commit to user
i
PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA
Skripsi
Disusun Oleh:
Chafidhoh
NIM. K 2306020
PROGRAM FISIKA JURUSAN P.MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA
Oleh:
Chafidhoh
NIM K2306020Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan Pendidikan
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
commit to user
v
ABSTRAK
Chafidhoh. PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF SISWA Skripsi. Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Februari 2011
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
ada tidaknya : (1) perbedaan pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II; (2) perbedaan
pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah; (3)
interaksi antara pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa
terhadap kemampuan kognitif siswa.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
dengan disain faktorial 2 x 2. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas X
Madrasah Aliyah Al-Mukmin Sukoharjo tahun ajaran 2009/2010. Pengambilan
sampel diambil secara acak (cluster random sampling) sehingga didapat 2 kelas,
kelas XC terdiri dari 31 siswa dengan perlakuan pembelajaran kooperatif tipe
STAD sebagai kelompok eksperimen dan kelas XD terdiri dari 33 siswa dengan
perlakuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II sebagai kelompok kontrol.
Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan teknik observasi, tes
dan angket. Teknik analisis data menggunakan anava dua jalan dengan isi sel tak
sama, kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut anava yaitu komparasi ganda
metode Scheffe’.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkian bahwa (1) ada perbedaan
pengaruh antara penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan
Jigsaw II terhadap kemampuan kognitif siswa { (FA = 4,315) > (F0.05;1,60 = 4.00)},
dan dari hasil uji lanjut anava didapatkan bahwa perbedaan pengaruh antara
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II terhadap
kemampuan kognitif siswa tidak signifikan {( FA =3.693) < ( Ftabel = 4.00)}, (2)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
rendah terhadap kemampuan kognitif siswa {( FB = 4,624) > (F0.05;1,60 = 4.00)},
dan dari hasil uji lanjut anava didapatkan bahwa perbedaan pengaruh antara
interaksi sosial siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan
kognitif siswa adalah signifikan {(FB =4.233) > (Ftabel = 4.00)}, (3) tidak ada
interaksi antara pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan Jigsaw II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa
{( FAB = 0,699) < (F0.05;1,60 = 4.00)}.
Implikasi dari hasil penelitian ini adalah pembelajaran dengan
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw II dapat
diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Kedua tipe pembelajaran ini hampir sama
baiknya jika digunakan dalam pembelajaran Fisika untuk materi Listrik Dinamis
di SMA. Selain itu, implikasi dari hasil penelitian ini adalah interaksi sosial siswa
yang tinggi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
Oleh karena itu, interaksi sosial siswa perlu ditingkatkan agar diperoleh
commit to user
vii
ABSTRACT
Chafidhoh. THE INFLUENCE OF PHYSICS LEARNING WITH COOPERATIVE LEARNING TYPE STUDENT TEAMS-ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) AND JIGSAW II REVIEWED FROM STUDENTS SOCIAL INTERACTION TOWARD STUDENTS COGNITIVE ABILITY.
Thesis. Surakarta: Education and Teacher Training Faculty. Sebelas Maret University. February 2011
The purpose of this research is to find out whether there are : (1) the
difference of the influence between cooperative learning model Student
Teams-Achievement Divisions (STAD) type and jigsaw II type; (2) the difference of the
influence of high and low category of students’ social interaction; (3) the
interaction between the influence of Student Teams-Achievement Divisions
(STAD) and jigsaw II, the type of cooperative learning, and students’ social
interaction toward students’ cognitive ability; on the subject of Dynamic
Electricity.
The method used in this research is experiment 2 x 2 factorial design. The
population of this research was first year students (X class) of Madrasah Aliyah
Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo at the 2009/2010 academic years. This research use
cluster random sampling technique and found two classes, XC class which
consists of 31 students with cooperative learning type STAD as experiment group
and XD class which consists of 33 students with cooperative learning type jigsaw
II as control group. The techniques of collecting data of this research were the
documentation, testing, and questionnaire. The techniques of data analysis are use
two way analysis of variation with different cell then proceed with Scheffe’s
double comparison method.
Based on this research, it can be concluded (1) there is difference of the
influence between cooperative learning model of Student Teams-Achievement
Divisions (STAD) type and jigsaw II type toward students’ cognitive ability
({ (FA = 4,315) > (F0.05;1,60 = 4.00)}, and from Scheffe’s method was obtained that
the difference is not significant {( FA =3.693) < ( F table = 4.00)}, (2) there is
difference of influence between the high and low category of students’ social
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
and from Scheffe’s method is obtained that the difference is significant {(FB
=4.233) > (F table = 4.00)}, (3) there is no interaction between influence of using
cooperative learning type Student Teams-Achievement Divisions (STAD) and
jigsaw II and students’ social interaction toward students’ cognitive ability {( FAB
= 0,699) < (F0.05;1,60 = 4.00)}.
The implication of this research is Student Teams-Achievement Divisions
(STAD) and jigsaw II, type of cooperative learning models, can be applied at
physics learning. Both type of this learning are much the same in quality, if used
in learning physics at topics Dynamic Electricity in Senior High School. The other
implication of this research is student with high social interaction has more
significant influence to students’ cognitive ability than student with lower social
interaction. Hence social interaction should be increased to get optimal students’
commit to user
ix
MOTTO
“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran
dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan
hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman
Allah).”
(QS. Al Baqarah : 269)
“Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila telah selesai
(dari suatu urusan) , kerjakan dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan
hanya kepada Tuhanlah hendaknya kamu berharap.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
Bapak dan Ibu tercinta yang selalu
melimpahkan do’a dan kasih sayang.
Kakak-kakakku dan adikku yang selalu
memberiku semangat.
Teman-temanku di Karimah yang selalu
mendoakan dan memberiku dukungan
commit to user
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan, untuk memenuhi sebagian
persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Untuk itu atas segala bentuk bantuannya , penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat:
1. Ibu Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si. Selaku Ketua Jurusan P. MIPA FKIP
UNS.
2. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd. Selaku Ketua Program Pendidikan Fisika
Jurusan P. MIPA FKIP UNS dan juga pembimbing I atas curahan pikiran,
tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan Skripsi ini.
3. Bapak Drs. Edy Wiyono, M.Pd. Selaku Pembimbing Akademik atas bantuan
dan bimbingannya.
4. Bapak Dwi Teguh Raharjo, S.Si, M.Si selaku pembimbing II atas curahan
pikiran, tenaga, waktu, dan ketulusan bimbingannya dalam menyelesaikan
Skripsi ini.
5. Ustadz Muchson, S.Ag Selaku Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Al-Mukmin
Ngruki Sukoharjo yang telah memberikan ijin penelitian.
6. Bapak Suryanto, S.Pd selaku guru Fisika MA Al-Mukmin Ngruki Sukoharjo.
7. Siswa kelas XC dan XD MA Al-Mukmin tahun ajaran 2009-2010 atas
kerjasamanya.
8. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Namun demikian penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Surakarta, Februari 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 3
C. Pembatasan Masalah 4
D. Perumusan Masalah 4
E. Tujuan Penelitian 4
F. Manfaat Penelitian 5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 6
1. Teori Belajar 6
2. Pembelajaran Fisika 9
3. Model Pembelajaran Kooperatif 11
4. Tipe Pembelajaran Student Team Achivement Divisions
(STAD)
14
5. Tipe Pembelajaran Jigsaw II 18
6. Interaksi Sosial 21
7. Kemampuan Kognitif Siswa 25
8. Konsep Listrik Dinamis 27
B. Penelitian yang Relevan 36
C. Kerangka Berpikir 36
D. Perumusan Hipotesis 39
BAB III. METODELOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 40
1. Tempat Penelitian 40
commit to user
xiii
B. Metode Penelitian 40
C. Populasi dan Sampel 41
1. Populasi 41
2. Sampel 41
D. Variabel Penelitian 42
1. Variabel Bebas 42
2. Variabel Terikat 43
E. Teknik Pengumpulan Data 44
F. Instrumen Penelitian 44
1. Instrumen Tes Kemampuan Kognitif Siswa 45
a. Validitas 45
b. Reliabilitas 46
c. Taraf Kesukaran 47
d. Daya Pembeda 47
2. Instrumen Angket Interaksi Sosial Siswa 48
a. Validitas 49
b. Reliabilitas 49
G. Teknik Analisa Data 50
1. Uji Prasyarat Analisis 50
a. Uji Normalitas 50
b. Uji Homogenitas 51
2. Uji Hipotesis 52
a. Uji Anava Dua Jalan 52
b. Uji Lanjut Anava 56
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data 58
1. Data Angket Interkasi Sosial Siswa 58
2. Data Kemampuan Kognitif Siswa 60
B. Pengujian Prasyarat Analisis 62
1. Uji Normalitas 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
C. Hasil Pengujian Hipotesis 63
1. Hasil Analisis Variansi Dua Jalan 63
2. Hasil Uji Lanjut Anava 65
D. Pembahasan Hasil Analisis Data 66
1. Uji Hipotesis Pertama 66
2. Uji Hipotesis Kedua 67
3. Uji Hipotesis Ketiga 67
E. Keterbatasan Penelitian 68
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan 69
B. Implikasi 69
C. Saran 70
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Nilai Perkembangan Individu 16
Tabel 3.1. Desain Faktorial Penelitian 2 x 2 (A x B) 41
Tabel 3.2. Jumlah AB 53
Tabel 3.3. Rangkuman Analisis 56
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok
Eksperimen
58
Tabel 4.2. Disribusi Frekuensi Data Interaksi Sosial Kelompok
Kelompok Kontrol
59
Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Kognitif Siswa
Kelompok Eksperimen
60
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Kognitif Siswa
Kelompok Kontrol
61
Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Analisis Uji Normalitas Kemampuan
Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen dan KElompok
Kontrol
62
Tabel 4.6. Rangkuman Anava Dua Jalan dengan Isi Sel Tak sama 63
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Bagan Pembelajaran Kooperatif STAD 17
Gambar 2.2. Skema Kerja Kelompok Pada Tipe Pembelajaran Jigsaw II 19
Gambar 2.3. Bagan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II 20
Gambar 2.4. Arus Elektron Berlawanan dengan Arus Konvensional 27
Gambar 2.5. Kuat Arus Listrik Merupakan Kelajuan Muatan yang
Melewati Suatu Luasan Tertentu
28
Gambar 2.6. Rangkaian untuk menyelidiki Pengaruh Suhu Pada
Hambatan Kawat
29
Gambar 2.7. Skema Diagram untuk Hukum 1 Kirchoff Serta Analogi
Mekaniknya
31
Gambar 2.8. a. Dua Buah Lampu yang Dihubungkan Secara Seri
b. Rangkaian Pengganti Peralatan
31
31
Gambar 2.9. Rangkaian Hambatan Paralel 32
Gambar 2.10. Rangkaian Seri Sumber Tegangan 33
Gambar.2.11. Rangkaian Paralel Sumber Tegangan Identik 33
Gambar 2.12. Rangkaian Jembatan Weatstone 34
Gambar 2.13. Paradigma Penelitian 39
Gambar 4.1. Histogram Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok
Eksperimen
59
Gambar 4.2. Histogram Data Interaksi Sosial Siswa Kelompok Kontrol 60
Gambar 4.3. Histogram Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok
Eksperimen
61
Gambar 4.4. Histogram Data Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok
Kontrol
commit to user
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Jadwal Penelitian 74
2. Rencana Pembelajaran I 75
3. Lembar Diskusi Siswa (LDS) I 80
4. Jawaban LDS I 87
5. Soal Kuis I 90
6. Tampilan Flash I 93
7. Rencana Pembelajaran II 95
8. Lembar Diskusi Siswa (LDS) II 100
9. Jawaban LDS II 106
10. Soal Kuis II 108
11. Tampilan Flash II 111
12. Rencana Pembelajaran III 113
13. Lembar Diskusi Siswa (LDS) III 117
14. Jawaban LDS III 122
15. Soal Kuis III 124
16. Tampilan Flash III 127
17. Lembar Rangkuman Tim 128
18. Sertifikat Penghargaan 133
19. Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial Siswa (Uji Coba) 135
20. Uji Coba Angket Interaksi Sosial Siswa 136
21. Kisi-Kisi Angket Interaksi Sosial Siswa 140
22. Angket Interaksi Sosial Siswa 141
23. Uji Validitas dan Reliabilitas Soal Uji Coba Angket Interaksi Sosial 144
24. Kisi-Kisi Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba) 147
25. Tabel Item Soal Tes Uji Coba Kemampuan Kognitif Siswa Pokok
Bahasan Listrik Dinamis
148
26. Soal-Soal Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba) 151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
28. Kisi-Kisi Soal Tes Kognitif 166
29. Tabel Item Soal Tes Kemampuan Kognitif Siswa Pokok Bahasan
Listrik Dinamis
167
30. Soal-Soal Tes Kognitif 170
31. Jawaban Soal Kognitif 181
32. Uji Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Soal
Tes Kemampuan Kognitif (Uji Coba)
182
33. Data Induk Penelitian 186
34. Data Keadaan Awal Siswa 189
35. Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Eksperimen 191
36. Uji Normalitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Kontrol 192
37. Uji Homogenitas Keadaan Awal Siswa Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
193
38. Uji Kesamaan Keadaan Awal Antara Kelas Eksperimen dengan
Kelas Kontrol
195
39. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Eksperimen 197
40. Uji Normalitas Kemampuan Kognitif Siswa Kelompok Kontrol 198
41. Uji Homogenitas Kemampuan Kognitif Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
199
42. Uji Hipotesis Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama 201
43. Uji Lanjut Pasca Anava 204
44. Tabel-Tabel Statistik 206
commit to user BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu upaya sadar untuk mengembangkan
kemampuan dan kepribadian manusia. Masyarakat yang baik dan berkualitas
dapat terwujud dengan adanya proses pendidikan yang baik dan berkualitas pula.
Upaya mewujudkan masyarakat yang berkualitas tersebut menjadi tanggung
jawab bersama baik pemerintah maupun masyarakat.
Mengingat pemahaman di atas maka sekolah mendapatkan prioritas
utama dalam menjalankan proses pendidikan guna mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, dan ketrampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karena itu, sekolah diharapkan mampu
melahirkan calon penerus pembangunan masa depan yang cerdas spiritual,
emosional dan intelektual.
Keberhasilan pendidikan nasional selalu terkait dengan usaha untuk
mencapai keberhasilan pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, secara langsung
berhasil tidaknya proses pendidikan dipengaruhi oleh mutu proses pembelajaran
dan hasil belajar yang dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan di sekolah.
Suatu proses pembelajaran akan berhasil dengan baik bila
komponen-komponennya saling berinteraksi dengan baik. Komponen-komponen
pembelajaran tersebut antara lain: guru, siswa, bahan ajar, sarana pra sarana, dll.
Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa memegang peranan yang
sangat penting. Guru merupakan seorang pendidik profesional yang mempunyai
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih dan
mengevaluasi peserta didik guna mengembangkan potensi dirinya. Sedangkan
siswa merupakan seorang individu yang senantiasa belajar untuk mengembangkan
potensi yang dimilikinya hingga diperoleh hasil belajar yang baik. Oleh karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
itu, interaksi yang baik antara keduanya akan memberikan hasil yang positif
terhadap tujuan pembelajaran.
Baik tidaknya hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa sebagai peserta
didik, misalnya minat belajar siswa, gaya belajar siswa, motivasi berprestasi,
interaksi sosial siswa, kecerdasan, dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa atau dari rangsangan pihak luar,
misalnya pendekatan / model pembelajaran.
Pendekatan dan model pembelajaran merupakan faktor eksternal yang
harus disusun dengan menyesuaikan karakteristik materi yang akan disampaikan,
sebab tidak semua model cocok untuk setiap materi pelajaran. Selain itu,
pendekatan dan model yang digunakan juga harus mampu menarik minat belajar
siswa, sehingga siswa akan merasa nyaman dalam belajar dan hasil yang
diperoleh akan memuaskan. Dengan kata lain, melalui pendekatan dan model
yang tepat, maka hasil belajar yang didapat akan maksimal.
Ada banyak model pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli
dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Model pembelajaran tersebut
antara lain model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran terpadu, model
pembelajaran kooperatif, model pembelajaran quantum, model pembelajaran
inkuiri dan lain-lain, yang dalam penggunaannya harus disesuaikan dengan hasil
belajar yang ingin dicapai serta materi yang akan disampaikan.
Saat ini masih banyak guru yang menggunakan model pembelajaran yang
berpusat pada guru (Teacher Centered Learning atau TCL). Penggunaan model
pembelajaran yang berpusat pada guru ini sedikit sekali melibatkan siswa dalam
proses pembelajaran, akibatnya siswa pasif, merasa bosan dan minat belajarnya
menjadi rendah. Apalagi dalam pelajaran Fisika yang memang sejak dulu
dianggap mata pelajaran yang sukar, siswa menjadi semakin tidak tertarik untuk
belajar Fisika. Padahal Fisika merupakan salah satu mata pelajaran yang harus
commit to user
Agar pembelajaran Fisika menjadi lebih menarik, guru harus menerapkan
model pembelajaran yang sesuai dengan ciri Fisika dan melibatkan keaktifan
siswa dalam proses pembalajaran atau dengan kata lain guru harus menerapkan
model pembelajaran yang berpusat pada siswa ( Student Centered Learning atau
SCL). Selain itu juga model yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik materi
Fisika yang akan dipelajari, sebab materi pelajaran Fisika mempunyai
karakteristik yang berbeda antara materi yang satu dengan materi yang lain.
Salah satu model pembelajaran yang menerapkan SCL adalah model
pembelajaran Kooperatif. Dalam pembelajaran Kooperatif siswa belajar secara
bersama dalam suatu kelompok sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam
kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Model pembelajaran
kooperatif ada beberapa tipe, diantaranya adalah tipe Student Teams-Achivement
Divisions (STAD), Team-Game-Turnament (TGT), Team-Assisted
Individualization (TAI), Jigsaw II, Group Investigation dan lain-lain.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti mengambil judul
penelitian “PENGARUH PEMBELAJARAN FISIKA DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT
TEAMS-ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) DAN JIGSAW II DITINJAU DARI
INTERAKSI SOSIAL SISWA TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF
SISWA”
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat
diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai berikut :
1. Keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal
2. Pembelajaran Fisika selama ini cenderung Teacher Centered Learning
(TCL)
3. Tidak semua model pembelajaran sesuai dengan ciri fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
C. Pembatasan Masalah
Agar dalam pembahasan permasalahan ini lebih mendalam dan
cakupannya tidak terlalu luas maka permasalahan-permasalahan yang ada dibatasi
sebagai berikut :
1. Faktor internal dibatasi pada interaksi sosial siswa
2. Faktor eksternal dibatasi pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD
dan Jigsaw II.
3. Hasil belajar siswa dibatasi pada kemampuan kognitif.
4. Materi fisika yang disampaikan dibatasi pada pokok bahasan Listrik
Dinamis kompetensi dasar 1 untuk SMA kelas X
D Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan
pembatasan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Adakah perbedaan pengaruh antara model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II terhadap
kemampuan kognitif siswa ?
2. Adakah pebedaan pengaruh antara interaksi sosial siswa kategori tinggi
dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif siswa ?
3. Adakah interaksi antara pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw II dengan
interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara model pembelajaran
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions
commit to user
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh antara interaksi sosial
siswa kategori tinggi dan kategori rendah terhadap kemampuan kognitif
siswa.
3. Mengetahui ada tidaknya interaksi antara pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Jigsaw
II dengan interaksi sosial siswa terhadap kemampuan kognitif siswa.
F. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain :
1. Memberikan masukan tentang alternatif model pembelajaran yang
berpusat pada siswa (SCL)
2. Dapat dijadikan sebagai informasi masukan oleh siswa tentang cara belajar
dengan model pembelajaran yang baru dengan memanfaatkan teman satu
kelompok sehingga siswa dapat saling bertukar pikiran antara sesama
anggota kelompok, saling mendengarkandan saling menghargai pendapat
orang lain.
3. Memberikan masukan bagi guru bahwa interaksi sosial mempengaruhi
hasil belajar siswa.
4. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan atau referensi ilmiah untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Teori Belajar
a. Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama
hidupnya. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata
mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk
informasi atau materi pelajaran. Belajar selalu berkenaan dengan
perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar, apakah itu mengarah kepada yang lebih
baik ataupun yang kurang baik. Hal lain yang selalu terkait dengan belajar adalah
pengalaman yang berbentuk interaksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Unsur perubahan dan pengalaman hampir selalu ditekankan dalam
rumusan atau definisi tentang belajar. Menurut Muhibbin Syah (2008:92) ”secara
umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku
individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan
lingkungan yang melibatkan proses kognitif ”. Sedangkan menurut Oemar
Hamalik (2003:154) “Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap
berkat latihan dan pengalaman”.
Ngalim Purwanto (1990: 85) mendefinisikan ”Belajar merupakan suatu
perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar”.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu proses dimana terjadi suatu perubahan dalam diri individu
yang muncul karena pengalaman. Perubahan menyangkut semua aspek
kepribadian individu, dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan
pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat dan sebagainya.
Demikian juga dengan pengalaman, berkenaan dengan segala bentuk pengalaman
commit to user
atau hal-hal yang pernah dialami, seperti membaca, melihat, mendengar,
merasakan, melakukan, merencanakan, menganalisis dan memecahkan masalah.
b.Tujuan Belajar
Dalam arti luas, tujuan belajar adalah suatu pernyataan tentang
perubahan yang diharapkan. Perubahan ini diinginkan dan dinilai oleh guru dan
pelatih, diharapkan akan terjadi dalam pemikiran, perbuatan, dan perasaan siswa
sebagai hasil dari pengalaman pendidikan dan latihan.
Dimyati (2006: 10) menyebutkan bahwa setelah belajar orang akan
memiliki ketrampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Sebenarnya tujuan belajar
sangat banyak dan bervariasi, namun secara umum menurut Robert M. Gagne
dalam Hasibuan (1989 :5) menyebutkan bahwa tujuan belajar adalah memperoleh
ketrampilan sebagai berikut :
1) Keterampilan intelektual
2) Strategi kognitif seperti memecahkan berbagai macam masalah
3) Informasi verbal yang merupakan pengetahuan yang berupa informasi
dan fakta.
4) Keterampilan motorik seperti keterampilan menulis, mengetik,
menggunakan berbagai alat ukur dan sebagainya.
5) Sikap dan nilai
Dari tujuan-tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan belajar
adalah memperoleh pengetahuan, pemahaman konsep, ketrampilan, dan
pembentukan sikap yang meliputi aspek kognitif (keilmuan), psikomotorik dan
afektif (sikap).
c. Prinsip-Prinsip Belajar
Belajar seperti halnya perkembangan berlangsung seumur hidup, apa
yang dipelajari dan bagaimana belajarnya pada setiap fase perkembangan
berbeda-beda. Banyak teori yang membahas masalah belajar, tiap teori bertolak
dari asumsi dasar tertentu tentang belajar. Meskipun demikian, ada beberapa
pandangan umum yang sama atau relatif sama diantara asumsi-asumsi tersebut.
Beberapa kesamaan ini dipandang sebagai prinsip belajar. Beberapa prinsip umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
(a) Belajar merupakan bagian dari perkembangan; (b) Belajar berlangsung seumur hidup; (c) Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan; (d) Belajar mencakup semua aspek kehidupan; (e) Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu; (f) Belajar berlangsung dengan guru atau tanpa guru; (g) Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi; (h) Perbuatan belajar bervariasi dari yang paling sederhana sampai yang sangat kompleks; (i) Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan; (j) Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bantuan atau bimbingan dari orang lain. (Nana Syaodih Sukmadinata, 2003: 165-166)
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat diketahui bahwa belajar merupakan
bagian dari perkembangan yang terjadi seumur hidup dan mencakup semua aspek
kehidupan. Belajar dapat berlangsung dimanapun dan dapat bervariasi dari
kegiatan yang paling sederhana hingga yang kompleks. Dalam belajar ada yang
memerlukan bimbingan dari orang lain dan ada yang tidak.
d.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Usaha dan keberhasilan belajar dipengaruhi oleh banyak faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain Faktor-faktor fisiologis, psikologis, lingkungan belajar
dan sistem instruksional (Slameto, 2003).
1) Faktor fisiologis seperti pendengaran dan penglihatan sangat mempengaruhi
segala kegiatan belajar mengajar, dalam hal ini yang termasuk kondisi
fisiologis diantaranya yaitu kesegaran jasmani, keletihan, kekurangan gizi,
kurang tidur dan kesakitan yang diderita.
2) Faktor psikologis yang mempengaruhi proses belajar siswa diantaranya
adalah aspek intelegensi atau kecerdasan dan bakat, minat, motivasi,
perhatian, berpikir dan ingatan.
3) Faktor lingkungan belajar menurut Slameto (2003) dapat dibedakan menjadi
beberapa faktor, diantaranya lingkungan dalam sekolah dan lingkungan luar
sekolah yang masing-masing dapat dibedakan lagi atas lingkungan alam,
lingkungan fisik dan sosial.
Faktor lingkungan belajar di dalam sekolah mencakup keadaan suhu,
kelembaban dan pertukaran udara serta cahaya dalam ruangan yang semuanya
mencakup sistem ventilasi dan penerangan ruangan. Faktor lingkungan
commit to user
pencaharian penduduk sekitar yang dapat dijadikan sumber bahan belajar dan
sumber inspirasi bagi warga sekolah dalam menunjang proses belajar
mengajar yang baik.
4) Faktor sistem instruksional yang dapat mempengaruhi proses belajar
mengajar adalah kurikulum, bahan belajar yang mempengaruhi strategi
belajar yang akan digunakan dan metode penyajian.
Dari faktor-faktor tersebut dapat juga digolongkan menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam
diri siswa, misalnya bakat, minat, motivasi, sakit, letih dan lain-lain. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan
balajar, model pembelajaran, dan lain-lain.
2. Pembelajaran Fisika a. Hakikat Fisika
Fisika merupakan ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil pemikiran
maupun hasil eksperimen yang dilakukan oleh para ahli. Fisika merupakan cabang
ilmu pengetahuan alam, sehingga karakteristik yang dimiliki oleh ilmu
pengetahuan alam berlaku pada Fisika. Fisika dalam sekala besar dibagi menjadi 2
yaitu fisika eksperimen dan fisika teori. Menurut Brockhous yang dikutip Herbert
Druxes bahwa : ”Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang
memungkinkan penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara
sistematis dan berdasarkan peraturan umum”. (Herbert Druxes, 1986 ; 3 )
Menurut Brandi/Dahmen yang juga dikutip oleh Herbert Druxes bahwa :
”Fisika adalah suatu uraian tertutup tentang semua kejadian Fisikalis yang
berdasarkan beberapa hukum dasar ” ( Herbert Druxes, 1986 : 3). Sejalan dengan
itu, Gerthsen yang dikutip oleh Herbert Druxes menyatakan bahwa ”Fisika adalah
suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana mungkin dan
berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-kenyataan. Persyaratan utama
untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala-gejala tersebut”.
(Herbert Druxes, 1986 : 3)
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa Fisika adalah
salah satu cabang dari ilmu pengetahuan alam yang berusaha menguraikan serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
menurut pemikiran manusia, yang mempunyai karakteristik antara lain ; kuantitas,
observasi, eksperimen, prediksi, dan proses yang dapat dipelajari dengan teori,
pengamatan dan eksperimen.
b.Tujuan Pembelajaran Fisika
Fungsi dan tujuan mata pelajaran Fisika di SMA dan MA adalah sebagai
sarana untuk :
1) Menyadari keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memupuk sikap ilmiah yang mencakup:
a) Jujur dan obyektif terhadap data.
b) Terbuka dan menerima pendapat berdasarkan bukti-bukti tertentu.
c) Ulet dan tidak cepat putus asa.
d) Kritis terhadap pernyataan ilmiah yaitu tidak mudah percaya tanpa
ada dukungan hasil observasi empiris.
e) Dapat bekerjasama dengan orang lain.
3) Mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif
dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara
kualitatif maupun kuantitatif.
4) Menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika serta mempunyai
keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap
percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
5) Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menikmati dan
menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta dapat menjelaskan
berbagai peristiwa alam dan keluasan penerapan fisika dalam teknologi.
Dari pendapat tersebut, pembalajaran fisika tidak hanya memberikan
produk ilmiah, tetapi lebih jauh bagaimana memperoleh produk ilmiah tersebut.
Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dalam pembelajaran Fisika hendaklah
commit to user
mengajar Fisika untuk menimbulkan keinginan meneliti, mengajarkan fisika
sebagai konsep, bukan faktor-faktor yang terlepas-lepas dan menekankan pada
pemikiran serta penalaran bukan hafalan. Sehingga dalam diri siswa akan
tertanam sikap ilmiah dan memperoleh produk ilmiah secara bermakna.
Sehingga dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
fisika berorientasi pada hakikat fisika.
3. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Model Pembelajaran
Keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah pemilihan model pembelajaran oleh guru. Model
pembelajaran yang tepat akan mampu membawa peran serta siswa dan dapat
membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Menurut kamus lengkap bahasa indonesia model diartikan sebagai mode,
ragam, acuan, ukuran yang dicontoh.
Menurut Gazali dalam Slameto (2003:30) pembelajaran merupakan
proses penanaman pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan
tepat. Proses pembelajaran ini bertujuan untuk mengembangkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Dengan demikian model pembelajaran dapat dikatakan sebagai suatu acuan yang
digunakan oleh guru untuk menyampaikan bahan pembelajaran sekaligus
mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran
yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Pada suatu proses pembelajaran tidak ada model pembelajaran yang tepat
untuk semua topik dan semua situasi. Oleh karena itu, dalam memilih model
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
prasarana yang ada serta materi pembelajaran yang akan dipelajari agar tujuan
pembelajaran yang telah ditentukan dapat tercapai.
b. Pembahasan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
1) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang lebih
menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu kelompok
sehingga terjadi interaksi antar siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan
masalah belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Slavin
(2008: 4) ”Dalam pembelajaran kooperatif siswa akan bekerja dalam kelompok
-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari
materi pelajaran”.
Pembelajaran kooperatif secara umum mempunyai karakeristik yang
membedakan dengan pembelajaran yang lain. Karakteristik tersebut adalah: (a)
Siswa belajar dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama; (b) Setiap
kelompok anggotanya berbeda-beda menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin
dan asal suku; (c) Guru melakukan pemantauan dan memberikan bantuan jika
terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok; (d) Adanya saling
interaksi positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi antar anggota
kelompok; (e) Adanya penghargaan kelompok.
Keberhasilan dalam pembelajaran kooperatif akan tercapai jika
memenuhi lima prinsip utama yaitu :
a) Keheterogenan kelompok
b) Keterampilan bekerja sama
c) Sumbangan dari ketua kelompok
d) Ketergantungan pribadi yang positif
e) Otonomi kelompok
Dalam keheterogenan kelompok, siswa dikelompokkan berdasarkan
perbedaan-perbedaan menurut kemampuan, jenis kelamin dan asal suku. Adanya
keheterogenan kelompok ini akan membuat proses pembelajaran kooperatif dapat
commit to user
Kerja sama dalam suatu kelompok sangat dibutuhkan untuk mencapai
tujuan bersama. Dengan kerjasama yang baik didapatkan pemahaman yang lebih
baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Zafer Tanel dan Mustafa Erol (2008 :
132) yang menyatakan “ interaction of student with each other when solving problem, deciding on a solution by discussing with each other and evaluating
different views provide them a better understanding”. Dalam suatu kerja sama,
dibutuhkan adanya keterampilan-keterampilan khusus yang dimiliki oleh setiap
anggota kelompok. Keterampilan tersebut dapat berupa keterampilan
berkomunikasi, keterampilan berdiskusi, keterampilan dalam memecahkan
masalah dan sebagainya.
Dalam suatu kelompok perlu dipilih seorang ketua kelompok untuk
mengatur kelompok tersebut. Ketua kelompok dipilih berdasarkan
kemampuannya yang lebih dibandingkan dengan anggota lain dalam
kelompoknya. Adanya sumbangan dari ketua kelompok yang berupa informasi,
pengetahuan, keterampilan, penjelasan dan sebagainya yang diberikan kepada
anggota kelompok yang lain dapat mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian
hasil belajar.
Setiap anggota kelompok membutuhkan pengembangan kemampuan dan
pengetahuan yang dimiliki yang dapat dilakukan dengan cara berinteraksi dan
bekerja sama satu sama lain. Artinya, dalam proses belajar setiap siswa saling
bergantung sama lain. Adanya ketergantungan pribadi yang positif antar siswa
dapat mendorong siswa untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuan
yang dimiliki.
Dalam otonomi kelompok, setiap kelompok berusaha untuk menjadi
yang terbaik, sehingga setiap anggota kelompok bertanggung jawab sepenuhnya
terhadap nama kelompoknya. Dalam hal ini, jika terdapat kelompok yang
mengalami kesulitan maka kelompok tersebut bertanya pada gurunya, bukan pada
kelompok lain.
2) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif
Penggunaan model pembelajaran kooperatif dalam prakteknya memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
kelebihan dari model pembelajaran kooperatif dibanding menggunakan model lain
adalah: (a) Meningkatkan kemampuan akademik siswa; (b) Memperbaiki
hubungan antar kelompok; (c) Meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi;
(d) Meningkatkan rasa percaya diri siswa; (e) Menumbuhkan keinginan untuk
menggunakan kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh siswa; (f)
Meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas; (g) Meningkatkan
kemampuan siswa dalam bersosialisasi dengan siswa lainnya.
Setiap model pembelajaran selain mempunyai kelebihan, juga
mempunyai kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif antara lain:
(a) Pelaksanaanya memerlukan persiapan yang rumit; (b) Apabila terjadi
persaingan yang negatif maka hasilnya akan buruk; (c) Apabila ada siswa yang
malas atau yang ingin berkuasa dalam kelompoknya menyebabkan kegiatan
belajar kelompok tidak berjalan dengan baik; (d) Adanya siswa yang tidak
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dalam belajar kelompok, sehingga
kegiatan belajar kelompok menjadi tidak efektif; (e) Siswa yang tidak cocok
dengan anggota kelompoknya kurang bisa bekerja sama dalam memahami materi
maupun dalam menyelesaikan tugas.
4. Tipe Pembelajaran Student Team Achievement Divisions (STAD)
a. Pengertian Tipe Pembelajaran Student Team Achievement Divisions
(STAD)
Tipe pembelajaran STAD adalah salah satu tipe pembelajaran yang
dikemukakan oleh Slavin. Tipe pembelajaran ini merupakan teori belajar
konstruktivisme yang berdasarkan pada teori belajar kognitif. Dalam hal ini guru
berperan sebagai fasilitator belajar dan bertugas menciptakan situasi belajar yang
kondusif bagi siswa, sedangkan siswa bekerja sama dalam kelompoknya dalam
memecahkan masalah-masalah belajar yang berkaitan dengan materi pelajaran
yang disampaikan oleh guru.
Tipe pembelajaran STAD terdiri atas lima komponen utama. Menurut
Slavin (2008: 143-146), komponen tersebut adalah:
(1) Presentasi materi pelajaran (2) Kegiatan kelompok
commit to user
(4) Nilai perkembangan individu (5) Penghargaan kelompok
Presentasi materi pelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
guru di dalam kelas. Kegiatan ini berupa penyampaian informasi, pengetahuan
atau hal-hal lain yang berkenaan dengan materi yang akan dipelajari oleh siswa.
Dalam kegiatan kelompok, siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok yang masing-masing beranggotakan empat atau lima orang yang
berbeda-beda menurut tingkat kemampuan, jenis kelamin atau ras (suku). Siswa
bekerja dengan kelompok mereka dengan dipandu oleh Lembar Kegiatan Siswa
(LKS) atau tugas yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini jawaban tugas atau
lembar kegiatan siswa didiskusikan oleh siswa bersama anggota kelompoknya.
Bila ada siswa yang merasa kesulitan maka siswa yang mampu harus membantu
kesulitan teman sekelompoknya. Jika kelompok tidak dapat mengatasi, maka
perlu meminta bantuan guru. Guru harus selalu mengawasi para siswa saat
kegiatan kelompok ini berlangsung, sehingga guru dapat mengetahui dan
membantu siswa yang kesulitan dalam kelompok belajarnya.
Pelaksanaan kuis individual berlangsung kira-kira setelah satu atau dua
periode penyampaian materi oleh guru dan setelah satu atau dua periode kerja
kelompok. Selama kuis berlangsung setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan
tidak boleh bekerja sama dengan siswa lain meskipun dengan teman kelompoknya
sendiri. Berdasarkan hal tersebut, siswa bertanggung jawab terhadap dirinya
sendiri mengenai pemahaman materi pelajaran yang diterima. Hasil pekerjaan
kuis diberi skor dengan cara dicocokkan bersama-sama atau dikumpulkan untuk
dikoreksi oleh guru.
Komponen berikutnya adalah nilai perkembangan individu. Tujuan
utama dengan adanya nilai perkembangan individu adalah untuk memberikan
hasil akhir yang maksimal pada setiap peserta didik. Hal ini akan dapat diperoleh
kalau peserta didik bekerja lebih keras dalam melaksanakan kuis. Nilai
perkembangan individu didasarkan pada nilai awal pokok bahasan atau materi
sebelumnya. Besarnya nilai perkembangan individu dapat dihitung dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Tabel 2.1. Nilai Perkembangan Individu
Nilai Kuis Nilai Perkembangan
Lebih dari 10 poin dibawah nilai awal 5
Turun dari 1 sampai 10 poin dibawah nilai awal 10
Sama dengan nilai awal sampai dengan 10 poin
diatas nilai awal 20
Lebih dari 10 poin diatas nilai awal 30
Betul semua (nilai sempurna) 30
(Sumber: Slavin, 2008:159)
Komponen terakhir dalam model STAD adalah penghargaan kelompok.
Penghargaan kelompok ditentukan berdasarkan nilai rata-rata kelompok yang
diperoleh dengan cara menghitung nilai perkembangan dari setiap anggota
kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok tersebut. Berdasarkan nilai
perkembangan yang diperoleh kelompok, terdapat tiga tingkat penghargaan yang
diberikan untuk prestasi kelompok:
(1) Super Team (Tim Istimewa), diberikan kepada kelompok yang
memperoleh skor rata-rata lebih besar atau sama dengan 25 poin;
(2) Great Team (Tim Hebat), diberikan kepada kelompok yang
memperoleh skor rata-rata antara 20 sampai dengan 25 poin;
(3) Good Team (Tim Baik), diberikan kepada kelompok dengan skor
rata-rata 15 sampai dengan 20 poin.
Proses pembelajaran dengan model STAD dapat dibuat bagan sebagai
commit to user
Gambar 2.1. Bagan Pembelajaran kooperatif STAD
Menurut Mohamad Nur (2005:23-27), dalam penggunaan model
pembelajaran STAD, guru perlu mempersiapkan hal-hal berikut :
a. Bahan ajar
Bahan ajar dapat dibuat sendiri oleh guru berupa lembar keja atau
lembar diskusi siswa (LKS/LDS) yang dilengkapi dengan kunci
jawabannya. Selain dua hal tersebut, guru juga harus mempersiapkan
kuis untuk tiap kompetensi dasar yang direncanakan untuk diajarkan.
b. Penempatan siswa dalam tim
Tim siswa dalam STAD harus terdiri dari 4 sampai 5 siswa yang
mewakili heterogenitas siswa dalam kelas.
c. Penentuan skor dasar awal
Skor dasar awal diperoleh dari nilai kuis atau nilai ujian sebelumnya.
b. Kelebihan dan Kelemahan Tipe Pembelajaran STAD
Setiap tipe pembelajaran tidak ada yang sempurna. Masing-masing
memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa kelebihan dari tope pembelajaran
STAD antara lain: (1) Siswa dan guru mendapatkan kemudahan untuk memahami
materi pelajaran; (2) Siswa secara kooperatif dapat menyelesaikan pokok-pokok
materi yang dipelajari; (3) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya dengan
adanya kerja sama semua unsur yang ada dalam kelas; (4) Siswa dapat
meningkatkan kemampuannya dalam berdiskusi dan menyelesaikan tugas. Penghargaan Kelompok
Nilai Perkembangan Individu Pelaksanaan Kuis Individual
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut, tipe pembelajaran STAD juga
memiliki kelemahan-kelemahan. Beberapa kelemahan dari tipe pembelajaran
STAD adalah: (1) Apabila ada siswa yang tidak cocok dengan anggota
kelompoknya, maka siswa tersebut kurang bisa bekerjasama dalam memahami
materi; (2) Ada siswa yang kurang memanfaatkan waktu sebaik-baiknya dalam
kelompok belajar; (3) Apabila ada anggota kelompok yang malas, maka usaha
kelompok dalam memahami materi maupun untuk memperoleh penghargaan
kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Jadi, tipe pembelajaran kooperatif STAD merupakan tipe pembelajaran
yang menekankan pada kegiatan belajar siswa secara bersama dalam suatu
kelompok untuk saling membantu satu sama lain, sehingga terjadi interaksi antar
siswa dalam kelompoknya untuk memecahkan masalah belajar. Penerapan tipe
pembelajaran kooperatif STAD bertujuan agar siswa lebih termotivasi dalam
belajar dan meningkatkan interaksi sosial siswa dalam kelompok belajarnya.
5. Tipe Pembelajaran JigsawII
a. Pengertian Tipe pembelajaran Jigsaw II
Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II merupakan modifikasi dari
model pembelajaran tipe Jigsaw yang sebelumnya dikembangkan oleh Aronson
(Chan Kam-wing, 2004). Tipe pembelajaran Jigsaw II juga merupakan salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh Slavin.
Dalam Jigsaw II siswa bekerja dalam tim-tim heterogen seperti pada
STAD. Siswa ditugasi mempelajari materi pelajaran, dan diberikan ”lembar ahli”
yang berisi topik yang berbeda untuk anggota setiap tim. Setelah selesai
mempelajari materi, siswa dari tim berbeda dengan topik yang sama bertemu
dalam sebuah ”kelompok ahli” untuk membahas topik mereka selama kurang
lebih 30 menit. Para ahli ini kemudian kembali kepada tim asal mereka dan secara
bergantian mengajar teman satu timnya tentang topik ”keahlian mereka”.
Akhirnya siswa diberi kuis tentang seluruh topik, dan skor kuis tersebut menjadi
skor tim seperti pada STAD.
Berikut skema kerja kelompok pada pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
commit to user
Gambar 2.2. Skema Kerja Kelompok Pada Tipe Pembelajaran Jigsaw II
Langkah-langkah pembelajaran tipe Jigsaw II adalah sebagai berikut :
(a) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok asal. Setiap kelompok
beranggotakan 3-5 siswa, tiap siswa diberi nomor.
(b) Guru memberikan suatu permasalahan, pertanyaan, atau dalam bentuk
LKS
(c) Masing-masing siswa dalam kelompok asal yang sama mempelajari
materi yang berbeda satu sama lain.
(d) Siswa dari kelompok asal yang mempelajari materi yang sama,
selanjutnya berkumpul dengan anggota kelompok lain guna membentuk
kelompok gabungan ( kelompok ahli ). Dalam kelompok ahli, mereka
membahas materi yang sama.
(e) Setelah selesai berdiskusi, setiap anggota kembali ke kelompok asalnya.
Anggota kelompok ahli dengan masing-masing materi yang dikuasai
memberikan penjelasan kepada teman kelompoknya.
(f) Guru memberikan pertanyaan secara acak kepada siswa dengan
menyebutkan nomornya
(g) Diadakan test individual dengan penghargaan kepada kelompok yang
memperoleh nilai tinggi.
Menurut Mohamad Nur (2005 : 69) Secara rinci, kegiatan dalam metode
Jigsaw II dapat dijadwalkan sebagai berikut :
(1) Membaca
Siswa menerima topik – topik ahli dan membaca bahan yang ditugaskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
(2) Diskusi kelompok ahli
Siswa dengan topik ahli yang sama bertemu mendiskusikan informasi
tersebut dalam kelompok-kelompok ahli.
(3) Laporan tim
Para ahli kembali ke tim asal mereka untuk mengajarkan topik-topik
mereka kepada teman satu tim mereka.
(4) Kuis
Siswa mengerjakan kuis individual yang mencakup seluruh topik.
(5) Penghargaan tim
Skor tim dihitung seperti pada STAD.
Proses pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat dibuat bagan sebagai
berikut
Gambar 2.3. Bagan Pembelajaran Kooperatif Jigsaw II
b. Kelebihan dan Kelemahan Tipe Pembelajaran Jigsaw II
Kelebikan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigasaw II adalah :
(1) Keaktifan setiap siswa dapat dimonitoring, sebab setiap siswa mempunyai
tanggung jawab terhadap materi yang menjadi tanggungjawabnya; (2) Jigsaw II
juga memberikan pengalaman pada siswa untuk berani berbicara dan
menyampaikan materi ataupun pendapatnya kepada teman sekelompok dengan Membaca
Diskusi Kelompok Ahli
Laporan Tim
Kuis
commit to user
caranya sendiri; (3) Melatih siswa bagaimana cara berkomunikasi dengan baik
dan saling bekerja sama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Selain memiliki kelebihan Jigsaw II tentu saja memiliki kekurangan,
diantaranya adalah : (1) Apabila ada siswa yang kurang tepat dalam
menyampaikan materi, maka akan mempengaruhi hasil belajar kelompokkya; (2)
Membutuhkan banyak waktu; (3) Siswa yang dominan akan mendominasi dalam
kegiatan kelompok, dan siswa yang lambat akan cenderung pasif dan minder,
sedang siswa yang pandai kadang merasa bosan dengan anggota kelompok yang
lamban; (4) Guru kemungkinan akan merasa kerepotan saat mengatur jalannya
diskusi dan saat pergantian kelompok.
6. Interaksi Sosial
a. Pengertian Interaksi Sosial
Manusia selain sebagai makhluk individu, juga merupakan makhluk
sosial. Hal ini berarti manusia akan selalu membutuhkan bantuan atau peranan
orang lain dalam kehidupannya, terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, ia akan cenderung hidup bersama-sama atau berkelompok. Dalam
kebersamaan tersebut, tentunya mereka akan saling berkomunikasi. Proses
komunikasi inilah yang merupakan salah satu bentuk interaksi sosial.
Menurut Bonner dalam Abu Ahmadi (2002: 54) ” Interaksi sosial adalah
suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakuan individu yang satu
akan mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain
dan sebaliknya”. Menurut psikologi tingkah laku, interaksi sosial adalah interaksi
yang berisikan saling perangsangan dan pereaksian antara kedua belah pihak
individu. Sedangkan menurut Young dalam Ary H Gunawan (2001: 31) ”Interaksi sosial adalah kontak timbal balik antara dua orang atau lebih”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih.
Hubungan tersebut akan saling mempengaruhi individu yang satu dengan individu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
b.Jenis-jenis Interaksi sosial
Menurut Ary Gunawan ( 2001: 32-33 ) jenis-jenis interaksi sosial dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu :
1) Dari Subjeknya dibedakan menjadi:
a. Interaksi antara orang per orang
b. Interaksi antara orang dengan kelompok
c. Interaksi antar kelompok
2) Menurut caranya
a. Interaksi langsung
b. Interaksi simbolik
3) Menurut Bentuknya
a. Kerjasama
b. Persaingan
c. Pertikaian
d. Akomodasi
4)Interaksi Sosial Siswa
Menurut Sardiman A.M (2007: 111) “Siswa atau anak didik adalah salah
satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral dalam proses belajar
mengajar”. Dengan kata lain siswa adalah seseorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Siswa akan menjadi faktor penentu, sehingga menuntut dan dapat
mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.
Berdasarkan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa interaksi sosial siswa
merupakan interaksi sosial yang dilakukan oleh siswa dalam belajar
Proses belajar mengajar yang berlangsung dalam dunia pendidikan
memiliki banyak unsur yang perlu diperhatikan. Salah satu unsur yang
diperhatikan pertama kali adalah siswa, karena siswa yang mempunyai tujuan,
baru setelah itu menurun ke unsur-unsur yang lain. Misalnya materi yang
diajarkan, bahan apa yang diperlukan, bagaimana cara mengajarkan, alat apa yang
cocok dan mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan atau
commit to user
nantinya akan menjalin hubungan, baik dengan guru maupun dengan sesama
siswa. Berdasarkan hal tersebut maka didapatkan pengertian bahwa interaksi
sosial siswa adalah hubungan yang saling mempengaruhi antara siswa dengan
guru atau siswa dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
e. Interaksi Sosial dalam Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan proses kegiatan interaksi antara dua
unsur manusia, yaitu siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak
yang mengajar, dengan demikian siswa sebagai subyek pokoknya. Hal ini sejalan
dengan apa yang dikemukakan oleh Sardiman A.M (2007: 2) bahwa Interaksi
belajar mengajar mengandung arti adanya kegiatan interaksi dari tenaga pengajar
di satu pihak dengan warga belajar (siswa, anak didik, peserta didik/subyek
belajar) yang sedang melaksanakan belajar di pihak lain.
Interaksi sosial dalam proses pembelajaran berkenaan dengan komunikasi
atau hubungan timbal balik atau hubungan dua arah antar siswa dan guru atau
siswa dengan siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Interaksi sosial
dalam proses pembelajaran dapat terlihat pada: (1) Tanya jawab atau dialog antara
guru dengan siswa atau antara siswa dengan siswa; (2) Bantuan guru terhadap
siswa yang mengalami kesulitan belajar, baik secara individual maupun
kelompok; (3) Keberadaan guru dalam situasi belajar mengajar sebagai fasilitator
belajar; (4) Adanya kesempatan mendapatkan umpan balik secara
berkesinambungan dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Atau dengan kata lain
adakah keterbukaan, perhatian, saling tanggap dan ketergantungan baik antara
siswa dengan guru maupun antara siswa dengan siswa lain ataukah tidak ada.
Interaksi sosial yang baik antara guru dengan siswa maupun antar siswa
dalam proses pembelajaran akan menentukan pencapaian tujuan belajar maupun
tujuan pendidikan itu sendiri. Salah satu tujuan pendidikan adalah adanya
perubahan tingkah laku dan kepribadian peserta didik, hingga mencapai
kepribadian yang utuh dan mandiri.
f. Ciri-ciri Interaksi sosial siswa dalam proses pembelajaran
Dalam proses pandidikan, interaksi yang terjadi antar komponen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
untuk mengantarkan anak didik menuju kedewasaannya. Ciri-ciri interaksi
belajar-mengajar antara lain sebagai berikut:
1) Interaksi belajar-mengajar mempunyai tujuan
2) Ada sesuatu prosedur yang direncanakan, didesain dan ditetapkan 3) Ditandai adanya aktifitas siswa
4) Ditandai dengan satu penggarapan materi yang khusus 5) Guru berperan sebagai pembimbing
6) Membutuhkan disiplin (pola tingkah laku diatur sedemikian rupa) 7) Adanya batas waktu. (Edi Suardi dalam Sardiman A. M. 2007: 15)
Sardiman A. M. (2001: 22) mengemukakan bahwa “Proses interaksi itu
adalah 1) Proses Internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar. 2) dilakukan
secara aktif dengan segenap panca indera ikut beroperasi”. Dalam hal ini
partisipasi merupakan peran aktif peserta didik dalam interaksi. Menurut Nana
Sudjana (1996: 61) keaktifan peserta didik dapat dilihat dalam hal:
1) Turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya
2) Terlibat dalam pemecahan masalah
3) Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami
persoalan yang dihadapi
4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan
masalah
5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru
6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya
7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalahh yang sejenis
8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya.
g. Interaksi Sosial di Luar Proses Pembelajaran
Hubungan guru dengan siswa dalam proses belajar-mengajar merupakan
faktor yang sangat menentukan. Bagaimanapun baiknya bahan pelajaran yang
diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode yanag dipergunakan, namun jika
hubungan guru-siswa merupakan hubungan yanag tidak harmonis, maka dapat
menciptakan suatu keluaran yang tidak diinginkan. Sardiman A. M. (2001: 145)
mengemukakan bahwa “kegiatan belajar-mengajar, tidak hanya melalui
commit to user
contact-hours di dalam hubungan guru-siswa”. Contact-hours adalah jam-jam
bertemu antara guru-siswa di luar jam-jam presentasi atau mengajar di depan
kelas seperti biasanya.
Pada saat-saat semacam itu dapat dikembangkan komunikasi dua arah.
Guru dapat menanyai dan mengungkapkan keadaan siswa dan sebaliknya siswa
mengajukan berbagai persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah
proses interaksi dan komunikasi yang humanistik. Hal ini jelas akan sangat
membantu keberhasilan studi para siswa. Berhasil dalam arti tidak hanya sekedar
tahu atau mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal
sikap mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik.
7. Kemampuan Kognitif Siswa
Istilah ”cognitive” berasal dari kata cognition yang artinya mengetahui. Dalam arti luas, cognition ( kognisi ) berarti perolehan, penataan, dan penggunaan
pengetahuan (Neiser, 1976 dalam Slameto 1995 : 12). Dalam perkembangannya
istilah kognitif menjadi populer sebagai salah satu ranah kemampuan manusia
yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman,
pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesenjangan dan
keyakinan.
Kemampuan kognitif dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk
menggunakan pengetahuan yang dimiliki secara optimal untuk memecahkan
masalah yang berhubungan dengan diri dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu
pendidikan dan pembelajaran perlu diupayakan agar kemampuan kognitif para
siswa dapat berfungsi secara positif dan bertanggungjawab.
Untuk mengembangkan kemampuan kognitif siswa dalam memecahkan
masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki serta keyakinan
terhadap nilai-nilai moral yang menyatu dalam pengetahuannya, guru diharapkan
melatih penggunaan pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu ( procedural
knowledge) yang relevan dengan kemampuan normatif (declarative knowledge).
Hal ini berhubungan dengan penggunaan pendekatan dan metode mengajar yang
memungkinkan siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada