• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

i

DAMPAK PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE

PANGRANGO TERHADAP STRATEGI NAFKAH

RUMAHTANGGA PETANI DESA CIPUTRI, CIANJUR

INDRA SETIYADI

KEMENTERIAN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri, Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013 Indra Setiyadi

(4)

ABSTRAK

INDRA SETIYADI. Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede

Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri, Cianjur. Dibimbing oleh SOERYO ADIWIBOWO

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis perubahan penguasaan lahan rumahtangga petani sebelum dan sesudah perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP); dan menganalisis dampak dari perluasan kawasan hutan terhadap strategi nafkah rumahtangga petani. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner berstruktur yang ditujukan kepada 30 responden rumah tangga petani. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, dan pencarian dokumen atau studi kepustakaan. Hasil yang diperoleh, pertama, perluasan TNGGP berdampak signifikan terhadap perubahan penguasaan lahan. Ketika para petani masih menggarap lahan di kawasan hutan produksi PT Perum Perhutani dengan pola Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), seluruh responden menguasai lahan minimum 2000 m2. Namun setelah status kawasan berubah menjadi kawasan konservasi, sebagian besar responden (21 dari 30 responden) menjadi tuna kisma. Kedua, perubahan penguasaan lahan yang dialami petani Desa Ciputri menimbulkan akibat lebih lanjut berupa berubahnya strategi nafkah rumahtangga responden. Ketika masih menggarap lahan di kawasan hutan produksi, seluruh responden bermata pencaharian di pertanian sebagai petani penggarap. Namun ketika status kawasan beralih menjadi kawasan konservasi, sebagian besar responden menempuh strategi nafkah ganda (22 responden, sebagian besar kombinasi usaha jasa dan buruh tani), dan strategi nafkah multi-usaha (6 responden, kombinasi petani lahan sempit, buruh tani dan jasa).

Kata kunci: strategi mata pencaharian, petani tuna kisma, tenurial lahan

ABSTRACT

INDRASETIYADI. The Impact of Gunung Gede Pangrango National Park Expansion to the Livelihood Strategy of Farmers Household of Ciputri Village, Cianjur. Supervised by SOERYO ADIWIBOWO

(5)

minimum of 2,000 m2 of land. However, after the expansion, most of the farmers or 21 out of 30 respondent fall into landless farmers (or tuna kisma). Second, the land tenure changes,furthermore, affect significantly the livelihood strategy of the farmers’ respondent. Before the expansion of TNGGP, the livelihood of all respondent are only on agriculture as farmer operator. However, after the expansion, the livelihood of the farmers changes dramatically. As much as 22 out of 30 respondent engage in two jobs for their livelihood such as work as daily farm labor and various daily service work. The others, 6 respondent, engage in three to four jobs for their livelihood such as work as daily farm labor, smallholder farmers, and various type of daily service work in the village.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada

KementerianSains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DAMPAK PERLUASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE

PANGRANGO TERHADAP STRATEGI NAFKAH

RUMAHTANGGA PETANI DESA CIPUTRI, CIANJUR

KEMENTERIANSAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

(7)
(8)

Judul Skripsi :Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri Nama :Indra Setiyadi

NIM :I34090069

Disetujui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tidak luput shalawat dan salam terhaturkan ke kadirat Nabi Muhammad SAW utusan dan suri tauladan yang baik.

Skripsi dengan judul “Dampak Perluasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terhadap Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Desa Ciputri, Cianjur” ini dengan baik. sebagai salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selain tujuan diatas penulis juga ingin belajar dan juga mengembangkan diri untuk dapat meningkatkan taraf berkehidupan yang lebih baik.

Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu penulis dalam proses pembuatan skripsi ini baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan masukan dan bimbingan dengan sabar kepada penulis hingga skripsi ini dapat terselesaikan dan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Yahya dan ibunda Mardiyah yang selalu sabar memberi doa, dukungan, semangat, dukungan, materi dan semua pengorbanannya dengan penuh ikhlas dan tanpa kenal lelah kepada penulis serta kakak-kakak tersayang, Suryadi Fadillah, Aditya Rizkillah , dan adikku Fuziyatul Ulfah yang senantiasa mendukung dan mendoakan. Tidak lupa kepada sahabat-sahabat terbaik KPM dan HIMASIERA, Lulu Hanifah, Irma Handasari, Faris, Arif, Rizka, Fadil, Bahari, Oki, Fadil, Nadia, Tyas, Yosa, Gilang, Ajeng, Yandra, Syifa, Ninis, Ika, Zona, Elbie, Anan, Iqbal, Dea. Penulis juga mengucapkan terimkasih kepada para senior atas saran, masukan, dan pelajaran yang diberikan kepada penulis

Teman satu bimbingan, Hamdani Pramono dan Endah Rizqi Puri Astianti, untuk masukan, saran, candaan, dan kebersamaan dalam mengerjakan skripi sehingga kita bisa bersama-sama menyelesaikan skripsi dengan lancar. Seluruh keluarga besar KPM 46 atas dukungan dan kebersamaan selama ini. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.

Penulis mengharapkan bahwa penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan dan mampu dijadikan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya. Semoga melalui penelitian ini penulis bisa berbagi kebaikan untuk banyak pihak dan mampu memberikan sumbangsih pemikiran bagi dunia pendidikan di Indonesia

(10)

DAFTARISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORITIS 4

Tinjauan Pustaka 4

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis Penelitian 11

Definisi Konseptual 11

Definisi Operasional 11

METODE PENELITIAN 13

Lokasi dan Waktu Penelitian 13

Teknik Pemilihan Responden dan Informan 13

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 14

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 15

Lokasi dan Lingkungan Fisik 15

Aksesibilitas dan Sarana Prasarana 16

Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian 16

Pendidikan 17

Struktur Sosial 17

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO 19

Perubahan Luas Kawasan dan Zonasi TNGGP 19

Pemangku Kepentingan TNGGP 20

PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA PETANI 26

Sumber Lapangan Pekerjaan 26

(11)

Penguasaan Lahan Rumahtangga Responden DesaCiputri 32 Aktivitas Nafkah Rumahtangga di Desa Ciputri 37

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 45

LAMPIRAN 47

(12)

DAFTAR TABEL

1 Larangan perbuatan atau kegiatan di dalam zona kawasan Taman

Nasional 6

2 Pola peruntukan lahan Desa Ciputri tahun 2012 15

3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Ciputri 16 4 Jumlah dan persentase menurut pola mata pencaharian 16 5 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan 17 6 Jumlah dan persentase responden resort sarongge, Kecamatan Pacet,

Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tahun 2013 24

7 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tanggungan dalam rumahtangga Desa Ciputri Resort Sarongge Tahun 2012. 24 8 Jumlah dan persentase responden menurut lama tinggal dalam

rumahtangga Desa Ciputri Tahun 2012. 25

9 Jenis Lapangan Pekerjaan dan Profesi Responden Rumahtangga Desa

Ciputri tahun 2012. 26

10 Jumlah responden rumahtangga resort sarongge menurut aneka nafkah

dari pertanian dan non pertanian Tahun 2012 27

11 Jumlah rumahtangga responden menurut aneka strategi nafkah tahun

2012 31

12 Jumlah rumahtangga responden berdasarkan jenis strategi nafkah hanya dalam kategori pertanian dan hanya dalam kategori non pertanian pada

tahun 2008 dan 2012 31

13 Jumlah responden dengan status penguasaan tanah menurut golongan

luas tanah tahun 2008 dan 2012 33

14 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan dan luas kepemilikan

lahan petani pada tahun 2008 34

15 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan pertahun dan luas

kepemilikan lahan petani pada tahun 2012 36

16 Jumlah responden berdasarkan tingkat pendapatan pertahun dan luas

kepemilikan lahan petani tahun 2008 dan 2012 38 17 Rata-rata Hari Orang Kerja (HOK) rumahtangga petani dalam satu

musim kemarau 40

DAFTAR GAMBAR

1 Komponen dan bagan alir nafkah rumah tangga 8

2 Kerangka pemikiran. 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Rencana kegiatan penelitian 47

(13)

4 Daftar nama kerangka sampling dan responden penelitian 49

5 Kronologis Penetapan Kawasan TNGGP 50

6 Kuesioner Penelitian 52

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki 10% dari hutan tropis dunia yang masih tersisa. Alam Indonesia berada pada peringkat ke tujuh dunia dalam keragaman spesies tumbuhan berbunga, memiliki 12% dari jumlah spesies hewan menyusui/mamalia (36% diantaranya spesies endemik), memiliki 16% spesies hewan reptil dan ampibi, 1 519 spesies burung (28% diantaranya spesies endemik), 25% dari spesies ikan dunia 121 spesies kupu-kupu ekor walet di dunia (44% di antaranya endemik), spesies tumbuhan palem paling banyak, sekitar 400 spesies 'dipterocarps', dan sekitar 25 000 spesies flora dan fauna1.

Indonesia harus memiliki kebijakan dan program untuk mengelola sumberdaya alam yang ada agar dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Pengelolaan sumberdaya alam tersebut merupakan suatu upaya mensejahterakan masyarakat dalam adanya proses pembangunan yang berkelanjutan. Ketersediaan sumberdaya alam itu sangat erat berhubungan dengan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, apabila pengelolaannya tidak tertangani dengan baik maka akan muncul masalah masalah yang berkaitan dengan perebutan sumberdaya alam. Dalam mukadimah UUD 1945 yang ditegaskan kembali dalam pasal 33 UUD 1945 ayat3 disebutkan, bahwa: “ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Sumberdaya alam khususnya hutan tropis yang dimiliki Indonesia mampu memakmurkan rakyat Indonesia, apabila dikelola secara adil dan baik.

Pengelolaan sumberdaya hutan lestari Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang No.41/1999, Pemerintah sebagai aktor utama untuk pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hutan, mengupayakan pengelolaan yang berkelanjutan agar tetap terjaga kelestarian hutan demi kelangsungan hajat hidup masyarakat Indonesia. Sebagaimana pengelolaan ini dilakukan oleh pihak Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Perluasan kawasan memicu konflik agraria mengenai sumberdaya agraria.Konflik agraria timbul sebagai akibat sumberdaya hutan yang semula dapat diakses warga masyarakat menjadi tertutup sudah. Alokasi Akses sumberdaya hutan ini melibatkan stakeholder, terutama dari pihak pemerintah yang merupakan bagian utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan itu sendiri. Keberadaan TNGGP yang ditetapkan bertujuan untuk merekonstruksikan ekologi yang sudah rusak, mampu dikembalikan menjadi hutan penyangga. Perluasan kawasan TNGGP ini ditunjukkan pada perubahan wilayah hutan produksi yang ditindaklanjuti oleh Berita Acara Serah Terima (BAST), pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas menjadi kawasan Konservasi TNGGP. Perubahan rezim kawasan ini berdampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang sebelumnya dapat memanfaatkan sumberdaya lahan hutan. Petani tidak dapat lagi memanfatkan lahan hutan untuk berladang, bertani, bermukim sesuai pada peraturan perundangan taman nasional.

1

(15)

2

Resort Sarongge berada di Desa Ciputri dengan total jumlah KK sebanyak 2 822 KK (data BPS 2011) dengan jumlah menjadi petani penggarap 220 KK. Petani penggarap ini bergantung kepada sumberdaya alam yang sekarang berada di dalam kawasan konservasi. Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengetahui dampak perubahan rezim kawasan hutan terhadap strategi nafkah petani, untuk diteliti sejauh mana perubahan rezim kawasan tersebut berdampak terhadap strategi nafkah petani.

Masalah Penelitian

Kawasan di Desa Ciputri Resort Sarongge pada awalnya merupakan kawasan Perum Perhutani. Ketika masih merupakan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, warga petani sekitar dapat memanfaatkan lahan hutan untuk budidaya pertanian. Atau dengan kata lain petani sekitar dapat menggarap sumberdaya di kawasan hutan produksi, namun ketika kawasan hutan produksi berubah menjadi kawasan konservasi, maka akses ke kawasan hutan menjadi tertutup. Perubahan status kawasan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi dikukuhkan dalam Berita Acara Serah Terima (BAST). Ketergantungan petani terhadap lahan garapan yang sekarang telah menjadi kawasan TNGGP, menimbulkan perubahan-perubahan dalam penguasan lahan dan strategi nafkah petani agar mampu bertahan demi kelangsungan hidup. Merujuk pada pernyataan diatas menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai:

1. Sejauhmana perubahan pengelolaan hutan berpengaruh terhadap perubahan penguasaan dan pemilikan lahan?

2. Sejauh mana perubahan rezim pengelolaan kawasan hutan berdampak terhadap strateginafkah rumahtangga petani?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini diantaranya adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis:

1. Menganalisis perubahan penguasaan lahan rumahtangga Petani sebelum dan sesudah perluasan kawasan TNGGP

(16)

3

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak, antara lain:

1. Peneliti, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi yang ingin mengkaji permasalahan strategi nafkah petani khususnya pada perubahan rezim kawasan hutan

2. Akademisi, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi dan pengetahuan tentang strategi nafkah petani kawasan yang berubah alih fungsi dari eks perum perhutani

(17)

4

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka

Taman Nasional

Berdasarkan UU No 5/1990 tentang Keanekaragaman hayati, taman nasional adalah kawasan pelestarian pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk penelitian , ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Dalam Pasal 30 disebutkan bahwa sasaran pengelolaan Taman Nasional adalah tercapainya 3 (tiga) fungsi yaitu Perlindungan terhadap ekosistem penyangga kehidupan, Pengawetan sumber plasma nutfah dan ekosistemnya serta Pelestarian pemanfaatan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI No. 678/KPTS-II/1989, Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang dikelola dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti dan atau zona-zona yang lain dimanfaatkan untuk tujuan ilmu pengetahuan, pariwisata dan rekreasi (KementerianKehutanan 1996). Tujuan Pembangunan Taman Nasional menurut Ditjen PHPA tahun 1984 adalah untuk:

(1) Menciptakan pengelolaan yang berhasil guna dan berdayaguna. Hal ini dapat dicapai dengan perencanaan dan pembinaan meliputi struktur organisasi yang mantap serta prasarana dan sarana yang memadai. (2) Mewujudkan upaya konservasi potensi sumberdaya alam yang berfungsi

sebagai pelindung unsur ekologi dan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis plasma nutfah serta pelestarian pemanfaatan penunjang kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM)

Perum perhutani berusaha merubah paradigma pembangunan kehutanan dari sikap-sikap polisonal menuju sikap yang kooperatif kepada masyarakat. Berdasarkan Keputusan Dewan Pengawas PT. Perhutani (Persero) Nomor : 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menjelaskan bahwa PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan-kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Menurut Anbiya (2004), pengelolaan sumberdaya hutan bersama masyarakat dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi dan sosial secara proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan.

(18)

5 jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional. Jiwa berbagi sebagaimana PHBM ini dimaksudkan untuk menumbuh kembangkan rasa memiliki, meningkatkan peran dan tanggung jawab bersama antara PT Perhutani (Persero) dengan masyarakat desa hutan serta yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan

Berdasarkan Keputusan Dewan Pengawas PT. Perhutani (Persero) Nomor: 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat bertujuan untuk:

1. Meningkatkan tanggung jawab perusahaan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadao keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan.

2. Meningkatkan peran perusahaan, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan.

3. Menyelaraskan kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan dan pihak yang berkepentingan wilayah sesuai kondisi dan dinamika masyarakat desa hutan.

4. Meningkatkan mutu sumberdaya hutan sesuai kondisi wilayah.

5. Meningkatkan pendapatan perusahaa,masyarakat desa hutan serta pihak yang berkepentingan secara simultan.

Pengelolaan Kawasan konservasi

Sebagaimana telah disinggung didalam bahasan UU nomor 23 Tahun 1997, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati. undang KSDH merupakan undang turunan dari Undang-undangNomor 4 Tahun 19822. Menurut UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkugan Hidup, konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tidak terbaharui untuk menjamin pemanfaatnya secara bijaksana dan sumberdaya alam yang terbaharui untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.

Menurut UU No. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dalam konteks kawasan konservasi, bentuk kepengurusan sumberdaya mencakup tataran topik yang luas, mulai adanya kebijakan sampai dengan praktek lapang, dari adanya investasi di dalamnya sampai melihat dampaknya, dan dari perilaku sampai dengan pengertian. Hal ini berpengaruh terhadap keefektifitas dan keberhasilan pengelolaan kawasan serta terjadinya keadilan pengelolaan dalam hal pembagian distribusi manfaat sumberdaya hutan. Hal tersebut merupakan kunci di dalam mencegah dan menyelesaikan konflik agrarian maupun sosial yang sering muncul didalam pengelolaan kawasan konservasi.

2

(19)

6

Tabel 1 Larangan perbuatan atau kegiatan di dalam zona kawasan Taman Nasional

Ketentuan Larangan Zona di dalama Taman Nasional

Dasar Hukum

Dilarang perbuatan yang merubah keutuhan kawasan

 Melakukan perusakan terhadap keutuhan

dan ekosistemnya  - -

Pasal 33, 19 UU No 5/1990

 Mengurangi menghilangkan fungsi dan

luas zona inti  - -

Pasal 33, 19 UU No 5/1990

 Memasukan jenis tumbuhan dan satwa

bukan asli  - -

 Memotong, merukak, mengambil, dan menebang & memusnahkan tumbuhan & satwa

 - - Pasal 19 PP No

68/1998

Menggali atau membuat lubang di tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa

 - - Pasal 19 PP No

68/1998

Mengubah bentang alam yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa

 - - Pasal 19 PP No

68/1998

Dilarang melakukan perbuatan yang merubah fungsi kawasan/zona

Melakukan kegiatan yang tidak sesuai

dengan fungsi zona   

Pasal 33 UU No 5/1990

Merusak kekhasan potensi pembentuk

ekosistem   

Pasal 44 PP No 68/1998

Merusak keindahan alam & gejala alam    Pasal 44 PP No

68/1998

Mengurangi, menghilangkan fungsi, &

luas kawasan yang telah ditentukan   

Pasal 44 PP No 68/1998

Melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi & Rencana Pengelolaan dan atau Rencana Penguasahaan

   Pasal 44 PP No

68/1998

Sumber: Adiwibowo et al, 2009

Menurut Grazia Borrini-Feyerabend dalam Rudianto (2009), menyatakan bahwa perbedaan mendasar dari bentuk-bentuk kepengurusan dalam pengelolaan kawasan konservasi terbentuk dari “siapa yang memegang secara de facto otoritas pengelolaan berdasarkan peraturan perundangan, hukum adat, ataupun hak kelola yang dilegitimasi oleh aturan lainnya. Maka terdapat empat tipe/bentuk dasar di dalam kepengurusan kawasan konservasi (Grazia Borrini-Feyerabend dalam Rudianto (2009) yaitu:

1. Government Managed Protected Areas, yaitu bentuk pengelolaan kawasan konservasi dimana otoritas pengelolaannya dipegang oleh pemerintah (misalnya melalui Kementerian/Direktorat PHKA/Balai Taman Nasional) 2. Co-Managed Protected Areas, yaitu pengelolaan kawasan dengan

(20)

7 pelaksanaan pengelolaan, para pihak bersama-sama membentuk badan pengelola untuk memutuskan strategi/kebijakan pengelolaan kawasan. Co-management merupakan bentuk penguasaan kawasan yang mengedepankan demokrasi dan terjadi karena situasi yang kompleks. Kekuatan dari bentuk ini bergantung pada komitmen bersama para pihak dalam menjalankan kesepakatan/konsensus.

3. Private Protected Areas, yaitu bentuk atau tipe penguasaan kawasan dimana pengelolaannya dilakukan badan hukum, koperasi, lembaga swadaya atau badan usaha bersama. Tipe penguasaan kawasan seperti ini pengelolaannya dapat ditujukan untuk kepentingan konservasi (non-profit) atau untuk memperoleh keuntungan (profit) melalui kegiatan ekowisata, perburuan, dan lain-lain, bergantung pada kebijakan pemilik hak kelola. 4. Community Conserved Areas, yaitu pengelolaan kawasan konservasi oleh

masyarakat local dengan berdasarkan kearifan tradisional dan hak ulayat/hukum adat. Dengan demikian, maka pengelolaannya berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya, sesuai dengan adat dan kesepakatan tradisional dari masyarakat lokal bersangkutan.

Penguasaan dan Kepemilikan Lahan

Menurut Wiradi (1984), Kata “pemilikan” menunjuk kepada penguasaan formal, sedangkan kata “penguasaan” menunjuk pada penguasaan efektif. Lahan yang tergolong kedalam lahan milik mempunyai bukti-bukti kepemilikan secara sah yang mengikat lahan tersebut dengan pemiliknya.Adapun penguasaan lahan berkenaan dengan sejumlah lahan yang digarap dan dimanfaatkan yang menurut Wiradi (1984) meliputi hal-hal yang menyangkut hubungan penggarapan tanah. Dengan demikian pemilikan lahan tidak selalu mencerminkan penguasaan lahan, karena ada berbagai jalan untuk menguasai tanah yaitu melalui sewa, sakap, gadai dan sebagainya.

Strategi Nafkah

Konsep nafkah (livehood) hidup seringkali digunakan dalam tulisan-tulisan tentang kemiskinan dan pembangunan pedesaan (Purnomo2006). Menurut Chamber dan Conway dalam Purnomo (2006), definisi pola nafkah sebagai akses yang dimiliki oleh individu atau keluarga. Akses menunjukkan aturan dan norma sosial yang menentukan perbedaan kemampuan manusia untuk memiliki, mengendalikan dalam artian menggunakan sumberdaya seperti lahan dan kepemilikan umum untuk kepentingan sendiri.Dharmawan (2007), strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok untuk mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan sistem nilai budaya yang berlaku.

(21)

8

dari seberapa besar aset yang dimiliki, kapabilitas individu dan aktiftas yang nyata dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Menurut Chambers dalam Widiyanto (2009), bahwa strategi nafkah rumahtangga lebih mengacu kepada sarana untuk memperoleh kehidupan, termasuk kemampuan berupa tangible assets dan intangible assets. Inti dari livelihood dapat dinyatakan sebagai kehidupan (a living). Melalui campur tangan manusia, asset-asset nyata (tangible assets) dan asset tidak nyata (intangible assets) berkontribusi terhadap kehidupan (a living) (lihat Gambar 1).

people

Tangible Assets Intangible Assets

Gambar 1 Komponen dan bagan alir nafkah rumah tangga

Sumber : Chambers dalam Widiyanto 2009

Gambar 1 menjelaskan Tangible assets di kendalikan oleh rumah tangga dalam dua bentuk, yaitu: (1) simpanan (store), contoh: stok makanan, simpanan berharga seperti emas dan perhiasan, tabungan dan (2) dalam bentuk sumber daya (resources) seperti: lahan, air, pohon, ternak, peralatan pertanian, alat dan perkakas domestic. Intangible assetsi terdir dari claims yang dapat dibuat untuk material, moral atau pendukung lainnya dan access adalah kesempatan untuk menggunakan sumberdaya simpanan atau jasa, atau untuk memperoleh informasi, material, teknologi, kesempatan kerja, makanan atau pendapatan.

Livelihood capabilities

A living

Claims and access Store and

(22)

9

Rumahtangga Petani

Rumahtangga petani menurut Sensus Pertanian (2000) adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumahtangganya melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman kayu-kayuan, beternak ikan di kolam, karamba maupun tambak, menjadi nelayan, melakukan perburuan atau penangkapan satwa liar, mengusahakan ternak/unggas, atau berusaha dalam jasa pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual guna memperoleh pendapatan/keuntungan atas resiko sendiri.

Adapun menurut White dan Benjamin dalam Maemonah (2012) mengemukakan bahwa rumah tangga pedesaan Jawa merangkap fungsi-fungsi sebagai unit produksi, unit konsumsi, unit reproduksi, dan untuk interaksi sosial ekonomi dan politik, dimana keberlangsungan beragamam fungsi tersebut dilandasi prinsip safety first. Prinsip ini mendahulukan selamat yang berimplikasi kepada kondisi dimana keputusan rumahtangga bertujuan utama lebih kepada untuk menghindari kemungkinan gagal daripada mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.Prinsip ini juga berimbas kepada kebiasaan dalam perilaku rumahtangga miskin di pedesaan dala penerimaan mereka terhadap teknik-teknik pertanian, pranata-pranata sosial dan cara merespon terhadap proyek-proyek pembangunan.

Kerangka Pemikiran

Pengelolaan hutan saat dikelola Perum Perhutani dilakukan sistem sharing (berbagi) dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dengan adanya program PHBM ini masyarakat memiliki hak untuk menggarap lahan PHBM tersebut selama jangka waktu yang ditentukan sesuai perjanjian. Perluasan kawasan konservasi Taman Nasional di wilayah eks perum perhutani ini menjadi kawasan dengan peraturang yang lebih ketat, dengan kata lain akses akan sumberdaya hutan akan tertutup.

Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan No. Sk.174/Kpts-II/2003 tangal 10 juni 20003 telah ditetapkan perubahan fungsi kawasan hutan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap, Hutan Produksi Terbatas pada Kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas ±21 975 (dua puluh satu ribu sembilan ratus tujuh puluh lima) hektar terletak di Provinsi Jawa Barat menjadi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perubahan kawasan dari Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) berubah ali fungsi menjadi hutan konservasi TNGGP.

Ruang kawasan konservasi dalam pengelolaannya terpraktikkan dalam kebijakan pembatasan akses, hak dan ruang hidup dalam perubahan rezim pengelolaan TNGGP tersebut. Hal itu terutama sangat dipengaruhi oleh sudut paradigmatik yang dianut oleh otoritas pengelola kawasan konservasi bertujuan mengkonservasikan sumberdaya yang rusak dan melestarikan keanekaragaman hayatinya. Perubahan status kawasan ini menciptakan perubahan juga pada nafkah mata pencaharian masyarakat yang ada di dalamnya karena lahan garapan yang awalnya boleh di akses sekarang dilarang.

(23)

10

Perubahan Rezim Kawasan Hutan

hutan yang tertutup. Akses yang tertutup akibat perubahan rezim kawasan hutan ini mengakibatkan petani penggarap harus mencari alternatif mata pencaharian. Strategi nafkah akibat perubahan rezim kawasan hutan agar petani tetap mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Perum Perhutani menerapkan sistem sharing (berbagi) dengan masyarakat dalam pengelolaan hutan melalui program pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Dengan adanya program PHBM ini masyarakat memiliki hak untuk menggarap lahan PHBM tersebut selama jangka waktu yang ditentukan sesuai perjanjian. Perluasan kawasan konservasi Taman Nasional di wilayah eks perum perhutani ini menjadi kawasan dengan peraturan yang lebih ketat, dengan kata lain pemanfaatanakan sumberdaya hutan akan tertutup.

Gambar 2 Kerangka pemikiran : Mempengaruhi

: variabel yang diteliti

: perubahan rezim

Strategi Nafkah - Pertanian - Non Pertanian

Perubahan penguasaan dan Kepemilikan lahan Pertanian Kepemilikan asset rumah tangga Pengelolaan kawasan

hutan Rezim Perum Perhutani

-Dapat dimanfaatkan oleh petani

-Kesetaraan untuk mempergunakan SDA hutan

Pengelolaan kawasan hutan Rezim Perum

Perhutani

-Dapat dimanfaatkan oleh petani

(24)

11

Hipotesis Penelitian

Perubahan rezim pengelolaan dari hutan produksi ke Taman Nasional diduga berpengaruh negatif terhadap penguasaan dan pemilikan lahan serta strategi nafkah rumahtangga petani

Definisi Konseptual

1. Taman Nasional Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam baik daratan maupun perairan yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.(Permen Kehutanan No: P. 56 /Menhut-II/2006)

2. PHBM adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama oleh Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan-kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional ( keputusan PT Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001).

3. Rumahtangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagaian atau seluruh bangunan fisik yang makan dari satu dapur yang sama. Anggota rumahtangga merupakan setiap individu yang bertempat tinggal di suatu rumahtangga dan berkontribusi dalam aktivitas rumahtangga (produksi,konsumsi dan pengambilan keputusan).

Definisi Operasional

1) Karakteristik Petani adalah ciri-ciri yang melekat pada individu petani meliputi usia/umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal , dantingkat pendapatan.

a) Umur adalah selisih antara tahun responden dilahirkan hingga tahun pada saat dilaksanakan penelitian. Havighurst dan Acherman dalam Sugiah (2008) membagi usia menjadi tiga kategori:

i) Muda (18–30 tahun) ii) Dewasa (31–50 tahun) iii) Tua (> 50 tahun)

b) Tingkat pendidikan adalah jenis pendidikan/sekolah tertinggi yang pernah diikuti oleh responden, yang dibedakan ke dalam kategori:

i) Rendah (jika tidak sekolah, dan tamat SD/sederajat) ii) Sedang (jika tamat SMP/sederajat)

iii) Tinggi (jika tamat SMA/sederajat)

c) Jumlah tanggungan adalah banyaknya orang yang kehidupannya masih bergantung pada nelayan tersebut terutama terkait dengan ekonomi, termasuk dirinya sendiri. Jumlah tanggungan dibedakan menjadi:

i) Kecil (jika anggota keluarga berjumlah 1–2 orang) ii) Menengah (jika anggota keluarga berjumlah 3-4 orang)

(25)

12

d) Lama Tinggal sebagai nelayan adalah lama responden menjadi nelayan yang dihitung dalam satuan waktu (tahun), sejak pertama kali menjadi nelayan sampai dengan penelitian ini dilakukan yang dinyatakan dalam kategori

i) Rendah (2–17 tahun) ii) Sedang (18–33 tahun) iii) Tinggi (lebih dari 33 tahun)

2. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan sumber nafkah dari on farm, off farm dan non farm, yang diperoleh dalam 1 tahun, yang dibagi berdasarkan kategori:

Kategori untuk pendapatan petani pada tahun 2008:

i) Rendah (jika pendapatan responden kurang dari sama dengan Rp16 620 000)

ii) Sedang (jika pendapatan responden antara Rp16 620 000-Rp 21 336 000)

iii) Tinggi (jika pendapatan responden lebih dari sama dengan Rp21 336 001)

Kategori untuk pendapatan petani pada tahun 2012

i) Rendah (jika pendapatan responden kurang dari sama dengan Rp 10 392 00)

ii) Sedang (jika pendapatan responden antara Rp 10 392 00–Rp 13 740 000)

4. Sumber nafkah dikategorikan melalui aktivitas nafkah, yaitu wujud nyata dari strategi yang diterapkan oleh rumahtangga petani meliputi kegiatan pertanian on farm dan off farm) dan non pertanian (non farm) (Ellis1998).

Dikategorikan menjadi dua, yaitu: a. Pertanian

on-farm; didasarkan dari sumber hasil pertanian dalam arti luas (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan, dll)

off-farm, yaitu dapat berupa upah tenaga kerja pertanian, sistem bagi hasil (harvest share system), kontrak upah tenaga kerja non upah dan lain-lain. b. non pertanian

non farm, yaitu sumber pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi 5 yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian; (2) usaha sendiri di luar kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota; dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke luar negeri.

5. Strategi Nafkah untuk survival dikategorikan sebagai berikut:

a. Nafkah tunggal yaitu, rumah tangga dengan satu macam pekerjaan b. Nafkah ganda yaitu rumah tangga dengan dua macam pekerjaan

(26)

13

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kampung Sarongge Girang, Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Lokasi tersebut dipilih secara sengaja (purposive) karena Desa Ciputri Resort Sarongge ini merupakan daerah perluasaan kawasan taman nasional pada awalnya merupakan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) antara perhutani dengan masyarakat menjadi kawasan Taman Nasional. Perubahan alih fungsi yang sangat berbeda menjadi sebuah masalah terkhusus bagi aktor yang sudah memanfaatkan sumberdaya hutan sejak dari rezim PHBM. Zonasi yang jelas oleh TNGGP sehingga mau tidak mau harus menutup akses demi kelesatarian atau konservasi yang menjadi tujuan TNGGP. Namun dengan penutupan akses tersebut menjadi sebuah dilema masyarakat untuk mencari alternatif pekerjaan atau strategi nafkah demi keberlangsungan hidupnya (khusus petani penggarap di kawasan konservasi TNGGP). Berdasarkan alasan tersebut, maka resort Sarongge dipilih menjadi lokasi penelitian.

Penelitian dilaksanakan dalam waktu kurang lebih satu bulan. Kegiatan penelitian meliputi pengambilan data lapangan baik primer dan sekunder, mengatahui struktur masyarakat desa, menyebar beberapa panduan pertanyaan dan kuisioner dilanjutkan dengan pengelohan dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pemilihan Responden dan Informan

Penelitian dirancang dengan menggunakan metode survai yang bersifat deskriptif korelasional (Singarimbun 1989). Pengumpulan data dilakukan selama satu bulan pada bulan maret 2013 pada minggu 3 dan 4 serta bulan April 2013 pada minggu 1 dan 2. Data yang dikumpulkan mencakup data primer (data kuantitatif maupun data kualitatif) dan data sekunder.Data primer diperoleh dari pertanyaan terstruktur berupa kuesioner yang ditanyakan langsung kepada responden agar mendapatkan jawaban yang akurat dan wawancara mendalam kepada informan. Informasi dari sumber lain sebagai data pendukung atau untuk verifikasi. Data sekunder diperoleh dari sumber, yaitu Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGP), Perum perhutani, Kantor Resort Sarongge, kantor pemda Kabupaten Cianjur dan Masyarakat dalam dan sekitar kawasan resort Sarongge dan KementerianKehutanan serta dokumen-dokumen dan pustaka yang berhubungan dalam menunjang penelitian.

(27)

14

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini secara kuantitatif diolah dengan merekapitulasi kuesioner responden dan ditabulasi silang, yang kemudian dianalisis untuk mendapatakan sebaran berbagai variabel dan hubungannya untuk menjelaskan sumber nafkah, struktur nafkah, strategi nafkah, luas dan status tanah yang dikuasai, dan pendapatan rumahtangga.

Teknik analisis data kualitatif dilakukan sejak awal pengumpulan data. Hasil wawancara mendalam dan pengamatan disajikan dalam bentuk catatan harian yang dianalisis sejak pertama kali datang ke lapangan dan berlangsung terus menerus. Analisis data kualitatif dilakukan secara terus menerus yang terdiri atas pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Analisis data primer dan sekunder mengacu pada pendapat Miles dan Huberman (1992) dalam Sitorus (1998), data diolah dengan melakukan tiga tahapan kegiatan dan dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan melalui verifikasi data. Pertama, reduksi data dilakukan dengan tujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang data-data yang tidak diperlukan dan mengorganisir data sedemikian sehingga didapatkan kesimpulan akhir.

(28)

15

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi dan Lingkungan Fisik

Desa Ciputri, kecamatan Pacet, Kabupaten cianjur merupakan bagian wilayah Resort Sarongge Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang memiliki luas wilayah 534 Ha termasuk perluasan kawasan berdasarkan SK Menhut No. 174/Kpts-II/2003 tangal 10 Juni 2003. Wilayah Resort Sarongge terdiri dari batas buatan sepanjang kurang lebih 23km, yang memanjang dari mulai patok TN 173 ((Blok Pasir Sarongge) sampai dengan patok TN 200 (Blok Pasir Ipis) dengan jumlah pal batas sebanyak 27 buah (Pal batas lama), dan Pal B 300 sampai dengan B 515 kawasan ini hampir seluruhnyaberbatasan dengan lahan milik masyarakat yang dikelola sebagai kebun sayur mayor dan ladang.Desa Ciputri ini berbatasan dengan:

Utara : Desa Ciherang Kecamatan Pacet Selatan : Desa Galudra Kecamatan Cugenang Barat : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Timur : Desa Cibeureum Kecamatan Cugenang

Desa Ciputri yang memiliki luasan ±534 Ha sebagian besar diperuntukan untuk daerah persawahan, pertanian atau ladang dan perikanan atau perkebunan. Dengan keadaan penggunaan lahan seperti itu pada umumnya kegiatan sehari-harinya adalah bertanam tanaman musiman.

Tabel 2 Pola peruntukan lahan Desa Ciputri tahun 2012

No Peruntukan Lahan Luasan (Ha) Persentase (%) Infrastruktur/ Prasarana Umum/ Sungai

(29)

16

Aksesibilitas dan Sarana Prasarana

Jalan menuju lokasi penelitian pada umumnya sudah dilakukan pengaspalan, namun perbatasan di Desa Galudra menuju lokasi penelitian jalan sebagaian besar sudah sedikit hancur dan jalan bergelombang karena jalan berupa aspal berbatu. Jarak lokasi penelitian ke Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) ± 24 km dengan waktu tempuh ± 1jam dan jarak ke kantor Ketua desa ±5km dengan waktu tempuh ± 0.4jam. Sarana transportasi umum yang ada untuk menghubungkan masing-masing kampung hanya ada ojek saja, melihat dari jalan yang kurang baik jika menggunakan angkutan pedesaan roda empat. Angkutan pedesaan roda empat hanya sampai kantor desa.

Prasarana dan fasilitas yang dimiliki desa diantaranya adalah kantor desa, posyandu dan PKK, bangunannya berada dalam satu lokasi dan cukup memadai, dengan adanya ruangan aula pertemuan dan tempat parkir. Bangunan sekolah dasar/sederajat terdapat satu, Taman Kanak-kanak terdapat satu, terdapat satu Radio Komunitas yang bernama Radio Edelweiss, terdapat empat belas mesjid dan 34 langgar atau musholla, serta satu perpustakaan desa.

Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian

Berdasarkan data monografi potensi tahun 2012, penduduk Desa Ciputri adalah masyarakat pribumi asli. Jumlah penduduk di Desa Ciputri adalah 10 048 jiwa terdiri dari 5235 jiwa laki-laki dengan persentase 52 persen dan 4813 jiwa perempuan dengan persentase 48 persen. Jumlah dan persentase menurut jenis kelamin tercantum dalam Tabel 3.

Tabel 3 Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin Desa Ciputri

No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1

Sebagaimana tercantum dalam Tabel 4, berdasarkan data potensi desa tahun 2012 sebagian besar mata pencaharian penduduk di Desa Ciputri yakni Petani dengan jumlah sebanyak 1188 orang, sebagai besar petani pada sentra penghasil sayur-mayurdan menjual hasil panennya ke Cianjur atau ke Bogor bahkan ke pasar induk jakarta dalam skala cukup besar. Jumlah dan persentase berdasarkan pola mata pencaharian penduduk

Tabel 4 Jumlah dan persentase menurut pola mata pencaharian

(30)

17

Pendidikan

Berdasarkan data potensi desa tahun 2012 tingkat pendidikan di Desa Ciputri dapat dijelaskan bahwa jumlah data penduduk Desa Ciputri tercatat sebanyak 9 058 orang, terdiri dari jumlah persentase yang belum sekolah dan tidak tamat SD sebesar 14.89 persen. Tamat SD atau setaranya sebesar 79.13 persen.Tamat SMP atau setaranya sebesar 3.81 persen. Tamat SMA atau setaranya sebesar 1.75 persen. Tamat Diploma atau setaranya sebesar 0.24 persen dan Sarjana atau setaranya sebesar 0.18 persen. Kondisi tersebut menujukkan rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di dominasi pada tamatan SD. Tercantum dalam Tabel 5.

Tabel 5 Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) 1

Komposisi penduduk berdasarkan jenjang pendidikan menggambarkan tingkat sumberdaya manusia yang berkualitas sehingga menunjukkan tingkat kemajuan suatu wilayah dalam pembangunan. Kondisi pendidikan masyarakat yang tergolong rendah yang terlihat pada Tabel 5 dengan jumlah 1349 orang belum sekolah atau tidak tamat SD dan 7 168 orang tamatan SD, mengakibatkan rendahnya kualitas sumberdaya manusia yang tinggal di Desa Ciputri. Meskipun sebagaian besar didominasikan pada tingkat pendidikan tamatan SD, penduduk Desa Ciputri sudah menyadari akan pentingnya pendidikan3.

Struktur Sosial

Pada setiap kali ditanya pelapisan sosial, informan selalu menjawab tidak ada perbedaan yang mencolok diantara warga desa Ciputri. Berdasarkan informasi yang dapat peneliti simpulkan dari informan walau tersirat, ada dua hal yang menjadi dasar penghargaan dalam masyarakat Desa Ciputri, (1) penghargaan yang diberikan berdasarkan pekerjaan (penguasa lokal) contohnya ketua kelompok tani, karyawan resort Sarongge, (2) penghargaan yang diberikan berdasarkan pendidikan formal atau informal yang dimiliki. Warga akan dianggap mampu jika telah mampu mengganti lantai rumah dengan kramik, memiliki pertanian yang luas dan milik sendiri, memiliki kendaraan bermotor terutama mobil, memiliki

3Hasil wawancara dengan sekdes Desa Ciputri mengatakan bahwa “walau orangtua mereka

(31)

18

(32)

19

TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO

Perubahan LuasKawasan dan ZonasiTNGGP

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) merupakan salah satu kawasan konservasi di Jawa Barat dengan tipe ekosistem hutan hujan tropis pegunungan. Sumberdaya alam hayati dan ekosistem di TNGGP memberikan manfaat bagi masyarakat bagi masyarakat disekitarnya. Penggunaannya secara berkelanjutan mutlak mengikuti tiga pilat konservasi yaitu perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari-optimal untuk menjaga kelestarian fungsi dan kualitas sistem penyangga kehidupan.

Kawasan TNGGP berbatasan secara langsung dengan kawasan Perum Perhutani. Pada tahun 2003 berdasarkan SK Menhut No 174, TNGGP mengalami perluasaan ± 7 655 ha yang berasal dari areal Perum Perhutani. Areal Perluasan eks-Perum Perhutani tersebut merupakan lingkar terluar sepanjang kawasan TNGGP sehingga saat ini menjadi batas baru bagi kawasan TNGGP.

Perluasan kawasan hutan TNGGP berdasarkan Surat Menteri Kehutanan tersebut ditindak lanjuti dengan adanya Berita Acara Serah Terima (BAST). BAST tersebut berisikan mengenai perubahan kawasan Hutan Produksi tetap dan Hutan Produksi Terbatas menjadi Kawasan Konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Serah terima dari Perum Perhutani kepada Kementerian Kehutanan Nomor: 07/SJ/DIR/2009, BA.6/IV-SET/2009 tanggal 29 Januari 2009 kemudian ditindak lanjuti kembali dengan BAST pengelolaan hutan dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada Balai Besar Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (BBTNGGP) Nomor: 002/BAST-HUKAMAS/III/2009 – Nomor: 1237/II-TU/2/2009 pada tanggal 6 Agustus 2009. Luas kawasan yang diserahkan kepada TNNGP seluas 7 655.03 Ha, sehingga luas total kawasan TNGGP sekarang menjadi seluas 22 851.030 Ha.

(33)

20

TNGGP berada di wilayah 3 kabupaten Bogor, Cianjur dan Sukabumi dengan kota-kota besar yang berada disekitarnya seperti Jakarta, Bogor dan Bandung, merupakan wilayah yang terus berkembang, sehingga menjadi ancaman sekaligus tekanan pada kawasan konservasi ini. Disatu sisi, sebagai kawasan konservasi, potensi sumberdaya alam hayati TNGGP dapat memberikana manfaat bagi masyarakat disekitarnya.Sosial ekonomi masyarakat di sekitar TNGGP pada umumnya tergolong desa miskin. Tercatat terdapat 66 desa yang berbatasan langsung dengan kawasan TNGGP, berpenduduk 454.325 jiwa dengan rata-rata pendidikan SD/SLTP dan tingkat pendapatan sekitar Rp 100 000/jiwa/bulan4. Mata pencaharian 70 persen petani, lahan milik sendiri 34 persen (<0.25 ha/kk) dan 55,2% adalah petani penggarap5. Desa Ciputri merupakan desa berbatasan langsung dengan hutan TNGGP dan sebagian besar penduduk menjadi petani penggarap di kawasan TNGGP. Tidak lebih dari 92% masyarakat sekitar kawasan berinteraksi langsung dengan kawasan konservasi dengan menggantung hidupnya pada sumber daya alam hayati kawasan TNGGP.

Perubahan zonasi kawasan TNGGP diperlakukan pada tanggal 22 februari 2011 dengan adanya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Nomor SK.39/IV-KKBJL/2011 mengenai Zonasi Taman Nasional Gunung Gede pangrango. Zonasi di TNGGP terbagi menjadi 7 (tujuh) Zona yakni Zona Inti seluas 9 612.592 Ha (42.06%), Zona Rimba seluas 7 175.396 Ha (31.40%), Zona Pemanfaatan seluas 1 330.424 Ha (5.82%), Zona Rehabilitasi seluas 4 367.192 Ha (19.11%), Zona Tradisional seluas 312.136 Ha (1.36%), Zona Khusus 3.19 Ha (0.01%) dan Zona Konservasi Owa Jawa seluas 50.10 (0.21%).

Sebagaimana tercantum dalam lampiran 5, perubahan luasan Kawasan TNGGP tersebut mengubah zonasi di Desa Ciputri yang awalnya kawasan hutan produksi milik Perum Perhutani melalui PHBM mejadi Zona Rehabilitasi miliknya Balai Besar TNGGP. Zona Rehabilitasi merupakan areal perubahan fungsi dari Hutan Produksi Terbatas menjadi kawasan konservasi Taman Nasional Gn Gede Pangrango. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya alamiahnya, oleh karena itu Resort Sarongge Desa Ciputri perlu dilakukan rehabilitasi dan atau restorasi dengan menanam tanaman endemik agar kawasan dapat berfungsi

Pemangku Kepentingan TNGGP

Perum Perhutani

Pada tahun 1972, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972, ditetapkan pada tanggal 29 Maret 1972, Pemerintah Indonesia mendirikan Perusahaan Umum Kehutanan Negara atau disingkat Perum Perhutani. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara yang berada dibawah naungan KementerianKehutanan dan Perkebunan.Dasar hukum Perum Perhutani sebagaimana ditetapkan dalam PP No 15 Tahun 1972, kemudian berturut turut mengalami perubahan dengan PP no 36 tahun 1986, PP No 53 Tahun 1999, PP No

4

Data yang tertera didapatkan dari BBTNGGP

5

(34)

21 14 tahun 2001, dan terakhir dengan Peraturan Pemerintah tahun Nomor 30 tahun 2003. Saat ini pengelolaan perusahan Perum Perhutani dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 72 tahun 2010.

Perhutani sebagai Badan Usaha Miliki Negara (BUMN), diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan, perencanaan, penguasahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Desa ciputri pada awalnya merupakan daerah wilayah Perum Perhutani sehingga lahan tersebut dapat dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Ciputri untuk dijadikan lahan pertanian. Setelah adanya Perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), kemudian diklaim oleh pemerintah bahwa tanah tersebut merupakan tanah kehutanan dan harus dihutankan kembali.

Dengan adanya SK Kementerian Kehutanan No. 174/Kpts-II/2003 maka peralihan kawasan yang tadinya berada pada Perum Perhutani harus berpindah ke TNGGP. Perluasan kawasan TNGGP yang ditindak lanjutkan dengan BAST berdasarkan tabel 9, terjadi selang waktu dari SK Menteri Kehutanan tahun 2003 sampai BAST 2009, rentan waktu tersebut terjadinya status quo pada areal perluasan Desa Ciputri (AA, Kabid P3). Banyaknya petani-petani yang berkebun untuk membuka lahan yang dulunya lahan perhutani untuk mengikuti PHBM, karena pada masa perhutani petani tersebut tidak memiliki lahan garapan di kawasan perhutani.

Pengelolaan hutan Perum Perhutani di Desa Ciputri bekerjasama dengan masyarakat melalui program kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). PHBM merupakan realisasi dari konsep kehutanan sosial (social forestry) dimana masyarakat diberikan kesempatan untuk berperan serta dalam mengelola sumberdaya alam berupa hutan. PHBM adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang sinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau para pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal dan peningkatan IPM yang bersifat fleksibel, partisipatif dan akomodatif6. Saat ini pihak Perum Perhutani sudah tidak memiliki kepentingan lagi di wilayah Desa Ciputri karena termasuk daerah perluasan kawasan TNGGP.

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP)

TNGGP merupakan salah satu dari 5 taman nasional yang dideklarasi oleh pemerintah Indonesia tahun 1980, dan sampai tahun 2007 sudah 50 taman nasional dibentuk oleh pemerintah di seluruh Indonesia7. Seperti halnya kawasan konservasi lainnya di Indonesia, pengelolaan kawasan TNGGP merupakan tanggungjawab dari Direktorat Jenderal Pelindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan.Pengelolaan TNGGP dikenal sebagai Taman Nasional percontohan karena pengelolaan yang baik. Kawasan TNGGP memiliki dua iklim yaitu musim kemarau dari bulan juni sampai oktober dan musim penghujan dari bulan nopember ke april. Hujan juga turun ketika musim kemarau, menyebabkan kawasan TNGGP memiliki curah hujan rata-rata pertahun 4000 mm. Rata-rata suhu berada di 230 C, dan puncak tertinggi berada pada 3000 m dpl.

Secara adminitratif, kawasan TNGGP berada di 3 kabupaten yaitu Bogor seluas 4 514.73 Ha, Cianjur seluas 3 599.29 Ha dan Sukabumi seluas 6 781.98

6

Dapat diunduh di www.cifor.go.id

7

(35)

22

Ha pada awalnya, namun setelah pemerintah mengeluarkan SK Menhut no.174/Kpts-II/2003 tentang penunjukan dan perubahan fungsi Kawasan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan Produksi Tetap dan Hutan Produksi Terbatas kepada kelompok hutan Gunung Gede Pangrango seluas 21.975 Ha. Kantor pengelola yaitu Balai Besar TNGGP berada di Cibodas, dan dalam pengelolaannya dibagi menjadi 3 (tiga) bidang pengelolaan Taman Nasional wilayah (Bidang PTN wil), yaitu Bidang PTN Wil I di Cianjur, Bidang PTN wil II di Selabintana-Sukabumi, dan Bidang PTN wil III di Bogor, dan 6 (enam) Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah (SPTN Wil) dan 22 (dua puluh dua) resort Pengelolaan Taman Nasional Wilayah dengan tugas dan fungsi melindungi dan mengamankan seluruh kawasan TNGGP dalam mewujudkan pelestarian sumberdaya alam menuju pemanfaatan yang berkelanjutan. Desa Ciputri merupakan bagaian dari wilayah Resort PTN Sarongge.

Perkumpulan GEDE PAHALA

GEDEPAHALA adalah dua Taman Nasional terbesar yang berada di Jawa, Taman Nasional: Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Halimun Salak (TNGHS).Halpenting berdirinya perkumpulan GEDEPAHALA adalah untuk mewujudkan terbentuknya koridor antara Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) sebagai satu kesatuan ekosistem (termasuk manusia di dalamnya) melalui implementasi berbagai program priotas. Karakteristik dari TNGGP dan TNGHS hampir sama yakni memiliki ekosistem hutan hujan tropis pegunungan. TNGGP dan TNGHS sebagai satu kesatuan ekosistem dan mengembangkan program perlindungan kawasan konservasi sebagai sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya serta pemanfaatan sumberdaya alam secara lestari yang ada di kawasan TNGGP dan TNGHS.

Pada saat kawasan TNGGP bertambah luas sebagai akibat beralihanya status kawasan hutan produksi menjadi hutan konservasi (salah satunya wilayah yang terkena adalah Desa Ciputri, Cianjur); Perkumpulan GEDEPAHALA turut mendorong proses rehabilitasi eks kawasan Perum Perhutani dengan melaksanakan program Adopsi Pohon.

(36)

23 Organisasi GEDEPAHALA terkesan bersifat elitis dan lebih berorientasi pada konservasi. Didalam organisasi GEDEPAHALA tidak ada keikutsertaan tokoh-tokoh masyarakat sekitar, para pengusaha dan pedagang yang memanfaatkan peluang usaha di sekitar kawasan TNGGP. Golongan dan kelompok masyarakat ini tampaknya ditenggarai oleh Balai Besar TNGGP sebagai aktor yang mengancam kelestarian kawasan konservasi, padahal mereka dapat menjadi modal sosial yang positif untuk menjaga kelestarian kawasan. Dapat dipahami bila baik Balai Besar TNGGP dan perkumpulan GEDEPAHALA tidak atau relatif kurang menaruh perhatian kepada kelompok masyarakat marjinal yang ada di sekitar kawasan seperti halnya warga Desa Ciputri yang diteliti dalam penelitian ini.

Petani Penggarap Desa Ciputri

Petani penggarap di Desa Ciputri mengalami imbas dari perluasan kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Diawali petani membuka lahan untuk menggarap lahan kawasan berdasarkan adanya perjanjian PHBM oleh Perum Perhutani pada tahun 1980an. Namun pada tahun 2003 menurut 2003 berdasarkan SK Menhut No 174, lahan garapan tersebut, dialih fungsikan karena mengalami perluasan TNGGP. Perubahan alih fungsidari kawasan hutan produksi Perhutani menjadi kawasa konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Akibat perubahan alih fungsi petani tidak perbolehkan lagi menggarap kawasan hutan.

Petani penggarap sebagian besar petani tanpa lahan yang sering disebut tuna kisma, dengan permasalahan tersebut gapoktan-gapoktan yang berada di desa ciputri mengajukan solusi langsung ke Balai Besar TNGGP. Sempat terjadi konflik antara petani penggarap dengan pihak TNGGP, bahkan sampai beradu fisik. Pada tahun 2005 dibuatlah surat pernyataan yang ditandatangani oleh 66 petani penggarap. Dengan perjanjian tersebut petani diperbolehkan menggarap dengan ketentuan yang tertera di perjanjiannya. Kemudian pada tanggal 29 Januari 2009, BAST pengelolaan hutan dari Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten kepada Balai Besar Taman Nasional, sehingga sudah tidak diperbolehkan untuk menggarap kawasan tersebut. Adapun karakteristik responden Desa Ciputri sebagai berikut:

Karakteristik Responden

Usia Responden

(37)

24

Tabel 6 Jumlah dan persentase responden resort sarongge, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat tahun 2013

No Kelompok umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1 18 – 30 8 26.7

2 31-55 22 73.3

3 >55 0 0

Total 30 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden berada pada usia 31- 55 tahun. Hal ini menujukkan bahwa lebih dari separuh (73,3 persen) responden di Resort Desa Ciputri merupakan petani dalam masa usia pertengahan. Masa usia tersebut tergolong masa usia produktif. Dapat dikatakan sebagain besar responden dalam penelitian ini merupakan petani yang produktif.

Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan dalam keluarga responden Desa Ciputri Resort Sarongge dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan rata-rata di lapangan. Ketiga kategori tersebut yaitu jumlah tanggungan satu sampai dua, jumlah tanggungan tiga sampai empat dan jumlah tanggungan lima. Klasifikasi responden berdasarkan jumlah tanggungan rumah tangganya dipaparkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah tanggungan dalam rumahtangga Desa Ciputri Resort Sarongge Tahun 2012.

No Jumlah Tanggungan (Orang) Jumlah Responden Persentase (%)

1 1-2 2 6,7

2 3-4 24 80

3 5 4 13,3

Total 30 100

Diketahui bahwa sebaran jumlah yang menjadi tanggungan responden terkumpul yang jumlah tanggungan memiliki tiga sampai empat orang dengan persentase 80 persen, sedangkan dengan jumlah tanggungan satu sampai dua orang berjumlah dua orang dengan persentase 6,7 persen dan responden dengan jumlah tanggungan empat orang sebesar 13,3 persen.

Banyaknya anggota rumahtangga yang ditanggung menjadi salah satu faktor yang menuntut Ketua rumahtangga untuk dapat meningkatkan pendapatannya. Hal tersebut untuk mencukupi kebutuhan sehari-harinya dalam rumahtangganya.

Lama Tinggal

(38)

25 empat bagian yaitu: kurang dari satu tahun, antara satu sampai dengan sepuluh tahun, antara sebelas sampai dua puluh tahun dan lebih dari sama dengan 21 tahun. Adapun secara lengkap tentang lama tinggal disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut lama tinggal dalam rumahtangga Desa Ciputri Tahun 2012.

No Lama Tinggal Jumlah Responden Persentase (%)

1 <1tahun 0 0

2 1-10 tahun 1 3,3

3 11-20 tahun 1 3,3

4 ≥20tahun 28 93,4

Total 30 100

.

(39)

26

PERUBAHAN STRATEGI NAFKAH RUMAHTANGGA

PETANI

Sumber Lapangan Pekerjaan

Sumber nafkah merupakan aset, sumberdaya atau modal yang dimiliki rumahtangga yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan nafkah rumahtangga. Terdapat delapan sumber nafkah rumahtangga responden Resort Sarongge sekarang ini yaitu lapangan pekerjaan sebagai petani, buruh tani, peternakan, jasa konstruksi, wiraswasta, jasa hiburan dan karyawan. Seluruh sumber nafkah tersebut dikategorikan dalam dua struktur nafkah: a) nafkah dari sumber-sumber pertanian (petani, buruh tani dan peternak), atau yang disebut sebagai nafkah yang bersumber dari on farm dan off farm; b) nafkah dari sumber-sumber non pertanian (jasa konstruksi, wiraswasta, jasa hiburan, karyawan dan jasa ojek), atau yang disebut sebagai nafkah yang bersumber dari non farm tercantum dalam Tabel 9.

Nafkah dari sumber pertanian (on farm dan off farm) dan non pertanian (non farm) tersebut merupakan ciri struktur nafkah masyarakat Desa Ciputri yang ditunjukkan oleh 30 responden yang sudah di dapatkan (Tabel 3). Struktur nafkah tunggal, dual, dan multi tersebut

Tabel 9 Jenis Lapangan Pekerjaan dan Profesi Responden Rumahtangga Desa Ciputri Tahun 2012.

No Lapangan Pekerjaan Profesi Responden

1 Pertanian (on farm dan off farm) 2 Non Pertanian (non pertanian)

- Jasa Konstruksi

Sebagaimana tercantum dalam Tabel 9 menjelaskan beberapa profesi responden Desa Ciputri. Profesi responden tersebut meliputi lapangan pekerjaan pertanian dan non pertanian. Terdapat sebelas jenis profesi responden Desa Ciputri, yaitu Petani dengan kepemilikan lahan sendiri, buruh tani, Peternak kambing atau kelinci, buruh bangunan, warung, penyiar radio, satpam, karyawan, pedagang sayur , supir roda empat dan ojek. Lapangan pertanian berjumlah tiga jenis profesi, sedangkan pada lapangan pekerjaan non pertanian berjumlah delapan profesi seperti yang sudah disebutkan sebelumnya.

(40)

27 jenis pekerjaan saja tidak akan mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari rumahtangga.

“mun ayeuna mah kudu neangan pakerjaan nu laennya ambeuh

sakulawargi ceukap ka kabutuhan sahari-hari jeung dahar, kabutuhan anak-anak mun arek jajan, jeung sakolana, baju, bayar kreditan motor nu can lunas, jadi rek kumaha deui tos kawajiban jadina. Si ibu oge sok milu pigawe ambeuh

nambih-nambih jeung di dapur”. (UCP, 40tahun, 28 Maret 2013)

“ jika sekarang harus mencari pekerjaan yang lainnya agar mencukupi kebutuhan sekeluarga untuk makan, kebutuhan anak-anak jajan sekolah, baju, membayar kreditan motor yang belum lunas, jadi mau bagaimana lagi, sudah kawajiban. Si ibu juga kadang suka ikut kerja untuk nambah-nambah di dapur” (UCP, 40 tahun, 28 Maret 2013)

Tabel 10 Jumlah responden rumahtangga resort sarongge menurut aneka nafkah dari pertanian dan non pertanian Tahun 2012

(41)

28

Pekerjaan responden sebagaian besar tidak hanya berpaku pada satu jenis lapangan pekerjaan. Namun responden berusaha mencari beberapa jenis lapangan pekerjaan lain berguna mempertahankan keberlanjutan hidup rumahtangga responden. Sebanyak 5 responden (16.7 persen) dari 30 responden yang diteliti sepenuhnya mengandalkan nafkah dari pertanian (petani, buruh tani dan peternak kambing/kelinci). Kemudian yang sepenuhnya mengandalkan nafkah dari non (karyawan, pedagang sayur dan sebanyak 4 responden (13.3 persen). Sisanya mengandalkan nafkah hidupnya dari kombinasi dual dan multi nafkah dari pertanian (on farm dan off farm) dan non pertanian (non farm), berdasarkan Tabel 10.

Sebagian besar responden rumahtangga dengan sumber nafkah lebih dari satu pekerjaan lebih banyak. Bahkan hanya ada satu satu responden yang bermata pencaharian hanya satu saja, hal ini dikarenakan ada beberapa faktor yaitu banyaknya anak yang sudah berumahtangga sendiri sehingga sudah menjadi tanggungannya, kemudian faktor usia yang menurut mereka sudah tidak muda lagi. Berikut ungkapan dari responden yang bermata pencahariannya hanya satu.

“Bapak mah kerjaanna ayeuna ngan jadi buruh tani ajah dek, lantaran abdi tos rada sering geuring faktor tos sepuh oge dek. Bari putra-putra bapak tos ageung, malah tos boga incu deui bapak mah. Jadi ya ti buruh tani ge tos ceukap ngamenuhan kabutuhan mah, ukur nimbang dahar 2 kali sahari mah tos ceukap dek. (WE, 52tahun, 3 April 2013).

“bapak sekarang kerjanya hanya menjadi buruh tani saja, karena saya sudah sering sakit dan tua. Lagipula putra-putra bapak sudah dewasa, bahkan bapak sudah memiliku cucu.Jadi ya buruh tani juga sudah cukup memenuhi kebutuhan, hanya makan 2 kali sehari sudah cukup (WE, 52tahun, 3 April 2013).

Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Penggarap

Sebagian besar rumahtangga pedesaan pada umumnya tidak dapat menghindar dari resiko, apakah yang disebabkan oleh manusia atau karena faktor lingkungan, dan mereka biasanya memanajemen struktur nafkah sehingga mampu meminimalkan resiko, tergantung kepada sumberdaya yang dimiliki (Ellis, 2000). Strategi nafkah rumahtangga merupakan landasan pilihan aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan rumahtangga. Aktivitas nafkah merupakan tindakan anggota rumahtangga yang dapat dilihat sebagai bentuk dari strategi nafkah rumahtangga.

(42)

29 diversifikasi sumber nafkah yaitu proses yang dilakukan oleh kelurga pedesaan untuk melakukan berbagai aktivitas dan kemampuan dorongan sosial mereka dalam upaya berjuang untuk bertahan hidup dan untuk meningkatkan standar hidup.

Berbagai alasan individu dan rumahtangga melakukan diversifikasi sebagai strategi nafkah adalah karena keterpaksaan (necessity) dan pilihan (choice). Istilah lain yang sering digunkan adalah antara bertahan hidu (survival) dan pilihan (choice) atau antara bertahan hidup (survival) dan akumulasi (accumulation). Suatu kondisi yang memaksa, misalnya: tidak adanya akses lahan bagi petani tunakisma, lahan yang semakin sempit akibat fragmentasi lahan warisan, gagal panen, bencana alam, atau ketidakmampuan mengerjakan aktifitas pertanian karena kecelakaan atau sakit. Dalam kasus Desa Ciputri ini karena perubahan rezim dari lahan Perum Perhutani yang awalnya diperboleh menggarap lahan di kawasan hutan, namun sejak adanya Berita Serah Terima Acara (BAST) ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), para petani terpaksa keluar dari lahan garapannya yang sekarang menjadi lahan kawasan TNGGP.

White dalam widiyanto (2009), membedakan rumahtangga petani ke dalama tiga kelompok dengan strategi nafkah yang berbeda. Pertama, rumahtangga yang atau mengusahakan tanah pertanian luas, yang menguasai surplus produk pertanian diatas kebutuhan hidup mereka. Surplus ini seringkali dimanfaatkan untuk membiayai pekerjaan di luar sektor non-pertanian, dengan imbalan penghasilan yang relatif tinggi pula. Pada golongan pertama, strategi nafkah yang mereka terapkan adalah strategi akumulasi dimana hasil pertaniannya mampu diinvestasikan kembali baik pada sektor pertanian maupun non-pertanian. Kedua, rumahtangga usaha tani sendang (usahatani hanya mampu memenuhi kebutuhan subsisten). Mereka biasanya bekerja pada sektor non pertanian dalam upaya melindungi diri dari gagal panen atau memberikan sumber pendapatan yang berkelanjutan mengingat usaha pertanian bersifat musiman. Strategi mereka ini dapat disebut sebagai strategi konsolidasi. Ketiga rumahtangga usaha tani gurem atau tidak bertanah. Biasanya mereka bekerja dari usaha tani ataupun buruh tano, dimana penghasilannya tidak dapat mencukupi kebutuhan dasar. Rumahtangga ini akan mengalokasikan sebagian dari tenaga kerja mereka tanpa modal, dengan imbalan yang rendah ke dalam kegiatan luar pertanian. Pada rumahtangga di golongan ketiga ini umumnya menerpakan strategi bertahan hidup (survival strategy).

Gambar

Tabel 1   Larangan perbuatan atau kegiatan di dalam zona kawasan Taman
Gambar 1   Komponen dan bagan alir nafkah rumah tangga
Gambar 2  Kerangka pemikiran
Gambar 3. Peta Perubahan Fungsi Kawasan Hutan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan motivasi kerja pegawai sudah baik, pemimpin mampu dalam menjalankan

Formulir Penjualan Kembali Unit Penyertaan PRINCIPAL INDEX IDX30 yang telah lengkap sesuai dengan syarat dan ketentuan yang tercantum dalam Kontrak Investasi

Sejumlah forum seperti ra pat komisi penyuluhan Aceh, me- nurut Azanuddin, harus menjadi wadah bagi semua pihak terkait untuk dapat memberikan saran dan masukan kepada Pemerintah

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan antara hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran ARIAS dengan pendekatan

Pada Independent line venting system yang telah terpasang pada berbagai ripe kapal tanker 101, t erdiri dan pipa yang dipasang pada tiap tangki muatannya dan

Perbedaannya terletak pada kajiannya, yaitu penulis lebih membahas pada bagaimana objektivitas Hakim Mahkamah Konstitusi dalam melakukan judicial review terhadap

Perlunya mengasah kemamuan otak kiri dan kana secara bersamaan sangatlah penting, sehingga pada prodi pendidika kimia, fisika, dan biologi perlu diasah kemampuan otak kanan

Radiasi yang berasal dari sumber yang bergerak secara relativistik akan menga- lami beaming yang searah dengan vektor kecepatan sumber menurut pengamat diam. Efek beaming