• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemfigoid Bulosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemfigoid Bulosa"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

REFERAT

PEMFIGOID BULOSA

KHAIRINA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

I. PENDAHULUAN ... 1

II. EPIDEMIOLOGI ... 2

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS ... 2

IV. GEJALA KLINIS ... 3

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ... 5

VI. DIAGNOSIS BANDING ... 8

VII. PENATALAKSANAAN ... 9

VIII. PROGNOSIS ... 13

IX. KESIMPULAN ... 13

(3)

PEMFIGOID BULOSA

I. PENDAHULUAN

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan

adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang tua

dengan erupsi bulosa yang kadang-kadang disertai rasa gatal menyeluruh dan

jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi.

Walter Lever adalah pelopor dalam mengklasifikasikan pemfigoid bulosa

sebagai suatu penyakit yang berbeda dari pemfigus dengan gambaran klinis dan

histologinya tersendiri. Pemfigoid bulosa memiliki prognosis yang lebih baik dari

pada pemfigus vulgaris. Klasifikasi pemfigoid bulosa dan pemfigus ini telah

ditetapkan dan dibenarkan sepenuhnya oleh gambaran imunopatologis yang

tersendiri dari penyakit ini.

1,2

Ciri khas lesi pemfigoid bulosa adalah suatu lepuh yang besar, tegang

timbul pada dasar kulit yang normal atau pada daerah eritematosa. Pada

pemeriksaan histopatologi pada pemfigoid bulosa menunjukkan lepuh sub

epidermal berisikan eosinofil. Pada pemeriksaan imunofluoresensi langsung

menunjukkan komponen komplemen ke-3 (C3) dan IgG pada membran basal

epidermis dan pada pemeriksaan imunofluoresensi tidak langsung menunjukkan

anti membran basal IgG dalam serum.

3-6

Pengobatan pemfigoid bulosa terdiri dari kortikosteroid topikal dan

sistemik serta agen imunosupresif. Sebelum pilihan terapi ditentukan, variabel

yang berhubungan dengan penyakit (luas dan gejala), dan dengan penderita (usia,

penyakit lainnya seperti diabetes, hipertensi dan tuberkulosis) harus

dipertimbangkan.

3

(4)

II. EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar pasien pemfigoid bulosa berusia di atas 60 tahun pada saat

timbulnya penyakit, dengan insiden puncak pada dekade 80-an atau

lebih.pemfigoid bulosa. Pemfigoid bulosa juga dapat terjadi di bawah umur 40-an

dengan sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dengan usia di atas 10 bulan.

Tidak diketahui predileksi secara etnik, rasial atau menurut jenis kelamin dari

perkembangan pemfigoid bulosa. Insidensi pemfigoid bulosa diperkirakan 7 juta

per tahun di Prancis dan di Jerman, dan 14 juta per tahun di Skotlandia. 2,3

III. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiologi pemfigoid bulosa ialah autoimunitas, tetapi penyebab yang

menginduksi produksi autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui

secara pasti. Sebagian besar kasus pemfigoid bulosa terjadi secara sporadis tanpa

faktor pencetus yang jelas. Akan tetapi terdapat beberapa laporan tentang pencetus

pemfigoid bulosa oleh cahaya ultraviolet (UV), baik UVB atau psoralen dengan

UVA dan terapi radiasi.

Antigen pemfigoid bulosa merupakan protein yang terdapat pada

hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian dari

zona membran basal epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah

melekatkan sel-sel basal dengan membrana basalis, strukturnya berbeda dengan

desmosom.

2,3

Ciri khas molekular dari antigen pemfigoid bulosa melalui metode

imunokimia menunjukkan bahwa autoantibodi pasien pemfigoid bulosa mengikat

dua molekul yang berbeda, antara lain antibodi terhadap molekul 230 kD yang

disebut BPAG1 atau BPAG1e dan antibodi terhadap molekul 180 kD yang

disebut BPAG2 atau kolagen tipe XVII yang merupakan produk dari gen yang

terletak pada kromosom yang berbeda.

2,3,6

1-4,6,8

BPAG1 yang juga dikenal sebagai BP230 merupakan molekul yang

memiliki ciri khas dan berat molekul 230 kD. BPAG1 merupakan intraseluler dan

(5)

lengan pendek dari kromosom. BPAG1 dikenal memiliki isoform-isoform yang

muncul dengan bentuk berbeda-beda pada jaringan epitel dan jaringan saraf.

Antigen BPAG1 merupakan target pada autoantibodi atau imunodominan epitop

yang berlokasi terutama pada akhir terminal karboksi yang diperantarai interaksi

dari filamen-filamen keratin intermediet dengan hemidesmosom.

BPAG2 yang juga dikenal sebagai BP180 dan kolagen tipe XVII,

memiliki berat molekul 180 kD dan merupakan molekul transmembran yang

banyak memiliki kolagen dan berada di sepanjang ekstraseluler yang terjadi pada

kondisi fisiologis. Gen BPAG2 telah dikloning dan berada pada lengan panjang

kromosom 10. BPAG2 berlokasi pada dinding desmosom dan pada ekstraseluler

berinteraksi dengan anyaman-anyaman filamen. Daerah ekstraseluler melekat

pada transmembran yang merupakan lokasi dari NC16A, yaitu imunodominan

epitop, walaupun epitop-epitop lain banyak ditemukan pada berbagai daerah dari

molekul termasuk daerah intraseluler, daerah ektodomain kolagen dan terminal

karboksi.

2,6

Bula yang terbentuk pada pemfigoid bulosa berasal dari lamina lusida,

yang terletak diantara membran sel basal dan lamina densa. Deposit IgG pada

mebran basal menyebabkan aktivasi komplemen melalui jalur klasik, dan

mekanisme amplifikasi C3 adalah penyebab aktivasi untuk jalur alternatif.

Perekrutan komponen-komponen inflamatorik penting untuk pemisahan

dermal-epidermal dan pembentukan bula pada pemfigoid bulosa. Komponen komplemen

yang aktif akan menarik leukosit dan menstimulasi sel mast untuk melepaskan

protease, histamin, proteoglikans, dan protease serin yang akan menarik eosinofil.

Sel-sel inflamatorik kemudian melekat pada membran basal dan protease-protease

tersebut selanjutnya mendegradasi komponen hemidesmosom yang menyebabkan

hilangnya lamina densa, menghasilkan pemisahan dermis dan epidermis.

2,6

2,3,6

IV. GEJALA KLINIS

Kebanyakan kasus pemfigoid bulosa diawali dengan timbulnya erupsi

prodromal seperti lesi urtikaria , dan berkembang selama berminggu-minggu

(6)

Awalnya tidak dijumpai gejala kecuali rasa gatal yang sedang sampai parah,

sehingga kemudian terdapat lesi erosi yang dapat mendahului pembentukan lepuh.

Tidak ada gejala konstitusional kecuali penyakit yang parah dan meluas.

Pada pemeriksaan fisik akan dijumpai lesi kulit yang papular eritematosa

atau lesi yang menyerupai urtikaria, bula yang besar, tegang dan terletak di

subepidermal yang terbentuk selama berbulan-bulan dan dapat timbul pada kulit

yang normal atau eritema dan terdiri dari cairan serosa atau hemoragik. Erupsi

dapat bersifat lokal atau generalisata, biasanya menyebar tapi juga berkelompok

dengan pola serpiginosa. Ruptur pada bula tidak semudah pada pemfigus, namun

kadang-kadang erosi yang lebar, memerah dan berdarah menjadi suatu masalah.

Biasanya bula akan kolaps dan berubah menjadi krusta.

1-3,5,8-10

Lesi pada pemfigoid bulosa dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja,

tetapi paling sering pada abdomen bagian bawah, paha bagian dalam atau bagian

depan dan lengan bawah bagian fleksor. Lesi membran mukosa terjadi pada

kira-kira 10 – 35 persen dari pasien dan hampir selalu terbatas pada membran mukosa

mulut, khususnya mukosa bukal. Pada bayi, lesi selalu dijumpai pada daerah

akral, dan pada anak-anak biasanya dijumpai keterlibatan daerah genital.

2-5

1-5

Gambar 1. Pemfigoid bulosa (A) bula besar dan tegang serta makula eritematosa

pada paha dan kaki bagian bawah (B) lesi urtikaria pada pemfigoid bulosa*

(7)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Histopatologi

Biopsi dari lepuh kecil yang baru memberi nilai diagnostik. Histologi dari

biopsi akan menunjukkan suatu lepuh subepidermal tanpa nekrosis epidermis

dan suatu infiltrat dermis superfisial yang berisikan limfosit, histiosit dan

eosinofil yang khas. Terdapat infiltrat dari yang padat sampai jarang dengan

ciri khas berisikan beberapa eosinofil. Biopsi lepuh yang berada pada dasar

yang eritema cenderung memiliki infiltrat yang lebih luas. Eosinofil juga

sering terlihat di dalam rongga lepuh. Netrofil mungkin tampak dalam infiltrat

tetapi jarang membentuk mikroabses pada ujung papila. Lesi-lesi urtikaria bisa

menunjukkan hanya suatu infiltrat dermis superfisial dari limfosit, histiosit,

dan eosinofil dengan edema papila dermis. Histologi dari lesi urtikaria juga

bisa memperlihatkan degranulasi eosinofil pada dermal-epidermal junction

dengan pemisahan dini dari sel basal individual dari membran basal dan

spongiosis eosinofilik. 2,3,5,9,11,12

Gambar 2. Histopatologi pemfigoid bulosa (A) lepuh pada sub-epidermal

dengan infiltrat sel radang yang berisi eosinofil pada permukaan dermis (B)

Degranulasi eosinofil pada membran basal epidermis dan spongiosis

eosinofilik.*

(8)

2. Imunologi

Imunofluoresensi direk

Imunofluoresensi direk tidak dapat dilakukan pada lepuh karena

imunoreaktan sering hilang pada atap lepuh. Pengambilan biopsi paling

baik pada daerah perilesi yaitu tidak lebih dari 2 cm dari lesi. Apabila

tidak ada lesi yang aktif, biopsi untuk imunofluoresensi dapat juga diambil

pada daerah kulit yang secara klinis tidak terlibat pada daerah paha bagian

depan atau fleksor lengan bawah dan pada permukaan mukosa. Sebaiknya

digunakan biopsi punch dengan ukuran 3 – 4 mm dan pada saat

pengambilan tidak perlu dalam.

Imunofluoresensi direk dari kulit tepi lesi pasien pemfigoid bulosa

menunjukkan penumpukan imunorektan dalam suatu bentuk linier pada

membran dasar epidermis. Pada hampir semua pasien dapat dideteksi C3,

kadang-kadang sebagai imunoreaktan tunggal, namun IgG juga terdeteksi

pada sebagian besar pasien.

2

2,3,5,9,11,12

Gambar 3. Imunofluoresensi direk pada daerah perilesi menunjukkan pita

linier C3 (pembesaran 340 kali) *

*Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan 3

Imunofluoresensi indirek

Imunofluoresensi indirek dapat dilakukan pada darah, cairan pada

bula dan urin. Cairan pada bula dan urin hanya dilakukan pada pasien

(9)

Imunofluoresemsi indirek pada 70-80 persen pasien pemfigoid

bulosa memiliki autoantibodi IgG sirkulasi pada membran dasar

epidermis. False positif jarang terjadi dan menemukan adanya

autoantibodi sirkulasi dapat menegakkan diagnosis pemfigoid

bulosa.

Apabila substrat imunofluoresensi diinkubasi dalam NaCl 1M

untuk memisahkan epidermis dan dermis pada lamina lusida, maka pada

pasien akan dapat terdeteksi antibodi dalam sirkulasi dengan persentase

yang lebih tinggi. Selain itu, antibodi pemfigoid bulosa juga berikatan

pada atap lepuh (yaitu dasar dari sel basal).

2,3,5,9,11,12

2,3,5,9,11,12

Gambar 4. Imunofluoresensi indirek menunjukkan pola linier IgG yang

terlihat pada membran dasar epidermis kulit normal (pembesaran 340

kali)*

*Dikutip sesuai dengan aslinya dari kepustakaan 3

Gambar 5. Imunofluoresensi indirek kulit normal yang diinkubasi dalam

NaCl 1M. IgG serum pemfigoid bulosa berikatan pada atap lepuh

(pembesaran 330 kali)”

(10)

VI. DIAGNOSIS BANDING

1. Pemfigus vulgaris

Pada pemfigus vulgaris, dinding bula biasanya kendur, mudah pecah, tersebar

secara generalisata, nikolsky’s sign positif dan berdasarkan pemeriksaan

histopatologis didapatkan bula yang terletak di intraepidermal.

2. Dermatitis herpetiformis

2

Pada dermatitis herpetiformis, biasanya keluhannya sangat gatal, ruam

polimorfik, dinding vesikel atau bula tegang dan berkelompok, serta

mempunyai tempat predileksi tertentu yaitu daerah sakrum, bokong, ekstensor

lengan atas, siku dan lutut.

3. Epidermolisis Bulosa Akuisita

2

Epidermolisis Bulosa Akuisita biasanya dapat dibedakan melalui kriteria

klinis apabila muncul sebagai penyakit mekanobulosa non inflamasi.

Adakalanya penyakit ini hadir sebagai suatu penyakit yang secara klinis dan

histopatologis tidak dapat dibedakan dengan pemfigoid bulosa. Epidermolisis

Bulosa Akuisita hanya dapat dibedakan dari pemfigoid bulosa melalui

pemeriksaan imunofluoresensi direk atau indirek pada kulit yang diinkubasi

dalam NaCl 1M dimana antibodi pasien Epidermolisis Bulosa Akuisita

berikatan dengan dasar lepuh (sisi dermis). 2,3,9

Gambar 6. IgG serum epidermolisis bulosa akuisita berikatan dengan dasar

lepuh / sisi dermis (pembesaran 215 kali)*

(11)

4. Pemfigoid sikatrisial

Pemfigoid sikatrisial biasanya menunjukkan aktifitas klinis yang terutama

pada membran mukosa. Pemfigoid sikatrisial ditandai oleh ginggivitis

deskuamatifa seperti halnya peradangan dan jaringan parut dari konjungtiva.

Apabila terdapat lepuh pada kulit, kemungkinan bersifat sementara atau dapat

terbentuk jaringan parut. Lepuh yang besar dan tegang yang merupakan ciri

khas pemfigoid bulosa, biasanya tidak dijumpai pada pemfigoid sikatrisial.2,9

VII. PENATALAKSANAAN

Sebelum pilihan terapi ditentukan, variabel yang berhubungan dengan

penyakit (luas dan gejala), dan dengan penderita (usia, penyakit lainnya seperti

diabetes, hipertensi dan tuberkulosis) harus dipertimbangkan. Tujuan terapi adalah

untuk menyembuhkan lesi dan mencegah pembentukan lesi baru. Munculnya lesi

baru yang hanya sementara tidak mengharuskan peningkatan dosis terapi.

Gambar 7. Algoritma pengobatan pemfigoid bulosa*

7

(12)

- Kortikostreoid

• Kortikosteroid topikal poten

Kortikosteroid topikal poten sebaiknya dipertimbangkan dan

merupakan pilihan pada penyakit yang terbatas atau terlokalisir, karena

varian ini menunjukkan respon baik terhadap terapi tersebut. 2,3,7,13

• Kortikosteroid oral

Sebagian besar penderita pemfigoid bulosa generalisata

memerlukan terapi sistemik. Agen sistemik yang paling banyak digunakan

adalah glukokortikoid. Prednison merupakan glukokortikoid paling sering

diberikan, dan cukup memadai sebagai satu-satunya terapi dalam sebagian

besar kasus.

Dosisnya adalah 1-2 mg/kgBB/hari atau 3-4 mg/kgBB/hari. Dosis

prednison yang lebih tinggi jarang dibutuhkan. Respon klinis biasanya

tampak dalam 1-4 minggu dan dinilai dari penyembuhan lesi dan

berhentinya pembentukan bula baru. Dosis prednison kemudian

diturunkan dalam jumlah relatif besar yaitu 10 mg pada permulaan, lalu

selanjutnya lebih sedikit yaitu 2,5-5 mg. Ketika dosis harian mencapai

30-40 mg, perubahan pemberian menjadi berselang-seling dilakukan untuk

mengurangi potensi efek samping jangka panjang glukokortikoid.

7,13,14

2,7,13

Terapi denyut steroid dengan metil prednisolon yang diberikan

secara intravena 0,5-1 gram/hari selama 3 hari berturut-turut, dianjurkan

untuk pengendalian awal pada kasus yang berat. Terapi ini jarang

diindikasikan pada penatalaksanaan pemfigoid bulosa.

- Agen imunosupresif

7

Obat imunosupresif diindikasikan terhadap penderita yang memerlukan

dosis pemeliharaan glukokortikoid dalam jumlah besar, pada penderita dengan

efek samping glukokortikoid, dan pada mereka yang tidak menunjukkan

respon komplit terhadap glukokortikoid. Agen imunosupresif yang paling

sering digunakan antara lain azatioprin, mikofenolat mofetil, siklofosfamid

(13)

• Azatioprin

Azatioprin merupakan antimetabolit purin yang merupakan derivat

imidazolil dari merkaptopurin. Efek imunosupresifnya lebih tinggi

dibandingkan merkaptopurin. Azatioprin biasanya digunakan dengan dosis

2-3 mg/kgBB/hari. Dosis dapat disesuaikan menurut respon klinis.

Umunya azatioprin dapat ditoleransi dengan baik.7,13

• Mikofenolat mofetil

Mikofenolat, yang merupakan prekursor asam mikofenolat adalah

suatu antimetabolit purin. Mikofenolat mofetil biasanya digunakan dengan

dosis 0,5-1 gram, yang diberikan 2 kali sehari. Mikofenolat mofetil dapat

efektif sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan glukokortikoid.7,13

• Siklofosfamid

Siklofosfamid merupakan agen alkilasi terhadap DNA pada

berbagai posisi, sehingga menyebabkan gangguan siklus DNA, reparasi

DNA dan apoptosis. Siklofosfamid diberikan dalam dosis 1-2

mg/kgBB/hari. Pemberian siklofosfamid dipertimbangkan hanya jika

dengan pengobatan lain gagal atau kontraindikasi.

• Metotreksat

7,13

Metotreksat adalah antimetabolit dan analog asam folat.

Metotreksat terbukti efektif dalam dosis kecil (hingga 12,5 mg/minggu)

sebagai terapi tunggal pada 12 penderita pemfigoid bulosa. Metotreksat

harus dipertimbangkan pada pasien psoriasis yang bersamaan dengan

pemfigoid bulosa.

- Modulator tingkat antibodi

7,13

• Terapi immunoglobulin intravena

Terapi immunoglobulin intravena berasal dari IgG plasma yang

dikumpulkan dan dimurnikan. Beberapa preparat immunoglobulin

intravena mengandung sedikit IgA. Terapi immunoglobulin intravena

dosis tinggi sangat efektif pada kasus tertentu. Diberikan dalam dosis

2g/kgBB/hari dalam 3-5 dosis terbagi untuk 1 siklus. Penderita biasanya

memerlukan 2-4 siklus (sekali dalam 3-4 minggu) pada permulaan dan 1-2

(14)

ditujukan pada kasus yang resisten. Dosis minimal 2g/kgBB/siklus dengan

interval bulanan selama 3 bulan atau lebih adalah pendekatan yang paling

sering digunakan.

• Plasmaferesis

7,13,15

Plasmaferesis adalah tindakan pemisahan plasma dari darah penderita

dengan menggunakan penyaring untuk memisahkan elemen selulernya.

Prosedur ini mengakibatkan terbuangnya antibodi yang bersifat patogen.

Plasmaferesis dilaporkan efektif untuk penatalaksanaan pemfigoid bulosa.

Tindakan tersebut dilaporkan pada kasus berat, bersamaan dengan

pemberian obat imunosupresif. Sering terjadi peningkatan kembali kadar

autoantibodi setelah plasmaferesis. Oleh sebab itu, prosedur tersebut

sebaiknya dilakukan bersamaan dengan pemberian obat imunosupresif.

Akan tetapi, hal tersebut sangat mahal, memerlukan banyak waktu dan

manfaatmya hanya sementara. 7,13

- Terapi lainnya

• Tetrasiklin atau eritromisin dengan atau tanpa niasinamid

Tetrasiklin dan antibiotik lain memiliki efek anti inflamasi dan

mungkin juga imunomodulasi. Mekanismenya belum jelas diketahui.

Niasinamid merupakan agen fisiologis yang mekanisme kerjanya dalam

penyakit bulosa dan penyakit kulit lainnya belum diketahui.

Tetrasiklin atau eritromisin dengan atau tanpa niasinamid telah

digunakan secara efektif. Kombinasi kedua obat tersebut sama efektifnya

dengan prednison. Tetrasiklin diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/hari dan

niasinamid 3 x 500 mg/hari. Penggunaan tetrasiklin dan niasinamid dapat

diindikasikan dalam 2 kondisi. Dalam kasus ringan, kombinasi dapat

menghasilkan remisi klinis tanpa penggunaan steroid. Pada kasus yang

lebih luas, penambahan kombinasi kedua obat tersebut pada pemberian

prednison berfungsi memberikan efek pelengkap steroid.

7,13

• Dapson

7,13

Dapson adalah contoh prototipe dari golongan obat sulfa.

Mekanisme kerja dapson dalam kondisi inflamasi belum jelas. Dapson

(15)

dapson biasanya dimulai dengan 50 mg/hari dan ditingkatkan 50 mg setiap

minggu sampai efek yang diharapkan tercapai.

• Takrolimus topikal

7,13

Takrolimus topikal juga dilaporkan sangat berguna pada beberapa

kasus pemfigoid lokalisata. 3

VIII. PROGNOSIS

Pemfigoid bulosa biasanya sembuh sendiri walaupun tanpa pengobatan,

tetapi bisa bertahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Lamanya penyakit

biasanya 3 – 6 tahun, dan kebanyakan pasien yang diobati mencapai remisi

lengkap. Pemfigoid bulosa dapat berakibat fatal, terutama bila terjadinya lepuh

aktif pada usia lanjut dan sekitar sepertiga pasien yang tidak diobati meninggal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya prognosis buruk dan kematian pada

pemfigoid bulosa adalah usia, luasnya penyakit, skor Karnofsky yang rendah,

albumin yang rendah dan steroid dosis tinggi. Penyakit yang terlokalisata sangat

responsif terhadap pengobatan dan terjadinya remisi. 2,9

IX. KESIMPULAN

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan

adanya bula subepidermal pada kulit. Sebagian besar pasien pemfigoid bulosa

berusia di atas 60 tahun. Ciri khas lesi pemfigoid bulosa adalah suatu lepuh yang

besar, tegang, timbul pada dasar kulit yang normal atau pada daerah eritematosa.

Pada pemeriksaan histopatologi pada pemfigoid bulosa menunjukkan lepuh sub

epidermal berisikan eosinofil. Pengobatan terdiri dari kortikosteroid topikal,

(16)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mimouni H, Nousari HC. Bullous pemphigoid. Dermatology Therapy.

2002;15;369-73.

2. Wojnarowska F, Venning VA. Immunobullous Disease. Dalam : Burns T,

Breathnach S, Cox N, Griffiths C, penyunting. Rook’s textbook of

dermatology. Edisi ke-8. UK : Wiley Blackwell; 2010. h. 40.1-40.58.

3. Stanley JR. Bullous pemphigoid. Dalam : Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,

Gilchrest BA, Paller AS, Lffell Dj, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in

general medicine. Edisi ke-7. New York : McGraw Hill Companies; 2008.

h.475-80.

4. James WD, Berger TG, Elston DM, editor. Andrew’s diseases of the skin

clinical dermatology, Edisi ke-10. United States of America : Saunders

Elsevier; 2006.

5. Ghohestani RF, Novotney J, Chaudhary M, Agah RS. Bullous Pemphigoid :

From the Bedside to the Research Laboratory. Clinics in Dermatology.

2001;19;690-6.

6. Kasperkiewicz M, Zillikens D. The Pathophysiology of Bullous Pemphigoid.

Clinic Rev Allerg Immunol. 2007; 33; 67-7.

7. Mutasim DF, Management of autoimmune bullous disease : pharmacology

and therapeutics. J Am Acad Dermatol. 2004. 51(6); 859-76.

8. Sterry W, Paus R, Burgdorf W. Thieme Clinical Companions Dermatology.

Edisi ke-5. USA : Georg Thieme Verlag KG; 2005.

9. Laffitte E, Borradori L. Bullous Pemphigoid : Clinical Features, Diagnostic

Markers, and Immunopathogenic Mechanisms. Dalam : Hertl M, penyunting.

Autoimmune Disease of the Skin. Edisi ke-2. New York : Springer; 2005.h.

71-87.

10.Yeh SW, Ahmed B, Sami N, Ahmed AR. Blistering disorders : diagnosis and

treatment. Dermatologic Therapy. 2003; 16; 214-23.

11.Kempf W, Hantschke M, Kutzner H, Burgdorf WHC. Dermatopathology.

(17)

12.Mihai S, Sitaru C. Immunopathology and molecular diagnosis of autoimmune

bullous diseases. J Cell Mol 2007; 11(3); 462-81.

13.Wojnarowska F. Kirtschig G, Highet AS, Venning VA, Khumalo NP.

Guideline for the management of bullous pemphigoid. British Journal of

Dermatology. 2002; 147; 214-21.

14.Nousari HC, Anhalt Gj. Pemphigus and bullous pemphigoid. The lancet.

1999; 354; 667-72.

15.Ahmed AR. Intravenous immunoglobulin therapy for patients with bullous

pemphigoid unresponsive to conventional immunosuppressive treatment. J

Gambar

Gambar 3. Imunofluoresensi direk pada daerah perilesi menunjukkan pita
Gambar 4. Imunofluoresensi indirek menunjukkan pola linier IgG yang
Gambar 6. IgG serum epidermolisis bulosa akuisita berikatan dengan dasar

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

melakukan penelitian singkat di Negeri Sembilan. Sama dengan masa Jurusan Antropologi dan Sosiologi bergabung dengan Fakultas Sastra FISIP tetap melakukan kerjasama

Dengan hasil ini menunjukkan bahwa saat user mengakses sebuah website dengan tampilan yang belum mampu menyesuaikan dengan environment dari smartphone/tablet seperti

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aset adalah kegiatan pengelolaan suatu barang yang memiliki nilai dan manfaat yang bisa digunakan

Beberapa studi kasus optimasi pelapisan material viskoelastik pada struktur pelat elastik akan dicoba diselesaikan dengan menggunakan metode yang telah dikembangkan dalam

Maka, tugas kita ke depan adalah bagaimana meletakkan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada titik pendulum yang moderat demi terwujudnya tujuan dari keberadaan Pancasila itu

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengambarkan kemampuan membaca ekstensif siswa Kelas VIII SMP

[r]

PLC lama yang digunakan diruang diesel BRV20 harus diganti dengan PLC baru karena mengalami kerusakan.Setelah dilakukan penggantian PLC dilakukan uji fungsi start