• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dakwah Khalifah Umar Bin Khattab

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Dakwah Khalifah Umar Bin Khattab"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

METODE DAKWAH

KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I

)

Oleh:

Budi Santoso

NIM: 104051001743

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata Satu (S-1) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “METODE DAKWAH KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB” telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam (S.Sos.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

Jakarta, 19 September 2008

Sidang Munaqasah

Ketua Merangkap Anggota

Drs. Mahmud Jalal, MA NIP: 150 202 342

Penguji I

Dr. Arief Subhan, M.A NIP: 150 262 442

Anggota,

Pembimbing,

Drs. H. Tarmi M.M NIP: 150 062 569

Sekretaris Merangkap Anggota

Rubiyanah, M.A NIP: 150 286 373

Penguji II

(4)

KATA PENGANTAR

j

Assalaamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, pemilik semesta alam dan sumber segala ilmu, dan dengan hidayah-Nya selalu tercurah kepada makhluk-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tercurah pada manusia biasa yang berakhlak luar biasa, manusia agung yang diciptakan oleh Yang Maha Agung, manusia besar yang diciptakan oleh Yang Maha Besar, yaitu baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya dari masa kegelapan (jahiliyah) hingga menuju cahaya terang benderang dengan al-Quran dan as-Sunnahnya.

Penulis menyadari benar, bahwa skripsi yang sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari penulis, ternyata adalah suatu kebanggaan dan begitu banyaknya orang yang ikut memberikan semua yang dibutuhkan oleh penulis dalam proses penyelesaiannya. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu dan Bapak tercinta, Ibu Mudjenah dan Bapak Marsino yang dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang yang tulus ikhlas mengasuh dan mendidik serta senantiasa mendoakan penulis, sehingga bisa mengenyam pendidikan formal tingkat perguruan tinggi hingga selesai.

(5)

3. Bapak Dr. Mahmud Jalal, M.A., Pembantu Dekan I Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

4. Bapak Dr. Arief Subhan, M.A., Pembantu Dekan II Fakultas Dakwah dan Komunikasi.

5. Bapak Drs. Wahidin Saputra, M.A., Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam serta pembimbing Kuliah Kerja Nyata (KKN) 2008 penulis.

6. Ibu Umi Musyarofah, M.A., Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

7. Bapak Drs. H. Tarmi, M.M., Pembimbing skripsi ini, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dengan bijaksana dan sabar, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

8. Bapak serta ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi, yang telah memberikan arahan pengembangan intelektualitas penulis selama belajar di kelas, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatunya.

9. Pimpinan Perpustakaan Islam Iman Jama’, Lebak Bulus serta seluruh staf dan karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur.

10.Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh staf dan karyawannya yang telah melayani dan menyiapkan fasilitas literatur, sampai bisa menyelesaikan studi ini.

11.Bapak Drs. H. Dindin M. Machfudz (Ayahanda Bunga Alkautsar) yang telah membantu memberikan referensi dalam penyelesaian skripsi ini.

(6)

13.Para pegawai dan staf Tata Usaha Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan yang prima kepada penulis.

14.Kakak-kakak yang penulis sayangi; mbak Retno Sumartini A.M.Keb, mas

Agung Mujiharto S.Pd., mbak Tuti Nurbayanti S.Pd.I, yang ikut andil dalam memberikan motivasi pada penulis baik moril maupun materiil, serta kakak-kakak iparku bang Dulloh S.E., dan mbak Sri Purwanti S.Pd.

15.Buat keponakanku tersayang; Dinda Hanna Salsabila, Dewi Kharisma Kenji, Dea Aulia Maharani dan Thariq Taufiqurrahman yang menjadi penghibur hati bila penulis mengalami kesulitan dan kesedihan.

16.Teman-teman seperjuangan yang ikut andil dalam memberikan bantuan dan dorongan terutama kelas KPI A angkatan 2004 khususnya; Sofiatun S.Sos.I, Ahmad Zainuri S.Sos.I, Ana Sabhana Azmi S.Sos.I, Pia Khoirotun Nisa S.Sos.I, Asri Rahmita S.Sos.I, Bunga Alkautsar S.Sos.I, Pitriah S.Sos.I, Syarifah Farah S.Sos.I, A. Anwar Syadad, Miftahul Huda, A. Marsaidi, Chaerul Miftah S.Sos.I, dan teman yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dengan hamparan kedua tangan disertai ketulusan, penulis mendoakan semoga bantuan, dukungan, bimbingan dan perhatian yang telah diberikan oleh semua pihak akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT disertai limpahan rahmat, hidayah serta berkah-Nya, Aamiin ya Robbal ‘aalamiin.

(7)

membangun. Semoga skripsi di hadapan anda ini dapat memberikan kontribusi positif, memperluas wawasan keilmuan serta menambah khazanah perpustakaan.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, September 2008

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...

v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

D. Metodologi Penelitian ... 11

E. Tinjauan Pustaka ... 13

F. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II TINJAUAN TEORITIS ... 16

(9)

B. Pengertian Dakwah ... 17

C. Pengertian Metode Dakwah ... 21

D. Macam-macam Metode Dakwah ... 22

BAB III BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB ... 29

A. Riwayat Hidup Umar Bin Khattab ... 29

B. Umar bin Khattab menjadi Khalifah ... 39

C. Prestasi-prestasi Khalifah Umar bin Khattab ... 42

1. Bidang Politik ... 42

2. Bidang Ibadah ... 45

3. Hubungan dengan Non-muslim ... 47

4. Bidang Militer ... 48

5. Bidang Administrasi Negara ... 48

BAB IV ANALISIS METODE DAKWAH KHALIFAH

UMAR BIN KHATTAB ... 50

(10)

1. Al-Hikmah ... 51

2. Al-Mauidzatil al-Hasanah ... 65

B. Relevansi Metode Dakwah Khalifah Umar Bin Khattab

Pada Masa Sekarang ... 69

BAB V PENUTUP... 79

A. Kesimpulan ... 79

B. Saran... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81

(11)

ABSTRAK

Budi Santoso

Metode Dakwah Khalifah Umar bin Khattab

Pada hakikatnya, dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan. Untuk mencapai keberhasilan suatu dakwah sangat ditentukan oleh berbagai unsur-unsur dakwah seperti da’i, mad’u, materi, metode, dan tujuan. Dalam skripsi ini penulis hanya membahas tentang metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab. Dakwah yang beliau lakukan berlandaskan keadilan, kasih sayang, sabar, ikhlas, saling menghargai, dan sikap peduli terhadap orang lain, baik orang Islam maupun non-Islam. Beliau melakukan dakwah dengan menekankan prinsip keteladanan.

Alasan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan membandingkan apakah masih sesuai metode dakwah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab diterapkan pada masa sekarang ini atau diperlukan adanya penyesuaian-penyesuain dengan kondisi aktual.

Adapun rumusan masalah dalam skripsi ini adalah apa metode dakwah yang dilakukan Umar bin Khattab selama menjadi Khalifah dalam mengembangkan dakwah? Kemudian apakah metode dakwah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab pada masa sekarang ini masih relevan?

Oleh karena Khalifah Umar bin Khattab telah wafat, maka penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan (library reseach) dan menggunakan pendekatan kualitatif. Artinya penulis mencari buku-buku yang berkaitan dengan Khalifah Umar bin Khattab atau yang berhubungan dengan judul yang diteliti di perpustakaan, kemudian data-data yang ditemukan dianalisis dengan metode historis. Dalam hal ini penulis mencoba memaparkan atau menggambarkan tentang bagaimana metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab pada masanya dan relevansinya dengan masa kini.

Untuk menganalisis hasil temuan dari buku, penulis menggunakan teori-teori terutama tentang metode dakwah yang terdiri dari metode Hikmah, al-Mau’dzatil hasanah, dan al-Mujadalah bil lati hiya ahsan. Pada ketiga macam metode dakwah inilah yang lebih ditekankan penulis untuk menganalisis metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab.

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dien al-Islam merupakan hidayah Allah SWT kepada manusia melalui

Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan pedoman dalam mengarungi hidup sesama manusia, serta terhadap sang Pencipta. Agama juga merupakan pedoman yang mengendalikan tingkah laku, sikap dan tata cara hidup di tengah-tengah masyarakat. Agama merupakan serangkaian perintah Allah tentang perbuatan dan akhlak yang dibawa oleh para Rasul untuk menjadi pedoman bagi umat manusia.1

“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Q.S. Yusuf: 108)

Islam adalah agama dakwah. Artinya agama yang selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah, bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang dilakukan.2

1

Muhammad Husain Thabathaba’i, Inilah Islam (Jakarta: Pustaka Hidayah, 1993), h.23.

2

(14)

Implikasi dari pernyataan Islam sebagai agama dakwah menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktifitas yang tidak pernah usai selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam situasi dan kondisi apa pun bentuk dan coraknya.3

Tugas dakwah menegakkan kalimatullah akan menjadi sebuah amalan yang sangat mulia. Namun buah yang agung ini baru akan terwujud jika seseorang telah mengerti akan hakikat dakwah yang sebenarnya.4

Hakikat dakwah adalah menyeru kepada umat manusia untuk menuju kepada jalan kebaikan, memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah dari yang

munkar dalam rangka memperoleh kebahagiaan di dunia dan kesejahteraan di

akhirat.5 Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT:

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran: 104)

Merupakan kewajiban bagi sebagian manusia untuk melaksanakan dakwah, mengajak kepada jalan yang ma’ruf dan mencegah segala kemungkaran. Dalam berdakwah memang dibutuhkan ketangguhan dan kekuatan, hingga ajaran agama tidak tersia-siakan dan mencelakakan manusia.

3

Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, (ed), Metode Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 5.

4

Said bin Ali bin Wahf al-Qahtani, 9 Pilar Keberhasilan Da’i di Medan Dakwah, Diterjemahkan: Muzaidi Hasbullah, (Solo: Pustaka Arafah, 2001), h. 11.

5

Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Balai Setia, 2001), h. 11.

(15)

Sebab hakikat dakwah adalah membina dan mempersatukan umat manusia, serta menyelamatkan mereka dari kesengsaraan dunia dan akhirat.6 Yakni sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT:

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Q.S. Ali Imran: 105)

Peradaban dan kebudayaan Islam di dunia modern dewasa ini telah melahirkan generasi urakan yang marah, pemberontak-pemberontak yang tidak lagi percaya kepada peradabannya sendiri. Suasana kehidupan ilmiah juga meragukan. Serta di bidang kehidupan sosial yang biasa, krisis itu adalah dalam dan merusakkan. Krisis di dunia dan ancaman-ancaman yang mengancam umat manusia dewasa ini adalah karena umat manusia berada dalam krisis rohani dan kekosongan moral yang menimpa seluruh umat manusia dan kemanusiaan.7

Krisis rohani dan kekosongan moral nampaknya terus menggelembung menjadi gelombang arus yang terus mengikis dan mengakibatkan terjadinya

erosi pada sendi-sendi kebudayaan dan peradaban dunia Islam. Kekosongan

moral, keresahan dan kelaparan spiritual mengancam manusia yang hidup dalam peradaban modern. Ancaman kelaparan spiritual demikian tidak kalah bahayanya dari kelaparan jasmani.

Persoalan yang dihadapi sekarang adalah tantangan dakwah yang semakin hebat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Tantangan itu muncul dalam berbagai bentuk kegiatan masyarakat modern, seperti perilaku dalam mendapatkan hiburan (entertainment), kepariwisataan dan seni dalam

6

Ahmad Mudjab Mahalli, Buku Pintar Da’i, (Surabaya: Duta Ilmu, 2005), h. 6.

7

(16)

arti luas, yang semakin membuka peluang munculnya kerawanan-kerawanan moral dan etika. Kerawanan moral dan etika itu muncul semakin transparan dalam bentuk kemaksiatan karena disokong oleh kemajuan alat-alat teknologi informasi mutakhir seperti siaran televisi, keping-keping VCD, jaringan

internet, dan sebagainya.

Tidak asing lagi, akhirnya di negeri Indonesia yang berbudaya, beradat dan beragama ini, kemaksiatan juga mengalami kemajuan, terutama setelah terbukanya turisme internasional di berbagai kawasan, hingga menjamah wilayah yang semakin luas dan menjarah semakin banyak generasi muda yang kehilangan jati diri dan miskin iman dan ilmu. Hampir-hampir tidak ada lagi batas antara kota dan desa, semuanya telah terkontaminasi dalam gemuruh kebebasan yang tak kenal batas.

Sesungguhnya perwujudan dakwah bukan sekedar usaha peningkatan pemahaman keagamaan dalam tingkah laku dan pandangan hidup saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa sekarang ini, dakwah harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan.

(17)

berjalan terus hingga akhir zaman dan umat Islam tetap dituntut untuk bertanggung jawab sebagai khalifatullah fil ardhi.

Ledakan-ledakan informasi dan kemajuan teknologi dalam berbagai bidang itu tidak boleh dibiarkan lewat begitu saja. Umat Islam harus berusaha mencegah dan mengantisipasi dengan memperkuat benteng pertahanan aqidah

yang berpadukan ilmu dan teknologi. Tidak sedikit korban yang berjatuhan yang membuat kemuliaan Islam semakin terancam dan masa depan generasi muda semakin suram. Apabila tetap lengah dan terbuai oleh kemewahan hidup dengan berbagai fasilitasnya, ketika itu pula secara perlahan mulai meninggalkan petunjuk-petunjuk Allah SWT yang sangat diperlukan bagi hati nurani setiap individu. Di samping itu kelemahan dan ketertinggalan umat Islam dalam mengakses informasi dari waktu ke waktu, pada gilirannya juga akan membuat langkah-langkah dakwah semakin tumpul tak berdaya.

Dalam era globalisasi ini, di mana teknologi semakin maju dan berkembang, maka dakwah yang dilakukan masyarakat Indonesia saat ini tidak hanya dilakukan di atas mimbar saja. Berdakwah atau mengajak orang lain menuju kebaikan saat ini dapat juga dilakukan dengan menggunakan media lain, misalnya media cetak seperti; surat kabar, majalah, bulletin maupun elektronik misalnya; televisi, internet, radio, telepon, dan handphone

yang secara rutin informasinya di up date terus.

(18)

dengan sesama yang bersifat saling mempengaruhi. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 44 yang berbunyi:

“Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”(Q.S. an-Nahl: 44)

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar Ash Siddiq, dakwah pada masa itu mengalami pergolakan. Karena banyak permasalahan dalam negeri yang mengancam eksistensi agama Islam. Terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah. Mereka menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Khalifah Abu Bakar Ash Siddiq. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Khalifah Abu Bakar memerangi mereka hingga mencapai kemenangan di pihak muslimin.

(19)

karena ketegasannya, keadilannya tanpa pandang bulu dan sikapnya yang anti

kolusi dan nepotisme.

Dakwah yang Khalifah Umar bin Khattab lakukan adalah dakwah yang berlandaskan keadilan, kasih sayang, sabar, ikhlas, saling menghargai, dan sikap peduli terhadap orang lain, baik orang Islam maupun non-Islam. Khalifah Umar sangat menyayangi rakyatnya, beliau belum bisa merasa kenyang perutnya sebelum rakyatnya kenyang dahulu untuk makan. Beliau melakukan dakwah dengan menekankan prinsip keteladanan. Beliau tidak berani menyuruh seseorang melakukan sesuatu sebelum beliau melakukannya dahulu.

Adapun keberhasilan dakwah dapat diukur sampai sejauhmana kemampuan masyarakat yang menjadi sasaran (objek) dakwah mampu melaksanakan ajaran agama serta menjauhi hal-hal yang munkar.

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl: 125)

(20)

keburukan dalam menciptakan situasi yang baik sesuai dengan ajaran Islam di semua bidang kehidupan.

Dalam keadaan demikian itulah dakwah islamiyah dituntut untuk lebih berfungsi dengan metode yang sanggup menyertainya. Kekhawatiran akan menurunnya nilai-nilai qurani dalam proses lahirnya generasi baru dalam masyarakat modern di masa mendatang sangat terasa. Budaya dan peradaban Barat makin mendesak untuk masuk mengkontaminasi budaya dan peradaban masyarakat yang sudah ada, khususnya masyarakat Islam.

Kepentingan-kepentingan yang berimbang akan selalu bergejolak di permukaan antara kehidupan dunia dan akhirat. Menonjolnya kepentingan duniawi akan selalu muncul di segala aspek kehidupan tidak terkecuali di bidang dakwah. Budaya meniru dan mengadopsi sistem jahiliyah terus berkembang di kalangan masyakarat modern tanpa pertimbangan sesuai atau tidaknya sistem tersebut.

Dakwah hendaklah dikemas dengan metode yang tepat. Dakwah haruslah tampil secara aktual, faktual dan kontekstual. Aktual dalam arti memecahkan masalah yang terkini dan hangat di tengah masyarakat. Faktual dalam arti nyata serta kontekstual dalam arti relevan dan menyangkut masalah yang sedang dihadapi oleh masyarakat.8

Berhasil atau tidaknya sebuah aktivitas sangat ditentukan oleh faktor metode. Sebab dengan adanya metode dapat dikemukakan hasil yang optimal dan maksimal.9

8

Munzier Suparta, dan Harjani Hefni, (ed), Op. Cit., h. xiii.

9

(21)

Oleh karena itu, permasalahan dakwah di zaman dulu, dalam hal ini dakwah di zaman Khalifah Umar bin Khattab jika dibandingkan dengan dakwah pada masa kita sekarang ini akan sangat menarik kiranya jika dilakukan penelitian tentang metode dakwah apa yang sesuai untuk kondisi masa sekarang ini. Apakah masih sesuai metode dakwah yang dilakukan Umar bin Khattab terkait dengan eksistensinya sebagai Khalifah kedua diterapkan pada masa sekarang ini atau diperlukan adanya penyesuaian-penyesuaian dengan kondisi aktual. Untuk itulah penulis tertarik untuk meneliti dan menulisnya dalam skripsi dengan judul ”Metode Dakwah Khalifah Umar Bin Khattab.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Banyak sekali masalah dakwah selama periode Khalifah Umar bin Khattab yang dapat dibahas, seperti; tentang materi dakwah, objek dakwah, sarana dakwah dan lain sebagainya. Sesuai dengan judul skripsi ini, dan supaya pembahasan masalah tetap fokus, maka perlulah kiranya penulis membatasi ruang lingkupnya sehingga tidak melebar dan meluas ke dalam hal-hal yang terlalu menyimpang, apalagi tidak ada kaitannya dengan pembahasan ini.

(22)

2. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan skripsi ini adalah: a. Apa metode dakwah yang dilakukan Umar bin Khattab selama menjadi

Khalifah dalam mengembangkan dakwah?

b. Apakah masih relevan metode dakwah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab pada masa sekarang ini?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

a. Metode dakwah yang digunakan oleh Umar bin Khattab selama menjadi Khalifah dalam mengembangkan dakwah.

b. Masih relevan atau tidak metode dakwah yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab digunakan pada masa sekarang ini.

2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis

1) Dalam penelitian ini kiranya dapat memberikan informasi kepada semua kalangan yang terkait di dunia dakwah, khususnya Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam dalam upaya meningkatkan mutu dakwah.

(23)

3) Memberikan wawasan dan pengetahuan dalam upaya mengembangkan studi komunikasi dan dakwah, sehingga pesan-pesan dakwah dapat diterima oleh masyarakat sesuai dengan tujuan dakwah.

b. Manfaat Praktis

1) Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan pemikiran tentang metode dakwah.

2) Sebagai penambahan pustaka yang nantinya diharapkan menambah pemahaman secara mendalam mengenai metode dakwah.

3) Untuk menambah wawasan akademisi dan praktisi dakwah agar mengembangkan metode dakwahnya di lapangan serta dakwah yang disampaikannya mudah dimengerti dan diterima.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Seperti lazimnya karya ilmiah pada sebuah karya tulis. Setiap penulis diharuskan menggunakan metode tertentu dalam penelitiannya. Penulis harus membuat langkah-langkah atau landasan berpijak dalam melakukan penelitian dengan teori-teori yang sudah ada dan yang berkaitan dengan konteks Islam. Pada tahap berikutnya dapat dijelaskan secara sistematis dengan bahasa yang mudah dicerna dan dipahami. Oleh karena itu metode yang digunakan dari hasil penelitian nanti menggunakan metodehistoris.

(24)

bertujuan merekonstruksi masa lalu secara sistematis dan objektif dengan mengumpulkan, menilai, memverifikasi, dan menyintesiskan bukti untuk menetapkan fakta dan mencapai kongklusi yang dapat dipertahankan. Dengan metode historis, penulis mencoba menjawab masalah-masalah yang dihadapinya.10

Penulis mengambil sumber data dari hasil penelitian kepustakaan

(library research). Penelitian kepustakaan (library research) adalah cara pengumpulan data dengan berusaha mencari dan pengumpulkan data yang diperlukan, dipakai, digunakan, dan diperhitungkan dalam penelitian.

Data sepenuhnya diambil dari penelitian kepustakaan dengan mengandalkan pada bacaan baik buku maupun tulisan yang mempunyai relevansi dengan judul penelitian ini, dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah Khalifah Umar bin Khattab, sedangkan yang menjadi objek dari penelitian ini adalah metode dakwah yang digunakan Umar bin Khattab selama menjadi Khalifah yang kedua. 3. Teknik Pengumpulan dan Sumber Data

Dengan cara mengumpulkan karya-karya yang berkaitan dengan dakwah Khalifah Umar bin Khattab.

a. Data Primer.

Sumber primer yang digunakan adalah buku yang berjudul; Jejak Para Khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Umar bin Khattab:

Sebuah telaah mendalam tentang pertumbuhan Islam dan

Kedaulatannya Masa Itu, al-Quran al-Karim, Keagungan Umar bin

10

(25)

Khattab, Umar bin Khattab dalam Perbincangan, dan Umar yang Agung.

b. Data Sekunder

Sumber sekunder yang digunakan adalah buku-buku yang berhubungan dengan konsep dakwah Khalifah Umar bin Khattab diantaranya; Tarikh Khulafa’, Sejarah Dakwah Islam, Islam Landasan

Administrasi Pembangunan, dan juga dari jurnal, majalah dan

lain-lain, yang berhubungan dengan pembahasan ini. 4. Teknik Analisis Data

Dari data yang dikumpulkan dengan penelusuran melalui literatur kepustakaan, kemudian penulis menganalisis, menerangkan, membandingkan, dan selanjutnya menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya kemudian disajikan dalam skripsi ini.

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Cet. ke-2 yang diterbitkan UIN Syarif Hidayatullah.

E. Tinjauan Pustaka

Dari sekian banyak skripsi yang membahas metode dakwah seorang tokoh, namun tidak satupun penulis menemukan skripsi yang membahas metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab.

(26)

Skripsi itu diantaranya yang berjudul; ”Metode Dakwah Islam Habiburrahman El Shirazy dalam Novel Islam” yang membahas tentang dakwah bil qalam Habiburrahman yaitu melalui tulisan, atas nama Siti Shobariyatul Irfani, ”Metode Dakwah Yusuf Mansur” yang membahas tentang dakwah bil lisan Yusuf Mansur yaitu melalui ceramah, atas nama Agus Salim Wahid, ”Metode Dakwah dalam surat an-Nahl menurut pandangan DR. Yusuf Qardhawi” yang membahas tentang pandangan Yusuf Qardhawi terhadap metode dakwah surat an-Nahl, atas nama Alamsyah, ”Penafsiran Quraish Shihab terhadap Metode Dakwah dalam surat an-Nahl: 125 pada Tafsir al-Misbah” yang membahas tentang analisis isi surat an-Nahl ayat 125, atas nama Fitra Siti Nurmaya Sopa.

Oleh karena itu, penulis berusaha membandingkan karya tulis terdahulu dengan skripsi yang penulis kerjakan ini, dalam hal ini tentang metode dakwah.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan dibagi kedalam beberapa sub bab.

Agar pembahasan dapat dilakukan secara terarah dan sistematis, maka sistematika penulisan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

(27)

manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan diakhiri dengan uraian tentang sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS

Pada bab ini dibahas tentang metode dakwah. Agar pembahasan ini jelas, maka akan dikemukakan tentang definisi kedua istilah tersebut, baik definisi etimologis maupun terminologinya. Selain itu, penulis juga akan mengemukakan macam-macam metode dakwah.

BAB III BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB

Bab ini berisikan riwayat hidup Umar bin Khattab, Umar bin Khattab menjadi khalifah dan prestasi-prestasi Khalifah Umar bin Khattab.

BAB IV DAKWAH UMAR BIN KHATTAB

Bab ini berisikan metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab dan relevansi metode dakwah Khalifah Umar bin Khattab pada masa sekarang.

BAB V PENUTUP

(28)

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Metode

Metode berasal dari bahasa Inggris: method yang artinya ”cara”, yaitu suatu cara untuk mencapai suatu cita-cita. Metode lebih umum dari teknik yang dalam bahasa Inggrisnya: technique. Dalam The Concise Oxford Dictionary (1995) dinyatakan bahwa method is a special form of procedure esp. In any branch of mental activity, terkandung arti bentuk khusus tentang prosedur kegiatan mental. Sedangkan technique adalah a means or method of achieving one’s purpose, esp. skillfully yang maknanya sesuatu alat atau cara untuk tujuan dengan cekatan atau praktis.11

Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.12

K. Prente, menerjemahkan methodus sebagai cara mengajar. Metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai

11

Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 59.

12

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), edisi 3, h. 740.

(29)

maksud.13 Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu meta

(melalui) dan hodos (jalan, cara).14

Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, yang dalam bahasa Arab disebut thariq.15

Dari beberapa definisi tentang metode yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa metode adalah cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud.

B. Pengertian Dakwah

Dakwah adalah penyiaran, propaganda, penyiaran agama dan pengembangan di kalangan masyarakat, seruan untuk memeluk, mempelajari, dan mengamalkan ajaran agama.16

Ada tiga kata yang digunakan al-Qur’an mengandung arti dakwah, yaitu

da’wah, tabligh, dan nida’. Kata da’wah ditemukan dalam al-Quran dalam

berbagai bentuknya (fi’l madhi, fi’l mudhari, fi’l amr, mashdar, dan sebagainya) sebanyak 203 kali. Sementara itu, kata tabligh hanya 64 kali dan

nida’ sebanyak 46 kali.17

13

Woyo Wasito, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Cy Press, 1974), h. 208.

14

M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 61.

15

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35.

16

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Op. Cit., h. 232.

17

(30)

Secara etimologi, kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari fi’il

madhi:

(

ةﻮ

د

ﺪﻳ

ﺎ د

)

yang berarti ajakan, panggilan, seruan,

menjamu.18

Dalam Ilmu Tata Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai isim masdhar. Kata ini berasal dari fi’il (kata kerja) da’a-yad’u, artinya memanggil mengajak atau menyeru.19

Adapun pengertian dakwah menurut terminologi, dapat dilihat dalam beberapa pendapat berikut ini:

1. Prof. H.M. Toha Yahya Omar

Dakwah berasal dari bahasa Arab yang berarti ajakan, seruan, panggilan, undangan. Adapun dakwah di dalam Islam dimaksudkan adalah mengajak dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Allah SWT, untuk mashalatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.20

2. Letjend. H. Soedirman, dalam bukunya Problematika Dakwah Islam di Indonesia.

Dakwah adalah usaha untuk merealisasikan ajaran Islam di dalam kenyataan hidup sehari-hari baik kehidupan seseorang, maupun kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka

18

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggaraan Penterjemah/Penafsiran Al-Qur’an, 1973), h. 127.

19

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1983), h. 17.

20

(31)

pembangunan bangsa dan umat, untuk memperoleh keridhoan Allah SWT.21

3. M. Quraish Shihab

Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi kepada yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.22

Ia melihat bahwa dakwah bukan hanya sekedar amar ma’ruf nahi munkar, tetapi merupakan usaha penyadaran manusia terhadap keberadaan dan keadaan hidup mereka, sehingga bersedia diajak kepada kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna, dengan melaksanakan ajaran Islam dalam seluruh aspek kehidupan.

4. Amien Rais

Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi masyarakat yang islami.23 5. Bakhial Khauli

Dakwah adalah satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain.24

21

Amrullah Ahmad, dkk., Kurikulum Nasional Fakultas Dakwah IAIN, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1972), h. 13-14.

22

Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 194.

23

(32)

6. H.M.S. Nasarudin Latif

Dakwah artinya setiap usaha atau aktivitas dengan lisan atau tulisan yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia lainnya untuk beriman dan menaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis aqidah dan

syari’ah serta akhlak islamiyah.25 7. Drs. Hamzah Yaqub

Dakwah adalah mengajak umat manusia dengan hikmah

kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya.26 8. Mohammad Natsir

Dakwah adalah usaha-usaha menyerukan dan menyampaikan kepada perorangan manusia dan seluruh umat, konsepsi Islam tentang pandangan dan tujuan hidup manusia di dunia ini, yang melipui amar ma’ruf nahi

munkar, dengan berbagai macam media dan cara yang diperbolehkan

akhlak dan membimbing pengalamannya dalam peri kehidupan perseorangan, peri kehidupan berumah tangga (usrah), peri kehidupan bermasyarakat dan peri kehidupan bernegara.27

9. Menurut Syekh Ali Mahfudz

Dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka

24

Ghazali Darussalam, Dinamika Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga SDN, BHD, 1996), h. 5.

25

Rafi’udin dan Maman Abdul Djaliel, Prinsip dan Strategi Dakwah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 24.

26

Asmuni Syukir, Op. Cit., h. 19.

27

(33)

dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.28

Dari beberapa pendapat tentang pengertian dakwah yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dakwah adalah merupakan proses penyelenggaraan suatu usaha yang dilakukan dengan sadar dan sengaja yang berisi cara-cara dan tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui, melaksanakan suatu ideologi pendapat-pendapat pekerjaan yang tertentu untuk mengajak manusia kepada ajaran Allah SWT menuju kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

C. Pengertian Metode Dakwah

Metode dakwah menurut Abdul Kadir Mansij dalam bukunya Metode Diskusi dalam Dakwah adalah ”cara-cara yang dilakukan seorang da’i untuk mencapai tujuan tertentu atas dasar hikmah dan kasih sayang.”

Metode dakwah menyangkut masalah bagaimana caranya dakwah itu harus dilaksanakan. Tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan dakwah yang telah dirumuskan akan efektif bilamana dilaksanakan dengan menggunakan cara-cara yang tepat.29

Metode dakwah artinya adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da’i untuk menyampaikan materi dakwah, yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

28

Abdul Kadir Sayid Abd. Rauf, Dirasah Fid Dakwah al-Islamiyah, (Kairo: Dar El-Tiba’ah al-Mahmadiyah, 1987), h. 10.

29

(34)

Dari sumber metode al-hikmah, al-mauidzatil hasanah dan al mujadalah

bi lati hiya ahsan tersebut, tumbuh metode-metode yang merupakan

operasionalisasinya yaitu dakwah dengan lisan, tulisan, seni dan bil hal. Dakwah dengan lisan berupa ceramah, seminar, simposium, diskusi, khutbah, saresehan, dan lain-lain. Dakwah dengan tulisan berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk, pamflet, lukisan, billboard, baleho, lukisan-lukisan dan lain-lain. Dakwah bil hal berupa perilaku yang sopan sesuai dengan ajaran Islam, diantaranya adalah memelihara lingkungan, mencari nafkah dengan tekun, ulet, sabar, semangat, kerja keras, menolong sesama manusia. Seni meliputi seni lukis, seni tari, seni suara atau musik dan lain-lain.

Dari pengertian di atas, dapat diambil pengertian bahwa metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u (objek dakwah) untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah

dan kasih sayang.30

Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented yaitu menempatkan penghargaan yang mulia atas diri manusia.

Metode (uslub) dakwah mencakup seluruh aktivitas kehidupan, karena kaum muslimin dengan kemampuan yang ada pada dirinya bisa menjadikan setiap amal yang diperbuat dan setiap aktivitas yang dilaksanakan sebagai jalan untuk berdakwah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus.31

D. Macam-macam Metode Dakwah

30

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 43.

31

(35)

Sumber metode dakwah yang terdapat di dalam al-Quran menunjukkan ragam yang banyak, seperti hikmah, nasihat yang benar dan mujadalah atau diskusi atau berbantah dengan cara yang paling baik. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi:

”Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Rabb-mu Dia-lah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”(Q.S. an-Nahl: 125)

Di bawah ini dijelaskan tentang metode-metode dakwah di atas, yaitu:32 1. Al-Hikmah

Perkataan hikmah biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bijaksana atau kebijaksanaan. Kata hikmah dalam al-Quran disebutkan sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah hukman yang diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.

Al-Hikmah diartikan pula sebagai al-’Adl (keadilan), al-Haq

(kebenaran), al-Hilm (ketabahan), al-’Ilm (pengetahuan) terakhir an-Nubuwwah (kenabian). Di samping itu, al-Hikmah juga diartikan sebagai menempatkan sesuatu pada proporsinya.

32

(36)

Sebagai metode dakwah, al-Hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Allah SWT.

Menurut al-Ashma’i asal mula didirikan hukumah (pemerintahan) ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan zalim. Maka digunakan istilah hikmatul lijam, karena lijam (cambuk atau kekang kuda) itu digunakan untuk mencegah tindakan hewan.

Al-Hikmah juga berarti tali kekang pada binatang sebagaimana

dijelaskan dalam kitab Mishbahul Munir. Diartikan demikian karena tali kekang itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya sehingga si penunggang dapat mengaturnya baik untuk perintah lari atau berhenti. Dari kiasan ini maka orang yang memiliki hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin Munir al-Muqri’ al-Fayumi berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.33

Para ahli dalam mendefinisikan hikmah ini bermacam-macam, antara lain adalah:

Syeikh Muhammad Abduh berpendapat bahwa, hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafazh akan tetapi banyak makna.34 Diartikan pula meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya. Dalam Tafsir al-Manar ia juga mengartikan hikmah adalah sebagai ilmu yang shahih (benar dan sehat) yang menggerakkan kemauan untuk melakukan sesuatu perbuatan yang bermanfaat.35

Prof. DR. Toha Yahya Umar, M.A., mengartikan hikmah adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha menyusun

33

Ahmad bin Muhammad al-Muqrib’ al-Fayumi, al-Misbahul Munir, h. 120.

34

Munzier Suparta, Harjanti Hefni (ed), Op. Cit., h. 9.

35

(37)

dan mengatur dengan cara yang sesuai keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan Allah SWT.36

Ibnu Qoyyim berpendapat bahwa pengertian hikmah yang paling tepat adalah seperti yang dikatakan oleh Mujahid dan Malik yang mendefinisikan bahwa hikmah adalah pengetahuan tentang kebenaran dan pengalamannya, ketepatan dalam perkataan dan pengalamannya.37

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa al-Hikmah adalah merupakan kemampuan da’i dalam memilih, memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif

mad’u.

Di samping itu juga al-Hikmah merupakan kemampuan da’i dalam menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada dengan

argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu,

al-Hikmah adalah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara

kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.

Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentu sukses tidaknya dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya, para da’i memerlukan hikmah,

sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan qalbunya.

36

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 35.

37

(38)

Tidak semua orang mampu meraih hikmah, sebab Allah SWT hanya memberikannya untuk orang yang layak mendapatkannya. Barangsiapa mendapatkannya, maka dia telah memperoleh karunia besar dari Allah SWT. Allah SWT berfirman:

”Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang al Quran dan as Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Q.S. al-Baqarah : 269)

Hikmah adalah bekal da’i menuju sukses. Karunia Allah yang

diberikan kepada orang yang mendapatkan hikmah insya Allah juga akan berimbas kepada mad’unya, sehingga mereka termotivasi untuk merubah diri dan mengamalkan apa yang disarankan da’i kepada mereka.

Hikmah merupakan pokok awal yang harus dimiliki oleh seorang

da’i dalam berdakwah. Karena dari hikmah ini akan lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah baik secara

metodologis maupun praktis. Oleh karena itu, hikmah yang memiliki

multidefinisi mengandung arti dan makna yang berbeda tergantung dari

sisi mana melihatnya.

(39)

Secara bahasa, mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata, yaitu

mau’idzah dan hasanah. Kata mau’idzah berasal dari kata wa’adza-ya ’idzu-wa’dzan-’idzatan yang berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan,38 sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.

Adapun pengertian secara istilah, ada beberapa pendapat, antara lain; a. Menurut Imam Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh H.

Hasanuddin, al-Mau’idzatil Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.39 b. Menurut Abdul Hamid al-Bilali, al-Mau’izhah al-Hasanah merupakan

salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik.40

Dari pengertian yang dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa mau’idzatil hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan akhirat.

3. Al-Mujadalah bi al-Lati Hiya Ahsan

38

Lois Ma’luf, Munjid fi al-Lughah wa A’lam, (Beirut: Dar Fikr, 1986), h. 907, Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Fikr, 1990), jilid IV, h. 466.

39

Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996), h. 37.

40

(40)

Dari segi etimologi (bahasa) lafazh mujadalah berasal dari kata

jadala yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada huruf jim yang mengikuti wazan faa ala, jaa dala dapat bermakan berdebat, dan mujaadalah bermakna perdebatan.41

Kata jadala dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.42

Dari segi istilah (terminologi) terdapat beberapa pengertian al-Mujadalah (al-Hiwar) dari segi istilah. al-Mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.43 Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.

Dari pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa, al-mujadalah

merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat.

41

Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1997), h. 175.

42

M. Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2000), h. 553.

43

(41)

BAB III

BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB

A. Riwayat Hidup Umar bin Khattab

Umar bin Khattab dilahirkan sesudah tahun gajah. Ini berarti Umar bin Khattab lebih muda dari Nabi Muhammad SAW selisih tiga belas tahun. Tatkala Nabi Muhammad SAW diutus, usia Umar bin Khattab mencapai dua puluh tujuh tahun.44 Selain mempunyai budi pekerti yang luhur, fasih dan adil, dia seorang pemberani dan pribadi yang dikenal keras.45

Umar bin Khattab adalah putra dari Ibunya Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum dengan ayahnya Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Ribah bin Abdullah bin Qurat bin Zurah bin bin ’Adi bin Ka’ab bin Luway bin Fihr bin Malik. Nasabnya bertemu dengan nasab Nabi Muhammad SAW pada Ka’ab bin Luway. Umar bin Khattab adalah orang Quraisy dari bani ’Adi. ’Adi ini saudara Murrah, kakek Nabi yang kedelapan.46

Umar bin Khattab termasuk di lingkungan keluarga yang dipanggil Bani ’Adi di dalam suku besar Quraisy di kota Mekkah. Suku Bani ’Adi ini terkenal sebagai suku yang terpandang mulia, dan berkedudukan tinggi.47

Semasa anak Umar bin Khattab dibesarkan seperti layaknya anak-anak Quraisy. Tetapi yang membedakannya dengan anak-anak lain, Umar bin

44

Amru Khalid, Jejak Para Khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali, Penerjemah: Farur Mu’is, (Solo: PT. Aqwam Media Profetika, 2007), h. 70.

45

Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam: Daras Sejarah Peradaban Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika, 2003), h. 67.

46

Muhammad Husain Haekal, Umar bin Khattab, diterjemahkan: Ali Audah, (Jakarta: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 2001), h. 8.

47

Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafa’ur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 315.

(42)

Khattab sempat belajar baca-tulis, hal yang jarang sekali terjadi di kalangan mereka. Dari semua suku Quraisy ketika Nabi Muhammad SAW diutus hanya 17 (tujuh belas) orang yang pandai baca-tulis, itulah yang istimewa di antara teman-teman sebayanya. Orang-orang Arab masa itu tidak menganggap pandai baca-tulis itu suatu keistimewaan, bahkan mereka malah

menghindarinya dan menghindarkan anak-anaknya dari belajar.

Sesudah beliau beranjak remaja, beliau bekerja sebagai gembala unta ayahnya di Dajnan atau di tempat lain di pinggiran kota Mekkah. Ayahnya sangat keras dan kasar, tidak segan-segan memukul Umar apabila ia lengah mengawasi gembalaannya.48

Beranjak dari masa remaja ke masa pemuda. Sosok tubuh Umar tampak berkembang lebih cepat dibandingkan teman-teman sebayanya, lebih tinggi dan lebih besar. Bila melihatnya berjalan, seolah-olah sedang naik kendaraan. Ketika Auf bin Malik melihat orang banyak berdiri sama tinggi, hanya ada seorang yang tingginya jauh melebihi yang lain sehingga sangat mencolok. Bilamana ia menanyakan siapa orang itu, dijawab: dia Umar bin Khattab.

Umar bin Khattab wajahnya putih agak kemerahan, tangannya kidal dengan kaki yang lebar sehingga jalannya cepat sekali, seakan-akan berjalan di tempat yang menurun. Apabila berbicara, semua barisan akan mendengar lantaran suaranya lantang.49 Lengannya berotot dan keras, badannya gemuk dan kepalanya botak. Berbeda dengan Abu Bakar Ash-Shiddiq yang lebat rambutnya.50

48

Muhammad Husain Haekal, Op. Cit.,h. 12 dan h. 9.

49

Amru Khalid, Op. Cit., h. 74.

50

(43)

Sejak mudanya Umar bin Khattab memang mahir dalam berbagai olahraga, diantaranya adalah gulat dan menunggang kuda. Dari berbagai macam olahraga, naik kuda itulah yang paling disukainya sepanjang hidupnya.51

Di samping kemahirannya dalam olahraga berkuda, gulat dan berbagai olahraga lain, apresiasinya terhadap puisi juga tinggi dan suka mengutipnya. Ia suka mendengarkan para penyair membaca puisi di pasar Ukaz52 dan di tempat-tempat lain. Banyak syair yang sudah dihafal dan dibaca kembali mana-mana yang disenanginya, di samping kemampuannya berbicara panjang mengenai penyair-penyair al-Hutai’ah, Hassan bin Sabit, az-Zibriqan53 dan yang lain.

Pengetahuannya yang cukup menonjol mengenai silsilah (genealogi)

orang-orang Arab yang dipelajari dari ayahnya, sehingga Umar bin Khattab menjadi orang paling terkemuka dalam bidang ini. Retorikanya baik sekali dan pandai berbicara. Karena semua itu beliau sering pergi menjadi utusan Quraisy kepada kabilah-kabilah lain.54

Umar bin Khattab dikenal di kalangan kaumnya sebagai utusan yang mampu berdiskusi, berdialog dan memecahkan berbagai urusan. Dia juga pedagang yang mahir dan tekun dalam perdagangannya. Ia dikenal sebagai

51

Muhammad Husain Haekal, Op.Cit., h. 12.

52

Nama daerah di Mekkah yang digunakan sebagai tempat berdagang (pasar) yang digelar setiap bulan Zulhijjah, yang sering disebut Pasar Ukaz.

53

Mereka termasuk di antara penyair-penyair mukhadram (masa transisi Jahiliyah-Islam).

54

(44)

orang yang mempunyai temperamen kasar, kokoh dalam memegang prinsip dan berkedudukan tinggi.55

Dalam berdagang, beliau tidak hanya melakukan perjalanan ke Yaman dan ke Syam saja, tetapi pergi sampai ke Persia dan Romawi. Dalam perjalanan itu beliau tidak mengutamakan berdagang, tetapi lebih mengutamakan untuk mencerdaskan pikirannya daripada untuk mengembangkan perdagangannya. Dalam perjalanan itu Umar bin Khattab banyak menemui pemuka-pemuka Arab dan bertukar pikiran dengan mereka.

Usaha Umar bin Khattab dalam memburu pengetahuan membuatnya sejak muda hanya memikirkan nasib masyarakatnya dan usaha apa yang akan dapat memperbaiki keadaan mereka. Sebelum dan sesudah masuk Islam, Umar bin Khattab terkenal sebagai seorang yang pemberani, tidak mengenal takut dan gentar, serta mempunyai ketabahan dan kemauan yang keras. Hal inilah yang membuatnya bangga, bersikeras dan menjadi fanatik dengan pendapatnya sendiri tentang tujuan yang ingin dicapainya itu.

Sesudah masa mudanya mencapai kematangan, Umar terdorong ingin menikah. Kecenderungan banyak kawin ini sudah diwarisi dari masyarakatnya dengan harapan mendapat banyak anak. Umar bin Khattab menikah dengan empat perempuan di Mekkah, dan yang perempuan kelima setelah hijrah ke Madinah.56

Istri yang pertama adalah Zainab saudara perempuan Utsman bin Maz’un. Istri kedua adalah Qaribah, putri Umait al-Makhzumi, saudara perempuan Ummu Salamah (Istri Nabi Muhammad SAW), karena tidak mau memeluk Islam, dicerai oleh Umar pada tahun ke-6 H setelah tercapainya Perjanjian Hudaibiyah. Istri ketiga adalah Malaikah, putri Jarul al-Khuza’i,

55

Abdullatif Ahmad ’Aasyur, 10 Orang Dijamin ke Surga, (Jakarta: Gema Insani Press, 1991), h. 44.

56

(45)

karena tidak mau memeluk Islam, dicerai oleh Umar pada tahun ke-6 H. Istri keempat adalah Jamilah, putri Tsabit bin Abi al-Aflah, kemudian diceraikan. Istri kelima adalah Ummi Kultsum, putri Ali bin Abi Thalib dengan Fathimah az-Zahra. Istri keenam adalah Ummi Hakim, putri Harits binti Hisyam al-Makhzumi. Istri ketujuh adalah Fukiha Yamania. Istri kedelapan adalah Atikah, putri Zaid bin Amr bin Nafil, dinikahi pada tahun 12 H. Ia menikahi banyak wanita dan memiliki anak yang banyak pula, dan sebagian besar dari istrinya tersebut meninggal.57

Di antara para istrinya yang masyhur, yang beliau nikahi setelah diangkat menjadi Khalifah ialah Ummi Kultsum putri Ali bin Abi Thalib dan Fathimah az-Zahra, yang bersaudara dengan Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Umar ketika itu usianya telah mencapai 52 tahun.

Anak-anaknya adalah Hafshah (dari Zainab), Abdullah (dari Zainab), Ubaidillah, ’Asyim (dari Jamilah), Abu Syahma, Abdurrahman, Zaid (dari Ummi Kultsum), Mujir, Ruqayah (dari Ummi Kultsum).58 Akan tetapi, di antara anak-anaknya yang menonjol adalah Abdullah bin Umar dan Ummul Mukminin Hafshah.59

Umar bin Khattab termasuk orang yang paling keras dan kejam serta paling berani menghadapi kaum Sabi’ (orang yang meninggalkan kepercayaan nenek moyang). Sikap kerasnya dan cepat naik darah itulah yang membuatnya sampai berlebihan dalam bertindak keras. Karena waktu itu ia masih muda, hal itulah yang membuatnya begitu fanatik dengan pandangannya sendiri. Dia memerangi mereka yang meninggalkan penyembahan berhala tanpa kenal ampun, juga mereka yang menghina berhala-berhala itu.

Pada momentum itulah Allah berkenan, lalu mengutus Muhammad kepada masyarakat agar mengajak mereka ke jalan dan agama yang benar.

57

Rachmat Taufiq Hidayat, 111 Teladan Sang Khalifah: Dari Celah-celah Kehidupan Umar bin Khattab, (Bandung: Mizan, 2000), h. 129-130.

58

Rachmat Taufiq Hidayat, Ibid., h. 130.

59

(46)

Sesudah ajaran Tauhid mulai menyebar, penduduk Mekkah yang begitu fanatik terhadap penyembahan berhala mulai menyiksa kaum dhuafa yang masuk Islam, dengan tujuan supaya mereka kembali kepada penyembahan berhala. Umar lah yang paling keras menentang dan memerangi ajaran baru ini, serta berusaha mengancam mereka yang menjadi pengikutnya.

Perlawanan Umar bin Khattab terhadap Nabi Muhammad SAW dan dakwahnya bukan karena fanatik atau karena tidak mengerti. Tetapi Umar bin Khattab beranggapan bahwa dengan adanya agama baru yaitu Islam, dapat merusak dan menghancurkan tatanan hidup di Mekkah. Umar beranggapan Islam-lah yang ternyata memecah belah persatuan Quraisy dan menginjak-injak kedudukan tanah suci itu. Membiarkan dakwah ini berarti akan menambah perpecahan di kalangan Quraisy dan kedudukan Mekkah pun akan semakin hina.

Melihat jumlah kaum muslimin semakin bertambah, Umar bin Khattab berencana hendak membunuh Nabi Muhammad SAW.60 Pada suatu hari Umar bin Khattab berjalan dengan menyandang pedang menuju tempat berkumpulnya Rasulullah SAW yang pada saat itu sedang di rumah Darul Arqam di Safa. Di antara mereka terdapat paman Umar bin Khattab sendiri, yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib, Abu Bakar Ash Siddiq, Ali bin Abi Thalib, dan para sahabatnya yang lain sebanyak kira-kira empat puluh orang.61

Dakwah Islam, pada mulanya adalah lemah dan sangat membutuhkan sokongan dan dukungan yang kuat. Oleh karena itu Rasul sendiri pernah berdo’a:

60

Muhammad Husain Haekal, Ibid., h. 77.

61

(47)

ا

ﻢﻬ َ

ا

ﺪﻳ

ا

ﻻﺎﺳ

م

ﺎﺑ

ﻰﺑ

ﻜﺤ ا

ﻦﺑ

ﺎﺸه

م

ا

و

ﺮﻤ

ﻦﺑ

ﺨ ا

ﺎﻄ

ب

”Ya Allah, perkuat Islam dengan Abul Hakam bin Hisyam (Abu Jahal) atau Umar bin al-Khattab.”62

Kisah keislaman Umar bin Khattab bermula dengan dakwah Rasulullah SAW. Sebenarnya, kedua orang tersebut memiliki sifat positif yang berpengaruh. Sebab, sesuatu yang paling utama bagi seorang pembela kebenaran adalah memiliki pengaruh yang positif di masyarakatnya. Karena sesuatu yang paling buruk adalah jika seseorang memiliki sifat negatif, terpengaruh oleh orang di sekitarnya dan ia tidak bisa memberi pengaruh. Yang menyatukan dua orang ini adalah sifat positif tersebut.

Do’a Rasulullah ini diperkenankan Allah SWT, dengan masuk Islamnya Umar bin Khattab sesudah lima tahun lamanya Nabi menyeru kepada agama Islam. Islamnya Umar ini adalah suatu kemenangan yang nyata bagi Islam.

Begitulah, Allah memuliakan agama-Nya dan menambah kekuatan umatnya melalui masuk Islamnya Umar bin Khattab. Ia mendapat gelar

al-Faruq.63 Gelar al-Faruq adalah orang yang mampu membedakan antara

kebenaran dan kebatilan, diberikan oleh Rasul ketika dia masuk Islam pada tahun kelima kenabian.

Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslimin tidak berani untuk melaksanakan shalat secara terang-terangan. Tetapi sejak Umar masuk Islam, kaum muslimin terang-terangan melaksanakan shalat di sekitar Ka’bah meskipun kafir Quraisy melihat mereka.

62

Muhammad Husain Haekal, Op. Cit.,h. 31.

63

(48)

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: ”Kami selalu merasa bangga sejak Umar

masuk Islam.”(H.R. Bukhari). Selanjutnya ia menyatakan, ”Islamnya Umar

adalah suatu kemenangan, hijrahnya adalah pertolongan, dan kepemimpinannya adalah rahmat. Demi Allah, sebelum Umar masuk Islam kami tidak berani terang-terangan bershalat di sekitar Ka’bah. Namun ketika masuk Islam, ia perangi mereka sehingga mereka tidak lagi mengganggu kami shalat.”64

Umar bin Khattab termasuk sahabat dekat Rasulullah SAW. Umar bin Khattab rela berkorban untuk melindungi Rasulullah SAW dan agama Islam, serta ikut berperang dalam peperangan yang besar di masa Rasulullah SAW. Umar bin Khattab juga dijadikan sebagai tempat rujukan oleh Rasulullah SAW mengenai hal-hal yang penting.65

Sewaktu terjadi perselisihan antara Quraisy dan kaum Muslimin, Umar bin Khattab sangat mengharapkan dia yang akan ditunjuk oleh Rasulullah menjadi penengah, seperti yang biasa dilakukannya sejak nenek moyangnya dulu di zaman jahiliyah jika terjadi perselisihan di antara para kabilah. Tetapi pilihan Rasulullah jatuh kepada Abu Ubaidah, padahal Umar begitu dekat di hatinya. Hal ini membuktikan bahwa Rasulullah menginginkan Umar tetap berada di Madinah.

Quraisy tidak puas dengan perdamaian yang ditawarkan Rasulullah agar memberikan kebebasan orang berdakwah demi agama Allah. Mereka bahkan tetap memperlihatkan permusuhan kepada Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Tatkala Rasulullah dengan kekuatan tiga ratus orang Muslimin keluar menyongsong mereka di Badr, dan Rasulullah tahu bahwa di pihak Quraisy yang datang dengan kekuatan lebih dari seribu orang, Rasulullah

64

Said bin Ali Al Qahthani, Ibid., h. 170.

65

(49)

bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya. Umar bin Khattab dan Abu Bakar Ash Siddiq menyarankan untuk menghadapi tentara Quraisy.66

Tentara muslimin menawan tujuh puluh orang Quraisy, kebanyakan pemimpin-pemimpin dan orang-orang berpengaruh di kalangan mereka. Umar bin Khattab termasuk termasuk orang yang paling keras ingin membunuh para tawanan itu. Tetapi para tawanan itu masih ingin hidup dengan jalan penebusan. Tetapi Umar bin Khattab menatap mereka penuh curiga.

Dalam hal ini Rasulullah bermusyawarah dengan muslimin dan berakhir dengan menerima tebusan dan Nabi membebaskan mereka. Tetapi tak lama kemudian datang wahyu dengan firman Allah ini:

”Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. kamu menghendaki harta benda duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al- Anfaal:67)

Dengan demikian Rasulullah dan kaum muslimin sangat menghargai pendapatnya, kedudukannya makin tinggi di samping Nabi dan di kalangan muslimin umumnya. Ia tidak dapat menyaksikan ketidak-adilan dibiarkan dan ia tidak dapat menyaksikan ketentuan agama dilanggar.

Sewaktu tokoh munafik Abdullah bin Ubay meninggal dunia. Rasulullah bermaksud mensholatkan, Umar bin Khattab segera mengingatkan tipu daya dan kejahatan orang itu terhadap Islam, dengan membacakan firman Allah:

66

(50)

”Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka. yang demikian itu adalah Karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (Q.S. at-Taubah: 80)

Rasulullah tersenyum melihat semangat Umar bin Khattab demikian rupa menyerang orang yang sudah meninggal seraya katanya: ”Kalau saya tahu dengan menambah lebih dari tujuh puluh dapat diampuni akan kutambah.” Rasulullah mensholatkan juga dan ikut mengantarkan sampai selesai penguburan. Setelah itu datang firman Allah:

⌧ ⌧

”Dan janganlah kamu sekali-kali mensholatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.” (Q.S. At-Taubah: 84)

(51)

dengan cemeti. Mendengar jeritan di luar itu barulah seluruh ratap tangis itu berhenti.67

Khalifah Abu Bakar Ash Siddiq wafat hari senin petang setelah matahari terbenam 21 Jumadil Akhir tahun ke-13 sesudah hijrah (22 Agustus 832 M). Setelah malam tiba jenazahnya dimandikan dan dibawa ke Masjid di tempat pembaringan yang dulu dipakai Rasulullah, disholatkan dan dibawa ke makam Rasulullah. Pemakaman dilakukan oleh Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Talhah bin Ubaidillah dan Abdurrahman bin Abu Bakar.68

B. Umar bin Khattab Menjadi Khalifah

Ketika Abu Bakar wafat, diangkatlah Umar bin Khattab sebagai khalifah sesudahnya. Sewaktu beliau menjabat sebagai khalifah, orang-orang menyangka bahwa ia akan bersikap keras terhadap mereka. Karena itu, orang-orangpun merasa takut terhadap Khalifah Umar bin Khattab.

Menyadari hal ini, Umar bin Khattab bangkit berkhutbah di hadapan manusia dengan isi khutbah yang menampakkan betapa dalam pemahamannya terhadap agama Islam. Beliau berkata kepada umatnya:

”Orang-orang Arab seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan pengendara di mana jalan yang akan dilalui, dengan nama Allah, begitulah aku akan menunjukkan kepada kamu ke jalan yang harus engkau lalui.”69

67

Joesoef Sou’yb, Sejarah Daulat Khulafa’ur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 140.

68

Muhammad Husain Haekal, Op. Cit., h. 90.

69

(52)

Allah SWT telah memberi ilham dan taufik kepada Umar bin Khattab dalam memperkenankan panggilan zaman, menjawab tantangan hidup baru, dan membangun negara Islam.70

Di zaman Khalifah Umar bin Khattab, gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi, ibukota Syria, yaitu Damaskus jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ’Amr bin ’Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin Abi Waqqash. Iskandaria, ibukota Mesir ditaklukan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah ke ibukota Persia, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.71

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Khalifah Umar bin Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah provinsi; Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kuffah, Palestina dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan.72

Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Maal membuat mata uang, menciptakan tahun hijriyah dan mengadakan nisbah (pengawasan terhadap pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata tertib dan susila, pengawasan terhadap kebersihan jalan dan sebagainya).73

Khalifah Umar bin Khattab bukan saja menciptakan peraturan-peraturan baru, Khalifah Umar bin Khattab juga memperbaiki dan mengadakan

70

A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pustaka Alhusna, 1987), Jilid 1, h. 263.

71

Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1985),

72

Syibli Nu’man, Umar Yang Agung, (Bandung: Penerbit Pustaka, 1981), h. 264-276 dan 324-418.

73

(53)

perubahan terhadap peraturan-peraturan yang telah ada, bila kelihatan bahwa peraturan itu perlu diperbaiki dan dirubah. Misalnya peraturan yang telah berjalan, yaitu: ”Bahwa kaum Muslimin diberi hak menguasai tanah dan segala sesuatu yang didapat dengan berperang.” Khalifah Umar mengubah peraturan ini, yaitu tanah-tanah itu harus tetap dalam tangan pemiliknya semula, tetapi berkaitan dengan ini diadakan pajak tanah (al-Kharaj).

Khalifah Umar bin Khattab juga meninjau kembali bagian-bagian zakat yang diperuntukkan kepada orang-orang yang dijinaki hatinya (al muallafatu qulubum) mengenai syarat-syarat pemberiannya bagi mereka.

Nabi Muhammad SAW telah dapat memenuhi dunia ini dengan cahaya agama Islam yang terang benderang. Dengan kesabaran dan ketabahan hati Abu Bakar cahaya yang terang benderang itu dapat dikembalikan lagi. Kemudian datanglah Umar bin Khattab, dihiasinya dunia Islam dengan peraturan-peraturan yang paling baik dan bagus. Hingga sampai sekarang alam islami masih tetap hidup, menikmati cahaya utama yang sebagian terbesar bersumber dari Nabi Muhammad SAW dan dua orang sahabatnya yang besar itu.

Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi Khalifah.74 Orang-orang tersebut adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin ’Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk

74

(54)

Utsman bin Affan sebagai Khalifah, melalui persaingan yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.

Beberapa hari kemudian, Khalifah yang agung itu berpulang kerahmatullah, dengan meninggalkan kenang-kenangan yang indah. Perjalanan hidup Umar bin Khattab adalah salah satu dari perjalanan hidup yang paling abadi yang pernah diriwayatkan oleh sejarah.

Masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab itu sepuluh tahun enam bulan, yaitu dari tahun 13 H/634 M sampai tahun 23 H/644 M. Ia meninggal dalam usia 63 tahun.75 Ia meninggal karena dibunuh, tragedi ini merupakan pembunuhan politik yang pertama kali terjadi di dalam sejarah Islam. Ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah.

Khalifah Umar bin Khattab menjalankan kekhalifahan dengan mencapai banyak kemajuan. Masa kekhalifahannya lama menjadi salah satu kesempatan baginya untuk mencapai hasil yang jauh lebih besar.76

Umar bin Khattab dimakamkan pada bekas rumah Aisyah binti Abu Bakar, bersebelahan dengan makam Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar Ash Siddiq, yang sekarang ini sudah termasuk ke dalam lingkungan Masjid Nabawi.

C. Prestasi-prestasi Khalifah Umar bin Khattab

1. Bidang Politik

a) Sebutan Amirul Mukminin

75

Joesoef Sou’yb, Op. Cit., h. 141.

76

(55)

Setelah Abu Bakar Ash Siddiq dijuluki dengan Khalifah Rasulullah manusia kebingungan mengenai julukan untuk Khalifah Umar bin Khattab. Pada saat itu, datanglah Ahmad bin Qais bersama para

Referensi

Dokumen terkait

PENERAPAN NILAI-NILAI KETELADANAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM KELAS VII (STUDI KASUS DI MTs NEGERI 2 SURAKARTA). Skrispi,

pemerintahan Umar, orang-orang kafir tidak lagi mendapatkan zakat sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan Abu Bakar dengan alasan bahwa kondisi umat Islam pada

Belanja Negara ketika pemerintahan diserahkan kepada Umar Bin Khattab Zakat telah ditentukan pembagiannya sebagaimana yang telah dijelaskan dalam al-Quran, begitu juga

Abstrak: Khalifah Umar bin Khattab adalah sang inspirator. Gaya kepemimpinannya tidak ingin membiarkan umatnya sengsara. Dengan sikap tegas dan bijaksana, beliau

dilakukan ‘Umar bin Khattab, 3 seperti penghentian hukum potong tangan untuk kasus pencurian, penghentian subsidi zakat bagi mualaf, dan tidak dibagikannya tanah hasil

Pada adegan ini, sesuatu yang menampakkan karisma kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab ditampakkan dengan sangat baik pada saat terjadi sebuah peristiwa ketika

(HR Bukhari dan Muslim). Setelah kematian Abu Bakar, Umar bin Khattab diangkat sebagai penerusnya. Menurut Amir Ali, “masuknya Umar dalam kekhalifahan, adalah nilai

Bahkan Umar bin Khattab adalah orang pertama membakar sebuah kedai/toko milik Ruwaisyid Atsakafi yang dicurigai menjual khamar; dan bahkan mengasingkan seorang bernama Rabiah bin