PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN
RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE
KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2013
TESIS
Oleh
SYAHRIZAL 117032120/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND EDUCATION OF HEAD OF FAMILY ON THE HOUSEHOLD PREPAREDNESS IN
DEALING WITH TSUNAMI RISK AT ULEE LHEUE VILLAGE, MEURAXA SUBDISTRICT, THE CITY OF BANDA ACEH
IN 2013
THESIS
BY
SYAHRIZAL 117032120/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN
RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE
KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYAHRIZAL 117032120/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA
TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Syahrizal Nomor Induk Mahasiswa : 117032120
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M)
Ketua Anggota
(Suherman, S.K.M, M.Si)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 22 April 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Si
2. dr. Heldy BZ, M.P.H
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN
RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE
KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH
TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, April 2014
ABSTRAK
Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.
Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh
Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.
Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.
ABSTRACT
The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.
Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.
The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan
pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen
Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Peneliti mendapatkan banyak dukungan, masukan dan saran dari berbagai
pihak Selama proses penulisan tesis ini. Untuk itu penghargaan setinggi-tingginya
serta terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Suherman, S.K.M, M.Si, selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, arahan, dan masukan dalam
penyelesaian tesis ini.
5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis
yang juga telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan
tesis ini.
6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat
studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
7. Muhammad Yasin selaku Kepala Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota
Banda Aceh beserta staf dan seluruh Penduduk desa Ulee Lheue yang telah
bekerja sama memberikan informasi dan data dalam rangka penyusunan tesis ini.
8. Kedua orang tua saya Ayahanda Muhammad Yasin (Alm) dan Ibunda Maskanah,
serta Kakanda Sitirahah, Nilawati, Sri Wahyuni, Nurhaida beserta keluarga atas
segala dukungan moral serta materil serta do’a yang tidak henti-hentinya sehingga
tesis ini dapat diselesaikan.
9. Teristimewa buat Istri tercinta Febi Vinanda N, Amd. Ek dan ketiga anak-anakku
tercinta yaitu; Muhammad Asykaril Maula (alm), Asyakira Humaira, Muhammad
Rajasyah atas doa dan dukungannya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan
10.Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011, khususnya Minat Studi Manajemen
Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.
Peneliti menyadari atas segala keterbatasan tesis ini, untuk itu saran dan kritik
yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan
harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan
penelitian lanjutan.
Medan, April 2014 Penulis
Syahrizal 117032120/IKM
RIWAYAT HIDUP
Syahrizal, lahir pada tanggal 30 September 1978 di Seulimuem Kecamatan
Seulimeum Kabupaten Aceh Besar, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan
Muhammad Yasin (Alm) dan Maskanah. Syahrizal beragama Islam dan bertempat
tinggal di Jalan Manggis I No.146 Dusun Gue Gajah Desa Meusara Agung
Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.
Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negri 1 Seulimeum,
Aceh Besar selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Seulimeum Aceh Besar selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Atas di
SMA Negeri 1 Seulimeum, Aceh Besar selesai tahun 1996, D III Kesehatan
Lingkungan Universitas Jabal Ghafur, Sigli selasai tahun 1999, Sarjana Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh selesai tahun 2007, tahun
2011 melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara hingga saat ini.
Pengalaman kerja penulis, awal tahun 2000 tepatnya bulan Maret 2000
penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kanwil Depkes Provinsi
Aceh ditempatkan pada Jurusan Kesehatan lingkungan sebagai staf, kemudian pada
tahun 2002 mulai dibentuk Poltekkes Kemenkes Aceh penulis dipindahkan ke
DAFTAR ISI
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
2.2. Prinsip Pengurangan Resiko Bencana Tsunami ... 23
2.3. Kesiapsiagaan ... 30
2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaaan ... 30
2.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 32
2.4.1. Tindakan yang Dilakukan sebelum terjadi Tsunami .... 35
2.5.1. Pengetahuan ... 37
4.3.1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 69
5.3. Pengaruh Sikap tehadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam
Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 81
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
6.1. Kesimpulan ... 86
6.2. Saran ... 87
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
3.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Ulee Lheue ... 50
3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan ... 53
3.3. Aspek Pengukuran Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 53
4.1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia, Pekerjaan dan Pendidikan di Gampong Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota
Banda Aceh ... 57
4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013 ... 58
4.3. Distribusi Frekuensi awaban Responden pada Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 69
4.4. Distribusi Pengetahuan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan
Meuraxa Kota Banda Aceh ... 63
4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Sikap Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 63
4.6. Distribusi Sikap Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 65
4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Kesiapsiagaan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 66
4.8. Distribusi Kesiapsiagaan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 68
4.9. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga
dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 69
4.11. Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam
Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 71
4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Indentifikasi Variabel yang Akan Masuk dalam Model Faktor Kesiapsiagaan Rumah Tangga
dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 73
4.13. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Permodelan Faktor Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko
Bencana Tsunami. ... 73
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1. Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami ... 16
2.2. Indeks Rawan Bencana Provinsi Pemerintah Aceh ... 30
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 91
2. Surat Izin Penelitian ... 97
3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 98
4. Data Mutasi Penduduk Desa Ulee Lheue ... 99
5. WEB GIS Kota Banda Aceh ... 100
6. Peta Ketinggian Permukaan Air Laut ... 101
7. Peta Jalan dan Pariwisata Desa Uee Lheue ... 102
8. Peta Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 103
9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104
10. Hasil Uji Univariat, Bivariat, dan Multivariat ... 113
11. Foto Penelitian di Desa Ulee Lheue ... 124
12. Foto Jalur Evakuasi Tsunami di Desa ulee Lheue ... 125
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN
UNESCO : United Nations Educational Scientific and Cultural Organization
LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ISDR :
BPKB : Buku Pemilik Kenderaan Bermotor
International Strategy for Disaster Reduction
HP : Handphone
PAM : Perusahaan Air Minum
PLN : Perusahaan Listrik Negara
PMI : Palang Merah Indonesia
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
BNPB : Badan Nasional Penanggualangan Bencana
BMKG : Badan Meteorologi Dan Geofisika
KK : Kepala Keluarga
IRBI : Indeks Rawan Bencana Indonesia
Renas PB : Renacana Nasional Penangulangan Benacana
TNGL :
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
Taman Nasional Gunung Leuser
TES TSUNAMI : Tempat Evakuasi Sementara Tsunami
BPS : Badan Pusat Statistik
UNISDR :
United Nations International Strategy for Disaster
BAKORNAS PB : Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Reduction
USGS :
PRB : Pengurangan Resiko Bencana
United States Geological Survey
ABSTRAK
Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.
Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh
Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.
Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.
ABSTRACT
The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.
Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.
The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,
geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik
yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang
menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat
pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007).
Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah
penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam
maupun akibat dari ulah manusia. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya
jumlah kejadian bencana setiap tahunnya. Bencana seperti tsunami, gempa bumi,
tanah longsor, banjir, angin topan, letusan gunungapi, kebakaran, kebakaran hutan
dan lahan, kecelakaan transportasi, dan kecelakaan industri sering kali menjadi
ancaman yang serius bagi peduduk Indonesia. Ancaman bencana dapat menyebabkan
korban jiwa dan kerusakan harta benda (BNPB No 8 Tahun 2011).
Indonesia terletak pada zona batas empat lempeng bumi yang sangat aktif
sehingga memiliki aktivitas tektonik dan vulkanik yang sangat tinggi, oleh karena itu
Indonesia mempunyai banyak zona-zona patahan aktif dan sebaran gunung api.
letusan gunung apinya berpotensi membangkitkan tsunami. Selain dua sumber utama
tsunami ini, peristiwa longsoran bawah laut yang sering dipicu oleh kejadian gempa
dan letusan gunung api juga dapat menimbulkan tsunami (Puspito, 2010).
Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction
(UNISDR, 2009), suatu badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko
Bencana. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,
banjir, tanah longsor, kekeringan, da
Peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat
ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana
alam yakni kekeringan dan angin topan Indonesia absen. Bencana alam Tsunami
adapun dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.402.239 orang terkena
dampaknya mengalahkan Jepang 4.497.645 korban, Bangladesh 1.598.546 korban,
dan India 1.114.388 korban (Anonim, Alamendah.org, 2013).
Bencana yang paling mematikan pada awal abad XXI juga bermula dari
Indonesia. Pada tanggal 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar terjadi di dalam
laut sebelah barat pulau Sumatra di dekat pulau Simeuleu berada di Aceh. Gempa
bumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas
negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di
negara-negara yang terkena. Sepanjang abad XX hanya sedikit bencana yang menimbulkan
korban jiwa. Di Indonesia sendiri gempa bumi dan tsunami mengakibatkan sekitar
165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari
Panjang pesisir pantai wilayah Provinsi Pemerintah Aceh sepanjang 1.660 km
dengan luas perairan laut 295.370 km² terdiri atas luas wilayah perairan (teritorial dan
kepulauan) seluas 56.563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 238.807
km². Dari 1.660 km panjang garis pantai, 800 km di antaranya rusak diterjang
gelombang tsunami tahun 2004 (BKPM Provinsi Pemerintah Aceh, 2009).
Kota Banda Aceh sebagai Ibukota dari Provinsi Pemerintah Aceh memiliki
kondisi geografis, hidrologi dan domografis yang rawan terhadap bencana
(Qanun No.3 Tahun 2011).
Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 wilayah yakni wilayah yang mengalami
kerusakan terparah, wilayah dengan tingkat kerusakan sedang dan wilayah yang
tidak terkena wilayah tsunami. Wilayah yang mengalami kerusakan terparah adalah
yang berada di wilayah pesisir meliputi kecamatan Meuraxa, kecamatan Jaya Baru
dan Kuta Raja. Untuk mengendalikan daerah rawan bencana pemerintah kota Banda
Aceh membuat kebijakan yaitu dengan menurunkan tingkat pelayanan di wilayah
tersebut hingga 3 km dari garis pantai. Sebelum tsunami kawasan ini merupakan sub
pusat pelayanan pemerintahan kota Banda Aceh yang berpusat di daerah Ulee Lheue
yang merupakan kawasan pelabuhan, wisata dan pemukiman, pasca tsunami kawasan
ini diturunkan kawasan ini menjadi kawasan biasa tidak direkomendasikan lagi untuk
kegiatan palayanan. Meskipun kawasan pusat barat yakni di Desa Ulee Lheue dan
sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana namun masyarakat disana masih tetap
bermukim di daerah ini sehingga pemerintah menyediakan jalur – jalur evakuasi dan
Kota Banda Aceh salah satu wilayah terparah akibat bencana gempa dan
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang menelan korban lebih dari 75 %
korban jiwa dan juga meratakan hampir seluruh bangunan yang ada di wilayah ini
serta sangat berpengaruh juga terhadap kehidupan ekonomi dan sosil masyarakat kota
Banda Aceh. Pasca bencana tsunami berbagai pihak baik itu lembaga – lembaga
internasional, lokal, maupun pemerintah bersama sama berupaya membangun
kembali daerah daerah yang terkena dampak termasuk kota Banda Aceh.
Kecamatan Meuraxa adalah salah satu kecamatan di K
kecamatan Meuraxa terletak pada 532’30” - 5o34’40 LU dan 95o16’15” - 95o18’20”
BT memiliki luas 725,8 Ha, terbagi ke dalam 15 (lima belas) desa atau gampong dan
1 (satu) kelurahan, selain itu kecamatan Meuraxa memiliki 2 kemukiman, yaitu
kemukiman Tgk. Chik Lamjabat dan kemukiman Meuraxa. Jumlah Penduduk
Meuraxa, 11.232 Jiwa, diantaranya 6,168 laki-laki dan 5.064 perempuan ( BPS
Provinsi Pemerintah Aceh, 2013).
Ulee Lheue atau sering juga di sebut ulee lhee adalah sebuah desa atau
gampong di kecamata
Lheue, merupakan salah satu desa terparah terkena dampak tsunami yang terjadi pada
tanggal 26 Desember2004 dan juga pusat keramaian dan perhatian setiap orang yang
berkunjung ke Banda Aceh. Di daerah ini juga terdapat sebuah pelabuhan yang
dijadikan pusat transportasi laut menuj
jalan-jalan sambil menikmati panorama pantai yang indah di sore hari dan juga
karena ingin bepergian dengan angkutan laut, bahkan ada pula yang melepas lelah
seharian bekerja dengan memancing. Berdasarkan letak geografis dan demografisnya
paling ujung barat sumatera sangat berpotensi dan beresiko terjadinya bencana
tsunami.
Menurut wawancara dengan sekretaris desa Bakhtiar (45) sebelum terjadi
tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang lalu jumlah penduduk desa ulee lheu lebih
kurang 5000 jiwa tetapi setelah pasca tsunami jumlah penduduk berdasarkan data dari
kantor kepala desa Ulee Lheue menjadi 756 jiwa atau 15,12 %. Hal ini dikarenakan
masyarakat khususnya kepala keluarga belum mengetahui tentang pengetahuan, sikap
dan pendidikan terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami.
Pakar penanggulangan bencana alam dari Jepang Dr Yozo Goto, Yamamoto
Hiroyuki Phd serta Nishi Yoshimi PhD (2009), guru besar Universitas Nagoya
Jepang yang melakukan penelitian bencana di Aceh menyimpulkan, bahwa Aceh
termasuk daerah rawan bencana. Potensi bencana itu terlihat di sepanjang garis Bukit
Barisan, namun demikian, masyarakat Aceh tidak perlu khawatir berlebihan terhadap
potensi bencana tersebut. Hanya saja diharapkan warga Aceh dapat belajar dari setiap
bencana alam yang sudah pernah terjadi, termasuk tsunami yang menghancurkan
kawasan pesisir Aceh, tanggal 26 Desember 2004 lalu, yang paling penting kita harus
selalu membangun kesadaran dan kesiapan bila sewaktu-waktu terjadi bencana.
Menurut Carter (1991), adapun tanggung jawab masyarakat untuk melakukan
yaitu tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat,
komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara
cepat dan tepat guna Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan
rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.
Ada beberapa interaksi faktor u t ama yang dapat menimbulkan
bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar adalah (a)
kurangnya pemahaman terhadap k arakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau
perilaku yang mengakibatkan penurunan sumberdaya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/ peringatan dini (early warning) yang menyebabkan
ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan/ ketidakmampuan dalam menghadapi
ancaman bahaya (Bakornas PB, 2006).
Menurut LIPI (2006) terdapat tujuh stakeholders yang berkaitan erat
dengan kesiapsiagaan masyarakat, yaitu: individu dan rumah tangga, instansi
pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan bencana, komunitas sekolah,
lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelembagaan masyarakat, kelompok profesi
dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut, tiga stakeholders, yaitu: rumah
tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, disepakati sebagai stakeholders utama,
dan empat stakeholders lainnya sebagai stakeholders pendukung dalam
kesiapsiagaan bencana.
Gempabumi Aceh yang terjadi tanggal 11 April 2012 menjadi pengingat akan
gempabumi dan tsunami dahsyat yang terjadi tahun 2004. Dalam kejadian tersebut, di
evakuasi, karena tidak tersedia tempat evakuasi yang jelas sehingga pergerakan
masyarakat menjadi tidak terkendali dan menimbulkan kemacetan parah. Sistem
peringatan dini hanya berfungsi secara terbatas di lingkup pemerintahan. Peringatan
dini belum sampai kepada masyarakat dengan cepat dan tepat, dan masyarakat juga
tampak belum memiliki kapasitas untuk merespons dengan benar saat menerima
perintah evakuasi. Tindakan masyarakat dalam melakukan evakuasi, perilaku
masyarakat dalam melakukan evakuasi sangat dipengaruhi oleh pengalaman,
pengetahuan, pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.
Kejadian gempabumi 11 April 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar
masyarakat yang melakukan evakuasi, tindakannya lebih didasari pada apa yang
pernah dialaminya, pengetahuan yang masih terbatas, dan pendidikan serta pelatihan
yang juga terbatas. Belajar dari pengalaman 11 April 2012 tersebut, diperlukan
sarana rasarana evakuasi yang memadai guna mengakomodir banyaknya masyarakat
yang mencari tempat perlindungan baik berupa TES tsunami, jalur evakuasi, maupun
rambu-rambu evakuasi, agar proses evakuasi masyarakat tersebut dapat berjalan
dengan baik, masyarakat perlu mendapatkan informasi peringatan dini ecara cepat
dan tepat. Untuk itu, diperlukan rantai peringatan dini tsunami yang handal dengan
penerapan prinsip redundancy yang dapat menjangkau para pengambil keputusan dan seluruh masyarakat terancam (BNPB, 2012).
Menurut pemberitaan harian serambi indonesia, miskinnya skenario akibat
dari kesimpangsiuran masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mendalami
sehingga pada akhirnya malah menimbulkan kepanikan, kekacauan, dan kemacetan
(Anonim, Tribunnews.Com, 2012).
K esiapsiagaan yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan di rumah tangga,
adalah (a) Memahami bahaya yang timbul oleh bencana, masyarakat yang tinggal
di daerah rawan bencana perlu memahami bahaya yang mungkin dialami ketika
bencana datang, kapan bencana tersebut datang di daerah tersebut, daerah mana
saja yang aman untuk menghindari bencana. (b) Menyiapkan peta daerah rawan
bencana; peta daerah rawan bencana didasarkan pada berbagai penyebab dan risiko
bencana (geologis dan klimatologis) sebagai salah pertimbangan perencanaan
pembangunan dan penanggulangan untuk pencegahan bencana, di dalam peta perlu
dilampirkan keterangan seperti tingkat risiko, jumlah penduduk, jumlah lahan,
ternak, dan sebagainya serta sangat penting mencantumkan tempat aman dan jalur
aman yang dapat dilalui untuk evakuasi. Adapun kemampuan yang harus dimiliki
kepala keluarga sebagai wujud dari kesiapsiagaan adalah mempunyai pengetahuan,
sikap dan pendikan terhadap bencana seperti keterampilan pertolongan pertama,
menggerakkan anggota keluarga untuk mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi,
menyiapkan kebutuhan makanan yang dapat disimpan dan tahan lama, menyiapkan
kotak P3K dirumah (LIPI, 2006).
Sehubungan dengan latar belakang diatas sehingga dipandang sangat penting
dan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan, Sikap
Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa
Kota Banda Aceh Tahun 2013.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut: bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan
Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam
Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa
Kota Banda Aceh Tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pengetahuan, Sikap
dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam
Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa
Kota Banda Aceh Tahun 2013.
1.4. Hipotesis
Ada Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap
Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa
Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi mahasiswa dan Program Studi
1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi kepala keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap dan pendidikan terkait kesiapsiagaan di rumah tangga dalam
menghadapi resiko bencana tsunami untuk mengantisipasi apabila terjadi tsunami
sehingga korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalkan.
1.5.3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan r eferensi
perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk penelitian- penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tsunami
2.1.1. Pengertian Bencana TSunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan
“tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut
akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011).
Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang
laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut.
Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau
longsoran.
Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya
gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan
bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan, dengan proses ini arah pergerakan
arah gelombang juga berubah dan energi gelombang bias menjadi terfokus atau juga
menyebar. Di perairan dalam tsunami mampu bergerak dengan kecepatan 500 sampai
1000 kilometer per jam sedangkan di perairan dangkal kecepatannya melambat
hingga beberapa puluh kilometer per jam, demikian juga ketinggian tsunami juga
ketinggian satu meter di perairan dalam bias meninggi hingga puluhan meter di garis
pantai (Puspito, 2010).
Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007,
Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau
gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan bila gangguan atau ancaman
tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti
masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara
bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka
tidak akan terjadi bencana. Adapun Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:
(a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (b) Bencana non
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa
nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik
sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
(UU RI No 24 Tahun 2007).
2.1.2. Mekanisme terjadinya Tsunami
Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat)
tahap yaitu kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan.
a) Kondisi Awal.
Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang
terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber
gempa laut (patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini,
kemudian berubah menjadi gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi
muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif
dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng
kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.
b) Pemisahan Gelombang.
Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan
terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami
yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah
berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal.
Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari
kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam akan lebih cepat dari pada tsunami lokal.
c) Amplifikasi.
Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering
terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang
gelombang Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi
rayapan gelombang.
d) Rayapan.
Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati
bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan
tsunami . Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut
rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami,
pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar
setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh peselancar air untuk
meluncur di pantai). Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan
kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti diuraikan pada Amplikasi,
sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi ( Anonim,
2.1.3. Sumber Utama terjadinya Tsunami
Menurut BNPB (2012) Sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa
kurang lebih 172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012.
Sumber pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut disebabkan oleh
aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah
longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran dari darat
yang masuk ke dalam tubuh air. Berdasarkan sumber terjadinya gempabumi tektonik
sangat berpotensi terjadinya tsunami.
Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan.
Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunungapi dan runtuhan batuan relatif kecil
sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar
lempeng bumi dan patahan aktif (Bakornas PB, 2007).
2.1.3.1. Gempa Bumi Tektonik
Gempabumi tektonik merupakan jenis gempa yang paling banyak merusak
bangunan yang terjadi karena ada pelepasan stress energi yang tertimbun di dalam
batu – batuan karena pergerakan dalam bumi (Adhitya, dkk, 2009).
2.1.3.2. Penyebab Gempa Bumi Tektonik
Penyebab gempabumi tektonik dikarenakan adanya proses tektonik akibat
pergerakan kulit/lempeng bumi dan aktivitas sesar dipermukaan bumi serta
pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah, aktivitas
Gambar 2.1
2.1.3.3. Ciri – Ciri Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami
Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami
Gempabumi yang berpotensi tsunami merupakan gempabumi dengan pusat
gempa di dasar laut berkekuatan gempa >7 SR dengan kedalaman kurang dari 60-70
Km dan terjadi deformasi vertical dasar laut dengan magnitudo gempa lebih besar
dari 6 ,0 Skala Richter serta jenis patahan turun (normal faulth) atau patahan naik (thrush faulth).
Tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik dipengaruhi oleh kedalaman
sumber gempa serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Pada umumnya,
tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km di
bawah permukaan laut. Segera setelah dibangkitkan tsunami merambat ke segala
arah. Selama perambatan, tinggi gelombang semakin besar akibat pengaruh
pendangkalan dasar laut. Ketika mencapai pantai, massa air akan merambat naik
menuju ke daratan. Tinggi gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat
limpasan tsunami ke arah darat sangat dipengaruhi oleh topografi dan penggunaan
lahan di wilayah pantai yang bersangkutan.
Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana dapat terlihat dari
belum optimalnya perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang
kurang memperhatikan risiko bencana. Minimnya fasilitas jalur dan tempat evakuasi
warga juga merupakan salah satu contoh kurangnya kemampuan dalam menghadapi
bencana. Peta bahaya dan peta risiko yang telah dibuat belum dimanfaatkan secara
optimal dalam program pembangunan dan pengurangan risiko bencana yang terpadu.
Terdapat kecenderungan bahwa Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) hanya
dianggap sebagai biaya tambahan, bukan bagian dari investasi pembangunan yang
dapat menjamin pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, gempabumi yang berpotensi
besar dalam pembangkitkan tsunami perlu mendapat perhatian khusus (BNPB, 2012).
2.1.4. Tanda Tanda Terjadinya Tsunami
a)
Menurut Adhitya, dkk, 2009 Dari hasil laporan dokumen lama serta prasasti
yang ada di Jepang, serta pangalaman dari hasil survei lapangan memperlihatkan
bahwa beberapa tanda-tanda alami sebelum datangnya tsunami adalah sebagai
berikut:
Gerakan Tanah.
Gerakan tanah ini timbul karena adanya penjalaran gelombang di lapisan
bumi padat akibat adanya gempa. Jika gempa dangkal besar yang terjadi di bawah
permukaan laut, maka sangat berpotensi terjadinya tsunami. Khusus bagi tsunami
oleh indera manusia tanpa menggunakan alat ukur, namun untuk tsunami dengan
sumber far field (sumber jauh dengan pantai) misalnya tsunami Chili 1960, tidak dirasakan oleh indera manusia di Jepang namun setelah 12 Jam tsunami tersebut
menghatam daerah Tohoku ( North-East) Pulau Honshu, Jepang. b) Riakan Air Laut (Tsunami Forerunners ).
c)
Nakamura dan Watanabe (1961) mendefinisikan adalah deretan osilasi atau
riakan muka laut yang mendahului kedatangan tsunami utama. yang dengan mudah
dapat dilihat pada rekaman stasiun pasut dengan tipikal amplitudo dan perioda yang
lebih kecil. Menurut mereka tidak selamanya tsunami forerunners ini muncul. Di pantai Utara dan Selatan Amerika tsunami forerunners tidak hadir karena kemiringan alami dari inisial tsunami terhadap pantai. Sedangkan kehadiran tsunami forerunners
di tempat lain seperti Jepang karena akibat terjadinya resonansi (gelombang ikutan)
tsunami awal di teluk dan di paparan benua sebelum tsunami utama datang.
Penarikan Mundur Atau Surutnya Muka Laut (Initial Withdrawal Bore). Dalam beberapa tulisan baik yang popular maupun ilmiah mengemukakan
tentang hadirnya penarikan mudur muka air laut sebelum tsunami utama mencapai
pantai. Dari hasil rekaman tsunami, Murty (1977) mengemukakan ada ratusan kasus
dimana penarikan mundur muka laut ini terjadi, namun pada beberapa kejadian tidak
hadir. Secara teoritis pielvogel (1976) situasi semacam ini umumnya disebabkan oleh
d) Dinding Muka Air Laut Yang Tinggi Di Laut (Tsunami Bore).
e)
Adalah pergerakan tsunami yang menjalar di perairan dangkal dan terus
menjalar di atas pantai berupa gelombang pecah yang berbentuk dinding dengan
tinggi yang hampir rata, ini disebabkan karena adanya gangguan secara meteorologi
(Nagaoka, 1907). Berikut ini diperlihatkan beberapa contoh rekaman tsunami di
beberapa tempat di Jepang. Dari beberapa saksi mata juga menyebutkan khususnya
untuk Tsunami Biak 1996 dan Tsunami Flores 1992 yang terjadi pada siang hari
(sedangkan Tsunami Banyuwangi 1994 terjadi pada malam hari) disaksikan bahwa
gelombang yang datang menyerupai tembok hitam dan gelap serta berupa tembok
putih yang bergerak ke arah pantai. Perbedaan pengamatan ini bergantung pada jenis
serta morfologi dasar laut di lepas pantai. Untuk daerah dimana landai serta
gelombang tsunami menggerus sedimen di bawahnya maka dinding tesebut kelihatan
hitam atau kelabu, sedangkan untuk daerah berkarang maka dinding tersebut
berwarna putih di penuhi oleh busa air laut.
Timbulnya Suara Aneh.
Banyak dokumen lama di Jepang melaporkan timbulnya suara abnormal
sebelum kedatangan tsunami, hal ini terukir pada Monumen Tsunami di Prefektur
Aomori yang berbunyi : “Earthquake, sea Roar, then Tsunami” (Gempa. Suara menderu, kemudian tsunami). Monumen ini dibangun setelah 1993 Showa Great Sanriku Tsunami, bertujuan untuk melanjutkan perhatian masyarakat generasi yang akan datang terhadap tsunami. Ini menganjurkan agar melakukan evakuasi jika
oleh saksi mata tsunami di Biak, Banyuwangi dan Flores dimana suara tersebut ada
yang menyebutkan suara yang terdengar menyerupai: bunyi pesawat helikopter, suara
drum band, serta suara roket yang mendesing. Jenis-jenis dan tipikal suara tersebut
hubungannya dengan posisi tsunami saat menjalar atau saat menghantam tebing batu
atau pantai yang landai di Jelaskan oleh Shuto (1997).
f) Pengamatan Indera Penciuman Dan Indera Perasa.
Saksi mata mengemukakan bahwa saat sebelum tsunami datang terjadi angin
dengan berhawa agak dingin bercampur dengan bau garam laut yang cukup kuat, hal
ini kemungkinan besar akibat olakan air laut di lepas pantai.
2.1.5. Perbedaan Gelombang Badai Dengan Tsunami
Perbedaan gelombang badai dengan tsunami adalah g
2.1.6. Penyebab Terjadinya Bencana Tsunami
elombang badai
menerjang pantai dalam bentuk arus melingkar dan tidak membanjiri daerah yang
lebih tinggi sedangkan gelombang tsunami menerjang pantai dalam bentuk arus lurus,
bagai tembok air, dengan kecepatan tinggi dan masuk jauh ke daratan. Dengan bentuk
gelombang demikian, maka tsunami sulit dihadang, terutama dengan ketinggiannya
yang mencapai belasan meter dan kecepatan ratusan kilometer per jam
(Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).
Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan
oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh
tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang
jatuh ke dalam lautan atau teluk.
Tsunami mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang besar,
sehingga menimbulkan perbedaan tinggi energi. Perbedaan tinggi energi ini
menimbulkan aliran dengan kecepatan yang tinggi. Aliran ini mempunyai daya rusak
yang sangat besar. Untuk mengurangi kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh
tsunami, maka daerah pesisir pantai perlu mendapatkan perlindungan. Namun
perlindungan secara fisik hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena akan
memerlukan biaya yang sangat besar. Konstruksi pelindung hanya akan berfungsi
secara efektif untuk melindungi teluk yang mempunyai mulut tidak terlalu lebar.
Konstruksi pelindung harus kuat untuk menerima tekanan gelombang tsunami,
disamping cukup tinggi untuk menghindarkan limpasan gelombang. Cara yang lebih
efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi tsunami dan
menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang tsunami.
Berikut ini tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana
tsunami. (1) Membuat sistem peringatan dini. (2) Relokasi daerah permukiman yang
rawan tinggi terhadap ancaman tsunami. (3) Edukasi kepada masyarakat tentang
berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami, misalnya tanda-tanda kedatangan
tsunami dan cara-cara penyelamatan diri, sehingga masyarakat siap dan tanggap
apabila suatu saat tsunami datang secara tiba-tiba. (4) Membuat jalan atau lintasan
untuk menyelamatkan diri dari tsunami. (5) Menanami daerah pantai dengan tanaman
Membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi tsunami. (7) Membuat dike
ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan (Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).
2.1.7. Dampak Bencana Tsunami
Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang
mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada
dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau
perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal
balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang
dipengaruhi (Anonim, KBBI Online, 2010).
Adapun dampak bencana terhadap kesehatan yaitu terjadinya krisis kesehatan,
yang menimbulkan : (1) Korban massal; bencana yang terjadi dapat mengakibatkan
korban meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam jumlah
besar. (2) Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya
rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi
kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah
dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan dampak positif dari bencana tsunami adalah (a) Bencana alam
merenggut banyak korban,s ehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi
yang masih hidup. (b) Menjalin kerjasama dan bahu membahu untuk menolong
korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling
konstruksi bangunan kita serta kelemahannya dan dapat melakukan inovasi baru
untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dgn konstruksi yg
lbh baik sedangkan dampak negatif dari bencana tsunami adalah (a) Merusak apa
saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa
manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah,
dan air bersih. (b) Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk
mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya (c) Pemerintah akan
kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana karna faktor dana yang
besar. (d) Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana
yang kehilangan segalanya.
2.2. Prinsip Pengurangan Risiko Bencana Tsunami
Risiko adalah
sebuah
bida
jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suat
(Anonim
Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
Paradigma pengurangan risiko bencana merubah pola pikir yang responsif
menjadi preventif dengan pendekatan manajemen risiko. Apabila suatu wilayah
mempunyai risiko tinggi maka upaya pengurangan risiko dilakukan dengan
melakukan tindakan-tindakan. Pertama-tama dilakukan tindakan untuk memisahkan
potensi bencana yang mengancam dengan elemen berisiko (element at risk). Tindakan ini dikenal dengan pencegahan (risk avoidance). Apabila antara potensi bencana dengan elemen berisiko tersebut tidak dapat dipisahkan (harus bertemu)
maka upaya yang dilakukan adalah pengurangan risiko (risk reduction), atau dikenal dengan mitigasi. Mitigasi ini dapat dilakukan secara struktural maupun
non-struktural. Bila pengurangan risiko sudah dilakukan dan masih tetap ada risiko,
dilakukan pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) misalnya melalui sistem asuransi bencana. Apabila ketiga tindakan tersebut sudah dilakukan tetapi masih ada
risiko, maka yang terakhir dilakukan adalah menerima risiko (risk acceptance) dan melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan.
Tindakantindakan dalam manajemen risiko di atas dijabarkan dalam program
yaitu: 5) pencegahan dan mitigasi bencana; 6) peringatan dini; dan 7) kesiapsiagaan.
Ketujuh program di atas merupakan program yang dilakukan sebelum terjadi
bencana. Kegiatan sebelum terjadi bencana/pra bencana sering disebut dengan
pengurangan risiko bencana, sehingga dalam pembuatan rencana aksi pengurangan
risiko bencana hanya menggunakan 7 (tujuh) program tersebut. Selain
program-program pengurangan risiko bencana juga terdapat program-program pada saat bencana dan
program pasca bencana disebut 9) program rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan
demikian Renas PB mempunyai 9 (sembilan) program.
Besar atau kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa,
kerusakan, atau biaya–biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, dalam
upaya pengurangan risiko bencana, dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan
mengidentifikasi beberapa hal di bawah ini.
a. Ancaman/bahaya (Hazard)
Apakah beda antara ancaman/bahaya dengan bencana? Ancaman atau bahaya
adalah Fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan
atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan.
Sebaliknya, bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat ulah manusia maupun
alam, tiba – tiba maupun bertahan materi, maupun lingkungan. Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menjadi
bahaya geologi, bahaya hydrometeorology, bahaya biologi bahaya teknologi, dan
penurunan kualitas lingkungan.
b. Kerentanan (Vulnaribility).
Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan
seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hidup atau
merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh
beberapa faktor, seperti kemiskinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya
c. Kapasitas (Capacity).
Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan
lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih
dari akibat bencana dengan cepat.
d. Risiko Bencana (Risk).
Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang
ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami,
sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam
menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep yang
digunakan dalam penilaian resiko bencana.
Resiko =
Kemampuan Bahaya x Kerentanan
Atau dapat ditulis Resiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan.
Menurut Winaryo (2007), dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia
merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan
komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi dan tsunami.
Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok
antara lain pada peta rawan bencana gempa di ndonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana
tsunami dan lain-lain.
Menurut Surono (2004), pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada
bentuk lahan dan kedekatan dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah
semua bentuk lahan yang prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut (marin) dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami.
Walaupun demikian, asumsi ini tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat
pada bentuk lahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman
tsunaminya dapat berbeda jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu
kemudian digunakan kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk
itu kemudian pada bentuk lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan
buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis
pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah. Gempa bumi di
Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan kecepatan tinggi dan
mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya, Maladewa, India, Somalia,
Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat Indonesia. Kira-kira
gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang 4.500 km untuk mencapai
kawasan pantai negara lain.
Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut.
tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan
kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up
1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR
memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti
di Provinsi Pemerintah Aceh, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih
dahsyat.
Pengurangan resiko bencana adalah upaya sistematis untuk mengembangkan
dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya
korban jiwa dan hilang atau rusaknya aset serta harta benda akibat bencana, baik
melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun
upaya mengurangi kerentanan baik fisik, material, social, kelembagaan, dan
prilaku/sikap (IRBI, 2011).
Indeks Rawan Bencana (Disaster Risk Index/DRI) merupakan perhitungan ratarata kematian per negara dalam bencana skala besar dan menengah yang
diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami, siklon tropis dan banjir berdasarkan data
tahun 1980- 2000. Hal ini memungkinkan identifikasi sejumlah variable social
ekonomi dan lingkungan yang berkorelasi dengan risiko kematiaan serta
menunjukkan sebab akibat dalam proses risiko bencana. Setiap Negara memiliki
indeksnya masing-masing untuk setiap jenis bahaya menurut tingkat eksposure fisik, tingkat kerentanan relatif dan tingkat risikonya. Berdasarkan UU RI no.24 Tahun
2007, konsep risiko bencana tidak disebabkan oeh peristiwa-peristiwa yang
manusia dan proses-prosesnya. Dengan demikina risiko kematian dalam bencana ini
hanya tergantung sebagian pada keberadaan fenomena fisik seperti gempabumi,
siklon tropis, dan banjir. Dalam DRI, faktor utamanya adalah risiko kehilangan
nyawa dan tidak termasuk aspek risiko lainnya, seperti mata pencaharian dan
perekonomian. Hal ini disebabkan karena kurangnya data yang tersedia pada skala
global dengan resolusi nasional. Menurut BNPB Provinsi Pemerintah Aceh yang
terletak di Pulau Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi atau
merangkumi 12.26% pulau Sumatra dengan tingkat kepadatan penduduk wilayah
Aceh sekitar 73 jiwa per km per segi1. Wilayah Aceh memiliki 119 buah pulau, 73
sungai besar, 2 buah danau, dan 17 gunung serta sumber hutannya, yang terletak di
sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh
Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya yang terbentuk sejajar dengan jalur patahan
Semangko. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)
juga terdapat di Aceh Tenggara dan memiliki indeks rawan bencana rawan
khususnya kota Banda Aceh dengan skor 111 dengan status kelas tinggi (IRBI, 2011).
Tsunami raksasa Aceh Desember 2004, Nias 2005, Jawa Barat 2006 serta
Bengkulu 2007. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan rata-rata hampir 1 tahun
sekali tsunami menghantam pantai kepulauan Indonesia. Hasil penelitian
Paleotsunami menunjukkan bahwa 600 tahun lalu terjadi tsunami besar yang
melanda Aceh. Daerah-daerah yang berada di luar kawasan prioritas tetapi memiliki
tempat latihan evakuasi dan sekaligus sebagai monumen pengingat bahwa daerah
tersebut merupakan daerah rawan tsunami, sehingga kesiapsiagaan masyarakat akan
terjaga.
Gambar 2.2 Indeks Rawan Bencana Provinsi NAD
2.3. Kesiapsiagaan
2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat
guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari
bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan
pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan
Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi,
mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan
untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh
LIPI-UNESCO/ISDR (2006), bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan
kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude), perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system), dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan
dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan
kedaruratan lebih ingin mengetahui mengenai tindakan apa yang telah dipersiapkan
menghadapi bencana alam. Sistem peringatan adalah usaha apa yang terdapat di
pemerintahan/masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan
cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumber daya lebih
kepada potensi dan peningkatan sumber daya di pemerintahan/masyarakat seperti
keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan lainnya.
Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan
dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai
teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: (1). Pengaktifan
pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. (2). Pelatihan siaga /