• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia Untuk Optimalisasi Industri Pulp Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia Untuk Optimalisasi Industri Pulp Indonesia"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BEA KELUAR EKSPOR KAYU LOG INDONESIA UNTUK

OPTIMALISASI INDUSTRI PULP

MARSELLA PRISILIA

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudulBea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia untuk Optimalisasi Industri Pulp adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MARSELLA PRISILIA. Bea Keluar Ekspor Kayu Log Indonesia untuk Optimalisasi Industri Pulp Indonesia. Dibimbing oleh SRI MULATSIH.

Indonesia merupakan salah satu negara eksportir kayu log ke dunia. Permintaan terhadap kayu log Indonesia yang tinggi ke dunia serta di dalam negeri, khususnya pada industri pengolahan kayu. Pada sisi industri pengolahan kayu, industri pulp merupakan industri yang menghasilkan nilai produksi terbesar di Indonesia dan memegang peranan penting terhadap perekonomian Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi ekspor kayu log Indonesia, dan bea keluar terhadap optimalisasi Industri Pulp Indonesia. Metode analisis yang digunakan yaitu data panel untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor kayu log Indonesia, menganalisis bea keluar terhadap optimalisasi industri pulp. Pada hasil estimasi menujukkan bahwa hanya harga ekspor kayu log Indonesia yang mempunyai pengaruh negatif dan signifikan, sedangkan GDP riil negara tujuan ekspor, nilai tukar mempunyai hubungan positif dan signifikan. Pada hasil analisis dampak bea keluar, menujukkan bahwa bea keluar sebesar 6.13% merupakan skenario yang tepat dalam menghasilkan dampak yang optimum untuk menurunkan volume ekspor kayu log Indonesia dan meningkatkan kapasitas produksi industri pulp Indonesia.

Kata Kunci: bea keluar, data panel, ekspor, kayu log, optimalisasi. ABSTRACT

MARSELLA PRISILIA. Log Timber Export Duty Indonesia for Indonesian Pulp Industry Optimization. Supervised by SRI MULATSIH.

Indonesia has one of the exporters of logs to the world. Demand for high Indonesian logs into the world as well as in the country. On the side of the wood processing industry, pulp industry is one of the wood processing industry and the industry that produces the largest output value in Indonesia and plays an important role in the Indonesian economy. This study was conducted to analyze the factors that affect the export of Indonesian logs and duties towards the optimization of Indonesian Pulp Industry. The analytical method used is panel data. In the estimation results showed that only export prices of logs Indonesia which has a negative and significant, while the real GDP export destination countries, the exchange rate has a positive and significant relationship. On the results of the analysis of the impact of export duties, showed that the export duty for 6.13% is the exact scenario in producing optimum impact to reduce the volume of Indonesian exports of logs and increase the production capacity of Indonesia's pulp industry.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ilmu Ekonomi

BEA KELUAR EKSPOR KAYU LOG INDONESIA UNTUK

OPTIMALISASI INDUSTRI PULP INDONESIA.

MARSELLA PRISILIA

DEPARTEMEN ILMUEKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2014 ini ialah perdagangan, dengan judul Kebijakan Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia terhadap Ekspor Timah

.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik, antara lain kepada:

1. Dr.Ir.Sri Mulatsih, M.Sc.Agr.selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan, dan motivasi selama proses penyelesaian skripsi ini.

2. Dr.Tanti Novianti, S.P.,M.Si.selaku dosen penguji utama yang telah memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. 3. Dr.Muhammad Findi Alexandi, SE,M.E. selaku Komisi Pendidikan yang

telah memberi kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

4. Para dosen, staff, dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis selama menjalani studi.

5. Orang tua penulis (R. Hotmir dan Risnasari) serta adik (Anggun Novia Dwijayanti) atas doa, motivasi, dan dukungan moril maupun materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman satu bimbingan Lita Rudoturahman, Mas Ayu Faradiah, Siska Nurwulan, dan Marsella atas kerjasama, motivasi dan doa selama proses penyelesaian skripsi.

7. Sahabat-sahabat penulis (Pristi Sukmasetya, Khairunnisa, Claudia, Sami, Maya, Rabbani, Putu Gayatri, Cahyaning Rosy, Pristi Panggabean, Widya, Hirza, dan Husnal) serta teman-teman ESP 48 atas kebersamaan, semangat, bantuan dan motivasi selama menjalankan studi.

8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Rumusan Masalah 2

Tujuan Peneltian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Kayu Log 6

Pulp 7

Perdagangan Internasional 8

Ekspor 9

Optimalisasi 10

Bea Keluar 10

Nilai Tukar 11

Harga Ekspor 11

Populasi Penduduk 12

Studi Penelitian Terdahulu 12

Hipotesis 14

Kerangka Penelitian 14

METODE PENELITIAN 16

Jenis dan Sumber Data 16

Metode Analisis dan Pengumpulan Data 16

Pemilihan Model Terbaik 17

Pengujian Hipotesis 18

Evaluasi Model 18

Definisi Operasional 21

(10)

GAMBARAN UMUM 22 Perkembangan Ekspor Kayu Log (Kayu Bulat) Indoensia 22

Perkembangan Industri Pulp Indonesia 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Determinan Volume Ekspor Kayu Log Indonesia ke Enam Negara Tujuan 26 Dampak Kebijakan Bea Keluar terhadap Ekspor Kayu Log Indonesia 26

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN 33

(11)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan sumber data penelitian 16

2 Selang nilai Statistik Durbin-Watson serta keputusannya 20 3 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam

negara tujuan utama ekspor 23

4 Hasil estimasi determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara

tujuan utama ekspor 26

5 Cross-Section Effect (Estimasi Keragaman Individu) 28

6 Kapasitas industri pulp Indonesia tahun 2013 29

7 Dampak kebijakan bea keluar terhadap ekspor kayu log Indonesia 30

DAFTAR GAMBAR

1 Persentase kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 2001-2013 (Persen) 1 2 Nilai ouput (produksi) menurut subsektor tahun 2013 (Milyar Rupiah) 2 3 Perkembangan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara

tujuan ekspor (Kg) 4

4 Harga komoditi relatif ekuilibirium setelah perdagangan 8

5 Ilustrasi dampak pajak ekspor 10

6 Perkembangan nilai ekspor kayu log indonesia ke enam negara tujuan

ekspor tahun 2001-2013 (Ribu US$) 22

7 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam

negara tujuan utama ekspor tahun 2001-2013 23

8 Perkembangan kapasitas produksi industri pulp Indonesia tahun

2005-2013 (ton) 24

9 Nilai ekspor komoditi pulp dan kertas tahun 2010-2013 (Milyar US$) 2

DAFTAR LAMPIRAN

1 Enam Besar Negara Tujuan Ekspor Kayu Log Indonesia 2001-2013 33

2 Pohon Industri Pulp 35

3 Uji Hausman 35

4 Hasil Estimasi FEM 36

5 Uji Multikoliniearitas 36

6 Uji Normalitas 37

7 Uji Heteroskedasitas 37

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kontribusi subsektor kehutanan pada perekonomian nasional Indonesia cukup dominan terutama pada tahun 1980-an, berbanding terbalik pada dari periode 2000 hingga 2014 kontribusi subsektor kehutanan terhadap produk domestik bruto (PDRB) Indonesia hanya sekitar satu persen. Hal ini dapat terlihat pada gambar 1 yang menunjukkan persentase distribusi produk domestik bruto Indonesia pada tahun 2000 hingga tahun 2013.

Sumber: BPS, 2014

Gambar 1 Persentase kontribusi subsektor kehutanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku tahun 2000-2013 (Persen)

Gambar 1 menyatakan bahwa distribusi subsektor kehutanan terhadap PDB Indonesia pada tahun 2000 hingga tahun 2013 cenderung berfluktuatif dan menunjukkan trend yang menurun. Pada tahun 2001 hingga pada tahun 2013 rata-rata kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB Indonesia setiap tahunnya sebesar 0.82% dari total PDB Indonesia.

Peranan subsektor kehutanan terhadap perekonomian nasional dapat juga dilihat dari kontribusi subsektor kehutanan dalam meningkatkan nilai tambah (pendapatan) faktor produksi dalam perekonomian nasional. Data Kementerian Kehutanan (2013) menunjukkan bahwa pada tahun 2013, khususnya pada industri kehutanan hilir menghasilkan nilai pengganda sebesar 1.26-1.44 melampaui sektor pertanian sebesar 1.10-1.42 dan sektor non-pertanian sebesar 1.00-1.43. Hal ini menunjukkan bahwa subsektor kehutanan dapat menjadi salah satu instrumen kebijakan yang digunakan dalam meningkatkan perekonomian nasional.

Pada sisi kegiatan ekspor, subsektor kehutanan dapat mencapai prestasi , menjadi negara produsen kayu bulat tropis dunia pada tahun 1980 dengan

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

P

er

sen

(14)

2

menguasai 41% pangsa pasar dunia senilai 2.1 Milyar US$ dolar. Perkembangan ekspor kayu log Indonesia ke dunia dapat dilihat pada Gambar 2. Perkembangan ekspor kayu log ke enam negara tujuan utama.

Pada sisi industri, Kementerian Perindustrian mencatat bahwa nilai ouput (produksi) industri pengolahan kayu di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 189,553 Milyar rupiah atau sebesar 6,32% dari total ouput nasional (BPS 2014). Industri pulp (kertas dan barang dari kertas) merupakan salah satu industri pengolahan kayu yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Pada Gambar 2 menjelaskan bahwa pada tahun 2013, industri pulp merupakan sepuluh besar industri yang menghasilkan nilai ouput (produksi) terbesar dari total ouput nasional. Industri pulp menghasilkan nilai output sebesar 115,593 milyar Rupiah atau sekitar 3.8% dari total output nasional (BPS 2014).

Sumber: BPS, 2014

Gambar 2 Nilai Output (produksi) menurut Subsektor Tahun 2013 (Milyar Rupiah)

Peranan industri pulp terhadap perekonomian nasional juga dapat dilihat dari kinerja ekpor produk pulp Indonesia ke dunia. Pada tahun 2013 FAO mencatat nilai ekspor produk pulp Indonesia ke dunia sebesar 3,544 juta US$. Industri pulp Indonesia juga menujukkan perkembangan yang cukup baik dalam satu dekade terakhir yaitu pada tahun 2002 Indonesia menempati peringkat ke-12 sebagai eksportir kertas dan pada tahun 2009 hingga pada tahun 2013 menempati peringkat ke-9. Negara Indonesia menempati peringkat ke-6 sebagai eksportir utama produk pulp dunia. Pada tahun 2013, FAO mencatat total ekspor pulp Indonesia pada tahun 2002 sebesar 2.25 juta ton dan pada tahun 2011 sebesar 2.93 juta ton.

Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki

(15)

3 Potensi industri pulp Indonesia sebagai produsen utama pulp di dunia dapat dilihat dari biaya produksi industri pulp Indonesia yang relatif lebih murah dibandingkan dengan negara-negara pesaing. Kementerian Perindustrian (2012) mencatat bahwa berdasarkan hasil riset terkemuka di dunia Research Information SystemInc (RISI), pada kwartal IV tahun 2011, biaya produksi pulp serat pendek per ton di Indonesia sebesar 185 US$, di Amerika Serikat sekitar 385 US$, di Kanada sebesar 330 US$, dan di Brazil sebesar 271 US$.Kementerian Kehutanan (2014) mencatat bahwa pada tahun 2013, produksi pulp nasional tercatat 3,987,390 ton dengan kebutuhan kayu log sebanyak 17,225,526 m3 (1 ton pulp

membutuhkan 4.32 m3 bahan baku kayu log), sementara produksi bahan baku

kayu log yang dapat dimanfaatkan oleh industri pulp mencapai 36.1 juta m3 yang terdiri dari produksi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) sebesar 35.2 juta m3,949.607 m3 dari izin sah lainnya, dan 7.9 juta dari berbagai sumber legal

lainnya.

Keterkaitan yang kuat antara kayu log dengan industri pulp menyebabkan pemerintah mulai menerapkan berbagai hambatan untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan ekspor kayu log dan meningkatkan industri pengolahan kayu domestik, salah satunya dengan menetapkan tariff yang tinggi melalui pajak ekspor (bea keluar) hingga pelarangan ekspor kayu log (kayu bulat) ke pasar internasional.Kebijakan larangan ekspor kayu bulat pertama kali diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia pada Mei 1980.Larangan ekspor kayu bulat pada awalnya diberlakukan secara bertahap, kemudian pada awal tahun 1985 ekspor kayu bulat dihentikan secara total (Manurung, 2008).

Pemerintah Indonesia pada tanggal 27 Mei 1992 mengubahkebijakan larangan ekspor kayu log dengan pengenaan bea keluar atau tarif ekspor kayu bulat yang tinggi, yaitu sebesar 500 US$ –4800 US$ per m3 kayu bulat,

tergantung jenis kayu (Manurung, 2008). Kebijakan bea keluar diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk menghindari klaim internasional bahwa kebijakan larangan ekspor kayu log merupakan kebijaan non tariff barier. Kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada awal dekade 80-an ternyata berhasil mengembangkan industri kayu lapis dan kayu gergajian di Indonesia serta merubah Indonesia dari eksportir kayu bulat tropis terbesar di dunia menjadi eksportir utama kayu olahan (Manurung,2002).

Dampak negatif muncul dari penerapan kebijakan bea keluar ini yaitu permasalahan kelangkaan komoditi kayu log. Produsen dalam negeri mengeluhkan sulitnya untuk mendapatkan bahan baku kayu log, yang disebabkan permasalahan illegal logging yang semakin tinggi. Pemerintah pada tahun 2001 kembali menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu bulat ke pasar internasional melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan Nomor: 1132/Kpts II/2001 Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor: 292/MPP/Kep/10/2001 dalam mengurangi dampak tersebut (Manurung, 2008), kebijakan ini diterapkan pada kode HS 4403. Pemerintah Indonesia pada tahun 2012 kembali mengatur ulang peraturan larangan ekspor kayu log dengan menambah jenis kayu log yaitu kode HS 4404 dan HS 4403.

(16)

4

negeri serta mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi regional juga mengurangi permasalahan illegal logging di Indonesia.

Kegiatan ekspor kayu log Indonesia khususnya tahun 2001 hingga 2013 setelah adanya penerapan kebijakan ekspor yaitu kebijakan larangan ekspor kayu dan bea keluar, memengaruhi perkembangan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, Arab Saudi serta Singapura. Gambar 3 menujukkan perkembangan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama.

Sumber: UN Comtrade, 2014

Gambar 3 Perkembangan volume ekspor kayu log indonesia ke enam negara tujuan utama (kg)

Gambar 3 menunjukkan, perkembangan volume ekspor kayu log Indonesia pada tahun 2001 hingga tahun 2013 ke enam negara tujuan utama ekspor mengalami trend yang berfluktuatif setiap tahunnya. Pertumbuhan rata-rata volume ekspor kayu log ke enam negara tujuan ekspor, setiap tahunnya sebesar 8.4%. Pertumbuhan volume ekspor kayu log tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 8.03%. Pertumbuhan volume ekspor kayu log Indonesia ke negara Cina merupakan pertumbuhan volume ekspor yang tertinggi yaitu sebesar 6.8%. Perkembangan volume ekspor kayu log ke enam negara tujuan ekspor yang berfluktuatif disebabkan oleh beberapa kebijakan ekspor yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia yaitu antara lain kebijakan larangan ekspor kayu log serta kebijakan bea keluar untuk beberapa jenis kayu log.

Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini menganalisis determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama, serta menganalisis berapa bea keluar optimal bagi ekspor kayu log yang dapat diterapkan bagi ekspor kayu log Indonesia untuk optimalisasi industri pulp di Indonesia.

Rumusan Masalah

Kayu log merupakan salah satu komiditi unggulan Indonesia pada tahun 1980-an. Kegiatan ekspor subsektor kehutanan Indonesia mampu menguasai 40%

(17)

5 pangsa pasar dunia terutama dalam bentuk kayu log. Perkembangan ekspor kayu log Indonesia mengalami peningkatan dan mencapai volume tertinggi pada tahun 1980, membuat pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk mengendalikan laju ekspor kayu log dengan kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia ke pasar Internasional. Kebijakan ini diterapkan pada jenis kayu ramin dan diterapkan secara penuh pada tahun 1985.

Kebijakan larangan ekspor kayu log berhasil mencapai tujuan untuk meningkatkan kinerja industri pengolahan kayu di dalam negeri dan memenuhi kebutuhan bahan baku kayu log di dalam negeri. Pada tahun 1992 pemerintah mengubah kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia dengan menerapkan kebijakan pajak ekspor atau bea keluar yang tinggi sesuai dengan jenis kayu. Pemerintah menerapkan kebijakan bea keluar untuk menghindari dari klaim dunia internasional, bahwa Indonesia menerapkan kebijakan non-tariff barrier serta dalam mengatasi permsalahan harga kayu log di dalam negeri serta mengatasi permasalahan illegal logging.

Penerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log serta kebijakan bea keluar berdampak pada perkembangan ekspor kayu log Indonesia. Terjadinya penurunan ekspor kayu log Indonesia yang cukup signifikan serta berfluktuasi dapat menggambarkan dampak dari peneraban kebijakan tersebut. Pada tahun 2001, pemerintah Indonesia kembali menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia untuk jenis kode HS 4403. Pada tahun 2012, pemerintah Indonesia merestukrisasi kebijakan bea keluar dengan kebijakan larangan ekspor kayu log dengan jenis kode HS 4403 dan HS 4404, dan untuk jenis kayu log lainnya diterapkan kebijakan bea keluar (Kemendag, 2013). Penerapan kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia berdampak terhadap laju ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utamaekspor yaitu negara Cina, Australia, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi serta Singapura.

Penerapan kebijakan ekspor juga berdampak pada perkembangan industri pengolahan kayu di dalam negeri. Data Kemenperin pada tahun 2014 menyatakan bahwa salah satu industri kayu yang memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia yaitu industri pulp. Industri pulp merupakan industri pengolahan kayu yang mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya. Industri pulp juga merupakan industri pengolahan yang menempati sepuluh besar volume produksi tertinggi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar 115.593 Milyar Rupiah. Peningkatan kapasitas produksi industri pulp Indonesia setiap tahunnya sebesar 1.2%, membuat pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan ekspor antara lain larangan ekspor kayu log Indonesia dan kebijakan bea keluar terhadap ekspor kayu log Indonesia.

Tujuan Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan tersebutyaitu melindungi dan meningkatkan industri pengolahan kayu di dalam negeri serta meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian Indonesia. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor?

(18)

6

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisis determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor.

2. Menganalisis bea keluar optimal yang dapat diterapkan bagi ekspor kayu log Indonesia untuk optimalisasi industri pulp di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Hasil peneltian ini diharapkan bermanfaat bagi : 1. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis dalam mengetahui determinan ekspor kayu log Indonesia serta analisis penetapan bea keluar terhadap optimalisasi industri pulp Indonesia.

2. Bagi Pemerintah

Penulis berharap dapat menjadi saran dan rekomendasi kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kapasitas industri pengolahan kayu di dalam negeri dan menciptakan nilai tambah bagi industri pengolahan kayu di dalam negeri, dalam hal ini industri pulp Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini meliputi determinan ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor yaitu Cina, Jepang, Korea Selatan, Australia, Arab Saudi, serta Singapura. Penelitian ini meliputi jenis kayu log dengan kode HS (HarmonizedSystem) empat digit yaitu kode HS 4401 (wood in chips or particles, in logs).

TINJAUAN PUSTAKA

Kayu Log

(19)

7 1. Kayu Meranti dan Rimba Campuran

2. Kayu indah tanpa batasan diameter (termasuk sonokeling, ramin dan ulin), serta kayu torem

3. Kayu mentaos, kisereh, perupuk, goam, belangeran dan kulim

Pulp

Pulp adalah kumpulan serat selulosa dari kayu atau bahan lain yang mengandung lignosellulosa dan dapat diperoleh dari pengolahan mekanis, semi kimia atau kimia. Pulp merupakan bahan dasar untuk berbagai keperluan seperti kertas, karton, papan serat, rayon, atau turunan sellulosa lainnya. Bahan baku pulp sebagai sumber serat dapat berasal dari kayu dan bukan kayu (bambu, limbah pertanian, dan lain-lain). Kayu merupakan bahan baku yang penting untuk industri kertas, namun tidak semua pohon dapat memenuhi persyaratan kualitas kayu secara sempurna untuk industri pulp, lebih dari 90% bahan baku pulp berasal dari kayu karena kayu mempunyai kelebihan seperti rendemen yang dihasilkan cukup tinggi, kandungan sellulosa tinggi dan kandungan lignin rendah, serta kekuatan pulp dan kertas yang dihasilkan cukup tinggi (Kementerian Kehutanan 2010).

Berdasarkan Balai Besar Sellulose, syarat-syarat kayu sebagai bahan baku pulp diantaranya adalah:

1. Massa jenis rendah yaitu antara 0.3 – 0.8 2. Panjang serat 0.8 atau lebih

3. Kandungan lignin lebih kecil 23%

4. Kandungan sellulosa minimum standar 40 – 45 % 5. Rendemen pulp lebih besar 40% (pulp coklat)

Berdasarkan FAO (2013), pulp berbahan kayu (wood pulp) merupakan produk agregrat yang terdiri dari mechanical wood pulp, semi-chemical wood pulp dan dissolving wood pulp (Wulandari 2013). Bahan baku utama dari pembuatan produk pulp adalah kayu log (kayu bulat). Alur proses produksi industri pulp yang berawal dari penyediaan bahan baku yaitu kayu log hingga pada industri pulp dapat dilihat pada lampiran 2. Cakupan industri pulp berdasarkan pengelompokan atau kategorisasi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) adalah sebagai berikut

1. Berdasarkan panjang seratnya dibedakan atas: pulp serat panjang (needle bleached kraft pulp ) dan pulp serat pendek (leaf bleached kraft pulp).

2. Berdasarkan proses pembuatannya dibedakan atas: pulp kimia (chemical pulp) dan pulp mekanikal (mechanical pulp).

3. Berdasarkan bahan bakunya dibedakan atas: pulp kayu (wood pulp) dan pulp nonkayu (non-wood pulp).

(20)

8

Perdagangan Internasional

Menurut Smith bahwa dua negara akan melakukan perdagangan secara sukarela jika kedua negara tersebut memperoleh keuntungan (Salvatore 1997). Pada tahun 1817 David Ricardo dalam bukunya berjudul Principles of Political Economy and Taxation, yang berisi mengenai keunggulan komparatif.Hukum keunggulan komparatif merupakan salah satu dasar dalam perdagangan internasional yang paling penting. Hukum keunggulan komparatif menyatakan bahwa ketika negara kurang efisien negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, namun masih tetap terdapat dasar untuk melakukan perdagangan yang mengutungkan kedua belah pihak (Salvatore 1997). Gambar 4, masing-masing melambangkan kurva permintaan dan penawaran untuk komoditi X di negara 1, dan Negara 2. Panel A memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, Negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif di komoditi X sebesar Pa, sedangkan negara 2 akan berproduksi dan berkonsumsi di titik B berdasarkan harga relatif PE.

Sumber: Salvatore 1997

Gambar 4 Harga Komoditi Relatif Ekuilibirium setelah perdagangan Hubungan perdagangan yang telah berlangsung diantara kedua negara tersebut, harga relatif komoditi X lebih banyak dibandingkan tingkat permintaan (konsumsi) di domestik. Kelebihan produksi itu selanjutnya akan diekspor ke negara 2. Kondisi yang terjadi jika harga yang berlaku lebih kecil dari PE, maka negara 2 akan mengalami peningkatan permintaan sehingga tingkat permintaan lebih tinggi dibandingkan produksi domestiknya. Hal ini akan mendorong negara 2 melakukan impor atas kekurangan kebutuhan komoditi X itu dari negara 1.

(21)

9 domestik (Pa dan Pb), dan harga internasional (P*); permintan (ED), dan penawaran (ES) pada komoditas tertentu (Salvatore 1997).

Ekspor

Teori Permintaan Ekspor dan Penawaran Ekspor

Menurut Mankiw (2007) permintaan suatu barang didefinisikan sebagai jumlah barang yang diinginkan konsumen yang mampu membeli barang tersebut.Jumlah barang yang diinginkan konsumen (Qd) bergantung pada harga barang dan pada tingkat pendapat agregrat (Y).

Qd = D(P,Y)

Hubungan di atas sesuai dengan hukum permintaan yang berbunyi banyaknya jumlah barang yang diminta tergantung pada harga barang tersebut.Berdasarkan teori tersebut, menurut Mankiw (2007) bahwa ekonom menganggap jumlah barang yang ditawarkan kepada penjual (Qs) bergantung pada harga barang tersebut dan harga barang tersebut . Hubungan ini ditujukkan sebagai

Os = S(P, Pm)

Persamaan di atas sesuai dengan hukum penawaran yang berbunyi bahwa apabila harga suatu barang naik maka jumlah barang yang ditawarkan juga naik (Saidy 2013). Secara teoritis, volume ekspor suatu komoditi tertentu dari suatu negara ke negara lain merupakan selisih antara penawaran domestik yang lebih tinggi dengan permintaan domestik yang disebut sebagai kelebihan penawaran (excess supply) Pada saat tersebut kelebihan penawaran domestik digunakan oleh negara lain yang mengalami excess demand. Ekspor juga dipengaruhi oleh harga komoditas tersebut dan faktor lain juga yang dapat memengaruhi baik langsung maupun tidak langsung (Salvatore 1997;Mayangsari 2010).

Penawaran ekspor kayu log suatu negara merupakan selisih antara produksi dikurangi dengan konsumsi atau permintaan domestik ditambah dengan stok tahun sebelumnya (Mayangsari 2010). Berdasarkan pengertian tersebut maka penawaran kayu log secara sistematis adalah sebagai berikut :

QXt = QPt-QCt+ St-1

Keterangan :

QXt= Jumlah ekspor kayu log tahun ke-t

QPt= Jumlah produksi kayu log tahun ke-t

QCt= Jumlah konsumsi kayu log tahun ke-t

St-1= Stok tahun sebelumnya

Kebijakan Ekspor

(22)

10

1. Kebijakan perpajakan.

2. Fasilitas kredit perbankan yang murah untuk mendorong peningkatan eskpor barang-barang tertentu.

3. Penetapan prosedur/ tata laksana eskpor yang relatif lebih muda. 4. Pemberian subsidi ekspor.

5. Pembetukkan asosiasi eksportir.

6. Pembetukkan kelembagaan seperti export processing zone. 7. Larangan/ pembatasan ekspor

Kebijakan ekspor di luar negeri meliputi :

a. Pembentukkan International Trade Promotion Centre (ITPC) di berbagaai negara.

b. Pemanfaatan General System of Preferency (GSP), yaitu fasilitas keringanan biaya masuk yang diberikan negara-negara industri untuk barang manufaktur . c. Menjadi anggota Commodity Association of Producer, dan Commodity

Agreement between Producer and Consumer.

Optimalisasi

Optimalisasi berasal dari kata optimal. Optimal menurut kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah terbaik, tertinggi, dan paling menguntungkan (KBBI 2012), sehingga optimalisasi adalah proses pencapaian suatu pekerjaan dengan hasil dan keuntungan yang besar tanpa harus mengurangi mutu dan kualitas pekerjaan (Sofyan 2014).

Bea Keluar

Bea keluar menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 146/PMK.04/2014 adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang ekspor. Bea keluar yang juga disebut tarif ekspor atau pajak ekspor. Kebijakan pajak dan dampaknya dapat dijelaskan Gambar 5 di bawah ini.

Sumber: Salvatore 1997

(23)

11

Kondisi keseimbangan anatara permintaan (D) dan penawaran (S) pada titik E yaitu Qe, harga yang terbentuk adalah Pe. Pajak menyebabkan harga konsumen akan naik menjadi Pc dan harga produsen turun menjadi Pp, dan jumlah produksi/konsumsi turun menjadi Qt. dengan penurunan jumlah konsumsi dan kenaikan harga konsumen, maka surplus ekonomi konsumen akan turun dari daerah PeEA menjadi PcCA, dan surplus produsen turun dari daerah PeEB menjadi PpDB. Pemerintah memperoleh penerimaan pajak sebesar daerah PpDCPc. Perekonomian secara keseluruhan kehilangan surplus ekonomi sebesar DEC, yang disebut sebagai Deadweight Cost of Taxation, yang berarti terjadi inefesiensi dalam perekonomian.

Nilai Tukar

Nilai tukar mata uang suatu negaradibedakan atas nilai tukar nominaldan nilai tukar riil.Nilai tukar nominalmerupakan harga relatif mata uangdua negara.(Mankiw 2011). Nilai tukar terbagai atas dua yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal. Nilai tukar riil menyatakantingkat, dimana pelaku ekonomi dapatmemperdagangkan barang-barang darisuatu negara untuk barang-barang darinegara lain.Nilai tukar riil di antara kedua matauang kedua negara dihitung dari nilaitukar nominal dikalikan dengan rasiotingkat harga di kedua negara tersebut.Nilai tukar nominal adalah perbandingan harga relatif dari mata uang antara dua negara (Mankiw 2011).

Harga Ekspor

Keunggulan komperatif suatu negara dicerminkan dari perbedaan relative harga-harga atas berbagai komoditi antara dua negara.Relatif harga-harga tersebut dijadikan pijakan bagi setiap negara untuk melakukan hubungan dagang yang saling menguntungkan. (Salvatore 1997). Harga adalah salah satu faktor utama dalam kegiatan perdagangan. Harga komoditi menurut Salvatore (1997) merupakan sesuatu yang paling mendasar dalam melakukan kegiatan ekspor. Pada sisi penawaran (supply side), harga berhubungan positif dengan jumlah ekspor yang tiawarkan, yang artinya semakin tinggi suatu harga komoditi yang ditawarkan. Pada sisi permintaan (demand side), harga berhubungan negatif dengan demand ekspor atau dengan kuantitas impor yang diminta oleh negara tujuan. Secara sistematis harga ekspor dapat dirumuskan seperti persamanan di bawah ini

Harga = N E

V E

Gross Domestik Product (GDP)

(24)

12

pada suatu periode (Santoso 2011). Produk Domestik Bruto atau GDP (Gross Domestik Product) merupakan statistika perekonomian yang paling diperhatikan karena dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik mengenai kesejahteraan masyarakat. Hal yang mendasarinya karena GDP mengukur dua hal pada saat bersamaan : total pendapatan semua orang dalam perekonomian dan total pembelanjaan negara untuk membeli barang dan jasa hasil dari perekonomian (Santoso 2011). Komponen – komponen dari GDP. GDP (yang ditunjukkan sebagai Y) dibagi atas empat komponen : konsumsi (c), investasi (I), belanja negara (G), dan ekspor neto (NX) yaitu

Y = C + I + G + NX

Persamaan ini merupakan persamaan identitas – sebuah persamaan yang pasti benar dilihat dari bagaimana variabel - variabel persamaan tersebut dijabarkan. Komponen tersebut ialah :

1. Konsumsi (consumption) adalah pembelanjaan barang dan jasa oleh rumah tangga.

2. Investasi (investment) adalah pembelian barang yang nantinya akan digunakan untuk memproduksi lebih banyak barang dan jasa

3. Belanja pemerintah (government purchases) mencakup pembelanjaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, negara bagian, dan pusat (federal).

4. Ekspor neto (net exports) sama dengan pembelian produk dalam negeri oleh orang asing (ekspor) dikurangi pembelian produk luar negeri oleh warga negara (impor)

GDP terbagi menjadi dua yaitu GDP rill dan GDP per kapita. Mankiw (2003) menyatakan bahwa GDP riil mengukur output yang dinilai pada harga konsumen, sedangkan GDP nominal mengukur produksi barang dan jasa yang dinilai dengan harga–harga di masa sekarang (Santoso 2011), terdapat beberapa hal yang tidak disertakan seperti nilai dari semua kegiatan yang terjadi di luar pasar, kualitas lingkungan dan distribusi pendapatan (Santoso 2011). Hubungan GDP dengan kesejahteraan dapat dijelaskan melalui GDP per kapita. GDP per kapita merupakan besarnya GDP apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk di suatu negara merupakan alat yang lebih baik yang dapat memberitahukan yang terjadi pada rata– rata penduduk, standar hidup dari warga suatu Negara (Mankiw2006).

Populasi Penduduk

Populasi penduduk adalah suatu kumpulan individu dari jenis yang sama yang menempati area tertentu dan saling berinteraksi satu sama lain, populasi ini merupakan satu kesatuan atau unit dimana energi dan materi mengalir dalam suatu siklus serta menjaga keseimbangan suatu ekosistem (Kastolani 2011).

Studi Penelitian Terdahulu

(25)

13 dengan judul penelitian Analisis Kebijakan Ekspor Kayu Bulat Dari Hutan Tanaman oleh Astana (2009) dengan menggunakan metode penelitian dengan melihat dampak Ekspor Kayu Bulat terhadap berbagai industri pengolahan, dampak terhadap Kesejahteraan Sosial (Social Welfare Analysis) serta menggunakan Kriteria Kaldor-Hicks. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kebijakan larangan ekspor melindungi industri yang tidak efisien dan menekan perkembangan hutan tanaman, sebaliknya, kebijakan ekspor mendorong tumbuhnya hutan tanaman dan dengan pengenaan pajak ekspor optimal, penerimaan pemerintah meningkat dari kondisi sekarang.Berdasarkan criteria Kaldor-Hicks, kebijakan ekspor kayu bulat dari hutan tanaman lebih baik dibanding kebijakan larangan ekspor. Peningkatan net social welfare di pasar kayu bulat lebih tinggi dibanding penurunan di pasar pulp.

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan (2010) dengan judul kajian kebijakan ekspor kayu log. Berdasarkan penelitian ini bahwa dampak kebijakan ekspor kayu bulat pada laba yang diterima pengusaha hutan alam kurang meransang bagi pengusaha hutan untuk meregenerasikan atau mengelola hutannya secara lestari, yang terbukti dengan potensi hutan alam meningkat hampir empat kali lipat kondisi sekarang. Kebijakan larangan ekspor kayu bulat dicabut maka laba yang diterima pengusaha hutan juga akan naik empat kali dari sekarang.

Pemberlakukan kebijakan ekspor akan mengguncang industri kayu lapis, dengan demikian jika usaha mendorong konerja pengelolaan hutan alam lestari menigkat, maka harga kayu bulat harus meningkat. Penelitian ini juga menyatakan bahwa jika usaha pengembangan harga kayu bulat dilakukan degan mebuka ekspor kayu bulat hutan tamanan, maka kebijaka tersebut harus dibarengi denagn kebijakan pajak ekspor atau tarif. Hasil perhitungan besarnya tarif optimal agar pengusaha hutan dan tanaman industri sama-sama mengutungkan yaitu 27,37%. Penelitian berikutnya dengn judul analisis permintaan kayu bulat industri pengolahan kayu (2006).Penelitian ini menyatakan bahwa permintaan kayu gerjajian dipengaruhi secara signifikan oleh harga kayu bulat domestik, dan volume ekpsor kayu bulat.

Sinaga (1989) menyebutkan intervensi kebijakan larangan ekspor kayu bulat pada tahun 1975-1982 telah berdampak pada terjadinya penuruan ekspor kayu bulat dan penurunan harga kayu bulat domestik . Instrumen pajak atau tarif akanmemengaruhi perubahan kemiringan (slope) garis anggran dengan mengubah harga yang diterima konsumen (Varian 1987) dampak penerapan tarif juga mengakibatkan kehilangan penerimaan produsen dan konsumen.

(26)

14

Penelitian yang dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Pusat Kebijakan Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2013) dengan judul analisis kebijakan bea keluar (bk) CPO dan produk turunanannya menyatakan, kebijakan bea keluar CPO telah berdampak pada peningkatan utilisasi industri pengolahan CPO di dalam negeri dan sebaliknya menurunkan utilisasi industri pengolahan CPO di Malaysia. Fakta ini diesebabkan karena industri pengolahan CPO Malaysia masih mengandalkan sebagian besar CPO dari Indonesia.

Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan mengenai analisis bea keluar ekspor kayu log untuk optimalisasi industri pulp Indonesia berbeda dengan penelitian terdahulu. Penelitian ini menggunakan kode HS emapt digit yaitu HS 4401 pada tahun 2001 hingga pada tahun 2013. Negara yang diteliti adalah negara-negara enam tujuan utama ekspor kayu log yaitu Cina, Korea Selatan, Jepang, Arab Saudi, Australia, dan Singapura. Penelitian ini juga menggunakan analisis elastisitas ekspor kayu log dalam mengetahui besaran bea keluar yang optimal yang dapat diterapkan agar industri pulp dapat bekerja secara optimal dengan menaikkan kapasitas produksinya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor, nilai tukar nominal mata uang negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat, harga ekspor, GDP per kapita negara tujuan ekspor, dan populasi penduduk negara tujuan ekspor.

Hipotesis

1. Ekspor kayu log Indonesia dipengaruhi oleh harga ekspor kayu log, nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat, GDP per kapita negara tujuan ekspor,populasi penduduk negara tujuan ekspor serta kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia.Kebijakan larangan ekpsor kayu bulat mengakibatkan rendahnya harga kayu bulat (kayu log) dan berdampak negatif terhadap efisiensi penggunaan kayu.

2. Harga ekspor kayu log mempunyai hubungan yang negatif dengan ekspor kayu log

3. Populasi penduduk negara tujuan ekspor mempunyai hubungan negatif dengan ekspor kayu log

4. Nilai tukar nominal negara tujuan ekspor terhadap dolar Amerika Serikat mempunyai hubungan negatif dengan ekspor kayu log

5. GDP per kapita negara tujuan ekspor mempunyai hubungan positif dengan ekspor kayu log

6. Penerapan bea keluar terhadap ekspor kayu log akan menaikkan harga ekspor kayu log dan menurunkan ekspor kayu log Indonesia

Kerangka Penelitian

(27)

15 produksi industri pengolahan kayu di Indonesia menyebabkan pemerintah Indonesia menerapkan beberapa kebijakan ekspor yang bertujuan untuk mengendalikan laju ekspor kayu log yang tinggi pada tahun 1970-an hingga pada tahun 1980 dan membangun serta melindungi industri pengolahan kayu di Indonesia. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan larangan ekspor kayu log secara penuh pada tahun 1985. Kebijakan bea keluar juga diterapkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1992 dalam mengatasi dampak yang diakibatkan oleh kebijakan larangan ekspor kayu log Indonesia.

Industri pengolahan kayu yang merupakan subsektor utama yang potensial dan menghasilkan output tertinggi yaitu industri pulp. Kinerja industri pulp dapat ditunjukkan pada kapasitas terpasang dan kapasitas produksi industri pulp, sehingga menghasilkan industri pulp dapat berproduksi secara optimal. Pada penelitian ini menganalisis apa saja faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor Indonesia dan khususnya industri pulp di Indonesia, serta dampak penerapan kebijakan bea keluar terhadap industi pulp Indoensia, serta berapa bea keluar yang diterapkan agar industri pulp dapat beroperasi secara optimum.Berdasarkan gambar 5, kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 5. Kerangka Penelitian Tingkat Optimum

Industri Pulp Kapasitas

Terpasang

Determinan Ekspor Kayu Log

Indonesia

Kebijakan Ekspor

Bea Keluar Kapasitas

Produksi

Kapasitas Menganggur Industri Pulp

(28)

16

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Data ini diperoleh melalui berbagai sumber antara lain, Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kementerian Perdagangan (Kemendag), dan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), World Bank, UNCTASTAD dan berbagai lembaga penelitian.terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Jenis dan Sumber Data Peneletian

Metode Analisis dan Pengumpulan Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari metode deksriptif kualitatif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk melihat dampak adanya kebijakan ekspor yaitu penerapan tarif ekspor (bea keluar) dan kebijakan pelarangan ekspor kayu log terhadap ekspor kayu log Indonesia, sedangkan metode kuantitatif menggunakan metode panel data dengan pendekatan fixed effects model. Metode ini digunakan untuk menganalisis perkembangan faktor-faktor yang memengaruhi ekspor kayu log Indonesia, menganalisis dampak tarif (bea keluar) terhadap ekspor kayu log Indonesia. Pengolahan data menggunakan program Eviews 6.1.

Panel Data

Jika dalam pengamatan ketersediaan data untuk beberapa individu untuk kurun waktu tertentru, beberapa metode penggabungan dapat dilakukan. Penggabungan cross section dan time series disebut dengan panel data atau pooled data (Juanda 2009). Penggunaan panel data memiliki beberapa fungsi antara lain (Gujarati 2006) :

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu,

2. mengurangi multikolineritas antar variabel, meningkatkan degrees of freedom, lebih bervariasi, dan lebih efiisien,

3. mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diperoleh dari data cross section murni atau data time series,

4. dapat menguji dan membangun model perilkau yang lebih kompleks.

Jenis Data Unit Satuan

Harga ekspor Kayu log US$/Kg

Volume Ekspor Kayu Log Kg

Populasi Penduduk Negara Tujuan Ekspor Jiwa GDP per Kapita Negara Tujuan Ekspor US$ Nilai Tukar Nominal Mata Uang Negara Tujuan terhadap Dolar Amerika Serikat

Mata uang negara tujuan /US$

Kapasitas Terpasang Ton

(29)

17 Analisis panel data terdapat tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi data panel yaitu metode Pooled Least Square (PLS), metode efek tetap (Fixed Effect) dan metode efek acak (Random Effect) (Anggoro 2015).

Metode Pooled Least Square (PLS)

Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat N x T observasi, dimana N menunjukkan jumlah series yang digunakan (Firdaus 2011). Data gabungan ini diperlakukan sebagai satu kesatuan pengamatan yang digunakan untuk mengestimasi model dengan metode OLS (Nachrowi 2006). Model yang digunakan yaitu:

yit = i + Xit + uit

keterangan:

yi t = variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i αi =intersept yang berubah-ubah antar unit cross section

Xit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i

= parameter untuk variabel ke j

uit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Model Efek Tetap (Fix Effect Model/FEM)

Model efek tetap digunakan dengan memasukkan variabel dummy untuk mengizinkan terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda pada cross section atau time series (Budiman 2014) kemudian diduga menggunakan panel data :

Yit =

α

i+ Bj + ���� +

e

it keterangan:

Yit= variabel tidak bebas di waktu t untuk unit cross section i

αi = intersept yang berubah-ubah antar unit cross section

= variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i Bj = parameter untuk variabel ke j

eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i

Model Acak (Random Effect Model/REM)

Model acak (Random Effect Model) muncul ketika antara efek individu atau regeresor tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam error. Persamaan REM diformulasikan sebagai berikut:

Yit = + Xit + it ; it = ui + vt + wit

Keterangan:

ui=Komponen error cross-section

vt = Komponen error time-series

(30)

18

Pemilihan Model Terbaik

Hausman Test

Hausman Test atau uji Hausman dilakukan untuk memlilih model yang akan digunakan di antara model fixed effect dan model random effect. Hipotesis dari pengujian ini adalah sebagai berikut:

H0 : model random effect

H1 : model fixed effect

Dasar penolakan terhadap H0 maka digunakan statistik Hausman dan

membandingkannya dengan Chi square. Jika nilai H hasil pengujian lebih besar χ2

tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model

yang digunakan adalah model fixed effects.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis terdiri dari uji T, uji F, dan uji koefisien determinasi (R2). Pengujian tersebut dapat dijelaskansebagai berikut :

1. Uji T atau uji parsial

Uji ini dilakukan untuk mengetahui tingkat signifikan peubah-peubah bebas yang digunakan dalam model. Hipotesis nol (H0: βi = 0) artinya nilai koefisien

sama dengan nol dan hipotesis alternatif (H1 :βi < 0 atau βi > 0) artinya

koefisien lebih kecil dari nol atau lebih besar dari nol. H0 ditolak jika t-statistik

lebih besar dari t-tabel atau p-value lebih kecil dari nilai kritis (α), artinya secara parsial peubah bebas berpengaru terhadap peubah terikat.

2. Uji F

Uji F digunakan untuk memengaruhi apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam model. Hipotesis nol (H0:β1= β2= βi = 0) dan hipotesis alternatif (H1: minimal ada satu β1≠ 0). H0

ditolak jika F-statistik lebih besar dari F-tabel atau p-value lebih kecil dari nilai

kritis (α).

3. Uji Koefisien determinasi (R2)

Uji ini dilakukan untuk mengukur sampai sejauh mana variasi keragaman peubah terikat yang dapat dijelaskan olEh peubah bebasnya. Nilai (R2) berkisar antara 0 sampai 1,semakin mendekati satu maka semakin baik model yang digunakan.

Evaluasi Model

(31)

19 Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi dari model regresi ganda adalah bahwa tidak adanya hubungan linear sempurna antar peubah bebas dalam model tersebut.Jika hubungan tersebut ada, dapat dikatakan bahwa peubah-peubah bebas tersebut berkolinearitas ganda sempurna.Pada prakteknya, kita sering dihadapkan dengan masalah yang lebih sulit dengan peubah-peubah bebas yang tingkat multikolinearitas (kolinearitas ganda) tidak sempurna tetapi tidak tinggi antara peubah yang satu dengan yang lainnya (Juanda, 2009).Multikolinearitas berimplikasi pada sangat sedikit data dalam sampel yang nilai peubah bebas lainnya sama. Apabila terjadi perubahan dalam suatu peubah bebas yang berkolinearitas, maka pengamatan peubah bebas lainnya yang berpasangan kemungkinan akan berubah sesuai arah kolinearitasnya. Multikolinearitas juga dapat menyebabkan hasil uji-F menyimpulkan salah satu atau keduanyan signifikan dalam model, tetapi dalam uji-T tidak ada koefisien yang signifikan karena simpangan baku koefisiennya besar (Juanda, 2009). Cara mendeteksi adanya multikolineritas terdapat beberapa cara, antara lain :

1. Uji Koefisien korelasi sederhana antara peubah bebas dalam model. Jika korelasinya sangat tinggi dan nyata, maka bearti terjadi multikolinearitas 2. Pada model regresi ganda dengan minimal 3 peubah bebas, jika ada nilai

koefisien korelasi sederhana antara peubah bebas sangat tinggi dan nyata, maka bearti terjadi multikolinearitas. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pengertian multikolinearitas adanya hubungan linear antara peubah bebas. Jadi, yang diuji adalah koefisien korelasi gandanya (Ri2) atau koefisien determinasi dari model:

Xi = f (X1, X2,..., Xi-1, Xi+1, ...,Xk) Hal yang pertama dilakukan adalah

membuat model regresi setiap peubah bebas Xi sebagai fungsi dari semua

peubah bebas selain Xi. Jika R2 tinggi dan signifikan sehingga atau dari statistic

uji-F (1-k-n-1) disimpulkan dari bahwa model persamaan tersebut signifikan berarti terdapat multikolinearitas, sehingga koefisien korelasi sederhana yang tinggi merupakan syarat cukup tetapi buka syarat perlu bagi mulitikoliniearitas. 3. Cara lain yang dapat dipertimbangkan adalah dari perhitungan akar ciri matriks. Uji Heteroskedasitas

Salah satu asumsi dari model regresi linear adalah bahwa ragam sisaan (εt)

sama atau homogen, dengan perngertian lain Var (εi)=E(εi2) = σi2 untuk tiap pengamatan ke-I dari peubah-peubah bebas dalam model regresi. Asumsi ini disebut dengan homoskedasitas (Juanda, 2009). Jika ragam sisaan tidak sama atau

Var (εi)=E(εi2) = σi2 pada tiap pengamatan ke-i dari peubah-peubah bebas maka

dapat dikatakan terdapat masalah heteroskedasitas. Ada beberapa penyebab heteroskedasitas, antara lain :

1. dalam pengkajian data cross section,

2. dalam kajian data time series mengenai ketelitian atau keakuratan individu, objek pengamatan seringkali mengikuti pola umum dari error-learning model. 3. spesifikasi model yang kurang cocok, baik dalam bentuk fungsi maupun,

peubah-peubah yang relevan dengan model

4. data pencilan yang diluar pola umum kadangkala dapat menyebabkan masalah heteroskedasitas.

(32)

20

1. Dugaan parameter koefisien tetap tidak bias, dan masih konsistem, tetapi standar erornya bias ke bawah,

2. penduga OLS tidak efisien lagi. Uji Autokorelasi

Salah satu asumsi dari model regresi liniear adalah bahwa tidak ada

autokorelasi atau korelasi antara serial antara sisaan (εi).Jika antar sisaan tidak bebas atau E (εi, εj) ≠ 0 untuk i≠j, maka dapat dikatakan terdapat masalah

autokorelasi (Juanda, 2009). Cara mendeteksi korelasi dapat menggunakan metode garafik atau dengan menggunakan uji Durbin-Watson untuk data panel.

Cara alternatif yang popular untuk menguji apakah tidak ada autokorealasi (Ƥ=0)

adalah dengan statistic uji Durbin-Watson. Jika nilai-nilai et yang berurutan hampir sama maka statistic DW akan rendah, yang menujukkan adanya korelasi positif. Hal ini dapat ditujukkan melalui nilai statistic DW pada kisaran nilai 0 sampai 4, dan jika nilainya mendekati 2 maka menujukkan tidak ada autokorelasi ordo kesatu (Juanda 2009).Berikut ini selang nilai statistic Durbin-Watson serta keputusannya terdapat pada tabel 2.

Tabel 2 Selang Nilai Statistik Durbin-Wason serta Keputusannya

Nilai DW Keputusan

4-dL< DW < 4 Tolak Ho ; ada autokorelasi negatif

4-dU< DW < 4-dL Tidak tentu, coba uji yang lain

dU < DW < 4-dU Terima Ho

dL < DW < dU Tidak tentu, coba uji yang lain

0 < DW < dL Tolak H0 ;ada autokorelasi positif

Model Penelitian

Variabel ekspor kayu log, harga ekspor kayu log, nilai tukar, GDP per kapita negara tujuan, dan populasi negara tujuan dianalisis menggunakan model data panel. Bentuk persamaan berikut ini

XKGt = Co+ C1PRICEit+ C2ERit + C3GDPit + C4Poit + eit

Keterangan:

XKGit = volume ekspor kayu log Indonesia (kg)

PRICEit= harga ekspor kayu log Indonesia (US$/kg)

ERit = nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dolar (mata uang negara

tujuan / US$)

GDPit = GDP per kapita negara tujuan ekspor (US$)

Poit = Populasi penduduk negara tujuan ekspor

eit = Random error

C0 = Konstanta (intercept)

Cn = Parameter yang diduga (n = 1,2,…)

(33)

21 Definisi Operasional

Definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Volume ekspor merupakan volume dari kayu log atau kayu bulat ke enam negara tujuan utama ekspor kayu log yaitu negara Cina, Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi, Australia dan Singapura selama jangka waktu 2001-2013. Data volume ekspor diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).

2. Nilai GDP per kapita enam negara tujuan utama ekspor yaitu dalam satuan US$ dan diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).

3. Nilai tukar nominal mata uang negara tujuan utama ekspor terhadap mata uang Amerika Serikat dinyatakan dalam mata uang negara tujuan terhadap dolar Amerika Serikat. Data Nilai tukar nominal mata uang negara tujuan ekpor terhadap mata uang Amerika serikat diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).

4. Harga ekspor kayu log Indonesia di pasar enam negara tujuan utama ekspor kayu log pada kurun waktu 2001-2013, data ini diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).

5. Populasi penduduk negara tujuan utama dalam satuan jiwa, data ini diubah dalam bentuk logaritma natural (ln).

Analisis Elastisitas

Analisis elastisitas merupakan salah satu cara untuk meringkas daya tanggap dalam keluaran perusahaan dalam sebuah industri terhadap harga yang lebih tinggi (Nicholson 1999). Analisis ini digunakan untuk mengetahui besar dampak kebijakan bea keluar (pajak ekspor) terhadap volume ekspor kayu log ke enam negara tujuan utama ekspor serta kinerja industri pulp Indonesia serta dalam penentuan besar bea keluar yang dapat diterapkan agar kinerja industri pulp Indonesia dapat optimal. Elastisitas mengukur persentase perubahan nilai variabel tak bebas sebagai akibat dari perubahan 1% dalam nilai dari variabel bebas tertentu (Cateris paribus) (Rastikarany 2008). Persamaan elastisitas yang digunakan yaitu

ε = y = ∂

.

Keterangan :

ε = elastisitas penawaran ekspor kayu log Indonesia P = harga ekspor kayu log Indonesia

(34)

22

GAMBARAN UMUM

Perkembangan Ekspor Kayu Log (Kayu Bulat) Indonesia

Kayu log merupakan salah satu bahan baku utama pada berbagai industri pengolahan terutama bagi industri pengolahan kayu di dalam negeri serta di dunia. Permintaan ekspor kayu log Indonesia ke dunia dapat dilihat pada Gambar 6 yang menujukkan bahwa enam negara tujuan utama ekspor kayu log Indonesia yaitu Jepang,Cina, Australia, Arab Saudi, Korea Selatan dan Singapura, dengan volume ekspor tertinggi yaitu negara Cina.

Sumber: UN Comtrade, 2014

Gambar 6 Perkembangan nilai ekspor kayu log indonesia ke enam negara tujuan ekspor tahun 2001-2013 (Ribu US$)

Gambar 6 menunjukkan tahun 2001 hingga 2013, nilai ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan ekspor mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Nilai ekspor kayu log Indonesia ke negara Cina mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan sebesar 99.05% pada tahun 2009, kemudian pada tahun 2010 hingga 2013 rata-rata pertumbuhan nilai ekspor kayu log Indonesia ke Cina sebesar 32%-43%. Nilai ekspor kayu log Indonesia ke lima negara tujuan ekspor lainnya yaitu Jepang, Korea Selatan, Arab Saudi serta Singapura tidak mengalami pertumbuhan yang tinggi seperti Cina, walaupun pada tahun 2001-2008 nilai ekspor kayu log Indonesia ke negara Jepang dan Korea Selatan merupakan nilai ekspor yang tertinggi dari seluruh negara tujuan ekspor kayu log Indonesia. Pada tahun 2013, nilai ekspor kayu log Indonesia ke negara Cina sebesar 86%, Jepang sebesar 6%, dan Korea Selatan sebesar 2% dari total ekspor kayu log Indonesia.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

(35)

23

Sumber: UN Comtrade, 2014

Gambar 7 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor tahun 2001-2013

Gambar 7 menunjukkan volume ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2013, sedangkan nilai ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2009. Perbedaan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia disebabkan oleh harga ekspor log Indonesia yang menjadi lebih murah di pasar internasional. Persentase perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3 Perkembangan nilai dan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor

Sumber: UN Comtrade (diolah) 2014

Berdasarkan pada tabel 3, menunjukkan setiap tahunnya nilai dan volume ekpor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan ekspor mengalami fluktuasi.Pertumbuhan volume ekspor yang tertinggi terjadi pada tahun 2011 sebesar 8.03%, dan pertumbuhan nilai ekspor yang tertinggi yaitu sebesar 0.7%. Pada tabel 3 juga menunjukkan bahwa pada tahun 2009 hingga pada tahun 2013, rata-rata pertumbuhan volume ekspor yaitu sebesar 8.4%, tetapi berbanding Tahun Nilai (US$) Pertumbuhan(%) Volume (kg) Pertumbuhan

(36)

24

terbalik dengan rata-rata nilai ekspor kayu log Indonesia mengalami penurunan sebesar rata-rata 2.33% setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa volume ekspor kayu log yang diekspor Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor kayu log Indonesia yang dapat diterima oleh Indonesia sebagai negara eksportir.

Pada perkembangannya, industri pengolahan kayu di dalam negeri mengalami kesulitan bahan baku utama yaitu kayu log. Hal ini diakibatkan karena adanya kebijakan pelarangan ekspor kayu log membuat para perusahaan yang diberikan hak lisensi untuk mengelola hutan produksi menaikkan harga hasil produksinya. Pada tahun 2001, pemerintah membuka kembali ekspor kayu log Indonesia ke pasar dunia untuk mengembalikan pasar kayu log yang beberapa tahun sebelumnya mengalami penurunan kekuatan ekspor ke dunia. Tahun berikutnya volume ekspor kayu log mengalami peningkatan.

Perkembangan Industri Pulp Indonesia

Industri pulp merupakan salah satu industri yang berpotensi tinggi memberikan kontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Industri pulp di Indonesia terus berkembang dengan seiringnya peningkatan jumlah pabrik pulp dan kertas dalam merespon peningkatan kebutuhan kertas di dunia. Berdasarkan data APKI, pada awal berdirinya industri pulp pada tahun 1923 hingga pada tahun 1970, jumlah pabrik pulp dan kertas hanya sejumlah tiga pabrik (Aprilianti 2008), hingga pada tahun 2013 menurut APKI (2013), tercatat sekitar 80 perusahaan pulp dan kertas di Indonesia. Pada sisi produksi, setiap tahunnya produksi pulp dan kertas Indonesia mengalami peningkatan dan berhasil menempati posisi sepuluh besar produsen pulp dunia (Apriianti 2008).Pada gambar 6 menggambarkan perkembangan produksi pulp dan kertas Indonesia pada tahun 2005 hingga 2013.

Peningkatan kapasitas produksi pada industri pulp terus terjadi setiap tahunnya. Berikut ini perkembangan kapasitas produksi industri pulp di Indonesia pada gambar 8.

Sumber: Kemenperin dan APKI (2014)

Gambar 8 Perkembangan kapasitas produksi industri pulp Indonesia tahun 2005-2013 (ton)

Tahun 2005 kapasitas produksi industri pulp mencapai 6,447,100 ton, kemudian meningkat menjadi 6,697,100 ton pada tahun 2006 hingga pada tahun

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

T

o

n

(37)

25 pertumbuhan sebesar 17.99%, sehingga tahun 2008 kapasitas produksi industri pulp sebesar 7,902,100 ton. Tahun 2009 hingga tahun 2013 perkembangan kapasitas produksi industri pulp tetap mengalami peningkatan walaupun peningkatan yang terjadi tidak terlalu besar yaitu rata-rata 1.2% setiap tahunnya, kecuali pada tahun 2013 mengalami penurunan sebesar 1.2%.Kegiatan ekspor pulp dapat dilihat pada nilai ekspor produk pulp dan kertas pada Gambar 9.

Sumber : Kemenperin (2014)

Gambar 9 Nilai ekspor komodoti pulp dan kertas Indonesia tahun 2010-2013 (Milyar US$)

Perkembangan nilai ekspor pulp Indonesia cenderung mengalami fluktuasi. Pada tahun 2011 pertumbuhan nilai ekspor pulp Indonesia sebesar 2.23 dari tahun 2010, tetapi tahun 2012 terjadi penurunan yang cukup besar yaitu sebesar 76% atau sebesar 4.246 milyar US$, tahun 2013 nilai ekspor pulp dan kertas mengalami peningkatan sebesar 1.93%. Nilai ekspor pulp Indonesia yang mengalami penurunan pada tahun 2012 disebabkan karena kondisi permasalahan industri pulp di Indonesia. Permasalahan yang dihadapi industri pulp Indonesia antara lain tingkat suku bunga Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan negara pesaing, kondisi perekonomian Indonesia yang kurang stabil sehingga menghambat peningkatan industri pulp dalam merespon peningkatan permintaan produk pulp dan kertas di dunia.

Permasalahan lainnya juga disebabkan karena industri pulp di Indonesia sebagian besar masih memproduksi produk pulp serat pendek, sehingga industri pulp Indonesia belum mampu merespon permintaan produk pulp serat panjang di dunia (Kemenperin 2011), serta peranan negara-negara di Amerika Utara serta negara-negara di Scandanavia (NORSCAN) yang mendominasi ekspor produk pulp di dunia terutama pada tahun 2012 hingga pada tahun 2013. Kebijakan ekspor yang diterapkan oleh negara-negara NORSCAN diikuti dengan peningkatan permintaan ekspor dari negara-negara NORSCAN (Kemenperin 2014).

Bedasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukannya peningkatan produksi pulp. Peningkatan produksi pulp tersebut memerlukan dukungan berupa ketersediaan sumber daya manusia dan sumber daya alam khususnya bahan baku yaitu kayu log (kayu bulat). Berdasarkan data pada Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) pada tahun 2014,menyatakan bahwa kebutuhan bahan baku

(38)

26

industri pulp Indonesia sebesar 27 juta m3 per tahun, sehingga diperlukan kebijakan pemerintah yang dapat melindungi dan meningkatkan industri pengolahan kayu dalam negeri khususnya industri pulp terutama dalam menjamin ketersediaan bahan baku kayu log (kayu bulat), dan meningkatkan kapasitas produksi, sehingga industri pulp Indonesia dapat berproduksi secara optimal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Determinan Volume Ekspor Kayu Log Indonesia ke Enam Negara Tujuan Ekspor

Penelitian ini menganalisis determinan volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor (XKG). Variabel indenpenden yang digunakan dalam penelitian ini antara lain harga ekspor kayu log Indonesia (PRICE), nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap dolar Amerika Serikat (EXR), GDP per kapita negara tujuan ekspor (GDP), dan populasi negara tujuan ekspor (PO). Penelitian ini menggunakan enam negara tujuan ekspor sebagai objek peneltian (n=6) dalam rentang tahun 2001 hingga tahun 2013 (t=13), sehingga total data dalam penelitian mencapai 78 data (nxt=78). Derajat bebas (db) dalam penelitian ini mencapai db=72 dan memenuhi syarat db>25, sehingga data panel yang digunakan dalam penelitian ini sangat relevan dan baik untuk dimodelkan lebih lanjut.

Pemilihan model dilakukan dengan metode uji Hausman. Hasil uji Hausman (lampiran 3) menunjukkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 (lebih kecil dari taraf nyata sepuluh persen).Artinya, model fixed effect adalah model yang digunakan. Berikut ini pada tabel 4 menunjukkan tabel hasil determinan ekspor kayu log indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor

Tabel 4 Hasil Estimasi Determinan Ekspor Kayu Log Indonesia ke Enam Negara Tujuan Utama Ekspor

Keterangan (*) : signifikan pada taraf nyata 10%

Langkah berikutnya yang dilakukan yaitu pengujian asumsi untuk mendapatkan model yang terbebas dari pelanggaran uji asumsi klasik antara lain permasalahan multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedasitas. Hasil estimasi

(39)

27 menunjukkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.959881, yang berati bahwa sekitar 95.9% keragaman faktor-faktor yang memengaruhi volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama ekspor dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya, sedangkan 4.1% sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor di luar model. Uji multikolinearitas dapat dilihat dari matriks korelasi antar variabel. Hasil estimasi pada lampiran 5 menujukkan tidak ada korelasi antar variabel yang melebihi R-squared sehingga model terbebas dari masalah multikolinearitas.

Uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai statistik Durbin-Watson (DW) pada hasil estimasi model pada tabel 4. Hasil estimasi menujukkan bahwa nilai DW mendekati 2 yaitu sebesar 2.316682, sehingga diasumsikan terjadi pelanggaran autokorelasi, tetapi karena dalam penelitian ini telah dilakukan pembobotan dengan cross section weighted cross SUR, maka segala pelanggaran multikolineritas, heteroskedasitas, dan autokorelasi dapat diatasi. Uji normalitas juga dilakukan untuk melihat normal atau tidaknya error terms yang dapat dilihat pada lampiran 6. Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa nilai probablitas sebesar 0.047616 yang lebih besar dari taraf nyata 10%, maka diasumsikan model volume ekspor kayu log Indonesia ke enam negara tujuan utama menyebar dengan normal. Uji heteroskedasitas dapat dilihat gambar pada lampiran 7, yang menyatakan bahwa karena residualnya tidak membentuk pola tertentu maka model ini terbebas dari pelanggaran adanya heteroskedasitas.

Model yang digunakan dalam determinan ekspor kayu log Indonesia adalah sebagai berikut :

LNXKGit = 215.6720 + 3.627391 LNGDPit +5.886664 LNERit – 1425235Poit-

0.793401LNPRICEit

Harga Ekspor

Hasil estimasi menunjukkan bahwa harga ekspor kayu log Indonesia berpengaruh negatif dan signifikan pada taraf nyata 10% terhadap permintaan ekspor kayu log Indonesia oleh enam negara tujuan utama ekspor dengan koefisien sebesar 0.793401. Hal ini menujukkan bahwasetiap kenaikkan harga ekspor kayu log sebesar 1% maka akan mengakibatkan penurunan volume ekspor kayu log Indonesia sebesar 0.793401% (cateris paribus). Hal tersebut menunjukkan,semakin tinggi harga ekspor kayu log Indonesia akan berdampak pada terjadinya penurunan permintaan volume ekspor kayu log Indonesia oleh enam negara tujuan utama ekspor.

Gambar

GAMBARAN UMUM
Gambar 1 Persentase kontribusi subsektor kehutanan terhadap Produk Domestik
Gambar 3 Perkembangan volume ekspor kayu log indonesia ke enam negara
Gambar 4 Harga Komoditi Relatif Ekuilibirium setelah perdagangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, PDRB, jumlah daya yang tersambung, dan tarif dasar listrik terhadap jumlah permintaan sambungan listrik pada sektor rumah tangga

Sehingga proposal skripsi yang berjudul “ makna pesan transgender dalam film lovely man ( analisis charles sander peirce ) “ dapat diselesaikan dengan baik dan tepat

Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Bab I Pasal 1, Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

Hal ini dibuktikan dengan perolehan hasil analisis yaitu sebagian besar berita bertipe liputan satu sisi, yaitu dari sisi partai NasDem atau Hary Tanoesoedibjo. Tokoh

Metode pengujian hipotesis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial variabel Debt to Equity Ratio (DER), Price

Sehubungan dengan itu, sungguh diperlukan untuk diketahui lebih dalam apakah mekanisme Corporate Governance dalam hal ini kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,

tertarik untuk mengambil KPR yang disediakan oleh suatu bank, maka bank menyediakan.. banyak

Berdasarkan data wawancara dan survei awal bulan Februari 2019 para petambak ikan kerapu khususnya tambak “Kompak bersama” di Kabupaten Batu Bara dimana ketua