• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara Obesitas dengan Risiko Menderita Obstructive Sleep Apnea (OSA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan antara Obesitas dengan Risiko Menderita Obstructive Sleep Apnea (OSA)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012

Oleh:

NIM. 091000152 ANNISA MENTARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

NIM. 091000152 ANNISA MENTARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi dengan judul :

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PEKERJA DAN CARA KERJA DENGAN KELELAHAN KERJA PADA PEMANEN KELAPA SAWIT

DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA IV (PERSERO) UNIT USAHA ADOLINA TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :

NIM: 091000152 ANNISA MENTARI

Telah Diuji Dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 22 Januari 2013 Dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Ir. Kalsum, M.Kes

NIP. 19590813 199103 2 001 NIP. 19730523 200812 2 002 Umi Salmah, SKM, M.Kes

Penguji II Penguji III

dr. Mhd. Makmur Sinaga. MS

NIP. 19571117 198702 1 002 NIP. 19820301 200812 2 002 Arfah Mardiana Lubis, S.Psi, M.Psi

Medan, ___ Januari 2013 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi dapat memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja Sehingga permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Aktivitas fisik kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang secara keseluruhan masih dilakukan secara manual,sangat berisiko untuk mengalami kelelahan kerja.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja akibat kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh pemanen kelapa sawit di P.T Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. Penelitian ini di lakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Kabupaten Serdang Berdagai dengan sampel sebanyak 81 pemanen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kelelahan (p=0.002), terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kelelahan (p=0.001), terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan (p=0.009), status gizi berhubungan dengan kelelahan (p=0.016). terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut usia tanaman dengan kelelahan kerja (p=0.001). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan (p=0,238).

Dari hasil penelitian disarankan kepada pihak management kebun untuk menyesuaikan jumlah pemanen dengan cara kerja panen yang berbeda menurut usia tanaman, mengingat tingkat kesulitan dan beban yang berbeda Pemberian uang penganti makan dan ekstra puding sebagai upaya pemenuhan gizi pekerja sebaiknya tidak dilakukan. Dimana gizi adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi kelelahan pemanen.

(5)

ABSTRACT

Fatigue was the common problems that often experienced in the workforce. Fatigue experienced by workers that not able to resolved, may provide negative effects both of the worker and the job. Thus the fatigue problems should pay the special attention. Physical activity of the oil palm harvester work in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina as a whole was still done manually is risk to experiencing fatigue.

This research was an analytic researching with cross sectional design toanalyze the relationship between worker characteristics and how to work with fatigue caused by harvesting conducted by oil palm harvester in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. This research was carried out in PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Kab. Serdang Berdagai,which the number of sample were 81 harvesters.

The result of this research showed that there are relationship between age with fatigue (p=0.002), there is relationship between history of disease with fatigue (p=0.001), there is relationship between the period of work with fatigue (p=0.009), there is relationship between nutritional status with fatigue (p=0.016), there is a significant relationship between the how of working to cut stem and TBS according to the different age of the plant with fatigue (p=0.001). there was no significant relationship between the how of working to lift, entering, and carrying TBS with use rickshaw to TPH according to the different age of the plant with fatigue (p=0.238).

From the result of the study suggested to the management, to adjust the number of harvesters to harvest a different way of working according to the age plant, due to the distinct level of difficulty and also the expense. For worker aged over 45 years and have a history of certain disease, it is advisable to be transferred from the harvester get redeployed to others that not require too excessive physical activity.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Annisa Mentari

Tempat, Tanggal lahir : Medan, 30 Oktober 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Kawin

Nama Orang Tua

Ayah : Ir. H. Badullah HSB. MBA

Ibu : Alm. Ir. Hj. Wahyuniar P. Sari M.Sc

Anak ke : 3 dari 5 orang bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Merica Raya No 42. P. Simalingkar

Riwayat Pendidikan

Tahun 1996-1997 : TK Swasta Sultan Agung P.Siantar

Tahun 1997-2003 : SD Swasta Sultan Agung P. Siantar

Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 1 P.Siantar

Tahun 2006-2009 : SMA Swasta W.R Supratman 2 Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukurpenulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi atas segala rahmat dan karuniaNya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Karakteristik Pekerja dan Cara Kerja Dengan Kelelahan Kerja Pada Pemanen Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Tahin 2012”

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bimbingan, bantuan, dorongan dan partisipasi aktif dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Ketua Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

3. Ir. Kalsum, M.Kes selaku dosen pembimbing 1 dan Umi Salmah, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing II yang mana ditengah kesibukannya telah meluangkan waktu dan dengan sabar membimbing, mengarahkan, memberi saran-saran dengan berdiskusi dan memperluas wawassan berpikir dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini.

4. Ucapan terima kasih juga kepada seluruh Dosen dan Staf Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang telah banyak memeberikan ilmu yang bermanfaat serta pengalaman yang berguna bagi penulis selama berada di FKM USU

(8)

6. Kepada seluruh Dosen dan Staf Pegawai di lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara terima kasih untuk ilmu dan pengalaman yang telah diberi kepada penulis selama ini.

7. PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina, yang telah memberi kesempatan untuk belajar, dan melaksanakan penelitian serta menyelesaikan skripsi ini.

8. Teristimewa untuk kedua orang tua ku tercinta, sumber kekuatan penulis, alasan untuk senantiasa berusaha dan memberi yang terbaik, Ir. H. Badullah HSB, MBA dan Almarhumah Ibunda Ir. Hj. Wahyuniar Purnama Sari MSc. Terima kasih untuk setiap cinta, kasih, doa, ketulusan dan tiap tetes keringat yang telah diberi untuk penulis.

9. Juga Adik dan Kakak ku tersayang, Mhd. Luthfi HSB, Aminah Sari H HSB, dr. Nur Aisyah S HSB, Mhd. Amir S HSB, yang telah memberi doa, semangat, pengertian, tempat berbagi suka dan duka bersama, terima kasih atas segalanya.

10. Untuk seluruh keluarga besar penulis, terima kasih untuk dukungan moril dan doa yang telah diberi.

11. Terkusus kepada Rizka Furnanda, SKM yang telah dengan begitu sabar memotivasi, membimbing, dan mendoakan yang terbaik kepada penulis hingga selesainya skripsi ini.

12. Kepada Kak Putra Apriadi Siregar SKM, Bang Oji, Kak Dina Permatasari SKM, Kak Nona Novi SKM, Om Mulyanto, Kak Yusnani SKM, Dewi Juliatin, Abang Fentra Welkisam yang telah memotivasi dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini hingga terselesaikan.

13. Rekan-rekan peminatan K3 (Dewi Juliatain, Fentra Welkisam, Florentina, Novtalin, Mayan, Dunia Terang, Mahreza, Fahrurozi, Debi, Kak Naja, Kak Mian, Bang Henoks) terima kasih atas dukungannya.

(9)

15. Terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam pengerjaan skripsi ini yang todak dapat disebutkan satu persatu. Baik selama proses pengerjaan, seminar proposal, dan sidang hasil. Terima kasih yang sebesar-besarnya.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini bagi dari sedi penulisan, isi, maupun penyajiannya. Penulis dengan penuh kerendahan hati memohon maaf serta mengharapakan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan kedepannya. Akhir semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 23 Januari 2013

(10)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vii

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Umum ... 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja ... 10

2.1.1 Definisi Kelelahan ... 10

2.1.2 Sistem Penggerak Kelelahan ... 12

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan ... 13

2.1.4 Kasifikasi Kelelahan ... 15

2.1.5 Gejala Kelelahan ... 20

2.1.6 Pengukuran Kelelahan ... 22

2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja ... 27

2.2 Karakteristik Pekerja ... 30

2.2.1 Usia ... 30

2.2.2 Status Gizi (IMT) ... 31

2.2.3 Riwayat Penyakit ... 33

2.2.4 Masa Kerja ... 35

2.3 Pemanenan ... 36

2.3.1Tahapan Proses Kerjs Panen ... 37

2.3.2 Pemotongan Pelepah dan Tandan Buah Segar (TBS) ... 37

Tanaman berumur 3-5 tahun (ketinggian 2-5 m) ... 37

Tanaman berumur > 5 tahun (ketinggian > 5 m). ... 38

2.3.3 Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS dengan Angkong ke TPH ... 39

2.4 Kerangka Konsep ... 40

(11)

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi ... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.4 Instrumen Penelitian ... 45

3.5 Metode Penggumpulan Data ... 45

3.4.1 Data Primer ... 45

3.4.2 Data Sekunder ... 45

3.6 Definisi Operasional ... 46

3.6.1 Karakteristik Pekerja ... 46

3.6.2 Cara Kerja ... 47

3.6.3 Kelelahan ... 47

3.6.4 Pemanen Kelapa Sawit ... 47

3.7 Aspek Pengukuran ... 48

3.7.1 Karakteristik Pekerja ... 48

3.7.2 Cara Kerja ... 49

3.7.3 Kelelahan Kerja ... 50

3.8 Teknik Analisa Data ... 51

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Profil Perusahaan ... 53

4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan ... 54

4.1.2 Letak Geografis ... 54

4.1.3 Luas Areal Produksi ... 55

4.1.4 Struktur Organisasi ... 55

4.1.5 Jumlah Tenaga Kerja ... 61

4.2 Pemanenan ... 62

4.2.1 Jam Kerja Pemanen ... 62

4.2.2 Organisasi Panen ... 63

a. Struktur Organisasi ... 63

b. Tanggung Jawab ... 64

c. Kebutuhan Tenaga Panen ... 65

4.2.3 Alat dan Cara Kerja Panen ... 66

4.2.4 Upah/Premi ... 67

4.2.5 Pembinaan ... 68

4.2.6 Upaya K3 yang Dilakukan ... 68

4.3 Hasil Penelitian ... 69

4.3.1 Gambaran Umum Karakteristik Pekerja ... 69

4.3.2 Distribusi Tingkat Kelelahan Kerja Pada Pemanen Kelapa Sawit ... 70

4.3.3 Distribusi Respondedn Berdasarkan Cara kerja ... 71

(12)

4.3.5 Hubungan Cara Kerja Memotong Pelepah dan TBS Menurut tinggi Tanaman Dengan Kelelahan Kerja ... 75 4.3.6 Hubungan Cara Kerja Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanam yang Berbeda Dengan

Kelelahan Kerja ... 76

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Hubungan Karakteristik Pekerja Dengan Kelelahan Kerja ... 77 5.2 Hubungan Cara Kerja Memotong Pelepah dan TBS Menurut Usia

Tanaman Dengan Kelelahan Kerja ... 80 5.3 Hubungan Cara Kerja Mengangkat, Memasukan, dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanam yang Berbeda Dengan Kelelahan Kerja ... 82

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 84 6.2 Saran ... 85

Daftar Pustaka Lampiran

Lampiran 1. Quesioner Dan Panduan Observasi Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Hasil Uji Statistik

Lampiran 4. Surat Permohonan Ijin Penelitian

(13)

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas... 11

Gambar 2.2 A theoretical model to illustrate the neurophysiological Mechanism ... 12

Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation) ... 13

Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan ... 27

Gambar 2.5 Peralatan Panen Dodos dan Lebar Mata Dodos. ... 32

Gambar 2.6 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Dodos ... 32

Gambar 2.7 Peralatan Panen Egrek dan Mata Pisau Egrek ... 33

Gambar 2.8 Kegiatan Panen dengan Menggunakan Egrek ... 34

Gambar 2.9 Kerangka Konsep Penelitian ... 37

Gambar 4.1 Struktur Organisasi PTP Nusantara IV Unit Usaha Adolina ... 60

(14)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja ... 19 Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor

Individu ... 24 Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL) ... 25 Tabel 3.1 Jumlah Pemanen Berstatus Karyawan Tetap yang Berada di PTPN

IV Unit Usaha Adolina ... 40 Tabel 3.2 Jumah Sampel yang Dicuplik dari Setiap Afdeling yang Berada di

PTPN IV Unit Usaha Adolina ... 41 Tabel 3.3 Klasifikasi berdasarkan Cardiovascular Load (%CVL) ... 45 Tabel 3.4 Jenis data dan statistik uji yang digunakan pada analisa bivariat ... 46 Tabel 4.1 Jumlah Tenaga Kerja PT. Perkebunan Nusantara IV Unit

Usaha Adolina ... 65 Tabel 4.2 Jumlah Pemanen Berstatus Karyawan Tetap yang Berada di

PTPN IV Unit Usaha Adolina ... 66 Tabel 4.3 Distribusi Karakteristik Responden di PTPN IV Unit Usaha

Adolina Tahun 2012……….….73 Tabel 4.4 Tingkat Kelelahan Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha

Adolina Tahun 2012………..……75 Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Kerja……….…..75 Tabel 4.6 Tabulasi Silang Antara Karakteristik Pekerja dengan Kelelahan

Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha Adolina……. .... ………77 Tabel 4.7 Tabulasi Silang Antara Cara Kerja Memotong Pelepah Dan TBS

Menurut Tinggi Tanaman Dengan Kelelahan Kerja Responden

di PTPN IV Unit Usaha Adolina Tahun 2012……….79 Tabel 4.8 Tabulasi Silang Antara Cara Kerja Mengangkat, Memasukan,

Dan Membawa TBS Ke TPH Pada Usia Tanaman Yang Berbeda Dengan Kelelahan Kerja Responden di PTPN IV Unit Usaha

(15)

ABSTRAK

Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi dapat memberikan efek negatif, baik bagi pekerjaan maupun individu pekerja Sehingga permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Aktivitas fisik kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina yang secara keseluruhan masih dilakukan secara manual,sangat berisiko untuk mengalami kelelahan kerja.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan kelelahan kerja akibat kegiatan pemanenan yang dilakukan oleh pemanen kelapa sawit di P.T Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. Penelitian ini di lakukan di PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina Kabupaten Serdang Berdagai dengan sampel sebanyak 81 pemanen.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kelelahan (p=0.002), terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kelelahan (p=0.001), terdapat hubungan antara masa kerja dengan kelelahan (p=0.009), status gizi berhubungan dengan kelelahan (p=0.016). terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja memotong pelepah dan TBS menurut usia tanaman dengan kelelahan kerja (p=0.001). Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda dengan kelelahan (p=0,238).

Dari hasil penelitian disarankan kepada pihak management kebun untuk menyesuaikan jumlah pemanen dengan cara kerja panen yang berbeda menurut usia tanaman, mengingat tingkat kesulitan dan beban yang berbeda Pemberian uang penganti makan dan ekstra puding sebagai upaya pemenuhan gizi pekerja sebaiknya tidak dilakukan. Dimana gizi adalah salah satu faktor yang dapat memengaruhi kelelahan pemanen.

(16)

ABSTRACT

Fatigue was the common problems that often experienced in the workforce. Fatigue experienced by workers that not able to resolved, may provide negative effects both of the worker and the job. Thus the fatigue problems should pay the special attention. Physical activity of the oil palm harvester work in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina as a whole was still done manually is risk to experiencing fatigue.

This research was an analytic researching with cross sectional design toanalyze the relationship between worker characteristics and how to work with fatigue caused by harvesting conducted by oil palm harvester in PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina 2012. This research was carried out in PT Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Adolina Kab. Serdang Berdagai,which the number of sample were 81 harvesters.

The result of this research showed that there are relationship between age with fatigue (p=0.002), there is relationship between history of disease with fatigue (p=0.001), there is relationship between the period of work with fatigue (p=0.009), there is relationship between nutritional status with fatigue (p=0.016), there is a significant relationship between the how of working to cut stem and TBS according to the different age of the plant with fatigue (p=0.001). there was no significant relationship between the how of working to lift, entering, and carrying TBS with use rickshaw to TPH according to the different age of the plant with fatigue (p=0.238).

From the result of the study suggested to the management, to adjust the number of harvesters to harvest a different way of working according to the age plant, due to the distinct level of difficulty and also the expense. For worker aged over 45 years and have a history of certain disease, it is advisable to be transferred from the harvester get redeployed to others that not require too excessive physical activity.

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

dikemukakan bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia

seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang

merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan

nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting

sebagai pelaku dan tujuan pembangunan (Himpunan Peraturan Perundangan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, 2005).

Hal ini juga didukung oleh Mangkuprawira (2004), yang mengemukakan

bahwa sumber daya manusia yang menjadi penggerak dari berbagai macam pekerjaan

di dalam sebuah perusahaan sangatlah diperlukan. Sumber daya manusia merupakan

elemen yang lebih dominan dalam suatu organisasi dibandingkan dengan elemen lain

seperti modal, teknologi, dan uang, sebab sumber daya manusia itu sendirilah yang

mengendalikan elemen-elemen lainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa tenaga kerja

merupakan aset yang penting bagi perusahaan.

Oleh karena itu dalam rangka melindungi keselamatan pekerja guna

mewujudkan produktifitas kerja yang optimal perlu diselenggarakan upaya

(18)

dalam bentuk operasional adalah pencegahan kelelahan dan meningkatkan kegairahan

serta kenikmatan kerja (Suma’mur, 1996).

Semua jenis pekerjaan akan menghasilkan kelelahan kerja. Kelelahan kerja

akan menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya

kesalahan kerja akan memberi peluang terjadinya kecelakaan kerja dalam industri.

(Hulu, 2008).

Grangjean dalam Putri, (2008), mengemukakan kelelahan kerja merupakan

bagian dari permasalahan umum yang sering dijumpai pada tenaga kerja. Kelelahan

kerja adalah gejala yang berhubungan dengan penurunan efisiensi kerja,

keterampilan, kebosanan, serta peningkatan kecemasan. Kata “lelah“ memiliki arti

tersendiri bagi setiap individu dan bersifat subjektif

Hal ini didukung oleh data dari ILO yang menunjukan bahwa hampir setiap

tahun sebanyak dua juta pekerja meninggal dunia karena kecelakaan kerja yang

disebabkan oleh faktor kelelahan. Penelitian tersebut menyatakan dari 58155 sampel,

sekitar 18828 sampel menderita kelelahan yaitu sekitar 32,8% dari keseluruhan

sampel penelitian (Baiduri, 2008).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kementrian Tenaga Kerja Jepang

terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan sekitar 1600 pekerja yang dipilih secara

acak yang menunjukan hasil bahwa sebanyak 65% pekerja mengeluhkan kelelahan

fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan sekitar 7% pekerja

mengeluh stress berat dan merasa tersisihkan (Hidayat, 2003).

Sebuah penelitian mengenai kelelahan kronis di Sanfransisco didapatkan

(19)

%). Sedangkan keluhan muskuloskletal pada penderita CFS ini sebanyak 75%

(Astono, 2003).

Kelelahan dapat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam tubuh

seseorang seperti; usia, jenis kelamin, masa kerja, status gizi, serta kondisi

fisik/kesehatan. Kelima faktor yang berasal dari dalam tubuh tersebut selanjutnya

disebut faktor internal (individu). Selain faktor internal, kelelahan juga dapat

dipengaruhi oleh faktor eksternal/pekerjaanya, seperti: organisasi dan lingkungan

kerja (Suma’mur, 1996)

Banyak penelitian yang menunjukan bahwa faktor individu dalam hal ini;

umur, pendidikan, masa kerja, status perkawinan dan status gizi memiliki hubungan

terhadap terjadinya kelelahan kerja. Hal ini juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996)

yang mengemukakan bahwa kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga

menjadi 80% pada usia 50 tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60%

saja pada usia 60 tahun jika dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang

berusia 25 tahun. Dengan menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan

untuk bekerja akan semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat

timbul

Hasil riset menunjukan bahwa secara klinis terdapat hubungan antara status

gizi seseorang dengan performa tubuh secara keseluruhan, orang yang berada dalam

kondisi gizi yang kurang baik dalam arti intake makanan dalam tubuh kurang dari

normal maka akan lebih mudah mengalami kelelahan dalam melakukan pekerjaan

(20)

Permasalahan kelelahan kerja selayaknya mendapatkan perhatian khusus.

Kelelahan pada pekerja yang tidak teratasi akan memberikan efek negatif, baik bagi

pekerjaan maupun individu pekerja. Kelelahan kerja dapat menimbulkan berbagai

resiko yang berefek negatif bagi pekerja. Sangat banyak risiko kelelahan yang

dialami pekerja diantaranya;turunya motivasi kerja, performansi yang rendah, selain

itu juga kelelahan dapat menimbulkan meningkatnya frekuensi kesalahan sehingga

menyebabkan produktivitas kerja menjadi rendah. Bahkan dapat menimbulkan

penyakit akibat kerja dan terjadinya kecelakaan akibat kerja (Tarwaka, 2010).

Kelelahan secara nyata dapat memengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat

menurunkan produktivitas. Selain itu kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap kecelakaan kerja (Eraliesa, 2009).

Harian Kompas, (2004) mencatat, angka kecelakaan kerja rata-rata perhari di

Indonesia yang disebabkan oleh kelelahan sebanyak 27,8% dari 414 kasus kecelakaan

kerja perharinya. Dari angka ini dapat dikatakan kecelakaan kerja karena kelelahan

memiliki angka cukup tinggi. Selain itu menurut Dewan Keselamatan dan Kesehatan

Kerja Nasional di sector listrik (PLN) mencatat sebanyak 1485 kasus kecelakaan

yang terjadi dimana salah satu penyebab adalah faktor kurangnya konsentrasi pekerja

dikarenakan oleh Kelelahan.

Laporan Health and Safety in Agriculture (2008), untuk sector pertanian, pada tahun 2001-2002 sekitar 30.000 orang pekerja menderita gangguan atau sakit karena

pekerjaan. Berdasarkan tingkat prevalensi 6.500 per 100.000 orang, sektor pertanian

termasuk salah satu sektor yang berperingkat tertinggi untuk terjadinya kasus

(21)

Di Sumatera Utara pada tahun 2008 selama 4 bulan terakhir (Januari sampai

April) di 6 perkebunan, disinyalir karena terlalu lelah bekerja,konsentrasi pekerja

menjadi berkurang akibatnya, ditemukan 47 kasus kecelakaan terindentifikasi. 47

kasus tersebut 32 (68,08%) korban diantaranya dikategorikan kecelakaan ringan

seperti tertusuk duri sawit, tertimpa pelepah, gigitan serangga berbisa, dan keseleo

akibat jalan licin. 11 (23,40%) mengalami cacat, kebanyakan cacat mata (mengecil,

mengalami rabun bahkan buta), kena tatal (getah karet) yang sudah terkontaminasi

dengan zat kimiawi, kotoran berondolan sawit, dan tertimpa tandan buah segar (TBS)

(Situmorang, 2011).

Lebih dalam lagi, menurut penilitian Hendra (2009) mengenai risiko

ergonomic dan keluhan Muskuloskletal disorder (MSDs) pada pekerja panen kelapa

sawit di PT. X, kelelahan otot yang berlebihan pada pemanen kelapa sawit akibat

proses kerja yang manual dapat menyebabkan keluhan muskuloskletal disorder

(MSDs). Pekerjaan pemanenan yang dilakukan dengan gerakan berulang atau repetisi

dan terus-menerus dapat berpengaruh terhadap keluhan MSDs. Pada tahap pekerjaan

memotong dan menurunkan pelapah dan TBS, bagian tubuh yang mengalami repetisi

adalah leher. Leher mendongak secara terus-menerus selama kurang lebih 15 menit.

Gerakan leher yang berulang dan dilakukan secara terusmenerus untuk durasi yang

lama, akan menyebabkan kelelahan dikarenakan penggunaan yang berlebihan pada

otot, tendon, dan persendian.

Berdasarkan hasil survey pendahuluan dan wawancara yang dilakukan pada

beberapa pemanen di PTPN IV Unit Usaha Adolina pada tahun 2012, ternyata

(22)

dengan kelelahan dan berbagai faktor penyebabnya banyak dijumpai ditempat kerja.

Demikian halnya di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina,

banyak ditemui kejadaian kelelahan terutama pada pemanen kelapa sawit. Banyak

pekerja yang merasa nyeri pada bagian tubuh, cepat merasa lelah dan pusing saat

bekerja, dan cendrung sering lupa yang menunjukan gejala kelelahan kerja.

PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina merupakan

perusahaan dengan status Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak pada

komoditi kelapa sawit. Keseluruhan areal tanaman berada dibeberapa kecamatan

dengan total luas 6737 ha yang terdiri dari IX afdeling. Untuk memanen kelapa sawit

yang ada di seluruh areal kerja, ada sebanyak 102 pemanen tetap (KS). Sebagian

besar pemanan tetap (KS) yang ada di Unit Usaha Adolina sudah bekerja lebih dari 6

tahun dan banyak diantaranya berusia diatas 35 tahun (PTPN IV Unit Usaha Adolina,

2012).

Pemanen merupakan ujung tombak kegiatan produksi dalam pengolahan

bahan mentah (TBS) menjadi CPO. Kegiatan pemanenan di Unit Usaha Adolina

dimulai dari pukul 08.00 hingga seluruh ancak (luas areal kerja) yang diberi pada hari

tersebut diselesaikan oleh pemanen. Rata-rata perharinya pekerja bekerja selama 7

jam kerja, sehingga pemanen pulang pada pukul 15.00. Faktor manusia (kekuatan

fisik) sangat berperan dalam serangkaian kegiatan pemanenan. Proses pemanenan

dimulai dari memotong pelepah bagian bawah sawit, merapikan pelepah yang telah

dipotong, memotong (memanen) tandan buah yang matang, mengangkut tandan sawit

(23)

pemanenan. Keseluruhan kegiatan ini secara manual dikerjakan oleh manusia. (PTPN

IV Unit Usaha Adolina, 2012).

Dari serangkaian kegiatan proses kerja pemanenan yang ada tersebut, salah

satu risiko yang memengaruhi kondisi pemanen adalah kelelahan. Aktivitas kerja di

perkebunan kelapa sawit khususnya pekerjaan pemanenan masih dilakukan secara

manual dan mengandalkan tenaga manusia. Kondisi ini tentu saja berpotensi untuk

menimbulkan permasalahan khususnya kelelahan terhadap pemanen kelapa sawit.

Berdasarkan semua uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian mengenai hubungan karakteristik (usia, masa kerja, status gizi, dan riwayat

penyakit) yang merupakan faktor instrinstik dan cara kerja sebagai faktor ekstrinstik

pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Unit Usaha

Adolina Tahun 2012. Pada penelitian ini mengingat keseluruhan pemanen ialah

laki-laki maka jenis kelamin (instrinstik) tidak diteliti. Selain itu juga penelitian ini hanya

berfokus pada cara kerja yang dilakukan sebagi faktor ekstinstiknya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah bagaimana hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan

kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV

(24)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan karakteristik pekerja dan cara kerja dengan

kelelahan kerja pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV

(Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik pekerja pada pemanen kelapa sawit di

PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat kelelahan pada pemanen kelapa sawit di PT.

Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

3. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik pekerja dengan kelelahan kerja

pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha

Adolina pada tahun 2012.

4. Untuk mengetahui hubungan antara cara kerja memotong pelepah dan TBS

menurut tinggi tanaman dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT.

Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina pada tahun 2012.

5. Untuk mengetahui hubungan antara cara kerja mengangkat, memasukan, dan

membawa TBS dengan Angkong ke TPH pada usia tanaman yang berbeda

dengan kelelahan kerja pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV

(25)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan bagi perusahaan dalam hal kelelahan pekerja

khususnya pemanen kelapa sawit mengenai cara kerja yang dilakukan, untuk dapat

melakukan upaya pencegahan dan pengendalian terhadap masalah kelelahan kerja

tersebut.

1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti

1. Penerapan dan pengaplikasian dari teori ke praktek bidang keilmuan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya mengenai kelelahan kerja

pada pemanen kelapa sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit

Usaha Adolina.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang Keselamatan dan

Kesehatan Kerja ( K3 ).

1.4.3 Manfaat Bagi Institusi

1. Menambah khasanah ilmu khususnya bidang keselamatan dan kesehatan kerja

(K3).

2. Memberikan informasi gambaran tingkat kelelahan pada pemanen kelapa

sawit di PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Unit Usaha Adolina, serta

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Kerja 2.1.1 Definisi Kelelahan

Fatigue berasal dari kata “fatigare” yang berarti hilang atau lenyap ( waste-time). Secara umum dapat diartikan sebagai perubahan dari keadaan yang lebih kuat ke keadaan yang lebih lemah. Kelelahan merupakan kondisi yang ditandai dengan

perasaan lelah dan penurunan kesiagaan serta berpengaruh terhadap produktivitas

kerja (Grangjean, 1985 dalam Putri, 2008).

Kelelahan Adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar

dari kerusakan yang lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat.

Kelelahan diatur secara sentral oleh otak. Pada susunan Saraf terdapat sistim aktivasi

(bersifat simpatis) dan inhibisi (bersifat parasimpatis). Istilah kelelahan biasanya

menunjukan kondisi yang berbeda-beda pada setiap individu tetapi semuanya

bermuara kepada kehilangan efisiensi dan penurunan kapasitas kerja serta ketahanan

tubuh (Tarwaka, 2010).

Kelelahan Adalah kondisi akut, yang dimulai dari rasa letih yang kemudian

mengarah pada kelelahan mental ataupun fisik dan dapat menghalangi seorang untuk

dapat melaksanakan fungsinya dalam batas-batas normal. Perasaan lelah ini lebih dari

sekedar perasaan letih dan mengantuk, perasaan lelah ini terjadi ketika seseorang

(27)

Ditambahkan pula oleh Suma’mur, (2009) mengemukakan bahwa kelelahan

sama halnya dengan lapar ataupun haus yaitu salah satu dari pilar-pilar penting

mekanisme penyangga untuk melindungi berlangsungnya kehidupan. Dimana pada

dasarnya Kata Lelah (Fatigue).

Kelelahan adalah berkurangnya kemampuan fisik dan mental sebagi akibat

dari penggunaan berlebih pada fisik, mental atau emosional, yang juga dapat

mengurangi hampir seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan,

kecepatan reaksi, koordinasi dan pengambilan keputusan atau keseimbangan

Kelelahan kerja adalah suatu kondisi yang dihasilkan sebelum stres yang

memperlemah fungsi dan performa, fungsi organ saling mempengaruhi yang akhirnya

menggangu fungsi kepribadian, umumnya bersamaan dengan menurunnya kesiagaan

kerja dan meningkatnya sensasi ketegangan (Cut, 2004)

Menurut Suma’mur (2009) kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat

kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh 2(dua) sistem antagonistik yaitu

sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) tetapi semunya

bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Definisi kelelahan yang dikemukakan oleh banyak ahli sangat beragam,

namun dapat disimpulkan bahwa kelelahan merupakan kondisi fisiolgis tubuh yang

(28)

2.1.2 Sistem Pengerak Kelelahan

(Suma’mur, 2009), menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah

reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak (cortex cerebri), yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi) Gambar 2.1. Sistem penghambat bekerja terhadap talamus (thalamus) yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecendrungan

untuk tidur. Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis (formatio reticularis) yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh kearah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan

lain-lain.

Gambar 2.1 Sistem Penghambat dan Penggerak Aktifitas

Berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat

tergantung pada hasil kerja antara kedua sistem antagonis tersebut. Apabila sistem

penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak, seseorang

(29)

sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk aktif dalam

kegiatan termasuk bekerja Gambar 2.2 (Suma’mur, 2009).

Gambar 2.2. A theoretical model to illustrate the neurophysiological mechanism

2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan

Menurut Suma’mur (1996), ada 2 faktor yang dapay mempengaruhi terjadinya

kelelahan yaitu : faktor internal dan faktor eksternal

Secara umum faktor internal yang berasal dari dalam individu, terdiri dari 2

faktor yaitu: faktor somatis (fisik) seperti: kesehatan/ gizi/ pola makan, jenis kelamin,

usia. Dan faktor psikis, seperti: pengetahuan, sikap/gaya hidup/pengelolaan stress.

Sedangkan yang termasuk faktor eksternal yang merupakan faktor yang

berasal dari luar yaitu: faktor fisik, seperti: kebisingan, suhu, pencahayaan. Faktor

kimia, seperti: zat beracun. Faktor biologis, seperti: bakteri jamur. Faktor ergonomic,

serta faktor lingkungan kerja, seperti: kategori pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin

perusahaan, gaji/ uang lembur (insentif), hubungan sosial, posisi kerja Sleeping

Sleepy

Tired Relaxed

Fresh

Excited

Alarmed High Low

Activation by the activating system Inhibition and/or

(30)

Grandjean (1991) dalam Tarwaka (2010) mengemukakan bahwa faktor

penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat berfariasi, dan untuk memelihara dan

mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan diluar

tekanan (cancel out the stress). Dari sekian banyak jenis kelelahan, maka timbulnya rasa lelah dalam diri manusia merupakan proses yang terakumulasi dari berbagai

faktor penyebab dan mendatangkan ketegangan (stress) yang dialami oleh tubuh manusia. Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation)

Problem fisik : Tanggung jawab,

kekhawatiran Intensitas dan

lamanya kerja fisik dan mental

Lingkungan : iklim, penerangan bising.

Monotoni

Kenyerian dan kondisi kesehatan

Circardiant rhytem

Tingkat kelelahan Pemulihan/

(31)

2.1.4 Klasifikasi Kelelahan

Ada beberapa pendapat mengenai tipe kelelahan akibat kerja. Muchinsky

(1987) dalam Putri (2008), menyatakan ada empat tipe kelelahan yakni:

1. Kelelahan otot (muscular fatigue), disebabkan oleh aktivitas yang membutuhkan tenaga fisik yang banyak dan berlangsung lama. Tipe ini

berhubungan dengan perubahan biokimia tubuh dan dirasakan individu dalam

bentuk sakit yang akut pada otot. Kelelahan ini dapat dikurangi dengan

mendesain prosedur kerja baru yang melindungi individu dari pekerjaan yang

terlalu berat, misalnya dengan mendesain ulang peralatan atau penemuan

alat-alat baru serta melakukan sikap kerja yang lebih efisien.

2. Kelelahan mental (mental fatigue), berhubungan dengan aktivitas kerja yang monoton. Kelelahan ini dapat membuat individu kehilangan kendali akan

pikiran dan perasaan, individu menjadi kurang ramah dalam berinteraksi

dengan orang lain, pikiran dan perasaan yang seharusnya ditekan karena dapat

menimbulkan konflik dengan individu lain menjadi lebih mudah

diungkapkan. Kelelahan ini diatasi dengan mendesain ulang pekerjaan

sehingga membuat karyawan lebih bersemangat dan tertantang untuk

menyelesaikan pekerjaan.

3. Kelelahan emosional (emotional fatigue), dihasilkan dari stres yang hebat dan umumnya ditandai dengan kebosanan. Kelelahan ini berasal dari faktor-faktor

luar di tempat kerja, perusahaan dapat mengatasi kelelahan ini dengan

(32)

yang dirasakan karyawan dapat teratasi dan performansi kerja karyawan

meningkat.

4. Kelelahan ketrampilan (skills fatigue), berhubungan dengan menurunnya perhatian pada tugas-tugas tertentu seperti tugas pilot atau pengontrol lalu

lintas udara. Pada kelelahan tipe ini standar akurasi dan penampilan kerja

menurun secara progresif. Penurunan ini diperkirakan menjadi penyebab

utama terjadinya kecelakaan mobil dan pesawat terbang, sehingga karyawan

harus selalu diawasi dan diupayakan agar terhindar dari kelelahan ini dengan

pemberian waktu istirahat yang cukup

Menurut Schultz & Schultz (2001), ahli-ahli di bidang psikologi membagi

kelelahan akibat kerja dalam dua tipe yakni kelelahan fisiologis yang disebabkan oleh

kerja otot yang berlebihan dan kelelahan secara psikis, yang mirip dengan kebosanan.

Kedua jenis kelelahan tersebut dapat menyebabkan penurunan penampilan kerja dan

menyebabkan terjadinya kesalahan, kecelakaan dan ketidakhadiran.

Tarwaka, (2004) menyatakan bahwa kelelahan akibat kerja diklasifikasikan

dalam dua jenis, yaitu kelelahan otot dan kelelahan umum. Kelelahan otot merupakan

tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot. Sedangkan kelelahan umum biasanya

ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan karena

monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab-sebab

(33)

Soetomo (1981) dalam Adiningsari (2009) mengklasifikasikan kelelahan

berdasarkan faktor penyebabnya, diantaranya:

1. Kelelahan Fisik (physical/muscular fatigue)

Kelelahan fisik disebabkan oleh kelemahan pada otot. Suplai darah yang

mencukupi dan aliran darah ke otot sangat penting, dikarenakan menentukan

kemampuan metabolisme dan memungkinkan kontraksi otot tetap berjalan.

Kontraksi otot yang kuat mengakibatkan tekanan pada otot dan dapat

menghentikan aliran darah. Sehingga kontraksi maksimal hanya dapat

berlangsung beberapa detik. Gangguan pada aliran darah dapat menyebabkan

kelelahan otot yang berakibat otot tidak dapat berkontraksi, meskipun

rangsangan syaraf motorik masih berjalan.

2. Kelelahan Psikologi

Kelelahan psikologi berkaitan dengan depresi, gugup, dan kondisi psikologi

lainya. Kelelahan jenis ini diperburuk dengan adanya stress.

3. Kelelahan Mental (Mental Fatigue)

Kelelahan mental disebabkan karena faktor psikis. Pekerja memiliki persoalan

kejiwaan yang belum terselesaikan dan menyebabkan stress psikis.

4. Kelelahan Keterampilan (Skill Fatigue)

Kelelahan ini terjadi karena adanya tugas-tugas yang memerlukan ketelitian

dan penyelesaian permasalahan cukup sulit.

Silaban (1998), dalam Putri (2009) menerangkan mengenai jenis-jenis

kelelahan bahwa klasifikasi atau jenis kelelahan terbagi 3 yaitu, proses dalam otot,

(34)

1. Berdasarkan waktu kejadian

a. Kelelahan akut

Kelelahan akut terjadi pada aktifitas tubuh terutama yang banyak

menggunakan otot. Hal ini disebabkan karena suatu organ atau seluruh

tubuh bekerja secara terus menerus dan berlebihan. Kelalahan dengan

jenis ini dapat hilang dengan beristirahat cukup dan menghilangkan

gangguan-gangguannya.

b. Kelelahan kronis

Kelelahan kronis sebenarnya adalah kelelahan akut yang

bertumpuk-tumpuk. Hal ini disebabkan oleh adanya tugas terus-menerus tanpa

penggaturan jarak tugas yang baik dan teratur. Menurut Grandjean dalam

bukunya yang berjudul Fitting The Task to The Human kelelahan kronis berlangsung setiap hari dan berkepanjangan, dan bahkan telah terjadi

sebelum memulai suatu pekerjaan. Kelelahan yang diperoleh dari

tugas-tugas terdahulu belum hilang dan disusul lagi dengan tugas-tugas berikutnya.

Kondisi ini terjadi secara berulang-ulang. Dengan beristirahat biasa belum

bisa menghilangkan kelelahan jenis kronis ini. Pekerja yang mengalami

kelelahan kronis ini sudah merasa lelah sebelum memulai pekerjaan,

ketika bangun tidur perasaan lelah masih ada. Jika kondisi ini dibiarkan

maka dapat membahayakan tugas yang sedang dilakukanya atau dalam

(35)

2. Berdasarkan proses dalam otot

a. Kelelahan otot

Kelahan otot yaitu menurunya kinerja setelah mengalami stress tertentu

yang ditandai dengan menurunya kekuatan dan kelambatan gerak.

b. Kelelahan umum

Kelelahan umum ditandai dengan berkurangnya keinginan untuk bekerja

yang disebabkan oleh persyarafan ataupun psikis. Kelelahan umum ialah

suatu perasaan yang menyebar dan disertai dengan penurunan kesiagaan

dan kelambatan pada setiap aktivitas. Kelelahan umum pada dasarnya

adalah gejala penyakit dan erat hubungannya dengan faktor psikologis

seperti penurunan motivasi, dan kejenuhan yang mengakibatkan

menurunya kapsitas kerja seseorang. Kelelahan umum dicirikan dengan

menurunya perasaan ingin bekerja. Kelelahan umum disebut juga

kelelahan fisik dan juga kelelahan syaraf.

3. Berdasarkan penyebabnya

a. Faktor fisik dan psikologi di tempat kerja.

b. Faktor fisiologis yaitu akumulasi dari substansi toksin (asam laktat) dalam

darah dan faktor psikologis yaitu konflik yang menyebabkan stress

emosional yang berkepanjangan.

c. Kelelahan fisik (kelelahan karena kerja fisik); kelelahan patologis

(kelelahan yang ada hubunganya dengan penyakit); dan kelelahan

psikologis yang diatandai dengan menurunya prestasi kerja, rasa lelah dan

(36)

2.1.5 Gejala Kelelahan

Suma’mur (2009), mengemukakan bahwa gejala atau perasaan atau tanda

yang ada hubunganya dengan kelelahan adalah:

Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja Gejala Kelelahan Kerja

1. Perasaan berat dikepala

2. Menjadi lelah diseluruh badan

3. Kaki meras berat

4. Menguap

5. Merasa kacau pikiran

6. Mengantuk

7. Merasa berat pada mata

8. Kaku dan canggung dalam

gerakan

9. Tidak seimbang dalam berdiri

10. Mau berbaring

11. Merasa susah berfikir

12. Lelah bicara

13. Gugup

14. Tidak dapat berkonsentrasi

15. Tidak dapat memfokuskan

perhatian terhadap sesuatu

16. Cendrung untuk lupa

17. Kurang kepercayaan diri

18. Cemas terhadap sesuatu

19. Tidak dapat mengontrol sikap

20. Tidak dapat tekun dalam

melakukan pekerjaan

21. Sakit kepala

22. Kekakuan dibahu

23. Merasa nyeri dipunggung

24. Merasa pernafasan tertekan

25. Merasa haus

26. Suara serak

27. Pusing

28. Spasme kelopak mata

29. Tremor pada anggota badan

(37)

Gejala perasaan atau tanda 1-10 menunjukan melemahnya kegiatan, 11-20

menunjukan melemahnya motivasi, dan 20-30 menunjukan kelelahan fisik sebagai

akibat dari keadaan umum yang melelahkan (Suma’mur, 2009).

Seseorang yang mengalami kelelahan akan menunjukan tanda-tanda sperti:

sakit kepala (pusing), melamun, kurang konsentrasi, penglihatan kabur, susah

menjaga mata agar tetap terbuka, konstan menguap bahkan tertidur saat bekerja,

mudah tersinggung, jangka waktu menyimpan memori (ingatan) singkat, motivasi

rendah, halusinasi, gangguan dalam mengambil keputusan dan penilaian,

memperlambat refleks dan tanggapan, fungsi sistem kekebalan tubuh berkurang,

frekuensi melakukan salah meningkat (Australian Safety and Compentation Counsil, 2006).

Kelelahan merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan

suatu keadaan yang dialami oleh seseorang yang ditandai dengan berbagai gejala

seperti, lemah, lesu, jenuh, menurunya perhatian konsentrasi berkurang, dan

sebaginya (Grandjean, 1985 dalam Adiningsari, 2009)

1. Gejala kelelahan otot: antara stimulus dengan kontraksi awal jaraknya sangat

lama. Kontaksi dan relaksasi melamban.

2. Gejala Kelelahan umum: perasaan subjektif lelah, mengantuk, pusing tidak

suka bekerja, pikiran loyo/lamban, berkurangnya kewaspadaan, persepsi

lamban, ketidakinginan untuk bekerja, performa menurun baik pekerjaan fisik

(38)

3. Kelelahan kronis menunjukan gejala: sakit kepala, menggigil, kehilangan

waktu tidur, irregular heart rate, tiba-tiba berkeringat, kehilangan nafsu makan, permasalahan pencernaan.

2.1.6 Pengukuran Kelelahan

Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara

langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya

hanya berupa indiktor yang menunjukan kelelahan akibat kerja (Tarwaka, 2010)

1. Uji Performa Mental

Uji performa mental meliputi:

- Masalah aritmatika.

- Uji konsentrasi (crossing-out tes).

- Uji estimasi (dengan uji estimasi interfal waktu).

- Uji memori atau ingatan.

Pada uji ini seseorang dipacu untuk menentukan dan mengeluarkan

tanda-tanda kelelahan. Faktor lain yang berpengaruh adalah pelatihan dan

pengalaman. Apabila uji ini terus dilakukan maka gejala kelelahan akan

muncul dengan sendirinya (Grandjean, 1997 dalam Andiningsari, 2009)

2. Uji Schneider

Dalam penelitiannya dokter Soetomo, (1981) beliau memaparkan

bahwa dalam melakukan uji ini harus mempertimbangkan 6 hal:

- Frekuensi nadi dalam sikap berbaring

- Frekuensi nadi dalam sikap berdiri

(39)

- Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu

- Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan

kerja tersebut.

- Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri

Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai bekisar +3 dan -3 yang

kemudian diklasifikasikan sebagai berikut:

Nilai <7 = unstatisfactory Nilai 8-7 = doubfull (meragukan) Nilai 10-9 = fair

Nilai 13-11 = very good Nilai 18-14 = exclent 3. Kualitas dan kuantitas kerja

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja (waktu yang digunakan dalam setiap item) atau proses operasi yang dilakukan

setiap unit waktu. Kelelahan dan rata-rata jumlah produksi tentunya saling

berhubungan. Namun uji ini tidak dapat dilakukan secara langsung mengingat

banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan seperti: target produksi, faktor sosial

dan psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan kelelahan, tetapi faktor

tersebut bukanlah merupakan causal factor (Tarwaka, 2010). 4. Uji Psiko-motor (Psychomotor test)

Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor.

(40)

Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian rangsang sampai pada suatu saat

kesadaran atau dilaksanakanya kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan

nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan (Tarwaka, 2010).

Kelemahan dari uji ini ialah muncul suatu kenyataan bahwa pada uji ini sering

sekali membuat permintaan yang sulit pada subjek yang diteliti, sehingga dapat

meningkatkan ketertarikan (Granjean, 1997, dalam Putri, 2008).

5. Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Frekuensi kerlingan mulus (Flicker-fusion frecuensi) dari mata adalah kemampuan mata untuk membedakan cahaya berkedip dengan cahaya yang

dipancarkan secara terus-menerus.Cara menguji kelelahan denagn metode hilangnya

kelipan adalah sebagai berikut: responden yang hendak diteliti didudukan didepan

sumber cahaya yang berkedip. Kedipan kemudian dari lambat (frekuensi rendah),

kemudian perlahan-lahan dinaikan semakin cepat. Dan cahaya tersebut bukan lagi

dianggap cahaya terputus-putus, melainkan cahaya kontiniu (mulus).

Frekuensi batas atau ambang dari kelipan itulah yang disebut “frekuensi

kelipan mulus”. Bagi orang yang tidak lelah, frekuensi ambang bernilai 2 Hz jika

menggunakan cahaya pendek atau 0.6 Hz. Pada orang yang lelah sekali atau setelah

menghadapi pekerjaan monoton, angka frekunsi kerling mulus bias antara 0.5 Hz atau

dibawah dari angka frekuensi kerling mulus orang yang tidak lelah (Suyanto dalam

Andiningsari, 2009).

6. Pengukuran kelelahan secara subjektif

(41)

mengukur tingkat kelelahan subjektif. Berisi 30 daftar pertanyaan dimana pernyataan

nomor 1 sampai 10 mengenai pelemahan kegiatan, pertanyaan 11 sampai 20

pelemahan motivasi dan pertanyaan 21 sampai 30 untuk gambaran kelelahan fisik.

Dimana setiap pertanyaan diberi scoring dengan skala Likert (4 Skala) dimana: - Skor 1 = Tidak pernah merasakan

- Skor 2 = Kadang-kadang merasakan

- Skor 3 = Sering merasakan

- Skor 4 = Sering sekali merasakan

Dimana untuk menentukan klasifikasi kelelahan subjektif berdasarkan total skor

individu menggunakan pedoman:

Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor individu

7. Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL)

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang

menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut

nadi dipakai sebagai salah satu indicator yang dipakai untuk mengetahui berat

ringanya beban kerja seseorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin

pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis

(42)

Beban Kardiovaskuler (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan

antara peningkatan denyut nadi kerja dengan denyut nadi maksimum, yang dihitung

dengan rumus sebagai berikut:

Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi

yaitu sebagai berikut:

1. Denyut Nadi Istirahat: adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan

dimulai

2. Denyut Nadi Kerja: adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3. Nadi Kerja: adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi

kerja.

Dimana untuk menentukan %CVL diketahui bahwa denyut nadi maksimum

adalah 220/menit (-umur) untuk laki-laki dan 200- umur/menit untuk wanita. Dari

hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang

telah ditetapkan sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL) % CVL 100Klasifikasi

(43)

2.1.7 Penanggulangan Kelelahan Kerja

Penanggulangan terjadinya kelelahan menurut Silaban (1998) dalam Putri

(2008) antara lain:

1. Seleksi tenaga kerja yang tepat mencakup fisik dan kesehatan secara umum.

2. Menciptakan kondisi lingkungan yang aman dan nyaman terutama disebabkan

oleh faktor fisik, kimia, dan psikologi serta penerapan ergonomik.

3. Penggunaan warna yang lembut, dekorasi, dan musik di tempat kerja.

4. Organisasi proses produksi yang tepat atau pelaksanaan kerja bertahap mulai

dari aktifitas ringan.

5. Rotasi pekerjaan secara periodik, libur kerja, serta rekreasi.

6. Memberi waktu istirahat yang cukup.

7. Latihan fisik. Latihan fisik secara fisiologis membantu kelancaran fungsi

organ tubuh agar dapat melakukan pekerjaan lebih kuat, cekatan dan efisien.

8. Peningkatan upah dapat meningkatkan kepuasan kerja.

9. Penyediaan sarana dan fasilitas tempat istirahat yang nyaman, ruang makan,

dan kantin.

10. Pemberian penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pekerja.

Untuk mengurangi tingkat kelelahan maka harus dihindari sikap kerja yang

bersifat statis dab diupayakan sikap kerja yang lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan

dengan merubah sikap kerja lebih dinamis. Hal ini dapat dilakukan dengan merubah

sikap kerja yang statis menjadi sikap kerja yang lebih bervariasi atau dinamis,

sehingga sirkulasi darah dan oksigen dapat berjalan normal ke seluruh anggota tubuh

(44)

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelelahan disebabkan oleh

banyak faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan, hal yang paling penting

adalah mengupayakan secepat mungkin untuk menangani kelelahan yang muncul

agar tidak menjadi kronis. Agar dapat menangani kelelahan dengan cepat, maka kita

harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya kelelahan. Berikut akan

diuraikan faktor penyebab terjadinya kelelahan, penyegaran dan cara menangani

kelelahan (Tarwaka, 2010).

Gambar 2.4 Penyebab kelelahan, Cara mengatasi dan Manajemen Resiko Kelelahan

PENYEBAB KELELAHAN

1. Aktifitas kerja fisik 2. Aktifitas kerja Mental 3. Stasiun kerja tidak

ergonomi 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja monoton

7. Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis

9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu kerja, istirahat

CARA MENGATASI

1. Sesuai kapasitas kerja fisik 2. Sesuai kapasitas kerja mental

3. Redesain stasiun kerja

ergonomis

4. Sikap kerja alamih 5. Kerja lebih dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi kerja

9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap 2 jam kerja

dengan sedikit kudapan

RESIKO

1. Motivasi kerja turun 2. Performansi rendah 3. Kualitas kerja rendah 4. Banyak terjadi kesalahan 5. Produktifitas kerja rendah 6. Stress akibat kerja

7. Penyakit akibat kerja 8. Cedera

9. Terjadi kecelakaan kerja

MANAJEMEN RESIKO

1. Tindakan preventif melalui pendekatan inovatif dan partisipatoris

(45)

Monica, (2010) Karakteristik kelelahan kerja akan meningkat dengan semakin

lamanya pekerjaan yang dilakukan, sedangkan menurunnya rasa lelah (recovery) adalah didapat dengan memberikan istirahat yang cukup. Istirahat sebagai usaha

pemulihan dapat dilakukan dengan berhenti kerja sewaktu-waktu sebentar samapi

tidur malam hari Kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara, diantaranya:

1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.

2. Bekerja dengan menggunakan metoda kerja yang baik, misalnya bekerja dengan

memakai prinsip ekonomi gerakan.

3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi

pemasukannya dengan memperhatikan batasan-batasannya

4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan

terhadap jam kerja, waktu istirahat dan sarana-sarananya masa-masa libur dari

rekreasi, dan lain-lain.

5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban,

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran bau/ wangi-wangian dan lain-lain.

6. Berusaha untuk mengurangi monotoni dan ketegangan-ketegangan akibat kerja.

Menurut Suma’mur (1996), kelelahan dapat dikurangi dengan berbagai cara

yang ditujukkan kepada keadaan umum dan lingkungan fisik di tempat kerja.

Misalnya, dengan pemberian kesempatan istirahat yang tepat. Penerapan ergonomi

dalam hal pengadaan tempat duduk meja dan bangku-bangku kerja sangat membantu.

Demikian pula organisasi proses produksi yang tepat. Selanjutnya usaha-usaha perlu

ditujukkan kepada kebisingan, tekanan panas, pengudaraan dan penerangan yang

(46)

2.2 Karakteristik Pekerja

Istilah karakteristik diambil dari bahasa Inggris yakni characteristic, yang artinya suatu sifat khas yang melekat pada seseorang atau suatu objek. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakteristik adalah cirri-ciri khusus atau mempunyai

sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu. Ditambahkan oleh Wdianingrum

(1999), karakteristik adalah cirri-ciri dari demografi dan status sosial. Demografi

berkaitan dengan umur, stuktur prnduduk dan juga jenis kelamin, sedangkan statsu

sosial terdiri dari tingkat pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.

Ditambahkan lagi oleh Efendi (2004), ciri demografi karakteristik individu,

berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi.

Sedangkan data cultural berkaitan dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat

istiadat, penghasilan dan sebagainya.

2.2.1 Usia

Usia seseorang akan memengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh

dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan

bertambahnya usia. Berbagai perubahan fisiologis disebabkan oleh penuaan tetapi

semakin jelas bahwa banyak perubahan fungsi itu berhubungan dengan penyakit,

gaya hidup (misalnya: Kurang gerak badan) atau keduanya (WHO, 1996).

Usia berkaitan dengan kelelahan karena pada usia yang meningkat akan

diikuti dengan proses degenerasi dari organ sehingga dalam hal ini kemampuan organ

akan menurun. Dengan adanya penurunan kemampuan organ, maka hal ini akan

(47)

Bertambanya usia akan memengaruhi komposisi tubuh manusia. Massa tubuh

tanpa lemak dan berat otot berkurang yang mengakibatkan berkurangnya kekuatan,

ketahanan, dan volume otot. Dari segi histologinya, perubahan-perubahan tersebut

ada hubunganya dengan berkurangnya serabut otot tipe 2 dan berkurangnya aktivitas

enzim-enzim otot. Hal ini lah yang dapat memacu terjadinya kelelahan (Putri, 2008).

Hal itu juga didukung oleh (ILO&WHO, 1996) yang mengemukakan bahwa

kapasitas kerja seorang pekerja akan berkurang hingga menjadi 80% pada usia 50

tahun dan akan lebih menurun lagi hingga tinggal 60% saja pada usia 60 tahun jika

dibandingkan dengan kapasitas kerja mereka yang berusia 25 tahun. Dengan

menurunya kapasitas kerja seseorang maka kesanggupan untuk bekerja akan

semaakin berkurang akibatnya perasaan lelah akan lebih cepat timbul.

Seseorang dengan usia menjelang 45 tahun akan lebih cepat merasakan lelah.

Hal ini dikarenakan seseorang dengan usia tersebut akan mengalami penurunan

kapasitas kerja yang meliputi kapasitas fungsional, mental dan sosial. Menurut

laporan, untuk beberapa pekerjaan (bukan semua) kapasitas kerja akan terus menurun

menjelang usia 50 sampai 55 tahun (Adiningsari, 2009).

2.2.2 Status Gizi (IMT)

Status gizi adalah salah satu faktor dari faktor kapasitas kerja. Dimana

keadaan gizi buruk dengan beban kerja yang berat akan menganggu kerja dan

menurunkan efisiensi serta mengakibatkan kelelahan (Oentoro, 2004).

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari

(48)

keadaan seimbang tidaknya asupan dan pengeluaran yodium dalam tubuh (Supariasa,

2001).

Antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan dalam

penilaian status gizi. Metode ini menggunakan parameter berat badan (BB) dan tinggi

badan (TB). Melalui kedua parameter tersebut, dapat dilakukan penghitungan Indeks

Masa Tubuh (IMT) dengan rumus sebagai berikut (Depkes RI, 2003):

Depkes RI (2003), mengklasifikasikan status gizi berdasarkan IMT dengan

didasari penyesuaian terhadap postur tubuh orang Indonesia yang lebih kecil

dibandingkan dengan postur tubuh orang luar.

Tabel 2.3 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan IMT Menurut DepKes RI (2003)

Keadaan Keterangan IMT Laki-Laki (Kg/m2)

Status Gizi Baik Normal 17,00-23,00

Status Gizi Buruk Kurang berat badan Kelebihan berat badan

<17,00 >23,01

Modifikasi dari sumber: Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis, DepKes RI (2003) Menurut Stellman dalam Astono (2003), status gizi sangat berpengaruh

terhadap kelelahan yang terjadi. Pekerja dengan status gizi yang baik akan memiliki

mekanisme pemulihan dari kelelahan kerja yang lebih baik. Dengan pemulihan yang

lebih baik akan memiliki mengurangi efek kumulatif dari kelelahan sehingga

kemungkinan kelelahan yang terjadi akan semakin rendah. Selain itu pengaturan pola

(49)

Indicator yang dapat dipakai untuk menilai status gizi seseorang antara lain adalah

kadar Hb darah dan Indeks Masa Tubuh (IMT).

2.2.3 Riwayat Penyakit

Grandjean (1997) dalam Putri (2007), mengemukakan bahwa kelelahan secara

fisiologis dan psikologis dapat terjadi saat kondisi tubuh tidak fit/sakit atau seseorang

mempunyai keluhan terhadap penyakit tertentu. Semakin buruk kondisi kesehatan

seorang pekerja maka kelelahan akan semakin cepat timbul.

Individu dengan kondisi kesegaran jasmani secara umum baik memiliki resiko

lebih kecil terhadap terjadinya resiko Low Back Pain (LBP) dan penyembuhan akan rasa nyeri akan lebih cepat pulih dibandingkan dengan individu lain (Dickerson dan

Chaffin, 1994 dalam Astono, 2003).

Menurut (NTC, 2006) kelelahan pada seorang pekerja juga dapat terjadi dari

riwayat penyakit seseorang yang dapat berkontribusi menimbulkan kelelahan seperti,

Penyakit Jantung, Diabetes, Anemia, gangguan tidur, Parkinson.

Oentoro (2004), adanya beberapa penyakit yang dapat mempengaruhi

kelelahan, penyakit tersebut antara lain:

a. Penyakit Jantung

Seseorang yang mengalami nyeri jantung jika kekurangan darah, kebanyakan

menyerang bilik kiri jantung sehingga paru-paru akan mengalami bendungan dan

(50)

b. Penyakit gangguan ginjal

Pada penderita gangguan ginjal, sistem pengeluaran sisa metabolisme akan

terganggu sehingga tertimbun dalam darah (uremi). Penimbunan sisa metabolisme

menyebabkan kelelahan.

c. Penyakit asma

Pada penderita penyakit asma terjadi gangguan saluran udara bronkus kecil

bronkiolus. Proses transportasi oksigen dan karbondioksida terganggu sehingga

terjadi akumulasi karbondioksida dalam tubuh yang menyebabkan kelelahan.

Terganggunya proses tersebut karena jaringan otot paru-paru terkena radang.

d. Tekanan darah rendah

Pada penderita tekanan darah rendah kerja jantung untuk memompa darah ke

bagian tubuh yang membutuhkan kurang maksimal dan lambat sehinggakebutuhan

oksigennya tidak terpenuhi, akibatnya proses kerja yang membutuhkan oksigen

terhambat. Pada penderita penyakit paru-paru pertukaran O2 dan CO2 terganggu

sehingga banyak tertimbun sisa metabolisme yang menjadi penyebab kelelahan.

f. Tekanan darah tinggi

Pada tenaga kerja yang mengalami tekana darah tinggi akan menyebabkan

kerja jantung menjadi lebih kuat sehingga jantung membesar. Pada saat jantung tidak

mampu mendorong darah beredar ke seluruh tubuh dan sebagian akan menumpuk

pada jaringan seperti tungkai dan paru. Selanjutnya terjadi sesak napas bila ada

pergerakan sedikit karena tidak tercukupi kebutuhan oksigennya akibatnya pertukaran

darah terhambat. Pada tungkai terjadi penumpukan sisa metabolisme yang

(51)

2.2.4 Masa Kerja

Kelelahan berkaitan dengan tekanan yang terjadi pada saat bekerja yang dapat

berasal dari tugas kerja, kondisi fisik, kondisi kimia, dan sosial ditempat kerja.

Tekanan konstan, terjadi seiring dengan penambahan masa kerja dan adaptasi.

(Malkom, 1988 dalam Putri, 2007).

Masa kerja merupakan akumulasi dari waktu dimana pekerja telah memegang

pekerjaan tersebut. Semakin banyak informasi yang disimpan, maka semakin banyak

keterampilan yang dipelajari serta semakin banyak pekerjaan yang dikerjakan.

(Rohmert, 1988 dalam Andiningsari, 2008).

Lama kerja berkaitan dengan efek kumulatif dari stressor untuk menimbulkan suatu strain. Semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan, maka kelelahan yang terjadi akan semakin sering (Stellman 1998, dalam Astono, 2003).

Masa kerja dapat mempengaruhi pekerja baik positif maupun negatif. Akan

memberikan pengaruh positif bila semakin lama seseorang bekerja maka akan

berpengalaman dalam melakukan pekerjaannya. Sebaliknya akan memberikan

pengaruh negatif apabila semakin lama bekerja akan menimbulkan kelelahan dan

kebosanan. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah

terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Secara garis besar

masa kerja dapat dikategorikan menjadi 3 (Budiono, 2003), yaitu:

1. Masa kerja < 6 tahun

2. Masa kerja 6-10 tahun

Gambar

Gambar 2.3 Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran
Tabel 2.1. Gejala Kelelahan Subjektf pada Pekerja
Tabel 2.2 Klasifikasi Tingkat Kelelahan Subjektif berdasarkan total skor
Tabel 2.3 Klasifikasi  Berdasarkan Cardiovaskular Load (%CVL)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulistelah berhasil menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan antara Body

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan obesitas dengan risiko Obstructive Sleep Apnea (OSA) pada masyarakat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan penderita diabetes melitus dengan faktor risiko terjadinya OSA di Program Layanan

Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan diabetes melitus terkontrol dan tidak terkontrol dengan faktor risiko obstructive sleep apnea. Kata Kunci: Diabetes Melitus, DM, Risiko

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, didapatkan kesimpulan hasil penelitian ini adalah responden yang mengalami obesitas adalah sebanyak 71 orang dengan laki-laki

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Lama Menderita dan Usia Dengan

selaku pembimbing I yang senantiasa dengan sabar telah meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, mengarahkan, memberikan dukungan, serta motivasi kepada penulis

HUBUNGAN KADAR LEPTIN DENGAN DERAJAT KEPARAHAN OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA OSA Hasil Penelitian untuk Karya Ilmiah/Tesis Andyna Cylvia 22041318310007 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS