UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT MENGGUNAKAN JASA BAZIS DALAM
PENYALURAN ZAKAT DI KOTA MEDAN SKRIPSI
Diajukan Oleh:
Dewi Sartika
070501013
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI
Nama : Dewi Sartika NIM : 070501013
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis dalam Penyaluran Zakat di Kota Medan
Tanggal :
Pembimbing
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
BERITA ACARA UJIAN
Hari :
Tanggal : Desember 2011 Nama : Dewi Sartika NIM : 070501013
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis dalam Penyaluran Zakat di Kota Medan
Ketua Program Studi S-1 Pembimbing Skripsi Ekonomi Pembangunan
(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D) (Ilyda Sudardjat, SSi, MSi) NIP: 19710503 200312 1 003 NIP: 19730325 2008012 007
Penguji I Penguji II
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK
Nama : Dewi Sartika NIM : 070501013
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Syariah
Judul Skripsi : Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis dalam Penyaluran Zakat di Kota Medan
Tanggal :
Ketua Program Studi S-1 Ekonomi Pembangunan
(Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D) NIP: 19710503 200312 1 003
Tanggal :
Dekan
ABSTRACT
This study aims to knowing anything what-facto factors affecting community in the decision to use BAZDA SUMUT in the distribution of zakat. The design of this study was descriptive by using primary data and secondary data, Data collection was done by using interview, questionnaire, and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat on BAZDA SUMUT as many as 84 people.
The analysis showed that factors that affect the collection of zakat is perception / understanding of religion service. Reasons Muzakki use BAZDA SUMUT This is because a lot of goodness obtained in using This SUMUT BAZDA and easy requirements become Muzakki on This SUMUT BAZDAAnd some Muzakki expressed his satisfaction with the service and the benefits derived so Muzakki keep using this agency in the distribution of zakat. To increase public awareness in the tithe BAZDA SUMUT should continue to disseminate the kompherenship charity through social activities and religious.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apasaja fakto-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menggunakan BAZDA SUMUT dalam penyaluran zakatnya. Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, kuisioner, dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat pada BAZDA SUMUT sebanyak 84 orang.
Hasil analisis menunjukkan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat tersebut adalah persepsi/pemahaman agama, pelayanan. Alasan muzakki menggunakan BAZDA SUMUT ini adalah karena banyak sekali kebaikan yang diperoleh dalam menngunakan BAZDA SUMUT ini, serta mudahnya persyaratan menjadi muzakki pada BAZDA SUMUT ini. Dan sebagian muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh, sehingga muzakki tetap mengunakan lembaga ini, dalam penyaluran zakatnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara kompherenship melalui kegiatan-kegiatan social dan keagamaan
ABSTRACT
This study aims to knowing anything what-facto factors affecting community in the decision to use BAZDA SUMUT in the distribution of zakat. The design of this study was descriptive by using primary data and secondary data, Data collection was done by using interview, questionnaire, and documentation. The respondents in this study is Muzakki who pay zakat on BAZDA SUMUT as many as 84 people.
The analysis showed that factors that affect the collection of zakat is perception / understanding of religion service. Reasons Muzakki use BAZDA SUMUT This is because a lot of goodness obtained in using This SUMUT BAZDA and easy requirements become Muzakki on This SUMUT BAZDAAnd some Muzakki expressed his satisfaction with the service and the benefits derived so Muzakki keep using this agency in the distribution of zakat. To increase public awareness in the tithe BAZDA SUMUT should continue to disseminate the kompherenship charity through social activities and religious.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apasaja fakto-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menggunakan BAZDA SUMUT dalam penyaluran zakatnya. Adapun desain penelitian ini adalah studi deskriptif dengan menggunakan data primer dan data sekunder, pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, kuisioner, dan dokumentasi. Adapun responden dalam penelitian ini adalah muzakki yang membayar zakat pada BAZDA SUMUT sebanyak 84 orang.
Hasil analisis menunjukkan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi pengumpulan zakat tersebut adalah persepsi/pemahaman agama, pelayanan. Alasan muzakki menggunakan BAZDA SUMUT ini adalah karena banyak sekali kebaikan yang diperoleh dalam menngunakan BAZDA SUMUT ini, serta mudahnya persyaratan menjadi muzakki pada BAZDA SUMUT ini. Dan sebagian muzakki menyatakan puas terhadap pelayanan dan manfaat yang diperoleh, sehingga muzakki tetap mengunakan lembaga ini, dalam penyaluran zakatnya. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berzakat BAZDA SUMUT harus terus melakukan sosialisasi zakat secara kompherenship melalui kegiatan-kegiatan social dan keagamaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia
senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental
spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup
terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketaqwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan akhlak yang mulia, terwujudnya
kerukunan hidup umat beragama yang dinamai sebagai landasan persatuan dan
kesatuan bangsa, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan
Nasional (Kartika,2007).
Zakat, sebagai Rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang
mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak
menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan sumber dana
potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh
masyarakat. Secara sosiologi zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan,
keadilan, keimanan, serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam
sikap orang kaya. Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki
posisi sangat penting, strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam
maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok
zakat termasuk salah satu Rukun Islam yang ketiga, sebagaimana diungkapkan
dalam berbagai hadist nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum
bagian mutlak dari keislaman seseorang. Di dalam AL-Qur’an terdapat dua puluh
tujuh ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat dan kewajiban zakat dalam
berbagai bentuk kata (Kartika,2007).
Zakat sangat erat kaitannya dengan masalah bidang sosial dan ekonomi
dimana zakat mengikis sifat ketamakan dan keserakahan. Masalah bidang sosial
dimana zakat bertindak sebagai alat yang diberikan Islam untuk menghapuskan
kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan seseorang yang memiliki harta
yang berlimpah akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki, sedangkan dalam
bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan seseorang.
Zakat sangat berpengaruh dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi. Zakat di
ambil secara vertikal jika telah mencapai nisab, yaitu sebagai ketetapan dengan
batasan minimal wajibnya zakat dikeluarkan. Begitu juga dengan ukuran barang
yang wajib dikeluarkan pada barang yang wajib dikeluarkan zakat. Kelebihan
harta yang dimiliki dikeluarkan sesuai ketetapan yang ditentukan oleh para ahli
fiqih. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata kepada
kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang disebutkan
diayat zakat (Asnaini, 2008).
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat
dalam ayat adalah zakat maal atau kekayaan meskipun ayat itu turun di Makkah.
Padahal, Zakat itu sendiri diwajibkan di Madinah pada tahun ke-2 Hijriah. Fakta
ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan saat Nabi SAW
menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah
wahyu berikut ini, ”Dan dirikanlah shalat
yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat
pahalanya disisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu
kerjakan” (QS Al-Baqarah: 110).
Disahkannya Undang-Undang (UU) No 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan zakat di Indonesia pantas disyukuri. Undang-Undang ini banyak
memberikan implikasi positif perzakatan di Indonesia. Undang-Undang
pengelolaan zakat secara yuridis menetapkan adanya proses pengesahan dua
lembaga pengelola zakat yakni lembaga dibentuk pemerintah disebut Badan Amil
Zakat (BAZ) dan lembaga dibentuk oleh masyarakat dikukuhkan pemerintah
disebut Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam perkembangannya terus dirasakan
banyak kelemahan. Undang-Undang zakat dipandang tidak mampu lagi
memenuhi tuntutan zaman terutama dalam penggalian potensi harta zakat yang
begitu besar. Banyak kalangan menginginkan seharusnya pengelolaan zakat
menjadi bagian aktivitas negara otoritas kelembagaan pengelolaan zakat Negara
sebagai regulator, pengawas dan operator sebagaimana halnya pajak. Banyak pula
kalangan menginginkan pengelolaan zakat di urus pihak swasta lebih akuntabilitas
dan dipercayai masyarakat (Zulfahmi, 2007).
Peran pemerintah (regulator, operator, pengawas) dalam mengurus zakat
justru dirasakan sebagai kebutuhan hukum dalam masyarakat. Paling tidak ada
berbagai pertimbangan logis dan realistis pentingnya negara mengintervensi
dalam pengelolaan zakat. Zakat membawa kekuatan imperatif pemungutannya
untuk melakukan pemaksaaan seperti halnya pajak, karena negara mempunyai
kekuatan dengan perangkat pemerintahannya, dan didukung regulasi yang
mengikat dana zakat akan mudah terkumpulkan, kemudian dapat menjadi bagian
pendapatan negara seperti halnya pajak. Besarnya jumlah potensi harta zakat yang belum tergali secara maksimal mengharuskan menjadi perhatian. Berdasarkan
informasi Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara
menyampaikan potensi zakat Indonesia saat ini berkisar Rp. 19 trilyun per tahun.
Sedangkan penerimaan zakat harta dan zakat fitrah secara nasional pada tahun
2009 baru mencapai Rp. 1,2 trilyun. Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil
dihimpun dari masyarakat jauh dari potensi yang sebenarnya. Potensi yang besar
itu akan dapat dicapai dan disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara
melalui departemen teknis pelaksana. Jumlah penduduk miskin/penduduk yang
berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar
Rp. 32,53 juta atau 14,15%. Berdasarkan data dari Kementerian Pemda dari
keseluruhan kab/kota termasuk daerah tertinggal masih ada sekitar 183 kab/kota
dalam kategori daerah tertinggal. Pengentasan kemiskinan ataupun program
kesejahteraan umat tidak cukup dilakukan dengan program APBN/APBD. Potensi
dana zakat yang cukup besar tersebut sebuah alternatif untuk itu dan akan turut
membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Keadilan menjadi bagian
prinsip dasar kenegaraan. Persoalan keadilan dan kesejahteraan umum adalah
persoalan struktural yang tidak mungkin terjangkau secara merata tanpa
melibatkan negara (indirect giving), Pengelolaan zakat oleh negara, dapat
berkoordinasi, komunikasi dan informasi dengan unit pengumpul zakat (LAZ),
sehingga pengentasan kemiskinan semakin terarah, tepat guna dan tidak
overlapping dalam penyaluran dana zakat, kepastian dan mendisipilinkan muzakki membayar zakat ke lembaga semakin terjamin, sekaligus terbangun konsistensi
lembaga pengelola zakat bisa terjaga terus menerus karena sudah ada sistem yang
mengatur. Pengelolaan zakat yang dilakukan negara dapat bersinergi dengan
semangat Otonomi Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.
Dana zakat yang terkumpul dari daerah didistribusikan kembali kepada daerahnya
masing-masing. Salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam
Prolegnas 2010 dan kini sedang intensif dibahas adalah RUU Pengelolaan zakat,
yang merupakan amendemen terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999.
Dalam konteks masyarakat madani Indonesia yang demokratis, RUU Zakat akan
mengukuhkan peran negara dalam memberi perlindungan bagi warga negara yang
menjadi pembayar zakat (muzakki), menjaga ketertiban umum dengan mencegah
penyalahgunaan dana zakat, memfasilitasi sektor amal untuk perubahan sosial,
dan memberi insentif bagi perkembangan sektor amal (Juwaini, 2009).
Di bawah rezim UU No. 38/1999, dunia Zakat Nasional berjalan tanpa tata
kelola yang memadai. Hal ini secara jelas rawan memunculkan penyimpangan
dana zakat masyarakat oleh pengelola yang tidak amanah. Kebangkitan dunia
zakat nasional ditangan masyarakat sipil era 1990-an, yang telah
mentransformasikan zakat dari ranah amal-sosial individual ke ranah ekonomi
pembangunan keumatan yang terancam. Perkembangan dunia zakat nasional juga
pengelola zakat yang berjalan dengan agenda masing-masing. Hasilnya, kinerja
dunia zakat nasional, khususnya dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan,
terasa jauh dari optimal. Maka, agenda terbesar dunia zakat nasional saat ini
adalah mendorong tata kelola yang baik dengan mendirikan otoritas zakat yang
kuat dan kredibel, yang akan memiliki kewenangan regulasi dan pengawasan
ditiga aspek utama, yaitu kepatuhan syariah, transparansi dan akuntabilitas
keuangan, serta efektivitas ekonomi dari pendayagunaan dana zakat. Badan Zakat
Indonesia dibentuk di tingkat pusat dan dapat membuka perwakilan di tingkat
provinsi jika dibutuhkan. Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat
lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan
oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah. Kinerja zakat justru meningkat
setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Kegiatan operasional organisasi nirlaba
yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan
muzakki. Kepercayaan ini menjadi kata kunci. Kepercayaan masyarakat inilah
yang dibangun melalui tata kelola yang baik, yaitu operator zakat (OPZ)
mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai dari otoritas zakat (BZI). Di
bawah rezim UU No. 38/1999, jumlah OPZ melonjak sangat pesat. Hal ini secara
jelas mengindikasikan inefisiensi dunia zakat nasional dalam kaitan dengan
penghimpunan dana zakat yang relatif masih kecil. Hingga kini setidaknya
terdapat BAZNAS dan 18 LAZ nasional, 33 BAZ provinsi, dan 429 BAZ
kabupaten/kota, belum termasuk 4.771 BAZ kecamatan, ribuan LAZ provinsi,
kabupaten, kota dan puluhan ribu amil tradisional berbasis masjid serta pesantren,
bagi pemerintah bila melakukan pola pendayagunaan dana pengentasan
masyarakat miskin melalui kemitraan dengan OPZ. Yakni, meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas program pengentasan masyarakat miskin,
menurunkan tingkat penyalahgunaan dana pengentasan masyarakat miskin dan
meningkatkan efektivitasnya (Choir, 2010).
Dalam perspektif Nasional, Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat
diharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri, melainkan
juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian terhadap warga
masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan demikian,
kehadiran Badan Amil Zakat disamping bersifat keagamaan, juga ditempatkan
dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil,
dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna Badan Amil Zakat,
khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti dilakukan.
Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa
pengelolaan zakat, kini memasuki era baru. Yang menyiratkan tentang perlunya
BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang
profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan
terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun
pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan
kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.
Dimana penulis sangat tertarik ingin meneliti lebih jauh tentang
masyarakat yang menyalurkan zakatnya, khusus nya yang menggunakan lembaga
“Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis Dalam Penyaluran Zakatnya Di Kota Medan “.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat
diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah :
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk
menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara?
2. Faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap keputusan masyarakat
untuk menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
masyarakat untuk menggunakan jasa Badan Amil Zakat Daerah Sumatera
Utara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar minat masyarakat untuk menggunakan
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, terutama bagi mahasiswa
departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian
selanjutnya.
2. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi masyarakat maupun lembaga
pengelola zakat.
3. Menambah sumbangan pengetahuan ilmu zakat khususnya.
4. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jejang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Zakat
Zakat merupakan kewajiban utama bagi umat islam yang telah ditetapkan
dalam Alqur’an, Sunah nabi, dan ijma’ para ulama. Dimana zakat adalah salah
satu rukun Islam yang selalu di sebut kan sejajar dengan shalat. Zakat merupakan
salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat
Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah
(seperti shalat, haji, dan puasa) yang telah di atur secara rinci dan paten
berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus merupakan amal sosial
kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia
Ditinjau dari segi bahasa zakat merupakan bentuk kata dasar dari zakka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Menurut pengertian fiqih zakat
adalah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah yang diserahkan
kepada orang-orang yang berhak. Namun menurut pemikir Islam kontemporer
zakat didefinisikan sebagai harta yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau
pejabat wewenang kepada masyarakat umum atau individu yang bersifat mengikat
dan final tanpa mendapat imbalan tertentu yang dilakukan pemerintah sesuai
dengan kemampuan pemilik harta, yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan
Beberapa arti ini memang sesuai dengan arti zakat yang sebenarnya.
Dikatakan berkah, karena zakat akan membuat keberkahan pada harta seseorang
yang telah berzakat. Dikatakan suci, karena zakat dapat menyucikan pemilik harta
dari sifat tama’, syirik, kikir dan akhil. Dikatakan tumbuh, karena zakat akan
melipat gandakan pahala bagi muzakki dan membantu kesulitan bagi mustahiq.
Seterusnya, apabila dikaji, arti bahasa ini sesuai dengan apa yang menjadi tujuan
disyari’atkannya zakat.
Mahzab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebahagian
dari harta yang khusus yang telah mencapai nisab (batas kuantitas minimal yang
mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya (Wahbah,
2000).
Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebahagian harta
yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang
ditentukan oleh syriat karena Allah. Menurut mazhab Syafa’i zakat adalah sebuah
ungkapan keluarnya harta atau tubuh sesuai dengan cara khusus. Sedangkan
menurut mazhab Hambali, zakat itu hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang
khusus untuk kelompok yang khusus pula, yaitu kelompok yang disyariatkan
dalam Al-Quran (Zuhayliy, 2000).
Menurut Nawawi, jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat
karena yang dikeluarkan itu “menambah banyak, membuat lebih berarti dan
melindungi kekayaan dari kebinasaan”. Sedangkan menurut Ibnu Tsymiysh, jiwa
orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya menjadi lebih bersih
Hal ini berarti bahwa makna tumbuh dan berkembang itu hanya
diperuntukkan buat harta kekayaan tetapi lebih jauh dari itu. Dengan
mengeluarkan zakat itu menjadi bersih.
Adapun landasan hukum zakat baik menurut ajaran Islam maupun kekuatan
hukum negara adalah:
a. Al-Qur’an
1. Q.S Al- Baqarah : 43
Artinya: ”Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”.
2. Q.S At-Taubah : 103
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka karena
sesungguhnya doamu dapat memberikan ketenangan bagi mereka. Dan Allah lagi
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
3. Q.S Al-An’am : 141
Artinya: “Dan dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon kurma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya), dan tidak sama (rasanya).
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan
tunaikanlah haknya dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan
janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
b. As-Sunah
Hadis diriwayatkan oleh At-Tabrani dari Ali r.a sesungguhnya Allah
mewajibkan zakat atas orang-orang kaya dari umat Islam pada harta mereka
dengan batas sesuai kecukupan diantara mereka. Orang-orang fakir tidak akan
kekurangan pada saat mereka lapar atau tidak berbaju kecuali karena ulah
orang-orang kaya diantara mereka. Ingatlah bahwa Allah akan menghisab mereka
dengan keras dan menazab mereka dengan pedih. Rasulullah saw bersabda yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar: Artinya: "Islam
dibangun atas lima rukun: Syahadat tiada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad
saw utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan
puasa Ramadhan".
c. Ijma’
Ulama baik salaf klasik maupun salaf kontemporer telah sepakat akan kewajiban zakat dan bagi yang mengingkarinya berarti telah kafir dari Islam.
d. Landasan Menurut Undang-Undang
1. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas
UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
3. Keputusan Menteri Agama Nomor 581 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan
UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
4. Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tentang
Para pemikir kontemporer mendefinisikan zakat sebagai harta yang telah
ditetapkan oleh pemerintah atau pejabat berwewenang kepada masyarakat umum
atau individu yang bersifat mengikat dan final, tanpa mendapat imbalan tertentu
yang telah yang dilakukan oleh pemerinah sesuai dengan kemampuan pemilik
harta, yang dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan delapan golongan yang
telah ditentukan di dalam Al-Quran. Serta untuk memenuhi tuntunan politik bagi keuangan Islam (Inayah, 2003).
2.1.1 Syarat Zakat
Zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan
ulama, syarat wajib zakat adalah
1. Merdeka
Menurut kesepakatan ulama, zakat tidak wajib atas hamba sahaya karna hamba
sahaya tidak mempunyai hak milik. Tuannyalah yang memiliki apa yang ada
ditangan hambanya. Begitu juga mukatib (hamba sahaya yang dijanjikan akan
dibebaskan oleh tuannya dengan cara menebus dirinya) atau yang sama dengan
nya tidak wajib mengeluarkan zakat, karna kendatipun dia memiliki harta, harta
nya tidak diliki secara penuh.
2. Islam
Menurut ijma’. Zakat tidak wajib atas orang kafir karena zakat merupakan ibadah mahdhah yang suci sedangkan orang kafir bukan orang yang suci. Mazhab Syafi’i
, berbeda dengan mazhab-mazhab lainnya, yang mewajibkan orang murtad yang
mengeluarkan zakat hartanya sebelum riddahnya terjadi, yakni harta yang
3. Baligh dan Berakal
Keduanya di pandang sebagai syarat oleh mahzab Hanafi. Dengan demikian,
Zakat tidak wajib di ambil dari harta anak kecil dan orang gila sebab kedua nya
tidak termasuk dalam ketentuan orang yang wajib mengerjakan ibadah seperti
shalat dan puasa. Sedangkan menurut Jumhur, kedua nya bukan merupakan
syarat. Oleh karena itu zakat wajib di keluarkan oleh anak kecil dan orang gila.
Zakat tersebut dikeluarkan oleh walinya. Harta yang dikeluarkan adalah harta
yang wajib dizakati. Harta yang mempunyai kriteria ini ada lima jenis, yaitu: a)
uang, emas, perak, baik berbentuk uang kertas maupun uang logam. b) barang
tambang dan barang-barang temuan, c) barang dagangan. d) hasil tanaman dan
buah-buahan. Menurut Jumhur, binatang ternak yang merumput sendiri, atau
menurut mazhab Maliki, binatang yang diberi makan oleh pemiliknya.
Harta yang dizakati disyaratkan produktif, yakni berkembang karna salah
satu makna zakat adalah berkembang dan produktifitas tidak di hasilkan kecuali
dari barang-barang produktif.
4. Harta yang dizakati telah mencapai nisab atau senilai dengannya
Maksudnya ialah nisab yang di tentukan oleh syara’ sebagai tanda kayanya
seseorang dan kadar-kadar berikut yang mewajibkannya zakat.
5. Harta yang dizakati adalah milik penuh
Para fuqaha berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan harta milik. Yang dimaksud dengannya adalah harta milik yang sudah berada ditangan sendiri,
ataukah harta milik yang hak pengeluarannya berada ditangan seseorang atau
dimaksud dengannya ialah harta yang dimiliki secara utuh dan berada ditangan
sendiri yang benar-benar dimilikinya
6. Kepemilikan harta telah mencapai setahun, menurut hitungan tahun kamariah
Pendapat ini berdasarkan hadits : “tidak ada zakat dalam suatu harta sampai umur
kepemilikannya sampai setahun”
7. Harta tersebut merupakan bukan harta hasil hutang
Adapun hutang yang tidak berkaitan dengan hak para hamba, seperti hutang
nazar, kafarat, dan haji, tidak mencegah kewajiban zakat. Begitu juga hutang tidak mencegah kewajiban sepersepuluh (untuk tanaman dan buah-buahan)
kewajiban, pajak dan kafarat.
8. Harta yang akan dizakati melebihi kebutuhan pokok (Kartika, 2007).
2.2. Macam-Macam Zakat
Zakat terbagi atas dua tipe yakni:
2.2.1
Zakat Fitrah ialah zakat yang dikeluarkan oleh orang-orang muslim
sebagai pembersih dirinya dan menjadi tanggungannya, disamping untuk
menghilangkan cela yang terjadi selama puasa pada bulan Ramadhan (Ahmad,
1996).
2.2.1.2 Hikmah Zakat
Kesenjangan penghasilan rezeki dan mata pencarian di kalangan manusia
merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri, hal ini dalam penyelesaian nya,
memerlukan campur tangan Allah SWT. Adapun hikmah zakat itu adalah sebagai
Pertama, zakat menjaga dan memelihara harta dari incaran mata dan tangan para
pendosa dan pencuri.
Kedua, zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang
yang sangat memerlukan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk bekerja
dengan semangat ketika mereka mampu melakukan nya dan bisa mendorong
mereka untuk meraih kehidupan yang layak.
Ketiga, zakat menyucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, ia juga melatih
seorang mukmin untuk bersifat pemberi dan dermawan. Mereka dilatih untuk
tidak menahan diri dari mengeluarkan zakat melainkan dilatih untuk menunaikan
kewajiban sosial, yakni kewajiban untuk mengangkat kemakmuran negara dengan
cara memberikan sedikat harta kepada fakir miskin.
Keempat, zakat diwajibkan sebagai ungkapan syukur atas nikmat harta yang telah
dititipkan pada seseorang. Dengan demikian harta itu dinamakan dengan Zakat
Maal.
2.2.1.3 Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah adalah shodaqoh yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan. Bukti dalil dari
2.2.1.4 Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fitrah
Zakat Fitrah ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim karena untuk
menutupi kekurangan puasa yang diisi dengan perkara sia-sia dan kata-kata kotor,
(2) yang mampu mengeluarkan Zakat Fitrah. Menurut mayoritas ulama, batasan
mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi
nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini
berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan Zakat Fitrah. Kepala
keluarga wajib membayar Zakat Fitrah orang yang ia tanggung nafkahnya.
Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami bertanggung
jawab terhadap Zakat Fitrah si istri karena istri menjadi tanggungan nafkah suami.
2.2.1.5 Ukuran Zakat Fitrah
Para ulama sepakat bahwa kadar wajib Zakat Fitrah adalah satu sho’ dari semua bentuk Zakat Fitrah kecuali untuk qomh (gandum) dan zabib (kismis)
sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’. Dalil yang menunjukkan
ukuran 1 sho’ adalah hadits Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan bahwa Zakat Fitrah itu seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Satu sho’ adalah ukuran takaran yang ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran takaran ini. Lalu mereka berselisih pendapat lagi
bagaimanakah ukuran timbangannya. Satu sho’ dari semua jenis ini adalah
seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya
mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg. Artinya jika Zakat Fitrah
2.2.1.6 Penerima Zakat Fitrah
Penerima zakat secara umum ditetapkan dalam 8 golongan/asnaf, yaitu:
(a) Fakir; (b) Miskin; (c) Amil; (d) Muallaf; (e) Hamba sahaya; (f) Gharimin; (g) Fisabilillah; (h) Ibnu sabil.
Namun menurut beberapa ulama khusus untuk Zakat Fitrah mesti
didahulukan kepada dua golongan pertama yakni
disandarkan dengan alasan bahwa jumlah/nilai Zakat yang sangat kecil sementara
salah satu tujuannya dikelurakannya Zakat Fitrah adalah agar para fakir dan
miskin dapat ikut merayakan hari raya.
2.2.1.7 Sumber Hadits berkenaan dengan Zakat Fitrah
a. Diriwayatkan dari Ibnu Umar. ia berkata: Rasulullah telah mewajibkan
Zakat Fitrah dari bulan Ramadan satu sho' dari kurma, atau satu sho' dari sya'iir. Atas seorang hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslilmin (H.R : Al-Bukhary dan Muslim).
b. Diriwayatkan dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata:
Rasulullah telah mewajibkan Zakat Fitrah satu sho' dari kurma atau satu sho' dari sya'iir atas seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum muslimin dan beliau memerintahkan agar di
tunaikan/dikeluarkan sebelum manusia keluar untuk shalat 'ied (H. R : Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i).
c. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Rasulullah saw telah
memfardhukan Zakat Fitrah untuk membersihkan orang yang shaum dari
miskin. Barang siapa yang mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia
berarti Zakat yang di terima dan barang siapa yang mengeluarkannya
sesudah shalat 'ied, maka itu berarti shadaqah seperti shadaqah biasa (bukan Zakat Fitrah) (H.R : Abu Daud, Ibnu Majah dan Daaruquthni).
d. Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra.
dari Nabi saw, bersabda: Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih
baik daripada tangan di bawah (meminta-minta), mulailah orang yang
menjadi tanggunganmu (keluarga dll) dan sebaik-baik shadaqah adalah
yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan (yang di perlukan oleh
keluarga) (H.R : Al-Bukhary dan Ahmad).
e. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. ia berkata: Rasulullah saw.
Memerintahkan untuk mengeluarkan Zakat Fitrah untuk anak kecil, orang
dewasa, orang merdeka dan hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan
makanan mereka (tanggunganmu) (H.R : Daaruquthni, hadits hasan).
f. Artinya: Diriwayatkan dari Nafi't. berkata: Adalah Ibnu Umar
menyerahkan (Zakat Fitrah) kepada mereka yang menerimanya (panitia
penerima Zakat Fitrah/Amil) dan mereka (para sahabat) menyerahkan
Zakat Fitrah sehari atau dua hari sebelum 'iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary).
g. Diriwayatkan dari Nafi': Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar
menyuruh orang mengeluarkan Zakat fitrah kepada petugas yang
kepadanya Zakat Fitrah dikumpulkan (amil) dua hari atau tiga hari
2.2.1.8 Hikmah disyari'atkannya Zakat Fitrah
Di antara hikmah disyari'atkannya Zakat Fitrah adalah:
a. Zakat Fitrah merupakan zakat diri, dimana Allah memberikan umur
panjang baginya sehingga ia bertahan dengan nikmat-Nya.
b. Zakat Fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik
kaya maupun miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk
beribadah kepada Allah Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah
nikmat-Nya.
c. Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa
kepada Allah atas nikmat ibadah puasa.
d. Di antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits
Ibnu Abbas radhiAllahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan
pembersih bagi yang melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk,
demikian pula sebagai salah satu sarana pemberian makan kepada fakir
miskin (Kartika, 2007).
2.2.2
Pengertian Maal (harta) Menurut bahasa adalah segala sesuatu yang
diinginkan sekali oleh manusia untuk memiliki, memanfaatkan dan
menyimpannya Menurut syar'a, harta adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dapat digunakan atau dimanfaatkan menurut ghalibnya (lazim).
Zakat Maal adalahmaal) yang dimiliki
oleh individu atau lembaga dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang
harfiah berarti 'harta'. Mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil
laut, hasil ternak, harta temuan, emas dan perak serta hasil kerja (profesi) dan
Zakat saham atau obligasi. Masing-masing tipe memiliki perhitungannya sendiri-sendiri (Kartika, 2007).
2.2.2.1 Harta (maal) yang Wajib Di Zakati A. Zakat Hasil Ternak
Zakat Hasil Ternak (salah satu jenis Zakat Maal) meliputi hasil dari
peternakan hewan baik besar (sapi, unta) sedang (kambing, domba) dan kecil
(unggas, dll). Perhitungan zakat untuk masing-masing tipe hewan ternak, baik
nisab maupun kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya
yakni satu tahun untuk tiap hewan (Ridwan, 1988).
1. Kambing dan Domba
Kambing baru wajib dizakatkan apabila pemilik memiliki sedikitnya 40
ekor kambing.
Di bawah jumlah ini tidak wajib dizakatkan.
Jumlah Kambing: Besar Zakat
40-120 1 ekor kambing (2th) atau domba (1th)
121-200 2 ekor kambing/domba
201-399 3 ekor kambing/domba
400-499 4 ekor kambing/domba
500-599 5 ekor kambing/domba
Selanjutnya, setiap jumlah itu bertambah 100 ekor maka Zakatnya bertambah 1
2. Sapi & Kerbau
Sapi dan kerbau baru wajib dizakatkan apabila pemilik memiliki
sedikitnya 30 ekor sapi. Di bawah jumlah ini tidak wajib dizakatkan
Jumlah Sapi: Besar Zakat:
30-39 1 ekor sapi jantan/betina tabi'
40-59 1 ekor sapi jantan/betina musinnah'
60-69 2 ekor sapi jantan/betina tabi'
70-79 1 ekor sapi musinnah dan 1 ekor tabi'
80-89 2 ekor sapi musinnah
90-99 3 ekor tabi' (sapi berumur satu tahun atau memasuki tahun
kedua)
100-109 2 ekor tabi' dan 1 ekor musinnah (sapi berumur satu tahun
atau memasuki tahun ketiga)
110-119 2 ekor musinnah dan 1 ekor tabi'
120-129 3 ekor musinnah atau 4 ekor tabi'
130-160 s/d >> setiap 30 ekor, 1 tabi' dan setiap 40 ekor, 1 musinnah
Selanjutnya setiap jumlah itu bertambah 30 ekor, zakatnya bertambah 1
ekor tabi'. Dan jika setiap jumlah itu bertambah 40 ekor, zakatnya bertambah 1
ekor musinnah.
keterangan :
3. Unta
Nisab unta adalah 5 ekor, di bawah jumlah itu peternak tidak wajib
mengeluarkan zakat atas ternak tersebut.
Jumlah Unta: Besar Zakat:
5-9 1 ekor kambing
10-14 2 ekor kambing
15-19 3 ekor kambing
20-24 4 ekor kambing
25-35 1 ekor bintu makhad betina (unta genap 1 tahun sampai 2
tahun)
36-45 1 ekor bintu labun (genap 2 tahun masuk 3 tahun)
46-60 1 ekor hiqqoh (genap 3 tahun masuk 4 tahun)
61-75 1 ekor jadz'ah (genap 4 tahun masuk 5 tahun)
76-90 2 ekor bintu labun
91-120 2 ekor hiqqoh
121-129 3 ekor bint labun
130-139 1 ekor hiqqah dan 1 ekor bint labun
140-149 2 ekor hiqqah dan 1 ekor bint labun
150-159 3 ekor hiqqah
160-169 4 ekor bint labun
170-179 3 ekor bint labun dan 2 ekor hiqqah
180-189 2 ekor bint labun dan 2 ekor hiqqah
190-199 4 ekor hiqqah
200-209 4 ekor bint labun dan 1 ekor hiqqah
210-219 3 ekor bint labun dan 2 ekor hiqqah
230-239 1 ekor bint labun dan 4 ekor hiqqah 240-249 Dan seterusnya mengikuti kelipatan di atas.
4. Ayam/Unggas/Ikan
Nishab pada ternak unggas dan perikanan tidak diterapkan berdasarkan
jumlah (ekor), sebagaimana halnya unta, sapi, dan kambing. Tapi dihitung
berdasarkan skala usaha. Nishab ternak unggas dan perikanan adalah setara
dengan 20 Dinar (1 Dinar = 4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gram
emas. Artinya bila seorang beternak unggas atau perikanan, dan pada akhir tahun
(tutup buku) ia memiliki kekayaan yang berupa modal kerja dan keuntungan lebih
besar atau setara dengan 85 gram emas murni, maka ia terkena kewajiban zakat
sebesar 2,5%. Contoh : harga emas 1 gram = 100.000 nisab = 85 gram X 100.000
= 8.500.000
Seorang peternak ayam broiler memelihara 1000 ekor ayam perminggu,
pada akhir tahun (tutup buku) terdapat laporan keuangan sebagai berikut:
- Ayam broiler 5600 ekor seharga Rp. 15.000.000
- Uang Kas/Bank setelah pajak Rp. 10.000.000
- Stok pakan dan obat-obatan Rp. 2.000.000
- Piutang (dapat tertagih) Rp. 4.000.000 +
Jumlah Rp. 31.000.000
- Utang yang jatuh tempo Rp. 5.000.000 _
Karena saldo lebih besar dari nisab (26.000.000 > 8.500.000) maka
peternak tersebut wajib membayar Zakat Besar Zakat = 2,5% x Rp. 26.000.000,-
= Rp. 650.000.
B. Zakat Hasil Pertanian
Padi salah satu hasil pertanian yang dizakatkan Zakat Hasil pertanian
merupakan salah satu jenis Zakat Maal, obyeknya meliputi hasil
tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian,
sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan (Didin,
2002).
1. Nisab
Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma,
dll, maka nisabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. (pendapat lain
menyatakan 815 kg untuk beras dan 1481 kg untuk yang masih dalam bentuk
gabah). Tetapi jika hasil pertanian itu bukan merupakan makanan pokok, seperti
buah-buahan, sayur-sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan
harga nisab dari makanan pokok yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di
negeri kita = beras/sagu/jagung).
2. Kadar
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau
sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya
tambahan) maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada
untuk biaya pengairan. Imam Az Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan
lahan pertanian diairi dengan air hujan (sungai) dan disirami (irigasi) dengan
perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4 dari 1/10). Pada sistem
pertanian saat ini, biaya tidak sekedar air, akan tetapi ada biaya lain seperti pupuk,
insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya pupuk,
intektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila
lebih dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem
pengairannya)
C. Zakat Emas dan Perak
Seorang muslim yang mempunyai emas dan perak wajib mengeluarkan
zakat bila telah mencapai nisab dan haul.
1. Emas
Adapun nisab emas sebesar 20 Dinar (85 gram), dengan haul selama satu
tahun dan kadar 2,5%. Artinya bila seorang muslim memiliki emas sebesar
setidaknya 20 Dinar (85 gram) selama satu tahun ia wajib membayar zakat
sebesar 2,5% dari jumlah emasnya tersebut minimal 1/2 Dinar.
2. Emas yang tidak terpakai
Yang termasuk dalam kategori ini adalah emas yang tidak digunakan
sehari-hari baik sebagai perhiasan atau keperluan lain (disimpan).
Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Fulan memiliki 100 gram emas tak
terpakai, setelah genap satu tahun maka ia wajib membayar zakat setara dengan
100 X 2,5% = 2,5 gram emas. Jika harga emas saat itu adalah Rp. 100.000 maka
3. Sebagian emas terpakai
Emas yang dipakai adalah dimaksudkan dalam kondisi wajar dan jumlah
tidak berlebihan. Atas bagian yang terpakai tersebut, tidak diwajibkan membayar
zakat. Contoh perhitungan zakatnya sebagai berikut: Seorang wanita mempunyai
emas 120 gr, dipakai dalam aktivitas sehari-hari sebanyak 15 gr. Maka zakat emas
yang wajib dikeluarkan oleh wanita tersebut adalah 120 gr - 15 gr = 105 gr. Bila
harga emas Rp. 70.000,- maka zakat yang harus dikeluarkan sebesar : 105 x
70.000 x 2,5% = 183.750.
4. Perak
Nisab perak adalah 200 Dirham (595 gram), haul selama satu tahun dan
kadar 2,5% atau sekurang kurangnya 5 Dirham. Adapun tatacara perhitungannya
sama dengan zakat emas (Ridwan, 1988).
D. Zakat Harta Perniagaan
Zakat Perdagangan atau Zakat Perniagaan adalah zakat yang dikeluarkan
atas kepemilikan harta yang diperuntukkan untuk jual-beli. Zakat ini dikenakan
kepada perniagaan yang diusahakan baik secara perorangan maupun perserikatan
(CV, PT, Koperasi dan sebagainya). Hadits yang mendasari kewajiban
menunaikan Zakat ini adalah : "Rasulullah SAW memerintahkan kami agar
mengeluarkan Zakat dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang." (HR.
1. Ketentuan zakat perdagangan
Berikut adalah ketentuan terkait tipe zakat ini :
a. Berjalan 1 tahun (haul), Pendapat Abu Hanifah lebih kuat dan realistis yaitu
dengan menggabungkan semua harta perdagangan pada awal dan akhir dalam
satu tahun kemudian dikeluarkan zakatnya.
b. Nisab zakat perdagangan sama dengan nisab emas yaitu senilai 85 gr emas.
c. Kadarnya zakat sebesar 2,5%.
d. Dapat dibayar dengan uang atau barang.
e. Dikenakan pada perdagangan maupun perseroan.
f. Pada badan usaha yang berbentuk serikat (kerjasama), maka jika semua
anggota serikat tersebut beragama Islam, zakat dikeluarkan lebih dulu
sebelum dibagikan kepada pihak-pihak yang berserikat. Tetapi jika anggota
serikat terdapat orang yang non muslim, maka zakat hanya dikeluarkan dari
anggota serikat muslim saja (apabila jumlahnya lebih dari nisab).
2. Perhitungan Zakat
Perhitungan besaran zakat perniagaan dalam rumus sederhana adalah
sebagai berikut:
Besar Zakat = [(Modal diputar + Keuntungan + piutang yang dapat dicairkan) -
(hutang + kerugian)] x 2,5%
Harta perniagaan, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri,
agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha (seperti
PT, CV, Yayasan, Koperasi, Dll) nisabnya adalah 20 dinar (setara dengan 85 gram
memiliki kekayaan (modal kerja dan untung) lebih besar atau setara dengan 85
gram emas (asumsi jika per-gram Rp. 75.000,- = Rp. 6.375.000,-), maka ia wajib
mengeluarkan Zakat sebesar 2,5% Contoh : Sebuah perusahaan meubel pada tutup
buku per Januari tahun 1995 dengan keadaan sebagai berikut :
- Sofa atau Mebel belum terjual 5 set Rp. 10.000.000
- Uang tunai Rp. 15.000.000
Pada harta perniagaan, modal investasi yang berupa tanah dan bangunan
atau lemari, etalase pada toko, dll, tidak termasuk harta yang wajib dizakati sebab
termasuk kedalam kategori barang tetap (tidak berkembang).
3. Perhitungan untuk perusahaan jasa
Untuk usaha yang bergerak dibidang jasa, seperti perhotelan, penyewaan
apartemen, taksi, penyewaan mobil, bus/truk, kapal laut, pesawat udara, dll,
terdapat dua cara perhitungan zakat:
a. Pada perhitungan akhir tahun (tutup buku), seluruh harta kekayaan
perusahaan dihitung, termasuk barang (harta) penghasil jasa, seperti taksi,
kapal, hotel, dll, kemudian keluarkan zakatnya 2,5%.
b. Pada Perhitungan akhir tahun (tutup buku), hanya dihitung dari hasil bersih
dikeluarkan 10%. Hal ini diqiyaskan dengan perhitungan zakat hasil
pertanian, dimana perhitungan zakatnya hanya didasarkan pada hasil
pertaniannya, tidak dihitung harga tanahnya.
E. Zakat Hasil Tambang
Zakat pertambangan adalah segala yang dikeluarkan dari hasil bumi yang
dijadikan Allah di dalamnya dan berharga, seperti timah, besi dan sebagainya
(Teungku, 2006).
Harta makdin (pertambangan) yang berupa besi, baja, tembaga, kuningan,
timah, minyak, batubara, dan lain-lain di Indonesia dikuasai oleh negara. Adapun
yang berupa batu-batuan, emas dan perak, oleh pemerintah masyarakat masih
diperbolehkan menambangnya. Makdin inilah yang dikenakan zakat, ialah dua
setengah persen. Adapun nishabnya seharga nisab emas ialah 20 dinar atau 94
gram (Syukri, 2001). Zakat makdin tidak mempergunakan syarat haul. Artinya,
zakatnya wajib dikeluarkan pada saat didapatkan, seperti zakat hasil pertanian
(Syaikh, 2005).
F. Zakat Barang Temuan
Zakat Barang Temuan (Rikaz) wajib dikeluarkan untuk barang yang
ditemukan terpendam di dalam tanah, atau yang biasa disebut dengan harta karun.
Zakat barang temuan tidak mensyaratkan baik haul (lama penyimpanan) maupun
nisab (jumlah minimal untuk terkena kewajiban zakat), sementara kadar zakatnya
adalah sebesar seperlima atau 20% dari jumlah harta yang ditemukan. Jadi setiap
mendapatkan harta temuan berapapun besarnya, wajib dikeluarkan zakatnya
mengeluarkan zakat ini adalah Dari Abu Hurairah r.a, bahwa Rasulullah s.a.w.
bersabda: " ...dan pada rikaz (diwajibkan zakatnya) satu perlima ". G. Zakat Profesi
Zakat Profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (hasil
profesi) bila telah mencapai nisab. Profesi tersebut misalnya pegawai negeri atau
swasta, konsultan, dokter, notaris, akuntan, artis, dan wiraswasta. Adapun orang
orang yang mensyariatkan zakat profesi memiliki alasan sebagai berikut:
Berbeda dengan sumber pendapatan dari pertanian, peternakan dan perdagangan,
sumber pendapatan dari profesi tidak banyak dikenal di masa generasi terdahulu.
Oleh karena itu pembahasan mengenai tipe zakat profesi tidak dapat dijumpai
dengan tingkat kedetilan yang setara dengan tipe zakat yang lain. Namun bukan
berarti pendapatan dari hasil profesi terbebas dari zakat, karena zakat secara
hakikatnya adalah pungutan terhadap kekayaan golongan yang memiliki
kelebihan harta untuk diberikan kepada golongan yang membutuhkan. Referensi
dari Al-Qur'an mengenai hal ini dapat ditemui pada surat Al Baqarah ayat 267: Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian
dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah
1. Waktu Pengeluaran
Berikut adalah beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai waktu
pengeluaran dari zakat profesi:
a. Pendapat As-Syafi'i dan Ahmad mensyaratkan haul (sudah cukup setahun)
terhitung dari kekayaan itu didapat.
b. Pendapat Abu Hanifah, Malik dan ulama modern, seperti Muh Abu Zahrah
dan Abdul Wahab Khalaf mensyaratkah haul tetapi terhitung dari awal dan akhir harta itu diperoleh, kemudian pada masa setahun tersebut harta
dijumlahkan dan kalau sudah sampai nisabnya maka wajib mengeluarkan
zakat.
c. Pendapat Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern
seperti Yusuf Qardhawi tidak mensyaratkan haul, tetapi zakat dikeluarkan langsung ketika mendapatkan harta tersebut. Mereka mengqiyaskan dengan
zakat pertanian yang dibayar pada setiap waktu panen (haul: lama
pengendapan harta).
2. Nisab Zakat
Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat
tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520
kg beras. Hal ini berarti bila harga beras adalah Rp. 4.000/kg maka nisab zakat
profesi adalah 520 dikalikan 4000 menjadi sebesar Rp. 2.080.000. Namun mesti
diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan
frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan
3. Kadar Zakat
Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia
berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu
kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari
seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak
adalah: “Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun,
maka zakatnya setengah dinar (2,5%)”.
4. Perhitungan Zakat
Menurut Yusuf Qardhawi perhitungan zakat profesi dibedakan menurut
dua cara:
a. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor secara
langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan
adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang
dengan penghasilan Rp. 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar
zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp. 75.000 per bulan atau Rp. 900.000 per
tahun.
b. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, Zakat dihitung 2,5% dari gaji
setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan
oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan
penghasilan Rp. 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp.
1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X
5. Zakat Hadiah dan Bonus
Berikut adalah jenis zakat hadiah/bonus/komisi yang erat kaitannya
dengan zakat profesi:
a. Jika hadiah tersebut terkait dengan gaji maka ketentuannya sama dengan
zakat profesi/pendapatan. Dikeluarkan pada saat menerima dengan kadar
zakat 2,5%.
b. Jika komisi, terdiri dari 2 bentuk : pertama, jika komisi dari hasil prosentasi
keuntungan perusahaan kepada pegawai, maka zakat yang dikeluarkan
sebesar 10% (sama dengan zakat tanaman), kedua, jika komisi dari hasil
profesi seperti mengikuti zakat profesi.
c. Jika berupa hibah, terdiri dari dua kriteria, pertama, jika sumber hibah tidak di
duga-duga sebelumnya, maka zakat yang dikeluarkan sebesar 20%, kedua,
jika sumber hibah sudah diduga dan diharap, hibah tersebut digabung kan
Tabel 2.1
Jenis Zakat, Haul, Nishab, serta Kadar Zakat
Jenis Zakat Haul Nishab Kadar
Zakat Fitrah Akhir Ramadhan kelebihan makanan 2.5 Kg
Zakat Emas Setiap Tahun senilai 85 gram emas 2.5%
Zakat Pertanian Setiap Panen senilai 520 Kg beras
5 - 10
%
Zakat Peternakan Setiap Tahun
kambing 40 ekor/sapi
30ekor
1 ekor
Zakat Profesi Setiap Menerima senilai 85 gram emas 2.5%
Zakat Perniagaan Setiap Tahun senilai 85 gram emas 2.5%
Zakat Kekayaan
Laut
Setiap Tahun senilai 85 gram emas 2.5%
Zakat Rikaz KetikanMemperoleh - 10%
Zakat simpanan Setiap Tahun senilai 85 gram emas 2.5%
2.2.2.3. Yang Berhak Menerima
Berdasarkan firman Allah QS At-Taubah ayat 60, bahwa yang berhak
menerima zakat/mustahik sebagai berikut:
a. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan
tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
b. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan
kekurangan.
c. Pengurus zakat : orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan &
membagikan zakat.
d. Muallaf : orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
e. Memerdekakan budak : mencakup juga untuk melepaskan muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir.
f. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang
bukan ma'siat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang
berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu
dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
g. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan
h. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan ma'siat mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya. Atau juga orang yg menuntut ilmu di
tempat yang jauh yang kehabisan bekal.
2.3Tujuan Zakat
Secara umum zakat bertujuan untuk menata hubungan dua arah yaitu
hubungan vertikal dengan tuhan dan hubungan horizontal dengan sesama
manusia. Secara zakat vertikal, zakat sebagai ibadah dan wujud ketakwaan dan
kesyukuran seseorang hamba Allah atas nikmat berupa harta yang diberikan Allah
kepadanya serta untuk membersihkan dan menyucikan dari dan hartanya itu.
Tujuan ini didasarkan pada pesan yang dikandung surat At-Taubah ayat 103:
Artinya: “Ambillah (himpunlah/kelola) dari sebahagian harta mereka
sedekah/zakat; dengan sedekah itu kamu membesihkan mereka dan menyusikan
mereka, dan berdoalah untuk mereka, karena sesungguhnya doa kamu itu menjadi
ketentraman jiwa bagi mereka; dan Allah maha mendengar dan maha
mengetahui.”(QS. At-Taubah: 103).
Dalam kontes ini zakat bertujuan untuk menata hubungan seseorang
hamba dengan tuhannya sebagai pemberi rezeki. Sedangkan secara inilah zakat
bertujuan mewujudkan rasa keadilan sosial dan kasih sayang diantara pihak yang
berkemampuan dengan pihak yang tidak mampu dan dapat memperkecil problema
dan kesenjangan sosial serta ekonomi umat. Dalam kontes ini zakat diharapkan
dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sosial di antara sesama manusia.
Jadi dapat dikatakan bahwa secara horizontal zakat berperan dalam
mewujudkan keadilan dan kesetiakawanan sosial dan menunjang terwujudnya
keamanan dalam masyarakat dari berbagai perbuatan negatif seperti pencurian
atau tindakan kriminal lainnya, karena harta hanya beredar diantara orang-orang
kaya saja. Tujuan secara horizontal ini tampak secara jelas, karena didalam zakat
telah ditetapkan ketentuan dan proseduralnya seperti batas nisab, haul dan kadar
zakat yang harus dikeluarkan serta kriteria para mustahiq yang berhak
menerimanya. Kewajiban zakat menjadi tujuan yang bersifat agamis,
moral-spiritual, finansial, ekonomis, sosial dan politik, yang pada akhirnya untuk
mencapai kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan yang bersifat
agamis, moral-spiritual, finansial, ekonomis sosial dan politik ini, dapat dirinci
kepada dua aspek yaitu aspek kebaktian terhadap Allah dan amal shaleh kepada
masyarakat. Aspek kebaktian terhadap Allah SWT, ialah bahwa menunaikan zakat
itu adalah mempersembahkan “ketakwaan” dengan melaksanakan perintahnya
sedangkan aspek amal soleh kepada masyarakat mengandung segi sosial dan
ekonomi segi sosial adalah untuk kemaslahatan pribadi-pribadi dan kemaslahatan
umum. Segi ekonomis adalah harta benda itu harus berputar diantara masyarakat,
menjadi daya dorong untuk perputaran ekonomi dalam masyarakat. Dalam kotes
ini zakat bertujuan melindungi nasib orang fakir miskin serta untuk meningkatkan
2.4Muzakki
Muzakki adalah seorang muslim yang dibebani kewajiban mengeluarkan
zakat disebabkan terdapat kemampuan harta setelah sampai nisab dan haulnya.
Dimana nisab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan
zakatnya sedangkan cukup haul adalah masa waktu zakat yang dapat dihitung atas masa kepemilikan harta kekayaan selama 12 bulan qhamaryah, panen, atau pada
saat menemukan rikaz. Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Muzakki
adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang muslim yang berkewajiban
menunaikan zakat.
2.6Penelitian Terdahulu
2.6.1 Penelitian Niken Fidyah Ramadhani (2011)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani (2011) yang
berjudul “ Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat,
Infaq dan Shoddaqoh pada Badan Amil Zakat Daerah SUMUT ” metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diskriptif, yang menunjukkan
bahwa perkembangan pengumpulan zakat, infaq dan shoddaqoh mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor- faktor yang mempengaruhi
pengumpulan tersebut adalah moment bulan keagamaan, pendapatan dan usia
Muzakki. Alasan Muzakki lebih memilih membayar zakat, infaq dan shoddaqoh
di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara karena BAZDA SUMUT adalah
institusi yang resmi atau legal milik Pemerintah. Untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam berzakat, berinfaq dan bershoddaqoh, BAZDA SUMUT harus
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis factor-faktor yang
mempengaruhi masyarakat menggunakan jasa Bazis yang dilakukan pada Badan
Amil Zakat Daerah (BAZDA) di Sumatera Utara, yang beralamat Jalan. Williem
Iskandar Pasar V Medan Estate.
3.2 Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah berupa data
primer dan data sekunder.
Data primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang)
secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu benda (fisik),
kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian. Metode yang digunakan untuk
mendapatkan data primer yaitu : (1) metode survei dan (2) metode observasi
(Fernandes, 2009). Dimana data yang diperoleh dengan melakukan wawancara
secara terstruktur kepada responden dengan menggunakan daftar pertanyaan atau
kuesioner yang telah dipersiapkan penulis sebelumnya dan pengambilan
keputusan di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) di kota Medan.
Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak
lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang
dipublikasikan (Fernandes, 2009). Pada penelitian ini data tambahan yang menjadi
data pendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari semua pihak yang
berwenang di Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) di kota Medan. Dan data
sekunder ini diperoleh juga dari studi kepustakaan, internet, bacaan dan informasi
yang berhubungan dengan penelitian.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke Badan Amil
Zakat Daerah (BAZDA) di Sumatera Utara, khususnya mengenai data
muzakki.
2. Wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab secara langsung kepada
pegawai maupun amil zakat dan mewawancarai masyarakat yang
menggunakan jasa Bazda dalam penyaluran zakatnya.
3. Dokumentasi, yaitu catatan atau dokumen resmi tertulis mengenai
data-data yang di keluarkan oleh Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) di Kota
Medan.
4. Studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui
berbagai literatur yang relevan yang berhubungan dengan permasalahan
yang ada dalam penelitian skripsi ini, dapat diperoleh dari buku-buku,
3.4 Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang,
objek, atau transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya
atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001).
Populasi yang dipilih oleh penulis yaitu para muzakki pada Badan Amil Zakat
Daerah Sumatera Utara yang tinggal di daerah Medan. Jumlah dari populasi ini
sendiri adalah sebanyak 533 muzakki. Sampel adalah sebagian / himpunan bagian
dari unit populasi yang mewakili keseluruhan objek penelitian. Dalam
menentukan sampel menggunakan metode pengambilan sampel dengan Simple
Random Sampling yaitu salah satu metode pemeriksa sampel probabilitas
dilakukan dengan cara acak sederhana dan setiap responden memiliki
kemungkinan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Muhammad Teguh,1999).
Dimana dalam menentukan ukuran sampel populasi, penulis menggunakan rumus
Slovin yaitu sebagai berikut :
n =
N = ukuran populasi
E = nilai kritis (Batas kesalahan) yang diinginkan
n = 2
Dari rumus diatas diperoleh jumlah sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 84 muzakki.
3.5. Pengolahan Data
Penulis melakukan pengolahan data dengan cara tabulasi data dan chart, serta menggunakan alat analisis berupa program Microsoft exel 2007.
3.6. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan metode deskriptif,
yang merupakan cara merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga
memberikan gambaran yang jelas mengenai persepsi muzakki tentang
faktor-faktor yang yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa
Badan amil zakat daerah Sumatera Utara.
3.7. Definisi Operasional Variabel
1. Keputusan adalah suatu reaksi terhadap beberapa solusi alternatif yang
dilakukan secara sadar dengan cara menganalisa kemungkinan - kemungkinan
dari alternatif tersebut bersama konsekuensinya
2. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan
kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bag
3. Pelayanan adalah Suatu kegiatan yang menyediakan kepuasan konsumen,
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum Badan Amil Zakat
Islam sangat concern kepada pembangunan sosio-ekonomi rakyat (umat). Islam mempunyai perhatian yang tinggi untuk melepaskan orang miskin dan
kaum dhu’afa dari kemiskinan dan keterbelakangan, tanpa harus didahului oleh
gerakan revolusi kaum miskin dalam menuntut perubahan nasibnya. Perhatian
Islam terhadap kaum dhu’afa tidak bersifat insidentil, tetapi regular dan sistimatis.
Tak dapat dipungkiri bahwa zakat sangat berpotensi sebagai sebuah sarana
yang efektif untuk memberdayakan ekonomi umat. Pengelolaan dan pengumpulan
zakat di Indonesia masih belum berjalan secara optimal. Hanya sebagian kecil
potensi dana zakat saja yang berhasil dikumpulkan dan didistribusikan kepada
yang berhak. Entah dimana letak kesalehan sosial masyarakat muslim, bila
melihat betapa pengelolaan dana zakat hanya berlaku sporadis atau kurang
terorganisir. Dan hasilnya, justru pada saat isu optimalisasi pengelolaan dana
zakat diluncurkan lewat UU No. 38 1999, isu yang muncul kemudian malah
mempertanyakan akan kemampuan sistem zakat sebagai solusi kemiskinan dan
pemerataan. Untuk kasus Indonesia jumlah penduduk miskin yang didata
Departemen Sosial pada tahun 2000 adalah sebesar 40% dari penduduk
Indonesia. Potensi dana zakat, sangatlah besar untuk dapat diproses sebagai suatu
pertahun. Namun, hingga kini baru Rp. 250 miliar atau 2,7% yang berhasil
dihimpun oleh lembaga-lembaga pengelola zakat. Pada fenomena saat ini seperti
Indonesia, otoritas negara sudah diwakili oleh suatu bentuk lembaga intermediary
(Amil), di mana berdasarkan UU RI No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, bahwa pengelola zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk
oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat
dan dikukuhkan oleh pemerintah.
Jika dikaitkan dengan konsep jaringan masjid chart hierarki organisasi
secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Struktur Organisasi BAZ
Gambar 4.1. Struktur Hierarki BAZ
Berdasarkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia tentang
pelaksana Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
disebutkan pada Pasal 2 mengenai susunan hierarki mulai dari BAZ Nasional
yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZ provinsi berkedudukan di ibu kota
BAZ Nasional