• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Obat Di Rumah Sakit Advent Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Manajemen Obat Di Rumah Sakit Advent Medan."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

MANAJEMEN OBAT DI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

TRI SARI DEWI PURBA NIM : 070600103

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 30 Juni 2011

Pembimbing : Tanda tangan

Simson Damanik, drg., M.Kes ……….

(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 30 Juni 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes

2. Simson Damanik, drg., M.Kes  

 

 

 

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME atas berkat rahmat dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagaimana mestinya untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedoteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. H. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberi izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

2. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat yang turut membantu penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

3. Simson Damanik, drg., M.Kes sebagai dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, membantu serta selalu memberi semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM dan Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk memberikan saran bagi skripsi penulis.

(5)

6. Glinawati Kay Liwidjaja, drg selaku Direktur Rumah Sakit Advent Medan yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

7. Corry Panjaitan, S.Si., Apt selaku kepala Instalasi Farmasi RS Advent Medan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian di instalasi ini serta seluruh pihak RS Advent Medan yang telah meluangkan waktu dan turut membantu peneliti selama penelitian.

8. Prof. Sutomo Kasiman, dr., SpPD.SpJP (K) sebagai ketua Komisi Etik Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang turut membantu penulis untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Haspeni, Isfa, Carol, Tika, Iiyani, Ivan, Andy dan Billy yang selalu bersama penulis dan selalu setia baik suka maupun duka dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

10.Teman-teman yang selalu memberi dukungan kepada penulis Merry, Defi, Fauzan, Yusuf, Yogi, Nur Irma, Maya, Nuria dan teman-teman setambuk 2007 FKG USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

11.Kak Josephin, Kak Lily dan Kak Ina yang telah bersedia membantu dan memberikan semangat kepada penulis.

12.Kepada sahabat penulis Shem, Retha, Sondang, Oni dan Echo yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

(6)

Hana Quatrin Purba dan Wilson Purba yang juga turut membantu dan memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, mudah-mudahan skripsi ini dapat berguna bagi yang membutuhkan.

Medan, 30 Juni 2011 Penulis,

(Tri Sari Dewi Purba) NIM: 070600103

 

 

 

 

 

 

(7)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL...

HALAMAN PERSETUJUAN... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

2.6 Input dalam manajemen obat... 11

2.6.1 Visi dan misi... 11

2.6.2 Struktur organisasi dan ketenagaaan IFRS... 12

2.6.3 Prosedur operasional baku... 12

2.6.4 Fasilitas... 12

2.7 Mekanisme pengelolaan obat... 13

2.7.1 Penyimpanan... 13

2.7.2 Pendistribusian... 14

2.7.3 Pengemasan... 15

2.7.4 Evaluasi... 15

2.8 Output manajemen obat... 16

(8)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN... 18

3.1 Rancangan penelitian... 18

3.2 Populasi dan sampel... 18

3.3 Variabel penelitian... 19

(9)

 

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1.Sepuluh jenis obat dengan sisa terbesar pada periode

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Pedoman wawancara untuk mendapatkan informasi tentang manajemen obat di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010.

2. Surat keterangan selesai penelitian.

3. Surat persetujuan Komisi Etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan. 4. Struktur organisasi IFRS Advent Medan.

5. Misi, visi, dan motto Rumah Sakit Advent Medan.

6. Kepanitiaan Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Advent Medan. 7. Uraian tugas Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Advent Medan. 8. Kartu stok obat IFRS Advent Medan.

9. Daftar sepuluh obat dengan sisa terbesar periode 1 Januari – 31 Desember 2010 di IFRS Advent Medan.

(11)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Rumah sakit adalah lembaga pemberi jasa pelayanan kesehatan dan seiring dengan perkembangan teknologi kedokteran. Apapun teknologi kedokterannya hampir selalu memerlukan obat. Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan kesehatan, baik di pusat pelayanan kesehatan primer maupun ditingkat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi. Keberadaan obat merupakan kondisi pokok yang harus terjaga ketersediaannya karena ketersediaan obat merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pelayanan kesehatan.1,2 Menurut Depkes RI dan Andayaningsih, biaya pembelian obat sebesar 40%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan dan berbagai penelitian dirumah sakit melaporkan bahwa keuntungan dari obat yang dijual di rumah sakit merupakan hal yang lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan keuntungan dari jasa yang lain, misalnya pelayanan laboratorium, radiologi, pelayanan rawat inap ataupun pelayanan gizi.3,4 Dengan demikian obat tidak hanya sebagai barang medis tetapi juga merupakan barang ekonomi strategis sehingga obat memiliki kedudukan yang cukup penting di rumah sakit.4

(12)

yang bertanggung jawab penuh atas pengelolaan obat, hal ini diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Tujuan dari manajemen obat di rumah sakit yaitu agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat, dalam jumlah yang cukup untuk mendukung pelayanan serta memberikan manfaat bagi pasien dan rumah sakit.3,6,7

Manajemen obat dimulai dengan suatu tahap perencanaan yang merupakan dasar dari pengelolaan obat untuk menentukan kebutuhan obat. Untuk itu diperlukan data-data yang akurat, maka dalam proses pengolahannnya sebaiknya didukung oleh suatu sistem informasi manajemen rumah sakit. Perencanaan ini disesuaikan dengan anggaran dan juga harus sesuai formularium yang telah ditetapkan oleh organisasi yang disebut Panitia Farmasi dan Terapi Rumah Sakit. Untuk mewujudkan perencanaan tersebut adanya kegiatan pelaksanaan pada tahap ini dilakukan pengadaan obat untuk memenuhi kebutuhan obat yang telah ditetapkan dalam perencanaan. Kemudian dilakukan pengawasan untuk mengatur persediaan obat serta menjamin ketersediaan obat. Tahapan ini berlangsung seperti siklus yang saling terkait. Siklus ini harus dijaga agar semua tahap di dalamnya sama kuat dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang. Apabila terjadi kesalahan pada suatu tahap akibatnya akan mengacaukan siklus secara keseluruhan yang menimbulkan dampak seperti pemborosan, tidak tersedianya obat, tidak tersalurnya obat, obat rusak, dan lain sebagainya.5

(13)

pendistribusian, pengemasan dan evaluasi untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan.7,9,10

Rumah sakit Advent Medan yang diklasifikasikan sebagai rumah sakit tipe C merupakan rumah sakit milik organisasi Advent. Rumah sakit ini melayani pasien umum dan juga layanan Yankesmas. Rumah sakit ini tidak hanya melakukan pelayanan kesehatan secara komersil tetapi juga secara sosial sesuai dengan visi ” menjadi lembaga pelayanan dan edukasi sehat seutuhnya/holistik yang bermutu

tinggi dan pilihan masyarakat di Medan” serta misi “memberikan pelayanan

unggulan berdasarkan nilai-nilai kristiani untuk meningkatkan mutu kehidupan

(konsep sehat seutuhnya/holistik kepada pelanggan dan masyarakat yang kami

layani)”.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Medan dikepalai oleh seorang apoteker dan beranggotakan asisten apoteker. Dalam pengadaan seluruh obat Instalasi Farmasi membeli dari distributor resmi yang menawarkan harga yang terjangkau. Formularium obat di instalasi ini ditentukan oleh Komite Farmasi dan Terapi yang beranggotakan dokter spesialis, dokter umum dan apoteker. Pendistribusian obat untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap sepenuhnya dikelola oleh IFRS. Permasalahan manajemen obat yang sering terjadi di instalasi ini adalah tidak tersedianya obat karena seringnya terjadi pemberian resep kepada pasien dan tidak selalu terikat kepada formularium obat sehingga hampir setiap hari membeli obat.

(14)

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan adalah: Bagaimana gambaran pelaksanaan manajemen obat pada Instalasi Farmasi sehingga obat tidak tersedia pada saat dibutuhkan di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010 ?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui perencanaan, pengorganisasian, pengadaan, pengawasan dan penganggaran obat di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010.

b. Untuk mengetahui visi dan misi rumah sakit, struktur organisasi dan ketenagaan, prosedur operasional baku serta fasilitas Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010.

c. Untuk mengetahui penyimpanan, pendistribusian, pengemasan obat dan evaluasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010.

d. Untuk mengetahui persediaan obat dan jumlah konsumsi obat di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010.

1.4 Manfaat penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

(15)

b. Menambah kepustakaan Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat mengenai manajemen obat di rumah sakit.

c. Sebagai bahan masukan bagi rumah sakit yang lain dalam melakukan manajemen obat di Rumah Sakit.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(16)

 

 

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai tujuan organisasi (definisi dari George R. Terry), yang dikenal dengan planning, organizing, actuating dan controlling (POAC). Beberapa literatur lain menambahkan pentingnya penganggaran dalam suatu manajemen.5

Pada dasarnya, manajemen obat di rumah sakit adalah bagaimana cara mengelola tahap-tahap kegiatan tersebut agar dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan pengelolaan obat yang efektif dan efisien agar obat yang diperlukan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup untuk mendukung pelayanan kesehatan.3

2.1 Perencanaan/planning

(17)

proses kegiatan dalam pemilihan jenis dan jumlah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan anggaran.

Pemilihan obat dilaksanakan oleh Panitia Farmasi dan Terapi. Untuk mendapatkan pemilihan obat yang baik sebaiknya diawali dengan dasar-dasar seleksi kebutuhan obat yaitu jenis obat dipilih seminimal mungkin berdasarkan drug of choice dari penyakit yang prevalensinya tinggi, mutu terjamin, berdasarkan seleksi

ilmiah, medik dan statistik yang spesifik tentang efek terapi yang lebih baik, menghindari penggunaan obat kombinasi kecuali mempunyai efek yang lebih dibandingkan obat tunggal, praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan, praktis dalam penggunaan dan penyerahan, menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita. 10,11

Untuk menentukan jumlah obat harus sesuai formularium rumah sakit, standard terapi rumah sakit, ketentuan setempat yang berlaku, data catatan medik, anggaran yang tersedia, penetapan prioritas, siklus penyakit, sisa persediaan, data pemakaian periode yang lalu, serta rencana pengembangan.6,7,8 Diperlukan data dan informasi yang lengkap, akurat dan dapat dipercaya. Agar dapat memperolehnya sebaiknya didukung oleh sistem informasi manajemen rumah sakit karena masalah kekosongan obat dapat terjadi apabila informasi semata-mata hanya berdasarkan informasi yang teoritis. Melalui koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tersedia pada saat dibutuhkan.9,10

Ada 3 metode pendekatan yang dapat dilakukan:7,10,12

(18)

Metode konsumsi adalah dihitung berdasarkan data kebutuhan tahun lalu, jumlah obat yang masih tersedia pada akhir tahun dan kecenderungan-kecenderungan yang akan terjadi dimasa akan datang. Sehingga dibutuhkanlah pengumpulan data, kemudian dilakukan analisis data yang hasilnya dapat digunakan sebagai panduan perencanaan kebutuhan obat-obatan tahun berikutnya lalu dilakukan perhitungan perkiraan kebutuhan obat-obatan berdasarkan rumus, dapatlah di ketahui prakiraan kebutuhan obat.9,10,13

2. Metode Epidemiologi

Metode epidemiologi adalah melihat jumlah kunjungan kasus per kasus berdasarkan frekuensi penyakit. Perhitungan jumlah obat berdasarkan analisis jumlah kunjungan kasus masing-masing penyakit tahun sebelumnya untuk menjadi prakiraan tahun berikutnya dengan menggunakan rumus.9,10,13

3. Metode Kombinasi

Metode kombinasi adalah merupakan kombinasi dari metode konsumsi dengan metode epidemiologi. Metode ini biasanya digunakan disetiap rumah sakit oleh karena kedua metode ini mempunyai keuntungan dan kerugian masing-masing dan adanya kemungkinan-kemungkinan yang diduga akan terjadi di masa akan datang.9,10

2.2 Pengorganisasian/organizing

(19)

Organisasi ini dapat terdiri atas enam sampai lima belas orang dan semua anggota itu memiliki hak suara yang sama. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya dua bulan sekali dan untuk rumah sakit besar diadakan sebulan sekali. Susunan kepanitiaan PFT dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat.6,7 Susunan kepanitiaan umumnya terdiri atas tiga dokter dan satu apoteker. Ketua panitia dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan atau ahli farmakologi klinik jika ada dan sekretarisnya yaitu apoteker yang ditunjuk.7

Beberapa fungsi dalam ruang lingkup PFT adalah berfungsi dalam suatu kapasitas evaluatif, edukasi dan penasehat bagi staf medik maupun pimpinan rumah sakit. Fungsi tersebut adalah yang berkaitan dengan cara pemberian dan penggunaan obatserta menetapkan program dan prosedur yang membantu memastikan terapi obat yang aman dan bermanfaat, memantau dan mengevaluasi reaksi obat yang merugikan lalu membuat rekomendasi yang tepat untuk mencegah berulang kembali. PFT bersama IFRS merencanakan dan menetapkan suatu sistem distribusi obat dan prosedur pengendalian yang efektif. Membantu IFRS dalam mengembangkan pengkajian kebijakan, ketetapan dan peraturan berkaitan dengan penggunaan obat dalam rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan lokal dan nasional sertamenetapkan formularium rumah sakit.6,7

2.3 Pelaksanaan/actuating

(20)

kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria tersebut adalah telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku untuk melakukan produksi dan penjualan dengan perkataan lain telah terdaftar, telah diakreditasi dan mempunyai reputasi yang baik.6

2.4 Pengawasan/controling

Pengawasan pada manajemen obat adalah suatu kegiatan untuk memastikan tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat.11 Pegawasan persediaan obat dilakukan untuk mengetahui kecocokan antara kartu stok obat dengan fisik obat, yaitu jumlah setiap jenis obat. Untuk melakukan pengawasan persediaan diperlukan pengamatan terhadap stok kerja, stok pengaman, waktu tunggu dan sisa stok, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan, perlu diperhitungkan keadaan stok yang seharusnya ada pada waktu kedatangan obat.11

Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap bulan, triwulan, semester atau setahun sekali. Semakin sering pemeriksaan dilakukan, semakin kecil kemungkinan terjadi perbedaan antara fisik obat dan kartu stok.11 Pengawasan juga dilakukan dalam penggunaan obat yang meliputi presentase penggunaan antibiotik, penggunaan injeksi, rerata jumlah resep, penggunaan obat generik dan presentase kesesuaian dengan pedoman.11

2.5 Penganggaran/budgeting

(21)

S. Harahap dalam bukunya berjudul Peranggaran Perencanaan Lengkap untuk Membantu Manajemen ditinjau dari siapa yang membuatnya maka penyusunan

anggaran dapat dilakukan dengan cara otoriter dan demokrasi.14

Metode otoriter adalah dimana anggaran ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit (top down) dan anggaran inilah yang harus dilaksanakan IFRS tanpa keterlibatan apoteker dalam penyusunannya. Metode demokrasi adalah anggaran disusun oleh apoteker (botton up) dan kemudian diusulkan kepada pimpinan rumah sakit. Biasanya metode ini digunakan jika apoteker sudah memiliki kemampuan dalam menyusun anggaran dan tidak dikhawatirkan akan menimbulkan proses yang lama dan berlarut.14

Selain kedua metode di atas ada metode yang disesuaikan dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa kepala IFRS harus terlibat dalam penentuan anggaran alokasi dana, yang disebut metode kombinasi. Pimpinan rumah sakit memberi pengarahan kepada apoteker dan IFRS selanjutnya menjabarkan dan melaksanakannya.7,14

2.6 Input manajemen obat

Input dalam manajemen obat adalah suatu landasan perangkat manajemen obat yaitu visi, misi, struktur organisasi IFRS, ketenagaan IFRS, prosedur operasional baku IFRS dan fasilitas.

2.6.1 Visi dan misi

(22)

rumah sakit. 6 Misi adalah penjabaran bagaimana cara untuk mencapai visi. Penjabaran misi pada IFRS harus secara jelas menunjukkan lingkup dan arah kegiatan IFRS serta sejauh mungkin harus menyediakan suatu model untuk pembuatan keputusan disemua tingkat dalam IFRS.6

2.6.2 Struktur organisasi dan ketenagaan IFRS

Sesuai dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa organisasi IFRS dipimpin oleh seorang apoteker dan harus memiliki suatu struktur organisasi yang jelas dan dibuat dalam suatu bagan yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang serta tanggung jawab.6,7,15 Secara umum struktur organisasi IFRS terdiri atas pimpinan, administrasi, penelitian, pelayanan penderita rawat inap, penderita rawat jalan, informasi obat, pengadaan perbekalan obat dan bagian perbekalan.7,16

2.6.3 Prosedur Operasional Baku (POB)

Prosedur Operasional Baku (POB) adalah prosedur yang terdokumentasi yang digunakan IFRS sebagai standar pelayanan.Semua kebijakan dan prosedur yang ada harus tertulis dan dicantumkan tanggal dikeluarkannya. POB harus selalu mutakhir mengikuti perkembangan pelayanan dan kebijakan rumah sakit.6,7 POB biasanya mencakup maksud dari suatu kegiatan, lingkup suatu kegiatan, tanggung jawab yang harus dilakukan dan oleh siapa, prosedur yang harus dilakukan, bahan, alat, dokumen apa yang harus digunakan dan dokumentasi.6

(23)

Fasilitas adalah sarana dan prasarana penunjang bagi kelancaran terlaksananya kegiatan farmasi rumah sakit. Sesuai keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, fasilitas yang harus tersedia di IFRS adalah ruang pendistribusian, ruang peracikan, ruangan yang cukup untuk kegiatan farmasi dan sistem pembuangan limbah yang baik, terutama penyimpanan obat baik yang bersifat adiktif maupun yang bersifat khusus lainnya. 7,16

2.7 Mekanisme pengelolaan obat

Mekanisme pengelolaan obat terdiri atas penyimpanan, pendistribusian, pengemasan dan evaluasi

2.7.1 Penyimpanan

(24)

Pengaturan penyimpanan obat dilakukan dengan penyusunan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun secara alfabetis berdasarkan nama generiknya, juga dibedakan menurut suhu, kestabilan, tahan/tidaknya terhadap cahaya, mudah tidaknya meledak/terbakar serta berdasarkan volume.7,10,15 Penyusunan dilakukan juga dengan sistem First In First Out (FIFO), artinya obat yang datang pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian dan First Expired First Out (FEFO), artinya obat yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluarsa kemudian.10,11

2.7.2 Pendistribusian

Pendistribusian adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi dirumah sakit untuk pelayanan individu baik rawat jalan maupu rawat inap yaitu:7

1. Pasien rawat inap

Merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan/atau desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan, sistem unit dosis dan sistem kombinasi oleh satelit farmasi.3,7

2. Pasien rawat jalan

Merupakan kegiatan pendistribusian obat untuk memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit, yang diselenggarakan secara sentralisasi dan/atau desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek Rumah Sakit.3,7

(25)

Merupakan kegiatan pendistribusian obat-obatan untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat yang menyediakan obat-obat emergensi.3,7

2.7.3 Pengemasan

Pengemasan obat adalah suatu metode yang memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi. Perlindungan sediaan obat harus dilakukan terhadap bahaya lingkungan seperti kelembaban, kontaminasi narkoba, oksigen, cahaya matahari dan juga terhadap bahaya fisik seperti penyimpanan dan pengangkutan.6

Beberapa persyaratan wadah obat sebagai berikut harus bersih, kering, prosedur pembersihan tidak terkontaminasi, tutupnya tidak reaktif, adiktif atau absorptif dan memberikan perlindungan terhadap faktor eksternal sehingga isi tidak akan kehilangan potensi dan sterilitas tetap dipertahankan. Hal ini dapat menyajikan informasi tentang sediaan obat dan memberikan kemudahan dalam penggunaan serta dapat merintangi sediaan obat dari jangkauan anak.6

2.7.4 Evaluasi

(26)

khas untuk sistem tersebut sehingga dapat dilihat apakah tiap tahap manajemen obat berlangsung dengan selaras, serasi dan seimbang atau tidak. 3,7

2.8 Output manajemen obat

Aspek manajemen obat adalah mengoptimalkan perencanaan, pengorganisasi -an, pengadaan, pengawasan dan penganggaran. Siklus ini harus dijaga agar semua tahap di dalamnya sama kuat dan segala kegiatan tersebut harus selalu selaras, serasi dan seimbang untuk menjamin obat tersedia setiap saat dibutuhkan.1,3,7

Tanda-tanda ketidaktepatan manajemen obat dapat dilihat dari hasil output antara lain:9

a. Kekurangan obat-obat yang sering dipakai b. Kelebihan obat-obat tertentu.

c. Bentuk dan dosis yang tersedia tidak disukai dokter atau pasien.

d. Ada kecenderungan menggunakan obat-obatan yang lebih mahal dari pada obat-obatan yang lebih murah padahal efektifitasnya adalah sama.

e. Penyesuaian yang tidak rasional terhadap kendala anggaran. f. Preskripsi yang tidak rasional dan tidak efektif.

 

 

 

(27)

 

 

 

 

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode wawancara tertutup dan observasi langsung serta review dokumen yang dimiliki oleh instalasi farmasi. Penelitian ini menggambarkan tentang fakta-fakta mengenai pelaksanaan manajemen obat di Rumah Sakit Advent Medan 2010. Hasil analisis data diharapkan dapat mengungkapkan kendala-kendala yang ditemui dalam sistem manajemen obat serta solusi yang dapat diambil untuk mengatasinya.

3.2 Populasi dan Sampel

(28)

Subjek ini dipilih dengan melihat keterkaitannya yang langsung dengan data yang diinginkan untuk menjaga keakuratan data yang diperoleh.

3.3 Variabel penelitian

1. Perencanaan meliputi pemilihan jenis obat serta metode perhitungan kebutuhan obat.

2. Pengorganisasian meliputi organisasi, kegiatan, fungsi dan ruang lingkup PFT.

3. Pelaksanaan meliputi pengadaan dan pemilihan pemasok

4. Pengawasan meliputi pengawasan persediaan dan pengawasan peng- gunaan.

5. Penganggaran meliputi metode penyusunan anggaran.

6. Input manajemen obat meliputi visi, misi, struktur organisasi IFRS, ketenagaan IFRS, prosedur operasional baku IFRS dan fasilitas.

7. Mekanisme pengelolaan obat meliputi penyimpanan, pendistribusian, pengemasan dan evaluasi.

8. Output manajemen meliputi persediaan obat dan jumlah konsumsi obat.

3.4 Defenisi operasional variabel

Definisi Operasional dalam penelitian manajemen obat di Rumah Sakit Advent

(29)

1. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi dan metode perhitungan jumlah obat untuk memenuhi kebutuhan obat di rumah sakit.

2. Organisasi adalah Panitia Farmasi dan Terapi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi yang memiliki susunan organisasi, kegiatan, fungsi dan ruang lingkup.

3. Pelaksanaan adalah pengadaan perbekalan farmasi yang berpedoman pada perencanaan obat dengan memilih pemasok melalui kriteria yang telah ditetapkan IFRS.

4. Pengawasan/pengendalian adalah penerapan cara untuk menjamin ketersediaan obat sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat.

5. Penganggaran adalah perencanaan biaya yang telah disepakati oleh para pelaksana yang ikut berperan serta dalam penyusunan anggaran.

6. Aspek input manajemen obat ditinjau dari:

a. Visi adalah suatu target yang ingin dicapai oleh rumah sakit pada suatu waktu tertentu.

b. Misi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai suatu target rumah sakit yang menjadi pedoman kegiatan IFRS.

c. Struktur Organisasi IFRS adalah struktur yang menggambarkan uraian tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan koordinasi pelayanan farmasi yang ditetapkan.

(30)

e. Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang merupakan penunjang bagi terlaksananya farmasi rumah sakit yang baik.

7. Aspek mekanisme pengelolaan obat yaitu:

a. Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan yang diterima agar aman, terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya terjaga.

b. Pendistribusian adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit bagi pasien rawat inap dan rawat jalan untuk menunjang pelayanan medis.

c. Pengemasan obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat sampai dikonsumsi dengan memenuhi syarat-syarat wadah untuk menjaga mutu sediaan obat.

d. Evaluasi adalah kegiatan untuk melihat keefisienan manajemen obat di IFRS yang dilakukan secara periodik.

8. Aspek output manajemen obat ditinjau dari:

a. Persediaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai perencanaan.

b. Konsumsi obat adalah pemakaian obat sesuai jenis dan jumlah yang tersedia.

3.5 Metode pengumpulan data

(31)

Data primer diperoleh melalui wawancara terhadap sampel dengan bantuan pedoman wawancara tertutup dengan pilihan jawaban, kemudian melakukan observasi langsung di lapangan.

Data primer diperoleh dari bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Medan berupa :

a. Data perencanaan yang ditanyakan kepada koordinator bagian perencanaan obat IFRS.

b. Data pengorganisasian tentang kegiatan (rapat) PFT yang ditanyakan kepada ketua PFT.

c. Data pelaksanaan yang ditanyakan kepada koordinator bagian pengadaan obat IFRS.

d. Data pengawasan yang ditanyakan kepada koordinator bagian penyimpanan obat IFRS.

e. Data penganggaran yang ditanyakan kepada bagian administrasi IFRS. f. Data input (visi, misi, POB dan fasilitas) yang ditanyakan kepada kepala IFRS.

g. Data mekanisme pengelolaan obat (penyimpanan, pendistribusian, pengemasan dan evaluasi ) yang ditanyakan kepada koordinator bagian penyimpanan, koordinator bagian pendistribusian, koordinator bagian pengemasan kembali dan kepala IFRS

(32)

3.5.2 Data sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang pengumpulannya tidak langsung dilakukan oleh peneliti tetapi data diperoleh dari dokumen-dokumen rumah sakit dan literatur atau buku-buku/rubrik tulisan yang berkaitan dengan objek penelitian.

Data sekunder diperoleh dari bagian Instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Medan berupa:

a. Data pengorganisasian manajemen obat rumah sakit yang meliputi organisasi, fungsi dan ruang lingkup PFT diperoleh melalui ketua PFT.

b. Data input (visi, misi, struktur organisasi dan ketenagaan IFRS) yang diperoleh melalui kepala IFRS.

c. Data output meliputi laporan inventori yaitu pembelian, pemakaian, sisa dan kartu stok obat diperoleh melalui kepala IFRS.

3.6 Pengelolaan dan analisis data

Pengelolaan data dilakukan terhadap data yang diperoleh. Analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia kemudian hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskripsi.

 

 

 

 

 

(33)

 

 

 

 

 

 

 

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian mengenai pelaksanaan manajemen obat di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010 disajikan data primer dan data sekunder dalam bentuk deskripsi sebagai berikut.

4.1 Data primer

(34)

dijadikan sebagai dasar dalam perhitungan jumlah obat di IFRS ini. Berdasarkan observasi diketahui bahwa IFRS melakukan perencanaan obat setiap bulan bukan tahunan.

2. Hasil penelitian mengenai kegiatan PFT yang diperoleh melalui wawancara kepada ketua PFT diketahui bahwa rumah sakit ini telah memiliki panitia farmasi dan terapi yang disebut Komite Farmasi dan Terapi (KFT). KFT Rumah Sakit ini mengadakan rapat hanya empat kali selama tahun 2010 yang seharusnya dilaksanakan enam kali dalam setahun.

3. Hasil penelitian mengenai pelaksanaan yang diperoleh melalui wawancara kepada koordinator pengadaan obat IFRS diketahui bahwa pengadaan obat dilakukan dengan membeli obat kepada perusahaan farmasi dan apotek rekanan yang sudah ditetapkan berdasarkan kriteria yaitu telah memenuhi persyaratan hukum yang berlaku, telah diakreditasi dan mempunyai reputasi yang baik. Berdasarkan observasi diketahui bahwa IFRS ini membeli obat sekali dalam sebulan sesuai perencanaan, namun terlihat juga IFRS membeli obat hampir setiap harinya.

(35)

5. Hasil penelitian mengenai penganggaran yang diperoleh melalui wawancara kepada bagian administrasi IFRS diketahui bahwa metode yang digunakan untuk menentukan anggaran dana adalah campuran antara metode otoriter dan demokrasi. Anggaran alokasi dana yang ditentukan untuk pembelian obat cukup terbatas. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa semua penerimaan dan pengeluaran dana sepenuhnya dikelola oleh rumah sakit melalui unit keuangan dan pelaporannya dilaksanakan oleh unit akutansi. Pembelian seluruh perbekalan obat yang diperlukan oleh rumah sakit harus melalui Instalasi Farmasi, dilaporkan kepada bagian keuangan dan pembayarannya dilakukan oleh bagian keuangan satu kali dalam sebulan dalam bentuk tagihan.

6. Hasil penelitian mengenai visi dan misi Rumah Sakit Advent Medan kepada kepala IFRS diketahui bahwa rumah sakit ini memiliki visi dan misi. Visi dan misi rumah sakit inilah yang menjadi landasan manajemen obat di IFRS.

7. Hasil penelitian mengenai pedoman operasional baku yang diperoleh melalui wawancara kepada kepala IFRS diketahui bahwa IFRS ini memilki pedoman operasional baku berupa sebuah buku yang berjudul Pedoman Pelayanan Farmasi Rumah Sakit Advent sebagai standar acuan IFRS untuk melaksanakan pekerjaan

(36)

8. Hasil penelitian mengenai fasilitas yang diperoleh melalui wawancara kepada kepala IFRS kemudian diobservasi langsung diketahui fasilitas yang tersedia di IFRS ini yaitu ruangan kantor (ruang pimpinan/kepala instalasi, ruang staf sekaligus ruang pertemuan dan ruang kerja/administrasi), ruang produksi sediaan non steril, ruang penyimpanan, ruang arsip dan ruang distribusi yaitu apotek. Beberapa ruangan yang tidak tersedia di IFRS seperti ruang distribusi di ruangan rawat inap (satelit farmasi), ruang khusus konsultasi dan ruang informasi obat. Peralatan yang tersedia untuk menunjang manajemen obat di IFRS ini yaitu peralatan produksi nonsteril serta peralatan penyimpanan (lemari/rak, lemari pendingin untuk obat termolabil, dan lemari penyimpanan khusus untuk obat narkotika dan psikoterapi).

9. Hasil penelitian mengenai penyimpanan yang diperoleh melalui wawancara kepada koordinator bagian gudang penyimpanan IFRS kemudian diobservasi diketahui bahwa luas ruang penyimpanan obat 2x2 m2. Keadaan ruangan kering (tidak lembab), ada ventilasi, cukup cahaya, lantai terbuat dari tegel/semen, dinding licin, khusus digunakan untuk penyimpanan obat dan tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci. Sistem penyimpanan sediaan obat di IFRS ini yaitu berdasarkan bentuk sediaan dan susunan secara alfabetis, penerapan sistem FIFO dan FEFO, dibedakan menurut suhunya, kestabilannya, tahan/tidaknya terhadap cahaya, mudah tidaknya meledak/terbakar, berdasarkan volume dan berdasarkan frekuensi penggunaan.

(37)

pasien rawat inap, pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan dan pendistribusian perbekalan farmasi diluar jam kerja. Sistem distribusi obat kepada pasien adalah sistem resep perorangan yaitu :

a Penerimaan resep menggunakan kartu bernomor untuk mengenali pasien dan resep yang telah selesai dilayani.

b Petunjuk dan informasi lain yang berkaitan ditulis pada etiket, label tambahan dicantumkan pada wadah.

c Obat yang sesuai dimasukkan dalam wadah d Pemeriksaan kebenaran obat dan wadah

e Penyerahan obat kepada pasien dengan memberikan informasi yang berhubungan dengan obat yang diberikan. Berdasarkan hasil observasi dapat dilihat semua kegiatan pendistribusian obat di Rumah Sakit dikoordinasi oleh IFRS.

11.Hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara kepada koordinator bagian pengemasan kemudian dilakukan observasi langsung diketahui bahwa IFRS ini melakukan pengemasan obat. Persyaratan wadah untuk pengemasan di IFRS ini berkisar pada bersih dan kering, wadah dan tutup tidak reaktif, adiktif, atau absorptif, memberikan perlindungan terhadap faktor eksternal, menyajikan identitas obat, dapat digunakan dengan cepat, mudah dan aman.

12.Hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara kepada kepala IFRS diketahui bahwa IFRS ini melakukan evaluasi manajemen obat setiap setahun sekali oleh apoteker kepala IFRS bersama wakil direktur penunjang medik.

(38)

IFRS diketahui bahwa pada tahun 2010 stok obat yang tersedia sesuai dengan perencanaan walaupun persediaan obat di IFRS tidak dapat memenuhi kebutuhan obat di rumah sakit karena persediaan obat yang terbatas. Berdasarkan observasi diketahui terdapat stok obat yang tidak habis digunakan akibat obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan.

4.2 Data sekunder

1. Hasil penelitian yang diperoleh melalui ketua Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Rumah Sakit mengenai pengorganisasian bahwa KFT diketuai oleh seorang dokter spesialis kulit dan kelamin. Anggota KFT berjumlah enam orang yaitu empat dokter spesialis, satu dokter umum dan satu apoteker yang juga sebagai kepala instalasi farmasi (lampiran 6). Fungsi dan ruang lingkup KFT adalah mengembangkan formularium serta membantu IFRS mengembangkan kebijakan-kebijakan penggunaan obat.

(39)

penerimaan dan penyimpanan perbekalan farmasi, pengemasan kembali, distribusi yang dibagi dalam tiga jadwal dinas serta farmasi klinik (lampiran 4).

3. Hasil penelitian mengenai visi dan misi rumah sakit yang diperoleh melalui kepala IFRS bahwa visi ” menjadi lembaga pelayanan dan edukasi sehat seutuhnya/holistik yang bermutu tinggi dan pilihan masyarakat di Medan dan misi

“memberikan pelayanan unggulan berdasarkan nilai-nilai kristiani untuk meningkatkan mutu kehidupan (konsep sehat seutuhnya/holistik kepada pelaggan dan

masyarakat yang kami layani)”.

4. Dari data inventori IFRS yang diperoleh melalui kepala IFRS diketahui 10 jenis obat dengan sisa stok terbesar dapat dilihat pada Tabel 1.

(40)

Semua obat yang tersisa ini masih dalam keadaan baik, tidak kadaluarsa dan akan digunakan sebagai stok awal untuk tahun berikutnya. Kekurangan stok obat di IFRS ini tidak dapat dilihat, karena jika obat yang dibutuhkan habis IFRS langsung melakukan pemesanan.

 

 

 

 

BAB 5

PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas hasil penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan manajemen obat di Rumah Sakit Advent Medan tahun 2010. Adapun aspek yang ditinjau yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, penganggaran, visi dan misi rumah sakit, struktur dan ketenagaan IFRS, prosedur operasional baku IFRS, fasilitas IFRS, penyimpanan, pendistribusian, pengemasan, evaluasi, persediaan dan konsumsi obat di rumah sakit tersebut.

(41)

jumlah sebenarnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena untuk memenuhi persyaratan tersebut memerlukan sistem informasi manajemen/komputerisasi untuk memudahkan proses pengolahan data sedangkan di rumah sakit ini masih mengolah data secara manual.

Metode perhitungan jumlah kebutuhan obat tersebut disesuaikan dengan alokasi dana. Oleh karena alokasi dana yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan pembelian obat, maka untuk mengatasinya dilakukan perencanaan obat setiap bulan bukan tahunan dan obat yang direncanakan sangat terbatas jenis dan jumlahnya. Faktor inilah yang kemungkinan menjadi salah satu penyebab terjadinya kekurangan stok obat di IFRS.

Dalam menentukan anggaran dana untuk IFRS digunakanlah metode yang disesuaikan dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa kepala IFRS harus terlibat dalam penentuan anggaran alokasi dana sehingga adanya kerja sama antara pimpinan rumah sakit dengan kepala instalasi farmasi dalam menentukan alokasi dana.

Rumah Sakit Advent Medan telah memiliki Panitia Farmasi dan Terapi yang disebut Komite Farmasi dan Terapi (KFT) yang anggotanya berjumlah enam orang yaitu empat orang dokter spesialis, satu orang dokter umum dan satu orang apoteker. Ketuanya dipilih dari dokter spesialis yang ada dalam kepanitiaan. Keadaan ini telah sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

(42)

yang kemungkinan menyebabkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan obat tidak selalu mutakhir. Selain itu diketahui bahwa KFT belum melaksanakan fungsi sepenuhnya, karena KFT belum berfungsi sebagai evaluatif, edukatif, dan penasehat pengelolaan obat di Rumah Sakit Advent Medan. Ini dapat terjadi mungkin karena kesibukan para dokter yang menjadi anggota panitia.

Dalam melakukan pembelian obat IFRS ini membeli obat kepada perusahaan farmasi dan apotek rekanan yang sudah dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan. Untuk pengadaan obat dilakukan dengan memesan setiap sekali dalam sebulan sesuai dengan perencanaan, tetapi diketahui bahwa IFRS tidak hanya setiap sebulan sekali melainkan hampir setiap harinya melakukan pemesanan obat untuk menyediakan obat yang telah habis stok sebelum waktunya dan memenuhi permintaan obat yang tidak tersedia di IFRS. Ini dimungkinkan karena stok obat yang tersedia sesuai perencanaan sangat terbatas jumlah dan jenisnya.

Pemeriksaan stok perbekalan obat di IFRS dilakukan setiap hari khusus obat narkotika, kemudian sebulan sekali secara keseluruhan stok obat dengan memperhatikan kecocokan antara kartu stok obat dengan fisik obat. Ini dilakukan untuk menjamin ketersediaan obat sehingga kekosongan atau kehilangan obat tidak terjadi.

(43)

perbekalaan farmasi, pengemasan kembali serta pendistribusian. Ini sangat membantu dalam menunjang kelancaran pengelolaan obat di IFRS rumah sakit ini.

Pedoman Operasional Baku IFRS ini sebagai standar acuan untuk melaksanakan pekerjaan pelayanan dan praktek profesi. POB ini tidak selalu mutakhir karena pada tahun 2010 POB yang digunakan dibuat pada tahun 2008, kemungkinan ini disebabkan oleh karena KFT yang tidak dapat melakukan rapat secara teratur.

Adapun kekurangan sarana dan prasarana yang tersedia di IFRS seperti tidak tersedianya ruang distribusi di ruangan rawat inap/satelit farmasi sehingga distribusi obat untuk pasien rawat inap perawat yang langsung mengambil obat ke IFRS dan memberikannya kepada pasien. Tidak tersedianya khusus ruang konsultasi dan ruang informasi obat sehingga kegiatan ini dilakukan di ruang kantor kepala IFRS. Namun pada dasarnya keterbatasan ini belum menjadi penghambat kegiatan di IFRS saat ini karena kunjungan pasien ke Rumah Sakit Advent Medan masih tergolong sedikit.

Keadaan ruang penyimpanan obat tidak cukup luas untuk menyimpan persediaaan obat yang banyak dan juga belum memenuhi seluruh syarat yang sesuai dengan keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Faktor ini juga merupakan salah satu penyebab terbatasnya jumlah obat yang direncanakan sehingga perlunya melakukan pemesanan obat setiap hari. Walaupun demikian ruang penyimpanan yang ada diupayakan semaksimal mungkin untuk menyimpan persediaan obat.

(44)

untuk pasien rawat inap dan pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan serta pendistribusian perbekalan farmasi diluar jam kerja . Untuk pasien rawat jalan obat yang diresepkan oleh dokter dapat diambil ke apotek. Untuk pasien rawat inap perawat yang mengambil obat ke IFRS dan memberikannya kepada pasien disebabkan karena belum tersedia satelit farmasi di rumah sakit ini.

IFRS ini melakukan pengemasan obat untuk kenyamanan, identifikasi, penyajian dan perlindungan terhadap suatu sediaan obat. Pengemasan obat yang dilakukan di IFRS ini hanya terbatas pada sediaan obat non steril terlihat dari hasil observasi langsung terhadap keadaan wadah yang ada. Selain itu juga terlihat dari tidak tersedianya peralatan dan ruangan produksi untuk sediaan obat steril.

Evaluasi manajemen obat di Rumah Sakit Advent Medan digunakan untuk melihat gambaran keefisienan sistem manajemen yang dilakukan secara periodik yaitu setahun sekali mengingat keputusan MenKes RI No.1197/MENKES/ SK/X/2004 tentang Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit bahwa manajemen obat rumah sakit harus dievaluasi secara periodik.

(45)

kebutuhan obat di Rumah Sakit Advent Medan. Diketahui sisa stok obat di IFRS mencapai angka ribuan dan terdapat obat dengan sisa 100% dari stok yang ada. Hal ini mungkin disebabkan obat yang tidak habis digunakan karena obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan Dari hasil penelitian tersebut terlihat adanya tanda-tanda ketidaktepatan perencanaan obat karena masih terjadi kekurangan dan kelebihan obat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena KFT yang kurang berperan aktif dalam membantu pengelolaan obat di IFRS.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

a. Perencanaan obat di IFRS ini tidak mendekati jumlah kebutuhan sebenarnya yang disebabkan karena proses pengolahan data dilakukan secara manual, alokasi dana yang tidak mencukupi serta keadaan ruangan penyimpanan stok obat yang tidak cukup luas yang berakibat pembelian obat yang hampir setiap hari.

b. Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit Advent Medan tidak mengadakan rapat secara teratur dan belum berfungsi sepenuhnya sehingga berakibat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan obat seperti pedoman operasional baku tidak selalu yang mutakhir.

(46)

pemberian obat karena perawat membutuhkan waktu tambahan untuk mengambil obat tersebut langsung ke IFRS, konsultasi obat harus dilaksanakan di ruang kepala IFRS serta pengemasan obat yang terbatas pada sediaan non steril.

d. Beberapa kondisi di IFRS ini yang telah sesuai dengan peraturan MenKes RI No.1197/MENKES/ SK/X/2004 yaitu memiliki struktur organisasi yang telah mengacu pada struktur organisasi minimal, evaluasi manajemen obat di instalasi ini dilakukan secara periodik yaitu setahun sekali dan pemeriksaan stok obat di IFRS dilakukan setiap hari khusus obat narkotika, kemudian sebulan sekali untuk stok obat seluruhnya.

e. Output manajemen obat Rumah Sakit Advent Medan diketahui bahwa pada tahun 2010 persediaan obat di IFRS tidak dapat memenuhi kebutuhan obat di Rumah Sakit Advent Medan dan juga terdapat stok obat yang tidak habis digunakan akibat obat yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan. Dari hasil penelitian tersebut terlihat adanya tanda-tanda ketidaktepatan perencanaan obat karena masih terjadi kekurangan dan kelebihan stok obat yang mungkin disebabkan KFT yang kurang berperan aktif dalam membantu pengelolaan obat di IFRS.

6.2 Saran

(47)

b. Supaya kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan obat selalu mutakhir peneliti menyarankan agar Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit mengadakan rapat secara teratur dan menjalankan seluruh fungsinya sehingga terapi obat yang diberikan kepada pasien tetap aman dan tepat.

c. Untuk tercapainya visi rumah sakit peneliti menyarankan agar IFRS Advent Medan melengkapi sarana dan prasarana yang belum tersedia agar tidak menjadi penghambat dalam manajemen obat dikemudian hari.

DAFTAR RUJUKAN

1. Djuliana Hardiah, DwiprahastoIwan, Erna Kristin. Dampak Desentralisasi Terhadap Penggunaan Obat Di Kabupaten Bantul. KMPK UGM; No. 5. 2. Suciati S dan Adisasmito WBB. Analisis perencanaan obat berdasarkan ABC

indeks kritis di instalasi farmasi. J Manajemen Pelayanan Kesehatan 2006; 9(1): 19

3. Jati S P. Evaluasi manajemen obat di rumah sakit. Skripsi. Semarang, Jawa Tengah: Universitas Diponegoro. 2001: 7,8,20-2,39-40

4. Trisnantoro Laksono.Aspek Strategis dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: ANDI, 2005: 291 Anief M. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995: 12, 19

5. Seto Soerjono. Manajemen Apoteker. Surabaya: Airlangga University Press, 2001: 37-55

(48)

b. Supaya kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan obat selalu mutakhir peneliti menyarankan agar Komite Farmasi dan Terapi Rumah Sakit mengadakan rapat secara teratur dan menjalankan seluruh fungsinya sehingga terapi obat yang diberikan kepada pasien tetap aman dan tepat.

c. Untuk tercapainya visi rumah sakit peneliti menyarankan agar IFRS Advent Medan melengkapi sarana dan prasarana yang belum tersedia agar tidak menjadi penghambat dalam manajemen obat dikemudian hari.

DAFTAR RUJUKAN

1. Djuliana Hardiah, DwiprahastoIwan, Erna Kristin. Dampak Desentralisasi Terhadap Penggunaan Obat Di Kabupaten Bantul. KMPK UGM; No. 5. 2. Suciati S dan Adisasmito WBB. Analisis perencanaan obat berdasarkan ABC

indeks kritis di instalasi farmasi. J Manajemen Pelayanan Kesehatan 2006; 9(1): 19

3. Jati S P. Evaluasi manajemen obat di rumah sakit. Skripsi. Semarang, Jawa Tengah: Universitas Diponegoro. 2001: 7,8,20-2,39-40

4. Trisnantoro Laksono.Aspek Strategis dalam Manajemen Rumah Sakit. Yogyakarta: ANDI, 2005: 291 Anief M. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995: 12, 19

5. Seto Soerjono. Manajemen Apoteker. Surabaya: Airlangga University Press, 2001: 37-55

(49)

7. Departemen Kesehatan RI. Keputusan menteri kesehatan RI, no. 1197/Menkes/SK/X/2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.www.depkes.go.id 15 setember 2008

8. Anief M. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995: 12, 19

9. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan RI. Pedoman perencanaan dan pengelolaan obat. Jakarta 1990: 1-3,12-30 10.Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen

Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Jakarta 2002: 14-9

11.Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatah, Departemen Kesehatan RI. Pedoman pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan di puskesmas. Jakarta 2003: 10, 16-23,26-31

12.Astuti Y. Penentuan obat fast moving melalui analisa ABC. J Persi 2003; Vol 3: 39

13.Muninjaya Gde AA. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2004: 224

14.Valentina AH. Analisis anggaran operasional dan realisasinya sebagai alat bantu manajemen dalam penilaian kinerja perusahaan. Skripsi. Bogor, Jawa Barat. Institut Pertanian Bogor. 2010

15.Djojodibroto.R.D. Kiat mengelola rumah sakit. Jakarta: Hipokrates, 1997: 84 16.Yusmainita. Pemberdayaan instalasi farmasi rumah sakit pemerintah (bagian

(50)

Gambar

Tabel 1.  Sepuluh jenis obat dengan sisa terbesar pada periode 1 Januari – 31 Desember 2010

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengenai hubungan dukungan keluarga dengan respon cemas anak usia sekolah terhadap pemasangan intravena di Rumah Sakit Advent Medan diperoleh data dari 32

Tingginya angka pulang atas permintaan sendiri di RSU Advent Medan karena ketidakpuasan pasien akan jasa baik pelayanan medik maupun non medik yang diberikan rumah sakit

Tingginya angka pulang atas permintaan sendiri di RSU Advent Medan karena ketidakpuasan pasien akan jasa baik pelayanan medik maupun non medik yang diberikan rumah sakit

Bersama surat ini kami sampaikan bahwa dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang ada di Rumah Sakit Advent Kota Medan, maka kami bermaksud melakukan

Dari Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Advent Manado dapat disimpulkan bahwa Penyimpanan obat di gudang instalasi Farmasi Rumah Sakit Advent Manado

Sistem Informasi Manajemen Obat (SIMO) sangat dibutuhkan oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) untuk mendukung pengambilan keputusan yang cepat dan tepat,

Sistem windows based SIMRS yang digunakan memberikan kemudahan dalam manajemen persediaan yang sesuai kebutuhan rumah sakit (tidak over stock atau under stock) dan

PERANCANGAN SISTEM KEPEGAWAIAN HUMAN RESOURCE MANAGEMENT BERBASIS WEB MENGGUNAKAN FRAMEWORK CODEIGNITER DI RUMAH SAKIT ADVENT BANDAR LAMPUNG 163 Gambar 18 Halaman Pengajuan Cuti