• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Pasteurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas fisiko-kimia Puree dan Model Minuman Labu Kuning.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Pasteurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas fisiko-kimia Puree dan Model Minuman Labu Kuning."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH WAKTU PASTEURISASI DAN SUHU PENYIMPANAN

TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA

PUREE

DAN

MODEL MINUMAN LABU KUNING

LATIFAH RIZANI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Waktu Pasteurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas fisiko-kimia Puree dan Model Minuman Labu Kuning adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Latifah Rizani

(4)

ABSTRAK

LATIFAH RIZANI. Pengaruh Waktu Pasteurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas fisiko-kimia Puree dan Model Minuman Labu Kuning. Dibimbing oleh ELVIRA SYAMSIR dan DIDAH NUR FARIDAH.

Labu kuning merupakan salah satu jenis sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan bagi masyarakat. Pada penelitian ini dibuat dua produk berbahan dasar labu kuning, yaitu puree dan model minuman labu kuning. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah pembuatan puree dan model minuman labu dan tahap kedua adalah karakteristik fisiko-kimia dan stabilitasnya selama penyimpanan. Analisis dilakukan terhadap paremeter warna, viskositas, pH, dan kadar TDF (total dietary fiber), IDF (insoluble dietaryfiber), dan SDF (soluble dietary fiber).

Selama penyimpanan, nilai L, a, 0hue dan pH relatif stabil sementara nilai b mengalami penurunan. Viskositas pada puree menurun sedangkan viskositas model minuman mengalami peningkatan. Perubahan lebih besar teramati pada produk yang waktu pasteurisasinya lebih panjang dan disimpan pada suhu ruang. Kadar serat pangan pada puree mengalami penurunan selama 12 hari penyimpanan. SDF mengalami penurunan lebih cepat dibandingkan IDF.

Kata kunci : karakter fisiko-kimia , model minuman, pasteurisasi, puree, suhu penyimpanan.

ABSTRACT

LATIFAH RIZANI. Effect of Pasteurization Time and Storage Temperature on Physico-chemical Stability in Puree and Drinking Models of Pumpkin. Supervised by ELVIRA SYAMSIR and DIDAH NUR FARIDAH.

Pumpkin is one type of vegetable that very potentially being developed as an alternative raw material in food processing. This study aims to develope puree and pumpkin drinking models. This study were divided into two steps : the productions of puree and pumpkin drinkings models and physico-chemical characterization and stability during storage, color, viscosity, pH, and TDF (total dietary fiber), IDF (insoluble dietary fiber), and SDF (soluble dietary fiber) During storage L, a, 0Hue, and pH value were relatively stable meanwhile b value was decreased. The viscosity of puree was decreased and dringking models increased. Products which had longer pasteurization time and kept in room temperature gave higher unstability. During 12 days storage, dietary fiber in the puree decreased. SDF value decreased faster then TDF value.

(5)

LATIFAH RIZANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

PENGARUH WAKTU PASTEURISASI DAN SUHU PENYIMPANAN

TERHADAP STABILITAS FISIKO-KIMIA PUREE DAN MODEL

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah Pengaruh Waktu Pasteurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas fisiko-kimia Puree dan Model Minuman Labu Kuning.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak memerlukan informasi, petunjuk, pengarahan maupun bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang Tua tercinta Rizani dan Siti Zubaidah serta adik tercinta Khairunnisa atas segala limpahan kasih sayang, doa, dukungan (material dan spiritual), semangat, dan kehangatan keluarga yang selalu diberikan kepada penulis.

2. Dr Elvira Syamsir, STP MSi. Selaku dosen pembimbing skripsi untuk semua bimbingan, dukungannya selama ini, serta bantuan dana penelitian ini.

3. Dr Didah Nur Faridah, STP MSi. Selaku pembimbing kedua yang telah banyak memberi saran.

4. Dr Tjahja Muhandri, STP MT. Selaku dosen penguji.

5. Para staf dan laboran (Pak Rojak, Pak Yahya, Bu Antin, Pak Gatot, Mba Irin, Mas Edi, Mba Yuli, Mba Ulfah) di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

6. Ibu Heni dan Abah yang telah menyediakan bahan baku labu kuning di pasar Gunung Batu Bogor.

7. Teman-teman seperjuangan di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP 48) Hilda, Ashri, Nindya, Wulan, Desi, Delina, Dini, Lusi, Ristia dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas segala bantuan, motivasi, canda dan tawa selama kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.

8. Santri-santri berprestasi (CSS 48) terkhusus Trini dan Musfiroh atas segala kebersamaannya selama 4 tahun di Institut Pertanian Bogor.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Tahapan Penelitian 3

Kerangka Penelitian 3

Tahap I: Pembuatan Puree dan Model Minuman Labu Kuning 3

Tahap II: Karakteristik dan Stabilitas Fisiko-kimia Selama Penyimpanan 4

Metode Analisis 4

Nilai pH (AOAC Official Method 981.12 1995) 4

Analisis Viskositas (Charley 1982) 6

Analisis Warna dengan Metode Chromameter (Hutching 1999) 7

Kadar Serat Pangan (Metode Asp et al 1983, yang dimodifikasi) 9

Persiapan Sampel 9

Serat Pangan Tidak Larut (insoluble dietary fiber/IDF) 9

Serat pangan larut (soluble dietary fiber/SDF) 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Karakteristik Puree dan Model Minuman Labu Kuning 10

Stabilitas Fisiko-kimia Selama Penyimpanan 11

Warna 11

Viskositas 16

Nilai pH 18

Kadar Serat Pangan 19

SIMPULAN DAN SARAN 24

DAFTAR PUSTAKA 24

(10)

DAFTAR TABEL

1 Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell 8

2 Karakteristik puree dan model minuman labu kuning hari ke-0 10

3 Persamaan Regresi Linier Nilai L 13

4 Persamaan Regresi Linier Nilai a 14

5 Persamaan Regresi Linier Nilai b 15

6 Persamaan Regresi Linier Nilai 0Hue 16

7 Persamaan Regresi Linier Nilai Viskositas 17

8 Persamaan Regresi Linier Nilai pH 18

9 Kadar IDF puree 20

10 Persamaan Regresi Linier kadar Insoluble Dietary Fiber (IDF) 20

11 Kadar SDF puree 21

12 Persamaan Regresi Linier kadar Soluble Dietary Fiber (SDF) 21

13 Kadar TDF puree 22

14 Persamaan Regresi Linier kadar Total Dietary Fiber (TDF) 23

DAFTAR GAMBAR

1 Buah labu kuning utuh panjang 30 cm (A), lebar 25 cm (B) dan daging buah labu kuning (C) 3

2 Diagram alir pembuatan puree labu kuning (Usmiati et al 2004) 5

3 Diagram alir tahapan penelitian pembuatan puree dan model minuman labu kuning 6

4 Diagram warna Hunter L, a, b 7

5 Bola imajiner Munsell 8

6 Puree dan model minuman labu kuning pada hari ke-0 11

7 Puree labu kuning pada waktu penyimpanan hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18, dan hari ke-24 12

8 Model minuman pada waktu penyimpanan hari ke-6, hari ke-12, hari ke-18, dan hari ke-24 12

9 Hubungan antara nilai L (Lightness) dengan lama penyimpanan pada puree dan model minuman labu kuning 13

10 Hubungan antara nilai a dengan lama penyimpanan pada puree dan model minuman labu kuning 13

11 Hubungan antara nilai b dengan lama penyimpanan pada puree dan Model Minuman Labu Kuning 14

12 Hubungan antara nilai 0Hue dengan lama penyimpanan pada puree dan Model Minuman Labu Kuning 15

13 Hubungan antara nilai viskositas dengan lama penyimpanan pada puree dan Model Minuman Labu Kuning 17

(11)

penyimpanan pada produk puree 20

16 Hubungan antara persentase Soluble Dietary Fiber (SDF) dengan lama penyimpanan pada produk puree 21

17 Hubungan antara persentase Total Dietary Fiber (TDF) dengan lama penyimpanan pada produk puree 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data Nilai L (Lightness) 27

2 Data Nilai a 27

3 Data Nilai b 27

4 Data Nilai 0Hue 28

5 Data Nilai Viskositas 28

6 Data Nilai pH 28

7 Kadar air puree basah 29

8 Bobot puree hasil pengeringan dengan oven vakum 29

9 Kadar air puree kering 29

10 Bobot puree kering dalam basis kering 30

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Labu kuning merupakan tanaman sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat. Ketersediaan labu kuning di Indonesia relatif tinggi. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada tahun 2011 produksi buah labu kuning di Indonesia adalah sebanyak 428 197 ton per tahun. Namun tingkat konsumsi labu kuning masih tergolong rendah, kurang dari 5 kg per kapita per tahun. Pemanfaatan labu kuning selama ini terbatas dalam ruang lingkup olahan tradisional, misalnya sebagai sayuran, bahan dasar kolak dan aneka kue.

Ada lima spesies labu yang umum dikenal yaitu Cucurbita maxima

Duchenes, C. ficiola Bouche, C. mixta, C. moschata Duchenes, dan C. pepo

L.(Caili et al 2006). Kelima spesies Cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh).

Labu kuning memiliki kandungan gizi yang lengkap seperti karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin C, mineral serta serat pangan sebesar 1.1 % (Purba 2008). Komposisi kimia labu kuning sangat bervariasi tergantung jenis, usia, keadaan tumbuh, tingkat kematangan, dan lamanya penyimpanan setelah dipanen (Hendrasty 2003). Berdasarkan penelitian Valenzuela et al (2011) diketahui bahwa daging buah Cucurbita moschata D.memiliki total serat pangan (total dietary fiber, TDF) sebesar 19.10%, serat tidak larut (insoluble dietary fiber, IDF) sebesar 15.10% dan serat larut (soluble dietary fiber, SDF) sebesar 4.00%. Kandungan TDF pada ekstrak serat Cucurbita maxima sebesar 58.34% (Choi et al

2012).

Serat pangan pada buah labu kuning memiliki manfaat bagi kesehatan manusia, yaitu untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit konstipasi, divertikular, kanker usus besar, jantung koroner, diabetes dan obesitas (Muchtadi 2001). Serat pangan dapat mengurangi prevalensi penyakit jantung koroner dan kanker melalui mekanisme peningkatan eskresi asam empedu, penurunan asupan kalori, meningkatkan produksi asam lemak rantai pendek, mengikat karsinogen, peningkatan antioksidan dan meningkatkan vitamin dan mineral (Lattimer dan Haub2010).

Peningkatan konsumsi serat juga dapat mencegah obesitas melalui serat pangan larut. Ketika fermentasi di usus besar, SDF seperti pektin serta beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Makanan kaya serat karena itu, waktu cernanya lebih lama, dan karena menarik air akan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengonsumsi makanan lebih banyak (Lattimer dan Haub2010).

Pengolahan labu kuning saat ini relatif terbatas dan sederhana. Penggunaan labu kuning sebagai bahan baku pembuatan produk makanan ataupun minuman diharapkan mampu meningkatkan keberagaman produk olahan berbasis labu kuning, sebagai salah satu sumber pangan alternatif potensial.

(14)

2

merupakan model pengembangan produk minuman berbahan dasar labu kuning yang belum tersedia secara komersial.

Pada penelitian ini puree dan minuman labu kuning diberi perlakuan pasteurisasi. Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan dengan menggunakan suhu dibawah 100 0C, yang bertujuan untuk memusnahkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembusuk, inaktivasi enzim, dan membunuh mikroba yang sensitif terhadap panas (terutama khamir, kapang dan beberapa bakteri yang tidak membentuk spora). Efektifitas proses pemanasan dan peningkatan daya awet yang dihasilkan pada proses pasteurisasi tergantung pada beberapa karakteristik bahan pangan, terutama oleh nilai pH (Syah 2012).

Suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap perubahan mutu pangan. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat. Oleh karena itu untuk menduga kecepatan penurunan mutu pangan selama proses penyimpanan, faktor suhu harus selalu diperhitungkan (Syarief 1993).

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu pasteurisasi dan suhu penyimpanan terhadap karakteristik fisiko-kimia dan stabilitas puree dan model minuman labu kuning.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan, yaitu mulai dari Februari sampai Agustus 2015. Laboratorium yang digunakan adalah Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan (Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Kimia Pangan, dan Laboratorium Jasa Analisis Pangan) IPB.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu kuning lokal jenis bimblu asal Ciapus yang diperoleh dari pasar Gunung Batu Bogor, asam sitrat dan Na-benzoat. Bahan kimia yang digunakan dalam analisis kadar serat pada puree dan model minuman labu kuning adalah larutan HCl 4 N, larutan NaOH 4 N, buffer fosfat 0.08 M pH 6.0, enzim termamyl A3403-500KU (Sigma Aldrich), enzim pepsin P7000 100 g (Sigma Aldrich), enzim pankreatin P1750 (Sigma Aldrich), NaOH 4 N, HCl 4 N, etanol 78%, 95% aseton, K2SO4, HgO,

H2SO4, NaOH 60%-Na2SO3 5%, H3BO3, indikator MM dan MB, serta akuades.

Alat-alat yang digunakan terdiri dari alat untuk membuat produk dan alat untuk analisis. Alat yang digunakan untuk membuat produk terdiri atas blender, pisau, panci, kompor, timbangan analitik, wadah gelas, wadah plastik, sealer plastik, dan baskom. Alat-alat yang digunakan untuk analisis antara lain

(15)

3

vakum, tanur, waterbath, pH meter, Viskometer Brockfield, Kromameter Minolta CR-300, labu Kjehldal, alat destilasi dan alat gelas lainnya.

Tahapan Penelitian

Kerangka Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Pada tahap pertama dilakukan pembuatan puree dan model minuman labu kuning dan pada tahap kedua dilakukan karakterisasi fisiko-kimia dan stabilitasnya selama penyimpanan.

Tahap I: Pembuatan Puree dan Model Minuman Labu Kuning

Labu kuning yang digunakan pada penelitian ini penampakan visualnya dapat dilihat pada Gambar 1. Panjang labu utuh sekitar 30 cm dan lebar sekitar 25 cm. Tangkai dan kulit buah sudah berwarna kecoklatan, kering dan keras. Daging buah berwarna kuning cerah.

Gambar 1 (A) dan (B) buah labu kuning utuh dan (C) irisan melintang buah labu kuning

Pada pembuatan bahan dasar puree labu kuning, dilakukan daging buah dipisahkan dari kulit dan biji kemudian dicuci bersih. Daging buah lalu dipotong-potong menjadi bentuk kotak dengan ukuran sisi sekitar 2-3 cm. Proses berikutnya adalah blansir dengan teknik pengukusan menggunakan uap panas dari air mendidih selama 10 menit. Kemudian dilakukan proses pendinginan dan setelah itu dimasukkan ke dalam blender untuk dihancurkan. Tahapan pembuatan puree

labu kuning disajikan pada Gambar 2.

A B

(16)

4

Dari bahan dasar puree ini selanjutnya dibuat dua jenis produk yaitu puree

dan model minuman labu kuning. Model minuman labu kuning dibuat dengan cara mengencerkan puree dari labu kuning yang telah disiapkan sampai viskositasnya setara dengan viskositas sari kacang hijau komersial 19.25±0.35 Cp. Pada puree dan model minuman ditambahkan asam sitrat 2% yang bertujuan untuk mempertahankan kestabilan warna dan menurunkan pH produk sehingga dapat menghasilkan daya awet yang lebih lama dibandingkan dengan produk yang memiliki pH tinggi. Setelah itu, ditambahkan juga pengawet Na-benzoat 0.02% ke dalam masing-masing produk yang bertujuan untuk lebih memperpanjang masa simpan. Kemudian puree dan model minuman labu kuning dimasukkan secara hot filling ke dalam cup plastik berukuran 245 ml. Hot filling merupakan metode pengisian panas suhu 80±20C kedalam kemasan dengan tujuan untuk memberikan kondisi vakum pada kemasan setelah penutupan, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran karena tekanan dalam kemasan yang terlalu tinggi (saat pemanasan) sebagai akibat pengembangan produk, mengurangi kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi yang akan menurunkan mutu produk (Hariyadi 2000). Setelah itu, dilakukan penutupan cup dengan sealer, kemudian produk puree dan model minuman dipasteurisasi pada suhu 90±20C dengan perlakuan lamanya dua waktu pasteurisasi yaitu 30 menit dan 60 menit untuk masing-masing produk. Produk yang telah dipasteurisasi selanjutnya didinginkan dengan air mengalir selama 10 menit. Masing-masing produk lalu disimpan pada suhu penyimpanan suhu ruang (29-30 0C) dan suhu refrigerator (10-15 0C). Tahapan pembuatan model minuman dan pengujian stabilitas mutu selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Tahap II: Pengujian Karakteristik Fisiko-kimia dan Stabilitasnya Selama Penyimpanan

Pengaruh suhu pasteurisasi terhadap karakteristik fisiko-kimia puree dan model minuman dilakukan terhadap parameter warna, pH, viskositas. Pengamatan terhadap stabilitas penyimpanan pada puree dan model minuman labu kuning dilakukan pada suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang (29-30 0C) dan dan suhu

refrigerator (10-15 0C). Pengamatan dilakukan secara periodik setiap 6 hari sekali (hari ke-0, 6, 12, 18, dan hari ke-24) terhadap parameter warna, pH, viskositas. Khusus untuk puree dilakukan pengamatan kadar TDF, IDF,dan SDF. Analisis terhadap parameter mutu tersebut bertujuan untuk mengetahui laju perubahan mutu (nilai k) dari parameter mutu yang diamati dengan membuat kurva hubungan antara parameter mutu dengan waktu penyimpanan.

Metode Analisis

Nilai pH (AOAC official Method 981.12 1995)

(17)

5

standar pH 4 dan 7. Sekitar 100 mL sampel dituangkan ke dalam gelas piala 100 mL Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan aquades dan dikeringkan kertas tissue secara hati-hati. Elektroda dimasukkan ke dalam wadah yang berisi sampel sampai terbaca nilai pH yang tertera pada layar dibaca setelah muncul tanda ready atau measure muncul pada layar penunjuk. Setelah pengukuran selesai, elektroda dibilas dengan aquades lalu dikeringkan dengan kertas tissue dan diletakkan kembali pada tempatnya.

Gambar 2 Diagram alir pembuatan puree labu kuning (Modifikasi dari Usmiati et al 2004)

Labu kuning

Pengupasan Pemisahan biji dan jaring-jaring biji

Pemotongan daging labu (ketebalan 2-3 cm)

Blansir (pengukusan menggunakan uap panas dari air mendidih selama 10 menit)

Pendinginan

Penghancuran dengan blender

Puree

(18)

6

Gambar 3 Diagram alir tahapan penelitian pembuatan puree dan model minuman labu kuning

Analisis Viskositas (Charley 1982)

Pengukuran viskositas dilakukan dengan menggunakan Brookfield rotational viscometer model BM. Prosedur penggunaan alat adalah sebagai berikut: pertama-tama viskometer dipastikan dalam keadaan sejajar dengan tanda air. Kemudian spindel dipasang pada viskometer. Digunakan spindel yang berukuran kecil terlebih dahulu. Setelah itu sebanyak 200 mL dimasukkan ke

Puree Labu

Kuning Pencampuran

Model minuman labu kuning

Pengukuran pH awal=6.31

Penambahan asam sitrat 2% (pH ≤4.6)

Pengukuran pH awal=6.53

Penambahan asam sitrat 2% (pH ≤4.6)

Pengisian ke dalam cup plastik (Hot filling 80 ±20C selama 2 menit) dan pengeliman

Pendinginan selama 10 menit

Penyimpanan dilakukan pada suhu refrigerator dan suhu ruang selama 0, 6, 12, 18, dan 24 (hari). Analisis dilakukan terhadap parameter pH,viskositas, warna, dan untuk produk

puree dilakukan analisis kadar serat total. Air

Pasteurisasi 90±20C 30 menit

Penambahan Na- benzoat 0.02% Penambahan Na- benzoat 0.02%

Pasteurisasi 90±2 0

C 60 menit

Pasteurisasi 90±2 0

C 30 menit

Pasteurisasi 90±2 0

(19)

7

dalam gelas piala. Sebelum menjalankan motor penggerak rotor, jarum penunjuk pada viskometer diset di titik nol, kemudian motor dijalankan pada kecepatan yang paling rendah. Setelah jarum penunjuk stabil,pengunci jarum penunjuk dipasang dan motor dimatikan. Kemudian nilai persentase yang ditunjuk dapat dibaca dan dicatat. Bila kecepatan yang paling rendah jarum pada skala penunjuk tidak bergerak, maka kecepatan dinaikkan. Prosedur ini diulang dengan spindel

yang berukuran lebih besar apabila kecepatan maksimum dari motor tercapai tetapi jarum penunjuk belum bergerak.

Pengukuran viskositas pada puree labu kuning menggunakan spindel nomor 4 sedangkan model minuman labu kuning menggunakan spindel nomor 1 dengan kecepatan 60 rpm. Viskositasnya adalah faktor konversi dikalikan dengan angka hasil pengukuran. Faktor konversi untuk spindel nomor 4 dengan kecepatan 60 rpm adalah 100 sedangkan untuk spindel nomor 1 dengan kecepatan 60 rpm adalah 1. Satuan dari nilai viskositas adalah CentiPoise (Cp).

Analisis Warna dengan Metode Chromameter (Hutching 1999)

Pengukuran warna dilakukan dengan Minolta Chroma Meters CR-310. Prinsip dari Minolta Chroma Meters adalah pengukuran perbedaan warna melalui pantulan cahaya oleh permukaan sampel. Chromameter merupakan alat analisis warna secara tristmulus untuk mengukur warna yang dipantulkan oleh suatu permukaan.

Sistem warna Hunter Lab memiliki tiga atribut yaitu L, a, dan b. Nilai L menunjukkan kecerahan sampel, memiliki skala dari 0 sampai 100 dimana 0 menyatakan sampel sangat gelap dan 100 menyatakan sampel sangat cerah. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel. Nilai a positif menunjukkan warna merah dan a negatif menunjukkan warna hijau. Nilai a memiliki skala dari -80 sampai 100. Nilai b menunjukkan derajat kuning atau biru. Nilai b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru. Nilai b memiliki skala dari -70 sampai 70 (Francis 1996).

(20)

8

Pengukuran warna dengan sistem Munsell didasarkan pada tiga atribut warna, yaitu warna kromatik (0Hue), kecerahan (value), dan intensitas warna (chroma atau saturation). Pada penelitian ini hanya dilakukan pengukuran nilai

0

Hue. Warna kromatik (0Hue) meliputi warna monokromatik yang terdiri dari warna-warna pelangi dan warna campurannya.

Nilai 0Hue menunjukkan posisi warna sampel dalam diagram warna. Nilai

hue menyatakan panjang gelombang dominan yang menentukan apakah warna tersebut merah, kuning, atau hijau.

0

Hue = (arc tan (b/a)

Nilai 0Hue yang diperoleh kemudian dicocokkan dengan nilai 0Hue yang ada pada bola imajiner Munsell (Gambar 5 ), sehingga diperoleh data warna secara objektif yang merupakan kisaran warna yang mendekati warna sampel sebenarnya. Nilai 0Hue yang diperoleh harus berada dalam bentuk nilai derajat radian agar dapat diinterpretasikan ke dalam bola imajiner Munsell, setiap derajat radian menyatakan warna visual yang dilihat.

.

Gambar 5 Bola imajiner Munsell (Francis 1996) Tabel 1 Interpretasi warna hue pada bola imajiner Munsell

0

Hue Warna

21 (kuadran I) – 52 (kuadran I) Merah

53 (kuadran I) – 84 (kuadran I) Merah-Kuning 85 (kuadran I) – 21 (kuadran II) Kuning 22 (kuadran II) – 61 (kuadran II) Hijau-Kuning 62 (kuadran II) – 0 (kuadran III) Hijau

1 (kuadran III) – 35 (kuadran III) Biru- Hijau 36 (kuadran III) – 81 (kuadran III) Biru 82 (kuadran III) – 36 (kuadran 1V) Ungu-Biru 37 (kuadran IV) – 71 (kuadran IV) Ungu

(21)

9

Kadar Serat Pangan (Metode Asp et al 1983, yang dimodifikasi)

Metode analisis kadar serta pangan total pada penelitian ini dimodifikasi dengan metode AOAC 1995 Official Methods 985.29 Total Dietary Fiber in Foods (Enzymatic-Gravimetric Method) pada tahap pengendapan presipitat. Persiapan sampel

Sampel puree dikeringkan dengan menggunakan oven vakum suhu 70 0C, 25 mmHg selama semalaman sampai berat sampel konstan. Sampel yang telah dikeringkan dihancurkan dengan blender kemudian diayak dengan ayakan 100 mesh (Khanum et al 2000).

Serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber)

Sejumlah 0.5 g sampel hasil dari tahap persiapan sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 12.5 ml 0.1 M buffer fosfat pH 6 dan dibuat menjadi suspensi. Sampel kemudian ditambahkan 0.05 ml termamyl, ditutup dengan alufo dan diinkubasi pada suhu 80 0C selama 15 menit dan didinginkan, kemudian ditambahkan 5 ml akuades dan pH diatur menjadi 1.5 dengan menambahkan HCl 4 N. Sampel lalu ditambahkan 50 mg pepsin, kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 0C selama 60. lalu ditambahkan 10 ml air destilat dan pH diatur menjadi 6.8 dengan NaOH 4 N. Selanjutnya ditambahkan 50 mg pankreatin, kemudian labu ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40 0C selama 60 menit. Sebanyak 70 ml etanol 95% yang sebelumnya telah dipanaskan hingga suhunya 60 0C (volume diukur setelah pemanasan) ditambahkan. Agar terbentuk endapan, sampel dibiarkan pada suhu kamar selama 60 menit. Secara kuantitatif endapan disaring melalui crucible. Sebelumnya, crucible yang mengandung celite ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg.

Residu kemudian dicuci dengan 2 x 5 ml etanol 75%, 2 x 5 ml etanol 95%, dan 2 x 5 ml aseton secara berturut-turut. Crucible yang mengandung residu dikeringkan dalam oven biasa pada suhu 105 0C hingga beratnya tetap (sekitar 12 jam) dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D1). Residu kemudian diabukan dalam tanur 525 0C selama minimal 5 jam, didinginkan dalam desikator (I1), dan ditimbang. Nilai blanko diperoleh dengan cara yang sama namun tanpa menggunakan sampel.

Analisis residu dari satu sampel ulangan digunakan untuk analisis protein menggunakan metode kjeldahl, faktor konversi yang digunakan ialah N x 6.25. Sampel ulangan lainnya diabukan selama 5 jam pada suhu 525 0C. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga keakuratan mendekati 0.1 mg. Kurangi dengan bobot crucible dan celite untuk memperoleh bobot abu.

Serat pangan larut (soluble dietary fiber)

(22)

10

sampai beratnya konstan dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (D2), dan diabukan pada suhu 550 0C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah pendinginan dalam desikator (I2).

Dilakukan juga koreksi protein dengan metode Kjeldahl dan perhitungan serat blanko dengan menggunakan prosedur seperti di atas, tetapi tidak digunakan sampel. Nilai blanko ini harus diperiksa secara berkala dan bila enzim yang digunakan berasal dari batch baru.

Perhitungan:

IDF (%) = [(bobot residu – P – A – B )/bobot sampel] x 100% SDF (%) = [(bobot residu – P – A – B )/bobot sampel] x 100% TDF (%) = IDF (%) + SDF (%)

P = bobot koreksi kadar protein residu A = bobot koreksi kadar abu residu B = bobot blanko

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Puree dan Model Minuman Labu Kuning

Produk yang dibuat pada penelitian ini adalah puree dan model minuman labu kuning yang diasamkan dengan penambahan asam sitrat 2%. Puree labu kuning merupakan hancuran dari buah labu kuning yang memiliki konsistensi seperti bubur. Model minuman dibuat dari puree labu kuning yang diencerkan dengan air sampai konsistensinya sama seperti minuman kacang hijau komersial (19.25±0.35 Cp). Puree dan model minuman yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Puree dan model minuman labu kuning yang dihasilkan berwarna kuning cerah, aromanya manis dengan rasa sedikit asam. Karakteristik fisiko-kimia puree dan model minuman labu kuning pada hari ke-0 ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik puree dan model minuman labu kuning pada hari ke-0

Parameter mutu Puree Model Minuman

Intensitas warna

30 menit 60 menit 30 menit 60 menit L 55.72±1.47 54.39±0.22 55.33±0.12 54.80±0.18 A 10.04±0.23 9.85±0.80 3.59±0.08 4.37±0.83 B 50.19±2.59 50.86±0.54 45.13±0.15 46.96±0.58

0

hue 78.68±0.32 79.03±0.98 85.64±0.39 84.68±1.09 Viskositas

(23)

11

(A)

(B)

Gambar 6 Puree (A) dan Model minuman (B) labu kuning pada hari ke0

Stabilitas Mutu Selama Penyimpanan

Selama penyimpanan terjadi perubahan warna pada puree dan model minuman labu kuning. Penampakan visual dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Secara objektif perubahan warna produk diamati dengan menggunakan kromameter terhadap parameter L, a, b, dan 0hue. Semakin lama waktu penyimpanan warna puree dan model minuman semakin memudar, viskositas pada puree menjadi semakin encer, sedangkan viskositas pada model minuman semakin kental dan adanya kabut yang melayang-layang diatas permukaan minuman (clouding).

Pada puree yang disimpan di suhu ruang terjadi kerusakan, ditandai dengan adanya perubahan bau asam yang mulai terdeteksi pada penyimpanan hari ke-6. Hal ini mengindikasikan proses pasteurisasi tidak cukup dan karena ada kerusakan tren untuk fisiko-kimia khususnya analisis kadar serat pangan pada suhu ruang hanya diamati sampai hari ke-12.

a. Warna

(24)

12

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 7 Puree labu kuning pada waktu penyimpanan (A) hari 6, (B) hari ke-12, (C) hari ke-18, dan (D) hari ke-24

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 8 Model minuman pada waktu penyimpanan (A) hari 6, (B) hari ke-12, (C) hari ke-18, dan (D) hari ke-24

Keterangan gambar :

A1B1 = Perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit dan suhu penyimpanan pada suhu ruang A1B2 = Perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit dan suhu penyimpanan pada suhu

refrigerator

A2B1 = Perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit dan suhu penyimpanan pada suhu ruang A2B2 = Perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit dan suhu penyimpanan pada suhu

(25)

13

(A) (B)

Gambar 9 Hubungan antara nilai L (Lightness) dengan lama penyimpanan pada (A) puree dan (B) model minuman labu kuning

Tabel 3 Persamaan Regresi Linier Nilai L

Produk

Refrigerator 54.452 0.0350 0.1008

60 Ruang 53.724 0.1345 0.8478

Refrigerator 54.204 0.0553 0.6062

Model Minuman

30 Ruang 3.9988 0.0016 0.4993

Refrigerator 3.9955 3x10-5 0.0002

60 Ruang 3.9834 0.0020 0.4676

Refrigerator 3.9848 1x10-5 5x10-5 Penyimpanan puree pada suhu ruang maupun suhu refrigerator memiliki korelasi linier terhadap kecerahan dengan lamanya waktu penyimpanan, serta laju perubahan kecerahan pada suhu pasteurisasi 60 menit berlangsung lebih cepat.

(26)

14

Gambar 10 Hubungan antara nilai a dengan lama penyimpanan pada (A) puree

dan (B) model minuman labu kuning

Tabel 4 Persamaan Regresi Linier Nilai a

Produk

Refrigerator 9.736 -0.0243 0.4103

60 Ruang 9.454 -0.2308 0.7708

Refrigerator 11.438 -0.1180 0.4506

Model Minuman

30 Ruang 3.534 -0.1223 0.7000

Refrigerator 3.158 0.0582 0.6300

60 Ruang 4.920 -0.2227 0.7159

Refrigerator 3.666 0.0067 0.0070 Nilai a pada produk puree dan model minuman labu kuning dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu

refrigerator, relatif stabil selama penyimpanan (Gambar 10). Suhu penyimpanan pada suhu ruang lebih berpengaruh terhadap nilai a pada puree dan model minuman, karena memiliki korelasi linier terhadap waktu penyimpanan, dilihat dari nilai r2 > 0.75 dan dapat dikatakan laju penurunan nilai a berlangsung lebih cepat (Tabel 4).

Waktu penyimpanan puree dan model minuman labu kuning pada hari ke-6 cenderung menurunkan nilai a, penurunan nilai a disebabkan terjadinya degradasi pigmen β-karoten oleh suhu dan lamanya waktu pemanasan. Semakin lama pemanasan mengakibatkan degradasi β-karoten semakin besar (Sahidin et al

2000).

(A) (B)

Gambar 11 Hubungan antara nilai b dengan lama penyimpanan pada (A) Puree dan (B) Model Minuman Labu Kuning

(27)

15

Tabel 5 Persamaan Regresi Linier Nilai b

Produk

Refrigerator 48.882 -0.2055 0.8023

60 Ruang 50.938 -0.7122 0.9480

Refrigerator 51.130 -0.4730 0.8713

Model Minuman

30 Ruang 45.722 -0.4722 0.9494

Refrigerator 44.592 -0.1130 0.6288

60 Ruang 45.898 -0.3197 0.7763

Refrigerator 46.470 -0.1787 0.7086

Nilai b pada produk puree dan model minuman labu kuning dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu

refrigerator, cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 11). Nilai b menurun seiring dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Penurunan warna kuning pada produk puree dan model minuman selama penyimpanan dapat disebabkan oleh degradasi trans-β-carotene dan isomerisasi ke bentuk isomer cis. Telah banyak dilaporkan bahwa formasi cis karotenoid dapat menurunkan intensitas warna (Gusdinar et al 2011).

Suhu penyimpanan pada suhu ruang dan suhu refrigerator untuk produk

puree maupun model minuman memiliki nilai r2 yang cukup besar, sehingga dapat dikatakan bahwa penyimpanan suhu ruang memiliki korelasi linier antara nilai b dengan waktu penyimpanan.

Suhu pasteurisasi 60 menit pada puree menunjukkan laju perubahan nilai b yang lebh cepat dibandingkan dengan suhu pasteurisasi 30 menit. Pada model minuman suhu pasteurisasi 30 menit menunjukkan laju perubahan nilai b yang lebih besar dibandingkan suhu pasteurisasi 60 menit.

(A) (B)

Gambar 12 Hubungan antara nilai 0hue dengan lama penyimpanan pada (A) Puree

(28)

16

Tabel 6 Persamaan Regresi Linier Nilai 0hue

Produk

Refrigerator 78.756 -0.0217 0.1514

60 Ruang 79.318 0.1723 0.5774

Refrigerator 77.268 0.0288 0.0533

Model Minuman

30 Ruang 85.556 0.1345 0.6078

Refrigerator 85.950 -0.0882 0.7421

60 Ruang 83.896 0.2710 0.7008

Refrigerator 85.510 -0.0282 0.0777 Nilai 0hue pada produk puree dan model minuman labu kuning dengan perlakuan lamanya waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu

refrigerator, relatif stabil selama penyimpanan (Gambar 12). Nilai r2 pada persamaan garis linier (Tabel 6) menunjukkan nilai yang kecil atau < 0.75, sehingga tidak ada korelasi linier antara nilai 0hue dengan waktu penyimpanan.

Lama waktu pasteurisasi pada puree dan model minuman menunjukkan laju perubahan nilai hue yang tidak konsisten hal ini disebabkan oleh keberagaman sampel atau saat proses analisis sampel tidak homogen.

Selama waktu penyimpanan pada suhu ruang produk puree dan model minuman memiliki nilai 0hue yang lebih besar dibandingkan penyimpanan pada suhu refrigerator, nilai 0hue produk puree pada hari ke-24 sebesar 81.53 sampai 82.17 sedangkan pada model minuman sebesar 87.90 sampai 89.25 (Lampiran 4). Berdasarkan Interpretasi warna 0hue pada bola imajiner Munsell, produk puree

dan model minuman lebih dominan memiliki warna kuning.

Warna kuning yang dimiliki pada puree dan model minuman labu kuning menunjukkan bahwa pada buah labu kuning mengandung pigmen karoten. Pigmen utama yang terkandung dalam buah labu kuning adalah β-karoten. Selama proses pemanasan dan penyimpanan total karoten mengalami penurunan diantaranya β-karoten 5%, violanxanthin 23%, dan lutein %. Perubahan warna

puree dan model minuman labu kuning juga dapat disebabkan oleh sifat yang dimiliki pigmen karoten yaitu mudah mengalami degradasi karotenoid karena oksidasi. Selain itu kerusakan dapat terjadi karena oksidasi dan adanya oksigen, panas, cahaya, dan reaksi Maillard (Gross 1991).

b. Viskositas

Produk puree cenderung mengalami penurunan nilai viskositas selama penyimpanan (Gambar 13) Semakin lama waktu penyimpanan, viskositas produk

puree menjadi semakin encer. Penyimpanan suhu ruang dan suhu refrigerator

(29)

17

(A) (B)

Gambar 13 Hubungan antara nilai viskositas dengan lama penyimpanan pada

Puree (A) dan Model Minuman (B) Labu Kuning Tabel 7 Persamaan Regresi Linier Nilai Viskositas

Produk

Refrigerator 2890.0 -37.083 0.7885

60 Ruang 2443.3 -33.333 0.6591

Refrigerator 2770.0 -39.445 0.8726

Model Minuman

30 Ruang 16.964 0.1718 0.3098

Refrigerator 18.286 -0.0348 0.0272

60 Ruang 16.254 -0.2780 0.6917

Refrigerator 16.270 0.0692 0.0547 Penurunan viskositas dikarenakan adanya ion-ion padatan terlarut yang berasal dari pektin. Selama proses pemasakan, pektin dapat terhidrolisis sehingga terjadi penurunan kadar pektin dan komponen yang larut dalam air akan meningkat. Total padatan terlarut yang berasal dari kandungan pektin yang ada pada labu kuning dapat mempengaruhi viskositas puree. Penurunan viskositas tersebut disebabkan oleh proses depolimerisasi dari pektin terlarut (Pilknik dan Voragen 1989). Penelitian lain yang dilakukan oleh Yen dan Song (1998) menyatakan bahwa berkurangnya kekentalan pada pembuatan puree jambu selama masa penyimpanan disebabkan oleh proses deesterifikasi senyawa pektin oleh pektinesterase. Selain itu menurunnya ion-ion padatan terlarut dipengaruhi oleh kemampuan mikroba hasil fermentasi dalam mendegradasi sukrosa, glukosa,dan fruktosa menjadi senyawa lebih sederhana yang menyebabkan menurunya padatan terlarut sehingga produk menjadi encer (Pratiwi 2009). Puree

yang disimpan pada suhu ruang pada hari ke-6 sudah tercium asam.

Produk model minuman cenderung mengalami peningkatan nilai viskositas selama penyimpanan (Gambar 13). Semakin lama waktu penyimpanan, viskositas model minuman menjadi semakin kental dan terdapat penampakan kabut putih

(30)

18

yang melayang-layang (clouding) diatas permukaannya, hal ini disebabkan oleh adanya koloid dari senyawa pektin dan suspensi yang berasal dari serat yang tidak larut. Komponen tersebut selain menyebabkan kekeruhan pada sari buah juga menyebabkan terjadinya endapan apabila disimpan terlalu lama (Wariyah 2010).

Suhu pasteurisasi dan suhu penyimpanan pada model minuman memiliki nilai r2 yang kecil (<0.75), sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan suhu penyimpanan pada model minuman tidak memiliki korelasi linier terhadap waktu penyimpanan. Lama waktu pasteurisasi 30 dan 60 menit pada model minuman menunjukkan laju perubahan nilai viskositas yang tidak konsisten hal ini disebabkan oleh keberagaman sampel atau saat proses analisis sampel tidak homogen.

c. Nilai pH

(A) (B)

Gambar 14 Hubungan antara nilai pH dengan lama penyimpanan pada (A)

Puree dan (B) Model Minuman Labu Kuning

Tabel 8 Persamaan Regresi Linier Nilai pH

Produk

Refrigerator 4.668 -0.0060 0.2377

60 Ruang 4.524 -0.0105 0.8021

Refrigerator 4.662 -0.0072 0.2967 Model

Minuman

30 Ruang 4.322 -0.0143 0.6938

Refrigerator 4.254 -0.0052 0.1174

60 Ruang 4.322 -0.0203 0.7244

Refrigerator 4.266 -0.0170 0.6951 Nilai pH pada produk puree dan model minuman labu kuning dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu

(31)

19

digunakan asam sitrat karena asam sitrat merupakan asam yang baik dalam menjaga kestabilan pH. Hal tersebut disebabkan asam yang cukup rendah membantu penghambatan pertumbuhan mikroorganisme selama penyimpanan dan untuk mempertahankan kestabilan warna (Kusumawati 2008).

Puree dengan perlakuan suhu penyimpanan ruang memiliki nilai r2 yang lebih besar (>0.75) dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu refrigerator

(Tabel 8). Puree pada penyimpanan suhu ruang memiliki korelasi linier antara nilai pH dengan waktu penyimpanan. Laju perubahan nilai pH pada lama waktu pasteurisasi 60 menit berlangsung cepat.

Model minuman dengan perlakuan suhu penyimpanan ruang pada lama waktu pasteurisasi 30 menit memiliki nilai r2 yang lebih besar (>0.75) dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu refrigerator (Tabel 8), sedangkan pada lama waktu pasteurisasi 60 menit dengan penyimpanan suhu ruang dan

refrigerator memiliki nilai r2 yang besar (Tabel 8). Model minuman pada penyimpanan suhu ruang pada perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit memiliki korelasi linier antara nilai pH dengan waktu penyimpanan. Model minuman pada penyimpanan suhu ruang dan suhu refrigerator pada perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit memiliki korelasi linier antara nilai pH dengan waktu penyimpanan.

Laju perubahan nilai pH pada puree dan model minuman dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit lebih cepat dibandingkan lama waktu pasteurisasi 30 menit. Penurunan pH pada puree disebabkan karena adanya aktivitas respirasi mikroba yang menghasilkan CO2 dengan cara melepaskan atom

hidrogen secara bertahap sehingga menurunkan pH minimum (Fardiaz 1992). Dengan demikian untuk memperkecil kerusakan produk karena penurunan pH, produk puree dapat disimpan pada suhu refrigerator.

d. Kadar Serat Pangan

Serat pangan (dietary fiber) merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan. SDF diartikan sebagai serat pangan yang dapat larut dalam air panas. Sumber SDF antara lain gum, pektin, dan sebagian hemiselulosa larut yang terdapat dalam dinding sel tanaman. Adapun IDF diartikan sebagai serat pangan yang tidak larut dalam air panas maupun dingin. Sumber IDF adalah selulosa, lignin, sebagian besar hemiselulosa, sejumlah pektat yang tidak dapat larut. IDF merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya menempati jumlah sepertiganya (Muchtadi 2001). Menurut Wong dan Jenkins (2007) serat pangan biasanya mengandung sepertiga serat larut dan dua pertiga serat tidak larut.

Pada puree yang disimpan di suhu ruang terjadi kerusakan, ditandai dengan adanya perubahan bau asam yang mulai terdeteksi pada penyimpanan hari ke-6. Kadar serat pangan hanya diamati sampai penyimpanan hari ke-12. Untuk mempermudah analisis kadar serat pangan pada puree, dilakukan tahap pengeringan dengan oven vakum. Hal ini dikarenakan puree memiliki kadar air yang cukup tinggi. Kadar air puree berkisar antara 93.83 sampai 94.66%.

IDF (insoluble dietary fiber)

(32)

20

dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit dan penyimpanan suhu ruang memiliki IDF sebesar 1.87 g/100 mL puree,sedangkan perlakuan waktu pasteurisasi 60 menit dan penyimpanan suhu ruang memiliki IDF sebesar 2.30 g/100 mL puree.

Tabel 9 Kadar IDF dalam puree

Sampel *puree kering = puree yang dikeringkan dengan oven vakum

Gambar 15 Hubungan antara Insoluble Dietary Fiber dengan lama penyimpanan pada produk Puree.

Tabel 10 Persamaan Regresi Linier Insoluble Dietary Fiber (IDF)

Produk

Refrigerator 1.7142 -0.0504 0.5728

Puree 60 Ruang 2.1600 -0.0600 0.6879

(33)

21

hemiselulosa dan selulosa tidak berpengaruh atau stabil selama pemanasan (Yuanita 2006).

Lama waktu pasteurisasi 30 menit dan penyimpanan suhu ruang memiliki nilai r2 yang relatif besar, dapat dikatakan bahawa perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit dan penyimpanan suhu ruang memiliki korelasi linier terhadap kadar IDF dengan waktu penyimpanan. Laju perubahan IDF selama penyimpanan suhu refrigerator berlangsung lebih cepat dibandingkan suhu ruang (Tabel 10).

Lama waktu pasteurisasi 60 menit dan penyimpanan suhu refrigerator

memiliki nilai r2 yang relatif besar, dapat dikatakan bahawa perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit dan penyimpanan suhu refrigerator memiliki korelasi linier terhadap kadar IDF dengan waktu penyimpanan. Laju perubahan IDF selama penyimpanan suhu refrigerator berlangsung lebih cepat dibandingkan suhu ruang (Tabel 10).

SDF (soluble dietary fiber)

Tabel 11 Kadar SDF dalam puree

*puree kering = puree yang dikeringkan dengan oven vakum

Gambar 16 Hubungan antara Soluble Dietary Fiber dengan lama penyimpananpada produk Puree.

(34)

22

Tabel 12 Persamaan Regresi Linier Soluble Dietary Fiber (SDF)

Produk

Refrigerator 1.7883 -0.1742 0.7572

Puree 60 Ruang 2.0867 -0.2050 0.7470

Refrigerator 2.0883 -0.2058 0.7500 SDF pada produk puree labu kuning dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu refrigerator, mengalami penurunan sedangkan pada waktu penyimpanan hari ke-6 sampai hari ke-24 relatif stabil (Gambar 16). Pada hari ke-0 SDF pada puree cukup tinggi, puree dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit memiliki SDF sebesar 2.13 g/100 mL

puree, sedangkan perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit memiliki SDF sebesar 2.50 g/100 mL puree .

Menurut Muchtadi (2001) IDF merupakan kelompok terbesar dari TDF dalam makanan, sedangkan SDF hanya menempati jumlah sepertiganya. Hasil yang didapat dari penelitian ini SDF pada hari ke-0 lebih besar dibandingkan IDF. Hal ini disebabkan oleh komponen SDF tidak mengalami presipitasi secara sempurna, sehingga residu yang dihasilkan terlalu kecil dan tidak bisa untuk dilakukan analisis kadar protein residu.

Kadar SDF pada hari ke-0 relatif tinggi kemudian pada hari ke-6 kadar SDF menurun drastis. Hal ini disebabkan telah terjadi proses fermentasi pada hari ke-6. Sumber SDF terdiri dari gum, pektin, dan hemiselulosa larut yang terdapat di dalam dinding sel tanaman. Proses fermentasi terjadi pada pektin, pektin merupakan polimer dari asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan α-1.4 glikosidik. Serat pektin bersifat viskus sehingga sangat mudah untuk difermentasi oleh bakteri asam laktat. Selama proses fermentasi bakteri asam laktat yang dominan mendegradasi senyawa pektin yaitu bifidobacterium, eubacterium dan

clostridia. Selama proses fermentasi terjadi pemecahan rantai karbon dari glukosa (Muchtadi et al 1993). Senyawa pektin akan mengalami depolimerisasi yang lebih sederhana menjadi asam galakturonat (Dekker dan Palmer 2002).

Serat pangan dengan fermentabilitas yang sangat baik dapat dikategorikan sebagai prebiotik yaitu inulin dan fruktooligosakarida yang merupakan bagian dari SDF (Ruberfroid 2002). Penurunan SDF yang drastis bisa disebabkan oleh ketidakakuratan saat proses presipitasi, adanya komponen SDF yang tidakmengalami presipitasi secara sempurna seperti pektin. Hal ini menjadikan komponen tersebut tidak terhitung sebagai serat pangan (BeMiller 2010).

(35)

23

TDF (total dietary fiber)

Tabel 13 Kadar TDF dalam puree

*puree kering = puree yang dikeringkan dengan oven vakum

Gambar 17 Hubungan antara TDF (Total Dietary Fiber) dengan lama penyimpanan pada produk Puree

Tabel 14 Persamaan Regresi Linier Total Dietary Fiber (TDF)

Produk

Refrigerator 4.2467 -0.2650 0.7335

Puree 60 Ruang 3.5108 -0.2254 0.7140

Refrigerator 3.5508 -0.2288 0.7527 TDF pada produk puree labu kuning dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi maupun suhu penyimpanan ruang dan suhu refrigerator, mengalami penurunan pada waktu penyimpanan hari ke-0 sedangkan pada waktu

(36)

24

penyimpanan hari 6 sampai hari 24 relatif stabil (Gambar 17). Pada hari ke-0 TDF pada puree cukup tinggi, puree dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi 30 menit memiliki TDF sebesar 4.01 g/100 mL puree ,sedangkan puree dengan perlakuan lama waktu pasteurisasi 60 menit memiliki nilai TDF sebesar 4.80 g/100 mL puree.

Lama waktu pasteurisasi dan suhu penyimpanan pada puree memiliki nilai r2 yang besar (Tabel 14), sehingga dapat dikatakan bahwa perlakuan lama waktu pasteurisasi dan suhu penyimpanan pada puree memiliki korelasi linier linier antara kadar TDF dengan waktu penyimpanan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penampakan secara visual menunjukkan bahwa warna puree dan model minuman semakin memudar dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Viskositas puree menurun, sementara viskositas model minuman meningkat selama penyimpanan. Pada model minuman selama waktu penyimpanan terdapat kabut yang melayang-layang diatas permukaan minuman (clouding).

Selama penyimpanan, nilai L, a, 0hue dan nilai pH relatif stabil sementara nilai b mengalami penurunan. Produk puree cenderung mengalami penurunan nilai viskositas selama penyimpanan. Produk model minuman cenderung mengalami peningkatan nilai viskositas. Semakin lama waktu penyimpanan viskositas produk puree menjadi semakin encer, sedangkan viskositas model minuman menjadi semakin kental. Perubahan lebih besar teramati pada produk yang waktu pasteurisasinya lebih panjang dan disimpan pada suhu ruang. Kadar serat pangan pada puree mengalami penurunan selama 12 hari penyimpanan. SDF mengalami penurunan lebih cepat dibandingkan IDF.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kecukupan panas pada produk puree, faktor-faktor lain yang mempengaruhi perubahan mutu selama waktu penyimpanan, dan mengetahui varietas labu kuning yang digunakan.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analitycal Chemistri. 1995. Officials Methods of Analysis of The Asociaton of Official Analitycal Chemistry. Washington DC (US): AOAC.

(37)

25

BeMiller JN. 2010. Carbohydrate analysis. Di dalam Nielsen SS (editor). Food analysis 4th ed. USA: Springer.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1996. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-buahan. Jakarta (ID): BPS.

Caili F, Huan S, Quanhong L. 2006. A review on pharmacological activities and utilization technologies of pumpkin. Plant Foods Hum Nutr. 6(1):73-80. Charley H. 1982. Food Science. Canada: John Wiley & Sins,Inc.

Choi YS, Hyun-Wook Kim, Ko-Eun Hwang, Dong-Heon Song, Jae-Hyun Park, Soo-Yeon Lee, Min-Sung Choi, Ji-Hun Choi, and Cheon-Jei Kim. 2012. Effect of pumkn (Cucurbita maxima Duch.) fiber on Physicochemical properties and sensory Charactristics of Chiken Frankfurters. J Food Sci Ani Resour. 3(2):174-183.

Dekker and Palmer. 2002. The Degree of methylation influence the degradation of pectin in the intestinal tract of rats and in vitro. J Nutr. 68(1):1935-1944. Dewi ET. 2008. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap karakteristik dan

stabilitas sari jeruh nipis selama penyimpanan [skripsi]. Malang (ID): Universitas Brawijaya.

Fardiaz S. 1995. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Fellow P. 1992. Food Processing Technology, Principles and Practices. New

York (US) : Ellis Harword.

Francis FJ. 1996. Color analysis. Chapter 12 In Food Analysis 2nd. S. Nielsen,editor. Gaithersburg. (DE) : Aspen Publishers, Inc.

Gusdinar T, Marlia Singgih, Sri Priatni, Sukmawati AE, Tri Suciati. 2011. Enkapsulasi dan stabilitas pigmen karotenoid dari Neurospora intermedia N-1. J Manusia dan Lingkungan. 8(3):206-211.

Gross J. 1991. Pigmen in Vegetables : Chlorophylls and Carotenoids. Van Nostrand Reinhold, editor. Ontario (CA): Scarbough.

Hariyadi P. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Bogor (ID): Pusat Studi Pangan dan Gizi, PSPG-IPB.

Hayati NM. 2006. Pengaruh jenis asidulan terhadap mutu puree labu kuning (Curcubita pepo L.) selama penyimpanan dan aplikasinnya dalam pembuatan puding [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hendrasty HK. 2003. Tepung Labu Kuning Pembuatan dan Pemanfaatanya. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.

Hutching JB. 1999. Food Color and Appearance Second Edition. Maryland (US): Aspen Publishers, Inc.

Valenzuela M, Zazueta M, Gallegos I, Aguilar G, Camacho H, Rocha G, and Gonzalez L. 2011. Chemical and physicochemical characterization of winter squash (Cucurbita moschata D). Not Bot Hort Agrobort Cluj. 39(1):34-40.

Kusumawati RP. 2008. Pengaruh penambahan Asam Sitrat dan pewarna alami kayu secang (Caesalpinia sappan L.) terhadap stabilitas warna sari buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Lattimer James M, Haub Mark D. 2010. Effect od dietary fiber and its components on metabolic health. J Nutrients. 2(1):1266-1289.

(38)

26

Legowo A. 2005. Pengaruh blanching terhadap sifat sensori dan kadar provitamin tepung labu kuning [skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada. Muchtadi D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah

timbulnya penyakit degenerif. J Teknol Indust Pangan. 12(1).42-45. Muchtadi D, Nurhaeni SP, dan Made Astawan. 1993. Metabolisme zat gizi :

sumber, fungsi, dan kebuutuhan bagi tubuh manusia. Bogor (ID): Pustaka Sinar Harapan.

Muchtadi TR. 1993. Karakterisasi komponen intrinsik utama buah sawit dalam rangka optimalisasi proses ekstraksi minyak dan pemanfaatan Provitamin A. [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi . 2009. Formulasi, uji kecukupan panas, dan pendugaan umur simpan minuman sari wornas (Wortel-Nanas) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Purba JB. 2008. Pemanfaatan labu kuning sebagai bahan baku minuman kaya serat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Ruberfroid M. 2002. Functional food concept and it’s application to prebiotics. J. Nutr. 349(2):8105-8110.

Sahidin, Sabirin M, Eka N. 2000. Degradasi β-karoten dari Minyak Sawit Mentah oleh Panas. J Penelitian Kelapa Sawit. 8(1):39-49.

Syarief R. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan Press. Syah D.2012. Pengantar Teknologi Pangan. Bogor (ID): IPB Press.

Usmiati S, S Yuliani, YP Endang, Setiyanto, Y Setiawati. 2004. Pengembangan produk pangan berbahan baku labu kuning dalam peningkatan daya saing pangan tradisional. Seminar Nasional Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor, Indonesia.

Wahyuni DT, Simon Bambang Widjanarko. 2015. Pengaruh Jenis Pelarut dan Lama Ekstraksi terhadap Ekstrak Karotenoid Labu Kuning dengan Metode Gelombang Ultrasonik. J Pangan dan Agroindust. 3(2):390-401 Wariyah Chatarina. 2010. Vitamin C Retention and Acceptability of Orange

(Citrus nobilis var. Microcarpa) Juice During Storage in Refrigerator. J AgriSains. 1(1):50-55

Wong JM and Jenkins DJ. 2007. Carbohydrate digestibility and metabolic effects.

J Nutr. 13(7):2539S-2546S.

(39)

27

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Nilai L (Lightness)

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 55.72 ± 1.47 55.07 ± 0.71 56.86 ± 1.19 57.37 ± 0.28 57.22 ± 0.89

P30,Trefri 55.72 ± 1.47 53.45 ± 0.39 56.38 ± 0.01 54.79 ± 0.07 55.06 ± 0.38

P60,Truang 54.39 ± 0.22 53.68 ± 0.53 55.37 ± 1.36 56.55 ± 0.62 56.84 ± 2.56

P60,Trefri 54.39 ± 0.22 54.26 ± 0.24 54.86 ± 0.19 54.66 ± 0.39 56.01 ± 0.50

M30,Truang 55.33 ± 0.12 54.48 ± 0.05 55.01 ± 0.41 55.44 ± 0.47 57.62 ± 0.87

M30,Trefri 55.33 ± 0.12 53.90 ± 0.44 53.61 ± 0.10 53.73 ± 0.06 55.38 ± 0.88

M60,Truang 54.80 ± 0.18 53.48 ± 0.45 54.26 ± 0.41 54.87 ± 0.19 57.60 ± 0.13

M60,Trefri 54.80 ± 0.18 53.07 ± 0.72 53.35 ± 0.18 53.24 ± 0.70 54.60 ± 0.77

Lampiran 2. Data Nilai a

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 10.04 ± 0.21 9.17 ± 0.33 6.19 ± 0.34 5.05 ± 1.77 6.34 ± 0.99

P30,Trefri 10.04 ± 0.21 9.69 ± 0.37 8.95 ± 0.83 9.41 ± 1.43 9.29 ± 0.13

P60,Truang 9.82 ± 0.85 9.04 ± 0.12 6.45 ± 2.07 3.51 ± 0.26 5.13 ± 3.86

P60,Trefri 9.82 ± 0.85 11.23 ± 1.27 10.56 ± 0.49 10.81 ± 0.33 7.09 ± 0.49

M30,Truang 3.59 ± 0.08 3.51 ± 0.16 0.92 ± 1.12 1.03 ± 0.98 1.22 ± 0.37

M30,Trefri 3.59 ± 0.08 3.13 ± 0.54 3.90 ± 0.37 3.72 ± 0.18 4.99 ± 0.44

M60,Truang 4.37 ± 0.02 5.00 ± 0.29 0.24 ± 0.33 0.52 ± 0.24 0.52 ± 0.03

M60,Trefri 4.37 ± 0.02 4.40 ± 1.01 2.52 ± 0.10 3.70 ± 0.25 4.33 ± 0.56

Lampiran 3. Data Nilai b

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 50.19 ± 2.60 48.98 ± 3.83 43.02 ± 0.54 40.36 ± 0.98 42.51 ± 0.86

P30,Trefri 50.19 ± 2.60 48.26 ± 1.98 47.27 ± 1.02 43.73 ± 2.04 44.46 ± 1.92

P60,Truang 50.86 ± 0.54 46.20 ± 0.10 43.73 ± 5.35 35.63 ± 1.22 35.16 ± 6.72

P60,Trefri 50.86 ± 0.54 47.89 ± 1.84 46.09 ± 1.20 45.15 ± 0.89 37.66 ± 1.11

M30,Truang 45.13 ± 0.15 44.05 ± 0.47 39.17 ± 1.33 38.32 ± 0.63 33.72 ± 2.65

M30,Trefri 45.13 ± 0.15 43.87 ± 0.45 42.38 ± 0.46 41.81 ± 0.05 42.88 ± 0.03

M60,Truang 46.96 ± 0.58 45.01 ± 0.53 39.36 ± 0.69 39.85 ± 0.12 39.54 ± 0.81

(40)

28

Lampiran 4. Data Nilai 0Hue

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 78.68 ± 0.32 79.39 ± 0.43 81.81 ± 0.54 82.91 ± 2.31 81.53 ± 1.14

P30,Trefri 78.68 ± 0.32 78.65 ± 0.04 79.29 ± 0.74 77.89 ± 1.24 78.19 ± 0.66

P60,Truang 79.03 ± 0.09 78.93 ± 0.11 81.71 ± 1.65 84.39 ± 0.22 82.17 ± 4.70

P60,Trefri 79.03 ± 0.09 76.78 ± 1.93 77.09 ± 0.25 76.53 ± 0.14 79.33 ± 1.02

M30,Truang 85.44 ± 0.11 85.44 ± 0.25 88.69 ± 1.60 88.45 ± 1.48 87.90 ± 0.78

M30,Trefri 85.44 ± 0.11 85.91 ± 0.75 84.74 ± 0.55 84.92 ± 0.26 83.37 ± 0.57

M60,Truang 84.68 ± 1.08 83.66 ± 0.44 89.65 ± 0.47 89.26 ± 0.34 89.25 ± 0.07

M60,Trefri 84.68 ± 1.08 84.42 ± 1.46 86.68 ± 0.12 84.99 ± 0.50 84.32 ± 0.90

Lampiran 5. Data Nilai Viskositas

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 2812.50 ± 383 2150.00 ± 0.00 2066.67 ± 0.00 1891.67 ± 75.00 1483.33 ± 0.00

P30,Trefri 2812.50 ± 383 2425.00 ± 2.00 2341.67 ± 41.67 2383.33 ± 16.67 1991.67 ± 8.33

P60,Truang 2683.33 ± 329 2366.67 ± 16.67 1708.33 ± 25.00 2116.67 ± 33.33 1575.00 ± 91.67

P60,Trefri 2683.33 ± 329 2466.67 ± 16.67 2083.33 ± 16.67 2100.00 ± 50.00 1916.67 ± 0.00

M30,Truang 19.82 ± 0.50 16.58 ± 0.75 15.50 ± 0.33 21.33 ± 0.33 22.25 ± 0.42

M30,Trefri 19.82 ± 0.50 17.42 ± 0.08 14.75 ± 0.08 18.33 ± 0.17 18.67 ± 0.67

M60,Truang 17.80 ± 0.88 15.42 ± 0.08 10.00 ± 0.17 10.92 ± 0.08 11.08 ± 0.58

M60,Trefri 17.80 ± 0.88 16.25 ± 0.42 14.92 ± 0.08 14.58 ± 0.58 21.33 ± 0.33

Lampiran 6. Data Nilai pH

Sampel Hari ke-

0 6 12 18 24

P30,Truang 4.52 ± 0.00 4.45 ± 0.00 4.44 ± 0.01 4.40 ± 0.00 4.33 ± 0.00

P30,Trefri 4.52 ± 0.00 4.75 ± 0.01 4.68 ± 0.05 4.55 ± 0.02 4.46 ± 0.00

P60,Truang 4.52 ± 0.00 4.45 ± 0.00 4.43 ± 0.00 4.40 ± 0.01 4.21 ± 0.00

P60,Trefri 4.52 ± 0.00 4.76 ± 0.01 4.63 ± 0.01 4.53 ± 0.01 4.43 ± 0.01

M30,Truang 4.42 ± 0.00 4.16 ± 0.01 4.05 ± 0.03 4.06 ± 0.00 4.05 ± 0.01

M30,Trefri 4.42 ± 0.00 4.01 ± 0.01 4.20 ± 0.01 4.16 ± 0.01 4.18 ± 0.00

M60,Truang 4.42 ± 0.01 4.18 ± 0.01 3.89 ± 0.04 3.96 ± 0.00 3.93 ± 0.01

(41)

29

Lampiran 7 Kadar air puree basah

Sampel

W sampel (g)

W cawan kosong (g)

W cawan + sampel (g)

Kadar Air

(%) X SD

P30,Truang 10,0601 4,1601 4,7326 94,31 94,66 0,39

10,1586 3,9863 4,4935 95,01

P30,Trefri 10,2918 3,8591 4,4893 93,88 93,83 0,04

10,1671 4,7669 5,3983 93,79

P60,Truang 10,3388 4,1217 4,6749 94,65 94,39 0,26

10,3109 3,7489 4,3538 94,13

P60,Trefri 10,2948 3,6847 4,3028 94,00 93,98 0,01

10,3302 5,4887 6,1118 93,97

Lampiran 8 bobot puree kering hasil dari pengeringan 100 ml puree dengan oven vakum

Sampel W.sampel (g)

P30,Truang 7,25

P30,Trefri 6,58

P60,Truang 8,57

P60,Trefri 8,48

Lampiran 9 Kadar air puree kering

sampel W.sampel

(g)

W.cawan kosong (g)

W sampel + cawan (g)

Kadar air % (b.b)

X SD kadar air %

(b.k)

X SD

P30,Truang 2,0044 4,1047 5,7196 19,43 20,27 0,84 24,12 25,44 1,32

2,0044 4,9341 6,5153 21,11 26,76

P30,Trefri 2,0067 3,8596 5,4454 20,97 21,09 0,12 26,54 26,73 0,19

2,0001 4,2947 5,8705 21,21 26,93

P60,Truang 2,0062 3,6646 5,2273 22,11 22,01 0,09 28,38 28,23 0,15

2,0058 3,8538 5,4199 21,92 28,08

P60,Trefri 2,0071 3,8240 5,4109 20,94 21,01 0,07 26,48 26,59 0,11

(42)

30

Lampiran 10 Data bobot puree dalam basis kering

Perlakuan sampel Kadar air

(%)

Padatan (%) Bubuk (g)

P30,Truang

100 ml 94,66 5,34 5,34

7,25 g (bb) 20,27 79,73 79,73%*7,25 = 5,78 (bk)

P30,Trefri

100 ml 93,83 6,17 6,17

6,58 g (bb) 21,09 78,91 78,91%*6,58 = 5,19 (bk)

P60,Truang

100 ml 94,39 5,61 5,16

8,57 g (bb) 22,01 77,99 77,99%*8,57 = 6,68 (bk)

P60,Trefri

100 ml 93,98 6,02 6,02

8,48 g (bb) 21,01 78,99 78,99%*8,48 = 6,70 (bk)

Lampiran 11 Contoh perhitungan kadar serat

contoh : sampel P30,T ruang

100 mL puree basah = 7.25 g puree kering (bb) = 5.78 g puree kering (bk)

TDF = 59.53 g/100 g (bb) = (59.53/(100-20.27))*100

= 74.66 %TDF/100 g puree (bk) 100 ml puree basah ~ 5.78 g puree (bk) = ((74.66/100)*5.78)

(43)

31

RIWAYAT HIDUP

Latifah Rizani. Lahir di Denpasar, 7 November 1993 dari Ayah Rizani dan Ibu Siti Zubaidah, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2005 di SDN 04 Dauh Puri Kaja Denpasar, kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah pertama di SMP PGRI 3 Denpasar dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya ke pendidikan menengah atas di MAN Negara Bali dan lulus pada tahun 2011, pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari Kementerian Agama RI dalam Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama menjadi mahasiswa ITP, penulis pernah menjadi panitia dalam kepanitiaan BAUR dan ACESS Departemen ITP (2013), dan aktif sebagai anggota CSS MoRA IPB.

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis melakukan kegiatan penelitian selama enam bulan. Hasil penelitian tersebut disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Waktu Pateurisasi dan Suhu Penyimpanan terhadap Stabilitas Fisiko-kimia pada Puree dan Model Minuman Labu Kuning”

Gambar

Gambar 1 (A) dan (B) buah labu kuning utuh dan (C) irisan melintang buah
Gambar 2  Diagram alir pembuatan puree labu kuning (Modifikasi dari Usmiati et
Gambar 3  Diagram alir tahapan penelitian pembuatan puree dan model minuman
Gambar 4  Diagram warna Hunter L, a, b (Francis 1996)
+7

Referensi

Dokumen terkait

mengandung makna bahwa siapa saja dapat menyaksikan jalannya persidangan, terkecuali untuk perkara tertentu, misalnya perkara asusila. Sedangkan, sifat rahasia dari

Konsumen memperoleh kepuasan (daya guna total) maksimum pada titik keseimbangan yaitu titik singgung antara garis kendala anggaran dengan kurva indiferensi tertinggi yang

Nilai ini menunjukkan bahwa 73.8 % variabel bebas Kemudahan dan Manfaat memiliki pengaruh konstribusi sebesar 73.8 % terhadap variabel penerimaan, sedangkan sisanya

[r]

Skor yang akan diperoleh dari masing-masing instrumen yang mewakili gaya belajar tersebut kemudian dibandingkan. Skor instrumen yang paling tinggi menunjukan

[r]

(2000) terhadap pengambilan pekerja profesional IT di UK mendapati para majikan menghadapi kesukaran yang lebih tinggi dalam pengambilan pekerja profesional IT yang

Bab ini merupakan tahapan akhir dari penelitian penggunaan kembali bahan bangunan reruntuhan dalam arsitektur tanpa arsitek pada pasca gempa di Bantul yaitu tahap