PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG
PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL
TESIS
Oleh
REGINA MARINTAN SINAGA
077033026/IKM
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG
PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
REGINA MARINTAN SINAGA
077033026/IKM
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL
Nama Mahasiswa : Regina Marintan Sinaga Nomor Pokok : 077033026
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Kekhususan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Fikarwin Zuska) Ketua
(Drs. Panal Sitorus, M. Si) Anggota
Ketua Program Studi,
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 11 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Fikarwin Zuska
Anggota : 1. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM
2. Drs. Panal Sitorus, M.Si
PERNYATAAN
PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL
TESIS
Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2009
ABSTRAK
Aktivitas pengobatan dan penyediaan obat tradisional sudah berlangsung sejak lama dan hingga masa sekarang ini, praktik-praktik tersebut masih berlangsung. Perkembangannya cukup cepat berjalan dan meluas di berbagai lapisan masyarakat, tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi sehingga keberadaannya terus meluas.
Masyarakat Indonesia, khususnya Kota Medan masih menggunakan jasa pengobat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan. Fenomena mengatasi masalah kesehatan dalam masyarakat dengan mencari jasa pengobat tradisional adalah sebuah realitas dalam pola kesehatan masayarakat. Meskipun sebenarnya dalam praktik-praktik pengobatan tradisional, pengobat tradisional masih belum memenuhi standar pelayanan kesehatan.
Untuk itu penelitian ini mengkaji pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang meliputi seluruh aspek pembuatan obat tradisional, dimulai dari pemilihan bahan baku, yaitu dari bagian tanaman atau seluruh tanaman yang masih segar, dan kegiatan lain sebelum digunakan, seperti pencucian. Peralatan dicuci bersih dan dalam meramu jamu/ramuan obat, tangan harus dicuci dahulu. Bobot dan takaran dinyatakan dalam berat atau pengukuran, cara merebus ramuan, penggunaan, aturan minum dan jangka waktu pemakaian juga merupakan bagian dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2008 sampai dengan Maret 2009.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan, pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan penyakit merupakan perpaduan sistem medis personalistik dan sistem medis naturalistik. Pengetahuan tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang hanya berdasarkan pada pengetahuan tradisional (indegenous knowledge) masih jauh dari standar mutu dalam pelayanan kesehatan maksimal.
Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan kepada pengobat tradisional, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Hal ini perlu dilakukan, sehingga pelayanan kesehatan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan, melalui pengobat tradisional dapat dipertanggungjawabkan/ diberikan secara maksimal.
ABSTRACT
The activities of traditional medicines treatment and supply have been applying since long time ago and until now days, their practices are still continuing. Its developing is quite fast and used in all level of society, which is not limited by administration borders as its existence is keeping broaden.
Indonesian society, especially Medan citizen is still using traditional medicines services to cure sickness. Phenomenon in curing sickness in society by seeking for traditional medicines services is a reality in community health style. However in traditional medicines practices, traditional medicines man (whose expert in traditional medicines) has not been fulfill health procedure standard yet.
This research examine traditional medicine’s knowledge about curing disease technique and ways of formulating good traditional medicines which include all aspect of making traditional medicines, starting from choosing raw materials and other activities such as cleansing. All equipments should be first clean and in formulating herbal medicines, hand should be washed. Weight and measurement of medicines are make in accuracy, ways of boiling herbal (jamu), direction and dosage as well as time of using is part of ways of formulating good traditional medicines (Good Manufacturing Traditional Medicines). This research is conducted on January 2008 until March 2009.
The result from field showed that traditional medicine man’s knowledge about technique of curing disease is a combination of personal and natural medical system. Knowledge of ways formulating good traditional medicines (Good Manufacturing Traditional Medicines) that is only based upon indegenous knowledge has not yet adequate quality standard of maximize health services/procedures.
For that reason, it is needed to have training and education for traditional medicines man to increase their knowledge in treating disease technique and ways of formulating good traditional medicines (Good Manufacturing traditional medicines). These should be done, that community health services in overcoming health problems through traditional medicine techniques are able to be accountable (provide in maximize ways).
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan
rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul
“Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Penyakit dan Cara Pembuatan Obat
Tradisional”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis
dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Kesehatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan,
dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan
juga selaku Dosen Pembanding yang selalu meluangkan waktu untuk
memberikan saran-saran perbaikan bagi tesis ini.
3. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan
tesis ini.
4. Bapak Drs. Panal Sitorus MSi, Apt, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang
dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku Dosen Pembanding yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan saran dan perbaikan bagi tesis ini.
6. Rasa terima kasih yang mendalam untuk Nenek Iting, Ibu Ati dan Ibu Imah
yang mau memberikan informasi atas praktik-praktik pengobatan sehingga
7. Ucapan terima kasih yang tulus dan rasa hormat penulis sampaikan kepada
orang tua tercinta Drs. J.M Sinaga dan L. Sihombing, BA serta adik-adik yang
aku sayangi Irene, Morin, Benpa, Josualam, Bernadeth, Anastakiel, Toga,
Adriani, dan Putri Togu yang dengan bangga dan penuh kasih telah
memberikan dukungan doa, semangat, moril dan materil selama penulis
menjalani pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU.
8. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman
seperjuangan, mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku
angkatan 2007 atas segala kerjasama, kebersamaan dan kekompakan yang telah
terjalin selama ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan tulisan ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi
semua.
Medan, Juni 2009
Penulis,
REGINA MARINTAN SINAGA
RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS
1. Nama : Regina Marintan Sinaga
2. Jenis Kelamin : Perempuan
3. Agama : Kristen Protestan
4. Tempat/Tgl lahir : Pematang Siantar/02 Nopember 1968
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. SD RK No. 3 Pematang Siantar tahun 1975 - 1981
2. SMP Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1981 - 1984
3. SMA Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1984 – 1987
4. FMIPA FARMASI USU MEDAN tahun 1988 – 1996
5. PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FMIPA USU MEDAN tahun 1996-1997
C. RIWAYAT PEKERJAAN
1. Pengelola Apotik Swasta di Kota Medan tahun 1998 – sekarang
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... v vi DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Permasalahan... 5
1.3. Tujuan Penelitian... 6
1.4. Manfaat Penelitian... 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8
2.1. Obat Tradisional... 8
2.2. Pengobatan Tradisional... 17
2.3. Konsep Sehat dan Sakit dalam Pengobatan Tradisional... 22
2.4. Kerangka Pikir... 26
BAB 3 METODE PENELITIAN... 28
3.1. Jenis Penelitian... 28
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28
3.3. Pemilihan Informan... 30
BAB 4 PENGOBAT TRADISIONAL DAN PRAKTIK
PENYEMBUHAN BERBAGAI PENYAKIT…... 40
4.1. Gambaran Pengobat Tradisional... 40
4.2. Konsep Sehat dan Sakit Pengobat Tradisional dalam Pengobatan... 63 4.3. Jenis-jenis Penyakit dan Cara Pengobatannya... 65
BAB 5 PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN TEKNIK PENYEMBUHAN…... 73
5.1 . Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Obat-obatan Tradisional... 73
5.2 . Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional (Ramuan Obat)…………... 80 5.3. Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Teknik Penyembuhan Penyakit... 85
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 97
6.1. Kesimpulan... 97
6.2. Saran... 100
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Pikir ... 27
6.1 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan oleh Pengobat Tradisional
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana ... 105
2. Izin Penelitian Dosen Pembimbing kepada Pengobatan
Tradisional ... 106
3. Izin Penelitian kepada Kepala Sub. Din DKK Medan ... 107
4. Izin Penelitian dari DKK kepada Pengobatan Tradisional.... 108
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tesis ini mengkaji pandangan-pandangan pengobat tradisional tentang
praktik-praktik yang dilakukan pada pengobatan secara tradisional yang
menggunakan tanaman obat berupa herbal dan juga dengan menggunakan hewan
yang diyakini oleh pengobat dapat menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit.
Pengetahuan dan keterampilan akan praktik-praktik pengobatan tersebut diperoleh
berdasarkan pengalaman yang diterima dari keluarga atau kerabat, yang melakukan
kegiatan pengobatan tradisional tersebut dan berlangsung hingga masa sekarang ini.
Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman
berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Penggunaan tanaman berkhasiat obat itu, sebagian berdasar pada pengalaman dan
keterampilan secara turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya
(Sari, 2006: 1). Sebagian lainnya diperoleh dengan cara belajar kepada mereka yang
tahu.
Penggunaan bahan tanaman baik sebagai obat maupun sebagai pemeliharaan
adanya isu kembali ke alam1 (back to nature). Selain itu mahalnya harga obat modern
juga mendorong sebagian masyarakat untuk lebih memilih menggunakan tanaman
obat tradisional (Katno dkk, 2008: 2).
Walaupun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia,
namun jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional masih tetap
tinggi. Menurut Susenas (2001), sebanyak 31,7% masyarakat Indonesia
menggunakan obat tradisional dan 9,8% mencari pengobatan dengan cara tradisional
untuk mengatasi masalah kesehatannya (Depkes, 2004: 1). World Health
Organization (WHO, 2003: 2) merekomendasikan penggunaan obat tradisional
termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, degeneratif dan kanker.
Penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada penggunaan obat
modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang
relatif sedikit dibandingkan obat modern. Walaupun demikian bukan berarti obat
tradisional tidak memiliki efek samping, bila penggunaannya tidak tepat (Katno dkk,
2008: 1-3). Demikian juga dengan anggapan bahwa obat tradisional aman dikonsumsi
walaupun gejala sakit sudah hilang. Anggapan ini adalah keliru, sampai batas-batas
tertentu, mungkin benar, akan tetapi bila sudah melampaui batas dapat
membahayakan (Sari, 2006: 3). Contohnya di Belgia, ada 70 orang harus menjalani
dialisis atau transplantasi ginjal akibat mengkonsumsi pelangsing dari tanaman yang
keliru (WHO, 2003: 1).
Contoh lainnya efek samping penggunaan tanaman obat melalui penggunaan
dringo (Acorus calamus L), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Zat
berkhasiat tanaman dringo ini mirip golongan amfetamin2 dan ekstasi3. Dosis rendah
dringo memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif
(penenang) terhadap sistem saraf pusat. Bila digunakan dalam dosis tinggi dringo
memberikan efek sebaliknya yakni, meningkatkan aktifitas mental (psikoaktif).
Berdasarkan fakta ilmiah itu, Federal Drugs of Administration (FDA) Amerika
Serikat telah melarang penggunaan dringo secara internal, karena lebih banyak
mendatangkan kerugian daripada manfaat (Sari, 2006: 3).
Data profil Pengobatan Tradisional di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan
sebanyak 2629 jumlah pengobat tradisional menggunakan obat/ramuan tradisional,
berasal dari tanaman obat yang diramu sendiri maupun obat jadi tradisional
Indonesia. Termasuk di dalamnya Kota Medan sebanyak 739 orang (Dinkes Provinsi
Sumut, 2005: 13 & 38). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat
Kota Medan yang memakai tanaman obat tradisional melalui pengobat tradisional
2 Amfetamin termasuk dalam psikotropika golongan II berkhasiat sebagai pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Focus Media). hal: 4-5. 3 Ekstasi termasuk dalam psikotropika golongan I yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan
untuk peningkatan (promotif), pemeliharaan (rehabilitatif) kesehatan, pencegahan
penyakit (preventif) dan mengobati penyakit (kuratif).
Demikian juga dengan penelitian yang saya lakukan atas kajian
praktik-praktik pengobat tradisional ini, diinspirasi antara lain oleh fakta bahwa masyarakat
di sekitar Kota Medan dan dari daerah luar masih saja ada yang menggunakan
pengobatan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatannya. Padahal pengetahuan
pengobat tradisional tentang tanaman yang menjadi bagian dalam pengobatan,
meliputi pemilihan (bagian) tanaman, cara pencucian tanaman beserta alat yang
dipakai, air yang digunakan untuk mencuci tanaman obat, pengeringan, cara meramu,
menurut saya bahwa praktik-praktik tersebut belum memenuhi syarat seperti yang
tertera dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik4 (CPOTB)
(BPOM, 2005: 8-13).
Hal tersebut dapat menimbulkan penyakit seperti diare akibat pencemaran
bakteri yang berasal dari air (yang berkualitas kurang baik) untuk pencucian tanaman
obat dan atau alat yang digunakan kurang bersih (tidak memenuhi persyaratan).
Kemudian jangka waktu pemakaian tanaman obat tradisional yang sudah diolah
(jamu) juga tidak ditentukan. Hal ini dapat memungkinkan terdapatnya racun
aflatoksin pada sediaan jamu. Racun ini berpotensi menjadi penyebab terjadinya
sirosis dan kanker hati (Sirait, 1994: 2). Selain itu takaran yang digunakan untuk
pemakaian dengan menggunakan ukuran yang tidak akurat seperti segenggam, seruas
dan lain-lain, dapat mengurangi jaminan keamanan dari obat tradisional (Sari, 2008:
3). Selanjutnya teknik penyembuhan dalam menangani orang yang sakit merupakan
bagian yang perlu untuk diketahui sesuai dengan konsep-konsep pengobatan
tradisional yang dilakukan oleh pengobat tradisional.
Usaha/aktivitas pengobatan dan penyediaan obat tradisional seperti tersebut
di atas, sudah berlangsung sejak lama. Perkembangannya cukup cepat berjalan dan
meluas di berbagai lapisan masyarakat di berbagai daerah. Persebaran5 pengobatan
tradisional tersebut tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi sehingga
keberadaannya terus meluas melampaui batas-batas administrasi dan lapisan
masyarakat.
Dari adanya fakta-fakta tersebut di atas itulah kajian ini dilakukan. Kajian ini
meneliti pengetahuan pengobat tradisional dalam praktik-praktik pengobatan
tradisional, yang meliputi pengetahuan tentang teknik penyembuhan penyakit dan
cara pembuatan obat tradisional.
1.2. Permasalahan
Fenomena mengatasi masalah kesehatan masyarakat dengan mencari
pengobat tradisional, merupakan realitas dalam kesehatan. Sementara dalam
praktik pengobatan tradisional, pengobat tradisional menggunakan cara-cara
tradisional berupa teknik pengobatan secara tradisional, dan pengetahuan tentang
obat-obat yang digunakan juga tradisional.
Untuk itu penelitian ini mengkaji pengetahuan pengobat tradisional tentang
teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB) yang meliputi seluruh aspek pembuatan obat tradisional, dimulai dari
pemilihan bahan baku, yaitu dari bagian tanaman atau seluruh tanaman yang masih
segar, dan kegiatan lain sebelum digunakan, seperti pencucian misalnya. Air untuk
mencuci bahan yang akan digunakan serta untuk membuat ramuan harus bersih.
Peralatan dicuci bersih dan dalam meramu jamu, tangan harus dicuci dahulu, bahan
disiapkan dan diletakkan dalam wadah yang bersih. Bobot dan takaran dinyatakan
dalam berat atau pengukuran, cara merebus ramuan, penggunaan, aturan minum dan
jangka waktu pemakaian juga merupakan bagian dari Cara Pembuatan Obat yang
Baik (CPOTB). Sehingga rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah
bagaimanakah pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan
penyakit dan cara pembuatan obat tradisional dalam sistem pengobatan di Kota
Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan pengobat tradisional
tentang teknik penyembuhan penyakit dan cara pembuatan obat tradisional dalam
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Pengetahuan bagi orang yang berminat dalam memanfaatkan pengobatan
tradisional untuk menanggulangi masalah kesehatan.
2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanaman obat
keluarga sebagai warisan budaya dan memanfatkannya dengan keamanan
yang lebih baik.
3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan
penelitian berkaitan dengan pemanfaatan dan keamanan tanaman obat
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Obat Tradisional
Obat tradisional sudah sejak lama digunakan secara luas di Indonesia. Dalam
perkembangan kedokteran modern sekarang ini masih terasa kuat peranan obat
tradisional sebagai pendamping obat modern.
Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 mendefinisikan obat tradisional adalah
bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional baik
berupa jamu maupun tanaman obat keluarga masih banyak digunakan oleh
masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah. Bahkan dari masa ke masa
obat tradisional mengalami perkembangan semakin meningkat, terlebih dengan
munculnya isu kembali ke alam (back to nature) (Katno, 2006: 1).
Obat tradisional sebaiknya digunakan pada penyakit dengan kriteria
prevalensi tinggi, insidens tinggi, tersebar pada area luas, pelayanan kesehatan
dengan fasilitas yang rendah serta mudah dikenal masyarakat. Beberapa jenis
penyakit yang memenuhi kriteria tersebut di antaranya: demam, sakit gigi, sakit
kepala, batuk, diare6, obstipasi7, mual, penyakit kulit, cacingan dan anemia8. Kriteria
6
Defekasi yang kerap dengan tinja yang lembek atau cair, (Ramali, A dan Pamoentjak 1987: 75). 7
obat tradisional yang digunakan sebaiknya mudah didapat, jika memungkinkan dari
kebun sekitar rumah, dikenal oleh orang banyak, proses penyimpanannya sederhana,
mudah digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaannya (Agoes A dan Jakob T,
1999: 2).
Penyakit-penyakit dan keluhan yang dapat diatasi dengan menggunakan
tanaman obat tradisional antara lain:
a. Penyakit yang diobati secara kausal seperti cacingan, malaria dan gigitan
serangga.
b. Gejala penyakit yang diobati secara simptomatik seperti batuk, sakit kepala,
demam, pegal linu, mual, diare, sembelit, mulas, sariawan, wasir, gatal, luka baru,
bisul, perut gembung, luka bakar ringan, mimisan dan sakit gigi.
c. Keadaan yang diobati secara suportif seperti jerawat, ketombe, melancarkan air
susu, menghilangkan bau badan, menghitamkan rambut, kurang nafsu makan,
pemulih tenaga sehabis bersalin, kehamilan dan anemia.
d. Penyakit yang sudah didiagnosis dokter seperti darah tinggi, kencing manis, batu
ginjal, penyakit mata, batu empedu, keputihan dan sulit kencing (Agoes A dan
Jakob T, 1999: 2-3).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005: 4-6), menyebut obat
tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) adalah obat tradisional yang berisi
seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan
8
dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan, mengandung dari berbagai
tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu
harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu, tetapi tidak
memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, cukup dengan bukti
empiris. Kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu sediaan jamu adalah: aman,
klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan
mutu.
2. Obat herbal terstandar (Standarized Based Herbal Medicine) merupakan obat
tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik
tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses pembuatan obat herbal
terstandar membutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari
jamu. Pembuktian ilmiah merupakan penunjang obat herbal berstandar berupa
penelitian praklinis yang meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat
dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis serta uji
toksisitas maupun kronis.
3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat tradisional
yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatan fitofarmaka
telah terstandarisasi yang didukung oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada
manusia. Pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga
Menurut Suharmiati dan Handayani (2006: 2-3), obat tradisional yang ada
di masyarakat dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu:
1. Obat Tradisional Buatan Sendiri
Obat tradisional yang dibuat sendiri menjadi akar obat tradisional di Indonesia
saat ini, selanjutnya oleh pemerintah dikembangkan dalam Program Tanaman Obat
Keluarga (TOGA). Sumber tanaman bisa disediakan oleh masyarakat sendiri baik
secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat.
Program TOGA juga mengajarkan tentang cara penyajian secara sederhana, tetapi
tetap aman dikonsumsi, dan dalam pelaksanaannya diharapkan peran aktif seluruh
anggota masyarakat dengan bimbingan dan binaan Puskesmas setempat.
2. Obat Tradisional dari Pembuat Jamu (Herbalis)
a. Jamu Gendong, jamu yang disediakan dalam bentuk minuman dan sangat
digemari masyarakat, secara umum dijual dengan nama kunyit asam,
mengkudu, pahitan, beras kencur, juga tersedia jamu yang disediakan
khusus sesuai pesanan, misalnya jamu bersalin dan jamu untuk mengobati
keputihan.
b. Peracik jamu, bentuk jamu menyerupai jamu gendong, tetapi kegunaannya
lebih khusus untuk keluhan kesehatan tertentu, misalnya untuk kesegaran,
menghilangkan pegal dan linu, serta batuk. Peracik jamu tradisional saat
ini sudah semakin berkurang, diperkirakan karena kalah bersaing dengan
industri obat tradisional skala besar yang mampu menyediakan jamu
3. Obat Tradisional dari Tabib
Saat ini jumlahnya tidak banyak tetapi tabib masih bisa dijumpai, pada
praktek pengobatannya, tabib menyediakan ramuan yang berasal dari bahan alam
lokal. Selain memberi ramuan, para tabib juga mengkombinasikan dengan teknik lain
seperti metode spiritual atau supranatural.
4. Obat Tradisional dari Shinse
Pengobat sinshe berasal dari negara Cina yang mengobati pasien dengan
menggunakan obat tradisional. Bahan-bahan obat tradisional yang digunakan berasal
dari Cina, dan ada juga yang dicampur dengan bahan lokal sejenis dengan yang
ditemukan di Cina. Penyediaan obat tradisional Cina mudah diperoleh di toko-toko
obat Cina dalam bentuk sediaan jadi, pengobatan sinshe biasanya mengkombinasikan
ramuan dengan teknik pijatan, akupresur, atau akupuntur.
5. Obat Tradisional Buatan Industri
Departemen Kesehatan membagi industri obat tradisional dalam dua
kelompok, yaitu Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan Industri Obat
Tradisional (IOT). Obat tradisional industri diproduksi dalam bentuk sediaan modern
berupa herbal terstandar atau fitofarmaka seperti tablet dan kapsul, juga bentuk
sediaan lebih sederhana seperti serbuk, pil, kapsul dan sirup.
Bentuk sediaan obat tradisional seperti serbuk, pil, kapsul dan sirup harus
menjamin mutu yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik
(CPOTB). Tata cara pembuatan ramuan obat tradisional yang sesuai dengan pedoman
‘Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani’(BPOM RI, 2005: 15).
Menurut Sembiring, B (2007: 2-5) dan Agro Media (2008: 26-27)
pembuatan ramuan obat tradisional9 dapat dilakukan dengan menggunakan bahan
tanaman obat yang dapat dibudidayakan, meliputi:
1. Bahan baku
Bahan baku yang digunakan adalah bagian tanaman yaitu: biji, buah, daun,
rimpang, bunga, kayu, dan herba. Pada waktu penen/pengambilan bahan, peralatan
dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan
kering. Penempatan dalam wadah seperti keranjang dan karung tidak boleh terlalu
penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak.
2. Penyortiran
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen, dimaksudkan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dan muda atau
ukurannya lebih besar atau kecil.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mikroba yang
melekat pada bahan. Air yang digunakan untuk mencuci bahan dan peralatan yang
digunakan adalah air bersih. Pada saat pencucian bahan, perlu diperhatikan air cucian
dan air bilasan, jika masih terlihat kotor pencucian dan pembilasan harus di ulang.
Pencucian dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan
terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan tanaman obat.
4. Pengeringan
Setelah bahan obat di cuci, bahan langsung ditiriskan di rak-rak pengering.
Khusus untuk bahan rimpang penjemuran dilakukan selama 4-6 hari. Setelah proses
pengeringan selesai, dilakukan kembali penyortiran.
5. Peralatan
Peralatan yang digunakan dapat berupa peralatan memasak yang ada di dapur
seperti pisau, talenan, panci, parut dan lain-lain. Semua peralatan yang digunakan
untuk pembuatan ramuan obat tradisional sebelum dan sesudah digunakan harus
dicuci bersih, sehingga tidak tercampur dengan bahan masakan, khususnya yang
berasal dari hewan. Panci yang dilapisi email atau kuali/periuk dari tanah liat dapat
digunakan, sedang peralatan panci yang terbuat dari kuningan atau besi harus
dihindari untuk mencegah timbulnya endapan, timbulnya racun, atau efek samping
lain akibat terjadinya reaksi kimia dengan bahan obat.
6. Meramu
Sebelum meramu, tangan dicuci sampai bersih, bahan disiapkan dan
7. Penggunaan
Cara penggunaan ramuan obat tradisional harus diketahui sebelum digunakan,
baik dengan cara diminum atau digunakan sebagai obat luar.
8. Aturan minum dan jangka waktu pemakaian
Aturan minum obat tradisional disesuaikan dengan peraturan yang sudah ada
sesuai petunjuk formularium obat tradisional. Obat tradisional biasanya diminum
sebelum makan kecuali bila dalam ramuan tersebut terdapat bahan yang dapat
merangsang lambung. Jangka waktu pemakaian untuk ramuan yang tidak dimasak
hingga mendidih harus digunakan segera dalam waktu 12 jam, sedangkan ramuan
yang direbus dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam.
Menurut Handayani L, (2006: 2-3) tata cara merebus ramuan obat tradisional
yang baik dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Bahan yang terlalu tebal seperti rimpang, batang dipotong-potong tipis
terlebih dahulu.
b. Bahan ramuan obat tradisional dimasukkan ke dalam wadah dan air yang
bersih dimasukkan sesuai dengan takaran dan api yang digunakan untuk
memasak dapat kecil atau besar sesuai kebutuhan. Obat yang bersifat tonik
direbus dengan api kecil sehingga bahan aktif dapat secara lengkap
dikeluarkan ke dalam air rebusan. Obat yang bersifat mengeluarkan keringat,
misalnya ramuan untuk influensa, digunakan api besar sehingga dapat
mendidih dengan cepat, agar penguapan dari bahan aktif yang mudah
c. Bila tidak ada ketentuan lain maka perebusan dianggap selesai bila air rebusan
tersisa setengah dari jumlah air semula.
d. Ramuan yang terdiri dari bahan yang keras seperti batang, biji, perebusan
dianggap selesai bila air tersisa sepertiganya.
Dalam perkembangan sebagai obat tradisional sering dijumpai ketidaktepatan
penggunaan obat tradisional karena kesalahan informasi maupun anggapan keliru
terhadap obat tradisional dan cara penggunaannya. Dari segi efek samping diakui
bahwa obat tradisional/obat alam memiliki efek samping relatif kecil dibandingkan
obat modern, tetapi perlu diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan
konsistensinya yang belum dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin (Katno,
2006: 3).
Obat tradisional jamu yang banyak digunakan sebagai pencegahan dan
pengobatan terhadap penyakit mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga harus
digunakan secara cermat (Katno, 2006: 3-9), di mana kelebihannya adalah memiliki
efek samping relatif lebih kecil apabila digunakan secara benar dan tepat.
Penggunaan secara benar dan tepat tersebut meliputi takaran, waktu, dan cara
penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuaian dengan indikasi penyakit tertentu,
dan ketepatan takaran/dosis.
Obat tradisional jamu selain memiliki kelebihan, juga memiliki beberapa
kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional,
termasuk dalam upaya bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal. Beberapa
baku belum terstandar, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme.
Hal lain yang menjadi kelemahan obat tradisional jamu yaitu asal-usul bahan,
juga kelengkapan data yang mendukung atas bahan yang digunakan, seperti umur
tanaman yang dipanen, waktu panen, kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman
(cuaca, jenis tanah, curah hujan, dan lain-lain) belum memenuhi standarisasi obat
tradisional. Penanganan pasca panen yang tidak benar dan kurang tepat meliputi cara
pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta penyimpanan
juga merupakan kelemahan obat tradisional (Katno, 2008: 7-8).
Pengetahuan akan cara pembuatan obat tradisional yang baik seperti yang
telah dijelaskan di atas, bagi pengobat tradisional sangat dibutuhkan untuk
pemanfaatan dan keamanan obat tradisional sehingga menjamin produk jamu yang
digunakan dan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan
tujuan penggunaannya.
2.2. Pengobatan Tradisional
Sistem pelayanan kesehatan yang ada belum merata dan terjangkau oleh
seluruh lapisan masyarakat, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dengan
memanfaatkan semua potensi upaya kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satu
potensi besar dalam bentuk peran serta masyarakat adalah upaya pengobatan
tradisional yang hingga sekarang ini masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
Menurut WHO (Agoes A dan Jakob T, 1999: 60), pengobatan tradisional
adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan
pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam
melakukan diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik,
mental ataupun sosial. Definisi pengobatan tradisional menurut WHO tersebut
mengacu kepada adanya pengalaman praktek yaitu, hasil-hasil yang diamati secara
terus-menerus dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan.
Pengetahuan dan keterampilan pengobatan tradisional tersebut diperoleh
melalui pewarisan secara turun temurun dari orang tua/leluhur, berguru pada ahli
pengobatan/dukun pengobatan, secara penglihatan gaib, melalui mimpi-mimpi,
berguru melalui buku-buku yang ditinggalkan, dengan melihat langsung praktek ahli
pengobatan, belajar dan mendapatkan melalui penderitaan (sakit) diri sendiri.
Berbagai macam bentuk dan cara diperlihatkan oleh para ahli pengobatan tradisional
di dalam mengobati berbagai macam penyakit dalam praktek pengobatan sehari-hari
(Manuputty, dkk, 1990: 28).
Di Indonesia, Praktek-praktek pengobatan tradisional yang ada sekarang ini
masih dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat, baik itu di desa maupun
di kota. Dalam praktek-praktek pengobatan tradisional tersebut dilakukan menurut
cara yang disesuaikan dengan daerah masing-masing.
Menurut Manuputty, dkk (1990: 3-4) cara-cara pengobatan tradisional yang
berlaku pada masyarakat Maluku antara lain:
2. Dengan tindakan jasmani yaitu: pijat/urut, disembur/ditiup, dijilat/disedot/
diisap, dimandikan dengan ramuan obat.
3. Dengan tindakan rohani keagamaan (doa) dan ramuan obat.
4. Dengan tindakan rohani kepercayaan (mantera) dan ramuan obat
(sembur/tiup).
5. Dengan tindakan rohani keagamaan (doa), tindakan jasmani dan ramuan obat
yaitu: dijilat/disedot/diisap.
6. Dengan tindakan jasmani, tindakan rohani kepercayaan dan ramuan obat
(termasuk diberi penangkal).
7. Ramuan obat dan pantangan-pantangannya.
8. Ramuan obat dan dimandikan dengan ramuan obat tersebut.
Demikian juga pada masyarakat Desa Sibinail yang termasuk dalam wilayah
Provinsi Sumatera Utara, jenis pengobatan tradisional dikelompokkan atas 2 yaitu:
“dotu” dan “pojusi”. “Dotu” adalah sebutan pengobat tradisional laki-laki yang
memiliki keahlian dalam menanggulangi berbagai penyakit, dengan menggunakan
ramuan atau “pulungan” , maupun dengan tindakan jasmani (pengurutan). “Dotu”
ahli dalam aneka keterampilan dan pengetahuan dalam mengatasi berbagai jenis
penyakit, seperti: patah tulang, kena guna-guna, kena setan atau dalam bahasa lokal
disebut “tersopo”. Sedangkan “pojusi” merupakan sebutan untuk pengobat
tradisional wanita yang mempunyai keahlian dalam menangani persalinan (bidan
secara turun temurun dari orang tua dan ahli pengobat tradisional juga dari berguru
atau belajar (Lubis S, dkk, 1996: 122-123).
Pengobatan tradisional untuk masyarakat Desa Sibinail menjadi alternatif
utama dalam mengatasi masalah kesehatan dengan berbagai jenis penyakit yang ada.
Beberapa alasan pemakaian pengobat tradisional tersebut diantaranya adalah
ketiadaan pengobatan modern seperti puskesmas, juga keadaan lokasi yang kaya
dengan berbagai jenis tanaman. Para pengobat tradisional setempat memanfaatkan
tumbuhan yang ada di sekitarnya sebagai bahan ramuan obat yang digunakan untuk
mengatasi berbagai penyakit. Alasan lain adalah tingkat ekonomi penduduk yang
relatif rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih pengobatan alternatif.
Penyebaran informasi tentang ramuan tradisional secara oral dari seseorang
kepada orang lain, dari orang tua terhadap anak atau dari mulut ke mulut menjadi
salah satu faktor perkembangan dan pelestarian pengobatan tradisional, juga
didukung oleh kemanjuran obat yang digunakan oleh masyarakat setempat. Sehingga
sistem pengobatan tradisional yang dimiliki, dianggap masih mampu mengatasi
berbagai jenis penyakit (Lubis S, dkk, 1996: 136-137).
Perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia tidak terlepas dari kondisi
bangsa Indonesia yang kaya akan bahan-bahan obat tradisional. Bahan-bahan tersebut
diperoleh dari tanaman yang tumbuh liar dan berasal dari tanaman yang telah
dibudidayakan oleh masyarakat/petani sebagai pemasok.
Upaya pengembangan pengobatan tradisional juga terdapat dalam GBHN
dipertanggungjawabkan terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan
kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan-pengembangan terhadap
pengobatan tradisional, termasuk sebagai antisipasi dalam menghadapi era
globalisasi.
Arah pembangunan pengobatan tradisional harus mengacu kepada:
pengembangan metode (cara) pengobatan tradisional, pengembangan keterampilan
tenaga pengobatan tradisional dan pembangunan sarana pengobatan tradisional.
Kemajuan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat
mendukung pengobatan tradisional, seperti yang sudah dilakukan di beberapa negara
luar yang kemudian mampu dijual di pasaran (Wijayakusuma, H, 2000: 25). Dengan
pengembangan pengobatan tradisional yang disertai dengan dukungan ilmiah
terhadap tanaman obat herbal atau jamu, akan dapat meningkatkan daya saing
pengobatan tradisional dengan sistem pengobatan modern.
Dukungan pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM), terhadap pengembangan pengobatan tradisional melalui Rencana Induk
Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia akan menjadi pencerah perkembangan
jamu di Indonesia. Dalam pengembangan tersebut beberapa diantara pilar program
tersebut yaitu: pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat, keseimbangan
antara suplai dan permintaan, penggunaan pada pelayanan kesehatan serta penelitian
(Kardono, 2003: 1&7) akan menjaga kesinambungan pengobatan tradisional yang
2.3. Konsep Sehat dan Sakit dalam Pengobatan Tradisional
Salah satu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia dan masyarakat
adalah pengetahuan yang menyangkut dengan usaha menghindari dan cara
penyembuhan suatu jenis penyakit secara tradisional, yang berbeda jauh dengan
sistem pengobatan dan penyembuhan secara modern. Pengobatan tradisional akan
obat tradisional dan jenis penyakit menggunakan pengetahuan tradisional
(indegenous knowledge) yang diperoleh dari pengalaman dan warisan generasi
sebelumnya.
Pengobatan tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan bersifat
universal, dan dapat dikatakan setiap kebudayaan manapun, akan mempunyai
unsur-unsur dan konsep mengenai sehat dan sakit serta penyebab dan cara-cara
pengobatannya. Secara umum definisi sakit adalah suatu keadaan yang tidak
seimbang, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan.
Konsep sehat dan sakit berbeda dari suatu masyarakat dan suku bangsa ke
masyarakat dan suku bangsa lain. Subandi (1988: 107-111) menjelaskan seorang
dukun atau balian di Bali melakukan pengobatan berdasarkan konsep sehat sakit.
Konsep sehat menurut para dukun adalah suatu keadaan di mana badan tidak sakit
(seger, bahasa Bali), cukup makan dan rukun dalam rumah tangga, dengan tetangga
dan masyarakat. Sedangkan konsep sakit atau gelem menurut para dukun adalah
kekuatan yang menurun ditandai dengan kekuatan yang merosot, lemah dan lain-lain
yang memerlukan uluran tangan yang mampu mengembalikan kekuatan tersebut.
misalnya dalam mengobati/mengatasi gangguan penyakit panes maka harus dicari
bahan ramuan obat-obatan nyem (dingin), demikian pula sebaliknya.
Di daerah Kalimantan Timur konsep sehat dan sakit pada masyarakat (Katin,
1988: 153-171) dapat dijelaskan bahwa seseorang dikatakan sakit sebagai akibat
adanya gangguan roh halus, pengaruh magis orang lain dan karena faktor lain yang
irrasional. Sedangkan sehat dijelaskan sebagai suatu keadaan dalam kondisi
keseimbangan secara dunia gaibnya, di mana peristiwa gaib memainkan peranan
besar terutama bila mereka berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat
diterangkannya. Diyakini bahwa dunia gaib tersebut adalah roh yang mengganggu
atau roh yang menghukum. Apabila seseorang jatuh sakit, ia mencari sebabnya
apakah ada hal-hal yang tidak seimbang dengan dunia gaibnya.
Bentuk dan cara pengobatan tradisional dalam mengobati penyakit pada
masyarakat Kalimantan dapat dilakukan oleh penderita sendiri atau dengan bantuan
keluarganya sendiri, tanpa bantuan tenaga ahli dengan menggunakan ramuan
tradisional, jamu tradisional atau tanaman obat keluarga, dan juga berpantang makan
terhadap jenis tanaman tertentu. Di samping itu juga dapat dikerjakan oleh tenaga ahli
yang disebut dukun atau pawang untuk penyakit tertentu dan ada unsur ilmu gaib
yang tidak rasional, cara pengobatannya adalah pijat, urut, disembur (ditawar)
ditoreh, ditangkal.
Ada dua konsep yang lazim dipakai dalam masyarakat Jawa untuk
menemukan sebab-sebab suatu penyakit dan penentuan pengobatannya secara
personalistik, penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen (perantara) aktif
dapat berupa makhluk supernatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan
manusia (seperti hantu, roh leluhur, roh jahat) dan manusia (tukang sihir, tukang
tenung). Masyarakat Jawa menyebut penyakit “ora lumrah” atau “ora sabaene” (tidak
wajar atau tidak biasa), penyembuhannya berdasarkan pengetahuan secara gaib atau
supernatural, seperti melakukan upacara dan sesaji. Upacara tersebut dimaksudkan
untuk membuat keseimbangan agar sebab sakit dapat dikembalikan pada asalnya,
sehingga orang tersebut sehat kembali.
Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan
mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan, racun,
kuman atau kecelakaan. Di samping itu ada unsur lain yang mengkibatkan
ketidakseimbangan dalam tubuh, seperti dingin, panas, angin atau udara lembab.
Jenis penyakit ini disebut penyakit “lumrah” atau biasa, penyembuhannya adalah
dengan model keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan pada keadaan
semula sehingga orang sehat kembali. Misalnya penyakit badan dingin atau
“drodhok” (menggigil kedinginan), penyembuhannya dengan minum jahe hangat
atau melumuri tubuhnya dengan air garam. Dapat juga dilakukan pengobatan dengan
pemberian raman atau djamoni yang terdiri berbagai macam tumbuhan atau daun
yang ditumbuk lalu diminumkan atau dioleskan pada bagian yang sakit. Pemberian
jamu biasanya dilakukan sebagai pertolongan pertama oleh si sakit, apabila usaha
tersebut tidak berhasil biasanya si sakit dibawa ke dukun. Misalnya untuk penyakit
sang dukun diobati dengan bobo beras kencur dan jeruk nipis yang sudah diberi
mantra (Sastromidjojo S dalam Suketjogja, 2008: 1-3).
Dari penjelasan di atas diketahui adanya unsur-unsur penyebab penyakit yang
terjadi secara alamiah dan juga disebabkan oleh adanya makhluk supernatural. Foster
dan Anderson (1986: 46) menyebutnya sebagai suatu “sistem teori penyakit” yang
merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu konstruk intelektual, bagian dari
orientasi kognitif anggota masyarakat. Sistem penyebab penyakit sebagian besar
bersifat rasional dan logis, dalam arti bahwa teknik-teknik penyembuhan merupakan
fungsi dari, atau berasal dari, suatu ide konseptual yang khusus tentang sebab-sebab
penyakit.
Sedangkan “sistem perawatan kesehatan” adalah suatu pranata sosial yang
melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh.
Sistem perawatan kesehatan mewujudkan fungsi untuk memberdayakan
sumber-sumber daya si pasien, yaitu keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan
mereka dalam mengatasi masalah tersebut.
Jadi teori, definisi, ataupun konsepsi mengenai konsep sehat dan sakit tidak
berlaku secara universal. Dengan kata lain berbeda-beda tergantung dari keaneka
ragaman kebudayaan (Dumatubun, 2002: 4). Konsep-konsep kausalitas yang
mengacu kerangka kognitif pada masyarakat penting untuk menjelaskan tentang
adanya penyakit (disease), dibagi dalam 2 kategori yaitu: personalistik dan
Sistem medis personalistik menjelaskan di mana penyakit (ilness) disebabkan
oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, berupa makhluk supranatural (makhluk
gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, ataupun
roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Sedangkan
sistem naturalistik memberi penjelasan, penyakit (ilness) terjadi karena keseimbangan
terganggu. Sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas,
dingin, cairan tubuh, yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan
kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya (Foster dan
Anderson, 1986: 46, 63-64).
2.4. Kerangka Pikir
Di bawah ini merupakan kerangka pikir sebelum saya melakukan penelitian
di lapangan. Pada awalnya kajian dalam melakukan penelitian ini adalah tentang
pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman obat tradisional (herbal dan
Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB):
- Pemilihan tanaman - Perlatan/wadah - Bobot dan
takaran
- Mencuci bahan dan alat
- Aturan pakai - Jangka waktu
pemakaian Konsep sehat dan sakit
Pengobatan tradisional:
- Menggunakan tanaman obat tradisional (herbal dan Jamu)
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Kajian tentang pengobatan tradisional ini menggunakan penelitian kualitatif
dengan metode pengamatan (observasi) di lapangan terhadap kegiatan-kegiatan yang
terjadi di lokasi penelitian, juga wawancara secara mendalam (indepth interview)
dengan pelaku-pelaku pengobat tradisional.
Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu penjelas (eksplanan) dari objek
penelitian (eksplanandum) yaitu pengetahuan pembuatan obat tradisional dan teknik
penyembuhan penyakit. Untuk itu kepekaan saya sebagai peneliti dalam merancang
konsep penelitian harus semakin tajam dan mengkristal pada persoalan
operasionalisasi yang lebih konkret dalam menguraikan makna dibalik fenomena
yang tampak (Bungin, 2007: 74-75).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan alasan, bahwa di Kota Medan
masih banyak pengobat tradisional yang melaksanakan praktik-praktik pengobatan
tradisional dengan menggunakan tanaman obat tradisional/jamu. Persebaran pengobat
tradisional di Kota Medan tersebut dapat dilihat di berbagai tempat yang hampir
menyebar secara luas. Bila ditinjau dari klasifikasi dan jenis dari pengobat tradisional
meliputi gurah10, tabib11, shinshe12, aromatherapist13 dan oukup14. Selain itu juga
terdapat pengobat tradisional keterampilan, meliputi pengobat tradisional pijat urut,
pengobat tradisional patah tulang, dan pengobat tradisional sunat.
Pengamatan dan wawancara saya lakukan di wilayah Kota Medan Tuntungan
dan Kota Medan Baru, atas pengobat-pengobat yang kebetulan sudah melakukan
praktik-praktik pengobatan tradisional selama lebih kurang 40 tahun. Ada 2 macam
wawancara yang saya lakukan dalam kajian penelitian ini, yaitu: (1) Wawancara
untuk mendapatkan keterangan dari pengobat tradisional, yang disebut informan,
merupakan orang yang mempunyai keahlian tentang pokok wawancara, dalam kajian
ini adalah tentang pengobatan tradisional. Dan (2) Wawancara dengan orang yang
tinggal di sekitar lingkungan pengobat tradisional untuk mendapatkan keterangan
yang lebih lengkap tentang pengobat tradisional dalam melakukan praktik-praktik
pengobatan tradisional (Koentjaraningrat, 1989: 130). Penelitian dilakukan pada
bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2009.
10
Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, berasal dari larutan kulit pohon sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran pernafasan atas seperti pilek dan sinusitis (Profil Pengobatan Tradisional di Provinsi Sumatera Utara, 2005). hal: 6.
11
Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan, Ibid. hal. 4.
12
Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obatan tradisional cina, Ibid. hal. 6.
13
Seseorang yang memberikan perawatan dengan menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak murni (esensial oil) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi dari bunga, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar dan getah) untuk menyeimbangkan fisik, pikiran dan perasaan, Ibid. hal. 7.
14
3.3. Pemilihan Informan
Informan pada penelitian ini adalah pengobat tradisional yang melakukan
praktik-praktik pengobatan tradisional di Medan Tuntungan dan Medan Baru. Dalam
pemilihan informan dan objek pengamatan dengan penjajagan awal terhadap
kegiatan/praktik-praktik yang berlangsung di beberapa tempat di Kota Medan.
Akhirnya saya memilih melakukan fieldwork di Medan Tuntungan dan Medan Baru
karena alasan pengobat tradisional tersebut sudah melakukan praktik-praktik
pengobatan tradisional dalam waktu yang cukup lama, dan hingga saat ini masih tetap
“survive”, bahkan dapat menopang perekonomian mereka secara baik. Untuk
penjelasan ini, saya peroleh ketika melakukan wawancara dan pengamatan atas
tempat melakukan praktik pengobatan tradisional dengan kondisi yang cukup terlihat
baik, bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan modern.
Di bawah ini dapat dilihat dari narasi dalam percakapan dengan pengobat
tradisional, atas bangunan15 yang digunakan dalam pelayanan pengobatan tradisional,
yang secara kebetulan saya mengetahui perkembangannya dalam melakukan
praktik-praktik pengobatan tradisional.
“Saya dan orang tua saya, membangun rumah ini dari hasil kerja melalui obat tradisional ini, dan kami peroleh selama bertahun-tahun dengan menyisihkan dari hasil yang kami dapat. Saya memperbaiki rumah ini, selain karena saya sudah punya simpanan uang, juga saya memikirkan bagaimana usaha saya ini dapat berkembang secara
15
menerus dengan baik, jadi penampilan pengobatan yang saya lakukan juga harus menarik”.
Selain itu juga yang menjadi alasan lain adalah, ketika dalam melakukan
penjajakan awal, saya melihat banyaknya masyarakat yang datang, selain dari Kota
Medan juga dari berbagai tempat daerah lain menggunakan pelayanan pengobatan
tersebut.
Informan kunci dalam penelitian ini ada sebanyak 3 orang. Dari mereka saya
mendapatkan pemahaman makna emik, yaitu apa yang dipahami, dimaknai, dan
dirasakan oleh informan dan hal ini dapat saya peroleh melalui “depth interview”
pengobat tradisional (Bunguin, 2007: 75). Informan yang terlibat dalam penelitian ini
antara lain adalah seorang pengobat tradisional yang sudah melakukan praktik-praktik
pengobatan selama 40 tahun dan secara kebetulan dekat dengan tempat tinggal saya
sebagai peneliti. Hal ini memudahkan saya untuk melakukan pengamatan dan
wawancara untuk waktu yang lebih lama tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh pengobat tradisional setiap saat.
Wawancara selanjutnya adalah keluarga dari pengobat tradisional itu seperti
anak, kakak, adik, dan juga pasien dari pengobat tradisional. Hal ini saya lakukan,
untuk melengkapi data yang saya butuhkan ketika data yang saya peroleh dari
informan tersebut kurang lengkap, hal ini akan memperkuat informasi yang saya
peroleh dari pengobat tradisional, sehingga kedalaman informasi dapat tercapai sesuai
dengan apa yang dibutuhkan.
3.4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cermat atas kegiatan-kegiatan yang
berlangsung di beberapa tempat pengobatan tradisional, data-data untuk kajian
penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan 3 orang pengobat tradisional
sebagai informan kunci, yang memahami secara mendalam tentang berbagai jenis
penyakit dan cara pembuatan obat tradisonal. Wawancara juga dilakukan dengan
orang-orang yang tinggal di rumah pengobat tradisional tersebut. Wawancara dapat
berlangsung di ruangan pengobat tradisional, tetapi juga dapat berlangsung
di halaman rumah atau di luar rumah dan bahkan di dapur tempat masak dari
pengobat tradisional.
Secara umum hasil wawancara atau percakapan serta hasil pengamatan, saya
tulis langsung di tempat, tetapi ada juga percakapan itu saya tulis setelah berlalu
beberapa saat atau sekian lama, hal ini terjadi misalnya ketika dari pembicaraan
tersebut menyangkut hal yang sangat pribadi mengenai pengobat tradisional tersebut.
Hal ini sangat rentan terhadap kemungkinan untuk terlupakannya beberapa data yang
saya peroleh, oleh sebab itu kemampuan saya mengingat atas apa yang baru saja saya
lihat dan dengar dari para informan sangat dibutuhkan.
Dalam pengambilan data, saya tidak menggunakan alat bantu seperti tape
recorder dengan alasan ketika melakukan wawancara dengan pengobat tradisional
tersebut, tidak memperkenankan saya untuk merekam pembicaraan tersebut. Dan
juga, ada dari pengobat tradisional tersebut ketika melakukan pembicaraan sambil
sehingga saya putuskan untuk tidak menggunakan alat perekam tersebut, yang
menurut saya hal itu dapat mengurangi kenyamanan dalam melakukan percakapan.
Alasan lain juga adalah karena saya merasa lebih leluasa menggunakan catatan secara
in-situ ketimbang menggunakan alat perekaman.
Beberapa hambatan pada penelitian ini adalah juga merupakan suatu bagian
dalam proses pengumpulan data. Ada pengobat tradisional ketika menjelaskan
maksud dan tujuan kedatangan saya, langsung menanyakan surat penelitian dari
Sekolah Pascasarjana dan bahkan surat dari Dosen Pembimbing. Setelah saya
memberikan surat penelitian yang dimaksud maka pembicaraan pun dapat mulai
berjalan dengan baik, meskipun karena kedatangan saya yang berulang-ulang juga
sering sekali menimbulkan pertanyaan dari pengobat tradisional. “Ada apa lagi ’dek,
belum cukupkah informasi yang saya berikan?”, sebuah isyarat bahwa ia kurang
berkenan diketahui lebih banyak mengenai “profesi” nya.
Hambatan lain yang saya temukan di lapangan, adalah keterbatasan saya
dalam menggunakan bahasa daerah yang dipakai oleh pengobat tradisional yang
menggunakan bahasa Karo. Untuk keterbatasan yang saya alami, maka saya dibantu
oleh teman yang faham akan bahasa Karo, walaupun saya menyadari dengan
keterbatasan ini akan berpotensi untuk lolosnya beberapa data yang dibutuhkan.
Pengumpulan data di lapangan saya lakukan dengan pengamatan atas
aktivitas-aktivitas dalam praktik-praktik selama proses pengobatan yang melibatkan
interaksi antara penderita dan keluarganya dengan pengobat tradisional. Aktivitas
cara-cara pembuatan obat/ramuan yang digunakan adalah objek yang menjadi catatan
lapangan (field note) saya.
Dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pengobat tersebut, meliputi tata
cara pembuatan obat, bahan-bahan obat yang digunakan serta teknik penyembuhan,
umumnya dicatat secara langsung ketika melakukan pembicaraan dengan pengobat
tradisional. Hal ini saya lakukan untuk meminimalkan terjadinya kelolosan atas data
yang diambil. Selanjutnya dari data dikumpulkan melalui pengamatan dan
wawancara, dilakukan penarikan kesimpulan-kesimpulan kecil (inferensi) yang masih
perlu dikoreksi, dan menjadikannya sebagai catatan dalam penulisan kajian pada
penelitian ini (Zuska, 2008: 53).
Pengumpulan data dimulai dari jenis penyakit yang dapat diobati oleh
pengobat tradisional, dan perbincangan dari 3 informan tersebut, Iting dan Ibu Ati
menyatakan bahwa mereka dapat menyembuhkan segala macam jenis penyakit,
seperti stroke, diabetes, kanker, kista dan berbagai jenis penyakit lainnya. Sedangkan
untuk seorang pengobat yang bernama Ibu Imah, menyatakan bahwa untuk jenis
penyakit tertentu seperti kanker, kista, mioma dan stroke yang sudah diderita lama
oleh pasien, tidak dapat ia obati.
Selanjutnya dari perbincangan secara berkelanjutan, saya berpendapat bahwa
Iting dan Ibu Ati sangat meyakini akan bahan ramuan yang diperoleh dari hutan,
dimana letaknya sangat jauh dari pemukiman, memungkinkan ramuan tersebut
mempunyai khasiat yang sangat kuat untuk mengobati penyakit yang tergolong
Informasi lain yang saya kumpulkan sebagai data melalui wawancara adalah
mengenai bahan-bahan tanaman untuk ramuan obat yang digunakan dalam
pengobatan, beserta cara pembuatan ramuan obat tradisional. Dalam hal ini Ibu Imah
bercerita kepada saya bahwa semua bahan obat yang digunakan dibeli dari pasar
tradisional Pancur Batu dan sebagian lagi ditanam oleh keluarganya di daerah Pancur
Batu. Sedangkan Iting dan Ibu Ati menjelaskan, bahwa bahan-bahan yang digunakan
selain dibeli dari Pusat Pasar (Pajak Central)16 dan Pasar Pancur Batu17 juga
diperoleh dari hutan yang menurut mereka letaknya sangat jauh. Di ‘dalam fikiran’
saya, berkembang kesimpulan-kesimpulan kecil (inferensi), dan di kertas lain,
inferensi itu saya tulis:
“Pada penyediaan bahan-bahan ramuan yang dipakai oleh Ibu Imah, diperoleh cukup dari pasar tradisional dan dengan menanam tanaman yang digunakan, sementara Ibu Ati dan Iting bahan ramuan yang dipakai mengapa ada tanaman yang digunakan berasal dari hutan dan tempatnya juga menurut mereka sangat jauh”. Alasan apakah yang dapat memberikan penjelasan terhadap pertanyaan tersebut”
Demikianlah, diantaranya cara yang saya lakukan untuk mengumpulkan data,
serta menuliskannya, dan mengembangkan menjadi inferensi. Data yang
dikumpulkan yang tidak kalah pentingnya adalah pengetahuan mereka akan cara
pembuatan ramuan obat, menurut penyelidikan saya ketika di lapangan dan
16
Pusat Pasar (juga dikenal dengan nama Pajak Central) adalah sebuah pasar besar yang terletak di Medan Kota, Kota Medan, Indonesia. Gedung Pusat Pasar pada masa kini terhubung dengan gedung Medan Mall, sebuah pusat perbelanjaan modern. Http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pasar, diakses 23 April 2009.
17
selanjutnya bila dibenturkan dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik belum
memenuhi syarat tersebut.
Untuk data yang dibutuhkan secara lebih mendalam, Ibu Ati dan Iting
merupakan sasaran utama data, yang juga menerima saya dengan sangat baik. Hal ini
memungkinkan penyelidikan yang saya lakukan lebih dalam, sehingga
memungkinkan saya untuk mendapatkan data yang tidak dapat saya peroleh dari Ibu
Imah. Contohnya adalah data yang ingin saya peroleh mengenai teknik-teknik yang
digunakan dalam mengobati jenis penyakit. Ibu Imah mengatakan pada saya dalam
mengobati pasien tidak ada yang istimewa, “Saya lakukan pengurutan dan
selanjutnya mengalir begitu saja”.
Untuk mendapatkan data yang lebih dalam lagi atas informasi-informasi
dalam pengobatan tersebut, selanjutnya saya mendapatkannya dari Ibu Ati dan Iting,
yang dengan senang hati menjelaskannya kepada saya atas tata cara pengobatan yang
mereka lakukan. Demikianlah, cara yang saya gunakan untuk mendapatkan informasi
yang lebih dalam sesuai dengan data dibutuhkan, dan sekaligus menganalisis dan
mengkonstruksikan hubungan-hubungan antara satu tindakan dengan yang lain.
Andrew P. Vayda (1983) adalah seorang ahli antropologi yang telah mencoba
memberikan kontribusi bagi perkembangan antropologi, dinamakan “progressive
contextualization” suatu metode penelitian dalam ekologi manusia (Vayda, 1983:
265).
contexis”. (prosedur ini melibatkan fokus pada aktivitas-aktivitas
manusia atau interaksi antara manusia dan lingungannya dan menjelaskan interaksi ini dengan menempatkan mereka dalam konteks yang lebih luas dan lebih padat secara progressif)”.
Metode ini dapat digunakan dalam kajian atas aktivitas-aktivitas pengobat
tradisional dalam melakukan praktik-praktik pengobatan tradisional, yang meliputi
interaksi antara pengobat dan lingkungannya, sehingga pengobatan tersebut dapat
berkelanjutan (sustainable) hingga masa sekarang ini dan yang akan datang.
Selanjutnya Vayda (1983: 266) menjelaskan bagaimana melakukan
“progressive contextualization”:
“More will be said later about how to do progressive contextualization, but it may be noted here that one guide is rationality principle whereby we assume that those who are engaging in the activities or interactions of concern to us are rationally using their knowledge and available resources to achieve whatever their aims are in the situations in wich they find themselves. With this assumption, we can perform the ”thought experiment” of putting ourselves in the place of the actors and then asking and looking for what there might be in their situations to make them do what they do” (masih lebih
banyak lagi bisa disebutkan kemudian bagaimana melakukan kontekstualisasi kemajuan, tetapi harus dicatat bahwa salah satu petunjuk atau prinsip rasionalitas di mana kita mengasumsikan bahwa mereka yang terlibat dalam aktivitas atau interaksi-interaksi kepentingan terhadap kita adalah secara rasional menggunakan pengetahuan dan sumber-sumber yang ada untuk mencapai apapun tujuan mereka atau berada dalam situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri. Dengan asumsi ini, kita dapat menunjukkan “gagasan penyelidikan” menempatkan diri kita sendiri di tempat pelaku dan selanjutnya menanyakan dan mencari kemungkinan yang ada dalam situasi mereka, yang membuat mereka berbuat apa yang mereka akan lakukan)”.
Hal ini dapat dikembangkan atas aktivitas-aktivitas interaksi manusia dan
dan cara pembuatan obat tradisional, pada aktivitas yang dilakukan dalam waktu yang
cukup lama dan secara berkesinambungan dengan menggunakan sumber-sumber
yang ada dalam menanggulangi masalah kesehatan.
Dalam Metodological rule yang diajarkan oleh Vayda, yang mencari tahu
sebab-musabab munculnya sesuatu tindakan, dengan tidak langsung menghubungkan
tindakan itu dengan ‘sebab-jauh’nya, tetapi lebih dulu mencari ‘sebab-dekat’nya
hingga terakhir mencapai ‘sebab-jauh’nya (Vayda 1996: 18 dalam Zuska 2008: 56).
Metode ini membantu saya dalam menganalisis atas satu tindakan dengan tindakan
lainnya, contohnya ketika dalam benak saya muncul pertanyaan, “alasan apa yang
membuat “profesi” sebagai pengobat tradisional diminati tanpa memandang usia dan
latar belakang pendidikan?”, sementara saya tidak memiliki data untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Jawaban yang dapat saya berikan adalah dengan mencari
‘sebab-jauh’nya, yaitu atas dasar pengalaman dari orang tua dan atau kerabat yang
melakukan praktik-praktik pengobatan tradisional dengan baik. Hingga mengetahui
‘sebab-dekat’nya bahwa praktik-praktik pengobatan tradisional dapat menopang
perekonomian mereka bila dilakukan dengan pengelolaan yang baik dan secara
“profesional”.
Demikianlah cara yang saya lakukan untuk menganalisis data yang saya
kumpulkan di lapangan. Analisis juga saya lakukan secara on going analysis, suatu
teknik analisis yang dilakukan ketika data dikumpulkan melalui wawancara baik itu
dari informan dan orang-orang yang tinggal di lingkungan pengobat tradisional, serta
Sesuai dengan sifat “progressive” nya, dalam mengumpulkan data yang
berangkat dari aktivitas-aktivitas konkret dalam pengobatan tradisional, batas-batas
sistem sosial akan menjadi relatif. Banyak sedikitnya informan atas data yang
diselidiki tergantung penyelidikan di lapangan. Kalau saya sebagai peneliti mau
memperturutkan rasa keingintahuan secara terus-menerus, maka boleh jadi penelitian
itu tidak akan pernah berakhir. Sehingga, akhir dari sebuah penelitian tergantung pada
batasan-batasan yang lebih bersifat subjektif, contohnya kemampuan saya sebagai