SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh:
MAYA YULIA SAFITRI
NIM : 041301073
FAKULTAS PSIKOLOGI
memberikan begitu banyak rahmat serta kemudahan dalam penyusunan skripsi
yang berjudul ”Pengaruh Manajemen Kelas (Classroom Management) terhadap
Motivasi Berprestasi Siswa”, guna memperoleh gelar sarjana jenjang strata (S1) di
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Penulis sampaikan terima kasih sedalam-dalamnya kepada orang tuaku,
Drs. H. Bunyamin, M.Si dan Hj. Yeyet Herawati, S.H., M.Si serta mertuaku,
Moh. Imtichan dan Mayor (CKM) Sri Purwanti, mempersembahkan ini kepada
Ibu dan Bapak adalah suatu kebahagiaan, semoga berkenan dan menjadi
kebanggaan. Kepada kakakku, Hilman Rismayadi dan Mega Oktavinna, Kalyca,
Mbak Hesty, Mas Bowo, Bunga, Mbak Mely, Mas Imam dan Imelda, terima
kasih untuk dukungan selama ini ya. Kepada suami tersayang, Irfan Indriastono,
S.S., terima kasih untuk semuanya, kebersamaan kita adalah energi yang membuat
semua ini terasa mudah untuk dijalani.
Selain itu, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, tentu sangat sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Prof.Dr. Chairul Yoel, Sp.A(K) selaku Dekan Fakultas Psikologi.
2. Ibu Emmy Mariatin, MA., Psi, selaku dosen pembimbing akademik.
3. Ibu Desvi Yanti Mukhtar, M.Si, psikolog, selaku dosen pembimbing
menyerah. Terima kasih banyak, Bu. Tidak lupa kepada Ibu Sri Supriyantini,
M.Si, psikolog; Ibu Rr. Lita Hadiati, S.Psi, psi. Terima kasih atas segala
bimbingan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Sukaesi Marianti, M.Si dan Ibu Etti Rahmawati, M.Si, terima kasih atas
waktunya untuk bimbingan statistik, sungguh bantuan yang berarti. Juga
kepada seluruh staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk semuanya.
6. Eqi Mardhani, Atwirlany Ritonga, S.Psi., Nesa Anggia Pinem, sahabatku..
terima kasih untuk empat tahun yang penuh warna, canda tawa, kesetiaan dan
kebersamaan, serta Junedi Sembiring, S.Psi, Asroni Widodo, dan Kristiandi,
semoga sukses dengan rencana masing-masing.
7. Seluruh angkatan 2004 yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta seluruh
mahasiswa Psikologi USU, terima kasih telah menjadi lingkungan yang baik
dan mempengaruhiku untuk menjadi lebih baik.
8. Kepada seluruh guru di SD Pertiwi Medan dan adik-adik di kelas 5, terima
kasih atas semua bantuannya, terutama kepada Bapak J.A Hasan dan Ibu Erna.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan.
Peneliti mengharapkan masukan dan saran membangun dari semua pihak. Akhir
kata, semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua. Amin.
Medan, Juni 2008
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1
B. Identifikasi Permasalahan ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II LANDASAN TEORI A. Motivasi Berprestasi ... 10
1. Pengertian Motif dan motivasi ... 11
2. Pengertian Motivasi berprestasi ... 11
3. Ciri-ciri Siswa dengan Motivasi Berprestasi Tinggi ... 12
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi ... 16
B. Manajemen Kelas (Classroom Management) ... 17
1. Pengertian Manajemen Kelas ... 17
2. Aspek-aspek manajemen kelas ... 18
D. Pengaruh Manajemen Kelas dengan Motivasi Berprestasi Siswa .. 23
E. Hipotesis Penelitian ... 25
BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 26
B. Defenisi Operasional ... 26
C. Populasi dan Metode Pengambilan Sampel ... 27
1. Populasi dan sampel ... 27
2. Metode pengambilan sampel... 28
D. Instrumen yang digunakan ... 28
1. Pengukuran motivasi berprestasi siswa ... 28
2. Pengukuran manajemen kelas ... 31
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 39
F. Metode Analisa Data ... 40
G. Metode Pengolahan Data Penelitian ... 42
BAB IV ANALISIS DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN ...
A. Gambaran Umum Subjek Penelitian ...
B. Hasil Penelitian ...
1. Uji asumsi ...
2. Hasil utama penelitian ...
3. Deskripsi data penelitian ...
C. Saran
Tabel 2 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba ... Tabel 3 Penilaian Kuesioner Manajemen Kelas ... Tabel 4 Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Sebelum Uji Coba ... Tabel 5 Penilaian aitem Observasi Manajemen Kelas ... Tabel 6 Pedoman Pelaksanaan Observasi ... Tabel 7 Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Setelah Uji Coba ... Tabel 8 Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Setelah Uji Coba ... Tabel 9 Jadwal Pelaksanaan Observasi ... Tabel 10 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... Tabel 11 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... Tabel 12 Uji Sebaran Normal Variabel dengan Tes Kolmogorov-Smirnov
Motivasi berprestasi siswa merupakan salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar. Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi berprestasi adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung.
Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran, perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan lingkungan kelas yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab guru sebagai pihak pendidik untuk memiliki kemampuan manajemen kelas.
Manajemen kelas pada penelitian ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Hipotesis penelitian ini adalah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD yang berasal dari tiga kelas di SD Swasta Pertiwi. Jumlah subjek penelitian adalah 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi yang diberikan kepada siswa dan Kuesioner Manajemen Kelas yang diberikan kepada guru. Selain kuesioner, peneliti juga melakukan observasi manajemen kelas guru yang dilakukan sebanyak tiga kali kepada setiap guru. Guru yang diobservasi dan diberikan kuesioner merupakan guru (wali kelas) dari kelas yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisis regresi adalah ada hubungan positif yang signifikan antara manajemen kelas dengan motivasi berprestasi siswa dengan r = 0,341 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,05). Hipotesis penelitian diterima, bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Sumbangan efektif yang diberikan manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa sebesar 11,6%, yang berarti bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar 11,6%.
Motivasi berprestasi siswa merupakan salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar. Salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya motivasi berprestasi adalah lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung.
Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran, perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan lingkungan kelas yang kondusif. Hal ini merupakan tanggung jawab guru sebagai pihak pendidik untuk memiliki kemampuan manajemen kelas.
Manajemen kelas pada penelitian ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Hipotesis penelitian ini adalah manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling. Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD yang berasal dari tiga kelas di SD Swasta Pertiwi. Jumlah subjek penelitian adalah 65 orang. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Motivasi Berprestasi yang diberikan kepada siswa dan Kuesioner Manajemen Kelas yang diberikan kepada guru. Selain kuesioner, peneliti juga melakukan observasi manajemen kelas guru yang dilakukan sebanyak tiga kali kepada setiap guru. Guru yang diobservasi dan diberikan kuesioner merupakan guru (wali kelas) dari kelas yang menjadi sampel dalam penelitian ini.
Hasil utama penelitian dengan menggunakan analisis regresi adalah ada hubungan positif yang signifikan antara manajemen kelas dengan motivasi berprestasi siswa dengan r = 0,341 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,05). Hipotesis penelitian diterima, bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi siswa. Sumbangan efektif yang diberikan manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa sebesar 11,6%, yang berarti bahwa manajemen kelas mempengaruhi motivasi berprestasi sebesar 11,6%.
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu prasyarat yang amat penting dalam belajar adalah motivasi
siswa. Pintrich dan Schunk (2002) mengatakan bahwa motivasi memiliki peranan
penting dalam proses belajar karena motivasi dapat mempengaruhi apa,
bagaimana, dan kapan siswa belajar. Bila siswa memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi maka proses belajar dan perilaku siswa akan terarah untuk mencapai
prestasi akademis yang diharapkan. Pentingnya motivasi juga dinyatakan oleh
Djamarah (2002) yang mengatakan bahwa tanpa motivasi siswa tidak akan
mungkin melakukan aktivitas belajar. Selain dalam hal belajar, kurangnya
motivasi juga mengakibatkan siswa kurang berhasil dalam meraih prestasi
(Sumarni, 2005).
Menurut McClelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002), motivasi
yang paling penting dalam dunia pendidikan adalah motivasi berprestasi.
Penelitian oleh Budiardjo (1998) menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki
motivasi berprestasi tinggi akan memiliki prestasi akademis yang tinggi (Sukadji
dkk, 2001). Penelitian lain juga mendukung pernyataan tersebut. Mulyani (2008)
mengungkapkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi
dengan prestasi belajar matematika pada siswa SMA. Siswa yang tidak memiliki
motivasi berprestasi akan melalaikan pengerjaan tugas bila tidak ada konsekuensi
Motif berprestasi (achievement motives) merupakan salah satu motif yang
diungkap oleh McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001). Menurutnya, manusia
dalam berinteraksi dengan lingkungannya dipengaruhi oleh berbagai motif yang
terbagi dalam tiga kelompok, yaitu motif afiliasi, motif berkuasa, dan motif
berprestasi. Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang untuk
mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu ukuran keunggulan, baik
berasal dari standar prestasinya sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain
(Sukadji dkk, 2001).
Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap motivasi berprestasi
sebagaimana dijelaskan oleh McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001). Faktor
pertama adalah harapan orang tua terhadap anaknya. Orang tua yang
mengharapkan anaknya bekerja keras untuk mencapai sukses akan mendorong
anak tersebut bertingkah laku yang mengarah kepada pencapaian tugas. Berikut
ini merupakan gambaran motivasi siswa dan harapan orang tua (komunikasi
personal dengan seorang guru sekolah dasar di Medan, 12/09/2007):
”Motivasi itu sesuatu yang wajib ada di diri anak. Tapi, anak sering tidak termotivasi untuk mengikuti pelajaran karena kurangnya perhatian dari orang tua.. kadang, orang tua mengajak anak pergi padahal seharusnya anak itu belajar pada waktu malam hari dan orang tua juga menyuruh anak untuk menunda pekerjaan rumah mereka.. inilah yang membuat anak malas belajar, tidak mengerjakan pekerjaan rumah dan mengantuk di kelas yang akhirnya membuat si anak tidak punya motivasi lagi. Padahal, kalau aja orang tua mau memberi perhatian dan dukungan, membiarkan anak belajar dengan tenang pada malam hari tanpa televisi, dan menyemangati anak supaya punya prestasi, saya yakin anak itu bisa menguasai pelajaran, bahkan meraih prestasi".
Faktor kedua adalah pengalaman anak pada tahun-tahun pertama
seseorang dipelajari pada masa kanak-kanak awal melalui interaksi dengan orang
tua maupun figur lain. Faktor ketiga adalah latar belakang budaya tempat anak
dibesarkan. Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pentingnya keuletan,
kerja keras, sikap inisiatif, dan kompetitif, maka dalam diri seseorang akan
berkembang hasrat berprestasi yang tinggi. Faktor keempat adalah peniruan
tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain dan faktor terakhir adalah
lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung (Sukadji dkk, 2001).
Kelas sebagai lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung
merupakan suatu tempat yang unik, memiliki karakteristik sosial beragam serta
karakteristik psikologis yang khas. Hal ini ternyata dapat berpengaruh dalam
meningkatkan atau menurunkan motivasi siswa (Brophy dan Good, 1986).
Perasaan yang tercipta terhadap lingkungan kelas disebut iklim kelas (Eggen dan
Kauchack, 2004). Iklim kelas yang positif dapat dicapai apabila guru mampu
mengelola kelas dengan efektif (Parson, 2001).
Pelaksanaan manajemen kelas menuntut guru melakukan beberapa hal
agar dapat menciptakan dan memelihara kelas yang produktif dan efektif
(Winataputra, 2002). Guru yang memiliki kemampuan melakukan manajemen
kelas sanggup melibatkan seluruh siswa agar aktif dalam proses belajar mengajar,
mengendalikan aktivitas siswa yang dapat mengganggu, serta mengatur waktu
dalam proses belajar mengajar secara efisien sehingga kelas menjadi lingkungan
yang kondusif untuk melakukan proses belajar mengajar (Djiwandono, 2002).
Manajemen kelas merupakan usaha sadar untuk mengatur kegiatan proses
belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan
situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga
pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai. (Dirjen
PUOD dan Dirjen Dikdasmen dalam Hadis, 2006).
Penyiapan bahan belajar mengacu pada persiapan guru dalam menguasai
materi yang hendak ia ajarkan, termasuk persiapan mengenai bagaimana teknik
atau metode penyampaian materi (Widyastono, 2006). Berikut adalah gambaran
pentingnya penyiapan bahan belajar oleh guru (komunikasi personal dengan
seorang guru sekolah dasar di Medan, 12/09/2007):
” guru itu harus punya persiapan sebelum mengajar di kelas, minimal dia membaca pelajaran itu sehari sebelumnya. Kalau guru itu tidak tahu apa
lah yang akan diajarkannya pada si murid, dia akan sibuk membaca buku
saat menerangkan. Nah, pada saat itu, siswa yang main-main, yang tidak serius belajar, tidak lagi bisa terawasi. Jadilah kelas itu ribut.”
Penyiapan sarana dan alat peraga mengacu pada kesiapan guru dalam
menyiapkan alat peraga maupun berbagai kelengkapan yang diperlukan dalam
menunjang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar (Wahab, 2007). Pengaturan
ruang belajar mengacu pada aspek fisik kelas (Eggen dan Kauchack, 2004). Guru
harus dapat mengelola kelasnya agar menjadi tempat yang nyaman untuk kegiatan
belajar mengajar. Berikut adalah gambaran pentingnya pengelolaan aspek fisik
kelas dari sudut pandang seorang siswa (komunikasi personal,3/1/2008).
Mewujudkan situasi dan kondisi yang menunjang pelaksanaan kegiatan
belajar mengajar merujuk pada kemampuan guru dalam penegakan aturan di
dalam kelas sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku
siswa yang mengganggu (Arends, 2001). Selain itu, erat kaitannya dengan
kemampuan guru dalam menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Aspek terakhir adalah pengaturan waktu secara efektif
dan efisien untuk belajar tanpa terganggu oleh perilaku siswa maupun guru itu
sendiri. (Djiwandono, 2002).
Manajemen kelas memiliki arti penting berkaitan dengan tujuan
keberadaannya. Menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis,
2006), tujuan manajemen kelas adalah mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik
sebagai lingkungan belajar maupun sebagai kelompok belajar, yang
memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal
mungkin. Tujuan kedua adalah menghilangkan berbagai hambatan yang dapat
menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur
fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa
belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual siswa di dalam
kelas, serta membina dan membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial,
ekonomi, budaya, serta sifat-sifat individunya.
Pengembangan manajemen kelas amat startegis karena langsung dapat
membantu belajar siswa. Namun, manajemen kelas sebagai salah satu aspek
penting untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, sering diabaikan dalam
Berikut ini adalah pemaparan salah seorang guru mengenai manajemen kelas
(komunikasi personal, 12/09/2007):
”sebagai guru, kami menyadari bahwa kelas itu pasti harus dikelola. Untunglah kami ada di sekolah swasta yang bisa dibilang sudah tidak punya masalah dengan bagaimana mengelola kelas. Setiap akhir semester, kami mendapat pelatihan singkat tentang bagaimana meningkatkan kualitas kami sebagai guru, salah satunya ya cara mengelola kelas ini. Misalnya, bagaimana waktu ada anak yang ribut di kelas, harusnya diapakan.. ya, banyaklah.”
Ketika ditanya pendapat guru mengenai kebijakan pemerintah terhadap
manajemen kelas, pendapat guru adalah:
”pemerintah saat ini terlalu sibuk dengan kurikulum, tapi malah mengabaikan hal lain, begitu. Sudah begitu, sebentar-sebentar kurikulum ganti. Ini kan bikin si guru itu sibuk mengejar-ngejar kurikulum, jadi kualitas dia sebagai guru itu gak dipentingkan lagi. Bisa jadi dia menguasai kurikulum yang paling baru, tapi dia gak diasahnya kemampuan lain. Bayangkanlah, ada guru pandainya entah kayak gimana, tapi gak bisa dia menyuruh siswanya untuk tidak ribut di kelas.”
Pelaksanaan manajemen kelas tidak terbatas pada tingkatan pendidikan
tertentu. Sekolah dasar sebagai tingkat pendidikan formal paling awal merupakan
tempat memberikan pendidikan sebagai dasar pengetahuan untuk melanjutkan ke
sekolah yang lebih tinggi (KBBI, 2001). Sekolah dasar juga merupakan dasar
dalam menanamkan nilai-nilai positif ke jenjang pendidikan lanjutan. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh seorang guru melalui wawancara (12/09/2007):
” sekolah dasar itu penting..karena dia itu awal pendidikan lainnya, terutama masalah kedisiplinan. Jadi, apa-apa yang dibuat ke anak itu pada waktu dia di SD, akan terus dibawa ’nya itu hingga ke tingkat SMP, SMA terus sampai ke Perguruan Tinggi.”
Siswa pada usia sekolah dasar, menurut teori psikososial Erickson (dalam
memenuhi harapan yang dibuat oleh sekolah dan tanggung jawabnya di rumah.
Apabila siswa atau anak tersebut tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan
kepadanya, maka anak tersebut akan merasakan inferior. Eggen dan Kauchack
(2004) mengungkapkan bahwa pada usia sekolah dasar, siswa memiliki
karakteristik yang khas, yaitu: siswa bertambah mandiri, tetapi tetap menyukai
perhatian dan kasih sayang guru, merespon pujian, pengakuan, insentif yang nyata
(konkret) dengan baik, mengerti aturan dan mau menerima konsekuensi, dan
senang berpartisipasi dalam proses pembuatan aturan.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat motivasi berprestasi pada siswa
kelas 5 sekolah dasar yang rata-rata berusia 10-12 tahun. Perkembangan kognitf
anak pada usia ini menurut Piaget (dalam Santrock, 2004) tergolong ke dalam
tahap operasional konkret (concrete operational stage). Pada tahap ini anak mulai
dapat berpikir secara operasional dan logis dalam situasi konkret, anak juga
mampu mengklasifikasi dan membagi objek ke dalam kumpulan tertentu
berdasarkan hubungannya.
Berdasarkan uraian mengenai motivasi berprestasi dan manajemen kelas di
atas, peneliti ingin melihat apakah manajemen kelas mempengaruhi motivasi
berprestasi siswa di tingkatan sekolah dasar.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ditelili pada penelitian ini adalah apakah manajemen
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen
kelas terhadap motivasi berprestasi siswa.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat secara teoritis
dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya temuan dalam bidang
psikologi, khususnya psikologi pendidikan sekaligus memberi sumbangan
pemikiran bagi penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi pembaca,
guru, orang tua maupun kalangan pendidik lainnya dalam meningkatkan
motivasi berprestasi siswa berkaitan dengan manajemen kelas.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan penelitian ini adalah:
BAB I : Pendahuluan
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah
penelitian, identifikasi permasalahan, tujuan dan manfaat
BAB II : Landasan Teori
Bab ini memuat tinjauan teoritis yang menjadi acuan
dalam pembahasan masalah. Teori-teori yang dimuat
adalah teori yang berhubungan dengan manajemen kelas
dan motivasi berprestasi siswa.
BAB III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan mengenai identifikasi variabel
penelitian, populasi dan sampel penelitian, metode
pengumpulan data, validitas dan reliabilitas alat ukur,
serta metode analisa data.
BAB IV : Analisa dan Interpretasi Data Penelitian
Bab ini memuat tentang pengolahan data penelitian,
gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian dan
juga membahas data-data penelitian ditinjau dari teori
yang relevan.
BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari
penelitian, diskusi hasil penelitian, serta saran-saran yang
diperlukan baik untuk penyempurnaan penelitian atau
untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan
A. Motivasi Berprestasi
1. Pengertian motif dan motivasi
Motif merupakan suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang
yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak. Motivasi merupakan suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar individu
bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Dengan demikian, motivasi merupakan kekuatan untuk mencapai tujuan,
sedangkan motif merupakan alasan dilakukannya suatu perilaku (Purwanto,
1990). Namun, motif dan motivasi seringkali dipakai dalam pengertian yang sama
(Sukadji, 1993).
Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yaitu movere yang memiliki arti
”gerak” (Pintrich dan Schunk, 2002). Secara umum, motivasi diartikan sebagai
kondisi psikologis (internal state) yang menimbulkan, mengarahkan, dan
mempertahankan tingkah laku tertentu. Mc. Donald mengatakan bahwa motivasi
adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya perasaan (afeksi) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Djamarah, 2002).
McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) membagi motif dalam tiga
kelompok, yaitu:
a. motif afiliasi (affiliation motives) adalah motif yang mengarahkan
b. motif berkuasa (power motives) yaitu motif yang menyebabkan
seseorang ingin menguasai atau mendominasi orang lain dalam
berhubungan dengan lingkungannya.
c. motif berprestasi (achievement motives) yaitu motif yang mendorong
seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing dengan suatu
ukuran keunggulan, baik berasal dari standar prestasinya sendiri di
waktu lalu ataupun prestasi orang lain.
2. Pengertian motivasi berprestasi
Menurut McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001), motivasi berprestasi
merupakan motif yang mendorong seseorang untuk mencapai keberhasilan dalam
bersaing dengan suatu ukuran keunggulan baik berasal dari standar prestasinya
sendiri di waktu lalu ataupun prestasi orang lain.
Heckhausen (dalam Haditono, 1979) mendefinisikan motivasi berprestasi
adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri individu sehingga individu selalu
berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuan
setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar
keunggulan tersebut.
Murray (dalam Widyastono, 2006) menyatakan bahwa motivasi
berprestasi adalah keinginan untuk menyelesaikan suatu tugas yang sulit atau
dorongan untuk mengatasi rintangan dan memelihara kualitas kerja yang tinggi,
serta bersaing melalui usaha untuk melebihi perbuatan yang lampau atau
Berdasarkan pemaparan di atas, motivasi berprestasi adalah suatu
dorongan yang terdapat dalam diri individu untuk mencapai keberhasilan dalam
bersaing sehingga individu selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan
atau memelihara kemampuan setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan
menggunakan standar keunggulan baik berasal dari standar prestasinya sendiri di
waktu lalu ataupun prestasi orang lain.
3. Karakteristik siswa yang memiliki motivasi berprestasi
McClelland (1987) mengemukakan beberapa karakteristik individu dengan
motivasi berprestasi tinggi dan rendah, yaitu:
a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas
dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara
individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas
dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi atau sangat rendah.
Banyak studi empiris menunjukkan bahwa subjek dengan kebutuhan
berprestasi tinggi lebih memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah,
karena individu berkesempatan untuk membuktikan bahwa ia mampu
melakukan sesuatu dengan lebih baik (McClelland, 1987).
Weiner (dalam McClelland, 1987) mengatakan bahwa pemilihan tingkat
kesulitan tugas berhubungan dengan seberapa besar usaha yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh kesuksesan. Tugas yang
mengetahui seberapa besar usaha yang telah mereka lakukan untuk
mencapai kesuksesan. Tugas sulit membuat individu tidak dapat
mengetahui usaha yang sudah dihasilkan karena betapapun besar usaha
yang telah mereka lakukan, namun mereka mengalami kegagalan.
b. Ketahanan atau ketekunan (persistance) dalam mengerjakan tugas
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun
dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika
mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan
tugas, sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung
memiliki ketekunan yang rendah. Ketekunan individu dengan motivasi
berprestasi rendah terbatas pada rasa takut akan kegagalan dan
menghindari tugas dengan tingkat kesulitan menengah.
c. Harapan terhadap umpan balik (feedback)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan
balik (feedback) atas tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau
nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan. Individu
dengan motivasi berprestasi rendah tidak mengharapkan umpan balik atas
tugas yang sudah dilakukan. Bagi individu dengan motivasi berprestasi
tinggi, umpan balik yang bersifat materi seperti uang, bukan merupakan
pendorong untuk melakukan sesuatu dengan lebih baik, namun digunakan
d. Harapan atas hadiah (reward)
Individu dengan motivasi berprestasi tinggi tidak mengharapkan hadiah
(reward) dalam menyelesaikan sebuah tugas. Individu lebih tertarik untuk
merasakan kepuasan intrinsik (intrinsic satisfaction), seperti menunjukkan
kecerdasan atau memperlihatkan kemampuan di hadapan orang lain
daripada mengharapkan hadiah. Individu dengan motivasi berprestasi
rendah mengharapkan hadiah (reward) yang bersifat penerimaan dari
lingkungan sosial, pujian, uang atau barang.
e. Kemampuan dalam melakukan inovasi (innovativeness)
Inovatif dapat diartikan mampu melakukan sesuatu lebih baik dengan cara
berbeda dari biasanya. Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan
menyelesaikan tugas dengan lebih baik, menyelesaikan tugas dengan cara
berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi
untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta
cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang daripada individu
yang memiliki motivasi berprestasi rendah.
Sukadji dkk (2001) mengemukakan ciri-ciri siswa dengan motivasi
berprestasi sebagai berikut:
a. Selalu berusaha, tidak mudah menyerah dalam mencapai sukses maupun
dalam berkompetisi, dengan menentukan sendiri standar,
b. Secara umum tidak menampilkan hasil yang lebih baik pada tugas-tugas
c. Dalam melakukan sesuatu tidak didorong atau dipengaruhi oleh reward
(hadiah atau uang),
d. Cenderung mengambil resiko yang wajar (bertaraf sedang) dan
diperhitungkan, tidak akan melakukan hal-hal yang dianggapnya terlalu
mudah ataupun terlalu sulit,
e. Mencoba memperoleh umpan balik dari perbuatannya,
f. Mencermati lingkungan dan mencari kesempatan peluang,
g. Bergaul lebih untuk memperoleh pengalaman,
h. Menyenangi situasi menantang sehingga dapat memanfaatkan
kemampuannya,
i. Cenderung mencari cara-cara yang unik dalam menyelesaikan suatu
masalah,
j. Kreatif,
k. Seakan-akan dikejar waktu dalam bekerja atau belajar.
Karakteristik siswa yang memiliki motivasi berprestasi pada penelitian ini
merujuk pada karakteristik individu dengan motivasi berprestasi yang
diungkapkan oleh McClelland (1987), yaitu:
a. Pemilihan tingkat kesulitan tugas
b. Ketahanan atau ketekunan (persistance) dalam mengerjakan tugas
c. Harapan terhadap umpan balik (feedback)
d. Harapan atas hadiah (reward) dalam bekerja
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi
McClelland (dalam Sukadji dkk, 2001) menjelaskan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap motif berprestasi, yaitu:
a. Harapan orang tua terhadap anaknya
Orang tua yang mengharapkan anaknya bekerja keras dan berjuang untuk
mencapai sukses akan mendorong anak tersebut untuk bertingkah laku
yang mengarah kepada pencapaian prestasi.
b. Pengalaman anak pada tahun-tahun pertama kehidupan
Adanya perbedaan pengalaman masa lalu pada setiap orang menyebabkan
terjadinya variasi tinggi rendahnya kecenderungan untuk berprestasi pada
diri seseorang. Hal ini biasanya dipelajari pada masa kanak-kanak awal,
terutama melalui interaksi dengan orang tua maupun figur lain.
c. Latar belakang budaya tempat anak dibesarkan
Bila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pentingnya keuletan,
kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu
mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa
dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan
berkembang hasrat berprestasi yang tinggi.
d. Peniruan tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain
Melalui ”observational learning” anak meniru banyak karakteristik dari
model, termasuk dalam kebutuhan untuk berprestasi jika model memiliki
e. Lingkungan tempat proses pembelajaran berlangsung
Lingkungan belajar yang menyenangkan, tidak mengancam, memberi
semangat dan sikap optimisme bagi siswa dalam belajar, cenderung akan
mendorong seseorang untuk tertarik belajar, memiliki toleransi terhadap
suasana kompetisi dan tidak khawatir akan kegagalan.
B. Manajemen Kelas (Classroom Management) 1. Pengertian manajemen kelas
Edmund, Emmer dan Evertson (dalam Djiwandono, 2002) mendefinisikan
manajemen kelas sebagai tingkah laku guru yang dapat menghasilkan prestasi
siswa yang tinggi karena keterlibatan siswa secara aktif di kelas, tingkah laku
siswa yang tidak banyak mengganggu kegiatan guru dan siswa lain, serta
menggunakan waktu belajar yang efisien.
Parsons (2001) menyatakan bahwa manajemen kelas adalah seluruh
perilaku positif yang dilakukan guru untuk memfasilitasi proses belajar siswa
yang merujuk pada seluruh aktivitas yang dibutuhkan untuk menciptakan dan
memelihara lingkungan belajar yang tertib.
Kemampuan guru untuk mengelola waktu, ruang, sumber daya dan
perilaku siswa untuk menciptakan iklim yang dapat mendorong siswa untuk
belajar merupakan pengertian manajemen kelas menurut Alberto & Troutman
(dalam Henson & Eller, 1999)
Manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam
mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar,
penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi
dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran
berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, manajemen kelas pada penelitian
ini adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar
secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan belajar, penyiapan
sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi dan kondisi
proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan
dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
2. Aspek-aspek manajemen kelas
Aspek manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam
Hadis, 2006), yaitu:
a. Penyiapan bahan belajar
Guru diharapkan membuat perencanaan yang dituangkan dalam bentuk
persiapan mengajar atau satuan acara pelajaran (satpel) sebelum
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kemp (dalam Widyastono,
2006) mengatakan bahwa dalam menyusun persiapan mengajar, pada
hakikatnya, guru harus mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan
pengajaran), metode dan strategi pembelajaran serta sumber yang
digunakan untuk mencapai tujuan, dan bagaimana mengevaluasi
b. Penyiapan sarana dan alat peraga
Guru dituntut memaksimalkan proses belajar mengajar dengan
mempersiapkan media pembelajaran, peralatan pembelajaran dan alat
mengajar serta kemampuan menggunakan alat bantu dan sumber belajar
yang beragam sesuai mata pelajaran, misalnya: alat yang tersedia atau
yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan sebagainya.
c. Pengaturan ruang belajar
Eggen dan Kauchack (2004) mengatakan bahwa pengaturan ruang belajar
mengacu pada aspek fisik kelas, sehingga guru harus mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu:
1) visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat
papan tulis, proyektor atau tampilan lain.
2) accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang
padat tetap bersih dan terpisah dari tempat lainnya seperti tempat
menyimpan minum, loker dan sebagainya.
3) distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang
potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan
jendela kelas.
4) pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau penerangan
lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya.
5) suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah siswa merasa
6) kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari kebisingan yang
berasal dari luar ruang kelas.
7) pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, baik itu digantung di
dinding maupun dipajang di lemari penyimpanan khusus.
8) pengaturan posisi duduk siswa, adakah rotasi duduk yang dilakukan
secara rutin atau prioritas tempat duduk paling depan bagi siswa
berkebutuhan khusus.
9) kebersihan, bagaimana kebersihan di kelas, apakah tersedia alat-alat
kebersihan dan bagaimana melibatkan siswa dalam menjaga
kebersihan kelas.
d. Mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif
1) ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan
Peraturan adalah pernyataan yang menjelaskan apa yang harus
dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan selama di kelas. Prosedur
adalah penjelasan mengenai bagaimana melakukan sesuatu,
menyangkut pergerakan siswa (student movement) maupun obrolan
siswa (student talk) dan bagaimana siswa melakukan rutinitasnya.
Situasi belajar mengajar yang kondusif dapat terwujud apabila ada
peraturan dan prosedur yang telah disosialisasikan di dalam kelas oleh
guru kepada seluruh siswa. Stelah proses sosialisasi berjalan dengan
hal penting untuk menjaga kelestarian peraturan dan prosedur di
kelas.
2) kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai
bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang
mengganggu. Mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif
menuntut guru untuk mampu menegakkan aturan di dalam kelas
untuk mencegah maupun menangani terjadinya kekacauan yang dapat
menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi terhambat.
3) kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif sedemikian rupa
sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan
gagasan. Guru dituntut memberi kesempatan siswa untuk bertanya
atau mengemukakan gagasan yang dilakukan dengan cara yang baik,
tanpa pemaksaan atau menawarkan hadiah tertentu.
4) guru menciptakan kegiatan belajar kreatif yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Keberagaman cara
mengajar guru di kelas, seperti meminta siswa menceritakan
pengalaman pribadi mengenai materi yang sesuai dengan topik
pembahasan, memberi kesempatan melakukan pengamatan atau
percobaan merupakan kemampuan yang dituntut ada pada diri guru
agar menciptakan kegiatan belajar mengajar yang berbeda dan kreatif.
5) suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar.
hal-hal lucu dalam proporsi yang wajar dan tidak mengganggu pelajaran
merupakan sesuatu yang dapat mewujudkan situasi belajar mengajar
yang kondusif dan menyenangkan.
6) penampilan fisik guru, berkaitan dengan bagaimana penampilan fisik
guru saat mengajar, apakah pakaian serta riasan yang digunakannya
sesuai dengan perannya sebagai guru, tidak berlebihan, sopan dan
rapi.
7) kedisiplinan guru di kelas, berkaitan dengan kedisiplinan untuk hadir
tepat waktu dan perilaku lainnya saat berada di dalam kelas.
8) intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar serta volume
suara. Situasi belajar mengajar akan menjadi kurang kondusif ketika
siswa tidak dapat mendengar suara guru yang sedang menjelaskan
materi karena suara guru yang pelan atau tidak terdengar. Nada suara
guru yang datar selama menjelaskan materi juga menimbulkan
suasana kelas menjadi kurang kondusif karena siswa mudah merasa
bosan dan mengantuk.
9) pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan pelajaran.
Penyampaian materi dari guru kepada siswa tidak luput dari
penggunaan bahasa maupun istilah. Pemilihan istilah atau bahasa
yang tidak dimengerti siswa saat guru menerangkan pelajaran akan
d. Pengaturan waktu
1). smoothness yaitu guru mampu memberi pelajaran secara runtut dan
menghindari loncatan-loncatan dari satu topik ke topik lain. Ketika
guru menerangkan suatu materi, guru harus tetap fokus pada materi
yang ia sampaikan agar loncatan-loncatan topik atau materi tidak
terjadi. Selain membuat siswa merasa bingung, guru yang sering
mengganti-ganti topik atau materi sebelum materi tersebut selesai
dijelaskan juga dapat membuang waktu efektif pelajaran.
2). withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa yang
dilakukan siswanya. Guru yang cermat dapat menemukan siswa yang
sedang bahkan akan melakukan sesuatu yang mengganggu kegiatan
belajar mengajar tanpa menghentikan pelajaran.
3). overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara
diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa diketahui siswa
lainnya.
4) transition yaitu kemampuan guru dalam mengatur dari satu aktivitas
ke aktivitas lain seperti dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain
3. Tujuan manajemen kelas
a. Tujuan manajemen kelas menurut Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen,
(dalam Hadis, 2006):
1). mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan belajar
maupun sebagai kelompok belajar, yang memungkinkan peserta
didik untuk mengembangkan kemampuan semaksimal mungkin.
2). menghilangkan berbagai hambatan yang dapat menghalangi
terwujudnya interaksi pembelajaran, menyediakan dan mengatur
fasilitas belajar serta perabot belajar yang mendukung dan
memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial,
emosional, dan intelektual siswa di dalam kelas, serta membina dan
membimbing siswa sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, serta sifat-sifat individunya.
b. Tujuan manajemen kelas yang diungkapkan oleh Parson (2001):
1). membantu siswa untuk tetap fokus pada tugas, sehingga konsentrasi
siswa tidak terganggu pada hal-hal yang tidak berkaitan dengan
pelajaran maupun kegiatan belajar mengajar, misalnya suara bising
yang terjadi di luar kelas.
2). mengurangi gangguan dalam belajar. Gangguan ini dapat terjadi kapan
saja dan bersumber dari mana saja, bisa dari dalam kelas maupun dari
luar kelas, sehingga kelas yang dikelola dengan baik dapat mengurangi
3). mengorganisasikan dan memfasilitasi aktivitas belajar. Kelas yang
berlangsung tanpa ada perencanaan dan pengorganisasian akan
menghambat efektivitas kegiatan belajar mengajar di kelas.
4). meningkatkan keterlibatan dan partisipasi siswa. Guru yang mampu
melibatkan siswa dalam setiap aktivitas di kelas dapat membuat siswa
merasa sebagai bagian dari kelas, sehingga siswa dapat berpartisipasi
aktif di kelas.
5). membantu siswa untuk mengatur diri mereka sendiri dan membantu
siswa untuk bertanggung jawab atas tiap perilaku mereka sebagai
akibat tindakan mereka di kelas. Manajemen kelas yang baik
menekankan pentingnya penegakan aturan dan prosedur di kelas,
sehingga setiap siswa memiliki kewajiban untuk mematuhinya. Ketika
siswa melanggar peraturan hal ini dapat mengajarkan siswa bahwa ia
harus bertanggung jawab atas perilakunya.
C. Siswa
1. Pengertian siswa
Siswa (KBBI, 2001) adalah orang (anak) yang sedang berguru (belajar,
bersekolah). Darisman (2004) mengatakan bahwa murid atau siswa di sekolah
diartikan sebagai objek apabila ditinjau dari keberadaannya untuk menerima
Pengertian siswa dalam penelitian ini adalah seseorang (anak) yang
menjadi objek penerima pengetahuan dan kemampuan yang disampaikan oleh
guru.
2. Karakteristik siswa sekolah dasar
Eggen dan Kauchack (2004) mengungkapkan karakteristik siswa kelas tiga
hingga kelas enam sekolah dasar, yaitu:
a. Bertambah mandiri, tetapi tetap menyukai perhatian dan kasih sayang
guru,
b. Merespon pujian, pengakuan, insentif yang nyata (konkret) dengan baik,
c. Mengerti aturan dan mau menerima konsekuensi,
d. Senang berpartisipasi dalam proses pembuatan aturan,
e. Mengetahui seberapa jauh mereka dapat berusaha,
f. Peraturan perlu ditegakkan secara konsisten dan terus menerus diulang
atau diingatkan.
Menurut teori psikososial Erickson (dalam Lahey, 2004), siswa pada usia
sekolah dasar, termasuk pada tahapan industry vs inferiority. Anak pada tahap ini
sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya. Siswa belajar untuk
memenuhi harapan yang dibuat oleh sekolah dan tanggung jawabnya di rumah.
Dorongan untuk mengetahui dan berbuat sesuatu terhadap lingkungannya sangat
besar, tetapi di lain pihak karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan
kegagalan. Hambatan, kegagalan dan tidak dapat memenuhi apa yang diharapkan
terhadap diri anak dapat menyebabkan anak merasa rendah diri atau inferior.
Perkembangan kognitf anak pada usia sekolah dasar (7-12 tahun) menurut
Piaget (dalam Santrock, 2004) tergolong ke dalam tahap operasional konkret
(concrete operational stage). Pada tahap ini anak mulai dapat berpikir secara
operasional dan logis dalam situasi konkret, anak juga mampu mengklasifikasi
dan membagi objek ke dalam kumpulan tertentu berdasarkan hubungannya.
D. Pengaruh Manajemen Kelas terhadap Motivasi Berprestasi Siswa
Motivasi berprestasi merupakan sesuatu yang harus ada pada diri siswa.
Kurangnya motivasi berprestasi dapat berdampak terhadap pencapaian prestasi
akademik yang rendah karena siswa yang tidak memiliki motivasi tidak akan
mungkin melakukan aktivitas belajar (Djamarah, 2002).
Ada lima buah faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi siswa,
yaitu: harapan orang tua terhadap anaknya, pengalaman anak pada tahun-tahun
pertama kehidupan, latar belakang budaya tempat anak dibesarkan, peniruan
tingkah laku (modelling) anak terhadap figur lain, dan lingkungan tempat proses
pembelajaran berlangsung (Sukadji dkk, 2001).
Kelas adalah salah satu lingkungan tempat proses pembelajaran
berlangsung. Kelas perlu dikelola dengan efektif dalam rangka menciptakan
lingkungan kelas yang dapat meningkatkan motivasi berprestasi siswa. Guru
sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab besar terhadap kegiatan belajar
Manajemen kelas adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses
belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan
belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan
situasi dan kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga
pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Manajemen kelas yang efektif dapat menciptakan lingkungan belajar yang
tertib, aman dan kondusif karena pada pelaksanaan manajemen kelas yang efektif,
guru dituntut untuk mengelola kelasnya dan memfasilitasi siswa dalam belajar.
Dengan demikian, kelas yang dikelola dengan efektif dapat meningkatkan
motivasi berprestasi siswa sebagaimana penelitian oleh Radd (dalam Eggen dan
Kauchak, 2004) yang mengungkapkan bahwa manajemen kelas yang efektif dapat
meningkatkan motivasi siswa.
E. Hipotesis
Berdasarkan uraian dari beberapa teori di atas, maka peneliti mengajukan
hipotesis: manajemen kelas (classroom management) mempengaruhi motivasi
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan pendekatan
korelasional yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
manajemen kelas terhadap motivasi berprestasi pada siswa.
A. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel tergantung (dependent variabel)
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah motivasi berprestasi
(achievement motivation).
2. Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas dipilih dan dimanipulasi oleh peneliti untuk melihat efeknya
terhadap variabel lain. Adapun variabel bebas pada penelitian ini adalah
manajemen kelas (classroom management).
B. Defenisi Operasional
1. Variabel tergantung: motivasi berprestasi
Motivasi berprestasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri individu
untuk mencapai keberhasilan dalam bersaing, sehingga individu selalu berusaha
atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi
yang berasal dari standar prestasinya sendiri di masa yang telah lalu ataupun
prestasi orang lain.
Motivasi berprestasi diukur dengan menggunakan Skala Motivasi
Berprestasi berdasarkan teori McClelland (1987) mengenai karakteristik individu
dengan motivasi berprestasi. Adapun karakteristik individu dengan motivasi
berprestasi pada penelitian ini ada lima, yaitu: pemilihan tingkat kesulitan tugas,
ketahanan atau ketekunan dalam mengerjakan tugas, harapan terhadap umpan
balik (feedback), harapan atas hadiah, dan kemampuan dalam melakukan inovasi. Semakin tinggi skor yang didapat individu dalam Skala Motivasi Berprestasi
ini, maka semakin tinggi motivasi berprestasi individu. Semakin rendah skor yang
didapat individu dalam Skala Motivasi Berprestasi, maka semakin rendah
motivasi berprestasinya.
2. Variabel bebas: manajemen kelas (classroom management)
Manajemen kelas adalah usaha sadar guru untuk mengatur kegiatan proses
belajar mengajar secara sistematis yang mengarah kepada penyiapan bahan
belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan
situasi dan kondisi proses belajar mengajar serta pengaturan waktu sehingga
pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai.
Manajemen kelas pada penelitian ini diukur dengan menggunakan metode
kuesioner yang disebarkan kepada beberapa orang guru dan mengobservasi guru
pada saat sedang mengajar. Pengukuran dengan metode kuesioner maupun
Dirjen. PUOD dan Dirjen. Dikdasmen (dalam Hadis, 2006), yaitu aspek
penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang
belajar, kondisi proses belajar mengajar, dan pengaturan waktu.
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas 5 sekolah dasar swasta
Pertiwi yang berlokasi di Jalan Budi Pembangunan No. 1 Pulo Brayan Darat,
Medan. Usia rata-rata siswa adalah 10-12 tahun.
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi kelas 5 yang terpilih
secara acak yaitu siswa-siswi kelas 5-4, 5-5, dan 5-6. Alasan pemilihan sampel
kelas 5 adalah karena siswa kelas 5 SD memiliki karakteristik yang
memungkinkan untuk diteliti secara langsung terhadap sampel, sedangkan alasan
pemilihan SD Swasta Pertiwi karena jumlah kelas 5 di sekolah cukup banyak
yaitu 9 buah kelas. Banyaknya kelas ini memungkinkan penelitian dilakukan di
dalam kondisi kebijakan, peraturan, kondisi sekolah yang sama, yang tentunya
berkaitan dengan manajemen kelas guru.
2. Teknik pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengambilan sampel acak klaster (cluster random sampling). Dalam teknik pengambilan sampel ini, sampel diambil secara acak terhadap
Prosedur klaster dilakukan dalam menentukan sampel penelitian, siswa
siswi yang terpilih bukan sebagai individu tetapi sebagai kelompok individu yang
berasal dari satu kelas. Prosedur random dilakukan dalam menentukan tiga buah
kelas dari total sembilan buah kelas. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 65
orang.
D. Instrumen yang Digunakan
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan skala untuk mengukur motivasi
berprestasi yang dikenakan pada siswa dan metode kuesioner serta observasi
untuk mengukur kemampuan manajemen kelas (classroom management) guru.
1. Pengukuran motivasi berprestasi siswa
Motivasi merupakan suatu konstrak atau konsep psikologis yang
menggambarkan aspek kepribadian individu, sehingga pengukuran motivasi
berprestasi pada siswa menggunakan skala (Azwar, 2005).
Pertimbangan penggunaan skala dalam pengukuran motivasi berprestasi
adalah sebagai berikut (Hadi, 2000):
a. subjek adalah individu yang paling tahu tentang dirinya,
b. apa yang dinyatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat
dipercaya,
c. interpretasi subjek tentang peryataan-pernyataan yang diajukan kepadanya
Skala Motivasi Berprestasi ini dibuat berdasarkan karakteristik individu
dengan motivasi berprestasi, yaitu:
a. Memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty),
b. Bertahan atau tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah
menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus
mencoba menyelesaikan tugas,
c. Mengharapkan umpan balik (feedback) yang sifatnya konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan,
d. Tidak mengharapkan hadiah (reward), individu lebih tertarik untuk merasakan kepuasan intrinsik (intrinsic satisfaction),
e. Inovatif, melakukan sesuatu lebih baik dengan cara berbeda dari biasanya,
menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara
yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, dan cenderung menyukai
hal-hal yang sifatnya menantang.
Skala Motivasi Berprestasi menggunakan model skala Likert di mana
peneliti menggunakan 4 pilihan jawaban, yaitu SS (sangat sesuai), S (sesuai), TS
(tidak sesuai), dan STS (sangat tidak sesuai). Penilaian bergerak dari 3 sampai 0
untuk aitem-aitem yang favorabel dan 0 sampai 3 untuk aitem-aitem yang
Di bawah ini adalah tabel penilaian Skala Motivasi Berprestasi.
Tabel 1. Penilaian Skala Motivasi Berprestasi
Bentuk
Semakin tinggi skor yang diperoleh siswa dalam Skala Motivasi
Berprestasi ini, maka semakin tinggi motivasi berprestasi siswa dan semakin
rendah skor yang diperoleh siswa dalam Skala Motivasi Berprestasi ini, maka
semakin rendah motivasi berprestasi pada siswa.
Skala Motivasi Berprestasi memiliki distribusi aitem-aitem sebagaimana
terdapat pada blue print tabel 2.
Tabel 2. Blue Print Skala Motivasi Berprestasi Sebelum Uji Coba
No. Karakteristik
Aitem
Total Favorable Unfavorable
1. Pemilihan tingkat kesulitan tugas
4. Harapan atas hadiah (reward)
9, 19, 29, 39 4, 14, 24, 34 8
5. Kemampuan dalam
melakukan inovasi
2. Pengukuran manajemen kelas
a. Metode kuesioner digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
yang dianggap fakta dan kebenaran yang diketahui oleh subjek (Azwar,
2005).
Aspek-aspek manajemen kelas yang akan diukur melalui metode
kuesioner yaitu:
1). penyiapan bahan belajar
Guru diharapkan membuat perencanaan yang dituangkan dalam bentuk
persiapan mengajar atau satuan acara pelajaran (satpel) sebelum
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Kemp (dalam Widyastono,
2006) mengatakan bahwa dalam menyusun persiapan mengajar, pada
hakikatnya, guru harus mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan
pengajaran), prosedur dan sumber yang digunakan untuk mencapai
tujuan, dan bagaimana mengevaluasi pembelajaran.
2). penyiapan sarana dan alat peraga
Guru dituntut memaksimalkan proses belajar mengajar dengan
keharusan memiliki kemampuan menggunakan alat bantu dan sumber
belajar yang beragam sesuai mata pelajaran, misal: alat yang tersedia
atau yang dibuat sendiri, gambar, studi kasus, nara sumber dan
sebagainya.
3). pengaturan ruang belajar
Eggen dan Kauchack (2004) mengatakan bahwa pengaturan ruang
belajar mengacu pada aspek fisik kelas, sehingga guru harus
a) visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat papan tulis, proyektor atau tampilan lain.
b)accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang padat tetap bersih dan terpisah dari tempat lainnya seperti tempat
menyimpan minum, loker dan sebagainya.
c) distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan
jendela kelas.
d)pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau penerangan
lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya.
e) suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah siswa merasa
suhu ruangan cukup nyaman untuk belajar atau tidak.
f) kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari kebisingan yang
berasal dari luar ruang kelas.
g)pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, apakah diatur oleh
guru, baik itu digantung di dinding maupun dipajang di lemari
penyimpanan khusus.
h)pengaturan posisi duduk siswa, adakah rotasi duduk yang dilakukan
secara rutin atau prioritas tempat duduk paling depan bagi siswa
berkebutuhan khusus.
i) kebersihan kelas, kebersihan, bagaimana kebersihan di kelas,
apakah tersedia alat-alat kebersihan dan bagaimana melibatkan
4). mewujudkan situasi belajar mengajar yang kondusif
a) ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan
b)kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai
bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa
yang mengganggu.
c) kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif sedemikian rupa
sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan
mengemukakan gagasan.
d)kemampuan guru dalam menciptakan kegiatan belajar kreatif yang
beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
e) suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa
memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar.
f) penampilan fisik guru, berkaitan dengan bagaimana penampilan
fisik guru saat mengajar, apakah pakaian serta riasan yang
digunakannya sesuai dengan perannya sebagai guru.
g)kedisiplinan guru di kelas, berkaitan dengan kedisiplinan untuk
hadir tepat waktu dan perilaku lainnya saat berada di dalam kelas.
h)intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar serta
volume suara.
i) pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan pelajaran
5). pengaturan waktu
b). withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa yang dilakukan siswanya.
c). overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa
diketahui siswa lainnya.
d). transition yaitu guru mampu mengatur dari satu aktivitas ke aktivitas lain seperti dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran lain
atau dari satu pelajaran ke waktu istirahat.
Tabel 3. Penilaian Kuesioner Manajemen Kelas
Pilihan Jawaban Skor
TP 0 KD 1 SR 2 SL 3
Semakin tinggi skor yang diperoleh guru dalam Kuesioner Manajemen
Kelas, maka semakin tinggi kemampuan manajemen kelas guru dan semakin
rendah skor yang diperoleh guru dalam Kuesioner Manajemen Kelas, maka
Kuesioner Manajemen Kelas memiliki distribusi aitem-aitem sebagaimana
terdapat pada blue print tabel 4.
Tabel 4. Blue Print Kuesioner Manajemen Kelas Sebelum Uji Coba
Aspek Aitem
1,2,3,4,5 9,18,19,20,24 10
2. Penyiapan
71,72,73,74 75,76,77,78 8
Total 39 39 78 b. Metode observasi digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen
kelas karena observasi memberikan data dari seting alami (Hadi, 2000).
Teknik observasi yang digunakan pada penelitian ini adalah observasi
sistematik yang disebut juga observasi berkerangka (structured observation). Pelaksanaan observasi sistematik menggunakan pedoman pelaksanaan observasi untuk membatasi lingkup observasi. Jumlah aitem
Setiap aitem memiliki jenjang penilaian yang bergerak dari skor 0 hingga
2.
Tabel 5. Penilaian aitem Observasi Manajemen Kelas
Skor Jenis aitem
0 Manajemen kelas tidak efektif
1 Manajemen kelas cukup efektif, namun belum
maksimal
2 Manajemen kelas efektif
Semakin tinggi skor yang diperoleh guru dalam Observasi
Manajemen Kelas, maka semakin tinggi kemampuan manajemen kelas
guru dan semakin rendah skor yang diperoleh guru dalam Observasi
Manajemen Kelas, maka semakin rendah kemampuan manajemen kelas
guru.
Berikut adalah Pedoman Pelaksanaan Observasi Manajemen Kelas
yang dibuat guna membatasi lingkup observasi dan memudahkan
pengamatan oleh kedua observer.
Tabel 6. Pedoman Pelaksanaan Observasi Pelaku Interaksi: Guru
ASPEK INDIKATOR
1. Penyiapan bahan belajar
a. persiapan materi dalam bentuk persiapan mengajar atau satuan acara pelajaran.
b. mengetahui apa yang harus diajarkan (tujuan
pengajaran).
c. menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Penyiapan sarana dan alat peraga
a. mempersiapkan media pembelajaran, peralatan
pembelajaran atau alat mengajar yang digunakan untuk membantu kegiatan belajar mengajar.
• Media pembelajaran: segala sesuatu yang digunakan untuk melakukan pembelajaran, seperti: patung anatomi tubuh, mikroskop, globe, peta, dsb.
• Peralatan pembelajaran: kelengkapan yang memperlancar kegiatan belajar mengajar, seperti: papan tulis, OHP, infocus.
• Alat mengajar: segala sesuatu yang digunakan guru untuk membantu kegiatan guru dalam mengajar, seperti: kapur tulis, spidol, penghapus papan tulis, penggaris panjang, dsb.
b. penggunaan & ketersediaan media pembelajaran, peralatan pembelajaran atau alat mengajar di kelas.
c. memiliki kemampuan menggunakan media
pembelajaran, peralatan pembelajaran atau alat mengajar.
3. Pengaturan ruang belajar
a.visibility: kelas harus diatur sehingga setiap siswa dapat melihat papan tulis, proyektor atau tampilan lain.
b.accessibility: kelas harus didisain sehingga akses untuk area yang padat tetap bersih dan terpisah dari tempat lainnya seperti tempat menyimpan minum, loker dan sebagainya.
c. distractibility: kelas harus diatur sehingga gangguan-gangguan yang potensial seperti lalu lalang orang tidak terlihat melalui pintu dan jendela kelas.
d.pencahayaan, guru memperhatikan kapan lampu atau penerangan lainnya harus dihidupkan atau sebaliknya. e. suhu dan sirkulasi udara, guru memperhatikan apakah
siswa merasa suhu ruangan cukup nyaman untuk belajar atau tidak.
f. kebisingan, bagaimana guru melindungi kelas dari kebisingan yang berasal dari luar ruang kelas.
g.pajangan, bagaimana pajangan di kelas di tata, baik itu digantung di dinding maupun dipajang di lemari penyimpanan khusus.
h.pengaturan posisi duduk siswa, apakah posisi duduk siswa sesuai dengan kebutuhannya.
4. Mewujudkan situasi dan kondisi proses belajar mengajar
a. ada peraturan dan prosedur yang ditegakkan
* peraturan: pernyataan yang menjelaskan apa yang harus dilakukan dan apa yang dilarang dilakukan selama di kelas.
* prosedur: penjelasan mengenai bagaimana melakukan sesuatu, menyangkut pergerakan siswa (student movement) maupun obrolan siswa (student talk) dan bagaimana siswa melakukan rutinitasnya.
b.kemampuan guru dalam penegakan aturan di dalam kelas sebagai bentuk pencegahan maupun penanganan terhadap perilaku siswa yang mengganggu.
c. kemampuan guru dalam menciptakan suasana aktif sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan.
d.guru menciptakan kegiatan belajar kreatif yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. e. suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga
siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada saat belajar.
f. penampilan fisik guru g.kedisiplinan guru di kelas
h.intonasi yaitu tinggi rendahnya suara guru saat mengajar serta volume suara.
i. pemilihan istilah atau bahasa dalam menerangkan pelajaran.
5. Pengaturan waktu
a. smoothness yaitu guru mampu memberi pelajaran secara terurut dan menghindari loncatan-loncatan dari satu topik ke topik lain atau dari satu pelajaran ke pelajaran lain. b.withitness yaitu kemampuan guru untuk mengetahui apa
yang dilakukan siswanya.
c. overlapping yaitu kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam, tanpa menghentikan pelajaran dan tanpa diketahui siswa lainnya.
E. Validitas, Reliabilitas dan Uji Daya Beda Alat Ukur
1. Validitas Item
Pengujian validitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji coba alat ukur
dalam menjalankan fungsinya. Validitas isi adalah sejauh mana suatu tes yang
merupakan seperangkat soal, dilihat dari isinya benar-benar mengukur apa yang
dimaksudkan untuk diukur (Hadi, 2000). Validitas isi juga merupakan validitas
yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional dan
melalui professional judgement (Azwar, 2004). Dalam penelitian ini, peneliti meminta professional judgement dari dosen eksperimen dan dosen pembimbing skripsi di Fakultas Psikologi USU.
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas alat ukur menunjukkan derajat keajegan atau konsistensi alat
ukur yang bersangkutan bila diterapkan beberapa kali pada kesempatan yang
berbeda (Hadi, 2000). Reliabilitas alat ukur yang dapat dilihat dari koefisien
reliabilitas merupakan indikator konsistensi butir-butir pernyataan tes dalam
menjalankan fungsi ukurnya secara bersama-sama. Reliabilitas alat ukur ini
sebenarnya mengacu kepada konsistensi atau kepercayaan hasil ukur yang
mengandung makna kecermatan pengukuran (Azwar, 2000).
Dalam penelitian ini teknik reliabilitas yang digunakan adalah teknik satu
kali pengukuran atau disebut juga konsistensi internal (Suryabrata, 2000).
Pengujian reliabilitas skala penelitian dilakukan dengan mengolah data-data
dengan bantuan program SPSS 15,0 for Windows.
3. Uji Daya Beda
Uji daya beda butir pernyataan dilakukan untuk melihat sejauhmana butir
pernyataan mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang
memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Dasar kerja yang
digunakan dalam analisis butir pernyataan ini adalah dengan memilih butir-butir
pernyataan yang fungsi ukurnya selaras atau sesuai dengan fungsi ukur tes.
Dengan kata lain, peneliti memilih butir pernyataan yang mengukur hal yang
sama dengan apa yang diukur oleh tes sebagai keseluruhan (Azwar, 1999).
Pengujian daya beda aitem ini dilakukan dengan komputasi koefisien
korelasi antara distribusi skor pada aitem dengan suatu kriteria yang relevan yaitu
skor aitem dikorelasikan dengan skor total tes. Prosedur pengujian ini akan
menghasilkan koefisien korelasi aitem total yang dikenal dengan indeks
diskriminasi aitem (Azwar, 2004). Pengujian daya beda aitem ini dilakukan
dengan menggunakan SPSS 15.0 for Windows.
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur 1. Skala Motivasi Berprestasi
Uji coba Skala Motivasi Berprestasi dilakukan sebanyak dua kali karena
berdasarkan uji coba pertama Skala Motivasi Berprestasi ternyata ada satu aspek