SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Konsentrasi Jurnalistik Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh:
FUJI LARA SAKTI AFDININGSIH
NIM. 6662122278
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Sihabudin, M.Si ; Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.kom.
Topik penelitian ini perihal diskresi kontribusi tambahan 15 persen yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama untuk pengembang proyek reklamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi diskresi Ahok dalam kasus reklamasi Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan paradigma konstruktivisme. Sementara untuk teknik analisis yang digunakan adalah teknik analisis framing model Robert N. Entman. Berita yang menjadi objek penelitian diambil dari majalah Tempo yang terbit pada tanggal 11-17 April 2016, 23-29 Mei 2016, dan 20-26 Juni 2016 lalu yang berjumlah 12 berita, 8 diantaranya membahas diskresi. Dengan menggunakan model analisis framing model Robert N. Entman, maka berita ini akan diteliti dengan menggunakan empat perangkat unit analisis: define problems, diagnose causes, make moral judgement, dan treatment recommendation. Sesuai dengan perumusan masalah, maka hasil penelitian adalah Tempo mengkritisi diskresi yang dilakukan oleh Ahok. Tempo menghimbau KPK agar menyelidiki ketepatan diskresi yang dilakukan Ahok tersebut, karena tidak ada dasar hukum yang jelas dan menjadi sumber masalah dari kasus suap reklamasi. Aguan diduga ikut menghadang kontribusi tambahan tersebut. Namun Tempo sebaiknya mengurangi narasumber anonim dalam pemberitaannya agar kebenaran informasi menjadi relevan.
Kata kunci : Reklamasi Jakarta, Diskresi Ahok, Majalah Tempo, Framing
The topic of this research is concerning the additional 15 percent of discretionary contributions conducted by Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) to reclamation project developers. The purpose of this research was to determine how to construct discretion Ahok in Tempo magazine in the case of reclamation Jakarta. In this research the method used qualitative research with constructivism approach. While for the analytical technique used is the technique of framing analysis model of Robert N. Entman. The news of the research object is taken from the magazine Tempo published on 11 to 17 April 2016, 23 to 29 May 2016, and 20 to 26 June 2016 ago which amount 12 news, 8 of them discuss about discretion. By using the analysis framing model by Robert N. Entman, this news will be examined using four devices unit of analysis: define problems, diagnose causes, make moral judgments, and treatment recommendation. According to problem statements, the result is Tempo criticizing discretion committed by Ahok. Tempo urges the KPK to investigate the accuracy of discretion by Ahok, because there is no clear legal basis and the source of the problem of bribery cases reclamation. Aguan suspected participated block the additional contribution. However Tempo should reduce anonymous source in reporting that the truth of the information become relevant.
i
hentihentinya mencurahkan kasih dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat
menyusun skripsi ini sampai selesai. Tak lupa pula shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para
pengikutnya yang setia sampai akhir zaman.
Skripsi berjudul “Konstruksi Diskresi Ahok Untuk Reklamasi (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo) ini, penulis buat
dengan segenap niat, usaha, semangat baik, dan kemampuan untuk menyelesaikan
jenjang pendidikan strata satu. Adapun skripsi ini mengangkat pembingkaian
makna dalam sebuah berita dengan menggunakan analisis framing yang
merupakan salah satu bidang kajian ilmu komunikasi.
Selesainya pengerjaan skripsi ini, penulis rasakan sebagai sebuah hal yang
patut disyukuri, terlebih dengan berbagai proses yang penulis lalui. Proses-proses
itulah yang memberikan pembelajaran dan pengalaman yang amat berharga untuk
penulis.
Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih,
kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi
ini:
1. Dr. Agus Sjafari, S,Sos., M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik beserta jajarannya
ii
5. Prof. Dr. H. A. Sihabudin, M.Si Selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan, motivasi, ilmu, dukungan selama penulis
mengerjakan skripsi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan
penulis.
6. Puspita Asri Praceka, S.Sos., M.I.Kom selaku dosen pembimbing II yang
telah memberikan arahan, motivasi, ilmu, dukungan selama penulis
mengerjakan skripsi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi dengan
penulis.
7. Terimakasih kepada seluruh dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
khususnya Ilmu Komunikasi yang telah memberikan banyak ilmu
pengetahuan dan pelajaran kepada penulis selama menempuh jenjang
pendidikan perguruan tinggi strata satu.
8. Untuk Mama (Bu yul) dan Papa (Pak Idis) yang tak pernah lelah untuk
mendoakan dan mendukung agar cita-cita anak semata wayangnya ini
tercapai. Terimakasih telah menginspirasi, terimakasih atas segala yang
telah diberikan, terimakasih atas kehangatan dan kasih sayangnya. Mohon
maaf lahir batin jika anak perempuan yang engga seberapa ini sering
melakukan banyak kesalahan dan belum jadi yang terbaik.
9. Untuk keluarga besar yang telah membantu dan memberikan dukungan
iii
Stefanus, Julius Jeremi, Clinton Silaban, Tabah Nur Iman, untuk
kebersamaan, kekeluargaan, kehangatannya. Terimakasih untuk suka-cita,
pembelajaran dan nilai-nilai perjuangan yang telah didapatkan penulis
selama 4 tahun ini. Terimakasih untuk semua cerita yang pernah tercipta. I
love you guys!
11.Untuk Himma Hasanah, Inge Yulistia Dewi, Dea Puspa Anggraheni,
Maria Novalia, Galeh Ramadhan, dan Fanny Rahardy, terimakasih telah
menjadi sahabat yang sungguh baik dan menyenangkan. Terimakasih
untuk semangat yang telah diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
12.Terimakasih untuk Untirta Movement Community, yang telah membantu
penulis dalam proses pembentukan paradigma berpikir dan menanamkan
nilai-nilai perjuangan. Terimakasih untuk senior dan junior terkasih atas
segala ilmu yang telah diberikan dan membantu penulis dalam berproses.
13.Untuk Himakom Kabinet Sinergi, untuk IMIKI Untirta, untuk Komunikasi
angkatan 2012, Senior dan Junior komunikasi atas pengalaman, sharing
serta pembelajarannya yang telah diberikan kepada penulis.
14.Untuk kawan-kawan kelas jurnalistik angkatan 2012, kalian luar biasa.
iv
Carlos serta Ka Fawas yang telah bersedia menjadi kawan diskusi dan
memberikan banyak informasi kepada penulis dalam menyelesaikan
penelitian ini.
16.Terimakasih kepada Bank Indonesia dan Generasi Baru Indonesia (Genbi)
dan KKM 74 yang telah menjadi teman baru dan keluarga baru penulis.
17.Terimakasih kepada semua yang telah membantu penulis dalam berproses
dan menjalani kehidupan yang belum seberapa ini. Semangat baik,
Semesta bersama kita semua.
Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis
berharap agar skripsi ini tidak hanya dapat berguna bagi penulis sendiri,
juga bagi mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa dan dapat menambah referensi bagi yang membutuhkan. Penulis
juga tidak menutup saran dan kritik yang membangun untuk kemajuan
penulis dikehidupan mendatang. Semoga kita semua tidak pernah bosan
untuk terus berkembang bersama proses dengan segenap keikhlasan dan
semangat yang baik.
Serang, Oktober 2015
v LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ……… 1
1.2Rumusan Masalah ……… 7
1.3Identifikasi Masalah ……… 7
1.4Tujuan Penelitian ……… 8
1.5Manfaat penelitian ……… 9
1.5.1 Manfaat Teoritis ……… 9
vi
2.3 Majalah Sebagai Media Massa ……… 15
2.4 Konsep Berita dan Kebebasan Pers ……… 17
2.4.1 Pengertian Berita ……… 17
2.4.2 Nilai Berita ……… 19
2.4.3 Jenis-jenis Berita ……… 21
2.4.4 Struktur Berita ……… 24
2.4.5 Mengenali Sumber Berita ……… 26
2.4.6 Proses Terbitnya Berita ……… 28
2.4.7 Kebebasan Pers ……… 29
2.5 Diskresi Ahok untuk Reklamasi ……… 32
2.6 Analisis Framing ……… 35
2.7 Model Framing Robert N. Entman ……… 38
2.8 Konstruksi Realitas Sosial ……… 42
2.9 Kerangka Berpikir ……… 44
2.10 Penelitian Terdahulu ……… 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian……… 52
3.2 Metode Penelitian ………. 53
vii
3.7 Uji Keabsahan Data .………. 58
3.8 Jadwal Penelitian ………….………... 59
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Objek Penelitian ………. 60
4.1.1 Sejarah dan Profil Tempo ……… 60
4.1.2 Visi dan Misi ……… 62
4.1.3 Struktur Organisasi Tempo ……… 63
4. 2 Analisis Framing Robert N. Entman ……… 65
4.2.1 Analisis Framing Berita 1 ……… 65
4.2.2 Analisis Framing Berita 2 ……… 70
4.2.3 Analisis Framing Berita 3 ……… 72
4.2.4 Analisis Framing Berita 4 ……… 74
4.2.5 Analisis Framing Berita 5 ……… 79
4.2.6 Analisis Framing Berita 6 ……… 83
4.2.7 Analisis Framing Berita 7 ……… 87
4.2.8 Analisis Framing Berita 8 ……… 92
4.2.9 Analisis Framing Berita 9 ……… 94
4.2.10 Analisis Framing Berita 10 ……… 98
viii
5.1 Kesimpulan ……… 115
5.2 Saran Penelitian ……… 118
5.2.1 Saran Praktis ……… 118
5.2.2 Saran Teoritis ……… 118
DAFTAR PUSTAKA 120 LAMPIRAN 122
ix
Gambar 2.1 Model Framing Robert N. Entman ……… 41
x
Tabel 2.1 Elemen Framing Robert N. Entman ……… 40
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu ………. 48
Tabel 3.1 Unit Analisis Data ………. 55
Tabel 3.2 Analisis Data ………. 58
Tabel 4.1 Analisis Framing Berita 1 ……… 65
Tabel 4.2 Analisis Framing Berita 2 ……… 70
Tabel 4.3 Analisis Framing Berita 3 ……… 72
Tabel 4.4 Analisis Framing Berita 4 ……… 74
Tabel 4.5 Analisis Framing Berita 5 ……… 79
Tabel 4.6 Analisis Framing Berita 6 ……… 83
Tabel 4.7 Analisis Framing Berita 7 ……… 87
Tabel 4.8 Analisis Framing Berita 8 ……… 92 Tabel 4.9 Analisis Framing Berita 9 ……… 94 Tabel 4.10 Analisis Framing Berita 10 ……… 98 Tabel 4.11 Analisis Framing Berita 11 ……… 102
xi
Lampiran 1 Kumpulan Berita Reklamasi di Majalah Tempo……….. 122
Lampiran 2 Kumpulan Video Diskusi Ruang Tengah Tempo………..151
Lampiran 3 Hasil Wawancara dengan LBH Jakarta………..152
Lampiran 4 Hasil Wawancara dengan Walhi Jakarta ………160
Lampiran 5 Data terkait reklamasi Jakarta ………166
Lampiran 6 Surat Izin Mencari Data …….………176
BAB I
PENDlAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Reklamasi merupakan kegiatan melakukan pengerukan wilayah pantai
menjadi daratan untuk proses pembangunan gedung, pemukiman, ataupun tempat
wisata. Reklamasi menjadi persoalan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Di Indonesia, terdapat beberapa wilayah reklamasi yang mendapat penolakan dari
masyarakat sekitar, Bali, Kalimantan, dan juga Jakarta. Reklamasi di Jakarta
bukan masalah yang baru terjadi, namun dalam 2 tahun terakhir reklamasi
menjadi masalah yang pelik bagi masyarakat Jakarta. Sehingga membuat
masyarakat pada akhirnya membentuk suatu gerakan untuk menyatukan suara,
menolak kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta.
Penolakan dilakukan karena reklamasi dianggap bukan sebagai solusi
untuk memperbaiki permasalahan lingkungan yang terjadi di Jakarta, tetapi
menjadi masalah baru. Masyarakat merasa dirugikan dengan penggusuran dan
pengerukan wilayah pesisir pantai. Semenjak reklamasi dilakukan, kehidupan
masyarakat sekitar menjadi semakin sulit. Lingkungan tangkap ikan yang menjadi
mata pencaharian utama masyarakat tercemar, menyebabkan biota laut perlahan
mati sehingga nelayan sulit dalam mencari tangkapannya. Permasalahan yang
terjadi menjadi dasar masyarakat wilayah pesisir pantai akhirnya membuat
gerakan untuk menolak reklamasi Jakarta.
Masalah reklamasi tidak hanya terjadi pada masyarakatnya, juga terjadi
pada masalah regulasi yang menjadi hal yang pelik dalam kasus reklamasi.
Rancangan peraturan daerah yang di dalamnya terdapat pembahasan terkait
reklamasi, belum juga disahkan karena belum menemui kesepakatan dalam tubuh
legislatif. Proyek reklamasi sudah mulai berjalan, pihak pengembang sudah mulai
melakukan pengerukan walaupun aturan belum juga dirampungkan. Ahok sebagai
orang nomor satu di DKI Jakarta, melakukan inisiasi dengan mengeluarkan
diskresi kontribusi tambahan 15 persen untuk pengembang yang ikut andil dalam
proyek reklamasi.
Menurut kamus hukum (BPHN), diskresi diartikan sebagai kekuasaan
bertindak dari pejabat pemerintah dalam situasi tertentu, berdasarkan
keyakinannya yang mengarah pada kebaikan, keadilan dan kelayakan. Dalam
kasus reklamasi Jakarta, Ahok membuat kebijakan diskresi sebagai keputusan
yang mendesak, karena belum rampungnya Raperda Tata Ruang dan Raperda
Zonasi Wilayah Pantai Utara Jakarta yang menyangkut kontribusi tambahan 15
persen untuk reklamasi Jakarta. Sehingga diskresi dianggap sebagai solusi, untuk
mengatasi permasalahan perizinan pengembang.
Namun beberapa waktu lalu, sekitar pertengahan bulan Mei 2016, media
massa dihebohkan dengan amuk Ahok terhadap majalah Tempo yang
memberitakan kasus reklamasi teluk Jakarta. Ahok tidak terima dengan isi
pemberitaan Tempo yang dianggap memfitnah dan terlalu menyudutkan Gubernur
DKI Jakarta tersebut. Majalah Tempo mengangkat pemberitaan perihal kasus
masalah adalah edisi kedua yang berjudul “Amuk Reklamasi”, dalam majalah
tersebut terdapat berita yang mengkaji perihal diskresi atau kebijakan Ahok dalam
memberikan keputusan perihal pembayaran kontribusi tambahan dari pengembang
proyek reklamasi.
Dalam pemberitaan tersebut Tempo juga menjabarkan data berita acara
rapat pembahasan kewajiban tambahan 15 persen, dari narasumber yang
disembunyikan. Kontribusi tersebut merupakan keputusan Ahok yang diwajibkan
untuk pengembang proyek reklamasi Jakarta. Dalam data tersebut tertulis
data-data perusahaan yang ikut dalam pembangunan proyek reklamasi. Data ini
menjadi alat untuk Tempo dalam mengkritisi dan membongkar kasus reklamasi
yang kini sedang diselidiki oleh KPK tersebut. Dalam beritanya, Tempo
mengatakan bahwa Ahok telah melakukan barter dalam proyek reklamasi yang
kini sedang di garapnya dengan pengembang PT. Agung Podomoro Land. Kalimat
barter yang dikeluarkan Tempo mendapat respon dari Gubernur DKI Jakarta
tersebut, beliau tidak terima jika dikatakan melakukan barter dengan pihak
pengembang. Sebagai pejabat negara, beliau meyakini bahwa keputusan diskresi
yang dilakukannya guna untuk keberlangsungan proyek reklamasi. Respon
tersebut mengarah pada pengancaman Ahok kepada pihak redaksi Tempo yang
akan dilaporkan kepada pihak berwajib, karena isi berita tersebut dianggap telah
menyudutkan dan memfitnahnya. Ahok pun mempertanyakan dari mana pihak
redaksi Tempo mendapatkan berita acara rapat tersebut, karena berita acara rapat
merupakan data rahasia pemerintah DKI Jakarta. Diskresi Ahok tersebut akhirnya
Respon tidak hanya datang dari Ahok semata, para pendukung Ahok atau
yang akrab disebut Teman Ahok juga angkat suara. Dalam akun Twitter-nya
@kurawa, Rudi Valinca menuliskan bahwa wartawan Tempo tidak cover both side
dalam memperoleh informasi, dan Tempo sedang dalam kesulitan ekonomi
sehingga membutuhkan penyelamatan. Dengan menyerang Ahok, Tempo berharap
dapat bekerjasama dengan Ahok. Serangan Tempo ini mengejutkan banyak
kalangan, karena Tempo yang selama ini dianggap berkawan dengan Ahok dalam
pemberitaannya kali ini berbanding terbalik dengan pemberitaan reklamasi yang
diterbitkan redaksi majalah Tempo pada akhir bulan Mei lalu.
Kasus reklamasi sedang hangat diperbincangkan, perihal perizinan yang
legal atau tidak, perihal nasib warga setempat yang terkena gusuran, perihal
permainan pengembang dan pemerintah, dan lain sebagainya. Media massa baik
cetak ataupun elektronik begitu masif memberitakan kasus reklamasi tersebut.
Sebagai orang nomor satu di DKI Jakarta, Ahok kian menjadi sorotan dalam
setiap pemberitaan terkait reklamasi.
Majalah Tempo dalam 7 bulan terakhir tahun 2016 telah menerbitkan 3
edisi yang membahas perihal kasus reklamasi, edisi pertama terbit pada
pertengahan bulan April tertanggal 11-17 April dengan headline Reklamasi Tujuh
Keliling, edisi kedua tertanggal 23-29 Mei dengan headline Amuk Reklamasi, dan
edisi ketiga 20-26 Juni dengan headline Duit Reklamasi Untuk Teman-Teman
Ahok.
Tempo merupakan media massa yang terbilang lama dalam melakukan
masa orde baru media adalah alat politik kekuasaan dimana apa yang media
beritakan tidak boleh bertentangan dengan pemerintah apalagi untuk mengkritisi.
Media begitu disetir dalam kerja-kerjanya. Tempo merupakan media yang cukup
berani untuk mengkritisi pemerintah pada saat itu. Pada tahun 1982, untuk
pertama kali media massa ini mengalami pembredelan oleh rezim orde baru,
karena pemberitaan mengenai kerusuhan yang terjadi saat kampanye pemilu 1982
yang membuat media ini dibredel. Pada tahun 1994, untuk kedua kalinya Tempo
mengalami pembredelan terhadap berita yang disajikannya, terkait pembelian 39
kapal bekas dari Jerman Timur (Tempo.co:2016). Walaupun demikian, media
massa ini masih dapat berkiprah didunia jurnalistik hingga hari ini dengan
karakteristiknya yang tidak berubah.
Jelang Pilkada 2017, kasus reklamasi adalah senjata bagi para pelaku
politik untuk menyerang lawan politiknya. Media sebagai pilar demokrasi yang
ke-4 kini dipertanyakan fungsinya, karena digunakan sebagian golongan untuk
kepentingan politik. Begitupun dengan internalisasi media, independensi media
juga ikut dipertanyakan karena dalam melakukan pemberitaan condong berat
sebelah atau mendukung salah satu pihak dan menyerang pihak lainnya.
Setelah mendapatkan kebebasan, dunia pers Indonesia kembali dihadapkan
pada posisi dilematis, antara mempertahankan ataukah mengerem kebebasan yang
dimiliki. Di satu sisi, runtuhnya kekuasaan represif Orde Baru membuat dunia
pers menikmati masa gemilang dengan kebebasan yang seolah tak terbatas.
Namun, di sisi lain, liberalisasi pada akhirnya mengundang kekhawatiran publik.
tidak membebaskan pers dari munculnya masalah baru, yakni dampak-dampak
negatif dari kebebasan dan industrialisasi pers (Sumadiria, 2006:27).
Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah
cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati
strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar lebih
bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring
interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Dengan kata lain, framing adalah
pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang
digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang
atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian
mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita
tersebut. Karenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi
keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau
tak terelakan. (Sobur, 2006:162)
Pembingkaian diproses melalui konstruksi melihat realitas sosial, sehingga
menghasilkan makna tertentu. Kerja jurnalistik ditentukan dari konstruksi dan
makna tersebut, untuk menentukan narasumber dalam menggali informasi dan
melakukan verifikasi, dan mengkaji suatu persitiwa dari sudut pandang mana.
Sehingga dapat diketahui dengan cara apa sebuah realitas sosial ditandakan, yang
kemudian diterbitkan menjadi berita. Pengambilan keputusan tersebut melibatkan
nilai dan ideologi para pekerja jurnalistik yang terlibat dalam proses produksi
Pada penelitian ini penulis menggunakan analisis framing model Robert N.
Entman sebagai pisau analisis. Entman menjelaskan 4 dimensi analisis framing,
yaitu define problems (pendefinisian masalah), diagnose causes (sumber
masalah), make moral judgement (penilaian dan pembenaran), dan treatment
recommendation (penyelesaian yang ditawarkan). Analisis framing Robert N.
Entman mendukung peneliti untuk mencari tahu bagaimana majalah Tempo
membingkai, dan memaknai diskresi Ahok untuk reklamasi dan posisi Tempo
dalam pemberitaanya. Dalam berbagai macam tudingan yang melayang kepada
Tempo, framing merupakan pisau analisis yang tepat untuk mencari tahu makna
apa yang tersirat dalam sebuah pemberitaan media massa. Berdasarkan
argumentasi tersebut, maka peneliti mengajukan judul penelitian “Konstruksi
Diskresi Ahok untuk Reklamasi (Analisis Framing Pemberitaan Reklamasi
Jakarta Pada Majalah Tempo)”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis jelaskan di atas, maka rumusan
masalahnya sebagai berikut ; “Bagaimana Pembingkaian Berita Diskresi
Ahok untuk Reklamasi Jakarta Pada Majalah Tempo?”
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis tentukan, maka identifikasi
masalahnya sebagai berikut;
Ahok untuk reklamasi Jakarta?
2. Bagaimana Diagnose Causes Majalah Tempo dalam pemberitaan diskresi
Ahok untuk reklamasi Jakarta?
3. Bagaimana Make Moral Judgement Majalah Tempo dalam pemberitaan
diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta?
4. Bagaimana Treatment Recommendation Majalah Tempo dalam
pemberitaan diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta?
1.4 Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian pastilah memiliki tujuan, dimana tujuan dalam
penelitian ini sebagai berikut ;
1. Untuk menganalisis Define Problems Majalah Tempo dalam pemberitaan
diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.
2. Untuk menganalisis Diagnose Causes Majalah Tempo dalam pemberitaan
diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.
3. Untuk menganalisis Make Moral Judgement Majalah Tempo dalam
pemberitaan diskresi Ahok untuk reklamasi Jakarta.
4. Untuk menganalisis Treatment Recommendation Majalah Tempo dalam
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
1. Dapat memberikan sumbangan teoritis bagi disiplin Ilmu
Komunikasi, khususnya komunikasi massa mengenai penggunaan
analisis framing dalam sebuah berita.
2. Dapat memberikan sumbangan informasi bagi peneliti lain yang
ingin mengadakan penelitian-penelitian lanjutan mengenai suatu
peristiwa yang dikemas media dalam sebuah berita.
1.5.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi mahasiswa jurnalistik dan
wartawan dalam melihat suatu peristiwa yang akan diberitakan
kepada khalayak.
2. Sebagai bahan referensi atau acuan bagi mahasiswa jurnalistik dan
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Komunikasi Massa
Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media memproduksi
dan menyebarkan pesan kepada publik secara luas, pada sisi lain diartikan sebagai
bentuk komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar,
heterogen, dan anonim melalui media cetak maupun elektronik sehingga pesan
yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto, 2004:31).
Severin mengemukakan bahwa pengertian komunikasi massa pada intinya
merupakan komunikasi yang menggunakan saluran (media) untuk
menghubungkan komunikator dengan komunikan secara massal, bertempat
tinggal jauh, heterogen, anonim dan menimbulkan efek-efek tertentu. Dalam
komunikasi massa terdapat beberapa sifat yang melekat, juga sekaligus yang
membedakannya dengan komunikasi yang lainnya (Ardianto, 2004:32).
Burhan Bungin (2006:79) menjelaskan, terdapat 5 fungsi komunikasi
massa, yaitu pengawasan, social learning, penyampaian informasi, transformasi
budaya, dan hiburan. Pengawasan, media massa merupakan sebuah medium
dimana dapat digunakan untuk pengawasan terhadap aktivitas masyarakat pada
umumnya. Fungsi pengawasan ini bias berupa peringatan dan kontrol sosial
maupun kegiatan persuasif. Social Learning, media massa bertugas untuk
memberikan pencerahan-pencerahan kepada masyarakat dimana komunikasi
massa itu berlangsung. Komunikasi massa dimaksudkan agar proses pencerahan
itu berlangsung efektif dan efesien dan menyebar secara bersamaan di masyarakat
luas. Penyampaian Informasi, komunikasi massa memungkinkan informasi dari
institusi publik tersampaikan kepada masyarakat secara luas dalam waktu cepat
sehingga fungsi informatif tercapai dalam waktu cepat dan singkat. Transformasi
Budaya, fungsi ini bersifat lebih dinamis dibandingkan dengan fungsi komunikasi
massa lainnya. Komunikasi massa menjadi proses transformasi budaya yang
dilakukan bersama-sama oleh semua komponen komunikasi massa, terutama yang
didukung oleh media massa. Hiburan, seirama dengan fungsi-fungsi lain,
komunikasi massa juga digunakan sebagai medium hiburan, terutama karena
komunikasi massa menggunakan media massa. Hiburan tidak lepas dari fungsi
media massa itu sendiri dan juga tidak terlepas dari tujuan transformasi budaya.
Dalam mengkaji komunikasi massa, kita juga perlu tahu perihal
komponen-komponen yang harus diperhatikan di dalamnya seperti yang
diungkapkan oleh Hiebert, Ungurait, dan Bohn dalam (Ardianto, 2004:32) sebagai
berikut :
1. Communicator (Komunikator)
Komunikator komunikasi massa pada media cetak adalah para pengisi rubrik,
reporter, redaktur, pemasang iklan, dan lain-lain. Sedangkan pada media
elektronik, komunikatornya adalah para pengisi program, pemasok program
(rumah produksi), penulis naskah, produser, aktor, presenter dan lain-lain.
Pengirim pesan dalam komunikasi massa bukan seorang individu, melainkan
suatu institusi, gabungan dari berbagai pihak.
2. Codes and Content
Codes adalah sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan
komunikasi, sedangkan content atau isi media merujuk pada makna dari
sebuah pesan. Dalam komunikasi massa, codes dan content berinteraksi
sehingga codes yang berbeda dari jenis media yang berbeda, dapat
memodifikasi persepsi khalayak atas pesan, walaupun content-nya sama.
3. Gatekeeper
Gatekeeper pada media massa menentukan penilaian apakah suatu informasi
penting atau tidak. Ia menaikkan berita yang penting dan menghapus informasi
yang tidak memiliki nilai berita.
4. Regulator
Regulator bekerja di luar institusi media yang menghasilkan berita. Regulator
biasanya menghentikan aliran berita dan menghapus suatu informasi, tapi ia
tidak dapat menambahkan atau memulai informasi, dan bentuknya lebih seperti
sensor.
5. Media
Media massa terdiri dari : media cetak, yaitu surat kabar dan majalah, media
elektronik, yaitu radio siaran, televisi, dan media online (internet).
6. Audience (Audiens)
Marshall McLuhan menjabarkan audience sebagai sentral komunikasi massa
yang secara konstan dibombardir oleh media. Media mendistribusikan
bias menghindar dari media massa, sehingga beberapa individu menjadi
anggota audiences yang besar, yang menerima ribuan pesan media massa.
7. Filter
Filter adalah cara yang dilakukan media massa mengantisipasi hambatan
dengan mempertimbangkan faktor yang menjadi sumber hambatan.
8. Feedback (Umpan Balik)
Bentuk respon dalam komunikasi massa, audiens dapat dengan tertawa saat
menonton suatu program lawak di televisi, atau mengomentari suatu berita
pada surat kabar. Namun respon seperti ini tidak terlihat oleh komunikator
komunikasi massa. Agar responnya dapat sampai kepada komunikator, audiens
media massa harus memberikan feedback seperti menulis surat pembaca,
menelepon redaktur media massa tersebut, berhenti berlangganan suatu media
cetak, mematikan televisi, dan lain-lain.
Berdasarkan penjelasan mengenai komunikasi massa diatas, pada
penelitian ini media massa yang digunakan penulis sebagai objek penelitian
adalah majalah. Majalah tempo adalah lembaga yang memproduksi informasi
dengan jangkauan khalayak yang luas, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli
diatas mengenai komunikasi massa.
2.2 Media Massa
Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen, dan
inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan
individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi
masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan
penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan (McQuail, 1987:3).
Menurut Ardianto (2004), media massa pada dasarnya dapat dibagi
menjadi dua kategori, yakni media massa cetak dan elektronik. Media cetak yang
dapat memenuhi kriteria sebagai media massa adalah surat kabar dan majalah.
Sedangkan media elektronik yang memenuhi kriteria media massa adalah radio
siaran, televisi, film, media on-line (internet). Setiap media massa cetak memiliki
karakteristik yang khas. Pada penelitian ini penulis memilih media massa cetak
yaitu majalah sebagai subjek penelitian.
Komunikasi massa merupakan sejenis kekuatan sosial yang dapat
menggerakan proses sosial ke arah suatu tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu. Efek atau hasil yang dapat dicapai oleh komunikasi yang dilaksanakan
melalu berbagai media (lisan, tulisan, visual/audio) perlu dikaji melalui metode
tertentu yang bersifat analisis psikologi dan analisis sosial. Donald K. Robert
mengungkapkan, ada yang beranggapan bahwa efek hanyalah perubahan perilaku
manusia setelah diterpa pesan media massa, oleh karena fokusnya pesan, maka
efek harus berkaitan dengan pesan yang disampaikan media massa (Ardianto,
2004:48).
Adapun peran media sangat kuat dalam kehidupan sosial masyarakat,
produk yang dihasilkan oleh institusi media dapat secara langsung mempengaruhi
pemikiran kebanyakan orang, sehingga efek yang dihasilkan pun beragam
jangka panjang dari produk media massa adalah dapat merubah tatanan nilai dan
norma sosial, karena masyarakat mentransformasi pandangannya tentang dunia
sosial.
2.3 Majalah sebagai Media Massa
Majalah merupakan salah satu produk media massa yang beragam
kategorisasi dan segmentasi pembacanya. Sebagai media massa majalah memiliki
fungsi yang beragam pula sebagai media cetak yaitu; sebagai majalah berita
fungsinya adalah sebagai media informasi tentang berbagai macam fenomena
yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Sebagai majalah wanita, pria,
ataupun remaja majalah memiliki fungsi sebagai hiburan, isinya relatif mengenai
berbagai informasi dan tips yang sifatnya ringan dan menghibur. Fungsi informasi
dan mendidik menjadi prioritas dalam sebuah media massa, termasuk majalah
sebagai media cetak yang memiliki beragam kategori.
Walaupun era kecanggihan teknologi membuat media cetak mengalami
degradasi namun majalah masih tetap berdiri tegak, hal ini karena majalah
memiliki karakteristik yang berbeda dengan media cetak lainnya seperti surat
kabar. Dalam bukunya Ardianto (2004) menjelaskan terdapat 4 karakteristik
majalah yaitu penyajian lebih dalam, nilai aktualitas lebih lama, gambar atau foto
lebih banyak, dan cover sebagai daya tarik. Penyajian lebih dalam, frekuensi
terbit majalah pada umumnya adalah mingguan, selebihnya dwimingguan, bahkan
bulanan (1 x sebulan). Majalah berita biasanya terbit mingguan, sehingga para
suatu peristiwa. Mereka juga mempunyai waktu yang leluasa untuk melakukan
analisis terhadap peristiwa tersebut. Sehingga penyajian berita dan informasinya
dapat dibahas secara lebih dalam, lengkap, dan unsur how dikemukakan secara
kronologis. Nilai aktualitas lebih lama, nilai aktualitas surat kabar berumur satu
hari, berbeda dengan nilai aktualitas majalah yang bisa mencapai satu minggu.
Ketika surat kabar yang terbit dua hari yang lalu jika dibaca hari ini sudah
dianggap usang, maka tidak demikian dengan majalah. Karena membaca majalah
tidak pernah tuntas dengan sekali baca, ada topik-topik menarik yang dipilih
untuk dibaca lebih dulu. Oleh karena itu, majalah mingguan baru tuntas dibaca
dalam tiga atau empat hari. Gambar atau foto lebih banyak, jumlah halaman lebih
banyak, sehingga selain penyajian beritanya yang mendalam, majalah juga dapat
menampilkan gambar/foto yang lengkap, dengan ukuran besar dan kadang-kadang
berwarna, serta kualitas kertas yang digunakan pun lebih baik. Foto-foto yang
ditampilkan majalah memiliki daya tarik tersendiri, apalagi apabila foto tersebut
sifatnya eksklusif. Daya tarik foto sangat besar bagi pembacanya, karena itu
promosi majalah edisi terbaru seringkali menonjolkan foto. Cover sebagai daya
tarik, sampul majalah memiliki daya tarik tersendiri, cover adalah ibarat pakaian
dan aksesorisnya pada manusia. Cover majalah biasanya menggunakan kertas
yang bagus dengan gambar dan warna yang menarik. Menarik tidaknya cover
suatu majalah sangat bergantung pada tipe majalahnya, serta konsistensi majalah
tersebut dalam menampilkan ciri khasnya. Pada intinya, cover merupakan salah
satu faktor daya tarik suatu majalah yang menunjukan ciri suatu majalah, sehingga
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis memilih majalah sebagai fokus
penelitian. Majalah sebagai salah satu produk media massa yang menyajikan
informasi mendalam tentang suatu peristiwa. Pada permasalahan Diskresi Ahok,
majalah Tempo menjadi objek permasalahan, karena salah satu media massa yang
memberitakan diskresi secara mendalam, dari berbagai macam sudut pandang dan
juga data.
2.4 Konsep Berita dan Kebebasan Pers
2.4.1 Pengertian Berita
Berita adalah laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa
aktual yang menarik perhatian orang banyak. Peristiwa yang melibatkan
fakta dan data yang ada di alam semesta ini, yang terjadinya pun aktual
dalam arti “baru saja” atau hangat dibicarakan orang banyak. Adapun cara
melaporkan atau memberitakan sesuatu, supaya menarik perhatian orang
banyak, orang lazim melakukannya dengan gaya to the point atau
diplomatis (Suhandang, 2010:104).
Hoeta Soehoet (2003) membagi pengertian berita kedalam dua
bagian, yaitu secara makro dan mikro. Secara makro, surat kabar disebut
lengkap, kalau surat kabar tersebut tiap terbit memuat semua berita yang
terjadi sehari sebelumnya yang perlu diketahui pembacanya. Sedangkan
secara mikro, suatu berita disebut lengkap kalau berita tersebut
mengemukakan segala sesuatu mengenai peristiwa atau pendapat yang
Hoeta Soehoet (2003) menjelaskan, dari unsur-unsur jurnalistik
tidak selamanya harus mutlak enam, diperbolekan jika hanya terdapat 4
unsur, yaitu apa (what), siapa (who), di mana (where), dan kapan (when).
Alasannya empat unsur tersebut yang paling ingin diketahui pembaca dan
tidak semua berita mengandung jawaban terhadap enam unsur
kelengkapan berita.
Definisi berita yang telah dikemukakan oleh para ahli diatas,
penulis menarik kesimpulan bahwa berita adalah sebuah kerja jurnalistik
yang menginformasikan tentang peristiwa yang terjadi secara lengkap,
fakta, dan aktual, kemudian dikonsumsi oleh pembaca menjadi informasi
yang penting atau tidak penting dan melahirkan dampak baik negatif
ataupun positif dari berita yang ditulis oleh wartawan tersebut.
Dalam memenuhi kerja jurnalistik, wartawan mengumpulkan
informasi yang akan dijadikan bahan untuk membuat sebuah berita,
informasi tersebut berasal atau diperoleh wartawan dari sumber berita.
Sumber berita menurut Hoeta Soehoet (2003) terbagi dua, yaitu peristiwa
dan manusia. Peristiwa merupakan suatu kejadian yang terjadi di lapangan
seperti gempa, banjir, pameran seni, pertandingan olahraga dan lain-lain.
Manusia dimintai pendapat perihal peristiwa yang disaksikannya atau
peristiwa yang tidak disaksikannya. Sedangkan menurut Barus (2010),
sumber berita dibagi menjadi tiga yaitu sumber berita atas nama pribadi,
sumber berita pribadi atas nama kelompok atau golongan, dan sumber
2.4.2 Nilai Berita
Hal yang paling penting selain cara menyajikan adalah nilai dari
berita itu sendiri, yaitu sebuah kejadian atau fakta bagaimanapun
“dibumbu-bumbui” diberi warna kalau tidak memiliki nilai yang penting
tetap akan menjadi hambar. Jadi, perpaduan antara fakta dan kejadian serta
nilai berita itu sendiri akan menjadikan sebuah berita menarik
(Tamburaka, 2012:138).
Nilai berita adalah patokan penting bagi seorang wartawan dan
meja redaksi dalam melihat suatu peristiwa yang kemudian diolah menjadi
sebuah berita yang disuguhkan kepada masyarakat luas. Walaupun
menurut Downie JR dan Kaiser dalam (Kurnia, 2005:17) nilai berita (news
value) merupakan istilah yang tidak mudah didefinisikan, istilah ini
meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsikan. Ketinggian
nilainya tidak mudah untuk dikonkretkan, nilai berita juga menjadi tambah
rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat konsep apa yang disebut
berita.
Nilai berita memang menjadi patokan bagi meja redaksi dalam
memilih dan memilah berita mana yang layak untuk terbit, dengan
pertimbangan bagaimana dampak yang dihasilkan dari berita yang terbit.
Dengan beragam kategori berita dan segmentasi pembacanya, meja redaksi
dan para wartawan dapat memutuskan mana peristiwa yang penting untuk
diliput dan mana yang tidak penting. Walaupun setiap pembaca memiliki
media massa memiliki elemen-elemen nilai berita yang mendasari
wartawan dan meja redaksi dalam meliput suatu peristiwa, Sumadiria
(2006) menjelaskan perihal kriteria umum nilai berita, diantaranya:
a. Keluarbiasaan (Unusualness), berita adalah sesuatu yang luar biasa.
Kalangan jurnalistik sangat meyakini, semakin besar suatu peristiwa,
semakin besar pula nilai berita yang ditimbulkannya.
b. Kebaruan (Newness), berita adalah semua apa yang terbaru. Berita
adalah apa saja yang disebut hasil karya terbaru.
c. Akibat (Impact), berita adalah segala sesuatu yang berdampak luas.
Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam
kehidupan masyarakat. Semakin besar dampak sosial budaya ekonomi
atau politik yang ditimbulkannya, maka semakin besar nilai berita yang
dikandungnya.
d. Aktual (Timeliness), berita adalah peristiwa yang sedang atau baru
terjadi. Sesuai dengan definisi jurnalistik media massa haruslah memuat
atau menyiarkan berita-berita aktual yang sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.
e. Kedekatan (Proximity), berita adalah kedekatan. Kedekatan yang
berdasarkan dua bagian yaitu; kedekatan geografis yang menunjuk pada
suatu peristiwa yang terjadi di sekitar tempat tinggal kita. Kedekatan
psikologis yang menunjuk pada lebih banyak ditentukan oleh tingkat
ketertarikan pikiran, perasaan, atau kejiwaan seseorang dengan suatu
f. Informasi (Information), berita adalah informasi. Informasi adalah
segala sesuatu yang bisa menghilangkan ketidakpastian. Setiap
informasi yang tidak memiliki nilai berita, menurut pandangan
jurnalistik tidak layak untuk dimuat, disiarkan, atau ditayangkan media
massa.
g. Konflik (Conflict), berita adalah konflik atau segala sesuatu yang
mengandung unsur atau sarat dengan dimensi pertentangan. Konflik
atau pertentangan, merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan
tak pernah habis.
h. Ketertarikan Manusiawi (Human Interest), berita adalah yang
menimbulkan efek berarti pada seseorang, sekelompok orang, atau
bahkan lebih jauh lagi pada suatu masyarakat, tetapi telah menimbulkan
getaran pada suasana hati, suasana kejiwaan, dan alam perasaannya.
Hanya karena naluri, dan suasana hati kita merasa terusik, maka
peristiwa itu mengandung nilai berita.
2.4.3 Jenis-jenis Berita
Ada tiga aturan main yang perlu dipahami oleh setiap
reporter/wartawan dalam mendapatkan berita, yaitu know news (tahu
berita), know where to get it (tahu dimana mendapatkannya), dan go get it
(bergegas untuk mendapatkannya). Dari ketiga prinsip tersebut tampaknya
pekerjaan wartawan sangatlah sederhana, namun pelaksanaanya tidaklah
menyangkut pekerjaan, pengetahuan, dan keterampilan yang sangat rumit
(Barus, 2010:38).
Untuk dapat mengenal informasi, dibutuhkan upaya menuntun ke
mana dan bagaimana memperoleh fakta yang diperlukan. Informasi yang
diperlukan itu ditentukan oleh jenis berita, sebab hanya dengan
mengetahui jenis berita kita dapat mengetahui sumbernya. Haris Sumadiria
(2005:69) menjelaskan dalam bukunya jenis-jenis berita yang harus
diketahui oleh para wartawan, yaitu straight news report, depth news
report, comprehensive news, interpretative report, Feature story, depth
reporting, investigative reporting, editorial writing
Straight news report, adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Berita memiliki nilai penyajian objektif tentang fakta-fakta yang
dapat dibuktikan. Berita ini ditulis dengan unsur 5W+1H.
Depth news report, adalah laporan dimana reporter atau wartawan
menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri
sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan ini
memerlukan pengalihan informasi, bukan opini reporter, fakta-fakta yang
nyata masih tetap besar.
Comprehensive news, adalah laporan tentang fakta yang bersifat
menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh,
sesungguhnya merupakan jawaban terhadap kritik sekaligus kelemahan
Interpretative report, adalah berita yang memfokuskan sebuah isu,
masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian, fokus
laporan beritanya masih berbicara mengenai fakta yang terbukti bukan
opini. Dalam hal ini reporter menganalisis dan menjelaskan.
Feature story, adalah berita dimana penulis mencari fakta untuk
menarik perhatian pembacanya. Penulis feature menyajikan suatu
pengalaman pembaca yang lebih bergantung pada gaya penulisan dan
humor dari pada pentingnya informasi yang disajikan.
Depth reporting, adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal
atau aktual. Pelaporan mendalam, dalam tradisi pers sering disajikan
dalam rubrik khusus seperti laporan utama, bahasan utama, fokus.
Investigative reporting, adalah berita yang berisikan hal-hal yang
memusatkan pada sejumlah masalah dan kontroversi. Namun demikian,
dalam laporan investigatif, para wartawan melakukan penyelidikan untuk
memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan.
Editorial writing, adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di
depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini
yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat
2.4.4 Struktur Berita
Media cetak dalam setiap penerbitannya menyuguhkan berbagai
macam berita kepada khalayak. Dikarenakan faktor kesibukan tidak semua
berita dibaca oleh pembaca, hanya berita yang menurutnya menarik dan
dibutuhkan. Dalam hal ini, wartawan sudah mengetahui bagaimana
menyajikan berita dengan susunan yang tepat, sehingga pembaca
mencapai tujuannya dalam memperoleh infomasi. Susunan berita yang
dimaksud adalah piramida terbalik. Artinya, susunan berita dalam
piramida terbalik adalah bagian inti atau penting dari pembuatan berita.
Dalam skema piramida terbalik, inti berita diletakkan pada alinea pertama,
dan informasi lanjutan yang melengkapi topik pemberitaan diletakkan
pada alinea berikutnya. Skema lain pada piramida terbalik juga dapat
terjadi, semakin ke bawah isi pemberitaan semakin mengerucut atau topik
dibahas semakin mendalam.
Hoeta Soehoet (2003) menjelaskan fungsi inti berita adalah
memudahkan pembaca memahami bagian yang terpenting dari
keseluruhan isi berita. Karena itu inti berita harus memenuhi syarat yaitu;
mengandung inti terpenting dari berita, lengkap, padat, dan singkat,
bahasanya mudah dipahami dan menarik, serta susunannya teratur sebab
akibatnya. Alinea kedua mengandung penjelasan dari alinea pertama.
Kalau inti berita mengandung banyak persoalan penting, penjelasannya
membuat judul berita. Jadi, judul berita hadir jika inti berita telah selesai,
judul diperas dari inti berita.
Fungsi judul berita adalah memperkenalkan isi berita di bawah
judul kepada pembaca, sehingga dalam waktu sekilas saja, pembaca dapat
mengambil kesimpulan apakah berita itu berguna atau tidak. Adapun
syarat judul berita yaitu; judul mengandung inti terpenting dari seluruh isi
berita dan judul disusun dengan bahasa yang mudah dipahami, padat, dan
menarik (Soehoet, 2003:78).
Tanggal berita ditulis sesudah judul berita, fungsinya
memberitahukan kepada pembaca, di mana dan tanggal berapa reporter
menulis naskah beritanya. Tanggal tersebut dilengkapi dengan bulan dan
tahun, pembaca berhak mengetahuinya dan reporter wajib menuliskan
yang sebenarnya (Soehoet, 2003:79). Setelahnya wartawan melakukan
penyusunan naskah berita yang akan dikemas menjadi sebuah berita yang
nantinya akan disuguhkan kepada khalayak sebagai informasi yang benar.
Kemudian setelah menyusun naskah berita, seorang wartawan harus lihai
dan pandai dalam menganalisis berita, dari mulai inti berita, judul berita,
nilai berita, dan susunan berita, sehingga berita yang dikonsumsi khalayak
2.4.5 Mengenali Sumber Berita
Detak jantung dari jurnalisme terletak pada sumber berita. Menjadi
wartawan berarti mengembangkan sumber. Wartawan harus tahu banyak.
Dia harus tahu ke mana mencari informasi, siapa yang harus ditanya. Luwi
Ishwara (2005) menjelaskan bagaimana seorang wartawan dalam
memperoleh sumber beritanya, yaitu dengan melakukan observasi
langsung, sistem beat, narasumber, dan wawancara.
Observasi Langsung, wartawan yang mengamati langsung suatu
peristiwa dapat membuat cerita itu menjadi hidup. Terdapat dua metode
yang dapat dilakukan dalam observasi yaitu; Pertama, pra-peristiwa
diperoleh dengan cara membuka kembali catatan-catatan, dokumentasi,
buku, dan sebagainya yang berhubungan dengan peristiwa yang diliput.
Kedua, pasca-peristiwa dimana sedapatnya wartawan harus menghubungi
berbagai pihak (all sides). Berbagai sumber independen perlu dihubungi
untuk melindungi tulisan dari prasangka atau distorsi. Pendekatan
multi-sumber ini juga memberikan kredibilitas pada tulisan. Tindakan wartawan
yang menggali dan menghubungi berbagai sumber; bertanya kepada
berbagai pihak, kenyataannya adalah disiplin verifikasi.
Sistem Beat, kebanyakan organisasi pemberitaan menerapkan
struktur tradisional dalam mengumpulkan berita, yaitu memakai sistem
“beat”, sistem ini membebankan tanggung jawab pada wartawan untuk
suatu wilayah berita tertentu. Itulah beat-nya, sekaligus wilayah dan
sistem beat terdapat kekuatan yaitu sumber, kontinuitas, dan pengamatan.
Terdapat pula jebakan yang dapat ditenggarai yaitu perkoncoan,
prasangka, ego, sempit, dan melemah. Kemudian yang terakhir yaitu rotasi
periodik, wartawan yang baik sadar akan jebakan-jebakan tersebut dan
berusaha menghindarinya. Editor, selain loyal pada efisiensi dari sistem
beat ini, juga berusaha mengatasi kelemahan-kelemahannya.
Narasumber, sumber memang penting untuk mengembangkan
suatu cerita dalam memberikan makna dan kedalaman suatu peristiwa atau
keadaan. Mutu tulisan wartawan tergantung dari mutu sumbernya. Semua
sumber, baik itu orang (human sources), maupun informasi seperti dari
catatan, dokumen, referensi, buku, kliping dan sebagainya yang digunakan
oleh wartawan haruslah disebutkan asalnya. Namun, dalam menggunakan
sumber ini wartawan harus tetap skeptis. Terdapat jenis narasumber yaitu
sumber anonim yaitu sumber yang tidak mau disebutkan namanya dan
identitas sumber adalah sumber yang mengizinkan redaksi untuk
menuliskan identitas dirinya.
Wawancara, adalah pertemuan tatap muka. Wawancara melibatkan
interkasi verbal antara dua orang atau lebih, tetapi biasanya diprakarsai
untuk suatu maksud khusus dan biasanya difokuskan pada suatu masalah
khusus. Terdapat 10 tahap wawancara yaitu; jelaskan maksud wawancara,
lakukan riset latar belakang, ajukan biasanya melalui telepon janji untuk
wawancara, rencanakan strategi wawancara anda, temui responden anda,
wawancara, ajukan pertanyaan-pertanyaan keras (yang sensitif dan
menyinggung) bila perlu, pulihkan bila perlu dampak dari
pertanyaan-pertanyaan keras itu, dan akhiri dan simpulkan wawancara anda.
2.4.6 Proses Terbitnya Berita
Menentukan, apakah suatu peristiwa memiliki nilai berita
sesungguhnya merupakan tahap awal dari proses kerja redaksional.
Biasanya seorang redaktur menentukan apa yang harus diliput, sementara
seorang reporter menentukan bagaimana cara meliputnya, karena ia
berurusan dengan tahap pencarian atau penghimpunan dan penggarapan
berita (Kusumaningrat, 2006:71). Setelah seluruh materi terkumpul, maka
dilakukanlah penulisan dan penyusunan naskah berita. Setelah naskah
berita tersusun, kemudian wartawan mengirimkan naskah kepada pihak
redaksi untuk diseleksi.
Ada lima macam seleksi sesuai saluran berita yaitu, dari bahan
berita yang ditulis reporter hingga menjadi berita, dari bahan berita yang
ditulis koresponden hingga menjadi berita, dari bahan berita yang
bersumber dari kantor berita hingga menjadi berita, dari naskah pendapat
yang datang dari luar redaksi hingga menjadi pendapat, dan dari naskah
pendapat staf redaksi menjadi pendapat.
Setelah naskah berita diseleksi di meja redaksi kemudian dilakukan
penyuntingan atau mengedit. Yang melakukan penyuntingan naskah berita
berlangsung, dilakukan pula pemerkayaan terhadap berita. Dalam proses
penyuntingan, desk editor harus benar-benar teliti, secara teknis dan
subsantsi, karena baik atau buruknya dampak dari terbitnya sebuah berita
menyangkut pada desk editor yang merupakan proses akhir dari
pengelolaan sebuah berita, walaupun sebelum terbit harus mendapat
persetujuan pimpinan redaksi, karena pimpinan redaksi bertanggungjawab
secara keseluruhan.
2.4.7 Kebebasan Pers
Pasca tumbangnya pemerintahan orde baru, Indonesia menapaki
satu langkah kebebasan dalam berpendapat dan berekspresi sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang Dasar pasal 28, sejalan dengan hal
tersebut pers juga masuk kedalamnya. Sejarah mencatat bahwa ruang
gerak kerja jurnalistik pada masa orde baru sangat dibatasi oleh
pemerintah, kini sudah mendapat titik cerah. Kebebasan tersebut diperkuat
dengan adanya payung hukum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999
tentang Pers, yang menjamin kerja-kerja jurnalistik tidak lagi dibatasi.
Berkaitan dengan itu, dalam melaksanakan kebebasan pers, bias
berita sangatlah tidak diharapkan, karena dalam kebebasan pers
terkandung dua pengertian yaitu “bebas dari” dan “bebas untuk”. Konsep
“bebas dari” merupakan pemikiran Thomas Hobbes dan John Locke, yang
berarti kondisi yang memungkinkan seseorang untuk tidak dipaksa
Adapun “bebas untuk” berasal dari pemikiran Jacues dan Hegel yang
berarti kondisi yang memungkinkan seseorang berbuat sesuatu dan mampu
berbuat sesuatu untuk menyampaikan sesuatu yang mereka inginkan.
Dalam perspektif ini, kebebasan pers berarti kondisi yang memungkinkan
para pekerja pers tidak dipaksa berbuat sesuatu tapi diberi kebebasan
untuk berbuat sesuatu guna mencapai apa yang mereka inginkan
(Kasiyanto, 2014:10).
Kasiyanto (2014) dalam bukunya menyebutkan kebebasan pers
merupakan konsep ideal sebagai sarana menuju demokratisasi, namun
dalam prakteknya kebebasan pers tidak berjalan linear, ada aspek-aspek
lain yang memengaruhi proses produksi dan konsumsi pers, yakni faktor
intern pers, yang meliputi ideologi pers, kualitas sumber daya manusia dan
profesionalisme insan pers. Faktor ekstern yakni masyarakat dan
pemerintah sebagai konsumen dan sumber berita. Investor (pemodal) dan
advertiser (pengiklan)
Kemerdekaan pers yang kini sudah digenggam para praktisi
jurnalistik, menurut Shaffat (2008) dalam bukunya “Kebebasan,
Tanggungjawab, Penyimpangan Pers” menjelaskan ada hal yang harus
disadari bahwa betapapun hebatnya posisi pers, namun kekuatan media
sejatinya merupakan pisau bermata ganda yang pada satu sisi, dengan
kekuatannya pers dapat menjadi pelaku fungsi kontrol yang sangat kritis
untuk membetulkan jalannya kekuasaan yang melenceng, dan pada sisi
untuk meninabobokan masyarakat dengan berita-berita yang penuh
kepalsuan dan retorika. Agar terhindar dari hal ini, maka pers harus
kembali pada tugas, fungsi, dan perannya semula sebagaimana
diamanatkan dalam undang-undang dan kode etik jurnalsitik.
Tanggung jawab yang dijabarkan dalam kode etik wartawan harus
benar-benar dijalankan, tidak hanya dijadikan macan kertas yang harus
mengalah demi kepentingan pragmatis. Inilah makna hakiki kebebasan
pers yang bertanggung jawab. Pers tidak hanya bebas dalam berekspresi
tetapi kebebasan itu haruslah disertai dengan tanggung jawab terhadap
hal-hal yang ditimbulkannya kemudian. Kebebasan pers harus menjadikan per
situ menyadari akibat dari berita-berita yang disampaikannya dan
mengarahkan akibat itu pada hal-hal yang positif. Para wartawan
diharapkan bertanggung jawab dan bersikap objektif dalam analisis
mereka dan sangat dianjurkan keluar dari bias atau prasangka pribadi
(Shaffat, 2008:95).
2.5 Diskresi Ahok untuk Reklamasi
Permasalahan reklamasi pantai utara Jakarta sudah berlangsung sejak
tahun 2003 dan sudah berulang kali keluar masuk meja hijau. Kini reklamasi
kembali menemui kemelutnya. Berdasarkan pemberitaan dari media massa,
reklamasi pantai utara Jakarta kembali mencuat saat Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan Ketua Komisi D DPRD M
Podomoro Land Ariesman Widjaja kepada KPK. Proyek yang selama ini tidak
masif diberitakan kini menjadi perhatian publik. Setelah itu, muncul banyak
perdebatan tentang reklamasi pantai. Kali ini, tidak hanya dampak lingkungan
yang dipermasalahkan. Perizinannya pun menimbulkan perdebatan dalam jajaran
pemerintah DKI Jakarta dengan pemerintah pusat, serta upaya pengembang untuk
melakukan suap kepada pejabat berwenang. Kontribusi tambahan 15 persen
dianggap memberatkan pengembang, karena harus mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit. Oleh karena itu, beberapa pengembang merapatkan diri kepada pejabat
berwenang untuk melakukan lobi agar kontribusi tambahan diturunkan menjadi 5
persen.
KPK melakukan penyelidikan perihal kontribusi tambahan proyek
reklamasi pantai utara Jakarta. Diduga terdapat tindak korupsi dan suap antara
pemerintah dengan pengembang. Kontribusi tambahan proyek tersebut merupakan
sebuah diskresi yang diberikan oleh Basuki Tjahaja Purnama kepada pengembang
PT. Agung Podomoro Land dan pengembang lain yang melakukan pembangunan
pada proyek reklamasi. Berdasarkan laporan dari KPK yang dimiliki oleh Tempo
salinannya, terdapat kontrak 13 pekerjaan Muara Wisesa senilai Rp 392,6 miliar.
Total biaya yang sudah dikeluarkan Rp 218,7 miliar. Sedangkan jenis pekerjaan
yang digarap antara lain pembangunan dan pengadaan mebel rumah susun
sederhana sewa (rusunawa) di Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, pengadaan rumah
pompa dan fasilitasnya, serta penertiban kawasan prostitusi Kalijodo. Berdasarkan
temuan data tersebut, lahir kecurigaan bahwa terdapat barter dalam proyek
sedang mendalami dasar hukum perihal kontribusi tambahan proyek reklamasi
pantai utara Jakarta yang dikeluarkan oleh Basuki Tjahaja Purnama, untuk
mengetahui apakah benar terjadi penyimpangan.
Basuki Tjahaja Purnama memberikan diskresi kepada pihak pengembang
dengan alasan ketika sebuah peraturan tidak ada, pejabat boleh membuat
kebijakan sendiri. Seperti pada kasus sanksi koefisien luas bangunan Mori
Building Company di Semanggi, Jakarta. Pengembang ingin menambah tingkat
gedung, beliau beri izin dengan membuat peraturan memakai perhitungan nilai
jual obyek pajak (NJOP). Ahok menganggap keputusan tersebut termasuk
kontribusi tambahan bukan sebuah barter, hal itu terjadi karena ada sebuah
persetujuan dan kesepakatan yang dilakukan dengan pihak pengembang. Pada
kasus reklamasi Ahok merasa difitnah dengan tuduhan beliau melakukan barter
dengan pihak pengembang dalam melaksanakan aturan kontribusi tambahan 15
persen.
Perihal dasar hukum diskresi beliau menjelaskan dalam majalah Tempo
bahwa “sewaktu terbit keputusan presiden tentang reklamasi yang lama,
disebutkan pengembang harus kontribusi mengatasi banjir dan lain-lain. Tapi kan
itu tidak jelas, kami tidak ingin membuat pulau tapi membebani anggaran daerah.
Mengurus banjir di sini saja tidak beres, masak iya mau bikin pulau dengan
mengeluarkan anggaran sendiri? Kalau saya tidak merumuskan angka 15 persen,
tapi saya memberikan izin kepada mereka, rugi tidak pemda DKI? Kalau rugi,
Diskresi Gubernur DKI Jakarta melahirkan kontroversi, salah satunya dari
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Donal Fariz mengatakan Basuki
Tjahaja Purnama alias Ahok salah mengartikan diskresi dalam proyek reklamasi
pantai utara Jakarta "Ini menurut saya tidak tepat disebut sebagai sebuah diskresi.
Karena, unsur-unsur diskresi dan cara-cara menggunakan diskresi juga diatur
dalam undang-undang administrasi pemerintahan” tutur Donal (Firmansyah,
2016;Republika.co.id)
Berdasarkan Pasal (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014, diskresi
adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh
pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau
adanya stagnasi pemerintahan.
Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 Pasal 22 ayat (1) memang
dinyatakan diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang
berwenang. Ahok benar dalam hal itu, dia mempunyai hak untuk melakukan
diskresi. Namun keputusan Ahok dalam diskresi tersebut perlu dikaji apakah
prosedur dan alasan mengeluarkan kebijakan tersebut sudah sesuai dengan
undang-undang.
Walaupun demikian, menurut pakar hukum tata negara, Refly Harun
bahwa Gubernur DKI Jakarta dapat dipidanakan jika berniat jahat pada keputusan
apakah ada niat jahat dalam diskresi yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama
dalam reklamasi pantai utara Jakarta, dikutip dari majalah Tempo.
Diskresi ini masih dalam penyelidikan KPK untuk mengetahui dasar motif
dari keputusan ini. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan masih akan meneliti
diskresi yang dilakukan ahok terkait kontribusi tambahan reklamasi. Diskresi itu
dapat diambil dengan tiga syarat yakni ketiadaan aturan yang mengatur dasar
kebijakan, keputusan untuk kebijakan publik, dan tidak memperkaya diri atau
orang lain (Puput, 2016:cnnindonesia.com).
Kasus suap reklamasi yang menyangkut kontribusi tambahan 15 persen
tersebut kini masih dalam proses penyelidikan. Ariesman Widjaja telah ditetapkan
sebagai terpidana, Sanusi masih berstatus terdakwa karena pengadilan masih
menggali informasi dari beberapa saksi terkait, diantaranya Basuki Tjahaja
Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dan juga pemda DKI untuk mengungkap siapa saja
yang terlibat dalam penyelewengan regulasi tersebut.
2.6 Analisis Framing
Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana
media mengkonstruksi realitas, untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan
dibingkai oleh media. Sebuah metode melihat cara media bercerita atas peristiwa,
cara tersebut tergambar pada “cara melihat” terhadap realitas yang dijadikan
berita. Metode semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna
Peristiwa yang sama bisa jadi dibingkai secara berbeda oleh media (Eriyanto,
2002:10).
Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang
mengedepankan pendekatan atau perspektif multi-disipliner untuk menganalisis
fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri
bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif
(psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi
implementasi konsep-konsep sosiologis, politik, dan cultural untuk menganalisis
fenomena komunikasi, sehingga suatu fenomena dapat diapresiasi dan dianalisis
berdasarkan konteks sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya
(Sudibyo dalam Sobur, 2004:162).
Gitlin mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan, dan eksklusi yang
ketat. Ia menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi wacana
berita dengan mengatakan, “frame memungkinkan para jurnalis memproses
sejumlah besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus mengemas informasi
demi penyiaran yang efisien kepada khalayak (Sobur, 2004:165).
Menurut G.J. Aditjondro, framing sebagai metode penyajian realitas
dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan
dibelokan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu
saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan
dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Proses framing bagian
tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di
pekerja pers, tapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu
yang masing-masing berusaha menampilkan sisi-sisi informasi yang ingin
ditonjolkannya (Sobur, 2004:165).
Sebagai sebuah metode analisis teks, analisis framing mempunyai
karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan analisis isi kuantitatif. Dalam
analisis isi kuantitatif, yang ditekankan adalah isi (content) dari suatu pesan/teks
komunikasi. Sementara dalam analisis framing, yang menjadi pusat perhatian
adalah pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana
pesan/peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi
peristiwa dan menyajikannya kepada khalayak pembaca (Eriyanto, 2002:11).
Proses pembentukan dan ko