• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kompatibilitas terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana Pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kompatibilitas terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana Pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KOMPATIBILITAS TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI IDE DAN ALAT KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA PRIA

DI KALANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MEDAN

T E S I S

Oleh

MALEMMIN BR BRAHMANA 097032033/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KOMPATIBILITAS TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI IDE DAN ALAT KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA PRIA

DI KALANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MALEMMIN BR BRAHMANA 097032033/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KOMPATIBILITAS TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI IDE DAN ALAT

KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA PRIA DI KALANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PEMBERDAYAAN

PEREMPUAN DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : Malemmin br Brahmana Nomor Induk Mahasiswa : 097032033

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (

Ketua Anggota Dra. Syarifah, M.S)

Ketua Program Studi Dekan

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 Desember 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Dra. Syarifah, M.S

2. dr. Heldy BZ, M.P.H

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KOMPATIBILITAS TERHADAP KEPUTUSAN ADOPSI IDE DAN ALAT KONTRASEPSI KELUARGA BERENCANA PRIA

DI KALANGAN PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

DAN KELUARGA BERENCANA KOTA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2012

(6)

ABSTRAK

Partisipasi pria dalam program KB di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 2% dari total akseptor KB. Upaya peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB diukur melalui penggunaan alat kontrasepsi kondom dan Metode Operasi Pria.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompatibilitas terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory, berlangsung pada bulan Agustus hingga Desember 2011. Populasi adalah seluruh PNS pria dengan status menikah dan mempunyai anak yang tercatat di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan berjumlah 41 orang, dan seluruhnya dijadikan sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α = 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan secara statistik faktor pengalaman masa lalu, faktor norma-norma yang berlaku dan faktor kebutuhan adopter berpengaruh terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria pada kalangan PNS pria di BPPKB Kota Medan. Pengalaman masa lalu mempunyai pengaruh paling besar (dominan) terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria.

Disarankan kepada : 1) PNS pria di BPPKB Kota Medan perlu meningkatkan pengalaman melalui interaksi dengan akseptor KB pria yang telah merasakan kondom dan/atau vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB pria yang kompatibel. 2) Perlu peran serta Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat memberi dukungan kepada PNS pria di BPPKB Kota Medan bahwa pembatasan jumlah anak tidak bertentangan dengan norma dan ajaran agama. 3) Perlu dukungan istri dan akseptor KB pria sehingga PNS pria di BPPKB Kota Medan merasa butuh menjadi akseptor KB pria. 4) BKKBN perlu memperbaiki administrasi dan kebijakan dalam revitalisasi program KB, khususnya KB pria.

(7)

ABSTRACT

Men participation at Indonesia in Family Planning program is still low, 2% of the total number of acceptors of Family Planning. The efforts to increase the participation is indicated by the utilization of condom and vasectomy.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of compatibility on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men at Medan Women Empowerment and Family Planning Board. The population of this study were all the 41 married men with children registered as the Civil Servants working for Medan Women Empowerment and Family Planning Board and all of them were selected to be the sample for this study. The research took place on Agustus to December 2011. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of previous experience, existing norms, and need of adopter had influence on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men at Medan Women Empowerment and Family Planning Board (BPPKB Medan). Previous experience was the most dominant factor in influencing the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men. Compatibility (previous experience, existing norms, and needs of adopter) had influence on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men.

It is recommended to: 1) male civil servants in the civil servants of Medan women empowerment and family planning board need to improve the experience of family planning acceptors through interaction with men who have felt the condom and or vasectomy as a means of male contraception are compatible, 2) Keep the participation of religious figures and community leaders gave support the civil servants of Medan women empowerment and family planning board that limiting the number of children does not conflict with the norms and religious teachings, 3) Need to support his wife and family planning acceptors so that civil servants in of Medan women empowerment and family planning board feel the need to be male family planning acceptors, 4) the civil servants of Medan women empowerment and family planning board to improve the administration and policy in revitalizing the family planning program, especially family planning for men.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Pengaruh Kompatibilitas terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi Keluarga Berencana Pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(9)

Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku ketua komisi pembimbing dan Dra. Syarifah, M.S selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 5. dr. Heldy BZ, M.P.H,dan dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku penguji tesis yang

dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Direktur Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan pada Poliklinik Gigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Kabanjahe yang telah memberikan dukungan dan semangat.

8. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

12. Suamiku tercinta Ir. Budiman Panjaitan beserta anak-anakku tersayang Billy Manuel, Becky Marella, Benny Mauritz, yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan dan doa serta rasa cinta yang dalam setia menunggu, memotivasi dan memberikan dukungan moril agar bisa menyelesaikan pendidikan ini .

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, Januari 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Malemmin br Brahmana, lahir pada tanggal 15 Oktober 1965 di Kabanjahe,

anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan N.Brahmana (alm) dan Ibunda M br Purba.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Sekolah Katolik, Kabanjahe, selesai Tahun 1978, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kabanjahe,selesai Tahun 1981, Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Immanuel Medan, selesai Tahun 1984. Fakultas Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara Medan, selesai Tahun 1991.

Mulai bekerja sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 1993, dokter gigi di Puskesmas Pallangga, Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, tahun 1994 sampai bulan November tahun 1998, sejak tahun 1999 bekerja sebagai dokter gigi di RSU Kabanjahe sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

2.1.3 Proses Pengambilan Keputusan ... 17

2.1.4 Kategori atau Tingkatan Adopsi ... 19

2.1.5 Inovasi ... 20

2.1.6 Karakteristik Inovasi ... 22

2.2 Program Keluarga Berencana ... 25

2.2.1 Pengertian Keluarga Berencana ... 25

(13)

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 42

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat ... 44

3.7 Metode Analisis Data ... 44

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Deskripsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan ... 47

4.2 Identitas Responden ... 50

4.3 Pengalaman Masa Lalu tentang KB dan Alat Kontrasepsi KB Pria 51 4.4 Norma-Norma yang Berlaku ... 54

4.5 Kebutuhan Adopter ... 55

4.6 Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 57

4.7 Tabel Silang Kompatibilitas dengan Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 58

4.8 Analisis Multivariat ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1 Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 65

5.2 Pengaruh Pengalaman Masa Lalu terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 70

5.3 Pengaruh Norma-Norma yang Berlaku terhadap Keputusan Adopsi Ide dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 75

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 44 4.1 Distribusi Identitas Responden di Badan Pemberdayaan Perempuan dan

Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan ... 50 4.2 Distribusi Pengalaman Masa Lalu tentang KB dan Alat Kontrasepsi KB

Pria ... 53 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengalaman Masa Lalu

dengan Program KB dan Kontrasepsi KB pria ... 54 4.4 Distribusi Responden berdasarkan Norma-Norma yang Berlaku dengan

Program KB dan Kontrasepsi KB pria ... 55 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Norma-Norma yang Berlaku 55 4.6 Distribusi Kebutuhan Adopter Responden tentang Program KB dan

Kontrasepsi KB pria ... 56 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebutuhan Adopter tentang

Program KB dan Kontrasepsi KB pria ... 57 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Keputusan Adopsi Ide dan Alat

Kontrasepsi KB Pria ... 57 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Keputusan Adopsi Ide dan

Alat Kontrasepsi KB Pria ... 58 4.10 Hubungan Pengalaman Masa Lalu dengan Keputusan Adopsi Ide dan

Alat Kontrasepsi KB Pria ... 59 4.11 Hubungan Norma-Norma yang Berlaku dengan Keputusan Adopsi Ide

dan Alat Kontrasepsi KB Pria ... 60 4.12 Hubungan Kebutuhan Adopter dengan Keputusan Adopsi Ide dan Alat

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 92

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 97

3 Uji Univariat ... 100

4 Uji Bivariat ... 105

(17)

ABSTRAK

Partisipasi pria dalam program KB di Indonesia masih rendah, yaitu sekitar 2% dari total akseptor KB. Upaya peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB diukur melalui penggunaan alat kontrasepsi kondom dan Metode Operasi Pria.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kompatibilitas terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan. Jenis penelitian survei explanatory, berlangsung pada bulan Agustus hingga Desember 2011. Populasi adalah seluruh PNS pria dengan status menikah dan mempunyai anak yang tercatat di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan berjumlah 41 orang, dan seluruhnya dijadikan sampel penelitian. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan dianalisis dengan regresi logistik berganda pada α = 0.05.

Hasil penelitian menunjukkan secara statistik faktor pengalaman masa lalu, faktor norma-norma yang berlaku dan faktor kebutuhan adopter berpengaruh terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria pada kalangan PNS pria di BPPKB Kota Medan. Pengalaman masa lalu mempunyai pengaruh paling besar (dominan) terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria.

Disarankan kepada : 1) PNS pria di BPPKB Kota Medan perlu meningkatkan pengalaman melalui interaksi dengan akseptor KB pria yang telah merasakan kondom dan/atau vasektomi sebagai alat kontrasepsi KB pria yang kompatibel. 2) Perlu peran serta Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat memberi dukungan kepada PNS pria di BPPKB Kota Medan bahwa pembatasan jumlah anak tidak bertentangan dengan norma dan ajaran agama. 3) Perlu dukungan istri dan akseptor KB pria sehingga PNS pria di BPPKB Kota Medan merasa butuh menjadi akseptor KB pria. 4) BKKBN perlu memperbaiki administrasi dan kebijakan dalam revitalisasi program KB, khususnya KB pria.

(18)

ABSTRACT

Men participation at Indonesia in Family Planning program is still low, 2% of the total number of acceptors of Family Planning. The efforts to increase the participation is indicated by the utilization of condom and vasectomy.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of compatibility on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men at Medan Women Empowerment and Family Planning Board. The population of this study were all the 41 married men with children registered as the Civil Servants working for Medan Women Empowerment and Family Planning Board and all of them were selected to be the sample for this study. The research took place on Agustus to December 2011. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression test at α = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of previous experience, existing norms, and need of adopter had influence on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men at Medan Women Empowerment and Family Planning Board (BPPKB Medan). Previous experience was the most dominant factor in influencing the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men. Compatibility (previous experience, existing norms, and needs of adopter) had influence on the decision to adopt the idea and family planning contraceptives for men.

It is recommended to: 1) male civil servants in the civil servants of Medan women empowerment and family planning board need to improve the experience of family planning acceptors through interaction with men who have felt the condom and or vasectomy as a means of male contraception are compatible, 2) Keep the participation of religious figures and community leaders gave support the civil servants of Medan women empowerment and family planning board that limiting the number of children does not conflict with the norms and religious teachings, 3) Need to support his wife and family planning acceptors so that civil servants in of Medan women empowerment and family planning board feel the need to be male family planning acceptors, 4) the civil servants of Medan women empowerment and family planning board to improve the administration and policy in revitalizing the family planning program, especially family planning for men.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Badan Kependudukan PBB (UNFPA), menyatakan bahwa jumlah penduduk dunia tahun 2010 telah mencapai 7 miliar jiwa atau bertambah 1 miliar jiwa hanya dalam waktu 10 tahun. Jumlah penduduk dunia tumbuh begitu cepat, dahulu untuk bertambah 1 miliar jiwa, dunia butuh waktu 130 tahun (1800-1930). Kini, dalam 13 tahun, penduduk bertambah 1 miliar jiwa dari 5 miliar jiwa tahun 1987 menjadi 6 miliar jiwa tahun 2000 (Endang, 2002).

Berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 205,1 juta jiwa dengan jumlah tersebut, Indonesia berada pada urutan keempat negara berpenduduk terbesar di dunia setelah Cina dengan jumlah penduduk 1,3 miliar jiwa, India 1,1 miliar jiwa dan Amerika Serikat 300 juta jiwa.dan data sementara hasil Sensus Penduduk tahun 2010 pada bulan Oktober tahun 2010 merilis jumlah total penduduk Indonesia mencapai 237,56 juta jiwa dengan tingkat laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,49 persen

(20)

tahunnya. Jika laju pertumbuhan tidak bisa dikendalikan, diperkirakan jumlah penduduk di Indonesia

Laju pertumbuhan penduduk ini dapat ditekan dengan adanya birth control. Di Indonesia birth control ini dikenal dengan nama Keluarga Berencana (KB). Program KB Nasional merupakan program pembangunan sosial dasar yang sangat penting artinya bagi pembangunan nasional dan kemajuan bangsa. Dalam Undang-Undang No.10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera, disebutkan bahwa KB adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN, 2004).

pada 2045 mencapai dua kali lipat dari jumlah sekarang, menjadi sekitar 450 juta jiwa, hal ini berarti satu dari 20 penduduk dunia adalah orang Indonesia. Angka ini melebihi jumlah penduduk Amerika (BKKBN Pusat, 2010). Bisa dibilang ledakan penduduk bukan lagi mitos, tetapi sudah menjadi realitas mengerikan yang harus kita tanggung bersama sama.

(21)

Selama dari tahun 1970 hingga tahun 2000, TFR (Total Fertility Rate) atau rata-rata kemampuan seorang perempuan melahirkan bayi selama masa reproduksinya sebesar 5,6, artinya pada tahun tersebut, rata-rata perempuan Indonesia melahirkan bayi antara 5 hingga 6 orang bayi selama masa suburnya. Pada tahun 2000, TFR turun menjadi 2,8. Artinya di era 2000-an ini kemampuan seorang perempuan ber reproduksi menghasilkan 2 hingga 3 orang anak selama masa suburnya (Bertrand, 2007).

Program KB merupakan langkah tepat untuk mengatasi laju pertumbuhan penduduk agar rakyat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang memadai serta memutus mata rantai kemiskinan.

Sejak sistem sentralisasi bergeser menjadi desentralisasi, banyak kepala daerah yang enggan mendukung program KB karena dianggap sebagai kegiatan menghambur-hamburkan uang. Mereka lebih mengutamakan pembangunan fisik yang hasilnya bisa langsung dirasakan. Pola pikir seperti itu merupakan cermin kurangnya pemahaman sebagian masyarakat terhadap peran KB.

Kini keberhasilan Indonesia dalam program KB mendapat tantangan cukup besar, mengingat saat ini indikator kependudukan yang dulu signifikan sekarang stagnan. Program KB di Tanah Air pada era reformasi tidak seintensif pada era Orde Baru (BKKBN, 2004).

(22)

bersifat kualitatif dalam hal perbaikan penanganan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.

Sejalan dengan era globalisasi, reformasi dan demokrasi yang menjadi paradigma universal saat ini, dalam melaksanakan visi dan misi program, pengelolaan Keluarga Berencana Nasional (KBN) pada masa-masa mendatang akan semakin memperlihatkan isu-isu yang berkembang di masyarakat, baik di tingkat Nasional maupun Internasional.

Isu kesetaraan gender muncul melalui Konferensi Internasional tentang pembangunan dan kependudukan (ICPD) The International Conference on

Population and Development (ICPD) 1994 di Cairo, menyatakan bahwa penggunaan

alat kontrasepsi merupakan bagian dari hak-hak reproduksi, yaitu bagian dari hak-hak azasi manusia yang universal. Hak-hak reproduksi yang paling pokok adalah hak setiap individu dan pasangan untuk menentukan kapan akan melahirkan, berapa jumlah anak dan jarak anak yang dilahirkan, serta memilih upaya untuk mewujudkan hak-hak tersebut yang intinya menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi bagi semua orang tanpa diskriminasi (Handayani, 2008).

(23)

Ketidakadilan gender memang sangat memengaruhi keberhasilan program KB. Bahkan para provider dan penentu kebijakan, masih menganggap penggunaan kontrasepsi adalah urusan perempuan. Mengingat perempuan yang sudah mengalami masa hamil, persalinan, menyusui, mendidik, mengasuh, juga acap kali diharuskan membantu suami mencari nafkah, masih harus menggunakan alat kontrasepsi yang terkadang tidak cocok, bahkan menimbulkan komplikasi. Suami yang punya andil dalam proses reproduksi tidak mau berperan dengan memakai alat kontrasepsi (BKKBN, 2003).

Masalah kesehatan reproduksi bukan hanya milik perempuan. Setelah menikah, lelaki juga punya peran sama dalam menjaga kesehatan reproduksi pasangan. Kepedulian pria dalam kesehatan reproduksi berpengaruh terhadap kesehatan ibu. Perhatian dan dukungan suami meningkatkan keberhasilan dalam menyelamatkan kehamilan dan persalinan.

(24)

langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria/suami secara langsung adalah menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi, seperti kondom, MOP (vasektomi) serta KB alamiah yang melibatkan pria/suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala (Gema, 2006).

Data SDKI (2007) menunjukkan, partisipasi pria dalam ber-KB di Indonesia kurang dari 2% dari total akseptor KB, dengan rincian kondom sebanyak 1,3% dan MOP/vasektomi sebanyak 0,2%. Artinya, tidak berbeda secara signifikan dengan hasil SDKI 2002 yang berada dalam kisaran 1,3 % dengan rincian Kondom 0,9 % dan MOP/vasektomi 0,4 %.

Data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) per Juni 2010 menunjukkan, jumlah wanita di Indonesia yang memakai alat kontrasepsi lebih dari 31 juta orang, sementara pria yang memakai alat kontrasepsi hanya sekitar 950.000 saja.

Capaian ini secara global berada jauh di bawah rata-rata dunia di mana pengguna Kondom mencapai 4,8 % dan MOP 3,4 %. Khusus di negara-negara maju seperti Jepang, Amerika dan negara-negara Eropa, kepesertaan KB Kondom mencapai 14,3 % dan MOP 5,3 %.

(25)

Provinsi Sumut yang mencapai 3,5 dari proyeksi sebesar 4,2 yang ditentukan oleh BKKBN Pusat (BKKBN Prov. Sumut, 2010).

Pada tahun 2010 akseptor KB Pria di Sumut MOP tercapai 2.088 akseptor melebihi target nasional sebanyak 2000 akseptor, sedangkan kondom tidak mencapai target nasional sebanyak 85000 akseptor dimana realisasi hanya sebanyak 80.042 akseptor (BKKBN Provinsi Sumut, 2010).

Kota Medan pada tahun 2009 akseptor KB pria tercapai 9.351 akseptor sedangkan target nasional sebanyak 16.650 akseptor. Realisasi akseptor KB pria tersebut di atas dengan rincian MOP sebanyak 450 akseptor dan kondom sebanyak 8.901 akseptor. Tahun 2010 akseptor KB pria di kota Medan meningkat signifikan yaitu MOP sebanyak 513 akseptor dan kondom sebanyak 10.705 akseptor (BPPKB Kota Medan).

Salah satu faktor yang memengaruhi upaya mensukseskan program KB pria adalah sifat dan metodenya. Selain itu, inovasi yang harus diadopsi dalam KB pria haruslah mempunyai banyak penyesuaian (daya adopsi) terhadap kondisi fisik, psikis, sosial, ekonomi dan budaya.

(26)

Kecepatan adopsi suatu inovasi tergantung pada beberapa hal yaitu sifat inovasi, sifat adopter dan perilaku pengantar perubahan. Hasil penelitian yang dilakukan Ekarini (2008), diketahui ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap partisipasi pria dalam ber-KB di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali. Selanjutnya penelitian Simanjuntak (2008) menunjukkan bahwa istri berpengaruh signifikan terhadap tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit Wilayah Medan.

Demikian juga penelitian Wijayanti (2004) di desa Timpik kecamatan Susukan Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa semua responden menyatakan MOP belum membudaya atau belum umum dilakukan oleh laki-laki. Kondisi sosial budaya masyarakat yang patrilinial yang memungkinkan kaum perempuan berada dalam sub ordinasi menyebabkan pengambilan keputusan dalam KB didominasi oleh kaum pria.

Ada beberapa faktor yang membuat pria enggan untuk ber-KB di antaranya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak reproduksi, keterbatasan jenis alat kontrasepsi pria, kondisi sosial, adanya rumor tentang vasektomi serta penggunaan kondom untuk hal yang bersifat negatif (BKKBN Sumut, 2009).

(27)

meningkatkan cakupan program KB dan kesehatan reproduksi, yakni partisipasi pria dalam praktik KB, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak, serta pencegahan kematian maternal. Pada kenyataannya nilai strategis itu belum terjadi di Indonesia (BKKBN, 2003).

Keberadaan anggota atau kelompok dalam masyarakat, termasuk tokoh masyarakat dapat memberikan dampak yang berarti pada akseptabilitas berbagai metode kontrasepsi. Masyarakat cenderung memiliki pendapat yang sama tentang akseptabilitas berbagai metode kontrasepsi berdasarkan apa yang dikatakan pemimpinnya. Dengan demikian apabila pemimpin tersebut setuju atau menentang suatu metode kontrasepsi akan cenderung diadopsi anggota masyarakatnya.

Dalam mewujudkan program KB pria, tidak terlepas kaitannya dengan petugas yang berperan langsung dalam pengembangan program KB pria, seperti Pegawai Negeri Sipil (PNS) pria pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) yang bertugas sebagai penyelenggara dalam memberikan informasi tentang program dan pelayanan KB kepada masyarakat dan bukan hanya sebatas menjalankan tugas dan fungsinya semata, akan tetapi PNS pada BPPKB juga harus memiliki kesadaran individu sebagai orang yang siap untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dalam mewujudkan program kependudukan, salah satu diantaranya adalah dengan ikut menjadi peserta program KB

(28)

Medan menunjukkan data akseptor KB pria aktif sampai tahun 2010 berjumlah 5 orang dengan perincian : MOP 1 orang, dan kondom 4 orang.

Survei pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret tahun 2011 dengan melakukan wawancara terhadap 10 orang PNS pria di BPPKB Kota Medan diketahui beberapa permasalahan yang menyebabkan PNS pria tidak ikut serta dalam program KB pria karena alat kontrasepsi yang diperuntukkan bagi pria dianggap kurang sesuai dengan yang diharapkan, misalnya: (a) penggunaan kondom dirasakan mengurangi kenyamanan, (b) Metode Operasi Pria (MOP) atau vasektomi dianggap cukup rumit karena harus melalui proses operasi.

Berdasarkan alasan yang dinyatakan PNS pria di BPPKB Kota Medan menggambarkan bahwa inovasi tentang alat kontrasepsi KB pria dirasakan kurang sesuai atau kurang konsisten dengan pengalaman masa lalu dalam penggunaan alat kontrasepsi, ada anggapan program KB pria tidak sesuai dengan nilai-nilai atau norma yang berlaku di masyarakat serta program KB pria dianggap bukan merupakan kebutuhan pria.

Temuan pada survei pendahuluan menunjukkan bahwa keengganan pria pada BPPKB Kota Medan untuk menjadi akseptor KB pria terkait dengan ketidaksesuaian alat kontrasepsi pria (kondom dan MOP/vasektomi) yang dikembangkan dalam program KB saat ini.

(29)

relatif (relative advantage), kompatibilitas (compatibility), kerumitan (complexity), kemampuan diuji cobakan (trialability) serta kemampuan untuk diamati

(observability). Mengacu kepada teori Rogers (1983) yang telah disebutkan di atas,

maka inovasi program KB pria melalui penggunaan alat kontrasepsi kondom dan MOP/vasektomi dapat berhasil apabila KB Pria tersebut memiliki keunggulan, dapat diujicobakan, dapat diamati, kompatibel serta tidak rumit dalam pelaksanaannya.

Dari berbagai hasil penelitian dan laporan dari BPPKB Kota Medan tersebut diperoleh suatu gambaran bahwa peran pria dalam mengikuti program KB belum optimal, maka peneliti bermaksud meneliti tentang pengaruh kompatibilitas terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah apakah ada pengaruh kompatibilitas terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

(30)

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh kompatibilitas terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai khasanah menambah ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang administrasi kebijakan dan kesehatan yang berkaitan program Keluarga Berencana (KB).

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adopsi Inovasi 2.1.1 Pengertian Adopsi

Menurut Notoatmodjo (2003), adopsi adalah perilaku baru seseorang sesuai dengan latar belakang pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap rangsangan/stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi telah melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran tidak akan berlangsung lama.

(32)

2.1.2 Tahapan Proses Adopsi

Menurut Rogers (1983) proses keputusan adopsi inovasi memiliki lima tahap, yaitu : knowledge (pengetahuan), persuasion (kepercayaan), decision (keputusan),

implementation (penerapan) dan confirmation (penegasan/pengesahan). Kelima

langkah ini dapat diuraikan seperti di bawah ini : a. Knowledge

Pada tahapan ini suatu individu belajar tentang keberadaan suatu inovasi dan mencari informasi tentang inovasi tersebut. Selama tahap ini individu akan menetapkan “apa inovasi itu ? bagaimana dan mengapa ia bekerja ?. Menurut Rogers (1983), pertanyaan ini akan membentuk tiga jenis pengetahuan (knowledge) :

Stage (Tahap Pengetahuan)

Awareness-knowledge merupakan pengetahuan akan keberadaan suatu

inovasi. Pengetahuan jenis ini akan memotivasi individu untuk belajar lebih banyak tentang inovasi dan kemudian akan mengadopsinya. Pada tahap ini inovasi mencoba diperkenalkan pada masyarakat tetapi tidak ada informasi yang pasti tentang produk tersebut. Karena kurangnya informasi tersebut maka maka masyarakat tidak merasa memerlukan akan inovasi tersebut. Rogers menyatakan bahwa untuk menyampaikan keberadaan inovasi akan lebih efektif disampaikan melalui media massa seperti radio, televisi, koran, atau majalah. Sehingga masyarakat akan lebih cepat mengetahui akan keberadaan suatu inovasi.

How-to-knowledge, yaitu pengetahuan tentang bagaimana cara menggunakan

(33)

sebuah inovasi maka individu harus memiliki pengetahuan ini dengan memadai berkenaan dengan penggunaan inovasi ini.

Principles-Peranan para agen perubahan dalam menghasilkan ketiga jenis pengetahuan tersebut kebanyakan memusatkan perhatian pada usaha untuk menciptakan

knowledge, yaitu pengetahuan tentang prinsip-prinsip

keberfungsian yang mendasari bagaimana dan mengapa suatu inovasi dapat bekerja. Suatu inovasi dapat diterapkan tanpa pengetahuan ini, akan tetapi penyalahgunaan suatu inovasi akan mengakibatkan berhentinya inovasi tersebut.

awareness-knowledge yang sebenarnya untuk tujuan ini akan lebih efisien dengan

menggunakan jalur media masa.

Tahap persuasi terjadi ketika individu memiliki sikap positif atau negatif terhadap inovasi. Tetapi sikap ini tidak secara langsung akan menyebabkan apakah individu tersebut akan menerima atau menolak suatu inovasi. Suatu individu akan membentuk sikap ini setelah dia tahu tentang inovasi, maka tahap ini berlangsung setelah knowledge stage dalam proses keputusan inovasi. Rogers menyatakan bahwa

knowledge stage lebih bersifat kognitif (tentang pengetahuan), sedangkan persuasion

stage bersifat afektif karena menyangkut perasaan individu, karena itu pada tahap ini

individu akan terlibat lebih jauh lagi. Tingkat ketidakyakinan pada fungsi-fungsi inovasi dan dukungan sosial akan mempengaruhi pendapat dan kepercayaan individu terhadap inovasi.

(34)

c. Decision

Pada tahapan ini individu membuat keputusan apakah menerima atau menolak suatu inovasi. Menurut Rogers adoption (menerima) berarti bahwa inovasi tersebut akan digunakan secara penuh, sedangkan menolak berarti “not to adopt an

innovation”. Jika inovasi dapat dicobakan secara parsial, umpamanya pada keadaan

suatu individu, maka inovasi ini akan lebih cepat diterima karena biasanya individu tersebut pertama-tama ingin mencoba dulu inovasi tersebut pada keadaannya dan setelah itu memutuskan untuk menerima inovasi tersebut. Walaupun begitu, penolakan inovasi dapat saja terjadi pada setiap proses keputusan inovasi ini. Rogers menyatakan ada dua jenis penolakan, yaitu

Stage (Tahap Keputusan)

active rejection dan

Active

passive rejection.

rejection terjadi ketika suatu individu mencoba inovasi dan berfikir

akan mengadopsi inovasi tersebut namun pada akhirnya dia menolak inovasi tersebut.

passive rejection individu tersebut sama sekali tidak berfikir untuk mengadopsi

inovasi.

Pada tahap

d. Implementation Stage (Tahap Implementasi)

implementasi, sebuah inovasi dicoba untuk dipraktekkan, akan

(35)

organisasi, karena dalam sebuah inovasi jumlah individu yang terlibat dalam proses keputusan inovasi ini akan lebih banyak dan terdiri dari karakter yang berbeda-beda.

Ketika keputusan inovasi sudah dibuat, maka si pengguna akan mencari dukungan atas keputusannya ini. Menurut Rogers keputusan ini dapat menjadi terbalik apabila si pengguna ini menyatakan ketidaksetujuan atas pesan-pesan tentang inovasi tersebut. Akan tetapi kebanyakan cenderung untuk menjauhkan diri dari hal-hal seperti ini dan berusaha mencari pesan-pesan yang mendukung yang memperkuat keputusan itu. Jadi dalam tahap ini, sikap menjadi hal yang lebih krusial. Keberlanjutan penggunaan inovasi ini akan bergantung pada dukungan dan sikap individu.

e. Confirmation Stage (Tahap Konfirmasi)

2.1.3 Proses Pengambilan Keputusan

Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah:

(36)

jenis inovasi bahkan harus disosialisasikan melalui komunikasi interpersonal dan kedekatan secara fisik.

2. Pengadopsian: Dalam tahap ini masyarakat mulai menggunakan inovasi yang mereka pelajari. Diadopsi atau tidaknya sebuah inovasi oleh masyarakat ditentukan juga oleh beberapa faktor. Riset membuktikan bahwa semakin besar keuntungan yang didapat, semakin tinggi dorongan untuk mengadopsi perilaku tertentu. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh keyakinan terhadap kemampuan diri seseorang. Sebelum seseorang memutuskan untuk mencoba hal baru, orang tersebut biasanya bertanya pada diri mereka sendiri apakah mereka mampu melakukannya. Jika seseorang merasa mereka bisa melakukannya, maka mereka akan cenderung mangadopsi inovasi tersebut. Selain itu, dorongan status juga menjadi faktor motivasional yang kuat dalam mengadopsi inovasi. Beberapa orang ingin selalu menjadi pusat perhatian dalam mengadopsi inovasi baru untuk menunjukkan status sosialnya di hadapan orang lain. Adopsi inovasi juga dipengaruhi oleh nilai yang dimiliki individu tersebut serta persepsi dirinya. Jika sebuah inovasi dianggapnya menyimpang atau tidak sesuai dengan nilai yang dianut, maka ia tidak akan mengadopsinya. Semakin besar pengorbanan yang diberikan untuk mengadopsi sebuah inovasi, semakin kecil tingkat adopsinya.

(37)

hubungan sosial yang mereka miliki. Dalam proses adopsi inovasi, komunikasi melalui saluran media massa lebih cepat menyadaran masyarakat mengenai penyebaran inovasi baru dibanding saluran komunikasi interpersonal. Komunikasi interpersonal mempengaruhi manusia untuk mengadopsi inovasi yang sebelumnya telah diperkenalkan oleh media massa.

2.1.4 Kategori atau Tingkatan Adopsi

Rogers (1983) dan sejumlah ilmuwan komunikasi lainnya mengidentifikasi 5 kategori pengguna atau mengadopsi inovasi :

1. Inovator: Adalah kelompok orang yang berani dan siap untuk mencoba hal-hal baru. Hubungan sosial mereka cenderung lebih erat dibanding kelompok sosial lainnya. Orang-orang seperti ini lebih dapat membentuk komunikasi yang baik meskipun terdapat jarak geografis. Biasanya orang-orang ini adalah mereka yang memeiliki gaya hidup dinamis di perkotaan yang memiliki banyak teman atau relasi.

2. Pengguna awal: Kelompok ini lebih lokal dibanding kelompok inovator. Kategori adopter seperti ini menghasilkan lebih banyak opini dibanding kategori lainnya, serta selalu mencari informasi tentang inovasi. Mereka dalam kategori ini sangat disegani dan dihormati oleh kelompoknya karena kesuksesan mereka dan keinginannya untuk mencoba inovasi baru.

(38)

dalam mengadopsi inovasi, bahkan bisa dalam kurun waktu yang lama. Orang-orang seperti ini menjalankan fungsi penting dalam melegitimasi sebuah inovasi, atau menunjukkan kepada seluruh komunitas bahwa sebuah inovasi layak digunakan atau cukup bermanfaat.

4. Mayoritas akhir: Kelompok yang ini lebih berhati-hati mengenai fungsi sebuah inovasi. Mereka menunggu hingga kebanyakan orang telah mencoba dan mengadopsi inovasi sebelum mereka mengambil keputusan. Terkadang, tekanan dari kelompoknya bisa memotivasi mereka. Dalam kasus lain, kepentingan ekonomi mendorong mereka untuk mengadopsi inovasi.

5. Laggard: Kelompok ini merupakan orang yang terakhir melakukan adopsi inovasi. Mereka bersifat lebih tradisional, dan segan untuk mencoba hal hal baru. Kelompok ini biasanya lebih suka bergaul dengan orang-orang yang memiliki pemikiran sama dengan mereka. Sekalinya sekelompok laggard mengadopsi inovasi baru, kebanyakan orang justru sudah jauh mengadopsi inovasi lainnya, dan menganggap mereka ketinggalan zaman.

2.1.5 Inovasi

(39)

barang-barang baru. Inovasi merupakan pangkal terjadinya perubahan sosial yang merupakan inti dan pembangunan masyarakat (Drucker, 1985).

Menurut Drucker (1985), setiap ide/gagasan baru pernah menjadi inovasi. Setiap inovasi pasti berubah seiring berlalunya waktu. Komputer, alat kontrasepsi KB,dan lain-lain, barangkali dianggap sebagai inovasi di beberapa negara tetapi di Amerika Serikat (USA) mungkin telah usang.

Suatu inovasi mungkin telah lama diketahui seseorang. tetapi dia belum mengembangkan sikap suka atau tidak suka, menerima atau menolak inovasi tersebut. (Hanafi, 1997). Havelock 1973 (dalam Nasution, 1990) menyatakan bahwa inovasi merupakan segala perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh masyarakat yang mengalaminya.

KB Pria di Indonesia bisa disebut sebagai suatu inovasi dimana pengertian inovasi adalah segala sesuatu ide, cara-cara ataupun objek yang dipersepsikan oleh seorang sebagai sesuatu yang baru (Rogers 1983). Baru dalam ide yang inovatif tidak berarti harus baru sama sekali kebaruan inovasi ini diukur secara subyektif menurut pandangan individu yang menangkapnya. Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka itu adalah inovasi (bagi orang itu).

(40)

yang menolak barang kali akan menimbulkan masalah-masalah baru dalam kehidupannya (Gema, 2006).

2.1.6 Karakteristik Inovasi

Rogers (1983) mengemukakan lima karakteristik inovasi meliputi: keunggulan relatif (relative advantage), kompatibilitas (compatibility), kerumitan (complexity), kemampuan diuji cobakan (trialability), dan kemampuan untuk diamati

(observability).

a. Keunggulan Relatif (Relative Advantage)

Keunggulan relatif adalah derajat dimana suatu inovasi dianggap lebih baik/unggul dari yang pernah ada sebelumnya. Hal ini dapat diukur dari beberapa segi, seperti segi eknomi, prestise social, kenyamanan, kepuasan dan lain-lain. Semakin besar keunggulan relatif dirasakan oleh pengadopsi, semakin cepat inovasi tersebut dapat diadopsi.

(41)

b. Kompatibilitas (Compatibility)

Kompatibilitas (compatibility) adalah derajat dimana inovasi tersebut dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang berlaku, pengalaman masa lalu dan kebutuhan pengadopsi. Sebagai contoh, jika suatu inovasi atau ide baru tertentu tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku, maka inovasi itu tidak dapat diadopsi dengan mudah sebagaimana halnya dengan inovasi yang sesuai (compatible)

Salah satu faktor yang mempengaruhi adopsi KB Pria adalah kompatibilitas. Pengertian ”kompatibilitas” dalam kamus bahasa Indonesia berarti keadaan penyesuaian diri atau kesesuaian. Kompatibilitas KB pria yakni derajat dimana KB pria tersebut dianggap konsisten dengan : (a) pengalaman masa lalu, (b) norma norma yang berlaku dan (c) kebutuhan adopter (Rogers, 1983).

c. Kerumitan (Complexity)

Kerumitan adalah derajat dimana inovasi dianggap sebagai suatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan. Beberapa inovasi tertentu ada yang dengan mudah dapat dimengerti dan digunakan oleh pengadopsi dan ada pula yang sebaliknya. Semakin mudah dipahami dan dimengerti oleh pengadopsi, maka semakin cepat suatu inovasi dapat diadopsi.

(42)

d. Kemampuan diuji cobakan (Trailability)

Kemampuan untuk diuji cobakan adalah derajat dimana suatu inovasi dapat diuji-coba batas tertentu. Suatu inovasi yang dapat di uji-cobakan dalam seting sesungguhnya umumnya akan lebih cepat diadopsi. Jadi, agar dapat dengan cepat diadopsi, suatu inovasi sebaiknya harus mampu menunjukan (mendemonstrasikan) keunggulannya.

e. Kemampuan untuk diamati (Observability)

Kemampuan untuk diamati adalah derajat dimana hasil suatu inovasi dapat terlihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil dari suatu inovasi, semakin besar kemungkinan orang atau sekelompok orang tersebut mengadopsi.

Karakteristik terakhir inovasi adalah keteramatan. Rogers (1983) keteramatan didefinisikan sebagai "sejauh mana hasil dari suatu inovasi yang dilihat oleh orang lain". Serupa dengan keuntungan relatif, kompatibilitas, dan trailability, keteramatan juga berkorelasi positif dengan tingkat adopsi dari suatu inovasi. Secara ringkas, Rogers (2003) berpendapat bahwa inovasi relatif menawarkan keuntungan lebih, kompatibilitas, kesederhanaan, trailability, dan keteramatan akan diadopsi lebih cepat daripada inovasi lainnya.

(43)

2.2 Program Keluarga Berencana

2.2.1 Pengertian Program Keluarga Berencana

Dalam kamus Barat pada umumnya, Family planning diartikan sebagai pembatasan kelahiran dan jarak antar anak. The American Heritage (2007) menyebutkan bahwa KB adalah suatu program untuk mengatur jumlah dan jarak anak dalam keluarga melalui penggunaan kontrasepsi atau metode pengaturan kelahiran lainnya WHO (2011)

Dalam konteks Indonesia, definisi family planning dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Disebutkan bahwa Keluarga Berencana adalah upaya peningkatan kepedulian dan peranserta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, serta peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

Dalam buku Pegangan Penyuluh Keluarga Berencana (BKKBN, 2004) disebutkan bahwa Program KB Nasional adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera menuju keluarga berkualitas.

(44)

langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Pembangunan ini diarahkan sebagai upaya pengendalian kuantitas penduduk.

Beberapa negara melaksanakan program KB dalam upaya mengurangi tingkat kelahiran dan mencegah ledakan penduduk. Di China, sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia, program KB mulai benar-benar diterapkan tahun 1970-an. Program yang dicanangkan adalah: menunda perkawinan, menunda memunyai anak serta menjaga jarak kelahiran antar-anak. Slogannya adalah: satu anak itu baik, dua anak masih dapat diterima dan tiga anak itu terlalu banyak. Dengan menerapkan program KB, diperkirakan dapat menekan 300 juta kelahiran antara tahun 1970-1994 (Lie, 1998). Pada awalnya, masyarakat tradisional Cina lebih suka menikah muda, memunyai anak pada usia muda serta memunyai banyak anak. Mereka biasanya memunyai anak antara 5-6 orang. Dalam pandangan mereka, “lebih banyak anak berarti suatu kebahagiaan yang besar” (Lie, 1998).

(45)

tiga hal yang utama yakni: pendidikan, pelayanan regular dan penggunaan alat kontrasepsi.

Di India, program KB dimulai tahun 1950-an, tetapi belum optimal. Akhir 1960-an, barulah dilakukan program besar-besaran untuk menurunkan kelahiran dari 41 per 1000 menjadi 20-25 per 1000 pada pertengahan tahun 1970-an. Kebijakan Kependudukan Nasional yang diadopsi tahun 1976 menyatakan perlunya pengintegrasian antara program KB dengan tingkat kesejahteraan penduduk. Pembuat kebijakan berasumsi bahwa ukuran/jumlah keluarga yang terlalu besar adalah bagian dari kemiskinan, sehingga harus dikikis dengan strategi terintegrasi. Untuk itu, pendidikan tentang kependudukan dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum sekolah (Wikipedia, 2010).

Di Malaysia, Family Planning dimulai sekitar 1950. Metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan adalah pil. Menurut survei tahun 1957, sebanyak 31 persen perempuan di kota dan dua persen di desa menggunakan alat tersebut. Saat ini, kebutuhannya adalah: melatih petugas kesehatan, menginformasikan dan memotivasi keluarga untuk menerima KB, melanjutkan program pendididikan, mereformasi hukum anti aborsi, serta mengintegrasikan pelayanan KB dengan pelayanan kesehatan.

Di Banglades yang pada tahun 2003 menjadi negara terpadat terbanyak ke-7 di dunia (sekitar 135 juta) yang hampir setengahnya miskin, program KB mulai dilaksanakan tahun 2003 dengan nama The Health Nutrition and Population Sector

(46)

lapangan dan klinik-klinik pembantu yang menyediakan layanan KB serta kunjungan rumah ke rumah (Rob, 2006).

Dari uraian di atas dapat dirangkum bahwa program KB merupakan salah satu solusi bagi negara-negara “besar” dalam upaya mengendalikan penduduk. Pelaksanaan program KB dilakukan oleh para petugas yang secara resmi diberi mandat untuk itu. Mereka adalah para pegawai negeri sipil baik yang berstatus sebagai penyuluh fungsional (yang disebut dengan Penyuluh KB/PKB) maupun bukan fungsional (yang disebut Petugas Lapangan Keluarga Berencana/PLKB).

(47)

kegiatan penyuluhan, pelayanan, evaluasi dan pengembangan Keluarga Berencana Nasional. Dengan kata lain, PKB adalah PLKB yang berstatus sebagai pejabat fungsional (BKKBN, 2002).

Tugas pokok mereka adalah (1) melakukan penyuluhan KB Nasional dan (2) memberikan pelayanan KB. Kegiatan penyuluhan KB adalah kegiatan

penyampaian informasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga dan masyarakat guna mewujudkan keluarga berkualitas. Sedangkan pelayanan KB adalah pemberian fasilitas kepada keluarga dan masyarakat guna memenuhi kebutuhannya dalam mewujudkan keluarga berkualitas. Tugas memberikan penyuluhan KB Nasional meliputi: persiapan penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan dan pembinaan generasi muda. Adapun tugas pelayanan KB mencakup: persiapan pelayanan, pelaksanaan pelayanan dan pengembangan model pelayanan. 2.2.2 Alat Kontrasepsi KB Pria

Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti ‘mencegah’ atau ‘melawan’ dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma tersebut (Hartanto, 2004).

(48)

pra-perkawinan dan konsultasi pra-perkawinan, konsultasi genetik, tes keganasan dan adopsi (Depkes RI, 2005).

Tidak ada satupun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah : a. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat jika digunakan

b. Berdaya guna, dalam arti jika digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah kehamilan. Ada beberapa komponen dalam menentukan keektifan dari suatu metode kontrasepsi diantaranya adalah keefektifan teoritis, keefektifan praktis, dan keefektifan biaya. Keefektifan teoritis (theoritical effectiveness) yaitu kemampuan dari suatu cara kontrasepsi untuk mengurangi terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, apabila cara tersebut digunakan terus menerus dan sesuai dengan petunjuk yang diberikan tanpa kelalaian. Sedangkan keefektifan praktis (use effectiveness) adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain (Saifuddin, 2006).

(49)

motivasi, budaya, sosial ekonomi, agama, sifat yang ada pada KB, dan faktor daerah (desa/kota).

d. Terjangkau harganya oleh masyarakat

e. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya, kecuali untuk kontrasepsi mantap.

Alat kontrasepsi untuk pria yang ada sampai saat ini masih sangat terbatas yaitu kondom dan Medis Operasi Pria (MOP) biasa juga disebut vasektomi.

a. Kondom

Kondom adalah sarung karet tipis, cara kerjanya adalah dengan mencegah sperma bertemu dengan ovum. Secara teori tingkat efektivitas kondom sebesar 98 % namun dalam prakteknya hanya mencapai 85 % (Saifuddin, 2006).

Kondom efektif jika digunakan secara benar tiap kali berhubungan. Namun efektivitasnya kurang jika dibandingkan metode pil, AKDR, suntikan KB. Keuntungan menggunakan alat kontrasepsi kondom adalah : (a) dapat dipakai sendiri, (b) dapat mencegah penularan penyakit kelamin, (c) tidak mempengaruhi kegiatan menyusui, (d) tidak mengganggu kesehatan, (e) tidak ada efek samping sistemik, (f) tersedia secara luas (toko farmasi dan toko-toko yang ada di masyarakat), (g) tidak perlu resep atau penilaian medis.

(50)

di antara pria ada yang merasa jijik, terlebih kondom selama ini dianggap dekat dengan pandangan miring masyarakat seperti kondom identik dengan pelacuran, kenakalan pria, seks bebas dan sebagainya.

b. Metode Operasi Pria (MOP) atau Vasektomi

Program KB pria yang kini semakin marak digalakkan pemerintah dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk adalah terutama Metode Operasi Pria (MOP), sebagai bentuk perubahan paradigma program KB adalah pemotongan/pengikatan kedua saluran sperma laki-laki (vasektomi).

Prinsip dasar dari vasektomi adalah bagaimana menjadikan pipa saluran spermatozoa atau sel benih vasa deferens pria agar betul-betul dibuat buntu. Operasi vasektomi sebagai metode mencegah pertemuan sel telur dengan sperma secara teori dan praktek mempunyai tingkat efektivitas 99,9 % dengan keuntungan paling efektif mengakhiri kesuburan selamanya (keberhasilan pembalikan tidak bisa dijamin). Metode vasektomi baik untuk pasangan yang: sudah yakin tidak ingin punya anak lagi, jika hamil akan membahayakan jiwanya serta menginginkan metode yang tidak mengganggu.

(51)

pelayanan, maka saat ini telah dikembangkan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) yang merupakan inovasi teknik Vasektomi yang terbukti lebih cepat, lebih baik dan lebih sehat dibandingkan cara vasektomi yang terdahulu (Rahardjo, 1995).

Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) adalah tindakan pengikatan vas deferens/saluran sperma kiri dan kanan, sehingga pada waktu ejakulasi cairan mani yang keluar tidak lagi mengandung sperma, sehingga tidak terjadi kehamilan. Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1990 dan disambut dengan baik oleh kaum pria karena menurunkan derajat kengerian para pria terhadap pembedahan Vasektomi, dimana pada Vasektomi cara konvensional menggunakan pisau bedah sedangkan pada Vasektomi Tanpa Pisau (VTP) tindakan dilakukan tanpa menggunakan pisau bedah (Rahardjo, 1995).

(52)

MOP merupakan salah satu bentuk sterilisasi permanent MOP ditolak banyak pria, sebahagian dari mereka merasa ada ego yang terampas ketika kemampuan reproduksinya dihambat dengan tindakan operasi pada tubuhnya sendiri .Kemampuan reproduksi bagi pria masih menjadi lambang kejantanannya sebagai pria .Banyak pria merasa takut bila menjadi peserta MOP atau vasektomi, karena pemahaman yang mengindentikkan MOP dengan kebiri. Selain itu pemahaman yang keliru seperti anggapan MOP dapat membuat impoten, menurunkan libido, membuat pria tidak bisa ejakulasi, atau MOP merupakan tindakan operasi yang menyeramkan. Muncul pula kekhawatiran para istri karena beranggapan suami yang vasektomi atau sterilisasi berpeluang lebih besar untuk menyeleweng.

Adanya paradigma yang sudah mengakar dan sulit untuk mengubahnya berkaitan dengan budaya patriarki, yakni peran pria demikian besar dibanding wanita. Dengan demikian sesuatu yang berkenaan dengan mengubah atau mengurangi kemampuan pria, walau bersifat semu, akan berhadapan dengan stigma tersebut. Kemudian, masalah juga terjadi berkaitan dengan tabu, merupakan aib untuk menunjukkan alat kelamin didepan orang lain kecuali pasangan untuk melakukan hubungan sex. Memang ada pengecualian khusus jika berkaitan dengan perawatan medis untuk

(53)

KB disini ingin membuktikan urusan KB bukanlah semata-mata urusan perempuan tapi pria pun juga bisa ikut berpartisipasi dalam KB, (3) kesadaran para suami untuk ikut berpartisipasi dalam KB. Alasan pria memilih alat kontrasepsi bermacam-macam, alasan memilih kondom karena harganya yang murah dan mudah dicari, sedangkan yang memilih vasektomi karena tingkat kegagalan dari vasektomi sangat tipis, selain itu tidak ada efek samping dan merasa aman dan nyaman ketika sedang melakukan aktifitas seksual. Dalam hal tindakan pria peserta KB aktif dalam memilih alat kontrasepsi pertama kali mereka memperoleh pengetahuan tentang KB dari PLKB Kelurahan, setelah itu yang mereka lakukan yaitu dengan mendatangi klinik KB untuk berkonsultasi mengenai alat kontrasepsi yang tepat untuk mereka apakah dengan kondom atau vasektomi. Setelah itu mereka melakukan tindakan dengan berpartisipasi dalam KB dengan kondom atau vasektomi.

(54)

2.3 Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, tentang Pokok-pokok Kepegawaian, pengertian pegawai negeri didefinisikan atau dirumuskan sebagai berikut : “Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negara, atau diserahi tugas negara lainnya, dan gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Menurut Pasal 2 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, yang termasuk dalam pegawai negeri ialah : Pegawai Negeri terdiri dari PNS (Pusat, Daerah), Anggota Tentara Nasional, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya mengenai kedudukan dan tugas Pegawai Negeri adalah sebagai aparatur pelaksana pemerintah dalam mencapai tujuan Nasional, menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan. Pemerintah tidak hanya menjalankan fungsi umum pemerintahan, tetapi juga harus mampu melaksanakan fungsi pembangunan, atau dengan perkataan lain pemerintah bukan hanya menyelenggarakan tertib pemerintahan, tetapi juga harus menyelenggarakan dan memperlancar pembangunan untuk kepentingan rakyat banyak.

(55)

menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdaya guna dan berhasil guna.

Pegawai negeri diharapkan memiliki gairah dan etos kerja, penuh inisiatif, dedikatif serta langkah-langkah positif guna mewujudkan prestasi kerja dan kariernya. Selain itu, pegawai negeri diharapkan dapat menjaga sikap mental dalam melaksanakan kedinasannya, serta dapat dijadikan suri tauladan atau panutan di tengah-tengah masyarakat. Kemudian tentang Kewajiban Pegawai Negeri disebutkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-IV disebutkan tugas pemerintah secara umum adalah memajukan kesejahteraan umum. Oleh karena pegawai negeri adalah aparatur pemerintah, maka bisa disebut bahwa pegawai negeri mempunyai tugas yang sangat penting, yakni : “melayani kepentingan umum” (public

service).

(56)

2.4 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Rogers, 1983

Gambar 5.1 A Model of stages in the innovation-decision process

(Sumber: Rogers, 1983)

Mengacu kepada landasan teori di atas, maka penelitian ini fokus pada karakteristik inovasi yakni kompatibilitas. Kompatibilitas adalah sejauh mana suatu inovasi dianggap konsisten dengan pengalaman masa lalu, norma-norma yang berlaku dan kebutuhan adopter (Rogers, 1983). Sejalan dengan itu, kompatibilitas KB pria pada PNS akan mempengaruhi keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria. Kompatibilitas ide dan alat kontrasepsi keluarga berencana pria seharusnya memberi kenyamanan bagi pengguna alat kontrasepsi KB Pria.

(57)

2.5 Kerangka Konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian KOMPATIBILITAS

- Pengalaman Masa Lalu - Norma-Norma yang berlaku - Kebutuhan adopter

(58)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei explanatory, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel independen berupa kompatibilitas terhadap variabel dependen yaitu keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria melalui uji hipotesis.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan dengan alasan belum optimalnya peserta KB pria di kalangan PNS pada BPPKB Kota Medan. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus sampai dengan Desember 2011.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PNS pria dengan status menikah dan mempunyai anak yang tercatat di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan berjumlah 41 orang.

3.3.2 Sampel

(59)

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer dalam penelitian merupakan data yang diperoleh secara langsung dari PNS pria di BPPKB Kota Medan menggunakan kuesioner yang telah disusun dan mengacu pada variabel yang diteliti.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari laporan-laporan maupun dokumen pada BPPKB Kota Medan yang digunakan untuk membantu analisis data primer.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas a. Uji Validitas

Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada 30 responden di Dinas Kesehatan Kota Medan dengan alasan mempunyai karakteristik yang relatif sama. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Coeficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauh mana alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Uji reliabilitas ini menggunakan koefisien

Alpha Cronbach, apabila nilai Alpha Cronbach > 0,6 dikatakan reliabel (Gozhali,

(60)

Hasil uji validitas dan reliabilitas seluruh item kuesioner tentang : pengalaman masa lalu, norma yang berlaku dan kebutuhan adopter menunjukkan nilai koefisien korelasi >0,3 dan nilai Alpha Cronbach > 0,6, sehingga disimpulkan valid dan reliabel (Lampiran-2).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel Independen

1. Pengalaman masa lalu adalah adalah informasi yang didapatkan responden sejak masa lalu hingga saat sekarang sebagai sumber pengetahuan terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria.

2. Norma-norma yang berlaku adalah nilai atau kepercayaan yang berkembang di masyarakat yang diyakini responden terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria.

3. Kebutuhan adopter adalah kondisi yang memungkinkan responden merasa membutuhkan atau tidak untuk keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria. 3.5.2 Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria, yaitu menerima atau tidak menerima.

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas

(61)

1. Pengalaman Masa Lalu

Pengukuran variabel pengalaman masa lalu dengan menggunakan skala ordinal, untuk soal no 1,4, 7, 8, 9 dan 10 jika responden menjawab Ya diberi skor 2 menjawab Tidak diberi skor 1, untuk soal 2, 3 ,5 dan 6 jika menjawab lebih dari 2 jawaban diberi skor 2 dan menjawab 1 jawaban diberi skor 1, maka pengkategorian adalah:

a. Baik, jika responden memperoleh pengalaman masa lalu yang mendukung terhadap ide dan alat kontrasepsi pria, memperoleh skor 16-20.

b. Tidak baik, jika responden memperoleh pengalaman masa lalu yang tidak mendukung terhadap ide dan alat kontrasepsi pria, memperoleh skor 10-15. 2. Norma-norma yang berlaku

Pengukuran variabel norma-norma yang berlaku dengan menggunakan skala ordinal, jika responden menjawab Ya diberi skor 2, menjawab Tidak diberi skor 1, maka pengkategorian adalah :

a. Baik, jika responden memiliki penilaian yang mendukung terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria, memperoleh skor 7-8.

b. Tidak baik, jika responden memiliki penilaian yang tidak mendukung keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria, memperoleh skor 4-6. 3. Kebutuhan adopter

(62)

a. Membutuhkan, jika responden membutuhkan ide dan alat kontrasepsi KB pria memperoleh skor 10-12.

b. Tidak membutuhkan, jika responden tidak membutuhkan ide dan alat kontrasepsi KB pria memperoleh skor 6-9.

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat

Variabel terikat, yaitu keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria menggunakan skala nominal. Skor 2 diberikan apabila responden memberikan jawaban Ya, skor 1 jika responden memberikan jawaban Tidak maka pengkategorian keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria adalah :

a. Menerima, jika responden menerima ide dan alat kontrasepsi KB pria.

b. Tidak menerima, jika responden tidak menerima ide dan alat kontrasepsi KB pria.

Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

No Variabel Jumlah

Indikator Alat Ukur Kategori

Skala Ukur 1 Keputusan Adopsi

ide dan alat

3 Kuesioner Menerima

Tidak menerima

Nominal

2 Pengalaman masa lalu

10 Kuesioner Baik, skor (16-20)

Tidak baik,skor (10-15)

Ordinal

3 Norma-norma yang berlaku

4 Kuesioner Baik, skor (7-8)

Tidak baik, skor (4-6)

Ordinal

4 Kebutuhan 6 Kuesioner Membutuhkan, skor (10-12)

Tidak membutuhkan, skor (6-9)

(63)

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini (Sugiyono, 2006) adalah : 1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menitikberatkan kepada penggambaran atau deskriptif data yang diperoleh. Variabel kompatibilitas (pengalaman masa lalu, norma-norma yang berlaku dan kebutuhan adopter) dan variabel terikat yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.

2. Analisis Bivariat

Untuk membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara variabel bebas yaitu kompatibilitas (pengalaman masa lalu, norma-norma yang berlaku dan kebutuhan adopter) terhadap variabel terikat yaitu keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria digunakan uji statistik Chi square pada batas kemaknaan 95 % dengan nilai perhitungan statistik p-value <0,05 (Riduan, 2007). Apabila hasil perhitungan variabel kompatibilitas (pengalaman masa lalu, norma-nroma yang berlaku dan kebutuhan adopter) terhadap keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria.menunjukkan nilai p-value < 0,05 maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya kedua variabel secara statistik mempunyai hubungan yang signifikan.

3. Analisis Multivariat

(64)

berpengaruh. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik pada batas kemaknaan 95% (Sugiyono, 2008). Model regresi logistik yaitu :

1

p (Y) =

1 + e – ( β0+β1+β2+β3+ μ)

Keterangan :

p (Y) = Peluang terjadinya keputusan adopsi ide dan alat kontrasepsi KB pria.

β1-β2

X

= Konstanta

1

X

= Pengalaman masa lalu

2

X

= Norma-norma yang berlaku

3

e = Exponen

(65)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan

Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan serta ditindaklanjuti dengan Peraturan Walikota Medan Nomor 4 tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan.

(66)

Program Keluarga Berencana menjadi Tugas Pokok dan Fungsi dari Sub Bidang Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana dengan rincian sebagai berikut: tugas Pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi lingkup pengembangan pelayanan KB. Dalam melaksanakan tugas pokok dilakukan dengan fungsi:

a. Penyiapan rencana, program dan kegiatan Sub Bidang Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana.

b. Penetapan kebijakan jeminan pelayanan keluarga berencana

c. Penyelenggaraan dukungan pelayanan rujukan keluarga berencana dan operasionalisasi jeminan pelayanan keluarga berencana

d. Penetapan dan pengembangan jaringan pelayanan keluarga berencana termasuk pelayanan keluarga berencana di rumah sakit.

e. Penyerasian dan penetapan kriteria serta kelayakan tempat pelayanan keluarga berencana

f. Pelaksanaan jaminan dan pelayanan keluarga berencana. g. Pemantauan tingkat drop out peserta keluarga berencana

h. Pengembangan materi penyelenggaraan jaminan dan pelayanan keluarga berencana dan pembinaan penyuluh keluarga berencana

i. Perluasan jaringan dan pembinaan pelayanan keluarga berencana

Gambar

Gambar 5.1 A Model of stages in the innovation-decision process  (Sumber: Rogers, 1983)
Tabel 3.1 Pengukuran Variabel Independen dan Dependen
Tabel 4.1 Distribusi Identitas Responden di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan
Tabel 4.2  Distribusi Pengalaman Masa Lalu tentang KB dan Alat Kontrasepsi KB Pria
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pelaksanaan evaluasi dokumen penawaran dan setelah dilakukan pembuktian kualifikasi, maka dari 6 (enam) Penyedia Barang yang dievaluasi, Penyedia Barang

Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa pengaruh tahapan penimbunan terhadap gaya tarik geotekstil pada tanah lempung lunak dengan permeabilitas rendah tidak

Hasil EDX menunjukkan bahwa komposisi paling banyak yang terkandung dalam karbon dari cangkang kelapa sawit baik tanpa aktivasi maupun dengan aktivasi KOH adalah

Hasil observasi sebelum tindakan ditemukan bahwa kemampuan motorik halus anak khususnya dalam kegiatan menjahit pada anak kelompok B2 Raudhatul Athfal An Nur

konstruksi Undang-undang Desa terhadap tidak membedakan antara desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum

Aset keuangan (atau mana yang lebih tepat, bagian dari aset keuangan atau bagian dari kelompok aset keuangan serupa) dihentikan pengakuannya pada saat: (1) hak kontraktual atas arus

Sistem yang dapat melakukan prediksi kredibilitas informasi dan reliabilitas sumber secara otomatis diperlukan untuk membantu pengguna menentukan apakah informasi yang

Gender sebagai konstruksi sosial tampil dalam internalisasi ini melalui proses bahwa manusia secara individu laki-laki maupun perempuan bersama dengan individu lainnya