• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Hama Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Efektivitas Pestisida Nabati Terhadap Hama Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae) Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.)"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum L.)

SKRIPSI

OLEH :

RISWANTO SINAGA 030302022

HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(2)

HAMA Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuidae)

PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabaccum L.)

SKRIPSI

OLEH :

RISWANTO SINAGA 030302022

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Dra. M.Cyccu Tobing, MS

Ketua

Ir. Amansyah Siregar

Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

Riswanto Sinaga. “The Effectiveness of Botanical Pesticides to

Control Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) on Tobacco Plant (Nicotiana tabaccum L)”. This research was conducted in screenhouse at

(4)

ABSTRAK

Riswanto Sinaga, ”Uji Efektivitas Pestisida Nabati terhadap Hama

(5)

RIWAYAT HIDUP

Riswanto Sinaga, lahir tanggal 06 Oktober 1984 di Pangkatan Kab-

Asahan, Putra dari Ayahanda B. Sinaga R. Br.Sitio. Penulis merupakan anak

pertama dari 4 bersaudara.

Pendidikan dan pengalaman

1. Tahun 1997 lulus dari SD Negeri 21190, Sibosur Kec. Habinsaran

2. Tahun 2000 lulus dari SLTP YPT-Sei Intan, Riau

3. Tahun 2003 lulus dari SMU Swasta Perguruan Katolik Asissi, P. Siantar

4. Tahun 2003 diterima di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan melalui jalur SPMB

5. Sebagai anggota IMAPTAN ( Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman)

Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan periode 2003 – 2009

6. Tahun 2003–2008 sebagai anggota sekaligus pengurus Paduan Suara

Transeamus FP-USU Medan

7. Mengikuti Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perkebunan Kelapa Sawit

PT. Tolan Tiga SIPEF, Bukit Maradja Simalungun

8. Melaksanakan penelitian di Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena

atas berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah “ UJI EFEKTIVITAS PESTISIDA

NABATI TERHADAP HAMA Spodoptera litura PADA TANAMAN

TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)” yang merupakan sebagai salah satu

syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan

Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Komisi Pembimbing Prof. Dr. Dra. M. Cyccu Tobing, MS selaku Ketua dan

Ir. Amansyah Siregar selaku Anggota yang telah memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis. Juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Kepala

Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli (BPTD) Sampali, Medan, pembimbing

lapangan ibu Cesilia S.P. dan bapak Irin yang telah menyediakan tempat dan

arahan untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih.

Medan, Maret 2009

(7)

DAFTAR ISI

Biologi hama Spodoptera litura ... ... 7

Gejala serangan Spodoptera litura ... 8

Pestisida Nabati ... 9

Mindi ( Melia Azedarch) ... 9

Mahoni (Swietenia spp) ... 11

BAHAN DAN METODA ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Penyediaan hama Spodoptera litura ... 16

Persiapan Pestisida Nabati ... 17

Aplikasi Pestisida Nabati ... 18

Peubah Amatan ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

Presentase intensitas serangan Spodoptera litura ... 20

Mortalitas Spodoptera litura ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

(8)

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA

(9)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel Intensitas Serangan Spodoptera litura ... 20

(10)

DAFTAR GAMBAR

Judul Halaman

Gambar daun Mindi ... 10

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Judul Halaman

Bagan

penelitian...

26

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 1... 27

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 2... 28

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 3... 29

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 4... 30

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 5... 31

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 6... 32

Data intensitas serangan S.litura pengamatan 7... 33

Data mortalitas S.litura pengamatan 1... 34

Data mortalitas S.litura pengamatan 2... 35

Data mortalitas S.litura pengamatan 3... 36

Data mortalitas S.litura pengamatan 4... 37

Data mortalitas S.litura pengamatan 5... 38

Data mortalitas S.litura pengamatan 6... 39

Data mortalitas S.litura pengamatan 7... 40

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tembakau termasuk golongan semusim. Dalam dunia pertanian

tergolong tanaman perkebunan, tetapi bukan merupakan kelompok tanaman

pangan. Tembakau dimanfaatkan daunnya sebagai bahan pembuatan rokok

(Prabowo, 2007).

Meskipun terdapat lebih dari 50 spesies tembakau yang tergolong genus

Nicotiana, namun hanya 2 spesies yang mempunyai arti ekonomi cukup tinggi,

yaitu Nicotiana tabaccum L. dan Nicotiana rustica. Perbedaan yang mencolok

diantara kedua spesies tersebut yaitu kadar nikotinnya. N. rustica mengandung

kadar nikotin tertinggi, yaitu sekitar 16%. Sedangkan N. tabaccum mempunyai

kadar nikotin terendah yaitu sekitar 0,6% (Prabowo, 2007).

Tembakau Deli saat ini masih merupakan primadona tembakau cerutu,

kegunaanya lebih diutamakan untuk pembungkus cerutu, bahkan daun tembakau

Deli lebih dikenal sebagai pembungkus dan pembalut cerutu nomor satu di dunia,

sehingga tetap dibutuhkan oleh pabrik penghasil cerutu berkualitas tinggi.

Tembakau Deli termasuk tembakau kelas elit serta mempunyai keistimewaan

antara lain memiliki ciri, rasa dan aroma khas yang tidak dapat digantikan

posisinya dengan tembakau jenis lain (Erwin, 2000).

PTPN II memproduksi komoditi tembakau yang terkenal dengan nama

(13)

dan bahkan terbaik didunia. Tembakau jenis ini ditanam dan dihasilkan dari areal

perkebunan PTPN II yang terletak di wilayah Kabupaten Deli Serdang, yaitu salah

satunya di Sampali, Medan (PTPN II, 2007).

Permasalahan yang sangat dirasakan pada beberapa tahun belakangan ini

adalah rendahnya produktivitas tanaman Tembakau Deli meskipun berbagai usaha

telah dilakukan, penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan pasar tersebut sangat

komplek antara lain akibat serangan hama dan penyakit (PTPN II, 2007).

Hama yang paling dominan menyerang tanaman tembakau adalah:

a.Larva grayak (Spodoptera litura). Gejala serangan: berupa lubang-lubang tidak

beraturan dan berwarna putih pada luka bekas gigitan.

b.Larva tanah (Agrotis ipsylon). Gejala serangan : daun terserang

berlubang-lubang terutama daun muda sehingga tangkai daun rebah.

c.Larva penggerek pucuk (Heliothis sp.). Gejala serangan: daun pucuk tanaman

terserang berlubang-lubang dan habis.

d. Nematoda (Meloydogyne sp.). Gejala serangan : bagian akar tanaman tampak

bisul-bisul blarva, tanaman kerdil, layu, daun berguguran dan akhirnya mati

e. Kutu-kutuan (Aphis sp, Thrips sp., Bemisia sp.) pembawa penyakit yang

disebabkan virus. Pengendalian: predator Coccinellidae.

f. Hama lainnya gangsir (Gryllus mitratus ), jangkrik (Brachytrypes portentosus),

orong-orong (Gryllotalpa africana), semut geni (Solenopsis geminata), dan

belalang banci (Engytarus tenuis) (Prabowo, 2007).

Larva Spodoptera litura merupakan salah satu jenis hama terpenting

(14)

penurunan produktivitas bahkan kegagalan panen karena menyebabkan daun

menjadi sobek, terpotong-potong dan berlubang. Bila tidak segera diatasi maka

daun tanaman di areal pertanian akan habis. Untuk mengendalikan hama tersebut,

petani umumnya menggunakan insektisida kimia yang intensif dengan frekuensi

dan dosis tinggi (Samsudin, 2008).

Petani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk

mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal,

pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan

kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain

adalah: hama menjadi kebal (resisten), peledakan hama baru (resurjensi),

penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen, terbunuhnya musuh alami,

pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia dan kecelakaan bagi pengguna

(Gapoktan, 2009).

Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat

dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Tetapi

ada kelebihan dan kekurangannya yaitu :

Kelebihan:

1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari

2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga

walaupun jarang menyebabkan kematian

3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relatif lebih aman

pada manusia dan lingkungan

4. Memiliki spektrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf)

(15)

5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida

kimia

6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman

7. Murah dan mudah dibuat oleh petani

Kelemahannya:

1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus

lebih sering

2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)

3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena

keterbatasan bahan baku

4. Kurang praktis

5. Tidak tahan disimpan

(Gapoktan, 2009).

Pestisida nabati diartikan sebagai pestisida yang bahan dasarnya berasal

dari tumbuhan karena terbuat dari bahan-bahan alami maka jenis pestisida ini

mudah terurai di alam sehingga residunya mudah hilang sehingga relatif aman

bagi manusia. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida botani

antara lain mimba, tembakau, mindi, srikaya, mahoni, sirsak, tuba, dan juga

berbagai jenis gulma seperti babadotan (Samsudin, 2008).

Pengurangan penggunaan pestisida di areal pertanian menuntut

tersedianya cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan, diantaranya

dengan memanfaatkan musuh alami dan pestisida nabati. Timbulnya

masalah-masalah akibat penggunaan pestisida kimia ini merangsang penggunaan

(16)

memanfaatkan senyawa beracun dari tumbuhan, mikroba ataupun jamur

entomopatogen (Soehardjan, 1993).

Tanaman yang berpotensi sebagai sumber produk alam hayati yang

toksik terhadap serangga antara lain adalah Nimba (A.indica A.juss), akar Tuba

(D.elliptica Benth), Bengkuang (P.erosus Urban), dan Mindi (M.azederach Linn)

yang dikelola secara tradisional. Cara tradisional tersebut merupakan cara yang

mudah dan murah diterapkan oleh petani. Seperti perendaman, pengepresan, dan

perasan bahan botani (Suprapto dan Deciyanto, 1997).

Akan tetapi, setiap tanaman yang mengandung racun memiliki

konsentrasi yang berbeda-beda, bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah

racun yang mengenai kulit serangga makin banyak, sehingga dapat menghambat

pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak

(Sutoyo dan Wirioadmodjo, 1997).

Tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan adanya usaha

mempertahankan diri sehingga tanaman mampu memproduksi metabolit sekunder

untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif yang dikandung oleh

tanaman akan menyebabkan aktivitas larva terhambat, ditandai gerakan larva

lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan kurang dan akhirnya mati

(Sutoyo dan Wirioadmodjo, 1997)

Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain: Repelan, yaitu

menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat. Antifidan,

(17)

perkembangan telur, larva, dan pupa, menghambat reproduksi serangga betina,

racun syaraf, mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga. Atraktan,

pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga,

mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri (Gapoktan, 2009).

Penggunaan pestisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis

hama dan 72 % agen pengendali hayati. Mengingat semakin meningkatnya

kesadaran masyarakat atas dampak yang diakibatkan oleh penggunaan pestisida

kimia yang dapat merusak lingkungan, diperlukan pengganti pestisida yang ramah

lingkungan. Salah satu alternatif pilihannya adalah penggunaan pestisida hayati

tumbuhan (Gapoktan, 2009).

Tujuan Penelitian

Untuk menguji beberapa pestisida nabati untuk mengendalikan ulat grayak

(Spodoptera litura) pada tanaman tembakau Deli di rumah kasa.

Hipotesis Penelitian

Diduga penggunaan beberapa pestisida nabati yang berbeda akan

memberikan efektifitas yang berbeda terhadap hama ulat grayak

(Spodoptera litura) pada tanaman tembakau Deli di rumah kasa.

Kegunaan Penelitian

• Sebagai salah satu syarat untuk pengambilan data dan bahan dasar

penulisan skripsi di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan,

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Spodoptera litura (Lepidoptera : Noctuide)

Telur diletakkan secara berkelompok berbentuk bulat panjang tiap

kelompok telur maksimum 350 butir. Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian

datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat

kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25-500 butir)

yang bentuknya bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya.

Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh

bagian ujung ngengat betina. Telur akan menetas setelah 3-5 hari (Ryan, 1997).

Larva yang baru menetas biasanya hidup dengan memakan bekas kulit

telurnya. Setelah itu larva berkelompok dan sebagian menyebar bahkan

menggantungkan diri dan jatuh ke tanah. Larva instar pertama berwarna kuning

berbintik-bintik hitam dan berbulu halus (Mardiningsih dan Baringbing, 1997).

Warna larva memiliki ciri khas pada setia instarnya. Pada instar tiga

sampai enam yaitu ruas abdomen keempat dan kesepuluh terdapat bentuk seperti

bulan sabit berwarna hitam dibatasi garis kuning pada bagian samping dan

toraksnya, panjang ± 5 cm, lama stadia larva ± 2 minggu dengan 5 kali pergantian

kulit. Pupa berwarna kecoklatan dengan panjang ± 1,5 cm , pupa berada dalam

tanah. Pupa memerlukan waktu ± 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat

(19)

Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap

belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat

dapat terbang sejauh 5 kilometer. Seekor ngengat betina dapat meletakkan 2000 -

3000 telur (Laoh dkk, 2003 ; Prayogo dkk, 2005).

Gejala Serangan

Larva memakan daun secara bersama-sama hingga daun tanaman habis,

kemudian larva akan berpindah pada tanaman lain dan memakan daun tembakau

sampai habis (Mitchem dan Reich, 1992).

Larva instar muda (instar 1 dan 2) yang berumur 2 hari setelah

menetas merusak daun sehingga bagian daun yang tersisa hanya tulang-tulang

daun epidermis bagian atas. Larva instar tua merusak tulang-tulang

daun sehingga tampak bekas gigitan. Serangan Spodoptera litura

menyebabkan kerusakan sekitar 12,5% dan lebih dari 20% pada tanaman

umur lebih dari 20 hari setelah tanam (Subiyakto, 1999).

Tanaman inang lain bagi hama ini seperti kangkung, babadotan dan bayam

duri, sebaiknya tanaman ini tidak terdapat disekitar pertanaman tembakau karena

dapat menjadi inang bagi perkembanagan hama ini, selain itu kelembaban pada

sekitar pertanaman tembakau juga dapat menyebabkan mortalitas hama ini sangat

meningkat, karena perkembangan pupa sangat cocok pada keadaan lembab

(20)

Pestisida Nabati

Mindi (Melia Azedarch)

Di Asia Tenggara, Melia azedarach umumnya ditanam sebagai penghasil

kayu bakar, pohon-pohon peneduh di areal pertanian Kopi dan Abaca (Musa

textilis Née) serta pohon-pohon di pinggir jalan. Di Asia Selatan, jenis tumbuhan

ini dikenal karena ada khasiat obat yang dikandung senyawanya, seperti anti

malaria dan obat penyakit kulit (Wijayanti, 2006).

Bahan aktif yang terdapat dalam kandungan bagian tanaman Mindi sama

dengan yang terdapat pada Mimba yaitu glikosida flovoroid, azedirachtin,

senyawa alkaloid, dan aglikon queresetin yang bersifat racun perut

( Nandini, 1989 dalam Sastrodiharjo, 1990).

Fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, azedirachtin dan Glikosida

flovoroid dalam daun Mindi dapat menghambat daya makan larva (antifedant).

Cara kerja senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach

poisoning atau racun perut. Karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk dalam

tubuh larva, alat pencernaannya akan terganggu (Endah dan Heri, 2000).

Senyawa tersebut memiliki fungsi lain.Yaitu, mempengaruhi fungsi saraf

dengan menghambat enzim kolinesterase, akan terjadi gangguan transmisi

rangsang yang menyebabkan menurunnya koordinasi otot, konvuli, dan kematian

bagi larva berkembang menjadi serangga dewasa (Endah dan Heri, 2000).

Daun dan biji Mindi telah dilaporkan dapat digunakan sebagai pestisida

nabati. Ekstrak daun Mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk

mengendalikan hama termasuk belalang. Cara pemanfaatan tanaman ini sebagai

(21)

direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50 g /l selama 24 jam, b). Larutan yang

dihasilkan disaring agar didapatkan larutan yang siap diaplikasikan dan c).

Aplikasi dilakukan dengan cara penyemprotan (Wijayanti, 2006).

Pembuatan insektisida dapat dilakukan dengan merendam 150 gram

pucuk segar dalam 1 liter air selama 24 jam. Saringan air rendaman disemprotkan

ke tempat pembibitan yang terserang hama. Bijinya yang dilarutkan dengan air

ditambah sedikit deterjen juga dapat digunakan untuk mengendalikan hama yang

menyerang persemaian atau tanaman muda seperti sayur-sayuran terong, pare di

lapangan (Litbangtan, 2007).

Gambar 1. Daun Mindi (foto langsung)

Kematian hama sebagai akibat dari penggunaan daun Mindi terjadi pada

pergantian instar. Daun Mindi tidak membunuh hama secara cepat, tetapi

berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan dan daya reproduksi dan penurunan

daya tetas telur. Selain itu, senyawa ini menghambat reptor perasa pada daerah

mulut larva. Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa

sehingga tidak mampu mengenali makanannya. Akibatnya, larva mati kelaparan

(22)

Mahoni (Swietenia sp.)

Indonesia sangat kaya akan jenis tanaman, termasuk tanaman yang dapat

dimanfaatkan untuk tujuan insektisida botani, salah satunya adalah tanaman

Mahoni (Swietenia mahagoni Jacq). Biji Mahoni mengandung senyawa flavonoid

dan saponin yang berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu juga mampu

menghambat pertumbuhan larva, terutama tiga hormon utama dalam serangga,

yait hormon otak (brain hormon), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan

(juvenil hormon). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat mencegah

pergerakan larva (Karimah, 2006).

Selain kayunya, buah mahoni juga mengandung senyawa yang mirip

dengan BHC (Butane Hexane Chlor) sebesar 0,005 ppm. Senyawa BHC atau

nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) merupakan insektisida

organoklorida yang bersifat racun perut dan racun pernapasan

(Ahmed, dkk. 2009).

Pembuatan insektisida dari biji Mahoni dengan jalan merendam 150 g biji

mahoni dalam 1 liter air selama 24 jam. Insektisida nabati ini dapat digunakan

untuk mengendalikan ulat kupu kuning (Agrotis ipsilon) dan ulat kantong

(Mahasena corbetti, Metisa plana) yang banyak menyerang persemaian dan

tanaman muda sengon (Litbangtan, 2007).

Senyawa dan bahan aktif yang terdapat pada tumbuhan yaitu glikosida

flavonoid dengan aglikon queresetin, thymodidrokinon, nematisida dan kumarin

serta senyawa BHC atau nama barunya HCH (Hexa Chlorosiclo Hexana) yang

(23)

menghambat pertumbuhan dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak

(Nandini, 1989 dalam Sastrodiharjo, 1990).

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di rumah Kasa kebun percobaan Balai Penelitian

Tebu dan Tembakau Deli (BPTTD) Sampali, dengan ketinggian tempat

± 25 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai

dengan Januari 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman

tembakau varietas F1-45, pupuk campuran seperti Urea, SP-36, KCl (N 12,5,

P : 7,5 , K : 10), KNO3, kompos, media, air, bahan perekat Tifoll.

Alat yang digunakan adalah, kotak bibit, meteran, plang nama, label nama,

alat tulis, gembor, pacak, polibeg, sungkup, blender, handsprayer.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) non

faktorial dengan 4 perlakuan yaitu :

W0 : Kontrol

W1 : Pemberian larutan daun Mindi 200 g/liter air

W2 : Pemberian larutan biji Mahoni 200 g/liter air

(25)

(t-1)(r-1)>15

(4-1)(r-1) >15

3 (r-1) >15

3 r >18===r = 18/3

r = 6 ulangan

Jumlah perlakuan : 4 x 6 = 24 kotak

Jarak antar perlakuan : 50 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Jarak antar polibeg : 30 cm

Jumlah tanaman/ polibeg : 1 tanaman

Jumlah tanaman/plot : 10 tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 10 x 24 = 240 tanaman

PelaksanaanPenelitian

Pembuatan bedengan

Pembuatan bedengan dilaksanakan adalah untuk keperluan

perkecambahan dan untuk jarangan bibit (Plat). Pembuatan bedengan sudah

selesai saat 5-7 hari sebelum bedengan digunakan (sebelum tabur benih).

Pekerjaan yang dilakukan dalam pembuatan bedengan adalah mula-mula

bedengan dibuat membujur dari utara ke selatan, dengan panjang bedengan 6 m,

lebar 1 m dan tinggi 30 – 40 cm. Payungan menghadap timur dengan tinggi

100 cm bagian depan dan 80 cm bagian belakang. Atap payungan terdiri dari dua

lapisan yaitu lapisan bawah terdiri dari plastik transparan putih dan lapisan atas

(26)

Pada bedengan persemaian permukaan harus rata dan halus, diberi alas

dengan plastik tembus air, diisi dengan media campur dengan komposisi tanah :

kompos : pasir sebanyak 5 : 3 : 2, pada setiap sisi diberi bambu untuk menahan

media campuran. Tinggi media campuran 6 cm. Pada bedengan jarangan

permukaan bedengan harus miring bagian depan tinggi bedengan 30 cm dan

bagian belakang 40 cm, permukaan bedengan diberi lembaran plastik yang tidak

tembus air. Arah depan bedengan pada bagian yang tinggi menghadap ke timur

dan arah belakang menghadap ke barat.

Persiapan bibit tembakau

Benih tembakau varietas F1-45 terlebih dahulu dikecambahkan di ruangan

yang tidak langsung terkena sinar matahari. Caranya benih sebanyak 1 g

ditaburkan di atas bak perkecambahan berisi air yang dilapisi kaca sebagai. Ujung

kertas filter dicelupkan ke dalam air tersebut. Setelah 3 hari, benih yang telah

berkecambah ditaburkan secara merata pada media persemaian. Bibit yang

berumur 12 hari siap untuk dipindahkan ke plat bibit.

Penanaman bibit tembakau

Setelah 40 hari di pembibitan tanaman tembakau dapat dipindahkan ke

dalam polibeg yang telah berisi media tanam seperti top soil (tanah) yang steril,

kompos. Tanah disterilkan dengan melakukan pengkukusan selama 24 jam pada

suhu Tanaman yang digunakan adalah tanaman tembakau yang memiliki besar,

(27)

Pemeliharaan tanaman

Perawatan dilakukan setiap hari dengan penyiraman sebanyak 4 kali sehari

jika cuaca panas, dan 3 kali sehari bila cuaca mendung. Penyisipan dilakukan

pada tanaman yang megalami kegagalan pertumbuhan (mati). Waktu penyisipan

selambat-lambatnya seminggu setelah tanam.

Penyiangan dilakukan satu kali dalam dua minggu tergantung pada

keadaan gulma dalam petak bibitan di lapangan, penyiangan dilakukan dengan

dicabut langsung.

Pemupukan

Pupuk yang digunakan adalah pupuk majemuk NPK (12,5 : 7,5 : 10) dan

pupuk KNO3. Pupuk NPK dengan dosis 20 gr/tanaman yang diberikan dua kali,

pertama pada saat bibit tembakau ditanam di lapangan yang diberikan pada lubang

tanam sebanyak 10 gram/lubang tanam, pemupukan kedua dilakukan sebelum

tutup kaki (bumbun) yang pertama pada umur 7-10 hari sebanyak

10 gram/tanaman ditabur di sekitar tanaman (melingkar). Pupuk KNO3 diberikan

pada umur tanaman 16-20 hari (sebelum tutup kaki/bumbun kedua) sebanyak

10 gram/tanaman diberikan dengan cara ditabur di sekitar tanaman (dibuat

melingkar).

Penyediaan hama Spodoptera litura

Hama Spodoptera litura dibiakkan dari telur yang didapat dari daun

tanaman tembakau yang ada di lapangan kemudian dimasukkan ke dalam

kurungan dengan tinggi 1,5 m, lebar 0,5 m dan panjang 0,5 m yang berisi tanaman

(28)

kapas yang sudah ditetesi dengan madu sebagai bahan makanan imago yang

muncul setelah fase pupa tersebut. Imago dari larva tersebut akan bertelur dan

meletakkan telur di permukaan daun tembakau, selanjutnya telur akan menetas

menjadi larva kembali. Larva instar 2 diinfestasikan pada tanaman tembakau yang

telah berumur 5 hari setelah tanam sebanyak 2 ekor pertanaman tembakau.

Penyediaan pestisida nabati

Larutan Daun Mindi

Disiapkan 200 g daun Mindi, daun Mindi yang diperlukan adalah daun

Mindi yang masih segar dan basah, diblender, kemudian ditambahkan 10 ml

etanol dalam 1 liter air lalu dibiarkan selama 1 malam. Larutan disaring dengan

kain muslin dan ditambahkan 2 sendok teh tifoll. Selanjutnya diaplikasikan pada

tanaman (Litbangtan, 2007).

Larutan Biji Mahoni

Disiapkan 200 g biji Mahoni yang didapat dari buah Mahoni yang mulai

matang atau sudah tua. Biji Mahoni yang diperlukan adalah biji yang basah,

kemudian biji Mahoni diblender, hasil blender ditambahkan dengan 10 ml etanol

dalam 1 liter air lalu dibiarkan selama 1 malam. Larutan disaring dengan kain

muslin dan ditambahkan 2 sendok teh tifoll. selanjutnya diaplikasikan pada

(29)

Larutan gabungan (daun Mindi dan biji Mahoni)

Disiapkan masing-masing 100 g daun Mindi dan 100 g biji Mahoni.

Kemudian diblender, lalu ditambahkan 10 ml etanol dan 1 liter air kemudian

dibiarkan selama 1 malam. Setelah 1 malam larutan disaring dengan kain muslin

dan ditambahkan 2 sendok teh tifoll. Kemudian diaplikasikan pada tanaman.

Aplikasi Pestisida Nabati

Ketiga jenis larutan pestisida nabati yang sudah disiapkan dimasukkan ke

dalam handsprayer. Aplikasi dilakukan satu hari setelah larva disebarkan pada

tanaman. Ketiga larutan disemprotkan pada tanaman yang berada dalam polibeg

sesuai dengan perlakuan masing-masing. Saat penyemprotan dilakukan, tanaman

dalam polibeg disungkup agar pestisida yang diaplikasikan tepat sasaran. Aplikasi

dilakukan sebanyak 3 hari sekali dan jumlah aplikasi sebanyak 3 x aplikasi

(Gapoktan, 2009).

Parameter Pengamatan

1. Intensitas serangan Spodoptera litura

Pengamatan dilakukan satu hari setelah aplikasi pada pagi hari. Nilai skala

kerusakan dikategorikan sebagai berikut:

0 : Tidak terdapat kerusakan pada daun 1 : Terdapat kerusakan dari 0 – 20 %

(30)

Dengan rumus

IS = ∑( n x v ) x 100%

Z x N

Keterangan

IS = Intensitas serangan

n = Jumlah daun rusak tiap kategori serangan v = Nilai skala tiap kategori serangan

Z = Nilai skala tertinggi kategori serangan N = Jumlah daun yang diamati

(Fagoone dan Lauge, 1981 dalam Ginting, 1996).

2. Persentase Mortalitas Spodoptera litura

Pengamatan dilakukan setiap hari setelah satu hari aplikasi pada pagi hari.

Jumlah pengamatan sebanyak 7 kali. Persentase mortalitas Spodoptera litura

dihitung dengan menggunakan rumus :

P = a X 100%

a+b

Dimana :

P = Persentase Mortalitas Spodoptera litura a = Jumlah Spodoptera litura yang mati b= Jumlah Spodoptera litura yang sehat

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Intensitas serangan larva Spodoptera litura

Hasil pengamatan terhadap intensitas serangan larva S. litura dari

4 perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Hal ini dapat dilihat pada

pengamatan 0 hingga 6 hari setelah aplkasi (hsa). (Tabel 1 dan lampiran 1-7).

Tabel 1. Intensitas serangan larva Spodoptera litura pada berbagai perlakuan

Perlakuan Rerataan intensitas serangan S.litura pada hari setelah aplikasi

0 1 2 3 4 5 6

W0 17.15 21.03 a 22.83 a 27.63 A 33.50 A 45.43 A 51.17 A

W1 17.13 19.97 b 21.98 b 25.23 B 27.53 B 28.38 C 28.78 C

W2 16.97 20.63 a 22.65 a 25.92 B 28.97 B 29.82 B 30.58 B

W3 16.87 20.40 a 22.35 a 25.63 B 28.25 B 29.45 B 30.12 B

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak sangat berbeda nyata pada taraf 0.05 % menurut Uji Jarak Duncan

Hasil analisis statistik dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa pada

pengamatan 6 hsa, perlakuan larutan daun Mindi (W1) lebih efektif mengurangi

intensitas serangan S.litura dibandingkan tanpa perlakuan (W0). Hal ini terjadi

karena pengaruh senyawa yang terdapat pada daun Mindi yang mampu

mengurangi daya makan dan pertumbuhan larva. Menurut Endah dan Heri (2000)

bahwa fungsi senyawa alkaloid, triterpenoid, saponin, dan glikosida flovoroid

dalam daun Mindi dapat menghambat daya makan larva (antifeedant). Cara kerja

senyawa-senyawa tersebut adalah dengan bertindak sebagai stomach poisoning

atau racun perut. Karena itu, bila senyawa-senyawa ini masuk dalam tubuh larva,

(32)

Intensitas serangan larva pada pengamatan 6 hsa pada perlakuan biji

Mahoni (W2) dan gabungan kedua larutan (W3) terdapat perbedaan yang tidak

sangat nyata tetapi berbeda sangat nyata terhadap perlakuan daun Mindi (W1)

dan kontrol (W0). Hal ini terjadi karena senyawa yang terdapat pada biji Mahoni

dan daun Mindi (W1) memiliki fungsi sebagai penghambat makan. Akan tetapi

memiliki perbedaan konsentrasi senyawa yang menyebabkan cepat tidaknya

senyawa bekerja pada tubuh S.litura. Seperti yang dinyatakan oleh Ahmed dkk

(2009) bahwa daun Mindi tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh

pada daya makan, pertumbuhan dan daya reproduksi dan penurunan daya tetas

telur. Selain itu, senyawa ini menghambat indera perasa pada daerah mulut larva.

Hal ini mengakibatkan larva gagal mendapatkan stimulus rasa sehingga tidak

mampu mengenali makanannya. Akhirnya, larva akan mati kelaparan.

Perlakuan biji Mahoni (W2) dan gabungan kedua larutan (W3) pada

pengamatan 1 hsa hingga 6 hsa tidak memiliki perbedaan yang nyata. Ini diduga

karena adanya kombinasi senyawa yang berbeda yang mengakibatkan interaksi

setiap senyawa yang dikandung pada biji Mahoni dan daun Mindi tidak terlalu

berpengaruh nyata. Dimana senyawa daun Mindi lebih mendominasi sebagai

insektisida nabati. Seperti yang dinyatakan oleh Nandini (1989) dalam

Sastrodiharjo (1990) bahwa bahan aktif yang terdapat dalam kandungan bagian

tanaman Mindi sama dengan yang terdapat pada Mimba yaitu glikosida flovoroid,

azedirachtin, senyawa alkaloid, dan aglikon queresetin yang bersifat racun perut

dan menurut pendapat Karimah (2006) bahwa biji Mahoni mengandung senyawa

flavonoid dan saponin yang berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu

(33)

serangga, yaitu hormon otak (brain hormon), hormon edikson, dan hormon

pertumbuhan (juvenil hormon). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat

mencegah pergerakan larva .

2. Persentase Mortalitas larva

Perlakuan larutan daun mindi (W1), larutan biji mahoni (W2) dan

gabungan kedua larutan (W3) terdapat perbedaan yang sangat nyata pada

persentase mortalitas larva S. litura terhadap perlakuan kontrol (W0). Hal ini

dapat dilihat pada pengamatan 0 hingga 6 hari setelah aplikasi (hsa). (Tabel 2 dan

lampiran 8-14).

Tabel 2. Persentase mortalitas larva Spodoptera litura pada berbagai perlakuan

Perlakuan Rerataan mortalitas S.litura pada hari setelah aplikasi

0 1 2 3 4 5 6

W0 0.00 0.00 b 0.00 b 0.00 b 0.00 b 0.00 b 0.00 b

W1 0.00 9.17 a 22.50 a 47.50 a 63.33 a 86.67 a 100.00 a

W2 0.00 5.00 a 14.17 a 22.50 ab 30.00 ab 49.17 ab 70.83 ab

W3 0.00 5.83 a 15.00 a 24.17 ab 34.17 ab 57.50 ab 74.17 ab

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak sangat berbeda nyata pada taraf 0.05 % menurut Uji Jarak Duncan

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pada perlakuan jenis bahan

berbeda tidak terdapat perbedaan yang nyata. Pada perlakuan daun Mindi (W1),

biji Mahoni (W2) dan gabungan kedua larutan tersebut (W3) dapat

mengakibatkan kematian larva S.litura instar dua. Menurut Sutoyo dan

Wirioadmodjo (1997), tanaman yang berinteraksi dengan serangga menyebabkan

(34)

metabolit sekunder untuk melawan serangga hama. Dengan adanya zat bioaktif

yang dikandung oleh tanaman akan menyebabkan aktivitas larva terhambat,

ditandai gerakan larva lamban, tidak memberikan respon gerak, nafsu makan

kurang dan akhirnya mati.

Pada Tabel 2 di atas tampak pada pengamatan 1 hsa hingga 6 hsa, angka

persentase kematian larva semakin meningkat sebesar 0.00% sampai 100.00%

pada perlakuan daun Mindi (W1) ini terjadi karena semakin banyak dan cepatnya

zat bioaktif yang bekerja pada tubuh S.litura. Sesuai dengan pendapat Sutoyo dan

Wirioadmodjo (1997) bahwa semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah racun yang

mengenai kulit serangga makin banyak, sehingga dapat menghambat pertumbuhan

dan menyebabkan kematian serangga lebih banyak.

Pada Tabel 2 di atas pengamatan pada perlakuan larutan daun Mindi, biji

Mahoni dan gabungan dari kedua larutan tidak berbeda nyata. Akan tetapi angka

kematian S.litura berbeda nyata pada perlakuan kontrol. Senyawa beracun pada

perlakuan daun Mindi (W1) membunuh lebih banyak dibandingkan dengan

perlakuan biji Mahoni (W2) dan gabungan kedua larutan (W3) terlihat pada

pengamatan 6 hsa, ini diduga karena senyawa pada daun Mindi (W1) memiliki

daya bunuh lebih banyak dan besar daripada senyawa yang terdapat pada biji

Mahoni (W2) dan gabungan kedua larutan (W3). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Nandini (1989) dalam Sastrodiharjo (1990) bahwa senyawa dan bahan aktif yang

terdapat pada tumbuhan yaitu glikosida flavonoid dengan aglikon queresetin,

thymodidrokinon, nematisida dan kumarin serta senyawa BHC atau nama barunya

(35)

terdapat pada tubuh serangga maka dapat menghambat pertumbuhan dan

menyebabkan kematian serangga lebih banyak

Sementara itu pada perlakuan biji Mahoni (W3), kematian S. litura tidak

terlalu tinggi dibandingkan dengan perlakuan daun Mindi (W1) diduga senyawa

yang dikandung mampu merusak hormon-hormon pada larva yang mengakibatkan

berkurangnya aktifitas larva S.litura tersebut. Seperti halnya yang diutarakan oleh

Karimah (2006) bahwa biji Mahoni mengandung senyawa flavonoid dan saponin

yang berfungsi sebagai larvasida. Senyawa-senyawa itu juga mampu menghambat

pertumbuhan larva, terutama tiga hormon utama dalam serangga, yaitu hormon

otak (brain hormon), hormon edikson, dan hormon pertumbuhan

(juvenil hormon). Tidak berkembangnya hormon tersebut dapat mencegah

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian pestisida nabati larutan daun Mindi, larutan biji Mahoni dan

gabungan larutan daun Mindi dan biji Mahoni berpengaruh sangat nyata

terhadap intensitas serangan dan mortalitas Spodoptera litura pada

tanaman tembakau.

2. Intensitas serangan Spodoptera litura tertinggi dan terendah terdapat

pada perlakuan W0 (tanpa perlakuan) sebesar 51.17 % dan pada

perlakuan W1 (larutan daun Mindi) sebesar 28.78 % pada pengamatan

6 hari setelah aplikasi (hsa).

3. Persentase mortalitas larva yang tertinggi dan yang terendah terdapat

pada perlakuan W1(larutan daun Mindi) sebesar 100 % dan pada

perlakuan W0 (Tanpa perlakuan) sebesar 0 % pada pengamatan 6 hari

setelah aplikasi (hsa).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengaruh dosis dan

konsentrasi serta frekwensi penyemprotan terhadap pestisida nabati yang

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, dkk. 2009. Tanaman Mindi sebagai Bahan Insektsida Botanai. p.187-190

diunduh

tanggal 19 Februari 2009.

Erwin, 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli PTP. Nusantara II (Persero). Medan. Hal. 30-31

Endah, S. dan Heri, K. 2000. Manfaat Daun Ekstrak Pare Cegah Demam Berdarah. http://www.jawapos.co.id/in

dex.php?act=detail_c&id=255312 diunduh tanggal 16 Maret 2009.

Ginting, R. 1996. Efikasi ekstrak Mindi dan Mimba Terhadap Setothosea asigna Van Eeke (Lepidoptera; Limacodidae) pada Kelapa Sawit (Elaeis quinensis) di Rumah Kasa.

Gapoktan, 2009. diunduh tanggal 29 Februari 2009

Hadisoeganda, W.W., Euis Suryaningsih dan Tony K.Moekasan 1995. Penyakit dan Hama Bawang Merah dan Cara pengendaliannya. Dalam Teknologi Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Penegembangan Kortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Hal 12-13.

Karimah, L.N., 2006. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Etanol 96 % Biji Mahoni (Swietenia mahagoni jacq) Terhadap Larva Nyamuk Anopheles Aconitus Instar III Serta Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. F.Farmasi. UMS. http://etd.library.ums.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptums-gdl-s1-2007-ninyomansa-6683. Diunduh tanggal 19 Februari 2009

Litbangtan, 2007. Piretrum Nimba, Lembar Informasi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Lembang Jawa Barat. Diakses dari

(Desember 2007).

Laoh, J.H., F.Puspita, dan Hendra 2003. Kerentanan Larva Spodoptera litura F. Terhadap Virus Nuklear Polyhedrosis. Diakses dari :

(38)

Mitchen, A.R. and Reich, R.C. 1992. Barley tobacco field manual. R.J. Reynolds Tobacco company. Winston-Salem. North Carolina

Nandini, L. 1989. Memaanfaatkan Produk Alami Mimba, Mindi dan kulit jambu Mete dalam proteksi Tanaman. Dalam Kongres I HPTI. Sastrodiharjo, 1990. Jakarta.

Prayogo, Y., W.Tengkano, dan Marwoto, 2005. Prospek Cendawan Entomopatogen Metarhizium anisopliae Untuk Mengendalikan Larva Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jurnal Litbang Pertanian, 24(1), 2005. dari

http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/p3241053.pdf

PTPN II. 2007. Budidaya Tembakau Deli. Diunduh dari : (10 September 2008).

Prabowo, A.Y, 2007. Teknis budidaya Agrokomplek: Budidaya Tembakau. Diunduh dari http://Agrokomplek / +budi+daya+tembakau (10 September 2008).

Ryan, L. 1997. Post Harvest Tobacco Investation Control. Chapman & Hall. London

Samsudin, 2008. Virus Patogen Serangga: Bio-Insektisida Ramah Lingkungan. Diunduh dari http:// Lembaga Pertanian Sehat / Develop Useful Innovation for Farmers Rubrik (10 September 2008).

Soehardjan, M., 1993. Penggunaan, Permasalahan serta Prospek Pestisida Nabati dalam PHT. Dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian dalan Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 1-2 Desember 1993. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Jakarta.P.6-7,8-9.

Subiyakto. 1999. Hama Tembakau Deli dan Pengendaliannya. Balai Penelitian Tembakau dan tanaman Serat. Malang.

Sutoyo, dan Wirioadmodjo, B. 1997. Uji Insektisida Botani Daun Nimba (Azadirachta indica), Daun Pahitan (Eupatorium inulifolium) dan Daun Kenikir (Tagetas spp) terhadap Kematian larva Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) pada Tanaman Tembakau. Dalam Prosiding Kongres Perhimpunan Entomologi Indonesia V dan Symposium Entomologi. Universitas Padjajaran, Bandung, 24-26 Juni 1997.

(39)
(40)

Lampiran 1

Bagan Penelitian

I IV II V III VI

Jumlah plot : 4 x 6 = 24 kotak

Jarak antar plot : 50 cm

Jarak antar ulangan : 50 cm

Jarak antar polibeg : 30 cm

Jumlah tanaman/plot : 10 bibit tanaman

Jumlah seluruh tanaman : 10 x 24 = 240 bibit tanaman

W1 W2 W3 W0 W1 W3

W2 W3

W1 W0

W3

W0 W1 W3 W0

W1 W2 W3 W2

W2 W0

W2

W1 W0

U

(41)

Lampiran. 1.RATAAN INTENSITAS SERANGAN (%) PENGAMATAN 1

Perlakuan ULANGAN

TOTAL RATAAN

1 2 3 4 5 6

W0 18.00 16.50 17.70 17.70 16.50 16.50 102.90 17.15 W1 17.70 16.60 17.70 16.50 16.60 17.70 102.80 17.13 W2 16.60 16.60 17.50 16.60 18.00 16.50 101.80 16.97 W3 16.50 17.70 16.50 16.50 16.50 17.50 101.20 16.87 TOTAL 68.80 67.40 69.40 67.30 67.60 68.20 408.70 RATAAN 17.20 16.85 17.35 16.83 16.90 17.05 17.03

Analisis Sidik Ragam

SK db JK KT Fh F 0.05 F 0.01 Ulangan 5 0.89 0.18 0.37 tn 3.31 4.58 Perlakuan 3 0.33 0.11 0.23 tn 3.16 4.37 Galat 15 7.24 0.48

Total 23 8.47

FK 6959.82 KK 0.01

Perlakuan Rerataan intensitas serangan S.litura pada hari setelah aplikasi

0 1 2 3 4 5 6

(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)

Lampiran 8.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 1

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(49)

Lampiran 9.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(50)

Lampiran 10.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 3

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(51)

Lampiran 11.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 4

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(52)

Lampiran 12.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 5

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(53)

Lampiran 13.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 6

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(54)

Lampiran 14.RATAAN MORTALITAS LARVA Spodoptera litura (%) PENGAMATAN 7

Transformasi Data ke Dalam Arc Sin√x

(55)

Perlakuan Rerataan intensitas serangan S.litura pada hari setelah aplikasi

0 1 2 3 4 5 6

W0 17.15 21.03 a 22.83 a 27.63 A 33.50 A 45.43 A 51.17 A W1 17.13 19.97 b 21.98 b 25.23 B 27.53 B 28.38 C 28.78 C W2 16.97 20.63 a 22.65 a 25.92 B 28.97 B 29.82 B 30.58 B W3 16.87 20.40 a 22.35 a 25.63 B 28.25 B 29.45 B 30.12 B

Perlakuan Rerataan mortalitas S.litura pada hari setelah aplikasi

0 1 2 3 4 5 6

(56)

FOTO-FOTO PENELITIAN

a b

c d

e f

(57)

i j

i j

k l

k l

m n

m n

ket: 1. (a)dan(b) foto larutan pestisida dalam hand sprayer 2. (c),(d) dan (e) foto perbanyakan larva dalam sungkup 3. (f) dan (g) foto bibit pindah tanam dalam polibeg 4. (i),(j) dan (k) foto gejala serangan larva

5. (l) foto aplikasi pestisida nabati

(58)

Gambar

Tabel Mortalitas Spodoptera litura....................................................................
Gambar biji Mahoni ..........................................................................................
Gambar 1. Daun Mindi (foto langsung)
Gambar 2. Biji Mahoni (foto langsung)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan awal sambung samping tanaman jambu kristal pada berbagai taraf konsentrasi IAA dan BAP yang berbeda, serta

Sehingga peer assessment dapat digunakan untuk membantu pelajar maupun guru dalam mengembangkan kemampuan bekerjasama, mengkritisi proses dan hasil belajar orang

Sehingga, peningkatan konsentrasi rendaman daun singkong yang dipaparkan pada uji lanjutan tidak sebanding dengan peningkatan kematian nyamuk. Konsentrasi yang

Sebagaimana pendapat Sills yang menyatakan bahwa keyakinan akan adanya kekuatan impersonal (supranatural) adalah magis dan kekuatan yang dipersonifikasikan sebagai

Pendidikan Kejuruan memiliki peran yang sangat besar dalam pembangunan sumber daya manusia utamanya di bidang ketenagakerjaan yang mempersiapkan para peserta didiknya untuk

Jika gaya yang berubah-ubah dalam mesin ini terjadi pada kecepatan yang sama dengan getaran frekuensi pribadi dari struktur atau konstruksi keseluruhan mesin maka

Pandu wajib berada di atas kapal yang diwajibkan dipandu untuk memberikan masukan tentang kondisi perairan di kolam Pelabuhan Tanjung Perak kepada Nakhoda..

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana cara merancang suatu aplikasi yang berfungsi sebagai alat bantu dalam mendeteksi penyakit tanaman tembakau,