PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA
DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA
KOTA BANDA ACEH
TESIS
Oleh LENAWIDA 097032084/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND SUPPORT OF FAMILY MEMBERS ON THE PREPAREDNESS OF HOUSEHOLD IN
FACING EARTHQUAKE DISASTER IN DEYAH RAYA VILLAGE, SYIAH KUALA SUBDISTRICT
BANDA ACEH CITY
TESIS
Oleh LENAWIDA 097032084/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA
DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA
KOTA BANDA ACEH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LENAWIDA 097032084/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA
TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA
KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH
Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, S.K.M, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA
TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA
KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH
Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing :
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, SKM, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi,
Tanggal Seminar Tesis :
Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA
TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA
KECAMATAN SYIAH KUALA KOTA BANDA ACEH
Nama Mahasiswa : Lenawida Nomor Induk Mahasiswa : 097032084
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si) (Suherman, SKM, M.Kes)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi Dekan
Telah diuji
Pada Tanggal : 5 Juli 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH PENGETAHUAN, SIKAP, DAN DUKUNGAN ANGGOTA KELUARGA TERHADAP KESIAPSIAGAAN RUMAH TANGGA
DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI DESA DEYAH RAYA KECAMATAN SYIAH KUALA
KOTA BANDA ACEH
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 5 Juli 2011
ABSTRAK
Jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005) mencapai 236.116 jiwa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004, jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal atau hilang di Desa Deyah Raya mencapai 2.680 jiwa (90%). Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Jenis penelitian explanatory research yang dilakukan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Populasi penelitian adalah seluruh kepala keluarga dengan sampel sebanyak 71 KK. Informan terpilih sebanyak 6 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, serta dianalisis dengan Uji Regresi Linear Berganda (α=0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Variabel sikap merupakan fakor yang paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Hasil indepth interview menunjukkan bahwa pengalaman, emosi, kebutuhan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor lain yang turut memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi.
Kepala keluarga dan anggota keluarga disarankan hendaknya memiliki sikap dan perilaku yang baik terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana, dengan membentuk kelompok diskusi bersama dalam menentukan tindakan kesiapsiagaan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi bencana, sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, kondisi emosi, dan pendapatan keluarga. Kepada pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam menyusun program penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
ABSTRACT
Based on the report of Satkorlak PB (2005), the number of victims of earthquake and tsunami in 2004 in the Province of Aceh reached 236,116 persons. Based on the data of the population of Syiah Kuala Sub-district in 2004, the number of people who were reported to have died or been missing in the Village of Deyah Raya reached 2,680 persons (90%). Preparedness is one of the important elements of the pro-active disaster risk control activities before the disaster occurs.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude, and the support of family members on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. This explanatory research was conducted in the Village of
Deyah Raya, Syiah Kuala Sub-district, the City of Banda Aceh. The population of this study were all of the heads of 71 households. Six (6) of them were selected to be the informants for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview, in-depth interviews, and observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test (α = 0.05).
The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, attitude and support from family members had an influence on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. The most dominant variable which influenced the preparedness of household was the attitude. The result of in-depth interviews showed that experience, emotion, need, and income of family were the other factors that also influenced the preparedness of household.
The head and members of family are suggested have good attitude and behavior towards the preparedness of household in facing the disaster by forming discussion group to determine the action to be taken at home before the disaster occurs in accordance with experience, condition of emotion, need, and income of family. The municipal government of Banda Aceh is expected to be able to prove the active role of village apparatus and community prominent figures in arranging the community-based disaster prevention program.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul:
“Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap
Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di
Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh”.
Penulisan tesis ini juga dapat terlaksana berkat dukungan, bimbingan, dan
bantuan dari berbagai pihak yang pada kesempatan ini izinkanlah penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang
setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 dan S3 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara
5. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang telah
meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam
6. Suherman, S.K.M, M.Kes sebagai anggota pembimbing yang telah meluangkan
waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dalam penulisan tesis ini
7. Dr. Drs. Muslich Lufti, M.B.A, I.D.S dan Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M,
selaku dosen pembanding yang telah banyak memberikan saran untuk
penyempurnaan tesis ini
8. Kepala Dinas Kesehatan Aceh yang dijabat oleh dr. M. Yani, M.Kes, PKK yang
telah memberikan dukungan penuh kepada penulis untuk melanjutkan
pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Univesitas
Sumatera Utara, Medan
9. Camat Kecamatan Syiah Kuala yang dijabat oleh Mustafa, S.Sos dan Keuchik
Desa Deyah Raya yang dijabat oleh M. Irfan Al-Khadafi, S.Ag, serta warga Desa
Deyah Raya yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini
10. Keluarga tersayang Ayahanda drh. Nurdin dan Ibunda Suryani Thaib, yang telah
membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil, serta kakak dan adik yang selalu
memberi motivasi dan dukungan dalam penulisan tesis ini
11. Teristimewa kepada suami tercinta Syarwan, S.T, M.T dan ananda tersayang
Nabhan Arrafif, dengan penuh kesabaran memberikan motivasi serta do’anya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan
12. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam tesis ini,
oleh karenanya kritik dan saran semua pihak sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan tesis ini.
Medan, Juli 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Lenawida, lahir pada tanggal 18 Februari 1982 di Banda
Aceh, anak kedua dari lima bersaudara dari Bapak drh. Nurdin dan Ibu Suryani
Thaib. Beragama Islam, beralamat di Jalan Melati No. 24 Kelurahan Keuramat
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Menikah dengan Syarwan, S.T, M.T dan
dikarunia seorang putra bernama Nabhan Arrafif.
Riwayat pendidikan; tahun 1987-1988 TK Raudhatul Atfal (Perwanida)
dengan status berijazah. Tahun 1988-1994 SD Negeri 28 Banda Aceh dengan status
berijazah. Tahun 1994-1997 MTsN 1 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun
1997-2000 SMU Negeri 3 Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2000-2004
Program Studi Ilmu Keperawatan (S1), Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2004-2006 Program Profesi Ners pada
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala
Banda Aceh dengan status berijazah. Tahun 2009-2011 melanjutkan pendidikan di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan
Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Riwayat pekerjaan; bekerja sejak tahun 2006-sekarang sebagai dosen
DAFTAR ISI
2.1.3 Prinsip Rencana Siaga Rumah Tangga Menghadapi Bencana ... 16
2.1.4 Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 17
2.1.5 Tindakan yang Dapat Dilakukan Sebelum Terjadi Bencana Gempa Bumi ... 21
2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana ... 34
2.4.2 Sikap ... 37
4.2 Karakteristik Responden Penelitian ... 63
4.3 Analisis Univariat ... 65
4.3.1 Pengetahuan Kepala Keluarga tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 65
4.3.2 Sikap Kepala Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 70
4.3.3 Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 73
4.3.4 Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 76
4.4 Analisis Bivariat (Uji Chi Square) ... 79
4.4.2 Hubungan Sikap Kepala Keluarga dengan
Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi
Bencana Gempa Bumi ... 80
4.4.3 Hubungan Dukungan Anggota Keluarga dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 80
4.5 Analisis Multivariat ... 81
4.5.1 Pemilihan Variabel untuk Analisis Multivariat ... 81
4.5.2 Uji Regresi Linear Berganda ... 82
4.5.3 Uji Koefisien Regresi dan Koefisien Determinasi Regresi Linear Berganda ... 86
4.6 Hasil Wawancara Mendalam (Indepth Interview) ... 87
BAB 5. PEMBAHASAN ... 100
5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 100
5.2 Pengaruh Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh... 106
5.3 Pengaruh Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 113
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1 Jumlah Kepala Keluarga sebagai Sampel Penelitian di Setiap Dusun .. 49
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 51
3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Sikap ... 52
3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Dukungan Anggota ... Keluarga... 52
3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesiapsiagaan Rumah
Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi ... 53
3.6 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 58
4.1 Nama Dusun dan Jumlah Kepala Keluarga di Desa Deyah Raya
Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh Tahun 2011 ... 61
4.2 Karekteristik Responden Menurut Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, dan Pendidikan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh... 64
4.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah
Kuala Kota Banda Aceh ... 68
4.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Pengetahuan tentang Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh... 69
4.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
4.6 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Sikap terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh ... 73
4.7 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Dukungan Anggota
Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala
Kota Banda Aceh ... 75
4.8 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Dukungan
Anggota Keluarga dalam Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala
Kota Banda Aceh ... 76
4.9 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tindakan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa
Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 78
4.10 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kategori Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah
Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh ... 79
4.11 Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga dengan Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh ... 80
4.12 Hasil Analisis Bivariat untuk identifikasi Variabel Independen yang
dimasukkan ke dalam Uji Multivariat ... 82
4.13 Hasil Analisis Multivariat Uji Regresi Linear Berganda Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa
Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh .... 83
4.14 Hasil Uji Koefisien Regresi dan Koefisien Determinasi Regresi Linear Berganda Pengaruh Pengetahuan, Sikap, dan Dukungan Anggota Keluarga terhadap Kesiapsiagaan Rumah Tangga dalam Menghadapi Bencana Gempa Bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala
4.15 Karakteristik Informan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Daftar Pernyataan/Kuesioner ... 133
2. Pedoman Wawancara ... 140
3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 142
4. Uji Univariat ... 145
5. Uji Bivariat ... 156
6. Uji Asumsi Klasik ... 158
7. Uji Multivariat ... 162
8. Master Data Penelitian ... 163
9. Profil Informan dan Hasil Indepth Interview ... 165
10. Surat Izin Penelitian dari Dekan FKM USU ... 184
11. Surat Izin Penelitian dari Camat Kecamatan Syiah Kuala ... 185
12. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian ... 186
13. Peta Lokasi Penelitian (Desa Deyah Raya) ... 187
ABSTRAK
Jumlah korban bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005) mencapai 236.116 jiwa. Berdasarkan data kependudukan Kecamatan Syiah Kuala tahun 2004, jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal atau hilang di Desa Deyah Raya mencapai 2.680 jiwa (90%). Kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif sebelum terjadi bencana.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi. Jenis penelitian explanatory research yang dilakukan di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh. Populasi penelitian adalah seluruh kepala keluarga dengan sampel sebanyak 71 KK. Informan terpilih sebanyak 6 orang. Data diperoleh melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner, wawancara mendalam, dan observasi, serta dianalisis dengan Uji Regresi Linear Berganda (α=0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Variabel sikap merupakan fakor yang paling dominan memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi. Hasil indepth interview menunjukkan bahwa pengalaman, emosi, kebutuhan, dan pendapatan keluarga merupakan faktor lain yang turut memengaruhi kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi.
Kepala keluarga dan anggota keluarga disarankan hendaknya memiliki sikap dan perilaku yang baik terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana, dengan membentuk kelompok diskusi bersama dalam menentukan tindakan kesiapsiagaan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi bencana, sesuai dengan pengalaman, kebutuhan, kondisi emosi, dan pendapatan keluarga. Kepada pemerintah Kota Banda Aceh diharapkan dapat meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam menyusun program penanggulangan bencana berbasis masyarakat.
ABSTRACT
Based on the report of Satkorlak PB (2005), the number of victims of earthquake and tsunami in 2004 in the Province of Aceh reached 236,116 persons. Based on the data of the population of Syiah Kuala Sub-district in 2004, the number of people who were reported to have died or been missing in the Village of Deyah Raya reached 2,680 persons (90%). Preparedness is one of the important elements of the pro-active disaster risk control activities before the disaster occurs.
The purpose of this study was to analyze the influence of knowledge, attitude, and the support of family members on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. This explanatory research was conducted in the Village of
Deyah Raya, Syiah Kuala Sub-district, the City of Banda Aceh. The population of this study were all of the heads of 71 households. Six (6) of them were selected to be the informants for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview, in-depth interviews, and observation. The data obtained were analyzed through multiple linear regression test (α = 0.05).
The result of this study showed that statistically the factors of knowledge, attitude and support from family members had an influence on the preparedness of household in facing the disaster of earthquake. The most dominant variable which influenced the preparedness of household was the attitude. The result of in-depth interviews showed that experience, emotion, need, and income of family were the other factors that also influenced the preparedness of household.
The head and members of family are suggested have good attitude and behavior towards the preparedness of household in facing the disaster by forming discussion group to determine the action to be taken at home before the disaster occurs in accordance with experience, condition of emotion, need, and income of family. The municipal government of Banda Aceh is expected to be able to prove the active role of village apparatus and community prominent figures in arranging the community-based disaster prevention program.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
khususnya tahap pra-bencana. Pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu
elemen penting dari kegiatan pengendalian risiko bencana yang bersifat pro-aktif
sebelum terjadi bencana.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di
daerah khatulistiwa, diantara Benua Asia dan Australia serta diantara Samudera
Pasifik dan Hindia, berada pada pertemuan 4 (empat) lempeng tektonik utama dunia
yaitu Lempeng Eurasia, Indian-Australian, Pasifik dan Filipina. Interaksi dari
lempeng-lempeng ini berpengaruh pada kondisi seismo-tektonik wilayah Indonesia,
sehingga Indonesia sangat rawan terhadap bencanaalam gempa bumi (BRR, 2008).
Kota Banda Aceh termasuk wilayah kawasan rawan bencana gempa bumi
karena terletak di lepas pantai Samudera Indonesia, yakni tempat pertemuan
Lempeng Eurasia dan Lempeng Australia. Selain gempa di dasar laut, Kota Banda
Aceh juga rawan terhadap gempa di darat, hal ini dikarenakan adanya patahan
Sumatera yang berdekatan dengan daerah Kota Banda Aceh (BRR, 2008).
Gempa bumi berkekuatan 9,2 SR (Skala Richter) yang terjadi pada tanggal 26
Desember 2004 di Samudera Hindia, lepas pantai barat Aceh, merupakan salah satu
Gempa ini mengakibatkan terjadinya tsunami yang menelan sangat banyak korban
jiwa (Andreas, et al, 2005). Perkiraan jumlah korban tewas diberbagai negara yang
terkena bencana tersebut adalah sebagai berikut: Indonesia 266.320 jiwa, Sri Lanka
38.195 jiwa, India 16.383 jiwa, Thailand 5.322 jiwa, Somalia 298 jiwa, Myanmar 90
jiwa, Maldives 82 jiwa, Malaysia 68 jiwa, Tanzania 10 jiwa, Bangladesh 2 jiwa,
Kenya 1 jiwa, dengan total perkiraan 326,771 jiwa (Ladh dan Adeney, 2005).
Berdasarkan laporan Satkorlak PB (2005), jumlah korban gempa bumi dan
tsunami tahun 2004 di Provinsi Aceh mencapai 236.116 jiwa, jumlah pengungsi
514.150 jiwa, jumlah anak yatim 1.086 jiwa, persentase penduduk yang kehilangan
mata pencaharian mencapai 44,1%, tingkat kerusakan pada berbagai aspek, seperti
ekonomi, sosial (perumahan 34.000 unit, pendidikan 105 unit, kesehatan, agama)
sebesar $1,665 juta, infrastruktur (transportasi, komunikasi, energi, air, sanitasi, dan
saluran irigasi) $877 juta, produktif (pertanian, perikanan, industri, dan
pertambangan) $1,182 juta, lintas sektoral (lingkungan, pemerintahan, bank, dan
keuangan) sebesar $652 juta, dan lain sebagainya. Jumlah perkiraan kerugian
berbagai sektor diperkirakan sebesar Rp. 43,5 trilyun atau U$$ 4,57 milyar.
Gempa susulan berkekuatan lebih dari 5 SR juga terus terjadi di Kota Banda
Aceh setelah peristiwa tersebut. Kemudian runtutan kejadian gempa bumi pun terjadi
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Yulaewati dan Shihab (2008), merincikannya
gempa (5,9 SR) terjadi di Yogyakarta, 6 Maret 2007 gempa (6,4 SR) terjadi di
Padang, Sumatera Barat, dan 12 September 2007 gempa (7,8 SR) terjadi di Bengkulu.
Gempa bumi berkekuatan 7,7 SR kembali mengguncang Provinsi Aceh seperti
yang diberitakan pada surat kabar TEMPO Interaktif, terjadi pada tanggal 7 April
2010 pukul 02.26 WIB. Menurut data yang diperoleh dari Badan Meteorologi,
Klimatologi, dan Geofisika (2010), lokasi gempa berada di sekitar Nicobar, India,
namun goncangannya terasa sangat keras di Aceh dan berpotensi tsunami.
Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), teknik untuk meramal gempa bumi
sampai sekarang belum ada yang bisa dipertahankan secara ilmiah. Berbagai
teknologi sudah dicoba oleh para ahli gempa untuk mencoba memprediksi terjadinya
gempa bumi, namun ketepatan waktu masih jauh dari harapan. Sehingga setiap
individu perlu mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana gempa bumi.
Kota Banda Aceh sebagai ibu kota Provinsi Aceh merupakan suatu kawasan
yang mengalami dampak kerusakan paling parah akibat terjadinya bencana gempa
bumi dan tsunami tahun 2004. Berdasarkan profil Kota Banda Aceh (2005), diketahui
bahwa salah satu kawasan pesisir di wilayah Kota Banda Aceh yang mengalami
dampak kerusakan terparah adalah Desa Deyah Raya yang berada di Kecamatan
Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
Desa Deyah Raya dengan luas wilayah 178,2 Ha mempunyai 4 (empat) dusun
yaitu Dusun Tgk Syech Abdul Rauf, Laksamana Bantamuda, Nekbayan, dan Tgk
sebelum terjadi gempa bumi dan tsunami jumlah penduduk Desa Deyah Raya
sebanyak 2.980 jiwa, setelah peristiwa tersebut jumlah penduduk yang tersisa
sebanyak 300 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk yang dilaporkan meninggal
dan dinyatakan hilang sebanyak 2.680 jiwa (90%). Bencana tersebut juga
meruntuhkan seluruh sarana dan prasarana di desa, seperti rumah penduduk sebanyak
596 unit, kantor lurah/desa 1 unit, balai desa 1 unit, sekolah dasar 1 unit, Pustu 1 unit,
merusak 1 unit meunasah, warung, dan jalan. Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil Kota Banda Aceh (2011) menunjukkan jumlah penduduk Desa Deyah Raya saat
ini adalah 702 jiwa yang terdiri dari 237 Kepala Keluarga (KK).
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti pada bulan Agustus
sampai dengan Oktober 2010 di Desa Deyah Raya, perumahan penduduk Desa Deyah
Raya yang telah hancur akibat bencana gempa dan tsunami tahun 2004, dibangun
kembali dengan bantuan dari Yayasan Bakrie Peduli. Berdasarkan hasil wawancara
singkat dengan sejumlah warga (30 orang), diperoleh informasi bahwa apabila terjadi
gempa bumi meskipun berskala kecil warga masih panik, bingung, dan takut,
kemudian berlari sesegera mungkin berusaha menyelamatkan diri, sehingga terjadi
kecelakaan. Hal ini menunjukkan bahwa warga tampak kurang mengetahui mengenai
cara-cara penyelamatan diri yang benar.
Hasil survei pendahuluan peneliti terhadap 30 orang warga Desa Deyah Raya
mengenai peralatan dan perlengkapan yang perlu disiapkan untuk menghadapi
makanan praktis, air minum dalam botol, lampu/senter, baterai cadangan dan
nomor-nomor telepon penting yang seharusnya disiapkan, diketahui bahwa 20 orang (66,7%)
mengatakan kurang tahu dan anggota keluarganya juga tidak pernah menyediakan
peralatan tersebut. Selebihnya 8 orang (26,7%) juga mengatakan kurang tahu, namun
terkadang peralatan tersebut ada, bila disediakan oleh istri atau anggota keluarga
lainnya. Hanya 2 orang (6,7%) yang mengatakan tahu, dan peralatan tersebut
biasanya disediakan bersama (suami, istri, dan anak). Menurut sekretaris desa dan
beberapa warga, gempa bumi merupakan cobaan dari Allah SWT kepada umatnya,
maka persiapan khusus tidak begitu perlu dilakukan. Informasi lain yang diperoleh
dari sekretaris desa, sebagian besar kepala keluarga berpendidikan SLTP, dengan
mata pencaharian nelayan, sedangkan istri pada umumnya ibu rumah tangga.
Bakornas PB (2007), menyatakan terdapat interaksi 4 (empat) faktor utama
yang dapat menimbulkan bencana, sehingga menimbulkan banyak korban dan
kerugian besar, yaitu: (a) Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya,
(b) Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya alam,
(c) Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan, dan
(d) Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Perhatian pemerintah terhadap penanggulangan bencana belum sepenuhnya
maksimal. Umumnya yang terjadi yakni pemerintah atau lembaga bantuan dari luar
hanya memusatkan perhatian pada upaya tanggap darurat melalui konsultasi yang
objek proyek bantuan darurat. Pada tahap pemulihan, kegiatan pemerintah dan
lembaga bantuan sangat terbatas, sedangkan pada tahap sebelum bencana
(pra-bencana), perhatian pemerintah sangat kurang (IDEP, 2007).
Penanggulangan bencana berbasis masyarakat sangat diperlukan, khususnya
pada tahap pra-bencana. Menurut IDEP (2007), beberapa alasan pentingnya
penanggulangan bencana berbasis masyarakat pada tahap pra-bencana antara lain:
(1) Pengurangan risiko bencana adalah tanggung jawab semua pihak, bukan
pemerintah saja, (2) Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan atas martabat,
keselamatan, dan keamanan dari bencana, (3) Masyarakat adalah pihak pertama yang
akan langsung berhadapan dengan ancaman bencana, karena itu kesiapan masyarakat
menentukan besar kecilnya dampak bencana di masyarakat, (4) Masyarakat adalah
pelaku penting untuk mengurangi kerentanan dengan meningkatkan kemampuan diri
dalam menangani bencana, karena masyarakat yang menghadapi bencana adalah
korban yang harus siap menghadapi kondisi akibat bencana. Oleh karena itu, penting
bagi masyarakat untuk melakukan persiapan dalam menghadapi bencana melalui
tindakan kesiapsiagaan, dengan tujuan untuk mengurangi ancaman, mengurangi
kerentanan, dan meningkatkan kemampuan menangani bencana.
Keluarga atau rumah tangga adalah unit terkecil dari masyarakat. Di dalam
keluarga mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat. Kedua orang tua, terutama
ibu merupakan peletak dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anggota
Febriana (2009) menyatakan bahwa bencana dapat berpengaruh besar
terhadap kesehatan keluarga, serta menciptakan penderitaan dan ketergantungan
berkepanjangan. Menurut Hasniah (2009), bencana dapat menyebabkan individu dan
keluarga mengalami gangguan secara fisik maupun mental. Trauma yang dialami
menyebabkan individu dan keluarga jatuh pada kondisi kritis. Masalah kesehatan
mental yang lebih berat akan timbul bila krisis yang dialami tidak terselesaikan.
Selanjutnya Febriana (2009) menjelaskan bencana sangat berpengaruh pada
kelompok masyarakat rentan, termasuk anak-anak, wanita, dan orang lanjut usia yang
ada di dalam keluarga. Hal ini akan memengaruhi sistem kesehatan masyarakat
secara umum, karena individu dan keluarga merupakan anggota masyarakat.
Individu dan rumah tangga merupakan stakeholders utama dalam
kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek dan objek dari
kesiapsiagaan, sebab berpengaruh langsung terhadap resiko bencana
(LIPI-UNESCO/ISDR, 2006). Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga
merupakan tindakan-tindakan yang dapat dilakukan di dalam rumah tangga untuk
mempersiapkan diri dan keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana.
Pentingnya kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana mengingat ketika
bencana menyerang, keluarga akan berhadapan dengan dampak yang besar dari
bencana tersebut. Dampak bencana dapat berbentuk terpisahnya anggota keluarga,
dampak kecacatan, kematian, tekanan mental, berkurangnya kemampuan dalam
Extension dalam Febriana (2009) menyatakan pemikiran dan perencanaan sebelum
terjadi bencana, umumnya dapat membantu anggota keluarga bereaksi secara bijak
dalam keadaan darurat.
LIPI-UNESCO/ISDR (2006) menyatakan kemampuan yang harus dimiliki
oleh individu dan rumah tangga sebagai wujud dari kesiapsiagaan menghadapi
bencana gempa bumi adalah memiliki pengetahuan dan sikap mengenai
kesiapsiagaan menghadapi bencana, adanya panduan atau kesepakatan keluarga
mengenai tindakan yang dapat dilakukan di rumah sebelum terjadi gempa dan
tindakan penyelamatan diri yang tepat saat kondisi darurat, adanya rencana tanggap
darurat (menyediakan kotak P3K dan obat-obatan, makanan siap saji dan minuman
dalam kemasan, senter/lampu, baterai cadangan, Hp/radio, nomor telepon penting),
memahami sistem peringatan dini bencana dan mobilisasi sumber daya (adanya
alokasi dana/tabungan, adanya anggota keluarga yang mengikuti latihan/simulasi
kesiapsiagaan menghadapi bencana, dan adanya kesepakatan keluarga untuk
memantau peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler).
Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga)
kelompok, yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang
mendasari terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan
variabel demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor
yang memungkinkan timbulnya motivasi atau aspirasi untuk terlaksananya suatu
dan komitmen pemerintah dan masyarakat terhadap kesehatan, serta keterampilan
yang berkaitan dengan kesehatan, (3) Faktor penguat (reinforcing factors), yakni
faktor penyerta yang datang sesudah terjadinya perilaku, diantaranya adalah keluarga,
teman sebaya, guru, pengambil kebijakan, dan petugas kesehatan.
Potter dan Perry (2005) menyatakan keluarga memiliki pengaruh yang kuat
pada individu, begitu pula sebaliknya. Menurut Febriana (2009), keluarga
seyogyanya bekerjasama untuk mengenal dan mengumpulkan sumber-sumber yang
dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan dasar sebelum terjadi bencana. Ketika
seseorang merasa siap, maka akan mampu menanggulanginya dengan lebih baik.
Persiapan yang lebih matang dapat membantu individu dan keluarga mengatasi rasa
ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang terhadap keadaan tak terduga,
serta dapat mengurangi kehilangan nyawa dan harta benda ketika terjadi bencana.
Jumlah korban jiwa di Pulau Simeulue ketika terjadi gempa dan tsunami tahun
2004 relatif sedikit, yakni hanya 7 orang. Hal ini dikarenakan adanya cerita “smong”
yang menjelaskan bahwa jika terjadi gempa besar kemudian di pantai air laut surut,
maka cepatlah berlari ke gunung, karena akan ada “smong” (tsunami), begitulah
cerita ini terus digulirkan secara turun temurun antargenerasi dalam setiap anggota
keluarga pada masyarakat Simeuleu. Masyarakat Simeuleu memiliki hubungan yang
saling mendukung satu sama lain di dalam kehidupan rumah tangga, saling
memberitahukan mengenai persiapan yang seharusnya dilakukan untuk menghadapi
Belajar dari pengalaman masyarakat Simeulue mengenai “smong”, dapat
menumbuhkan suatu kesadaran akan pentingnya pengetahuan, sikap, dan dukungan
dalam keluarga untuk bersama menghadapi bencana, khususnya di wilayah yang
sering dilanda bencana. Berdasarkan fenomena tersebut, mengingat jumlah korban
akibat gempa dan tsunami di Desa Deyah Raya sebanyak 2.680 jiwa (90%), maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pengetahuan, sikap,
dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga dalam
menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota
Banda Aceh, sehingga dapat diketahui penyebab dari fenomena yang ada dan
didapatkan pemecahan masalahnya.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah
tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah Raya Kecamatan
Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota
keluarga terhadap kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana gempa bumi, di
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap
kesiapsiagaan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Desa Deyah
Raya Kecamatan Syiah Kuala Kota Banda Aceh.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Menjadi masukan bagi kepala keluarga untuk menambah wawasan
dalam meningkatkan kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi bencana
gempa bumi.
1.5.2. Menjadi masukan bagi pemerintah Kota Banda Aceh untuk
meningkatkan peran aktif perangkat desa dan tokoh masyarakat dalam
penyusunan program penanggulangan bencana berbasis masyarakat
sebagai upaya untuk meminimalisir dampak bencana.
1.5.3. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat
menambah khasanah keilmuwan yang berkaitan dengan pengaruh
pengetahuan, sikap, dan dukungan anggota keluarga terhadap
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kesiapsiagaan
2.1.1. Definisi Kesiapsiagaan
Menurut Carter (1991) dalam LIPI-UNESCO/ISDR (2006), kesiapsiagaan
adalah tindakan-tindakan yang memungkinkan pemerintah, organisasi, masyarakat,
dan individu untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat
guna. Termasuk kedalam tindakan kesiapsiagaan adalah penyusunan rencana
penanggulangan bencana, pemeliharaan sumber daya dan pelatihan personil.
Kesiapsiagaan merupakan kegiatan-kegiatan yang difokuskan pada pengembangan
rencana-rencana untuk menanggapi bencana secara cepat dan efektif.
Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana
khususnya gempa bumi, pentingnya kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen
penting dari kegiatan pengendalian pengurangan risiko bencana yang bersifat
pro-aktif, sebelum terjadi bencana. Konsep kesiapsiagaan yang digunakan lebih
ditekankan pada kemampuan untuk melakukan tindakan persiapan menghadapi
kondisi darurat bencana secara cepat dan tepat (LIPI-UNESCO/ISDR, 2006).
Pada fase kesiapsiagaan dilakukan persiapan yang baik dengan memikirkan
berbagai tindakan untuk meminimalisir kerugian timbul akibat bencana, dan
menyusun perencanaan agar dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan
LIPI-UNESCO/ISDR (2006), dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu
masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu:
(1) Perencanaan dan organisasi, (2) Sumber daya, (3) Koordinasi, (4) Kesiapan,
(5) Pelatihan dan kesadaran masyarakat. Usaha-usaha peningkatan kesiapsiagaan
dapat dilakukan pada berbagai tingkatan, yaitu pada tingkat nasional, propinsi/daerah
(kabupaten/kota)/kecamatan, organisasi individual, desa/kelurahan, RW/RT, rumah
tangga, dan tingkat individu/perseorangan.
IDEP (2007) menyatakan tujuan kesiapsiagaan yaitu :
1. Mengurangi ancaman
Untuk mencegah ancaman secara mutlak memang mustahil, seperti gempa bumi
dan meletus gunung berapi. Namun ada banyak cara atau tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya ancaman atau mengurangi
akibat ancaman.
2. Mengurangi kerentanan masyarakat
Kerentanan masyarakat dapat dikurangi apabila masyarakat sudah
mempersiapkan diri, akan lebih mudah untuk melakukan tindakan penyelamatan
pada saat bencana terjadi. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat
untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu. Masyarakat yang
pernah dilanda bencana dapat mempersiapkan diri dengan melakukan
kesiapsiagaan seperti membuat perencanaan evakuasi, penyelamatan serta
3. Mengurangi akibat
Untuk mengurangi akibat suatu ancaman, masyarakat perlu mempunyai
persiapan agar cepat bertindak apabila terjadi bencana. Umumnya pada semua
kasus bencana, masalah utama adalah penyediaan air bersih. Akibatnya banyak
masyarakat yang terjangkit penyakit menular. Dengan melakukan persiapan
terlebih dahulu, kesadaran masyarakat akan pentingnya sumber air bersih dapat
mengurangi kejadian penyakit menular.
4. Menjalin kerjasama
Tergantung dari cakupan bencana dan kemampuan masyarakat, penanganan
bencana dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri atau apabila diperlukan
dapat bekerjasama dengan pihak-pihak yang terkait. Untuk menjamin kerjasama
yang baik, pada tahap sebelum bencana ini masyarakat perlu menjalin hubungan
dengan pihak-pihak seperti Puskesmas, polisi, aparat desa atau kecamatan.
2.1.2. Kesiapsiagaan Rumah Tangga
Keluarga memegang peranan penting dalam pelayanan kesehatan primer.
Keluarga dianggap sebagai organisme hidup dengan struktur yang konkrit atau
simbolik. Sebagai suatu sistem sosial, keluarga berupaya mempertahankan kestabilan
dan keutuhan anggota keluarganya. Ketika terjadi situasi krisis seperti bencana alam,
maka akan memengaruhi sistem internal dan eksternal keluarga. Keluarga yang sehat
dapat mengatasi gejolak-gejolak yang terjadi akibat bencana, sedangkan keluarga
mencapai suatu tingkat tertentu seperti kehilangan anggota keluarga (Alisyahbana,
2010).
Menurut Febriana (2009), kesiapsiagaan rumah tangga merupakan
tindakan-tindakan yang dapat dilakukan dalam rumah tangga untuk mempersiapkan diri dan
keluarga menghadapi bencana sebelum terjadi bencana. Pentingnya kesiapsiagaan
rumah tangga mengingat ketika bencana menyerang, keluarga akan berhadapan
dengan dampak yang besar dari bencana tersebut. Dampak bencana sering dapat
berbentuk terpisahnya anggota keluarga, dampak kecacatan, kematian, tekanan
mental, berkurangnya kemampuan dalam mengatasi masalah, dan konflik keluarga.
North Carolina Cooperatif Extension dalam Febriana (2009), menyatakan
pemikiran dan perencanaan sebelum terjadi bencana, umumnya dapat membantu
anggota keluarga bereaksi secara bijak dalam keadaan darurat. Keluarga yang
bekerjasama sebagai sebuah tim dalam mempersiapkan keadaan darurat, akan dapat
menanggulangi keadaan dengan lebih baik daripada keluarga yang tidak
mempersiapkan keadaan tersebut. Persiapan yang lebih matang dapat membantu
keluarga mengatasi rasa ketakutan, sehingga dapat bereaksi dengan lebih tenang
terhadap keadaan tak terduga, serta dapat mengurangi kehilangan nyawa dan harta
benda ketika bencana terjadi.
Masyarakat di daerah bencana semestinya mengetahui persiapan yang
seharusnya dilakukan. Setiap orang di dalam rumah sebaiknya melakukan persiapan
bekerjasama untuk mengenal dan mengumpulkan sumber-sumber yang dibutuhkan
dalam memenuhi kebutuhan dasar sebelum terjadi bencana. Ketika seseorang merasa
siap, maka akan mampu menanggulanginya dengan lebih baik (IDEP, 2007; Febriana,
2009).
Individu dan rumah tangga merupakan stakeholders utama yang sangat
penting dalam kesiapsiagaan masyarakat, karena merupakan ujung tombak, subjek
dan objek dari kesiapsiagaan, yang berpengaruh secara langsung terhadap resiko
bencana (LIPI-UNECSO/ISDR, 2006). Kesiapsiagaan rumah tangga menghadapi
bencana sangat penting untuk menghindari atau mengurangi kebingungan dan
dampak bencana terhadap anggota keluarga, khususnya anak-anak dan orang lanjut
usia (Japanese Red Cross Society, 2009).
2.1.3. Prinsip Rencana Siaga Rumah Tangga Menghadapi Bencana
Prinsip rencana siaga untuk rumah tangga dalam menghadapi bencana
menurut IDEP (2007) adalah sebagai berikut :
a. Sederhana
Rencana darurat rumah tangga dibuat sederhana sehingga mudah diingat oleh
seluruh anggota keluarga. Bencana adalah situasi yang sangat mencekam
sehingga mudah mencetus kebingungan. Rencana darurat yang baik hanya berisi
b. Tentukan jalan melarikan diri
Pastikan anda dan keluarga tahu jalan yang paling aman untuk keluar dari rumah
saat gempa bumi. Jika anda berencana meninggalkan daerah atau desa,
rencanakan beberapa jalan dengan memperhitungkan kemungkinan beberapa
jalan yang putus atau tertutup akibat bencana.
c. Tentukan tempat bertemu
Dalam keadaan keluarga terpencar, misalnya ibu di rumah, ayah di tempat kerja,
sementara anak-anak di sekolah saat gempa bumi terjadi, tentukan tempat
bertemu. Yang pertama semestinya lokasi yang aman dan dekat rumah. Tempat
ini biasanya menjadi tempat anda dan keluarga bertemu pada keadaan darurat.
Tempat kedua dapat berupa bangunan atau taman di luar desa, digunakan pada
keadaan anggota keluarga tidak bisa kembali ke rumah.
2.1.4. Parameter Kesiapsiagaan Rumah Tangga Menghadapi Bencana Gempa Bumi
Menurut LIPI-UNESCO/ISDR (2006), terdapat 5 (lima) faktor kritis yang
disepakati sebagai parameter untuk mengukur kesiapsiagaan individu dan rumah
tangga untuk mengantisipasi bencana alam khususnya gempa bumi, adalah sebagai
berikut:
a. Pengetahuan dan sikap terhadap risiko bencana
Pengetahuan merupakan faktor utama kunci kesiapsiagaan. Pengetahuan yang
harus dimiliki individu dan rumah tangga mengenai bencana gempa bumi yaitu
menghadapi bencana tersebut, meliputi pemahaman mengenai tindakan
penyelamatan diri yang tepat saat terjadi gempa bumi serta tindakan dan
peralatan yang perlu disiapkan sebelum terjadi gempa bumi, demikian juga sikap
dan kepedulian terhadap risiko bencana gempa bumi. Pengetahuan yang dimiliki
biasanya dapat memengaruhi sikap dan kepedulian individu dan rumah tangga
untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi yang
bertempat tinggal di daerah rawan bencana.
b. Kebijakan atau panduan keluarga untuk kesiapsiagaan
Kebijakan untuk kesiapsiagaan bencana gempa bumi sangat penting dan
merupakan upaya konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana.
Kebijakan yang signifikan berpengaruh terhadap kesiapsiagaan rumah tangga.
Kebijakan yang diperlukan untuk kesiapsiagaan rumah tangga berupa
kesepakatan keluarga dalam hal menghadapi bencana gempa bumi, yakni adanya
diskusi keluarga mengenai sikap dan tindakan penyelamatan diri yang tepat saat
terjadi gempa bumi, dan tindakan serta peralatan yang perlu disiapkan sebelum
terjadi gempa.
c. Rencana tanggap darurat
Rencana tanggap darurat menjadi bagian penting dalam kesiapsiagaan, terutama
berkaitan dengan pertolongan dan penyelamatan, agar korban bencana dapat
hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari
pihak luar datang. Rencana tanggap darurat meliputi 7 (tujuh) komponen, yaitu:
(1) Rencana keluarga untuk merespons keadaan darurat, yakni adanya rencana
penyelamatan keluarga dan setiap anggota keluarga mengetahui apa yang
harus dilakukan saat kondisi darurat (gempa bumi) terjadi.
(2) Rencana evakuasi, yakni adanya rencana keluarga mengenai jalur aman yang
dapat dilewati saat kondisi darurat, adanya kesepakatan keluarga mengenai
tempat berkumpul jika terpisah saat terjadi gempa, dan adanya
keluarga/kerabat/teman, yang memberikan tempat pengungsian sementara
saat kondisi darurat (jika gempa berpotensi tsunami).
(3) Pertolongan pertama, penyelamatan, keselamatan dan keamanan, meliputi
tersedianya kotak P3K atau obat-obatan penting lainnya untuk pertolongan
pertama keluarga, adanya anggota keluarga yang mengikuti pelatihan
pertolongan pertama, dan adanya akses untuk merespon keadaan darurat.
(4) Pemenuhan kebutuhan dasar, meliputi tersedianya kebutuhan dasar untuk
keadaan darurat (makanan siap saji dan minuman dalam kemasan),
tersedianya alat/akses komunikasi alternatif keluarga (HP/radio), tersedianya
alat penerangan alternatif untuk keluarga pada saat darurat (senter dan
baterai cadangan/lampu/jenset).
(6) Fasilitas-fasilitas penting yang memiliki akses dengan bencana seperti
tersedianya nomor telepon rumah sakit, polisi, pemadam kebakaran, PAM,
PLN, Telkom.
(7) Latihan dan simulasi kesiapsiagaan bencana
d. Sistim peringatan bencana
Sistem peringatan bencana meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi
akan terjadi bencana. Dengan adanya peringatan bencana, keluarga dapat
melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda dan
kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi tentang
tindakan yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan dan cara
menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi tempat keluarga
berada saat terjadinya peringatan.
Sistem peringatan bencana untuk keluarga berupa tersedianya sumber informasi
untuk peringatan bencana baik dari sumber tradisional maupun lokal, dan adanya
akses untuk mendapatkan informasi peringatan bencana. Peringatan dini meliputi
informasi yang tepat waktu dan efektif melalui kelembagaan yang jelas sehingga
memungkinkan setiap individu dan rumah tangga yang terancam bahaya dapat
mengambil langkah untuk menghindari atau mengurangi resiko serta
e. Mobilisasi sumber daya
Sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun pendanaan dan
sarana/prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat
mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam.
Karena itu, mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial. Mobilisasi
sumber daya keluarga meliputi adanya anggota keluarga yang terlibat dalam
pertemuan/seminar/pelatihan kesiapsiagaan bencana, adanya keterampilan yang
berkaitan dengan kesiapsiagaan, adanya alokasi dana atau tabungan keluarga
untuk menghadapi bencana, serta adanya kesepakatan keluarga untuk memantau
peralatan dan perlengkapan siaga bencana secara reguler.
2.1.5. Tindakan yang Dilakukan Sebelum Terjadi Bencana Gempa Bumi
Menurut Departemen Komunikasi dan Informatika Badan Informasi Publik
(2008), tindakan yang dapat dilakukan sebelum terjadinya bencana gempa bumi,
antara lain :
1. Kenali lingkungan tempat tinggal atau lokasi tempat berada, misalnya :
a. Tentukan tempat aman untuk berlindung (memperhatikan letak pintu, lift,
tangga darurat, tempat yang tinggi, tanah lapang).
b. Belajar melakukan P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan).
c. Belajar menggunakan alat pemadam kebakaran.
d. Mencatat nomor telepon penting yang dapat dihubungi pada saat terjadi
2. Membuat pertemuan untuk mendiskusikan kemungkinan terjadinya gempa dan
tindakan yang harus dilakukan untuk menyelamatkan diri. Bila orang memiliki
pengetahuan mengenai cara menghadapi gempa, maka rasa takut dan was-was
akan berkurang.
3. Menentukan rencana lokasi pertemuan keluarga bila tepisah karena gempa.
4. Menyisihkan satu ruang aman di dalam rumah. Ruang itu bisa terletak jauh dari
benda menggantung, jendela, rak buku, atau perabot. Semakin dekat dengan
ruangan aman tadi, makin kecil kemungkinan terluka karena saat terjadi
goncangan biasanya banyak terjadi benda jatuh atau beterbangan.
5. Melakukan persiapan rutin di tempat tinggal, yaitu :
a. Perabotan (lemari, meja, rak, dan lain-lain) diatur menempel pada dinding
(dipaku/diikat) untuk menghindari roboh/bergeser saat terjadi gempa.
b. Menyimpan bahan mudah terbakar ditempat bahan tahan pecah untuk
menghindari kebakaran.
c. Selalu mematikan air, gas, dan listrik bila tidak digunakan.
d. Mengatur benda-benda berat berada pada bagian bawah. Menyimpan barang
pecah belah dibagian bawah rak atau lemari yang berlaci dan dapat dikunci.
e. Memeriksa kestabilan benda bergantung yang dapat jatuh saat gempa bumi
terjadi (lampu, hiasan, dan lain-lain).
6. Melatih gerakan tubuh seperti merunduk, berlindung dan berpegangan.
meja. Jika jauh dari meja duduklah di lantai, lindungi kepala dan leher dengan
tangan. Latihan rutin membuat gerakan tersebut menjadi reflek penting
melindungi diri saat gempa.
7. Menyiapkan senter dan sepatu boot ditempat yang mudah dijangkau dalam
waktu cepat. Gempa bisa memutuskan jaringan listrik dan menghancurkan
bangunan sehingga banyak benda tajam berhamburan.
8. Menyiapkan barang-barang yang diperlukan untuk menghadapi gempa, yaitu
tenda, selimut, sleeping bag (kantung tidur), air minum dalam kemasan,
makanan cepat saji/kaleng, obat-obatan P3K (obat merah, perban, alkohol, dan
lain-lain), obat-obatan khusus (alergi), jaket, pakaian, sarung, kaos tangan, topi,
sepatu boot, senter/lampu sorot, baterai, radio baterai portabel (bukan
menggunakan colokan listrik). Barang-barang tersebut dapat dimasukkan ke
dalam sebuah tas siaga bencana (tergantung kebutuhan).
9. Mengikuti asuransi bila bermukim di daerah sesar aktif (ada pergeseran setiap
terjadi gempa).
10. Memberitahu orang-orang yang tinggal di rumah (termasuk pembantu) mengenai
tindakan yang harus dilakukan bila tejadi gempa.
11. Memastikan rumah menggunakan standar dan ijin bangunan yang berlaku sesuai
dengan standar bangunan tahan gempa, terutama pondasi yang dipakai. Jika tidak
yakin keamanan bangunan, hubungi ahli profesional dibidang pembangunan
12. Ikat pemanas air dan pipa gas ke tembok dengan kuat. Jika bak dan pemanas air
lepas dan pipa gas terlepas akan terjadi kebakaran. Perlu diingat, air dalam bak
pemanas bisa menjadi satu sumber air bersih yang dipunyai.
13. Ikat dan paku tembok barang, seperti rak buku, lemari, dan furniture.
14. Jauhkan barang menempel pada tembok (lukisan, hiasan, cermin) dari tempat
tidur atau tempat duduk.
15. Lampu gantung harus diikat kuat.
16. Gudang penyimpanan pestisida, penyemprot hama, dan barang mudah terbakar
harus tertutup rapat.
17. Binatang peliharaan diupayakan aman saat terjadi gempa.
18. Mengikuti penyuluhan/pelatihan mengenai cara-cara penyelamatan diri yang
benar dalam kondisi darurat, yaitu :
a. Saat terjadi gempa bumi (dalam ruangan)
1) Perhatikan perilaku binatang peliharaan seperti kucing dan anjing yang
berlari tak tentu arah, atau dengarkan suara burung yang tak lazim
dimalam hari.
2) Perhatikan permukaan air yang ada di gelas atau tempat penampungan
lainnya.
3) Dengarkan bunyi derit sudut bangunan seperti langit-langit, pintu
4) Jangan berlari keluar rumah ketika bangunan rumah sedang digoyang
gempa, sebab bisa tertimpa reruntuhan atau tekena lemparan benda.
5) Jangan panik, tetap merunduk, berlindung, dan mengamankan kepala.
6) Mencari ruangan yang jauh dari dinding, lemari, jendela, pintu dan
sumber api/listrik.
7) Untuk orang lanjut usia, cacat, atau sakit, tetaplah ditempat dan
merunduk.
8) Jika di atas kasur, tetaplah di tempat dan tutup kepala dengan bantal atau
benda lain sebagai pengaman.
9) Jauhi jendela kaca, karena bisa pecah dan beterbangan.
10) Waspada terhadap langit-langit yang mungkin runtuh dan benda
menggantung di dinding.
11) Tetap dalam ruangan sampai goncangan berhenti, dan keluar ruangan
setelah yakin getaran berhenti.
12) Jika berada dalam gedung tinggi, jauhi jendela dan jangan berada pada
sisi tembok. Berlindung di bawah meja yang kuat, jangan menggunakan
lift atau eskalator.
b. Saat terjadi gempa bumi (di luar ruangan)
1) Carilah daerah atau lokasi yang terbuka.
2) Jangan mendekati tembok berkaca dan bangunan tinggi, pohon, tiang
3) Tetap merunduk, duduk/tengkurap sampai getaran gempa berhenti.
4) Jika di daerah pantai, usahakan posisi merunduk, berlindung, dan
memegang kepala. Bila gempa berhenti, segera bangkit dan lari menuju
tempat yang lebih tinggi untuk menghindari bahaya tsunami.
c. Saat terjadi gempa bumi (sedang berkendaraan)
1) Bila dalam kendaraan, kencangkan sabuk pengaman. Arahkan kendaraan
ke lokasi yang lebih sepi dan hentikan di tempat terbuka.
2) Jangan berhenti di bawah jembatan, jalan layang, bawah pohon, papan
reklame, tiang listrik, lampu lalu lintas, atau lampu penerangan jalan.
3) Tetaplah berada dalam kendaraan agar terhindar dari benda jatuh.
4) Bila didaerah pegunungan curam, waspadai jatuh batu, pohon tumbang,
dan longsor (gempa bisa memicu longsor).
2.2. Bencana Gempa Bumi
2.2.1. Definisi Bencana Gempa Bumi
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan
bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi
(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba‐tiba (Bakornas PB, 2007). Andreas,
et al (2005) mendefinisikan gempa bumi sebagai getaran sesaat, bersifat tidak
menerus, akibat terjadinya pergeseran secara tiba-tiba pada kerak bumi. Pergeseran
initerjadi karena adanya sumber kekuatan (force) sebagai penyebabnya. 2.2.2. Jenis dan Penyebab Gempa Bumi
Jenis gempa bumi bermacam-macam tergantung dari penyebabnya, antara lain
gempa vulkanik, gempa runtuhan, gempa imbasan, gempa buatan, dan gempa
tektonik. Gempa vulkanik disebabkan oleh desakan magma ke permukaan, gempa
runtuhan banyak terjadi di pegunungan runtuh, gempa imbasan biasanya terjadi di
sekitar dam karena fluktuasi air dam, dan gempa buatan adalah gempa yang dibuat
oleh manusia seperti ledakan nuklir atau ledakan untuk mencari bahan mineral.
Sedangkan gempa tektonik adalah gempa yang disebabkan oleh tabrakan/tumbukan
antar lempeng. Skala gempa ini jauh lebih besar dibandingkan dengan gempa lainnya
sehingga dampaknya lebih besar terhadap bangunan (Yulaewati dan Shihab, 2008).
2.2.3. Karakteristik Gempa Bumi
Gempa bumi terjadi akibat adanya gerakan, geseran, maupun patahan lapisan
batuan di dalam bumi. Gempa menyerang mendadak pada saat tak terduga. Waktu
kejadian berlangsung pendek, dalam hitungan menit. Sebelum gempa utama,
susulan biasa berlangsung dalam waktu beberapa jam, hari, minggu, bahkan bulan.
karena patahan baru sedang mencari posisi yang pas (Badan Informasi Publik, 2008).
2.2.4. Intensitas Gempa Bumi
Menurut Yulaewati dan Shihab (2008), terdapat 10 intensitas gempa bumi
tergantung pada besarnya getaran yang dirasakan di permukaan bumi, yaitu:
a. Intensitas I
Tidak begitu terasa adanya getaran, air dalam wadah bergoyang sedikit.
b. Intensitas II
Sedikit terasa adanya getaran, dirasakan oleh beberapa individu yang berada
dalam ruangan, benda yang digantung dan air tenang di dalam wadah bergoyang
lemah.
c. Intensitas III
Getaran terasa tetapi lemah, dirasakan oleh banyak orang di dalam ruangan,
terutama di lantai atas sebuah bangunan, benda yang digantung bergoyang agak
kuat, air tenang bergoyang agak kuat.
d. Intensitas IV
Getaran terasa agak kuat, dirasakan oleh orang yang berada di dalam ruangan dan
juga di luar ruangan, membangunkan orang tidur, getaran yang dirasakan seperti
dilewati truk besar. Benda yang digantung bergoyang agak kuat, piring, gelas,
parkir bergetar sedikit. Air dalam wadah beroyang kuat, suara keras mungkin
terdengar.
e. Intensitas V
Terasa adanya getaran yang kuat, dirasakan oleh banyak orang baik di dalam
maupun di luar ruangan. Banyak orang tidur yang terbangun, beberapa orang
menjadi ketakutan dan lari keluar ruangan. Getaran dan goyangan kuat dirasakan
di seluruh bangunan. Benda yang digantung bergoyang kencang, peralatan
makan berbunyi dan bergetar, beberapa pecah, objek kecil ringan dan tidak stabil
mungkin jatuh dan terbalik. Air dalam wadah tumpah, daun dan dahan pohon
terlihat bergoyang.
f. Intensitas VI
Getaran terasa sangat kuat. Banyak orang merasa ketakutan dan berlari ke luar
ruangan. Beberapa orang kehilangan keseimbangan, pengendara bermotor
merasa menyetir dengan ban kempes. Benda berat dan furnitur bergerak atau
bergeser. Lonceng kecil di gereja atau menara mungkin berbunyi, plester dinding
banyak yang retak. Rumah tua atau bangunan sederhana dan struktur buatan
manusia akan mengalami kerusakan sedikit. Beberapa batuan besar di perbukitan
atau gunung akan jatuh menggelinding. Pohon besar akan bergoyang.
g. Intensitas VII
Getaran merusak lingkungan fisik sekitar, banyak orang yang merasa ketakutan
furnitur terbalik, kendaraan bertabrakan. Bangunan tua dan sederhana akan
banyak mengalami kerusakan. Keretakan mungkin akan terlihat dibendungan,
kolam ikan, permukaan tanah, atau dinding yang terbuat dari batako. Dapat
diamati terjadinya likuifaksi, penyebaran tanah dan tanah longsor, pohon
bergoyang cukup keras.
h. Intensitas VIII
Getaran yang terjadi sangat merusak. Orang panik dan sulit berdiri meskipun di
luar ruangan. Banyak bangunan kokoh rusak parah, bangunan dan jembatan
hancur atau terbalik akibat perubahan tanah, rel kereta bengkok atau rusak.
Likuifaksi dan penyebaran tanah mengakibatkan bangunan buatan manusia
menjadi tenggelam, miring dan jatuh. Banyak tanah longsor dan batu yang jatuh
didaerah bukit atau pegunungan. Dapat dilihat adanya celah di tanah, pohon
bergoyang dengan keras, air keluar dari bendungan atau penampungan air.
i. Intensitas IX
Lingkungan fisik hancur, kebanyakan bangunan rusak parah, jembatan dan
bangunan beton yang berada di atas tanah hancur, patah dan terbalik. Manusia
terlempar ke tanah. Banyak pos pengawas, menara dan monumen miring, hancur
atau terbalik. Pipa air dan pembuangan bengkok, terpelintir ataupun pecah.
Banyak terjadi tanah longsor, likuifaksi dengan penyebaran tanah dan lapisan
pasir, tanah menjadi tidak rata. Air sungai menyiprat dengan kuat, air dibendung
j. Intensitas X
Lingkungan fisik hancur total, hampir semua bangunan hancur. Adanya tanah
longsor yang besar, likuifaksi skala besar dan terangkatnya tanah, banyak
terdapat celah di tanah, banyak pohon yang tercabut, patah dan terbalik.
2.2.5. Dampak Bencana Gempa Bumi
Yulaewati dan Shihab (2008), menyatakan kerusakan-kerusakan yang timbul
akibat gempa bumi antara lain:
1. Kerusakan jalan karena terjadi keretakan, patah, terpotong, mengalami amblesan,
longsor di pinggir jalan, aspal terkelupas dan sebagainya. Selain itu, juga terjadi
kerusakan jembatan akibat terpotongnya kontruksi jembatan dengan jalan. Jalan
yang menghubungkan jembatan mengalami amblesan, kontruksi jembatan rusak
(patah, bengkok, miring, putus), pondasi jembatan amblas ke dalam tanah dan
sebagainya.
2. Kerusakan bangunan di pusat perekonomian dan pemerintahan seperti pertokoan,
pusat perdagangan, perkantoran, dan sebagainya. Bangunan-bangunan hancur
berantakan akibat guncangan gempa.
3. Turun atau amblesnya permukaan tanah sehingga mengakibatkan permukaan
tanah tersebut lebih rendah dari muka air laut dan menjadi tergenang oleh air
laut.
Menurut Japanese Red Cross Society (2009), kerusakan tipikal yang terjadi
sumber bencana atau daerah pemusatan penduduk. Selain itu, juga timbulnya masalah
kesehatan seperti mengalami kecacatan akibat patah tulang, terjadinya kerusakan fisik
berupa kerusakan bangunan, sarana dan prasarana, bencana kebakaran, kerusakan
dam (bendungan), tanah longsor dan banjir serta kerusakan fasilitas suplai air.
2.3. Teori Pembentukan Perilaku
Menurut Chaplin dalam Pieter dan Lumongga (2010), perilaku adalah
kumpulan reaksi, perbuatan, aktivitas, gabungan gerakan, tanggapan ataupun jawaban
yang dilakukan seseorang, seperti proses berpikir, bekerja , dan sebagainya. Walgito
dalam Pieter dan Lumongga (2010), menyatakan perilaku adalah interelasi stimulus
eksternal dengan stimulus internal yang memberikan respons eksternal. Stimulus
internal adalah stimulus-stimulus yang berkaitan dengan kebutuhan fisik dan
psikologis. Sedangkan stimulus eksternal adalah segala macam reaksi seseorang
akibat faktor dari luar diri atau dari lingkungan.
Pieter dan Lumongga (2010), menjelaskan bahwa pembentukan perilaku
manusia antara lain berdasarkan pada:
1. Teori Sikap
Menurut Green, et al (1989), faktor perilaku ditentukan oleh 3 (tiga) kelompok,
yaitu: (1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yakni faktor yang mendasari
terjadinya perilaku, mencakup pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, dan variabel
demografi tertentu, (2) Faktor pemungkin (enabling factors), yakni faktor yang