• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PEMBERIAN KEONG MAS

(

Pomacea canaliculata

) TERHADAP PERTAMBAHAN

BOBOT BADAN DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb)

DARAH TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

WULAN DEWININGTIAS

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

WULAN DEWININGTIAS C34080073. Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus). Dibimbing oleh ELLA SALAMAH dan SRI PURWANINGSIH.

Keong emas (Pomacea canaliculatus) merupakan salah satu jenis moluska yang sering ditemukan di sawah. Pandangan mengenai keong mas yang hanya sebagai suatu hama merugikan dan hewan yang tidak memiliki manfaat, tidak sepenuhnya benar. Sampai saat ini, keong mas telah dimanfaatkan menjadi sumber pakan dan pangan. Keong mas memiliki kandungan mineral yang tinggi terutama zat besi yaitu sebesar 44,16 mg/100 gr (bk). Zat besi memiliki fungsi sebagai carrier oksigen dan berperan dalam pembentukan sel darah merah (eritrosit), dimana hemoglobin merupakan komponen esensial eritrosit. Adanya kandungan Fe yang tinggi pada keong mas maka perlu dilakukan penelitian pengaruh pemberian keong mas terhadap bobot badan dan kandungan hemoglobin tikus putih.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas (Pomacea canaliculata) terhadap pertambahan bobot badan dan kadar hemoglobin (Hb). Penelitian ini dibagi dalam dua langkah pekerjaan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Langkah penelitian pendahuluan meliputi preparasi sampel, pembuatan tepung keong mas dan pembuatan ransum. Langkah penelitian utama meliputi persiapan kandang, masa adaptasi hewan percobaan, masa perlakuan, pengambilan darah, dan analisis hemoglobin. Tikus dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari sembilan ekor tikus. Ketiga kelompok tikus dengan perlakuan perbedaan ransum yaitu ransum komersial, ransum dengan penambahan daging, dan ransum dengan penambahan daging dan jeroan keong mas.

(3)

PENGARUH PEMBERIAN KEONG MAS

(

Pomacea canaliculata

) TERHADAP PERTAMBAHAN

BOBOT BADAN DAN KADAR HEMOGLOBIN (Hb)

DARAH TIKUS PUTIH (

Rattus norvegicus

)

WULAN DEWININGTIAS

C34080073

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

Judul skripsi : Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin Tikus Putih (Rattus norvegicus)

Nama Mahasiswa : Wulan Dewiningtias

NIM : C34080073

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ella Salamah, M.Si Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si NIP. 19530629 1988 03 2 001 NIP. 1965 0713 1990 02 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP. 19580511 198503 1 002

(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Tikus Putih (Rattus norvegicus)” adalah benar karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , Februari 2013

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadrat Allah SWT atas segenap limpahan karunia tak terhitung banyaknya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Rasullah SAW. Penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar Hemoglobin (Hb) Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus)” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, diantanya kepada:

1) Dra. Ella Salamah, M.Si dan Dr. Ir. Sri Purwaningsih M.Si sebagai komisi pembimbing atas segala saran, kritik, arahan, perbaikan dan motivasi serta semua ilmu yang telah diberikan.

2) Dr. Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji atas arahan dan perbaikan yang telah diberikan.

3) Dr. Ir. Ruddy suwandi, MS, M.Phil selaku Ketua Departemen Teknolgi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institus Pertanian Bogor.

4) Dr. Ir Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil perairan.

5) Kedua orang tua saya ayahanda Waryo dan Ibunda Sunariyah atas segala doa dan apapun yang telah diberikan kepada penulis yang tak terhitung banyaknya .

6) Pihak Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama kuliah di Institut Pertanian Bogor.

7) Kakak bintng, ka asep dan adik Nita, Eki, dan Sela atas motivasi dan segala canda tawanya.

8) Bu Ema, Mba Dini, Ka Riki dan seluruh staf THP terimakasih atas bantuan dan bimbingannya selama penelitian.

9) Intan, Lista, Ida, Asni , Fitri , Hilma terimakasih atas kebersamaan kita.

(7)

11) CSS Mora 45 IPB dan THP 45, 46 yang selalu memberikan bantuan tenaga, fikiran, motovasi dan doa untuk membantu penulis dari kuliah, penelitian sampai penyelesaian skripsi ini.

12) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih atas semua yang telah diberikan. Hanya Allah sebaik-baik Pemberi Balasan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karawang 26 Juni 1990 dari ayahanda bernama Waryo dan Ibunda bernama Sunariyah. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan formal dimulai dari SD Adiarsa VII Karawang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan sekolah di SLTP Negeri 2 Karawang, dan lulus pada tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh di MAN MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon dan lulus pada tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2008 melalui jalur Beasiswa Utusan daerah (BUD) dari Kementrian Agama RI diterima sebagai mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kalautan.

(9)
(10)

4.5 Pertumbuhan Bobot Badan Tikus ... 31

4.6 Hemoglobin Darah tikus... 35

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 36

5.2 Saran... 36

DAFTAR PUSTAKA ... ... 37

(11)

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Komposisi kimia keong mas ... 6

2. Klasifikasi mineral berdasarkan fungsinya ... ... 7

3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi... 9

4. Komposisi kimia keong mas tanpa cangkang ... 25

5. Komposisi kimia tepung keong mas segar dan tepung keong mas ... ... 27

6. Komposisi kimia ransum perlakuan... ... 30

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Keong mas ... 4

2. Metabolisme zat besi di dalam tubuh... ... .. 8

3. Tikus putih... ... 12

4. Diagram alir tahap penelitian... ... 14

5. Keong mas utuh (Pomacea canaliculata) ... 22

6. Bagian daging dan bagian jeroan keong mas ... ... 23

7. Diagram pie rendemen keong mas ... ... .. 23

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1 Lokasi pengambilan keong mas ... 42

2 Contoh perhitungan rendemen keong mas ... ... 42

3 Data komposisi kimia keong mas ... 43

4 Data komposisi kimia tepung keong mas... ... 43

5 Data komposisi kimia ransum perlakuan ... 43

6 Formulasi pembuatan ransum ... 44

7 Tabel pertambahan bobot tikus ... ... 45

8 Gambar tempat makan dan minum tikus ... 46

9 Prosedur pengukuran kadar hemolgobin... 47

10 Gambar Spektrofotometer UV-Vis... 47

11 Prosedur pengujian parasit... ... 48

12 Hasil analisis ragam pertumbuhan bobot badan tikus... ... 48

13 Uji lanjut Duncan rataan pertumbuhan ... 48

(14)

1 PENDAHULUAN

Keong mas (Pomacea canaliculatus) merupakan salah satu jenis moluska yang sering ditemukan di sawah. Keong mas merupakan hama tanaman padi yang berbahaya karena memakan padi yang baru ditanam dan dapat menghancurkan 50-80% potensi panen. Menjelang tahun 1988 keong mas dianggap hama padi nomor dua yang paling membahayakan setelah wereng coklat. Keong mas memiliki kemampuan reproduksi yang tinggi, keong mas muda dapat tumbuh dengan cepat dan hanya memerlukan waktu tiga bulan untuk berkembang biak. Keong mas meletakkan gumpalan telurnya kurang lebih 20 cm di atas permukaan air, dan setiap gumpalan telur mengandung sekitar 400-700 (Puspita et al. 2005).

Potensi keong mas dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi berkisar

10 - 40%, daerah penyebaran di wilayah Indonesia antara lain Jawa, Sumatra,

Kalimantan, NTB dan Bali. Wilayah D.I Yogyakarta daerah penyebarannya di

Sleman, Bantul, kota Yogyakarta dan Kulonprogo. Luas serangan yang terjadi di

wilayah D.I. Yogyakarta masih sangat rendah tetapi jangka waktu ke depan perlu

diwaspadai keberadaan hama keong mas karena perkembangan dan pertumbuhan

yang sangat cepat. Keong mas mudah ditemukan di daerah sawah, waduk, situ,

rawa dan genangan air ( Budiyono 2006)

Estebenet dan Martin (2002) menambahkan, keong mas termasuk dalam keluarga Ampuliriadae yang dapat dilihat secara karakteristik anatomi, fisiologi dan ekologi. Dampak biologi dan manajemen dari keong mas sebagai hama dalam pertanian telah banyak dikaji. Hal ini menjadi kajian menarik para ilmuan sejak lama. Beberapa studi lapang telah fokus pada dinamika populasi keong mas tersebut. Keprihatinan internasional tentang keong mas ini telah terjadi sejak keong mas yang berasal dari Argentina menjadi hama padi di Asia.

(15)

Keong mas mengandung gizi yang tinggi, selain lemak, protein, dan vitamin keong mas juga tinggi akan mineral. Mineral merupakan zat tubuh yang berfungsi sebagai pembentuk bermacam-macam jaringan tubuh seperti tulang dan gigi (Ca dan P) serta sel darah merah (Fe). Salah satu kandungan mineral yang tinggi dari keong mas adalah zat besi (Fe). Menurut hasil penelitian Purwaningsih et al. (2011) kadar Fe yang terdapat pada keong mas segar sebesar 44,16 mg/100 gr (bk). Hal ini menunjukkan bahwa keong mas memiliki kadar besi yang sangat tinggi dibandingkan dengan komoditas perikanan penting lainnya. Menurut Norwegian Directorate of Healt (2006) ikan salmon memiliki kadar besi 0,4 mg/100 gr, udang 0,1 mg/100 gr, dan makarel 0,9 mg/100 gr. Menurut Arifin (2008) zat besi termasuk mineral mikro yang merupakan bagian hemoglobin, miglobin, enzim, sitokrom, dan komponen lain. Zat besi memiliki beberapa fungsi diantaranya carrier oksigen dan pembentukkan darah dimana hemoglobin merupakan komponen esensial di dalam eritrosit (sel darah merah). Mengingat hal diatas dan berdasar pada keunggulan dari keong mas yang kaya akan zat besi dan belum ada penelitian mengenai pengaruh keong mas khususnya terhadap hemogolobin, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian keong mas terhadap pertambahan bobot badan dan kandungan hemoglobin darah (Hb) pada tikus.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Keong Mas (Pomacea canaliculata) terhadap Pertambahan Bobot Badan dan Kadar

Hemoglobin (Hb) Tikus Putih (Rattus norvegicus)”memiliki tujuan umum dan tujuan khusus.

1.2.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian keong mas (Pomacea canaliculata) terhadap pertambahan bobot badan dan kadar hemoglobin (Hb) tikus putih (Rattus norvegicus).

1.2.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: a) menentukan rendemen keong mas

(16)
(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi dan Klasifikasi Keong Mas (Pomacea canaliculata Lamarck) Keong mas atau siput murbai merupakan siput air tawar yang diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981 sebagai hewan hias. Sejak diintroduksi ke Indonesia, ada dua pendapat yang bertentangan perihal keong mas. Satu pihak mendukung introduksi keong mas dan membiakkannya sebagai komoditas ekspor, dan pihak lain berpendapat keong mas dikhawatirkan akan menjadi hama tanaman. Bentuk morfologi keong mas dapat dilihat pada Gambar 1. Klasifikasi keong mas (Pomacea canaliculata) menurut Cazzaniga (2002) adalah sebagai berikut :

Filum : Molusca

Kelas : Gastropoda Subkelas : Prosobranchiata Ordo : Mesogastropoda Famili : Ampullaridae Genus : Pomacea

Spesies : Pomacea canaliculata

Gambar 1 Keong mas (Pomacea canaliculata) (Howells 2003)

Menurut Suharto dan Kurniawati (2009) keong mas Pomacea canaliculata

(18)

makanan. Pada lingkungan dengan temperatur yang tinggi dan makanan yang cukup, siklus hidup pendek (sekitar tiga bulan).

Budiyono (2006) menyatakan keong mas bersifat herbivore, yang

pemakan segala dan sangat rakus, tanaman yang disukai yaitu tanaman yang rerumputan. Telur keong mas diletakkan secara berkelompok berwarna merah jambu seperti buah murbei sehingga disebut juga keong murbei. Selama hidupnya keong mas mampu menghasilkan telur sebanyak 15 - 20 kelompok, yang tiap kelompok berjumlah kurang lebih 500 butir, dengan persentase penetasan lebih dari 85%. Waktu yang dibutuhkan pada fase telur yaitu 1 - 2 minggu, pada pertumbuhan awal membutuhkan waktu 2 - 4 minggu lalu menjadi siap kawin pada umur 2 bulan. Keong mas dewasa berwarna kuning kemasan. Dalam satu kali siklus hidupnya memerlukan waktu antara 2 - 2,5 bulan. Keong mas dapat mencapai umur kurang lebih 3 tahun. Keong mas menyerang tanaman padi muda dengan cara melahap pangkal bibit padi.

2.2 Pemanfaatan Keong Mas

(19)

fortifikasi tepung ikan (pakan), harus diolah terlebih dahulu menjadi tepung keong mas. Komposisi kimia keong mas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia keong mas

Komposisi kimia Daging segar1) Daging segar2)

Kadar air (%) 78,51 77,40

Kadar protein (%) 13,90 14,04

Kadar lemak (%) 0,70 0,99

Kadar abu (%) 4,55 5,44

Karbohidrat (%) 2,34 2,13

Sumber : 1) Susanto (2010; 2) Dewi (2012)

Berdasar pada Tabel 1, secara umum keong mas memiliki kandungan protein yang lebih tinggi yaitu berkisar 13,90-14,14% dibandingkan dengan biota perairan tawar lainnya, hasil penelitian Ningsih (2009) menyatakan bahwa kandungan protein kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) memiliki kandungan protein sebesar 8,90 % (bb). Menurut Mutusalach (2007) perbedaan komposisi kimia dari suatu organisme dipengaruhi oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik yaitu umur, jenis kelamin, dan ukuran dari organisme. Faktor ekstrinsik yang diduga berpengaruh yaitu suhu, pH dan habitat. Keong mas juga kaya akan mineral, dapat dilihat pada Tabel 1. bahwa kandungan mineral keong mas menurut hasil penelitian Dewi (2012) sebesar 5,44 %, hasil ini lebih tinggi dibanding dengan biota perairan lainnya, menurut penelitian Apriandi (2011) kandungan mineral keong ipong-ipong (Fasciolaria salmo) sebesar 2,77 %. Kandungan mineral keong mas menurut hasil penelitian Purwaningsih et al.

(2011) sebesar 9,03 %. Kadar mineral makro tertinggi yang dimiliki keong mas adalah kalsium yaitu sebesar 7593,81 mg/100 g (bk). Menurut Marichamy et al. (2011) perbedaan kandungan mineral dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku kebutuhan ekologis dan kegiatan metabolik antar spesias. Penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pernapasan dan makanan.

(20)

2.3 Mineral Fe dan Fungsinya

Unsur mineral merupakan salah satu komponen yang sangat diperlukan oleh makhluk hidup di samping karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin, juga dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Banyak mineral esensial yang didistribusikan secara luas dalam makanan, dan kebanyakan orang mengonsumsi makanan yang telah dicampur mungkin untuk mendapatkan asupan yang memadai. Mineral di dalam tubuh ada 19 macam. Dari jumlah tersebut hanya

sekitar 13 yang esensial untuk kehidupan dan kesehatan (Departemen Gizi dan Masyarakat 2007). Tabel 2 merupakan klasifikasi mineral

berdasarkan fungsinya.

Tabel 2 Klasifikasi mineral beradasarkan fungsinya

Mineral Fungsi

Kalsium, magnesium, fosfat Fungsi stuktural

Natrium, kalium Fungsi yang berhubungan dengan

membran

Kobalt, tembaga, besi, selenium, seng Fungsi sebagai gugus prostetik di enzim

Kalsium, kromium, yodium, magnesium, mangan, natrium, kalium

Berperan mengatur atau berperan dalam kerja hormon

Silikon, vanadium, nikel, timah Diketahui sebagai zat esensial, tetapi

fungsinya tidak diketahui Alumunium, arsen, antimon, boran, bromium,

kadnium, sesium, germanium, timah hitam, merkuri, perak, stronsium

Dapat ditemukan dalam makanan dan bersifat toksik jika berlebihan

Sumber : Arifin 2008

(21)

kandungannya dalam jaringan sangat kecil. Bila kandungannya tinggi dapat merusak organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan.

Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa (Almatsier 2006). Menurut Arifin (2008) zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia, antara lain dalam memproduksi sel darah merah. Zat besi berperan sebagai pembawa oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi jaringan atau dalam sel. Zat besi bukan hanya diperlukan dalam pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa enzim hemoprotein. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro, sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri (misalnya bentuk storage) (Sedioetomo 2006). Skema metabolisme besi dalam jaringan tubuh ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2 Metabolisme zat besi di dalam tubuh (Gropper et al. 2009)

Kekurangan zat besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh dan gangguan penyembuhan luka, selain itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun (Almatsier 2006). Angka kecukupan rata-ratasehari untuk besi bagi orang Indonesia dapat dilihat pada Tabel 3.

(22)

Tabel 3. Angka kecukupan rata-rata sehari untuk besi

Usia Angka kecukupan rata-rata sehari (mg)

Bayi 0,5-7

Anak-anak 8-10

Laki-laki dan wanita (10-18 tahun) 13-19

Usia 19-45 tahun keatas 13-26

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Salah satu akibat kekurangan asupan Fe adalah anemia. Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb), rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit), dan meningkatknya kerusakan eritrosit. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorbsi tidak memadai kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, penurunan bioavablilitas Fe dalam tubuh, peningkatan kebutuhan Fe karena perubahan fisiologi seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan. ketidakcukupan ini dapat diakibatkan oleh kurangnya pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat besi dalam makanan, meningkatnya kebutuhan akan zat besi (Departemen Gizi dan Masyarakat 2007). Anemia yang paling sering terjadi merupakan problem umum di Amerika Utara dan di bagian negara lain (Linder 1992).

2.4 Darah dan Hemoglobin

Darah merupakan kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau sel yang terendam di dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut sebagai plasma darah dan terdiri dari berbagai macam molekul organik dan anorganik. Darah sebagai media cair yang terdiri dari sel-sel yang diproduksi oleh jaringan hemopoietika yang disirkulasikan ke dalam sel-sel tubuh. Darah memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai pembawa nutrien menuju jaringan tubuh, sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan membawa produk buangan dari jaringan ke paru-paru, pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ginjal untuk diekskresikan, berperan penting dalam mengendalikan suhu tubuh, dan mengandung faktor-faktor penting untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit (Franson 1996).

(23)

sel darah merah (eritrosit). Trombosit bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah sebesar 0,2%. Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun dan bertugas untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misalnya visur dan bakteri (Guyton dan Hall 2008).

Eritrosit merupakan sel darah merah yang berperah membawa hemoglobin didalam sirkulasi. Eritrosit bersifat pasif dan berfungsi pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan ke jaringan tubuh, pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan, pembawa sisa-sisa metabolisme dari jaringan ke ginjal untuk dieksresikan, serta mempertahankan sistem keseimbangan dan buffer (Guyton dan Hall 2008). Eritrosit merupakan produk erythropoieseis.

Erythropoieseis membutuhkan bahan dasar berupa protein, glukosa dan berbagai aktifvator. Beberapa aktivator erythropoieseis adalah mikromineral berupa Cu, Fe dan Zn. Mineral Cu, Fe dan Zn berperan dalam metabolisme protein, dan Fe berfungsi dalam pembentukan senyawa heme (Swenson 1984).

(24)

yang lebih banyak dari yang lain, seperti daging merah memiliki kandungan zat besi lebih tinggi daripada susu sapi (Ganong 2008).

2.5 Biologi Tikus Putih

Sistem taksonomi tikus diklasifikasikan ke dalam kingdom Animalia, filum Chordata, subfilum Vertebrata, kelas Mamalia, ordo Rodentia, subordo Myomorpha, family Muridae, subfamily Murinae, dengan genus Rattus, dan digolongkan ke dalam spesies Rattus norvegicus. Tikus putih (Rattus norvegicus) merupakan salah satu hewan percobaan atau hewan laboratorium yang sering digunakan dalam riset medis. Keuntungan utamanya adalah ketenangan dan kemudahan penanganannya. Tikus putih merupakan rodensia yang mudah dipelihara, praktis juga dapat berkembang biak dengan cepat, sehingga dapat diperoleh keturunan dalam jumlah yang banyak dalam waktu singkat serta anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Di Indonesia hewan percobaan ini sering dinamakan tikus besar, sedangkan hewan percobaan lain yang lebih kecil, dinamakan mencit (Smith & Mangkoewidjojo 1988).

Jika dibandingkan dengan tikus liar, tikus laboratorium lebih cepat menjadi dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, umumnya lebih mudah berkembang biak, dan lebih ringan dibandingkan berat badan tikus liar. Jika tikus liar dapat hidup selama 4 sampai dengan 5 tahun, tikus laboratorium jarang hidup lebih dari 3 tahun. Ada dua sifat yang membedakan tikus dari hewan percobaan lainnya, yaitu bahwa tikus tidak mudah muntah karena struktur anatomi yang tidak lazim di tempat esofagus bermuara ke dalam lambung, dan tikus tidak mempunyai kantung empedu (Bivin et al. 1979). Kebutuhan pakan bagi seekor tikus putih setiap harinya kurang lebih sebanyak 10% dari bobot tubuhnya, jika pakan tersebut merupakan pakan kering. Hal ini dapat meningkat sampai 15% dari bobot tubuhnya, jika pakan yang dikonsumsi berupa pakan basah (Priambodo 1995).

(25)

kadar Hb berkisar antara 13-16 g/100 ml (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jenis tikus putih Rattus norvegicus merupakan tikus yang paling sering digunakan dalam penelitian. Bentuk morfologi tikus Rattus norvegicus dapat dilihat pada Gambar 3.

(26)

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai Agustus 2012. Sampel keong mas diambil dari daerah Perairan Situ Gede, Bogor, Jawa Barat. Preparasi sampel dan penghitungan rendemen dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku. Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis Fe dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahan Alam. Pembuatan pakan dilakukan di Laboratorium Pembuatan Pakan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institiut Pertanian Bogor. Pemeliharaan hewan percobaan di Laboratorium Pemuliaan Hewan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Analisis hemoglobin dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, sedangkan analisis parasit dilakukan di Laboratorium Helmit, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. pekat, NaOH, H3BO3, indikator metil merah dan larutan heksana.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, kandang tikus, tempat pakan, termometer, allumunium foil, mesin pencampur pakan, spektropotometer Uv-vis (uji hemoglobin), Atomic Absorption Spectrophotometer AAS (uji Fe), tabung reaksi, pipet mikro.

3.3 Metode Penelitian

(27)

pembuatan ransum. Tahap penelitian utama meliputi persiapan kandang, masa adaptasi hewan percobaan, pengukuran bobot tikus, pengambilan darah, dan analisis hemoglobin. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Diagram alir tahap penelian Keongmas

Analisis proksimat

Analisis proksimatdan Fe Pembuatan tepung

Pencampuran dengan ransum komersil

Masa perlakuan tikus : pemberian makan setiap hari dan penimbangan badan setiap

dua hari selama 28 hari

Pengambilan darah setelah 28 hari pemeliharaan tikus

Analisis hemoglobin Pemisahan cangkang,

daging dan jeroan

(28)

3.3.1 Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan meliputi preparasi sampel, pembuatan tepung daging keong mas, dan pembuatan ransum.

1) Preparasi sampel

Preparasi sampel merupakan tahap pertama yang dilakukan pada penelitian ini. Preparasi dimaksudkan untuk memisahkan daging keong mas dari cangkangnya. Setelah cangkang, daging, jeroan dipisah kemudian dilakukan perhitungan rendemen dan analisis proksimat keong mas. Analisis proksimat dimaksudkan untuk mengetahui kandungan kimia keong mas yang meliputi kadar air, abu, lemak dan protein.

2) Tahap pembuatan tepung keong

Pembuatan tepung keong mas diawali dengan memisahkan daging dan jeroan keong mas. Daging dan jeroan yang sudah terpisah kemudian dimasukan ke oven dengan suhu 75-80oC selama 24 jam, setelah daging kering kemudian dijadikan tepung menggunakan alat penepung. Tepung daging dan daging + jeroan kemudian dilakukan analisis proksimat (meliputi kadar air, abu, lemak dan protein) dan kandungan Fe.

3) Tahap Pembuatan ransum

Pembuatan ransum dimulai dengan pembelian ransum komersil, ransum komersil berasal dari Fakultas peternakan IPB. Ransum kemudian dianalisis komposisi kimianya yang meliputi kadar air, abu dan lemak dan protein dan Fe. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tikus dilakukan simulasi formulasi perhitungan dengan metode trial and eror sehingga nutrisi tikus sesuai dengan kebutuhannya (lampiran 6), dari hasil perhitungan tepung daging keong mas yang harus dicampurkan dengan ransum komersil sebanyak 10% dari bobot ransum komersil. Setelah dicampurkan masing-masing ransum perlakuan kemudian diuji komposisi kimia.

3.3.2 Penelitian utama

(29)

1) Persiapan kandang

Tahap penelitian utama dimulai dengan persiapan kandang. Kandang yang yang digunakan dilengkapi dengan tempat makan dan tempat minum (Lampiran 8) dan diberi alas sekam padi dan berlokasi pada tempat yang bebas dari keributan.

2) Masa adaptasi hewan percobaan

Setelah persiapan kandang selanjutnya adalah masa adaptasi hewan percobaan selama 7 hari. Masa ini bertujuan untuk membiasakan tikus terhadap lingkungan percobaan, untuk menghindari resiko timbulnya gangguan dan stres dan untuk mengamati apakah tikus masih layak digunakan selama percobaan atau tidak.

3) Masa perlakuan tikus

Tikus dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 9 ekor tikus. Tikus-tikus tersebut dikandangkan sendiri-sendiri pada kandang non metabolik. Tikus diberi makan dan minum secara ad libitum atau disediakan secara terus menerus setiap hari selama 28 hari, dan berat badan tikus ditimbang setiap dua hari sekali. Ketiga kelompok tikus dengan perlakuan ransum adalah sebagai berikut:

A : ransum komersil

B : ransum komersil + daging keong mas

C : ransum komersil + daging dan jeroan keong mas 4) Pengambilan darah dan analisis kadar hemoglobin

Tahap selanjutnya adalah pengambilan darah dan analisis kadar hemoglobin. Pengambilan darah tikus dilakukan melalui ekor tikus , sebelum pengambilan darah disediakan tabung reaksi dengan penambahan Etilen diamin tetraasetat (EDTA) 1-1,5 mg. Fungsi EDTA tersebut adalah sebagai antikoagulan. Setelah itu darah kemudian dianalisis kadar hemoglobinnya.

3.4 Analisis Penelitian

(30)

3.4.1 Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk menghitung komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu,lemak, dan protein.

1) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan. Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam, kemudian cawan dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus :

% Kadar air =

× 100%

Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gr) B = Berat cawan dengan keong (gr)

C = Berat cawan dengan keong setelah dikeringkan (gr).

2) Kadar abu (AOAC 2005)

(31)

3) Kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Kadar protein dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(32)

kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai beratnya konstan.

% kadar lemak =

x 100 % Keterangan: W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat labu lemak kosong (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

3.4.1 Analisis mineral Fe (APHA 2005)

Prinsip penetapan mineral, yaitu sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan basah terlebih dahulu. Proses pengabuan dilakukan dengan sampel ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 150 ml. Ke dalam labu ditambahkan 5 ml NHO3 dan dibiarkan selama semalam dalam keadaan sampel tertutup, kemudian ditambahkan 0,4 ml H2SO4 pekat. Ditambahkan 2-3 tetes campuran HCLO4 dan NHO3 (2:1), sampel tetap berada diatas hotplate karena pemanasan terus berjalan hingga terjadi perubahan warna. Setelah ada perubahan warna, pemanasan tetap dilanjutkan 10-15 menit. Sampel dipindahakan, didinginkan, dan ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCL pekat. Larutan contoh kemudian diencerkan menajdi 100 ml dalam labu takar. Sejumlah larutan stok standar dari masing-masing mineral diencerkan dengan menggunakan akuades sampai konsentrasinya berada dalam kisaran kerja logam yang diinginkan.

Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam Spektrofotometer serapan atom (AAS) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisa dan diukur pada panjang gelombang tertentu. panjang gelombang untuk mineral Fe adalah 248,3 nm.

3.4.2 Analisis kadar hemoglobin (Dacie dan lewis 1991).

(33)

campuran ini diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Lampiran 10) pada panjang gelombang 541 nm.

3.4.3 Uji parasit (Kusumamihardja 1992)

pengujian parasit dilakukan untuk mengetahui keberadaan parasit-parasit pada keong mas. Deteksi keberadaan parasit-parasit dalam keong mas dilakukakan secara kualitatif dengan menggunakan metode pengapungan sederhana ( Lampiran 11).

3.5 Rancangan Percobaan

Jenis penelitian ini dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL). Perlakuan dalam penelitian ini adalah tepung keong mas dari dua bagian

yaitu bagian daging dan daging dan jeroan. Adapun rumus RAL menurut (Steel

dan Torrie 1993)adalah sebagai berikut.

Yij = ∑ Dimana :

Yij = hasil pengamatan dari perlakuan berbagai bagian keong mas tingkat ke-i dan pada ulangan ke-j

i= 0,1,2, (perlakuan)

j= 1,2,3,4,5,6,7,8,9 (ulangan) = nilai rata-rata (mean ) harapan

= pengaruh berbagai bagian keong mas ke-i

∑ = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Adapun perlakuan yang diteliti adalah sebagai berikut :

A : ransum komersil

B : ransum komersil + daging keong mas

C : ransum komersil + daging dan jeroan keong mas

Hipotesa terhadap data hasil pertambahan bobot badan dengan perbedaan bagian keong adalah sebagai berikut :

H0 : Perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh terhadap pertambahan bobot badan tikus

(34)

Hipotesa terhadap data hasil analisis kadar hemoglobin sebagai berikut :

H0 : Perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh terhadap kadar hemoglobin

H1 : Perbedaan bagian keong memberikan pengaruh terhadap kadar hemoglobin

Jika uji F pada anova memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertambahan bobot badan dan kandungan hemoglobin maka dilanjutkan dengan uji duncan, dengan rumus sebagai berikut:

Duncan : tα/2;dbs√

(35)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Keong Mas

Keong mas (Pomacea canaliculata) atau siput murbai (Gambar 5) merupakan salah satu jenis moluska air tawar. Siput ini diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1981. Sampel keong mas yang digunakan pada penelitian ini berasal dari perairan Situ Gede Bogor. Tubuh keong mas terdiri atas daging, cangkang dan jeroan. Ukuran diameter cangkang keong mas berkisar 2-5 cm dengan berat 10-20 gram. Cangkang keong mas berwarna coklat gelap dengan pola garing-garis hitam yang mengarah kelubang aperture, umbilicus terbuka dengan diameter bervariasi. Cangkang keong mas berbentuk bundar. Rumah keong ini berujung pada menara pendek 4-5 putaran kanal yang dangkal. Komponen penyusun cangkang keong mas adalah kalsium karbonat. Pada mulut rumah keong terdapat penutup mulut yang disebut operkulum. Operkulum keong mas berwarna coklat dengan tipe konsentris, tipis dan keras tapi mudah dipatahkan.

Gambar 5 Keong mas utuh (Pomacea canaliculata)

(36)

sedangkan bagian yang berwarna merah merupakan gonad. Bagian jeroan ini merupakan bagian yang mudah hancur.

Gambar 6 Bagian daging dan bagian jeroan keong mas

Keterangan : 1) Daging keong mas 2) Jeroan keong mas.

4.2 Rendemen

Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui efektivitas suatu produk dan nilai ekonomisnya. Rendemen dapat dihitung berdasarkan persentase antara bobot contoh dan bobot total. Rendemen yang dihitung meliputi cangkang, daging dan jeroan. Persentase rendemen keong mas dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas 1

2

Cangkang 47,74% Jeroan

25,06%

Daging 27,20%

(37)

Diagram diatas (Gambar 7) menunjukkan nilai rata-rata rendemen cangkang, daging dan jeroan keong mas. Hasil yang diperoleh nilai rata-rata cangkang sebesar 47,74 %, rata-rata rendemen daging sebesar 27,20 %, dan nilai rata-rata rendemen jeroan sebesar 25,06 %. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Purwaningsih et al. (2011), yang menyatakan bahwa rendemen cangkang, daging dan jeroan berturut-turut sebesar 53,01%, 22,80%, dan 24,10%, namun terdapat sedikit perbedaan pada penelitian ini dimana rendemen daging lebih besar dibandingkan dengan rendemen jeroan hal ini disebabkan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah keong mas dengan ukuran yang besar dengan diameter berkisar 4-5 cm. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot terbesar yaitu cangkang. Hal ini disebabkan cangkang menutupi seluruh tubuh keong mas.

Cangkang keong mas memiliki tiga lapisan yaitu lapisan nacre yang tipis, lapisan prismatik yang mengisi hingga 90% cangkang yang mengandung CaCO3, serta lapisan periostrakum yang tersusun atas zat tanduk (Suwignyo et al. 2005).

4.3 Komposisi Kimia

Komposisi kimia yang terkandung dalam suatu bahan makanan menunjukkan seberapa besar kuantitas dan kualitas bahan dapat memberikan asupan gizi sesuai kebutuhan manusia (Winarno 2008). Kompisisi kimia dilakukan untuk memberikan informasi mengenai kandungan bahan baku. Komposisi kimia yang dilakukan diantanya komposisi kimia bahan baku, komposisi kimia tepung keong mas, serta komposisi kimia tepung keong mas.

4.3.1 Komposisi kimia bahan baku

(38)

Tabel 4 Komposisi kimia keong mas tanpa cangkang lainnya (Andarwulan et al. 2011). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar air dalam keong mas segar sebesar 78,05 % (bb). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Nurhasan et al. (2010) menyatakan kadar air keong mas yaitu sebesar 77,9 % (bb).

Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Unsur nitrogen merupakan unsur utama protein, karena terdapat di dalam semua protein akan tetapi tidak terdapat di dalam karbohidrat dan lemak (Almatsier 2006). Protein keong mas merupakan protein yang cukup tinggi dibandingkan dengan keong winga (Melo sp.). Hasil rata-rata analisis proksimat kadar protein pada daging keong mas sebesar 9,13 %(bb). Tias (2010) menyatakan bahwa kadar protein keong winga adalah sebesar 6,67%. Hal ini menunjukkan daging keong mas memiliki potensi kandungan gizi yang besar dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan dibandingkan dengan daging keong winga (Melo sp.).

(39)

pada keong mas. Setiap lingkungan perairan dapat menyediakan asupan mineral yang berbeda-beda bagi organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Hasil analisis kadar abu keong mas menunjukkan bahwa lingkungan perairan Situ Gede Bogor menyediakan asupan mineral yang cukup bagi organisme perairan yang hidup di dalamnya. Marichamy et al. (2010) menyatakan perbedaan kandungan mineral dapat disebabkan oleh perbedaan perilaku kebutuhan ekologis dan kegiatan metabolik antar spesies. Penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pernapasan dan makanan.

Mineral berasal dari dalam tanah. Tanamam yang ditanam di atas tanah akan menyerap mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan kemudian disimpan dalam akar, batang, daun, bunga dan buah. Hewan makan tanaman dan akan menyimpan mineral dalam tubuhnya (Departemen Gizi dan masyarakat 2007).

Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C), hidrogen (H),dan oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak, seperti benzena eter, petroleum, dan sebagainya. Lemak yang mempunyai titik lebur tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lipid, sedangkan yang mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak.Lemak juga menjadi sumber energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein karena menyumbang kalori sebesar 9 kkal/gram atau 2 ¼ kali energi dari kabohidrat dan protein (Departemen Gizi Masyarakat 2007). Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar lemak dalam keong mas hasil penelitian sebesar 0,60 % (bb). Kandungan lemak keong mas ini lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak hasil perairan lain. Hasil penelitian Nurjanah et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan lemak cumi-cumi yaitu sebesar sebesar 0,8% (bb). Kadar lemak basis basah yang rendah dapat disebabkan kandungan air dalam keong mas sangat tinggi.

(40)

kolesterol ini berpotensi sebagai alternative bahan dasar menu diet hiperkolesterolemia. Keong mas juga kaya akan asam lemak tak jenuh. Asam lemak tak jenuh tunggal keong mas jenis asam oleat sebesar 6,44% dan asam lemak tak jenuh jamak jenis asam linoleat sebesar 6,67% (Dewi 2012).

4.3.2 Komposisi kimia tepung keong mas

Pembuatan tepung dilakukan untuk mempermudah penambahan keong mas sebelum dicampurkan dengan ransum komersil. Keong mas ditepungkan menjadi dua bagian. Satu tepung yang berasal dari daging keong, dan satu lagi tepung yang berasal dari daging dan jeroan keong mas. Tepung keong mas dianalisis kandungan kimianya menggunakananalisis proksimat. Hasil analisis komposisi tepung daging keong mas disajikan pada Tabel 5.

(41)

Menurut hasil penelitian daging keong mas memiliki kadar protein yang terdapat dalam daging. Hasil penelitian Kamil (1998) menyatakan kandungan protein tepung keong mas sebesar 65,50-70,67% (bk). Keong mas juga kaya akanasam amino esensial. Menurut Kamil (1998 )tepung keong mas tinggi akan leusin (44,8 mg/g protein) dan terendah adalah metionin (10,54 mg/g protein). Leusin yang biasanya menjadi asam amino pembatas, ternyata pada tepung keong mas ini memiliki skor kimia yang cukup (44,8 mg/g protein) dan tidak menjadi asam amino pembatas, sehingga dapat digunakan sebagai suplemen pakan yang kurang lisin.

Menurut hasil penelitian kadar protein daging dan jeroan segar keong mas sebesar 41,59% (bk) hasil ini menurun setelah dibuat tepung daging dan jeroan keong mas yaitu menjadi sebesar 29,59% (bk). Perbedaan ini dikarenakan penggunaan suhu tinggi sebagai metode pengolahan. Menurut Erkan et al. (2011) kadar protein ikan baik dalam basis basah maupun basis kering dapat berubah bergantung kepada jenis spesies dan metode pengolahannya. Panas menyebabkan sebagian protein ikut hilang bersama-sama dengan air yang keluar dari daging.

(42)

Lemak pada tubuh umumnya disimpan sebesar 45% disekeliling organ rongga perut (Almatsier 2006). Kadar lemak daging dan jeroan keong mas segar hasil penelitian sebesar 2,73 % (bk) dan kadar lemak daging sebesar 2,01% (bk). Hasil ini menunjukkan bahwa kadar lemak pada daging jeroan lebih tinggi bila dibandingkan dengan pada daging keong. Penyimpanan lemak pada tubuh inilah yang menyebabkan kadar lemak pada jeroan tinggi. Menurut hasil penelitian Dewi (2012) kandungan lemak pada daging keong mas sebesar 4,3 % (bk). Perbedaan kadar lemak ini diduga karena pengaruh faktor yaitu umur, ukuran habitat, dan tingkat kematangan gonad. Kadar lemak daging dan jeroan sebesar 2,73% (bk) dan tepung daging dan jeroan keong mas sebesar 3,38% (bk).

Unsur mineral dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan pangan (Winarno 2008). Berdasarkan Tabel 5 kadar abu tepung daging keong mas sebesar 16,68 % (bk) kadar abu tepung daging dan jeroan keong mas sebesar 25,76 % (bk). Hal ini dapat disebabkan banyaknya kandungan mineral pada jeroan keong mas, menurut Marichamy et al.(2010) penyerapan logam esensial dan nonesensial mungkin terjadi melalui rute pencernaan dan makanan (pencernaan).

Kadar abu daging dan jeroan keong mas sebesar 14,71 % (bk) meningkat setelah dilakukan pembuatan tepung yaitu sebesar 25,76% (bk). Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya kadar air dalam keong. Penelitian ini didukung oleh penelitian Okanlawon (2010) yang menyatakan kadar abu Snail Offal Meal segar sebesar 7,74% (bb) meningkat setelah dilakukan pembuatan tepung sebesar 18,80% (bb).

4.3.3 Komposisi Kimia Ransum

(43)

Tabel 6 Kandungan kimia ransum perlakuan

R1) ransum + tepung daging keong

R2) ransum + tepung daging dan jeroan keong

Ransum merupakan campuran dua atau lebih bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan hewan percobaan. Komposisi ransum disusun berdasarkan prosedur AOAC yaitu mengandung protein, vitamin, karbohidrat, mineral dan air. Ransum harus memenuhi kebutuhan standar hewan percobaan.Komposisi standar protein sebesar 10-12%, kadar abu sebesar 5 %, lemak 8% dan air sebesar 5 % (Muchtadi 1993). Hasil pengujian ransum perlakuan menunjukkan hampir semuanya memenuhi standar.

(44)

4. 3.4 Parasit

Keong mas di sawah memberikan risiko bahaya pada kesehatan, karena keong mas merupakan inang parasit cacing nematoda Angiostrongylus cantonensis (Parastrongylus cantongensis) atau rat lung worm yang dapat menyebabkan eosinophilic meningonoecephaliti atau meningitis pada manusia (Chen at al. 2011). Hasil analisis parasit secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel7.

Tabel 7 Hasil pengujian parasit pada keong mas

Berdasar Tabel 7 dapat dilihat daging keong mas baik segar maupun setelah perebusan negatif mengandung parasit, sedangkan pada jeroan keong mas segar positif mengandung parasit, namun setelah perebusan selama 5 menit pada suhu 100oC jeroan keong mas negatif mengandung parasit. Menurut Priosoeriyanto (2011) pemasakan ikan atau daging dengan panas 70oC selama 10 menit atau 7 menit dapat membunuh parasit, sehingga disarankan jika mengumsumsi keong mas dalam keadaaan sudah mengalami proses pengolahan, agar tidak terjadi kasus meningitis akibat mengonsumsi keong mas. Menurut Chen et al. (2011) selama tahun 2000-2006 terdapat total tujuh kasus dilaporkan mengenai wabah Angiostrongylus cantonensisdi China yang diakibatkan mengonsumsi keong mas.

4.4 Pertambahan Bobot Badan Tikus

Tikus merupakan salah satu hewan percobaan yang sering digunakan untuk penelitian di labolatorium, khususnya untuk mengevaluasi nilai biologis pangan dan efeknya terhadap kesehatan. Tikus termasuk dalam ordo Rodentia, mirip dengan mencit tetapi lebih besar. Beberapa sifat tikus diantaranya adalah

nocturnal (aktif pada malam hari), tidak memiliki kantung empedu (gall bladder), tidak dapat memuntahkan kembali isi perutnya, tidak pernah berhenti tumbuh, namun kecepatan tumbuhnya akan menurun setelah berumur 100 hari

Keong mas Segar Setelah pengolahan (perebusan )

Daging keong mas Negatif Negatif

(45)

(Muchtadi 1992). Tikus mula-mula diadaptasikan selama satu minggu. Masa adaptasi tikus terhadap lingkungan ini dilakukan untuk menghindari resiko timbulnya gangguan stres dan untuk mengamati kondisi tikus apakah dapat terus digunakan selama percobaan atau tidak. Pemberian makan tikus secara ad libitum

dilakukan setiap hari sekali yaitu pada sore hari hal ini dikarenakan mengingat tikus adalah hewan nokturnal. Tikus dewasa membutuhkan 10 g ransum per hari per 100 g bobot badan (Malole dan Pramono 1989).

Air merupakan zat kimiawi organik terpenting dalam tubuh hewan, berfungsi sebagai cairan interseluler dan intraseluler pengangkut zat-zat makanan, metabolit dan zat-zat sisa dari dan ke seluruh tubuh, melumas

persendian, bantalan bagi sistem syaraf dan banyak lagi manfaat dari air ( Pribadi 2008). Berdasarkan jenis kegunaannya, air dapat dianggap sebagai suatu

zat makanan yang sangat esensial. Air minum untuk tikus harus selalu tersedia, tidak terkontaminasi, tidak kotor. Air adalah salah satu zat makanan yang penting bagi hewan dan kebutuhan hewan akan air sangat tinggi karena air berfungsi sebagai media untuk aktivitas metabolik. Setiap hari seekor tikus dewasa minum 20-45 ml air (Malole dan pranomo 1989)

Selain nutrisi, hal lain yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tikus putih sebagai hewan percobaan adalah kandangan yang baik. Kandang harus jauh dari kebisingan. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan tikus biasanya berupa kotak yang terbuat dari plastik. Tutup untuk kandang berupa kawat dengan ukuran lubang 1,6 cm2. Alas kandang yang digunakan adalah sekam padi yang tidak menyebabkan alergi dan selalu dalam keadaan kering. Selama penelitian kadang tikus dibersihkan dan dilakukan pergantian sekam setiap minggu untuk menjaga kesehatan tikus. Selama penelitian temperatur lingkungan kandang berkisar 24-28o C. Temperatur ideal kandang yaitu 18-27o C dan kelembaban relatif 40-70% (Malole dan Pramono 1989).

Tingkat konsumsi ransum dan air minum bervariasi menurut suhu kandang, kelembaban, kualitas makanan, kesehatan, dan kadar air dalam makanan (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

(46)

pertambahan bobot hidup dan perkembangan semua bagian tubuh secara serentak dan merata. Nilai pertambahan bobot badan diperoleh melalui pengukuran bobot badan yang dilakukan secara berkala pada waktu tertentu (Bahar 2011). Penimbangan hewan percobaan dilakukan setiap dua hari selama 28 hari, hal dilakukan untuk mengetahui pertambahan bobot badan dan kesehatan tikus selama berlangungnya penelitian. Grafik pertumbuhan tikus setiap dua hari dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Grafik pertumbuhan tikus selama perlakuan, ransum komersil, ransum + tepung daging keong mas, ransum + tepung daging dan jeroan

keong.

Hasil analisis ragam (Lampiran 12) pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa perbedaan ransum memberikan pengaruh nyata pada pertambahan bobot badan tikus. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 13) menunjukkan rataan pertambahan bobot badan tikus yang diberi tepung dagingkeong berbeda nyata (P>0,05) dengan pertambahan bobot badantikus yang diberi ransum tepung daging dan jeroan keong mas, sedangkan rataan pertumbuhan tikus yang diberi tepung daging tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan yang diberi ransum komersil. Menurut hasil penelitian pertambahan bobot badan tikus ransum komersil sebesar 4,6 g/ekor/duahari, tikus dengan ransum penambahan daging keong sebesar 5,2 g/ekor/duahari, dan tikus dengan

(47)

penambahan daging dan jeroan keong sebesar 4g/ekor/duahari. Rataan pertumbuhan bobot badan tikus yang diberi ransum dengan penambahan tepung daging memiliki pertambahan bobot lebih besar jika dibanding kan dengan pertumbuhan tikus yang diberi daging dan jeroan tikus. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tepung daging dan jeroan pada tikus menimbulkan respon yang negatif terhadap pertumbuhan tikus tersebut. Okanlawon (2010) menyatakan bahwa dalam jeroan keong terdapat banyak mukosa (lendir) yang memiliki sifat antinutrisi dan susah dicerna.

Tikus dengan ransum penambahan tepung daging keong bertambah bobot badannya sebesar 5,2 g/ekor/duahari/ekor. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Raimon (2006) pertambahan bobot badan tikus jantan dari umur 3-8 minggu sebesar 5 g/ekor/duahari yang diberi 16% protein.

Tikus yang mengalami pertumbuhan tertinggi adalah kelompok tikus ransum dengan penambahan daging keong mas, hal ini kemungkinan dikarenakan zat gizi yang terkandung dalam pakan tersebut telah mencukupi kebutuhan tikus.Hasil pengujian komposisi kimia ransum (Tabel 6) menunjukkan kandungan protein pada ransum dengan penambahan daging keong sebesar 12,35% (bk), hasil ini lebih besarjika dibandingkan dengan ransum tepung daging dan jeroan keong yang mengandung protein sebesar 10,54% (bk).

(48)

4.4 Hemoglobin Darah Tikus

Hasil pengujian (Lapiran 14) menunjukkan perlakuan perbedaan bagian keong tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar hemoglobin. Hasil ini merupakan kadar normal hemoglobin tikus pada umumnya yaitu 12-18 gr/dL (Onabanjo et al.2008).

Pembentukan hemoglobin dalam eritrosit sangat ditentukan oleh asupan nutrisi terutama protein dan mineral zat besi. Zat besi yang ada dalam tubuh berasal dari tiga sumber yaitu besi yang diperoleh dari hasil perusakan sel-sel darah merah (hemolisis), besi yang diambil dari penyimpanan dalam badan, dan besi yang diserap dalam saluran pencernaan. Dari ketiga sumber tersebut besi hasil hemolisis merupakan sumber utama. Pada hewan atau manusia dalam keadaan normal kira- kira 70% besi perhari berasal dari hemolisis. Hanya sekitar 5 % yang berasal dari makanan (Winarno 2008). Hal ini yang diduga menyebabkan kadar hemoglobin tikus dari ketiga perlakuan tidak berbeda nyata meskipun kandungan zat besi pada ransum daging dan jeroan mengandung zat besi yang tinggi (Tabel 5). Proses penyerapanbesi terdapat zat penghambat salah satunya adalah kalsium (EFSA 2010). Kadar kalsium pada keong mas cukup tinggi yaitu 7593,81 mg/100g (bk) (Purwaningsih et al. 2011), hal ini mungkin yang menyebabkan tidak optimalnya penyerapan zat besi dalam tubuh tikus.

Perlakuan ransum Rataan

Komersil 13,25a

Komersil + tepung daging keong 13,44a

(49)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Keong mas memiliki rendemen cangkang 47,74%, daging 27,20% dan jeroan 25,06%. Komposisi kimia keong mas segar mengandung air 78,05% (bb), abu 3,23% (bb), protein 9,13% (bb), dan lemak 0,60% (bb). Daging keong mas baik segar maupun setelah perebusan negatif mengandung parasit, sedangkan pada jeroan keong mas segar positif mengandung parasit, namun setelah perebusan keong mas kandungan parasitnya negatif. Penambahan keong mas memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan bobot badan tikus. Perlakuan penambahan tepung daging keong mas merupakan kelompok perlakuan yang mengalami pertambahan bobot badan tertinggi yaitu dengan rata-rata pertambahan 5,2 gram/duahari/ekor. Pemberian daging keong mas tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar hemoglobin tikus ketiga perlakuan.

5.2 Saran

(50)

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemis. 1995. Official Metodh of Analisys of The Association of Official Analitycal of Chemist. Arlington, Virginia USA: Published by The Assiciation of Analitycal Chemist, Inc [APHA] American Public Health Association. 2005. Standars Methods for the

Examination of Water and Wastewater. Washington. American Public Health Association.

Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat.

Almatsier. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Apriandi A. 2011. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif pada keong

ipong-ipong (Fasciolaria salmo) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Arifin Z. 2008. Beberapa unsur mineral esensial mikro dalam sistem biologi dan metode analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian. 27 (3)

Bahar NW. 2011. Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk terhadap gambaran hematologi tikus putih laktasi [skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. (Gastropoda: Ampullariidae). Biocell 26 (1): 71-81.

Chen R, Tong Q, Lou D. 2011. Loop mediated isothermal amplification : rapid detection of Angiostrongylus cantonensis infection in Pomacea canaliculata.Parasit and victorc 4 (202).

Cunningham JG. 1997. Cardiovascular Physiology. Di dalam: text Book of Veterinary Physiology. Philadelphia, Pennsylvania: WB Saunders Company. hlm 127-142.

(51)

Departemen Gizi dan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Dewi YP. 2012. Pengaruh pengolahan terhadap kandungan asam lemak keong mas (Pomacea canaliculata )[skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

[EFSA] European Food SafetyAuthority. 2010. Scientific opinion on the safety of heme iron (blood peptonates) for theproposed uses as a source of iron added for nutritional purposes to foodsfor the general population, including food supplements. EFSA Journal 8(4):1585

Erkan N, Ozden O, Selcuk A. 2010. Effect of frying, grilling, and steaming on amino acid composition of marine fishes. Journal of Medicinal Food

13(6): 1524-1531.

Estebenet AL dan Martin PB. 2002. Pomacea canaliculata (Gastropoda Ampullariidae): Life-history Traits and their Plasticity: Biocell 26(1) :83-89.

Franson. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Ganong WF. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-22. Widjajakusumah MD, penerjemah. Jakarta: EGC.

Gropper, S. S., Jack L. S. & James L. G. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism. 5th Ed. Pre-Press PMG, Canada.

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed ke-11. Irawati et al. penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:

Textbook of Medical Physiology.

Hartono. 1988. Jaringan Ikat. Di dalam: Histologi Veteriner. Bogor: Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institus Pertanian Bogor.

Howells. 2003. Pomacea canaliculata: Channeled Apple Snail Releases Threaten U.S. J. Journal Agriculture and Aquatic Environments.

(52)

Kamil, Zahirrudin W, Sumaryanto H. 2009 . pengaruh metoda pengolahan terhadap mutu tepung siput murbei (Pomacea sp.). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Kusumamihardja. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Peliharaan di Indonesia. Bogor : PAU IPB.

Linder MC. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.

Malole, M. B. M. dan C. S. Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-hewan Percobaan Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Marichamy G, Shanker S, Saradha A, Nazar A R. 2011. Proximate composition and bioaccumulation of metals in some finfishes and shellfishes of Vellar Estuary (South east coast of India). Journal of Experimental Biology, 1 (2): 47-55.

Meunpol O, Ruangpan, Vallisut S. 2009. Replacement of soybean meal protein in fish meal diet in organic marine shrimp feed. Food Ag-Ind. 1(1) 175-181. Miftakhurohmah (2010). Formulasi sosis rendah lemak dan kolesterol berbahan

dasar daging keong mas (Pomacea canaliculata) sebagai alteratif menu diet hiperkolesterol. [ Laporan akhir Program Kreatifitas mahasiswa]. Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Metusalach. 2007. Pengaruh fase bulan dan ukuran tubuh terhadap rendemen, kadar protein, air dan abu daging kepiting rajungan, Portunus spp. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin 17(3):233-239. Myers P, Espinosa R, Parr CS, Jones T, Hammond GS, Dewey TA. 2008. The

Animal Diversity. University of Michigan Museum of Zoology.

Ningsih P. 2009. Karakteristik protein dan asam amino kijing lokal dari perairan situ gede, Bogor akibat proses pengukusan. [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

(53)

Nurjanah, Fitrial Y, Suwandi R, Daritri ES. 1996. Pembuatan kerupuk keong mas (Pomacea sp.) dengan penambahan tepung beras dan flavor udang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 2 (2): 43-51.

Nurjanah, Jacoeb AM, Nurzakiyah, Nugraha R, Karmila. 2012. Proximate and mineral composition of cuttlefish (Sepia recurvirostra). Journal of Food Science and Technology 4(4):220-224.

Norwegian Food Safety Authority, 2006. Food compositiontable. Journal of Food, Agriculture & Environment .6 (3&4): 210 – 214.

Onabanjo OO, Dixon BD, Oguntana C, 2008. Iron bioavailability and utilization in rats fed cassava-based complementary diets. Journal of Biochemisty (2): 22-32.

Okozumi M, Fujii T. 2000. Nutritional and Functional Properties of Squid and Cuttle Fish. Japan: National Cooperate Association of Squid Processors. Okanlawon SS, Oladipupo SA. 2010. Nutritional evaluation of snail offal meal as

animal protein supplement in the diets of Clarias gariepinus (Burchell, 1822) Fingerlings. Journal of Fish and Marine Sciences 2 (2): 103-108. Prabandari R, Mangalik A, Achmad J, Agustiana. 2005. Pengaruh waktu

perebusan dari dua jenis udang yang berbeda terhadap kualitas tepung limbah udang putih (Penaeus indicus) dan udang windu (Penaeus monodon). Enviroscienteae. 1(1): 24-28.

Priambodo, S. 1995. Pengendalian Tikus Terpadu. Seri PHT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Priosoeryanto RT. 2011. Cacing parasitic pada satwa akuatik. Jurnal Veteriner Indonesia 1(2): 11-28.

Purwaningsih S, Salamah E, Pambudi N. 2011. Pengaruh metode pengolahan terhadap kelarutan mineral keong mas (Pomacea canaliculata) dari perairan Situ gede, Bogor. Di dalam: International Symposium on Marine Ecosystems, Natural Product and Their Bioactive Metabolisme. Bogor Indonesia, Oktober 25-27, 2011.

Puspita L, Ratnawati INN, Suryadiputra A, Meutia A. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia Program.

(54)

Sajogjo.2000. Menuju Gizi Baik Merata di Pedesaan dan Dikota. Yogyakarta : UGM press.

Sediaoetama, A. D. 2006. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid I. Dian Rakyat. Jakarta.

Suharto dan Kurniawati. 2009. Keong mas dari hewan peliharaan menjadi hama utma padi sawah. Journal Penelitian Tanaman Padi.1(1) 1-11

Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan hewan percobaan di daerah Tropis. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Steel RGD, Torei JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statiskita Suatu Pendekatan

Biometrik. Ed ke-3. Sumantri B, penerjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari: Principle and Procedure of statistics.

Suharma CDN. 2011. Dampak konsumsi fruit soy bar terhadap profil hematologi dan lipid darah tikus percobaan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suwignyo S, Widagdo B, Krisantu M, Wardianto Y 2005. Avertebrata Air. Jilid 2. Bogor : IPB Press.

Swenson. 1984. Duke’s physilogy of domestic animal 10th Ed. Publishing Associate a division of cornell university. Ithaca and London.

Tias A. 2010. Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif dari kerang papaya (Melo sp.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan. Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia.

Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998.

Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

(55)
(56)

Lampiran 1 Lokasi pengambilan keong mas

Lampiran 2 Contoh perhitungan rendemen keong mas Diketahui : Berat Total = 500 g

Berat cangkang = 237 g Berat daging = 136 g Berat jeroan = 127 g Rendemen cangkang =

=

= 47,74 %

Rendemen daging =

=

= 27,20 %

Rendemen jeroan =

=

(57)

Lampiran 3 Data komposisi kimia keong mas segar (bb)

Lampiran 4 Data komposisi kimia tepung keong mas

Perlakuan Ulangan Kadar air (%) Kadar abu

Lampiran 5 Data komposisi kimia ransum perlakuan

(58)
(59)

Lampiran 7 Tabel pertambahan bobot tikus

(60)

Lampiran 8 Gambar tempat minum, makan dan kandang tikus

Keterangan : a) tempat minum b) tempat makan

c) kandang tikus

a

c

(61)

Lampiran 9 Prosedur pengukuran kadar hemolgobin

I mL darah tikus yang telah diberi antikoagulan

Reagen hemoglobin untuk 1 liter: Perhitungan :

kalium ferisianida 200 mg Hb g/L : absorben terukur x 36,8 Hb/100 ml

kalium sianida 40 mg

kalium dihidrogen fosfat 140 mg non ionik detergen 1 ml

reagen reagen tersebut kemudian dicampurkan dengan akuades.

Lampiran 10 Gambar Spektrofotometer Uv_vis

I mL darah tikus yang telah diberi antikoagulan

Darah dihisap hingga angka 0,02 dengan pipet hemolgobin

Darah dicampur dengan teagen Hb

inkubasi pada suhu 20-25OC selama 15 menit

Absorben diukur pada =541 nm

(62)

Lampiran 11 Prosedur pengujian parasit

Ambil beberapa tetes masukan dalam obyek gelas

Langsung Periksa

Lampiran12 Hasil analisis ragam pertumbuhan bobot badan tikus

Sumber

Lampiran 13 Uji lanjut duncan rataan pertambahan bobot badan tikus

Grup N Perlakuan

Ambil beberapa tetes masukan dalam obyek gelas

(63)

Lampiran 14 Hasil analisis ragam hemoglobin

Sumber keragaman

Db(gerajat bebas)

Jumlah kuadrat

Kuadrat tengah

F hitung

Perlakuan 3 123,3 146,7 816,01

Galat 4 20,2 123

(64)

Gambar

Tabel pertambahan bobot tikus ...... ............................................................
Gambar 4 Diagram alir tahap penelian
Gambar 7 Diagram pie rendemen keong mas
Gambar 8  Grafik pertumbuhan tikus selama perlakuan,            ransum komersil,

Referensi

Dokumen terkait

Ada indikasi bahwa penggunaan tepung cangkang rajungan (sebagai sumber kitin) da- pat dimanfaatkan dalam ransum pakan tikus pada tingkat optimal untuk meningkatkan bobot badan

Proses pengolahan dengan panas akan mempengaruhi komposisi kimia keong mas, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh metode pengolahan terhadap kandungan

Angka kerapatan tertinggi terletak pada inlet sebesar 100 ind/m 2 yang menunjukkan bahwa keong mas ( P.canaliculata ) menyukai tipe perairan yang mengalir. Pola

Artinya ada pengaruh substitusi tepung keong mas terhadap kandungan energi, kandungan gizi (karbohidrat, lemak, protein, serat, seng, zat besi, asam lemak omega-3 dan

Proses pengolahan (pengukusan dan perebusan) dapat menurunkan kadar abu daging keong mas. Pada umumnya proses pengolahan dengan suhu tinggi dapat mempengaruhi

Di samping itu, warna, rasa dan bau yang khas dari ransum perlakuan dengan penambahan tepung keong mas diduga berpengaruh dalam meningkatkan konsumsi ransum

Hasil analisis keragaman pada uji kekenyalan mi basah menunjukkan bahwa nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel yang berarti perlakuan daging keong mas

Topik yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemanfaatan daging keong mas sebagai bahan baku pembuatan pepton yang merupakan sumber nitrogen bagi