• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan - Lita Ayu Juniar BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebahagiaan 1. Pengertian Kebahagiaan - Lita Ayu Juniar BAB II"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebahagiaan

1. Pengertian Kebahagiaan

Seligman (2005) menjelaskan happiness merupakan konsep yang mengacu pada emosi positif yang dirasaan individu serta aktivitas-aktivitas positif yang disukai oleh individu. Emosi positif di klasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu hubungan dengan masa lalu, sekarang dan masa depan. Emosi positif terkait dengan masa depan mencangup optimis, harapan, keyakinan, dan kepercayaan. Emosi positif terkait masa lalu mencangkup kepuasan, pemenuhan, kebanggaan, dan ketenangan. Sedangkan emosi positif berkaita dengan masa kini adalah kesenangan. Kesenangan berasal dari kegiatan yang lebih kompleks dan mencangkup perasaan seperti kebahagiaan.

(2)

Snyder & Lopez (2002) mengatakan kebahagiaan adalah keadaan akhir yang diinginkan ke arah mana semua aktivitas diarahkan. adalah bahwa kebahagiaan terjadi setelah kebutuhan terpenuhi dan tujuan terpenuhi . Dengan kata lain Teori-teori ini dapat dibandingkan dengan model kebahagiaan yang terlibat dalam kegiatan sendiri menyediakan kebahagiaan.

Oishi dan Koo (dalam Anggoro, 2010) kebahagiaan adalah konstrak laten yang secara umum diindikasikan terbaik melalui tingkat kepuasan hidup. Kebahagiaan juga didefinisikan sebagai keunggulan afek positif pada afek negatif dan sebagai kepuasan hidup yang menyeluruh.

Subakti (2010) kebahagiaan adalah pengalaman subjektif yang berkaitan dengan kemampuan mengolah perasaan-perasaan positif, seperti ketenangan, kedamaian, sukacita, kepuasan (hati), kesenangan, atau kegembiraan dan perasaan-perasaan negatif seperti kesedihan, kemarahan, kehawatiran, atau stres.

Happiness atau kebahagiaan menurut Diener (dalam Anwar, 2015)

(3)

melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak adanya perasaan menderita.

Carr (2004) mengatakan bahwa happiness merujuk pada perasaan positif, yaitu sebagai perasaan bahagia atau ketenangan maupun keadaan positif seperti ikut serta dalam kegiatan yang mengalir atau terlarut di dalamnya.

Dari beberapa pengertian para ahli di atas, disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu kondisi aktivitas positif yang disukai dan emosi positif berupa perasaan senang, gembira, sejahtera, memiliki kedamaian dan tidak memilih perasaan menderita. Dengan perasaan positif yang berasal dari kualitas hidup manusia yang ditandai dengan adanya kesenangan yang dirasakan oleh seorang individu ketika melakukan sesuatu hal yang disenangi di dalam hidupnya dengan tidak adanya perasaan menderita.

2. Aspek-Aspek Kebahagiaan

Aspek-aspek kebahagiaan menurut Seligman (2013) sebagai berikut:

(4)

b. Penemuan makna dalam keseharian, dalam keterlibatan penuh dan hubungan positif dengan orang lain tersirat satu cara lain untuk dapat bahagia, yakni menemukan makna dalam apapun yang dilakukan. Individu yang bahagia akan menemukan makna disetiap apapun yang dilakukan. Penemuan makna yang di maksud ialah bagaimana individu mampu memperoleh makna positif atau manfaat positif ketika mereka dapat melakukan aktivitas yang dilakukannya sehingga menimbulkan rasa bahagia pada individu tersebut.

c. Resiliensi, orang yang bahagia bukan berarti tidak pernah mengalami penderitaan. Karena kebahagiaan tidak tergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami. Melainkan sejauh mana seseorang memiliki resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan sekalipun. Kebahagiaan seseorang tidak tergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami, melainkan sejauh mana seseorang memiliki ketahanan diri. Orang yang berbahagia tidak hnaya lebih mampu menanggung rasa sakit dan melakukan langkah-langkah pencegahan terutama di masalah kesehatan dan keamanan, tetapi mereka juga mampu mengatur bagaimana emosi positif yang dimiliki seseorang dapat menetralkan emosi negatif.

(5)

dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dengan cara yan positif, akan memiliki kontol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa depan.

e. Keterlibatan penuh, ketrlibatan penuh bukan hanya pada karir, tetapi juga dalam aktivitas lain seperti hobby dan ativitas bersama keluarga. Dengan melibatkan diri secara penuh, bukan hanya fisik yang beraktivitas, tetapi hati dan pikiran turut serta dalam aktivitas tersebut.

Kesimpulan dari aspek-aspek di atas yaitu, aspek kebahagiaan meliputi terjalinnya hubungan positif dengan orang lain, penemuan makna dalam keseharian, resiliensi, optimis yang realistik, dan keterlibatan penuh.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Menurut Seligman (2005) kebahagiaan hidup itu dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:

a. Hidup dalam suasana demokrasi yang sehat, bukan didalam kediktatoran. b. Menikah, karena dengan menikah akan mendapatkan kebahagiaan berupa

panjang usia dan meningkatkan penghasilan dan ini berlaku baik bagi laki- laki maupun perempuan.

c. Menghindari kejadian negatif dan emosi negatif dengan cara mengurangi peristiwa buruk yang dialami dalam kehidupan.

(6)

e. Beragama, karena dengan beragamaakan meningkatkan keimanan sehingga dapat mencegah keputusasaan dan dapat meningkatkan kebahagiaan.

Menurut Hurlock (1980) faktor-faktor yang memperngaruhi kebahagiaan yaitu:

a. Kesehatan, kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikan rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.

b. Daya tarik fisik, menyembabkan individu dapat diterima dan disukai orang dan sering merupakan penyebab dari prestasi yang lebih besar dari pada apa yang mungkin dicapai individu kalau kurang mempunyai daya tarik.

c. Tingkat otonomi, semaikin besar otonomi yang mungin dicapai, semakin besar kesempatan untuk merasa bahagia.

d. Kesempatan-kesempatan interaksi di luar keluarga, karena nilai sosial yang tinggi ditekankan pada popularitas, maka ditingkat usia apapun orang akan merasa bahagia apabila mereka mempunyai kesmpatan untuk mendapatkan hubungan sosial dengan orang-orang diluar lingkungannya.

(7)

f. Status kerja, baik dibidang persekolahan maupun pekerjaan semakin berhasil seseorang melaksanakan tugas semakin hal itu dihubungkan dengan prestise maka, semakin besar kepuasan yang diberikan.

g. Kondisi kehidupan, kalau pola kehidupan memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang-orang lain, baik didalam keluarga maupun dengan teman-teman dan tetangga di dalam masyarakat, maka kondisi demikian memperbesar kepuasan hidup.

h. Pemilikan harta benda, dalam arti bukan benda itu mempengaruhi kebahagiaan, melainan cara orang merasakan pemilikan itu.

i. Keseimbangan antara harta harapan dan pencapaian, kalau harapan-harapan itu realistis, orang akan puas dan bahagia apabila tujuannya tercapai.

j. Penyesuaian emosional, orang-orang dapat menyesuaikan diri dengan baik dan yang bahagia, jarang dan tidak terlampau intensif mengungkapkan perasaan-perasaan negatif seperti takut, marah, dan iri hati kepada mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan baikdan tidak bahagia.

k. Sikap terhadap periode usia tertentu, perasaan bahagia yang akan ialami pada usia tertentu sebagian ditentukan oleh pengalaman-pengalamannya sndiri bersama orang lain sesama kanak-kanak pada usia itu dan sebagian oleh stereotip budaya.

(8)

m. Realisme dari konsep-konsep peran, orang-orang cenderung mengangankan peran yang akan dimaikan pada usia mendatang. Apabila peran baru itu tidak tidak sesuai denga harapan mereka, mereka akan merasa tidak bahagia kecuali mereka akan menerima kenyataan peran.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kebahagiaan menurut Seligman, (2005) yaitu:

a. Kehidupan Sosial

Orang yang sangat bahagia jauh berbeda dengan rata-rata orang yang tidak bahagia, yaitu mereka yang menjalani kehidupan sosial yang memuaskan. Orang –orang yang bahagia sangat sedikit menghabiskan waktu sendirian dan kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Kemampuan bersosialisasi yang meningkat pada orang yangberbahagia itulah yang mungkin sebenarnya penyebab temuan positif , dengan fakta bahwa orang yang lebih bersosialisasi lebih mungkin untuk menikah.

b. Jenis Kelamin

Jenis kelamin memiliki hubungan dengan suasana hati. Tingkat emosi rata-rata laki-laki dengan perempuan tidak berbeda, namun perempuan lebih bahagia dan sekaligus lebih sedih dibandingkan laki-laki.

c. Emosi Negatif

(9)

orang-orang yang sangat sedikit mengalami emosi positif dan sebaliknya, ternyata data yang diperoleh tidak menunjukan hal itu, hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi negatif dan emosi positif. Ini berarti jika memiliki banyak emosi negatif mungkin memiliki lebih sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun demikian, ini tidak berarti tercampak dari kehidupan riang gembira. Demikian pula, meskipun memiliki banyak emosi positif bukan berarti terhindar dari kepedihan.

d. Agama

Orang-orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan dari pada orang yang tidak religius. Hubungan antara harapan akan masa depan dan keyakinan beragama mungkin merupakan landasan mengapa keimanan begitu efektif melawan keputusasaan dan meningkatkan kebahagiaan.

e. Uang

(10)

f. Kesehatan

Kesehatan yang baik memungkinkan orang pada usia berapa pun melakukan apa yang hendak dilakukan. Sedangkan kesehatan yang buruk atau ketidakmampuan fisik menjadi halangan untuk mencapai kepuasan bagi keinginan dan kebutuhan mereka sedemikian rupa, sehingga menimbulkan rasa tidak bahagia.

Kesimpulan dari uraian diatas yaitu faktor-faktor kebahagiaan meliputi hidup dalam suasana demokrasi yang sehat, menikah, menghindari kejadian negatif, memiliki jaringan sosial yang luas, beragama.

B. Penerimaan Diri

1. Pengertian Penerimaan Diri

Menurut Chaplin, (2012) penerimaan diri merupakan sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri dan pengakuan akan keterbatasan sendiri.

Menurut Reber & Reber, (2010) penerimaan diri adalah sebuah sikap seseorang menerima dirinya. Istilah ini digunakan dengan konotasi khusus kalau penerimaan ini didasarkan kepada ujian yang relatif objektif terhadap talenta-talenta, kemampuan dan nilai umum yang unik dari seseorang. Sebuah pengakuan realistik terhadap keterbatasan dan sebuah rasa puas yang penuh akan talenta maupun keterbatasan dirinya.

(11)

Remaja yang mampu menerima dirinya, menilai kelebihan dan kekurangan diri secara objektif akan memiliki harga diri yang baik.

Hurlock (dalam Wijayanti, 2015) mengemukakan bahwa penerimaan diri merupakan kemampuan menerima segala hal yang ada pada diri sendiri baik kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki, sehingga apabila terjadi peristiwa yang kurang menyenangkan maka individu tersebut akan mampu berpikir logis tentang baik buruknya masalah yang terjadi tanpa menimbulkan perasaan, permusuhan, perasaan rendah diri, malu, dan rasa tidak aman.

Dari beberapa teori diatas, dapat disimpulkan penerimaan diri adalah sikap seseorang dalam menerima dirinya meliputi talenta-talenta, bentuk tubuh, rasa puas yang penuh terhadap kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.

2. Aspek-aspek Penerimaan Diri

Menurut Supratiknya (dalam Ridha, 2012). Aspek-aspek penerimaan diri yaitu:

(12)

dan kelebihan yang dimiliki, dapat dilihat dari bagaimana ia mampu untuk menghargai dan menyayangi dirinya sendiri, serta terbuka pada orang lain. b. Kesehatan psikologis.

Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap diri sendiri. Orang yang sehat secara psikologis rnemandang dirinya disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh orang lain. Orang yang menolak dirinya biasanya tidak bahagia dan tidak mampu rnembangun serta melestarikan hubungan baik dengan orang lain. Maka, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis, kita harus menerima diri kita. Untuk rnenolong orang lain tumbuh dan berkernbang secara psikologis, kita harus menolongnya dengan cara memberikan pemahaman terhadap kesehatan psikologis, agar rnenjadi lebih bersikap menerima diri. c. Penerimaan terhadap orang lain.

Orang yang menerima diri biasanya lebih bisa menerima orang lain. Bila kita berpikiran positif tentang diri kita, maka kita pun akan berpikir positif tentang orang lain. Sebaliknya bila kita menolak diri kita, maka kita pun akan menolak orang lain.

(13)

3. Ciri-ciri Penerimaan Diri

Beberapa indikator atau ciri-ciri yang dapat menerima dirinya sendiri. Menurut Sheerer (dalam Marni & Yuniawari, 2015) orang yang dapat menerima dirinya yaitu orang yang:

a. Memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu dalam menjalankan kehidupan dengan baik.

b. Berfikir bahwa dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain, saat individu memiliki kepercayaan diri dan diterima dilingkungan, individu akan merasa berharga karena memiliki peran dan konribusi bagi orang lain. c. Tidak memandang dirinya sebagai individu yang abnormal sehingga tidak

merasa orang lain akan menolaknya.

d. Bukan individu yang malu terhadap dirinya karena menyadari kondisi dirinya sendiri, dan pemahaman akan dirinya sendiri akan membuat individu sadar terhadap segala sesuatu tentang dirinya.

e. Menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri dan dapat sadar akan segala sesuatu tentang dirinya.

f. Yakni memahami pilihan dirinya sendiri daripada menyeragamkan pilihannya pada tekanan ekstrenal yang belum tentu sesuai dengan dirinya. g. Menerima pujian dan celaan secara objektifh. Tidak menghukum diri atas

atas keterbatasan yang dimiliki dan tidak menyangkal kelebihan yang dimiliki.

(14)

Dari uraian di atas, ciri-ciri penerimaa diri ada 8 mencangkup memiliki keyakinan bahwa dirinya mampu, berfikir bahwa dirinya berharga dan sederajat dengan orang lain, tidak memandang dirinya sebagai individu yang abnormal, tidak pemalu, menerima tanggung jawab atas perilakunya, yakin dengan pendapatnya, menerima pujian dan celaan secara objektif, dan tidak menolak dorongan emosi dalam dirinya.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaa diri

Menurut Hurlock (dalam Nurviana, 2009) penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adalah :

a Aspirasi yang realistis.

Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya dan tidak mempunyai ambisi yang tidak mungkin tercapai.

b Keberhasilan.

Agar individu menerima dirinya, individu harus mampu mengembangkan faktor peningkat keberhasilan sehingga potensinya berkembang secara maksimal.

c Wawasan diri.

(15)

d Wawasan sosial.

Kemampuan melihat diri pada individu seperti pandangan orang lain tentang diri individu tersebut menjadi suatu pedoman untuk memungkinkan berperilaku sesuai harapan individu.

e Konsep diri yang stabil.

Bila individu melihat dirinya dengan satu cara pada suatu saat dan cara lain pada saat lain, yang kadang menguntungkan dan kadang tidak, akan menyebabkan ambivalensi pada dirinya. Agar tercapainya kestabilan dan terbentuknya konsep diri positif, significant others memposisikan diri individu secara menguntungkan.

Kesimpulan dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah, aspirasi yang ralistis, keberhasilan, wawasan diri, wawasan sosial, dan konsep diri yang stabil.

C. Remaja

Masa remaja adalah masa yang memiliki penting. Dikatakan demikian karena pada masa ini, remaja akan mengalami masa transisi dari kanak-kanak menuju dewasa yang mencakup perubahan fisik, kognitif, dan sosioemosional (Santrock, 2007).

(16)

merupakan periode yang akan dilalui namun sebelumnya remaja memasuki masa remaja awal terlebih dahulu. Pada tahap ini, remaja awal sedang berada dalam status yang tidak jelas, yaitu bukan lagi seorang anakanak, tetapi belum dapat juga dikatakan sebagai seorang yang telah dewasa (Santrock, 2007).

Monks & Knoer (2006) mengatakan remaja adalah individu berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak- kanak ke masa remaja, dengan pembagian usia 12-15 tahun adalah masa remaja awal, usia 15-18 tahun adalah masa remaja tengah atau madya, dan usia 18-21 tahun adalah masa remaja akhir.

Sarwono (2012) menjelaskan, pada masa remaja awal, individu akan mengalami fase peralihan dan masih mengalami kebingungan pada perubahan-perubahan secara fisik yang terjadi pada tubuhnya sendiri, belum mampu mengontrol emosinya sendiri, tidak stabil, tidak puas, rendah diri, dan cepat merasa kecewa.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa dimana terjadinya perubahan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Ketika anak akan memasuki masa remaja, anak membutuhkan pemenuhan kebutuhan fisik, psikis, dan sosial bagi perkembangannya.

D. Hubungan Antara Penerimaan Diri dengan Kebahagiaan pada remaja

Panti Asuhan

(17)

sesuatu hal yang disenangi tanpa memiliki perasaan menderita. Remaja di panti asuhan rentan mengalami banyak problem psikologis. Terlebih lagi masa remaja merupakan masa yang penuh masalah dan membutuhkan banyak penyesuaian diri yang disebabkan karena terjadinya perubahan harapan yang diinginkannya.

Problem-problem psiologis tersebut menyebabkan remaja panti asuhan menjadi kurang bahagia. Seseorang akan mencapai kebahagiaan apabila memiliki kepuasan hidup yang tinggi dan sering merasakan emosi positif. Emosi positif yang ditandai dengan adanya ketenangan, kegembiraan, kepuasan hati, harapan, keyakinan, kesenangan.

Untuk mengatasi kondisi tersebut dapat diatasi seghingga tidak memiliki emosi negatif, diperlukan kemampuan dalam menerima diri. Penerimaan diri diagnggap sebagai kekuatan dasar dan fondasi dari semua emosi positif yang diinginkan, agar dapat terciptanya kebahagiaan hidup.

Menurut penelitian yang dilakukan Satyaningtyas & Muliati (2005) penerimaan diri memiliki peran yang cukup signifikan terhadap kebermaknaan hidup seseorang. Setiap aspek penerimaan diri terhadap kebermaknaan hidup menunjukan bahwa aspek memiliki keyakinan akan kemampuan dan sikap optimis menghadapi kehidupan memiliki peran paling dominan terhadap kebermaknaan hidup.

(18)

E. Kerangka Berfikir

Gambar 1. Kerangka Berfikir

F. Hipotesis

Berdasarkan pustaka yang diuraikan diatas maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara penerimaan diri dengan kebahagiaan pada remaja Panti Asuhan di Purwokerto.

Penerimaan diri

- Pembukaan diri - Kesehatan psikologis - Penerimaan terhadap

orang lain

Kebahagiaan

- Terjalin hubungan positif dengan orang lain

- Penemuaan makna dalam keseharian

- Resiliensi

- Optimis yang realistik

Remaja panti asuhan

- Keterpaksaan subjek tinggal di panti asuhan - Kurangnya sosialisasi

dengan teman di sekolah - Kurang optimis dalam

Gambar

Gambar 1. Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan beberapa tahapan seperti digambarkan dalam Gambar 1 dimana metode AHP-Indeks Model diterapkan untuk menentukan prioritas dan mengembangkan

Jumlah Kampung KB percontohan yang mendapat fasilitasi dan pembinaan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga 17 3331.FBA.003 Pemerintah daerah yang menerima fasilitas pembinaan

Pendekatan perkuliahan berbasis masalah (PBL) dengan model kolaboratif, yang selanjutnya disebut strategi perkuliahan kolaboratif berbasis masalah, sangat cocok

Ibu Stevi Natalia, S.Pd., M.Pd.; selaku Kepala Program Studi Pendidikan Matematika di Fakultas Keguran dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Indonesia dan selaku

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

6 Teman kerja dan atasan memberikan informasi jika pekerjaan telah saya lakukan dengan baik..

Sebagai informasi tentang bakteri yang terdapat pada dangke dengan bahan dasar susu kerbau baik sebagai kontaminan maupun sebagai bakteri baik sehingga dapat dijadikan

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan