• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSTRUKSI DISKRESI AHOK UNTUK REKLAMASI (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSTRUKSI DISKRESI AHOK UNTUK REKLAMASI (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
200
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh:

FUJI LARA SAKTI AFDININGSIH

NIM. 6662122278

ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Sihabudin, M.Si ; Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.kom.

Topik penelitian ini perihal diskresi kontribusi tambahan 15 persen yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama untuk pengembang proyek reklamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi diskresi Ahok dalam kasus reklamasi Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma konstruktivisme. Sementara untuk teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis framing model Robert N. Entman. Berita yang menjadi objek penelitian diambil dari majalah Tempo yang terbit pada tanggal 11-17 April 2016, 23-29 Mei 2016, dan 20-26 Juni 2016 lalu yang berjumlah 12 berita, 8 diantaranya membahas diskresi. Dengan menggunakan model analisis framing model Robert N. Entman, maka berita ini akan diteliti dengan menggunakan empat perangkat unit analisis: define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation. Sesuai dengan perumusan masalah, maka hasil penelitian adalah Tempo mengkritisi diskresi yang dilakukan oleh Ahok. Tempo menghimbau KPK agar menyelidiki ketepatan diskresi yang dilakukan Ahok tersebut, karena tidak ada dasar hukum yang jelas dan menjadi sumber masalah dari kasus suap reklamasi. Aguan diduga ikut menghadang kontribusi tambahan tersebut. Namun Tempo sebaiknya mengurangi narasumber anonim dalam pemberitaannya agar kebenaran informasi menjadi relevan.

Kata kunci : Reklamasi Jakarta, Diskresi Ahok, Majalah Tempo, Framing

(7)

The topic of this research is concerning the additional 15 percent of discretionary contributions conducted by Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) to reclamation project developers. The purpose of this research was to determine how to construct discretion Ahok in Tempo magazine in the case of reclamation Jakarta. In this research the method used qualitative research with constructivism approach. While for the analytical technique used is the technique of framing analysis model of Robert N. Entman. The news of the research object is taken from the magazine Tempo published on 11 to 17 April 2016, 23 to 29 May 2016, and 20 to 26 June 2016 ago which amount 12 news, 8 of them discuss about discretion. By using the analysis framing model by Robert N. Entman, this news will be examined using four devices unit of analysis: define problems, diagnose causes, make moral judgments, and treatment recommendation. According to problem statements, the result is Tempo criticizing discretion committed by Ahok. Tempo urges the KPK to investigate the accuracy of discretion by Ahok, because there is no clear legal basis and the source of the problem of bribery cases reclamation. Aguan suspected participated block the additional contribution. However Tempo should reduce anonymous source in reporting that the truth of the information become relevant.

(8)

i

hentihentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat

menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para

pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.

Skripsi berjudul “Konstruksi Diskresi Ahok Untuk Reklamasi (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo) ini, penulis buat

dengan segenap niat, usaha, semangat baik, dan kemampuan untuk menyelesaikan

jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat pembingkaian

makna dalam sebuah berita dengan menggunakan analisis framing yang

merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi.

Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang

patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses

itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk

penulis.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih,

kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi

ini:

1. Dr. Agus Sjafari, S,Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik beserta jajarannya

(9)

ii

5. Prof. Dr. H. A. Sihabudin, M.Si Selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan arahan, motivasi, ilmu, dukungan selama penulis

mengerjakan skripsi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan

penulis.

6. Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.Kom selaku dosen pembimbing II yang

telah memberikan arahan, motivasi, ilmu, dukungan selama penulis

mengerjakan skripsi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan

penulis.

7. Terimakasih kepada seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

khususnya Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu

pengetahuan dan pelajaran kepada penulis selama menempuh jenjang

pendidikan perguruan tinggi strata satu.

8. Untuk Mama (Bu yul) dan Papa (Pak Idis) yang tak pernah lelah untuk

mendoakan dan mendukung agar cita-cita anak semata wayangnya ini

tercapai. Terimakasih telah menginspirasi, terimakasih atas segala yang

telah diberikan, terimakasih atas kehangatan dan kasih sayangnya. Mohon

maaf lahir batin jika anak perempuan yang engga seberapa ini sering

melakukan banyak kesalahan dan belum jadi yang terbaik.

9. Untuk keluarga besar yang telah membantu dan memberikan dukungan

(10)

iii

Stefanus, Julius Jeremi, Clinton Silaban, Tabah Nur Iman, untuk

kebersamaan, kekeluargaan, kehangatannya. Terimakasih untuk suka-cita,

pembelajaran dan nilai-nilai perjuangan yang telah didapatkan penulis

selama 4 tahun ini. Terimakasih untuk semua cerita yang pernah tercipta. I

love you guys!

11.Untuk Himma Hasanah, Inge Yulistia Dewi, Dea Puspa Anggraheni,

Maria Novalia, Galeh Ramadhan, dan Fanny Rahardy, terimakasih telah

menjadi sahabat yang sungguh baik dan menyenangkan. Terimakasih

untuk semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

12.Terimakasih untuk Untirta Movement Community, yang telah membantu

penulis dalam proses pembentukan paradigma berpikir dan menanamkan

nilai-nilai perjuangan. Terimakasih untuk senior dan junior terkasih atas

segala ilmu yang telah diberikan dan membantu penulis dalam berproses.

13.Untuk Himakom Kabinet Sinergi, untuk IMIKI Untirta, untuk Komunikasi

angkatan 2012, Senior dan Junior komunikasi atas pengalaman, sharing

serta pembelajarannya yang telah diberikan kepada penulis.

14.Untuk kawan-kawan kelas jurnalistik angkatan 2012, kalian luar biasa.

(11)

iv

Carlos serta Ka Fawas yang telah bersedia menjadi kawan diskusi dan

memberikan banyak informasi kepada penulis dalam menyelesaikan

penelitian ini.

16.Terimakasih kepada Bank Indonesia dan Generasi Baru Indonesia (Genbi)

dan KKM 74 yang telah menjadi teman baru dan keluarga baru penulis.

17.Terimakasih kepada semua yang telah membantu penulis dalam berproses

dan menjalani kehidupan yang belum seberapa ini. Semangat baik,

Semesta bersama kita semua.

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis

berharap agar skripsi ini tidak hanya dapat berguna bagi penulis sendiri,

juga bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan. Penulis

juga tidak menutup saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan

penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua tidak pernah bosan

untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap keikhlasan dan

semangat yang baik.

Serang, Oktober 2015

(12)

v LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2Rumusan Masalah ……… 7

1.3Identifikasi Masalah ……… 7

1.4Tujuan Penelitian ……… 8

1.5Manfaat penelitian ……… 9

1.5.1 Manfaat Teoritis ……… 9

(13)

vi

2.3 Majalah Sebagai Media Massa ……… 15

2.4 Konsep Berita dan Kebebasan Pers ……… 17

2.4.1 Pengertian Berita ……… 17

2.4.2 Nilai Berita ……… 19

2.4.3 Jenis-jenis Berita ……… 21

2.4.4 Struktur Berita ……… 24

2.4.5 Mengenali Sumber Berita ……… 26

2.4.6 Proses Terbitnya Berita ……… 28

2.4.7 Kebebasan Pers ……… 29

2.5 Diskresi Ahok untuk Reklamasi ……… 32

2.6 Analisis Framing ……… 35

2.7 Model Framing Robert N. Entman ……… 38

2.8 Konstruksi Realitas Sosial ……… 42

2.9 Kerangka Berpikir ……… 44

2.10 Penelitian Terdahulu ……… 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian……… 52

3.2 Metode Penelitian ………. 53

(14)

vii

3.7 Uji Keabsahan Data .………. 58

3.8 Jadwal Penelitian ………….………... 59

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ………. 60

4.1.1 Sejarah dan Profil Tempo ……… 60

4.1.2 Visi dan Misi ……… 62

4.1.3 Struktur Organisasi Tempo ……… 63

4. 2 Analisis Framing Robert N. Entman ……… 65

4.2.1 Analisis Framing Berita 1 ……… 65

4.2.2 Analisis Framing Berita 2 ……… 70

4.2.3 Analisis Framing Berita 3 ……… 72

4.2.4 Analisis Framing Berita 4 ……… 74

4.2.5 Analisis Framing Berita 5 ……… 79

4.2.6 Analisis Framing Berita 6 ……… 83

4.2.7 Analisis Framing Berita 7 ……… 87

4.2.8 Analisis Framing Berita 8 ……… 92

4.2.9 Analisis Framing Berita 9 ……… 94

4.2.10 Analisis Framing Berita 10 ……… 98

(15)

viii

5.1 Kesimpulan ……… 115

5.2 Saran Penelitian ……… 118

5.2.1 Saran Praktis ……… 118

5.2.2 Saran Teoritis ……… 118

DAFTAR PUSTAKA 120 LAMPIRAN 122

(16)

ix

Gambar 2.1 Model Framing Robert N. Entman ……… 41

(17)

x

Tabel 2.1 Elemen Framing Robert N. Entman ……… 40

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ………. 48

Tabel 3.1 Unit Analisis Data ………. 55

Tabel 3.2 Analisis Data ………. 58

Tabel 4.1 Analisis Framing Berita 1 ……… 65

Tabel 4.2 Analisis Framing Berita 2 ……… 70

Tabel 4.3 Analisis Framing Berita 3 ……… 72

Tabel 4.4 Analisis Framing Berita 4 ……… 74

Tabel 4.5 Analisis Framing Berita 5 ……… 79

Tabel 4.6 Analisis Framing Berita 6 ……… 83

Tabel 4.7 Analisis Framing Berita 7 ……… 87

Tabel 4.8 Analisis Framing Berita 8 ……… 92 Tabel 4.9 Analisis Framing Berita 9 ……… 94 Tabel 4.10 Analisis Framing Berita 10 ……… 98 Tabel 4.11 Analisis Framing Berita 11 ……… 102

(18)

xi

Lampiran 1 Kumpulan Berita Reklamasi di Majalah Tempo……….. 122

Lampiran 2 Kumpulan Video Diskusi Ruang Tengah Tempo………..151

Lampiran 3 Hasil Wawancara dengan LBH Jakarta………..152

Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Walhi Jakarta ………160

Lampiran 5 Data terkait reklamasi Jakarta ………166

Lampiran 6 Surat Izin Mencari Data …….………176

(19)

BAB I

PENDlAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Reklamasi merupakan kegiatan melakukan pengerukan wilayah pantai

menjadi daratan untuk proses pembangunan gedung, pemukiman, ataupun tempat

wisata. Reklamasi menjadi persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.

Di Indonesia, terdapat beberapa wilayah reklamasi yang mendapat penolakan dari

masyarakat sekitar, Bali, Kalimantan, dan juga Jakarta. Reklamasi di Jakarta

bukan masalah yang baru terjadi, namun dalam 2 tahun terakhir reklamasi

menjadi masalah yang pelik bagi masyarakat Jakarta. Sehingga membuat

masyarakat pada akhirnya membentuk suatu gerakan untuk menyatukan suara,

menolak kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta.

Penolakan dilakukan karena reklamasi dianggap bukan sebagai solusi

untuk memperbaiki permasalahan lingkungan yang terjadi di Jakarta, tetapi

menjadi masalah baru. Masyarakat merasa dirugikan dengan penggusuran dan

pengerukan wilayah pesisir pantai. Semenjak reklamasi dilakukan, kehidupan

masyarakat sekitar menjadi semakin sulit. Lingkungan tangkap ikan yang menjadi

mata pencaharian utama masyarakat tercemar, menyebabkan biota laut perlahan

mati sehingga nelayan sulit dalam mencari tangkapannya. Permasalahan yang

terjadi menjadi dasar masyarakat wilayah pesisir pantai akhirnya membuat

gerakan untuk menolak reklamasi Jakarta.

(20)

Masalah reklamasi tidak hanya terjadi pada masyarakatnya, juga terjadi

pada masalah regulasi yang menjadi hal yang pelik dalam kasus reklamasi.

Rancangan peraturan daerah yang di dalamnya terdapat pembahasan terkait

reklamasi, belum juga disahkan karena belum menemui kesepakatan dalam tubuh

legislatif. Proyek reklamasi sudah mulai berjalan, pihak pengembang sudah mulai

melakukan pengerukan walaupun aturan belum juga dirampungkan. Ahok sebagai

orang nomor satu di DKI Jakarta, melakukan inisiasi dengan mengeluarkan

diskresi kontribusi tambahan 15 persen untuk pengembang yang ikut andil dalam

proyek reklamasi.

Menurut kamus hukum (BPHN), diskresi diartikan sebagai kekuasaan

bertindak dari pejabat pemerintah dalam situasi tertentu, berdasarkan

keyakinannya yang mengarah pada kebaikan, keadilan dan kelayakan. Dalam

kasus reklamasi Jakarta, Ahok membuat kebijakan diskresi sebagai keputusan

yang mendesak, karena belum rampungnya Raperda Tata Ruang dan Raperda

Zonasi Wilayah Pantai Utara Jakarta yang menyangkut kontribusi tambahan 15

persen untuk reklamasi Jakarta. Sehingga diskresi dianggap sebagai solusi, untuk

mengatasi permasalahan perizinan pengembang.

Namun beberapa waktu lalu, sekitar pertengahan bulan Mei 2016, media

massa dihebohkan dengan amuk Ahok terhadap majalah Tempo yang

memberitakan kasus reklamasi teluk Jakarta. Ahok tidak terima dengan isi

pemberitaan Tempo yang dianggap memfitnah dan terlalu menyudutkan Gubernur

DKI Jakarta tersebut. Majalah Tempo mengangkat pemberitaan perihal kasus

(21)

masalah adalah edisi kedua yang berjudul “Amuk Reklamasi”, dalam majalah

tersebut terdapat berita yang mengkaji perihal diskresi atau kebijakan Ahok dalam

memberikan keputusan perihal pembayaran kontribusi tambahan dari pengembang

proyek reklamasi.

Dalam pemberitaan tersebut Tempo juga menjabarkan data berita acara

rapat pembahasan kewajiban tambahan 15 persen, dari narasumber yang

disembunyikan. Kontribusi tersebut merupakan keputusan Ahok yang diwajibkan

untuk pengembang proyek reklamasi Jakarta. Dalam data tersebut tertulis

data-data perusahaan yang ikut dalam pembangunan proyek reklamasi. Data ini

menjadi alat untuk Tempo dalam mengkritisi dan membongkar kasus reklamasi

yang kini sedang diselidiki oleh KPK tersebut. Dalam beritanya, Tempo

mengatakan bahwa Ahok telah melakukan barter dalam proyek reklamasi yang

kini sedang di garapnya dengan pengembang PT. Agung Podomoro Land. Kalimat

barter yang dikeluarkan Tempo mendapat respon dari Gubernur DKI Jakarta

tersebut, beliau tidak terima jika dikatakan melakukan barter dengan pihak

pengembang. Sebagai pejabat negara, beliau meyakini bahwa keputusan diskresi

yang dilakukannya guna untuk keberlangsungan proyek reklamasi. Respon

tersebut mengarah pada pengancaman Ahok kepada pihak redaksi Tempo yang

akan dilaporkan kepada pihak berwajib, karena isi berita tersebut dianggap telah

menyudutkan dan memfitnahnya. Ahok pun mempertanyakan dari mana pihak

redaksi Tempo mendapatkan berita acara rapat tersebut, karena berita acara rapat

merupakan data rahasia pemerintah DKI Jakarta. Diskresi Ahok tersebut akhirnya

(22)

Respon tidak hanya datang dari Ahok semata, para pendukung Ahok atau

yang akrab disebut Teman Ahok juga angkat suara. Dalam akun Twitter-nya

@kurawa, Rudi Valinca menuliskan bahwa wartawan Tempo tidak cover both side

dalam memperoleh informasi, dan Tempo sedang dalam kesulitan ekonomi

sehingga membutuhkan penyelamatan. Dengan menyerang Ahok, Tempo berharap

dapat bekerjasama dengan Ahok. Serangan Tempo ini mengejutkan banyak

kalangan, karena Tempo yang selama ini dianggap berkawan dengan Ahok dalam

pemberitaannya kali ini berbanding terbalik dengan pemberitaan reklamasi yang

diterbitkan redaksi majalah Tempo pada akhir bulan Mei lalu.

Kasus reklamasi sedang hangat diperbincangkan, perihal perizinan yang

legal atau tidak, perihal nasib warga setempat yang terkena gusuran, perihal

permainan pengembang dan pemerintah, dan lain sebagainya. Media massa baik

cetak ataupun elektronik begitu masif memberitakan kasus reklamasi tersebut.

Sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta, Ahok kian menjadi sorotan dalam

setiap pemberitaan terkait reklamasi.

Majalah Tempo dalam 7 bulan terakhir tahun 2016 telah menerbitkan 3

edisi yang membahas perihal kasus reklamasi, edisi pertama terbit pada

pertengahan bulan April tertanggal 11-17 April dengan headline Reklamasi Tujuh

Keliling, edisi kedua tertanggal 23-29 Mei dengan headline Amuk Reklamasi, dan

edisi ketiga 20-26 Juni dengan headline Duit Reklamasi Untuk Teman-Teman

Ahok.

Tempo merupakan media massa yang terbilang lama dalam melakukan

(23)

masa orde baru media adalah alat politik kekuasaan dimana apa yang media

beritakan tidak boleh bertentangan dengan pemerintah apalagi untuk mengkritisi.

Media begitu disetir dalam kerja-kerjanya. Tempo merupakan media yang cukup

berani untuk mengkritisi pemerintah pada saat itu. Pada tahun 1982, untuk

pertama kali media massa ini mengalami pembredelan oleh rezim orde baru,

karena pemberitaan mengenai kerusuhan yang terjadi saat kampanye pemilu 1982

yang membuat media ini dibredel. Pada tahun 1994, untuk kedua kalinya Tempo

mengalami pembredelan terhadap berita yang disajikannya, terkait pembelian 39

kapal bekas dari Jerman Timur (Tempo.co:2016). Walaupun demikian, media

massa ini masih dapat berkiprah didunia jurnalistik hingga hari ini dengan

karakteristiknya yang tidak berubah.

Jelang Pilkada 2017, kasus reklamasi adalah senjata bagi para pelaku

politik untuk menyerang lawan politiknya. Media sebagai pilar demokrasi yang

ke-4 kini dipertanyakan fungsinya, karena digunakan sebagian golongan untuk

kepentingan politik. Begitupun dengan internalisasi media, independensi media

juga ikut dipertanyakan karena dalam melakukan pemberitaan condong berat

sebelah atau mendukung salah satu pihak dan menyerang pihak lainnya.

Setelah mendapatkan kebebasan, dunia pers Indonesia kembali dihadapkan

pada posisi dilematis, antara mempertahankan ataukah mengerem kebebasan yang

dimiliki. Di satu sisi, runtuhnya kekuasaan represif Orde Baru membuat dunia

pers menikmati masa gemilang dengan kebebasan yang seolah tak terbatas.

Namun, di sisi lain, liberalisasi pada akhirnya mengundang kekhawatiran publik.

(24)

tidak membebaskan pers dari munculnya masalah baru, yakni dampak-dampak

negatif dari kebebasan dan industrialisasi pers (Sumadiria, 2006:27).

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah

cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati

strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih

bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring

interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah

pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang

digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang

atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian

mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita

tersebut. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi

keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau

tak terelakan. (Sobur, 2006:162)

Pembingkaian diproses melalui konstruksi melihat realitas sosial, sehingga

menghasilkan makna tertentu. Kerja jurnalistik ditentukan dari konstruksi dan

makna tersebut, untuk menentukan narasumber dalam menggali informasi dan

melakukan verifikasi, dan mengkaji suatu persitiwa dari sudut pandang mana.

Sehingga dapat diketahui dengan cara apa sebuah realitas sosial ditandakan, yang

kemudian diterbitkan menjadi berita. Pengambilan keputusan tersebut melibatkan

nilai dan ideologi para pekerja jurnalistik yang terlibat dalam proses produksi

(25)

Pada penelitian ini penulis menggunakan analisis framing model Robert N.

Entman sebagai pisau analisis. Entman menjelaskan 4 dimensi analisis framing,

yaitu define problems (pendefinisian masalah), diagnose causes (sumber

masalah), make moral judgement (penilaian dan pembenaran), dan treatment

recommendation (penyelesaian yang ditawarkan). Analisis framing Robert N.

Entman mendukung peneliti untuk mencari tahu bagaimana majalah Tempo

membingkai, dan memaknai diskresi Ahok untuk reklamasi dan posisi Tempo

dalam pemberitaanya. Dalam berbagai macam tudingan yang melayang kepada

Tempo, framing merupakan pisau analisis yang tepat untuk mencari tahu makna

apa yang tersirat dalam sebuah pemberitaan media massa. Berdasarkan

argumentasi tersebut, maka peneliti mengajukan judul penelitian “Konstruksi

Diskresi Ahok untuk Reklamasi (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi

Jakarta Pada Majalah Tempo)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, maka rumusan

masalahnya sebagai berikut ; “Bagaimana Pembingkaian Berita Diskresi

Ahok untuk Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo?”

1.3 Identifikasi Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis tentukan, maka identifikasi

masalahnya sebagai berikut;

(26)

Ahok untuk reklamasi Jakarta?

2. Bagaimana Diagnose Causes Majalah Tempo dalam pemberitaan diskresi

Ahok untuk reklamasi Jakarta?

3. Bagaimana Make Moral Judgement Majalah Tempo dalam pemberitaan

diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta?

4. Bagaimana Treatment Recommendation Majalah Tempo dalam

pemberitaan diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta?

1.4 Tujuan Penelitian

Dalam sebuah penelitian pastilah memiliki tujuan, dimana tujuan dalam

penelitian ini sebagai berikut ;

1. Untuk menganalisis Define Problems Majalah Tempo dalam pemberitaan

diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.

2. Untuk menganalisis Diagnose Causes Majalah Tempo dalam pemberitaan

diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.

3. Untuk menganalisis Make Moral Judgement Majalah Tempo dalam

pemberitaan diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.

4. Untuk menganalisis Treatment Recommendation Majalah Tempo dalam

(27)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

1. Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin Ilmu

Komunikasi, khususnya komunikasi massa mengenai penggunaan

analisis framing dalam sebuah berita.

2. Dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang

ingin mengadakan penelitian-penelitian lanjutan mengenai suatu

peristiwa yang dikemas media dalam sebuah berita.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi mahasiswa jurnalistik dan

wartawan dalam melihat suatu peristiwa yang akan diberitakan

kepada khalayak.

2. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi mahasiswa jurnalistik dan

(28)

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Komunikasi Massa

Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media memproduksi

dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas, pada sisi lain diartikan sebagai

bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,

heterogen, dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan

yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto, 2004:31).

Severin mengemukakan bahwa pengertian komunikasi massa pada intinya

merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) untuk

menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, bertempat

tinggal jauh, heterogen, anonim dan menimbulkan efek-efek tertentu. Dalam

komunikasi massa terdapat beberapa sifat yang melekat, juga sekaligus yang

membedakannya dengan komunikasi yang lainnya (Ardianto, 2004:32).

Burhan Bungin (2006:79) menjelaskan, terdapat 5 fungsi komunikasi

massa, yaitu pengawasan, social learning, penyampaian informasi, transformasi

budaya, dan hiburan. Pengawasan, media massa merupakan sebuah medium

dimana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada

umumnya. Fungsi pengawasan ini bias berupa peringatan dan kontrol sosial

maupun kegiatan persuasif. Social Learning, media massa bertugas untuk

memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi

massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan

(29)

itu berlangsung efektif dan efesien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat

luas. Penyampaian Informasi, komunikasi massa memungkinkan informasi dari

institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat

sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat. Transformasi

Budaya, fungsi ini bersifat lebih dinamis dibandingkan dengan fungsi komunikasi

massa lainnya. Komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang

dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang

didukung oleh media massa. Hiburan, seirama dengan fungsi-fungsi lain,

komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena

komunikasi massa menggunakan media massa. Hiburan tidak lepas dari fungsi

media massa itu sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya.

Dalam mengkaji komunikasi massa, kita juga perlu tahu perihal

komponen-komponen yang harus diperhatikan di dalamnya seperti yang

diungkapkan oleh Hiebert, Ungurait, dan Bohn dalam (Ardianto, 2004:32) sebagai

berikut :

1. Communicator (Komunikator)

Komunikator komunikasi massa pada media cetak adalah para pengisi rubrik,

reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain. Sedangkan pada media

elektronik, komunikatornya adalah para pengisi program, pemasok program

(rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter dan lain-lain.

Pengirim pesan dalam komunikasi massa bukan seorang individu, melainkan

suatu institusi, gabungan dari berbagai pihak.

(30)

2. Codes and Content

Codes adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan

komunikasi, sedangkan content atau isi media merujuk pada makna dari

sebuah pesan. Dalam komunikasi massa, codes dan content berinteraksi

sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat

memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun content-nya sama.

3. Gatekeeper

Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi

penting atau tidak. Ia menaikkan berita yang penting dan menghapus informasi

yang tidak memiliki nilai berita.

4. Regulator

Regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator

biasanya menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tapi ia

tidak dapat menambahkan atau memulai informasi, dan bentuknya lebih seperti

sensor.

5. Media

Media massa terdiri dari : media cetak, yaitu surat kabar dan majalah, media

elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan media online (internet).

6. Audience (Audiens)

Marshall McLuhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi massa

yang secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan

(31)

bias menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu menjadi

anggota audiences yang besar, yang menerima ribuan pesan media massa.

7. Filter

Filter adalah cara yang dilakukan media massa mengantisipasi hambatan

dengan mempertimbangkan faktor yang menjadi sumber hambatan.

8. Feedback (Umpan Balik)

Bentuk respon dalam komunikasi massa, audiens dapat dengan tertawa saat

menonton suatu program lawak di televisi, atau mengomentari suatu berita

pada surat kabar. Namun respon seperti ini tidak terlihat oleh komunikator

komunikasi massa. Agar responnya dapat sampai kepada komunikator, audiens

media massa harus memberikan feedback seperti menulis surat pembaca,

menelepon redaktur media massa tersebut, berhenti berlangganan suatu media

cetak, mematikan televisi, dan lain-lain.

Berdasarkan penjelasan mengenai komunikasi massa diatas, pada

penelitian ini media massa yang digunakan penulis sebagai objek penelitian

adalah majalah. Majalah tempo adalah lembaga yang memproduksi informasi

dengan jangkauan khalayak yang luas, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli

diatas mengenai komunikasi massa.

2.2 Media Massa

Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan

inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan

(32)

individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi

masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan

penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (McQuail, 1987:3).

Menurut Ardianto (2004), media massa pada dasarnya dapat dibagi

menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan elektronik. Media cetak yang

dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah.

Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio

siaran, televisi, film, media on-line (internet). Setiap media massa cetak memiliki

karakteristik yang khas. Pada penelitian ini penulis memilih media massa cetak

yaitu majalah sebagai subjek penelitian.

Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat

menggerakan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih

dahulu. Efek atau hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan

melalu berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio) perlu dikaji melalui metode

tertentu yang bersifat analisis psikologi dan analisis sosial. Donald K. Robert

mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku

manusia setelah diterpa pesan media massa, oleh karena fokusnya pesan, maka

efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Ardianto,

2004:48).

Adapun peran media sangat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat,

produk yang dihasilkan oleh institusi media dapat secara langsung mempengaruhi

pemikiran kebanyakan orang, sehingga efek yang dihasilkan pun beragam

(33)

jangka panjang dari produk media massa adalah dapat merubah tatanan nilai dan

norma sosial, karena masyarakat mentransformasi pandangannya tentang dunia

sosial.

2.3 Majalah sebagai Media Massa

Majalah merupakan salah satu produk media massa yang beragam

kategorisasi dan segmentasi pembacanya. Sebagai media massa majalah memiliki

fungsi yang beragam pula sebagai media cetak yaitu; sebagai majalah berita

fungsinya adalah sebagai media informasi tentang berbagai macam fenomena

yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai majalah wanita, pria,

ataupun remaja majalah memiliki fungsi sebagai hiburan, isinya relatif mengenai

berbagai informasi dan tips yang sifatnya ringan dan menghibur. Fungsi informasi

dan mendidik menjadi prioritas dalam sebuah media massa, termasuk majalah

sebagai media cetak yang memiliki beragam kategori.

Walaupun era kecanggihan teknologi membuat media cetak mengalami

degradasi namun majalah masih tetap berdiri tegak, hal ini karena majalah

memiliki karakteristik yang berbeda dengan media cetak lainnya seperti surat

kabar. Dalam bukunya Ardianto (2004) menjelaskan terdapat 4 karakteristik

majalah yaitu penyajian lebih dalam, nilai aktualitas lebih lama, gambar atau foto

lebih banyak, dan cover sebagai daya tarik. Penyajian lebih dalam, frekuensi

terbit majalah pada umumnya adalah mingguan, selebihnya dwimingguan, bahkan

bulanan (1 x sebulan). Majalah berita biasanya terbit mingguan, sehingga para

(34)

suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai waktu yang leluasa untuk melakukan

analisis terhadap peristiwa tersebut. Sehingga penyajian berita dan informasinya

dapat dibahas secara lebih dalam, lengkap, dan unsur how dikemukakan secara

kronologis. Nilai aktualitas lebih lama, nilai aktualitas surat kabar berumur satu

hari, berbeda dengan nilai aktualitas majalah yang bisa mencapai satu minggu.

Ketika surat kabar yang terbit dua hari yang lalu jika dibaca hari ini sudah

dianggap usang, maka tidak demikian dengan majalah. Karena membaca majalah

tidak pernah tuntas dengan sekali baca, ada topik-topik menarik yang dipilih

untuk dibaca lebih dulu. Oleh karena itu, majalah mingguan baru tuntas dibaca

dalam tiga atau empat hari. Gambar atau foto lebih banyak, jumlah halaman lebih

banyak, sehingga selain penyajian beritanya yang mendalam, majalah juga dapat

menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang

berwarna, serta kualitas kertas yang digunakan pun lebih baik. Foto-foto yang

ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi apabila foto tersebut

sifatnya eksklusif. Daya tarik foto sangat besar bagi pembacanya, karena itu

promosi majalah edisi terbaru seringkali menonjolkan foto. Cover sebagai daya

tarik, sampul majalah memiliki daya tarik tersendiri, cover adalah ibarat pakaian

dan aksesorisnya pada manusia. Cover majalah biasanya menggunakan kertas

yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik. Menarik tidaknya cover

suatu majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya, serta konsistensi majalah

tersebut dalam menampilkan ciri khasnya. Pada intinya, cover merupakan salah

satu faktor daya tarik suatu majalah yang menunjukan ciri suatu majalah, sehingga

(35)

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memilih majalah sebagai fokus

penelitian. Majalah sebagai salah satu produk media massa yang menyajikan

informasi mendalam tentang suatu peristiwa. Pada permasalahan Diskresi Ahok,

majalah Tempo menjadi objek permasalahan, karena salah satu media massa yang

memberitakan diskresi secara mendalam, dari berbagai macam sudut pandang dan

juga data.

2.4 Konsep Berita dan Kebebasan Pers

2.4.1 Pengertian Berita

Berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa

aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang melibatkan

fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual

dalam arti “baru saja” atau hangat dibicarakan orang banyak. Adapun cara

melaporkan atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang

banyak, orang lazim melakukannya dengan gaya to the point atau

diplomatis (Suhandang, 2010:104).

Hoeta Soehoet (2003) membagi pengertian berita kedalam dua

bagian, yaitu secara makro dan mikro. Secara makro, surat kabar disebut

lengkap, kalau surat kabar tersebut tiap terbit memuat semua berita yang

terjadi sehari sebelumnya yang perlu diketahui pembacanya. Sedangkan

secara mikro, suatu berita disebut lengkap kalau berita tersebut

mengemukakan segala sesuatu mengenai peristiwa atau pendapat yang

(36)

Hoeta Soehoet (2003) menjelaskan, dari unsur-unsur jurnalistik

tidak selamanya harus mutlak enam, diperbolekan jika hanya terdapat 4

unsur, yaitu apa (what), siapa (who), di mana (where), dan kapan (when).

Alasannya empat unsur tersebut yang paling ingin diketahui pembaca dan

tidak semua berita mengandung jawaban terhadap enam unsur

kelengkapan berita.

Definisi berita yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas,

penulis menarik kesimpulan bahwa berita adalah sebuah kerja jurnalistik

yang menginformasikan tentang peristiwa yang terjadi secara lengkap,

fakta, dan aktual, kemudian dikonsumsi oleh pembaca menjadi informasi

yang penting atau tidak penting dan melahirkan dampak baik negatif

ataupun positif dari berita yang ditulis oleh wartawan tersebut.

Dalam memenuhi kerja jurnalistik, wartawan mengumpulkan

informasi yang akan dijadikan bahan untuk membuat sebuah berita,

informasi tersebut berasal atau diperoleh wartawan dari sumber berita.

Sumber berita menurut Hoeta Soehoet (2003) terbagi dua, yaitu peristiwa

dan manusia. Peristiwa merupakan suatu kejadian yang terjadi di lapangan

seperti gempa, banjir, pameran seni, pertandingan olahraga dan lain-lain.

Manusia dimintai pendapat perihal peristiwa yang disaksikannya atau

peristiwa yang tidak disaksikannya. Sedangkan menurut Barus (2010),

sumber berita dibagi menjadi tiga yaitu sumber berita atas nama pribadi,

sumber berita pribadi atas nama kelompok atau golongan, dan sumber

(37)

2.4.2 Nilai Berita

Hal yang paling penting selain cara menyajikan adalah nilai dari

berita itu sendiri, yaitu sebuah kejadian atau fakta bagaimanapun

“dibumbu-bumbui” diberi warna kalau tidak memiliki nilai yang penting

tetap akan menjadi hambar. Jadi, perpaduan antara fakta dan kejadian serta

nilai berita itu sendiri akan menjadikan sebuah berita menarik

(Tamburaka, 2012:138).

Nilai berita adalah patokan penting bagi seorang wartawan dan

meja redaksi dalam melihat suatu peristiwa yang kemudian diolah menjadi

sebuah berita yang disuguhkan kepada masyarakat luas. Walaupun

menurut Downie JR dan Kaiser dalam (Kurnia, 2005:17) nilai berita (news

value) merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan, istilah ini

meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsikan. Ketinggian

nilainya tidak mudah untuk dikonkretkan, nilai berita juga menjadi tambah

rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat konsep apa yang disebut

berita.

Nilai berita memang menjadi patokan bagi meja redaksi dalam

memilih dan memilah berita mana yang layak untuk terbit, dengan

pertimbangan bagaimana dampak yang dihasilkan dari berita yang terbit.

Dengan beragam kategori berita dan segmentasi pembacanya, meja redaksi

dan para wartawan dapat memutuskan mana peristiwa yang penting untuk

diliput dan mana yang tidak penting. Walaupun setiap pembaca memiliki

(38)

media massa memiliki elemen-elemen nilai berita yang mendasari

wartawan dan meja redaksi dalam meliput suatu peristiwa, Sumadiria

(2006) menjelaskan perihal kriteria umum nilai berita, diantaranya:

a. Keluarbiasaan (Unusualness), berita adalah sesuatu yang luar biasa.

Kalangan jurnalistik sangat meyakini, semakin besar suatu peristiwa,

semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkannya.

b. Kebaruan (Newness), berita adalah semua apa yang terbaru. Berita

adalah apa saja yang disebut hasil karya terbaru.

c. Akibat (Impact), berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas.

Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam

kehidupan masyarakat. Semakin besar dampak sosial budaya ekonomi

atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai berita yang

dikandungnya.

d. Aktual (Timeliness), berita adalah peristiwa yang sedang atau baru

terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik media massa haruslah memuat

atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan oleh

masyarakat.

e. Kedekatan (Proximity), berita adalah kedekatan. Kedekatan yang

berdasarkan dua bagian yaitu; kedekatan geografis yang menunjuk pada

suatu peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Kedekatan

psikologis yang menunjuk pada lebih banyak ditentukan oleh tingkat

ketertarikan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu

(39)

f. Informasi (Information), berita adalah informasi. Informasi adalah

segala sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Setiap

informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan

jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan media

massa.

g. Konflik (Conflict), berita adalah konflik atau segala sesuatu yang

mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik

atau pertentangan, merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan

tak pernah habis.

h. Ketertarikan Manusiawi (Human Interest), berita adalah yang

menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang, atau

bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat, tetapi telah menimbulkan

getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya.

Hanya karena naluri, dan suasana hati kita merasa terusik, maka

peristiwa itu mengandung nilai berita.

2.4.3 Jenis-jenis Berita

Ada tiga aturan main yang perlu dipahami oleh setiap

reporter/wartawan dalam mendapatkan berita, yaitu know news (tahu

berita), know where to get it (tahu dimana mendapatkannya), dan go get it

(bergegas untuk mendapatkannya). Dari ketiga prinsip tersebut tampaknya

pekerjaan wartawan sangatlah sederhana, namun pelaksanaanya tidaklah

(40)

menyangkut pekerjaan, pengetahuan, dan keterampilan yang sangat rumit

(Barus, 2010:38).

Untuk dapat mengenal informasi, dibutuhkan upaya menuntun ke

mana dan bagaimana memperoleh fakta yang diperlukan. Informasi yang

diperlukan itu ditentukan oleh jenis berita, sebab hanya dengan

mengetahui jenis berita kita dapat mengetahui sumbernya. Haris Sumadiria

(2005:69) menjelaskan dalam bukunya jenis-jenis berita yang harus

diketahui oleh para wartawan, yaitu straight news report, depth news

report, comprehensive news, interpretative report, Feature story, depth

reporting, investigative reporting, editorial writing

Straight news report, adalah laporan langsung mengenai suatu

peristiwa. Berita memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang

dapat dibuktikan. Berita ini ditulis dengan unsur 5W+1H.

Depth news report, adalah laporan dimana reporter atau wartawan

menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri

sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan ini

memerlukan pengalihan informasi, bukan opini reporter, fakta-fakta yang

nyata masih tetap besar.

Comprehensive news, adalah laporan tentang fakta yang bersifat

menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh,

sesungguhnya merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan

(41)

Interpretative report, adalah berita yang memfokuskan sebuah isu,

masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus

laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan

opini. Dalam hal ini reporter menganalisis dan menjelaskan.

Feature story, adalah berita dimana penulis mencari fakta untuk

menarik perhatian pembacanya. Penulis feature menyajikan suatu

pengalaman pembaca yang lebih bergantung pada gaya penulisan dan

humor dari pada pentingnya informasi yang disajikan.

Depth reporting, adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat

mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal

atau aktual. Pelaporan mendalam, dalam tradisi pers sering disajikan

dalam rubrik khusus seperti laporan utama, bahasan utama, fokus.

Investigative reporting, adalah berita yang berisikan hal-hal yang

memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Namun demikian,

dalam laporan investigatif, para wartawan melakukan penyelidikan untuk

memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan.

Editorial writing, adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di

depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini

yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat

(42)

2.4.4 Struktur Berita

Media cetak dalam setiap penerbitannya menyuguhkan berbagai

macam berita kepada khalayak. Dikarenakan faktor kesibukan tidak semua

berita dibaca oleh pembaca, hanya berita yang menurutnya menarik dan

dibutuhkan. Dalam hal ini, wartawan sudah mengetahui bagaimana

menyajikan berita dengan susunan yang tepat, sehingga pembaca

mencapai tujuannya dalam memperoleh infomasi. Susunan berita yang

dimaksud adalah piramida terbalik. Artinya, susunan berita dalam

piramida terbalik adalah bagian inti atau penting dari pembuatan berita.

Dalam skema piramida terbalik, inti berita diletakkan pada alinea pertama,

dan informasi lanjutan yang melengkapi topik pemberitaan diletakkan

pada alinea berikutnya. Skema lain pada piramida terbalik juga dapat

terjadi, semakin ke bawah isi pemberitaan semakin mengerucut atau topik

dibahas semakin mendalam.

Hoeta Soehoet (2003) menjelaskan fungsi inti berita adalah

memudahkan pembaca memahami bagian yang terpenting dari

keseluruhan isi berita. Karena itu inti berita harus memenuhi syarat yaitu;

mengandung inti terpenting dari berita, lengkap, padat, dan singkat,

bahasanya mudah dipahami dan menarik, serta susunannya teratur sebab

akibatnya. Alinea kedua mengandung penjelasan dari alinea pertama.

Kalau inti berita mengandung banyak persoalan penting, penjelasannya

(43)

membuat judul berita. Jadi, judul berita hadir jika inti berita telah selesai,

judul diperas dari inti berita.

Fungsi judul berita adalah memperkenalkan isi berita di bawah

judul kepada pembaca, sehingga dalam waktu sekilas saja, pembaca dapat

mengambil kesimpulan apakah berita itu berguna atau tidak. Adapun

syarat judul berita yaitu; judul mengandung inti terpenting dari seluruh isi

berita dan judul disusun dengan bahasa yang mudah dipahami, padat, dan

menarik (Soehoet, 2003:78).

Tanggal berita ditulis sesudah judul berita, fungsinya

memberitahukan kepada pembaca, di mana dan tanggal berapa reporter

menulis naskah beritanya. Tanggal tersebut dilengkapi dengan bulan dan

tahun, pembaca berhak mengetahuinya dan reporter wajib menuliskan

yang sebenarnya (Soehoet, 2003:79). Setelahnya wartawan melakukan

penyusunan naskah berita yang akan dikemas menjadi sebuah berita yang

nantinya akan disuguhkan kepada khalayak sebagai informasi yang benar.

Kemudian setelah menyusun naskah berita, seorang wartawan harus lihai

dan pandai dalam menganalisis berita, dari mulai inti berita, judul berita,

nilai berita, dan susunan berita, sehingga berita yang dikonsumsi khalayak

(44)

2.4.5 Mengenali Sumber Berita

Detak jantung dari jurnalisme terletak pada sumber berita. Menjadi

wartawan berarti mengembangkan sumber. Wartawan harus tahu banyak.

Dia harus tahu ke mana mencari informasi, siapa yang harus ditanya. Luwi

Ishwara (2005) menjelaskan bagaimana seorang wartawan dalam

memperoleh sumber beritanya, yaitu dengan melakukan observasi

langsung, sistem beat, narasumber, dan wawancara.

Observasi Langsung, wartawan yang mengamati langsung suatu

peristiwa dapat membuat cerita itu menjadi hidup. Terdapat dua metode

yang dapat dilakukan dalam observasi yaitu; Pertama, pra-peristiwa

diperoleh dengan cara membuka kembali catatan-catatan, dokumentasi,

buku, dan sebagainya yang berhubungan dengan peristiwa yang diliput.

Kedua, pasca-peristiwa dimana sedapatnya wartawan harus menghubungi

berbagai pihak (all sides). Berbagai sumber independen perlu dihubungi

untuk melindungi tulisan dari prasangka atau distorsi. Pendekatan

multi-sumber ini juga memberikan kredibilitas pada tulisan. Tindakan wartawan

yang menggali dan menghubungi berbagai sumber; bertanya kepada

berbagai pihak, kenyataannya adalah disiplin verifikasi.

Sistem Beat, kebanyakan organisasi pemberitaan menerapkan

struktur tradisional dalam mengumpulkan berita, yaitu memakai sistem

beat”, sistem ini membebankan tanggung jawab pada wartawan untuk

suatu wilayah berita tertentu. Itulah beat-nya, sekaligus wilayah dan

(45)

sistem beat terdapat kekuatan yaitu sumber, kontinuitas, dan pengamatan.

Terdapat pula jebakan yang dapat ditenggarai yaitu perkoncoan,

prasangka, ego, sempit, dan melemah. Kemudian yang terakhir yaitu rotasi

periodik, wartawan yang baik sadar akan jebakan-jebakan tersebut dan

berusaha menghindarinya. Editor, selain loyal pada efisiensi dari sistem

beat ini, juga berusaha mengatasi kelemahan-kelemahannya.

Narasumber, sumber memang penting untuk mengembangkan

suatu cerita dalam memberikan makna dan kedalaman suatu peristiwa atau

keadaan. Mutu tulisan wartawan tergantung dari mutu sumbernya. Semua

sumber, baik itu orang (human sources), maupun informasi seperti dari

catatan, dokumen, referensi, buku, kliping dan sebagainya yang digunakan

oleh wartawan haruslah disebutkan asalnya. Namun, dalam menggunakan

sumber ini wartawan harus tetap skeptis. Terdapat jenis narasumber yaitu

sumber anonim yaitu sumber yang tidak mau disebutkan namanya dan

identitas sumber adalah sumber yang mengizinkan redaksi untuk

menuliskan identitas dirinya.

Wawancara, adalah pertemuan tatap muka. Wawancara melibatkan

interkasi verbal antara dua orang atau lebih, tetapi biasanya diprakarsai

untuk suatu maksud khusus dan biasanya difokuskan pada suatu masalah

khusus. Terdapat 10 tahap wawancara yaitu; jelaskan maksud wawancara,

lakukan riset latar belakang, ajukan biasanya melalui telepon janji untuk

wawancara, rencanakan strategi wawancara anda, temui responden anda,

(46)

wawancara, ajukan pertanyaan-pertanyaan keras (yang sensitif dan

menyinggung) bila perlu, pulihkan bila perlu dampak dari

pertanyaan-pertanyaan keras itu, dan akhiri dan simpulkan wawancara anda.

2.4.6 Proses Terbitnya Berita

Menentukan, apakah suatu peristiwa memiliki nilai berita

sesungguhnya merupakan tahap awal dari proses kerja redaksional.

Biasanya seorang redaktur menentukan apa yang harus diliput, sementara

seorang reporter menentukan bagaimana cara meliputnya, karena ia

berurusan dengan tahap pencarian atau penghimpunan dan penggarapan

berita (Kusumaningrat, 2006:71). Setelah seluruh materi terkumpul, maka

dilakukanlah penulisan dan penyusunan naskah berita. Setelah naskah

berita tersusun, kemudian wartawan mengirimkan naskah kepada pihak

redaksi untuk diseleksi.

Ada lima macam seleksi sesuai saluran berita yaitu, dari bahan

berita yang ditulis reporter hingga menjadi berita, dari bahan berita yang

ditulis koresponden hingga menjadi berita, dari bahan berita yang

bersumber dari kantor berita hingga menjadi berita, dari naskah pendapat

yang datang dari luar redaksi hingga menjadi pendapat, dan dari naskah

pendapat staf redaksi menjadi pendapat.

Setelah naskah berita diseleksi di meja redaksi kemudian dilakukan

penyuntingan atau mengedit. Yang melakukan penyuntingan naskah berita

(47)

berlangsung, dilakukan pula pemerkayaan terhadap berita. Dalam proses

penyuntingan, desk editor harus benar-benar teliti, secara teknis dan

subsantsi, karena baik atau buruknya dampak dari terbitnya sebuah berita

menyangkut pada desk editor yang merupakan proses akhir dari

pengelolaan sebuah berita, walaupun sebelum terbit harus mendapat

persetujuan pimpinan redaksi, karena pimpinan redaksi bertanggungjawab

secara keseluruhan.

2.4.7 Kebebasan Pers

Pasca tumbangnya pemerintahan orde baru, Indonesia menapaki

satu langkah kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi sebagaimana

tercantum dalam Undang-Undang Dasar pasal 28, sejalan dengan hal

tersebut pers juga masuk kedalamnya. Sejarah mencatat bahwa ruang

gerak kerja jurnalistik pada masa orde baru sangat dibatasi oleh

pemerintah, kini sudah mendapat titik cerah. Kebebasan tersebut diperkuat

dengan adanya payung hukum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999

tentang Pers, yang menjamin kerja-kerja jurnalistik tidak lagi dibatasi.

Berkaitan dengan itu, dalam melaksanakan kebebasan pers, bias

berita sangatlah tidak diharapkan, karena dalam kebebasan pers

terkandung dua pengertian yaitu “bebas dari” dan “bebas untuk”. Konsep

“bebas dari” merupakan pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke, yang

berarti kondisi yang memungkinkan seseorang untuk tidak dipaksa

(48)

Adapun “bebas untuk” berasal dari pemikiran Jacues dan Hegel yang

berarti kondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dan mampu

berbuat sesuatu untuk menyampaikan sesuatu yang mereka inginkan.

Dalam perspektif ini, kebebasan pers berarti kondisi yang memungkinkan

para pekerja pers tidak dipaksa berbuat sesuatu tapi diberi kebebasan

untuk berbuat sesuatu guna mencapai apa yang mereka inginkan

(Kasiyanto, 2014:10).

Kasiyanto (2014) dalam bukunya menyebutkan kebebasan pers

merupakan konsep ideal sebagai sarana menuju demokratisasi, namun

dalam prakteknya kebebasan pers tidak berjalan linear, ada aspek-aspek

lain yang memengaruhi proses produksi dan konsumsi pers, yakni faktor

intern pers, yang meliputi ideologi pers, kualitas sumber daya manusia dan

profesionalisme insan pers. Faktor ekstern yakni masyarakat dan

pemerintah sebagai konsumen dan sumber berita. Investor (pemodal) dan

advertiser (pengiklan)

Kemerdekaan pers yang kini sudah digenggam para praktisi

jurnalistik, menurut Shaffat (2008) dalam bukunya “Kebebasan,

Tanggungjawab, Penyimpangan Pers” menjelaskan ada hal yang harus

disadari bahwa betapapun hebatnya posisi pers, namun kekuatan media

sejatinya merupakan pisau bermata ganda yang pada satu sisi, dengan

kekuatannya pers dapat menjadi pelaku fungsi kontrol yang sangat kritis

untuk membetulkan jalannya kekuasaan yang melenceng, dan pada sisi

(49)

untuk meninabobokan masyarakat dengan berita-berita yang penuh

kepalsuan dan retorika. Agar terhindar dari hal ini, maka pers harus

kembali pada tugas, fungsi, dan perannya semula sebagaimana

diamanatkan dalam undang-undang dan kode etik jurnalsitik.

Tanggung jawab yang dijabarkan dalam kode etik wartawan harus

benar-benar dijalankan, tidak hanya dijadikan macan kertas yang harus

mengalah demi kepentingan pragmatis. Inilah makna hakiki kebebasan

pers yang bertanggung jawab. Pers tidak hanya bebas dalam berekspresi

tetapi kebebasan itu haruslah disertai dengan tanggung jawab terhadap

hal-hal yang ditimbulkannya kemudian. Kebebasan pers harus menjadikan per

situ menyadari akibat dari berita-berita yang disampaikannya dan

mengarahkan akibat itu pada hal-hal yang positif. Para wartawan

diharapkan bertanggung jawab dan bersikap objektif dalam analisis

mereka dan sangat dianjurkan keluar dari bias atau prasangka pribadi

(Shaffat, 2008:95).

2.5 Diskresi Ahok untuk Reklamasi

Permasalahan reklamasi pantai utara Jakarta sudah berlangsung sejak

tahun 2003 dan sudah berulang kali keluar masuk meja hijau. Kini reklamasi

kembali menemui kemelutnya. Berdasarkan pemberitaan dari media massa,

reklamasi pantai utara Jakarta kembali mencuat saat Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan Ketua Komisi D DPRD M

(50)

Podomoro Land Ariesman Widjaja kepada KPK. Proyek yang selama ini tidak

masif diberitakan kini menjadi perhatian publik. Setelah itu, muncul banyak

perdebatan tentang reklamasi pantai. Kali ini, tidak hanya dampak lingkungan

yang dipermasalahkan. Perizinannya pun menimbulkan perdebatan dalam jajaran

pemerintah DKI Jakarta dengan pemerintah pusat, serta upaya pengembang untuk

melakukan suap kepada pejabat berwenang. Kontribusi tambahan 15 persen

dianggap memberatkan pengembang, karena harus mengeluarkan biaya yang tidak

sedikit. Oleh karena itu, beberapa pengembang merapatkan diri kepada pejabat

berwenang untuk melakukan lobi agar kontribusi tambahan diturunkan menjadi 5

persen.

KPK melakukan penyelidikan perihal kontribusi tambahan proyek

reklamasi pantai utara Jakarta. Diduga terdapat tindak korupsi dan suap antara

pemerintah dengan pengembang. Kontribusi tambahan proyek tersebut merupakan

sebuah diskresi yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama kepada pengembang

PT. Agung Podomoro Land dan pengembang lain yang melakukan pembangunan

pada proyek reklamasi. Berdasarkan laporan dari KPK yang dimiliki oleh Tempo

salinannya, terdapat kontrak 13 pekerjaan Muara Wisesa senilai Rp 392,6 miliar.

Total biaya yang sudah dikeluarkan Rp 218,7 miliar. Sedangkan jenis pekerjaan

yang digarap antara lain pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun

sederhana sewa (rusunawa) di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pengadaan rumah

pompa dan fasilitasnya, serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo. Berdasarkan

temuan data tersebut, lahir kecurigaan bahwa terdapat barter dalam proyek

(51)

sedang mendalami dasar hukum perihal kontribusi tambahan proyek reklamasi

pantai utara Jakarta yang dikeluarkan oleh Basuki Tjahaja Purnama, untuk

mengetahui apakah benar terjadi penyimpangan.

Basuki Tjahaja Purnama memberikan diskresi kepada pihak pengembang

dengan alasan ketika sebuah peraturan tidak ada, pejabat boleh membuat

kebijakan sendiri. Seperti pada kasus sanksi koefisien luas bangunan Mori

Building Company di Semanggi, Jakarta. Pengembang ingin menambah tingkat

gedung, beliau beri izin dengan membuat peraturan memakai perhitungan nilai

jual obyek pajak (NJOP). Ahok menganggap keputusan tersebut termasuk

kontribusi tambahan bukan sebuah barter, hal itu terjadi karena ada sebuah

persetujuan dan kesepakatan yang dilakukan dengan pihak pengembang. Pada

kasus reklamasi Ahok merasa difitnah dengan tuduhan beliau melakukan barter

dengan pihak pengembang dalam melaksanakan aturan kontribusi tambahan 15

persen.

Perihal dasar hukum diskresi beliau menjelaskan dalam majalah Tempo

bahwa “sewaktu terbit keputusan presiden tentang reklamasi yang lama,

disebutkan pengembang harus kontribusi mengatasi banjir dan lain-lain. Tapi kan

itu tidak jelas, kami tidak ingin membuat pulau tapi membebani anggaran daerah.

Mengurus banjir di sini saja tidak beres, masak iya mau bikin pulau dengan

mengeluarkan anggaran sendiri? Kalau saya tidak merumuskan angka 15 persen,

tapi saya memberikan izin kepada mereka, rugi tidak pemda DKI? Kalau rugi,

(52)

Diskresi Gubernur DKI Jakarta melahirkan kontroversi, salah satunya dari

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan Basuki

Tjahaja Purnama alias Ahok salah mengartikan diskresi dalam proyek reklamasi

pantai utara Jakarta "Ini menurut saya tidak tepat disebut sebagai sebuah diskresi.

Karena, unsur-unsur diskresi dan cara-cara menggunakan diskresi juga diatur

dalam undang-undang administrasi pemerintahan” tutur Donal (Firmansyah,

2016;Republika.co.id)

Berdasarkan Pasal (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, diskresi

adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh

pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam

penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang

memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau

adanya stagnasi pemerintahan.

Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Pasal 22 ayat (1) memang

dinyatakan diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang

berwenang. Ahok benar dalam hal itu, dia mempunyai hak untuk melakukan

diskresi. Namun keputusan Ahok dalam diskresi tersebut perlu dikaji apakah

prosedur dan alasan mengeluarkan kebijakan tersebut sudah sesuai dengan

undang-undang.

Walaupun demikian, menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun

bahwa Gubernur DKI Jakarta dapat dipidanakan jika berniat jahat pada keputusan

(53)

apakah ada niat jahat dalam diskresi yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama

dalam reklamasi pantai utara Jakarta, dikutip dari majalah Tempo.

Diskresi ini masih dalam penyelidikan KPK untuk mengetahui dasar motif

dari keputusan ini. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan masih akan meneliti

diskresi yang dilakukan ahok terkait kontribusi tambahan reklamasi. Diskresi itu

dapat diambil dengan tiga syarat yakni ketiadaan aturan yang mengatur dasar

kebijakan, keputusan untuk kebijakan publik, dan tidak memperkaya diri atau

orang lain (Puput, 2016:cnnindonesia.com).

Kasus suap reklamasi yang menyangkut kontribusi tambahan 15 persen

tersebut kini masih dalam proses penyelidikan. Ariesman Widjaja telah ditetapkan

sebagai terpidana, Sanusi masih berstatus terdakwa karena pengadilan masih

menggali informasi dari beberapa saksi terkait, diantaranya Basuki Tjahaja

Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dan juga pemda DKI untuk mengungkap siapa saja

yang terlibat dalam penyelewengan regulasi tersebut.

2.6 Analisis Framing

Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana

media mengkonstruksi realitas, untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan

dibingkai oleh media. Sebuah metode melihat cara media bercerita atas peristiwa,

cara tersebut tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan

berita. Metode semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna

(54)

Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai secara berbeda oleh media (Eriyanto,

2002:10).

Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang

mengedepankan pendekatan atau perspektif multi-disipliner untuk menganalisis

fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri

bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif

(psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi

implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan cultural untuk menganalisis

fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis

berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya

(Sudibyo dalam Sobur, 2004:162).

Gitlin mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang

ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi wacana

berita dengan mengatakan, “frame memungkinkan para jurnalis memproses

sejumlah besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus mengemas informasi

demi penyiaran yang efisien kepada khalayak (Sobur, 2004:165).

Menurut G.J. Aditjondro, framing sebagai metode penyajian realitas

dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan

dibelokan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu

saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan

dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Proses framing bagian

tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di

(55)

pekerja pers, tapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu

yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin

ditonjolkannya (Sobur, 2004:165).

Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai

karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam

analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks

komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian

adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana

pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi

peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2002:11).

Proses pembentukan dan ko

Gambar

Tabel 2.1 Elemen Framing Robert N. Entman
Gambar 2.1
       Gambar 2.2        Kerangka Berpikir
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait