• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potential assessment of marine ecotourism in Pasi Island, Kepulauan Selayar District, South Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potential assessment of marine ecotourism in Pasi Island, Kepulauan Selayar District, South Sulawesi"

Copied!
229
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN POTENSI DAN PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH PULAU PASI

KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

I R W A N

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2010

Irwan

(3)

ABSTRACT

IRWAN. Potential assessment of marine ecotourism in Pasi Island, Kepulauan Selayar District, South Sulawesi. Under direction of M. MUKHLIS KAMAL and AGUSTINUS M. SAMOSIR.

This present study was aimed to assess the potential of water resources, public perception and strategy for marine ecotourism management in Pasi Island. Data collection method of ecological potential is using Line Intercept Transect (LIT) for coral reef and Underwater Visual Census (UVC) for reef fishes. Descriptive analysis was used to determine the public perception. To formulate management plan ware used Global Information system (GIS), carrying capacity and SWOT analysis. Results had shown the potential of coral cover ranges from 43.73 - 69.67% and 171 species from 33 genuses. Generally, community perceptions for marine ecotourism and communities accept to develop Pasi Island as marine ecotourism were good with 85.6% acceptance rate. Marine ecotourism zoning management plan was located in north - west of the island with 68.68 ha total area and 1787 people/day for the carrying capacity. The results of this study were expected to provide inputs for the conservation areas managers to developing ecotourism in marine conservation area.

(4)

Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar. Dibimbing oleh M. MUKHLIS KAMAL dan AGUSTINUS M. SAMOSIR.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) berdasarkan sistem zonasi akan memberikan ruang bagi masyarakat pemanfaat untuk tetap dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada berdasarkan peruntukannya. Salah satu zona yang dapat dikembangkan dalam KKLD selain zona perlindungan adalah zona pemanfaatan terbatas untuk ekowisata bahari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sumberdaya perairan yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari di Pulau Pasi, mengetahui presepsi masyarakat dalam pengembangan ekowisata bahari dan membuat rencana pengelolaan ekowisata bahari di KKLD Pulau Pasi.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ekologi adalah Line Intercept Transect (LIT) untuk terumbu karang dan Underwater Visual Census (UVC) untuk ikan karang. Pengumpulan data sosial menggunakan metode wawancara semi terstruktur terhadap masyarakat penghuni Pulau Pasi. Kesesuaian kawasan diketahui dengan menggunakan analisis kesesuaian kawasan wisata bahari kategori wisata selam dan wisata snorkeling. Untuk memformulasikan rencana pengelolaan kawasan ekowisata bahari di Pulau Pasi, digunakan analisis Geographic Information System (GIS), analisis daya dukung kawasan dan analisis SWOT.

Hasil pengamatan pada 10 stasiun pengamatan diperoleh kisaran tutupan karang keras hidup 46,67 – 69,67% dan untuk keseluruhan karang hidup (termasuk karang lunak) berkisar antara 46,67 – 74,83%. Jumlah ikan karang ditemukan 171 jenis dari 33 famili. Jumlah individu ikan dalam 250m2

Hasil perhitungan kesesuaian kawasan wisata bahari kategori wisata snorkeling ditemukan paling sesuai pada stasiun 8 dan 9, sedangkan untuk kategori wisata selam, stasiun yang sangat sesuai adalah stasiun 1, 4, 7 dan 10. Meskipun stasiun 1 dan 4 sangat sesuai namun tidak direkomendasikan karena stasiun 1 merupakan daerah penangkapan ikan tradisional dan stasiun 4

merupakan zona inti KKLD. Hasil overlay kesesuaian kawasan dengan

menggunkaan GIS, menunjukkan bahwa sisi utara – barat Pulau Pasi merupakan kawasan yang sangat sesuai untuk pengembangan kawasan ekowisata bahari kategori wisata selam dan snorkeling. Luas kawasan yang dapat dikembangkan adalah 68,68 ha dengan daya dukung kawasan adalah 1.787 orang/hari.

terbanyak ditemukan di stasiun 4 dengan 1.578 ekor dan terendah di stasiun 10 sebanyak 975 ekor. Presepsi masyarakat tentang pengembangan ekowisata bahari sangat baik. 85% masyarakat mendukung pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi. Analisi tingkat dukungan sosial terhadap pengembangan ekowisata bahari adalah 30 dari 44 maksimum nilai yang dapat diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dukungan sosial yang tinggi dalam pengembangan ekowisata bahari.

Berdasarkan analisis SWOT, diperoleh 5 strategi dalam rencana

pengelolaan dan pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi yaitu: 1) Pembentukan struktur pengelola kawasan KKLD dan ekowisata bahari, 2) Penyusunan zonasi rinci dan regulasi pengelolaan ekowisata bahari, 3) Pelatihan manajemen kepariwisataan, monitoring dan evaluasi program bagi

(5)

Dari hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa ekowisata bahari dapat dikembangkan di KKLD Pulau Pasi pada sisi utara – barat pulau seluas 68,68 ha dengan daya dukung kawasan sebanyak 1.787 orang/hari. Untuk pengembangan ekowisata bahari, maka diperlukan manajemen kepengelolaan yang profesional dengan regulasi yang berpihak pada peningkatan kesejahtareraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(7)

KAJIAN POTENSI DAN PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI

DI KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH PULAU PASI

KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

I R W A N

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar

Nama : Irwan

Nomor Pokok : C 252 080 184

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Tanggal Ujian : 1 September 2010 Tanggal Lulus :

Ketua Komisi

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc

Anggota Komisi

Ir. Agustinus M. Samosir, M. Phill

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

(10)

Puji syukur atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan oleh-Nya hingga tesis dengan judul “Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan” dapat selesai. Tesis ini sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Master of Science pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga kepada bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc dan bapak Ir. Agustinus Samosir, M. Phil selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan kesempatan dalam bimbingan penulisan, Bapak Ir. Santoso Raharjo, M. Sc (alm) atas arahan dan diskusi dalam penyusunan proposal penelitian, bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M. Sc selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku penguji dari program studi SPL serta seluruh tim pengajar dan pengelola program studi SPL.

Ungkapan terimakasih juga kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang tahap II (COREMAP II) yang telah memberikan peluang dan kesempatan menempuh pendidikan dengan bantuan beasiswanya, rekan-rekan SPL Sandwich atas segala dukungan, kerjasama dan kebersamaan yang terbingkai dengan indah selama kurang lebih dua tahun, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten

Kepulauan Selayar dan Project Management Unit (PMU) COREMAP II

Kabupaten Kepulauan Selayar atas dukungan fasilitas dan data pendukung, rekan-rekan satu tim penelitian di Selayar (Regal, Wendy, Ralph, Budi, Amu dan Fitri) serta Selayar supporting team (Ardi, Adi, Chimbo, Kenji dan Rido) dan keluarga bapak Zul Janwar atas segala bantuan, fasilitas, kerjasama dan dukungan di lapangan.

Rasa terima kasih yang tak terhingga kepada seluruh keluarga yang telah banyak memberikan doa, dukungan dan semangat, terutama istriku tercinta Tenriana Masri serta Idlal si jagoan kecilku yang telah melipatgandakan motivasi dan semangatku dalam menghadapi hidup.

Terimakasih juga kepada seluruh rekan-rekan dan pihak yang tak dapat disebut satu persatu atas segala dukungan dan bantuannya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi siapapun yang membutuhkan.

Bogor, September 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Panyula, Bone, Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Desember 1978 dari pasangan Nuhung (alm) dan Hj. Pahirah (alm) sebagai bungsu dari 4 bersaudara. Pendidikan dasar ditempuh di SD Inp. 3/77 Panyula (1991), pendidikan menengah pertama di SMPN 3 Watampone (1994), pendidikan menengah atas di Sekolah Pertanian Pembangunan (SPP) Negeri Bone jurusan Penangkapan Ikan (1997), pendidikan sarjana ditempuh di Universitas Hasanuddin pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang diselesaikan pada tahun 2004.

Penulis diangkat menjadi CPNS Departemen Kelautan dan Perikanan pada

Pebruari tahun 2005 dan ditahun yang sama diperbantukan pada Project

(12)

xvii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

1.5 Kerangka Penelitian ... 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekowisata Bahari ... 7

2.2 Kawasan Konservasi ... 12

2.3 Potensi Sumberdaya Pulau Pasi ... 15

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 21

3.2 Kerangka Penelitian ... 23

3.3 Pengumpulan Data ... 23

3.3.1 Terumbu Karang ... 23

3.3.2 Ikan Karang ... 24

3.3.3 Fakor Fisik Perairan ... 25

3.3.4 Data Sosial Kemasyarakatan ... 26

3.4 Analisa Data ... 26

3.4.1 Penutupan Karang ... 26

3.4.2 Ikan Karang ... 27

3.4.3 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari ... 27

3.4.4 Indeks Kesesuaian Wisata ... 29

3.4.5 Analisis Deskriptif Presepsi Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata bahari ... 30

3.4.6 Dukungan Sosial ... 30

3.4.7 Daya Dukung Kawasan ... 31

3.4.8 Analisis Spasial ... 32

3.4.9 Analisis SWOT ... 30

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

4.1.1 Kondisi Kependudukan ... 36

4.1.2 Aksesibilitas ... 36

4.1.3 Sarana dan Prasarana ... 37

4.1.4 Sumber Air Bersih ... 37

4.1.5 Kelistrikan ... 37

4.2 Analisis Kesesuaian ... 38

4.2.1 Kondisi Fisik Perairan ... 38

(13)

xviii

xviii

4.2.1.2 Kedalaman dan Kecerahan ... 39

4.2.3.3 Suhu dan Salinitas ... 39

4.2.4.4 Pasang Surut ... 40

4.2.2 Kondisi Ekologis ... 41

4.2.2.1 Terumbu Karang ... 41

4.2.2.2 Ikan Karang ... 43

4.2.2.3 Interaksi Biofisik ... 49

4.2.3 Analisis Kesesuaian Kawasan untuk Pengembangan Ekowisata Bahari ... 50

4.2.3.1 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Snorkeling ... 50

4.2.3.2 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Selam ... 53

4.3 Kondisi Sosial ... 55

4.3.1 Presepsi Masyarakat Tentang Terumbu Karang dan KKLD ... 55

4.3.2 Presepsi Masyarakat Tentang Pengembangan Ekowisata .... 58

4.3.3 Dukungan Sosial ... 60

4.3.3.1 Tingkat Keamanan ... 61

4.3.3.2 Penerimaan Masyarakat Lokal ... 61

4.3.3.3 Dukungan Pemerintah ... 62

4.3.3.4 Dukungan Swasta ... 63

4.3.3.5 Aksesibilitas ... 63

4.3.3.6 Peruntukan Kawasan ... 63

4.3.3.7 Kelembagaan Masyarakat ... 64

4.3.3.8 Kearifan Lokal ... 64

4.4 Perencanaa Pengelolaan Ekowisata Bahari ... 64

4.4.1 Rencana Strategis Pengelolaan Wisata Bahari di Pulau Pasi 64

4.4.1.1 Identifikasi Faktor-Faktor Strategi Internal ... 65

4.4.1.2 Identifikasi Faktor-Faktor Strategi Eksternal ... 67

4.4.1.3 Penilaian Internal dan Eksternal Factor Evaluation (IFE dan EFE) ... 69

4.4.1.4 Perangkingan Strategi Prioritas ... 71

4.4.2 Rencana Zonasi Wisata Bahari ... 73

4.4.3 Daya Dukung Kawasan ... 74

4.4.4 Dokumen Perencanaan ... 77

4.4.5 Rencana Jalur Wisata ... 78

5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(14)

xix

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Manfaat ekowisata di kawasan konservasi... 9

2. Berbagai contoh dampak negatif wisatawan terhadap lingkungan ... 12

3. Titik koordinat stasiun penelitian di Pulau Pasi ... 21

4. Bentik kategori dalam pengambilan data ... 24

5. Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam ... 25

6. Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling ... 26

7. Matriks analisis tingkat dukungan sosial kegiatan wisata bahari ... 30

8. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ... 32

9. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata... 32

10. Matriks hasil analisis SWOT ... 34

11. Luas desa dan kondisi penduduk Pulau Pasi ... 36

12. Sarana yang dimiliki masing-masing desa di Pulau Pasi ... 37

13. Kondisi lingkungan perairan Pulau Pasi pada 10 stasiun pengamatan .. 38

14. Presentase tutupan karang dan jumlah lifeform ... 41

15. Jumlah individu, spesies, famili dan kelimpahan iIndividu per meter pada 10 stasiun pengamatan ... 46

16. Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling di Pulau Pasi... 50

17. Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam di Pulau Pasi ... 53

18. Tingkat dukungan sosial pengembangan wisata bahari ` ... 60

19. Matriks Internal Factors Evaliation (IFE) pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Pasi ... 69

20. Matriks Eksternal Factors Evaliation (EFE) pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Pasi ... 70

(15)

xx

(16)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pikir penelitian ... 5 2. Peta lokasi penelitian ... 22 3. Pasang surut yang teramati di Pulau Pasi dalam 48 jam pengamatan .. 40 4. Presentase penutupan hard coral hidup per stasiun pengamatan ... 42 5. Presentase penutupan bentik per stasiun ... 43 6. Beberapa jenis pertumbuhan karang yang terdapat di Pulau Pasi

a) coral massive, b) acropora tabulate, c) coral branching dan d) coral encrusting ... 44 7. Kelimpahan 11 famili terbanyak per stasiun pengamatan ... 46 8. Beberapa jenis ikan yang teramati berdasarkan famili a) ikan

amphiprion dari famili Pomacentridae, b) Caesio cuning dari famili Caesionidae, c) Chlorurus sp dari famili Scaridae dan Zanclus canescens dari famili Zanclidae dan d) Platax teira dari famili Ephippidae ... 47 9. Komposisi ikan target, mayor dan indikator per stasiun pengamatan .... 48 10. Peta kesesuaian untuk wisata snorkeling di Pulau Pasi ... 52 11. Peta kesesuaian untuk wisata selam di Pulau Pasi ... 62 12. Presentase responden pada 3 desa di Pulau Pasi berdasarkan jenis

pekerjaan ... 55 13. Presepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap terumbu karang dan KKLD . 56 14. Presepsi masyarakat Pulau Pasi terhadap pengembangan ekowisata

bahari ... 59 15. Rencana zonasi wisata bahari di Pulau Pasi ... 75 16. Beberapa atraksi wisata yang dapat dijumpai pada jalur I. a) atraksi

kesenian daerah yang dilaksanakan di Benteng, b) jalan setapak dengan panorama pohon kelapa, c)pembuatan perahu di Bontolebang dan d) sunset ... 79 17. Beberapa atraksi wisata yang dapat dijumpai pada jalur II. a) gong

(17)

xxii

(18)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil analisa bhentic lifeform pada masing-masing stasiun penelitian

dengan metode Line Intercept Transect (LIT) ... 91 2. Jenis - jenis ikan karang yang ditemukan di Pulau Pasi dengan

menggunakan metode Underwater Visual Census (UVC) ... 93 3. Perhitungan indeks kesesuaian wisata bahari kategori wisata

snorkeling ... 100 4. Perhitungan indeks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam ... 101 5. Indikator skoring masing-masing atribut penilaian sosial ... 102 6. Peta potensi pengembangan pariwisata dalam dokumen Rencana

Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kepulauan Selayar 2003 - 2013... 104 7. Matriks formula strategi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi 105 8. Rangking strategi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi ... 106 9. Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Pasi

Kabupaten Kepulauan Selayar ... 107 10. Analisis daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata

(19)

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kabupaten Selayar dengan ibu kota Benteng, merupakan kabupaten yang dikelilingi oleh lautan. Terletak pada posisi geografis 120°54’ – 121°21’ bujur timur dan 6°23’ – 7°05’ lintang selatan. Luas wilayah daratan 903,35 Km2 dan luas lautan 23.571,65 Km2

Sebagai kabupaten kepulauan, Selayar memiliki potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang besar. Salah satu potensi yang dimiliki adalah sumberdaya terumbu karang yang tersebar di sepanjang pesisir pulau-pulau. Hasil study baseline ekologi terumbu karang Kabupaten Selayar oleh CRITC (2006b) mencatat bahwa terdapat sekitar 126 jenis karang batu yang termasuk dalam 14 suku dan terdapat sekitar 266 jenis ikan karang yang termasuk dalam 37 suku. Rerata tingkat tutupan karang hidup sebesar 27,44% atau berkisar antara 25 - 49% atau dapat dikatakan “cukup” dan ikan yang dijumpai di lokasi penelitian sangat didominasi oleh kelompok ikan major. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi tekanan yang serius terhadap sumberdaya terumbu karang yang diakibatkan oleh pemanfaatan sumberdaya yang tidak bertanggungjawab.

atau sekitar 96% wilayah kabupaten Selayar terdiri dari lautan dengan total jumlah pulau sebanyak 123 pulau besar dan kecil. Pada tanggal 29 November 2008 atau bertepatan dengan perayaan ulang tahun Kabupaten Selayar yang ke 403, kabupaten ini resmi mengganti nama menjadi Kabupaten Kepulauan Selayar yang dilandasi semangat dan jiwa bahari.

Untuk mencegah laju kerusakan terumbu karang dan ekosistem pesisir lainnya yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, maka perlu ada langkah konkrit yang memberikan dampak posistif bagi lingkungan dan masyarakat itu sendiri. Pembentukan kawasan konservasi di bawah pengelolaan pemerintah daerah yang melibatkan masyarakat merupakan salah satu solusi yang dapat ditempuh. Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, maka pengertian Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan konservasi perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.

(20)

tentang Pemerintahan Daerah), maka menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten untuk mengelolanya. Dalam pengelolaan KKLD, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan setingkat PERDA agar memiliki kekuatan hukum dalam perencanaan dan pengelolaan kawasan.

Pengelolaan KKLD sebagai bagian upaya penyelamatan lingkungan harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat yang bermukim atau mencari nafkah di kawasan tersebut. Kontrol terhadap lingkungan akan semakin baik jika masyarakat dapat mengambil manfaat dari keberadaan KKLD. Pengelolaan KKLD berdasarkan sistem zonasi akan memberikan ruang bagi masyarakat pemanfaat untuk tetap dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada berdasarkan peruntukannya. Selain zona inti sebagai zona tabungan ikan, juga terdapat beberapa zona yang dapat dimanfaatkan diantaranya zona pemanfaatan kawasan ekowisata bahari. Zona pemanfaatan untuk wisata bahari diharap dapat memberikan manfaat lain dari KKLD bagi masyarakat. Kunjungan wisatawan dapat membuka peluang kerja dan peningkatan ekonomi kepada masyarakat lokal. Survey yang dilakukan oleh Broad dan Sanhirico (2008) di Bahamas, 30 – 40 % responden memiliki keterkaitan kerja dengan kegiatan ekowisata di kawasan konservasi dan 10% dari mereka mengakui jika terdapat keluarga lain yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan ekowisata.

Petrosillo et al. (2006) menyatakan kawasan konservasi laut bertujuan untuk melindungi seluruh sistem sosial-ekologi, mempromosikan penelitian ilmiah dan pendidikan lingkungan, meningkatkan status sosial-ekonomi masyarakat lokal, mengembangkan ekowisata dan mendorong pelestarian budaya tradisional. Drumm and Moore (2005) menyatakan bahwa ekowisata merupakan strategi dalam pengembangan kawasan konservasi, dimana terdapat dua kekuatan hubungan simbiosis mutualisme yaitu: ekowisata memerlukan kawasan konservasi dan kawasan konservasi memerlukan ekowisata.

Untuk mengembangkan ekowisata bahari sebagai salah satu bentuk pemanfatan dalam KKLD di Kabupaten Kepulauan Selayar, maka diperlukan kajian potensi, daya dukung lingkungan dan strategi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar.

1.2 Perumusan Masalah

(21)

3

zonasi sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada. Pemilihan lokasi KKLD harus melalui kajian dan perencanaan yang matang sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi masyarakat dan lingkungan itu sendiri.

Dalam penerapan KKLD, dapat dibentuk berbagai zona peruntukan berdasarkan potensi yang dimilikinya, termasuk pengembangan ekowisata bahari (DKP, 2007). Ekowisata bahari dalam kawasan konservasi banyak dilakukan di berbagai tempat seperti di Great Barrier Reef Australia (Harriott, 2002), Bagalangit, Mabini (Oracion et al. 2005) dan Pulau Calamianes di Philipina (Fabinyi, 2008), Torre Guaceto di Italy (Petrosillo et al. 2007), Montego Bay di Jamica (Reid-Grant dan Bhat, 2009)dan beberapa Negara Asia Selatan seperti Pakistan, India, Srilanka, Maldives dan Bangladesh (IUCN, CORDIO dan ICRAN, 2008).

Ekowisata yang dikembangkan di kawasan koservasi laut dapat menjadi salah satu sumber pendanaan bagi kelangsungan kawasan konservasi (Reid-Grant dan Bhat, 2009). Hal ini dapat terjadi dengan menyisihkan sebagian pendapatan yang diperoleh dari kegiatan ekowisata untuk membiayai operasional kawasan konservasi atau melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan kawasan konservasi dan ekowisata bahari tersebut.

Pengelolaan KKLD dan ekowisata bahari di Pulau Pasi juga dapat berjalan seiring sejalan dan berkembang jika didukung oleh basis data yang kuat, perencanaan yang matang, target dan tujuan yang terukur, sumberdaya manusia yang handal, dan aturan yang tegas. Penelitian yang dilakukan oleh PPTK (2007) untuk menganalisa potensi KKLD di Pulau Pasi menyebutkan bahwa zona inti berada di sisi selatan pulau dan zona wisata selam berada di sisi barat pulau. Dalam laporan tersebut, PPTK tidak menyajikan analisis yang menyeluruh terhadap penetapan kawasan wisata selam dan snorkeling sehingga dalam pengelolaan dan pengembangan ekowisata di Pulau Pasi, masyarakat, pmerintah maupun pengembang belum memiliki pijakan yang jelas dan kuat.

(22)

perlu diketahui untuk melihat seajuh mana kesiapan dan dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan program konservasi di perairan Pulau Pasi.

Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan kajian yang lebih dalam terhadap potensi ekologis dan sosial yang ada di Pulau Pasi untuk memperkaya referensi bagi pengambil kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata bahari di KKLD Pulau Pasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah mengkaji potensi dan strategi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar dengan :

1. Mengetahui kondisi sumberdaya Pulau Pasi yang dapat dikembangkan menjadi zona ekowisata bahari dan pendukungnya

2. Mengetahui persepsi dan tingkat dukungan masyarakat dalam pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi

3. Merumuskan rencana pengelolaan ekowisata bahari di KKLD Pulau Pasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat berupa :

1. Masukan bagi pengambil kebijakan dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata bahari dalam kawasan konservasi laut daerah

2. Memberikan gambaran bagi pelaku usaha dan masyarakat tentang potensi pengembangan ekowisata bahari di Pulau Pasi.

3. Memberikan informasi keanekaragaman sumberdaya pesisir dan laut Pulau Pasi.

1.5 Kerangka Pemikiran

(23)

5

INPUT: Data Biofisik

Data Sosial Peta Dasar

DESAIN AWAL: Data dan informasi untuk memperoleh gambaran potensi

bio-ekologi yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari

VERIFIKASI:

Rancangan awal dicocokkan dengan kondisi lokasi, persepsi

masyarakat dan desain zonasi KKLD Pulau Pasi

PENGOLAHAN:

• Analisis kesesuaian kawasan untuk ekowisata bahari

• Persepsi dan tingkat dukungan masyarakat tentang

pengembangan ekowisata bahari

Overlay kesesuaian kawasan dalam peta

OUTPUT:

• Peta keseuaian dan zonasi kawasan ekowista bahari

• Strategi pengeloaan ekowisata bahari di KKLD Pulau Pasi

(24)
(25)

7

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Ekowisata Bahari

Ekowisata didefinisikan sebagai perjalanan wisata yang bertanggungjawab ke lingkungan alami yang mendukung upaya konservasi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal (Linberg dan Hawkins, 1993) selanjutnya dijelaskan bahwa dalam kegiatan ekowisata terkandung unsur-unsur kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan maupun kesejahtraan penduduk setempat. Ekowisata merupakan upaya untuk memaksimalkan dan sekaligus melestarikan pontensi sumber-sumber alam dan budaya untuk dijadikan sebagai sumber pendapatan yang berkesinambungan.

Selanjutnya Sekartjakrarini dan Legoh (2004) menjelaskan bahwa ekowisata yang baik harus didasarkan atas sistem pandang yang di dalamnya mencakup prinsip kesinambungan dan pengikutsertaan partisipasi masyarakat setempat dalam pengembangan ekowisata bahari.

Adanya unsur kepudulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahtraan masyarakat setempat disebabkan oleh:

1. Kekuatiran akan makin rusaknya lingkungan oleh pembangunan yang bersifat eksplotatif terhadap sumber daya alam.

2. Asumsi bahwa pariwisata membutuhkan lingkungan yang baik dan sehat. 3. Kelestarian lingkungan tidak mungkin dijaga tanpa partisipasi aktif

masyarakat setempat.

4. Partisipasi masyarakat lokal akan timbul jika mereka dapat memperoleh manfaat ekonomi (economical benefit) dari lingkungan yang lestari.

5. Kehadiran wisatawan (khususnya ekowisatawan) ke tempat-tempat yang masih alami itu memberikan peluang bagi penduduk setempat untuk mendapatkan penghasilan alternatif dengan menjadi pemandu wisata.

(26)

untuk menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan.

2.4.1 Prinsip Dasar

Yulianda (2007) mengungkapkan bahwa konsep ekowisata sejalan dengan konsep konservasi yang mempunyai tujuan:

1. menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis dalam kawasan wisata 2. melindungi keanekargaan hayati

3. menjalin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya dan 4. memberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat.

Konsep pengembangan ekowisata dilandasi pada prinsip dasar ekowisata yang meliputi (Damanik dan Webber 2006; Wood 2002) :

1. Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata

2. Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata.

3. Menawarkan pengalaman posistf bagi wisatawan dan masyarakat lokal melalui kontak budaya dan kerjasama dalam konservasi kawasan wisata. 4. Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan

konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan

5. Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal 6. Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan dan politik di

daerah tujuan wisata.

7. Memberikan kebebasan pada masyarakat lokal dan wisatawan untuk menikati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi.

8. Menciptakan harmonisasi alam dengan fasilitas infrastruktur dengan mengurangi penggunaan minyak dari fosil dan melestarikan tumbuhan lokal.

(27)

9

2.4.2 Manfaat Ekowisata di Kawasan Konservasi

Kawasan konservasi bertujuan untuk melindungi berbagai proses bofisik atau kondisi seperti populasi, habitat, bentang alam atau tradisi/budaya masyarakat. Menurut Eagles et al. (2002), ketertarikan wisatawan untuk datang berkunjung ke lokasi ekowisata dapat memberikan manfaat seperti yang tertuang dalam Tabel 1.

Tabel 1 Manfaat ekowisata di kawasan konservasi

Manfaat Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan

Meningkatkan perekonomian masyarakat

- Peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal

- Peningkatan pendapatan

- Wisatawan dapat merangsang perkembangan usaha baru

- Mendorong produksi barang-barang lokal

- Mendapatkan pasar baru untuk menghasilkan devisa

- Memperbaiki standar hidup masyarakat setempat

- Dapat menghasilkan pajak lokal

- Pekerja dimungkinkan memperoleh keterampilan baru

- Menghasilkan pembiayaan untuk kawasan konservasi dan untuk

masyarakat lokal. Melindungi

alam dan warisan budaya

- Melindungi proses ekologis teresterial maupun aliran sungai

- Memelihara keanekaragaman hayati (genus, species and ecosystems)

- Melindungi, memelihara nilai budaya dan membangun warisan

sumberdaya

- Menciptakan nilai ekonomi dan perlindungan sumberdaya

- Menyebarkan nilai-niai konservasi seperti pendidikan dan penafsiran.

- Membantu untuk mengkomunikasikan dan menafsirkan nilai-nilai dari

alam dan warisan budaya kepada pengunjung dan masyarakat setempat. Hal ini dapat membangun generasi baru yang merupakan konsumen yang bertanggung jawab

- Mendukung penelitian dan pengembangan jasa-jasa lingkungan dan

pengelolaan system yang dapat meningkatkan kapasitas maupun kepedulian biro perjalanan dan bisnis pariwisata terhadap tanggungjawab lingkungan.

- Memperbaiki fasilitas-fasilitas lokal, transportasi dan komunikasi.

- Membantu pengembangan mekanisme keuangan sendiri bagi operasional

kawasan konservasi. Meningkatkan

kualitas hidup

- Mempromosikan nilai-nilai spiritual yang berhubungan dengan kesehatan

- Mendukung pendidikan lingkungan bagi pengunjung dan masyarakat lokal.

- Menyediakan atraksi lingkungan sebagai tujuan persinggahan bagi

penduduk lokal dan pengunjung yang dapat mendukung akivitas lain yang dapat dilakukan secara bergantian.

- Memperbaiki pemahaman antar budaya

- Mendorong pengembangan budaya, kerajingan tangan dan seni

- Meningkatkan tingkat pendidikan bagi masyarakat lokal

- Mendorong masyarakat untuk mempelajari bahasa dan budaya asing yang

dibawa oleh pengunjung

- Mendorong masyarakat lokal untuk menilai budaya dan lingkungan

(28)

2.4.3 Potensi Resiko Ekowisata di Kawasan Konservasi

Kunjungan wisatawan ke kawasan konservasi tidak hanya memberikan dampak posistif bagi lingkungan dan masyarakat, namun kunjungan wisatawan ke kawasan konservasi juga berpotensi memberikan dampak negatif. Para pengelola kawasan konservasi dan wisata harus mampu menerima dan mengelola dampak tersebut sehingga tidak memberikan dampak yang luas.

Eagles et al. (2002) menjelaskan bahwa dalam pengembangan wisata di

kawasan konservasi, dampak negatif dapat berakibat pada 3 hal, yaitu : ekonomi dan keuangan, sosial-budaya dan lingkungan.

2.4.3.1 Dampak Terhadap Ekonomi dan Keuangan

Pariwisata membawa penigkatan permintaan terhadap barang, jasa dan fasilitas seperti cendera mata, restoran, berbagai atraksi dan keperluan pribadi dari wisatawan. Peningkatan jumlah pengunjung juga mengakibatkan peningkatan pelayanan dasar seperti kenyamanan, keselamatan dan kesehatan. Peningkatan permintaan layanan akan berdampak pada peningkatan harga dan hal ini dapat menurunkan daya beli masyarakat lokal yang merasa terlalu mahal. Dalam beberapa kasus, terjadi peningkatan harga beberapa kali lipat sehingga penduduk lokal tak mampu lagi tinggal di daerah tersebut dimana penghasilan penduduk lokal jauh lebih rendah dari wisatawan. Sebagai contoh, kunjungan wisatawan asing ke negara-negara berkembang, seringkali melihat peluang ekonomi dan bisnis yang menguntungkan sehingga banyak diantara mereka yang menanam saham atau membeli bisnis dari pariwisata tersebut. Dengan demikian maka kegiatan kepariwisataan dapat menjadi milik asing dan mengangkat nilai jual dari asset tersebut.

(29)

11

2.4.3.2 Dampak Terhadap Sosial - Budaya

Peningkatan jumlah wisatawan dapat mengganggu aktivitas masyarakat lokal, bersaing dalam memperebutkan tempat rekreasi dan berbagai jasa lainnya. Perencanaan pengembangan pariwisata yang kurang bagus dapat meningkatkan aktivitas yang kurang baik seperti pengrusakan, pengotoran maupun kejahatan di lokasi wisata. Hal ini dapat diperburuk jika pemerintah hanya mementingkan keuntungan jangka pendek seperti membangun fasilitas-fasilitas yang tidak atau tanpa mempertimbangkan kepentingan dan keinginan masyarakat lokal. Maka dalam kondisi seperti ini, dukungan masyarakat lokal terhadap kawasan konservasi akan berbahaya.

Dalam kunjungan wisatanya, terkadang beberapa wisatawan tinggal dalam waktu yang cukup lama dan berinteraksi intensif dengan masyarakat lokal, sehingga masyarakat dapat terpengaruh secara budaya oleh wisatawan jika mereka tidak dibekali pengetahuan yang kuat tentang budaya mereka sendiri. Dalam konteks ini, terkadang budaya sudah mengalami distorsi peran dan fungsi seperti pada beberapa tari-tarian yang memiliki fungsi sosial yang tinggi atau digunakan pada acara-acara kebudayaan khusus pada jaman dahulu kala, namun sekarang hanya digunakan untuk menghibur para wisatawan. Dalam banyak kasus pula, budaya dan tradisi masyarakat lokal diambil dan digunakan di luar dari asalnya untuk kepentingan pribadi bahkan dikomersilkan. Hal ini dapat mengurangi nilai luhur budaya suatu bangsa atau bahkan dapat dianggap menghina suatu budaya bangsa. Dampak negatif yang paling umum adalah apakah mereka memilki pilihan atau kontrol terhadap dirinya untuk menerima budaya asing yang masuk dan dapat menyaring budaya mana yang dapat diterima dan yang mana tidak dapat diterima.

2.4.3.3 Dampak Terhadap Lingkungan

(30)
[image:30.595.40.484.90.605.2]

Tabel 2 Berbagai contoh dampak negatif wisatawan terhadap lingkungan

Elemen Contoh akibat yang dapat ditimbukan wisatawan

Ekosistem - Konstruksi akomodasi, pusat pengunjung, infrastruktur dan berbagai jasa

lainnya memiliki dampak langsung terhadap lingkungan seperti pembabatan lahan, penghilangan vegetasi, pembasmian binatang pengganggu dari habitatnya.

- Kemungkinan merubah habitat alamiah secara signifikan (jalur migrasi, area berburu, area mencari makan dll) oleh berbagai jenis pengembangan kepariwisataan dan penggunaan lainnya

Tanah - Pemadatan tanah dapat terjadi pada daerah-daerah tertentu

- Pemindahan tanah yang dapat berakibat erosi ataupun longsor.

Vegetasi - Konsentrasi kegiatan disekitar fasilitas wisata dapat memberikan dampak

negatif bagi vegetasi disekitarnya

- Pembukaan lahan untuk jalan dan gangguan terhadap binatang

- Frekuensi kebakaran lahan dapat berubah karena wisatawan dan

pengelolaan taman nasional

Air - Peningkatan permintaan air tawar

- Pembuangan limbah atau sampah ke sungai, danau atau lautan

- Pembuangan oli dan bahan bakar dari kapal dan perahu kecil

- Perputaran baling-baling kapal dapat mempengaruhi tumbuh-tumbuhan

perairan dan spesies yang hidup di perairan

Udara Transportasi dapat mengakibatkan pencemaran udara dari emisi gas buangnya

(pesawat, kereta dan kendaraan bermotor lainnya)

Alam liar - Perburuan dan penangkapan ikan dapat mengubah dinamika populasi

- Pemburu dan nelayan meminta memasukkan spesies asing agar terjadi

peningkatan populasi binatang buruan.

- Gangguan yang datang dari pengunjung dapat terjadi bagi seluruh spesies

termasuk bagi binatang yang tidak menarik bagi pengunjung

- Gangguan dapat terjadi berbagai macam seperti : gangguan suara, gangguan

penglihatan atau gangguan tingkah laku

- Kontak yang terjadi antara pengunjung dengan binatang diluar waktu yang

tepat (sebelum laju denyut jantung kembali normal, sebelum burung dapat terbang atau pada saat binatang mamalia lagi makan/menyusui)

- Mamalia laut dapat terluka atau terbunuh oleh dampak perahu motor atau

terpotong baling-baling

- Dapat terjadi perubahan perilaku binatang, dimana mereka dapat mendekati

manusia untuk mencari makan

Sumber : Eagles et al. (2002)

Pada Table 2, digambarkan dampak-dampak yang dapat terjadi pada lingkungan di sekitar pengelolaan wisata. Namun, hal ini dapat diminimalkan dampaknya jika perencana dan pengelola dapat memperkirakan secara akurat dampak yang mungkin timbul atau kemampuan daya dukung suatu kawasan terhadap kunjungan wisatawan.

2.5 Kawasan Konservasi

(31)

13

km dan memiliki pulau sekitar 17.480 pulau. Dengan 2/3 wilayah yang terdiri dari perairan dan posisi pulau pada daerah tropis, menyebabkan Indonesia memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity) yang sangat tinggi. Pada wilayah pesisir, terdapat sumberdaya ikan yang melimpah, bentang alam berupa hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Namun seiring dengan peningkatan pertumbuhan penduduk dan peningkatan kebutuhan dan tekhnologi, telah menyebabkan tekanan yang kuat pada sumberdaya yang ada. Sehingga sangat mudah untuk menjumpai ekosistem yang telah rusak atau terancam rusak. Berdasarkan hal tersebut maka salah satu jalan terbaik yang harus dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya dari kepunahan dan kehancuran adalah melakukan upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya.

Saat ini, Indonesia telah memiliki sekitar 8,7 juta ha kawasan konservasi sumberdaya perairan baik yang diinisiasi oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah pusat melalui Dirjen Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) telah menetapkan 5,5 juta ha, pemerintah daerah di seluruh Indonesia juga telah menetapkan sekitar 3,2 juta ha kawasan konservasi perairan. Selain itu tengah dilakukan proses konservasi kawasan perairan (KKP) seluas 5.705.839,00 ha untuk KKP nasional di Kepulauan Anambas, Kepulauan Riau, dan Laut Sulu, Nusa Tenggara Timur. Inisiasi KKP tersebut serempak

melalui program COREMAP II (Coral Reef Rehabilitation and Management

Program), Marine and Coastal Resources Management Program (MCRMP) dan

Coastal Community Development and Resources Management Project

(COFISH), DKP juga memfasilitasi pembentukan daerah perlindungan laut (DPL) dan daerah perlindungan mangrove (DPM) seluas 2.085,90 ha serta suaka perikanan seluas 453,23 ha (Mulyana dan Dermawan, 2008).

(32)

dan lain sebagainya. Sistem yang terbangun ini kemudian menjadi cikal bakal pembentukan Kawasan Konservasi laut Daerah (KKLD). Pendelegasian wewenang kepada daerah untuk membentuk dan KKLD diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Dalam Undang-undang ini, sangat tegas disebutkan dalam pasal 18 ayat (1) bahwa Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah laut dan selanjutnya pada ayat (3), dikemukanan bahwa: Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut; b) pengaturan administratif; c) pengaturan tata ruang; d) penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah; e) ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan f) ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara. Kewenangan di bidang konservasi memungkinkan daerah untuk mencadangkan kawasan konservasi laut dan mengelola sesuai dengan kewenangannya selama tidak melebihi 4 mil laut dari garis pantai (Mulyana dan Dermawan, 2008).

2.5.1 Kawasan Konservasi Laut Daerah

Definisi dari IUCN dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, konservasi adalah manajemen biosfer secara berkelanjutan untuk memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang. IUCN (1994) mengelompokkan Kawasan Lindung menjadi 6 kategori :

1. Strict Nature Reserve/Wilderness Area 2. National Park

3. Nature Monument,

4. Habitat/Species Management Area, 5. Protected Landscape/Seascape, dan 6. Managed Resources Protected Area.

Marine Protected Area (Kawasan Konservasi Laut/KKL) adalah daerah intertidal (pasang-surut) atau subtidal (bawah pasang- surut) beserta flora fauna, sejarah dan corak budaya dilindungi sebagai suaka dengan melindungi sebagian atau seluruhnya melalui peraturan perundang-undangan (IUCN, 1994).

(33)

15

Management Area (MMA). Di dunia Internasional MMA dikenal sebagai suatu kawasan di suatu wilayah perairan pesisir yang secara aktif dikelola oleh masyarakat lokal/keluarga setempat di sekitar kawasan, atau oleh pengelolaan kolaboratif baik oleh masyarakat setempat maupun oleh perwakilan pemerintah daerah. MMA merupakan pendekatan baru terhadap Marine Protected Area

Menurut DKP (2007) tujuan KKLD adalah untuk melakukan proses konservasi habitat dan proses-proses ekologi, dan perlindungan nilai sumberdaya sehingga kegiatan perikanan, pariwisata, penelitian dan pendidikan dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.

Mulyana dan Dermawan (2008) menjelaskan bahwa sejak tahun 2002 hingga pertengahan tahun 2008 telah dicadangkan 31 KKLD yang tersebar di seluruh Tanah Air, meski hanya beberapa yang sudah diformalkan. Ada pun penamaan kawasan KKLD beragam dan ada kecenderungan masyarakat menghindari istilah seperti perlindungan semata, untuk kawasan konservasi yang konotasinya laut harus ditutup sehingga dapat menimbulkan konflik dengan nelayan. Upaya pengembangan KKLD juga mendapat dukungan dari lembaga donor maupun LSM. Potensi Sumberdaya Pulau Pasi

2.5.2 Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan keunikan di antara komunitas lautan yang seluruhnya dibentuk oleh kegiatan biologis. Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan oleh karang (filum Cnidaria, klas Anthozoa, ordo Madreporaria=Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Terdapat dua kelompok karang yang berbeda yaitu hermatipik dan ahermatipik. Karang Hermatipik dapat menghasilkan terumbu sedang ahermatipik tidak dapat mengasilkan terumbu (Nybakken, 1992).

Nybakken 1992 menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara hermatipik dan ahermatipik adalah didalam jaringan karang hermatipik terdapat sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis (hidup bersama) yang dinamakan

Zooxanthellae sedang dalam ahermatipik tidak. Hal tersebut menyebabkan terumbu karang dapat berkembang baik di daerah tropis karena zooxantellae

(34)

Komponen biota terpenting di suatu terumbu karang adalah hewan karang batu (stony coral), hewan yang tergolong Scleractinia yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur, alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Hewan karang batu, umumnya merupakan koloni yang terdiri dari banyak jenis individu berupa polip yang bentuk dasarnya seperti mangkok dengan tepian berumbai-umbai (tentakel). Pada umumnya ukurannya sangat kecil (beberapa mm), tetapi ada pula yang besar hingga beberapa puluh sentimeter seperti pada genus Fungia. Tiap polip tumbuh dan mengendapkan kapur yang membentuk kerangka.

Polip ini akan memperbanyak diri dengan cara pembelahan berulangkali (secara vegetatif) hingga satu koloni karang bisa terdiri dari ratusan ribu polip. Selain itu, terdapat pula perbanyakan secara pembuahan antara sel kelamin jantan dengan sel telur (secara generatif) yang kemudian menghasilkan larva yang disebut planula. Planula ini dikeluarkan dari polip dan hanyut terbawa oleh arus hingga suatu saat ia akan mengendap dan melekat pada substrat yang keras di dasar laut, untuk kemudian . memulai kehidupannya di lokasi yang baru dengan membentuk koloni yang baru. Setelah mengalami metamorfose, planula juga tumbuh secara vegatatif menjadi koloni dengan kerangka yang mempunyai bentuk yang khas tergantung jenisnya (Nontji, 2007).

Di dalam jaringan polip karang hidup berjuta-juta tumbuhan mikroskopis yang dikenal sebagai zooxanthella. Keduanya mempunyai hubungan simbiosis mutualistik atau saling menguntungkan. Zooxanthella melalui proses fotosintesa akan membantu memberikan suplai makanan dan oksigen bagi polip, selain itu pula membantu proses pembentukan kerangka karang. Sebaliknya polip karang menghasilkan sisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat dan nitrogen yang digunakan oleh zooxanthella dalam pertumbuhannya. Selain zooxanthella, pada koloni karang juga ditemukan alga filament (Nontji, 2007).

Berdasarkan proses pembentukannya, terumbu karang dibagi dalam tiga jenis, yaitu (1) terumbu karang cincin (atol), (2) terumbu karang penghalang (barrier reefs), dan (3) terumbu karang tepi (fringing reefs) (Nybakken, 1992 dan Nontji, 2007) Terumbu karang tepi merupakan jenis terumbu karang yang paling banyak ditemukan di kawasan pesisir Indonesia (Nontji, 2007)

Survei yang dilakukan oleh Tim Zonasi PSTK (2000) pada tahun 2000 menemukan 49 genera karang yang terdiri dari 46 genera karang dari 13 famili

(35)

17

mendominasi adalah: Seriatopora , Acropora, Montipora , Fungia dan Porites

PPTK (2007) menyatakan bahwa tipe terumbu karang yang terdapat di Pulau Pasi adalah tipe terumbu tepi (fringing reef). Kondisi terumbu karang adalah dari jenis karang batu, karang lunak, dan biota asosiasi yang terdapat pada ekosistem terumbu karang di Pulau Pasi. kondisi tutupan karang hidup bervariasi dari 10 -70% pada seluruh sisi pulau. Penutupan karang hidup terbaik yang ditemukan berada pada sisi timur pulau sebanyak 70% penutupan karang, namun lebar hamparan karangnya sempit dan sisi timur merupakan selat jalur pelayaran.

. Sedangkan survey ekologi yang dilaksanakan oleh CRITC-LIPI (2006) di Kabupaten selayar (tidak termasuk kawasan Taman Nasional Taka Bonerate), menemukan sekitar 126 jenis karang batu yang termasuk dalam 14 suku.

2.5.3 Biota Asosiasi

Jenis biota yang berasosiasi merupakan kelompok biota yang khas menghuni daerah terumbu karang, dan beberapa di antaranya jarang bahkan tidak ditemui di ekosistem yang lain. Keberadaan biaota asosiasi sebagai bagian dari kekanekaragaman hayati sumberdaya memiliki nilai tersendiri dalam kompleksitas sistem ekologis dalam sebuah ekosistem. Peran dan fungsi biota asosiasi dalam ekosistem terumbu karang tidak saja secara ekologis, namun juga penting secara ekonomis dimana beberapa dari biota tersebu memiliki nilai ekonomis tinggi dan dalam konteks kepariwisataan, keberadaan biota asosiasi dalam ekosistem terumbu karang memberikan pengalaman bagi pengunjung untuk lebih mengenal dan memahami biota yang ada juga menambah nilai estetika suatu kawasan wisata. Berikut beberapa jenis organisme laut yang berasosiasi di ekosistem terumbu karang Pulau Pasi :

Karang Lunak

Anemon laut mempunyai struktur yang tidak jauh berbeda dengan polip karang keras, kecuali adanya perbedaan pada ukuran, dimana polip karang berukuran mikroskopis, sedangkan anemon laut berukuran cukup besar. Selain itu, hal yang mendasar adalah, bahwa polip karang umumnya membentuk koloni

dan mempunyai kemampuan untuk mengendapkan kapur (hermatipik),

(36)

Karang lunak sendiri mempunyai struktur rangka namun berbeda dengan karang keras. Jika karang keras mempunyai kemampuan mengendapkan kalsium karbonat, maka karang lunak mengendapkan senyawa-senyawa protein dan kolagen yang tidak sekeras kalsium sehingga teksturnya lebih lunak dan dapat dibengkokkan

PPTK (2007) menemukan beberapa jenis karang lunak di Pulau pasi diantaranya Capnella sp, Nephthea sp, Sinularia flexibilis, S. polydactila, S. Dura, Lobophytum sp, Lobophytum strictum, Sarcophytum glaucum, Lithophyton sp,

Heteroxenia sp, Dendronephtea sp, Clavularia sp, dan Sarcophytum trocheliophorum.

Sponge

Dalam struktur taksonomi, sponge merupakan nama lain dari Filum Porifera. Sponge merupakan hewan multi seluler sederhana, tubuhnya terdiri dari dua lapis sel yang mengapit satu lapisan fibrous matrix. Dengan tubuh yang disellimuti oleh jutaan pori-pori, sponge merupakan hewan lunak yang menyerap air dan menyaring bahan organik dalam air laut sebagai makanannya (filter feeder) yang sangat efisien. Baik bentuk maupun warna dari sponge ini sangat beragam, mulai dari yang berbentuk seperti tabung, gumpalan, hingga seperti mangkok besar. Warnanya juga demikian, mulai dari cokelat pucat hingga merah menyala. Struktur sponge yang hanya ditopang oleh spikula-spikula fiber, membuat tubuhnya agak lentur, namun tetap dapat berdiri tegak dan kokoh.

PPTK (2007) menemukan beberapa jenis sponge di Pulau Pasi diantaranya Theonella sp, Liosina sp dan Clathria sp, Xestospongia sp, Callyspongia aerizusa, dan Theonella swinhoei. Juga terdapat sponge dari kelas Demospongiae, seperti Phyllospogia sp dan Haliclona sp.

Hydra dan Algae

(37)

19

dengan jenis yang hidra yang lebih halus, Lytocarpus yang tampak seperti tulang daun. Walau tidak separah bulu ayam, namun sengatannya juga membuat iritasi yang berkepanjangan pada kulit.

Salah satu golongan hidra lainnya yang merupakan satu-satunya menyerupai jenis karang keras adalah karang api Millepora. Sengatannya terasa seperti membakar kulit, sehingga disebut sebagai karang api. Bentuknya mirip dengan karang keras, namun hewan ini tidak termasuk dalam golongan karang keras yang pada umumnya tidak menyengat.

Beberapa hydra yang teramati oleh PPTK (2007) adalah Millepora sp,

Stylasterina, Isis hippuris, Junceella fragilis, Cirrhiphates sp, dan Subergorgia sp Beberapa jenis alga yang ditemukan adalah jenis Halimeda sp, coralline alga

dan beberapa jenis alga coklat.

Ekinodermata

Hewan ekinodermata dapat ditemui di hampir semua ekosistem, namun keanekaragaman yang paling tinggi terdapat pada ekosistem terumbu karang. Hewan ekinodermata meliputi jenis hewan yang memiliki duri, terbagi atas 5 kelompok besar yakni bintang laut, bintang ular, lilia laut, bulu babi, dan teripang, dan kesemuanya dapat ditemui di ekosistem terumbu karang. Selain berduri, hewan Ekinodermata ini mempunyai struktur tubuh yang khas, yakni terdiri atas 5 bagian atau lempengan.

PPTK (2007) menemukan beberapa ekinodermata di Pulau Pasi berupa

Linckia laevigata, L. Guildingi, Ophionereis spp, Oxycomanthus sp, Comaster

spp dan beberapa jenis teripang.

Ikan Karang

(38)

Ikan karang mempunyai sifat teritorial, dimana mereka akan menentukan wilayah kekuasaannya sehingga jika mereka diusik oleh penyelam, beberapa saat kemudian akan datang kembali ke wilayah tersebut. Contohnya pada jenis ikan betok laut Pomacentrus, ikan giru Amphiprion dan ikan kepe-kepe

Chaetodon. Sedangkan yang bersifat migratori atau senantiasa berpindah ekosistem antara lain hiu nursery shark Carcharinus.

(39)

21

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Pulau Pasi yang secara administratif masuk ke dalam Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar. Pulau ini merupakan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Kabupaten Kepulauan Selayar (Gambar 2).

[image:39.595.107.491.556.741.2]

Pengambilan data biofisik dilakukan di perairan Pulau Pasi sebanyak 10 stasiun pengamatan. Penentuan titik stasiun dilakukan secara sengaja (purpose sampling) dengan mempertimbangkan keterwakilan kawasan secara keseluruhan yang sesuai untuk tujuan penelitian. Sebelum menentukan stasiun penelitian maka dilakukan survey awal dengan cara berenang dipermukaan untuk melihat dan menilai secara langsung kondisi ekosistem terumbu karang yang ada di kawasan tersebut Rapid Rural Inventori (RRI). Dalam penentuan stasiun penelitian, kondisi dan karasteristik sumberdaya yang ada di kawasan tersebut dianggap memiliki karasteristik yang sama sehingga dapat dikategorikan ke dalam satu stasiun penelitian. Satu stasiun penelitian tersebut kemudian diperkirakan luasnya dengan pertimbangan kondisi fisik dan bilogis sumberdaya yang ada pada kawasan tersebut. Dari hasil RRI, diperoleh 10 stasiun pengamatan yang berada di sisi selatan sebanyak 3 stasiun, sisi barat 5 stasiun, dan utara pulau 2 stasiun (Tabel 3). Sisi timur pulau tidak dilakukan penelitian karena merupakan selat antara Pulau Pasi dan Pulau Selayar dengan kondisi biofisik terumbu yang sempit dan merupakan jalur pelayaran tradisional.

Tabel 3 Titik koordinat stasiun penelitian di Pulau Pasi

Stasiun Koordinat Keterangan

Bujur Timur Lintang Selatan

1 120° 25' 28.45" 6° 12' 21.29" sisi selatan Pulau Pasi

2 120° 25' 5.73" 6° 12' 41.83" sisi selatan Pulau Pasi

3 120° 24' 23.54" 6° 12' 51.30" sisi selatan Pulau Pasi

4 120° 23' 36.53" 6° 11' 59.39" sisi barat Pulau Pasi

5 120° 23 22.75" 6° 10' 51.00" sisi barat Pulau Pasi

6 120° 23' 31.45" 6° 8' 44.02" sisi barat Pulau Pasi

7 120° 24' 0.77" 6° 7' 20.10" sisi barat Pulau Pasi

8 120° 24' 12.60" 6° 6' 33.48" sisi barat Pulau Pasi

9 120° 25' 7.18" 6° 5' 0.60" sisi utara Pulau Pasi

(40)

b

b

b

b

b

b

b

b

b b

Dongkalang Kahu-Kahu Tg. Gosong P. Pasi P. Selayar Benteng 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 6 °1 3' 3 0

" 6°1

3 '3 0 " 6 °1 2' 0 0

" 6°1

2 '0 0 " 6 °1 0' 3 0

" 6°1

0 '3 0 " 6 °9 '0 0

" 6°9

'0 0 " 6 °7 '3 0

" 6°7

'3 0 " 6 °6 '0 0

" 6°6

'0 0 " 6 °4 '3 0

" 6°4

'3 0 " 120°22'30" 120°22'30" 120°24'00" 120°24'00" 120°25'30" 120°25'30" 120°27'00" 120°27'00" 120°28'30" 120°28'30" 120°30'00" 120°30'00"

Peta Lokasi Penelitian

N

1000 0 2000 m

Skala 1 : 125.000

Kedalaman (m) : 0 - 5 5 - 10 10 - 20 20 - 30 30 - 50 50 - 100 > 100

Tutupan Lahan & Tipe Substrat Karang Campur Pasir Kebun

Lamun Campur Pasir Mangrove Pasir Pemukiman Tegal/Ladang Terumbu Karang 7° 6° 5° 7° 6° 5°

119° 120° 121° 119° 120° 121°

Keterangan :

b

Stasiun Terumbu Karang Sungai [image:40.595.48.482.87.770.2]

Garis Pantai Daratan Selayar

(41)

23

3.2 Kerangka Penelitian

Penelitian ini akan mengkaji potensi dan pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi laut daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar. Adapun tahapan-tahapan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Inventarisasi kebutuhan data (data primer dan sekunder)

b. Menganalisis data dan informasi awal tentang kondisi lokasi penelitian c. Melakukan survey dan pengumpulan data ekologis

d. Melakukan wawancara dengan penduduk Pulau Pasi untuk memperoleh gambaran persepsi mereka terhadap pengembangan ekowisata bahari e. Melakukan analisis kesesuaian kawasan untuk pengembangan ekowisata

bahari

f. Kompilasi data untuk menentukan zonasi kawasan ekowisata bahari di

KKLD Pulau Pasi

g. Membuat rencana pengelolaan kawasan ekowisata bahari di KKLD Pulau Pasi

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan secara langsung di lapangan atau menelusuri pustaka yang berhubungan dengan materi penelitian di berbagai instansi. Data yang dikumpul adalah sebagai berikut :

3.3.1 Terumbu Karang

Pengambilan data karang dilakukan dengan menggunakan metode Line

Intercept Transect (LIT). Transek dilakukan dengan memodifikasi penjelasan

(42)

Tabel 4 Bentik kategori dalam pengambilan data

BENTUK DESKRIPSI

ACB Acropora bentuk koloni bercabang

ACT Acropora bentuk koloni mendatar / meja

ACS Acropora bentuk koloni sub massive

ACE Acropora bentuk koloni merayap

ACD Acropora bentuk koloni menjari

CM Non Acropora dengan bentuk koloni Massive

CS Non Acropora dengan bentuk koloni Sub Massive

CF Non Acropora dengan bentuk koloni lembaran

CE Non Acropora dengan bentuk koloni merayap

CB Non Acropora dengan bentuk koloni bercabang

AA Pertumbuhan makro algae yang mengelompok

CA Algae berkapur

CHL Karang genus Heliopora

CME Karang genus Millepora

CMR Karang dari famili Fungiidae

DC Karang baru mati

DCA Karang mati ditumbuhi algae, kelihatan bentuk koloninya

HA Makroalgae dari genus Hallimeda

MA Makroalgae

OT Biota-biota yang berassosiasi dengan terumbu karang

R Patahan karang kecil yang belum ditumbuhi algae

RCK Batuan beku atau cadas

S Pasir

SC Soft Coral

SI Pasir halus/lumpur

SP Sponge

TA Makroalgae berbentuk filamen

ZO Biota Zooanthid

Sumber : English et al. (1997)

3.3.2 Ikan Karang

Pengambilan data ikan karang menggunakan metode Underwater Fish

[image:42.595.107.449.107.560.2]
(43)

25

transek. Identifikasi jenis ikan karang mengacu kepada buku petunjuk bergambar Kuiter (1992) dan Lieske dan Myers (1994).

Spesies ikan-ikan yang didata dikelompokkan dalam tiga kelompok utama yaitu (English et al.1997) :

a. Ikan-Ikan Target adalah ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk dikomsumsi. Ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai daerah pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Contoh ikan-ikan ini adalah famili Serranidae (Ikan kerapu), Lutjanidae (Ikan kakap), Lethiridae (Ikan lencam), Caesionidae (Ikan ekor kuning), Siganidae (Ikan Baronang), Acanthuridae (Ikan Pakol), Scaridae (Ikan Kakatua), Nemipteridae (Ikan Kurisi).

b. Ikan-Ikan Indikator adalah ikan-ikan khas yang mendiami daerah terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekositem terumbu karang di daerah tersebut. Contoh ikan ini adalah Famili Chaetodontidae (Ikan kepe-kepe). c. Ikan-Ikan Mayor adalah ikan hias yang berukuran kecil, umumnya

berukuran antara 5-25 cm dengan ciri-ciri warna yang beragam sehingga kelompok ini disebut ikan hias. Kelompok ikan ini umumnya ditemukan melimpah, baik dalam jumlah individu maupun jenisnya serta cenderung bersifat territorial. Ikan ini sepanjang hidupnya berada di terumbu karang. Contoh ikan ini adalah famili Apogonidae (Ikan serinding), Labridae (Ikan sapu-sapu), Blennidae (Ikan Peniru), Pomacentridae (Ikan betok laut).

3.3.3 Faktor Fisik Perairan

Dalam penentuan kawasan pariwisata, kondisi faktor fisik perairan atau faktor oseanografi sangat berpengaruh terhadap penentuan kelayakan dimana kenyamanan dan dan keselamatan merupakan dampak langsung dari kondisi osenografi. Pengukuran kondisi oseanografi yang diamati pada masing-masing stasiun penelitian merupakan data pendukung dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata bahari. Adapun pengukuran parameter yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Kedalaman.

Pengukuran kedalaman perairan dilakukan dengan menggunakan tali pengukur dan konsul pada alat SCUBA

2. Kecepatan arus

Kecepan arus pada masing-masing stasiun diukur dengan menggunakan

(44)

3. Kecerahan

Kecerahan diukur dengan menggunakan secchi disc

3.3.4 Data Sosial Kemasyarakatan

Data sosial kemasyarakatan merupakan data yang dibutuhkan untuk : 1. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap kawasan konservasi laut daerah. 2. Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pengembangan ekowisata bahari 3. Mengetahui tingkat dukungan sosial masyarakat Pulau Pasi terhadap

pengembangan ekowisata bahari.

Untuk memperoleh gambaran tentang kondisi sosial kemasyarakat pada 3 aspek pokok seperti yang disebutkan di atas, maka dilakukan observasi dan wawancara semi terstruktur dengan penduduk Pulau Pasi. Wawancara semi terstruktur adalah wawancara dengan menggunakan kuisioner sebagai pedoman pertanyaan, namun dapat mengembangkan pertanyaan lebih dalam untuk memperoleh gambaran secara utuh dari objek/responden (Sugiyono 2010). Pemilihan responden dengan metode purposive sampling terhadap penduduk 3 desa. Menurut Sugiyono (2010), metode purposive sampling adalah tekhnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu seperti orang tersebut dianggap paling mengerti tentang permasalahan yang akan diteliti atau sebagai orang yang terlibat langsung dalam suatu permasalahan yang diteliti.

3.4 Analisa Data

Data yang telah terkumpul kemudian dianalisa berdasarkan jenisnya. Adapun analisa tersebut dijelaskan sebagai berikut :

3.4.1 Penutupan Karang

Untuk menghitung besar persentase tutupan karang mati, karang hidup, alga, dan jenis lifeform lainnya dihitung dengan rumus English et al. (1997):

Data kondisi penutupan karang yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan Gomez dan Yap (1984) :

a. Baik sekali : 75 – 100% b. Baik : 50 – 74,9%

c. Baik : 50 – 74,9% d. Buruk : 0 – 24,9%

Percent Cover (%) =

Total length of category

X 100%

(45)

27

3.4.2 Ikan Karang

Analisis data ikan karang dilakukan secara deskriptif berdasarkan hasil sensus yang dilakukan pada transek seluas 250 m2

3.4.3 Analisis Kesesuaian Wisata Bahari

.

[image:45.595.112.495.305.749.2]

Menurut Yulianda (2007) kesesuaian wisata bahari untuk kategori wisata selam mempertimbangkan enam parameter dengan empat klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata selam antara lain kecerahan perairan, tutupan komunitas karang, jenis lifefrom, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang (Tabel 5).

Tabel 5 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata selam

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor

N (Bobot x skor)

1 Kecerahan Perairan (%) 5 > 80 3

> 50 - 80 2

20 - 50 1

< 20 0

2 Tutupan Komunitas Karang (%)

5 > 75 3

> 50 - 75 2

25 - 50 1

< 25 0

3 Jenis lifeform 3 > 12 3

> 7 - 12 2

4 - 7 1

< 4 0

4 Jenis Ikan Karang 3 > 50 3

> 30 - 50 2

10 - 30 1

> 10 0

5 Kecepatan Arus (cm/det) 1 0 - 15 3

> 15 - 30 2

> 30 - 50 1

> 50 0

6 Kedalaman Terumbu Karang (m)

1 6 - 15 3

> 15 - 20 2

> 20 - 30 1

>30 0

SN =

S Nmax = 54

IKW =

(46)

Keterangan :

IKW = indeks kesesuaian wisata

S Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor)

S Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata Ketentuan kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata selam adalah :

S1 = sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100 % S2 = sesuai, dengan IKW 50 - < 83 %

N = tidak sesuai, dengan IKW < 50%

[image:46.595.99.461.304.737.2]

Kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling mempertimbangkan tujuh parameter dengan empat klasifikasi (Yulianda, 2007). Adapun matriks kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling

No Parameter Bobot Standar

Parameter Skor

N (Bobot x skor) 1 Kecerahan Perairan

(%)

5 100 3

80 < 100 2

20 – 50 1

< 20 0

2 Tutupan Komunitas Karang (%)

5 > 75 3

> 50 – 75 2

25 – 50 1

< 25 0

3 Jenis lifeform 3 > 12 3

> 7 – 12 2

4 – 7 1

< 4 0

4 Jenis Ikan Karang 3 > 50 3

> 30 – 50 2

10 – 30 1

> 10 0

5 Kecepatan Arus (cm/det)

1 0 – 15 3

> 15 – 30 2

> 30 – 50 1

> 50 0

6 Kedalaman Terumbu Karang (m)

1 > 3 – 6 3

1 – 3 2

> 6 – 10 1

> 10 - < 15 0 7 Lebar Hamparan

Datar Karang

1 > 500 3

> 100 – 500 2

20 – 100 1

< 20 0

SN =

S Nmax = 57

IKW =

(47)

29

Keterangan :

IKW = indeks kesesuaian wisata

S Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor)

S Nmaks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata

Ketentuan kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata snorkeling adalah: S1 = sangat sesuai, dengan IKW 83 – 100 %

S2 = sesuai, dengan IKW 50 - < 83 % N = tidak sesuai, dengan IKW < 50%

Untuk menilai kesesuaian lokasi wisata, maka disusun kategori yang dapat menjelaskan kondisi sumberdaya seperti :

Kategori S1 : Sangat sesuai (highly suitable). Kawasan ekosistem terumbu karang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari (diving dan snorkelling) secara lestari, atau hanya mempunyai faktor pembatas yang kurang berarti dan tidak terpengaruh secara nyata terhadap kondisi kawasan tersebut, serta tidak menambah masukan (input) untuk dikembangkan sebagai objek wisata bahari.

Kategori S2 : Sesuai (Suitable). Kawasan ekosistem terumbu karang yang mempunyai pembatas agak berat untuk pemanfaatan sebagai kawasan wisata bahari secara lestari. Faktor pembatas akan mengurangi pemanfaatan kawasan, sehingga diperlukan upaya tertentu dalam membatasi pemanfaatan dan mengupayakan konservasi dan rehabilitasi.

Kategori N : Tidak Sesuai (Not Suitable) Kawasan ekosistem terumbu karang yang mengalami tingkat kerusakan yang tinggi, sehingga tidak memungkinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata bahari. Untuk itu sangat disarankan untuk dilakukan perbaikan dengan teknologi tinggi dengan tambahan biaya dan perlu waktu yang lama untuk memulihkannya melalui konservasi dan rehabilitasi kawasan tersebut.

3.4.4 Indeks Kesesuaian Wisata

Analisa indeks kesesuaian wisata (IKW) merupakan lanjutan dari matriks kesesuaian wisata bahari kategori wisata senorkeling dan wisata selam. Rumus yang digunakan untuk indeks kesesuaian wisata (Yulianda, 2007) adalah :

(48)

Keterangan :

IKW = Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i

Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata

3.4.5 Analisis Deskriptif Persepsi Masyarakat dalam Pengembangan Ekowisata Bahari

Analisis data strategi pengembangan ekowisata ini bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Data kualitatif yang diperoleh dari hasil interview dan observasi mengenai persepsi masyarakat tentang pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi laut daerah. Data kualitatif yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif yang tersajikan dalam bentuk tabel, gambar atau grafik.

3.4.6 Dukungan Sosial

Tekhnik yang digunakan untuk menentukan tingkat dukungan sosial adalah dengan menggunakan metode analisis multiatribut. Atribut sosial dalam penelitian ini adalah tingkat keamanan, penerimaan masyarakat lokal, dukungan pemerintah, sarana transportasi laut, peruntukan kawasan, ketersediaan peralatan wisata, akomodasi dan ketersediaan air tawar.

Setiap atribut yang ditetapkan, memiliki bobot dan skor sesuai dengan kepentingan suatu parameter dalam pengembangan wisata bahari. Bobot yang diberikan adalah 1, 3 dan 5, dan skor berkisar antara 0 – 2. Penentuan skor berdasarkan urgensi atribut tersebut yang berpedoman pada indikator skor masing-masing atribut penilaian yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Matriks analisis tingkat dukungan sosial dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Matriks analisis tingkat dukungan sosial kegiatan wisata bahari

No Parameter/Atribut Bobot Skor Nilai Max Keterangan

1 Tingkat Keamanan 5 0 - 2 10 Sangat Penting

2 Penerimaan masyarakat Lokal 5 0 - 2 10 Sangat Penting

3 Dukungan Pemerintah 3 0 - 2 6 Penting

4 Dukungan swasta 3 0 - 2 6 Penting

5 Aksesibilitas 3 0 - 2 6 Penting

6 Peruntukan kawasan 1 0 - 2 2 Cukup Penting

7 Kelembagaan Masyarakat 1 0 - 2 2 Cukup Penting

8 Kearifan lokal 1 0 - 2 2 Cukup Penting

Nilai Maksimum 44

(49)

31

Keterangan : Skor 30 – 44 = Sangat mendukung Skor 15 – 29 = Cukup mendukung Skor 0 – 14 = Tidak mendukung

Bobot 5 pada parameter tingkat keamanan dan penerimaan masyarakat lokal merupakan faktor utama dalam penilaian sosial, dimana jika salah satu dari dua faktor tersebut memiliki nilai 0, maka secara otomatis dinyatakan bahwa tidak terdapat dukungan sosial untuk pengembangan wisata pada daerah tersebut. Bobot 3 terdiri atas parameter atau atribut yang penting, dimana keberadaannya sangat membantu dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan kawasan wisata. Bobot 1 merupakan atribut cukup penting yang merupakan faktor pendukung dalam menilai kesiapan sosial dari masyarakat.

Pemberian skor pada setiap parameter berdasar

Gambar

Tabel 2 Berbagai contoh dampak negatif wisatawan terhadap lingkungan
Tabel 3  Titik koordinat stasiun penelitian di Pulau Pasi
Gambar 2. Peta lokasi penelitian.
Tabel 4  Bentik kategori dalam pengambilan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan pada Panti Sosial Tresna Werdha “ILOMATA” Kota Gorontalo, dengan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskrispikan Pengelolaan

• Perumusan sasaran perlu memperhatikan indikator kinerja sesuai tugas dan fungsi PD atau kelompok sasaran yang dilayani, serta profil pelayanan yang terkait dengan indikator

Adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehubungan dengan penelitian skripsi berjudul : &#34;Pengaruh Komitmen

Puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat- Nyalah, skripsi yang berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Ting kat Inflasi, Nilai Kurs Rupiah dan

multidisiplin sesuai dengan bidang dan lingkup kerja Teknik Tenaga Listrik pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi,

ditemukan bahwa mahasiswa yang menggunakan media edmado lebih tinggi dari pada cetak pada mahasiswa yang memiliki sikap positif terhadap mata kuliah PAI , (4) ada

Secara parsial variable X4 (Struktur Aktiva) memiliki nilai probabilitas (siginifikansi) 0,401 lebih besar dari toleransi kesalahan (  ) yang diberlakukan

Adapun aktivitas siswa pada siklus pertama dengan presentase (53%) meningkat pada siklus kedua dengan besar presentase (74%), dan dari hasil angket respon siswa bisa