• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KOLONI PSEUDOMONAS AERUGINOSA

DENGAN PERSENTASE TAKE SPLIT THICKNESS SKIN

GRAFT (STSG) PADA PASIEN LUKA BAKAR DI

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

dr. RONI MARZUKI NASUTION

PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER DOKTER SPESIALIS ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Tesis : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama PPDS : Roni Marzuki Nasution

Nomor CHS :

Bidang Ilmu : Kedokteran / Ilmu Bedah

Kategori : Bedah Plastik

TESIS INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI OLEH

Pembimbing :

dr. Frank Bietra Buchari, SpBP dr. Utama Abdi Tarigan, SpBP NIP : 197105172008011008 NIP: 1971061620012 1 001

Ketua Departemen Ilmu Bedah Ketua Program Studi Ilmu Bedah

dr. Emir Taris Pasaribu,SpB(K)Onk

(3)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Tesis

Judul : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Peneliti : Roni Marzuki Nasution

Departemen : Ilmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, AGUSTUS 2014

KONSULTAN METODOLOGI PENELITIAN

FAKULTAS KEDOKTERAN USU

(4)

TESIS

Judul : Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Peneliti : Roni Marzuki Nasution

Departemen : lmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

MEDAN, AGUSTUS 2014

PEMBIMBING PATOLOGI KLINIK

NIP : 1961 0825 198802 2 001

(5)

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Roni Marzuki Nasution

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran USU

(………. )

(6)

PERNYATAAN

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Split

Thickness Skin Graft

(STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam

Malik Medan

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam proposal ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam

daftar pustaka.

Medan, Agustus 2014

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan, karena berkat segala rahmat dan

karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis Magister ini yang

merupakan salah satu persyaratan tugas akhir untuk memperoleh keahlian dalam bidang Ilmu

Bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan. Selawat dan salam tak

lupa penulis sampaikan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW.

Dengan selesainya penulisan tesis ini, perkenankanlah penulis untuk menyampaikan rasa

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara atas kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti

Program Pendidikan Magister Ilmu Bedah di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara

Ketua Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dr. Emir T

Pasaribu, SpB(K)Onk dan Sekretaris Departemen, dr. Erjan Fikri, SpB,SpBA. Ketua Program

Studi Ilmu Bedah, dr. Marshal SpB,SpBTKV dan Sekretaris Program Studi Ilmu Bedah, dr.

Asrul S, SpB-KBD, yang telah bersedia menerima, mendidik dan membimbing penulis

dengan penuh kesabaran selama penulis menjalani pendidikan.

Dr. Frank B. Buchari ; Ketua Divisi Bedah Plastik di Deparemen Ilmu Bedah Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara sekaligus Pembimbing penelitian saya, dr. Eddy

Sutrisno, Sp.BP-RE (K), dr. Jailani, Sp.BP-RE(K), dr. Utama Tarigan, Sp.BP-RE terima

kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya yang dapat penulis

sampaikan, yang telah membimbing, mendidik, membuka wawasan penulis, senantiasa

memberikan dorongan dan motivasi yang tiada hentinya dengan penuh bijaksana dan tulus

ikhlas disepanjang waktu sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada guru-guru saya :

Prof. Bachtiar Surya, SpB-KBD, Prof. Iskandar Japardi, SpBS(K), Prof. Adril A Hakim,

SpS,SpBS(K), Prof. dr. A Gofar Sastrodiningrat SpBS (K), Prof. Nazar Moesbar, SpB,SpOT,

Prof. Hafas Hanafiah, SpB,SpOT, dr. Asmui Yosodihardjo, SpB,SpBA, dr. Syahbuddin

Harahap, SpB, DR. dr. Humala Hutagalung, SpB(K)ONK, dr. Gerhard Panjaitan,

(8)

tanpa pamrih memberikan bimbingan, koreksi dan saran kepada penulis selama mengikuti

program pendidikan ini.

Prof. Aznan Lelo, PhD, SpFK, yang telah membimbing, membantu dan meluangkan waktu

dalam membimbing statistik dari tulisan tugas akhir ini.

Dr. Ricke Loesnihari, M. Ked (Clin-Path), SpPK(K), yang telah membimbing, membantu dan

meluangkan waktu dalam penelitian ni.

Para Senior, dan sejawat peserta program studi Bedah yang bersama-sama menjalani suka

duka selama pendidikan. Terima kasih kepada Yudi dan Hanny yang banyak membantu

dalam penyelesaian tesis ini.

Para pegawai dilingkungan Departemen Ilmu Bedah FK USU, dan para tenaga kesehatan

yang berbaur berbagi pekerjaan memberikan pelayanan Bedah di RSUP H Adam Malik, RSU

Pirngadi, dan di semua tempat bersama penulis selama penulis menimba ilmu.

Kedua orang tua, ayahanda Drs. H. Asroi Nasution dan ibunda Hj. Enni Derlina . Mertua,

ayahanda H. Hamzah Ichsanuddin dan ibunda Hj. Wisdar, terima kasih yang

sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya, yang telah membesarkan dan mendidik penulis sejak kecil

dengan penuh kesabaran, kasih sayang dan perhatian, dengan diiringi doa dan dorongan yang

tiada hentinya sepanjang waktu, memberikan contoh yang sangat berharga dalam menghargai

dan menjalani kehidupan.

Kepada abang, kakak, adik-adik dan seluruh keluarga besar, penulis mengucapkan terima

kasih atas pengertian dan dukungan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan.

Terima kasih yang tak terkira kepada istriku tercinta dr. Ria Hartaty dan anakku Raisya

Muntazzia Nasution dan Raihan Muhafiz Azrai Nasution atas segala pengorbanan,

pengertian, dukungan semangat, kesabaran dan kesetiaan dalam segala suka duka

mendampingi saya selama menjalani masa pendidikan yang panjang ini.

Akhirnya hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan.

Semoga ilmu yang penulis peroleh selama pendidikan Magister spesialisasi ini dapat

memberikan manfaat bagi kita semua.

(9)

Medan, Agustus 2014

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

3.10. Persetujuan setelah Penjelasan ... 18

3.11 Kerangka Konsep ... 19

(11)

4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar ... 20

4.3. Deskripsi Take Skin Graft pada Penderita Luka Bakar ... 20

4.4. Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik ... 21

BAB 5 PEMBAHASAN ... 22

BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN... 25

6.1. Simpulan ... 25

6.2 Saran ... 25

(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar 23

Tabel 4.2 Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar

23

Tabel 4.3 Deskripsi Take skin graft pada Penderita Luka Bakar

24

Tabel 4.4 Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik Medan

(13)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 1 Struktur penampang kulit manusia 12

(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Susunan Peneliti

Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian Lampiran 3 Jadwal Penelitian

Lampiran 4 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian Lampiran 5 Persetujuan Setelah Penjelasan

(15)

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Take Split Thickness Skin Graft

(STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di

RSUP H. Adam Malik Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2Divisi Bedah Plastik

Latar Belakang: Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk. Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara. Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk

rekonstruksi luka bakar. ). Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus.

Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian

crossectional, dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan skin graft

Hasil: Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien (72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take skin graft < 50% dijumpai pada 1 pasien. take skin graft >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeroginosa ( 2/15 = 13,33% ). Namun perbedaan ini secara statistik hampir bermakna (p=0,073)

Kesimpulan: Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)

(16)

Colonies of Pseudomonas aeruginosa relationship with the percentage of Split Thickness Skin Graft Take (STSG) In the Burn Patient In H. Adam Malik Hospital Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Plastic Surgery Division

Background: Burns still a global problem. The incidence of burns around the world in 2004 is estimated to 1.1 per 100,000 population. And nearly half occurred in the Southeast Asian region. Skin grafts are used in a variety of clinical situations including burns reconstruction. The most common pathogens that cause graft failure was coagulase positive staphylococci, Pseudomonas and beta-haemolytic Streptococcus. Therefore, researchers need to examine the relationship colonies of Pseudomonas aeruginosa with a success rate of skin grafting in burn patients in H. Adam Malik Hospital Medan.

Methods: This study is a descriptive analytic cross-sectional study design, carried out at the Department of Plastic Surgery H. Adam Malik Hospital during the period February to June 2014 population in this study were all injured patients admitted to the H. Adam Malik hospital Medan the period February to June 2014 were performed skin graft

Results: Of the 22 cases encountered burns skin graft take percentage> 80% in 16 patients (72.7%), the percentage of skin graft take between 50-80% in 5 patients (22.7%), and skin graft take percentage <50% found in 1 patient. skin graft take> 80% burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns

aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Take <80% in patients with Pseudomonas

aeroginosa burns (4/7 = 57.14%) more than in burns with non-Pseudomonas aeroginosa (2/15 = 13.33%). However, this difference was statistically almost significant (p = 0.073)

Conclusion: The success rate of skin graft of> 80% in burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Based on chi-square test found no correlation Pseudomonas aeruginosa colony with a success rate of skin graft on burn patients (p = 0.073)

(17)

Hubungan Koloni

Pseudomonas Aeruginosa

dengan Persentase

Take Split Thickness Skin Graft

(STSG) Pada Pasien Luka Bakar Di

RSUP H. Adam Malik Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

PPDS Bedah Universitas Sumatera Utara, 2Divisi Bedah Plastik

Latar Belakang: Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk. Dan hampir separuh terjadi di wilayah Asia Tenggara. Skin graft digunakan dalam berbagai situasi klinis termasuk

rekonstruksi luka bakar. ). Patogen yang paling umum yang menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan beta-haemolytic Streptococcus.

Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian

crossectional, dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan selama periode Februari sampai Juni 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan skin graft

Hasil: Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien (72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take skin graft < 50% dijumpai pada 1 pasien. take skin graft >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeroginosa ( 2/15 = 13,33% ). Namun perbedaan ini secara statistik hampir bermakna (p=0,073)

Kesimpulan: Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan

Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)

(18)

Colonies of Pseudomonas aeruginosa relationship with the percentage of Split Thickness Skin Graft Take (STSG) In the Burn Patient In H. Adam Malik Hospital Medan

Roni Marzuki Nasution1, Frank Bietra Buchari2, Utama Tarigan2 1

Surgeon Resident of North Sumatera Faculty, 2Plastic Surgery Division

Background: Burns still a global problem. The incidence of burns around the world in 2004 is estimated to 1.1 per 100,000 population. And nearly half occurred in the Southeast Asian region. Skin grafts are used in a variety of clinical situations including burns reconstruction. The most common pathogens that cause graft failure was coagulase positive staphylococci, Pseudomonas and beta-haemolytic Streptococcus. Therefore, researchers need to examine the relationship colonies of Pseudomonas aeruginosa with a success rate of skin grafting in burn patients in H. Adam Malik Hospital Medan.

Methods: This study is a descriptive analytic cross-sectional study design, carried out at the Department of Plastic Surgery H. Adam Malik Hospital during the period February to June 2014 population in this study were all injured patients admitted to the H. Adam Malik hospital Medan the period February to June 2014 were performed skin graft

Results: Of the 22 cases encountered burns skin graft take percentage> 80% in 16 patients (72.7%), the percentage of skin graft take between 50-80% in 5 patients (22.7%), and skin graft take percentage <50% found in 1 patient. skin graft take> 80% burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns

aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Take <80% in patients with Pseudomonas

aeroginosa burns (4/7 = 57.14%) more than in burns with non-Pseudomonas aeroginosa (2/15 = 13.33%). However, this difference was statistically almost significant (p = 0.073)

Conclusion: The success rate of skin graft of> 80% in burns with aeroginosa Pseudomonas found in 3/7 cases (42.86%) were lower in non-Pseudomonas burns aeroginosa ie on 13/15 cases (86.67%). Based on chi-square test found no correlation Pseudomonas aeruginosa colony with a success rate of skin graft on burn patients (p = 0.073)

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia

pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013).Diperkirakan 195.000

kematian setiap tahun disebabkan oleh luka bakar dan sebagian besar terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2012).Dan hampir separuh terjadi di wilayah

Asia Tenggara. Menurut Riset Kesehatan Dasar Depkes RI (2007) prevalensi kejadian luka

bakar di Indonesia adalah sebesar 2,2%. Prevalensi tertinggi terdapat di provinsi Nangroe

Aceh Darussalam dan Kepulauan Riau sebesar 3,8%.

Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas, cairan, api,

uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada

luka bakar sering terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi

luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan

virus (5-10%) (Capoor et al, 2010). Pada penelitian Saaiq (2012) organisme yang ditemukan

pada luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (n=23), Klebsiella (n=4), Staphylococcus

aureus (n=3), methicillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) (n=3), Candida albicans (n=3), E. coli (n=2) dan Proteus (n=2).

Skin graft adalah penempelan kulit dengan operasi dari satu area tubuh dan ditransplantasikan atau melekat ke daerah lain (Semer, 2001). Skin graft digunakan dalam

berbagai situasi klinis termasuk rekonstruksi luka bakar. Skin graft dapat diklasifikasikan

split thickness dan full thickness (Thome, 2007). Tingkat keberhasilan STSG tergantung beberapa faktor salah satunya adalah infeksi (Guo, 2010). Patogen yang paling umum yang

menyebabkan kegagalan graft adalah coagulase positive staphylococcus, Pseudomonas dan

beta-haemolytic Streptococcus (Magliacani, 1990). Kegagalan take STSG ini disebabkan karena kemampuan Pseudomonas aeruginosa untuk bertahan dan berkembang biak dalam

biofilm. Biofilm merupakan agregat multiselular yang dibungkus dalam matriks ekstraselular

polisakarida, protein, DNA, dibandingkan dengan satu bakteri bebas yang disebut sel

(20)

Data Departemen Mikrobiologi RSUP H.Adam Malik melaporkan kuman yang paling

banyak dijumpai pada pasien rawat inap pada tahun 2013 yaitu Klebsiella pneumonia,

Pseudomonas aeroginosa dan Staphylococcus aureus. Pada penelitian Hogsberg et al (2011) mengenai keberhasilan Split Thickness Skin Graft (STSG) pada penderita chronic venous leg

ulcers dengan adanya bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan hasil keberhasilan

STSG sebesar 33,3% (p=0,001).

Dari data - data di atas tampak bahwa adanya hubungan antara infeksi kuman dengan

tingkat keberhasilan STSG. Di RSUP H. Adam Malik belum ada penelitian mengenai

hubungan koloni kuman dengan tingkat keberhasilan skin graft, termasuk pasien luka bakar.

Oleh karena itu, peneliti perlu meneliti hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan

tingkat keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan rasio >

105persentase take skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3. Hipotesa

Ada hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan persentase take skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat

keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui angka keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam

Malik Medan.

2. Mengetahui faktor kuman Pseudomonas aeruginosa yang mempengaruhi keberhasilan

dan kegagalan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Mengetahui koloni maksimal kuman Pseudomonas aeruginosa sebagai syarat

keberhasilan untuk dilakukan skin graft terdapat pada pasien luka bakar di RSUP H.

(21)

1.5. Manfaat

1.5.1. Bidang Akademik/Ilmiah

Meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang bedah plastik, khususnya Mengetahui

hubungan koloni Pseudomonas aeruginosa dengan persentase take skin graft pada pasien

luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

Meningkatkan keberhasilan penanganan penderita luka bakar, khususnya pelayanan di

bidang bedah plastik.

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian

Memberikan data awal terhadap departemen bedah plastik tentang kebehasilan STSG

berdasarkan koloni maksimal kuman pada pasien luka bakar di Rumah Sakit Umum Pusat H.

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Luka Bakar

Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api,

uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidayat, 2005).

2.2 Patofisiologi Luka Bakar

Panas tidak hanya merusak kulit secara lokal tetapi memiliki banyak efek umum pada

tubuh. Perubahan ini khusus untuk luka bakar dan umumnya tidak mengalami pada luka yang

disebabkan oleh cedera lainnya (Vartak A, 2010).

Ada peningkatan dalam permeabilitas kapiler karena efek panas dan kerusakan. Hal

ini menyebabkan plasma bocor keluar dari kapiler ke interstitial. Hasil dari peningkatan

permeabilitas kapiler dan kebocoran plasma berlanjut sampai 48 jam dan maksimum 8 jam

pertama. Dalam 48 jam baik permeabilitas kapiler kembali menjadi normal atau trombosis

dan tidak lebih bagian dari sirkulasi. Hilangnya plasma ini adalah penyebab syok

hipovolemik pada luka bakar.

Berikut ini adalah penyebab dari kehilangan darah pada luka bakar:

1. Sel darah merah yang hilang dalam pembuluh dasar kulit terbakar pada fase akut. Oleh

karena itu, lebih dalam luka bakar lebih banyak kehilangan darah. Darah akan

ditransfusikan setelah 48 jam kecuali dinyatakan seperti pada anemia yang sudah ada

atau kehilangan darah secara keseluruhan karena penyebab lainnya.

2. Masa hidup sirkulasi sel darah merah berkurang karena dengan efek langsung dari panas

dan mereka hemolyse diawal. Luka bakar yang luas juga menyebabkan sumsum tulang

depresi yang mengarah ke anemia.

3. Pada tahap kronis luka bakar, kehilangan darah dari granulasi luka dan infeksi

bertanggung jawab untuk anemia. Tidak seperti kebanyakan luka lain, luka bakar

biasanya steril pada saat cedera. Panas menjadi agen penyebab, juga membunuh semua

mikroorganisme pada permukaan. Itu hanya setelah minggu pertama luka bakar yang

luka permukaan ini cenderung terinfeksi, sehingga membuat sepsis sebagai penyebab

utama kematian diluka bakar. Di luka lain misalnya, luka gigit, luka tusuk dan luka lecet

(23)

2.3 Derajat Luka Bakar

Kedalaman luka bakar penting untuk menilai beratnya luka bakar, merencanakan

perawatan luka, dan memprediksi hasil dari segi fungsional maupun kosmetik. Derajat luka

bakar dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai eritema,

nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan terbakar mata

hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase penyembuhan 3-5 hari.

2. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai lepuh atau

terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi fisiologis. Fase

penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.

3. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan dermis,

tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah yang rusak,

hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai jaringan

termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).

2.4 Fase Penyembuhan Luka Bakar

Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959)

menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):

- Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan nekrosis coagulative

lengkap.

- Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona ini tetapi

dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan luka yang tepat.

- Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah hasil dari

vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah trauma. Hal ini

akhirnya pulih sepenuhnya.

Pada tingkat pertama dan kedua derajat luka bakar ringan, penyembuhan spontan

adalah tujuan utama. Tingkat dua luka bakar ringan sembuh dari epitel folikel rambut sisa,

yang berada banyak dalam dermis superfisial. Penyembuhan selesai dalam waktu 5-7 hari

dan bekas luka hampir kurang. Ditingkat dua dalam dan luka bakar tingkat tiga,

penyembuhan secara sekunder, yang melibatkan proses epithelisasi dan kontraksi (Gambar2),

(24)

2.4.1 Fase Inflamasi

Fase ini sama di semua luka traumatis segera setelah cedera, respon inflamasi tubuh

yang dimulai pembuluh darah dan komponen seluler (Werner S, 2003).

• Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas peningkatan

permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan ekstravasasi besar cairan plasma

dan membutuhkan pengganti.

• Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di lokasi

peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag.

Migrasi sel ini diinisiasi oleh faktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin

dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor

necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler membantu

dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta racun yang dikeluarkan

oleh jaringan luka bakar.

2.4.2 Fase Proliferasi

Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulaidalam bentuk migrasi

keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah cedera,

inibiasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. Setelah reepithelisasi membentuk zona

membran antara dermis dan epidermis. Angiogenesis dan fibrogenesis membantu dalam

pemulihan dermis. Penyembuhan setelah luka bakar dieksisi dan grafting.

2.4.3 Fase Remodelling

Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft atau

bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan

protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos

sebagai matriks ekstraseluler. Kemudian dalam fase resolusi matriks ekstraseluler ini

remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip myofibroblast yang

bertanggung jawab untuk kontraksi bekas luka.

Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk

penyembuhan sendiri dari fase resolusi ini adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun

dan bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi

(25)

terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit dari pelengkap kulit.

Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah

kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit

gelap dan hipopigmentasi pada individu berkulit putih.

2.5. Infeksi pada Luka Bakar

Luka yang disebabkan oleh energi panas merupakan lokus minoris resistentiae, yang

efektif pada pengembangan agen kemoterapi topikal antimikroba pada pertengahan 1960-an

merupakan lokasi yang paling umum infeksi penyebab morbiditas dan meningkatkan angka

kematian hampir secara universal pada pasien luka bakar. Insiden sepsis luka bakar

sebanding dengan luasnya luka bakar dan dipengaruhi oleh kedalaman luka bakar dan usia

pasien. Infeksi luka bakar jarang terjadi pada cedera parsial, mereka terjadi dengan frekuensi

terbesar pada anak-anak selanjutnya orang tua dan dengan frekuensi terendah pada dewasa

muda (15 - 40 tahun). Infeksi luka bakar merupakan efek gabungan dari adanya gumpalan

protein dan nutrisi mikroba lainnya dalam luka dan tidak adanya vaskularisasi, yang

mencegah pengiriman sel imunologis aktif, faktor humoral dan antibiotik.

Flora luka bakar juga mempengaruhi risiko infeksi dan potensi invasif infeksi yang

terjadi. Populasi mikroba luka segera setelah luka bakar jarang (bakteri dalam kulit pelengkap

biasanya bertahan luka) dan dominan gram positif. Dengan berjalannya waktu organisme

gram negatif menjadi escar dan pada akhir minggu pertama setelah trauma kuman menjadi

dominan pada luka bakar. Sebelum penemuan antibiotik, streptokokus grup A beta hemolytic

adalah penyebab paling sering mengancam jiwa luka bakar dan infeksi sistemik, tetapi terapi

penisilin telah menghilangkan angka kematian tersebut. Penggunaan penisilin menyebabkan

munculnya Staphylococcus aureus yang paling umum gram positif dari luka bakar.

Infeksi luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur

(20-25%), anaerob dan virus (5-10%). Infeksi luka bakar dapat diklasifikasikan atas

dasarorganisme penyebab, kedalaman invasi, dan respon jaringan (Capoor et al,

2010).Adanya infeksi jamur pada luka bakar banyak dilaporkan oleh Becker WK et al. dalam

penelitian mereka di1991 dan Candida albicans ditemukan menjadi organisme penyebab

utama. Dalam sebuah penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2012 olehSarabahi et al.,

(26)

terhadap azol konvensional. Organismenya hanya sensitif terhadap echinocandins dan

Amphoteracin B.

Penyebab utama dari invasif sepsis luka bakar adalah imunosupresi mendalam. Luka

bakar mempengaruhi baik komponen nonspesifik dan spesifik dari sistem kekebalan tubuh.

Pertahanan nonspesifik terdiri dari sel beredar dan sel fagosit tetap dan jumlah protein plasma

yang memediasi respon inflamasi. Pada pasien luka bakar yang ekstensif, fagosit

polimorfonuklear menjadi tidak efektif dalam chemotactic, fagositosis dan tindakan

mengeliminasi didalam seluler. Demikian pula mononuklear sistem fagositosis juga tidak

mampu menjalankan fungsinya sebagai fagositosis dan sitokinin rilis (Zembola, 1984).

Komponen sistem kekebalan tubuh sel dimediasi oleh respon imunosupresi sebagai bukti

dengan berkepanjangan kelangsungan hidup pada pasien homograft luka bakar.Respon

imunhumoral juga tertekan seperti yang jelas terlihat dengan penurunan yang signifikan

dalam konsentrasi serum dari semua kelas imunoglobulin pada pasien luka bakar parah

(Daniels JC, 1974).

Tidak hanya menurunnya tingkat kuantitatif immunoglobulin pada pasien luka bakar,

secara kualitatif sisa imunoglobulin yang beredar juga tidak efisien. Produksi antibodi

T-cell-dependent ditekan untuk waktu yang lama pada pasien luka bakar luas karena kekurangan pengaturan sekresi interleukin-2 dan penekanan pada sekresi sel T-helper yang menurunkan

faktor yang diperlukan untuk diferensiasi sel-B menjadi sel antibodi (Teodorczyk JA, 1989).

Insiden tertinggi septikemia pada luka bakar terjadi pada 10 hari pertama ketika titer serum

immunoglobulin sangat tinggi.

2.5.1 Pseudomonas aeruginosa

Kelompok Pseudomonas adalah batang gram negatif, bergerak, aerob; ukuran 0,6x2 μm, beberapa diantaranya menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Pseudomonas ditemukan secara luas di tanah, air, tumbuhan, dan hewan. Dalam jumlah kecil P. aeruginosa

sering terdapat dalam flora usus normal dan pada kulit manusia dan merupakan patogen

utama dari kelompoknya. Spesies Pseudomonas lain jarang menyebabkan penyakit.

Klasifikasi pseudomonas didasarkan pada homologi rRNA/DNA dan ciri khas biakan lazim

(Brooks et al, 2010).

Biakan

(27)

strain menghemolisis darah P. aeruginosa membentuk koloni halus bulat dengan warna fluoresensi kehijauan. Bakteri ini sering menghasikan piosianin, pigmen kebiru-biruan yang

tak berflouresensi, yang berdifusi ke dalam agar. Spesies Pseudomonas lain tidak

menghasilkan piosianin. Banyak strain P. aeruginosa juga menghasilkan pigmen piorubin

yang berwarna merah gelap atau pigmen piomelanin yang hitam (Brooks et al, 2010).

P. aeruginosa dalam biakan dapat menghasilkan berbagai jenis koloni, sehingga memberi kesan biakan dari campuran berbagai spesies bakteri. P. aeruginosa yang jenis

koloninya berbeda dapat mempunyai aktivitas biokimia dan enzimatik yang berbeda dan pola

kepekaan antimikroba yang berbeda pula. Biakan dari pasien dengan fibrosis kistik sering

menghasilkan P. aeruginosa sebagai hasil produksi berlebihan dari alginat, suatu aksopolisakarida (Brooks et al, 2010).

Ciri-ciri Pertumbuhan

P. aeruginosa tumbuh dengan baik pada suhu 37-42°C; pertumbuhannya pada suhu

42°C membantu membedakan spesies ini dari spesies Pseudomonas lain. Bakteri ini oksidase

positif dan tidak meragikan karbohidrat. Tetapi banyak strain mengoksidasi glukosa.

Pengenalan biasanya berdasarkan morfologi koloni, sifat oksidase positif, adanya pigmen

yang khas dan pertumbuhan pada suhu 42°C. Untuk membedakan P. aeruginosa dari

pseudomonas yang lain berdasarkan aktivitas biokimiawi, dibutuhkan pengujian dengan

berbagai subsrat (Brooks et al, 2010).

Patogenesis

P. aeruginosa hanya bersifat patogen bila masuk ke daerah yang fungsi pertahanannya

abnormal, misalnya bila selaput mukosa dan kulit “robek” karena kerusakan jaringan

langsung; pada pemakaian kateter intravena atau kateter air kemih atau kateter air kemih atau

bila terdapat netropenia, misalnya pada kemoterapi kanker. Kuman melekat dan mengkoloni

selaput mukosa atau kulit, menginvasi secara lokal dan menimbulkan penyakit sistemik.

Proses ini dibantu oleh pili, enzimdan toksin yang diuraikan di atas. Lipopolisakarida

berperan langsung dalam menyebabkan demam, syok, oliguria, leukositosis dan leukopenia,

(28)

2.6 Skin Graft

Skin graft (cangkok kulit) adalah tindakan memindahkan sebagian atau seluruh tebalnya kulit dari satu tempat ke tempat lain supaya hidup di tempat yang baru tersebut dan

dibutuhkan suplai darah baru (revaskularisasi) untuk menjamin kelangsungan hidup kulit

(29)

2.6.1 Split Thickness Skin Graft

Split Thickness Skin Graft (STSG) terdiri dari lapisan atas kulit (epidermis dan dermis). Cangkok ditempatkan di atas luka terbuka untuk menyediakan cakupan dan proses

penyembuhan. Letak donor STSG pada dasarnya adalah luka bakar tingkat dua karena hanya

bagian dari dermis termasuk dalam cangkok. Letak donor akan sembuh dengan sendirinya

karena beberapa elemen dermal tetap. STSG dikategorikan lebih tipis (0,005-0,012 in),

sedang (0,012-0,018 in), atau tebal (0,018-0,030 in), berdasarkan ketebalan harvested graft.

Pilihan antara FTSG (Full Thickness Skin Grafting) dan STSG tergantung pada

kondisi luka, lokasi, ketebalan, ukuran, dan estetika. STSG digunakan untuk melapisi luka

yang besar, rongga baris, muncul kembali defisit mukosa, letak donor tutup dekat, dan

muncul kembali flaps otot. Hal ini juga diindikasikan untuk luka yang relatif besar (>5-6 cm

diameter) yang akan memerlukan beberapa minggu untuk menyembuhkan sekunder.

Namun, STSG memiliki kelemahan yang signifikan yang harus diperhatikan. STSG

lebih rentan, terutama ketika ditempatkan di daerah dengan sedikit dukungan jaringan lunak,

dan biasanya tidak tahan terapi radiasi berikutnya. Lokasi STSG dapat berkontraksi secara

signifikan selama penyembuhan. Kulit cenderung hipo atau hiperpigmentasi, terutama pada

individu berkulit gelap. Ketipisan STSG, pigmentasi abnormal, dan sering kekurangan tekstur

halus dan pertumbuhan rambut membuat STSG lebih fungsional dari kosmetik. Ketika

digunakan untuk melapisi luka bakar besar wajah, STSG dapat menghasilkan penampilan

yang tidak diinginkan. Meskipun kedua FTSG dan letak donor STSG meninggalkan luka

kedua, reepitelisasi letak donor STSG sering menyebabkan ketidaknyamanan yang

signifikan dan memiliki kebutuhan perawatan luka berlangsung sampai sembuh. Namun,

letak ini dapat tumbuh setelah penyembuhan selesai.

Cangkok kulit memberikan cakupan yang lebih stabil untuk luka besar daripada bekas

luka yang dihasilkan dari penutupan sekunder. Luka dengan luas yang besar juga lebih cepat

sembuh dengan cangkok kulit dibandingkan dengan penyembuhan sendiri. Luka harus bersih.

Semua jaringan nekrotik harus dilepaskan sebelum pencangkokan kulit, dan tidak boleh ada

tanda-tanda infeksi pada jaringan sekitarnya. Graft take pada hari ke 14 karena epitelisasi sudah terbentuk.

(30)

Pencangkokan kulit mungkin tidak berhasil untuk berbagai alasan.Alasan paling

umum untuk kegagalan skin graft adalah hematoma di bawah graft. Demikian pula,

pembentukan seroma dapat mencegah graft take ke dasar luka yang mendasarinya, mencegah

nutrisi yang diperlukan, seperti yang dijelaskan di atas. Gerakan pada lokasi graft

menyebabkan kegagalan. Hal ini sering terjadi ketika graft ditempatkan di atas sebuah fleksor

atau ekstensor permukaan atau di atas selubung tendon mobile. Sumber lain yang umum dari

kegagalan adalah lokasi penerima yang buruk. Luka mungkin memiliki vaskularisasi yang

buruk, atau kontaminasi permukaan mungkin terlalu besar untuk memungkinkan

kelangsungan hidup graft. Bakteri dan respon inflamasi terhadap bakteri merangsang

pelepasan enzim dan zat berbahaya lainnya yang mengganggu fibrin graft. Kesalahan teknis

juga dapat menghasilkan kegagalan graft.

2.6.2. Full Thickness Skin Graft (FTSG)

Digunakan untuk menutup defek pada wajah, leher, ketiak, volar manus atau menutup

daerah yang diinginkan secara estetik tidak terlalu jelek.

Keuntungan dari FTSG :

• Kecenderungan untuk terjadi kontraksi lebih kecil • Kecenderungan untuk berubah warna lebih kecil • Kecenderungan permukaan kulit mengkilat lebih kecil • Secara estetika lebih baik dari split thickness skin graft

Kerugian:

• Kemungkinan take lebih kecil dibandingkan split thickness skin graft • Hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas

• Donor harus dijahit atau ditutup oleh split thickness skin graft bila luka donor agak luas

sehingga tidak dapat ditutup primer

• Donor terbatas pada tempat-tempat tertentu seperti inguinal, supraklavikular,

retroaurikular

Indikasi:

(31)

Kontraindikasi:

• Tidak terdapatnya suplai darah

2.6.3. Sebab-Sebab Kegagalan Tindakan Skin Graft

Penyebab kegagalan skin graft yaitu:

1.Hematoma dibawah skin graft

Hematoma atau perdarahan merupakan penyebab kegagalan skin graft yang paling

penting. Bekuan darah dan seroma akan menghalangi kontak dan proses

revaskularisasi, sehingga tindakan hemostasis yang baik harus dilakukan sebelum

penempelan skin graft

2.Pergeseran skin graft

Pergeseran akan menghalangi/merusak jalinan hubungan (revaskularisasi) dengan

resipien. Harus diusahakan terhindarnya daerah operasi dari geseran dengan cara

fiksasi dan imobilisasi yang baik

3.Daerah resipien yang kurang vital

Suplai darah yang kurang baik pada daerah resipien, misalnya daerah bekas crush

injury, akan mengurangi kemungkinan take, kecuali telah dilakukan debridement

yang adekuat. Penempelan skin graft pada daerah yang avaskulaer seperti tulang,

tendon, syaraf, membuat tindakan skin graft gagal

4.Infeksi

Merupakan penyebab kegagalan yang sebenarnya tidak sering. Infeksi luka ditentukan

oleh keseimbangan antara daya tahan luka dan jumlah mikroorganisme. Bila jumlah

mikroorganisme lebih dari 104/gram jaringan kemungkinan terjadinya infeksi yaitu

89%, sedangkan bila jumlah mikroorganisma dibawah 104/gram jaringan

kemungkinan terjadi infeksi yaitu 6%. Pada luka-luka dengan jumlah mikroorganisma

lebih dari 105/gram hampir dipastikan akan selalu gagal.

5.Teknik yang salah

a. Menempelkan skin graft pada daerah berepitel (sel basal epidermis)

dipermukaannya

b. Penempelan skin graft terbalik

(32)

2.7. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Luka Bakar

Infeksi Pseudomonas aeruginosa

Skin Graft

(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian descriptive analitik dengan desain penelitian

crossectional.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Ilmu Bedah Plastik RSUP H. Adam Malik Medan

selama periode Februari sampai Juni 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita luka bakaryang dirawat di

RSUP H. Adam Malik Medan pada kurun waktu Februari sampai Juni 2014 yang dilakukan

skin graft

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh penderita luka bakar yang memenuhi kriteria inklusi

yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan yang dilakukan skin graft.

3.4 Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus:

n = Zα2 PQ

d2

n = 1,962. 0,3. 0,7 n = 20,16 dibulatkan 21 orang

0,22

Keterangan:

n : Jumlah sampel

(34)

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Yang termasuk dalam kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:

• Penderita luka bakaryang akan dilakukan skin graft • Usia penderita anak-anak dan dewasa

• Luka bakar dengan jaringan jaringan granulasi berwarna merah cerah

• Kondisi pasien yg akan di STSG sudah optimal ( Hb> 10, albumin > 2,5 gr/dl)

Yang termasuk dalam kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

• Luka bakar pada sendi

• Luka bakar pada daerah genitalia

• Penderita dengan penyakit diabetes mellitus

• Penderita dengan immunecompromise ( malnutrisi, HIV/AIDS, autoimmune)

3.6 Cara Kerja

Gambar 3.1 Cara Kerja

3.7 Analisa Data

Data yang sudah dikumpulkan, diolah, dan disajikan secara deskriptif dalam bentuk

tabel dan diagram. Penjelasan tabel dan diagram akan disajikan dalam bentuk narasi. Data

bivariat akan dianalisa melalui chi-square.

Penderita Luka Bakar

Kriteria Inklusi dan Eklusi

Dilakukan swab sebelum tindakan skin graft

Melakukan penilaian take skin graft pada hari ke-5 , ke-11 dan

(35)

3.8 Defenisi Operasional

1. Usia adalah usia kronologis seseorang yang didata berdasarkan Kartu Tanda

Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), atau kartu keluarga

2. Jenis kelamin ditetapkan dengan menilai langsung jenis kelamin penderita dan

melihat tanda pengenal

3. Luka bakar adalahkerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap,

bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi.

4. Derajat luka bakar adalah tingkat keparahan luka bakar. Derajat luka bakar dibagi

atas:

a. Derajat satu (superficial) yaitu hanya mengenai epidermis dengan ditandai

eritema, nyeri, fungsi fisiologi masih utuh, dapat terjadi pelepuhan, serupa dengan

terbakar mata hari ringan. Tampak 24 jam setelah terpapar dan fase

penyembuhan 3-5 hari.

b. Derajat dua (partial) adalah mengenai dermis dan epidermis dengan ditandai

lepuh atau terbentuknya vesikula dan bula, nyeri yang sangat, hilangnya fungsi

fisiologis. Fase penyembuhan tanpa infeksi 7-21 hari.

5. Derajat tiga atau ketebalan penuh yaitu mengenai seluruh lapisan epidermis dan

dermis, tanpa meninggalkan sisa-sisa sel epidermis untuk mengisi kembali daerah

yang rusak, hilangnya rasa nyeri, warnanya dapat hitam, coklat dan putih, mengenai

jaringan termasuk (fascia, otot, tendon dan tulang).Cara pengambilan swab pada luka

bakar yang akan dilakukan STSG :

- Luka dibersihkan dengan NaCl steril

- Dilakukan pengambilan swab menggunakan lidi cotton steril dari dasar luka, lidi

cotton dimasukkan ke dalam container sesuai standar laboratorium Patologi

Klinik

- Sampel diantarkan ke laboratorium Patologi Klinik dalam waktu 2 jam

6. Koloni kuman adalah jumlah kuman yang diperoleh dari kultur. Koloni kuman

diperiksa melalui kultur dari swab. Hasil dari koloni kuman diklasifikasikan menjadi

2 kelompok yaitu >105 CFU dan < 105 CFU.\

7. Koloni maksimal kuman adalah jumlah kuman dengan hasil tertinggi dari hasil

(36)

dari luka bakar sebelum dilakukan STSG pada hari yang sama. Kuman akan

dibiakkan di media agar darah.

9. Skin graft (cangkok kulit) adalah mengambil sepotong kulit dari tubuh (disebut donor) dan digunakan untuk menutupi luka terbuka. Pasien luka bakar telah mendapatkan

terapi antibiotic sistemik dengan injeksi Ceftriaxone. Pengambilan STSG dilakukan

oleh residen bedah plastik atau dokter spesialis bedah plastik. Pengambilan STSG

menggunakan alat Dermatom dengan ukuran 0.2 mm. Dressing pasien post STSG

dengan menggunakan tulle, kassa dan elastik perban. Penilaian take skin graft dilakukan pada hari ke-14. Penilaian take skin graft dilakukan oleh dr. Frank B.

Buchari Sp.BP - RE (K).

3.9 Pertimbangan Etik

Karena peneliti menggunakan manusia sebagai subjek penelitian, maka sebagai

manusia harus dilindungi dengan memperhatikan prinsip-prinsip dalam pertimbangan etik

yaitu: responden mempunyai hak untuk memutuskan apakah ia bersedia untuk menjadi

subjek atau tidak tanpa sanksi apapun. Responden juga mempunyai hak untuk meminta

bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya nama (anonimity) dan

confidentiality.

3.10 Persetujuan Setelah Penjelasan

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari pasien dan keluarga pasien

(37)

3.11 KerangkaKonsep

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Luas Skin Graft • Luka bakar pada

sendi

• Luka bakar pada daerah genitalia

• Penderita dengan

penyakit diabetes

mellitus

• Penderita yang tidak

ditemukan

Pseudomonas

oaeruginosa pada pemeriksaan kultur

Koloni kuman Pseudomonas aeruginosa melalui

kultur

Persentase take Skin Graft

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar

Pada penelitian ini terkumpul jumlah sampel sebesar 22 kasus penderita luka bakar

selama periode Februari sampai Juni 2014. Dari 22 kasus penderita luka bakar yang dijumpai

rata-rata usia penderita 31.72 ± 3.16 tahun.

Jenis kelamin penderita luka bakar banyak dijumpai pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 15

(65.2%) dan wanita 7 (30.4%).Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar

Karakteristik Frekuensi

4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai jumlah kuman yang terbanyak adalah

Staphylococcus aureus sebanyak 7 (30,4%) kasus dan Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 (30,4%) kasus dengan keseluruhan kasus terdapat koloni kuman > 105. Hal ini dapat dilihat

pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Deskripsi Jenis Kuman pada Penderita Luka Bakar

Jenis Kuman Frekuensi

N %

Staphylococcus aureus 7 30,4

Pseudomonas aeruginosa 7 30,4

Proteus mirabilis 3 13

Klebsiella pneumonia 2 8,7

Burkholderia cepacia 1 4,3

Serratia liquefaciens 2 8,7

4.3. Deskripsi Take skin graft pada Penderita Luka Bakar

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai persentase take skin graft > 80% pada 16 pasien

(72.7%), persentase take skin graft antara 50-80% pada 5 pasien (22.7%), dan persentase take

(39)

Tabel 4.3. Deskripsi Take Skin graft pada Penderita Luka Bakar

Take Skin Graft Frekuensi

N %

4.4. Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik Medan

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai koloni Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus

dan kuman lain sebanyak 15 kasus. Hal ini dapat dilihat pada table 4.4.

Tabel 4.4 Hubungan Koloni Pseudomonas aeruginosa dengan Persentase Take Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar di RSUP H. Adam Malik

Medan Jenis Kuman Take Skin Graft

Total

Tabel 4.4 memperlihatkan take skin graft >80% pada luka bakar dengan Pseudomonas

aeruginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeruginosa yaitu pada 13/15 kasus (86,67%). Take <80% pada penderita luka bakar dengan Pseudomonas aeruginosa ( 4/7 = 57.14% ) lebih banyak

dari pada luka bakar dengan non Pseudomonas aeruginosa ( 2/15 = 13,33% ).

(40)

BAB 5 PEMBAHASAN

Luka bakar masih merupakan masalah global. Insiden luka bakar di seluruh dunia

pada tahun 2004 diperkirakan 1,1 per 100.000 penduduk (Peck, 2013). Luka bakar

merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas cairan, api, uap, bahan kimia,

listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi (Sjamsuhidajat, 2005). Pada luka bakar sering

terjadi infeksi baik berasal dari endogen dan eksogen (Pruit, 1998). Infeksi luka bakar

terutama disebabkan oleh bakteri (70%) diikuti oleh jamur (20-25%), anaerob dan virus

(5-10%) (Capoor et al, 2010).

Skin graft adalah penempelan kulit dengan operasi dari satu area tubuh dan

ditransplantasikan atau melekat ke daerah lain (Semer, 2001). Tingkat keberhasilan STSG

tergantung beberapa faktor salah satunya adalah infeksi (Guo, 2010).

Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian terhadap 22 kasus luka bakar yang

dilakukan skin graft selama periode Februari – Juni 2014. Dari 22 kasus luka bakar yang

terjadi usia rata- rata adalah 31,72 ± 3,16 tahun. Pada penelitian Gowri et al (2012) rata-rata

usia penderita luka bakar adalah 29,32 tahun dengan rentang usia dari 4 bulan sampai 95

tahun. Pada penelitian Othman (2010) rata- rata usia penderita luka bakar adalah 18 dan 25

tahun. Sedangkan berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini dijumpai proporsi penderita

luka bakar terbanyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 15 sampel (65,2%). Serupa

dengan penelitian Mahandaru dan Aditya Wardhana (2012) mengenai Infeksi nosocomial di

Unit Luka Bakar RS Cipto Mangunkusumo dijumpai penderita laki-laki sebanyak 27 sampel

dan perempuan sebesar 8 sampel.

Jumlah kuman yang terbanyak yang dijumpai pada penelitian ini adalah Staphylococcus

aureus dan Pseudomonas aeruginosa masing- masing sebanyak 7 sampel (30,4%). Serupa dengan penelitian Ekrami dan Kalantar (2007) bahwa kuman infeksi yang terbanyak pada

penderita luka bakar adalah Pseudomonas aeruginosa (37,5%), Staphylococcus aureus (20,2%) dan Acinetobacter baumanni (10,4%). Begitu juga dengan penelitian Saaiq M, Zaib

S dan Ahmad S (2012) dijumpai kuman terbanyak pada penderita luka bakar adalah

Pseudomonas aeruginosa sebanyak 23 kasus. Berbeda dengan penelitian Mahandaru dan Aditya Wardhana (2012) dijumpai kuman terbanyak pada penderita luka bakar adalah

(41)

untuk menentukan organisme pertumbuhan kuman dan memonitoring efektivitas pengobatan

luka.

Staphylococcus aureus adalah flora normal di saluran pernapasan dan kulit manusia, pada saat terjadi luka bakar awalnya permukaan luka bakar tidak mengandung

mikroorganisme akan tetapi struktur kulit yang lebih dalam yang tidak rusak saat terjadi luka

bakar sering kali mengandung Staphylococcus yang mana Staphylococcus itu akan

menbentuk koloni pada permukaan luka bakar dalam 48 jam. Fungsi kulit sebagai barrier

tubuh hilang mengakibatkan terjadinya perubahan pada flora normal kulit menjadi pathogen,

sehingga infeksi Staphylococcus aureus cenderung tinggi. Pada luka bakar telah kehilangan

barrier utama dan terjadi invasi mikroorganisme pathogen secara terus menerus (Alebachew, 2012).

Beberapa penelitian melaporkan bahwa infeksi kuman Streptococcus b-hemolitikus dan

Pseudomonas menyebabkan kegagalan skin graft pada pasien dengan luka bakar. Infeksi kuman ini menyebabkan pelepasan toksin dan enzim yang akan mengganggu proses

penyembuhan skin graft.

Dari 22 kasus luka bakar dijumpai koloni Pseudomonas aeruginosa sebanyak 7 kasus

dan kuman lain sebanyak 15 kasus. Dari 7 kasus dengan koloni Pseudomonas aeruginosa 3

kasus didapati hasil skin graft > 80% take, 3 kasus skin graft 50-80% take dan 1 kasus dengan persentase take < 50%. Berdasarkan chi-square dijumpai p = 0,073 (p > 0,05) yang

menandakan bahwa tidak ada perbedaan persentase take skin graft antara koloni

Pseudomonas aeruginosa dengan koloni Non-Pseudomonas aeruginosa dalam keberhasilan suatu skin graft pada penderita luka bakar. Hal ini berbeda dengan penelitian Hogsberg T et al (2011) pada penilaian take skin graft pada Luka Kronis Venous Leg Ulcers dengan adanya kuman Pseudomonas aeruginosa, tingkat keberhasilan skin graft sebesar 33,3% sedangkan pada kuman non Pseduomonas aeruginosa tingkat keberasilan skin graft sebesar 73,1%

dengan nilai p= 0,001. Pada penelitian Saaiq M, Zaib S dan Ahmad S (2012) tingkat

keberhasilan skin graft pada early excision dan skin grafting mencapai 90% dibandingkan dengan delayed excision dan grafting. Hal ini dikarenakan karena pada delayed excisison dan

grafting telah dijumpai pertumbuhan kuman. Dari 60 sampel delayed excision dan grafting 39 sampel menunjukkan hasil kultur yang positif terhadap kuman.

(42)

itu kekurangan dari penelitian ini adalah tindakan STSG yang dilakukan oleh beberapa orang

(43)

BAB 6

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Dari penelitian hubungan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat

keberhasilan skin graft pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan dijumpai sampel sebesar 22 kasus luka bakar dengan infeksi kuman Streptococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa masing-masing sebanyak 7 sampel (30,4%). Tingkat keberhasilan skin graft sebesar >80% pada luka bakar dengan Pseudomonas aeroginosa dijumpai pada 3/7 kasus (42,86%) yang lebih sedikit pada luka bakar non Pseudomonas aeroginosa yaitu pada

13/15 kasus (86,67%). Berdasarkan uji chi square tidak dijumpai adanya hubungan koloni

Pseudomonas aeruginosa dengan tingkat keberhasilan skin graft pada penderita luka bakar (p=0,073)

6.2. Saran

1. Karena koloni Pseudomonas aeruginosa mempengaruhi tingkat keberhasilan skin

graft maka pemberian antibiotik yang adekuat pada penderita luka bakar sebaiknya diberikan.

2. Pada penderita luka bakar sebaiknya dilakukan perawatan yang lebih baik untuk

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Arturson G. Cross reference from ‘Local effects: Principles and Practice of Burn

Management. 1st ed. Setle JAD, editor. New York: Churchill Livingstone; 1996.

Alebachew et al. Staphylococcus Aureus Burn Wound Infection Among Patients Attending Yekatit 12 Hospital Burn Unit, Addis Ababa, Ethiopia. Ethiop J Health Sci. Vol. 22,

No. 3 November 2012

Ballard J, Edelman L, Saffle J, Sheridan R, Kagan R, Bracco D, et al. Multicentre Trials

Group. American Burn Association. J Burn Care Res 2008; 29:213-21.

Caetano M, Ramos S, Abreu J, Casalta J, Pinheiro S, Diogo C, et al. Fungal Infections at A

Coimbra Burns Unit: 2003–2007 Abstract number: R2459. 18th European Congress

of Clinical Microbiology and Infectious Diseases Barcelona, Spain, 19–22 April 2008.

Caison’s JS. Treatment of Burns. London: Chapman and Hall; 1981. p. 14-57.

Church D, Elsayed S, Reid O, Winston B, Lindsay R. Burn Wound Infections. Clin Microbiol

Rev 2006;19:403-34.

Cochran A. Systemic Candida Infection In Burn Patients: A Casecontrol Study Of

Management Patterns and Outcomes. Surg Infect (Larchmt) 2002;3:367-74.

Constantinides J, Misra A, Nassab R, Wilson Y. Absidia Corymbifera Fungal Infection In

Burns: A Case Report and Review of Literature. J Burn Care Res 2008;29:416-9.

Daniels JC, Larson DL, Abston S, Ritzmann SE. Serum Protein Profiles In Thermal Burns. J

Trauma 1974;14:137-52.

Deodhar AK, Rana RE. Surgical Physiology of Wound Healing: A Review. J Postgrad Med

1997;43:52-6.

Gallagher LA, McKnight SL, Kuznetsova MS, Pesci EC, Manoil C (2007) Functions

Required For Extracellular Quinolone Signaling By Pseudomonas Aeruginosa. J

Bacteriol 184(23):6472–6480.

Greenhalgh DG, Saffle JR, Holmes JH 4th, Gamelli RL, Palmieri TL, Horton JW, et al.

American Burns Association Consensus Conference to define sepsis and infection in

burns. J Burn Care Res 2007;28:776-90.

Gowri S, Vijaya A N, Powar P, Honnungar R, Mallapur. Epidemiology and Outcome of Burn

Injuries. J Indian Acad Forensic Med. October-December 2012, Vol. 34, No. 4.

(45)

Høgsberg T, Bjarnsholt T, Thomsen JS, Kirketerp-Møller K. Success Rate of Split-Thickness

Skin Grafting of Chronic Venous Leg Ulcers Depends on the Presence of

Pseudomonas aeruginosa: A Retrospective Study. Plos One. 2011.

Horvath EE, Murray CK, Vaghan GM, Chung KK, Hospenthal DR, Wade CE, et al. Fungal

wound infection (not colonization) is independently associated with mortality in burn

patients. Ann Surg 2007. 245:978-85.

Latenser BA, Kowal-Vern A, Kimball D, Chakrin A, Dujovny N. A pilot study comparing

percutaneous decompression with decompressive laparotomy for acute abdominal

compartment syndrome in thermal injury. J Burn Care Rehabil 2002;23:190-5.

Kumar P. Surgical excision of burn wound and skin grafting. In: Sarabahi S, Tiwari VK,

editors. Principles and practice of wound care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee

Publishers; 2012. p. 196-207.

Macedo JL, Santos JB. Bacterial and fungal colonization of burn wounds. Braz J Infect Dis

2005;100:535-9.

Mahandaru D, Wardhana A. Nosocomial Infection in Burn Unit of Cipto Mangunkusumo

Hospital, Jakarta. Jurnal Plastik Rekonstruksi - May 2012.

Mousa HA. Fungal infection of burn wound in patients with open and occlusive treatment

methods. East Mediterr Health J 1999;5:333-6.

Murray C, Loo F, Hospenthal D, Cancio L, Jones J, Kim S, et al. Incidence of fungal

infections and related mortality following severe burns. Burns 2008;34:1108-12.

Othman N and Kendrick D. Epidemiology of Burn Injuries In The East Mediterranean Region: A Systematic Review. BMC Public Health 2010, 10:83.

Paz RN, Strahilevitz J, Shapiro M, Keller N, Goldshmied-Reoven A, Yarden O, et al. Clinical and epidemiological aspect of infectious caused by Fusarium spp.: A

collaborative study from Israel. J Clin Microbiol 2004;42:3456-61.

Peck, MD. Epidemiology of Burn Injuries Globally. 2013. Available from:

http://www.uptodate.com/contents/epidemiology-of-burn-injuries-globally [Accessed

1 Januari 2014].

Pruitt BA Jr, McManus AT. The changing epidemiology of infection in burn patients. World

J Surg 1998;16:57-67.

(46)

Saaiq M, Zaib S, Ahmad S. Early Excixsion and Grafting Versus Delayed Excision and

Grafting of Deep Thermal Burns up to 40% Total Body Surface Area: A Comparison

of Outcome. Annals of Burns and Fire Disasters. 2012; 143-147.

Sarabahi S, Tiwari VK, Arora S,Capoor M, Pandey A. Changing pattern of fungal infection

in burn in a large burn unit in Asia.Burns 2012;38:520-8.

Semer NB. Skin Graft. In: Practical Plastic Surgery For Nonsurgeons. Philadelphia: Global

Help; 2014

Sjamsuhidajat, R., Wim de Jong. Luka. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. 2005: 73-81.

Struck MF. Infection control in burn patients: Are fungal infections under estimated Scand J

Trauma Resusc Emerg Med 2009;17:51.

Teodorczyk JA, Sparkes BG, Peters WJ. Regulation of IgM production in thermally injured

patients. Burns 1989;15:241-7.

Vartak A: Pathophysiology of Burn shock. In: Sarabahi S, Tiwari VK,Goel A, editors.

Principles and practice of burn care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee Publishers;

2010. p. 37-41.

Verma PK. Anaesthesia for the thermally injured. In: Sarabahi S, Tiwari VK, editors.

Principles and practice of wound care. 1st ed. New Delhi (India): Jaypee Publishers;

2012. p. 208-22.

Werner S, Grose R. regulation of wound healing by growth factors and cytokines. Physiol

Rev 2003;83:835-70.

Zembola M, Uracz W, Ruggiero I. Isolation and functional characteristics of FcR+ and FcR-

(47)

Lampiran 1 Susunan Peneliti

Peneliti

Nama Lengkap : dr. Roni Marzuki Nasution

Pangkat/Gol/NIP : Penata/ III-D/ 19790111 200502 1 002

Jabatan Fungsional : PPDS Ilmu Bedah

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing :

Nama Lengkap : dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K)

Pangkat/Gol/NIP : 197105172008011008

Jabatan Fungsional : Ketua Divisi Bedah Plastik FK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Ilmu Bedah Plastik

Nama Lengkap : dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP

Pangkat/Gol/NIP : 1971061620012 1 001

Jabatan Fungsional : Divisi Bedah Plastik FK USU

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

(48)

Lampiran 2 Rencana Anggaran Penelitian

No Uraian Jumlah

1 Honorarium Rp. 1.800.000,-

2 Fotocopy kuesioner, dll ( 800 lbr x Rp. 200 ) Rp. 1.600.000,-

3 Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 800.000,-

4 Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian Rp. 1.600.000,-

Total Rp. 5.800.000,-

(49)

Lampiran 3 Jadwal Penelitian

Februari 2014 Maret 2014 April-Agustus 2014

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN

LAPORAN

PENGGANDAAN

(50)

Lampiran 4

Naskah Penjelasan Kepada OrangTua / Kerabat Pasien Lainnya Yth.Bapak/Ibu

………..

Saya ingin memperkenalkan diri. Saya dokter Roni Marzuki Nasution dan kawan-kawan, bertugas di Departemen Ilmu Bedah FK USU/RSUP H Adam Malik Medan, Saat ini kami sedang melakukan penelitian tentang Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan.

Bersama ini kami mohon izin kepada Bapak/Ibu/kerabat pasien atas

nama……….. untuk melakukan pendataan tentang

kondisi kesehatan kerabat Bapak/Ibu tersebut. Kami juga memohon izin kepada Kerabat/

Bapak/Ibu untuk melakukan swab dan menilai tingkat keberhasilan pencangkokan kulit.

Persetujuan keikutsertaan Bapak/Ibu terhadap pemeriksaan yang dilakukan sesuai

dengan penelitian ini dituangkan dalam naskah Persetujaun Setelah Penjelasan (PSP).

Demikian yang dapat kami sampaikan, Atas perhatian Bapak/Ibu diucapkan terima kasih.

Hormat Kami,

Peneliti

(51)

Lampiran 5

Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ………..

Umur :………Tahun L/P

Alamat :………

Hubungan dengan pasien : Bapak / Ibu / Anak/ hubungan kerabat lainnya

Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pendataan tentang kondisi kesehatan anak/kerabat Bapak/ Ibu tersebut.

Kami juga memohon izin kepada Bapak / Ibu untuk melakukan pemeriksaan kadar swab

sebelum dilakukan tindakan pencangkokan kulit dan menilai tingkat keberhasilan

pencangkokan kulit pada pasien luka bakar anak/kerabat di RSUP H Adam Malik Medan :

Nama :………..Umur…………Tahun

Alamat Rumah :………..

Yang tujuan,sifat dan perlunya pemeriksaan tersebut diatas ,serta resiko yang dapat

ditimbulkan telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa

paksaan.

Medan,………2014

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan persetujuan

(52)

Lampiran 6

Persetujuan dari Komisi Etika Penelitian

PERSETUJUAN KOMISI ETIK TENTANG PELAKSANAAN PENELITIAN BIDANG KESEHATAN

Nomor :……….

Yang bertanda tangan dibawah ini,Ketua Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian usulan penelitian yang berjudul :

Hubungan Koloni Pseudomonas Aeruginosa dengan Persentase Split Thickness Skin Graft (STSG) pada Pasien Luka Bakar Di RSUP H. Adam Malik Medan

Yang menggunakan manusia sebagai subjek penelitian dengan : Ketua Pelaksana/Peneliti Utama : dr. Roni Marzuki Nasution

Institusi : Departemen Ilmu Bedah FK USU

Dapat disetujui pelaksanaan nya selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan kode etik penelitian biomedik.

Medan,………. Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan

Fakultas Kedokteran USU

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Teori
Gambar 3.1 Cara Kerja
Gambar 3.2 Kerangka Konsep
Tabel 4.1 Deskripsi Karakteristik Penderita Luka Bakar
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian dan evaluasi lelang serta berdasarkan Penetapan Pemenang Lelang Nomor : B-6782/Sti.05/U-7/KS.01.7/03/2017 tanggal 27 Maret 2017, maka dengan

Agar membawa dokumen asli penawaran dan kualifikasi yang di-upload serta berkas kualifikasi asli atau dokumen yang sudah dilegalisir oleh yang berwenang dan

Dari hasil penelitian tersebut penulis ingin mengembangkan penelitian pada Dinas Tata Kota dan Pertamanan Kota Ternate yang pada pelayanan atau pengurusan izin

As expected from the measurement of bedload transport rates (see Figure 2) the stability test ST-3 which applied to the bed formed by antecedent flow AF-3 indicated lower

Adapun tujuan dari penelitiann ini adalah (1) Tersedianya aplikasi pemetaan atau informasi geografis SMP Negeri di Kecamatan Tampan yang berbasis Mobile untuk

Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan laju sedimentasi yang telah dilakukan dimana pada stasiun 1 dan 3 memiliki nilai laju sedimentasi yang lebih

[r]

Website ini dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Macromedia Flash MX yang digunakan untuk pembuatan animasi didalam halaman web, sehingga halaman web menjadi lebih