• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Oleh

SYAHRIZAL 117032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE AND EDUCATION OF HEAD OF FAMILY ON THE HOUSEHOLD PREPAREDNESS IN

DEALING WITH TSUNAMI RISK AT ULEE LHEUE VILLAGE, MEURAXA SUBDISTRICT, THE CITY OF BANDA ACEH

IN 2013

THESIS

BY

SYAHRIZAL 117032120/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAHRIZAL 117032120/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA

TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH TAHUN 2013

Nama Mahasiswa : Syahrizal Nomor Induk Mahasiswa : 117032120

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M)

Ketua Anggota

(Suherman, S.K.M, M.Si)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 22 April 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Si

2. dr. Heldy BZ, M.P.H

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN SIKAP DAN PENDIDIKAN KEPALA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN

RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TSUNAMI DI DESA ULEE LHEUE

KECAMATAN MEURAXA KOTA BANDA ACEH

TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam makalah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2014

(7)

ABSTRAK

Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.

Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.

Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.

(8)

ABSTRACT

The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.

Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.

The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul

“Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013” Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan

pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen

Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Peneliti mendapatkan banyak dukungan, masukan dan saran dari berbagai

pihak Selama proses penulisan tesis ini. Untuk itu penghargaan setinggi-tingginya

serta terimakasih yang sebesar-besarnya peneliti ucapkan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

(10)

4. Dr. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Suherman, S.K.M, M.Si, selaku dosen

pembimbing yang telah menyediakan waktu, arahan, dan masukan dalam

penyelesaian tesis ini.

5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku penguji tesis

yang juga telah banyak memberikan arahan dan masukan demi kesempurnaan

tesis ini.

6. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat minat

studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

7. Muhammad Yasin selaku Kepala Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota

Banda Aceh beserta staf dan seluruh Penduduk desa Ulee Lheue yang telah

bekerja sama memberikan informasi dan data dalam rangka penyusunan tesis ini.

8. Kedua orang tua saya Ayahanda Muhammad Yasin (Alm) dan Ibunda Maskanah,

serta Kakanda Sitirahah, Nilawati, Sri Wahyuni, Nurhaida beserta keluarga atas

segala dukungan moral serta materil serta do’a yang tidak henti-hentinya sehingga

tesis ini dapat diselesaikan.

9. Teristimewa buat Istri tercinta Febi Vinanda N, Amd. Ek dan ketiga anak-anakku

tercinta yaitu; Muhammad Asykaril Maula (alm), Asyakira Humaira, Muhammad

Rajasyah atas doa dan dukungannya sehingga dapat menyelesaikan pendidikan

(11)

10.Rekan-rekan mahasiswa angkatan 2011, khususnya Minat Studi Manajemen

Kesehatan Bencana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam proses penyelesaian tesis ini.

Peneliti menyadari atas segala keterbatasan tesis ini, untuk itu saran dan kritik

yang membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan

harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

penelitian lanjutan.

Medan, April 2014 Penulis

Syahrizal 117032120/IKM

(12)

RIWAYAT HIDUP

Syahrizal, lahir pada tanggal 30 September 1978 di Seulimuem Kecamatan

Seulimeum Kabupaten Aceh Besar, anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan

Muhammad Yasin (Alm) dan Maskanah. Syahrizal beragama Islam dan bertempat

tinggal di Jalan Manggis I No.146 Dusun Gue Gajah Desa Meusara Agung

Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar di SD Negri 1 Seulimeum,

Aceh Besar selesai tahun 1990, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Seulimeum Aceh Besar selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Atas di

SMA Negeri 1 Seulimeum, Aceh Besar selesai tahun 1996, D III Kesehatan

Lingkungan Universitas Jabal Ghafur, Sigli selasai tahun 1999, Sarjana Kesehatan

Masyarakat Universitas Muhammadiyah Aceh, Banda Aceh selesai tahun 2007, tahun

2011 melanjutkan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan masyarakat

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara hingga saat ini.

Pengalaman kerja penulis, awal tahun 2000 tepatnya bulan Maret 2000

penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada kanwil Depkes Provinsi

Aceh ditempatkan pada Jurusan Kesehatan lingkungan sebagai staf, kemudian pada

tahun 2002 mulai dibentuk Poltekkes Kemenkes Aceh penulis dipindahkan ke

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

2.2. Prinsip Pengurangan Resiko Bencana Tsunami ... 23

2.3. Kesiapsiagaan ... 30

2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaaan ... 30

2.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 32

2.4.1. Tindakan yang Dilakukan sebelum terjadi Tsunami .... 35

(14)

2.5.1. Pengetahuan ... 37

4.3.1. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 69

(15)

5.3. Pengaruh Sikap tehadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 81

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

3.1. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Desa Ulee Lheue ... 50

3.2. Aspek Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan ... 53

3.3. Aspek Pengukuran Kesiapsiagaan Rumah Tangga ... 53

4.1. Distribusi Karakteristik Responden Menurut Usia, Pekerjaan dan Pendidikan di Gampong Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota

Banda Aceh ... 57

4.2. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013 ... 58

4.3. Distribusi Frekuensi awaban Responden pada Variabel Pengetahuan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 69

4.4. Distribusi Pengetahuan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan

Meuraxa Kota Banda Aceh ... 63

4.5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Sikap Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 63

4.6. Distribusi Sikap Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 65

4.7. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden pada Variabel Kesiapsiagaan Kepala Keluarga di Desa Ulee Lheue ... 66

4.8. Distribusi Kesiapsiagaan Responden di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 68

4.9. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga

dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 69

(17)

4.11. Hubungan Sikap dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 71

4.12. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda untuk Indentifikasi Variabel yang Akan Masuk dalam Model Faktor Kesiapsiagaan Rumah Tangga

dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami ... 73

4.13. Hasil Akhir Analisis Regresi Logistik Permodelan Faktor Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Resiko

Bencana Tsunami. ... 73

(18)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami ... 16

2.2. Indeks Rawan Bencana Provinsi Pemerintah Aceh ... 30

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 91

2. Surat Izin Penelitian ... 97

3. Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian ... 98

4. Data Mutasi Penduduk Desa Ulee Lheue ... 99

5. WEB GIS Kota Banda Aceh ... 100

6. Peta Ketinggian Permukaan Air Laut ... 101

7. Peta Jalan dan Pariwisata Desa Uee Lheue ... 102

8. Peta Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh ... 103

9. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 104

10. Hasil Uji Univariat, Bivariat, dan Multivariat ... 113

11. Foto Penelitian di Desa Ulee Lheue ... 124

12. Foto Jalur Evakuasi Tsunami di Desa ulee Lheue ... 125

(20)

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

UNESCO : United Nations Educational Scientific and Cultural Organization

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

ISDR :

BPKB : Buku Pemilik Kenderaan Bermotor

International Strategy for Disaster Reduction

HP : Handphone

PAM : Perusahaan Air Minum

PLN : Perusahaan Listrik Negara

PMI : Palang Merah Indonesia

LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat

BNPB : Badan Nasional Penanggualangan Bencana

BMKG : Badan Meteorologi Dan Geofisika

KK : Kepala Keluarga

IRBI : Indeks Rawan Bencana Indonesia

Renas PB : Renacana Nasional Penangulangan Benacana

TNGL :

BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Taman Nasional Gunung Leuser

TES TSUNAMI : Tempat Evakuasi Sementara Tsunami

BPS : Badan Pusat Statistik

UNISDR :

United Nations International Strategy for Disaster

BAKORNAS PB : Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana

Reduction

USGS :

PRB : Pengurangan Resiko Bencana

United States Geological Survey

(21)

ABSTRAK

Tsunami raksasa paling mematikan yang terjadi di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang menewaskan sekitar 165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkan mencapai lebih dari Rp 48 triliun. Desa Ulee Lheue merupakan salah satu desa yang hancur akibat gelombang tsunami yang terletak di kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh yang menyebabkan ribuan penduduk kehilangan tempat tinggal, korban jiwa dan kerugian harta benda. Desa Ulee Lheue berjumlah penduduk 278 KK yang terdiri dari 4 dusun yaitu: 1) dusun tenggiri 128 KK, 2) dusun bawal 69 KK, 3) tongkol 37 KK, 4) dusun kakap 44 KK, secara geografis terletak sebelah utara berbatasan langsung dengan selat malaka.

Jenis penelitian menggunakan explanatory research. Populasi dalam penelitian seluruh kepala keluarga di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa sebanyak 278 KK. Sampel penelitian sebanyak 66 KK yang diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden, dianalisis dengan regresi logistik pada CI : 95%. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami di desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

Hasil penelitian setelah dilakukan uji statistik terhadap variabel pengetahuan, sikap dan pendidikan kepala keluarga terdapat hubungan yang signifikan artinya ada pengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi resiko bencana tsunami, sedangkan sebagai variable predictor atau variabel yang paling dominan merupakan variabel pengetahuan yang sangat berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.

Adapun saran kepada Kepada Pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat memberikan dukungan terlaksananya pendidikan tentang kebencanaan sehingga pada seluruh tingkatan pendidikan memiliki pemahaman yang sama akan perlunya kesiapsiagaan bencana, dan kepada dinas terkait yaitu BPBD Kota Banda Aceh perlu melakukan pembinaan, memberikan fasilitas dan dana dalam pelaksanaan seluruh kegiatan kebencanaan pada masyarakat, serta kepada Kepala Keluarga gampong Ulee Lheu perlu diberikan pelatihan, simulasi bencana tsunami, mencari informasi tentang bencana untuk menambah wawasan terhadap dirinya ataupun keluarganya dan bersifat positif (menerima, merespon dan bertanggung jawab) untuk meningkatkan kesiapsiagaan sebagai upaya mengurangi resiko bencana tsunami.

(22)

ABSTRACT

The most deadly gigantic tsunami occured in Aceh on December 26, 2004 killed about 165.708 people and caused a damage up to more than Rp. 48 trilions. Ulee Lheue is one of the villages in Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh which was damaged by the tsunami which left thousands homeless, casualties and property losses. Ulee Lheue village which is geographycally located in the north and the adjacent Strait of Malacca has 278 households and comprises 4 (four) dusun (hamlets) such as 1) Dusun Tenggiri with 128 households, 2) Dusun Bawal with 69 households, 3) Dusun Tongkol with 37 houiseholds, and 4) Dusun Kakap with 44 households.

The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude and education of head of family on the household preparedness in dealing with tsunami risk at Ulee Lheue Village, Meuraxa Subdistrict, the City of Banda Aceh.The population of this explanatory study was all of the heads of 278 households living in Ulee Lheue Village, Mauraxa Subdistrict, the city of Banda Aceh and 66 of them were selected to be the samples for this study through proportional sampling technique. The data for this study were obtained through observing the residence of respondents and questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at CI 0f 95%.

Statistically, the result of this study showed that the variables of knowledge, attitude and education of heads of households had a significant relationship with and influence on the household preparedness in dealing with tsunami risk. Knowledge was the most dominant variable influencing the household preparedness.

The City Government of Banda Aceh is suggested to provide support to implement the education about disaster that all people with different education level have the same understanding about the importance of disaster preparedness. The management of BPBD (Regional Disaster Mitigation Board) and the technically related agencies such Health Service, Social Service, Education Service, SAR, Indonesian Red Cross, Indonesian Army/Police, and Public Work Service of the City of Banda Aceh should facilitate and work in accordance with their respective tasks in disaster mitigation. The community members of Meuraxa Subdistrict and the Heads of Families in Ulee Lheue Villages should actively participate in any training and simulation on tsunami disaster provided to improve their and their families’insights, and they should positively respond, accept and be responsible for the training and simulationprovided as a form of household preparedness in an effort to reduce the risk of tsunami disaster.

(23)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki kondisi geografis,

geologis, hidrologis, dan demografis yang memungkinkan terjadinya bencana, baik

yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor manusia yang

menyebabkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta

benda, dan dampak psikologis yang dalam keadaan tertentu dapat menghambat

pembangunan nasional (UU RI No 24 Tahun 2007).

Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah

penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

maupun akibat dari ulah manusia. Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya

jumlah kejadian bencana setiap tahunnya. Bencana seperti tsunami, gempa bumi,

tanah longsor, banjir, angin topan, letusan gunungapi, kebakaran, kebakaran hutan

dan lahan, kecelakaan transportasi, dan kecelakaan industri sering kali menjadi

ancaman yang serius bagi peduduk Indonesia. Ancaman bencana dapat menyebabkan

korban jiwa dan kerusakan harta benda (BNPB No 8 Tahun 2011).

Indonesia terletak pada zona batas empat lempeng bumi yang sangat aktif

sehingga memiliki aktivitas tektonik dan vulkanik yang sangat tinggi, oleh karena itu

Indonesia mempunyai banyak zona-zona patahan aktif dan sebaran gunung api.

(24)

letusan gunung apinya berpotensi membangkitkan tsunami. Selain dua sumber utama

tsunami ini, peristiwa longsoran bawah laut yang sering dipicu oleh kejadian gempa

dan letusan gunung api juga dapat menimbulkan tsunami (Puspito, 2010).

Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction

(UNISDR, 2009), suatu badan PBB untuk Strategi Internasional Pengurangan Risiko

Bencana. Berbagai bencana alam mulai gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi,

banjir, tanah longsor, kekeringan, da

Peringkat pertama pada dua bencana alam yakni tsunami dan tanah longsor, peringkat

ketiga pada gempa bumi, dan peringkat keenam pada banjir. Hanya di dua bencana

alam yakni kekeringan dan angin topan Indonesia absen. Bencana alam Tsunami

adapun dari 265 negara Indonesia peringkat pertama dengan 5.402.239 orang terkena

dampaknya mengalahkan Jepang 4.497.645 korban, Bangladesh 1.598.546 korban,

dan India 1.114.388 korban (Anonim, Alamendah.org, 2013).

Bencana yang paling mematikan pada awal abad XXI juga bermula dari

Indonesia. Pada tanggal 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar terjadi di dalam

laut sebelah barat pulau Sumatra di dekat pulau Simeuleu berada di Aceh. Gempa

bumi ini memicu tsunami yang menewaskan lebih dari 225.000 jiwa di sebelas

negara dan menimbulkan kehancuran hebat di banyak kawasan pesisir di

negara-negara yang terkena. Sepanjang abad XX hanya sedikit bencana yang menimbulkan

korban jiwa. Di Indonesia sendiri gempa bumi dan tsunami mengakibatkan sekitar

165.708 korban jiwa dan nilai kerusakan yang ditimbulkannya mencapai lebih dari

(25)

Panjang pesisir pantai wilayah Provinsi Pemerintah Aceh sepanjang 1.660 km

dengan luas perairan laut 295.370 km² terdiri atas luas wilayah perairan (teritorial dan

kepulauan) seluas 56.563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 238.807

km². Dari 1.660 km panjang garis pantai, 800 km di antaranya rusak diterjang

gelombang tsunami tahun 2004 (BKPM Provinsi Pemerintah Aceh, 2009).

Kota Banda Aceh sebagai Ibukota dari Provinsi Pemerintah Aceh memiliki

kondisi geografis, hidrologi dan domografis yang rawan terhadap bencana

(Qanun No.3 Tahun 2011).

Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 wilayah yakni wilayah yang mengalami

kerusakan terparah, wilayah dengan tingkat kerusakan sedang dan wilayah yang

tidak terkena wilayah tsunami. Wilayah yang mengalami kerusakan terparah adalah

yang berada di wilayah pesisir meliputi kecamatan Meuraxa, kecamatan Jaya Baru

dan Kuta Raja. Untuk mengendalikan daerah rawan bencana pemerintah kota Banda

Aceh membuat kebijakan yaitu dengan menurunkan tingkat pelayanan di wilayah

tersebut hingga 3 km dari garis pantai. Sebelum tsunami kawasan ini merupakan sub

pusat pelayanan pemerintahan kota Banda Aceh yang berpusat di daerah Ulee Lheue

yang merupakan kawasan pelabuhan, wisata dan pemukiman, pasca tsunami kawasan

ini diturunkan kawasan ini menjadi kawasan biasa tidak direkomendasikan lagi untuk

kegiatan palayanan. Meskipun kawasan pusat barat yakni di Desa Ulee Lheue dan

sekitarnya merupakan kawasan rawan bencana namun masyarakat disana masih tetap

bermukim di daerah ini sehingga pemerintah menyediakan jalur – jalur evakuasi dan

(26)

Kota Banda Aceh salah satu wilayah terparah akibat bencana gempa dan

tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang menelan korban lebih dari 75 %

korban jiwa dan juga meratakan hampir seluruh bangunan yang ada di wilayah ini

serta sangat berpengaruh juga terhadap kehidupan ekonomi dan sosil masyarakat kota

Banda Aceh. Pasca bencana tsunami berbagai pihak baik itu lembaga – lembaga

internasional, lokal, maupun pemerintah bersama sama berupaya membangun

kembali daerah daerah yang terkena dampak termasuk kota Banda Aceh.

Kecamatan Meuraxa adalah salah satu kecamatan di K

kecamatan Meuraxa terletak pada 532’30” - 5o34’40 LU dan 95o16’15” - 95o18’20”

BT memiliki luas 725,8 Ha, terbagi ke dalam 15 (lima belas) desa atau gampong dan

1 (satu) kelurahan, selain itu kecamatan Meuraxa memiliki 2 kemukiman, yaitu

kemukiman Tgk. Chik Lamjabat dan kemukiman Meuraxa. Jumlah Penduduk

Meuraxa, 11.232 Jiwa, diantaranya 6,168 laki-laki dan 5.064 perempuan ( BPS

Provinsi Pemerintah Aceh, 2013).

Ulee Lheue atau sering juga di sebut ulee lhee adalah sebuah desa atau

gampong di kecamata

Lheue, merupakan salah satu desa terparah terkena dampak tsunami yang terjadi pada

tanggal 26 Desember2004 dan juga pusat keramaian dan perhatian setiap orang yang

berkunjung ke Banda Aceh. Di daerah ini juga terdapat sebuah pelabuhan yang

dijadikan pusat transportasi laut menuj

(27)

jalan-jalan sambil menikmati panorama pantai yang indah di sore hari dan juga

karena ingin bepergian dengan angkutan laut, bahkan ada pula yang melepas lelah

seharian bekerja dengan memancing. Berdasarkan letak geografis dan demografisnya

paling ujung barat sumatera sangat berpotensi dan beresiko terjadinya bencana

tsunami.

Menurut wawancara dengan sekretaris desa Bakhtiar (45) sebelum terjadi

tsunami tanggal 26 Desember 2004 yang lalu jumlah penduduk desa ulee lheu lebih

kurang 5000 jiwa tetapi setelah pasca tsunami jumlah penduduk berdasarkan data dari

kantor kepala desa Ulee Lheue menjadi 756 jiwa atau 15,12 %. Hal ini dikarenakan

masyarakat khususnya kepala keluarga belum mengetahui tentang pengetahuan, sikap

dan pendidikan terkait kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana tsunami.

Pakar penanggulangan bencana alam dari Jepang Dr Yozo Goto, Yamamoto

Hiroyuki Phd serta Nishi Yoshimi PhD (2009), guru besar Universitas Nagoya

Jepang yang melakukan penelitian bencana di Aceh menyimpulkan, bahwa Aceh

termasuk daerah rawan bencana. Potensi bencana itu terlihat di sepanjang garis Bukit

Barisan, namun demikian, masyarakat Aceh tidak perlu khawatir berlebihan terhadap

potensi bencana tersebut. Hanya saja diharapkan warga Aceh dapat belajar dari setiap

bencana alam yang sudah pernah terjadi, termasuk tsunami yang menghancurkan

kawasan pesisir Aceh, tanggal 26 Desember 2004 lalu, yang paling penting kita harus

selalu membangun kesadaran dan kesiapan bila sewaktu-waktu terjadi bencana.

Menurut Carter (1991), adapun tanggung jawab masyarakat untuk melakukan

(28)

yaitu tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintahan, organisasi, masyarakat,

komunitas, dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara

cepat dan tepat guna Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan

rencana penanggulangan bencana, pemeliharan dan pelatihan personil.

Ada beberapa interaksi faktor u t ama yang dapat menimbulkan

bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan kerugian besar adalah (a)

kurangnya pemahaman terhadap k arakteristik bahaya (hazards), (b) sikap atau

perilaku yang mengakibatkan penurunan sumberdaya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/ peringatan dini (early warning) yang menyebabkan

ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan/ ketidakmampuan dalam menghadapi

ancaman bahaya (Bakornas PB, 2006).

Menurut LIPI (2006) terdapat tujuh stakeholders yang berkaitan erat

dengan kesiapsiagaan masyarakat, yaitu: individu dan rumah tangga, instansi

pemerintah yang berkaitan dengan pengelolaan bencana, komunitas sekolah,

lembaga swadaya masyarakat (LSM), kelembagaan masyarakat, kelompok profesi

dan pihak swasta. Dari ke tujuh stakeholders tersebut, tiga stakeholders, yaitu: rumah

tangga, pemerintah dan komunitas sekolah, disepakati sebagai stakeholders utama,

dan empat stakeholders lainnya sebagai stakeholders pendukung dalam

kesiapsiagaan bencana.

Gempabumi Aceh yang terjadi tanggal 11 April 2012 menjadi pengingat akan

gempabumi dan tsunami dahsyat yang terjadi tahun 2004. Dalam kejadian tersebut, di

(29)

evakuasi, karena tidak tersedia tempat evakuasi yang jelas sehingga pergerakan

masyarakat menjadi tidak terkendali dan menimbulkan kemacetan parah. Sistem

peringatan dini hanya berfungsi secara terbatas di lingkup pemerintahan. Peringatan

dini belum sampai kepada masyarakat dengan cepat dan tepat, dan masyarakat juga

tampak belum memiliki kapasitas untuk merespons dengan benar saat menerima

perintah evakuasi. Tindakan masyarakat dalam melakukan evakuasi, perilaku

masyarakat dalam melakukan evakuasi sangat dipengaruhi oleh pengalaman,

pengetahuan, pendidikan dan pelatihan yang dimiliki.

Kejadian gempabumi 11 April 2012 menunjukkan bahwa sebagian besar

masyarakat yang melakukan evakuasi, tindakannya lebih didasari pada apa yang

pernah dialaminya, pengetahuan yang masih terbatas, dan pendidikan serta pelatihan

yang juga terbatas. Belajar dari pengalaman 11 April 2012 tersebut, diperlukan

sarana rasarana evakuasi yang memadai guna mengakomodir banyaknya masyarakat

yang mencari tempat perlindungan baik berupa TES tsunami, jalur evakuasi, maupun

rambu-rambu evakuasi, agar proses evakuasi masyarakat tersebut dapat berjalan

dengan baik, masyarakat perlu mendapatkan informasi peringatan dini ecara cepat

dan tepat. Untuk itu, diperlukan rantai peringatan dini tsunami yang handal dengan

penerapan prinsip redundancy yang dapat menjangkau para pengambil keputusan dan seluruh masyarakat terancam (BNPB, 2012).

Menurut pemberitaan harian serambi indonesia, miskinnya skenario akibat

dari kesimpangsiuran masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat tidak mendalami

(30)

sehingga pada akhirnya malah menimbulkan kepanikan, kekacauan, dan kemacetan

(Anonim, Tribunnews.Com, 2012).

K esiapsiagaan yang perlu dilakukan oleh masyarakat dan di rumah tangga,

adalah (a) Memahami bahaya yang timbul oleh bencana, masyarakat yang tinggal

di daerah rawan bencana perlu memahami bahaya yang mungkin dialami ketika

bencana datang, kapan bencana tersebut datang di daerah tersebut, daerah mana

saja yang aman untuk menghindari bencana. (b) Menyiapkan peta daerah rawan

bencana; peta daerah rawan bencana didasarkan pada berbagai penyebab dan risiko

bencana (geologis dan klimatologis) sebagai salah pertimbangan perencanaan

pembangunan dan penanggulangan untuk pencegahan bencana, di dalam peta perlu

dilampirkan keterangan seperti tingkat risiko, jumlah penduduk, jumlah lahan,

ternak, dan sebagainya serta sangat penting mencantumkan tempat aman dan jalur

aman yang dapat dilalui untuk evakuasi. Adapun kemampuan yang harus dimiliki

kepala keluarga sebagai wujud dari kesiapsiagaan adalah mempunyai pengetahuan,

sikap dan pendikan terhadap bencana seperti keterampilan pertolongan pertama,

menggerakkan anggota keluarga untuk mengikuti latihan dan keterampilan evakuasi,

menyiapkan kebutuhan makanan yang dapat disimpan dan tahan lama, menyiapkan

kotak P3K dirumah (LIPI, 2006).

Sehubungan dengan latar belakang diatas sehingga dipandang sangat penting

dan penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Pengetahuan, Sikap

(31)

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa

Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut: bagaimanakah Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan

Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa

Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Pengetahuan, Sikap

dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam

Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa

Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

Ada Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Pendidikan Kepala Keluarga Terhadap

Kesiapsiagaan Rumah Tangga Dalam Menghadapi Resiko Bencana Tsunami Di Desa

Ulee Lheue Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Sebagai bahan masukan dan kajian bagi mahasiswa dan Program Studi

(32)

1.5.2. Sebagai bahan masukan bagi kepala keluarga untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan pendidikan terkait kesiapsiagaan di rumah tangga dalam

menghadapi resiko bencana tsunami untuk mengantisipasi apabila terjadi tsunami

sehingga korban jiwa dan kerugian harta benda dapat diminimalkan.

1.5.3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan r eferensi

perpustakaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk penelitian- penelitian

(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tsunami

2.1.1. Pengertian Bencana TSunami

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan

tsu” berarti lautan, “nami” berarti gelombang ombak. Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut

akibat gempa bumi (BNPB No.8 Tahun 2011).

Menurut Bakornas PB (2007), Tsunami dapat diartikan sebagai gelombang

laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut.

Gangguan impulsive tersebut bisa berupa gempabumi tektonik, erupsi vulkanik atau

longsoran.

Kecepatan tsunami bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya

gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan

bertambah atau berkurangnya kedalaman perairan, dengan proses ini arah pergerakan

arah gelombang juga berubah dan energi gelombang bias menjadi terfokus atau juga

menyebar. Di perairan dalam tsunami mampu bergerak dengan kecepatan 500 sampai

1000 kilometer per jam sedangkan di perairan dangkal kecepatannya melambat

hingga beberapa puluh kilometer per jam, demikian juga ketinggian tsunami juga

(34)

ketinggian satu meter di perairan dalam bias meninggi hingga puluhan meter di garis

pantai (Puspito, 2010).

Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007,

Bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang

disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia

sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana dapat terjadi karena ada dua kondisi yaitu adanya peristiwa atau

gangguan yang mengancam dan merusak (hazard) dan kerentanan (vulnerability) masyarakat. Hubungan keduanya dapat digambarkan bila gangguan atau ancaman

tersebut muncul kepermukaan tetapi masyarakat tidak rentan, maka berarti

masyarakat dapat mengatasi sendiri peristiwa yang mengganggu tersebut, sementara

bila kondisi masyarakat rentan tetapi tidak terjadi peristiwa yang mengancam maka

tidak akan terjadi bencana. Adapun Bencana dibagi ke dalam tiga kategori yaitu:

(a) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian

peristiwa yang disebabkan oleh alam, antara lain berupa gempa bumi, tsunami,

gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. (b) Bencana non

alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa

nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan

(35)

atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik

sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

(UU RI No 24 Tahun 2007).

2.1.2. Mekanisme terjadinya Tsunami

Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 (empat)

tahap yaitu kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan.

a) Kondisi Awal.

Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang

terjadi sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan dasar ke permukaan tanah. Pada daerah yang berdekatan dengan sumber-sumber

gempa laut (patahan), dasar lautan sebagian akan terangkat (uplifted) secara permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini,

kemudian berubah menjadi gelombang tsunami atau energi kinetik di atas elevasi

muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus yang diperlihatkan adalah keruntuhan dasar lereng kontinental dengan lautan yang relatif

dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada keruntuhan lempeng

kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.

b) Pemisahan Gelombang.

Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami akan

terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera yang disebut sebagai tsunami

(36)

yang disebut sebagai tsunami lokal (local tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang tsunami, yang merambat dengan arah

berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah tinggi gelombang tsunami awal.

Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar dari

kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera dalam akan lebih cepat dari pada tsunami lokal.

c) Amplifikasi.

Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering

terjadi hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang

gelombang Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih tegak, akan terjadi

rayapan gelombang.

d) Rayapan.

Pada saat gelombang tsunami merambat dari perairan dalam, akan melewati

bagian lereng kontinental sampai mendekati bagian pantai dan terjadi rayapan

tsunami . Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai terhadap muka air laut

rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan berbagai kejadian tsunami,

pada umumnya tsunami tidak menyebabkan gelombang tinggi yang berputar

setempat (gelombang akibat angin yang dimanfaatkan oleh peselancar air untuk

meluncur di pantai). Namun, tsunami datang berupa gelombang kuat dengan

kecepatan tinggi di daratan yang berlainan seperti diuraikan pada Amplikasi,

sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah rayapan tertinggi ( Anonim,

(37)

2.1.3. Sumber Utama terjadinya Tsunami

Menurut BNPB (2012) Sejarah tsunami di Indonesia menunjukkan bahwa

kurang lebih 172 tsunami yang terjadi dalam kurun waktu antara tahun 1600 – 2012.

Sumber pembangkitnya diketahui bahwa 90% dari tsunami tersebut disebabkan oleh

aktivitas gempabumi tektonik, 9% akibat aktivitas vulkanik dan 1% oleh tanah

longsor yang terjadi dalam tubuh air (danau atau laut) maupun longsoran dari darat

yang masuk ke dalam tubuh air. Berdasarkan sumber terjadinya gempabumi tektonik

sangat berpotensi terjadinya tsunami.

Gempabumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan

antar lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan.

Kekuatan gempabumi akibat aktivitas gunungapi dan runtuhan batuan relatif kecil

sehingga kita akan memusatkan pembahasan pada gempabumi akibat tumbukan antar

lempeng bumi dan patahan aktif (Bakornas PB, 2007).

2.1.3.1. Gempa Bumi Tektonik

Gempabumi tektonik merupakan jenis gempa yang paling banyak merusak

bangunan yang terjadi karena ada pelepasan stress energi yang tertimbun di dalam

batu – batuan karena pergerakan dalam bumi (Adhitya, dkk, 2009).

2.1.3.2. Penyebab Gempa Bumi Tektonik

Penyebab gempabumi tektonik dikarenakan adanya proses tektonik akibat

pergerakan kulit/lempeng bumi dan aktivitas sesar dipermukaan bumi serta

pergerakan geomorfologi secara lokal, contohnya terjadinya runtuhan tanah, aktivitas

(38)

Gambar 2.1

2.1.3.3. Ciri – Ciri Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami

Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami

Gempabumi yang berpotensi tsunami merupakan gempabumi dengan pusat

gempa di dasar laut berkekuatan gempa >7 SR dengan kedalaman kurang dari 60-70

Km dan terjadi deformasi vertical dasar laut dengan magnitudo gempa lebih besar

dari 6 ,0 Skala Richter serta jenis patahan turun (normal faulth) atau patahan naik (thrush faulth).

Tsunami yang disebabkan oleh gempa tektonik dipengaruhi oleh kedalaman

sumber gempa serta panjang, kedalaman, dan arah patahan tektonik. Pada umumnya,

tsunami baru mungkin terjadi apabila kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km di

bawah permukaan laut. Segera setelah dibangkitkan tsunami merambat ke segala

arah. Selama perambatan, tinggi gelombang semakin besar akibat pengaruh

pendangkalan dasar laut. Ketika mencapai pantai, massa air akan merambat naik

menuju ke daratan. Tinggi gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat

(39)

limpasan tsunami ke arah darat sangat dipengaruhi oleh topografi dan penggunaan

lahan di wilayah pantai yang bersangkutan.

Kurangnya kemampuan dalam mengantisipasi bencana dapat terlihat dari

belum optimalnya perencanaan tata ruang dan perencanaan pembangunan yang

kurang memperhatikan risiko bencana. Minimnya fasilitas jalur dan tempat evakuasi

warga juga merupakan salah satu contoh kurangnya kemampuan dalam menghadapi

bencana. Peta bahaya dan peta risiko yang telah dibuat belum dimanfaatkan secara

optimal dalam program pembangunan dan pengurangan risiko bencana yang terpadu.

Terdapat kecenderungan bahwa Program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) hanya

dianggap sebagai biaya tambahan, bukan bagian dari investasi pembangunan yang

dapat menjamin pembangunan berkelanjutan. Untuk itu, gempabumi yang berpotensi

besar dalam pembangkitkan tsunami perlu mendapat perhatian khusus (BNPB, 2012).

2.1.4. Tanda Tanda Terjadinya Tsunami

a)

Menurut Adhitya, dkk, 2009 Dari hasil laporan dokumen lama serta prasasti

yang ada di Jepang, serta pangalaman dari hasil survei lapangan memperlihatkan

bahwa beberapa tanda-tanda alami sebelum datangnya tsunami adalah sebagai

berikut:

Gerakan Tanah.

Gerakan tanah ini timbul karena adanya penjalaran gelombang di lapisan

bumi padat akibat adanya gempa. Jika gempa dangkal besar yang terjadi di bawah

permukaan laut, maka sangat berpotensi terjadinya tsunami. Khusus bagi tsunami

(40)

oleh indera manusia tanpa menggunakan alat ukur, namun untuk tsunami dengan

sumber far field (sumber jauh dengan pantai) misalnya tsunami Chili 1960, tidak dirasakan oleh indera manusia di Jepang namun setelah 12 Jam tsunami tersebut

menghatam daerah Tohoku ( North-East) Pulau Honshu, Jepang. b) Riakan Air Laut (Tsunami Forerunners ).

c)

Nakamura dan Watanabe (1961) mendefinisikan adalah deretan osilasi atau

riakan muka laut yang mendahului kedatangan tsunami utama. yang dengan mudah

dapat dilihat pada rekaman stasiun pasut dengan tipikal amplitudo dan perioda yang

lebih kecil. Menurut mereka tidak selamanya tsunami forerunners ini muncul. Di pantai Utara dan Selatan Amerika tsunami forerunners tidak hadir karena kemiringan alami dari inisial tsunami terhadap pantai. Sedangkan kehadiran tsunami forerunners

di tempat lain seperti Jepang karena akibat terjadinya resonansi (gelombang ikutan)

tsunami awal di teluk dan di paparan benua sebelum tsunami utama datang.

Penarikan Mundur Atau Surutnya Muka Laut (Initial Withdrawal Bore). Dalam beberapa tulisan baik yang popular maupun ilmiah mengemukakan

tentang hadirnya penarikan mudur muka air laut sebelum tsunami utama mencapai

pantai. Dari hasil rekaman tsunami, Murty (1977) mengemukakan ada ratusan kasus

dimana penarikan mundur muka laut ini terjadi, namun pada beberapa kejadian tidak

hadir. Secara teoritis pielvogel (1976) situasi semacam ini umumnya disebabkan oleh

(41)

d) Dinding Muka Air Laut Yang Tinggi Di Laut (Tsunami Bore).

e)

Adalah pergerakan tsunami yang menjalar di perairan dangkal dan terus

menjalar di atas pantai berupa gelombang pecah yang berbentuk dinding dengan

tinggi yang hampir rata, ini disebabkan karena adanya gangguan secara meteorologi

(Nagaoka, 1907). Berikut ini diperlihatkan beberapa contoh rekaman tsunami di

beberapa tempat di Jepang. Dari beberapa saksi mata juga menyebutkan khususnya

untuk Tsunami Biak 1996 dan Tsunami Flores 1992 yang terjadi pada siang hari

(sedangkan Tsunami Banyuwangi 1994 terjadi pada malam hari) disaksikan bahwa

gelombang yang datang menyerupai tembok hitam dan gelap serta berupa tembok

putih yang bergerak ke arah pantai. Perbedaan pengamatan ini bergantung pada jenis

serta morfologi dasar laut di lepas pantai. Untuk daerah dimana landai serta

gelombang tsunami menggerus sedimen di bawahnya maka dinding tesebut kelihatan

hitam atau kelabu, sedangkan untuk daerah berkarang maka dinding tersebut

berwarna putih di penuhi oleh busa air laut.

Timbulnya Suara Aneh.

Banyak dokumen lama di Jepang melaporkan timbulnya suara abnormal

sebelum kedatangan tsunami, hal ini terukir pada Monumen Tsunami di Prefektur

Aomori yang berbunyi : “Earthquake, sea Roar, then Tsunami” (Gempa. Suara menderu, kemudian tsunami). Monumen ini dibangun setelah 1993 Showa Great Sanriku Tsunami, bertujuan untuk melanjutkan perhatian masyarakat generasi yang akan datang terhadap tsunami. Ini menganjurkan agar melakukan evakuasi jika

(42)

oleh saksi mata tsunami di Biak, Banyuwangi dan Flores dimana suara tersebut ada

yang menyebutkan suara yang terdengar menyerupai: bunyi pesawat helikopter, suara

drum band, serta suara roket yang mendesing. Jenis-jenis dan tipikal suara tersebut

hubungannya dengan posisi tsunami saat menjalar atau saat menghantam tebing batu

atau pantai yang landai di Jelaskan oleh Shuto (1997).

f) Pengamatan Indera Penciuman Dan Indera Perasa.

Saksi mata mengemukakan bahwa saat sebelum tsunami datang terjadi angin

dengan berhawa agak dingin bercampur dengan bau garam laut yang cukup kuat, hal

ini kemungkinan besar akibat olakan air laut di lepas pantai.

2.1.5. Perbedaan Gelombang Badai Dengan Tsunami

Perbedaan gelombang badai dengan tsunami adalah g

2.1.6. Penyebab Terjadinya Bencana Tsunami

elombang badai

menerjang pantai dalam bentuk arus melingkar dan tidak membanjiri daerah yang

lebih tinggi sedangkan gelombang tsunami menerjang pantai dalam bentuk arus lurus,

bagai tembok air, dengan kecepatan tinggi dan masuk jauh ke daratan. Dengan bentuk

gelombang demikian, maka tsunami sulit dihadang, terutama dengan ketinggiannya

yang mencapai belasan meter dan kecepatan ratusan kilometer per jam

(Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).

Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan

oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh

(43)

tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang

jatuh ke dalam lautan atau teluk.

Tsunami mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang besar,

sehingga menimbulkan perbedaan tinggi energi. Perbedaan tinggi energi ini

menimbulkan aliran dengan kecepatan yang tinggi. Aliran ini mempunyai daya rusak

yang sangat besar. Untuk mengurangi kerusakan dan korban yang ditimbulkan oleh

tsunami, maka daerah pesisir pantai perlu mendapatkan perlindungan. Namun

perlindungan secara fisik hampir tidak mungkin untuk dilakukan karena akan

memerlukan biaya yang sangat besar. Konstruksi pelindung hanya akan berfungsi

secara efektif untuk melindungi teluk yang mempunyai mulut tidak terlalu lebar.

Konstruksi pelindung harus kuat untuk menerima tekanan gelombang tsunami,

disamping cukup tinggi untuk menghindarkan limpasan gelombang. Cara yang lebih

efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi tsunami dan

menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang tsunami.

Berikut ini tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana

tsunami. (1) Membuat sistem peringatan dini. (2) Relokasi daerah permukiman yang

rawan tinggi terhadap ancaman tsunami. (3) Edukasi kepada masyarakat tentang

berbagai hal yang berkaitan dengan tsunami, misalnya tanda-tanda kedatangan

tsunami dan cara-cara penyelamatan diri, sehingga masyarakat siap dan tanggap

apabila suatu saat tsunami datang secara tiba-tiba. (4) Membuat jalan atau lintasan

untuk menyelamatkan diri dari tsunami. (5) Menanami daerah pantai dengan tanaman

(44)

Membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi tsunami. (7) Membuat dike

ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan (Anonim, piba.tdmrc.org, 2010).

2.1.7. Dampak Bencana Tsunami

Pengertian dampak menurut KBBI adalah benturan, pengaruh yang

mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada

dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau

perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal

balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang

dipengaruhi (Anonim, KBBI Online, 2010).

Adapun dampak bencana terhadap kesehatan yaitu terjadinya krisis kesehatan,

yang menimbulkan : (1) Korban massal; bencana yang terjadi dapat mengakibatkan

korban meninggal dunia, patah tulang, luka-luka, trauma dan kecacatan dalam jumlah

besar. (2) Pengungsian; pengungsian ini dapat terjadi sebagai akibat dari rusaknya

rumah-rumah mereka atau adanya bahaya yang dapat terjadi jika tetap berada dilokasi

kejadian. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat resiko dari suatu wilayah atau daerah

dimana terjadinya bencana (Depkes RI, 2007).

Berdasarkan dampak positif dari bencana tsunami adalah (a) Bencana alam

merenggut banyak korban,s ehingga lapangan pekerjaan menjadi terbuka luas bagi

yang masih hidup. (b) Menjalin kerjasama dan bahu membahu untuk menolong

korban bencana, menimbulkan efek kesadaran bahwa manusia itu saling

(45)

konstruksi bangunan kita serta kelemahannya dan dapat melakukan inovasi baru

untuk penangkalan apabila bencana tersebut datang kembali tetapi dgn konstruksi yg

lbh baik sedangkan dampak negatif dari bencana tsunami adalah (a) Merusak apa

saja yang dilaluinya bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa

manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah,

dan air bersih. (b) Banyak tenaga kerja ahli yang menjadi korban sehingga sulit untuk

mencari lagi tenaga ahli yang sesuai dalam bidang pekerjaanya (c) Pemerintah akan

kewalahan dalam pelaksanaan pembangunan pasca bencana karna faktor dana yang

besar. (d) Menambah tingkat kemiskinan apabila ada masyarakat korban bencana

yang kehilangan segalanya.

2.2. Prinsip Pengurangan Risiko Bencana Tsunami

Risiko adalah

sebuah

bida

jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki dapat menimbulkan suat

(Anonim

Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana

pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,

jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,

(46)

Paradigma pengurangan risiko bencana merubah pola pikir yang responsif

menjadi preventif dengan pendekatan manajemen risiko. Apabila suatu wilayah

mempunyai risiko tinggi maka upaya pengurangan risiko dilakukan dengan

melakukan tindakan-tindakan. Pertama-tama dilakukan tindakan untuk memisahkan

potensi bencana yang mengancam dengan elemen berisiko (element at risk). Tindakan ini dikenal dengan pencegahan (risk avoidance). Apabila antara potensi bencana dengan elemen berisiko tersebut tidak dapat dipisahkan (harus bertemu)

maka upaya yang dilakukan adalah pengurangan risiko (risk reduction), atau dikenal dengan mitigasi. Mitigasi ini dapat dilakukan secara struktural maupun

non-struktural. Bila pengurangan risiko sudah dilakukan dan masih tetap ada risiko,

dilakukan pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) misalnya melalui sistem asuransi bencana. Apabila ketiga tindakan tersebut sudah dilakukan tetapi masih ada

risiko, maka yang terakhir dilakukan adalah menerima risiko (risk acceptance) dan melakukan upaya-upaya kesiapsiagaan.

Tindakantindakan dalam manajemen risiko di atas dijabarkan dalam program

yaitu: 5) pencegahan dan mitigasi bencana; 6) peringatan dini; dan 7) kesiapsiagaan.

Ketujuh program di atas merupakan program yang dilakukan sebelum terjadi

bencana. Kegiatan sebelum terjadi bencana/pra bencana sering disebut dengan

pengurangan risiko bencana, sehingga dalam pembuatan rencana aksi pengurangan

risiko bencana hanya menggunakan 7 (tujuh) program tersebut. Selain

program-program pengurangan risiko bencana juga terdapat program-program pada saat bencana dan

(47)

program pasca bencana disebut 9) program rehabilitasi dan rekonstruksi. Dengan

demikian Renas PB mempunyai 9 (sembilan) program.

Besar atau kecilnya dampak dalam sebuah bencana diukur dari korban jiwa,

kerusakan, atau biaya–biaya kerugian yang ditimbulkannya. Namun demikian, dalam

upaya pengurangan risiko bencana, dampak sebuah bencana dapat diprediksi dengan

mengidentifikasi beberapa hal di bawah ini.

a. Ancaman/bahaya (Hazard)

Apakah beda antara ancaman/bahaya dengan bencana? Ancaman atau bahaya

adalah Fenomena atau situasi yang memiliki potensi untuk menyebabkan gangguan

atau kerusakan terhadap orang, harta benda, fasilitas, maupun lingkungan.

Sebaliknya, bencana merupakan suatu peristiwa, baik akibat ulah manusia maupun

alam, tiba – tiba maupun bertahan materi, maupun lingkungan. Menurut United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UN-ISDR) bahaya terdiri atas bahaya alam dan bahaya karena ulah manusia, yang dapat dikelompokkan menjadi

bahaya geologi, bahaya hydrometeorology, bahaya biologi bahaya teknologi, dan

penurunan kualitas lingkungan.

b. Kerentanan (Vulnaribility).

Kerentanan merupakan suatu kondisi yang menurunkan kemampuan

seseorang atau komunitas masyarakat untuk menyiapkan diri, bertahan hidup atau

merespon potensi bahaya. Kerentanan masyarakat secara kultur dipengaruhi oleh

beberapa faktor, seperti kemiskinan, pendidikan, sosial dan budaya. Selanjutnya

(48)

c. Kapasitas (Capacity).

Kapasitas adalah kekuatan dan sumber daya yang ada pada tiap individu dan

lingkungan yang mampu mencegah, melakukan mitigasi, siap menghadapi dan pulih

dari akibat bencana dengan cepat.

d. Risiko Bencana (Risk).

Risiko bencana merupakan interaksi tingkat kerentanan dengan bahaya yang

ada. Ancaman bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami,

sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi sehingga kemampuan dalam

menghadapi ancaman bencana semakin meningkat. Prinsip atau konsep yang

digunakan dalam penilaian resiko bencana.

Resiko =

Kemampuan Bahaya x Kerentanan

Atau dapat ditulis Resiko = Bahaya x Kerentanan x ketidakmampuan.

Menurut Winaryo (2007), dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia

merupakan negara dengan potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan

komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah gempa bumi dan tsunami.

Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok

(49)

antara lain pada peta rawan bencana gempa di ndonesia yang menunjukkan bahwa

Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencana

tsunami dan lain-lain.

Menurut Surono (2004), pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada

bentuk lahan dan kedekatan dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah

semua bentuk lahan yang prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut (marin) dan kemiringan lerengnya datar-landai merupakan area yang rawan tsunami.

Walaupun demikian, asumsi ini tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat

pada bentuk lahan yang sama dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman

tsunaminya dapat berbeda jika jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu

kemudian digunakan kriteria tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk

itu kemudian pada bentuk lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan

buffering untuk menentukan potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis

pantai untuk potensi sedang dan 3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah. Gempa bumi di

Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan kecepatan tinggi dan

mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya, Maladewa, India, Somalia,

Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat Indonesia. Kira-kira

gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang 4.500 km untuk mencapai

kawasan pantai negara lain.

Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut.

(50)

tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan

kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up

1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR

memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti

di Provinsi Pemerintah Aceh, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih

dahsyat.

Pengurangan resiko bencana adalah upaya sistematis untuk mengembangkan

dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat meminimalisir jatuhnya

korban jiwa dan hilang atau rusaknya aset serta harta benda akibat bencana, baik

melalui upaya mitigasi bencana (pencegahan, peningkatan kesiapsiagaan) ataupun

upaya mengurangi kerentanan baik fisik, material, social, kelembagaan, dan

prilaku/sikap (IRBI, 2011).

Indeks Rawan Bencana (Disaster Risk Index/DRI) merupakan perhitungan ratarata kematian per negara dalam bencana skala besar dan menengah yang

diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami, siklon tropis dan banjir berdasarkan data

tahun 1980- 2000. Hal ini memungkinkan identifikasi sejumlah variable social

ekonomi dan lingkungan yang berkorelasi dengan risiko kematiaan serta

menunjukkan sebab akibat dalam proses risiko bencana. Setiap Negara memiliki

indeksnya masing-masing untuk setiap jenis bahaya menurut tingkat eksposure fisik, tingkat kerentanan relatif dan tingkat risikonya. Berdasarkan UU RI no.24 Tahun

2007, konsep risiko bencana tidak disebabkan oeh peristiwa-peristiwa yang

(51)

manusia dan proses-prosesnya. Dengan demikina risiko kematian dalam bencana ini

hanya tergantung sebagian pada keberadaan fenomena fisik seperti gempabumi,

siklon tropis, dan banjir. Dalam DRI, faktor utamanya adalah risiko kehilangan

nyawa dan tidak termasuk aspek risiko lainnya, seperti mata pencaharian dan

perekonomian. Hal ini disebabkan karena kurangnya data yang tersedia pada skala

global dengan resolusi nasional. Menurut BNPB Provinsi Pemerintah Aceh yang

terletak di Pulau Sumatra dengan kawasan seluas 57,365.57 km per segi atau

merangkumi 12.26% pulau Sumatra dengan tingkat kepadatan penduduk wilayah

Aceh sekitar 73 jiwa per km per segi1. Wilayah Aceh memiliki 119 buah pulau, 73

sungai besar, 2 buah danau, dan 17 gunung serta sumber hutannya, yang terletak di

sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane, Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh

Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya yang terbentuk sejajar dengan jalur patahan

Semangko. Sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL)

juga terdapat di Aceh Tenggara dan memiliki indeks rawan bencana rawan

khususnya kota Banda Aceh dengan skor 111 dengan status kelas tinggi (IRBI, 2011).

Tsunami raksasa Aceh Desember 2004, Nias 2005, Jawa Barat 2006 serta

Bengkulu 2007. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan rata-rata hampir 1 tahun

sekali tsunami menghantam pantai kepulauan Indonesia. Hasil penelitian

Paleotsunami menunjukkan bahwa 600 tahun lalu terjadi tsunami besar yang

melanda Aceh. Daerah-daerah yang berada di luar kawasan prioritas tetapi memiliki

(52)

tempat latihan evakuasi dan sekaligus sebagai monumen pengingat bahwa daerah

tersebut merupakan daerah rawan tsunami, sehingga kesiapsiagaan masyarakat akan

terjaga.

Gambar 2.2 Indeks Rawan Bencana Provinsi NAD

2.3. Kesiapsiagaan

2.3.1. Tindakan Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat

guna dan berdaya guna. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak negatif dari

bencana. Kesiapsiagaan bencana merupakan proses dari penilaian, perencanaan dan

pelatihan untuk mempersiapkan sebuah rencana tindakan yang terkoordinasi dengan

(53)

Kesiapsiagaan bencana mencakup langkah-langkah untuk memprediksi,

mencegah dan merespon terhadap bencana. Koordinasi lintas sektoral diperlukan

untuk mencapai tujuan-tujuan berikut seperti yang telah disebutkan oleh

LIPI-UNESCO/ISDR (2006), bahwa ruang lingkup kesiapsiagaan dikelompokkan

kedalam empat parameter yaitu pengetahuan dan sikap (knowledge and attitude), perencanaan kedaruratan (emergency planning), sistem peringatan (warning system), dan mobilisasi sumber daya. Pengetahuan lebih banyak untuk mengukur pengetahuan

dasar mengenai bencana alam seperti ciri-ciri, gejala dan penyebabnya. Perencanaan

kedaruratan lebih ingin mengetahui mengenai tindakan apa yang telah dipersiapkan

menghadapi bencana alam. Sistem peringatan adalah usaha apa yang terdapat di

pemerintahan/masyarakat dalam mencegah terjadinya korban akibat bencana dengan

cara tanda-tanda peringatan yang ada. Sedangkan mobilisasi sumber daya lebih

kepada potensi dan peningkatan sumber daya di pemerintahan/masyarakat seperti

keterampilan-keterampilan yang diikuti, dana dan lainnya.

Menurut Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008, kesiapsiagaan

dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna

menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata

kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai

teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain: (1). Pengaktifan

pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya. (2). Pelatihan siaga /

Gambar

Gambar 2.1 Ilustrasi Kejadian Gempa Bumi Tektonik Berpotensi Tsunami
Gambar 2.2 Indeks Rawan Bencana Provinsi NAD
Gambar 2.3  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel  3.1 Jumlah Kepala Keluarga (KK) Sebagai Sampel Penelitian di Setiap Dusun di Desa Ulee lheu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Wabah Rabies di Wilayah Kecamatan Medan

Joyotakan, Kecamatan Serengan, Kota Surakarta. 3) Mengetahui pengaruh pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap. kesiapsiagaan menghadapi bencana banjir di

Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir serta menganalisis kesiapsiagaan yang dilakukan masyarakat dalam

Hasil penelitian, berdasarkan parameter dapat disimpulkan terdapat perbedaan tingkat kesiapsiagaan Peserta Didik SD, SMP, dan SMA dalam menghadapi bencana Tsunami,

Apakah ada hubungan antara kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi prediksi gempa dan tsunami dengan tingkat kecemasan kepala keluarga di Kelurahan Belakang Tangsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) tingkat kesiapsigaan individu- rumah tangga dan kelembagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tsunami di Pesisir

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan keluarga dalam menghadapi KLB DBD dan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap, rencana tanggap

Tingkat kesiapan masyarakat Pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana Kebijakan dan panduan keluarga untuk kesiapsiagaan Rencana untuk keadaan darurat bencana Sistem