FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PRODUKSI NELAYAN DI DESA TASIK AGUNG
KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Ari Wahyu Prasetyawan
NIM. 7450406511
JURUSAN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
Skripsi pada:
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Muhsin, M.Si Dr. Etty Soesilowati, M.Si NIP. 195411011980031002 NIP. 196304181989012001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
Dr. Hj. Suci Hatiningsih, DWP, M.Si NIP. 196812091997022001
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. Muhsin, M.Si Dr. Etty Soesilowati, M.Si NIP. 195411011980031002 NIP. 196304181989012001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik
sebagian ataupun seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik
ilmiah. Apabila di kemudian hari terbukti skripsi ini adalah hasil jiplakan
dari karya tulis orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
Semarang, Juni 2011
Ari Wahyu Prasetyawan
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
Apabila anda berbuat kebaikan kepada orang lain, maka anda telah berbuat
baik terhadap diri sendiri. (Benyamin Franklin)
Ketergesaan dalam setiap usaha membawa kegagalan. (Herodotus)
Kesempurnaan itu ada, tetapi anda harus mencarinya. (Pep Guardiola)
Kemenangan yang seindah – indahnya dan sesukar – sukarnya yang boleh
direbut oleh manusia ialah menundukan diri sendiri. (Ibu R.A Kartini)
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
skripsi ini akan kupersembahkan untuk :
1. Untuk kedua orang tuaku yang senantiasa
selalu memberikan dukungan, kasih
sayang dan do’a demi keberhasilanku.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan
karuniaNya, serta kemudahan dan kelapangan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI NELAYAN DI DESA TASIK AGUNG
KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG” dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk menyelesaikan studi strata 1 (satu) guna meraih
gelar Sarjana Ekonomi. Penulis menyampaikan rasa terima kasih atas segala
bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada :
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si Rektor Universitas Negeri
Semarang, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
menimba ilmu dengan segala kebijakannya.
2. Drs. S. Martono, M.Si Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang, yang dengan kebijakannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi dengan baik.
3. Dr. Hj. Sucihatiningsih DWP, M.Si, Ketua jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang dan Dosen Penguji yang telah
memberikan kesempatan untuk mengadakan ijin observasi dan penelitian serta
yang telah baik menguji dan memberikan arahan sehingga skripsi ini dapat
4. Drs. H. Muhsin, M.Si Dosen Pembimbing I yang telah baik hati meluangkan
waktunya dan memberikan kemudahan dalam bimbingan dan saran kepada
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
5. Dr. Etty Soesilowati, M.Si, Dosen pembimbing II yang telah mencurahkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, dan arahan selama penyusunan
skripsi.
6. Kedua orang tuaku tercinta, Murgi Prasetyo Basuki dan (Almh) Hj. Rusmiati
atas kasih sayang, motivasi, nasehat, dan doa yang diberikan tiada henti.
7. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang beserta staf yang
telah memberikan informasi dan data-data yang dibutuhkan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
8. Para nelayan di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten
Rembang atas kesediaanya menjadi responden dalam pengambilan data
penelitian ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan rezeki-Nya
serta membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Saran dan
kritik membangun terhadap skripsi ini sangat diharapkan penulis untuk
kesempurnaan tulisan selanjutnya.
Semarang, Juni 2011
ABSTRAK
Prasetyawan, Ari W. 2011. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Produksi
Nelayan Di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
Skripsi, Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I. Drs. H. Muhsin, M.Si. Pembimbing II. Dr. Etty Soesilowati, M.Si.
Kata kunci : Modal, Tenaga Kerja, Lama Melaut, Iklim, dan Hasil Produksi. Hasil produksi nelayan sebagai variabel terikat, variabel bebasnya yaitu modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim. Tujuan yang dikaji dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan modal, tenaga kerja, lama melaut, iklim dan hasil produksi, mengetahui adakah pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim terhadap hasil produksi nelayan dan mengetahui seberapa besar pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut dan iklim terhadap hasil produksi nelayan dan mengatasi kendala nelayan dari para tengkulak/pengepul.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nelayan di desa Tasik Agung yang berjumlah 4.271 nelayan. Pengambilan sampel menggunakan teknik area
proportional random sampling berjumlah 98 responden. Variabel bebas dalam
penelitian ini adalah modal (X1), tenaga kerja (X2), lama melaut (X3), iklim
(Dummy), variabel terikat (Y) adalah hasil produksi nelayan. Metode pengumpulan data dengan metode kuesioner dan dokumentasi. Metode analisis yang yang digunakan analisis deskriptif dan regresi dengan program SPSS 16 for windows.
Berdasarkan hasil analisis deskriptif diperoleh modal dalam kategori rendah, tenaga kerja dalam kategori sedikit, lama melaut dalam kategori cukup panjang, iklim dalam kategori baik dan hasil produksi dalam kategori cukup tinggi. koefisien determinasi (R2) yang diperoleh adalah sebesar 80,2% dan sisanya sebesar 19,8% dipengaruhi oleh faktor yang lain diluar model penelitian. Sedangkan dari hasil pengujian secara simultan diperoleh Fhitung sebesar 94,276
yang memperoleh signifikansi 0,000. Dari hasil uji secara parsial parsial masing-masing variabel bebas adalah 39,56% untuk modal,8,94% untuk tenaga kerja, 7,84% untuk lama melaut dan 12,74% untuk iklim. Hasil regresi berganda yaitu LnY = -1,485+0,787LnX1+0,239X2+0,168X3+0,173Dummy. Analisis regresi
menunjukkan adanya pengaruh positif antara modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim terhadap hasil produksi nelayan Tasik Agung.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Manfaat Penelitian ... 14
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Penggolongan Nelayan ... 15
2.1.1 Pengertian Nelayan ... 15
2.1.2 Penggolongan Nelayan ... 15
2.2 Teori Produksi ... 17
2.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 18
2.3 Variabel Dummy ... 20
2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi Nelayan ... 20
2.4.1 Modal ... 20
2.4.3 Lama Melaut ... 32
2.4.4 Iklim ... 34
2.4.5 Hasil Produksi ... 37
2.5 Penelitian Terdahulu ... 38
2.6 Kerangka Berpikir... 41
2.7 Hipotesis... 43
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi... 45
3.2 Sampel ... 46
3.3 Variabel Penelitian... 49
3.3.1 Variabel Bebas ... 50
3.3.2 Variabel terikat... 51
3.4 Pengumpulan Data ... 52
3.4.1 Dokumentasi ... 52
3.4.2 Interview ... 53
3.4.3 Angket (Kuesioner)... 54
3.5 Pengujian Alat Pengumpulan Data ... 55
3.5.1 Validitas ... 55
3.5.2 Reliabilitas ... 58
3.6 Metode Analisis Data ... 61
3.6.1 Analisis Deskriptif ... 61
3.6.2 Koefisien Determinasi (R2) ... 64
3.6.3 Uji F ... 65
3.6.4 Uji t ... 65
3.6.5 Analisis Regresi Linier Berganda ... 65
3.6.6 Uji Asumsi Klasik ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 70
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 70
4.2.1.1 Deskripsi Indikator Biaya Perawatan ... 72
4.2.1.2 Deskripsi Indikator Biaya Pengeluaran Produksi ... 73
4.2.2 Deskripsi Tenaga Kerja ... 74
4.2.2.1 Deskripsi Indikator Jumlah Tenaga Kerja ... 74
4.2.3 Deskripsi Lama Melaut ... 75
4.2.3.1 Deskripsi Indikator Lama Waktu di Laut ... 75
4.2.4 Deskripsi Hasil Produksi ... 76
4.2.4.1 Deskripsi Indikator Jumlah Produksi Nelayan ... 76
4.3 Analisis Regresi Berganda ... 77
4.3.1 Pengaruh Modal, Tenaga Kerja, Lama Melaut, Iklim Terhadap Hasil Produksi Nelayan di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ... 77
4.3.1.1 Koefisien Determinasi (R2)... 77
4.3.1.2 Uji F ... 78
4.3.1.3 Uji t ... 79
4.3.1.4 Persamaan Regresi Linier ... 81
4.3.1.5 Asumsi Klasik ... 84
4.4 Kendala-kendala yang dihadapi Nelayan Tasik Agung ... 88
4.5 Pembahasan... 89
4.5.1 Deskripsi Modal, Tenaga Kerja, Lama Melaut, Iklim dan Hasil Produksi Nelayan di Desa Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang ... 89
4.5.1.1 Modal ... 89
4.5.1.2 Tenaga Kerja ... 90
4.51.3 Lama Melaut ... 91
4.5.1.4 Iklim ... 92
4.5.1.5 Produksi Nelayan ... 94
4.5.2 Pengaruh dan Besarnya Modal, Tenaga Kerja,
Lama Melaut, dan Iklim Terhadap Hasil Produksi
4.5.3 Mengatasi Kendala Nelayan Dari Para
Tengkulak/Tauke ... 96
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 98
5.2 Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 101
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Produksi Ikan Menurut Jenis Perikanan di Kabupaten Rembang
Tahun 2006-2008 (Ton) ... 4
1.2 Produksi Ikan Menurut Jenis Perikanan di Kabupaten Rembang Tahun 2006-2008 (Rp)... 4
1.3 Produksi Nilai Ikan Laut Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Rembang Tahun 2008... 5
1.4 Perkembangan Produksi dan Raman TPI Rembang Tahun 2005-2009... 7
1.5 Perkembangan Produksi dan Raman TPI Pati Tahun 2005-2009... 7
1.6 Perbandingan Perkembangan Produksi Dan Raman TPI Antara Pati Dan Rembang Tahun 2005-2009 ... 8
3.1 Populasi Nelayan Berdasarkan Wilayah Dusun di Desa Tasik Agung ... 45
3.2 Sampel Nelayan Berdasarkan Wilayah Dusun di Desa Tasik Agung ... 47
3.3 Skor Jawaban Angket... 55
3.4 Perhitungan Validitas Uji coba Angket Penelitian Variabel Modal ... 57
3.5 Perhitungan Validitas Uji coba Angket Penelitian Variabel Tenaga Kerja ... 57
3.6 Perhitungan Validitas Uji coba Angket Penelitian Variabel Lama Melaut... 57
3.7 Perhitungan Validitas Uji coba Angket Penelitian Variabel Hasil Produksi... 57
3.8 Hasil Uji Coba Reliabilitas Angket Modal ... 59
3.9 Hasil Uji Coba Reliabilitas Angket Tenaga Kerja ... 60
3.10 Hasil Uji Coba Reliabilitas Angket Lama Melaut ... 60
3.12 Jenjang Kriteria Variabel Modal ... 62
3.13 Jenjang Kriteria Variabel Tenaga Kerja... 63
3.14 Jenjang Kriteria Variabel Lama Melaut ... 64
3.15 Jenjang Kriteria Variabel Hasil Produksi Nelayan ... 64
4.1 Hasil Analisis Deskripsi indikator Biaya Perawatan... 72
4.2 Hasil Analisis Deskripsi indikator Biaya Pengeluaran produksi ... 73
4.3 Hasil Analisis Deskripsi indikator Jumlah Tenaga Kerja ... 74
4.4 Hasil Analisis Deskripsi indikator Lama waktu di laut... 75
4.5 Hasil Analisis Deskripsi indikator Jumlah produksi nelayan... 76
4.6 Hasil Perhitungan Koefisien Determinasi (R2) ... 77
4.7 Hasil Analisis Uji F ... 78
4.8 Hasil Analisis Uji t ... 79
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Kerangka Berpikir ... 43
4.1. Grafik Histogram Uji Normalitas Model Regresi... 84
4.2. Grafik Normal P-P Plot... 85
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Kisi - Kisi Instrumen Penelitian... 105
2. Instrumen Penelitian ... 107
3. Uji Coba Validitas Angket Penelitian ... 113
4. Uji Coba Reliabilitas Variabel Modal... 114
5. Uji Coba Reliabilitas Variabel Tenaga Kerja... 115
6. Uji Coba Reliabilitas Variabel Lama Melaut... 116
7. Uji Coba Reliabilitas Variabel Hasil Produksi... 117
8. SPSS Realibilitas ... 118
9. Penentuan Kriteria Deskriptif Modal ... 120
10. Penentuan Kriteria Deskriptif Tenaga Kerja... 123
11. Penentuan Kriteria Deskriptif Lama Melaut ... 124
12. Penentuan Kriteria Deskriptif Hasil Produksi... 125
13. Regresi ... 126
14. Dokumentasi Penelitian ... 130
15. Angket Penelitian... 133
16. Rekapitulasi Data Penelitian ... 134
17. Deskripsi Persentase ... 136
18. Surat Ijin Penelitian... 140
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara bahari dengan luas lautan mencapai dua
pertiga luas tanah air. Kelautan dapat menjadi tumpuan atau arus utama
pembangunan hingga bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan bangsa saat ini
dan masa depan, seharusnya sektor kelautan dan perikanan mendapat perhatian
yang lebih dari pemerintah. Perikanan laut di Indonesia sebagian besar merupakan
perikanan rakyat, dan hanya sebagian kecil merupakan perikanan industri.
Perikanan rakyat sendiri sampai saat ini masih bersifat tradisional, artinya
pengolahan yang dilakukan menerapkan informasi dari luar yang lebih modern,
masih mengikuti generasi yang mewarisinya serta masih menggunakan peralatan
sederhana.
Sektor kelautan dan perikanan merupakan salah satu sektor ekonomi yang
memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi nasional, khususnya dalam
penyediaan bahan pangan protein, perolehan devisa, dan penyediaan lapangan
pekerjaan. Pada saat krisis ekonomi, peranan sektor perikanan semakin signifikan,
terutama dalam hal mendatangkan devisa. Akan tetapi ironisnya, sektor perikanan
selama ini belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan kalangan
pengusaha, padahal bila sektor perikanan dikelola secara serius akan memberikan
mengentaskan kemiskinan masyarakat Indonesia terutama masyarakat nelayan
dan petani ikan (Mulyadi, 2005 :15).
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad (2010-2014),
pembangunan perikanan budidaya diharapkan dapat mendorong peningkatan
produksi sebesar 3,53 persen, yaitu dari 5,26 juta ton menjadi 16,89 juta ton.
Untuk mencapai peningkatan produksi yang besar tersebut, komoditas perikanan
budidaya yang akan didorong dan dipacu pengembangannya terutama adalah
rumput laut, lele, patin, bandeng dan kerapu. Komoditas tersebut, sangat
berpeluang untuk ditingkatkan produksinya dan menjadi nomor satu di dunia,
mengingat potensi lahan yang tersedia sangat besar, kemudian teknologi budidaya
juga mudah dan sudah dikuasai masyarakat, apalagi permintaan pasar cukup besar
(http://ikbal-tugasmanajemenstrategik.blogspot.com/2010/04/grand-strategi-kelautan-untuk-menjaga.html).
Pesisir merupakan daerah yang sarat akan potensi kelautan, tetapi pada
dasarnya masyarakat pesisir yang sebagian bermata pencaharian sebagai nelayan
masih identik dengan masalah kemiskinan yang sampai saat ini masih menjadi
fenomena klasik pesisir. Karena tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan hidup
yang rendah, dalam struktur masyarakat nelayan, nelayan buruh merupakan
lapisan sosial yang paling miskin, sedangkan sebagian besar nelayan di Indonesia
adalah nelayan buruh (Kusnadi, 2003 dalam Ekaningdyah, 2005). Oleh karena itu,
upaya-upaya untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan menjadi
Dari segi potensi wilayah, Laut Jawa relatif kecil dibandingkan wilayah lain.
Namun armada penangkapan perikanan di daerah ini sangat banyak jumlahnya.
Ini disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk yang cukup tinggi dan selama
ini sektor perikanan kebanyakan merupakan lahan pekerjaan yang fleksibel dalam
menampung pengangguran yang semakin tinggi. Akibatnya terjadi eksploitasi
sumberdaya perikanan yang berlebihan sehingga terjadi tangkap lebih (over
fishing) di kebanyakan perairan yang padat penduduk. Hal ini diperkeruh oleh
sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dan fasilitas penunjang lain yang
terkonsentrasi di Pulau Jawa (Khusnul Yaqin dkk 2003, dalam Waridin 2005).
Potensi sumber daya perikanan dan kelautan Jawa Tengah sangatlah besar.
Kegiatan perikanan memiliki peranan yang sangat besar dalam memperbaiki nilai
gizi masyarakat, peningkatan taraf hidup bagi penduduk terutama masyarakat
nelayan, serta bagi perekonomian Indonesia. Kondisi laut Indonesia sangat besar
pengaruhnya dalam penambah pendapatan nasional dari hasil ekspor dan impor
melalui usaha kegiatan perikanan. Wilayah Indonesia terdiri dari banyak pulau,
sehingga masyarakat Indonesia banyak yang bekerja sebagai nelayan. Salah satu
kebutuhan yang mutlak diperlukan untuk memajukan kegiatan industri perikanan
dan merealisasikan program peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir adalah
dengan menyediakan prasarana pelabuhan perikanan yang memadai. Prasarana
pelabuhan perikanan yang telah ada dan akan dibangun akan merupakan basis
kegiatan pengadaan produksi perikanan di pantai dan menjadi pusat komunikasi
Kabupaten Rembang merupakan salah satu wilayah yang memberikan
kontribusi paling besar dari hasil penangkapan ikan di Jawa Tengah. Salah satu
sumber devisa bagi Kabupaten Rembang adalah sektor perikanan. Sektor
perikanan ini meliputi perikanan laut, perikanan budidaya seperti tambak, kolam,
karamba, dan sawah.
Dapat dilihat berdasarkan Tabel 1.1 ditunjukan bahwa produksi perikanan
laut di Kabupaten Rembang pada tahun 2006 mengalami penurunan dari 37.889
ton menjadi 26.242 ton pada tahun 2007. Namun, pada tahun 2008 kembali
mengalami penurunan menjadi 20.897 ton.
Tabel 1.1 Produksi Ikan Menurut Jenis Perikanan Di Kabupaten Rembang
Tahun 2006-2008 (Ton)
No. Jenis Perikanan 2006 2007 2008
1. Perikanan Laut 37.889 26.242 20.897
2. Perikanan Budidaya
i. Tambak ii. Kolam iii. Karamba iv. Sawah 559 546 13 0 0 338 315 23 0 0 299 299 0 0 0
Jumlah 38.448 26.580 21.196
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan, 2008
Tabel 1.2 Produksi Ikan Menurut Jenis Perikanan Di Kabupaten Rembang
Tahun 2006-2008 (000 Rp)
No. Jenis Perikanan 2006 2007 2008
1. Perikanan Laut 142.946.128 126.823.250 143.993.312
2. Perikanan Budidaya
i. Tambak ii. Kolam iii. Karamba iv. Sawah 5.840.360 5.741.534 98.772 0 0 4.543.280 4.352.420 190.860 0 0 4.762.600 4.762.600 0 0 0
Jumlah 148.786.434 131.366.530 148.755.912
Berdasarkan tabel 1.2 diatas jenis ikan yang dominan dihasilkan dilihat dari
nilai produksinya di Kabupaten Rembang adalah pada perikanan laut bisa dilihat
dari tahun 2006 mencapai Rp. 142.946.128 tetapi pada tahun 2007 mengalami
penurunan menjadi Rp. 126.823.250 namun, pada tahun 2008 kembali mengalami
kenaikan menjadi lebih tinggi dari tahun 2006 yaitu sebesar Rp. 143.993.312.
Tabel 1.3
Produksi Nilai Ikan Laut Menurut Jenis Ikan di Kabupaten Rembang Tahun 2008
Jenis ikan Kind of fish
Produksi (kg) Production
Nilai (Rp) Value
1. Layang 13.732.135 64.237.890.700
2. Bawal Hitam 536.452 10.763.082.500
3. Kembung 3.584.785 28.182.896.500
4. Selar 4.463.164 26.317.540.200
5. Tembang/Jui 4.072.850 9.720.404.200
6. Tongkol 1.971.656 13.931.680.500
7. Tenggiri 160.190 3.153.466.700
8. Cumi-cumi 667.055 9.824.448.300
9. Petek 1.279.270 2.045.081.000
10.Tiga Waja 193.945 525.450.500 11.Ekor Kuning 629.837 1.298.977.400
12.Pari/peh 75.025 317.937.000
13.Layur - -
14.Kapasan 116.808 1.038.061.600
15.Demang/Swangi 361.910 1.539.662.600
16.Baracuda/Tunul - -
17.Badong - -
18.Krisik Kecil - -
19.Balak/Boloso 91.291 402.229.900
20.Bambangan - -
21.Manyung - -
22.Cucut - -
23.Teri 8.842 85.060.00
24.Udang 86 4.380.000
25.Rajungan 1.330 72.809.000
26.Lemuru 117.284 349.864.000
27.Kerapu 19.156 153.203.000
28.Bukur - -
29.Kwee 37.677 316.565.500
30.Kurisi 10.500 69.656.500
31.Ikan Lainnya 2.498.252 33.880.855.500 JUMLAH/ Total 2008
2007 2006 34.629.500 26.241.715 37.888.761 208.231.203.100 126.823.250.405 142.946.128.500
Pada beberapa tahun terakhir jumlah ikan yang didaratkan di TPI Kabupaten
Pati dan Kabupaten Rembang berfluktuasi. Ada yang mengalami kenaikan dan
ada juga yang mengalami penurunan. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
sudah jenuhnya (over fishing) sumberdaya perikanan di Laut Jawa terutama untuk
jenis ikan pelagis (Squires et al., 2003 dalam Budi Sudaryanto, 2006).
Kebanyakan nelayan di pantai utara Jawa Tengah seperti Kabupaten Pati dan
Kabupaten Rembang menggunakan purse seines, yaitu jenis alat tangkap yang
digunakan untuk menangkap ikan pelagis. Selain itu juga dijumpai ada beberapa
TPI yang dalam memberikan pelayanannya kurang memuaskan baik dalam hal
keamanan maupun harga. Hal tersebut mengakibatkan para nelayan mendaratkan
ikannya ke tempat lainnya bahkan ada juga yang secara langsung menjual hasil
tangkapannya di tengah laut. Untuk dapat menarik nelayan agar mau mendaratkan
ikannya di TPI diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah dan pelaku
usaha perikanan terutama dalam hal membenahi kinerja pengelolaan TPI yang
sementara ini belum mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada
Tabel 1.4
Perkembangan Produksi Dan Raman TPI Rembang Tahun 2005 - 2009
NO TPI PRODUKSI Jan s/d Des (kg)
T.A 2005 T.A 2006 T.A 2007 T.A 2008 T.A 2009
1 Tunggul sari 13.628 10.312 9.230 2.659 3.088 2 Tanjung sari 3.403.423 2.229.918 2.102.889 2.539.386 2.250.951
3 Tasik agung 1 18.951.295 22.661.327 12.487.567 17.703.993 13.683.960
4 Tasik agung 2 0 1.877.584 1.391.000 1.120.172 2.448.799 5 Pasar banggi 9.277 39.167 2.961 2.369 2.671 6 Pangkalan 30.843 33.443 6.516 7.394 6.307 7 Pandangan 875.952 688.217 813.111 626.281 581.913 8 Karang lincak 1.664 1.369 1.035 35.286 800
9 Bakung 278 119 30 60 -
10 Karanganyar 3.854.593 3.829.490 4.912.541 4.726.239 7.021.866 11 Sarang 4.286.746 6.470.577 5.338.907 8.016.932 11.054.157 12 Binangun 1.138 363 1.275 2.123 - JUMLAH 31.428.837 37.841.886 27.067.062 34.782.894 37.054.512
Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Rembang, 2009
Tabel 1.5
Perkembangan Produksi Dan Raman TPI Pati Tahun 2005 - 2009
PRODUKSI Jan s/d Des (Kg)
No. TPI
T.A 2005 T.A 2006 T.A 2007 T.A 2008 T.A 2009
1. Bajomulyo I 8.809.461 6.345.771 9.653.541 5.194.677 6.668.993 2. Bajomulyo II 23.987.624 27.653.412 22.437.072 24.518.723 30.572.498
3. Pecangaan 8.736 8.651 11.919 3.923 4.437
4. Margomulyo 3.853 4.563 1.261 3.074 4.269
5. Sambiroto 1.542 3.703 1.983 694 536
6. Alasdowo 682 705 641 -
-7. Banyutowo 1.452.634 1.002.972 1.165.710 1.565.995 965.467
8. Puncel 158.997 134.828 132.920 184.977 161.279
Jumlah 34.423.529 35.154.605 33.405.047 31.472.063 38.377.479
Tabel 1.6
Perbandingan Perkembangan Produksi Dan Raman TPI Antara Pati
Dan Rembang Tahun 2005-2009
No. Tahun TPI Pati TPI Rembang
1. 2005 43.029,4% 26.190,7%
2. 2006 43.943,3% 31.534,9%
3. 2007 41.756,3% 22.55,9%
4. 2008 39.340,1% 28.985,7%
5. 2009 47.971,8% 30.876,8%
Sumber: data primer diolah, 2011
Berdasarkan tabel 1.6 dapat dilihat perkembangan hasil produksi nelayan
yang didapat dari tahun 2005-2009 di TPI Rembang dan TPI Pati. Untuk TPI di
Rembang dengan perolehan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan hasil
produksi yang didapat pada TPI Pati. Dapat dilihat dari perbandingan antara TPI
Pati dengan TPI Rembang dari tahun 2005-2009 TPI Pati lebih unggul daripada
TPI Rembang. Pada tahun 2005 TPI Pati perkembangan hasil produksinya sebesar
43.029% dibandingkan TPI Rembang hanya 26.190,7%. Dan pada tahun 2006
TPI Pati perkembangan hasil produksinya sebesar 43.943,3% dan untuk TPI
Rembang sebesar 31.534,9%. Sedangkan pada tahun 2007 TPI Pati dengan
perkembangan produksinya sebesar 41.756,3% dan untuk TPI Rembang dengan
perkembangan produksi sebesar 22.55,9%. Serta pada tahun 2008 perkembangan
produksi TPI Pati sebesar 39.340,1% dan TPI Rembang dengan perkembangan
perkembangan produksi TPI sebesar 47.971,8% dan untuk TPI Rembang
perkembangan produksinya sebesar 30.876,8%.
Salah satu tugas TPI adalah untuk melakukan transaksi jual beli melalui
pelelangan sehingga harga ikan menjadi lebih tinggi dan stabil serta memberikan
keuntungan bagi nelayan. Untuk menjaga kestabilan harga diperlukan usaha-usaha
untuk mengoptimalkan fungsi dari TPI. Sebab untuk TPI di daerah Rembang
masih kurang optimal dikarenakan kebanyakan para nelayan di daerah Rembang
khususnya TPI dengan produksi yang paling tinggi yaitu pada TPI Tasik Agung
belum dapat menarik sepenuhnya nelayan Tasik Agung untuk menjual hasil
tangkapannya pada TPI Tasik Agung. Hal ini dikarenakan TPI Tasik Agung
belum mampu memberikan koordinasi yang baik antara pemerintah dan pelaku
usaha perikanan terutama dalam hal membenahi kinerja pengelolaan TPI yang
belum mampu memberikan pelayanan yang maksimal kepada nelayan. Untuk itu,
nelayan di daerah Tasik Agung lebih memilih untuk menjual hasil tangkapannya
kepada para tengkulak/pengepul/tauke sehingga fungsi dari TPI itu sendiri kurang
optimal.
Tempat pelelangan Ikan (TPI) yang secara konseptual disediakan oleh
pemerintah untuk membantu nelayan dalam memasarkan hasil, ternyata belum
optimal. Kendala yang dihadapi TPI dalam mengundang nelayan untuk
menggunakan fasilitas yang tersedia ternyata terjadi karena alasan sosiologis di
mana nelayan telah menjalin hubungan dengan tauke dalam hubungan patron
nelayan mempunyai kewajiban untuk menjual hasil tangkapannya kepada
tauke.(Mulyadi, 2005: 159).
Bagi penduduk desa Tasik Agung, sumber daya laut merupakan potensi
utama yang menggerakkan perekonomian desa. Secara umum, kegiatan
perekonomian desa bersifat fluktuatif karena sangat bergantung pada tinggi
rendahnya produktivitas perikanan. Jika produktivitasnya tinggi, tingkat
penghasilan nelayan akan meningkat, sehingga daya beli masyarakat yang
sebagian besar nelayan juga akan meningkat. Sebaliknya, jika produktivitas
rendah, tingkat penghasilan nelayan akan menurun sehingga tingkat daya beli
masyarakat rendah. Kondisi demikian sangat mempengaruhi kuat lemahnya
perekonomian desa (Kusnadi, 2002 dalam Ekaningdyah, 2005).
Ketergantungan nelayan Tasik Agung terhadap laut, menjadi salah satu
faktor yang menyebabkan perkembangan Tasik Agung dan desa pantai lainnya di
pesisir Kabupaten Rembang relatif sama. Dimana ketergantungan tersebut pada
akhirnya dapat menimbulkan dampak yang sampai saat ini masih menjadi
fenomena di Tasik Agung, bahkan di desa-desa pantai lainnya di Indonesia yaitu
kemiskinan. Sumber daya pesisir atau laut dengan produktivitas yang tinggi pada
dasarnya diharapkan berperan penting dalam mengatasi kemiskinan yang
melingkupi sebagian besar masyarakat nelayan di Indonesia termasuk di desa
Tasik Agung. Oleh karena itu, perlu dipahami faktor-faktor yang menyebabkan
kemiskinan nelayan, sehingga sumber daya laut yang potensial tersebut dapat
penyediaan tenaga kerja, peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah),
peningkatan devisa dan perbaikan kesejahteraan penduduk pesisir.
Produksi ikan yang meningkat diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
nelayan dan petani ikan, namun peningkatan produksi ikan tidak selamanya atau
tidak secara otomatis dapat meningkatkan pendapatan nelayan dan petani ikan.
Hal ini masih sangat tergantung pada pengolahan, penanganan serta pemasaran
ikan. Pendapatan yang meningkat selanjutnya diharapakan dapat meningkatkan
taraf hidup nelayan dan petani ikan, tetapi disinipun peningkatan pendapatan tidak
secara otomatis dapat meningkatkan taraf hidup. Hal ini masih dipengaruhi oleh
usaha melalui pengalokasian anggaran dan pendapatan, dimana alokasi anggaran
seharusnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan melalui usaha perbaikan
gizi, kesehatan, pendidikan, perumahan, aspirasi, dan sebagainya. Faktor
permodalan sebagai prasarana penunjang usaha merupakan faktor terlemah yang
dimiliki oleh nelayan. Keadaan ini bertambah parah pada beberapa daerah dimana
sistem “ijon” dan “punggawa” masih berkembang, mengakibatkan nelayan berada
pada posisi yang sangat lemah dalam penentuan harga, dan nampaknya sampai
saat ini koperasi-koperasi tersebut belum menunjukkan kemajuan dan hasil sesuai
dengan yang diharapkan. Penyebab ketidakberhasilan tersebut adalah pada
umumnya koperasi perikanan laut masih menghadapi kesulitan dalam hal
pengadaan modal dan tenaga terampil dalam manajemen dan administrasi, serta
koperasi belum berhasil menciptakan daya saing antar para nelayan.
Faktor modal masuk kedalam penelitian ini karena produksi nelayan sangat
dipengaruhi oleh modal. Hal ini berarti bahwa dengan adanya modal maka
nelayan dapat melaut untuk menangkap ikan dan kemudian mendapatkan ikan.
Makin besar modal maka makin besar hasil tangkapan ikan yang diperoleh
(produksi).
Faktor tenaga kerja masuk kedalam penelitian ini karena produksi sangat
dipengaruhi oleh tenaga kerja. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam teori faktor
produksi jumlah output/ produksi yang nantinya berhubungan dengan produksi
bergantung pada jumlah tenaga kerja.
Faktor lama melaut, faktor ini masuk dalam penelitian sebab dalam kegiatan
menangkap ikan (produksi) nelayan dengan semakin jauh akan mempunyai lebih
banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak
dan tentu memberikan pendapatan yang lebih besar dibandingkan penangkapan
dekat pantai (Masyhuri, 1999).
Selain ketiga faktor diatas, faktor iklim juga dapat mempengaruhi produksi
dari nelayan. Faktor ini masuk dalam penelitian sebab nelayan juga
memperhitungkan cuaca yang digunakan sebagai acuan para nelayan untuk pergi
melaut. Karena iklim yang baik seperti panas dapat mempengaruhi pendapatan
dan produksi ikan yang lebih banyak dibandingkan pada saat hujan.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka bermaksud untuk melakukan
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka permasalahan
yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah gambaran tentang modal, tenaga kerja, lama melaut,
iklim dan hasil produksi nelayan yang dihasilkan di desa Tasik
Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang?
2. Adakah pengaruh faktor modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim
terhadap produksi nelayan di desa Tasik Agung di Kecamatan
Rembang Kabupaten Rembang?
3. Seberapa besar pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut, dan iklim
terhadap produksi nelayan di desa Tasik Agung Kecamatan
Rembang Kabupaten Rembang?
4. Bagaimanakah cara mengatasi kendala nelayan Tasik Agung dari
para tengkulak/ tauke agar menjual hasil produksinya pada TPI Tasik
Agung?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis jabarkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan modal, tenaga kerja, lama melaut, iklim dan hasil
produksi nelayan yang dihasilkan di desa Tasik Agung Kecamatan
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh faktor modal, tenaga kerja, lama
melaut dan iklim terhadap produksi nelayan di desa Tasik Agung
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
3. Mengetahui seberapa besar pengaruh modal, tenaga kerja, lama melaut,
dan iklim terhadap produksi yang dihasilkan nelayan di desa Tasik agung
Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang.
4. Untuk mengatasi kendala nelayan Tasik Agung dari para tengkulak/ tauke
agar menjual hasil produksinya pada TPI Tasik Agung.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat antara lain :
1. Memberikan masukan bagi pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Rembang,
himpunan nelayan, dan pengusaha perikanan dalam menentukan kebijakan
terutama berkaitan dengan usaha penangkapan ikan di laut.
2. Bahan masukan untuk merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi perikanan yang dihasilkan nelayan di Tasik Agung Kecamatan
Rembang Kabupaten Rembang, sehingga dapat diambil kebijaksanaan
untuk mensejahterakan nelayan.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1
Pengertian dan Penggolongan Nelayan 2.1.1 Pengertian Nelayan
Nelayan adalah suatu kelompok mayarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budi daya. Mereka pada umumnya tinggal dipinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya (Imron, 2003
dalam Mulyadi, 2005: 7). Sedangkan menurut (Ensiklopedi Indonesia, 1990
dalam Mulyadi, 2005: 171) yang dikatakan nelayan adalah orang yang secara
aktif melakukan kegiatan menangkap ikan, baik secara langsung (seperti penebar
dan pemakai jaring) maupun secara tidak langsung (seperti juru mudi perahu
layar, nahkoda kapal ikan bermotor, ahli mesin kapal, juru masak kapal
penangkap ikan), sebagai mata pencaharian.
2.1.2 Penggolongan Nelayan
Menurut (Tarigan 2000 dalam Arifin, 2010), berdasarkan pendapatnya,
nelayan dapat dibagi menjadi:
1. Nelayan tetap atau nelayan penuh, yakni nelayan yang pendapatan seluruhnya berasal dari perikanan.
2. Nelayan sambil utama, yakni nelayan yang sebagian besar
pendapatannya berasal dari perikanan.
3. Nelayan sambilan tambahan, yakni nelayan yang sebagian kecil
pendapatannya berasal dari perikanan.
Sesungguhnya, nelayan bukanlah entitas tunggal, mereka terdiri dari
berbagai kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat
dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu (Mulyadi, 2005: 7) :
1. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik orang lain.
2. Nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat tangkap yang dioperasikan oleh orang lain.
3. Nelayan perorangan adalah nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya tidak melibatkan orang lain. Perikanan tangkapan pada umumnya terdiri atas dua macam berdasarkan
pada skala usaha, yaitu:
a. Perikanan skala besar
Usaha perikanan yang diorganisasikan dengan cara yang serupa
dengan perusahaan agroindustri yang secara relatif lebih padat
modal, dan memberikan pendapatan yang tinggi daripada perikanan
yang sederhana, baik untuk pemilik perahu maupun awak perahu,
kebanyakan menghasilkan untuk ikan kaleng dan ikan beku yang
memasuki pasaran ekspor.
b. Perikanan skala kecil
Usaha perikanan yang umumnya terletak di daerah pedesaan dan
pesisir, dekat danau di pinggir laut dan muara, tampak khas karena
bertumpang tindih dengan kegiatan lain seperti pertanian, peternakan
dan budi daya ikan, biasanya sangat padat karya dan sedikit mungkin
menggunakan tenaga mesin, mereka tetap menggunakan teknologi
primitif untuk penanganan dan pengolahan (beberapa di antaranya
bahwa kerugian panenan sungguh berarti, mereka menghasilkan ikan
yang dapat diawetkan dan ikan untuk konsumsi langsung manusia
(Mulyadi, 2005: 56).
2.2 Teori Produksi
Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan
diantara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang
digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut.
Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah
tetap jumlahnya, yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami
perubahan. Juga teknologi dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-satunya
faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja (Sadono
Sukirno, 2003: 193).
Dalam beberapa teori ekonomi yang konvensional produksi sering
diartikan sebagai penciptaan guna, dimana guna berarti kemampuan barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Menurut pengertian diatas, maka
produksi mencakup pengertian yang sangat luas sekali, yaitu meliputi semua
aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat
dilihat. Faktor-faktor produksi (input) yang digunakan dapat ditunjuk secara
jelas dan produk yang dihasilkan juga dapat dengan mudah diidentifikasi baik
kualitas maupun kuantitasnya (Swasti Pudji Widjajanti, 2004: 75).
Didalam teori produksi ini, dibedakan antara produksi jangka pendek
produksi dimana produsen tidak dapat mengubah seluruh faktor produksinya.
Dengan demikian terdapat faktor produksi yang sifatnya tetap (fixed) dan faktor
produksi tidak tetap (variable) artinya jumlahnya dapat diubah-ubah. Sedangkan
analisa produksi jangka panjang adalah analisa mengenai produksi dimana
semua faktor produksi yang digunakan adalah variable (semua faktor produksi
dapat diubah jumlahnya). Jadi, jelas yang membedakan jangka pendek dengan
jangka panjang adalah terletak pada penggunaan faktor produksi (Swasti Pudji
Widjajanti, 2004: 75).
Produksi dapat ditingkatkan dengan cara (Soekartawi, 1990):
a. Menambah jumlah salah satu input yang digunakan.
b. Menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari input yang
digunakan.
2.2.1Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua
atau lebih variabel diamana variabel yang satu disebut dengan variabel
dependen, yang terdiri dari satu variabel titik bebas (Y) dan yang lain disebut
variabel independen yang menjelaskan, variabel bebas (X). (Soekartawi, 1990).
Secara sistematik fungsi persamaan Cobb- Douglas dapat dituliskan sebagai
berikut: ... ... ... 2 2 1
1 X X eu
aX
Y = b b nbn
...
... 2
2 2 1
1L X b L X b L X e
b L Y
Dimana: Y = variabel yang dijelaskan
X = variabel yang menjelaskan
a,b = besaran yang akan diduga
u = kesalahan (disturbance term)
e = logaritma natural
Pada persamaan diatas terlihat bahwa nilai b1,b2,b3,...bn adalah tetap
walaupun variabel yang terlibat telah dilogaritma. Hal ini karena b1,b2,b3,...bn
pada fungsi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas X terhadap Y, dan jumlah
elastisitas adalah merupakan return to scale. Penggunaan fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam penyelesaiannya selalu dilogaritma dan di ubah bentuk menjadi
fungsi produksi linier. Hal ini terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas antara lain (Soekartawi,
1990):
a) Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang sama dengan 0, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
b) Fungsi produksi diasumsikan tidak terdapat perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the respective technologies). Artinya bahwa jika fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari 1 model, maka perbedaan model tersebut terletak pada
intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model
tersebut.
c) Tiap variabel X adalah perfect competation/tersedia bebas. d) Perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada faktor
kesalahan.
e) Hanya terdapat satu variabel yang dijelaskan yaitu (Y).
Beberapa hal yang menjadi alasan fungsi produksi Cobb Douglas lebih
b) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi sekaligus menunjukkan besaran elastisitas.
c) Jumlah besaran elastisitas tersebut menunjukkan tingkat return to scale.
2.3 Variabel Dummy
Variabel dalam persamaan regresi yang sifatnya kualitatif tersebut
biasanya menunjukkan ada tidaknya (presence or absence) suatu “quality” atau
suatu “atribute” , misalnya laki atau perempuan, islam atau bukan, Jawa atau
luar Jawa, Golkar atau bukan, damai atau perang, sarjana atau bukan, sudah
kawin atau masih membujang, dan lain sebagainya. Suatu cara untuk membuat
kuantifikasi (berbentuk angka) dari data kualitatif (tidak berbentuk angka) ialah
dengan jalan memberikan nilai 1 (satu) atau 0 (nol). Angka nol (0) kalau
attribute yang dimaksud tidak ada (tak terjadi) dan diberi angka 1 kalau ada
(terjadi), misalnya seseorang diberi nilai 1 kalau dia sarjana dan 0 kalau bukan
sarjana diberi nilai 1 kalau dia laki-laki dan 0 kalau dia perempuan, dan lain
sebagainya. Variabel yang mengambil nilai 0 atau 1 tersebut dinamakan variabel
boneka (dummy variabel) (Supranto, 2004: 175).
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Nelayan
Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi nelayan
dan diuraikan sebagai berikut:
2.4.1Modal
Menurut Irawan dan Suparmoko (1979: 96) modal adalah semua bentuk
produksi untuk menambah output. Lebih khusus dapat dikatakan bahwa kapital
terdiri dari barang-barang yang dibuat untuk proses produksi pada saat yang
akan datang. Modal sebagai alat pendorong perkembangan ekonomi meliputi
investasi dalam pengetahuan teknik, perbaikan-perbaikan dalam pendidikan,
kesehatan dan keahlian.
Modal kerja adalah jumlah dana yang digunakan selama periode tertentu
yang dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan jangka pendek (Current
income) yang sesuai dengan maksud utama memulai usaha. Dalam memulai
usahanya, nelayan membutuhkan modal yang cukup untuk menangkap ikan.
Adapun modal tersebut dibutuhkan untuk membeli perahu, mesin, alat
penangkap ikan, serta alat-alat tambahan yang dapat menunjang untuk
meningkatkan hasil tangkapannya. Modal kerja menurut jenisnya dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yakni sebagai berikut:
a. Bagian modal kerja yang relatif permanen, yaitu jumlah modal kerja
minimal yang harus tetap ada dalam suatu usaha untuk dapat
melaksanakan operasinya atau sejumlah modal kerja yang secara
terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja
permanen ini dapat dibedakan menjadi beberapa: (1) Modal kerja
primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada
perusahaan untuk menjamin kontinuitasi usahanya. (2) Modal kerja
normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
b. Bagian modal kerja yang bersifat variabel, yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah tergantung pada perubahan keadaan. Modal kerja
variabel ini dapat dibedakan menjadi beberapa: (1) Modal kerja
musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah
disebabkan dan fluktuasi musim. (2) Modal kerja siklis, yaitu modal
kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan oleh fluktuasi
konjungtur. (3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang
jumlahya berubah-ubah karena adanya keadaan darurat atau
mendadak yang tidak dapat diketahui atau diramalkan terlebih
dahulu (Bambang Riyanto, 1999).
Menurut Mulyadi (2005: 86) penilaian terhadap modal usaha nelayan
dapat dilakukan menurut tiga cara: (1) Penilaian didasarkan kepada nilai alat-alat
yang baru, yaitu berupa ongkos memperoleh alat-alat tersebut menurut harga
yang berlaku sekarang. Jadi, dengan mengetahui jenis- jenis alat dan jumlahnya
beserta harganya yang baru dapatlah dihitung besar modal sekarang. (2)
Berdasarkan harga pembelian atau pembuatan alat-alat, jadi berapa investasi
awal yang telah dilaksanakan nelayan, bertolak dari sini, dengan
memperhitungkan penyusutan tiap tahun, dapat dihitung nilai alat-alat atau
modal pada waktu sekarang. Cara kedua ini dilakukan apabila nelayan membeli
alat-alat baru dan nelayan mengingat harga pembeliannya. (3) Dengan menaksir
nilai alat-alat pada waktu sekarang, yakni harga yang akan diperoleh apabila
alat-alat dijual. Dalam hal ini penilaian dipengaruhi oleh harga alat baru, tingkat
hanya untuk menilai perahu yang umurnya telah beberapa tahun dan masih
dalam kondisi yang agak baik.
Modal dalam nelayan ini seperti kapal, alat tangkap dan bahan bakar
yang digunakan dalam proses produksi untuk mencari ikan. Sebagian modal
nelayan yang dimiliki digunakan sebagai biaya produksi atau biaya operasi,
penyediaan input produksi (sarana produksi), seperti untuk memiliki
perahu/kapal, alat tangkap yang digunakan, serta bahan bakar untuk perahu.
Sedangkan dalam prasarana pendukung nelayan dipakai untuk modal membeli
es, keranjang ikan, serta perbekalan makan yang dibawa.
Tidak seperti hasil pertanian, ikan merupakan hasil yang mudah rusak
dan tidak dapat disimpan tanpa teknologi yang canggih, yakni tempat pendingin,
pembeku, atau pengeringan. Hal ini menuntut modal besar guna pengembangan
organisasi nelayan yang serba guna. Sering kali terasa sulit untuk memenuhi
kebutuhan ini karena nelayan umumnya adalah yang termiskin dari yang miskin,
hidup dari hari ke hari dengan sedikit atau tanpa modal untuk investasi. Jadi,
wilayah-wilayah dimana organisasi nelayan paling dibutuhkan karena kurangnya
dana sering terjadi. Kebutuhan akan modal ini lebih diperkuat secara relative
oleh tingginya harga perahu, bahan bakar dan keperluan-keperluan lainnya serta
oleh tingkat penyusutan yang lebih tinggi (Mulyadi, 2005: 73).
Untuk mengatasi kesulitan modal, masyarakat nelayan disarankan untuk
mengembangkan suatu mekanisme tersendiri, yaitu sistem modal bersama
(capital sharing). Sistem ini memungkinkan terjadinya kerja sama di antara
resiko” karena kerugian besar yang dapat terjadi setiap saat, seperti perahu
hilang atau rusaknya alat tangkap, akan dapat ditanggung bersama (Mulyadi,
2005).
Modal yang digunakan pada produksi nelayan Tasik Agung Kecamatan
Rembang Kabupaten Rembang terdiri atas biaya perawatan dan biaya
pengeluaran produksi. Semakin besar modal yang digunakan, maka akan
semakin besar pula hasil produksi nelayan yang didapat. Indikator dari modal itu
sendiri diantaranya:
a. Biaya perawatan
Biaya perawatan adalah biaya yang dipakai nelayan untuk merawat
perlengkapan yang digunakan untuk melaut. Seperti perahu, alat
tangkap, keranjang, dayung, dan mesin perahu.
b. Biaya pengeluaran produksi
Biaya pengeluaran produksi adalah biaya-biaya yang digunakan
nelayan untuk pengeluaran-pengeluaran biaya secara langsung
dalam proses produksi. Seperti: bahan bakar, es, garam, dan bahan
makanan.
Faktor biaya perawatan dan biaya pengeluaran produksi masuk kedalam
penelitian ini karena produksi nelayan sendiri dipengaruhi oleh biaya perawatan
dan pengeluaran produksi. Sebagaimana diketahui bahwa dalam teori faktor
produksi jumlah output/produksi yang nantinya berhubungan dengan produksi
bergantung pada modal kerja. Hal ini berarti bahwa dengan adanya modal kerja
ikan. Makin besar modal kerja maka makin besar hasil tangkapan ikan yang
diperoleh (produksi).
2.4.1.1Macam-Macam Perahu
Perahu merupakan sejenis kendaraan air yang biasanya lebih kecil dari
kapal. Biasanya perahu-perahu yang digunakan nelayan dalam melaut terbuat
dari kayu dan fiber. Menurut (Baskoro, 2006 dalam Arifin, 2010) tenaga
penggerak yang digunakan perahu dibedakan menjadi beberapa cara, yaitu:
1. Perahu dengan tenaga manusia (dayung, kayuh, galah)
Perahu yang digerakkan dengan tenaga manusia umumnya
berukuran kecil, dan tidak diperlukan mesin untuk menggerakkannya.
Perahu ini lebih lamban pergerakannya bila dibandingkan dengan perahu
tenaga angin maupun tenaga motor kipas.
2. Perahu dengan tenaga angin (layar)
Perahu layar adalah salah satu jenis perahu yang digunakan nelayan
untuk menangkap ikan dengan bantuan layar yang ditiup angin sebagai
penggerak perahu dalam menempuh perjalanan. Perahu ini sangat
mengandalkan bantuan angin, artinya apabila tidak ada angin maka
perjalanan yang akan ditempuh perahu akan mengalami hambatan. Biasanya
nelayan menggunakan dayung sederhana untuk menjalankan perahu apabila
angin tidak berhembus.
3. Perahu dengan tenaga motor kipas
Perahu dengan tenaga motor kipas adalah perahu yang digunakan
sebagai penggerak perahu dalam menempuh perjalanan. Menurut bahan
bakar mesin yang digunakan, nelayan menggunakan mesin dengan bahan
bakar solar dan mesin dengan bahan bakar bensin.
Perahu serta peralatan yang digunakan nelayan memiliki nilai yang
berbeda-beda sesuai dengan ukuran dan bahan yang dipergunakan untuk
membuat perahu tersebut. Pada umumnya nelayan menggunakan bahan perahu
dari kayu jati karena kayu ini memiliki ketahanan terhadap air laut yang cukup
tinggi di banding menggunakan bahan kayu lainnya . Adapun besarnya perahu
disesuaikan dengan kebutuhan yaitu banyak sedikitnya tenaga kerja dan juga
besar kecilnya peralatan yang akan dipergunakan. Pada umumnya nilai perahu
dan peralatan yang dipergunakan para nelayan berkisar antara dibawah Rp
5.000.000,- sampai dengan lebih dari Rp 25.000.000,-
Semakin besar nilai perahu dan peralatan yang digunakan nelayan untuk
menangkap ikan, serta seiring majunya teknologi maka alat yang digunakan
memiliki variasi yang berbeda-beda sesuai ikan yang menjadi buruan utama tiap
nelayan. Oleh karena itu penggunaan alat tangkap yang tepat akan dapat memicu
peningkatan produksi nelayan. Adapun macam-macam alat penangkapan ikan
yang digunakan nelayan adalah sebagai berikut:
1. Pukat Udang
Pukat udang dioperasikan di Indonesia setelah adanya pelarangan
penggunaan trawl melalui Keppress No. 39 tahun 1980. Seperti terlihat
dengan jelas dari namanya, alat ini terutama digunakan untuk menangkap
dioperasikan dengan cara ditarik pada dasar perairan oleh satu atau dua
kapal (di samping atau di belakang kapal) dalam jangka waktu tertentu. Alat
ini dilengkapi dengan papan pembuka mulut jaring (otter board) yang
membuat mulut jaring terbuka selama kegiatan penangkapan dilakukan.
2. Pukat Cincin
Alat ini ditujukan sebagai penangkap ikan pelagis yang bergerombol
di permukaan. Pada umumnya, alat ini berbentuk empat persegi panjang
dilengkapi kawat melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring
(tali ris bawah). Dengan menarik tali kerucut bagian bawah ini, jaring dapat
dikuncupkan dan jaring akan membentuk semacam mangkuk. Perlu
diperhatikan, penggunaan alat tangkap ini hanya untuk ikan pelagis yang
bergerombol di laut lepas. Bila alat ini digunakan untuk ikan demersal (di
dasar perairan), maka pukat cincin akan merusak terumbu karang.
3. Pukat Kantong
Pukat kantong dioperasikan dengan melingkari daerah perairan
untuk menangkap ikan yang berada di permukaan (pelagis) dan ikan di
dasar perairan (demersal) maupun udang. Pukat seperti ini ada yang
digunakan di atas perahu (ditarik oleh perahu) dan hasilnya langsung
dinaikkan ke geladak perahu, dan ada yang ditarik ke arah pantai dan hasil
tangkapan langsung dikumpulkan di pantai. Alat ini terdiri dari kantong,
badan pukat, dua lembar sayap yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring,
4. Jaring Insang
Jaring insang digunakan untuk menangkap ikan dengan cara
menghadang gerombolan ikan. Ikan-ikan yang tertangkap pada jaring
umumnya karena terjerat di bagian belakang penutup insang atau terpuntal
oleh mata jaring. Biasanya ikan yang tertangkap dalam jaring ini adalah
jenis ikan yang migrasi vertical maupun horizontalnya tidak terlalu aktif.
Ada berbagai jenis jaring insang, yang terdiri dari satu lapis jaring, dua
lapis, maupun tiga lapis jaring. Jaring insang memiliki mata jaring yang
sama ukurannya pada seluruh badan jaring. Jaring ini kemudian
dibentangkan untuk membentuk semacam dinding yang dapat menjerat.
Jaring insang dilengkapi dengan pelampung di bagian atas jaring dan
pemberat pada bagian bawahnya.
Dalam penempatannya, jaring insang dibagi menjadi dua macam
yaitu jaring insang tetap dan jaring insang hanyut. Jaring insang tetap yaitu
jaring yang digunakan untuk menangkap ikan di dasar laut, artinya jaring
tersebut tenggelam dan tidak bergerak mengikuti arus laut. Sedangkan jaring
insang hanyut yaitu jaring yang digunakan untuk menangkap ikan di
permukaan laut, artinya jaring ini mengikuti arah arus laut. Adapun ikan
utama yang ditangkap jaring insang hanyut adalah ikan tongkol, tenggiri,
todak, mladang dan lain sebagainya.
5. Jaring Angkat
Jaring angkat dioperasikan dengan menurunkan dan mengangkatnya
menyerupai kelambu, karena ukuran mata jaringnya yang kecil (sekitar 0,5
cm). Jaring kelambu kemudian diikatkan pada bingkai bambu atau kayu
yang berbentuk bujur sangkar. Dalam penggunaannya, jaring angkat sering
menggunakan lampu atau umpan untuk mengundang ikan. Biasanya
dioperasikan dari perahu, rakit, bangunan tetap, atau langsung. Dari bentuk
dan cara penggunaannya, jaring angkat dapat mencakup bagan perahu,
bagan tancap, dan serok.
6. Pancing
Pada dasarnya alat ini menangkap ikan dengan mengundang dengan
umpan alami maupun buatan, yang dikaitkan pada mata pancing. Alat ini
terdiri dari dua bagian utama, yaitu tali dan pancing. Bahan ukuran tali, dan
besarnya mata pancing beragam sesuai dengan ukuran ikan yang akan
ditangkap. Jumlah mata pancing yang ada pada tiap alat juga tergantung dari
jenis pancingnya. Alat pancing ada pula yang dilengkapi dengan perangkat
lain seperti tangkai, pemberat, pelampung, dan kili-kili. Ada berbagai jenis
alat pancing untuk tujuan penangkapan ikan yang berbeda, mulai dari alat
yang paling sederhana untuk penangkapan ikan yang sifatnya rekreasi,
hingga ukuran dan bentuk khusus bagi penangkapan ikan skala besar
(industri). Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk jenis pancing
yang digunakan untuk penangkapan ikan skala besar (seperti misalnya rawai
tuna), sebaiknya digunakan di wilayah laut lepas, karena dapat menyangkut
7. Perangkap atau bubu
Perangkap atau bubu merupakan alat yang sifatnya tidak bergerak
yang berbentuk kurungan yang menjebak ikan untuk masuk. Keberhasilan
alat ini dalam menangkap ikan sangat tergantung pada jenis ikan dan pola
pergerakan (migrasi) ikan tersebut. Ada beberapa jenis bahan yang sering
digunakan untuk membuat perangkap yang tergantung dari jenis ikan yang
akan ditangkap dan lokasi penangkapan. Bahan-bahan seperti bambu,
kawat, rotan, jaring, tanah liat, dan plastik sering digunakan.
Perangkap biasanya dan dapat digunakan di hampir setiap lokasi.
Dasar perairan, permukaan, sungai arus deras, atau di daerah pasang surut.
Hal yang harus diperhatikan dalam memanfaatkan perangkap atau bubu
yaitu di sekitar terumbu karang adalah cara pemasangan dan
pengangkatannya. Memasang dan mengangkat bubu harus dilakukan secara
hati-hati sehingga tidak mengganggu atau merusak terumbu karang yang
sangat diperlukan oleh komunitas ikan. Sedapat mungkin hindari
pemasangan di atas terumbu karang.
8. Alat pengumpul
Alat ini sangat penting diketahui karena memiliki selektivitas tinggi,
sederhana dalam bentuk dan rancangannya, serta biasanya digunakan dalam
skala yang kecil. Alat pengumpul ini terdiri dari berbagai jenis, bentuk, dan
cara penggunaannya. Salah satu contohnya adalah alat pengumpul kerang di
perairan dangkal yang berupa penggaruk (rake) atau alat pengumpul rumput
9. Alat penangkap lainnya
Ada jenis alat yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam jenis alat
tangkap yang telah dijelaskan di atas. Alat tangkap tersebut antara lain
adalah jala, tombak, senapan atau panah, maupun harpun tangan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa modal
yang dimaksud dalam produksi nelayan desa Tasik Agung Kecamatan Rembang
Kabupaten Rembang diatas adalah produksi nelayan yang dihitung
menggunakan satuan dalam biaya perawatan dan biaya pengeluaran produksi
untuk proses produksi di ukur dengan menggunakan satuan Rupiah (Rp).
2.4.2Tenaga Kerja
Tenaga kerja menurut Basir Barthos (2001: 265) adalah tiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja
guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Wagito (1994) menunjukkan bahwa distribusi pendapatan dari
pola hasil tangkapan sangatlah timpang diterima antara pemilik dan awak kapal.
Secara umum hasil bagi bersih yang diterima awak kapal dan pemilik adalah
separo-separo. Akan tetapi, bagian yang diterima awak kapal harus dibagi lain
dengan sejumlah awak yang terlibat dalam aktivitas kegiatan di kapal. Semakin
banyak jumlah awak kapal, semakin kecil bagian yang diperoleh setiap
awaknya.
Setiap usaha kegiatan nelayan yang akan dilaksanakan pasti memerlukan
tenaga kerja, banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan harus disesuaikan dengan
melaut (lebih efisien) yang diharapkan pendapatan tenaga kerja akan lebih
meningkat, karena tambahan tenaga tersebut profesional (Masyhuri, 1999).
Indikator yang dapat memberikan kelengkapan untuk tenaga kerja ini
adalah jumlah tenaga kerja. Indikator jumlah tenaga kerja memiliki peran dalam
kecepatan produksi nelayan. Jika jumlah tenaga kerja semakin banyak maka
yang akan dihasilkan oleh nelayan akan semakin banyak pula. Sehingga tenaga
kerja memberikan indikasi bahwa semakin banyak jumlah tenaga kerja maka
akan semakin memberikan peluang bagi nelayan untuk memperoleh jumlah
output (ikan) yang banyak. Hal ini mungkin terjadi karena jumlah tenaga kerja
yang banyak akan mempermudah pengoperasian alat tangkap dalam usaha
penangkapan ikan.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa tenaga
kerja dalam penelitian ini adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu
perahu dihitung dari jumlah tenaga kerja yang dipakai untuk proses produksi
nelayan Tasik Agung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang. Maka satuan
yang dipakai adalah satuan orang.
2.4.3Lama Melaut
Setidaknya ada tiga pola penangkapan ikan yang lazim dilakukan oleh
nelayan. Pertama adalah pola penangkapan lebih dari satu hari. Penangkapan
ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Jauh dekatnya daerah
tangkapan dan besar kecilnya perahu yang digunakan menentukan lamanya
melaut. Kedua adalah pola penangkapan ikan satu hari. Biasanya nelayan
penangkapan ikan lepas pantai. Ketiga pola penangkapan ikan tengah hari.
Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan dekat pantai.
Umumnya mereka berangkat sekitar jam 03.00 dini hari atau setelah subuh, dan
kembali mendarat pagi harinya sekitar jam 09.00 atau sampai pada pukul 15.00
sore.
Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam
waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan
mempunyai lebih banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi)
yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan
dengan penangkapan ikan dekat pantai (Masyhuri, 1999).
Lamanya perjalanan merupakan waktu yang diperlukan nelayan untuk
sampai di tempat sasaran penangkapan ikan, hal ini sangat dipengaruhi oleh
berapa lama nanti nelayan berada di lautan untuk dapat mencari tempat yang
ideal. Semakin lama nelayan di lautan maka waktu untuk mencari ikan juga
semakin banyak dan dapat diasumsikan semakin banyak waktu di lautan maka
ikan yang dihasilkan juga semakin banyak tergantung dari ikan yang didapat
karena tidak ada kepastian. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
mendapatkan hasil tangkapan yang maksimal antara 10 – 17 jam dan diukur
dengan menggunakan satuan jam.
Lama melaut disini mengidentifikasikan bahwa semakin banyak waktu
yang digunakan untuk melaut nelayan tidak selalu mendapatkan hasil tangkapan
yang yang banyak. Hal ini menandakan bahwa ketersediaan ikan laut semakin
memungkinkan apabila hasil tangkapan yng diperoleh sedikit meskipun lama
waktu yang digunakan untuk melaut banyak (Fita Ikha dan Waridin, 2006).
Biasanya nelayan kecil yang berada di Tasik Agung menggunakan
waktunya untuk mencari ikan di laut berkisar antara setengah hari sampai satu
hari. Hal ini juga tergantung dari perbekalan yang di bawa saat di daratan.
Dengan perbekalan yang melimpah nelayan dapat menjangkau fishing ground
yang lebih jauh, yang memberikan peluang bagi nelayan untuk memperoleh
hasil tangkapan yang lebih banyak dan bisa terhindar dari persaingan antar
nelayan. Tetapi tidak mengindikasikan bahwa semakin banyak perbekalan yang
dibawa untuk melaut, nelayan tidak selalu mendapatkan hasil tangkapan yang
banyak. Sehingga memungkinkan apabila hasil tangkapan yang diperoleh lebih
sedikit meskipun perbekalan yang dibawa lebih banyak (Fita Ikha dan Waridin,
2006).
Berdasarkan kajian di atas yang dimaksud dalam lama melaut pada
nelayan Tasik Agung dalam proses produksi pada penelitian ini adalah lama
waktu yang digunakan nelayan untuk mencari ikan dilaut dan kembali lagi ke
daratan di ukur dengan menggunakan satuan jam.
2.4.4Iklim
Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Karena iklim mempunyai peranan yang besar terhadap kehidupan
seperti dalam bidang pertanian, perikanan, transportasi atau perhubungan,
telekomunikasi, dan pariwisata. Pekerjaan sebagai penangkap ikan sangat
diperlukan. Secara signifikan, proses pengolahan akan membutuhkan tenaga
kerja, agar dapat mempertahankan atau meningkatkan nilai tambah (Mulyadi,
2005: 197).
Berdasarkan pengalaman nelayan, pada saat menangkap ikan faktor
cuaca atau musim juga sangat berpengaruh karena apabila musim di laut sedang
baik maka ikan yang ditangkap lebih mudah dan hasilnya juga melimpah, akan
tetapi apabila cuaca sedang tidak baik contohnya terjadi arus laut yang deras,
angin yang berhembus terlalu kencang, gelombang laut yang terlalu besar dan
faktor besarnya rembulan juga ikut berpengaruh dalam penangkapan ikan. Hal
ini juga menjadi acuan nelayan dalam menangkap ikan, karena apabila cuaca
sedang buruk dan nelayan tetap melaut maka hasil yang didapat terkadang tidak
sesuai dengan apa yang diharapkan bahkan hasilnya tidak mampu mengganti
biaya operasional seperti bahan bakar, rokok, makanan yang telah digunakan.
Buruknya musim menyebabkan hasil produksi nelayan menurun
sehingga mengakibatkan pendapatan yang diterima oleh nelayan semakin
berkurang. Masalah ini harus ditanggapi dengan serius karena apabila nelayan
hanya mengandalkan musim dalam melaut maka tidak menutup kemungkinan
kesejahteraan nelayan akan semakin menurun, oleh karena itu setiap nelayan
harus memiliki pengalaman pada pekerjaan lain seperti berdagang, buruh,
bertani, beternak, budi daya ikan dan lain sebagainya agar pendapatan nelayan
tidak hanya mengandalkan hasil dari laut saja melainkan ada hasil dari sektor
a. Panas
Cuaca panas merupakan pendukung bagi nelayan untuk untuk
pergi melaut tanpa menghambat perjalanan untuk mencari ikan.
Pada musim panas nelayan dapat leluasa untuk mencari ikan
sebab tidak ada hambatan yang berarti. Kemungkinan ikan yang
akan diperoleh nanti juga lebih banyak dan terhindar dari ombak
yang besar.
b. Hujan
Cuaca hujan merupakan cuaca yang dapat menghambat nelayan
untuk dapat memperoleh hasil produksi yang lebih banyak. Sebab
pada cuaca seperti ini nelayan cenderung untuk tidak melaut
sampai keadaan ombak yang agak kecil. Keadaan seperti ini
biasanya nelayan hanya mencari ikan di daerah yang dekat dengan
daratan dan tidak menjangkau yang lebih jauh. Hal ini,
memberikan dampak bagi nelayan untuk memperoleh hasil
tangkapan lebih sedikit di bandingkan dengan cuaca panas yang
lebih leluasa bergerak mencari ikan.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud iklim pada nelayan Tasik
Agung dalam proses produksi pada penelitian ini adalah cuaca yang sering
digunakan nelayan untuk berangkat melaut walaupun hujan juga tetap melaut
dalam mencapai hasil produksi ikan dengan menggunakan ukuran iklim panas
2.4.5 Hasil Produksi
Hasil produksi merupakan jumlah keluaran (output) yang dapat diperoleh
dari proses produksi. pada dasarnya hasil produksi ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia. Kebutuhan yang semakin bertambah perlu diimbangi
dengan peningkatan atau perluasan produksi, baik jumlah maupun mutunya.
Usaha untuk meningkatkan jumlah dan mutu hasil produksi dapat dilakukan
melalui beberapa cara berikut ini:
a. Ekstensifikasi
Ekstensifikasi yaitu menambah ataupun memperluas faktor-faktor
produksi.
b. Intensifikasi
Intensifikasi yaitu memperbesar kemampuan berproduksi tiap-tiap faktor
produksi, tanpa menambah jumlah faktor produksi.
c. Diversifikasi
Diversifikasi adalah cara memperluas usaha dengan menambah jenis
produksi.
d. Spesialisasi
Spesialisasi atau pengadaan pembagia kerja yaitu masing-masing orang,
golongan dan daerah menghasilkan barang-barang yang sesuai dengan
lapangan, bakat, keadaan daerah, iklim dan kesuburan tanah. Dengan
adanya pembagian kerja, hasil kerja dapat diperluas sebagai barang-barang
e. Menambah prasarana produksi
Membuat/menambah prasarana produksi seperti saluran atau bendungan
untuk pengairan, jalan dan jembatan untuk memperlancar pengangkutan
bahan-bahan baku dan perdagangan. ( Daniel, 2002: 121)
Pola bagi hasil adalah alternatif yang dikembangkan rata-rata masyarakat
nelayan untuk mengurangi resiko. Mempergunakan pola bagi hasil serta tidak
memberikan upah secara riil, pada kenyataannya lebih dapat meningkatkan
motivasi diantara awak dalam bekerja di laut. Pola bagi hasil juga akan dapat
mengurangi resiko bagi pemilik kapal serta menjaminnya, tidak memberi upah
yang tidak sepadan bilamana hasil tangkapannya sedang buruk. Hal ini terjadi
karena penghasilan nelayan yang tidak dapat ditentukan kepastiannya,
tergantung dari jumlah ikan yang ditangkap dan hasil penjualan yang
dilakukannya (Acheson, 1981 dalam Mulyadi 2005: 76).
Berdasarkan kajian di atas ya