• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi steel slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro pada tanaman padi di tanah gambut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi steel slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro pada tanaman padi di tanah gambut"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI STEEL SLAG, DOLOMIT, SILICA GEL DAN PUPUK

MIKRO PADA TANAMAN PADI DI TANAH GAMBUT

FIQOLBI NURO POHAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aplikasi Steel Slag, Dolomit, Silica Gel dan Pupuk Mikro pada Tanaman Padi di Tanah Gambut adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2012

(3)

ABSTRACT

FIQOLBI NURO POHAN. Application of Steel Slag, Dolomite, Silica Gel, and Micro Fertilizer in Rice Plant on Peat Soil. Under direction of KOMARUDDIN IDRIS, SUWARNO and ATANG SUTANDI

Steel slag as a by-product formed in the process of steel manufacturing consists of iron-making slag or blast furnace slag (BFS) and steel-making slag or electric furnace slag (EFS) had been used as Si fertilizer and liming materials. Steel slag containing silicate, micro elements, and bases can be used to improve chemical properties of peat soil that are poor in nutrients. Steel slag contains a lot of silicate needed by especially Si accumulator plants such as paddy rice plant. This research aimed to compare paddy rice plant’s response of IR64 and Air Tenggulang to EF slag, BF slag, dolomite, silica gel and micro fertilizer application for improving chemical properties of peat soil, to know the reason of paddy rice plant’s response on peat soil to steel slag application and to evaluate steel slag effect in content of hazardous heavy metal in brown rice. This research consisted of an incubation and a greenhouse experiments. Both of them were single factor experiment arranged in a completely randomized design. The treatments were both EFS and BFS (0%, 2%, 4%, 6%, 8% w/w of the soil), both dolomite and silica gel equivalent EFS dosage and also micro nutrients with three replications. The results showed that application of EFS on peat soil significantly improved the availability of Fe and Mn, BFS on peat soil significantly improved the availability of Si and Mg and dolomite on peat soil significantly improved soil pH and availability of Ca. Paddy rice grown on peat soil highly responded to steel slag application. Plant height, number of tillers,weight of spikilets, SiO2 of

straw were significantly raised with EFS application and content of hazardous heavy metal in brown rice still within limit of food maximum pollution, but Pb and Hg were not detected. In general, the highest rice yield was achieved at dosage of EFS 8%. In conclusion, paddy rice grown responded to steel slag application was associated in increasing soil pH, the availability of Ca, Mg, Fe, Mn and Si on peat soil. Generally, Paddy rice grown on peat soil highly responded to EFS application better than the others. It meaned that not only silicate as the main factor in improving peat soil chemistry and rice yield, but also increasing soil pH, availability of Ca, Mg and micro nutrients.

(4)

RINGKASAN

FIQOLBI NURO POHAN. Aplikasi Steel Slag, Dolomit, Silica Gel dan Pupuk Mikro pada Tanaman Padi di Tanah Gambut. Dibimbing oleh KOMARUDDIN IDRIS, SUWARNO dan ATANG SUTANDI

Produk sampingan industri pengolahan logam sangat banyak ditemukan saat ini, beberapa di antaranya dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran tanah. Produk sampingan seperti steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag). Steel slag di Indonesia masih dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut PP No 18 dan No 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3, sehingga belum digunakan dalam bidang pertanian. Untuk merevisi peraturan tersebut perlu dilakukan penelitian mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras yang diberi perlakuan steel slag, sehingga dapat diketahui beras masih layak konsumsi atau tidak.

Pengaruh steel slag Indonesia pada tanaman padi sawah yang ditanam di tanah gambut secara nyata lebih baik dibandingkan dengan yang ditanam di tanah mineral. Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha, tetapi hanya 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Pengoptimalan lahan gambut diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah. Aplikasi steel slag merupakan salah satu upaya pengoptimalan lahan gambut dengan adanya peningkatan pH tanah, Si, unsur hara makro maupun mikro, sehingga terjadi peningkatan produksi padi di lahan gambut.

Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan untuk membandingkan respons padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang terhadap penggunaan EF slag, BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut, mengetahui penyebab terjadinya respon tanaman padi di tanah gambut terhadap aplikasi steel slag dan mengevaluasi pengaruh steel slag terhadap kandungan logam berat dalam beras.

Penelitian ini terdiri atas percobaan inkubasi dan rumah kaca yang merupakan percobaan faktor tunggal terdiri atas 18 perlakuan dan 3 ulangan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pada bahan tanah gambut dengan kedalaman 0-20 cm dan tanaman padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang. Perlakuan terdiri atas EFS (DN=66.1%; % SiO2 = 12.7%), BFS, dolomit, silica gel dan pupuk mikro. Dosis EFS dan BFSyaitu 0, 2, 4, 6, 8 % dari bobot kering mutlak tanah. Dosis dolomit dan silica gel setara EFS 0, 2, 4, 6, 8 %. Penentuan dosis dolomit berdasarkan penyetaraan % daya netralisasi (DN) EFS terhadap % DN dolomit untuk setiap taraf dosis EFS, sedangkan dosis silica gel berdasarkan penyetaraan % SiO2 EFS terhadap % SiO2silica gel untuk setiap taraf dosis EFS. Pupuk mikro dosis setara 10 kg/ha. Data pengamatan dianalisis secara statistika dengan menggunakan ANOVA, perlakuan yang nyata akan diuji lanjut dengan menggunakan uji DMRT α = 5%.

(5)

slag lebih baik dalam perbaikan sifat kimia tanah gambut serta pertumbuhan dan produksi padi, berkaitan dengan selain berperan dalam meningkatkan Si tersedia juga dapat meningkatkan pH tanah, memberikan sumbangan Ca dan Mg serta unsur mikro sehingga tercipta kondisi kesetimbangan unsur hara dalam tanah. Kadar Pb dan Hg dalam beras setelah aplikasi steel slag tidak terdeteksi dan kadar Cd masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan sehingga beras aman dikonsumsi.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan

karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan

suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Copyright © 2012 Bogor Agricultural University Copyright are protected by law

1. It is prohibited to cite all or part of this thesis without referring to and

mentioning the source

a. Citation only permitted for the sake of education, research, scientific

writing or reviewing scientific problem

b. Citation doesn’t inflict the name and honor of Bogor Agricultural

University

2. It is prohibited to republish and reproduce all or part of this thesis without

(7)

APLIKASI STEEL SLAG, DOLOMIT, SILICA GEL DAN PUPUK

MIKRO PADA TANAMAN PADI DI TANAH GAMBUT

FIQOLBI NURO POHAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Tanah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Aplikasi Steel Slag, Dolomit, Silica Gel dan Pupuk Mikro pada Tanaman Padi di Tanah Gambut”. Produk sampingan industri pengolahan logam dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran tanah. Steel slag mengandung kalsium silikat yaitu hasil sampingan yang terbentuk dalam proses pembuatan baja. Steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag). Jenis steel slag yang biasa digunakan sebagai pupuk Si dalam budidaya padi sawah di Jepang, Korea, Cina dan Taiwan adalah blast furnace slag. Steel slag dapat dimanfaatkan sebagai amelioran tanah di tanah gambut yang memiliki pH masam, miskin unsur hara makro (Ca dan Mg), mikro (Cu dan Zn), Si dan mengandung asam-asam organik yang bersifat racun bagi tanaman. Steel slag mengandung Si yang dibutuhkan tanaman akumulator Si seperti padi, namun mengandung logam berat yang tidak berbahaya jika masih di bawah batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Komaruddin Idris, MS., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Suwarno, M.Sc., dan Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D., selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi bimbingan, masukan dan saran dalam berbagai kesempatan diskusi yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Dr. Ir. Lilik Tri Indriyati, M.Sc., selaku Dosen Penguji Luar Komisi atas

kesediaannya, masukan dan saran.

3. Ir. Atang Sutandi, M.Si., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Ilmu Tanah atas segala bantuan, arahan dan saran.

4. Seluruh staf pengajar Program Studi Ilmu Tanah atas ilmu yang diberikan selama menempuh studi di SPs-IPB.

5. Projek kerja sama Institut Pertanian Bogor dengan Research Institute of Industrial Science and Technology Korea yang telah mendanai penelitian ini. 6. Kedua orang tua tercinta yang saya banggakan, abang, kakak dan adik

(11)

8. Rekan satu tim penelitian (Alfarizi, Ehsa, Hasti, Sri) dan rekan-rekan Pascasarjana Program Studi Ilmu tanah angkatan 2010 (Indri, Desi, Mba Lina, Mas ari), 2009, 2008, 2011 atas bantuan dan kebersamaan selama ini. 9. Para staf tata usaha dan laboran di lingkungan Departemen Ilmu Tanah dan

Sumberdaya Lahan atas segala bantuannya.

10. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, untuk semua kerjasama dan bantuan yang diberikan.

Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian lainnya yang berkaitan dengan aplikasi steel slag terhadap tanaman padi di lahan gambut.

Bogor, Desember 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan pada tangal 24 Agustus 1987 dari Ayah Drs. H. Aminullah Pohan dan ibu Hj. Nurhalimah Pasaribu. Penulis merupakan

anak kelima dari enam bersaudara.

Tahun 2005 penulis diterima di Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 2009.

Selama mengikuti perkuliahan penulis menjadi asisten mata kuliah Dasar Ilmu Tanah pada tahun ajaran 2006/2007, mata kuliah Kimia Tanah pada tahun ajaran 2007/2008, mata kuliah Analisis Tanah dan Tanaman serta mata kuliah Perancangan Percobaan pada tahun ajaran 2008/2009. Pada tahun 2008 dan 2009 penulis menerima beasiswa dari Bank Indonesia dan Bank Rakyat Indonesia. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Ilmu Tanah (IMILTA) USU pada tahun 2006-2009.

(13)

DAFTAR ISI

2.6 Karakteristik dan Permasalahan Logam Berat ... 12

(14)

4.1.1.5 Kadar Pb, Hg, Cd dan Cr-tersedia Tanah ... 31 4.2 Percobaan Rumah Kaca ... 34 4.2.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi ... 34 4.2.1.1 Tinggi Tanaman ... 35 4.2.1.2 Jumlah Anakan ... 37 4.2.1.3 Produksi Tanaman Padi ... 39 4.2.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar SiO2 dalam Jerami dan

Logam Berat dalam Beras ... 42 4.2.2.1 Kadar SiO2 dalam Jerami ... 42 4.2.2.2 Kadar Logam Berat dalam Beras ... 44

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 46 5.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan ... 13

2 Taraf Perlakuan pada Percobaan Inkubasi dan Percobaan Rumah Kaca ... 17

3 Nilai pH, P-tersedia, dan SiO2-tersedia Tanah pada Perbandingan

Taraf Perlakuan………...23

4 Nilai Ca dan Mg dapat Ditukar Tanah pada Perbandingan Taraf

Perlakuan………...27

5 Nilai Fe, Mn, Cu, dan Zn-tersedia Tanah pada Perbandingan

Taraf Perlakuan………...29

6 Kadar Pb dan Cr-tersedia Tanah pada Perbandingan Taraf perlakuan...31

7 Kadar Pb, Hg, dan Cd total yang Terkandung dalam Beras……...45

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Nilai pH Tanah Gambut Beberapa Taraf Perlakuan selama Inkubasi ... 21

2 Perbandingan pH Tanah Gambut setelah Aplikasi Perlakuan Taraf 6% dan 8% ... 22

3 Tinggi Tanaman Padi pada Berbagai Taraf Perlakuan ... 36

4 Jumlah Anakan Maksimum dan Anakan Produktif Padi pada berbagai Taraf Perlakuan ... 38

5 Produksi Padi pada Berbagai Taraf Perlakuan ... 40

6 Kadar SiO2 dalam Jerami Padi pada Berbagai Taraf Perlakuan ... 43

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Rangkaian Percobaan Inkubasi ... 52

2 Rangkaian Percobaan Rumah Kaca ... 52

3 Analisis Awal Sifat Kimia Tanah Gambut ... 53

4 Analisis Sifat Kimia BF Slag Korea dan EF Slag Indonesia ... 53

5 Deskripsi Padi ... 54

6 Ambang Batas Kritis Logam Berat dalam Tanah ... 55

7 Nilai pH Tanah setelah Aplikasi Perlakuan selama Inkubasi ... 56

8 Pengaruh Perlakuan terhadap pH Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 57

9 Analisis Ragam pH tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 57

10 Pengaruh Perlakuan terhadap P-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan………58

11 Analisis Ragam P-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 58

12 Pengaruh Perlakuan terhadap N-total tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 59

13 Analisis Ragam N-total Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 59

14 Pengaruh Perlakuan terhadap Si-tersedia Tanah setelah inkubasi Inkubasi Satu Bulan ... 60

15 Analisis Ragam Si-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 60

16 Pengaruh Perlakuan terhadap Ca-dd Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan .... 61

17 Analisis Ragam Ca-dd Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 61

18 Pengaruh Perlakuan terhadap Mg-dd Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 62

19 Analisis Ragam Mg-dd Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 62

20 Pengaruh Perlakuan terhadap Na-dd tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 63

(18)

21 Analisis Ragam Na-dd tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 63

22 Pengaruh Perlakuan terhadap K-dd tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 64

23 Analisis Ragam K-dd Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 64

24 Pengaruh Perlakuan terhadap Fe-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 65

25 Analisis Ragam Fe-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 65

26 Pengaruh Perlakuan terhadap Mn-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 66

27 Analisis Ragam Mn-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 66

28 Pengaruh Perlakuan terhadap Cu-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 67

29 Analisis Ragam Cu-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 67

30 Pengaruh Perlakuan terhadap Zn-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 68

31 Analisis Ragam Zn-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 68

32 Pengaruh Perlakuan terhadap Pb-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 69

33 Analisis Ragam Pb-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 69

34 Pengaruh Perlakuan terhadap Hg-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 70

35 Analisis Ragam Hg-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 70

36 Pengaruh Perlakuan terhadap Cd-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 71

37 Analisis Ragam Cd-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 71

38 Pengaruh Perlakuan terhadap Cr-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 72

39 Analisis Ragam Cr-tersedia Tanah setelah Inkubasi Satu Bulan ... 72

40 Tinggi Tanaman Padi IR 64 selama Masa Vegetatif...73

(19)

41 Analisis Ragam Tinggi Tanaman Padi IR 64 pada 11 MST ... 75

42 Tinggi Tanaman Padi Air Tenggulang selama Masa Vegetatif ... 76

43 Analisis Ragam Tinggi Tanaman Padi Air Tenggulang pada 11 MST ... 78

44 Jumlah anakan padi IR 64 selama Masa Vegetatif... 79

45 Analisis Ragam Jumlah Anakan Padi IR 64 pada 11 MST ... 80

46 Jumlah Anakan padi Air Tenggulang selama Masa Vegetatif ... 81

47 Analisis Ragam Jumlah Anakan Padi Air Tenggulang pada 11 MST ... 82

48 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Anakan Maksimum Padi IR 6483 49 Analisis Ragam Jumlah Anakan Maksimum Padi IR 64 ... 83

50 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Anakan Maksimum Air Tenggulang ... 84

51 Analisis Ragam Jumlah Anakan Maksimum Air Tenggulang ... 84

52 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Anakan Produktif Padi IR 64 ... 85

53 Analisis Ragam Jumlah Anakan Produktif Padi IR 64 ... 85

54 Pengaruh Perlakuan terhadap Jumlah Anakan Produktif Air Tenggulang . 86 55 Analisis Ragam Jumlah Anakan Produktif Air Tenggulang ... 86

56 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Padi IR 64 ... 87

57 Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Padi Air Tenggulang ... 88

58 Analisis Ragam BGKG Padi IR 64 ... 89

59 Analisis Ragam BKGB Padi IR 64 ... 89

60 Analisis Ragam BGKG padi Air Tenggulang ... 90

61 Analisis Ragam BKGB Padi Air Tenggulang ... 90

62 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar SiO2 dalam Jerami Padi IR 64 dan Air Tenggulang ... 91

63 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Pb, Hg, dan Cd Total dalam Beras Padi IR 64 ... 92

(20)

64 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Pb, Hg, dan Cd Total dalam Beras Padi Air Tenggulang ... 93

65 Keadaan Tanaman Umur 17 MST padi pada Perbandingan Perlakuan EFS-BFS ... 94

66 Keadaan Tanaman Umur 17 MST Padi pada Perbandingan Perlakuan EFS - Dolomit setara EFS ... 95

(21)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Produk sampingan industri pengolahan logam sangat banyak ditemukan saat ini, beberapa di antaranya dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran tanah. Produk sampingan seperti steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag). Steelslag yang biasa digunakan sebagai pupuk Si dalam budidaya padi sawah adalah BFS di Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina.

Steel slag yang diproduksi di Indonesia sebanyak 540.000 ton/tahun yaitu jenis electric furnace slag (EFS) berasal dari tanur listrik. Steel slag ini memiliki kandungan Si, Ca, Mg, Fe dan relatif tinggi hara mikro, namun belum digunakan dalam bidang pertanian (Suwarno dan Goto 1997a). Blast furnace slag (BFS) yang berasal dari tanur tinggi juga belum pernah diaplikasikan di Indonesia.

Steel slag di Indonesia masih dikategorikan sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menurut PP No 18 dan No 85 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah B3. Limbah B3 yaitu limbah usaha atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat atau konsentrasi dan jumlahnya, secara langsung dapat mencemarkan atau merusak lingkungan hidup, membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk merevisi peraturan tersebut perlu dilakukan penelitian mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras yang diberi perlakuan steel slag, sehingga dapat diketahui beras masih layak konsumsi atau tidak.

(22)

(2006) di Sanggau, Kalimantan Barat menunjukkan bahwa pemberian steel slag berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH, K, Ca dan Mg dapat ditukar, Si, Fe, Mn, Cu tersedia tanah, tinggi tanaman, bobot kering gabah total, bobot kering gabah bernas serta menurunkan persentase gabah hampa.

Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha. Namun, hanya 6 juta ha yang layak untuk pertanian (BB Litbang SDLP 2008). Pengoptimalan lahan gambut diperlukan untuk mendukung program ketahanan pangan pemerintah, yaitu mencukupi kebutuhan beras yang meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Permasalahan yang terdapat di tanah gambut seperti pH tanah masam, kadar silika (Si) yang rendah, miskin unsur hara sehingga kesuburan tanah rendah serta kahat unsur hara mikro yang menyebabkan gejala defisiensi Cu, Zn dan Mo pada tanaman (Rachim 1995). Aplikasi steel slag merupakan salah satu upaya pengoptimalan lahan gambut dengan adanya peningkatan pH tanah, Si, unsur hara makro maupun mikro, sehingga terjadi peningkatan produksi padi di lahan gambut.

Berdasarkan pada paparan di atas dilaksanakan penelitian lanjutan yang membandingkan efek dari pemberian steel slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah serta peningkatan pertumbuhan dan produksi padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang di tanah gambut yang berasal dari Desa Arang Arang, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

- Membandingkan respons padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang terhadap penggunaan EF slag, BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut.

- Mengetahui penyebab terjadinya respon tanaman padi di tanah gambut terhadap aplikasi steel slag.

(23)

1.3 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

- Aplikasi EF slag lebih baik dibandingkan dengan dengan BF slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro dalam memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut serta mendukung pertumbuhan dan produksi padi.

- Peningkatan pertumbuhan dan produksi padi di tanah gambut disebabkan oleh perbaikan sifat kimia tanah gambut dengan adanya sumbangan silikat, basa-basa dapat ditukar dan unsur hara mikro yang terkandung dalam steel slag.

(24)

 

I.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Steel Slag (Terak Baja) sebagai Pupuk Si

Steel slag adalah lelehan campuran oksida logam dan silikat yang mengandung fosfat, borat, sulfat, karbon dan halida. Steel slag terjadi akibat penggumpalan mineral silika, kalium dan natrium dalam proses peleburan logam atau melelehnya mineral-mineral tersebut dari bahan wadah pelebur akibat proses panas yang tinggi (Syarif 2010).

Steel slag merupakan hasil sampingan yang terbentuk dalam proses pembuatan baja yang mengandung kalsium silikat. Steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag (BFS) dan steel-making slag jenis converter furnace slag dan electric furnace slag (EFS). Steel slag mengandung silika (Si) yang merupakan benefecial element untuk tanaman akumulator Si seperti padi, sehingga dapat dijadikan sebagai pupuk Si.

Jenis steel slag yang diproduksi di Indonesia adalah electric furnace slag, digunakan sebagai pupuk silikat bermanfaat mengurangi persentase gabah hampa dan meningkatkan produksi padi di tanah dengan ketersediaan Si yang rendah (Suwarno dan Goto 1997b). Steel slag yang biasa digunakan sebagai pupuk Si dalam budidaya padi sawah di Jepang, Korea, Taiwan, dan Cina adalah blast furnace slag (De Datta 1981; Ma dan Takahashi 1993).

Blast furnace slag memiliki komposisi yang sangat bervariasi bergantung pada proses pengolahan. Penelitian tentang BF slag di Indonesia sampai saat ini belum ada. Das et al. (2007) menunjukkan bahwa BF slag mengandung beberapa unsur hara seperti silika (30-35%), kalsium oksida (28-35%), magnesium oksida (1-6%), dan Al2O3/Fe2O3 (18-258%).

(25)

tersebut, diperlukan penelitian yang mencakup evaluasi kadar logam berat beracun dalam beras dari tanaman padi yang diberi perlakuan steel slag.

Pemahaman dan penelitian tentang pupuk Si sebagai nutrisi tanaman masih sangat terbatas di Indonesia, bahkan dapat dikatakan hampir tidak ada. Sejarah pemupukan tanah sawah dengan Si belum ada, sehingga metode penetapan yang digunakan juga belum berkembang. Di Jepang, Korea, dan Cina penelitian kebutuhan Si pada tanaman pangan sudah dimulai sejak tahun 1955, yang menghasilkan rekomendasi pemupukan Si pada tanah-tanah sawah di Jepang dan tebu di Cina. Selama ini dipahami bahwa ketersediaan Si sangat tinggi apabila total Si di dalam tanah juga tinggi. Pada kenyataannya tidak demikian, tingginya total kandungan Si tidak berkorelasi positif dengan ketersediaannya bagi tanaman (Husnain 2009b; Kyuma 2004).

2.2 Manfaat Silika (Si) bagi Tanaman Padi

Steel slag mengandung silika sebagai unsur benefisial yang sangat penting artinya bagi tanaman padi. Unsur ini menyebabkan daun padi menjadi lebih tegak, dapat memperbaiki pertumbuhan, memperkuat batang dan akar, mendorong pembentukan malai lebih awal, serta meningkatkan jumlah gabah per malai dan persentase gabah (De Datta 1981). Silika juga berpengaruh menurunkan laju transpirasi sehingga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan air, meningkatkan ketahanan terhadap serangan jamur, serangga, dan tungau (Makarim et al. 2007), mengurangi pengaruh negatif nitrogen terhadap ketahanan rebah, penggerek batang, dan penyakit seperti blight leaf (Idris et al. 1975). Selain itu, Si juga dapat mengurangi keracunan Mn dan Fe (Horiguchi 1988).

(26)

Silika (Si) merupakan unsur hara penting bagi beberapa tanaman pangan seperti padi dan tebu (Epstein 1999; Matichenkov dan Calvert 2002). Silika dikenal sebagai beneficial element untuk tanaman padi (Epstein 1999). Meskipun syarat sebagai unsur hara essensial tidak terpenuhi, unsur ini diketahui diserap tanaman dalam jumlah besar pada tanaman akumulator Si.

2.3 Permasalahan dan Potensi Lahan Gambut

2.3.1 Pembentukan dan Penyebaran Gambut

Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang sudah melapuk ataupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi terhambat oleh kondisi anaerob atau kondisi lingkungan lainnya yang menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh proses deposisi dan transportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral yang merupakan proses pedogenik. Tanah gambut merupakan tanah yang kaya bahan organik (C-organik >18%) dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara (Agus dan Subiksa 2008).

Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 18.3 juta ha yang tersebar di pulau-pulau besar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Lahan gambut yang layak untuk dijadikan areal pertanian hanya sekitar 6 juta ha (BB Litbang SDLP 2008).

2.3.2 Sifat Kimia Tanah Gambut

(27)

Nilai pH tanah yang rendah disebabkan oleh asam-asam organik dan ion hidrogen dapat ditukar (H-dd) yang tinggi terkandung dalam tanah gambut.

Menurut Buckman dan Brady (1982) kompleks koloid gambut dipengaruhi oleh hidrogen yang menyebabkan pH tanah gambut lebih rendah dibandingkan dengan tanah mineral. Bahan organik yang telah mengalami dekomposisi mengandung gugus-gugus reaktif yang mendominasi kompleks pertukaran yang bertindak sebagai asam lemah sehingga dapat terdisosiasi dan menghasilkan ion H+ dalam jumlah banyak, bergantung pada jumlah gugus fungsional dan derajat disosiasi.

Rachim (1995) menyatakan bahwa muatan pada bahan organik sekitar 85 sampai 95% disebabkan oleh gugus karboksil dan fenol. Tingkat kesuburan gambut ditentukan oleh kandungan bahan mineral dan basa-basa, bahan substratum/dasar gambut dan ketebalan lapisan gambut. Berdasarkan pada kedalamannya gambut dibedakan menjadi: gambut dangkal (50–100 cm), gambut sedang (100–200 cm), gambut dalam (200–300 cm), dan gambut sangat dalam (>300 cm). Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya kurang dari 5% dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10-20% dan sebagian besar lainnya adalah senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya.

(28)

akar tanaman sehingga asam-asam amino dan bahan lain mengalir keluar dari sel, menghambat pertumbuhan akar dan serapan hara yang menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, daun mengalami klorosis yang pada akhirnya tanaman akan mati (Driessen 1978). Tanah gambut dengan ciri KTK sangat tinggi dan kejenuhan basa sangat rendah akan menyulitkan penyerapan hara terutama basa-basa yang diperlukan oleh tanaman.

Tanah gambut umumnya mempunyai C/N rasio yang tinggi. Unsur hara N yang terkandung di tanah gambut cukup tinggi, tetapi pertumbuhan tanaman sering terlihat mengalami gejala defisiensi N (Munir 1995). Driessen (1978) menyatakan bahwa pada tanah gambut, N tersedia kurang dari 3% dan selebihnya terdapat dalam bentuk bahan organik yang kompleks. Rachim (1995) menyatakan bahwa pada umumnya kandungan N total tanah organik lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Sebagian besar N total tanah ada dalam bentuk senyawa organik dan setelah mengalami proses aminisasi, amonifikasi atau nitrifikasi, terbentuk senyawa NH4-N dan NO3-N yang tersedia bagi tanaman.

Tanaman padi yang tumbuh di tanah gambut sering mengalami defisiensi Cu dan kehampaan gabah yang tinggi. Tan (1998) menyatakan bahwa pada tanah yang mengandung bahan organik tinggi, ketersediaan unsur hara mikro seperti Cu, Fe, Mn, dan Zn sangat rendah karena diikat oleh senyawa-senyawa organik.

(29)

2.4 Aplikasi Amelioran pada Gambut

Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Kriteria amelioran yang baik bagi lahan gambut adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat pH secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mengusir senyawa beracun terutama asam-asam organik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan di lahan gambut antara lain: dolomit, batu fosfat, tanah mineral, lumpur, pupuk kompos atau bokasi, pupuk kandang (kotoran ayam, sapi dan kerbau) dan steel slag (Susilawati et al. 2011).

2.4.1 Terak Baja (Steel Slag) sebagai Amelioran di Tanah Gambut

Terak baja (steel slag) merupakan produk sampingan dari proses pembuatan baja. Steel slag terdiri atas iron-making slag atau blast furnace slag dan steel-making slag (converter furnace slag dan electric furnace slag) yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengapuran untuk meningkatkan pH tanah masam ataupun sebagai sumber silikat bagi tanaman padi. Kandungan unsur-unsur dalam steel slag bervariasi tergantung dari sifat dan jenis steel slag. Pada umumnya, steel slag mengandung Ca, Mg, Fe, Si, dan beberapa unsur mikro. Steel slag Indonesia (electric furnace slag) mengandung: 42% Fe2O3, 7.2% Al2O3,  21.5% CaO, 11.2% MgO, 14.6% SiO₂, dan 0.4% P2O5 (Suwarno dan Goto 1997a).

Menurut Susilawati et al. (2011) steel slag dapat dimanfaatkan sebagai amelioran pada tanah gambut berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di Balai Penelitian Lingkungan Pertanian pada tahun 2007-2010. Pemberian amelioran seperti steel slag dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 14%. Nicolas (2002) menunjukkan bahwa pemberian steel slag sekitar 6 ton/ha di lahan gambut Sampit dan Samuda, Kotawaringin, Kalimantan Tengah dapat meningkatkan produksi gabah sekitar 38%.

(30)

didominasiadalah Fe, Ca, Mg, Si, dan Al (Suwarno dan Goto, 1997b). Oleh sebab itu, steel slag dapat dijadikan sebagai alternatif amelioran di tanah gambut.

Syihabuddin (2011) menunjukkan bahwa pemberian steel slag di tanah gambut dalam Jambi berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH, Ca dan Mg dapat ditukarkan, serta Mn tersedia tanah. Pemberian steel slag jugaberpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi, jumlah anakan maksimum dan anakan produktif, biomassa tanaman, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling dan bobot kering gabah bernas, serta menurunkan persentase gabah hampa.

2.4.2 Dolomit sebagai Bahan Pengapuran

Kapur yang diberikan ke dalam tanah gambut akan memperbaiki kondisi tanah gambut dengan cara: menaikkan pH tanah, mengurangi ketersediaan senyawa-senyawa organik beracun, meningkatkan kejenuhan basa, menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersedian hara, dan memperbaiki kehidupan mikroorganisme tanah termasuk yang berada di dalam bintil-bintil akar. Dolomit merupakan salah satu jenis kapur yang digunakan untuk kesuburan tanah dan mengurangi keasaman, secara teoritis mengandung 45.6% MgCO3 atau 21.9% MgO dan 54.3% CaCO3 atau 30.4% CaO. Reaksi pelarutan partikel kapur dalam tanah sebagai berikut:

CaCO3 + H2O Ca2+ + HCO3- +OH-

unsur Ca dan Mg dalam kapur akan terlarut dan menggantikan posisi H+ yang berasal dari disosiasi asam-asam organik sehingga dapat menaikkan pH tanah gambut. Selain itu, dengan pengapuran dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik dalam mengkhelat unsur hara seperti P, sehingga ketersediaan P dalam tanah akan meningkat. Pemberian kapur, selain dapat mengurangi kemasaman tanah, juga dapat meningkatkan kandungan kation-kation basa, yaitu Ca dan Mg, dan meningkatkan kejenuhan basa gambut (Hardjowigeno 1986).

(31)

ketersediaan unsur Ca dan Mg, serta perbaikan ketersediaan unsur-unsur lain yang ketersediaannya bergantung pada pH tanah (Driessen 1978).

2.4.3 Karakteristik Silica Gel

Silica gel adalah butiran seperti kaca dengan bentuk butiran granular. Silica gel dibuat secara sintetis dari natrium silikat yang dikenal dengan nama silica gel padat. Silica gel adalah mineral alami yang dimurnikan dan diolah menjadi salah satu bentuk butiran atau manik-manik. Silica gel merupakan suatu bentuk dari silika yang dihasilkan melalui penggumpalan sol natrium silikat (NaSiO2). Sol mirip agar-agar ini dapat didehidrasi sehingga berubah menjadi padatan atau butiran mirip kaca yang bersifat tidak elastis. Sifat ini menjadikan silica gel dimanfaatkan sebagai zat penyerap, pengering dan penyangga katalis. Silica gel mulai banyak diproduksi dalam bentuk silica gel biasa maupun nano silica gel, yang memiliki keunggulan sebagai pupuk Si yang cepat tersedia bagi tanaman (http://id.wikipedia.org/wiki/gel_silica).

Kelemahan penggunaan silica gel adalah rendahnya efektivitas dan

selektivitas permukaan dalam berinteraksi dengan ion logam berat, sehingga silica

gel tidak mampu berfungsi sebagai adsorben yang efektif untuk ion logam berat.

Hal ini terjadi karena gugus aktif yang ada hanya berupa gugus silanol (Si-OH)

dan siloksan (Si-O-Si). Akan tetapi, kekurangan ini dapat diatasi dengan

memodifikasi permukaan dengan menggunakan gugus aktif yang sesuai untuk

mengadsorpsi ion logam berat yang dikehendaki (Astuti et al. 2012).

2.5 Pemupukan dengan Pupuk Mikro

(32)

Senyawa tembaga (Cu) dan seng (Zn) merupakan unsur mikro yang diperlukan bagi tanah dan tanaman, khususnya pada gambut yang sangat miskin unsur mikro seperti Cu dan Zn. Unsur Cu berfungsi sebagai aktivator enzim dalam proses penyimpanan cadangan makanan dan elemen dalam pembentukan pro vitamin A. Tembaga berperan sebagai bagian penyusun enzim kloroplas plastosianin dalam sistem transpor elektron antara fotosistem I dan II. Unsur hara ini jika cukup bagi tanaman, menyebabkan daun tumbuh lebih banyak dan luas daun lebih besar. Hal ini memungkinkan tanaman menangkap sinar matahari secara maksimal sehingga meningkatkan hasil fotosintesis. Bila proses fotosintesis berjalan dengan baik, maka fotosintat yang terbentuk meningkat kemudian ditranslokasikan ke bagian vegetatif tanaman untuk membentuk organ-organ baru (Gardner et al. 1991).

2.6 Karakteristik dan Permasalahan Logam Berat

Logam berat adalah unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari 5 g cm³ terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, memiliki afinitas yang tinggi dengan unsur S (Sulfur) dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7 (Dewi dan Saeni 1997). Berdasarkan pada kebutuhan hara tanaman, logam berat dibagi menjadi dua yaitu yang bersifat essensial dan non essensial bagi tanaman. Logam berat yang bersifat essensial adalah unsur logam yang diperlukan oleh tanaman untuk proses fisiologisnya misalnya Fe, Cu, dan Zn. Logam berat non essensial meliputi beberapa logam berat yang belum diketahui kegunaannya, maupun yang dalam jumlah relatif dapat menyebabkan keracunan misalnya Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono 1995).

Menurut Darmawan dan Wada (1999) logam berat dalam tanah terdapat dalam lima fraksi, yaitu: fraksi terlarut, fraksi yang dapat dipertukarkan, fraksi yang terikat pada oksida dan hidroksida Fe dan Mn, fraksi khelat bahan organik, dan residu. Fraksionasi logam berat dipengaruhi oleh reaksi yang terjadi di dalam tanah, jenis mineral liat, serta kandungan bahan organik.

(33)

pertukaran kation dalam tanah, adsorpsi, pengkhelatan, dan pencucian. Pada prinsipnya, proses yang mempengaruhi terlarutnya logam berat dalam tanah adalah pH, kadar bahan organik terlarut, dan reaksi redoks tanah.

Tanaman memiliki suatu mekanisme untuk mengurangi bahaya logam berat. Mekanisme toleransi tanaman terhadap pencemaran logam berat meliputi: (1) selektivitas serapan ion, (2) penurunan permeabilitas, (3) immobilisasi ion logam berat pada akar, (4) deposisi ion logam berat dalam bentuk tak larut sehingga tidak terlibat dalam metabolisme, (5) perubahan pola metabolisme yaitu peningkatan sistem enzim yang menghambat atau meningkatkan metabolik antagonis, (6) adaptasi terhadap pergantian ion logam fisiologis dalam enzim oleh logam berat, serta (7) pelepasan ion logam berat dari tanaman melalui pencucian lewat daun, gutasi, dan eskresi lewat daun (Kabata dan Pendias 2011).

Beberapa jenis logam berat terdapat pada steel slag yang merupakan produk sampingan proses pembuatan baja. Aplikasi steel slag pada tanaman padi, secara tidak langsung menyebabkan logam berat dapat terkandung dalam beras. Standar Nasional Indonesia (SNI) 7387 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan tertera pada tabel di bawah ini:

Tabel 1 Batas Maksimum Cemaran Logam Berat dalam Pangan

Elemen Logam Berat Batas Maksimum (ppm)

Pb

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009).

2.7 Karakteristik Tanaman Padi

(34)

Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan (Prihatman 2000).

Kebutuhan unsur hara Si tanaman padi jauh melebihi kebutuhan unsur hara makro N, P, dan K. Hasil padi sebanyak 5 t/ha, dibutuhkan sebanyak 230-470 kg Si/ha, sedangkan N, P, dan K berturut-turut hanya berkisar 75-120 kg N/ha, 20-25 kg P/ha, dan 23-257 kg K/ha (Casman et al. 1997). Peranan Si sebagai unsur hara belum mendapat perhatian, tidak seperti unsur hara N, P, dan K. Menurut Savant et al. (1997) rendahnya ketersediaan Si pada tanah-tanah sawah di daerah tropis merupakan salah satu penyebab penurunan produktivitas tanaman padi.

Tanaman padi menyerap Si dalam jumlah banyak dari sekitarnya, yaitu setiap 100 kg gabah kering giling (GKG) terserap 2.1 kg N, 0.5 kg P, 3.3 kg K, 0.7 kg Ca dan 20 kg SiO2. Tanaman padi mendapatkan silikat dari berbagai sumber antara lain air irigasi, jerami padi, kompos, dan pupuk silikat (Makarim et al. 2007).

(35)

II.

BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan terdiri atas dua percobaan yaitu percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca. Percobaan inkubasi beserta analisis tanah dan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, sedangkan percobaan rumah kaca dilaksanakan di University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor mulai Februari sampai dengan September 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan tanah gambut sebagai media tanam. Sebagai bahan amelioran tanah digunakan steel slag, dolomit, silica gel dan pupuk mikro. Steel slag berukuran kurang dari 2 mm yaitu electric furnace slag (EFS) berasal dari PT Krakatau Steel, Cilegon-Indonesia dan blast furnace slag (BFS) berasal dari PT Posco, Korea. Dosis EFS dan BFS yaitu 0, 2, 4, 6, 8 % dari bobot kering mutlak tanah. Taraf dosis didasarkan pada kisaran dosis optimum aplikasi EFS di tanah gambut penelitian sebelumnya. Dosis dolomit dan silica gel setara EFS 0, 2, 4, 6, 8 %. Penentuan dosis dolomit berdasarkan penyetaraan % daya netralisasi (DN) EFS terhadap % DN dolomit untuk setiap taraf dosis EFS, dan dosis silica gel berdasarkan penyetaraan % SiO2 EFS terhadap % SiO2silica gel untuk setiap taraf dosis EFS. Pupuk mikro (CuSO4 dan ZnSO4) dosis setara 10 kg/ha. Pupuk urea dengan dosis setara 300 kg/ha, SP-36 setara 300 kg/ha dan KCl setara 150 kg/ha sebagai pupuk dasar, benih padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang sebagai tanaman uji serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium.

(36)

kassa, bambu, dan beberapa peralatan untuk analisis tanah dan tanaman di laboratorium yaitu labu kjeldahl digestion, destilator dan labunya, spectrophotometer, flamephotometer, atomic absorption spectrophotometer (AAS) serta alat-alat analisis lainnya.

2.3 Metode Penelitian

Percobaan inkubasi dan percobaan rumah kaca merupakan percobaan faktor tunggal dengan 18 perlakuan dan tiga ulangan sehingga diperoleh 54 satuan percobaan. Perlakuan yang diberikan tertera pada Tabel 2. Rancangan yang dipakai adalah rancangan acak lengkap (RAL). Adapun model matematika rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + єij dimana :

Yijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

єij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke -j

2.4 Pelaksanaan Penelitian

1. Percobaan Inkubasi

Bahan tanah yang diambil dihomogenkan dengan cara dicampur merata lalu ditimbang dengan melakukan terlebih dahulu penetapan kadar air tanah gambut didasarkan metode gravimetri. Penetapan kadar air dilakukan pada suhu 105°C selama 24 jam. Kadar air (KA) gambut dihitung sebagai berikut:

kadar Air (% KA ) = x 100%

= 303.52 %

setelah kadar air diketahui, maka ditentukan bobot tanah yang harus dimasukkan ke dalam pot berdasarkan bobot kering mutlak (BKM) tanah sebesar 100 g/pot, sehingga bobot tanah dihitung sebagai berikut:

(37)

selanjutnya diaplikasikan bahan amelioran sesuai dosis masing-masing (Tabel 2). Diaduk merata setiap perlakuan bersama tanah, digenangi dengan tinggi genangan 2.5 cm, lalu diinkubasi selama tiga bulan (Lampiran 1). Setelah inkubasi satu bulan, diambil contoh tanah tiap perlakuan untuk dianalisis sifat kimianya yang meliputi: N total, P-tersedia, basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, K), Si, Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cd, Hg, Cr tersedia. Peubah pH tanah diukur setiap tiga hari sekali selama dua minggu, lalu sekali seminggu sampai akhir inkubasi dengan langsung menggunakan pH meter setelah dikalibrasi pH 4 dan pH 7 terlebih dahulu.

Tabel 2 Taraf Perlakuan pada Percobaan Inkubasi dan Percobaan Rumah Kaca

(38)

2. Percobaan Rumah Kaca

Persiapan Media Tanam

Bahan tanah gambut yang telah dihomogenkan dimasukkan ke dalam pot sebanyak 7.06 kg/pot yang setara 1.75 kg BKM. Diaplikasikan bahan amelioran sesuai taraf dosis dengan mengaduk secara merata, lalu dikondisikan seperti tanah sawah (tinggi genangan 5 cm) dan diinkubasi selama satu bulan. Sehari sebelum tanam diaplikasikan pupuk dasar yaitu pupuk urea (1/3 bagian saat tanam, 1/3 bagian umur 21 HST, 1/3 bagian umur 35 HST), dan pupuk SP 36 dan KCl diberikan seluruhnya saat tanam (Lampiran 2).

Penanaman dan Pemeliharaan

Persemaian benih padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang dilakukan selama 21 hari, setelah itu dipindahtanamkan sebanyak 2 batang/pot. Tinggi air genangan disesuaikan dengan kondisi di lapang yaitu setiap 2-3 hari sekali pot disiram sampai tinggi air genangan mencapai 5 cm dari permukaan tanah. Setelah malai mulai tumbuh, dipasang plastik sungkup setiap tanaman untuk menghindari serangan burung di rumah kaca.

Pengamatan

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah variabel pertumbuhan meliputi: tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum dan jumlah anakan produktif. Variabel produksi meliputi: bobot gabah kering panen (BGKP), bobot gabah kering giling (BGKG), bobot kering gabah bernas (BKGB), dan analisis SiO2 dalam jerami dan kadar Pb, Hg, Cd total dalam beras.

Pemanenan

(39)

atau 95 % bulir padi sudah menguning, bagian bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau, kadar air gabah 21-26 %, butir hijau rendah. Gabah yang telah dipanen dipisahkan dari malai, ditimbang sebagai bobot gabah kering panen (BGKP). Gabah dioven pada suhu 60oC selama 24 jam, dan ditimbang sebagai bobot gabah kering giling (BGKG). Setelah itu, dilakukan pemisahan antara gabah bernas (BKGB) dan gabah hampa dan ditimbang masing-masing bobotnya. Jaringan tanaman diambil, dicuci dan dioven untuk analisis tanaman.

2.5 Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada percobaan inkubasi meliputi: pH H2O (1:5) yaitu 10 g tanah dalam 50 mL aquades, N total (metode Kjeldahl), P-tersedia (metode Bray I), basa-basa dapat ditukar (Ca, Mg, Na, K) metode NH4OAc 1 N pH 7, Si tersedia metode ekstraksi natrium asetat 1 N pH 4, unsur-unsur mikro seperti Fe, Mn, Cu, Zn tersedia metode ekstraksi DTPA (Dietilen Triamine Penta Acetic Acid) pH 7.3, logam-logam berat (Pb, Hg, Cd, Cr) tersedia metode ekstraksi HCl 0.05 N.

Pada percobaan rumah kaca terdiri atas variabel vegetatif yang diamati meliputi: tinggi tanaman dan jumlah anakan (3-11 MST). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman mulai dari permukaan tanah sampai dengan ujung daun tertinggi setelah diluruskan. Variabel generatif meliputi: jumlah anakan produktif, produksi gabah (BGKP, BGKG, BKGB). Analisis jaringan tanaman yang dilakukan yaitu penetapan kadar SiO2 dalam jerami dan kadar Pb, Hg, Cd total dalam beras metode ekstraksi HNO3 dan HClO4 (destruksi basah).

3.6 Analisis Data

(40)

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1

Percobaan Inkubasi

4.1.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Kimia Tanah Gambut setelah Inkubasi

Hasil analisis awal kimia tanah gambut sebelum aplikasi perlakuan (Lampiran 3) memiliki pH yang rendah dengan kadar N total tinggi, kadar P-tersedia sedang, dan kadar K P-tersedia rendah menurut kriteria kesuburan tanah gambut Institut Pertanian Bogor (1976). Selain itu, berdasarkan pada kriteria Imaizumi dan Yoshida (1958) Si tersedia dalam tanah ini tergolong dalam kelas I (SiO2 < 10.5%). Aplikasi steel slag yang kaya akan Ca, Mg, Fe, Mn, Si (Lampiran 4) diharapkan dapat memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi.

4.1.1.1 Dinamika pH tanah

(41)

Perlakuan yang menghasilkan pH tanah tertinggi sampai terendah yaitu dolomit setara EFS > EFS > BFS > kontrol > silica gel setara EFS > unsur mikro.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 1 Nilai pH Tanah Gambut Beberapa Taraf Perlakuan: (a) EFS, (b) BFS, (c) Dolomit Setara EFS, dan (d) Silica Gel setara EFS selama Inkubasi.

(42)

(a) (b)

Gambar 2 Perbandingan pH Tanah Gambut setelah Aplikasi Perlakuan Taraf 6% dan 8%: (a) EFS - BFS, (b) EFS - Dolomit Setara EFS.

4.1.1.2 Perubahan pH, P-tersedia, N-total, dan SiO2-tersedia Tanah

(43)

Tabel 3 Nilai pH, P-tersedia, dan SiO2-tersedia Tanah pada Perbandingan

(44)

Tabel 3 menunjukkan bahwa setelah inkubasi satu bulan, aplikasi dolomit

dan steel slag (EFS dan BFS) dapat meningkatkan pH, P-tersedia, dan SiO2-tersedia tanah gambut. Nilai pH tanah tertinggi terdapat pada perlakuan

dolomit setara EFS 8% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan kontrol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan unsur mikro. Dolomit dapat meningkatkan pH tanah dengan sumbangan kation basa seperti Ca dan Mg, sehingga Ca-dd dan Mg-dd meningkat. Reaksi pelarutan dolomit dalam tanah sebagai berikut:

CaMg(CO3)2 + 2 H2O Ca2+ + Mg2+ 2 HCO3- + 2 OH-

dimana unsur Ca dan Mg dalam dolomit akan terlarut dan menggantikan posisi H+ yang berasal dari disosiasi asam-asam organik sehingga dapat menaikkan pH tanah gambut.

Steel slag juga berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH tanah. Reaksi pembentukan ligan antara asam-asam organik seperti asam karboksilat dan fenolat dengan gugus hidroksil dari Fe dan Al (berasal dari steel slag) membebaskan OH -sehingga pH meningkat. Selain itu, steel slag bereaksi dengan H2O dan CO2 (anaerob) di tanah gambut menghasilkan kation basa (Ca dan Mg) dan basa konjugasi (hidroksida, silikat, karbonat) sehingga meningkat konsentrasinya dalam larutan tanah. Ion Ca dan Mg menggantikan posisi H+ yang berasal dari disosiasi asam-asam organik dalam tanah gambut. Pada saat yang bersamaan, senyawa hidroksida (OH-) dan silikat (H3SiO3-) bereaksi dengan H+ yang akan menghasilkan H2O dan H4SiO4, proses ini akan mengurangi konsentrasi H+ yang menyebabkan peningkatan pH tanah.

Pemberian dolomit menghasilkan pH tanah lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian steel slag. Hal ini disebabkan oleh kandungan Ca dan Mg dalam dolomit lebih cepat larut dan tersedia, serta daya netralisasi dolomit yang lebih tinggi. Kondisi ini tidak berarti bahwa dolomit lebih baik dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut dibandingkan dengan steel slag.

(45)

dapat meningkatkan P-tersedia tanah. Peningkatan P-tersedia tanah kemungkinan disebabkan oleh sumbangan P2O5 yang cukup tinggi dari EFS (P2O5 = 0.05%) dan pH tanah yang meningkat setelah aplikasi EFS. Peningkatan pH tanah mendukung peningkatan aktivitas mikrob yang dapat membantu mineralisasi P organik menjadi bentuk tersedia dalam tanah.

Ketersediaan SiO2 tertinggi dalam tanah setelah inkubasi satu bulan, terdapat pada perlakuan BFS 8% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya, kecuali EFS dan terendah pada perlakuan kontrol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan dolomit setara EFS, silica gel setara EFS dan unsur mikro. Steel slag dapat meningkatkan SiO2-tersedia tanah gambut disebabkan oleh sumbangan dari kandungan SiO2 yang tinggi dalam steel slag. Kadar SiO2 BFS = 34.4% sedangkan EFS = 12.7%, sehingga BFS lebih baik dalam meningkatkan Si tersedia tanah. Unsur Si menjadi benefecial element yang diserap tanaman akumulator Si seperti padi dalam jumlah banyak sehingga steel slag dapat dijadikan sebagai pupuk Si.

Pemberian BFS lebih baik dalam meningkatkan SiO2-tersedia tanah dibandingkan perlakuan lainnya, namun tidak hanya Si saja sebagai faktor pembatas pertumbuhan padi di tanah gambut. Permasalahan gambut lainnya seperti pH tanah masam, kahat unsur hara makro (Ca dan Mg) dan mikro (Cu dan Zn) serta kandungan asam-asam organik yang dapat bersifat racun bagi tanaman. Komposisi hara beberapa amelioran tanah di tanah gambut diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia tanah secara keseluruhan. Berdasarkan pada hasil analisis awal EFS dan BFS (Lampiran 4), diharapkan secara keseluruhan dari komposisi EFS dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut sehingga mendukung pertumbuhan dan produksi padi.

(46)

setelah aplikasi perlakuan yang sejalan dengan terjadinya dekomposisi bahan organik, menyebabkan kandungan bahan organik menurun. Selama proses dekomposisi terjadi mineralisasi N-organik menjadi N-anorganik. Namun, pada tingkat kematangan gambut saprik N-total tanah akan konstan selama proses dekomposisi jika tidak ada bentuk gas nitrogen yang lepas ke atmosfer (volatilisasi). Pada proses inkubasi diduga terjadi volatilasasi dimana N dalam bentuk gas terlepas ke atmosfer, sehingga terjadi penurunan N-total tanah jika dibandingkan dengan N-total tanah sebelum diinkubasi.

4.1.1.3 Perubahan Ca, Mg, Na, dan K dapat Ditukar Tanah

Analisis ragam pada Lampiran 17, 19, 21 dan 23 memperlihatkan bahwa aplikasi perlakuan setelah inkubasi satu bulan berpengaruh sangat nyata meningkatkan Ca-dd dan Mg-dd tanah, namun tidak berpengaruh nyata terhadap Na-dd dan K-dd tanah gambut. Peningkatan Ca-dd dan Mg-dd tanah, seiiring dengan penambahan dosis perlakuan.

Tabel 4 menunjukkan bahwa setelah inkubasi satu bulan, aplikasi dolomit dan steel slag dapat meningkatkan Ca-dd dan Mg-dd tanah gambut. Nilai Ca-dd tanah tertinggi terdapat pada perlakuan dolomit setara EFS 8% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan kontrol yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan unsur mikro. Nilai Mg-dd tanah tertinggi terdapat pada perlakuan BFS 8% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan lain, sedangkan terendah diperoleh pada perlakuan unsur mikro yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol dan silica gel setara EFS.

(47)

Tabel 4 Nilai Ca dan Mg dapat Ditukar Tanah pada Perbandingan Beberapa Taraf

EFS – Silica gel setara EFS

Kontrol 4.43 a 3.60 a

(48)

Kandungan steel slag juga didominasi oleh Ca dan Mg sehingga dapat menyumbangkan Ca dan Mg ke dalam tanah. Suwarno dan Goto (1997b) menyatakan bahwa kation-kation yang dominan dalam steel slag termasuk unsur Ca dan Mg. Hal ini terbukti dengan meningkatnya Mg-dd tanah pada perlakuan BFS. Hasil analisis awal EFS dan BFS yaitu EFS mengandung CaO = 26% dan MgO = 7.9%, sedangkan BFS mengandung CaO = 40.8% dan MgO = 4.8%. Perlakuan BFS lebih baik dalam meningkatkan Mg-dd tanah dibandingkan dengan EFS, meskipun kandungan MgO lebih kecil. Hal ini diduga karena adanya sifat antagonisme Ca dan Mg, perlakuan EFS lebih baik dalam meningkatkan Ca-dd tanah dibandingkan dengan perlakuan BFS.

Nilai Na-dd dan K-dd tanah gambut setelah inkubasi tidak berbeda nyata antara perlakuan. Nilai Na-dd dan K-dd yang tidak meningkat setelah aplikasi steel slag, kemungkinan disebabkan oleh rendahnya kadar Na (BFS Na2O = 0.2%; EFS Na2O = 0.3%) dan K (BFS K2O = 0.4%; EFS K2O = 0.04%).

4.1.1.4 Perubahan Fe, Mn, Cu, dan Zn-tersedia Tanah

Analisis ragam pada Lampiran 25, 27, 29 dan 31 memperlihatkan bahwa setelah inkubasi satu bulan, aplikasi perlakuan berpengaruh sangat nyata meningkatkan Fe dan Mn-tersedia tanah gambut. Peningkatan Fe dan Mn-tersedia tanah diikuti dengan tingginya dosis yang diberikan, sebaliknya aplikasi perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Cu dan Zn-tersedia tanah.

(49)

Tabel 5 Nilai Fe, Mn, Cu, dan Zn-tersedia Tanah pada Perbandingan Beberapa Taraf Perlakuan

Perlakuan Fe-tersedia Mn-tersedia Cu-tersedia Zn-tersedia ---(ppm)--- EFS – Silica gel setara EFS

Kontrol 410 a 6.4 a 15.9 abcd 12.0 ab

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda menurut uji DMRT α = 5%.

(50)

Peningkatan Fe-tersedia tanah pada perlakuan EFS disebabkan oleh EFS mengandung beberapa mineral salah satunya mineral forsterit feroan ((Mg,Fe)2SiO4) yang dapat menyumbangkan Fe. Perlakuan EFS terhadap peningkatan Fe-tersedia tanah tidak berbeda jauh dengan perlakuan BFS, meskipun kandungan Fe2O3 dalam EFS jauh lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh dari hasil identifikasi mineral ditemukan mineral dalam bentuk besi oksida seperti wuestit, magnetit dan dikalsium ferit yang kelarutannya rendah pada kisaran pH gambut serta dipengaruhi oleh potensial redoks tanah (Suwarno dan Goto 1997a). Peningkatan pH tanah dapat mengubah kesetimbangan antara bentuk Mn2+ (terlarut) menjadi bentuk MnO2 (tidak larut). Selain itu, Mn sering ditemui dalam bentuk khelat dengan senyawa organik yang dapat mengurangi ketersediaan Mn. Reaksi steel slag di tanah gambut menghasilkan Mn2+ karena steel slag mengandung Mn cukup tinggi (Lampiran 4), tidak dalam bentuk MnO2 yang dapat terkhelat dengan senyawa organik sehingga ketersediaan Mn meningkat.

(51)

4.1.1.5 Kadar Pb, Hg, Cd, dan Cr-tersedia Tanah

Analisis ragam pada Lampiran 33, 35, 37 dan 39 memperlihatkan bahwa aplikasi perlakuan setelah inkubasi satu bulan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar Hg dan Cd, sedangkan untuk kadar Pb dan Cr secara statistik menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan.

Tabel 6 Kadar Pb dan Cr-tersedia Tanah pada Perbandingan Beberapa Taraf Perlakuan

EFS – Silica gel setara EFS

Kontrol 0.35 0.25 cd

(52)

Hasil analisis sifat kimia tanah gambut setelah inkubasi satu bulan menunjukkan bahwa pemberian amelioran berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH, Ca-dd, Mg-dd, Fe, Mn, Cu, Zn dan Si-tersedia tanah gambut. Kandungan hara setiap amelioran memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri yang dapat mempengaruhi sifat kimia tanah gambut.

Perlakuan kontrol menunjukkan bahwa kesuburan tanah gambut rendah dengan pH masam, kekahatan hara makro (Ca dan Mg) dan unsur mikro (Cu dan Zn) serta ketersediaan Si yang rendah. Hal ini menjadi faktor pembatas yang menentukan kecukupan hara di tanah gambut untuk mendukung pertumbuhan dan produksi padi. Kondisi seperti ini tidak memungkinkan pertumbuhan padi yang optimum bahkan tanaman mati seperti pada percobaan rumah kaca.

Permasalahan di tanah gambut sebagai faktor pembatas pertumbuhan tanaman sehingga perlu dilakukan upaya menyeluruh perbaikan sifat kimia tanah. Pemberian dolomit selain dapat mengurangi kemasaman tanah, juga dapat meningkatkan kandungan kation-kation basa yaitu Ca dan Mg dan meningkatkan kejenuhan basa gambut. Pemberian dolomit saja tidak dapat memenuhi kecukupan hara tanah gambut. Aplikasi dolomit lebih baik dalam peningkatan pH dan Ca-dd tanah dibandingkan dengan perlakuan lain, namun tidak dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut menyeluruh untuk mendukung pertumbuhan dan produksi padi. Tanaman perlakuan dolomit pada percobaan rumah kaca terlihat tidak tumbuh dan berproduksi dengan baik.

Pemberian pupuk mikro (Cu dan Zn) lebih baik dalam meningkatkan Cu dan Zn-tersedia tanah gambut dibandingkan dengan perlakuan lain. Peningkatan produksi padi sawah di tanah gambut memerlukan input unsur mikro khususnya Cu, unsur Cu dapat mengurangi gabah hampa padi yang sering terjadi di tanah gambut. Aplikasi pupuk mikro tanpa adanya peningkatan pH tanah tidak dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut untuk mendukung pertumbuhan padi. Tanaman padi perlakuan unsur mikro pada percobaan rumah kaca terlihat mati, tidak berbeda dengan kondisi tanaman perlakuan kontrol.

(53)

pemberian silica gel tidak dapat meningkatkan ketersediaan SiO2 tanah gambut. Hal ini diduga karena silica gel murni memiliki kelarutan yang rendah di tanah gambut dengan pH yang masam. Selain itu, bentuk butiran granular silica gel menyebabkan kelarutan rendah dan tidak dapat menyumbangkan Si. Pertumbuhan tanaman pada perlakuan ini di percobaan rumah kaca terlihat tidak berbeda dengan tanaman perlakuan kontrol dan unsur mikro. Hal ini berkaitan dengan tidak hanya kahat Si, Cu dan Zn menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman padi di tanah gambut. Upaya peningkatan pH tanah dan kecukupan hara secara seimbang penting dilakukan dalam memenuhi kebutuhan tanaman padi berproduksi.

Pemberian steel slag diharapkan dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut menyeluruh. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa aplikasi steel slag dapat memperbaiki sifat kimia tanah gambut dengan adanya peningkatan pH tanah, Ca-dd, Mg-dd, Fe, Mn dan Si-tersedia tanah. Hal ini terlihat pada kondisi tanaman padi di percobaan rumah kaca yang lebih baik dan dapat berproduksi.

Hasil analisis komposisi hara EFS dan BFS pada Lampiran 4 menunjukkan bahwa BFS didominasi oleh unsur Ca, Si, Al, dan Mg sedangkan EFS didominasi oleh unsur Fe, Ca, Si, Mg, dan Al. Kadar total CaO, SiO2, dan Al2O3 BFS lebih tinggi dibandingkan dengan EFS, namun kadar total Fe dan Mg lebih rendah. Selain itu, kadar total Cu BFS lebih tinggi daripada EFS tetapi kadar total Mn dan Zn BFS lebih rendah. Oleh sebab itu, sebagai pupuk silikat kemampuan BFS untuk mensuplai Si dan Ca lebih tinggi daripada EFS namun kemampuan BFS untuk mensuplai Mg, Fe, Mn, dan Zn lebih rendah. Kadar total As, Cd, Pb, dan Hg BFS lebih tinggi daripada EFS tetapi kadar total Cr BFS lebih rendah.

(54)

Perbaikan sifat kimia tanah gambut secara menyeluruh diperoleh pada perlakuan EFS. Hal ini terbukti dengan pertumbuhan dan produksi padi pada perlakuan ini di percobaan rumah kaca lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Berdasarkan pada perbaikan sifat kimia tanah gambut setelah aplikasi perlakuan dan kaitannya dengan kondisi tanaman pada percobaan rumah kaca, dapat disimpulkan bahwa silikat bukan satu-satunya faktor yang menentukan perbaikan sifat kimia tanah gambut dan produksi padi. Perlakuan EFS tidak lebih baik meningkatkan Si tersedia tanah, namun diperoleh perbaikan sifat kimia tanah gambut menyeluruh seiiring dengan adanya peningkatan pH tanah, sumbangan Ca, Mg, Fe dan Mn serta kation polivalen (Fe, Al, Cu dan Zn) diharapkan dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik yang beracun. Kation-kation tersebut membentuk ikatan koordinasi dengan ligan organik membentuk senyawa kompleks/khelat. Perbaikan sifat kimia tanah dengan perlakuan EFS diduga dapat menciptakan kondisi kesetimbangan dalam tanah untuk pertumbuhan dan produksi padi yang lebih baik.

4.2 Percobaan Rumah Kaca

4.2.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Padi

Pengamatan di rumah kaca, pemberian steel slag dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi varietas IR 64 dan Air Tenggulang. Tanaman perlakuan kontrol, silica gel setara EFS dan unsur mikro terlihat tidak berkembang, kerdil dan akhirnya mati pada umur 8 MST sehingga tidak berproduksi. Hal ini berkaitan dengan pengaruh yang berbeda tiap perlakuan terhadap sifat kimia tanah gambut.

(55)

tanaman perlakuan steel slag (EFS dan BFS). Sebaliknya, kedua varietas padi terlihat lebih baik petumbuhan dan produksinya setelah diaplikasikan steel slag, sejalan dengan perbaikan sifat kimia tanah. Aplikasi steel slag berpengaruh sangat nyata meningkatkan pH tanah, Ca-dd, Mg-dd, Fe, Mn dan Si tersedia tanah gambut.

Analisis ragam pada Lampiran 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 58 dan 60 memperlihatkan bahwa aplikasi perlakuan berpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman, anakan maksimum, anakan produktif serta produksi padi. Pertumbuhan dan produksi padi terlihat lebih baik seiring dengan meningkatnya dosis. Respon padi pada perlakuan EFS lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini berkaitan dengan perbaikan sifat kimia tanah gambut pada perlakuan ini. Kondisi tanaman padi kedua varietas umur 17 MST (sebelum panen) pada percobaan rumah kaca dapat dilihat pada Lampiran 65 dan 66.

4.2.1.1 Tinggi Tanaman

Gambar 3 menunjukkan bahwa tinggi tanaman (11 MST) kedua varietas padi dari tertinggi sampai terendah adalah tanaman perlakuan EF slag > BF slag > dolomit setara EFS. Analisis ragam (Lampiran 41 dan 43) terlihat bahwa aplikasi perlakuan berpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman kedua varietas. Umumnya, peningkatan tinggi tanaman seiring dengan penambahan dosis yang diberikan. Tanaman perlakuan steel slag lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Syihabuddin (2011) menyatakan bahwa pemberian steel slag berpengaruh sangat nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan maksimum dan anakan produktif, serta biomassa tanaman.

(56)

(a)

(b)

Gambar 3 Tinggi Tanaman Padi: a) IR 64, (b) Air Tenggulang pada Berbagai Taraf Perlakuan

(57)

Malai keluar untuk kedua varietas saat 10 MST yaitu pada perlakuan EFS 6%, EFS 8% dan BFS 2%. Suwarno dan Goto (1997b) menyatakan bahwa tanaman yang diberi steel slag tampak lebih segar, daun tegak, serta batang lebih besar dan keras.

Efek perlakuan EFS terhadap tinggi tanaman lebih baik jika dibandingkan dengan efek perlakuan BFS dan dolomit setara EFS dengan dosis yang sama. Hasil analisis tanah setelah inkubasi satu bulan menunjukkan bahwa perlakuan BFS lebih baik dalam meningkatkan SiO2-tersedia tanah dan perlakuan dolomit setara EFS lebih baik dalam meningkatkan pH tanah gambut dibandingkan dengan perlakuan EFS. Hal ini membuktikan bahwa tidak hanya peningkatan ketersediaan Si, Ca, Mg dan pH tanah yang dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan padi, namun perlakuan EFS dengan komposisi haranya dapat menciptakan kondisi kimia tanah yang baik untuk menunjang pertumbuhan dan produksi padi.

4.2.1.2 Jumlah Anakan

Analisis ragam pada Lampiran 49, 51, 53 dan 55 memperlihatkan bahwa aplikasi perlakuanberpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan jumlah anakan maksimum dan jumlah anakan produktif tanaman kedua varietas padi. Hal ini membuktikan bahwa steel slag yang mengandung Si sebagai beneficial element merupakan unsur yang penting dalam mendukung pertumbuhan padi yang diserap tanaman dalam jumlah besar (Epstein 1999; Matichenkov dan Calvert 2002).

(58)

(a) (b)

 

(c) (d)

Gambar 4 Jumlah Anakan Maksimum Padi (a) IR 64, (b) Air Tenggulang dan Anakan Produktif Padi (c) IR 64, (d) Air Tenggulang pada Berbagai Taraf Perlakuan.

(59)

Pemberian EFS yang mengandung Si sebagai beneficial element yang sangat penting artinya bagi tanaman padi. Unsur ini menyebabkan daun padi menjadi lebih tegak, dapat memperbaiki pertumbuhan, memperkuat batang dan akar, meningkatkan jumlah anakan padi, mendorong pembentukan malai lebih awal, serta meningkatkan jumlah gabah per malai dan persentase gabah (De Datta 1981). Hal inilah yang diduga menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik seperti terlihat pada tanaman perlakuan kontrol, unsur mikro, silica gel dan dolomit setara EFS karena fungsi silika tidak berperan.

Beberapa gejala penyakit pada daun mulai terlihat dan serangan hama seperti belalang, kutu, burung saat tanaman berumur 11 MST. Penyemprotan pestisida dengan Dacis sesuai dosis anjuran dilaksanakan, dan diberi sungkup plastik tipis yang transparan pada setiap pot untuk menghindari serangan burung. Hampir semua bulir padi terkena bercak coklat. Bercak-bercak coklat sedikit terdapat pada perlakuan steel slag. Unsur Si dalam steel slag dapat mengurangi cekaman abiotik seperti suhu, radiasi cahaya, angin, air, dan kekeringan, serta serangan penyakit dan hama. Keadaan lingkungan rumah kaca yang tidak mendukung menjadi penyebab munculnya serangan hama dan penyakit tanaman padi.

4.2.1.3 Produksi Padi

Analisis ragam pada Lampiran 58, 59, 60 dan 61 memperlihatkan bahwa aplikasi perlakuanberpengaruh sangat nyata terhadap produksi padi IR 64 dan Air Tenggulang. Variabel produksi yang diamati adalah bobot gabah kering panen (BGKP), bobot gabah kering giling (BGKG), bobot kering gabah bernas (BKGB). Semakin tinggi dosis perlakuan yang diberikan, maka semakin meningkat bobot gabah padi. Tanaman yang pertumbuhannya jelek dan mati seperti pada perlakuan kontrol, unsur mikro dan silica gel setara EFS serta beberapa taraf perlakuan dolomit setara EFS menyebabkan tanaman padi tidak sampai berproduksi.

(60)

padi IR 64 dan Air tenggulang (BGKG) tertinggi terdapat pada perlakuan EFS 8% yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainnya.

(a)

(b)

Gambar 5 Produksi Padi (BGKG): (a) IR 64, (b) Air Tenggulang pada Berbagai Taraf Perlakuan.

(61)

dimanfaatkan dalam metabolisme yang akan mempengaruhi produksi padi. Kadar SiO2 jerami padi IR 64 perlakuan dolomit setara EFS lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan BFS. Hal ini menandakan bahwa SiO2 dalam tanah pada perlakuan ini diserap baik oleh tanaman, sehingga menghasilkan produksi padi (BGKG) lebih baik dibandingkan dengan perlakuan BFS.

Umumnya, produksi (BGKG) padi Air Tenggulang lebih tinggi dibandingkan dengan padi IR 64. Hal ini berkaitan dengan padi Air Tenggulang lebih baik terhadap tinggi dan jumlah anakan produktif padi dibandingkan dengan padi IR 64 yang sejalan dengan produksi padi. Peningkatan BGKG seiiring dengan penambahan dosis EFS yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh selain Si, EFS Indonesia mengandung Ca, Mg, Fe serta relatif tinggi hara mikro sehingga dapat lebih baik memperbaiki sifat kimia tanah gambut. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh Hidayatuloh (2006) di Mukok, Sanggau-Kalimantan Barat menyatakan bahwa pemberian steel slag berpengaruh sangat nyata dalam meningkatkan pH, K, Ca dan Mg dapat didapat ditukar, Si, Fe, Mn tersedia serta meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering gabah total, bobot kering gabah bernas dan menurunkan persentase gabah harnpa.

Gambar

Tabel 2  Taraf Perlakuan pada Percobaan Inkubasi dan Percobaan Rumah Kaca
Gambar 1  Nilai pH Tanah Gambut Beberapa Taraf Perlakuan: (a) EFS, (b) BFS,
Gambar 2  Perbandingan pH Tanah Gambut setelah Aplikasi Perlakuan Taraf 6%
Tabel 3  Nilai pH, P-tersedia, dan SiO2-tersedia Tanah pada Perbandingan Beberapa Taraf Perlakuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menelaah karakteristik konsumen dan proses pengambilan keputusan pembelian dilakukan dengan cara analisis deskriptif dengan cara mentransformasikan data- data

Model Learning cycle (siklus belajar) merupakan model pembelajaran yang terdiri dari fase-fase atau tahap-tahap kegiatan yang diorganisir sedemikian

Hal ini yang menarik untuk dibicarakan, untuk mengetahui hal apa yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih produk di toko busana muslim Salatiga. Sehubungan dengan

Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan teman dan dapat

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar aspek kemampuan pemahaman konseptual dan prosedural siswa pada materi trigonometri dengan model

.HVHMDKWHUDDQ NHOXDUJD VDQJDW SHQWLQJ GDODP NHKLGXSDQ \DQJ GLJXQDNDQ VHEDJDL WXMXDQ GDODP PHQFDSDL NHWHQWUDPDQ NHKLGXSDQ 6HVHRUDQJ GLNDWDNDQ WHQWUDP NHWLND GDSDW PHPHQXKL

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik sistem informasi akuntansi dan desentralisasi terhadap partisipasi penyusunan anggaran pada PG.. Watoetoelis

Keseluruhan sistem pembangkit dengan dua modul surya dan reflektor parabola dapat menghasilkan daya maksimum 13,111 W dan efisiensi tertinggi sebesar 11,92 % atau 1,113