• Tidak ada hasil yang ditemukan

. Profil Fraksi Total Protein Pada Sapi Friesian Holstein Bunting Trimester Akhir Yang Divaksin Dengan Vaksin Escherichia Coli Polivalen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan ". Profil Fraksi Total Protein Pada Sapi Friesian Holstein Bunting Trimester Akhir Yang Divaksin Dengan Vaksin Escherichia Coli Polivalen"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL FRAKSI TOTAL PROTEIN PADA SAPI

FRIESIAN

HOLSTEIN

BUNTING TRIMESTER AKHIR YANG DIVAKSIN

DENGAN VAKSIN

Escherichia coli

POLIVALEN

MARGIE SAMBERA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Profil Fraksi total protein pada sapi Friesian Holstein bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

(4)

ABSTRAK

MARGIE SAMBERA. Profil Fraksi Total Protein pada Sapi Friesian Holstein Bunting Trimester Akhir yang Divaksin dengan vaksin Escherichia coli Polivalen. Dibimbing oleh ANITA ESFANDIARI dan SUS DERTHI WIDHYARI.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari profil konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada induk sapi Friesian Holstein (FH) bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen. Tujuh ekor induk sapi bunting trimester akhir divaksin menggunakan vaksin Escherichia coli polivalen sebanyak 2 kali sebelum induk sapi diperkirakan akan melahirkan. Sampel darah diambil melalui vena coccygealis pada saat sebelum vaksinasi pertama, pada 2 minggu sesudah vaksinasi pertama, pada 1, 2, dan 4 minggu sesudah vaksinasi kedua. Sampel darah dianalisis terhadap kadar total protein dan albumin menggunakan spektrofotometer dan kit komersial. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa konsentrasi total protein dan globulin cenderung meningkat pada satu minggu sesudah vaksinasi kedua, sedangkan konsentrasi albumin cenderung konstan sepanjang pengamatan berlangsung. Dapat disimpulkan, vaksinasi pada induk sapi FH bunting trimester akhir menggunakan vaksin Escherichia. coli polivalen meningkatkan konsentrasi total protein dan globulin pada satu minggu sesudah vaksinasi kedua.

Kata kunci: Vaksin Escherichia coli polivalen, total protein, albumin,globulin

ABSTRACT

MARGIE SAMBERA. Total Protein Fraction Profiles on Dry Holstein Cows Vaccinated by Polyvalent Escherichia coli Vaccine. Supervised by ANITA ESFANDIARI and SUS DERTHI WIDHYARI

The objective of this experiment was to study the total protein, albumin, and globulin concentration on dry Holstein cows (FH) vaccinated by polyvalent Escherichia coli vaccine. Seven dry cows, were vaccinated by polyvalent Escherichia coli vaccine two times before term. Blood samples were taken through coccygealis veins : before the first vaccination, 2 weeks after the first vaccination, at 1, 2, and 4 weeks after the second vaccination. Blood samples were analyzed for total protein and albumin concentration using spectrophotometer and commercial kit. Results of this experiment showed that the total protein and globulin concentrations tended to increase during one week after the second vaccination, whereas albumin concentration tended to be constant along observation. In conclusion, the vaccination of polyvalent Escherichia coli vaccine in dry Holstein cows increased the concentration of total protein and globulin during a week following the second vaccination.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, ataun tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

PROFIL FRAKSI TOTAL PROTEIN PADA SAPI

FRIESIAN

HOLSTEIN

BUNTING TRIMESTER AKHIR YANG DIVAKSIN

DENGAN VAKSIN

Escherichia coli

POLIVALEN

MARGIE SAMBERA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis juga ingin mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua tercinta Bapak Moses Acen dan Ibu Marta yang telah memberikan doa, dukungan, dan motivasi kepada penulis. Selain itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Drh. Anita Esfandiari, M.Si dan Dr. Drh. Sus Derthi Widhyari, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi atas segala arahan, bimbingan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

2. Drh. Wahono Esthi Prasetyaningtyas, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah meluangkan waktu, memberikan arahan, dan dengan kesabaran dalam membimbing penulis selama kuliah di IPB.

3. Dr. Drh. Sri Murtini, M.Si selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi.

4. Sahabat, keluarga, dan teman seperjuangan Ernawati, Dirwan Rahman, David Alfian, Shandi Yudha Prawira, Ahmad Raja, Fardi Tarang, Novrianto Albertino, dll yang tidak bisa penulis ucapkan satu per satu.

5. Teman-Teman satu bimbingan skripsi Rahmi Hidayat, Amanda Thalita, Dini Nurwahyuni.

6. Teman-teman Geochelone 46, Acromion 47, Ganglion 48 dan Astrocyte 49. Terakhir penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh Civitas Akademik Fakultas Kedokteran IPB. Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat berterima kasih dan terbuka untuk kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN i

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Klasifikasi Sapi Perah Friesian Holstein 2

Kolibasilosis 2

Total Protein 4

Albumin 5

Globulin 5

Vaksinasi 6

METODOLOGI PENELITIAN 6

Waktu dan tempat 6

Bahan dan Alat 6

Hewan Percobaan 7

Pengolahan dan Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 12

RIWAYAT HIDUP 16

LAMPIRAN 1

(12)

DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH

menurut Žvorc et al. (2000) 4

2 Rataan konsentrasi total protein, albumin, dan globulin induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen 8

DAFTAR GAMBAR

1 Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli

polivalen 9

2 Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen 10 3 Rataan konsentrasi globulin pada sapi FH bunting trimester akhir

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerugian ekonomi dalam dunia peternakan sapi perah dapat disebabkan oleh penyakit dan kematian pada anak sapi. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian pada anak sapi baru lahir (neonatus) adalah kolibasilosis. Kolibasilosis pada anak sapi baru lahir disebabkan oleh infeksi bakteri Enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC). Kematian ternak neonatus akibat kolibasilosis menyebabkan peternak mengalami kerugian ekonomi yang cukup signifikan, khususnya peternakan sapi perah. Kerugian ekonomi yang timbul akibat kolibasilosis tidak hanya berupa kematian, namun juga biaya pengobatan, penurunan berat badan, dan terganggunya pertumbuhan anak sapi. Secara umum kematian neonatus pada tingkat peternak akibat kolibasilosis di Indonesia masih tergolong cukup tinggi, yaitu antara 7-27%, sedangkan prevalensi diare pada anak sapi perah 20-31%, dan kematian akibat diare berkisar antara 19-24% per tahun (Utomo et al. 2006; Supar 2001).

Penggunaan antibiotika untuk penanganan kolibasilosis dirasakan kurang efektif karena kematian anak sapi akibat diare di lapangan tetap tinggi. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa E. coli K-99 dari anak sapi yang diare telah menunjukkan tingkat resistensi yang tinggi terhadap antibiotika yang digunakan di lapangan. Laporan tersebut mengindikasikan bahwa antibiotika tidak efektif untuk pengobatan dan pengendalian kolibasilosis di lapangan (Supar 1996; Soeripto 2002). Oleh karena itu dilakukan pendekatan melalui pengebalan pasif menggunakan kolostrum hiperimun sebagai alternatif dalam penanggulangan kasus diare pada anak sapi akibat ETEC. Pemberian kolostrum hiperimun dari induk sapi bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen mampu memberikan proteksi anak sapi neonatus terhadap infeksi ETEC K-99 (Esfandiari et al. 2009).

Kolostrum hiperimun dapat diperoleh dari induk sapi bunting yang divaksin berulang-ulang pada saat kering kandang. Vaksinasi yang berulang akan meningkatkan konsentrasi antibodi atau imunoglobulin dalam sirkulasi darahnya. Selim et al. (1995) dikutip dalam Davis dan Drackley (1998) melaporkan bahwa kontribusi konsentrasi globulin darah, dalam hal ini gamma globulin (imunoglobulin), terhadap konsentrasi total protein cukup besar, sehingga pengukuran konsentrasi total protein dapat digunakan sebagai indikator besar kecilnya konsentrasi imunoglobulin di dalam serum. Menurut Kaneko (1997), konsentrasi total protein juga dapat dijadikan sebagai acuan terhadap keberhasilan pembentukan antibodi. Sampai saat ini belum banyak informasi tentang profil fraksi total protein pada induk sapi bunting setelah pemberian vaksin Escherichia coli.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang gambaran konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH bunting yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen.

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Sapi Perah Friesian Holstein

Berdasarkan tujuan pemeliharaannya, bangsa sapi dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu tipe sapi potong dan tipe sapi perah. Jenis sapi potong yang telah diternakkan dan berkembang di Indonesia adalah sapi Brahman, sapi Limousin, sapi Simental, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole dan sapi Bali (Nugroho 2008). Jenis sapi perah unggul dan paling banyak dipelihara di dunia adalah sapi Shorthorn (Inggris), Friesian Holstein (Belanda), Yersey (Selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (Switzerland), Red Danish (Denmark) dan Droughtmaster (Australia) (Firman 2010).

Sapi Friesian Holstein (FH), terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (± 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu berkisar antara 3-7%. Sapi FH yang berasal dari bibit unggul mampu berproduksi hingga mencapai 8.125 liter susu/tahun. Menurut Firman (2010), sapi perah mampu memproduksi susu berkisar antara 20 - 30 liter/hari. Produksi susu sapi di Indonesia masih kurang dari 20 liter/hari. Produksi susu sapi di Lembang dapat mencapai 17.25 liter/hari dengan total produksi pertahun sebesar 4.789 liter. Produksi maksimal dapat dicapai apabila sapi berada pada lingkungan yang mendukung. Penerapan manajemen yang baik dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak akan meningkatkan produksi susu (Atabany et al. 2008).

Sapi FH dapat dikenali dengan cepat dari warnanya yaitu belang putih dan hitam atau merah. Dahi sapi terdapat warna putih berbentuk segitiga. Memiliki tanduk berukuran kecil, menjurus ke depan dengan membentuk sudut 45º terhadap garis wajah. Berat pedet yang baru lahir dapat mencapai 45 kg. Berat sapi dewasa dapat mencapai 750 kg dengan tinggi 58 inchi.Distribusi sapi FH di Indonesia sebagian besar berada di dataran tinggi (kurang lebih 700 m di atas permukaan laut) dengan temperatur berkisar antara 16-23 °C dan kelembaban berkisar antara 65-75% (Nugroho 2008).

Kolibasilosis

(15)

3 oleh penyakit kolobasilosis bukan hanya akibat kematian anak sapi tersebut, tetapi juga penurunan bobot badan, biaya pakan, dan biaya perawatan. Angka morbiditas pada anak sapi FH bisa mencapai 70%, sedangkan angka mortalitas akibat infeksi E. coli K-99 cukup tinggi, bisa mencapai 50% (Blood dan Radotstits 1989). Penyebab kolibasilosis pada anak sapi adalah bakteri E.coli yang mempunyai antigen perlekatan atau fimbriae K99 atau F41. Bakteri tersebut sudah berhasil diisolasi dari anak sapi perderita diare dari berbagai tempat di daerah pengembangan sapi perah di pulau Jawa (Supar 1996b).

Escherichia coli merupakan salah satu dari beberapa agen penyebab diare pada hewan dan manusia baru lahir. Escherichia coli yang memiliki antigen perlekatan K-99 merupakan penyebab utama diare neonatal pada anak sapi (Orskov et al. 1975). Escherichia coli menjadi patogen karena memiliki faktor virulensi berupa antigen K (kapsul), F (pili), fimbriae, enterotoksin, hemolisin, kolisin dan aerobaktin atau sideropor (Gross & Barnes 199; Carter & Wise 2004). Fimbriae adalah struktur permukaan bakteri berupa protein polimer yang berbentuk seperti serabut yang sangat halus. Adhesi fimbriae pada ETEC babi dan sapi dinamakan K88 dan K99 (Orskov & Orskov 1983). Terdapat empat adhesion fimbriae ETEC yang dikenal pada ternak neonatal yaitu K88 (F4), K99 (F5), P987 (F6), dan F41 (Cox dan Hauvenagel 1993).

Kelompok ETEC menjadi agen penting penyebab diare akut pada hewan muda (neonatus) dan anak-anak. Perlekatan sel enterosit usus kecil oleh fimbriae merupakan langkah pertama ETEC patogen untuk menimbulkan diare (Orskov & Orskov 1983). Infeksi E. coli K99 sering menyebabkan diare akut dan kematian anak sapi neonatal pada hari-hari di minggu pertama kelahirannya (Supar 1996a). Bakteri ini dapat masuk melalui tali pusar atau mulut. Infeksi pada tali pusar sering kali menyebabkan septikemia. Infeksi dalam keadaan parah dapat menyebabkan radang pada persendian sehingga anak sapi sulit untuk berdiri. Tanda khusus penyakit berupa defekasi berwarna putih kekuningan yang cair seperti pasta dengan bau yang busuk sehingga penyakit ini dikenal dengan nama white scours. Diagnosa penyakit dapat ditentukan secara klinis dan pemeriksaan laboratorium (Seddon 1967; Syarief & Sumoprastowo 1985).

Galur E. coli K99 memproduksi enterotoksin tahan panas (heatstable toxin/ST). Antigen pili K-99 sebagai alat untuk melekat pada permukaan usus (Chan et al. 1983), sedangkan toksin ST mengaktivasi enzim guanilat siklase, yang menyebabkan terjadinya penumpukan Cyclic guanosine monophosphate (cGMP). Penumpukan cGMP menghambat absorpsi sodium, klor, dan air pada bagian vili di permukaan usus, dan manifestasi sekresi cairan tubuh dan garam elektrolit secara berlebihan pada bagian kripta (Guerrant et al. 1980). Oleh karena sekresi terjadi lebih banyak dibandingkan dengan kehilangan garam elektrolit, sehingga terjadi asidosis dan akhirnya mati (Tzipori 1985 dalam Supar 1996).

(16)

4

Diare akibat kolibasilosis yang terjadi pada ternak baru lahir biasanya bersifat akut, dan merupakan penyakit yang paling sering ditemukan di lapangan. Penyakit ini paling sering menyerang ternak dengan umur kurang dari 3 hari (1-3 hari) atau pada umur lebih awal lagi yaitu 12-18 jam sesudah lahir (Blood dan Radotstits 1989). Diare yang disebabkan oleh E. coli secara klinis ditandai dengan acute profuse watery diarrhea, dehidrasi yang progresif, asidosis, dan kematian dalam waktu yang sangat cepat (Blood dan Radotstits 1989). Menurut supar et al. (1988), penyakit infeksius yang disebabkan oleh ETEC pada anak sapi ditandai dengan diare profus dan feses berwarna putih kekuning- kuningan, dan dehidrasi, jika parah dapat diakhiri dengan kematian anak sapi yang rentan infeksi.

Infeksi oleh E. coli dapat dikurangi melalui penggunaan antibiotik. Penggunaan antibiotik secara terus-menerus dan menunjukkan hasil yang tidak memuaskan merupakan suatu indikasi bahwa penggunaan antibiotika di lapangan telah menimbulkan resistensi terhadap E.coli (Soeripto 2002). Pemberian kolostrum dari induk yang divaksin pada saat bunting kepada ternak baru lahir sesegera mungkin setelah lahir, akan melindungi anak sapi yang baru lahir dari infeksi oleh enteric colibacillosis. Angka kematian ternak baru lahir akibat enteric colibacillosis lebih tinggi pada ternak dengan kadar imunoglobulin yang rendah di dalam darahnya, dibandingkan dengan ternak dengan imunoglobulin tinggi di dalam darahnya (Blood dan Radotstits 1989).

Total Protein

Total protein merupakan kumpulan unsur-unsur kimia darah yang terkandung di dalam plasma maupun serum. Protein merupakan komponen penting bagi tubuh karena protein memiliki banyak fungsi. Protein berguna untuk menggantikan jaringan yang rusak, membuat antibodi, enzim dan hormon, menjaga keseimbangan asam basa, air, elektrolit, serta menyumbang sejumlah energi tubuh (Kresnawan 2012). Penting sekali untuk mengetahui status fraksi protein dalam tubuh karena berhubungan dengan status kesehatan tubuh (Kaslow 2010). Konsentrasi total protein, albumin dan globulin pada induk sapi bunting dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH menurut

Žvorc et al. (2000) Tidak Bunting 6.56±0.132 2.90±0.040 3.66±0.140

(17)

5 Konsentrasi total protein dapat meningkat di dalam sirkulasi darah pada dehidrasi, infeksi kronis, hipofungsi kelenjar adrenal, kegagalan fungsi hati, hemolisis, leukemia. Penurunan konsentrasi total protein disebabkan karena malnutrisi dan malabsorbsi, penyakit hati, diare kronis maupun non kronis, terbakar, ketidakseimbangan hormon, penyakit ginjal (proteinuria), rendahnya albumin, rendahnya globulin, bunting (Kaslow 2010).

Albumin

Albumin merupakan fraksi protein yang memiliki kemampuan larut di dalam air. Albumin memiliki kadar garam dalam jumlah sedang dan mudah terkoagulasi jika terpapar oleh panas. Albumin di dalam darah merupakan protein plasma yang diproduksi di dalam hati. Albumin dalam darah dapat mencapai 60% dari total protein plasma (Nelson and Cox 2004). Konsentrasi albumin pada sapi perah adalah 3.54 ± 0.45 g/dL (Earley et al. 2006).

Albumin menjalankan banyak fungsi penting bagi tubuh antara lain membantu penggunaan asam lemak bebas, menjaga osmolalitas plasma darah dan cairan interstisial, dan membantu ekskresi bilirubin (Nelson & Cox 2004). Selain itu, albumin memiliki sejumlah fungsi lain, yaitu untuk mengangkut molekul-molekul kecil melewati plasma dan cairan sel. Fungsi ini erat kaitannya dengan bahan metabolisme asam lemak bebas dan bilirubin dan berbagai macam obat yang kurang larut dalam air tetapi harus dibawa melalui darah dari satu organ ke organ lainnya agar dapat dimetabolisme atau diekskresikan. Albumin juga sangat penting untuk mengatur volume darah dan menjaga tekanan osmotik koloid benda-benda darah serta sebagai carrier faktor pembekuan darah (Kaneko 2008).

Konsentrasi albumin dapat meningkat di dalam sirkulasi darah pada dehidrasi, gagal jantung (Chronic Hearth Failure), gagal dalam penggunaan perombakan protein. Penurunan konsentrasi albumin disebabkan karena malnutrisi (defisiensi protein), gejala kerusakan ginjal, protein loosing enterophaty, terbakar, kegagalan fungsi hati (Kaslow 2010).

Globulin

Globulin serum atau globulin adalah protein, termasuk di dalamnya gamma globulin (antibodi), beberapa enzim dan juga protein transpor atau karier yang tidak larut, baik di dalam air maupun di dalam larutan garam konsentrasi tinggi, tetapi larut dalam larutan garam konsentrasi sedang. Globulin mempunyai rasio 35% dari total protein plasma. Globulin berfungsi untuk sirkulasi ion, hormon, asam lemak, dan dalam sistem kekebalan. Beberapa jenis globulin mengikat hemoglobin, beberapa yang lain mengusung zat besi, berfungsi untuk melawan infeksi, dan bertindak sebagai faktor koagulasi (Kaslow 2010).

(18)

6

Peningkatan konsentrasi globulin di dalam sirkulasi darah dapat ditemukan pada infeksi kronis (parasit, bakteri, atau virus), penyakit hati (sirosis, penyumbatan saluran empedu), sindrom karsinoid, radang sendi atau reumatik, ulkus pada kolon, mieloma dan leukemia, penyakit autoimun, gagal ginjal. Konsentrasi globulin dalam sirkulasi darah dapat menurun pada nephrosis, defisiensi alpha-1 globulin, anemia hemolitika akut, kegagalan fungsi hati, hipo-gammaglobulinemia (Kaslow 2010).

Vaksinasi

Vaksinasi adalah pemberian vaksin ke dalam tubuh individu untuk memberikan kekebalan terhadap suatu penyakit (Kreier dan Mortensen 1990). Vaksin bakteri terdiri dari dua bentuk yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif ada dua macam, yaitu bakteri yang patogenitasnya telah dilemahkan melalui pasase di laboratorium dan yang dilemahkan dengan cara memutasikan sifat virulensinya. Vaksin inaktif juga terdiri dari dua macam yaitu vaksin yang terdiri atas seluruh sel dan yang terdiri atas fragmen sel saja yang sering disebut dengan vaksin sub unit. Hasil vaksinasi sangat bervariasi tergantung dari jenis vaksinnya. Vaksin aktif akan memberikan perlindungan yang lebih lama dibandingkan dengan vaksin inaktif. Namun demikian penggunaan vaksin inaktif dalam waktu panjang akan lebih aman dibandingkan dengan vaksin aktif (Soeripto 2002).

Secara teknis vaksin harus memenuhi kriteria dalam memberikan perlindungan pada ternak yang divaksin dan terhadap fetus melalui maternal immunity, tidak menimbulkan sakit jika diaplikasikan dan cara pemberiannya tidak berulang-ulang agar dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta tidak menimbulkan stres berulang pada ternak (Soeripto 2002). Pencegahan dan pengendalian penyakit melalui vaksinasi dapat memberikan dampak yang lebih baik, karena vaksinasi tidak meninggalkan residu antibakteri pada produk ternak dan tidak menyebabkan resistensi terhadap bakteri (Soeripto 2002). Saat ini vaksin E. coli dengan isolat bakteri lokal merupakan salah satu vaksin inaktif yang sudah beredar dan tersedia di Indonesia untuk pencegahan kolibasilosis pada ternak sapi, babi, dan unggas (Dirkeswan 2000).

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan tempat

Penelitian dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2013. Pengambilan sampel darah induk sapi bunting dilakukan di peternakan rakyat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah. Cibungbulang Bogor. Pemeriksaan sampel darah dilakukan di Laboratorium komersial di Bogor.

Bahan dan Alat

(19)

7 ependorf. Bahan bahan yang digunakan antara lain seperangkat kit total protein dan albumin, sampel darah sapi, aquades.

Hewan Percobaan

Sebanyak tujuh ekor induk sapi jenis Friesian Holstein (FH) bunting trimester akhir, sehat secara klinis, dan berada pada laktasi kedua sampai ketiga digunakan sebagai hewan coba pada penelitian ini. Induk sapi dipelihara di peternakan rakyat di Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah, Cibungbulang Bogor. Induk sapi diberi pakan berupa rumput, konsentrat dan ampas tahu. Air minum diberikan secara ad libitum.

Metode

Hiperimunisasi Induk Sapi Bunting

Vaksin diberikan secara sub-kutan dengan dosis tunggal, menggunakan vaksin E. coli polivalen yang berisi antigen O157 dan O9, 101, enterotoksigenik E.coli K99 & F41 dengan K99 & F41 inaktif yang diemulsikan dalam alhidrogel. Vaksinasi terhadap induk sapi dilakukan sebanyak 2 (dua) kali, yaitu pada 8 dan 6 minggu sebelum induk sapi diperkirakan akan melahirkan.

Koleksi, Preparasi, dan Analisis Sampel Darah Induk Sapi

Sampel darah induk sapi diambil melalui vena coccygealis dengan menggunakan disposable syringe tanpa antikoagulan untuk memperoleh serum. Pengambilan sampel darah dilakukan pada saat sebelum dilakukan vaksinasi pertama, pada 2 minggu sesudah vaksinasi pertama, dan pada 1,2, dan 4 minggu sesudah vaksinasi kedua. Sampel darah kemudian dianalisis terhadap konsentrasi total protein, albumin dan globulin. Analisis konsentrasi total protein dan albumin darah dilakukan menggunakan alat spektrofotometer dengan menggunakan kit komersial. Konsentrasi globulin ditentukan melalui pengurangan antara konsentrasi total protein dengan konsentrasi albumin.

Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil penelitian yang diperoleh dihimpun dan ditabulasi. Data kemudian dianalisis secara deskriptif menggunakan Tabel dan Grafik yang menyajikan nilai rataan dan simpangan baku (standar deviasi) dari setiap sampel serum yang diperiksa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

(20)

8

peningkatan dan penurunan konsentrasi total protein dalam plasma darah dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Perubahan konsentrasi protein total dalam plasma darah dapat terjadi jika salah satu fraksi protein utamanya mengalami perubahan (misalnya albumin atau globulin).

Tabel 2 Rataan konsentrasi total protein, albumin, dan globulin induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen Total Protein (g/dL) 7.66±0.46 7.31±0.56 7.48±0.58 7.20±0.43 7.23±0.37 Albumin (g/dL) 3.39±0.17 3.40±0.29 3.38±0.23 3.38±0.26 3.38±0.21 Globulin (g/dL) 4.26±0.55 3.91±0.69 4.11±0.70 3.82±0.47 3.85±0.39

Keterangan: Vak = vaksinasi

* = Vaksinasi I dilakukan setelah pengambilan darah pre-vaksinasi I

** = Vaksinasi II dilakukan setelah pemgambilan darah 2 minggu post-vaksinasi I

Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 1. Konsentrasi total protein selama pengamatan berlangsung berkisar antara 7.20-7.66 g/dL. Konsentrasi total protein pada induk sapi bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen cenderung menurun pada dua minggu sesudah vaksinasi pertama. Satu minggu sesudah vaksinasi kedua (booster), konsentrasi total protein mengalami peningkatan. Konsentrasi total protein kemudian menurun lagi pada dua minggu sesudah vaksinasi kedua hingga selesainya pengamatan pada empat minggu sesudah vaksinasi kedua.

Penurunan konsentrasi total protein yang terjadi pada dua minggu sesudah vaksinasi pertama diduga karena : 1) pemberian vaksinasi pertama belum mampu meningkatkan konsentrasi antibodi, sehingga kadar antibodi menurun; 2) tubuh memerlukan waktu lebih lama untuk membentuk antibodi setelah pemberian vaksin pertama kali. Menurut Tizard (1988), waktu yang diperlukan untuk membentuk antibodi berkisar antara 2-3 minggu (Tizard 1988). Pendapat ini didukung oleh Hill (2011) bahwa produksi antibodi spesifik (setelah pemberian vaksin) biasanya terjadi sekitar 14-21 hari sesudah induk terpapar agen patogen atau vaksin pertama kali.

(21)

9 booster) lebih tinggi dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena

adanya kemampuan sistem pembentukan antibodi dalam tubuh untuk “mengingat”

paparan antigen sebelumnya (Tizard 2000). Menurut Kaneko (1997) dan Bush (1991), meningkatnya konsentrasi total protein disebabkan karena adanya peningkatan konsentrasi globulin dan menurunnya konsentrasi albumin di dalam sirkulasi darah. Menurut Kaneko (1997), selama masa kebuntingan, konsentrasi total protein pada umumnya mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya konsentrasi globulin darah. Konsentrasi total protein dan gamma globulin serum pada hewan sapi bunting mulai meningkat pada dua bulan sebelum partus, mencapai level maksimal pada satu bulan sebelum partus, kemudian segera akan mengalami penurunan pada saat mendekati waktu partus.

Penurunan konsentrasi total protein dalam sirkulasi darah pada dua minggu sesudah vaksinasi kedua hingga selesainya pengamatan pada empat minggu sesudah vaksinasi kedua diduga karena adanya mobilisasi imunoglobulin dari sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing. Mobilisasi imunoglobulin dari sirkulasi darah induk ke dalam kelenjar ambing disebut sebagai proses kolostrogenesis (Parreño et al. 2004). Pada ruminansia, proses kolostrogenesis atau transfer imunoglobulin dari sirkulasi darah induk menuju kelenjar ambing dimulai pada beberapa minggu terakhir menjelang induk melahirkan dan berhenti segera menjelang induk melahirkan (Larson et al. 1980; Barrington et al. 2001). Transfer IgG dari darah induk menuju kelenjar ambing akan menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi IgG di dalam sirkulasi darah induk selama periode akhir kebuntingan (Larson et al. 1980). Menurut Selim et al. (1995) dikutip dalam Davis dan Drackley (1998), kontribusi konsentrasi globulin darah, dalam hal ini gamma globulin (imunoglobulin), terhadap konsentrasi total protein cukup besar, sehingga pengukuran konsentrasi total protein dapat digunakan

Gambar 1 Rataan konsentrasi total protein pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen

(22)

10

sebagai indikator besar kecilnya konsentrasi imunoglobulin atau antibodi di dalam serum.

Banyak faktor yang memengaruhi respons terbentuknya antibodi atau imunoglobulin di dalam darah setelah pemberian vaksin. Menurut Liddell dan Weeks (1995) dikutip dalam Esfandiari et al. (2011), beberapa faktor turut berpengaruh terhadap terbentuknya respons antibodi, diantaranya umur hewan, ukuran molekul antigen, kerumitan struktur kimiawi antigen, genetik, rute imunisasi, dosis antigen, waktu, dan jumlah pengulangan imunisasi/vaksinasi. Smith (1995) melaporkan pula bahwa faktor-faktor yang berpengaruh dalam pembentukan antibodi meliputi imunogenisitas, pemberian adjuvan, spesies hewan, rute aplikasi, dan dosis.

Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Tabel 2 dan Gambar 2 memperlihatkan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang cenderung konstan sepanjang pengamatan berlangsung. Konsentrasi albumin induk sapi bunting pada penelitian ini berkisar antara 3.38-3.40 g/dL. Menurut Kaneko (1997), konsentrasi albumin menurun dan mencapai titik terendah di pertengahan kebuntingan, kemudian secara bertahap meningkat dalam batas-batas nilai normal sampai saat induk sapi melahirkan. Konsentrasi albumin pada sapi perah berkisar antara 3.03-3.55g/dL. Konsentrasi albumin pada semua induk sapi pada penelitian ini masih berada dalam kisaran fisiologis menurut Kaneko (1997), yang mengindikasikan status kesehatan dari induk sapi yang divaksin.

Gambar 2 Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen

(23)

11

Rataan konsentrasi globulin pada induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin E. coli polivalen disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 3. Konsentrasi globulin selama pengamatan berlangsung berkisar antara 3.82-4.26 g/dL. Dinamika konsentrasi globulin dalam darah induk sapi sebelum dan sesudah vaksinasi memperlihatkan pola yang menyerupai konsentrasi total protein, dimana konsentrasi globulin dalam darah memperlihatkan pola yang cenderung menurun sesudah vaksinasi pertama. Konsentrasi globulin kemudian meningkat pada satu minggu sesudah vaksinasi kedua (booster). Konsentrasi globulin pada dua minggu sesudah vaksinasi kedua kemudian menurun lagi hingga selesainya pengamatan pada empat minggu sesudah vaksinasi kedua.

Menurut Kaneko (1997), globulin merupakan fraksi protein yang diklasifikasikan berdasarkan migrasi atau separasinya melalui elektroforesis, yang

meliputi α1-globulin, αβ-globulin, 1-globulin, β-globulin, dan -globulin. Alfa dan beta globulin disintesis di organ hati, sedangkan gamma-globulin disintesis oleh sel plasma dan limfosit pada saat sel-sel ini dirangsang oleh antigen. Murray et al. (2003) menyatakan bahwa gamma-globulin berperan sebagai antibodi atau dikenal juga sebagai imunoglobulin. Menurut Kaneko (1989), konsentrasi globulin dalam darah induk sapi bunting dengan umur kebuntingan delapan dan sembilan bulan, masing-masing berturut-turut 4.26±0.56 g/dL dan 4.40±0.52 g/dL.

Menurut Kaneko (1997), selama masa kebuntingan, konsentrasi globulin pada umumnya mengalami peningkatan. Konsentrasi gamma globulin serum pada hewan sapi bunting mulai meningkat pada dua bulan sebelum induk sapi melahirkan, mencapai konsentrasi maksimal pada satu bulan sebelum induk sapi melahirkan, kemudian segera akan mengalami penurunan pada saat induk sapi mendekati waktu melahirkan. Hal ini mengindikasikan bahwa satu bulan menjelang induk sapi melahirkan, imunoglobulin akan segera meninggalkan plasma menuju kelenjar ambing, karena pada saat itu merupakan waktu pembentukan kolostrum di dalam kelenjar ambing atau disebut juga Gambar 3 Rataan konsentrasi globulin pada sapi FH bunting trimester akhir

(24)

12

kolostrogenesis. Menurut Mcguire dan Adams (1982), konsentrasi globulin pada induk sapi bunting meningkat sampai bulan ke delapan kebuntingan. Konsentrasi globulin kemudian mulai menurun karena pembentukan imunoglobulin dalam kelenjar susu (kolostrogenesis), dan mengalami penurunan segera sebelum induk sapi melahirkan (Dixon et al. 1961).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa vaksinasi pada induk sapi FH bunting trimester akhir menggunakan vaksin Escherichia coli polivalen meningkatkan konsentrasi total protein dan globulin. pada satu minggu sesudah vaksinasi kedua.

Saran

Perlu diperhatikan ketepatan waktu pemberian vaksin kepada induk sapi bunting agar proses kolostrogenesis berjalan optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Atabany A, Fitriyani Y, Anggraeni A, Komala I. 2008. Milk Production and Reproduction Performance of Holstein-Friesian Dairy Cattle at Cikole Dairy Breeding Station Lembang. www.http://peternakan.Litbang/ deptan.go.id/eng.

Blood DC, Radostits OM, Henderson JA, Arundel JH, Gay CC. 1983. Veterinary Medicine: A textbook of the Diseases of Cattle. Sheep, Pigs, Goats and Horse.

Bush BM. 1991. Interpretation of laboratory results for small animal clinicians. Blackwell Scientific Publications Ltd.

Carter GR, Wise DJ. 2004. Essential of Veterinary Bacteriology and Mycology. Ed ke-6. Iowa: Blackwell Publishing.

Chan R, Lian CJ, Costerton JW, Acres. 1983. The Use of Specific Antibodies to Demonstrate the Glycocalyx and Spatial Relationships of a K99-, F41- Enterotoxigenic Strain of Escherichia coli Colonizing the Ileum of Colostrum-deprived Calves. Canadian J Comp Med, 47(2), 150–156. Cox E, Houvenaghel A. 1993. Comparison of the in vitro adhesion of K88, K99,

F41 and P987 positive Escherichia coli to intestinal vili of 4 to 5 week old pigs [abstrak]. JVet Microbiol 34: 7-18.

Davis CL, Drackley JK. 1998. Colostrum. The Development, Nutrition, and Management of the Young Calf. 1st ed. Iowa State University Pr, Ames, 179-206.

(25)

13 Dixon FJ, Weigle WO, Vasquez JJ. 1961. Metabolism and mammary secretion of

serum proteins in the cow. Lab. Invest. 10:216-236.

Earley B, Fisher AD, Riordan EGO. 2006. Effects of pretransport fasting on the physiological responses of young cattle to 8-hour road transport. J Agri Food Res Irish. 45: 51–60.

Esfandiari A, Widhyari SD, Murtini S, Febram B, Wulansari R, Maylina L. 2014. Respons antibodi anti ETEC k99 pada induk sapi bunting setelah pemberian vaksin Escherichia coli polivalen. J Ilmu Pertanian Indonesia. 19(2): 85-90.

Firman A. 2010. Agribisnis Sapi perah. Bandung. Penerbit: Widya Padjadjaran. Girindra A. 1989. Biokimia patologi. Bogar: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati

IPB.

Gross WB, HJ Barnes. 1997. Colibacilosis in Diseases of Poultry. Ed ke-10. Calnek et al., editor. USA:Iowa Univ Pr.

Guerrant RL, Hughes JM, Chang B, Robertson DC, Murad F. 1980. Activation of intestinal guanylate cyclase by heat-stable enterotoxin of Escherichia coli: studies of tissue specificity, potential receptors, and intermediates. J Infectious Diseases, 142(2), 220-228.

Kaneko JJ. 1989. Serum proteins and the dysproteinemias. In: Clinical Biochemistry of Domestic Animals 4th ed. Academic Pr. San Diego. 142-165.

Kaneko JJ. 1997. Serum proteins and the dysproteinemias. Clinical biochem domestic animals. 5: 117-138.

Kaneko JJ, Harvey J W, & Bruss M L. 2008. Clinical Biochemistry of Domestic Animals 6th ed. Academic pr.

Kaslow JE. 2010. Analysis of Serum Protein. Santa Ana (US): 720 North Tustin Avenue Suite 104.

Kreier JP, Mortensen RF. 1990. Infection, Resistance, and Immunity. New York (US): Harperand Row.

Kresnawan T. 2012. Diet rendah protein dan penggunaan protein nabati pada penyakit ginjal kronik. Artikel kesehatan [komunikasi singkat]. smallCrab.com: Jakarta (ID). RSCM.

Luiz C, Jose C, Junqueira. 2003. Basic Histology. USA: McGraw-Hill.

Mcguire TC, Adams DS. 1982. Failure of colostral immunoglobulin transfer to calves: prevalence and diagnosis. Comp. Cont. Educ. Pract. Vet. 4:35-40. Murray L, Cooper, PJ, Wilson A. 2003. Controlled trial of the short- and

long-term effect of psychological treatment of post-partum depression. 2. Impact on the mother-child relationship and child outcome. British J Psych, 182:420-427.

Nelson DL, Cox MM. 2004. Lehninger Principles of Biochemistry. 4th Ed. New York (US): W. H. Freeman.

Nugroho CP. 2008. Agribisnis Ternak Ruminansia. Jakarta (ID): Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.

Orskov F, Sorensen KB. 1975. Escherichia Coli serogroups in breast‐fed and bottle‐fed infants. Acta Pathologica Microbiologica Scandinavica Section B Microbiol, 83(1):25-30.

(26)

14

Parreño V, Bejar C, Vagnozzi A, Barrandeguy M, Costantini V, Craig MI, Yuan L, Hodgins D, Saif L, Fernandez F. 2004. Modulation by colostrum-acquired maternal antibodies of systemic and mucosal antibody responses to rotavirus in calves experimentally challenged with bovine rotavirus. Veterinary immunology and immunopathology. PubMed 100(1-2):7-24 Seddon HR. 1967. Diseases of domestic animals in Australia Part 5. Bacterial

Diseases. Sydney: Service Publications (Vet. Hygiene). Hlm. 48-54. Selim S, Hartnagel RE, Osimitz TG, Gabriel KL, Schoenig GP. 1995.

“Absorption, Metabolism, and Excretion of N,N-Diethyl- m-toluamide Following Dermal Application to Human Volunteers.” Fundamental and Applied Toxicol 25(1): 95‒100

Smith JR. 1995. Produksi Serum Hiperimun. Di dalam: Artama WT, penerjemah; Burgess GW, editor. Teknologi ELISA dalam Diagnosis dan Penelitian.Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr. Hlm 15-32.

Soeripto. 2002. Pendekatan Konsep Kesehatan Hewan Melalui Vaksinasi, J Penelitian dan Pengembangan Pertanian 21: 48-55.

Supar, Hirst RG, Patten BE. 1990. Antimicrobial drug resistence in Enterotoxigenic Escherichia coli K99, F41 and 987P Isolated From Piglets in Indonesia. JPenyakit Hewan 22:13-19.

Supar, Hirst, Patten BE. 1988. K-Adhesins and O-serogroups of Escherchia coli in calves and piglets with diarrhoea. Proceedings 6th Federation of Asian Veterinary Association Congress. Denpasar, Bali, Indonesia: 479-485. Supar, Kusmiyati, Poerwadikarta MB. 1997. Aplikasi vaksin Enterotoxigenic

Escherichia coli (ETEC) K99, F41 polivalen pada induk sapi perah bunting dalam upaya pengendalian kolibasilosis dan kematian pedet neonatal. JITV 3:27-33.

Supar. 1993. Prospek pengendalian kolibasilosis neonatal dengan vaksin Escherichia coli multivalen pada peternakan babi intensif di Tangerang, Jawa Barat. J Penyakit Hewan, 25(46):114-119.

Supar. 1996a. Kolibasilosis pada anak sapi perah di Indonesia. Wartazoa5: 26-32. Supar. 1996b. Studi kolibasilosis pada anak sapi perah dan deteksi Escherichia

coli K99, F41 dan K99F41. Di dalam: Prosiding Temu Ilmiah Nasional Bidang Veteriner. 148-155.

Supar. 2001. Pemberdayaan plasma nutfah mikroba veteriner dalam pengembangan peternakan:harapan vaklsin Escerrechia coli Enterotoksigenik, Enteropatogenik dan verotokvigenik isolate local untuk pengendalian kolibasilosis neonatal pada anak sapi dan babi. Wartazoa 11:36-43.

Syarief MZ, Sumoprastowo RM. 1984. Ternak Perah. Jakarta (ID): CV Yasaguna. Tizard I. 1988. An Introdaction to Veterinery Immonology. Penerjemah, Marduki P dan Hadjosworo S. Pengantar immonologi veteriner. Erlangga. Surabaya (ID). Hlm 197.

Todar K. 2008. The normal bacterial flora of humans. Todar’s online textbook of bacteriology.

(27)

15 Utomo B, Prawirodigdo S, Sarjana, Sudjatmogo. 2006. Performa pedet sapi perah dengan perlakuan induk saat masa akhir. Di dalam Prosiding seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 76-81.

(28)

16

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkayang, Kalimantan barat pada tanggal 21 September 1990 dari ayah Moses Acen dan ibu Marta. Penulis merupakan putra kedua dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 03 Bengkayang pada Tahun 2002 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Bengkayang. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Bengkayang.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) IPB. Penulis memilih mayor Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan.

Gambar

Tabel 1  Konsentrasi total protein, albumin, dan globulin pada sapi FH menurut Žvorc et al
Tabel 2  Rataan konsentrasi total protein, albumin, dan globulin induk sapi FH bunting trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen
Gambar  1  Rataan konsentrasi total protein  pada induk sapi FH bunting    trimester akhir   yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen
Gambar  2  Rataan konsentrasi albumin pada induk sapi FH bunting  trimester akhir yang divaksin dengan vaksin Escherichia coli polivalen
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perlakuan hidrolisis asam pada fraksi air daun mengkudu dan batang brotowali dapat meningkatkan aktivitas penangkapan radikal DPPH yang ditunjukkan pada nilai

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka akan muncul pertanyaan penelitian, yaitu apakah corporate governance yang dalam penelitian ini

x Laju pertumbuhan ekonomi dunia dan volume perdagangan dunia yang diprakirakan melambat dan harga komoditi primer yang diprakirakan menurun pada 2007 akan memberi dampak

Menurut Sangadji (2016) step dalam model pembelajaran group investigation adalah pemilihan topik, rencana dalam proses pembelajaran, implementasi, analisis dan

Penelitian ini menggunakan variabel keadilan sistem perpajakan, norma ekspektasi (norma sosial dan moral), sanksi legal, religiusitas dan niat dalam penelitian Basri dkk

Dalam konteks Islam, faktor kemaslahatan umum diutamakan dalam pembuatan keputusan berkaitan GMF. Maka, sewajarnya pengguna Islam memegang nilai kepentingan umum yang

Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik