• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecobiology and Dynamics Stocks of Sandfish (Holothuria scabra), Black Sea Cucumber (Holothuria edulis) and Relation With Exploitation At Laluin Village, North Maluku Province

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecobiology and Dynamics Stocks of Sandfish (Holothuria scabra), Black Sea Cucumber (Holothuria edulis) and Relation With Exploitation At Laluin Village, North Maluku Province"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

edulis) SERTA

DI DESA LA

IN

TA HUBUNGANNYA DENGAN EKSP

ESA LALUIN, PROVINSI MALUKU UTA

HAMDI M. MADANG

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Ekobiologi dan Dinamika Stok Teripang Pasir (Holothuria scabra), Teripang Hitam (Holothuria edulis) Serta Hubungannya Dengan Eksploitasi di Desa Laluin, Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(3)

ABSTRACT

Hamdi M.Madang Ecobiology and Dynamics Stocks of Sandfish (Holothuria

scabra), Black Sea Cucumber (Holothuria edulis) and Relation With Exploitation At Laluin Village, North Maluku Province Under Direction ISDRADJAD SETYOBUDIANDI and ZAIRION.

Sandfish (Holothuria scabra) and black sea cucumber (Holothuria edulis)

which also known as”bala poteng and bala lohong” by the local community of Laluin Village, North Maluku is an important resources of fisheries production. It generated from the fact that sea cucumber is the household income and source of animal protein. Intensive exploitation to the sea cucumber could cause changes in potencial stocks and threathen it sustainability. The demands of local community economic requirements causing catching of sea cucumber happen almost all the time. Eventhough the stocks of sea cucumber not reach the endangered level, but it needs to do some management efforts and make it as priority so that symptoms that led to the decline of resource can be identified early on.

The aim of this research is to analyze the bioecological condition, stocks potency and relation between sea cucumber stocks and degree of explotation. This research was expected could give description or information to the community about management and development of sea cucumber which apply the sustainable use. There are many species of sea cucumber that already known but still not have the economic value that needs to be analyze to become references for sea cucumber development whether it for the aim of sustainable management or conservation.

This research was conduct at Laluin Village, South Kayoa regency, South Halmahera Residence, North Maluku Province on August till September 2010. The fields study was done by quadran transect or systematic random sampling with 1x1 meter size and assembly of 3 line transect with 50 m space between. Start from the shoreline towards to sea at the low tide condition with 0-5 m, 5-10 m, and 10-15 m deepness, then it assembly with 1x1 m quadran at each line transect. All sea cucumbers were collected based on station research location then it numbered and identified. At the same time the assessment of water quality parameter were conduct.

(4)

station III but the difference number of sea cucumber at each deepness was not significant and the average density of sandfish at station I is 2.18 ind/m2, 1.69 ind/m2 at station II and 1.49 ind/m2 at station III. While for the black sea cucumber, the higer density were at station III with 1.93 ind/m2 average.

Based on middle-class grouping length by Bhattacharya method, it known that there were two groups of middle-class length at station I in 0-5 m deepness on August 2010 sampling (sampling 1, 2, 3 and 4) is 97 mm with 15 sandfish of estimates population and 51 populations with 138 mm length, on 5-10 m there were 36 populations with 123 mm length while on the 10-15 m there were 8 populations with 123 mm length. For the station II on 0-5 m deepness there were 61 populations with 142 mm length, 23 populations with 108 mm length and 7 populations with 144 length on 5-10 m, while on 10-15 m deepness there were 9 populations with 177 mm length. Then at station III on 0-5 m deepness there were two groups of middle-class length, is 120 lengths as much as 23 populations and 18 populations with 163 mm length, on 5-10 m deepness there were 20 populations with 144 mm length and on 10-15 m deepness there were 16 populations with 93 mm length. For the black sea cucumber at station I on 5-10 m deepness there were 46 populations sea cucumber with 193 mm length, on 5-10 m deepness there were 18 populations with 109 mm length and 31 populations with 168 mm length while on 10-15 m deepness there were 24 populations with 200 mm length. At station II on 0-5 m deepness there were 36 populations with 231 mm, 13 populations with 133 mm length and 9 populations with 144 mm length on 5-10 m deepness. Then at station III there were three middle-class length on 0-5 m and 0-5-10 m deepness, where on 0-0-5 m deepness is 112 mm, 170 mm and 219 mm lengths with estimates populations 19, 14 and 3, subsequently, while on 5-10 m deepness is 114 mm, 156 mm and 219 mm with estimates populations 19, 19 and 3, subsequently, on 10-15 m deepness there were 12 populations with 132 mm length.

Based on the results, every fisherman could obtain average catchment between 10-118.2 kg for each day and 590.5-821.3 in a month. Thus the equation of sea cucumber CPUE at Kayoa Laluin Village is CPUE 27.67-34.66, correlation coefficient where r = √R2, thus r = √0.64, then the correlation coefficient value (r) is 0.67, which is means that there were 67% relation. It describes that quantum of catchment influence the haul (production) as much as 67%.

Based on the value from analysis, it could see that sea cucumber stocks at Laluin Village, North Maluku were decrease and being under over exploitation condition. Thus, utilization of sea cucumber resource needs to note in relation with the management, therefore it needs some control efforts for the exploitation degree by limiting the catchment based on catching decent size that could give benefit both in ecology and economy.

(5)

RINGKASAN

Hamdi M.Madang Ekobiologi dan Dinamika Stok Teripang Pasir (Holothuria

scabra), Teripang Hitam (Holothuria edulis) Serta Hubungannya Dengan Eksploitasi Di Desa Laluin, Provinsi Maluku Utara Dibimbing oleh ISDRADJAD SETYOBUDIANDI dan ZAIRION.

Teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang hitam (Holothuria edulis) yang biasa dikenal dengan nama “bala pote dan bala lohong” oleh masyarakat Desa Laluin, Maluku Utara merupakan salah satu sumberdaya yang penting dalam produksi perikanan. Hal ini disebabkan karena teripang sebagai sumber mata pencaharian dan sumber protein hewani. Eksploitasi yang intensif terhadap teripang ini dikawatirkan dapat mengakibatkan terjadinnya perubahan potensi stok dan mengancam kelestariannya. Hal ini adanya tuntutan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat setempat, sehingga aktivitas penangkapan dilakukan hampir setiap saat. Walaupun sampai saat ini belum sampai pada taraf yang menghawatirkan, tetapi upaya pengelolaan perlu dilakukan dan menjadi prioritas agar gejalah yang mengarah ke arah penurunan sumberdaya tersebut teridentifikasi sejak dini.

Tujuan dari penelitian ini adalah Menganalisis kondisi bioekologi, menganalisis potensi stok dan Menganalisis hubungan antara stok teripang dan tingkat eksploitasi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran atau informasi pada masyarakat tentang pengelolaan dan pengembangan teripang melalui pemanfaatan secara berkelanjutan, Banyaknya jenis yang terdapat namun belum memiliki nilai ekonomis sehingga perlu dilakukan kajian sehingga menjadi bahan referensi untuk pengembangan teripang untuk tujuan pengelolaan secara berkelanjuatan maupun konservasi.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laluin, Kecamatan Kayoa Selatan Kabupaten Halmahera Selatan, Provinsi Maluku Utara dan dimulai dari bulan Agustus sampai September 2010. Penelitian di lapangan di lakukan dengan metode transek kuadran atau systematic random sampling yang berukuran 1X1 meter dan dilakukan pemasangan 3 buah transek garis (line transek) dengan jarak antara transek 50 m, mulai dari garis pantai kearah laut pada saat surut dengan kedalaman 0-5 m, 5-10 m dan 10-15 m kemudian pada masing-masing garis transek diletakkan kuadran berukuran 1X1 m. Seluruh teripang yang diambil di kelompokkan berdasarkan lokasi stasiun penelitian dan dihitung jumlahnya serta diidentifikasi. Kemudia disaat yang bersamaan akan dilakukan pengukuran parameter kualitas perairan.

(6)

241 ekor. Selanjutnya untuk teripang hitam yang tertangkap pada stasiun I kedalaman 0-5 m adalah 31 ekor, kedalaman 5-10 m 44 ekor dan kedalamana 10-15 m sebanyak 10 ekor, Stasiun II pada kedalaman 0-5 m terdapat 21 ekor, kedalaman 5-10 m 23 ekor dan kedalaman 10-15 m 5 ekor, selanjutnya pada stasiun III teripang hitam yang tertangkap berjumlah 35 ekor pada kedalaman 0-5 m, kedalaman 5-10 m berjumlah 36 ekor dan kedalaman 10-15 m sebanyak 16 ekor. Secara keseluruhan tampak bahwa teripang hitam lebih banyak ditemukan pada stasiun III dan terendah pada stasiun II, jika berdasarkan kedalaman maka teripang hitam lebih dominan pada kedalaman 5-10 m. Hal ini dapat disimpulkan bahwa teripang pasir maupun teripang hitam menyebar luas pada tiap kedalaman di semua stasiun yang ada di Desa Laluin Meskipun secara keseluruhan jumlah individu teripang pasir terbanyak pada stasiun I, II dan yang paling sedikit pada stasiun III akan tetapi jumlah individu di tiap kedalaman tidak terlalu besar selisihnya dan secara keseluruhan kepadatan teripang pasir ini berada pada stasiun I dengan nilai rata 2.18 ind./m² kemudian pada stasiun II dengan nilai rata-rata 1.69 ind./m² dan stasiun III memiliki kepadatan rata-rata-rata-rata 1.49 ind./m². Sementara itu teripang hitam Apabila dilihat secara keseluruhan dari kepadatan tertinggi berada pada stasiun III dengan nilai rata-rata 1.93 ind./m².

(7)

pertama 114 mm, kedua 156 mm dan yang ketiga 219 mm dengan dugaan populasi yang pertama 19 ekor, kedua 19 ekor dan yang ketiga 3 ekor, kedalaman 10-15 m mempunyai nilai tengah ukuran 132 mm dugaan populasinya 12 ekor

Berdasarkan hasil penelitian, setiap harinya seorang nelayan memperoleh hasil tangkapan rata-ratanya berkisar antara 10-118.2 kg per harinya dan 590.5-821.3 per bulannya. Dengan demikian CPUE teripang di Desa Laluin Kayoa diperoleh persamaannya adalah CPUE 27.67-34.66, koefisien korelasi dimana r = √R2, dengan demikian r = √0.64, maka akan didapat nilai koefisien korelasinya (r) 0.67 yang artinya terdapat hubungan keeratan sebesar 67%. Hal ini

mengambarkan bahwa ternyata lama waktu penangkapan (effort) mempengaruhi

hasil tangkapan (produksi) teripang sebesar 67%.

Berdasarkan nilai-nilai yang diperoleh dari beberapa hasil analisis, ternyata diketahui bahwa stok teripang di Desa Laluin, Maluku Utara mengalami

penurunan dan terjadi kondisi over eksploitasi. Oleh karena itu maka pemanfaatan

sumberdaya teripang perlu menjadi perhatian dalam pengelolaannya, sehingga diperlukan suatu tindakan pengaturan tingkat eksploitasi yaitu membatasi penangkapan , ukuran layak tangkap sehingga dapat menguntungkan baik secara ekologi maupun ekonomi.

(8)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(9)

EKOBIOLOGI DAN DINAMIKA STOK TERIPANG PASIR

(Holothuria scabra, Jaeger), TERIPANG HITAM (Holothuria

edulis) SERTA HUBUNGANNYA DENGAN EKSPLOITASI

DI DESA LALUIN, PROVINSI MALUKU UTARA

HAMDI M. MADANG

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Dapartemen Manajemen Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN

(10)
(11)

Judul Tesis : Ekobiologi dan Dinamika Stok Teripang Pasir (Holothuria scabra, Jaeger), Teripang Hitam (Holothuria edulis) Serta Hubungannya Dengan Eksploitasi di Desa Laluin, Provinsi Maluku Utara

Nama : Hamdi M.Madang

NRP : C251070051

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. Ir. Zairion, M.Sc. Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Enan M.Adiwilaga Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis dengan judul Ekobiologi dan Dinamika Stok Teripang Pasir (Holothuria scabra,

Jaeger), Teripang Hitam (Holothuria edulis) Serta Hubungannya Dengan

Eksploitasi di Desa Laluin, Provinsi Maluku Utara. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc dan Ir. Zairion, M.Sc, selaku ketua dan

anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, arahan dan masukkan sejak awal hingga berakhirnya penelitian dan penulisan tesis ini.

2. Alm. Dr. Ir. Sutrisno Sukimin, DEA, yang telah meluangkan waktu,

memberikan bimbingan, arahan dan masukkan dari awal bimbingan.

3. Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc selaku penguji luar komisi dan Dr. Ir. Enan

M. Adiwilaga selaku penguji program studi yang berkenan memberikan masukka untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Ibunda Nursina Hi. Salim dan ayahanda Miskun Madang yang telah

memberikan kasih sayang dan semangat untuk terus menuntut ilmu serta doanya yang tak pernah berhenti kepada penulis. Adik-adikku tersayang: Iskar, Suryani, Maisa, Linda, Fatwa, Sahdi, Mochtar (Totong), Aidil dan ponakanku Mey.

5. Om Didi, om Mu, ka Ato, ka Erna, ka Basar, Baswan, om Mat, om Halil, om

Helmy, om Galib, om Anun, Panyol, pua Din, pua Husen om Liong, om Yamin, om Saad, om Aju, tete Yunan, tete Maruf, ma Jana, ma Am, Atti, Neda, ci Tina, ci Ain, ka Linda, Jufri dan Jaya atas pengertian dan doanya.

6. Kelompok nelayan Tamara: Rumang, Mijanun, Suarsi, Irwan, Ardi, Mijan,

Takrim, dan Saiful.

7. Bupati, DPRD Kabupaten Halmahera Selatan dan Pemerintah Kec.Kayoa

Selatan atas bantuan selama melakukan penelitian di Desa Laluin.

8. Yayasan Teripang Indonesia (YATRI) atas dukungannya

9. Teman-teman SDP 2007, pa Kusdi, ibu Martini, Irham, Alan, Syahnul,

Solly,Yadi, Asirun, Iwan, Fahmy, Rido, Sidkun, Amir, Said, Rommy dan Nyong atas kebersamaannya selama ini.

10.Keluarga besar Program Studi SDP IPB, khususnya mas Muklis atas

bantuannya.

Bogor, Juli 2011

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Laluin Kecamatan Kayoa Kabupaten Halmahera

Selatan pada tanggal 24 September 1980 dari ayah Miskun Madang dan ibu Nursina Hi. Salim Domu. Penulis merupakan putra pertama dari sembilan bersauda.

Tahun 1992 penulis menyelesaikan studi Sekolah Dasar Negeri Inpres Laluin, Tahun 1995 lulus dari SMP Islam Ternate, Tahun 1998 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Ternate dan di terima di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi S1 dan

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL...………... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN... xvii

1.PENDAHULUAN……….... 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Perumusan Masalah...……. 3

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian………... 3

2. TINJAUAN PUSIAKA... 7

2.1. Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi... 7

2.2. Ekobiologi... 10

2.2.1. Penyebaran Dan Habitat Teripang...………. 10

2.2.1. Daur Hidup dan Reproduksi... 11

2.3. Dinamika Stok... 14

2.3.1. Distribusi Ukuran Panjang... 14

2.3.2. Pertumbuhan... 15

2.3.3. Mortalitas dan Laju Eksploitasi... 15

2.3.4. Dinamika Stok Dengan Tingkat Eksploitasi Teripang... 16

2.4. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teripang Pasir dan Teripang Hitam... 19

2.5. Deskripsi Perairan Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan... 20

3. METODE PENELITIAN... 23

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

3.2. Metode Pengukuran... 25

3.3. Parameter Biologi... 27

3.4. Parameter Dinamika stok dan tingkat eksploitasi... 30

3.5. Analisa Data... 30

3.5.1. Parameter Lingkungan... 30

3.5.2. Parameter Biologi... 30

3.5.2.1. Tingkat Kematangan Gonad (TKG)... 30

3.5.3. Parameter Dinamika Stok dan Tingkat Eksploitasi... 31

3.5.3.1. Distribusi Teripang... 31

3.5.3.2. Distribusi Ukuran Panjang... 31

3.5.3.3. Kepadatan Teripang... 31

3.5.3.4. Pemisahan Kelompok Umur Berdasarkan Panjang. 31 3.5.3.5. Pendugaan parameter pertumbuhan... 32

3.5.3.6. Pendugaan mortalitas dan laju eksploitasi…....…… 32

3.5.3.7. Hasil tangkapan teripang... 33

(15)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN... 35

4.1. Kondisi Lingkungan ... 35

4.1.1. Suhu………... 35

4.1.2. Kecepatan Arus... 36

4.1.3. Salinitas... 37

4.1.4. Oksigen Terlarut………... 37

4.1.5. pH... 38

4.1.6. Sedimen... ... 38

4.1.7. Hubungan Antara Kelimpahan Teripang Dengan Kondisi Lingkungan... 39

4.2. Distribusi Spasial Teripang pasir dan Teripang Hitam... 40

4.3. Kepadatan Teripang Pasir dan Teripang Hitam... 41

4.4. Distribusi Kelompok Ukuran Teripang Pasir dan Teripang Hitam ... 43

4.5. Parameter Biologi... 53

4.5.1. Tingkat Kematangan Gonad Teripang Pasir dan Teripang Hitam………... 53

4.5.2. Indeks Kematangan Gonad Teripang Pasir dan Teripang Hitam... 65

4.6. Dinamika Stok... 66

4.6.1. Pendugaan Parameter Pertumbuhan... 66

4.6.2. Mortalitas dan Laju Eksploitasi... 70

4.6.3. Pengaruh Dinamika Stok Dengan Eksploitasi Teripang... 72

4.7. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Teripang Pasir dan Teripang Hitam... 75

5. SIMPULAN DAN SARAN………... 79

5.1. Simpulan………... 79

5.2. Saran………..…….. 80

DAFTAR PUSTAKA... 81

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kondisi perairan Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan 3 tahun terakhir.... 21

2. Parameter Fisiska, Kimia dan Biologi………. …… 26

3. Karateristik utama, tingkat kematangan gonad (TKG) Holothuroidea

(Conand 1990)... 29

4. Nilai rata-rata parameter kondisi lingkungan dan sedimen pada ke tiga

stasiun penelitian... 35

5. Kepadatan teripang pasir dan teripang hitam ind/m²... 43

6. Indeks kematangan gonad teripang pasir jantan dan

betina stasiun dan kedalaman... 65

7. Indeks kematangan gonad teripang hitam jantan dan

betina stasiun dan kedalaman... ... 66

8. Parameter pertumbuhan K, L∞, dan t0 teripang pasir…………... 67

9. Parameter pertumbuhan K, L∞, dan t0 teripang hitam……… 68

10.Nilai mortalitas teripang pasir dan teripang hitam

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram kerangka pendekatan masalah……… 5

2. Teripang pasir dan teripang hitam... 8

3. Morfologi Teripang (Martoyo et all 2007)... 9

4. Ekosistem tempat teripang hidup... 10

5. Siklus hidup teripang………... 11

6. Proses terjadinya reproduksi teripang sampai menjadi larva………… 12

7. .a.Alat penangkapan teripang dengan alat penjepit b.Alat penangkapan dengan menggunakan kompresor c.Penankapan teripang dengan tangan... 18

8. Peta lokasi penelitian Desa Laluin Provinsi Maluku Utara... 24

9. Stasiun pengamatan pada setiap kedalaman kedalaman... 25

10.Skema desain sampling dengan menggunakan transek kuadran... 26

11.Pengamatan profile dasar perairan di setiap transek……… 27

12.Tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (Brwer et all 1990)... 27

13.Pengukuran panjang dan berat (A). Teripang pasir (B). Teripang hitam... 28

14.Grafik hasil analisis komponen utama kondisi lingkungan perairan pada sumbu 1 dan 2 (F1XF2) di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010... 39

15.Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang pasir di setiap stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010... 45

16.Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang hitam di setiap stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010... 47

(18)

18.Sebaran ukuran panjang total minimum, panjang total maksimum dan panjang total rata-rata teripang hitam di setiap stasiun

berdasarkan waktu sampling(Agustus 1,Agustus 2, september 1 dan september 2) dan tiap kedalaman (0-5, 5-10 dan 10-15 m) Di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010... 52

19.Persentase Tingkat Kematangan Gonad teripang pasir Jantan-Betina

pada tiap kedalaman Agustus-September 2010………. 56

20.Persentase Tingkat Kematangan Gonad teripang hitam Jantan-Betina

pada tiap kedalaman Agustus-September 2010………. 59

21.Persentase Tingkat Kematangan Gonad Teripang Pasir Jantan-Betina

pada setiap Stasiun Penelitian Agustus-September 2010……… 61

22.Persentase Tingkat Kematangan Gonad Teripang Hitam Jantan-Betina

pada setiap stasiun Penelitian Agustus-September 2010... 62

23.TKG teripang pasir (Holothuria scabra) jantan secara mikroskopis

A: Fase II (sebelum pematangan), B: Fase III (pematangan), C.Fase IV (Pematangan awal), D. Fase V (pematangan akhir)... 63

24.TKG teripang hitam (Holothuria edulis) jantan secara mikroskopis

A: Fase II (sebelum pematangan), B: Fase III (pematangan), C.Fase IV (Pematangan awal), D. Fase V (pematangan akhir)... 63

25.TKG teripang pasir (Holothuria scabra) betina secara mikroskopis A:

Fase II (Sebelum pematangan), B: Fase III (pematangan), C.Fase IV

(Matang akhir), D. Fase V (Pasca pemijahan)... 64

26.TKG teripang pasir (Holothuria edulis) betina secara mikroskopis A:

Fase II (Sebelum pematangan), B: Fase III (pematangan), C.Fase IV

(Matang akhir), D. Fase V (Pasca pemijahan)... 64

27.Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang pasir berdasarkan stasiun I,II,III

dan total semua stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-

September 2010... 68

28.Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang hitam berdasarkan stasiun I, II,

III dan total semua stasiun di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus- September 2010... 69

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Keadaan lokasi penelitian... 87

2. Line transet dan kuadran... 87

3. Alat pengukuran kualitas perairan dan prasarana... 88

4. Hasil tangkapan saat penelitian... 89

5. Pengukuran, penimbangan teripan pasir dan teripang hitam... 89

6. Aktifitas nelayan penangkap dan pengolahan teripang... 90

7. Parameter kondisi lingkungan Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan... 91

8. Analisis komponen utama hubungan korelasi antar variable dan nilai egenvalue ... 92

9. Analisis komponen utama hubungan korelasi antar variable total dan nilai egenvalue ………... 92

10.Uji Kruskal-Wallis (kelimpahan teripan pasir pada tiap stasiun dan kedalaman... 92

11.Uji Kruskal-Wallis (kelimpahan teripan hitam pada tiap stasiun dan kedalaman... 93

12.Nilai tengah kelas ukuran teripang pasir dan teripang hitam... 95

13.Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang pasir di setiap stasiun berdasarkan waktu sampling (Sampling 1,Sampling 2, Sampling 3 dan Sampling 4) dan tiap kedalaman (0-5, 5-10 dan 10-15) Di Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010……… 97

14.Distribusi kelompok nilai tengah ukuran teripang hitam di

(20)

Agustus-September 2010……… 102

15.Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang pasir berdasarkan

gabungan waktu sampling dan pada stasiun I, II, III di

Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010………….. 108

16.Kurva pertumbuhan (L00 dan K) teripang hitam berdasarkan

gabungan waktu sampling dan pada stasiun I, II, III di

Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan Agustus-September 2010………….. 109

17.Data hasi tangkapan nelayan teripang………... 110

(21)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Teripang atau yang juga disebut dengan timun laut, merupakan hewan tidak

bertulang belakang yang termasuk dalam famili Holothuridae dan Stichopodidae.

Teripan pasir (Holothuria scabra) termasuk kedalam kelas Holothuroidea yang

merupakan salah satu produk perikanan yang telah lama di kenal dan dikonsumsi

oleh masyarakat pesisir Indonesia dan juga dikenal di negara Eropa, Jepang dan

Amerika serikat karena bernilai ekonomis. Di Indonesia ditemukan tiga genus

teripang, yaitu Holothuria, Muelleria, dan Stichopus. Ketiga genus tersebut jenis

yang banyak dieksploitasi adalah Teripang pasir (Holothuria scabra).

Ada tiga genus yang ditemukan di perairan Indonesia, ketiga genus

tersebut ádalah Holothuria, Muelleria, Stichopus. Dari ketiga genus tersebut

ditemukan sebanyak 23 spesies dan baru lima spesies dari genus Holothuria yang

suda dieksploitasi atau dimanfaatkan serta mempunyai nilai ekonomis penting.

Teripang tersebut ádalah teripang pasir (Holothuria scabra), teripang hitam

(Holothuria edulis), teripang getah (Holothuria vacabunda), teripang merah

(Holothuria vatiensis) dan teripang cokelat (Holothuria marmorata), antara

spesies tersebut yang banyak di pasarkan adalah jenis teripang pasir (Sutaman

1993; Martoyo et al. 2007).

Perairan Halmahera Selatan saat ini terdapat kurang lebih 18 jenis teripang

komersial. Teripang ini termasuk kedalam Holothuroidea, suku Holothuriidae dan

Stichopodidae. Jenis teripang yang termasuk kedalam kategori utama adalah

teripang pasir (Holothuria scabra), teripang perut hitam (Holothuria atra),

teripang susuan (Holothuria nobilis), teripang perut merah (Holothuria edulis)

teripang getah atau teripang keling (Holothuria vagabunda), teripang

cokelat(Holothuria marmorata) dan teripang nanas (Thelenota ananas).

Sedangkan yang termasuk ke dalam kategori bernilai ekonomis sedang adalah

teripang lotong (Actinopyga lecanopra), dan teripang bilalo (Actinopyga

mauritiana), yang termasuk kedalam marga Actinopyga. Jenis-jenis lainnya

(22)

Berdasarkan hasil pengamatan dibeberapa lokasi penangkapan teripang,

khususnya di Desa Laluin, Provinsi Maluku Utara, teripang yang banyak

dieksploitasi adalah teripang pasir, teripang getah, teripang nanas dan beberapa

jenis teripang lainnya. Nelayan setempat mulai merasakan adanya penurunan

produksi, Hal ini karena peningkatan aktivitas penangkapan yang dilakukan

dengan cara terus-menerus di alam tanpa memperhitungan akan mengancam

kelestarian sumberdaya ini. Dibeberapa daerah penangkapan, produksi teripang

cenderung menurun, dalam hal ini teripang sangat mudah ditangkap sehingga

mudah mengalami padat tangkap. Penangkapan teripang yang di lakukan oleh

masyarakat Desa Laluin saat ini hanya bersifat penampungan, hasil tangkapan dari

masyarakat laluin pada tahun 1999, dimana hasil tangkapan Taripang ini

sebelumnya 10-15 kg per hari. Bedasarkan data produksi teripang khusus Desa

Laluin dalam periode 5 tahun (2005-2009) mencapai 1615 kg sedangkan produksi

secara keseluruhan di Kecamatan Kayoa Selatan Kabupaten Halmahera Selatan

dalam periode 5 tahun (2005-2009) yaitu Desa Posi-posi 1220 kg/tahun,Desa

Pasir Putih 850/tahun, Desa Ngute-ngute 891/tahun dan Desa Sagawele

750/tahun. Total produksi teripang di Kecamatan Kayoa Selatan Kabupaten

Halmahera Selatan (2005-2009) adalah : 5.326 ton/tahun (Data produksi teripang

KUD Katulistiwa, 2009).

Berdasarkan data dari Dinas Perikan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara

pada tahun 2004 menunjukan bahwa produksi teripang untuk Maluku Utara

adalah 5,75 ton/tahun. penyumbang teripang terbesar untuk Provinsi Maluku

Utara salah satunya adalah Desa Laluin (Laporan Tahunan DKP Prov Maluku

Utara 2004), sedangkan data produksi tahun 2009 per jenis komoditi khusus jenis

teripang Kabupaten Halmahera Selatan adalah 768.00 ton.

Meningkatnya pemanfaatan teripang (Holthuria sp) mengakibatkan laju

penangkapan semakin meningkat dari tahun ke tahun, dengan produksi saat ini

tergantung penangkapan di alam oleh para nelayan. Upaya-upaya yang telah

dilakukan guna meningkatkan produksi selalu mengalami penurunan, hal ini

karena populasi teripang semakin menurun dan diperparah lagi dengan sistem

(23)

menyebabkan beberapa perairan di Desa Laluin telah kehilangan organisme ini

pada ukuran-ukuran tertentu sehingga dikhawatirkan akan mengalami kepunahan.

Penangkapan teripang oleh para nelayan di Desa Laluin Provinsi Maluku

Utara dilakukan dengan cara sederhana, penangkapan teripang dilakukan dengan

penyelaman pada siang hari, dan pada malam hari penyelaman harus dibantu

dengan alat penerangan berupa senter, obor atau lampu petromaks, penangkapan

dengan cara ini teripang dapat ditangkap atau diambil dengan tangan sedangkan

penangkapan yang dilakukan dengan tidak melakukan penyelaman dengan

kedalaman tertentu, teripang di tangkap dengan bantuan alat semacam tombak

bermata dua yang tumpul. Nelayan setempat juga melakukan penangkapan

teripang dengan menggunakan bantuan kompresor tetapi jumlahnya sangat

terbatas, Biasanya nelayan setempat melakukan penagkapan teripang hampir tiap

bulan pada minggu kedua dan minggu ketiga bulan berjalan.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan yang terjadi terhadap teripang adalah belum diketahuinya

potensi stok teripang akan tetapi sudah dilakukan penangkapan yang cukup tinggi

di daerah Halmahera Selatan khususnya di Desa Laluin, sehingga terjadinya

penurunan stok teripang. Hal ini dapat di lihat dari hasil tangkapan yang

cenderung berukuran kecil semakin dominan sehingga yang berukuran kecil tidak

diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan kajian tentang dinamika stok dan

evaluasi tingkat eksploitasi agar potensi teripang dapat diketahui, sehingga dapat

di lakukan manajemen pemanfaatan teripang yang baik sehingga potensi stok

dapat tersedia dan berkelanjutan pada berbagai zona perairan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :

1. Deskripsi aspek bioekologi

2. Menganalisis dinamika stok

(24)

Manfaat penelitian ini : diharapkan dapat memberikan gambaran atau

informasi pada masyarakat tentang pengelolaan dan pengembangan teripang

melalui pemanfaatan secara berkelanjutan, Banyaknya jenis yang terdapat namun

belum memiliki nilai ekonomis sehingga perlu dilakukan kajian sehingga menjadi

bahan referensi untuk pengembangan teripang untuk tujuan pengelolaan secara

(25)

Gambar 1. Diagram kerangka pendekatan masalah

Kelayakan Habitat

Daerah Potensi

teripang ?

Ketersediaan Stok tersedia dan berkelanjutan Tingkat

Eksploitasi Kelestarian

populasi Kualitas Air

Tipe substrat Biologi

teripang

Teripang

Teknologi

Penangkapan Intensitas

Penangkan Manajemen

Penangkapan

(26)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi, Morfologi dan Anatomi

Klasifikasi teripang pasir (Holothuria spp.) menurut Barnes (1968);

(Martoyo et al. 2007) adalah sebagai berikut :

Filum : Echinodermata

Sub filum : Echinozoa

Kelas : Holothuroidea

Sub kelas : Apidochirotacea

Ordo : Aspidochirotida

Famili : Holothuridae

Genus : 1. Holothuria

Spesies : Holothuria argus

Holothuria vacabunda

Holothuria impatiens

Holothuria scabra

Holothuria marmorata

Holothuria edulis

2. Muelleria

Spesies : Muelleria lecanora

3. Stichopus

Spesies : Stichopu ananas

: Stichopu chloronatus

: Stichopu variegatus

4.Bahasa lokal : 1. Teripang pasir (Bala pote)

2. Teripang hitam (Bala lohong)

Teripang merupakan salah satu anggota hewan berkulit berduri

(Echinodermata). Duri teripang merupakan butir-butir kapur mikroskopis yang

(27)

Gambar 2: Teripang pasir dan teripang hitam

Bentuk tubuh teripang adalah bulat panjang (elongated cylindrical) di

sepanjang sumbu oral-aboral, yaitu sumbu yang menghubungkan bagian anterior

dan posteriol (Wilmoth 1967). Mulut dan anus teripang terletak pada ujung poros

yang berlawanan, yaitu anus berada pada bagian anterior dan anus berada pada

bagian posterior. Mulut dikelilingi oleh tentakel-tentakel yang dapat dijulurkan

dan ditarik kembali dengan cepat. Tentakel-tentakel ini merupakan modifikasi

dari kaki tabung yang berfungsi untuk menangkap makanan (Storer et al 1979,

Lawrence 1987).

Teripang umumnya memiliki tubuh lunak dan licin. Permukaan tubuh

tidak bersilia dan diselimuti oleh lapisan kapur yang tebal tipisnya tergantung

umur. Disepanjang mulut keanus terdapat lima deretan kaki tabung, terdiri dari

tiga deretan kaki tabung dengan pengisap pada bagian perut (trivium) yang

berperan dalam respirasi (Lawrence 1987). Di bawah lapisan kulit terdapat satu

lapis otot melingkar dan lima lapis otot memanjang. Sesudah lapisan otot terdapat

rongga tubuh yang berisi organ-organ tubuh seperti gonad dan usus (Storer et al

(28)

Gambar 3 : Morfologi Teripang (Martoyo et al. 2007)

Keterangan :

A. Tentakel (rumbai-rumbai), sebagai alat peraba dan pengambil

makananyang jumlahnya sekitar 10 buah

B. Mulut

C. Liang Gonad

D. Gonad (organ kelamin)

E. Sistem vaskuler air

F. Pokok-pokok pernapasan

G. Anus

H. Kloaka (Lubang pengeluaran)

I. Podium

J. Tubul cuvierian

K. Usus

L. Ampulla tentakel

M. Cincin air, mengelilingi farinks

N. Cincin berkapur, mengelilingi farin

Teripang memiliki warna bermacam-macam, yaitu putih, cokelat atau

kehijauan, hitam, abu-abu, jingga, unggu bahkan dengan pola berbaris (Ruppert

dan Barnes 1994). Teripang pasir (Holothuria scabra), mempunyai punggung

berwarna abu-abu atau kehitaman dengan bintik-bintik putih atau kuning.

Morgan (2001) menunjukkan bahwa perkembangan Holothuria muda dan

dewasa sangat bergantung pada jenis fitoplankton yang mereka makan. Teripang

adalah hewan detritus yaitu makan secara menyapu pasir kedalam mulut.

Pergerakan teripang yang lambat menyebabkannya perlu mempunyai mekanisme

pertahanan tubuh yang efisien, yaitu mengeluarkan holothurin yang toksit dan

dapat melumpuhkan hewan kecil. Holothurin di keluarkan oleh kelenjar khusus

(29)

2.2. Ekobiologi

2.2.1. Penyebaran dan Habitat Teripang

Penyebaran teripang di Indonesia meliputi perairan pantai Madura, Bali,

Lombok, Aceh, Bengkulu, Bangka, Riau dan daerah sekitarnya (bagian barat,

timur dan selatan), Sulawesi, Maluku, Papua, NTT, NTB dan kepulauan seribu,

sekitar 53 jenis teripang yang masuk ke dalam Genus Holothuria, Actinopyga,

Bohadschia, Labiodemas, Thelenota dan Stichopus terdapat di perairan Indonesia

(DKP 2004).

Miler dan Pawson (1984) mengatakan bahwa teripang tersebar luas di

seluruh lautan dari daerah yang dangkal sampai yang paling dalam (palung laut),

dan dapat beradaptasi dengan macam-macam habitat seperti batu karang, lumpur

dan algae

Tempat hidup teripang adalah ekosistem terumbu karang, lamun, mulai

zona intertidal sampai dengan kedalaman 40 meter (Gambar 3). Teripang hampir

di temui di seluruh pantai, mulai dari daerah pasang surut yang dangkal hingga

perairan yang lebih dalam. Teripang menyukai dasar berpasir halus yang banyak

di tumbuhi tanaman pelindung seperti lamun dan sejenisny dan serta bebas dari

hamparan ombak. Keberadaan teripang di alam juga di pengaruhi tersedianya

makanan dan musim pemijahannya, hal tersebut terbukti dengan banyaknya jenis

teripang yang mendekati garis pantai selama musim memijah.

Gambar 4. Ekosistem tempat teripang hidup

Jenis teripang yang benilai ekonomis penting biasanya menempati dasar

(30)

yang memiliki nilai ekonomis sedang dan rendah menempati daerah yang dangkal

seperti padang lamun, daerah pertumbuhan algae dan rataan terumbu karang

dengan kedalan kurang dari 2 meter. Biasannya teripang akan muncul di

permukaan dasar perairan pada malam hari terutama pada waktu menjelang

pasang, yaitu untuk keperluan mencari makan, pada siang hari teripang lebih suka

membenamkan diri di dalam pasir. Teripang umumnya hidup secara bergerombol,

jenis holothuria scabra biasanya hidup berkelompok terdiri dari tiga sampai lima

ekor (DKP 2004).

2.2.2. Daur Hidup dan Reproduksi

Teripang hidup di alam terdiri atas dua periode yaiti sebagai planktonik

dan bentik, planktonik hidup melayang-layang di air, pada masa larva yaitu stadia

aurikukaria hingga diolaria, sedangkan sebagai bentik hidup melekat pada substrat

atau benda lain yakni pada stadia penctactula hinggamenjadi teripang dewasa

Gambar 5: Siklus hidup teripang di perairan (Shokita. 1993)

Keterangan:

Perkembangan tidak langsung: Telur yang telah dibuahi 1-2-4-5-juvenil-dewasa

Perkembangan langsung: Telur yang telah dibuahi 1-3-4-5-juvenil-dewasa

1.Tahapan gastrula

2.Larva auricularia

(31)

4.Larva doliolaria

5.Larva pentactula

Teripang pasir adalah dioecious, yaitu alat kelamin jantan dan betina

terdapat pada individu yang berbeda secara visual, kedua kelamin ini sulit di

bedakan (Hyman 1955). Teripang mempunyai gonad yang multitubular yang

terletak pada bagian anterior rongga tubuh secara morfologi, gonad menyerupai

sikat dengan tabung-tabung halus yang berhubungan dengan saluran tunggal pada

bagian dorsal untuk mengeluarkan telur yang matang keluar tubuh (Storer et al.

1979). Secara umum teripang bereproduksi secara seksual dan asexual (Gambar 5)

bergantung pada besar indeks gonad, ukuran dan fekunditas, habitat serta

frekuensi reproduksi (pemijahan) dari masing-masing spesies (Hariott 1982; Starr

1990).

Gambar 6. Proses terjadinya reproduksi teripang sampai menjadi larva (Martoyo et al. 2007)

Teripang umumnya memijah pada perairan di sekitar lingkungan tempat

hidupnya pada daerah sub tropis, hampir setiap spesies mempunyai waktu

(32)

daerah tropis tidak mempunyai waktu atau musim pemijahan tertentu, jadi

spesies-spesies di daerah tropis memijah sepanjang tahun (Bakus 1973).

Walaupun teripang yang ada di daerah tropis memijah sepanjan tahun,

akan tetapi ada puncak pemijahan yang hanya terjadi beberapa bulan dalam

setahun. Contohnya, Holthuria scabra yang di daratkan pada di Pulau Saugi,

Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan, memiliki puncak pemijahan dua kali

dalam setahun yakni pada bulan Desember - januari dan Mei sampai Juni (Jayadi

dan Tuwo 1996), Maret dan Nopember untuk Holthuria scabra yang hidup di

perairan lampung. (Darsono et al.1995). Di duga siklus reproduksi tersebut di

pengaruhi oleh faktor luar di antaranya suhu, perubahan salinitas karena

masuknya air tawar sewaktu musim hujan berlangsung, dapat menyebabkan

pemijahan pada Holthuria scabra dan organisme laut tropis lainnya.

Teripang menjalani dua fase kehidupan di alam, yaitu fase planktonis dan

fase bentik. Larva teripang yakni stadia auricularia hingga doliolaria bersifat

planktonis, kemudian pada stadia pentactula hidup sebagai bentik sampai menjadi

teripang dewasa. (James et al 1994).

Tingkat Kematangan Gonad (TKG) diperlukan untuk mengetahui apakah

organisme tersebut akan memijah, baru memijah atau sudah memijah (Effendi,

1997). Sehingga dapat diketahui penentuan jenis ukuran yang belum bisa di

tangkap dan yang boleh ditangkap. Untuk menentukan tingkat kematangan gonad

pada teripang diperlukan pengamatan gonad secara mikroskopis serta perhitungan

nilai indeks kematangan gonad. Penentuan IKG dan TKG sangat berguna untuk

mengetahui perbandingan gonad yang masak dengan stok yang ada di perairan,

ukuran pemijahan, musim pemijahan, lama pemijahan dalam satu siklus. IKG

pada teripang adalah suatu nilai yang dinyatakan dalam persen, sebagai hasil dari

perbandingan antara bobot gonad dengan bobot tegumen (bobot tubuh) dikalikan

100% (Tuwo dan Conand 1992). Kegunaan mengetahui nilai IKG adalah untuk

mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantatif, sehingga waktu

(33)

2.3. Dinamika Stok

2.3.1. Distribusi Ukuran Panjang

Analisis ukuran panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran

yang didasarkan pada anggapan bahwa ukuran panjang individu dalam suatu

spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran

normal (effendie 1997) Analisis frekuensi panjang ini akan jumlah teripang

kedalam kelompok panjang. Tahap-tahap dalam menganalisis data ukuran panjang

meliputi penentuan selang kelas ukuran dan panjang dari teripang, menentukan

frekuensi panjang dari masing-masing kelas ukuran dan menentukan nilai tengah

dari kelas ukuran panjang.

Beberapa penelitian menunjukkan analisis ukuran menunjukkan bahwa

disekitar Dar es Salaam Holothuria scraba mencapai masa dewasanya pada saat

panjangnya mencapai 16.8 cm di Papua Nugini melaporkan ukuran awal

sepanjang 14 cm, Lokani (1995). Selanjutnya. Siro dan Hitoshi (1998)

melaporkan ukuran siap berkembang biak berkisar antara 30-50 cm di Jepang.

Beberapa faktor telah dijadikan ciri untuk membedakan ukuran dewasa awal,

misalnya jenis makanan yang dikonsumsi yang dijadikan sebagai ciri tersebut

karena kehadiran makanan yang berbeda menyebabkan ukuran dewasa awal yang

berbeda pula pada setiap tempat penelitian. Faktor lain yang mungkin

memberikan pengaruh terhadap hasil ukuran dewasa awal yang teramati adalah

kedalaman tempat sampel diambil. Beberapa penyelam telah melaporkan ukuran

Holothuria scraba yang berada di perairan dalam lebih besar dibandingkan

dengan yang ada di perairan dangkal.

Menurut Lawrence (1987), ukuran tubuh adalah karakter penting yang

mempengaruhi reproduksi, Holothuria atra yang besar di Nanwan mempunyai

gonad delapan kali lebih besar atau IKG yang empat kali lebih besar dibandingkan

individu matang yang kecil di Walitung. Hal ini menunjukkan bahwa individu

yang besar mempunyai kemampuan reproduksi yang lebih besar dan

membelanjakan energi yang lebih besar pula dibandingkan dengan individu yang

kecil.

Jenis Holothuria memiliki kisaran panjang 10 – 30 cm (Ruppert dan

(34)

ukuran panjang maksimal 32 cm dan bobot tubuh maksimal 1352g (Ebert 1978).

Umumnya spesies yang terdapat di Indonesia mempunyai panjang berkisar 20-50

cm (Panggabean 1987).

2.3.2. Pertumbuhan

Pertumbuhan individu adalah pertambahan ukuran panjang atau bobot

dalam suatu ukuran waktu, sedangkan pertumbuhan populasi adalah pertambahan

jumlah individu. Pemanfaatan umur teripang merupakan metode yang dipercaya

untuk menghitung dan mengambarkan pertumbuhan teripang. Model

pertumbuhan yang umum digunakan dalam kajian stok adalah model von

Bertalanffy dimanma panjang badan sebagai fungsi dari umur (Sparre & Venema,

1999).

Menurut (Jennings et al. 2001), beberapa metode identifikasi kohort

menggunakan asumsi bahwa distribusi frekuensi panjang dari tiap kohort biasanya

normal. Selanjutnya (Sparre & Venema, 1999) menyatakan bahwa metode yang

umum digunakan untuk memisahkan suatu distribusi-distribusi yang terpisah

dapat dilakukan dengan metode Bhattacharya. Salah satu parameter untuk

mengetahui populasi teripang secara lebih mendalam adalah pola pertumbuhan

teripang tersebut. Data sebaran frekuensi panjang digunakan untuk penentuan

kelompok ukuran teripang dalam populasi, sebaran data frekuensi panjang

panjang yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk pendugaan umur teripang.

Berdasarkan data panjang tersebut dapat ditentukan panjang teripang maksimum

(L00) dan koefisien pertumbuhannya (K). Hubungan umur dengan panjang

teripang dapat diduga melalui data komposisi panjang yang dapat dikonversi

untuk mendapatkan data komposisi umur. Selanjutnya data komposisi umur

digunakan dalam pendugaan parameter pertumbuhan teripang (Sparre & Venema,

1999).

2.3.3. Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Suatu stok yang telah di eksploitasi perlu untuk membedakan mortalitas

akibat penangkapan (F) dan mortalitas alami (M), dimana penjumlahan dari

(35)

disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi secara alamiah seperti penyakit, umur,

stres akibat pemijahan, kelaparan maupun predator (Sparre and Venema 1999),

sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas mortalitas yang diakibatkan

oleh faktor penangkapan itu sendiri.

Laju eksploitasi (E) Didefinisikan sebagai bagian dari suatu kelompok

umur yang akan ditangkap selama organisme tersebut hidup, sehingga laju

eksploitasi dapat diartikan sebagai jumlah suatu organisme yang ditangkap dan

dibandingkan dengan jumlah total organisme tersebut yang mati karena semua

faktor, baik itu faktor alami maupun yang diakibatkan oleh penangkapan (Pauly

1984).

2.3.4. Dinamika Stok Dengan Tingkat Eksploitasi Teripang

Eksploitasi teripang yang berlebihan merupakan isu penting dalam usaha

perikanan di seluruh dunia. Rencana peningkatan manajemen keberadaan populasi

teripang dan aquakultur penting untuk dipertimbangkan guna memelihara

populasinya di alam dan keberlanjutan usaha perikanan. Dalam konteks ini, kita

mengevaluasi manfaat komersial yang penting dari teripang Holothuria scabra

untuk dikembangkan secara massal di tempat penetasan. Teripang H. scabra

versicolor yang sudah dewasa dikumpulkan dari Teluk Hervey (Queensland,

Australia) dengan melakukan penyelaman dan selanjutnya diinduksi agar bertelur

dengan cara menaikkan temperatur air. Lebih kurang 46 juta telur telah dihasilkan

oleh 18 betina selama tahun 2004 sampai dengan tahun 2005. Larva dari 9 juta

telur dikembangkan hingga menjadi anakan, dengan lebih dari 300.000 anakan

dihasilkan selama periode pembiakan di tempat penetasan antara tahun 2004

sampai dengan 2005. Pada tahapan anakan teripang mempunyai ukuran antara 3-5

cm selama tiga bulan dan setelah itu merupakan waktu yang cocok untuk

melepaskan mereka ke alam. Studi ini memperlihatkan bahwa jenis ini bisa

dibesarkan di tempat penetasan dalam skala besar untuk menyetok kembali

populasi yang telah habis agar dapat dilakukan pemanenan yang berkelanjutan.

Data yang dikumpulkan selama dua tahun masa percobaan mengindikasikan

peningkatan daya tahan yang sangat tinggi pada tahun kedua, hal ini diikuti

(36)

dapat dipertimbangkan pasar potensialnya, nilai industri dan teknik pengerjannya,

karena spesies ini sesuai untuk meningkatkan stok. Grisilda Ivy and Daniel Azari

Beni Giraspy1 (2006).

Teripang merupakan salah satu jenis biota laut yang dapat dimakan dan

bergizi tinggi. Kandungan protein teripang sebesar 43 % dari berat keringnya,

Teripang tergolong komoditi ekspor hasil laut yang semakin besar permintaannya

terutama dalam bentuk kering dan asapan. Teripang digunakan sebagai bahan

makanan, baik di konsumsi mentah dengan pengolahan sederhana maupun

dimasak kembali setelah proses pengeringan. Konsumen utama teripang adalah

Cina, Korea dan Jepang, khusus Jepang dan Korea jenis teripang yang di makan

adalah Stichopus Japonicus yang hidup di perairan Jepang Utara dan Rusia (Nessa

dan Arahman 1987)

Kegiatan perikanan teripang di dunia saat ini terletak di kawasan Indo

Pasifik Barat, dengan produsen yang meliputi negara-negara sepanjang pantai

Timur Afrika, India, Sri Langka, Cina, Korea, Jepang, Filipina, Malaysia,

Vietnam, Indonesia, Australia dan negara-negara yang terletak di kawasan Pasifik

tengah dan Selatan (Aziz 1987). Selanjutnya dikatakan bahwa sekitar 23 jenis

teripang dieksploitasi di perairan Indonesia. Jenis Holthuria scabra adalah jenis

teripang yang banyak di eksploitasi. .

Kekayaan jenis teripang secara keseluruhan mungkin belum terungkap.

Sementara itu beberapa jenis teripang yang komersil telah mengalami tekanan

eksploitasi. Pada saat ini perburuan teripang tidak saja pada jenis-jenis yang

berharga mahal, tapi juga terhadap jenis-jenis yang murah yang pada awalnya

tidak menjadi perhatian. Tekanan eksploitasi terhadap jenis-jenis teripang tersebut

telah menyebabkan populasi alaminya sangat menurun. Hal ini bisa menjadi

masalah yang dilematis, karena tidak ada usaha pengelolaan dan pelestariannya

(Darsono 2005).

Eksploitasi teripang untuk tujuan komersil telah berlangsung paling tidak

sejak seribu tahun yang lalu. Perdagangan teripang untuk pangan, secara global

meningkat tajam dan mencapai jumlah sekitar 12.000 ton teripang kering atau

setara dengan 120.000 ton teripang hidup, pada awal 1990. Meningkatnya

(37)

terhadap teripang diberbagai negara penghasil. Sejak akhir tahun 1990-an

eksploitasi teripang bertambah dengan adanya kegiatan riset produk alam dan

penggunaan teripang sebagai hewan akuarium. Keberadaan teripang terancam

oleh tangkap lebih akibat meningkatnya permintaan, dan kerusakan habitat tempat

hidupnya.

Penangkapan teripang menyebabkan penurunan kepadatan dan ukuran

jenis teripang target. Menurunnya kepadatan populasinya akibat kegiatan

penangkapan berakibat pada gagalnya fertilasi oleh jarak keberadaan antara jantan

dan betina yang terpisah jauh. Kegiatan eksploitasi teripang di Indonesia

umumnya berskala kecil. Para nelayan melakukan penangkapan dengan

menggunakan tombak dan pengambilan teripang dengan tangan (Gambar 7),

teripang yang terdapat di kumpulkan sedikit demi sedikit dan diproses

dikeringkan kemudian dijual kepada tengkulak pengumpul (Darsono 2005).

Gambar 7.a.Alat penangkapan teripang dengan alat penjepit (Martoyo et al. 2007)

b.Alat penangkapan dengan menggunakan kompresor c.Penankapan teripang dengan tangan

Teripang sebagai komoditas perdagangan sebagian besar berasal dari hasil

penangkapan dari alam, sedangkan teknologi budidaya sebagai alternatif

pemenuhan kebutuhan kebutuhan pasar baik dalam negeri maupun ekspor belum

dapat memberikan hasil secara optimal. Sebagai akibat dari keadaan tersebut

maka keadaan sumberdaya teripang akan terancam, sehingga spesies teripang

dimasukkan kedalam daftar hewan yang dilindungi dan beberapa negara yang

tergabung dalam CITES (The Convention on International Trade in Endangered

Species of Wild Fauna and Flora) berencana memasukkan teripang kedalam

(38)

perdagangannya akan dibatasi berdasarkan kuota yang telah disetujui dengan

memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya.(DKP 2004).

2.4. Strategi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Teripang Pasir dan Teripang Hitam

Menurut Cochrane (2002), pengelolaan sumberdaya perikanan

didefinisikan sebagai proses yang terpadu dari pengumpulan informasi, analisis,

perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumberdaya dan

implementasi, dengan penguatan regulasi atau undang-undang yang mengatur

aktivitas perikanan agar dapat menjamin keberlanjutan produktivitas sumberdaya

dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Dalam Code of Conduct for Responsible

Fisheries (FAO 1995) dijelaskan bahwa pengelolaan perikanan adalah suatu

kebutuhan besar dan menjadi kebutuhan dunia. Hal ini terjadi karena banyak

manusia di muka bumi ini yang bergantung pada perikanan sebagai mata

pencahariannya.

Menurut Mees (1996), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan harus

mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan biologi. Oleh karenanya,

pengelolaan sumbrdaya perikanan haruslah difokuskan untuk menjaga

keseimbangan aspek sosial, ekonomi dan ekologi. Selanjutnya Himman (1998),

menyatakan bahwa permasalahan perikanan dalam konteks ekosistem adalah

eksploitasi yang berlebihan, kurangnya perhatian terhadap interaksi

predator-mangsa dan hasil tangkapan sampingan yang disebabkan oleh penangkapan

manusia.

Pasokan yang tinggi dari seluruh dunia terhadap kualitas teripang tidak

akan cukup untuk memenuhi permintaan di pasar Asia, kecuali teknik aquakultur

terhadap teripang yang ada diganti secara parsial agar dapat mengurangi penurun

stoknya di alam. Studi mengenai teknik aquakultur terhadap teripang tropis telah

lama difokuskan pada penyebaran teripang H. scabra. yang komersial. Beberapa

studi memberikan perhatian yang lebih terhadap H. scabra versiclor (Hamel et al.

2001), dan hanya sedikit informasi yang tersedia mengenai aspek biologisnya,

terutama mengenai tahapan awal hidupnya. Sejauh ini, tidak ada satupun

(39)

dilakukan persiapan percobaan di Bluefin Seafoods sea cucumber hatchery,

dimana telah menghasilkan 33.500 anakan selama tahun 2004 (Giraspy and Ivy,

2005).

2.5. Deskripsi Perairan Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan

Secara keseluruhan terdapat lima Desa dan kelima Desa ini dikenal dengan

sebutan pulau Waidoba, Pulau Waidoba merupakan salah satu gugusan pulau

Kayoa dan terletak pada posisi 00 36’ 2” LU dan 1260 39’ 54” BT - 00 30’ 50” LU

dan 1260 39’ 54” BT. Pulau ini memiliki luas wilayah sekitar 3.318.77 Ha terdiri

dari luas terumbu karang sekitar 804.79 Ha atau 27.91 %, hutan mangrove 407.93

Ha atau 14.15 %. Luas hutan dan perkebunan 620.87 Ha atau 21.53 %, luas lahan

kosong 624.915 Ha atau 21.67 % dan luas pemukiman 110 Ha atau 1.52 %

sedangkan luas perairannya sekitar 381.132 Ha atau 13.22 % dari total luas pulau.

Pemilihan desa Laluin sebagai desa tempat penelitian karena selain dari Ibu Kota

Kecamatan, Desa Laluin merupakan Desa yang memiliki penduduk terbanyak

(360 KK) dengan jumlah jiwa sebesar 2.597.000 jiwa dan kurang lebih 90%

penduduknya adalah berprofesi sebagai nelayan. Pada umumnya keenam Desa

tersebut memiliki mata pencarian Nelayan, Petani, PNS dan Wiraswasta. Nelayan

di Desa Laluin terdiri dari Nelayan tetap 281 0rang nelayan sambilan 411 0rang.

Rumah Tangga Perikanan (RTP), merupakan satuan rumah tangga nelayan yang

didasarkan pada satuan penangkapan diukur dari kepemilikan armada

penangkapan. Pada penelitian ini satuan unit armada sebagai acuan RTP, terdiri

atas dua bagian yakni armada dengan perahu bermotor dan armada dengan perahu

tanpa motor.

Desa Laluin memiliki perairan yang banyak mendapat massa air dari selat

pasir putih dan tanjung Posi-posi, selain itu hampir semua kawasan pantai

dikelilingi oleh mangrove dan perairannya memiliki substrat yang bervariasi

seperti pasir, pasir berlumpur, lamun dan terumbu karang. Wilayah yang

dikelilingi oleh vegetasi mangrove, padang lamun dan terumbu karang ini

sangatlah cocok untuk pertumbuhan teripang Strata kedalaman perairan Desa

Laluin memiliki kedalaman yang bervariasi pula, pada saat air surut mulai dari

(40)

nelayan setempat teripang telah jarang ditemukan pada kedalaman yang mudah

dijangkau seperti kedalaman 0-5 m, 5-10 m dan kedalaman 10-15 m, hal ini

dikarenakan penangkapan yang dilakukan terus menerus dan saat ini para nelayan

teripang melakukan penangkapan dikedalaman 30 m keatas dan penangkapan

dibantu dengan alat menyelam yaitu kompresor. Data kualitas perairan Desa

Laluin sejak tiga tahun terakhir disajikan pada tabe 1.

Tabel 1: Kondisi perairan Desa Laluin Kec.Kayoa Selatan 3 tahun terakhir

No Parameter Satuan Nilai rata-rata

1 Suhu oC 27

2 salinitas PSU 33

3 DO 5.5

4 Kecerahan m 17

5 Kec. Arus m/det 0.51

6 pH 8.8

Sumber: BAPPEDA Prov.Maluku Utara 2008

Masyarat Desa Laluin telah melakukan pembesaran teripang namun hal ini

tetap saja tidak menjamin jumlah produksi yang dibutuhkan pasar dan selalu

mengalami kegagalan, disamping itu daerah yang memiliki tempat yang cocok

untuk pertumbuhan teripang tekanan terhadap lingkungan perairan akibat adanya

pencemaran relatif belum terjadi, sehingga menjadikan perairan Desa Laluin

merupakan salah satu penghasil sumberdaya teripang yang ada di Provinsi

Maluku Utara.

Dalam periode 5 tahun (2005-2009) produksi mencapai 1615 kg (KUD

Khatulistiwa, 2009). Data produksi tahun 2009 per jenis komoditi khusus jenis

teripang Kabupaten Halmahera Selatan adalah 768.00 ton (DKP Kabupaten

Halmahera Selatan, 2009), penyumbang teripang terbesar untuk Provinsi Maluku

Utara salah satunya adalah Desa Laluin.

Teripang merupakan salah satu sumberdaya yang memiliki nilai ekonomis

penting dan sampai sekarang masih dimanfaatkan oleh masyarakat nelayan Desa

Laluin, dari tahun ketahun masyarakat Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan

(41)

teripang yang dilakukan secara manual sedangkan pada kedalaman tertentu

mengunakan bantuan selam yaitu dengan menggunakan kompresor, ada nelayan

yang lepas dan ada nelayan yang memiliki keterikatan dengan pengusaha

setempat, nelayan lepas melakukan pengumpulan dan melakukan penggolahan

secara sendiri dan bebas melakukan penjualan hasil tangkapan kepada pembeli

yang ada di daerah maupun di luar daerah setempat, sedangkan nelayan yang

punya keterikatan biasanya nelayan yang mengunakan alat selam (kompresor)

dengan cara para nelayan melakukan aktivitas penangkapan yang biaya

operasionalnya di tangani oleh pedagang atau pembeli hasil laut dan hasil

tangkapan yang di dapat diolah dan dijual kepada pedagan atau pengumpul yang

membiayai biaya operasional para nelayan atau kelompok nelayan tersebut.

Penangkapan yang dilakukan bersifat terus menerus hampir setiap hari dan

malam harinya nelayan melakukan penangkapan, hal seperti inilah yang

mengakibatkan terjadinya penurunan stok teripang dan apabila dalam jangka

waktu yang relatif lama atau panjang maka dapat dipastikan akan terjadi ketidak

seimbangan stok dan akan tidak menutup kemungkinan mengancam keberadaan

dan kelestarian sumberdaya teripang maupun ekonomi masyarakat nelayan

setempat. Seperti dikemukakan oleh James & Covich (1991) bahwa laju

penangkapan atau intensitas penangkapan dapat digunakan sebagai indikasi arah

kecenderungan produktivitas stok, maka dari itu dapat diasumsikan bahwa

(42)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laluin Kecamatan Kayoa Selatan

Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara dan mulai dari bulan

Agustus sampai bulan september 2010. Daerah penelitian ini disebelah utara

berbatasan dengan Desa Pasir Putih, sebelah selatan berbatasan dengan Desa

Posi-posi, Desa Sagawele, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ngute-Ngute dan

disebelah barat berbatasan dengan Desa Orimakurunga (Gambar 8)

Lokasi penelitian stasiun I berada pada titik koordinat sebagai berikut :

kedalamna 0 - 5 (00° 1' 51,74" LS dan 127° 25' 33,60" BT), kedalaman 5 - 10

(00° 1' 51,63" LS dan 127° 25' 40,80" BT), serta kedalaman 10 – 15 ( 00° 1'

51,60" LS dan 127° 25' 44,40" BT). Stasiun I memiliki kondisi dengan substrat

dasar perairan adalah pasir berlumpur, dan terdapat beberapa biota serta jenis

tumbuhan laut lainnya, sedangkan disepanjang pantai ditumbuhi oleh vegetasi

mangrove. Lokasi penelitian stasiun II (dua) berada pada titik koordinat:

Kedalaman 0 – 5 ( 00° 3' 8,15" LS dan 127° 25' 22,80" BT), kedalaman 5 – 10

(00° 3' 8,22" LS dan 127° 25' 30,00" BT), serta kedalaman 10 – 15 (00° 3'

9,19"LS dan 127° 25' 48,0" BT). Lokasi penelitian II adalah pada perairan antara

Desa Laluin dengan Desa Posi-posi dimana jarak antara stasiun I dan stasiun II ±

3 km yang juga dicirikan dengan substrat dasar perairan pasir berlumpur, dan

terdapat beberapa biota serta jenis tumbuhan laut lainnya, sedangkan disepanjang

pantai ditumbuhi oleh vegetasi mangrove.

Lokasi penelitian stasiun III (tiga) berada pada titik koordinat: Kedalaman

( 00° 5' 3,16"LS dan 127° 24' 54,00"BT), kedalaman (00° 5' 3,34"LS dan 127°

25' 1,20"BT) sedangkan kedalaman 10 – 15 (00° 5' 3,14"LS dan 127° 25'

4,80"BT). Lokasi ini terletak ± 3 km dari stasiun II atau ± 6 km dari stasiun I.

Kondisi stasiun III tidak jauh berbeda dengan stasiun II, memiliki kondisi perairan

yang ditumbuhi oleh lamun, terumbu karang maupun vegetasi mangrove yang

terdapat di sepanjang pesisir pantainya.

Ketiga stasiun pengamatan tersebut selain memiliki karateristik perairan

(43)

dimana mengalami dua kali pasang dan dua kali surut pada interval waktu yang

sama.

(44)

Gambar 9. Stasiun pengamatan pada setiap kedalaman

3.2. Metode Pengukuran

Penelitian di lapangan di lakukan dengan metode transek kuadran atau

systematic random sampling (Setyobudiandi et al. 2009) yang berukuran 1X1

meter dan dilakukan pemasangan 3 buah transek garis (line transek) dengan jarak

antara transek 50 m, mulai dari garis pantai kearah laut pada saat surut dengan

kedalaman 0-5 m, 5-10 m dan 10-15 m kemudian pada masing-masing garis

transek diletakkan kuadran berukuran 1X1 m (Gambar 10). Seluruh teripang yang

diambil di kelompokkan berdasarkan lokasi stasiun penelitian dan dihitung

jumlahnya serta diidentifikasi. Kemudia disaat yang bersamaan akan dilakukan

pengukuran parameter kualitas perairan Tabel 2.

ST.I: Kedalaman 0-5 M Kedalaman 5-10 M Kedalaman 10-15 M

ST.II: Kedalaman 0-5 M Kedalaman 5-10 M Kedalaman 10-15 M

(45)

Tabel 2: Parameter fisika, kimia dan biologi perairan

Parameter Satuan Alat dan Metode Keterangan

Parameter Fisika,Kimia

-Suhu 0C Water Ceckker HORIBA tipe U10 Insitu

-Kecepatan Arus Cm/dt Insitu

-Salinitas Permil Insitu

-Oksigen terlarut mg/L Water Ceckker HORIBA tipe U10 Insitu

-Derajat keasaman/pH pH meter Insitu

-Tekstur sedimen % Hidrometer Lab

-Kedalaman perairan m Ekosinder Insitu

Parameter Biologi

-Teripang Ind./m2 Kuadran 1x1 m Insitu

-Panjang tubuh mm Mistar ukur Insitu

-Bobot tubuh g Timbangan O Hauss digital Insitu

-TKG g Insitu/Lab

Parameter Dinamika Stok

- Data tangkapan nelayan kg/jam Kuesioner Insitu

L. I L.II L. III 0 m

5 m

50 M 10 m

15 m

(46)

Daratan

Garis pantai Kedalaman yang berbeda pada 1 transek

Garis transek Permukaan air laut

Gambar 11. Pengamatan profile dasar perairan di setiap transek

Gambar 12. Tipe substrat berdasarkan segitiga Miller (Brwer et al. 1990)

3.3. Parameter Biologi

a. Pengambilan contoh teripang pasir (Holothuria scabra) dan teripang hitam

(Holothuria edulis) dilakukan dengan dua cara,yang pertama pengambilan

teripang dilakukan pada sore hingga malam hari Dalam kuadran berukuran Substrat

(47)

1X1 m, akan dilakukan pengamatan penghitungan jumlah jenis teripang yang

berada dalam kuadran dan semua jenis teripang yang berada dalam kuadran

diambil untuk dilakukan identifikasi jenis

b. Teripang pasir maupun teripang hitam diambil lalu di lakukan pengukuran

panjang, pengukuran panjang dilakukan pada saat teripang masih dalam

kondisi basah.

c. Teripang pasir dan teripang hitam yang terdapat pada saat sampling dilakukan

penimbang berat teripang, penimbangan berat teripang dilakukan pada saat

teripang masih dalam kondisis basah Gambar 13

d. Pengosongan organ tubuh dilakukan juga untuk pengamatan dan penimbangan

gonad dengan mengacu pada Conand (1990) Tabel 3.

Gambar 13. Pengukuran panjang dan berat (A). Teripang pasir

(B). Teripang hitam A

Gambar

Gambar 1. Diagram kerangka pendekatan masalah
Gambar 2: Teripang pasir dan teripang hitam
Gambar 3 : Morfologi Teripang (Martoyo et al. 2007)
Gambar 4. Ekosistem tempat teripang hidup
+7

Referensi

Dokumen terkait

Standardisation Committee shall be renewed every five years. The development of a new standard or revision of already existing standards shall always be connected with the

Intinya Mail Megre menawarkan suatu solusi, bahwa jika kita ingin membuat surat dengan banyak penerima yang berbeda tapi isi surat tersebut sama, maka kita tidak harus

Gli incontri erano presieduti da Diana, l'antica Dea romana legata alla vegetazione e alla fertilità,. il cui culto era straordinariamente sopravvissuto nonostante

Pengaruh kekasaran permukaan terhadap temperatur tuang yang ditunjukan pada gambar 8, dapat dilihat pada temperatur tuang 650 o C menghasilkan kekasaran permukaan

Setelah manajer melakukan analisis pekerjaan, selanjutnya manajer dapat memperkirakan kebutuhan karyawan perusahaannya baik untuk jangka pendek maupun

Strategi Pembelajaran adalah cara-cara yang digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan selama pembelajaran. Model Pembelajaran Menciptakan Proses

Jadi dapat dikatakan bahwa pelanggan adalah seseorang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat yang sama untuk memuaskan keinginannya

Turbin uap terdiri dari sebuah cakram yang dikelilingi oleh sudu-sudu. Sudu-sudu ini berputar karena tiupan dari uap bertekanan. Uap bertekanan yang masuk ke turbin adalah uap