• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Informasi Perahu Tradisional Rampus Binuangeun Melalui Media Video Dokumenter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Informasi Perahu Tradisional Rampus Binuangeun Melalui Media Video Dokumenter"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

DATA RIWAYAT HIDUP

: Lebak, 29 September 1993

: Islam

1. Sekolah Dasar Negeri Muara III (2000-2006)

2. MTS Daar El Kutub (2006-2009)

3. MA Daar El Kutub (2009-2012)

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INFORMASI PERAHU TRADISIONAL RAMPUS BINUANGEUN MELALUI MEDIA VIDEO DOKUMENTER

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2015-2016

oleh:

Abdul Haris NIM. 51912318

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia, sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun laporan

Tugas Akhir ini dengan judul: “PERANCANGAN INFORMASI PEMBUAT PERAHU TRADISIONAL RAMPUS BINUANGEUN MELALUI MEDIA VIDEO DOKUMENTER”.

Tugas Akhir ini bertujuan sebagai salah satu syarat kelulusan akademik strata satu

(S1).

Selama pelaksanaan Tugas Akhir hingga tersusunnya laporan ini, penulis banyak

mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan

ini penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Kedua Orang Tua, yang selalu

memberikan doa serta bantuan berupa materi dan moril. Gema Arifprahara, M.Ds,

selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan dan kepercayaan yang

begitu besar dan semua pihak yang telah memberikan bantuan mulai dari

pelaksanaan hingga selesainya penyusunan laporan ini yang tidak penulis

sebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati dan sebagai manusia biasa, penulis menyadari

akan kekurangan dalam menyajikan laporan Tugas Akhir ini, semoga dapat

memberikan manfaat dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Demikian

penyajian laporan tugas Akhir ini yang penulis susun, atas segala hormat dan

kerjasamanya penulis mengucapkan banyak terimakasih.

Bandung, 13 April 2016

Penulis,

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

BAB II. PEMBUAT PERAHU TRADISIONAL RAMPUS BINUANGEUN ... 4

II.1 Geografi dan Sejarah Desa Binuangeun ... 4

II.2 Perahu Tradisional Nelayan Binuangeun ... 8

II.3 Jenis dan Kriteria Kayu yang Digunakan ... 10

II.4 Bagian Badan Perahu ... 11

II.5 Proses Pembuatan Perahu Tradisional Binuangeun ... 12

II.6 Perlakuan dan Perawatan Masa Perahu... 15

II.7 Pola Pemukiman dan Sehari-hari Nelayan ... 16

II.8 Pengaruh Cuaca Terhadap Nelayan ... 19

II.9 Analisis ... 20

(8)

BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA

INFORMASI ... 21

III.1 Strategi Perancangan ... 21

III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 21

III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 22

III.1.3 Mandatory ... 23

III.1.9 Strategi Distribusi ... 30

III.2 Konsep Visual ... 31

IV.BAB IV TEKNIS PRODUKSI MEDIA ... 47

IV.1 Perlengkapan ... 47

IV.1.1 Perlengkapan Pengambilan Gambar ... 47

IV.1.2 software Penunjang ... 48

IV.1.3 Anggota Tim ... 49

IV.1.4 Proses Pengambilan Gambar ... 49

(9)

IV.1.6 Media Pendukung ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Atmosoeprapto, Kisdarto.(tanpa tahun).Temukan kembali Jati Diri Anda .PT.Elex Media Komputindo.

Barata, Atep Adya (2003) Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta : Alex Media Komputindo.

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (2007). Kearifan Tradisional

Masyarakat Nelayan (Kampung Batunderang). Jakarta.

Effendy, Heru (2002). Mari membuat film Panduan menjadi Produser. Pustaka Konfiden, Yogyakarta.

Kusnadi. (2000). NELAYAN (Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial). Bandung:Humaniora Utama Press.

Kusnadi. (2007). Jaminan Sosial Nelayan. Yogyakarta : PT. LKIS Pelangi Aksara.

M.Bayu, Widagdo. (2010). Bikin Film Indie itu Mudah. Yogyakarta. Andi.

Nugroho, Fajar (2007). Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Indonesia Cerdas.

Pratista, Himawan. (2008). Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka.

Santoso, Ensadi (2013). Bikin Video Dengan Kamera DSLR. Jakarta : Mediakita.

Sianipar, Pandapotan (2008). Cara Mudah Menguasai Pinnacle Studio 11 Plus. Jakarta : PT Elex Media Komutindo.

Sihombing, Danton (2001). Tipografi Dalam Desain Grafis. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

(11)

Tinarbuko, Sumbo. (2013). Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta : Jalasutra.

Utomo, Bambang Budi (ed). 2007.Pandanglah Laut sebagai Pemersatu

Nusantara. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Sumber Artikel Internet

Grehenson, Gusti. (2015). Dikhawatirkan Berkurang, Jumlah Pulau di Indonesia

Didata Ulang. Diambil dari:

www.ugm.ac.id (26 Januari 2016).

Lubis.H.Nina. (2009). Sejarah Kabupaten Lebak. Diambil dari:

www.pnrangkasbitung.go.id. (3 Oktober 2015).

Sumber Wawancara

Petugas TPI, wawancara, 15 Oktober 2015.

Idris, wawancara, 16 Oktober 2015.

Wildan, wawancara 17 Oktober 2015.

Arsala, wawancara, 17 Oktober 2015.

Organisasi Mutiara Laut, wawancara, 18 Oktober 2015.

Endang, wawancara,18 Oktober 2015.

Uu, wawancara, 18 Oktober 2015.

Kantor Kelurahan Desa Muara Binuangeun, wawancara, 19 Oktober 2015.

Pandi, wawancara, 01 Mei 2016.

Eho, wawancara, 02 Mei 2016.

(12)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1Latar belakang masalah

Manusia adalah makhluk hidup yang selalu ingin melakukan interaksi dengan

manusia lainnya, dituntut untuk mengenal satu sama lain dalam hal pemenuhan

kebutuhannya sebagai makhluk sosial. Manusia dalam menjalankan kehidupannya

akan membentuk suatu ikatan terkecil yang disebut keluarga. Dalam

perkembangannya kumpulan dari beberapa keluarga akan membentuk suatu

masyarakat, yang akan tumbuh semakin luas menjadi suatu bangsa. Tata cara

kehidupan setiap masyarakat dibentuk berdasarkan perpaduan antara berbagai

sikap, cara berpikir, cara bergaul dan cara hidup dari tiap masing-masing individu

sesuai dengan kultur yang dipercaya dan diyakini oleh setiap individu.

Sebagaimana Indonesia memiliki jumlah pulau 17.508 buah dan yang terdaftar di

PBB hanya sebanyak 13.466 pulau, dikenal sebagai negara yang memiliki

keanekaragaman hayati terbesar dan lebih kurang dua pertiga dari teritorial negara

yang berbentuk republik ini merupakan perairan (Gusti, 2016)

Keadaan ini memungkinkan Indonesia dikenal dengan negara bahari. Untuk

menghubungkan satu pulau ke pulau lain dibutuhkan alat transportasi air yaitu

dengan kapal atau perahu, kapal atau perahu yang terbuat dari kayu selain

digunakan sebagai alat transportasi, juga banyak digunakan oleh masyarakat

nelayan sekitar pantai untuk menangkap ikan di laut.

Desa pesisir Binuangeun, merupakan salah satu pantai Indonesia yang letaknya

berada di wilayah Muara Binuangeun, Lebak, Banten selatan dan merupakan

wilayah yang memiliki pantai dan perairan yang indah, dimana didalamnya

terdapat sekumpulan masyarakat yang mencari sumber kehidupannya sebagian

besar dari hasil laut, cara mereka melaut masih menggunakan cara tradisional

dengan peralatan seadanya seperti jaring sederhana yang digunakannya, mengikuti

(13)

adalah buatan masyarakat sekitar yang memiliki kemampuan dibidang pembuatan

perahu dan sangat dikenal dengan kekuatan fisik perahunya yang kuat karena

disebabkan faktor lingkungan yang dikenal dengan laut selatan (kidul).

Perahu rampus adalah sebuah nama panggilan yang digunakan oleh masyarakat

nelayan Binuangeun bagi perahu yang menggunakan jaring rampus, salah satu

bentuk interaksi yang terjadi yaitu kemampuan untuk membuat sebuah perahu

yang berbeda dari wilayah lainnya seperti Palabuan Ratu dan Bayah yang secara

konstruksi, bentuk dan bahan baku yang digunakan juga berbeda. Kemampuan

dalam membuat sebuah perahu yang secara geografis merupakan salah satu

bagian dari pengetahuan lokal masyarakat yang perlu dikaji.

Akan tetapi sampai saat ini, nilai-nilai pengetahuan dalam membuat sebuah

perahu tradisional Rampus oleh masyarakat luar Binuangeun tidak begitu dikenal

sebagai bagian dari perkembangan masyarakat pesisir Indonesia oleh masyarakat

luar, pengetahuan akan hal itu banyak yang mengalami erosi atau bahkan punah

dan tidak terdokumentasikan dengan baik sebagai sumber ilmu pengetahuan

akibat pergeseran jaman.

1.2Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang dapat diambil dari kehidupan nelayan

Binuangeun ini yaitu :

 Perahu tradisional masyarakat Binuangeun diduga mempunyai ciri-ciri khusus

yang berbeda dengan perahu-perahu tradisional daerah lain. Hal ini

disebabkan karena perahu memiliki fungsi dan bentuk yang berbeda

 Adanya aktivitas pembuatan perahu yang hanya diketahui oleh masyarakat di Binuangeun

 Dikenal dengan perahu yang kuat dari segi konstruksi

 Kemajuan dari perkembangan teknologi akan dapat mempengaruhi bahkan

(14)

berkurangnya minat para generasi muda untuk mempelajari pengetahuan

dalam membuat perahu tradisional

1.3Rumusan Masalah

Merujuk pada latar belakang yang telah diuraikan diatas, perumusan masalah yang

akan ditelaah lebih lanjut yaitu :

 Bagaimana mengkomunikasikan sebuah komunitas masyarakat pembuat perahu tradisional tepatnya di Binuangeun sebagai bagian dari nilai-nilai

pengetahuan lokal masyarakat pesisir?

1.4Batasan Masalah

Dengan demikian supaya permasalahan dalam pembahasan ini tidak meluas, ada

kiranya peneliti memberikan batasan masalah, batasan masalah tersebut yaitu :

 Menggambarkan sebuah aktivitas masyarakat dan wawancara mengenai

pembuatan perahu tradisional Rampus di Binuangeun melalui video

dokumenter.

1.5Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan ini yaitu diharapkan agar masyarakat mengetahui adanya

pengetahuan lokal dibidang perahu yang tersimpan di desa nelayan Binuangeun

sebagai bagian dari perkembangan masyarakat pesisir Indonesia.

1.6Manfaat

Berikut adalah beberapa manfaat yang dapat diambil dari tugas akhir ini adalah:

1. Bagi peneliti bermanfaat sebagai sarana pembelajaran dalam proses

pengetahuan khususnya dalam pembuatan perahu tradisional di wilayah

Binuangeun

2. Bagi pembaca atau khalayak sebagai bahan pembelajaran, referensi dan

sumber pengetahuan tentang perahu tradisional nelayan di wilayah

(15)

BAB II. PERAHU TRADISIONAL RAMPUS BINUANGEUN

II.1 Geografi dan Sejarah Desa Binuangeun

Desa nelayan Binuangeun terletak di provinsi Banten Kabupaten Lebak, dalam

situs resmi Kabupaten Lebak. seorang sejarawan (Nina H.Lubis), mengatakan

tentang pembagian wilayah Keresidenan Banten berdasarkan surat keputusan

komisaris jenderal nomor 1, staatsblad nomor 81 tahun 1828, Wilayah Keresidenan Banten dibagi menjadi 3 (tiga) Kabupaten yaitu :

Kabupaten Serang, Kabupaten Caringin dan Kabupaten Lebak.

Wilayah Kabupaten Lebak, berdasarkan pembagian diatas memiliki batas-batas

yang meliputi district dan under district yaitu :

District madhoor (Madur) yang terdiri dari under district yaitu salah satunya

Binuangeun Kabupaten Lebak yang dibentuk berdasarkan undang-undang No.14

tahun 1950 dipimpin oleh Bupati Hj. Iti Oktavia Jayabaya, Kabupaten Lebak

terdiri dari 28 kecamatan, dan 130 desa yang diantaranya salah satunya desa

Muara Binuangeun. Binuangeun memiliki desa Muara yang artinya lautan yang

menjorok ke daratan sehingga pertemuan antara lautan dan daratan itu adalah desa

Muara yaitu sebuah perkampungan yang dekat dengan perairan, Jika melihat di

peta Pulau Jawa, salah satu daerah yang paling terisolir (remote area) adalah desa Muara Binuangeun, biasa disingkat Binuangeun saja, desa ini terletak di

Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, arah tenggara Pulau Jawa, menghadap ke

Samudera Indonesia. Posisi di peta yaitu di kiri bawah, arah jam 7, salah satu kota

paling barat di daerah selatan Pulau Jawa.

Ada beberapa rute yang bisa menghubungkan daerah utara dan selatan Pulau

Jawa, di Jawa Barat dan Banten rute tersebut seperti Bandung-Cianjur-

Sukabumi-Palabuan Ratu-Binuangeun, atau melalui jalur

Bandung-Jakarta-Serang-Rangkasbitung-Binuangeun. Jarak menuju lokasi dari Bandung sangat jauh jika

menggunakan transportasi seperti kendaraan roda empat atau dua akan

(16)

hambatan dalam perjalanan (terjadi kemacetan atau perbaikan jalan) bisa

menempuh jarak 10 jam perjalanan dan jika memakai kendaraan umum seperti

bus akan memerlukan waktu 12 jam perjalanan dan jika mencapai lokasi ke Binuangeun akan banyak pemberhentian kendaraan di terminal, melalui beberapa

terminal yaitu, terminal Sukabumi, terminal Palabuan Ratu, terminal Bayah,

terminal Simpang dan terakhir Binuangeun.

Gambar II.1 Gapura menuju salah satu jalan ke Pantai Binuangeun. Sumber: Dokumentasi pribadi.

Gambar II.2 Kantor kelurahan Muara Binuangeun. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Menelusur lebih jauh tentang desa nelayan Binuangeun adalah desa pesisir,

dimana mayoritas penduduknya yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan,

desa Binuangeun memiliki beberapa dusun seperti, Karang malang, Karang Seke,

Karang Anyar (Kembang Ranjang), Tanjung Panto, Padepokan, Kaler, Alasroban,

dan Basisir, setiap tempat dipimpin oleh kepala RW (Rukun Warga) dan RT

(17)

Binuangeun berjumlah 27 RT dan 7 RW dan mempunyai 6 UPTL juga 1 kantor

Kelurahan dan memiliki Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan pasar tradisional yang

cukup besar (sumber: Kantor Kelurahan Muara Binuangeun 2015).

Berkenaan dengan sejarah mula Binuangeun, seorang tokoh masyarakat Binuangeun mengatakan bahwa “Binuangun dulunya adalah Buni-Angeun yaitu dimana siapa saja yang datang ke desa Binuangeun tidak akan pernah kembali lagi

karena orang-orang akan merasa nyaman dan akhirnya beranak pinak dan

melanjutkan hidup mereka di desa nelayan Binuangeun, maka dikatakan

Binuangeun adalah tempat orang berdatangan dari berbagai suku bangsa dan

melanjutkan hidupnya di Binuangeun, dulu dikatakan bahwa sebelum orang-

orang merantau ke Binuangeun, desa tersebut merupakan semak belukar dan

terhalangi oleh beberapa batang yang bukan besi dan juga bukan batang pohon,

yang pada saat itu tergeletak menghalangi jalan, tidak ada orang yang bisa

mengangkat batang tersebut dan jika masuk menerobos melewati batang pohon

tersebut maka 100 orang yang masuk akan pulang 10 orang, hingga pada suatu

saat ada seorang yang disebut Pacek Binuangeun (nama orang) yang oleh masyarakat sekitar pada waktu itu disebut orang sakti, diangkat lah si batang yang

menyerupai besi tapi bukan besi dan bukan batang pohon pula maka pada

akhirnya setiap orang dari berbagai suku datang ke desa Muara kampung Binuangeun tanpa adanya korban lagi” (Arsala, 2015).

Setiap tempat di Binuangeun memiliki kisah masing-masing yang terjadi pada

saat itu seperti karang malang terjadi karena dulu nama karang malang adalah

nama patilasan (tempat yang pernah didiami oleh orang sakti) seorang wali Kibuyut Mangsur yang berkelana di tempat Karang Malang, sejarah tempat

Karang Seke adalah tempat pada masa itu pengobatan pemandian di air laut

dengan cukup membawa rokok dan segelas air karena Karang Seke punya arti

karang pengobatan seke (sakit), sejarah Karang Anyar atau Kembang Ranjang

diceritakan bahwa dulu ada seorang perempuan istri Prabu Siliwangi bernama Nyi

Subang Kembang Ranjang yang mendiami di tempat yang sekarang dinamakan

(18)

Kibuyut Mangsur berpijak di Tanjung Panto pada saat beliau berpijak, beliau

menemukan langlang buana (sejenis raja harimau jadi-jadian dari Ujung Kulon) sedang terjepit kima (sebutan untuk kerang besar), disana Kibuyut Mangsur menolong si Langlangbuana dengan perjanjian bahwa anak cucu yang terlahir di Binuangeun harus dijaga, Padepokan mempunyai cerita tempat perkumpulan

(pendopo) orang dahulu, Kaler, hanya sebutan saja bahwa dusun tersebut berada

di kaler atau utara, Alasroban mempunyai cerita pada masa itu ada seekor naga

yang memangsa banyak korban dan akhirnya dijadikan tempat bernama

Alasroban, untuk dusun Basisir juga hanya sebagai sebutan yang kebanyakan

orang-orang jawa, selain itu yang terakhir (Arsala, 2015).

Desa Binuangeun mempunyai aliran sungai yang menghubungkan antara ujung

sungai dan laut aliran sungai ini adalah perbatasan antara Kabupaten Lebak dan

Pandeglang, lautan Binuangeun mempunyai batas yang sangat luas hingga

perbatasan Australia dan India, karena laut Binuangeun sering menjadi jalannya

kapal-kapal besar yang melewati seperti kapal dari luar negri (Endang, 2015).

Jika musim hujan tiba pasang naik air laut cukup tinggi serta ombak yang

ditimbulkannya sangat besar begitupun dengan angin badai, ombak disana cukup

besar bisa mencapai 15 meter tingginya, ditepi pantai Binuangeun sudah dibangun

bangunan penahan ombak besar agar tidak terjadi abrasi yang sudah-sudah, seperti

di dusun karang malang yang sudah terjadi pengirisan setiap tahun, begitupun

ketika curah hujan datang, sungai yang mengalir ke laut meluap akibatnya

penduduk setempat merasa gelisah karena erosi setiap tahun dan pada akhirnya

penanggulangan pemerintah terhadap bencana erosi tersebut dijalankan dengan

membuat penahan ombak dan dibuat pula dipinggir-pinggir pemukiman,

sungai-sungai di kampung nelayan Binuangeun juga merupakan tempat pangkalan

(19)

Tabel II.1 Luas Wilayah Desa Muara Binuangeun. Sumber: Kelurahan Desa Muara Binuangeun 2015.

No Wilayah Luas

Dikawasan ini tidak ditemukan tanaman yang bernilai ekonomis hanya sedikit,

kebanyakan pohon kelapa baik ditepi pantai dan perkampungan warga saja, meski

ada beberapa pohon seperti jambu, mangga, sirsak hanya didepan pekarangan

rumah saja, di pinggiran pantai hanya tumbuh pohon pandan laut atau yaitu

tumbuhan yang melindungi garis pantai dari ancaman abrasi dan membantu

menangkap sedimen yang dibawa air sungai ke laut hingga membantu melindungi

ekosistem lain seperti terumbu karang, cuaca di Binuangeun cukup panas ketika

menjelang siang, dan dingin oleh angin laut ketika menjelang malam, Bagi

mereka tidak menjadi masalah jika suhu disiang hari sangat panas, karena masih

terbantu oleh angin laut (Endang, 2015).

II.2 Perahu Tradisional nelayan Binuangeun

Perahu tradisional merupakan salah satu alat transportasi air yang terbuat dari

kayu, dibuat oleh tenaga-tenaga trampil yang tidak memiliki pendidikan atau

pelatihan khusus dibidang pembuatan perahu dengan menggunakan peralatan

(20)

Gambar II.3 Perahu Rampus Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian perahu adalah kendaraan air

(biasanya tidak ber geladak) yang lancip pada kedua ujungnya dan lebar

ditengahnya. Mode transportasi air merupakan bentuk teknologi yang diciptakan

oleh manusia sebagai bentuk perairan, ini menyangkut segala sesuatu yang dibuat

sehingga mampu mengapung, mengangkut manusia dan bawaannya, serta dapat

dikendalikan ke tempat yang dituju (Utomo (ed), 2007:21).

Jumlah kependudukan masyarakat Binuangeun terdiri dari 5426 orang laki-laki

dan perempuan 4948, jumlah 10.171 orang yang mendiami perkampungan

nelayan Binuangeun sedangkan jumlah kepala keluarga 2521 KK.

Masyarakat nelayan Binuangeun memasuki beragam sektor dalam mata

pencaharian informal yang tersedia di wilayah tersebut, Sebagian besar penduduk

bekerja sebagai nelayan dan juga salah satunya yaitu melakukan pembuatan

perahu, menurut (Endang, 2015) selaku ketua organisasi mutiara laut mengatakan

bahwa, perahu yang dibuat oleh orang-orang nelayan Binuangeun sangat kuat dan

bagus. Yaitu dalam sistem pembuatan nya dan bahan-bahan dari bongkahan kayu

yang berkualitas. Masyarakat nelayan Binuangeun memiliki jenis perahu

tradisional yang dimiliki yaitu Perahu Rampus memiliki fungsi untuk digunakan

(21)

II.2.1 Jenis dan Kriteria kayu yang digunakan

Yuliansyah, Kasasi , Suwarno, (1994) menyatakan bahwa didalam memilih bahan

baku untuk pembuatan perahu tradisional, masyarakat memiliki kriteria tersendiri

untuk kayu yang akan dijadikan sebagai bahan baku didalam pembuatan perahu

tradisional ini. Kriteria kayu yang digunakan untuk pembuatan perahu antar

lainnya yaitu kayu harus kuat ringan, tidak mudah pecah, lurus serta tahan

terhadap serangan organisme perusak kayu khususnya binatang laut. Dalam

pemilihan jenis pohon dipilih pohon yang memiliki batang bebas cabang cukup

panjang ini sangat berpengaruh terhadap kekuatan kayu itu sendiri.

Kemampuan kayu untuk mengapung karena kekuatan apung yang timbul sebagai

akibat perbedaan antara kerapatan kayu dan kerapatan air yang didesak terhadap

kayu tersebut. jika terendam dalam air. Jenis kayu yang memiliki berat jenis (Bj)

lebih dari 1,0 mengandung zat dinding sel kering yang cukup banyak ditambah zat

ekstraktif, sehingga kayu itu dapat tenggelam pada keadaan kering tanur

sekalipun. Tetapi jika kayu kering mengandung sebagian besar rongga udara,

maka kayu itu dapat mengapung. Jika kayu-kayu ini direndam, rongga udara akan

terisi oleh air dan kerapatan kayu naik sampai sama dengan atau melebihi air yang

didesak, maka kayu akan tenggelam (fiunardi, 1974) dalam (Gultom, 1995).

Dari hasil pengamatan ada dua jenis kayu yang digunakan oleh masyarakat

nelayan Binuangeun dalam membuat perahu tradisional yaitu

A. Kayu Laban, dalam situs resmi Prohati yang merupakan pangkalan data

memuat berbagai jenis tumbuhan menjelaskan bahwa, Laban adalah spesies

Vitex Pinata L, dalam bahasa Inggris disebut Vitex, berasal dari tumbuhan

berupa pohon, tingginya mencapai ± 25 m, diameter batang 35-45 cm,

pohon ini mempunyai banyak cabang yang tidak lurus/bengkok serta tidak

teratur, Kayunya cukup keras, padat, seratnya lurus, warnanya

berselang-seling coklat kuning dan coklat pudar tua. Terdapat hampir di seluruh

Indonesia, Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bangka.

(22)

sampai 60 cm, tinggi banir (akar yang menganjur ke luar menyerupai

dinding penopang pohon) 1m, kadang akarnya memiliki tinggi sampai 30

cm timbul tegak diatas permukaan tanah. Kulit luar berwarna kelabu atau

cokelat tua sampai hitam, beralur dangkal, sedikit mengelupas dalam

lembaran besar dan tebal.

Gambar II.4 Bahan berupa kayu untuk perahu Sumber: Dokumentasi pribadi

Jenis kayu Laban dan Bungur yang digunakan untuk pembuatan perahu Rampus

di Binuangeun diambil dari hutan Ujung Kulon.

II.2.2 Bagian Badan Perahu

Untuk bagian badan perahu digunakan jenis kayu yang kuat, dibuat ringan tidak

mudah pecah dan mudah terapung kemudian diberikan banyak kerangka siku-siku

berupa gading untuk menahan dan menyatukan bagian sisi kanan dan kiri badan

(23)

Gambar II.5 Gading perahu Sumber: Dokumentasi pribadi

Setiap daerah yang mendiami perairan memiliki perbedaan pada konstruksi

perahu yang dibuat, seperti Labuan, yaitu daerah tetangga, bentuk pada

konstruksinya tidak terlalu banyak gading dan pada kayunya tidak terlalu padat

(mengkerap), bentuknya gemuk dan tidak menggunakan kayu Laban dan Bungur

karena cuaca disana tidak sama dengan di Binuangeun (Pandi, 2016).

Bagian ini merupakan hal yang terpenting yang membedakan diantara perahu

yang lainnya, karena banyaknya gading atau berupa siku-siku yang menahan

perahu Binuangeun menjadi perahu yang kuat yang tidak mudah retak ataupun

rusak karena ombak dan faktor cuaca yang keras di Binuangeun.

II.2.3 Proses Pembuatan Perahu Tradisional Binuangeun

Pengambilan bahan berupa kayu yang digunakan dapat dilakukan kapan saja

tergantung adanya perahu yang dibuat maka sebelum pembuatan perahu

dilaksanakan bahan yang akan digunakan sudah dipesan sebelumnya di hutan

Ujung Kulon.

Setelah kayu sudah dipesan maka pembuatan pertama yang dilakukan adalah

mempersiapkan alat, alat yang digunakan yaitu berupa :

1. Presan

2. Bor

(24)

4. Caplak (untuk menahan kayu) 5. Kapak

6. Pendel (alat untuk meratakan papan atau kayu dengan mode cepat)

7. Meteran

8. Semawar dan tabung gas (alat untuk pembakaran pada kayu agar

membentuk lengkungan)

9. Dempul Poksi

10. Palu

11. Mur dan baud ukuran 17

12. Paku perahu dan batangan besi ukuran 10 cm untuk merapatkan papan ke papan lainnya.

Gambar II.6 Perbaikan Perahu di galangan Sumber: Dokumentasi pribadi

Hal pertama yang dilakukan adalah membuat lunas dan linggi agar bagian sisi kanan dan kiri papan yang sudah diluabangi dengan bor kemudian dimasukan

(25)

menggunakan alat palu yang dipukulkan pada papan sehingga papan-papan dapat

menyatu rapat.

Gambar II.7 Ilustrasi Lunas dan Linggi Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar II.8 Proses perapatan papan dengan alat Palu Sumber: Dokumentasi pribadi

Pada sisi kanan dan kiri bagian badan dari depan linggi hingga ekor perahu menghabiskan 15 lembar papan yang digunakan, disamping itu proses

pembakaran juga dilakukan agar kayu atau papan yang sudah halus membentuk

lengkungan.

(26)

Banyaknya biaya dalam sekali pembuatan perahu bisa mencapai 150 juta rupiah

dalam sekali pembuatannya (Pandi, 2016).

II.2.4 Perlakuan dan Perawatan Masa Perahu

Pada umunya masyarakat menyadari bahwa perahu yang dimiliki akan cepat

mengalami kerusakan apabila tidak melakukan perbaikan dan perawatan yang

baik, perlakuan yang diberikan yaitu untuk memperpanjang perahu agar tetap bisa

terpakai (Eho, 2016).

Gambar II.10 Pembersihan Perahu Sumber: Dokumentasi pribadi

Pada setiap pertengahan bulan diantara tanggal 14 dan 15 tiga bulan sekali,

pemilik perahu mengangkat perahu ke darat untuk membersihkan seluruh badan

perahu dari lumut dan mencat ulang perahu atau memberikan dempul poksi pada bagian badan perahu yang sudah dianggap rusak. Masa umur Rampus perahu

untuk di perbaiki sekitar tujuh tahun sekali dilakukan perbaikan pada sebagian

kayu yang sudah rapuh dan biasanya umur perahu Rampus di Binuangeun

mencapai 12-15 tahun dalam masa pakai (Pandi, 2016)

Pengetahuan mengenai cara pembuatan perahu tradisional Binuangeun merupakan

pengetahuan asli masyarakat setempat, pengetahuan ini diperoleh secara turun

temurun, tidak semua masyarakat yang berada dilokasi mengetahui cara

(27)

pembuatannya, kebanyakan dari mereka memesan pada pengrajin masyarakat

nelayan yang membuat perahu (Sehu, 2016).

Angin yang kuat dan kencang juga akhirnya menjadikan perahu yang dibuat oleh

orang Binuangeun terkenal cukup kuat dibandingkan daerah-daerah tetangga

seperti Palabuan Ratu dan Labuan (pandi, 2015).

II.3 Pola Pemukiman dan Sehari-hari nelayan

Kusnadi (2000) menjelaskan “Kampung-kampung yang padat tidak hanya

membatasi gerak penduduknya, tetapi juga menyumbang terhadap pemeliharaan keamanan kampung dari gangguan pencuri” (h.42).

Bapa Wildan (40 tahun), selaku ketua RT dan RW menjelaskan bahwa “di pesisir Binuangeun terdapat beberapa pemukiman, di wilayah Basisir disepanjang sungai

yang mengalir ke laut, pemukiman sedikit padat jarak rumah ke rumah sangat

dekat jumlah perumahan nya belum terlalu padat dan tanah yang didiami tanah

milik pemerintah daerah, jenis rumahnya ada yang tembok ada yang terbuat dari

bambu-bambu atau bilik-bilik, rata-rata kondisi nya cukup baik dan sederhana ada

pula yang kondisi rumahnya tidak baik dan sederhana, sebagian rumah di wilayah Basisir dipindahkan ke dusun yang lainnya” (Wildan, 2015).

Rata-rata rumah penduduk menghadap ke jalan-jalan utama desa dan gang-gang

yang kecil, rumah diluar pemukiman nelayan rata-rata rumahnya luas dan besar

jarak antara rumah ke rumah tidak terlalu dekat, tanah yang dimiliki rata-rata

milik pribadi, tinggi rumah rata-rata sangat besar, adapula ukuran rumahnya yang

sedang-sedang saja, rata-rata jarak antara dusun-dusun di Binuangun dipisahkan

dengan jalan utama dan gang-gang yang sempit ada juga yang besar.

Setiap pagi-pagi sekali para nelayan pergi ke laut dan malam hari baru pulang,

peluang menangkap ikan di daerah pesisir nelayan Binuangeun bukan hanya

(28)

seperti Palabuan Ratu dan Labuan beroperasi dikawasan perairan yang dekat

dengan Binuangeun, berbagai peralatan alat tangkap dengan menggunakan perahu

Rampus dan Nilon mencapai 4 sampai 5 orang, cara mereka menangkap ikan di lautan dengan menggunakan cara tradisional yang diturunkan turun temurun

dengan menggunakan jaring Rampus dan pancing Rawe ketika di lautan mereka menggunakan insting dan melihat alam keadaan sekitar, melihat cuaca yang

sedang terjadi jika arah angin menuju utara misalnya, maka ikan akan mengikuti

arah angin (Endang, 2015).

Gambar II.11 Suasana Perairan Sumber: Dokumentasi pribadi

di wilayah Basisir tindak kriminal seperti pencurian jarang terjadi meski

rumah-rumah begitu dekat dan sedikit padat, Kehidupan masyarakat nelayan Binuangeun

sehari-harinya melakukan kegiatan di perahu jika tidak sedang melaut dengan

memperbaiki jaring-jaring, menguras, memandikan perahu, mengecek mesin, agar

nantinya disaat melaut persiapan nya sudah matang (Wildan, 2015).

Kusnadi (2000) berpendapat bahwa “Sumber daya laut adalah potensi utama yang

menggerakkan kegiatan perekonomian desa. Secara umum perekonomian desa

bersifat fluktuatif karena sangat tinggi-rendahnya produktivitas perikanan. Jika

produktivitas tinggi, tingkat penghasilan masyarakat akan meningkat. Sebaliknya,

jika produktivitas rendah, tingkat penghasilan nelayan akan menurun sehingga

tingkat daya beli masyarakat rendah. Kondisi demikian sangat mempengaruhi

(29)

Aktivitas kegiatan perekonomian masyarakat nelayan Binuangeun berpusat

sendiri tepatnya di Tempat Pelelangan Ikan, yang menyatu dengan pasar

tradisional, proses lelang dimulai pukul 06.00-12.00 WIB (Petugas TPI, 2015).

Jenis ikan yang ditangkap nelayan beragam mulai dari, Ikan Layur, Cawang, Jabrig, Tuna, Cucut, Blue Marlin, Black Marlin, Tenggiri, Bawal hitam Cakalang

(Tongkol), Teri (Petugas TPI, 2015).

Gambar II.12 Grafik produksi ikan di Binuangeun Sumber: Kantor PPI Binuangeun

Petugas TPI dalam wawancara (2015 ) menjelaskan bahwa, dari hasil

penangkapan ikan di laut, semua perahu berlabuh di TPI Binuangeun untuk di

bongkar ikan-ikannya yang kemudian dilelang dan pembayarannya langsung,

apabila pembayaran belum lunas maka diberi waktu 1 (satu) hari, Mekanisme

sistem pelelangan TPA Binuangeun, yaitu :

1. Kapal nelayan merapat di Binuangeun pukul 06.00-10.00 WIB.

2. Ikan langsung dibongkar oleh ABK.

3. Ikan langsung dibawa ke pelelangan.

4. Pemenang mendapatkan karcis ketika hasil pelelangan selesai dan

(30)

5. Nelayan mendapatkan hasil lelang 8% dari jumlah seluruhnya

Kusnadi (2000) menjelaskan “Pesisir menjadi tempat pendistribusian produksi ikan ke berbagai tempat, baik untuk kebutuhan konsumen atau usaha lokal

maupun konsumen diluar pesisir” (h.58).

II.4 Pengaruh Cuaca Terhadap Nelayan

Tim Gunung Djati (2008) menjelaskan bahwa, “Para nelayan menggantungkan

kehidupannya di laut. Namun, tidak setiap pemancingan ikan di laut selalu

berhasil dengan baik. Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh saat

memancing ikan di laut, diantaranya adalah faktor cuaca atau faktor alam” (h.22).

Salim (seperti yang dikutip Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2007)

Adanya ikatan antara manusia dengan alam memberikan pengetahuan dan pikiran

tentang bagaimana mereka memperlakukan lingkungannya. Oleh karena itu,

mereka menyadari betul akan segala perubahan dalam lingkungan sekitarnya, dan

mampu pula dalam mengatasinya demi kepentingannya. Salah satu cara ialah

dengan mengembangkan, etika, sikap kelakuan, gaya alam, dan tradisi yang

mempunyai implikasi positif terhadap pemeliharaan dan pelestarian lingkungan

alam. Sebagaimana nelayan di desa Muara Binuangeun mengenal adanya dua

musim yang mempengaruhi aktivitas mereka saat mencari ikan di laut. Dua

musim tersebut diantaranya adalah musim angin selatan dan musim angin barat.

Musim angin selatan biasanya disebut dengan musim paceklik atau paila. Pada musim ini, intensitas tiupan angin sangat kencang dan ketinggian ombak sangat

tinggi. Jarak tempat melaut pun menjadi lebih dekat bahkan banyak nelayan yang

memutuskan untuk tidak pergi melaut. Hal ini berakibat pada menurunnya

pendapatan nelayan, Sedangkan musim angin barat adalah musim yang

merupakan berkah bagi para nelayan Musim angin barat biasanya disebut sebagai

(31)

stabil sehingga memungkinkan nelayan untuk beraktivitas di laut untuk

menangkap ikan (Endang, 2015).

II.5 Analisis

Sebagai mana dari hasil wawancara yang terlampir bahwa :

Nelayan Binuangeun di kabupaten Lebak ini memiliki potensi bukan hanya pada

pantai yang indah, kekayaan alam yang subur dan cara melaut yang tradisional

akan tetapi masyarakatnya pun memiliki kemampuan dalam membuat perahu

tradisional yang dikenal cukup kuat dalam bentuk konstruksinya karena secara

geografis keadaan alam yang cukup keras seperti angin dan ombak yang kencang

dan besar sehingga disebut dengan wilayah laut selatan sehingga memaksa

masyarakat untuk memiliki kemampuan dibidang pembuatan perahu tradisional

dengan konstruksi yang baik.

Pengetahuan lokal yang terjadi di Binuangeun khususnya dibidang pembuatan

perahu menjadi peran penting sebagai sumber ilmu pengetahuan yang identik

dengan perkembangan masyarakat Indonesia khususnya di wilayah Binuangeun,

hal ini belum begitu dikenal oleh masyarakat luar.

II.6 Resume

Kemajuan dari perkembangan teknologi akan dapat mempengaruhi bahkan akan

dapat merubah pola pikir masyarakat, akibat lebih lanjut dapat menyebabkan

ketidaktahuan sehingga untuk itu perlunya kemampuan menyebarkan kembali

informasi mengenai pengetahuan lokal nelayan Binuangeun sebagai bagian dari

perkembangan masyarakat pesisir Indonesia, kepada masyarakat luar Binuangeun

(32)

BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL MEDIA INFORMASI

III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan terdiri dari dua kata yaitu strategi dan perancangan dan

masing-masing memiliki arti kata yang berbeda, strategi adalah sebuah proses

pencapaian.

Antony (dalam Hidayat 2000: 1) menyatakan bahwa strategi adalah suatu teknik

yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Secara umum strategi diartikan

suatu cara, teknik, taktik, atau siasat yang dilakukan seseorang atau sekelompok

orang untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Sedangkan perancangan

diartikan sebagai sebuah aktivitas mengenai usulan-usulan yang merubah sesuatu

yang telah ada menjadi sesuatu yang lebih baik.

Strategi Perancangan mengenai nelayan Binuangeun pada pengrajin perahu

tradisional yang dibuat oleh masyarakat setempat yaitu melalui media informasi

berupa video dokumenter dengan menggunakan teknik faktual dan eksposisi,

faktual bertujuan untuk menggambarkan keadaan objek berdasarkan fakta-fakta

yang dilihat Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Faktual dapat diartikan

sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan, sesuatu yang

benar-benar ada atau terjadi. Sedangkan eksposisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Eksposisi yaitu uraian (paparan) yang bertujuan menjelaskan maksud dan tujuan,

dimana Perancangan ini juga bertujuan untuk memaparkan atau menjelaskan

sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan

kepada masyarakat.

III.1.1 Tujuan Komunikasi

Mengenai perancangan suatu informasi, hal yang sangat penting adalah

komunikasi yang dibutuhkan dalam memberikan sebuah informasi agar

(33)

khalayak mengetahui pesan-pesan yang akan disampaikan dengan mudah dan

dimengerti.

III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Secara umum komunikasi dapat disebutkan sebagai proses pengiriman dan

penerimaan pesan atau berita (informasi) antara dua orang atau lebih dengan cara

efektif, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Barata, 2003).

Dalam menyampaikan sebuah informasi kepada masyarakat maka harus adanya

sebuah pendekatan komunikasi agar informasi yang disampaikan dapat dengan

mudah dipahami oleh masyarakat, sehingga diharapkan pendekatan ini dapat

menarik, komunikatif dan inovatif. Maka dibuatlah strategi komunikasi visual dan

strategi komunikasi verbal untuk menyampaikan sebuah informasi mengenai

perahu tradisional nelayan Binuangeun dalam video dokumenter.

Berikut ini merupakan penjelasan dari komunikasi verbal dan komunikasi visual

yang digunakan dalam menyampaikan informasi perahu tradisional nelayan

Binuangeun melalui media video dokumenter.

1. Pendekatan Visual

Strategi komunikasi visual yang digunakan di media video dokumenter ini

menggunakan gaya cinematography Observatory atau Direct Cinema.

Observatory atau Direct Cinema adalah suatu teori dan konsep video dokumenter

yang dianggap mampu memperlihatkan realita visual secara sederhana dan apa

adanya, karena dapat mempertahankan atau menjaga spontanitas aksi dan karakter

sesuai kejadian (Garzon 2008: 15). Pendekatan yang bersifat observasi ini

utamanya ingin merekam kejadian secara natural dan tidak dibuat-buat bersifat

apa adanya. Oleh karena itu pendekatan visual video dokumenter tentang

pengrajin perahu tradisional nelayan Binuangeun dengan konsep visual

Observatory atau Direct Cinema akan sangat tepat karena memberikan informasi

mengenai kehidupan masyarakat pesisir khususnya dalam pengrajin pembuatan

(34)

2. Pendekatan Verbal

Pendekatan verbal yang digunakan dalam media informasi ini lebih menitik

beratkan pada narasi dan objek dilokasi menggunakan bahasa Indonesia yang

tidak baku dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga berguna untuk

menjelaskan mengenai objek dilokasi, sehingga video dokumenter ini akan mudah

dan cepat dipahami oleh audient. Kemudian pada penggunaan audio atau lagu

untuk video dokumenter ini menggunakan natural dan travel yaitu musik-musik ilustrasi, musik ilustrasi menurut Pratista 2008, menjelaskan bahwa “musik

ilustrasi adalah musik latar yang mengiringi aksi selama film berjalan (h:154).

III.1.3 Mandatory

Gambar III.1 Logo Banten

Sumber:https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/1/1a/Banten_coa.png/4 55px-Banten_coa.png

(Diakses pada 08/08/2016)

Program DISBUDPAR (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata) Provinsi Banten yang

dibentuk berdasarkan Perda No. 3 Tahun 2012, diantaranya memiliki

program-program beserta visi dan misi yaitu :

VISI :

MEWUJUDKAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA BANTEN YANG

(35)

Makna yang terkandung dalam visi tersebut adalah bahwa dalam lima tahun ke

depan diharapkan pembangunan kebudayaan dan pariwisata Banten

memperhatikan dan menjamin keberlangsungan usaha-usaha ekonomi, kehidupan

sosial-budaya, pelestarian lingkungan hidup dan pelestarian kebudayaan daerah.

Memberikan ruang kepada masyarakat lokal untuk menggali potensi dan

kreativitas guna menghasilkan produk-produk yang berdaya saing dalam

peningkatan kesehjahtraan secara berkelanjutan.

MISI :

Misi Ke-1 :

Melestarikan Nilai, keragaman dan kekayaan Budaya ditujukan untuk : (1)

meningkatkan kualitas perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan bidang

kesenian; (2) meningkatkan nilai-nilai tradisi; dan (3) meningkatkan kualitas

pelestarian warisan budaya;

Misi Ke 2 :

Mengembangkan destinasi pariwisata yang berdaya saing ditujukan untuk : (1)

mengembangkan destinasi pariwisata yang berdaya saing; dan (2) Meningkatkan

kualitas usaha pariwisata berbasis ekonomi kreatif;

Misi Ke 3 :

Meningkatkan SDM dan kelembagaan kebudayaan & pariwisata yang profesional

ditujukan untuk (1) meningkatkan kerjasama dan kemitraan; (2) meningkatkan

penguatan kelembagaan; dan (3) Meningkatkan daya saing sumber daya manusia;

Misi Ke 4 :

Mengembangkan pemasaran kebudayaan dan pariwisata ditujukan

(36)

Misi Ke 5 :

Meningkatkan kapasitas kelembagaan dinas budaya dan pariwisata ditujukan

untuk (1) Meningkatkan kualitas SDM Dinas kebudayaan dan Pariwisata Provinsi

Banten yang profesional dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi; (2)

Terwujudnya rencana program dan penganggaran serta evaluasi dan pelaporan

yang berkualitas; (3) Terwujudnya organisasi dan tatalaksana yang sesuai dengan

kebutuhan tugas pokok dan fungsi; dan (4) Meningkatkan ketersediaan data dan

informasi pembangunan yang akurat.

Hubungan mengenai program DISBUDPAR (Dinas kebudayaan dan Pariwisata

Provinsi Banten) dengan adanya pembuatan perahu tradisional Rampus di

Binuangeun terlampir pada Misi Ke-1 alinea ke 1,2 dan 3 yaitu Melestarikan

Nilai, keragaman dan kekayaan Budaya, perahu Rampus adalah warisan leluhur

masyarakat terdahulu yang pembuatannya sudah lama dilakukan.

III.1.4 Materi Pesan

Materi pesan yang disampaikan pada media informasi ini adalah menyampaikan

bagaimana mengenai situasi pembuatan perahu tradisional Binuangeun serta

memberikan rahasia cara pembuatan perahu yang baik dan kuat dalam struktur

kerangka pembuatannya oleh masyarakat nelayan pengrajin setempat dan

memberikan informasi mengenai nilai-nilai yang terkandung didalamnya melalui

ilustrasi gambar visual berupa video dokumenter dengan ditambah narasi dan

audio yang sudah ditentukan agar diharapkan masyarakat khalayak tidak bosan

ketika melihatnya.

III.1.5 Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang digunakan yaitu menggunakan bahasa Indonesia yang tidak

baku dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga berguna untuk menjelaskan

mengenai objek dilokasi, dan yang kedua bahasa Sunda untuk istilah-istilah yang

(37)

materi pesan yang akan disampaikan mudah dimengerti masyarakat khalayak

sasaran.

III.1.5.1 Tagline

Keyword atau kata kunci dari video dokumenter ini adalah “Perahu Tradisional

Rampus”.

III.1.6 Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran dari Video dokumenter perahu tradisional Rampus nelayan

Binuangeun adalah masyarakat luar daerah terutama remaja hingga dewasa yang

memiliki ketertarikan akan nilai keterampilan. Pemilihan segmentasi remaja

hingga dewasa didasari karena mereka merupakan orang-orang yang dapat

memberikan perubahan terhadap nilai aset budaya seni di masa mendatang.

A. Target Audient

Segmentasi dari target masyarakat yang dituju dalam perancangan informasi

melalui media Video dokumenter ini meliputi beberapa faktor diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Demografis

Ditinjau dari aspek demografis, target sasaran dari perancangan informasi media

video dokumenter perahu tradisional nelayan Binuangeun adalah :  Usia : Masa Dewasa 18- 30 tahun

 Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan  Kelas Sosial : Menengah ke atas

 Pendidikan : Diatas semua golongan  Status : Belum menikah dan Menikah  Agama : Semua Agama

Alasan memilih faktor usia diantara 18 hingga 30 tahun menurut Kisdarto

(38)

Masa dewasa, umur 18-30 tahun pada usia ini lebih tertarik pada hal-hal baru,

sehingga lebih ingin mempelajari tentang sesuatu hal yang menarik terutama

dalam mengejar cita-cita. Oleh karena itu, mereka diharapkan dapat mengetahui

budaya serta pengetahuan dalam pengrajin perahu nelayan tradisional Rampus

yang belum mereka ketahui di Binuangeun.

2. Geografis

Dilihat dari segi geografis dalam video dokumenter ini meliputi luar wilayah

Binuanngeun, seperti kota serang dan wilayah Banten yang lainnya.

3. Psikografis

Berdasarkan usia pada target audient yaitu usia 18-30 tahun, ini ditunjukkan

kepada laki-laki dan perempuan yang menyukai tentang keterampilan dalam

pembuatan perahu tradisional juga lebih mencintai pesona pedesaan.

III.1.7 Strategi Kreatif

Dalam strategi kreatif yang dilakukan hal utama yaitu menentukan identitas dari

wilayah Binuangeun dengan adanya pembuatan perahu Rampus di lokasi

Binuangeun yang memiliki kelebihan akan kekuatan konstruksinya sehingga

menjadi sebuah informasi yang dapat mewakili Binuangeun.

Didalam strategi kreatif ini dimunculkan penggambaran cerita seseorang yang

bernama Adi akan mengunjungi Binuangeun sekaligus sahabatnya yang tinggal di

Binuangeun, dengan penggambaran seorang Adi, target khalayak akan dibawa

secara emosional melalui cerita Adi, sehingga diharapkan dapat memberikan

kesan positif dan pencitraan yang baik sehingga informasi ini dapat diingat

(39)

III.1.8 Strategi Media

Dalam menyampaikan informasi tentang pembuatan perahu tradisional nelayan

Binuangeun yaitu dengan menggunakan media berupa video dokumenter.

A. Media Utama

Media utama yang dipilih yaitu video dokumenter. Video dokumenter merupakan

cara kreatif mempresentasikan realitas (Effendi 2002:11).

Video dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi, Pendidikan

dan Propaganda (Effendi 2002:12). Dan tentunya video ini membahas mengenai

informasi pembuatan perahu tradisional Binuangeun oleh pengrajin nelayan

setempat dari mulai keadaan dilokasi dan aktivitas pembuatan perahu di

Binuangeun.

B. Media Pendukung

Selain media utama, maka perlu juga sebuah atribut atau media yang dapat

membantu media pendukung, untuk membantu mewakili jalannya sebuah

informasi mengenai perahu tradisional Binuangeun, sehingga dapat memberikan

kesan yang positif pada khalayak.

Beberapa media pendukung yang digunakan adalah sebagai berikut :

Poster

Digunakan untuk membantu memberikan sebuah informasi mengenai video

dokumenter perahu tradisional Binuangeun yang nantinya akan di tempatkan di

media digital seperti facebook dan papan informasi

X-banner

Media x-banner ditempatkan di media digital seperti youtube dan facebook serta

(40)

Cover Dvd

Penggunaan media cover dvd digunakan untuk memberikan identitas atau

informasi dari video yang dikemas ke dalam Dvd, agar terlihat bahwa itu

merupakan dvd video dokumenter mengenai Binuangeun.

Diunggah ke media sosial, Youtube, Facebook (www.youtube.com ,

www.facebook.com)

Pada era ini media digital juga sangat berkontribusi terhadap

perkembangan-perkembangan informasi, sehingga penempatan video dokumenter mengenai

perahu tradisional Binuangeun akan di unggah ke situs Youtube dan Facebook

agar informasi mengenai video dokumenter ini dapat dengan mudah di lihat.

T-shirt

Penggunaan media t-shirt digunakan sebagai media pengingat selain itu juga

penempatan t-shit adalah sebagai media informasi yang berjalan karena digunakan

sebagai pakaian yang dipakai setidaknya 2 sampai 3 hari dalam seminggu.

Stiker

Media stiker dibagikan pada khalayak sehingga dapat digunakan untuk

ditempatkan pada kendaraan roda dua atau roda empat, jika nantinya sudah

terbaca dan mengetahui mengenai video dokumrnter ini, maka setidaknya dapat

memberikan kesan nilai positif.

Pin

Penggunaan pada media pin juga merupakan media yang cocok karena dapat

memberikan informasi yang berjalan sehingga kesan dan ditempatkan di tas atau

(41)

Topi

Ditujukan untuk khalayak, oleh karena cuaca yang panas maka media topi

digunakan

Miniatur perahu Rampus

Media ini nantinya menjadi media yang dapat dipajangkan di ruang tamu atau

ruangan-ruangan baik perkantoran atau ruangan sehari hari.

Gantungan kunci

Media gantungan kunci ini digunakan agar khalayak dapat mengingat bahwa

pentingnya melestarikan akan nilai-nilai budaya sebagai pengetahuan dan

pembelajaran.

.

III.1.9 Strategi Distribusi

(42)

Distribusi atau penyebaran media dilakukan sesuai dengan tabel penjadwalan

seperti tabel di atas, jadwal penyebaran media dilakukan pada bulan pertama yaitu

berupa poster dan X-banner, poster dan X-banner dilakukan pada bulan pertama

melalui sosial media seperti facebook dan youtube dikarenakan penyebaran melalui media digital akan sangat cepat dan efektif, begitu juga tempat-tempat

pemberangkatan dan pemberhentian travel mobil akan sangat lebih praktis

orang-orang yang akan berpergian melihat media x-banner dan poster, setelah bulan

pertama sudah mencapai target khalayak yang dituju media berupa video di sebar

melalui youtube secara gratis dan juga dilakukan penayangan di kampus-kampus dan pasar seni melalui stand pasar seni atau stand kampus terutama

kampus-kampus di Banten. Dan untuk media-media pendukung seperti Miniatur perahu

dan lain sebagainya akan disebarkan secara berbayar dengan satu full set box yang

berisikan kaos, topi, pin, miniatur perahu, gantungan kunci, stiker dan sebagainya.

III.2 Konsep Visual III.2.1 Format Video

Video merupakan rangkaian dari banyak frame (bingkai) gambar yang dijalankan

dengan cepat. masing-masing bingkai merupakan tahap-tahap (sekuen) dari suatu

gerakan, mata kita tidak akan dapat menangkap perbedaan (titik jeda perpindahan)

antara-frame jika rangkaian tersebut diputar dengan kecepatan diatas 20

frame/detik. Otak kita akan menangkapnya sebagai ilusi gerak (Sianipar, 2008).

Format video yang digunakan adalah format video digital dengan resolusi full

high definition 1080x720 pixel berdurasi 20 menit dalam format Televisi.

Studi visual pada video dokumenter ini yaitu menggunakan pengembangan video dokumenter yang berjudul “Lewa Di Lembata” karya produksi Watchdog yang disponsori oleh BAKTI (Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia).

Penggunaan referensi tersebut karena salah satunya menggunakan teknik

pengambilan gambar secara langsung yang terjadi di lokasi dan juga

(43)

gambar mengenai alam dan masyarakatnya dan dikombinasikan dengan

perkembangan situasi disana.

Gambar III.2 Scerencapture Video Dokumenter “Lewa Di Lembata”

Sumber : Video Lewa Di Lembata

Gambar III.3 Screncapture Video Dokumenter “Perahu Tradisional Rampus Binuangeun”

Sumber: Dokumentasi Pribadi

III.2.2 Tata Letak (Layout)

Tata letak dalam video dokumenter ini menggunakan menggunakan teknik The

Rule of Thirds yang artinya teknik yang menggambarkan penghindaran sebuah

subyek utama di tengah-tengah frame kamera, artinya subyek utama pada

pengambilan gambar ini tidak selalu ditempatkan di tengah kamera yang nantinya

(44)

Fajar (2007) menjelaskan “The Rule of Trids, hindari pula pusat perhatian berada tepat ditengah gambar. Biasanya jika subyek utama kita ditempatkan persis

ditengah-tengah frame akan terlihat statis dan kurang menarik perhatian. Biasanya, kita akan menghasilkan gambar yang baik dengan menempatkan pusat

perhatian berdasarkan rule of thirds (h:122).

Komposisi Rule of third adalah petunjuk bagaimana caranya mengkomposisikan obyek di satu per tiga bagian dalam foto agar lebih enak dilihat. Tujuannya adalah

agar Video dokumenter ini terlihat menarik karena komposisi objek tidak selalu

harus ada di tengah agar kreatifitas pengambilan gambar objek tidak

membosankan untuk ditonton.

Gambar III.4 Pembagian komposisi Rule of thirds Sumber: Dokumen Pribadi

Untuk penggunaan aspek ratio pada video dokumenter mengenai Binuangeun, dalam pembuat perahu Rampus ini agar terlihat berkesan dan bagus, maka

penggunaan aspek rationya menggunakan aspek ratio yang lebar supaya tampilan keadaan gambar dilokasi semua terlihat oleh kamera, aspek rationya yaitu 16:9,

(45)

Karena video dokumenter adalah video yang mendokumentasikan gambaran

secara realitas mengenai suatu kehidupan yang terjadi juga mendukung pada layar

tampilan LCD yang diproduksi di Indonesia pada masa sekarang. Aspek ratio adalah perbandingan antara lebar dan tinggi bingkai gambar (frame) (Effendi, 2002).

III.2.3 Tipografi

Tipografi dalam konteks desain komunikasi Visual mencakup pemilihan bentuk

huruf, besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat

(Tinarbuko,2009)

pada penggunaan huruf tipografi dalam video dokumenter ini yaitu menggunakan

huruf-huruf gaya art nouveau sebagaimana menurut Danton Sihombing menjelaskan (2001) “Art nouveau mengangkat alam sebagai referensi dengan keindahan dan harmoni (h:51)

karena video ini lebih menitik beratkan pada konstruksi perahu yang berada di

wilayah pesisir selatan Binuangeun sebagai gambaran lokasi alam, dipadukan

dengan huruf-huruf san serif untuk penggunaan Cover Video, X-banner, stiker. Poster, T-shirt dan topi, huruf-huruf yang digunakan dalam video dokumenter

(46)

Sementara itu untuk bagian judul pada video Dokumenter ini dipadukan dengan

huruf LuggerBug dan Lakmus font type

Gambar III.5 Judul Video Dokumenter Sumber: Dokumen Pribadi

Penggunaan Gill Sans MT digunakan untuk keterangan nama objek dan diletakkan

dibawah Frame, dapat dilihat dari gambar berikut :

Gambar III.6 Keterangan penempatan huruf untuk objek dalam Video Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.4 WARNA

Santoso (2013:55) mengatakan bahwa “Konsep pewarnaan sangat penting karena

(47)

terukur, penonton akan terbantu untuk lebih cepat masuk ke cerita film. Dengan

kata lain penonton akan menyatu dengan video atau film yang sedang

ditontonya”. Dalam penggunaan warna, warna yang digunakan dalam media

utama dan media pendukung ini adalah warna-warna biru, hitam, putih, coklat dan

biru tua yang dapat menambah kesan yang baik, berikut warna yang digunakan

dalam media utama dan pendukung.

Gambar III.7 Color Picker CMYK Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III.8 Color Picker RGB Sumber: Dokumen Pribadi

III.2.5 Musik

Untuk mendukung suasana dalam video dokumenter, maka pada penggunaan

(48)

musik instrumen yang mengiringi jalannya video agar kesan dalam video

dokumenter ini semakin nikmat didengar oleh audiens juga menjadi penanda

suasana pada video.

Pratista 2008, menjelaskan bahwa “musik ilustrasi adalah musik latar yang

mengiringi aksi selama film berjalan” (h:154).

Menurut Widagdo 2007 dalam bukunya bikin film indie itu mudah menerangkan

bahwa “musik ilustrasi berguna untuk menciptakan mood (suasana kejiwaan), memperkuat informasi ataupun mempertegas informasi” (h:3).

III.2.6 Ide Cerita

Melakukan pembuatan video dokumenter mengenai “Pembuat perahu Rampus

Binuangeun” adalah daerah pesisir yang memiliki wilayah perairan yang indah

dan juga mempunyai kemampuan dalam membuat sebuah perahu tradisional

merupakan nilai-nilai pengetahuan lokal yang dimiliki masyarakat nelayan

setempat sebagai bagian dari perkembangan masyarakat Indonesia khususnya di

wilayah pesisir, serta memperlihatkan secara mendalam nilai-nilai pengetahuan

yang bisa dipelajari dari masyarakat nelayan Binuangeun juga dalam pembuat

perahu tradisional. Tujuannya agar masyarakat khalayak yaitu masyarakat luar

Binuangeun lebih mengetahui tentang nilai-nilai pengetahuan nelayan Binuangeun

dalam pembuatan perahu.

III.2.7 Video Statement

Binuangeun merupakan wilayah pesisir yang mayoritas penduduknya bernelayan,

dikawasan tersebut terdapat nelayan pembuat perahu tradisional yang dikenal kuat

dalam konstruksinya. Apakah masyarakat luas mengetahui keberadaan pembuat

perahu tradisional di Binuangeun ?. Bila tahu, apakah masyarakat luar tahu

mengenai bentuk dan konstruksinya ?. Apa yang akan masyarakat khalayak

lakukan jika mengetahui pembuatanya ?. Apabila tidak ada perahu tradisional di

(49)

III.2.8 Storytelling

Alur cerita Pada video dokumenter ini adalah mengenai perjalanan seseorang

sebut saja Adi, Adi adalah orang yang menyukai traveling yaitu Adi menyukai

perjalanan ekspedisi ke wilayah-wilayah ujung Indonesia, saat itu kebetulan Adi

memiliki sahabat yang tinggal di wilayah selatan pulau Jawa yaitu Binuangun,

setelah Adi menghubungi sahabatnya dan mengobrol panjang, karena sebelum

sahabatnya pulang ke daerahnya, sahabatnya pernah bercerita mengenai tempat

tinggalnya yaitu desa nelayan, dalam obrolan Adi dan sahabatnya, diceritakan Adi

ingin mengunjungi daerah Binuangeun, Adi menanyakan mengenai keterampilan

masyarakat nelayan didaerah Binuangeun, kemudian sahabatnya menjawab yaitu

adanya pembuatan perahu yang sudah dilakukan turun temurun, yang sampai saat

ini hanya diketahui oleh masyarakat Binuangeun, setelah beberapa hari Adi

berangkat menuju lokasi dengan mendokumentasikan perjalanannya dengan

peralatan berupa kamera untuk dijadikannya dalam sebuah video dokumenter, saat

di perjalanan Adi menyalakan kamera setelah sahabatnya menjemputnya di

terminal bus, diawal sebelum memasuki wilayah pemukiman nelayan, iya melihat

padang rumput yang hijau beserta lautan yang biru dengan pepohonan kelapa

yang cuacanya lumayan panas, diperjalanan Adi menceritakan mengenai

perjalanannya dan mengajak penonton atau khalayak bahwa Adi sedang dalam

perjalanan menuju Binuangeun dan ingin berbagi cerita mengenai aktivitas di

Binuangeun, setelah Adi melewati jalanan padang rumput hijau dan lautan,

terlihat tulisan gapura selamat datang di pantai Binuangeun, setelah memasuki

gapura iya memasuki wilayah pinggiran pantai Binuangeun, setelah itu adi

beristirahat lalu ke esok kan harinya iya memulai perjalanan menuju pembuatan

perahu, di perjalanan iya merekam dengan menggambarkan suasana di pagi hari,

kemudian setelah itu untuk menuju lokasi maka Adi dan sahabatnya menaiki

perahu Binuangeun, dan setelah itu iya mendarat, kemudian iya melewati pasar

lokal dan pelelangan ikan di Binuangeun dengan menggambarkan hiruk pikuk

kehidupan disana, setelah melewati semua itu Adi berjalan menuju pinggiran

perairan untuk pergi ke rumah pengrajin perahu dan berangkat bersama ke

galangan kapal, sebutlah bapa Pandi. Adi adalah orang yang sangat penasaran

(50)

akhirnya sahabatnya mempertemukan dengan seorang pengrajin perahu, karena di

galangan perahu, bapa Pandi akan mengajak melihat aktivitas pembuatan perahu

dan mengobrol mengenai perahu Binuangeun, setelah Adi dirasa cukup dengan

mewawancarai selama beberapa jam akhirnya Adi mengambil kesimpulan

mengenai perahu Binuangeun dan Adi sangat puas dengan perjalanannya.

III.2.9 Storyline

Gambaran cerita atau Storyline yang akan dimunculkan pada video dokumenter ini adalah sebagai berikut :

Scene 1

Video dokumenter ini dimulai dengan menampilkan salah satu jalan raya yang

menuju ke lokasi Binuangeun dengan ditambah pemandangan laut di sisi jalan

raya lalu setelah itu muncul “Paradokstudio Present”.

Scene 2

Scene ini merupakan tampilan dari suasana pagi hari saat dimulainya aktivitas

masyarakat di Binuangeun.

Scene 3

Di bagian scene ini pembukaan Video Dokumenter “Pembuat Perahu Rampus Binuangeun” dengan suasana di perairan sungai.

Scene 4

Menggambarkan perjalanan diatas sungai yang menjorok ke laut lepas untuk

menuju lokasi pembuat perahu dengan ditambah narasi.

Scene 5

Menggambarkan suasana pusat perekonomian pasar tradisional Binuangeun.

Scene 6

(51)

Scene 7

Setelah TPI, audient akan diajak berjalan menyusuri jalanan pesisir Binuangeun,

untuk menjumpai seorang pengrajin perahu Rampus dirumahnya dan berangkat

menuju galangan pembuatan perahu

Scene 6

Pada scene ini menampilkan lokasi pembuatan dan menjelaskan mengenai perahu tradisional Binuanageun yang dikenal kuat konstruksi perahunya, serta

menampilkan suasana keadaan saat kerja dilokasi.

Scene 7

Melakukan interaksi antara penanya dan narasumber mengenai perahu Rampus

Binuangeun.

Scene 8

Ketika dipertengahan di scene kedelapan sedang menjelaskan mengenai perahu, kemudian dibagian scene yang kesembilan, ketika scene delapan menjelaskan scene sembilan menggambarkan pekerjaan-pekerjaan dilokasi.

Scene 9

Pada scene terakhir ini, penutupan kesimpulan mengenai “Pembuat perahu

Rampus”.dengan menggambarkan lokasi diatas gedung.

III.2.10 Shooting List (Sasaran Tembak Kamera)

Shooting List (Sasaran Tembak Kamera) merupakan daftar mengenai gambaran

yang akan ditampilkan dalam video dokumenter ini. Nama-nama lokasi di

Binuageun yang menjadi Shooting list diantaranya adalah :

1. Pangasinan

2. Pantai Karang Seke

(52)

4. Pantai Karang Malang

5. Gapura

6. Aliran Sungai

7. Tempat Pembuatan Perahu tradisional

8. Rumah-rumah warga

9. Pasar Tradisional

10. TPI (Tempat Pelelangan Ikan)

III.2.11 Storyboard

(53)

Gambar III. 10 Scene 3 dan 4 Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III. 11 Scene 5 dan 6 Sumber: Dokumen Pribadi

(54)

Gambar III. 13 Scene 9 dan 10 Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III. 14 Scene 11 dan 12 Sumber: Dokumen Pribadi

(55)

Gambar III. 16 Scene 15 dan 16 Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III. 17 Scene 17 dan 18 Sumber: Dokumen Pribadi

(56)

Gambar III. 19 Scene 21 dan 22 Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III. 20 Scene 23 dan 24 Sumber: Dokumen Pribadi

(57)

Gambar III. 21 Scene 27 dan 28 Sumber: Dokumen Pribadi

Gambar III. 22 Scene 29 dan 30 Sumber: Dokumen Pribadi

(58)

BAB IV. TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Perlengkapan

IV.1.1 Perlengkapan Pengambilan Gambar

Tabel IV.1 Perlengkapan dan alat yang digunakan

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Nama Barang Gambar

Canon 60d

Canon 600d

Canon d1200

(59)

LENSA Lensa 85 Lensa 50 Lensa 18135 Lensa 18-135 Lensa Fisheye

Slider

SD Card V-GEN

Laptop

Intel core(TM) i3 CPU M380 2.53GHz . (RAM) 4GB. System Type

64-bit Operating Syistem. Hardisk 500GB

IV.1.2 Software Penunjang  Adobe Premiere Pro cs5

Digunakan untuk mengedit Video beserta Audio juga timelapse  Adobe Photoshop cs 5

Digunakan untuk membuat media pendukung

 Adobe Ilustrator cs 5

(60)

 Adobe Audition

Digunakan untuk mengedit suara narasi

IV.1.3 Anggota Tim

 Abdul Haris : Sutradara, Editor, Kameramen  Priansyah : Kameramen

 Angga : Kameramen  Deny : kameramen

IV.1.4 Proses Pengambilan Gambar

Proses pengambilan gambar menggunakan kamera 60d dengan menggunakan

lensa 18-135 dan fisheye serta penggunaan kamera 600d dengan menggunakan

lensa 85, 50 dan 18135 begitu juga sebaliknya, proses pengambilan gambar juga

dengan menggunakan teknik rumus Einsten yang terkenal yaitu � = �.�2. Rumus ini jika diterjemahkan akan menjadi Estabilish, Medium dan Close Up +

Close Up dan diarahkan pada tiap-tiap proses pengambilan gambar yang sudah di

susun atau di list sebelumnya, berikut urutan susunan gambar.

Tabel IV.2 Pengambilan Gambar

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Keterangan Gambar

Pada durasi 42 detik muncul nama

studio yang menggarap video yaitu

Gambar

Gambar III.1 Logo Banten
Tabel III.10 Strategi distribusi
Gambar III.2 Scerencapture Video Dokumenter “Lewa Di Lembata”
Gambar III.4 Pembagian komposisi Rule of thirds Sumber: Dokumen Pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai-nilai kebenaran yang diajarkan oleh agama sebatas pemahaman dan kurang dihayati secara utuh dalam hidup umat beragama, yang mengakibatkan nilai-nilai kebenaran agama

Secara lebih spesifik, penelitian ini akan menunjukkan wilayah-wilayah yang telah menjadi basis usahaternak ayam ras petelur di Tasikmalaya, dan wilayah- wilayah yang

Berdasarkan pada analisa dalam instrumen profil sanitasi, maka kemudian disusun tahapan pengembangan sistem dalam suatu zona sanitasi berbasiskan kecamatan untuk

Tugas dan fungsi organisasi sesuai dengan cakupan kewenangan Pemerintah Kota Tebing Tinggi.. Struktur organisasi telah menampung semua tugas dan fungsi Pemerintah Kota

Di antara manusia ada yang memandang bahawa Islam hanya terbatas pada ibadt-ibadat zahir sahaja. Jika dia menunaikannya atau melihat ada orang melaksanaknnya, beliau berpuashati

Penurunan parasitemia karena paparan artemisinin pada P.falciparum galur 3D7 karena artemisinin dapat menyebabkan kematian parasit, gangguan pada stadium perkembangan dan

Penelitian ini dilakukan di Desa Legian, Kecamatan Kuta, Badung yang bertujuan untuk mengetahui: (1) Latar belakang berdirinya Vihara Buddha Dharma Sunset Road, Kuta, Bali

Tiap teknologi atau peralatan yang dibawa oleh salah satu dari Para Pihak untuk pelaksanaan kegiatan kerjasama berdasarkan Memorandum Saling Pengertian ini akan