APLIKASI
EDIBLE COATING
BERBASIS PATI SINGKONG
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL
MOHD DEHYA BIN MAHADIN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Aplikasi Edible Coating
Berbasis Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Mohd Dehya Bin Mahadin
ABSTRAK
MOHD DEHYA BIN MAHADIN. Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal. Dibimbing oleh USMAN AHMAD.
Buah naga memiliki khasiat yang tinggi dan sering dijual sebagai buah terolah minimal oleh pedagang eceran sehingga banyak upaya yang dilakukan untuk mempertahankan mutunya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi edible coating berbasis pati singkong terhadap mutu dan umur simpan buah naga (Hylocereus costaricensis) terolah minimal selama penyimpanan atmosfer termodifikasi. Pengamatan dilakukan terhadap laju respirasi dan perubahan mutu buah naga seperti susut bobot, perubahan warna, perubahan kekerasan dan total padatan terlarut. Hasil akhir penelitian ini berupa usulan kombinasi konsentrasi pati singkong dalam larutan edible coating, suhu penyimpanan dan komposisi atmosfer termodifikasi yang paling baik untuk penyimpanan buah naga terolah minimal. Konsentrasi pati singkong terbaik yang diperoleh adalah 4%, suhu 5°C dan komposisi atmosfer penyimpanan 2-4% O2
dan 7-9% CO2.
Kata kunci: atmosfer termodifikasi, buah naga, edible coating, Hylocereus costaricensis, pengolahan minimal
ABSTRACT
MOHD DEHYA BIN MAHADIN. Application of Tapioca-Based Edible Coating in Extending the Shelf Life of Minimally Processed Dragon Fruit. Supervised by USMAN AHMAD.
Dragon fruit is known to have high efficacy and often sold as minimally processed fruit thus efforts has been made to preserve its quality. The objective of this research is to determine the effects of tapioca-based edible coating application on the quality and shelf life of minimally processed dragon fruit (Hylocereus costaricensis) in a modified atmosphere storage. Parameters observed in this research are rate of respiration and the changes in quality such as weight loss, changes in color, changes in hardness, and total dissolved solids. The outcome of this research is a proposed combination of tapioca concentration used in the edible coating, storage temperature and composition of gases in the modified atmosphere that gave the best results in preserving minimally processed dragon fruit which are 4%, 5°C and 2-4% O2 and 7-9% CO2.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
APLIKASI
EDIBLE COATING
BERBASIS PATI SINGKONG
UNTUK MEMPERPANJANG UMUR SIMPAN
BUAH NAGA TEROLAH MINIMAL
MOHD DEHYA BIN MAHADIN
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal Nama : Mohd Dehya Bin Mahadin
NIM : F14098001
Disetujui oleh
Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Desrial, M.Eng Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Aplikasi Edible Coating Berbasis Pati Singkong Untuk Memperpanjang Umur Simpan Buah Naga Terolah Minimal” ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi ini dibantu dan didukung oleh berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua Orangtua dan seluruh keluarga besar atas dukungan dan doanya selama ini.
2. Istri tercinta Wardah Umairah Abdullah atas dukungan dan semangat yang diberikan.
3. Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan kritikan yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku dosen penguji.
5. Bapak Sulyaden dan Mas Abas atas bantuannya dalam pengambilan data di laboratorium.
6. Teman-teman seperjuangan TMB 46 atas dukungan dan kenangan selama di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
7. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Bogor, September 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Buah Naga 2
Laju Respirasi Buah-buahan 3
Pengolahan Minimal 4
Edible Coating 5
Edible Coating Berbasis Pati Singkong 6
Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi 7
METODOLOGI 8
Alat dan Bahan 8
Waktu dan Tempat Penelitian 8
Metode Penelitian 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 18
Penentuan Konsentrasi Pati Singkong dan Suhu Penyimpanan Terbaik 18 Perubahan Mutu Fisik Buah Naga Terolah Minimal 22 Penentuan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Mutu Kritis 31
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 34
LAMPIRAN 37
DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan pada penentuan laju respirasi buah naga terolah
minimal 12
2 Kombinasi perlakuan pada penentuan komposisi O2 dan CO2 dalam
wadah penyimpanan atmosfer termodifikasi buah naga terolah
minimal 14
3 Laju respirasi rata-rata buah naga dengan kombinasi konsentrasi pati
singkong dan suhu penyimpanan yang berbeda 22
4 Persamaan regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1 32
DAFTAR GAMBAR
1 Buah naga Hylocereus costaricensis 3
2 Diagram alir pembuatan larutan edible coating 8
3 Buah naga setelah dibersihkan dan dicuci 9
4 Ilustrasi potongan buah naga 10
5 Irisan buah naga yang telah dilapisi edible coating dikeringkan 10
6 Ilustrasi penyimpanan buah naga 10
7 Penyimpanan buah naga di dalam stoples (a) selang dan tutup stoples ditutup rapat menggunakan penjepit dan lilin malam (b) 11
8 Pengukuran laju respirasi pada buah naga 12
9 Diagram alir penelitian tahap 1 13
10 Buah naga yang disimpan di dalam stoples dengan komposisi
atmosfer yang berbeda 15
11 Diagram alir penelitian tahap 2 17
12 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C 18
13 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C 19
14 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C 19
15 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C 20
16 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang 20
17 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang 21
18 Susut bobot buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan 23 19 Perubahan kekerasan buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan 24
20 Perubahan warna (nilai L) buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan 25
21 Perubahan warna (nilai a) buah naga pada masing-masing kondisi
penyimpanan 26
22 Total padatan terlarut buah naga pada masing-masing kondisi
23 Penilaian panelis terhadap aroma buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan 28
24 Penilaian panelis terhadap warna buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan 29
25 Penilaian panelis terhadap rasa buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan 30
26 Penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga pada masing-masing
kondisi penyimpanan 30
27 Penilaian panelis secara keseluruhan terhadap buah naga pada
masing-masing kondisi penyimpanan 31
28 Grafik regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 5°C 37
2 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 10°C 37
3 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu ruang 38
4 Rata-rata laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi berbeda 38 5 Susut bobot buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan
konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer
yang berbeda 39
6 Perubahan kekerasan buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda 39
7 Perubahan warna (nilai L) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda 40
8 Perubahan warna (nilai a) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda 40
9 Total padatan terlarut buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda 41
10 Hasil uji organoleptik terhadap aroma buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda 41
11 Hasil uji organoleptik terhadap warna buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda 42
12 Hasil uji organoleptik terhadap rasa buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
13 Hasil uji organoleptik terhadap kekerasan buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada
suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda 43
14 Hasil uji organoleptik keseluruhan buah naga terolah minimal dilapisi
edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan
komposisi atmosfer yang berbeda 43
15 Laju perubahan mutu untuk perlakuan G1T1 44
16 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer yang berbeda 45 17 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan
kekerasan buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi atmosfer
yang berbeda 51
18 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan warna (nilai L) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
atmosfer yang berbeda 58
19 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap perubahan warna (nilai a) buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
atmosfer yang berbeda 65
20 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total padatan terlarut buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi pati singkong 4% pada suhu dan komposisi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah-buahan mudah sekali mengalami kerusakan setelah panen, baik kerusakan fisik, mekanis, maupun biologis. Umumnya buah-buahan dikonsumsi dalam keadaan segar dan buah yang terolah minimal semakin populer di pasaran kerena siap saji dan langsung dapat dikonsumsi. Buah yang terolah minimal ini terdedah kepada udara karena kulit buah telah dikupas sehingga laju respirasi dan penurunan mutu buah menjadi meningkat.
Buah naga memiliki nilai khasiat yang tinggi dan sering dijual sebagai buah terolah minimal oleh pedagang buah eceran sehingga banyak upaya yang dilakukan untuk mempertahankan mutunya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan pelapisan edible coating yang dikombinasikan dengan peyimpanan pada kondisi atmosfer termodifikasi dan suhu rendah.
Edible coating adalah lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang boleh dikonsumsi, bersifat permeable terhadap gas-gas tertentu, dan dapat menggantikan fungsi kulit buah yang telah dikupas.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi
edible coating berbasis pati singkong terhadap mutu dan umur simpan buah naga (Hylocereus costaricensis) terolah minimal selama penyimpanan atmosfer termodifikasi.
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Menentukan konsentrasi pati singkong dan suhu penyimpanan terbaik untuk menekan laju respirasi buah naga terolah minimal;
2. Menentukan komposisi atmosfer terbaik pada penyimpanan atmosfer termodifikasi untuk mempertahankan mutu buah naga terolah minimal dengan
coating pati singkong;
3. Menentukan umur simpan terbaik dari buah naga terolah minimal dengan kombinasi coating pati singkong, suhu penyimpanan, dan komposisi atmosfer terbaik.
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
Buah Naga
Tanaman buah naga berasal dari Amerika Utara dan Amerika Tengah. Pada awalnya tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga dan berduri pendek serta memiliki bunga yang indah mirip dengan bunga Wijayakusuma berbentuk corong dan mulai mekar saat senja dan akan mekar sempurna pada malam hari. Karena itulah tanaman ini juga dijuluki night blooming cereus.
Buah naga atau dragon fruit diklasifikasikan sebagai buah eksotik di Indonesia karena harganya cukup mahal dan ketersediaannya masih langka. Prospek buah naga di pasar domestik cukup baik karena penggemarnya semakin meningkat. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin banyaknya buah naga di supermarket atau pasar swalayan di beberapa kota di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut sekarang telah berkembang sentra produksi buah naga di beberapa daerah. Namun, produsen buah naga di Indonesia belum mampu memenuhi permintaan domestik sehingga masih harus melakukan impor. Untuk itu, pengusahaan buah naga memiliki potensi pasar yang cukup baik.
Buah naga merupakan kelompok tumbuhan biji tertutup yang berkeping dua. Spesies dari tanaman buah naga ada empat yaitu Hylocereus undatus (daging putih), Hylocereus polyrhizus ( daging merah), Hylocereus costaricensis (daging merah super) dan Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik). Berdasarkan taksonominya buah naga memiliki kalsifikasi botani sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cactales Famili : Cactaceae Subfamili : Hylocereanea Genus : Hylocereus
Spesies : - Hylocereus undatus
- Hylocereus polyrhizus
- Hylocereus costaricensis
- Selenicereus megalanthus
3 dengan warna hitam dan setiap buah terdapat sekitar 1200-2300 biji (Kristanto 2008).
Buah naga merupakan buah non klimakterik (buah yang bila dipanen mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada tingkat kematangan yang optimum) dan peka mengalami chilling injury. Buah ini sudah dapat dipanen 30 hari setelah berbunga (Zee et al. 2004). Jenis buah naga yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hylocereus costaricensis yang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Buah naga Hylocereus costaricensis
Laju Respirasi Buah-buahan
Menurut Ahmad (2013), respirasi adalah proses dimana karbohidrat, protein, lemak, dan zat gizi lainnya pada produk dirombak menjadi zat-zat yang lebih sederhana melalui pelepasan energi panas. Respirasi merupakan proses perombakan jaringan hidup dan menghasilkan energi, sebagai kebalikan dari proses fotosintesis yang merupakan proses pembentukan suatu zat dan membutuhkan pasokan energi. Respirasi secara umum digambarkan melalui reaksi berikut:
CH2O + O2→ CO2 + H2O + Energi
Dari persamaan di atas jelas terlihat bahwa oksigen diperlukan dan karbondioksida dihasilkan dalam proses respirasi. Energi yang dihasilkan tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh produk, tetapi sebagian besar hilang dalam bentuk panas yang menyebar ke lingkungan.
Respirasi merupakan proses metabolik terpenting setelah panen yang meliputi perombakan substrat organis (Apandi 1984). Proses respirasi dapat diketahui dengan mengukur perubahan kandungan gula, jumlah Adenosin Triphospat (ATP), jumlah O2 yang diserap dan jumlah CO2 yang dihasilkan
(Winarno dan Wirakartakusumah 1981).
Respirasi dibedakan menjadi tiga tingkatan: a) pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana; b) oksidasi gula menjadi asam piruvat, dan c) transformasi piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CO2,
air dan energi (Pantastico 1986).
Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2, yaitu dengan
pengukuran laju penggunaan O2 atau dengan penentuan laju pengeluaran CO2.
4
penurunan kualitas suatu produk pertanian tergantung langsung pada laju respirasinya. Makin tinggi laju respirasi berarti makin cepat metabolisme terjadi dan akibatnya umur simpan produk makin singkat.
Sejumlah faktor internal (sifat dan jenis komoditas) dan faktor eksternal (suhu dan kelembaban udara, komposisi udara) menentukan tinggi rendahnya laju respirasi. Termasuk dalam faktor internal adalah jenis jaringan penyusun komoditas, tahap perkembangan, sifat alami lapisan kulit, dan kekompakan sel. Lebih jauh lagi, adanya kerusakan fisik akan meningkatkan laju respirasi produk hortikultura karena kerusakan lapisan dermal akibat luka fisik dapat melancarkan masuknya oksigen yang berakibat meningkatnya respirasi sehingga meningkatkan laju pembentukan etilen yang selanjutnya memicu proses pematangan dan penuaan (Ahmad 2013).
Laju respirasi meningkat 2-3 kali (atau lebih) setiap kenaikan suhu 10⁰C. Produk dapat memburuk lebih cepat pada suhu tinggi. Tantangan dalam menangani produk segar adalah meminimumkan respirasi tanpa merusak jaringan hidup (Farber et al. 1995). Ahmad (2013) menjelaskan bahwa ketersediaan oksigen juga merupakan faktor yang penting dalam proses respirasi. Penurunan konsentrasi oksigen dalam udara akan menurunkan laju respirasi, demikian pula terjadi sebaliknya. Namun demikian konsentrasi oksigen yang terlalu rendah dapat membawa kerusakan produk akibat reaksi anaerobik, yaitu suatu reaksi metabolisme tanpa kehadiran oksigen.
Pengolahan Minimal
Pengolahan minimal meliputi semua kegiatan sperti mencuci, mensortasi, memotong, membuang kulit, mengiris, mengambil inti, dan sebagainya yang cenderung tidak mempengaruhi kualitas produk dari keadaan segarnya (Shewfelt 1987).
Produk yang terolah minimal lebih mudah mengalami kerusakan dibanding dengan produk utuh (Krochta 1992). Umumnya pengolahan minimal meningkatkan derajat kerusakan pada produk. Hal ini kontras dibandingkan sistem penanganan konvensional yang membuat produk tetap stabil dan meningkatkan ketahanan produk.
Pengolahan minimal akan mempercepat produksi etilen, menyebabkan degradasi membrane lemak, meningkatkan repirasi oksidasi, pencoklatan, dan kehilangan air, sehingga akan memperpendek umur simpan produk (Sutrisno dan Sudiari 1998).
5
Edible Coating
Pada beberapa tahun terakhir ini, perhatian banyak ditujukan pada penggunaan edible coating dan menjadi salah satu pendekatan inovatif untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran (Moldao-Martins et al. 2003).
Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) dan dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan (Krochta 1992).
Edible coating biasanya dibentuk langsung diatas produk yang akan dilapisi, sedangkan edible film merupakan lembaran atau kantong yang dibentuk secara terpisah dari produk (Gennadious dan Walter 1990). Edible coating
biasanya digunakan untuk melapisi produk daging beku, makanan semi-basah, produk konveksionari, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan, dan obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al. 1994).
Komponen yang digunakan untuk pembuatan edible coating terdiri dari tiga kategori yaitu hidrokoloid, lipid, dan kombinasinya (komposit). Hidrokoloid terdiri atas protein, turunan selulosa, alginat, pektin, tepung (starch) dan polisakarida lainnya, sedangkan dari golongan lipid antara lain lilin (waxes), gliserol, dan asam lemak (Donhowe dan Fennema 1994).
Berdasarkan komposisinya hidrokoloid terbagi kepada dua yaitu karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab) dan pati termodifikasi. Pada umumnya edible coating
dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Baldwin et al. 1995). Protein yang dapat digunakan untuk membuat edible coating antara lain adalah gelatin, kasein, protein kedelai, protein whey, gluten whey, dan zein (Donhowe dan Fennema 1994).
Metode pengaplikasian edible coating pada buah-buahan dan sayuran antara lain pencelupan (dip application), pembuihan (foam application), penyemprotan (spray application), penetesan (drip application), dan penetesan terkendali (controlled drip application). Pemilihan metode aplikasi tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk, dan hasil yang diinginkan (Grant dan Burns 1994).
Keuntungan produk yang dikemas dengan edible coating antara lain (a) menurunkan aktivitas air pada permukaan bahan, sehingga kerusakan oleh mikroorganisme dapat dihindari karena terlindung oleh edible coating, (b) memperbaiki struktur permukaan bahan, sehingga permukaan menjadi mengkilat, (c) mengurangi terjadinya dehidrasi, sehingga susut bobot dapat dicegah, (d) mengurangi kontak oksigen dengan bahan, sehingga oksidasi atau ketengikan dapat dihambat, (e) sifat asli produk seperti flavor tidak mengalami perubahan, dan (f) memperbaiki penampilan produk (Santoso et al. 2004).
6
membentuk larutan yang kental. Larutan glukomanan dapat membentuk lapisan tipis yang tembus pandang sehingga dijadikan bahan baku dalam pembuatan
edible coating. Hasil penelitiannya menunjukkan edible coating dengan konsentrasi glukomanan 0.55% pada suhu penyimpanan 5⁰C dan komposisi atmosfer dalam kemasan adalah 2-4% O2 dan 7-9% CO2 menghasilkan laju
respirasi terendah yaitu 15.94 mlCO2/kg.jam dan 18.78 mlO2/kg.jam.
Edible Coating Berbasis Pati Singkong
Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeable yang selektif terhadap pertukaran gas karbondioksida dan oksigen. Sifat inilah yang dapat memperpanjang umur simpan karena respirasi buah dan sayuran menjadi berkurang. Selain itu polisakarida menghasilkan film dengan sifat mekanik yang baik. Pati singkong dan pati sagu merupakan contoh polisakarida. Oleh karena itu pati singkong dan pati sagu mempunyai potensi dalam teknologi edible coating (Budiman 2011).
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 1981). Struktur amilosa merupakan struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa. Amilopektin terdiri dari struktur bercabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan titik percabangan amilopektin merupakan ikatan α-(1,6). Berat molekul amilosa dari beberapa ribu hingga 500,000 begitu pula dengan amilopektin (Lehninger 1982).
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kemungkinan untuk terjadi retrogradasi adalah kecil (Friedman 1950 dalam Chan 1983). Pati singkong relatif mudah didapat dan harganya murah.
Miskiyah et al. (2011) menggunakan edible coating dengan bahan baku pati sagu dan penambahan vitamin C pada paprika merah yang disimpan di dalam wadah styrofoam dan ditutup plastic wrap. Hasil penelitian ini menunjukkan paprika yang dilapisi edible coating dengan penambahan vitamin C memiliki tingkat pertumbuhan mikroba yang lebih rendah dibanding paprika yang dilapisi
edible coating tanpa vitamin C dan paprika yang tidak diberi perlakuan coating
(kontrol) memiliki tingkat pertumbuhan mikroba paling tinggi. Perlakuan coating
dan penambahan vitamin C tersebut dapat memperpanjang umur simpan paprika sampai dengan 7 hari.
7
Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi
Atmosfer termodifikasi merupakan pemindahan atau penambahan gas-gas akhir dalam komposisi atmosfer disekitar komoditas, gas tersebut berbeda dari komposisi udara (78% N2, 20.95% O2, dan 0.03% CO2). Umumnya meliputi
penurunan oksigen dan peningkatan konsentrasi karbondioksida. Penggunaan atmosfer termodifikasi harus mempertimbangkan suhu yang tepat dan pengaturan kelembaban (Singh dan Taub 1997).
Peningkatan CO2 dalam ruang penyimpanan akan menghambat proses
pematangan. Hal ini terjadi karena kelebihan CO2 dapat menggantikan etilen
dalam ikatan kompleks metalo-enzim, sehingga etilen menjadi tidak aktif (Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Batas toleransi konsentrasi kenaikan CO2
atau penurunan O2 bervariasi tergantung dari jenis komoditas. Jangkauan
konsentrasi minimum O2 dan maksimum CO2 masing-masing antara 0.5-5.0% dan
2-15% (Kader 1992).
Dalam penerapannya ada dua cara penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi yaitu cara aktif dan pasif. Pada penyimpanan dengan atmosfer termodifikasi cara pasif, kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 didapat melalui
perembesan udara ke dalam dan ke luar ruang kemasan. Untuk mendapatkan dan mempertahankan komposisi udara yang sesuai dalam kemasan maka digunakan film pengemas dengan laju yang sesuai dengan konsumsi O2 dari komoditas yang
disimpan. Sedangkan pada penyimpanan atmosfer termodifikasi cara aktif, kesetimbangan antara gas CO2 dan O2 diatur pada awal pengemasan dengan
komposisi yang sesuai dengan komoditas yang akan disimpan. Bahan pengemasan pada cara ini adalah pengemas yang impermeabel terhadap perembesan gas, dan tidak dilakukan kontrol terhadap komposisi gas selama penyimpanan (Maryanti 2007).
Teknik penyimpanan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan penyimpanan pada suhu rendah dapat memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Suhu, kelembaban udara (RH), dan komposisi atmosfer udara penyimpanan dapat dimanipulasi untuk menekan laju respirasi dan pada akhirnya dapat meminimalkan kerusakan produk selama penyimpanan (Pantastico 1986).
8
METODOLOGI
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah hot plate, timbangan analitik, termometer, mesin pendingin (refrigerator), gas analyzer, rheometer,
chromameter, flowmeter, refraktometer, dan alat-alat laboratorium seperti gelas piala, gelas ukur, Erlenmeyer, magneticstirrer, dan pipet.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah naga (Hylocereus costaricensis) berdaging merah segar dari perkebunan buah naga milik PT. Dragon Thang di Desa Purasari, Kecamatan Leuwiliang yang dipanen pada bulan Februari (penelitian tahap 1) dan bulan Juni (penelitian tahap 2); pati singkong;
carboxymethylcellulose (CMC); gliserol; potassium sorbat; dan asam lemak stearat.
Waktu dan Tempat Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Januari 2015-Juni 2015.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap yaitu tahap 1 dan tahap 2. Pada tahap 1 dilakukan penentuan laju respirasi buah naga terolah minimal, sementara pada tahap 2 dilakukan penentuan komposisi atmosfer dalam wadah penyimpanan atmosfer termodifikasi.
Pembuatan Larutan Edible Coating
Penelitian diawali dengan proses pembuatan larutan edible coating dengan bahan baku pati singkong. Edible Coating dibuat berdasarkan metode Budiman (2011). Diagram berikut menunjukkan tahapan pembuatan edible coating.
Gambar 2 Diagram alir pembuatan larutan edible coating
9
Pengolahan Minimal Buah Naga
Buah naga diolah secara minimal dengan membersihkan dan mencuci buah naga dari kotoran, kemudian mengupas kulit buah dan memotong daging buah menjadi dua bagian. Setiap bagian tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa potongan kecil dengan ketebalan 3 cm. Proses pengolahan minimal ini dilakukan secara steril dengan merendam atau menyeka setiap peralatan yang digunakan dengan alkohol, dan memakai perlengkapan seperti jas laboratorium, topi, masker, dan sarung tangan. Adalah sulit untuk memastikan ruang kerja yang steril sepenuhnya tanpa adanya lemari laminar yang berfungsi khusus untuk tujuan tersebut, oleh itu ruang kerja diupayakan menjadi bersih dari kontaminasi dengan menyemprot alkohol pada permukaan meja dan juga semua perlengkapan yang digunakan.
Gambar 3 Buah naga setelah dibersihkan dan dicuci
Pelapisan Buah Naga Terolah Minimal
Proses pelapisan buah naga dengan edible coating berbasis pati singkong dilakukan sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yaitu sebagai berikut:
1. Mengkondisikan ruang kerja menjadi kering dan bersih. 2. Membersihkan peralatan kerja yang digunakan.
3. Memakai perlengkapan perlindungan seperti jas laboratorium, topi, masker, dan sarung tangan.
4. Buah naga dibersihkan dari kotoran dan dicuci sehingga bersih. 5. Buah naga dipotong menjadi potongan kecil dengan ketebalan 3 cm. 6. Buah naga yang terolah minimal kemudian dicelupkan ke dalam larutan
edible coating selama 30 detik dan kemudian ditiriskan selama 10 detik. 7. Mengeringkan buah naga di atas tray berlubang pada suhu ruang selama 10
menit.
8. Menyimpan buah naga yang telah dilapisi dengan edible coating di dalam stoples dan disimpan di ruang pendingin.
10
Gambar 4 Ilustrasi potongan buah naga
Gambar 5 Irisan buah naga yang telah dilapisi edible coating dikeringkan
Penyimpanan Buah Naga Terolah Minimal
Buah naga yang terolah minimal disimpan di dalam stoples setelah dilapisi dengan edible coating. Stoples yang digunaan terlebih dahulu telah dicuci dan dibersihkan kemudian diseka dengan alkohol untuk mensterilisasikan stoples dari bakteri dan cendawan.
Gambar 6 Ilustrasi penyimpanan buah naga Potongan buah naga
Lapisan edible coating
3 cm
Lapisan edible coating
Potongan buah naga
11
(a) (b)
Gambar 7 Penyimpanan buah naga di dalam stoples (a) selang dan tutup stoples ditutup rapat menggunakan penjepit dan lilin malam (b)
Penentuan Konsentrasi Pati Singkong Sebagai Coating Berdasarkan Laju Respirasi Dalam Penyimpanan Dingin
Pada tahap 1, buah naga yang terolah minimal diberi perlakuan pelapisan
edible coating dengan tiga konsentrasi pati singkong yang berbeda yaitu 2%, 3% dan 4%. Buah naga tersebut dengan masing-masing konsentrasi pati singkong kemudian dimasukkan ke dalam stoples dan disimpan pada tiga suhu yang berbeda yaitu 5⁰C, 10⁰C dan suhu ruang.
Penutup stoples dilengkapi dengan dua lubang yang disambung dengan selang plastik untuk tujuan pengukuran komposisi O2 dan CO2. Selang plastik
dapat ditekuk dan ditutup rapat untuk menghindari kebocoran gas.
Pengambilan data dilakukan setiap enam jam sekali selama 24 jam pada hari pertama, setiap 12 jam sekali pada hari kedua, dan setelah itu pengukuran dilakukan setiap 24 jam sekali sehingga buah naga mengalami kerusakan. Pengukuran dihentikan jika buah naga yang disimpan telah mengalami kerusakan berupa perubahan warna yang sangat jelas, kekerasan permukaan buah menjadi lunak, mengeluarkan bau yang tidak diinginkan, atau terlihatnya pertumbuhan mikroba atau cendawan pada buah naga.
Laju konsumsi O2 dan produksi CO2 merupakan komponen laju respirasi
yang masing-masing dipengaruhi oleh besarnya penurunan konsentrasi dari O2
dan peningkatan konsentrasi CO2 di dalam stoples. Pada tahap ini tidak dilakukan
pengukuran mutu fisik, uji organoleptik, dan analisis statistik.
12
Tabel 1 Kombinasi perlakuan pada penentuan laju respirasi buah naga terolah minimal
Perlakuan
Suhu penyimpanan
(5°C)
Konsentrasi pati singkong (%)
C1T1 5 2
C2T1 5 3
C3T1 5 4
C1T2 10 2
C2T2 10 3
C3T2 10 4
C1T3 Suhu ruang 2
C2T3 Suhu ruang 3
C3T3 Suhu ruang 4
Data yang diperoleh pada tahap ini berupa perubahan konsentrasi gas O2 dan
CO2 yang diukur pada suhu 5⁰C, 10⁰C dan suhu ruang. Laju respirasi diukur
berdasarkan persamaan yang dikembangkan oleh Mannapperuma dan Singh (1989) sebagai berikut:
R =
dimana
R = laju respirasi (ml/kg.jam)
V = volume udara bebas di dalam wadah (ml) W = berat sampel (kg)
= perubahan konsentrasi gas terhadap waktu (%/jam)
13
Gambar 9 Diagram alir penelitian tahap 1 Pembuatan larutan edible
coating dengan konsentrasi pati singkong 2%, 3%, dan 4%
Pengolahan minimal buah naga
Pelapisan dengan edible coating
Edible coating dengan konsentrasi pati
singkong 2%
Penyimpanan pada suhu 5⁰C, 10⁰C, dan
suhu ruang
Pengukuran konsentrasi O2
dan CO2
-Pengukuran konsentrasi O2
dan CO2 dilakukan setiap
enam jam sekali selama 24 jam pertama, setiap 12 jam sekali pada hari kedua, dan setelah itu pengukuran dikakukan setiap 24 jam
Edible coating dengan konsentrasi pati
singkong 3%
14
Penentuan Komposisi O2 dan CO2 Dalam Wadah Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi
Pada tahap 2 penelitian, penentuan komposisi O2 dan CO2 yang terbaik di
dalam kemasan atmosfer termodifikasi didasarkan pada laju respirasi terendah buah naga yang diperoleh pada tahap 1. Pada tahap ini, penelitian dilakukan pada suhu penyimpanan dan konsentrasi pati singkong yang memiliki laju respirasi terendah pada tahap sebelumnya. Suhu ruang juga digunakan sebagai suhu penyimpanan untuk dijadikan pembanding pada suhu terbaik tahap 1. Pengaturan atmosfer di dalam stoples dilakukan dengan mengatur debit gas O2, CO2, dan N2
menggunakan flowmeter. Ada tiga perlakuan komposisi atmosfer yang dilakukan yaitu:
1. Komposisi 1 : 2-4% O2 dan 7-9% CO2
2. Komposisi 2 : 7-9% O2 dan 12-14% CO2
3. Komposisi 3 : 21% O2 dan 0.03% CO2 sebagai kontrol
Pengaturan komposisi atmosfer di dalam stoples dilakukan pada awal penembakan gas dengan memasukkan gas-gas O2, CO2, dan N2. Pengaturan ulang
komposisi atmosfer di dalam stoples dilakukan setiap hari selama masa pengamatan yaitu selepas pengamatan dilakukan.
Pengamatan dilakukan setiap hari meliputi susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut, dan uji organoleptik. Pengamatan dihentikan jika buah naga yang disimpan telah mengalami kerusakan berupa perubahan warna yang sangat jelas, kekerasan permukaan buah menjadi lunak, mengeluarkan bau yang tidak diinginkan, atau terlihatnya pertumbuhan mikroba atau cendawan pada buah naga. Secara keseluruhan ada 6 kombinasi perlakuan dengan tiga kali pengulangan untuk masing-masing kombinasi. Tabel 2 menunjukkan kombinasi perlakuan yang dilakukan pada tahap 2.
Tabel 2 Kombinasi perlakuan pada penentuan komposisi O2 dan CO2 dalam
wadah penyimpanan atmosfer termodifikasi buah naga terolah minimal
15
Gambar 10 Buah naga yang disimpan di dalam stoples dengan komposisi atmosfer yang berbeda
Pengamatan
Pada penelitian tahap 2 pengamatan dilakukan terhadap susut bobot, perubahan kekerasan, dan perubahan warna pada buah naga.
1. Susut Bobot
Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan berat buah naga sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:
Susut bobot (%) = 100% dimana
W = bobot buah naga pada awal penyimpanan Wa = bobot buah naga pada akhir penyimpanan 2. Perubahan Kekerasan
Kekerasan diukur dengan menggunakan Rheometer tipe CR 300 DX. Uji kekerasan dilakukan bagi setiap sampel dengan kecepatan tekanan 10 mm/menit, beban maksimum 2 kg, dan kedalaman tusukan 10 mm. Kekerasan diukur pada tiga bagian berbeda yaitu pada bagian pangkal, tengah, dan ujung dengan 2 kali pengulangan.
3. Perubahan Warna
Perubahan warna dapat diketahui dengan cara mengukur intensitas warna buah naga menggunakan chromameter Minolta tipe CR-200. Data warna dinyatakan dengan nilai L dan a. Nilai L menunjukkan kecerahan, bernilai 0 untuk warna hitam dan bernilai 100 untuk warna putih. Nilai L yang semakin besar menunjukkan buah semakin rusak kerana warnanya semakin pucat. Nilai a positif untuk warna merah (0 hingga 100) dan nilai a negatif untuk warna hijau (0 hingga -80). Semakin besar nilai a menunjukkan buah semakin rusak.
4. Total Padatan Terlarut
16
5. Uji Organoleptik
Uji organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis yang tidak terlatih yang meliputi warna, aroma, kekerasan, rasa, dan penilaian secara keseluruhan. Panelis akan memberikan nilai mengikut tingkat kesukaan/ketidaksukaan.
Tingkat ini disebut hedonik seperti sangat suka, suka, netral, tidak suka, dan sangat tidak suka. Setiap tingkat diberi skor dari 1 (sangat tidak suka) hingga 5 (sangat suka). Dengan adanya skor ini maka secara tidak langsung memperlihatkan adanya perbedaan pada setiap sampel yang diuji.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap 2 adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor (RAL faktorial) dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah komposisi atmosfer penyimpanan (1) 2-4% O2
dan 7-9% CO2, (2) 7-9% O2 dan 12-14% CO2, (3) 21% O2 dan 0.03% CO2 serta
perlakuan suhu yaitu suhu terbaik (ditentukan pada tahap 1) dan suhu ruang sebagai pembanding.
G = Komposisi atmosfer G1 = Komposisi 1 G2 = Komposisi 2 G3 = Komposisi 3 T = Suhu penyimpanan T1 = Suhu terbaik T2 = Suhu ruang
Model umum dari rancangan percobaan ini adalah: Yijk = µ + Gi + Tj + (GT)ij+ Єijk
Keterangan:
Yijk = pengamatan pada perlakuan G ke-i dan T ke-j
µ = nilai rata-rata harapan Gi = perlakuan G ke-i
Tj = perlakuan T ke-j
(GT)ij = interaksi G ke-i dan T ke-j
Єijk =pengaruh galat percobaan dari perlakuan G ke-i, T ke-j, ulangan ke- k
Dengan i = 1, 2, 3 (komposisi gas); j = 1, 2 (suhu penyimpanan); k = 1, 2, 3 (ulangan)
Data pengamatan dianalisis dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test
17
Gambar 11 Diagram alir penelitian tahap 2 Pengamatan
-Pengamatan dilakukan terhadap susut bobot, perubahan kekerasan, perubahan warna, total padatan terlarut, dan uji organoleptik
-Pengamatan dilakukan pada setiap hari sehingga buah naga mengalami kerusakan.
-Pengaturan ulang komposisi atmosfer di dalam stoples dilakukan setiap hari selama masa pengamatan yaitu selepas pengamatan dilakukan.
Pengolahan data dan validasi hasil.
Pembuatan larutan edible coating dengan konsentrasi
pati singkong terbaik
Pengolahan minimal buah naga
Pelapisan edible coating
suhu terbaik, dan suhu ruang (sebagai
suhu terbaik, dan suhu ruang (sebagai
suhu terbaik, dan suhu ruang (sebagai
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Konsentrasi Pati Singkong dan Suhu Penyimpanan Terbaik
Pada penelitian tahap 1 untuk menentukan laju respirasi, buah naga yang disimpan telah diberikan dua perlakuan secara kombinasi yaitu perlakuan pelapisan edible coating dan perlakuan suhu. Tujuan dari penelitian tahap 1 ini adalah untuk mengetahui kombinasi konsentrasi pati singkong dan suhu penyimpanan yang paling baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Indikasinya adalah kombinasi yang paling baik akan memiliki laju respirasi yang paling rendah.
Pada perlakuan pelapisan edible coating ada tiga konsentrasi pati singkong yang berbeda yaitu 2%, 3%, dan 4% sementara pada perlakuan suhu ada tiga suhu penyimpanan yang berbeda yaitu suhu 5°C, suhu 10°C, dan suhu ruang. Secara keseluruhan ada 9 kombinasi perlakuan yang diuji dan 3 kali pengulangan untuk setiap kombinasi sehingga total sampel yang digunakan adalah sebanyak 27 sampel. Pengukuran laju respirasi dilakukan sehingga masing-masing sampel mengalami kerusakan.
Perubahan laju konsumsi O2 dan laju produksi CO2 untuk semua kombinasi
perlakuan disajikan dengan grafik dalam Gambar 12-17.
Gambar 12 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C
0.00
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T1
C2T1
19
Gambar 13 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 5°C
Gambar 14 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C
0.00
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T1
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T2
C2T2
20
Gambar 15 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu 10°C
Gambar 16 Laju konsumsi O2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang
0.00
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T2
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T3
C2T3
21
Gambar 17 Laju produksi CO2 buah naga dengan konsentrasi pati singkong
berbeda pada penyimpanan suhu ruang
Pada penyimpanan suhu 5°C, sampel dengan perlakuan C3T1 memiliki umur simpan paling lama yaitu 312 jam (13 hari) diikuti oleh C2T1 yaitu 288 jam (12 hari) dan C1T1 yaitu 264 jam (11 hari). Sesuai dengan umur simpan sampel yang paling lama, C3T1 turut memiliki laju respirasi rata-rata yang paling rendah yaitu 5.79 ml O2 /kg.jam dan 28.95 ml CO2 /kg.jam. C2T1 dan C1T1
masing-masing memiliki laju respirasi rata-rata 9.41 ml O2 /kg.jam dan 40.13 ml CO2
/kg.jam serta 10.29 ml O2 /kg.jam dan 34.20 ml CO2 /kg.jam.
Pada penyimpanan suhu 10°C, sampel dengan perlakuan C1T2, C2T2, dan C3T2 masing-masing memiliki umur simpan dan laju respirasi rata-rata 192 jam (8 hari), 31.38 ml O2 /kg.jam dan 46.74 ml CO2 /kg.jam; 240 jam (10 hari) 18.16
ml O2 /kg.jam dan 34.78 ml CO2 /kg.jam; 264 jam (11 hari) 20.75 ml O2 /kg.jam
dan 32.42 ml CO2 /kg.jam.
Pada penyimpanan suhu ruang, sampel dengan perlakuan C1T3, C2T3 dan C3T3 masing-masing memiliki umur simpan dan laju respirasi rata-rata 96 jam (4 hari), 139.23 ml O2 /kg.jam dan 147.55 ml CO2 /kg.jam; 72 jam (3 hari), 81.11 ml
Lama Penyimpanan (jam ke-)
C1T3
C2T3
22
Tabel 3 Laju respirasi rata-rata buah naga dengan kombinasi konsentrasi pati singkong dan suhu penyimpanan yang berbeda
Perlakuan Suhu
Secara keseluruhan, sampel C3T1 dengan kombinasi konsentrasi pati singkong 4% dan suhu penyimpanan 5°C memiliki umur simpan yang paling lama dan laju respirasi yang paling rendah. Hasil pengukuran ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ahmad (2013) bahwa laju penurunan kualitas suatu produk pertanian tergantung langsung pada laju respirasinya. Makin tinggi laju respirasi berarti makin cepat metabolisme terjadi dan akibatnya umur simpan produk makin singkat dan begitu juga sebaliknya. Oleh itu, konsentrasi pati singkong 4% dan suhu penyimpanan 5°C digunakan sebagai parameter untuk pengukuran mutu fisik pada tahap selanjutnya.
Perubahan Mutu Fisik Buah Naga Terolah Minimal
Pengukuran mutu fisik suatu produk pertanian adalah sangat penting dalam menentukan kualitas dari produk tersebut secara objektif. Parameter mutu fisik yang diukur dalam tahap 2 penelitian ini adalah susut bobot, perubahan kekerasan, perubahan warna, total padatan terlarut, dan uji organoleptik yang meliputi aroma, warna, rasa, dan kekerasan.
Susut Bobot
Susut bobot secara umum terjadi karena hilangnya air akibat penguapan baik melalui respirasi maupun transpirasi. Pengolahan minimal yang dilakukan terhadap buah naga mempercepat proses terjadinya kehilangan air atau dapat juga dikatakan mempercepat penyusutan bobot buah dikarenakan kulit buah yang telah dikupas. Penggunaan edible coating secara tidak langsung meggantikan fungsi kulit buah yang telah dibuang dan memperkecil laju kehilangan air dari buah.
23 maka kondisi atmosfer 7-9% O2 dan 12-14% CO2 pada suhu penyimpanan 5°C
merupakan kondisi penyimpanan terbaik. Gambar 18 menyajikan data susut bobot pada masing-masing kondisi penyimpanan.
Gambar 18 Susut bobot buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Perubahan Kekerasan
Kekerasan adalah antara parameter yang diukur untuk mengetahui tingkat kerusakan pada buah naga terolah minimal. Semakin kecil nilai tekan dari buah naga maka kerusakannya semakin tinggi. Berdasarkan grafik hasil pengamatan terhadap perubahan kekerasan, semua sampel cenderung mengalami penurunan nilai kekerasan sampai hari terakhir penyimpanan.
Sampel dengan perlakuan G3T2 hanya mampu bertahan selama 2 hari dengan nilai kekerasan terakhir sebesar 0.0933 kg/mm2. Sampel dengan perlakuan G1T2 dan G2T2 masing-masing mampu bertahan selama 3 hari dengan nilai kekerasan terakhir sebesar 0.0767 kg/mm2 dan 0.0867 kg/mm2. Pada pengukuran kekerasan hari ke-8, sampel dengan perlakuan G2T1 memiliki kekerasan yang paling tinggi yaitu 0.0867 kg/mm2 dibanding sampel G1T1 dan G3T1 pada hari yang sama yaitu 0.0800 kg/mm2 dan 0.0733 kg/mm2. Pada pengukuran hari ke-11, sampel G1T1 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dari sampel G2T1.
Berdasarkan pengukuran kekerasan, kondisi penyimpanan terbaik adalah kondisi penyimpanan dengan komposisi atmosfer 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2)
pada suhu 5°C.
Analisis sidik ragam (Lampiran 16) memperlihatkan pola yang berbeda terhadap perubahan kekerasan selama waktu penyimpanan. Selama penyimpanan dari hari ke-0 sampai hari ke-3, faktor suhu penyimpanan memperlihatkan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05 namun nilai tersebut berubah menjadi lebih kecil dari 0.05 pada hari ke-4 penyimpanan dan seterusnya. Hal ini menjelaskan bahwa respon kekerasan buah naga terhadap perlakuan suhu mulai terlihat jelas pada hari ke-4 penyimpanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor suhu penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan buah naga
24
pada hari ke-4 hingga hari ke-8 sedangkan komposisi atmosfer tidak berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah naga selama penyimpanan. Gambar 19 menunjukkan perubahan kekerasan sampel pada masing-masing kondisi penyimpanan.
Gambar 19 Perubahan kekerasan buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Perubahan Warna
Warna merupakan salah satu parameter dari kualitas produk pertanian yang langsung terlihat secara visual sehingga dapat dikatakan bahwa parameter ini adalah antara parameter yang paling awal digunakan oleh konsumen untuk menilai kualitas suatu produk pertanian. Jika penampakan visual suatu produk sudah terlihat tidak bagus, maka konsumen akan segan untuk melihat parameter lain seperti aroma, rasa, dan lain-lain.
Penilaian terhadap warna suatu produk yang sama adalah berbeda bagi setiap orang sehingga ianya bersifat subjektif. Setiap orang akan memiliki pendapat masing-masing sehingga dibutuhkan satu cara untuk menilai parameter ini secara objektif. Penilaian warna secara objektif dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen seperti alat chromameter.
Gambar 20 dan 21 menunjukkan perubahan warna yang terjadi pada semua sampel yang diukur dengan menggunakan chromameter.
25
Gambar 20 Perubahan warna (nilai L) buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Nilai L dalam chromameter menyatakan tingkat kecerahan suatu bahan, dimana cahaya pantul menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam.. Parameter L mempunyai nilai 0 (hitam) sampai 100 (putih). Berdasarkan Gambar 17 dapat dilihat bahwa nilai warna L pada semua sampel adalah sangat fluktuatif namun masih memiliki nilai warna berkisar diantara 34 hingga 38.
Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa buah naga yang disimpan mulai memberi respon terhadap faktor perlakuan suhu penyimpanan dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0.05 pada hari ke-4 penyimpanan sedangkan nilai signifikansi faktor komposisi atmosfer tetap lebih besar dari 0.05 dari awal penyimpanan hingga akhir penyimpanan. Analisis menunjukkan bahwa suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan warna sedangkan komposisi atmosfer tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis sidik ragam perubahan nilai warna L dapat dilihat pada Lampiran 17.
26
Gambar 21 Perubahan warna (nilai a) buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Nilai a dalam chromameter menyatakan tingkat kehijauan, dimana nilai positif (+) menyatakan warna merah dan negatif (-) menyatakan warna hijau. Grafik pada Gambar 18 menunjukkan semua sampel memiliki nilai warna merah (positif) yang sangat fluktuatif. Hasil analisis sidik ragam terhadap perubahan warna a menunjukkan pola yang sama dengan analisis sidik ragam pada perubahan warna L.
Total Padatan Terlarut
Total padatan terlarut menunjukkan kadar gula yang terkandung pada buah. Semakin tinggi nilai total padatan terlarut maka semakin besar pula kadar kemanisan buah. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menyebabkan penghambatan banyaknya zat yang terlarut pada buah. Kenaikan total gula selama penyimpanan disebabkan karena masih tersedianya zat pati yang dapat dirombak menjadi gula. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), peningkatan total padatan terlarut disebabkan terjadinya akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati sedangkan penurunan total padatan terlarut terjadi karena sebahagian gula digunakan untuk proses respirasi. Penjelasan tersebut sesuai dengan hasil pengukuran total padatan terlarut masing-masing sampel yang fluktuatif. Grafik perubahan nilai total padatan terlarut dapat dilihat pada Gambar 22.
27
Gambar 22 Total padatan terlarut buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Pada pengukuran hari ke-11, sampel dengan perlakuan G1T1 memiliki total padatan terlarut yang lebih tinggi dibanding G2T1 yaitu 13.2 °Brix berbanding 12.9 °Brix. Berdasarkan hasil keseluruhan pengukuran total padatan terlarut, buah naga dengan perlakuan G1T1 cenderung memiliki nilai yang relatif seragam.
Hasil analisis sidik ragam pada Lampiran 19 menunjukkan bahwa respon terhadap perlakuan suhu mulai terlihat pada hari ke-4 penyimpanan dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 5%. Faktor perlakuan komposisi atmosfer pula tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap total padatan terlarut buah naga selama penyimpanan.
Uji Organoleptik
Penampakan buah secara visual merupakan faktor utama dalam pengambilan keputusan oleh konsumen dalam membeli suatu produk. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen terhadap mutu buah naga terolah minimal yang dilapisi edible coating berbasis pati singkong dengan konsentrasi pati singkong 4% dan disimpan pada komposisi atmosfer dan suhu penyimpanan yang berbeda. Uji organoleptik dilakukan oleh 25 orang panelis tidak terlatih yang meliputi aroma, warna, rasa dan kekerasan dengan skala numerik 1 hingga 5 dan batas penerimaan pada nilai 3. Nilai skor awal pada hari ke-0 dikoreksi ke nilai maksimal (5) untuk memperkecil nilai error dari penilaian subjektif semua panelis. Uji organoleptik dilakukan hanya sampai hari ke-5 penyimpanan dan dihentikan pada hari-hari seterusnya.
1. Uji Organoleptik Terhadap Aroma
Hasil penilaian panelis terhadap aroma buah naga terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 23.
28
Gambar 23 Penilaian panelis terhadap aroma buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa aroma buah naga dengan perlakuan G1T1 masih diterima oleh panelis sampai hari ke-5 penyimpanan sedangkan aroma buah naga dengan perlakuan G2T1 dan G3T1 hanya diterima oleh panelis sampai hari ke-4 penyimpanan. Aroma buah naga yang disimpan dengan perlakuan G1T2 dan G2T2 masih diterima oleh panelis pada hari penyimpanan ke-3 sebelum mengalami kerusakan. Pada hari ke-4 penyimpanan, nilai uji organoleptik G2T1 memiliki nilai terbesar pada skala yaitu 3.64 dibanding G1T1 dan G3T1 dengan nilai skor masing-masing 3.42 dan 3.44 namun ditolak oleh panelis pada hari ke-5 dengan skor dibawah batas penerimaan. Berdasarkan penerimaan panelis terhadap aroma buah, maka kombinasi komposisi atmosfer 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) dan suhu penyimpanan 5°C adalah kondisi
penyimpanan terbaik.
2. Uji Organoleptik Terhadap Warna
Hasil penilaian panelis terhadap warna buah naga terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 24. Dari grafik dapat dilihat bahwa warna buah naga dengan perlakuan G1T1 dan G3T1 masih diterima oleh panelis sampai hari ke-5 penyimpanan dengan skor tertinggi pada G1T1 sebesar 3.11. Warna buah naga dengan perlakuan G2T1 pada suhu yang sama hanya diterima oleh panelis sampai hari ke-4 penyimpanan. Warna buah naga yang disimpan dengan perlakuan G1T2 dan G2T2 masih diterima oleh panelis pada hari ke-3 penyimpanan sebelum mengalami kerusakan. Berdasarkan penerimaan panelis terhadap warna buah naga, komposisi atmosfer 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) pada suhu penyimpanan 5°C
merupakan kondisi penyimpanan terbaik untuk buah naga terolah minimal.
29
Gambar 24 Penilaian panelis terhadap warna buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
3. Uji Organoleptik Terhadap Rasa
Berdasarkan penilaian panelis, rasa buah naga terolah minimal yang disimpan dengan perlakuan G1T1 masih diterima panelis sampai hari ke-5 penyimpanan dengan skor penerimaan sebesar 3.38. dan G2T1 masih dapat diterima sampai hari ke-4 penyimpanan. Rasa buah naga yang disimpan dengan perlakuan G2T1 dan G3T1 diterima panelis hanya sampai hari ke-4 penyimpanan. Rasa buah naga yang disimpan dengan perlakuan G2T2 pada suhu ruang masih diterima panelis sampai hari ke-3 penyimpanan sebelum mengalami kerusakan. Berdasarkan penilaian panelis terhadap rasa buah naga, komposisi atmosfer 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) pada suhu penyimpanan 5°C adalah kondisi penyimpanan
terbaik.
Hasil penilaian panelis terhadap rasa buah naga terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 25.
30
Gambar 25 Penilaian panelis terhadap rasa buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
4. Uji Organoleptik Terhadap Kekerasan
Hasil penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Penilaian panelis terhadap kekerasan buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Berdasarkan penilaian panelis pada grafik dalam Gambar 26, kekerasan buah naga pada semua komposisi atmosfer dengan suhu penyimpanan 5°C masih dapat diterima sampai hari ke-4 penyimpanan. Pada hari ke-5 penyimpanan, buah naga yang disimpan dengan perlakuan G1T1 mendapat skor tertinggi yaitu 3.64 sedangkan G2T1 dan G3T1 mendapat skor dibawah batas penerimaan.
31
5. Uji Organoleptik Keseluruhan
Hasil penilaian panelis terhadap uji organoleptik keseluruhan buah naga terolah minimal dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27 Penilaian panelis secara keseluruhan terhadap buah naga pada masing-masing kondisi penyimpanan
Berdasarkan penilaian panelis secara keseluruhan, buah naga yang disimpan dengan perlakuan G3T2 dapat diterima sampai hari ke-2 penyimpanan sebelum sampel rusak. Buah naga yang disimpan dengan perlakuan G1T2 dan G2T2 dapat diterima panelis sampai hari ke-3 penyimpanan sebelum kedua sampel rusak. Buah naga yang disimpan dengan perlakuan G2T1 dan G3T1 masih dapat diterima panelis sampai hari ke-4 penyimpanan dan kemudian berada dibawah batas penerimaan panelis pada hari seterusnya. Buah naga yang disimpan dengan perlakuan G1T1 diterima oleh panelis paling lama yaitu sampai hari ke-5 penyimpanan.
Hasil uji organoleptik secara keseluruhan menunjukkan bahwa komposisi atmosfer 1 (2-4% O2 dan 7-9% CO2) pada suhu 5°C merupakan kondisi
penyimpanan terbaik untuk buah naga yang dilapisi edible coating dengan konsentrasi pati singkong 4%.
Penentuan Umur Simpan Berdasarkan Parameter Mutu Kritis
Berdasarkan penelitian tahap 2, perlakuan G1T1 memberikan hasil yang paling baik dalam mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan buah naga terolah minimal. Oleh itu, penentuan umur simpan didasarkan pada data yang diperoleh untuk perlakuan G1T1.
Dengan menggunakan analisis regresi linier, laju perubahan mutu pada semua parameter perlakuan G1T1 diplotkan terhadap waktu untuk mendapatkan persamaan regresi masing-masing parameter. Dari tiap-tiap persamaan regresi akan didapatkan slope dan parameter dengan nilai slope yang paling besar merupakan parameter mutu kritis.
32
Tabel 4 Persamaan regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1 Parameter Persamaan Regresi Linier
Kekerasan y = 4.01x + 23.22
Total Padatan Terlarut (TPT) y = -0.34x - 4.63 Perubahan Warna (L) y = 0.18x - 0.10 Perubahan Warna (a) y = 1.92x + 20.85
Gambar 28 Grafik regresi masing-masing parameter untuk perlakuan G1T1 Berdasarkan grafik pada Gambar 28, persamaan regresi laju perubahan kekerasan memiliki slope yang paling tinggi. Oleh itu perubahan kekerasan merupakan parameter mutu kritis dari buah naga terolah minimal. Dari hasil uji organoleptik terhadap kekerasan, diketahui bahwa G1T1 diterima oleh panelis sampai hari ke-5 penyimpanan maka apabila ditarik garis lurus ke sumbu y pada saat t = 5 dalam grafik pada Gambar 19 akan diperoleh nilai y = 0.0733. Umur simpan dapat ditentukan dengan memasukkan nilai y ke dalam persamaan regresi y = 4.01x + 23.22.
33 atmosfer 2-4% O2 dan 7-9% CO2) masih diterima oleh panelis sampai hari ke-5
penyimpanan tetapi berdasarkan pengukuran parameter mutu kritis dapat bertahan hingga hari ke-5.77.
Berdasarkan penelitian tahap 1, pada penyimpanan suhu 5°C dan suhu 10°C terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi pati singkong yang digunakan maka semakin lama juga umur penyimpanan buah naga. Oleh itu dapat disimpulkan bahwa konsentrasi pati singkong 4% bukanlah konsentrasi optimum.
Solihati (2008) melakukan penelitian terhadap buah naga terolah minimal yang disimpan pada suhu 5°C dan komposisi atmosfer 2-4% O2 dan 7-9% CO2
tanpa ada perlakuan coating dan bertahan sampai 4 hari.
Pase (2010) menggunakan edible coating berbasis gluktomanan 0.55% pada buah naga terolah minimal yang disimpan pada suhu 5°C dan komposisi atmosfer 2-4% O2 dan 7-9% CO2. Buah naga yang disimpan mampu bertahan sampai hari
ke-6 dan diterima oleh panelis sampai hari ke-4 penyimpanan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pengaplikasian edible coating
34
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Konsentrasi pati singkong dan suhu penyimpanan yang terbaik adalah 4% dan 5°C yang menghasilkan laju respirasi rata-rata buah naga terolah minimal terkecil sebesar 5.79 ml O2 /kg.jam dan 28.95 ml CO2 /kg.jam.
2. Komposisi atmosfer yang terbaik untuk penyimpanan atmosfer termodifikasi adalah 2-4% O2 dan 7-9% CO2.
3. Umur simpan terbaik dari buah naga terolah minimal yang disimpan dengan kombinasi konsentrasi pati singkong 4%, suhu penyimpanan 5°C dan komposisi atmosfer 2-4% O2 dan 7-9% CO2 masih diterima oleh panelis
sampai hari ke-5 penyimpanan, tetapi berdasarkan pengukuran parameter mutu kritis dapat bertahan hingga 5.77 hari.
Saran
1. Untuk penelitian lanjutan, perlu dilakukan pengujian jenis kemasan untuk penyimpanan buah naga terolah minimal dilapisi edible coating berbasis pati singkong sehingga penyimpanan tidak hanya terbatas pada stoples.
2. Konsentrasi pati singkong 4% masih belum optimal sehingga disarankan untuk menambahkan konsentrasi menjadi lebih tinggi sehingga diperoleh konsentrasi yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu.
Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung (ID): Alumni.
Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, Baker RA. 1995. Edible coating for lightly processed fruits and vegetables. Didalam : Hort. Science, 30(1) hlm 35-38. Bolin HR, Stafford AE, King AD Jr, Huxoll CC. 1977. Factors affecting the
storage stability of shredded lettuce. J Food Sci.
Budiman, 2011. Aplikasi pati singkong sebagai bahan baku edible coating untuk memperpanjang umur simpan pisang Cavendish (Musa cavendishii) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chan HT. 1983. Handbook of Tropical Foods. Marcel Dekker Inc., New York. Donhowe IG, Fennema. 1994. Edible film and coating : Characteristics, formation,
definition and testing methods. Didalam : Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, editor. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc., USA.
Farber JM, Dodds KL. 1995. Principles of Modified Atmosphere and Sous Vide Product Packaging. Technomic Publishing Co. Inc., USA.
35 Grant LA, Burns J. 1994. Application of coating. Didalam : Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO, editor. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc., USA.
Kader AA. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops. University of California, Davis, California.
Kristanto D. 2008. Buah Naga, Pembudidayaan di Pot dan di Kebun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Krochta JM, Baldwin EA, Nisperos-Carriedo MO. 1994. Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc., USA.
Krochta JM. 1992. Control of mass transfer in food with edible coatings and films. Didalam : Singh RP, Wirakartakusumah MA, editor. Advances in Food Engineering. CRC Press, USA. hlm 517-538.
Lehninger AL. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta (ID): Erlangga.
Mannapperuma JD, Singh RP. 1989. Modelling of gas exchange in polymeric package of fruit and vegetables. Didalam : ASAE Winter Meeting; 1990 Dec 12-13; Chicago, Illinois, USA.
Maryanti, Tessy. 2007. Teknik pengemasan atmosfer termodifikasi untuk mempertahankan mutu sayuran campuran terolah minimal [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pase MC. 2010. Pengaruh pelapisan edibel terhadap umur simpan dan mutu buah naga terolah minimal yang disimpan dalam kemasan atmosfer termodifikasi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Miskiyah, Widaningrum, Winarti C. 2011. Aplikasi edible coating berbasis pati sagu dengan penambahan vitamin C pada paprika : Preferensi konsumen dan mutu mikrobiologi. Didalam : J. Hort. 21(1). hlm 68-76.
Moldao-Martins M, Beirao-da-Costa SM, Beirao-da-Costa ML. 2003. The effects of edible coatings on postharvest quality of the Bravo de Esmolfe Apple. Didalam : Eur. Food Res. Technol. 217. hlm 325-328.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Kamariyani, Tjitrosoepomo G, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Santoso B, Saputra D, Pambayun R. 2004. Kajian teknologi edible coating dari pati dan aplikasinya untuk pengemas primer lempok durian. Didalam : J. Teknol. dan Industri Pangan. 15(3). hlm 239-252.
Shewfelt RL. 1987. Quality of minimally processed fruits and vegetables. Didalam : Journal of Food Quality. 10(3) hlm 143-156.
Singh RP, Taub IA. 1997. Food Storage Stability. CRC Press, USA.
Solihati AA. 2008. Pengemasan atmosfer termodifikasi buah naga (Hylocereus undatus) terolah minimal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sutrisno, Sudiari NM. 1998. Pengkajian karakteristik penyimpanan produk
minimally processed buah nangka pada sistem MAP. Didalam : Seminar Nasional dan Kongres VII Perhimpunan Teknik Pertanian (PERTETA); 1998 Jul 27-28; Yogyakarta, Indonesia. Jurnal, Vol. 12, No. 1.
36
37 Lampiran 1 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 5°C
Jam ke C1T1 C2T1 C3T1
Lampiran 2 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu 10°C
38
Lampiran 3 Laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating
dengan konsentrasi berbeda pada suhu ruang
Jam ke C1T3 C2T3 C2T3
Lampiran 4 Rata-rata laju respirasi buah naga terolah minimal dilapisi edible coating dengan konsentrasi berbeda