analisis yang
dilakukan meliputi kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan,
bilangan asam dan asam lemak bebas (sebagai asam laurat) dengan dua
Gambar 8. Diagram alir penelitian
C. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan acak lengkap faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan.
Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari
semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih (Sudjana,
1994 ; Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Faktor pertama adalah cara ekstraksi
(Saccharomyces cerevisiae) (A2) dan penambahan minyak pancing (A3). Faktor kedua adalah suhu penyimpanan (B) yang terdiri dari tiga taraf, yaitu
suhu 25 ºC (B1), 30 ºC (B2) dan 45 ºC (B3). Model rancangannya adalah
sebagai berikut :
Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + Ek(ij)
dimana :
Yijk = nilai pengamatan
µ = rata-rata umum
Ai = pengaruh cara ekstraksi ke-i (i = 1,2,3)
Bj = pengaruh suhu penyimpanan ke-j (j = 1,2 3)
ABij = pengaruh interaksi antar cara ekstraksi ke-i dan suhu penyimpanan
ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENELITIAN PENDAHULUAN
Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis mutu VCO sebelum
dilakukan penyimpanan untuk mengetahui cara ekstraksi mana yang
menghasilkan VCO yang mempunyai mutu terbaik. Analisis mutu meliputi
kadar air, bilangan peroksida, bilangan penyabunan dan bilangan asam dan
kadar asam lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA). VCO yang digunakan pada penelitian ini dihasilkan melalui tiga cara ekstraksi, yaitu pengepresan,
peragian dan pemancingan.
VCO yang dihasilkan dengan pengepresan dilakukan dengan
menggunakan alat pengepres untuk mengeluarkan minyak dari daging kelapa
parut pada kadar air tertentu. Alat pengepres yang biasa digunakan adalah
screw press. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian dilakukan dengan menambahkan ragi (Saccharomyces cerevisiae) ke dalam krim santan. Ragi yang digunakan mengandung enzim yang dapat memecah protein yang
berikatan dengan minyak dan karbohidrat sehingga minyak dapat terpisah
dengan baik (Alam Syah, 2005). VCO yang dihasilkan dengan pemancingan
dilakukan dengan menambahkan minyak kelapa yang sudah jadi pada krim
santan agar krim santan berubah menjadi minyak. Untuk mengetahui cara
ekstraksi VCO yang paling baik digunakan standar mutu Codex Stan 19-1981
(rev.2-1999) yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius. Codex Alimentarius
adalah suatu lembaga di bawah FAO yang bekerjasama dengan WHO yang
Tabel 7. Hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan
Analisis Pengepresan Peragian Pemancingan Codex Stan 19-1981
243.734 244.881 243.942 250-260
Bilangan
Warna Jernih kristal, agak
kekuningan
Jernih kristal Jernih kristal Jernih kristal
Hasil analisis mutu VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan,
peragian dan dengan menggunakan minyak pemancing ditunjukkan pada Tabel
7. Tabel 7 menunjukkan bahwa VCO yang dihasilkan dengan cara
pengepresan, peragian dan pemancingan pada penelitian ini memiliki
karakteristik mutu yang memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981
(rev.2-1999) kecuali untuk bilangan penyabunan. Rendahnya bilangan penyabunan
disebabkan oleh tingginya berat molekul minyak yang dihasilkan. Tingginya
berat molekul minyak menandakan adanya asam-asam lemak jenuh yang
berantai panjang yang menjadi asam-asam lemak penyusunnya.
VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan menghasilkan kadar
bilangan penyabunan 243.734 mg KOH/g, bilangan asam 0.694 mg KOH/g
dan asam lemak bebas 0.253 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian
menghasilkan kadar air sebesar 0.189 %, bilangan peroksida 0.141 mg
oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 244.881 mg KOH/g, bilangan
asam 1.257 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.460 %. VCO yang dihasilkan
dengan cara pemancingan menghasilkan kadar air sebesar 0.176 %, bilangan
peroksida 0.142 mg oksigen/100 g contoh, bilangan penyabunan 243.942 mg
KOH/g, bilangan asam 0.918 mg KOH/g dan asam lemak bebas 0.336 %.
Dari hasil analisis mutu VCO sebelum penyimpanan disimpulkan ketiga
sampel VCO yang dihasilkan dengan tiga cara ekstraksi yang berbeda
memiliki mutu yang baik. Ketiga sampel VCO ini dapat dijadikan bahan baku
industri.
B. PENELITIAN UTAMA
Penelitian utama bertujuan untuk mempelajari pengaruh cara ekstraksi
VCO dan suhu penyimpanan terhadap mutu minyak yang dihasilkan selama
penyimpanan. VCO yang dihasilkan dari ketiga cara ekstraksi tersebut
dikemas ke dalam kemasan jenis gelas yang berwarna gelap dan bertutup.
Penggunaan kemasan jenis gelas yang berwarna gelap untuk menghindari
terjadinya proses migrasi apabila menggunakan kemasan jenis plastik dan
terkena cahaya yang dapat menyebabkan ketengikan. VCO yang telah dikemas
lalu disimpan di dalam inkubator bersuhu 25 °C, 30 °C dan 45 °C. VCO yang
telah disimpan diamati perubahan mutunya setiap 10 hari selama 70 hari
penyimpanan. Analisis mutu yang dilakukan meliputi kadar air, bilangan
peroksida dan bilangan asam dan kadar asam lemak bebas. Khusus untuk
bilangan penyabunan, diukur pada awal dan akhir penyimpanan saja karena
nilai awal bilangan penyabunan tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan
19-1981 (rev.2-1999). Selain itu, bilangan penyabunan tidak berhubungan dengan
1. Kadar Air
Kadar air mempengaruhi mutu VCO. Adanya sejumlah air dalam
minyak dapat menyebabkan terjadinya proses hidrolisis sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan minyak (Ketaren, 1986).
0
Gambar 9. Pengaruh perlakuan terhadap kadar air VCO selama penyimpanan
Hasil pengukuran kadar air VCO selama penyimpanan
ditunjukkan pada Lampiran 1. VCO yang dihasilkan dengan cara
pengepresan, kadar airnya memiliki nilai antara 0.178 % sampai dengan
0.744 %. VCO yang dihasilkan dengan cara peragian, kadar airnya
memiliki nilai antara 0.167 % sampai dengan 0.779 %. VCO yang
dihasilkan dengan cara pemancingan, kadar airnya memiliki nilai antara
0.157 % sampai dengan 0.883 %.
Data-data yang terdapat pada Lampiran 1 dan Gambar 9
menunjukkan bahwa kadar air VCO mengalami peningkatan selama
penyimpanan. Peningkatan kadar air VCO selama penyimpanan
disebabkan oleh reaksi oksidasi yang terjadi pada asam lemak tidak jenuh
yang terdapat dalam minyak selama penyimpanan. Selama proses oksidasi
berlangsung, akan terbentuk gas CO2, asam-asam volatil, aldehid dan juga
VCO yang dihasilkan dengan cara pengepresan, yang disimpan
pada suhu 25 °C, kadar airnya sudah tidak memenuhi syarat mutu Codex
Stan 19-1981 (rev.2-1999) pada penyimpanan hari ke-60 dengan nilai
sebesar 0.627 % dan yang disimpan pada suhu 30 °C pada penyimpanan
hari ke-40 dengan nilai sebesar 0.567 % dan yang disimpan pada suhu 45
°C pada penyimpanan hari ke-50 dengan nilai sebesar 0.615 %. VCO yang
dihasilkan dengan cara peragian, yang disimpan pada suhu 25 °C, kadar
airnya sudah tidak memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981
(rev.2-1999) dengan nilai sebesar 0.601 % pada penyimpanan hari ke-50 dan yang
disimpan pada suhu 30 °C dan 45 °C pada penyimpanan hari ke-40 dengan
nilai sebesar 0.501 % dan 0.568 %. VCO yang dihasilkan dengan cara
pemancingan, yang disimpan pada suhu 25 °C, kadar airnya sudah tidak
memenuhi syarat mutu Codex Stan 19-1981 (rev.2-1999) pada
penyimpanan hari ke-40 dengan nilai sebesar 0.774 % dan yang disimpan
pada suhu 30 °C pada penyimpanan hari ke-50 dengan nilai sebesar 0.657
% dan yang disimpan pada suhu 45 °C pada penyimpanan hari ke-20
dengan nilai sebesar 0.505 %.
Hasil analisis ragam terhadap kadar air VCO yang terdapat pada
Lampiran 2 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-10, hari ke-20,
hari ke-40 dan hari ke-50, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh
interaksi antara cara kemasan dan suhu penyimpanan pada taraf 5 %. Pada
penyimpanan hari ke-30, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara
ekstraksi, suhu penyimpanan dan interaksi antara cara kemasan dan suhu
penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %. Pada penyimpanan hari ke-60, kadar
air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara ekstraksi pada taraf 5 %. Pada
penyimpanan hari ke-70, kadar air VCO dipengaruhi secara nyata oleh cara
ekstraksi dan suhu penyimpanan pada taraf 1 % dan 5 %.
Uji lanjutan rentang Newman-Keuls terhadap kadar air VCO pada
Lampiran 3 menunjukkan bahwa pada penyimpanan hari ke-10, hari ke-20
dan hari ke-30, minyak yang dihasilkan dengan cara pemancingan dan
disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi. Pada
Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara
pemancingan dan disimpan pada suhu 25 °C memiliki nilai rata-rata kadar
air tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-50, uji lanjutan rentang
Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara
peragian dan disimpan pada suhu 45 °C memiliki nilai rata-rata kadar air
tertinggi. Pada penyimpanan hari ke-60, uji lanjutan rentang
Newman-Keuls terhadap kadar air VCO, minyak yang dihasilkan dengan cara
pengepresan memiliki nilai rata-rata kadar air tertinggi.
Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap kadar air VCO hasil ekstraksi dengan pengepresan
0