• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Pengobat Tradisional Tentang Penyakit Dan Cara Pembuatan Obat Tradisional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengetahuan Pengobat Tradisional Tentang Penyakit Dan Cara Pembuatan Obat Tradisional"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG

PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL

TESIS

Oleh

REGINA MARINTAN SINAGA

077033026/IKM

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG

PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

REGINA MARINTAN SINAGA

077033026/IKM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL

Nama Mahasiswa : Regina Marintan Sinaga Nomor Pokok : 077033026

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat

Kekhususan : Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Fikarwin Zuska) Ketua

(Drs. Panal Sitorus, M. Si) Anggota

Ketua Program Studi,

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM)

Direktur,

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal: 11 Juni 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Fikarwin Zuska

Anggota : 1. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM

2. Drs. Panal Sitorus, M.Si

(5)

PERNYATAAN

PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL TENTANG PENYAKIT DAN CARA PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL

TESIS

Dengan ini menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juni 2009

(6)

ABSTRAK

Aktivitas pengobatan dan penyediaan obat tradisional sudah berlangsung sejak lama dan hingga masa sekarang ini, praktik-praktik tersebut masih berlangsung. Perkembangannya cukup cepat berjalan dan meluas di berbagai lapisan masyarakat, tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi sehingga keberadaannya terus meluas.

Masyarakat Indonesia, khususnya Kota Medan masih menggunakan jasa pengobat tradisional untuk mengatasi masalah kesehatan. Fenomena mengatasi masalah kesehatan dalam masyarakat dengan mencari jasa pengobat tradisional adalah sebuah realitas dalam pola kesehatan masayarakat. Meskipun sebenarnya dalam praktik-praktik pengobatan tradisional, pengobat tradisional masih belum memenuhi standar pelayanan kesehatan.

Untuk itu penelitian ini mengkaji pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang meliputi seluruh aspek pembuatan obat tradisional, dimulai dari pemilihan bahan baku, yaitu dari bagian tanaman atau seluruh tanaman yang masih segar, dan kegiatan lain sebelum digunakan, seperti pencucian. Peralatan dicuci bersih dan dalam meramu jamu/ramuan obat, tangan harus dicuci dahulu. Bobot dan takaran dinyatakan dalam berat atau pengukuran, cara merebus ramuan, penggunaan, aturan minum dan jangka waktu pemakaian juga merupakan bagian dari Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOTB). Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2008 sampai dengan Maret 2009.

Hasil penelitian di lapangan menunjukkan, pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan penyakit merupakan perpaduan sistem medis personalistik dan sistem medis naturalistik. Pengetahuan tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) yang hanya berdasarkan pada pengetahuan tradisional (indegenous knowledge) masih jauh dari standar mutu dalam pelayanan kesehatan maksimal.

Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan dan pelatihan kepada pengobat tradisional, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Hal ini perlu dilakukan, sehingga pelayanan kesehatan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan, melalui pengobat tradisional dapat dipertanggungjawabkan/ diberikan secara maksimal.

(7)

ABSTRACT

The activities of traditional medicines treatment and supply have been applying since long time ago and until now days, their practices are still continuing. Its developing is quite fast and used in all level of society, which is not limited by administration borders as its existence is keeping broaden.

Indonesian society, especially Medan citizen is still using traditional medicines services to cure sickness. Phenomenon in curing sickness in society by seeking for traditional medicines services is a reality in community health style. However in traditional medicines practices, traditional medicines man (whose expert in traditional medicines) has not been fulfill health procedure standard yet.

This research examine traditional medicine’s knowledge about curing disease technique and ways of formulating good traditional medicines which include all aspect of making traditional medicines, starting from choosing raw materials and other activities such as cleansing. All equipments should be first clean and in formulating herbal medicines, hand should be washed. Weight and measurement of medicines are make in accuracy, ways of boiling herbal (jamu), direction and dosage as well as time of using is part of ways of formulating good traditional medicines (Good Manufacturing Traditional Medicines). This research is conducted on January 2008 until March 2009.

The result from field showed that traditional medicine man’s knowledge about technique of curing disease is a combination of personal and natural medical system. Knowledge of ways formulating good traditional medicines (Good Manufacturing Traditional Medicines) that is only based upon indegenous knowledge has not yet adequate quality standard of maximize health services/procedures.

For that reason, it is needed to have training and education for traditional medicines man to increase their knowledge in treating disease technique and ways of formulating good traditional medicines (Good Manufacturing traditional medicines). These should be done, that community health services in overcoming health problems through traditional medicine techniques are able to be accountable (provide in maximize ways).

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan penelitian tesis dengan judul

“Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Penyakit dan Cara Pembuatan Obat

Tradisional”. Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dilaksanakan penulis

dalam rangka memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Magister Kesehatan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penelitian dan penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan,

dukungan dan doa dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc., selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, MKM., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan

juga selaku Dosen Pembanding yang selalu meluangkan waktu untuk

memberikan saran-saran perbaikan bagi tesis ini.

3. Bapak Dr. Fikarwin Zuska, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan

tesis ini.

4. Bapak Drs. Panal Sitorus MSi, Apt, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang

dengan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK., selaku Dosen Pembanding yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan saran dan perbaikan bagi tesis ini.

6. Rasa terima kasih yang mendalam untuk Nenek Iting, Ibu Ati dan Ibu Imah

yang mau memberikan informasi atas praktik-praktik pengobatan sehingga

(9)

7. Ucapan terima kasih yang tulus dan rasa hormat penulis sampaikan kepada

orang tua tercinta Drs. J.M Sinaga dan L. Sihombing, BA serta adik-adik yang

aku sayangi Irene, Morin, Benpa, Josualam, Bernadeth, Anastakiel, Toga,

Adriani, dan Putri Togu yang dengan bangga dan penuh kasih telah

memberikan dukungan doa, semangat, moril dan materil selama penulis

menjalani pendidikan di Sekolah Pascasarjana USU.

8. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman

seperjuangan, mahasiswa Sekolah Pascasarjana USU Program Studi Ilmu

Kesehatan Masyarakat Kekhususan Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku

angkatan 2007 atas segala kerjasama, kebersamaan dan kekompakan yang telah

terjalin selama ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang

membangun demi perbaikan tulisan ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi

semua.

Medan, Juni 2009

Penulis,

REGINA MARINTAN SINAGA

(10)

RIWAYAT HIDUP

A. IDENTITAS

1. Nama : Regina Marintan Sinaga

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Agama : Kristen Protestan

4. Tempat/Tgl lahir : Pematang Siantar/02 Nopember 1968

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD RK No. 3 Pematang Siantar tahun 1975 - 1981

2. SMP Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1981 - 1984

3. SMA Negeri 2 Pematang Siantar tahun 1984 – 1987

4. FMIPA FARMASI USU MEDAN tahun 1988 – 1996

5. PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FMIPA USU MEDAN tahun 1996-1997

C. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Pengelola Apotik Swasta di Kota Medan tahun 1998 – sekarang

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... v vi DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Permasalahan... 5

1.3. Tujuan Penelitian... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Obat Tradisional... 8

2.2. Pengobatan Tradisional... 17

2.3. Konsep Sehat dan Sakit dalam Pengobatan Tradisional... 22

2.4. Kerangka Pikir... 26

BAB 3 METODE PENELITIAN... 28

3.1. Jenis Penelitian... 28

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 28

3.3. Pemilihan Informan... 30

(12)

BAB 4 PENGOBAT TRADISIONAL DAN PRAKTIK

PENYEMBUHAN BERBAGAI PENYAKIT…... 40

4.1. Gambaran Pengobat Tradisional... 40

4.2. Konsep Sehat dan Sakit Pengobat Tradisional dalam Pengobatan... 63 4.3. Jenis-jenis Penyakit dan Cara Pengobatannya... 65

BAB 5 PENGETAHUAN PENGOBAT TRADISIONAL MENGENAI OBAT TRADISIONAL DAN TEKNIK PENYEMBUHAN…... 73

5.1 . Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Obat-obatan Tradisional... 73

5.2 . Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Cara Pembuatan Obat Tradisional (Ramuan Obat)…………... 80 5.3. Pengetahuan Pengobat Tradisional tentang Teknik Penyembuhan Penyakit... 85

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 97

6.1. Kesimpulan... 97

6.2. Saran... 100

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kerangka Pikir ... 27

6.1 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan oleh Pengobat Tradisional

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Izin Penelitian dari Sekolah Pascasarjana ... 105

2. Izin Penelitian Dosen Pembimbing kepada Pengobatan

Tradisional ... 106

3. Izin Penelitian kepada Kepala Sub. Din DKK Medan ... 107

4. Izin Penelitian dari DKK kepada Pengobatan Tradisional.... 108

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tesis ini mengkaji pandangan-pandangan pengobat tradisional tentang

praktik-praktik yang dilakukan pada pengobatan secara tradisional yang

menggunakan tanaman obat berupa herbal dan juga dengan menggunakan hewan

yang diyakini oleh pengobat dapat menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit.

Pengetahuan dan keterampilan akan praktik-praktik pengobatan tersebut diperoleh

berdasarkan pengalaman yang diterima dari keluarga atau kerabat, yang melakukan

kegiatan pengobatan tradisional tersebut dan berlangsung hingga masa sekarang ini.

Masyarakat Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman

berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan.

Penggunaan tanaman berkhasiat obat itu, sebagian berdasar pada pengalaman dan

keterampilan secara turun temurun, diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya

(Sari, 2006: 1). Sebagian lainnya diperoleh dengan cara belajar kepada mereka yang

tahu.

Penggunaan bahan tanaman baik sebagai obat maupun sebagai pemeliharaan

(17)

adanya isu kembali ke alam1 (back to nature). Selain itu mahalnya harga obat modern

juga mendorong sebagian masyarakat untuk lebih memilih menggunakan tanaman

obat tradisional (Katno dkk, 2008: 2).

Walaupun pelayanan kesehatan modern telah berkembang di Indonesia,

namun jumlah masyarakat yang memanfaatkan pengobatan tradisional masih tetap

tinggi. Menurut Susenas (2001), sebanyak 31,7% masyarakat Indonesia

menggunakan obat tradisional dan 9,8% mencari pengobatan dengan cara tradisional

untuk mengatasi masalah kesehatannya (Depkes, 2004: 1). World Health

Organization (WHO, 2003: 2) merekomendasikan penggunaan obat tradisional

termasuk herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan

pengobatan penyakit, terutama untuk penyakit kronis, degeneratif dan kanker.

Penggunaan obat tradisional dinilai lebih aman daripada penggunaan obat

modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang

relatif sedikit dibandingkan obat modern. Walaupun demikian bukan berarti obat

tradisional tidak memiliki efek samping, bila penggunaannya tidak tepat (Katno dkk,

2008: 1-3). Demikian juga dengan anggapan bahwa obat tradisional aman dikonsumsi

walaupun gejala sakit sudah hilang. Anggapan ini adalah keliru, sampai batas-batas

tertentu, mungkin benar, akan tetapi bila sudah melampaui batas dapat

membahayakan (Sari, 2006: 3). Contohnya di Belgia, ada 70 orang harus menjalani

(18)

dialisis atau transplantasi ginjal akibat mengkonsumsi pelangsing dari tanaman yang

keliru (WHO, 2003: 1).

Contoh lainnya efek samping penggunaan tanaman obat melalui penggunaan

dringo (Acorus calamus L), yang biasa digunakan untuk mengobati stres. Zat

berkhasiat tanaman dringo ini mirip golongan amfetamin2 dan ekstasi3. Dosis rendah

dringo memberikan efek relaksasi pada otot dan menimbulkan efek sedatif

(penenang) terhadap sistem saraf pusat. Bila digunakan dalam dosis tinggi dringo

memberikan efek sebaliknya yakni, meningkatkan aktifitas mental (psikoaktif).

Berdasarkan fakta ilmiah itu, Federal Drugs of Administration (FDA) Amerika

Serikat telah melarang penggunaan dringo secara internal, karena lebih banyak

mendatangkan kerugian daripada manfaat (Sari, 2006: 3).

Data profil Pengobatan Tradisional di Provinsi Sumatera Utara menunjukkan

sebanyak 2629 jumlah pengobat tradisional menggunakan obat/ramuan tradisional,

berasal dari tanaman obat yang diramu sendiri maupun obat jadi tradisional

Indonesia. Termasuk di dalamnya Kota Medan sebanyak 739 orang (Dinkes Provinsi

Sumut, 2005: 13 & 38). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat

Kota Medan yang memakai tanaman obat tradisional melalui pengobat tradisional

2 Amfetamin termasuk dalam psikotropika golongan II berkhasiat sebagai pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi, atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan (UU RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika, Focus Media). hal: 4-5. 3 Ekstasi termasuk dalam psikotropika golongan I yang hanya dapat digunakan untuk kepentingan

(19)

untuk peningkatan (promotif), pemeliharaan (rehabilitatif) kesehatan, pencegahan

penyakit (preventif) dan mengobati penyakit (kuratif).

Demikian juga dengan penelitian yang saya lakukan atas kajian

praktik-praktik pengobat tradisional ini, diinspirasi antara lain oleh fakta bahwa masyarakat

di sekitar Kota Medan dan dari daerah luar masih saja ada yang menggunakan

pengobatan tradisional untuk mengatasi masalah kesehatannya. Padahal pengetahuan

pengobat tradisional tentang tanaman yang menjadi bagian dalam pengobatan,

meliputi pemilihan (bagian) tanaman, cara pencucian tanaman beserta alat yang

dipakai, air yang digunakan untuk mencuci tanaman obat, pengeringan, cara meramu,

menurut saya bahwa praktik-praktik tersebut belum memenuhi syarat seperti yang

tertera dalam Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik4 (CPOTB)

(BPOM, 2005: 8-13).

Hal tersebut dapat menimbulkan penyakit seperti diare akibat pencemaran

bakteri yang berasal dari air (yang berkualitas kurang baik) untuk pencucian tanaman

obat dan atau alat yang digunakan kurang bersih (tidak memenuhi persyaratan).

Kemudian jangka waktu pemakaian tanaman obat tradisional yang sudah diolah

(jamu) juga tidak ditentukan. Hal ini dapat memungkinkan terdapatnya racun

aflatoksin pada sediaan jamu. Racun ini berpotensi menjadi penyebab terjadinya

sirosis dan kanker hati (Sirait, 1994: 2). Selain itu takaran yang digunakan untuk

(20)

pemakaian dengan menggunakan ukuran yang tidak akurat seperti segenggam, seruas

dan lain-lain, dapat mengurangi jaminan keamanan dari obat tradisional (Sari, 2008:

3). Selanjutnya teknik penyembuhan dalam menangani orang yang sakit merupakan

bagian yang perlu untuk diketahui sesuai dengan konsep-konsep pengobatan

tradisional yang dilakukan oleh pengobat tradisional.

Usaha/aktivitas pengobatan dan penyediaan obat tradisional seperti tersebut

di atas, sudah berlangsung sejak lama. Perkembangannya cukup cepat berjalan dan

meluas di berbagai lapisan masyarakat di berbagai daerah. Persebaran5 pengobatan

tradisional tersebut tidak dibatasi oleh batas-batas administrasi sehingga

keberadaannya terus meluas melampaui batas-batas administrasi dan lapisan

masyarakat.

Dari adanya fakta-fakta tersebut di atas itulah kajian ini dilakukan. Kajian ini

meneliti pengetahuan pengobat tradisional dalam praktik-praktik pengobatan

tradisional, yang meliputi pengetahuan tentang teknik penyembuhan penyakit dan

cara pembuatan obat tradisional.

1.2. Permasalahan

Fenomena mengatasi masalah kesehatan masyarakat dengan mencari

pengobat tradisional, merupakan realitas dalam kesehatan. Sementara dalam

(21)

praktik pengobatan tradisional, pengobat tradisional menggunakan cara-cara

tradisional berupa teknik pengobatan secara tradisional, dan pengetahuan tentang

obat-obat yang digunakan juga tradisional.

Untuk itu penelitian ini mengkaji pengetahuan pengobat tradisional tentang

teknik penyembuhan penyakit dan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB) yang meliputi seluruh aspek pembuatan obat tradisional, dimulai dari

pemilihan bahan baku, yaitu dari bagian tanaman atau seluruh tanaman yang masih

segar, dan kegiatan lain sebelum digunakan, seperti pencucian misalnya. Air untuk

mencuci bahan yang akan digunakan serta untuk membuat ramuan harus bersih.

Peralatan dicuci bersih dan dalam meramu jamu, tangan harus dicuci dahulu, bahan

disiapkan dan diletakkan dalam wadah yang bersih. Bobot dan takaran dinyatakan

dalam berat atau pengukuran, cara merebus ramuan, penggunaan, aturan minum dan

jangka waktu pemakaian juga merupakan bagian dari Cara Pembuatan Obat yang

Baik (CPOTB). Sehingga rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah

bagaimanakah pengetahuan pengobat tradisional tentang teknik penyembuhan

penyakit dan cara pembuatan obat tradisional dalam sistem pengobatan di Kota

Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan pengobat tradisional

tentang teknik penyembuhan penyakit dan cara pembuatan obat tradisional dalam

(22)

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Pengetahuan bagi orang yang berminat dalam memanfaatkan pengobatan

tradisional untuk menanggulangi masalah kesehatan.

2. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat untuk memanfaatkan tanaman obat

keluarga sebagai warisan budaya dan memanfatkannya dengan keamanan

yang lebih baik.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan

penelitian berkaitan dengan pemanfaatan dan keamanan tanaman obat

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obat Tradisional

Obat tradisional sudah sejak lama digunakan secara luas di Indonesia. Dalam

perkembangan kedokteran modern sekarang ini masih terasa kuat peranan obat

tradisional sebagai pendamping obat modern.

Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 mendefinisikan obat tradisional adalah

bahan atau ramuan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan

sarian (galenik) atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara turun-temurun

telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional baik

berupa jamu maupun tanaman obat keluarga masih banyak digunakan oleh

masyarakat, terutama dari kalangan menengah kebawah. Bahkan dari masa ke masa

obat tradisional mengalami perkembangan semakin meningkat, terlebih dengan

munculnya isu kembali ke alam (back to nature) (Katno, 2006: 1).

Obat tradisional sebaiknya digunakan pada penyakit dengan kriteria

prevalensi tinggi, insidens tinggi, tersebar pada area luas, pelayanan kesehatan

dengan fasilitas yang rendah serta mudah dikenal masyarakat. Beberapa jenis

penyakit yang memenuhi kriteria tersebut di antaranya: demam, sakit gigi, sakit

kepala, batuk, diare6, obstipasi7, mual, penyakit kulit, cacingan dan anemia8. Kriteria

6

Defekasi yang kerap dengan tinja yang lembek atau cair, (Ramali, A dan Pamoentjak 1987: 75). 7

(24)

obat tradisional yang digunakan sebaiknya mudah didapat, jika memungkinkan dari

kebun sekitar rumah, dikenal oleh orang banyak, proses penyimpanannya sederhana,

mudah digunakan dan tidak berbahaya dalam penggunaannya (Agoes A dan Jakob T,

1999: 2).

Penyakit-penyakit dan keluhan yang dapat diatasi dengan menggunakan

tanaman obat tradisional antara lain:

a. Penyakit yang diobati secara kausal seperti cacingan, malaria dan gigitan

serangga.

b. Gejala penyakit yang diobati secara simptomatik seperti batuk, sakit kepala,

demam, pegal linu, mual, diare, sembelit, mulas, sariawan, wasir, gatal, luka baru,

bisul, perut gembung, luka bakar ringan, mimisan dan sakit gigi.

c. Keadaan yang diobati secara suportif seperti jerawat, ketombe, melancarkan air

susu, menghilangkan bau badan, menghitamkan rambut, kurang nafsu makan,

pemulih tenaga sehabis bersalin, kehamilan dan anemia.

d. Penyakit yang sudah didiagnosis dokter seperti darah tinggi, kencing manis, batu

ginjal, penyakit mata, batu empedu, keputihan dan sulit kencing (Agoes A dan

Jakob T, 1999: 2-3).

Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM RI, 2005: 4-6), menyebut obat

tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine) adalah obat tradisional yang berisi

seluruh bahan tanaman yang menjadi penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan

8

(25)

dalam bentuk serbuk seduhan, pil atau cairan, mengandung dari berbagai

tanaman obat yang jumlahnya antara 5-10 macam, bahkan bisa lebih. Jamu

harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu, tetapi tidak

memerlukan pembuktian ilmiah sampai uji klinis, cukup dengan bukti

empiris. Kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu sediaan jamu adalah: aman,

klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris dan memenuhi persyaratan

mutu.

2. Obat herbal terstandar (Standarized Based Herbal Medicine) merupakan obat

tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik

tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses pembuatan obat herbal

terstandar membutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari

jamu. Pembuktian ilmiah merupakan penunjang obat herbal berstandar berupa

penelitian praklinis yang meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat

dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis serta uji

toksisitas maupun kronis.

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat tradisional

yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatan fitofarmaka

telah terstandarisasi yang didukung oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada

manusia. Pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi modern, tenaga

(26)

Menurut Suharmiati dan Handayani (2006: 2-3), obat tradisional yang ada

di masyarakat dapat diperoleh dari berbagai sumber, yaitu:

1. Obat Tradisional Buatan Sendiri

Obat tradisional yang dibuat sendiri menjadi akar obat tradisional di Indonesia

saat ini, selanjutnya oleh pemerintah dikembangkan dalam Program Tanaman Obat

Keluarga (TOGA). Sumber tanaman bisa disediakan oleh masyarakat sendiri baik

secara individu, keluarga, maupun kolektif dalam suatu lingkungan masyarakat.

Program TOGA juga mengajarkan tentang cara penyajian secara sederhana, tetapi

tetap aman dikonsumsi, dan dalam pelaksanaannya diharapkan peran aktif seluruh

anggota masyarakat dengan bimbingan dan binaan Puskesmas setempat.

2. Obat Tradisional dari Pembuat Jamu (Herbalis)

a. Jamu Gendong, jamu yang disediakan dalam bentuk minuman dan sangat

digemari masyarakat, secara umum dijual dengan nama kunyit asam,

mengkudu, pahitan, beras kencur, juga tersedia jamu yang disediakan

khusus sesuai pesanan, misalnya jamu bersalin dan jamu untuk mengobati

keputihan.

b. Peracik jamu, bentuk jamu menyerupai jamu gendong, tetapi kegunaannya

lebih khusus untuk keluhan kesehatan tertentu, misalnya untuk kesegaran,

menghilangkan pegal dan linu, serta batuk. Peracik jamu tradisional saat

ini sudah semakin berkurang, diperkirakan karena kalah bersaing dengan

industri obat tradisional skala besar yang mampu menyediakan jamu

(27)

3. Obat Tradisional dari Tabib

Saat ini jumlahnya tidak banyak tetapi tabib masih bisa dijumpai, pada

praktek pengobatannya, tabib menyediakan ramuan yang berasal dari bahan alam

lokal. Selain memberi ramuan, para tabib juga mengkombinasikan dengan teknik lain

seperti metode spiritual atau supranatural.

4. Obat Tradisional dari Shinse

Pengobat sinshe berasal dari negara Cina yang mengobati pasien dengan

menggunakan obat tradisional. Bahan-bahan obat tradisional yang digunakan berasal

dari Cina, dan ada juga yang dicampur dengan bahan lokal sejenis dengan yang

ditemukan di Cina. Penyediaan obat tradisional Cina mudah diperoleh di toko-toko

obat Cina dalam bentuk sediaan jadi, pengobatan sinshe biasanya mengkombinasikan

ramuan dengan teknik pijatan, akupresur, atau akupuntur.

5. Obat Tradisional Buatan Industri

Departemen Kesehatan membagi industri obat tradisional dalam dua

kelompok, yaitu Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) dan Industri Obat

Tradisional (IOT). Obat tradisional industri diproduksi dalam bentuk sediaan modern

berupa herbal terstandar atau fitofarmaka seperti tablet dan kapsul, juga bentuk

sediaan lebih sederhana seperti serbuk, pil, kapsul dan sirup.

Bentuk sediaan obat tradisional seperti serbuk, pil, kapsul dan sirup harus

menjamin mutu yang sesuai dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

(CPOTB). Tata cara pembuatan ramuan obat tradisional yang sesuai dengan pedoman

(28)

‘Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan obat tradisional, yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu produk tergantung dari bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani’(BPOM RI, 2005: 15).

Menurut Sembiring, B (2007: 2-5) dan Agro Media (2008: 26-27)

pembuatan ramuan obat tradisional9 dapat dilakukan dengan menggunakan bahan

tanaman obat yang dapat dibudidayakan, meliputi:

1. Bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah bagian tanaman yaitu: biji, buah, daun,

rimpang, bunga, kayu, dan herba. Pada waktu penen/pengambilan bahan, peralatan

dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan

kering. Penempatan dalam wadah seperti keranjang dan karung tidak boleh terlalu

penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak.

2. Penyortiran

Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen, dimaksudkan untuk

memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dan muda atau

ukurannya lebih besar atau kecil.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mikroba yang

melekat pada bahan. Air yang digunakan untuk mencuci bahan dan peralatan yang

(29)

digunakan adalah air bersih. Pada saat pencucian bahan, perlu diperhatikan air cucian

dan air bilasan, jika masih terlihat kotor pencucian dan pembilasan harus di ulang.

Pencucian dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin untuk menghindari larut dan

terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan tanaman obat.

4. Pengeringan

Setelah bahan obat di cuci, bahan langsung ditiriskan di rak-rak pengering.

Khusus untuk bahan rimpang penjemuran dilakukan selama 4-6 hari. Setelah proses

pengeringan selesai, dilakukan kembali penyortiran.

5. Peralatan

Peralatan yang digunakan dapat berupa peralatan memasak yang ada di dapur

seperti pisau, talenan, panci, parut dan lain-lain. Semua peralatan yang digunakan

untuk pembuatan ramuan obat tradisional sebelum dan sesudah digunakan harus

dicuci bersih, sehingga tidak tercampur dengan bahan masakan, khususnya yang

berasal dari hewan. Panci yang dilapisi email atau kuali/periuk dari tanah liat dapat

digunakan, sedang peralatan panci yang terbuat dari kuningan atau besi harus

dihindari untuk mencegah timbulnya endapan, timbulnya racun, atau efek samping

lain akibat terjadinya reaksi kimia dengan bahan obat.

6. Meramu

Sebelum meramu, tangan dicuci sampai bersih, bahan disiapkan dan

(30)

7. Penggunaan

Cara penggunaan ramuan obat tradisional harus diketahui sebelum digunakan,

baik dengan cara diminum atau digunakan sebagai obat luar.

8. Aturan minum dan jangka waktu pemakaian

Aturan minum obat tradisional disesuaikan dengan peraturan yang sudah ada

sesuai petunjuk formularium obat tradisional. Obat tradisional biasanya diminum

sebelum makan kecuali bila dalam ramuan tersebut terdapat bahan yang dapat

merangsang lambung. Jangka waktu pemakaian untuk ramuan yang tidak dimasak

hingga mendidih harus digunakan segera dalam waktu 12 jam, sedangkan ramuan

yang direbus dapat digunakan dalam jangka waktu 24 jam.

Menurut Handayani L, (2006: 2-3) tata cara merebus ramuan obat tradisional

yang baik dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Bahan yang terlalu tebal seperti rimpang, batang dipotong-potong tipis

terlebih dahulu.

b. Bahan ramuan obat tradisional dimasukkan ke dalam wadah dan air yang

bersih dimasukkan sesuai dengan takaran dan api yang digunakan untuk

memasak dapat kecil atau besar sesuai kebutuhan. Obat yang bersifat tonik

direbus dengan api kecil sehingga bahan aktif dapat secara lengkap

dikeluarkan ke dalam air rebusan. Obat yang bersifat mengeluarkan keringat,

misalnya ramuan untuk influensa, digunakan api besar sehingga dapat

mendidih dengan cepat, agar penguapan dari bahan aktif yang mudah

(31)

c. Bila tidak ada ketentuan lain maka perebusan dianggap selesai bila air rebusan

tersisa setengah dari jumlah air semula.

d. Ramuan yang terdiri dari bahan yang keras seperti batang, biji, perebusan

dianggap selesai bila air tersisa sepertiganya.

Dalam perkembangan sebagai obat tradisional sering dijumpai ketidaktepatan

penggunaan obat tradisional karena kesalahan informasi maupun anggapan keliru

terhadap obat tradisional dan cara penggunaannya. Dari segi efek samping diakui

bahwa obat tradisional/obat alam memiliki efek samping relatif kecil dibandingkan

obat modern, tetapi perlu diperhatikan bila ditinjau dari kepastian bahan aktif dan

konsistensinya yang belum dijamin terutama untuk penggunaan secara rutin (Katno,

2006: 3).

Obat tradisional jamu yang banyak digunakan sebagai pencegahan dan

pengobatan terhadap penyakit mempunyai kelebihan dan kelemahan, sehingga harus

digunakan secara cermat (Katno, 2006: 3-9), di mana kelebihannya adalah memiliki

efek samping relatif lebih kecil apabila digunakan secara benar dan tepat.

Penggunaan secara benar dan tepat tersebut meliputi takaran, waktu, dan cara

penggunaan, pemilihan bahan serta penyesuaian dengan indikasi penyakit tertentu,

dan ketepatan takaran/dosis.

Obat tradisional jamu selain memiliki kelebihan, juga memiliki beberapa

kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional,

termasuk dalam upaya bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal. Beberapa

(32)

baku belum terstandar, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis

mikroorganisme.

Hal lain yang menjadi kelemahan obat tradisional jamu yaitu asal-usul bahan,

juga kelengkapan data yang mendukung atas bahan yang digunakan, seperti umur

tanaman yang dipanen, waktu panen, kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman

(cuaca, jenis tanah, curah hujan, dan lain-lain) belum memenuhi standarisasi obat

tradisional. Penanganan pasca panen yang tidak benar dan kurang tepat meliputi cara

pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta penyimpanan

juga merupakan kelemahan obat tradisional (Katno, 2008: 7-8).

Pengetahuan akan cara pembuatan obat tradisional yang baik seperti yang

telah dijelaskan di atas, bagi pengobat tradisional sangat dibutuhkan untuk

pemanfaatan dan keamanan obat tradisional sehingga menjamin produk jamu yang

digunakan dan memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan sesuai dengan

tujuan penggunaannya.

2.2. Pengobatan Tradisional

Sistem pelayanan kesehatan yang ada belum merata dan terjangkau oleh

seluruh lapisan masyarakat, sehingga pemerintah mengambil kebijakan dengan

memanfaatkan semua potensi upaya kesehatan yang ada di masyarakat. Salah satu

potensi besar dalam bentuk peran serta masyarakat adalah upaya pengobatan

tradisional yang hingga sekarang ini masih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat

(33)

Menurut WHO (Agoes A dan Jakob T, 1999: 60), pengobatan tradisional

adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan

pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak, dalam

melakukan diagnosis, prevensi, dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik,

mental ataupun sosial. Definisi pengobatan tradisional menurut WHO tersebut

mengacu kepada adanya pengalaman praktek yaitu, hasil-hasil yang diamati secara

terus-menerus dari generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan.

Pengetahuan dan keterampilan pengobatan tradisional tersebut diperoleh

melalui pewarisan secara turun temurun dari orang tua/leluhur, berguru pada ahli

pengobatan/dukun pengobatan, secara penglihatan gaib, melalui mimpi-mimpi,

berguru melalui buku-buku yang ditinggalkan, dengan melihat langsung praktek ahli

pengobatan, belajar dan mendapatkan melalui penderitaan (sakit) diri sendiri.

Berbagai macam bentuk dan cara diperlihatkan oleh para ahli pengobatan tradisional

di dalam mengobati berbagai macam penyakit dalam praktek pengobatan sehari-hari

(Manuputty, dkk, 1990: 28).

Di Indonesia, Praktek-praktek pengobatan tradisional yang ada sekarang ini

masih dimanfaatkan oleh berbagai lapisan masyarakat, baik itu di desa maupun

di kota. Dalam praktek-praktek pengobatan tradisional tersebut dilakukan menurut

cara yang disesuaikan dengan daerah masing-masing.

Menurut Manuputty, dkk (1990: 3-4) cara-cara pengobatan tradisional yang

berlaku pada masyarakat Maluku antara lain:

(34)

2. Dengan tindakan jasmani yaitu: pijat/urut, disembur/ditiup, dijilat/disedot/

diisap, dimandikan dengan ramuan obat.

3. Dengan tindakan rohani keagamaan (doa) dan ramuan obat.

4. Dengan tindakan rohani kepercayaan (mantera) dan ramuan obat

(sembur/tiup).

5. Dengan tindakan rohani keagamaan (doa), tindakan jasmani dan ramuan obat

yaitu: dijilat/disedot/diisap.

6. Dengan tindakan jasmani, tindakan rohani kepercayaan dan ramuan obat

(termasuk diberi penangkal).

7. Ramuan obat dan pantangan-pantangannya.

8. Ramuan obat dan dimandikan dengan ramuan obat tersebut.

Demikian juga pada masyarakat Desa Sibinail yang termasuk dalam wilayah

Provinsi Sumatera Utara, jenis pengobatan tradisional dikelompokkan atas 2 yaitu:

“dotu” dan “pojusi”. “Dotu” adalah sebutan pengobat tradisional laki-laki yang

memiliki keahlian dalam menanggulangi berbagai penyakit, dengan menggunakan

ramuan atau “pulungan” , maupun dengan tindakan jasmani (pengurutan). “Dotu”

ahli dalam aneka keterampilan dan pengetahuan dalam mengatasi berbagai jenis

penyakit, seperti: patah tulang, kena guna-guna, kena setan atau dalam bahasa lokal

disebut “tersopo”. Sedangkan “pojusi” merupakan sebutan untuk pengobat

tradisional wanita yang mempunyai keahlian dalam menangani persalinan (bidan

(35)

secara turun temurun dari orang tua dan ahli pengobat tradisional juga dari berguru

atau belajar (Lubis S, dkk, 1996: 122-123).

Pengobatan tradisional untuk masyarakat Desa Sibinail menjadi alternatif

utama dalam mengatasi masalah kesehatan dengan berbagai jenis penyakit yang ada.

Beberapa alasan pemakaian pengobat tradisional tersebut diantaranya adalah

ketiadaan pengobatan modern seperti puskesmas, juga keadaan lokasi yang kaya

dengan berbagai jenis tanaman. Para pengobat tradisional setempat memanfaatkan

tumbuhan yang ada di sekitarnya sebagai bahan ramuan obat yang digunakan untuk

mengatasi berbagai penyakit. Alasan lain adalah tingkat ekonomi penduduk yang

relatif rendah menyebabkan masyarakat lebih memilih pengobatan alternatif.

Penyebaran informasi tentang ramuan tradisional secara oral dari seseorang

kepada orang lain, dari orang tua terhadap anak atau dari mulut ke mulut menjadi

salah satu faktor perkembangan dan pelestarian pengobatan tradisional, juga

didukung oleh kemanjuran obat yang digunakan oleh masyarakat setempat. Sehingga

sistem pengobatan tradisional yang dimiliki, dianggap masih mampu mengatasi

berbagai jenis penyakit (Lubis S, dkk, 1996: 136-137).

Perkembangan pengobatan tradisional di Indonesia tidak terlepas dari kondisi

bangsa Indonesia yang kaya akan bahan-bahan obat tradisional. Bahan-bahan tersebut

diperoleh dari tanaman yang tumbuh liar dan berasal dari tanaman yang telah

dibudidayakan oleh masyarakat/petani sebagai pemasok.

Upaya pengembangan pengobatan tradisional juga terdapat dalam GBHN

(36)

dipertanggungjawabkan terus dibina untuk perluasan dan pemerataan pelayanan

kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan-pengembangan terhadap

pengobatan tradisional, termasuk sebagai antisipasi dalam menghadapi era

globalisasi.

Arah pembangunan pengobatan tradisional harus mengacu kepada:

pengembangan metode (cara) pengobatan tradisional, pengembangan keterampilan

tenaga pengobatan tradisional dan pembangunan sarana pengobatan tradisional.

Kemajuan dan pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat

mendukung pengobatan tradisional, seperti yang sudah dilakukan di beberapa negara

luar yang kemudian mampu dijual di pasaran (Wijayakusuma, H, 2000: 25). Dengan

pengembangan pengobatan tradisional yang disertai dengan dukungan ilmiah

terhadap tanaman obat herbal atau jamu, akan dapat meningkatkan daya saing

pengobatan tradisional dengan sistem pengobatan modern.

Dukungan pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(BPOM), terhadap pengembangan pengobatan tradisional melalui Rencana Induk

Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia akan menjadi pencerah perkembangan

jamu di Indonesia. Dalam pengembangan tersebut beberapa diantara pilar program

tersebut yaitu: pemeliharaan mutu, keamanan dan kebenaran khasiat, keseimbangan

antara suplai dan permintaan, penggunaan pada pelayanan kesehatan serta penelitian

(Kardono, 2003: 1&7) akan menjaga kesinambungan pengobatan tradisional yang

(37)

2.3. Konsep Sehat dan Sakit dalam Pengobatan Tradisional

Salah satu pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia dan masyarakat

adalah pengetahuan yang menyangkut dengan usaha menghindari dan cara

penyembuhan suatu jenis penyakit secara tradisional, yang berbeda jauh dengan

sistem pengobatan dan penyembuhan secara modern. Pengobatan tradisional akan

obat tradisional dan jenis penyakit menggunakan pengetahuan tradisional

(indegenous knowledge) yang diperoleh dari pengalaman dan warisan generasi

sebelumnya.

Pengobatan tradisional merupakan salah satu unsur kebudayaan bersifat

universal, dan dapat dikatakan setiap kebudayaan manapun, akan mempunyai

unsur-unsur dan konsep mengenai sehat dan sakit serta penyebab dan cara-cara

pengobatannya. Secara umum definisi sakit adalah suatu keadaan yang tidak

seimbang, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan.

Konsep sehat dan sakit berbeda dari suatu masyarakat dan suku bangsa ke

masyarakat dan suku bangsa lain. Subandi (1988: 107-111) menjelaskan seorang

dukun atau balian di Bali melakukan pengobatan berdasarkan konsep sehat sakit.

Konsep sehat menurut para dukun adalah suatu keadaan di mana badan tidak sakit

(seger, bahasa Bali), cukup makan dan rukun dalam rumah tangga, dengan tetangga

dan masyarakat. Sedangkan konsep sakit atau gelem menurut para dukun adalah

kekuatan yang menurun ditandai dengan kekuatan yang merosot, lemah dan lain-lain

yang memerlukan uluran tangan yang mampu mengembalikan kekuatan tersebut.

(38)

misalnya dalam mengobati/mengatasi gangguan penyakit panes maka harus dicari

bahan ramuan obat-obatan nyem (dingin), demikian pula sebaliknya.

Di daerah Kalimantan Timur konsep sehat dan sakit pada masyarakat (Katin,

1988: 153-171) dapat dijelaskan bahwa seseorang dikatakan sakit sebagai akibat

adanya gangguan roh halus, pengaruh magis orang lain dan karena faktor lain yang

irrasional. Sedangkan sehat dijelaskan sebagai suatu keadaan dalam kondisi

keseimbangan secara dunia gaibnya, di mana peristiwa gaib memainkan peranan

besar terutama bila mereka berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat

diterangkannya. Diyakini bahwa dunia gaib tersebut adalah roh yang mengganggu

atau roh yang menghukum. Apabila seseorang jatuh sakit, ia mencari sebabnya

apakah ada hal-hal yang tidak seimbang dengan dunia gaibnya.

Bentuk dan cara pengobatan tradisional dalam mengobati penyakit pada

masyarakat Kalimantan dapat dilakukan oleh penderita sendiri atau dengan bantuan

keluarganya sendiri, tanpa bantuan tenaga ahli dengan menggunakan ramuan

tradisional, jamu tradisional atau tanaman obat keluarga, dan juga berpantang makan

terhadap jenis tanaman tertentu. Di samping itu juga dapat dikerjakan oleh tenaga ahli

yang disebut dukun atau pawang untuk penyakit tertentu dan ada unsur ilmu gaib

yang tidak rasional, cara pengobatannya adalah pijat, urut, disembur (ditawar)

ditoreh, ditangkal.

Ada dua konsep yang lazim dipakai dalam masyarakat Jawa untuk

menemukan sebab-sebab suatu penyakit dan penentuan pengobatannya secara

(39)

personalistik, penyakit disebabkan oleh intervensi dari suatu agen (perantara) aktif

dapat berupa makhluk supernatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan

manusia (seperti hantu, roh leluhur, roh jahat) dan manusia (tukang sihir, tukang

tenung). Masyarakat Jawa menyebut penyakit “ora lumrah” atau “ora sabaene” (tidak

wajar atau tidak biasa), penyembuhannya berdasarkan pengetahuan secara gaib atau

supernatural, seperti melakukan upacara dan sesaji. Upacara tersebut dimaksudkan

untuk membuat keseimbangan agar sebab sakit dapat dikembalikan pada asalnya,

sehingga orang tersebut sehat kembali.

Sedangkan konsep naturalistik, penyebab penyakit bersifat natural dan

mempengaruhi kesehatan tubuh, misalnya karena cuaca, iklim, makanan, racun,

kuman atau kecelakaan. Di samping itu ada unsur lain yang mengkibatkan

ketidakseimbangan dalam tubuh, seperti dingin, panas, angin atau udara lembab.

Jenis penyakit ini disebut penyakit “lumrah” atau biasa, penyembuhannya adalah

dengan model keseimbangan dan keselarasan, artinya dikembalikan pada keadaan

semula sehingga orang sehat kembali. Misalnya penyakit badan dingin atau

“drodhok” (menggigil kedinginan), penyembuhannya dengan minum jahe hangat

atau melumuri tubuhnya dengan air garam. Dapat juga dilakukan pengobatan dengan

pemberian raman atau djamoni yang terdiri berbagai macam tumbuhan atau daun

yang ditumbuk lalu diminumkan atau dioleskan pada bagian yang sakit. Pemberian

jamu biasanya dilakukan sebagai pertolongan pertama oleh si sakit, apabila usaha

tersebut tidak berhasil biasanya si sakit dibawa ke dukun. Misalnya untuk penyakit

(40)

sang dukun diobati dengan bobo beras kencur dan jeruk nipis yang sudah diberi

mantra (Sastromidjojo S dalam Suketjogja, 2008: 1-3).

Dari penjelasan di atas diketahui adanya unsur-unsur penyebab penyakit yang

terjadi secara alamiah dan juga disebabkan oleh adanya makhluk supernatural. Foster

dan Anderson (1986: 46) menyebutnya sebagai suatu “sistem teori penyakit” yang

merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu konstruk intelektual, bagian dari

orientasi kognitif anggota masyarakat. Sistem penyebab penyakit sebagian besar

bersifat rasional dan logis, dalam arti bahwa teknik-teknik penyembuhan merupakan

fungsi dari, atau berasal dari, suatu ide konseptual yang khusus tentang sebab-sebab

penyakit.

Sedangkan “sistem perawatan kesehatan” adalah suatu pranata sosial yang

melibatkan interaksi antara sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh.

Sistem perawatan kesehatan mewujudkan fungsi untuk memberdayakan

sumber-sumber daya si pasien, yaitu keluarganya dan masyarakatnya, untuk menyertakan

mereka dalam mengatasi masalah tersebut.

Jadi teori, definisi, ataupun konsepsi mengenai konsep sehat dan sakit tidak

berlaku secara universal. Dengan kata lain berbeda-beda tergantung dari keaneka

ragaman kebudayaan (Dumatubun, 2002: 4). Konsep-konsep kausalitas yang

mengacu kerangka kognitif pada masyarakat penting untuk menjelaskan tentang

adanya penyakit (disease), dibagi dalam 2 kategori yaitu: personalistik dan

(41)

Sistem medis personalistik menjelaskan di mana penyakit (ilness) disebabkan

oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, berupa makhluk supranatural (makhluk

gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, ataupun

roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Sedangkan

sistem naturalistik memberi penjelasan, penyakit (ilness) terjadi karena keseimbangan

terganggu. Sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas,

dingin, cairan tubuh, yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan

kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya (Foster dan

Anderson, 1986: 46, 63-64).

2.4. Kerangka Pikir

Di bawah ini merupakan kerangka pikir sebelum saya melakukan penelitian

di lapangan. Pada awalnya kajian dalam melakukan penelitian ini adalah tentang

pengobatan tradisional yang menggunakan tanaman obat tradisional (herbal dan

(42)

Cara Pembuatan Obat Tradisional Baik (CPOTB):

- Pemilihan tanaman - Perlatan/wadah - Bobot dan

takaran

- Mencuci bahan dan alat

- Aturan pakai - Jangka waktu

pemakaian Konsep sehat dan sakit

Pengobatan tradisional:

- Menggunakan tanaman obat tradisional (herbal dan Jamu)

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

(43)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Kajian tentang pengobatan tradisional ini menggunakan penelitian kualitatif

dengan metode pengamatan (observasi) di lapangan terhadap kegiatan-kegiatan yang

terjadi di lokasi penelitian, juga wawancara secara mendalam (indepth interview)

dengan pelaku-pelaku pengobat tradisional.

Penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu penjelas (eksplanan) dari objek

penelitian (eksplanandum) yaitu pengetahuan pembuatan obat tradisional dan teknik

penyembuhan penyakit. Untuk itu kepekaan saya sebagai peneliti dalam merancang

konsep penelitian harus semakin tajam dan mengkristal pada persoalan

operasionalisasi yang lebih konkret dalam menguraikan makna dibalik fenomena

yang tampak (Bungin, 2007: 74-75).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Medan dengan alasan, bahwa di Kota Medan

masih banyak pengobat tradisional yang melaksanakan praktik-praktik pengobatan

tradisional dengan menggunakan tanaman obat tradisional/jamu. Persebaran pengobat

tradisional di Kota Medan tersebut dapat dilihat di berbagai tempat yang hampir

menyebar secara luas. Bila ditinjau dari klasifikasi dan jenis dari pengobat tradisional

(44)

meliputi gurah10, tabib11, shinshe12, aromatherapist13 dan oukup14. Selain itu juga

terdapat pengobat tradisional keterampilan, meliputi pengobat tradisional pijat urut,

pengobat tradisional patah tulang, dan pengobat tradisional sunat.

Pengamatan dan wawancara saya lakukan di wilayah Kota Medan Tuntungan

dan Kota Medan Baru, atas pengobat-pengobat yang kebetulan sudah melakukan

praktik-praktik pengobatan tradisional selama lebih kurang 40 tahun. Ada 2 macam

wawancara yang saya lakukan dalam kajian penelitian ini, yaitu: (1) Wawancara

untuk mendapatkan keterangan dari pengobat tradisional, yang disebut informan,

merupakan orang yang mempunyai keahlian tentang pokok wawancara, dalam kajian

ini adalah tentang pengobatan tradisional. Dan (2) Wawancara dengan orang yang

tinggal di sekitar lingkungan pengobat tradisional untuk mendapatkan keterangan

yang lebih lengkap tentang pengobat tradisional dalam melakukan praktik-praktik

pengobatan tradisional (Koentjaraningrat, 1989: 130). Penelitian dilakukan pada

bulan Januari 2009 sampai dengan Maret 2009.

10

Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan cara memberikan ramuan tetesan hidung, berasal dari larutan kulit pohon sengguguh dengan tujuan mengobati gangguan saluran pernafasan atas seperti pilek dan sinusitis (Profil Pengobatan Tradisional di Provinsi Sumatera Utara, 2005). hal: 6.

11

Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dengan ramuan obat tradisional yang berasal dari bahan alamiah yang biasanya dilakukan oleh orang-orang India atau Pakistan, Ibid. hal. 4.

12

Seseorang yang memberikan pelayanan pengobatan dan atau perawatan dengan menggunakan ramuan obat-obatan tradisional cina, Ibid. hal. 6.

13

Seseorang yang memberikan perawatan dengan menggunakan rangsangan aroma yang dihasilkan oleh sari minyak murni (esensial oil) yang didapat dari sari tumbuh-tumbuhan (ekstraksi dari bunga, buah, daun, biji, kulit, batang/ranting akar dan getah) untuk menyeimbangkan fisik, pikiran dan perasaan, Ibid. hal. 7.

14

(45)

3.3. Pemilihan Informan

Informan pada penelitian ini adalah pengobat tradisional yang melakukan

praktik-praktik pengobatan tradisional di Medan Tuntungan dan Medan Baru. Dalam

pemilihan informan dan objek pengamatan dengan penjajagan awal terhadap

kegiatan/praktik-praktik yang berlangsung di beberapa tempat di Kota Medan.

Akhirnya saya memilih melakukan fieldwork di Medan Tuntungan dan Medan Baru

karena alasan pengobat tradisional tersebut sudah melakukan praktik-praktik

pengobatan tradisional dalam waktu yang cukup lama, dan hingga saat ini masih tetap

“survive”, bahkan dapat menopang perekonomian mereka secara baik. Untuk

penjelasan ini, saya peroleh ketika melakukan wawancara dan pengamatan atas

tempat melakukan praktik pengobatan tradisional dengan kondisi yang cukup terlihat

baik, bila dibandingkan dengan pelayanan kesehatan modern.

Di bawah ini dapat dilihat dari narasi dalam percakapan dengan pengobat

tradisional, atas bangunan15 yang digunakan dalam pelayanan pengobatan tradisional,

yang secara kebetulan saya mengetahui perkembangannya dalam melakukan

praktik-praktik pengobatan tradisional.

“Saya dan orang tua saya, membangun rumah ini dari hasil kerja melalui obat tradisional ini, dan kami peroleh selama bertahun-tahun dengan menyisihkan dari hasil yang kami dapat. Saya memperbaiki rumah ini, selain karena saya sudah punya simpanan uang, juga saya memikirkan bagaimana usaha saya ini dapat berkembang secara

15

(46)

menerus dengan baik, jadi penampilan pengobatan yang saya lakukan juga harus menarik”.

Selain itu juga yang menjadi alasan lain adalah, ketika dalam melakukan

penjajakan awal, saya melihat banyaknya masyarakat yang datang, selain dari Kota

Medan juga dari berbagai tempat daerah lain menggunakan pelayanan pengobatan

tersebut.

Informan kunci dalam penelitian ini ada sebanyak 3 orang. Dari mereka saya

mendapatkan pemahaman makna emik, yaitu apa yang dipahami, dimaknai, dan

dirasakan oleh informan dan hal ini dapat saya peroleh melalui “depth interview”

pengobat tradisional (Bunguin, 2007: 75). Informan yang terlibat dalam penelitian ini

antara lain adalah seorang pengobat tradisional yang sudah melakukan praktik-praktik

pengobatan selama 40 tahun dan secara kebetulan dekat dengan tempat tinggal saya

sebagai peneliti. Hal ini memudahkan saya untuk melakukan pengamatan dan

wawancara untuk waktu yang lebih lama tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan

oleh pengobat tradisional setiap saat.

Wawancara selanjutnya adalah keluarga dari pengobat tradisional itu seperti

anak, kakak, adik, dan juga pasien dari pengobat tradisional. Hal ini saya lakukan,

untuk melengkapi data yang saya butuhkan ketika data yang saya peroleh dari

informan tersebut kurang lengkap, hal ini akan memperkuat informasi yang saya

peroleh dari pengobat tradisional, sehingga kedalaman informasi dapat tercapai sesuai

dengan apa yang dibutuhkan.

(47)

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cermat atas kegiatan-kegiatan yang

berlangsung di beberapa tempat pengobatan tradisional, data-data untuk kajian

penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan 3 orang pengobat tradisional

sebagai informan kunci, yang memahami secara mendalam tentang berbagai jenis

penyakit dan cara pembuatan obat tradisonal. Wawancara juga dilakukan dengan

orang-orang yang tinggal di rumah pengobat tradisional tersebut. Wawancara dapat

berlangsung di ruangan pengobat tradisional, tetapi juga dapat berlangsung

di halaman rumah atau di luar rumah dan bahkan di dapur tempat masak dari

pengobat tradisional.

Secara umum hasil wawancara atau percakapan serta hasil pengamatan, saya

tulis langsung di tempat, tetapi ada juga percakapan itu saya tulis setelah berlalu

beberapa saat atau sekian lama, hal ini terjadi misalnya ketika dari pembicaraan

tersebut menyangkut hal yang sangat pribadi mengenai pengobat tradisional tersebut.

Hal ini sangat rentan terhadap kemungkinan untuk terlupakannya beberapa data yang

saya peroleh, oleh sebab itu kemampuan saya mengingat atas apa yang baru saja saya

lihat dan dengar dari para informan sangat dibutuhkan.

Dalam pengambilan data, saya tidak menggunakan alat bantu seperti tape

recorder dengan alasan ketika melakukan wawancara dengan pengobat tradisional

tersebut, tidak memperkenankan saya untuk merekam pembicaraan tersebut. Dan

juga, ada dari pengobat tradisional tersebut ketika melakukan pembicaraan sambil

(48)

sehingga saya putuskan untuk tidak menggunakan alat perekam tersebut, yang

menurut saya hal itu dapat mengurangi kenyamanan dalam melakukan percakapan.

Alasan lain juga adalah karena saya merasa lebih leluasa menggunakan catatan secara

in-situ ketimbang menggunakan alat perekaman.

Beberapa hambatan pada penelitian ini adalah juga merupakan suatu bagian

dalam proses pengumpulan data. Ada pengobat tradisional ketika menjelaskan

maksud dan tujuan kedatangan saya, langsung menanyakan surat penelitian dari

Sekolah Pascasarjana dan bahkan surat dari Dosen Pembimbing. Setelah saya

memberikan surat penelitian yang dimaksud maka pembicaraan pun dapat mulai

berjalan dengan baik, meskipun karena kedatangan saya yang berulang-ulang juga

sering sekali menimbulkan pertanyaan dari pengobat tradisional. “Ada apa lagi ’dek,

belum cukupkah informasi yang saya berikan?”, sebuah isyarat bahwa ia kurang

berkenan diketahui lebih banyak mengenai “profesi” nya.

Hambatan lain yang saya temukan di lapangan, adalah keterbatasan saya

dalam menggunakan bahasa daerah yang dipakai oleh pengobat tradisional yang

menggunakan bahasa Karo. Untuk keterbatasan yang saya alami, maka saya dibantu

oleh teman yang faham akan bahasa Karo, walaupun saya menyadari dengan

keterbatasan ini akan berpotensi untuk lolosnya beberapa data yang dibutuhkan.

Pengumpulan data di lapangan saya lakukan dengan pengamatan atas

aktivitas-aktivitas dalam praktik-praktik selama proses pengobatan yang melibatkan

interaksi antara penderita dan keluarganya dengan pengobat tradisional. Aktivitas

(49)

cara-cara pembuatan obat/ramuan yang digunakan adalah objek yang menjadi catatan

lapangan (field note) saya.

Dan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pengobat tersebut, meliputi tata

cara pembuatan obat, bahan-bahan obat yang digunakan serta teknik penyembuhan,

umumnya dicatat secara langsung ketika melakukan pembicaraan dengan pengobat

tradisional. Hal ini saya lakukan untuk meminimalkan terjadinya kelolosan atas data

yang diambil. Selanjutnya dari data dikumpulkan melalui pengamatan dan

wawancara, dilakukan penarikan kesimpulan-kesimpulan kecil (inferensi) yang masih

perlu dikoreksi, dan menjadikannya sebagai catatan dalam penulisan kajian pada

penelitian ini (Zuska, 2008: 53).

Pengumpulan data dimulai dari jenis penyakit yang dapat diobati oleh

pengobat tradisional, dan perbincangan dari 3 informan tersebut, Iting dan Ibu Ati

menyatakan bahwa mereka dapat menyembuhkan segala macam jenis penyakit,

seperti stroke, diabetes, kanker, kista dan berbagai jenis penyakit lainnya. Sedangkan

untuk seorang pengobat yang bernama Ibu Imah, menyatakan bahwa untuk jenis

penyakit tertentu seperti kanker, kista, mioma dan stroke yang sudah diderita lama

oleh pasien, tidak dapat ia obati.

Selanjutnya dari perbincangan secara berkelanjutan, saya berpendapat bahwa

Iting dan Ibu Ati sangat meyakini akan bahan ramuan yang diperoleh dari hutan,

dimana letaknya sangat jauh dari pemukiman, memungkinkan ramuan tersebut

mempunyai khasiat yang sangat kuat untuk mengobati penyakit yang tergolong

(50)

Informasi lain yang saya kumpulkan sebagai data melalui wawancara adalah

mengenai bahan-bahan tanaman untuk ramuan obat yang digunakan dalam

pengobatan, beserta cara pembuatan ramuan obat tradisional. Dalam hal ini Ibu Imah

bercerita kepada saya bahwa semua bahan obat yang digunakan dibeli dari pasar

tradisional Pancur Batu dan sebagian lagi ditanam oleh keluarganya di daerah Pancur

Batu. Sedangkan Iting dan Ibu Ati menjelaskan, bahwa bahan-bahan yang digunakan

selain dibeli dari Pusat Pasar (Pajak Central)16 dan Pasar Pancur Batu17 juga

diperoleh dari hutan yang menurut mereka letaknya sangat jauh. Di ‘dalam fikiran’

saya, berkembang kesimpulan-kesimpulan kecil (inferensi), dan di kertas lain,

inferensi itu saya tulis:

“Pada penyediaan bahan-bahan ramuan yang dipakai oleh Ibu Imah, diperoleh cukup dari pasar tradisional dan dengan menanam tanaman yang digunakan, sementara Ibu Ati dan Iting bahan ramuan yang dipakai mengapa ada tanaman yang digunakan berasal dari hutan dan tempatnya juga menurut mereka sangat jauh”. Alasan apakah yang dapat memberikan penjelasan terhadap pertanyaan tersebut”

Demikianlah, diantaranya cara yang saya lakukan untuk mengumpulkan data,

serta menuliskannya, dan mengembangkan menjadi inferensi. Data yang

dikumpulkan yang tidak kalah pentingnya adalah pengetahuan mereka akan cara

pembuatan ramuan obat, menurut penyelidikan saya ketika di lapangan dan

16

Pusat Pasar (juga dikenal dengan nama Pajak Central) adalah sebuah pasar besar yang terletak di Medan Kota, Kota Medan, Indonesia. Gedung Pusat Pasar pada masa kini terhubung dengan gedung Medan Mall, sebuah pusat perbelanjaan modern. Http://id.wikipedia.org/wiki/Pusat_Pasar, diakses 23 April 2009.

17

(51)

selanjutnya bila dibenturkan dengan cara pembuatan obat tradisional yang baik belum

memenuhi syarat tersebut.

Untuk data yang dibutuhkan secara lebih mendalam, Ibu Ati dan Iting

merupakan sasaran utama data, yang juga menerima saya dengan sangat baik. Hal ini

memungkinkan penyelidikan yang saya lakukan lebih dalam, sehingga

memungkinkan saya untuk mendapatkan data yang tidak dapat saya peroleh dari Ibu

Imah. Contohnya adalah data yang ingin saya peroleh mengenai teknik-teknik yang

digunakan dalam mengobati jenis penyakit. Ibu Imah mengatakan pada saya dalam

mengobati pasien tidak ada yang istimewa, “Saya lakukan pengurutan dan

selanjutnya mengalir begitu saja”.

Untuk mendapatkan data yang lebih dalam lagi atas informasi-informasi

dalam pengobatan tersebut, selanjutnya saya mendapatkannya dari Ibu Ati dan Iting,

yang dengan senang hati menjelaskannya kepada saya atas tata cara pengobatan yang

mereka lakukan. Demikianlah, cara yang saya gunakan untuk mendapatkan informasi

yang lebih dalam sesuai dengan data dibutuhkan, dan sekaligus menganalisis dan

mengkonstruksikan hubungan-hubungan antara satu tindakan dengan yang lain.

Andrew P. Vayda (1983) adalah seorang ahli antropologi yang telah mencoba

memberikan kontribusi bagi perkembangan antropologi, dinamakan “progressive

contextualization” suatu metode penelitian dalam ekologi manusia (Vayda, 1983:

265).

(52)

contexis”. (prosedur ini melibatkan fokus pada aktivitas-aktivitas

manusia atau interaksi antara manusia dan lingungannya dan menjelaskan interaksi ini dengan menempatkan mereka dalam konteks yang lebih luas dan lebih padat secara progressif)”.

Metode ini dapat digunakan dalam kajian atas aktivitas-aktivitas pengobat

tradisional dalam melakukan praktik-praktik pengobatan tradisional, yang meliputi

interaksi antara pengobat dan lingkungannya, sehingga pengobatan tersebut dapat

berkelanjutan (sustainable) hingga masa sekarang ini dan yang akan datang.

Selanjutnya Vayda (1983: 266) menjelaskan bagaimana melakukan

“progressive contextualization”:

“More will be said later about how to do progressive contextualization, but it may be noted here that one guide is rationality principle whereby we assume that those who are engaging in the activities or interactions of concern to us are rationally using their knowledge and available resources to achieve whatever their aims are in the situations in wich they find themselves. With this assumption, we can perform the ”thought experiment” of putting ourselves in the place of the actors and then asking and looking for what there might be in their situations to make them do what they do” (masih lebih

banyak lagi bisa disebutkan kemudian bagaimana melakukan kontekstualisasi kemajuan, tetapi harus dicatat bahwa salah satu petunjuk atau prinsip rasionalitas di mana kita mengasumsikan bahwa mereka yang terlibat dalam aktivitas atau interaksi-interaksi kepentingan terhadap kita adalah secara rasional menggunakan pengetahuan dan sumber-sumber yang ada untuk mencapai apapun tujuan mereka atau berada dalam situasi dimana mereka menemukan dirinya sendiri. Dengan asumsi ini, kita dapat menunjukkan “gagasan penyelidikan” menempatkan diri kita sendiri di tempat pelaku dan selanjutnya menanyakan dan mencari kemungkinan yang ada dalam situasi mereka, yang membuat mereka berbuat apa yang mereka akan lakukan)”.

Hal ini dapat dikembangkan atas aktivitas-aktivitas interaksi manusia dan

(53)

dan cara pembuatan obat tradisional, pada aktivitas yang dilakukan dalam waktu yang

cukup lama dan secara berkesinambungan dengan menggunakan sumber-sumber

yang ada dalam menanggulangi masalah kesehatan.

Dalam Metodological rule yang diajarkan oleh Vayda, yang mencari tahu

sebab-musabab munculnya sesuatu tindakan, dengan tidak langsung menghubungkan

tindakan itu dengan ‘sebab-jauh’nya, tetapi lebih dulu mencari ‘sebab-dekat’nya

hingga terakhir mencapai ‘sebab-jauh’nya (Vayda 1996: 18 dalam Zuska 2008: 56).

Metode ini membantu saya dalam menganalisis atas satu tindakan dengan tindakan

lainnya, contohnya ketika dalam benak saya muncul pertanyaan, “alasan apa yang

membuat “profesi” sebagai pengobat tradisional diminati tanpa memandang usia dan

latar belakang pendidikan?”, sementara saya tidak memiliki data untuk menjawab

pertanyaan tersebut. Jawaban yang dapat saya berikan adalah dengan mencari

‘sebab-jauh’nya, yaitu atas dasar pengalaman dari orang tua dan atau kerabat yang

melakukan praktik-praktik pengobatan tradisional dengan baik. Hingga mengetahui

‘sebab-dekat’nya bahwa praktik-praktik pengobatan tradisional dapat menopang

perekonomian mereka bila dilakukan dengan pengelolaan yang baik dan secara

“profesional”.

Demikianlah cara yang saya lakukan untuk menganalisis data yang saya

kumpulkan di lapangan. Analisis juga saya lakukan secara on going analysis, suatu

teknik analisis yang dilakukan ketika data dikumpulkan melalui wawancara baik itu

dari informan dan orang-orang yang tinggal di lingkungan pengobat tradisional, serta

(54)

Sesuai dengan sifat “progressive” nya, dalam mengumpulkan data yang

berangkat dari aktivitas-aktivitas konkret dalam pengobatan tradisional, batas-batas

sistem sosial akan menjadi relatif. Banyak sedikitnya informan atas data yang

diselidiki tergantung penyelidikan di lapangan. Kalau saya sebagai peneliti mau

memperturutkan rasa keingintahuan secara terus-menerus, maka boleh jadi penelitian

itu tidak akan pernah berakhir. Sehingga, akhir dari sebuah penelitian tergantung pada

batasan-batasan yang lebih bersifat subjektif, contohnya kemampuan saya sebagai

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pikir
Tabel 4.1. Beberapa Tanaman Obat dengan Masing-Masing Kegunaannya
Gambar 6.1. Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Oleh Pengobat Tradisional dalam Pengobatan Tradisional

Referensi

Dokumen terkait

Dapat diukur dan diamati secara indrawi, Empiris social ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh anak di dalam ataupun

Dari hasil analisis data aktivitas siswa tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar siswa yang diajar menggunakan Model Creative Problem Solving

Seleksi isolat bakteri koloni kecil (KK) dan isolat koloni besar (KB) dilakukan untuk mengetahui kemampuan tumbuh masing-masing isolat tunggal bakteri selulolitik

Perangkat yang digunakan untuk melakukan serangan DoS pada tugas akhir ini hanya dapat melakukan serangan sampai dengan 200 message, dan jika count yang digunakan adalah 250

Berdasarkan hasil penelitian Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Deviden pada perusahaan manufaktur artinya besar kecilnya kebijakan deviden tunai

Telah dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan tujuan Meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Seladang pada mata pelajaran IPS materi

Untuk mendapatkan dudukan/penyangga modul surya yang mampu menyerap energi matahari maksimal, maka penulis membuatkan dudukan kemiringan modul surya yang dapat diatur sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Dosis Kromanon Deamina Terhadap Kadar Air, pH, Aktivitas Air dan Total Mikroba Daging Ayam Broiler Pre- Rigormortis dan