i Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Aji Prayoga Marthan NIM: 049114049
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan
buah. Yeremia 17:7-8
Sebab segala sesuatu berasal dari TUHAN, segala sesuatu hidup oleh kuasa-Nya dan segala sesuatu
Itu untuk kemulian-Nya Roma 11:36
Segala Kemuliaan untuk Tuhan Yesus Kristus
Sebuah karya sederhana untuk orang-orang tercinta,
Keluarga Marthan
Bapak Martinus dan Ibu Ani Hermilestari,
Papa dan Mamaku tercinta yang selalu memberikan teladan dan dorongan semangatnya kepadaku, yang selalu menunjukkan
rasa cinta dari hari ke hari, waktu ke waktu.
Terima kasih atas doa dan cinta itu pa ma. Papa Mama adalah orang terbaik dan terhebat bagiku di muka bumi ini.
Untuk Kakakku tersayang,
vi
Prestasi Belajar Pada Remaja, Siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara persepsi pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta kelas 2 sebanyak 140 siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis yang mengacu pada model skala Likert serta laporan hasil belajar berupa nilai raport yang diperoleh siswa.
Reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,917.
Data hasil penelitian untuk skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis data untuk skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,417 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja diterima.
vii
Learning Achievement in Teenagers, Student of SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta
This research aimed at knowing the correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers. The hypothesis proposed in this research was there was positive correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers.
Subjects in this research were 140 second grade student of SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta. Data collection method used in this study was perception scale on democratic parental education by referring to Likert scale model and students’ book report.
The scale reliability of democratic education was tested using reliability coefficient of Alpha Cronbach and derived result was 0,917.
The data on perception scale of democratic parental education and learning achievement analyzed using Product Moment Pearson correlation technique. Analysis results data on perception of democratic parental education demonstrating correlation coefficient (r) by 0,417 and significance level by 0,000 (p<0,05). According the result, the hypothesis proposed above, this stated that there was positive correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers, accepted.
ix
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena
dengan cinta dan kasih karuniaNya serta uluran tanganNya telah memberikan
kesabaran dan membukakan jalan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi
dengan judul “Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi
Belajar Pada Remaja” dapat terselesaikan dengan baik.
Penulisan skripsi ini hanyalah sebuah karya kecil yang penulis buat
dengan segenap usaha sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi
di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam
pelaksanaan penelitian ini.
2. Bapak YB. Cahya Widiyanto, M.Si selaku Dosen pembimbing yang telah
memberikan ijin penelitian, dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta
pikiran yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran telah memberikan
bimbingan dan arahan pada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat
x
pelayanan dengan tulus.
5. Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta yang telah memberikan ijin
kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 3 Depok
Yogyakarta.
6. Siswa–siswi kelas 2 dan 3 SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta yang telah
membantu untuk memperoleh data maupun keterangan yang penulis perlukan
dalam penulisan skripsi ini.
7. Papa dan Mamaku tercinta, atas semua doa dan dorongan semangatnya
khususnya selama aku selesaikan skripsi ini. Papa Mama luar biasa…
8. Kakakku Asri Prabawani Marthan. Akhirnya aku bisa lalui ini juga mbak!!!
9. Teman-temanku di Universitas Sanata Dharma khususnya di Fakultas
Psikologi Sanata Dharma yang gak bisa disebutin satu per satu… terus
berjuang teman-teman!
10. Untuk teman-teman seperjuanganku… Hetty, Evi, Frenky, Galih, Yoan, Nico,
Nana, Ferani, Angga, Ronald… kapan kita bisa kumpul semua lagi?!
Semangat terus ya!!!
11. Semua Brother and Sisterku di Fire Community and Area UGM khususnya
komselku… Keep FIRE… kalian semua luar biasa!!!
xi
kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap karya ini dapat bermanfaat
bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Yogyakarta, 30 September 2009
xii
HALAMAN JUDUL……… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN ……… iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
xiii
A. Prestasi Akademik………... 9
1. Pengertian Prestasi Akademik………... 9
2. Prestasi Pada Masa Remaja………... 10
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik………... 12
4. Pengukuran Prestasi Akademik……….... 17
B. Persepsi Pola Asuh Demokratis……….. 19
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua... 19
2. Pengertian Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua….... 19
3. Tipe-tipe Pola Pengasuhan Orang Tua…... 20
4. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua………... 26
5. Aspek Pola Asuh Demokratis... 28
C. Remaja... 30
1. Pengertian Remaja………. 30
2. Tugas Perkembangan Remaja dan Faktor Yang Mempengaruhinya……… 31
3. Perkembangan Intelektual Pada Remaja………... 34
D. Hubungan Persepsi Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dengan Prestasi Akademik………. 36
xiv
A. Jenis Penelitian ... 41
B. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ... 41
C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian ... 42
D. Subjek Penelitian ... 45
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 47
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 54
G. Teknik Analisis Data... 57
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN... 58
A. Persiapan Penelitian ... 58
1. Izin Penelitian………. 58
2. Uji Coba Alat Ukur………. 58
B. Pelaksanaan Penelitian ... 59
C. Deskripsi Data Penelitian……….. 60
D. Analisis Data Penelitian……… 62
1. Uji Asumsi Penelitian... 62
a. Uji Normalitas... 62
b. Uji Linearitas... 63
c. Uji Hipotesis Hubungan... 64
xv
B. Saran ... 73
C. Kelemahan Penelitian ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
xvi
Tabel 1 Blue Print Item Pola Asuh Demokratis... 50
Tabel 2 Distribusi Item Pra Uji Coba Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis Menurut Aspek dan SifatFavorable / Unfavorable... 51
Tabel 3 Butir Yang Sahih dan Gugur Pada Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis... 55
Tabel 4 Hasil Analisis Deskriptif... 61
Tabel 5 Hasil Uji Normalitas... 62
Tabel 6 Hasil Uji Linearitas... 64
xvii
Lampiran 2 Reliabilitas Skala Uji Coba
Lampiran 3 Skala Penelitian
Lampiran 4 Data Tes Standarisasi Semester Gasal
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah.
Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang di
dalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun, dan menggunakan
pengetahuan, serta kegiatan mental seperti berpikir, menimbang, mengamati,
mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan memecahkan
persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan. Demikian
juga yang terjadi dalam tahapan perkembangan remaja. Perkembangan
kognitif remaja sedang berkembang untuk membuka cakrawala kognitif dan
cakrawala sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan
idealis, lebih mampu menguji pemikiran sendiri, pemikiran orang lain, dan
apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung
menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 1993).
Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka
tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa,
tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode
perkembangan (Dariyo, 2004). Hal tersebut juga terwujud dalam aktivitas
sehari-hari para remaja baik di dalam lingkungan keluarga maupun di luar
lingkungan keluarga dalam usaha mereka mengembangkan kemampuan
intelektual serta semua potensi yang mereka miliki. Lingkungan di luar
keluarga dimana para remaja menghabiskan sebagian aktivitasnya sehari-hari
adalah pada saat mereka menimba ilmu di lembaga pendidikan seperti di
Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat yang
berusia antara 13-17 tahun adalah termasuk usia remaja dalam rentang
kehidupan manusia. Sebagai salah satu fase perkembangan manusia, masa
remaja mempunyai dinamika tersendiri, yang merupakan masa peralihan dari
masa kanak-kanak menjadi dewasa. Pada masa remaja ini akan terjadi
perubahan-perubahan atau transisi fundamental yang meliputi perubahan
biologis atau fisik, kognitif dan psikososial (Mahmud, 1989).
Perubahan-perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa remaja mempunyai peran
dan tanggung jawab baru sesuai dengan harapan-harapan masyarakat dimana
mereka berada, termasuk di sekolah yang berkaitan dengan prestasi belajar
mereka.
Masa remaja sangat penting dalam hal berprestasi. Tekanan
lingkungan dan akademis yang baru memaksa mereka untuk memainkan
peran dan seringkali menuntut tanggung jawab mereka. Apakah mereka dapat
atau tidak menyesuaikan diri dalam tekanan lingkungan dan akademis yang
baru, sangat ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis (Santrock, 1993).
Menurut Mahmud (1989), masa remaja merupakan masa yang penting bagi
perkembangan prestasi, karena selama masa inilah remaja membuat
keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa depan pendidikan dan
pekerjaan. Bagi seorang remaja, jika ia bisa memiliki prestasi baik di sekolah,
yang lebih baik, bahkan nantinya akan berlanjut kepada pencarian pekerjaan
yang lebih baik ( Mahmud, 1989 ).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang.
Jika dijabarkan lebih lanjut, maka faktor-faktor tersebut dapat digolongkan
menjadi 2 faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut
Slameto (1995), faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri
individu itu sendiri, seperti kesehatan jasmani dan rohani, daya ingat, faktor
non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti: sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri serta
faktor kematangan fisik maupun psikis. Faktor eksternal adalah faktor yang
terdapat di luar diri individu yang bersangkutan, seperti: lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok sebaya, budaya,
lingkungan fisik, dan lingkungan spiritual.
Seperti yang sudah dijabarkan diatas, maka dapat diketahui bahwa
pentingnya faktor lingkungan yang kondusif dan mendukung bagi seorang
remaja dalam aktifitas pembelajaran dalam usahanya untuk meningkatkan
berbagai perolehan prestasinya yang salah satunya adalah prestasi akademik.
Beberapa faktor lingkungan yang dijabarkan di atas yang dapat
mempengaruhi hasil pencapaian prestasi belajar seorang anak salah satunya
adalah dari faktor lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga tidak akan
lepas dari faktor dan peranan orang tua. Sekarang ini banyak buku dan tulisan
di media massa mengatakan, yang paling bertanggung jawab terhadap
yang malah menganggap, pendidikan anak adalah tanggung jawab sekolah.
Sekolah adalah sebagai media dalam pemberi pendidikan dan pengajaran
anak, tetapi semuanya tetap kembali kepada orang tua. Orang tualah yang
paling bertanggung jawab terhadap pendidikan dan keberhasilan anak
(Graha, 2007).
Menurut Graha (2007), orang tua zaman sekarang sibuk membesarkan
anak untuk memasuki dunia persaingan yang semakin ketat, dimana
kemampuan dan kesuksesan dalam kehidupan ini seringkali dianggap hanya
dimiliki oleh mereka yang memiliki intelektualitas yang tinggi. Oleh sebab
itu para orang tua berusaha sekuat tenaga dalam memberikan dorongan
maupun fasilitas yang dapat menunjang anak-anaknya sukses dalam arti
memperoleh prestasi yang baik, salah satunya dalam bidang akademik.
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua
adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan
alat bagi anak untuk berpikir. Interaksi antara orang tua dengan anak harus
terjalin dengan baik, karena tidak dapat dipungkiri kehidupan sehari-hari
seorang anak di rumah dapat menunjang prestasi dan keberhasilan yang
diperoleh anak di sekolahnya. Kebiasaan sehari-hari yang dilakukan oleh
anak di rumah akan membentuk sebuah kepribadian dalam dirinya, dan
pembiasaan perilaku yang diberikan orang tua kepada anak dapat mendorong
pembentukan perilaku dalam diri seorang anak bagaimana mengerjakan
serta bagaimana sang anak belajar menjadi pribadi yang mandiri. Kehidupan
sehari-hari di rumah, khusunya penerapan pola asuh orang tua, membantu
membentuk kepribadian anak yang pada akhirnya menunjuang
pendidikannya di sekolah, dalam hal ini akan menyangkut prestasi akademik
yang diperoleh anak juga.
Menurut Armunanto (2004), siswa yang mendapat perhatian dari orang
tua akan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan
prestasi akademik dari siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua.
Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perhatian dan
pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi
akademik seorang anak di sekolah. Untuk pola asuh orang tua sendiri,
Prasetya (2003) mengkualifikasikan pola pengasuhan dalam empat kategori,
yaitu: pola asuh demokratis(authoritative), pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh permisif atau penyabar ataupun pemanja(indulgent), dan pola asuh permisif laissez faire atau penelantar (indifferent). Untuk orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut: mendominasi
dalam grelasinya dengan anak, mempunyai sikap yang ingin menguasai
anak-anaknya, menetapkan peraturan keras serta sangat sulit untuk dipatuhi oleh
anak serta pada umumnya sulit menerima ide dan gagasan dari anak yang
berbeda dengan pemikiran mereka.
Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif indulgent cenderung
memberi perhatian kepada anak dengan cara yang kurang tepat,
pernah ada hukuman untuk anak. Untuk orang tua yang mempunyai pola
asuh permisif indifferent cenderung membiarkan anak-anak mereka untuk
meraba-raba dalam situasi sulit tanpa bimbingan dan pengendalian dari orang
tua. Orang tua bahkan menjauh dari anak baik secara fisik maupun psikis
yang dalam arti lain menelantarkan anak.
Orang tua yang demokratis menggunakan pola pengasuhan yang lebih
didasari oleh rasa persahabatan yang sewajarnya antara orang tua dengan
anak. Kesediaan menerima dan keterbukaan merupakan ciri dari hubungan
yang akrab antara orang tua dan anak-anaknya dan ini tercermin dalam pola
pengasuhan demokratis tersebut. Pola asuh demokratis adalah pola
pengasuhan yang lebih menerapkan kepercayaan dan penerimaan serta
melatih tanggung jawab bagi diri sendiri dalam mendidik anak. Dalam pola
asuh ini, peraturan yang diterapkan orang tua merupakan hasil kesepakatan
bersama dan dalam hal ini anak selalu diikut sertakan dalam membentuk
kesepakatan peraturan tersebut. Kontrol-kontrol yang diberikan orang tua
dalam mengasuh anak diterapkan secara fleksibel dan tidak kaku, hal ini
dilakukan untuk memancing sikap terbuka dan tanggung jawab anak,
sehingga diharapkan apapun yang dilakukan oleh anak dapat diketahui oleh
orang tua (Gunarsa, 1990).
Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari
akan ditangkap oleh para remaja dan menimbulkan persepsi tersendiri
terhadap pola asuh orang tua yang selama ini mereka alami. Persepsi anak
merasakan, menginterpretasi dan mengapresiasikan pola asuh yang mereka
dapatkan dari orang tua mereka. Remaja yang bersekolah di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) merupakan remaja awal (Yusuf, 2007), dan
merupakan awal masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa sehingga
kehidupan sehari-hari bersama orang tua serta interaksi di dalamnya masih
berlangsung cukup banyak dalam kesehariannya para remaja menjalankan
aktifitas.
Menyimak karakteristik serta ciri-ciri dari keempat pola asuh tersebut,
maka bisa dilihat pola asuh yang ideal bagi remaja adalah pola asuh
demokratis. Penerapan kedisiplinan, memberi pengarahan, peringatan, dan
melakukan kontrol yang sewajarnya atas aktivitas anak serta memberi
dukungan kepada anak untuk selalu bisa memberi yang terbaik dapat
mengantarkan anak untuk bisa mencapai pencapaian prestasi yang terbaik.
Berdasarkan beberapa paparan di atas, maka dapat dikatakan pola asuh
demokratis yang diterapkan oleh orang tua dapat mempengaruhi proses
belajar anak yang kemudian juga akan mempengaruhi pencapaian prestasi
akademiknya nanti.
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Depok
yang letaknya ada di kota Yogyakarta, dan dengan ini yang ingin diketahui
lebih jauh oleh peneliti apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi
terhadap pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi akademik yang
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah pokok penelitian
ini apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis orang
tua dengan prestasi akademik siswa remaja SMP Negeri 3 Yogyakarta.
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh
demokratis orang tua dengan prestasi akademik siswa remaja SMP Negeri 3
Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi
yang akurat dan dapat menjadi bahan untuk menemukan kajian baru yang
berkaitan dengan hubungan persepsi pola asuh demokratis orangtua dan
prestasi akademik pada remaja dalam bidang penelitian.
2. Secara praktis
Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan sumbangan
pemikiran dan masukan bagi peneliti berikutnya dalam memahami
hubungan antara pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua
BAB II
DASAR TEORI
A. PRESTASI AKADEMIK
1. Pengertian Prestasi Akademik
Prestasi akademik adalah istilah yang lazim digunakan dalam
dunia pendidikan sekolah yang merupakan hasil belajar siswa dalam
berbagai mata pelajaran yang ditempuh dan dinyatakan dalam nilai
raport. Prestasi akademik siswa menjadi indikator hasil belajar siswa
yang merupakan akibat dari kegiatan bealjar mengajar yang dilakukan.
Menurut Syah (1995) prestasi belajar adalah kemampuan siswa
untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam suatu program
pendidikan. Prestasi itu diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa
baik melalui ujian maupun melalui tes. Prestasi merupakan suatu
kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dari hasil yang dilakukan dan
dijadikan dasar untuk melihat sejauh mana hasil dari proses belajar yang
dicapai individu tersebut (Winkel, 1987).
2. Prestasi Pada Masa Remaja
Masa remaja merupakan masa yang penting bagi perkembangan
prestasi karena selama masa remaja inilah remaja membuat
keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa depan pendidikan dan
pekerjaan. Prestasi di sekolah dan di dalam pekerjaan sangat berkait.
Berprestasi baik di sekolah pada umumnya meratakan jalan untuk
memperoleh pekerjaan yang baik pula.
Dalam masyarakat yang semakin maju dan rumit seperti dewasa
ini, prestasi seseorang dipandang sangat penting. Lembaga-lembaga
pendidikan menekankan pentingnya kemampuan seseorang dalam
mengikuti proses belajar, seperti tangguh dalam menghadapi
tantangan-tantangan dalam proses belajar, berhasil baik dalam menempuh tes, baik
itu tes pengetahuan maupun tes kemampuan. Berdasarkan kondisi seperti
itu, para siswa pun menyadari benar akan arti pentingnya berprestasi.
Menurut Mahmud (1989), persoalan prestasi atau keberhasilan
pada masa remaja ini mendapat perhatian khusus karena beberapa alasan
diantaranya adalah para remaja mulai memahami sepenuhnya akan arti
dan pentingnya prestasi yang akan mempengaruhi
keberhasilan-keberhasilan yang lain di masa kini maupun di masa mendatang.
Kemudian pada masa ini para remaja banyak dihadapkan pada
macam-macam pilihan baik itu mengenai sekolah lanjutan maupun masa depan
untuk melihat akibat-akibat yang mungkin di hadapi oleh seseorang di
kemudian hari sebagai akibat dari pilihan-pilihan mengenai sekolah dan
pekerjaan. Persoalan prestasi ini berlanjut sepanjang masa remaja hingga
mereka menginjak masa dewasa dan sampai janjang akhir masa
hidupnya dan menjadi perhatian bukan hanya bagi remaja itu sendiri,
namun juga bagi orang tua remaja tersebut.
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Graha (2007) menyatakan
bahwa di zaman sekarang banyak para orang tua menganggap
keberhasilan pendidikan anak adalah sepenuhnya tanggung jawab
sekolah. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian. Sekolah adalah
sebagai media dalam pemberi pendidikan dan pengajaran anak, tetapi
semuanya tetap kembali kepada orang tua. Orang tua memiliki tanggung
jawab yang cukup tinggi terhadap pendidikan dan keberhasilan anak.
Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua
adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang
kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang
merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Memberi kesempatan atau
pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua (Ali, 2005).
Dalam mengasuh dan mendidik sang anak, sekolah bukan satu-satunya
tempat pembelajaran, di luar sekolah anak-anak mendapatkan banyak
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Menurut Syah (1995), secara global, faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:
a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani siswa.
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi
lingkungan di sekitar siswa.
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang
digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran
materi-materi pelajaran.
Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan
mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan dengan prestasi belajar
atau akademik yang diperoleh seseorang. Berikut akan dijabarkan satu
demi satu faktor-faktor tersebut.
a. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri meliputi
dua aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan
aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan
sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa
dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah,
apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat
menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang
dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi
organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran
dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.
2) Aspek Psikologis
2.1) Inteligensi
Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai
kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau
menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang
tepat (Reber, 1988). Tingkat kecerdasan atau inteligensi
(IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan
tingkat keberhasilan belajar siswa.
2.2) Sikap
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara
sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa
yang positif maupun negatif terutama kepada guru dan mata
pelajaran yang disajikan dapat mempengaruhi proses
belajar siswa tersebut dan kemudian akan mempengaruhi
prestasi belajarnya juga.
2.3) Bakat
Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang
dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa
yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988). Dalam
perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan
sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan
dan latihan. Siswa yang berbakat di suatu bidang, akan jauh
lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan
keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut.
Oleh sebab itu, bakat akan dapat mempengaruhi
tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang-bidang studi
tertentu.
2.4) Minat
Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi
atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa
memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa
lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang
intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa
tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi
yang diinginkan.
2.5) Motivasi
Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme
(manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk
berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti
pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah
(Gleitman, 1989; Reber, 1988). Dalam perkembangan
selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam
diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan
tindakan belajar, seperti perasaan menyenangi materi
tertentu. Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang
datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya
untuk melakukan kegiatan belajar, seperti pujian dan
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni: faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial yang terdapat di sekitar individu seperti
keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga, dan staff
pengajar dapat mempengaruhi proses belajar seseorang.
Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi
kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga,
ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),
semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk
terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
2) Lingkungan Non-Sosial
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan
waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar
c. Faktor Pendekatan Belajar
Pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai segala cara atau
strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan
efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini
berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian
rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar
tertentu (Lawson, 1991).
4. Pengukuran Prestasi Akademik
Sebelum siswa dinyatakan berhasil dalam belajar atau bidang
akademiknya oleh pihak sekolah, siswa harus mengikuti evaluasi. Syah
(1995) menjabarkan pengertian evaluasi sebagai berikut, evaluasi artinya
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah
ditetapkan dalam sebuah program. Istilah ”ulangan” dan ”ulangan
umum” adalah alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf
keberhasilan sebuah proses belajar atau untuk menentukan taraf
keberhasilan sebuah program pengajaran dan kenaikan kelas. Istilah
evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil pembelajaran para
siswa pada akhir jenjang tertentu.
Pengukuran prestasi akademik menurut Mulyana (2002) antara
a. Ulangan Umum
Ulangan umum dilaksanakan bersama-sama kelas pararel dan
ulangan umum bersama di tingkat rayon, kecamatan, kodya atau
kabupaten maupun propinsi.
b. Ujian Akhir
Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Hasil
evaluasi ujian akhir ini dipergunakan untuk menentukan kelulusan
bagi setiap peserta didik.
Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan
siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar (Syah, 1995). Di antara
norma-norma pengukuran tersebut adalah:
1) Norma skala dari 0-10
2) Norma skala dari 0-100
Fudyartanto (2002) mengungkapkan bahwa di sekolah perlu
diadakan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana pencapaian dan
penguasaan bahan-bahan yang telah dipelajari oleh siswa. Hasil
pengukuran tersebut dapat dipakai sebagai umpan balik atau bahan
masukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, penyediaan
sarana belajar dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat
dipergunakan untuk meningkatkan prestasi belajar dan peningkatan
B. PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua.
Pola dapat diartikan sebagai sebuah sistem cara kerja, bentuk yang
tetap, bentuk pengorganisasian program kegiatan. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (1990) pola bisa diartikan sebagai bentuk (yang
dipraktekkan secara berulang-ulang) atau struktur yang tetap. Sedangkan
asuh berarti menjaga dalam arti ini merawat dan mendidik anak,
membimbing, memimpin dan menjaga supaya anak dapat berdiri sendiri.
Orang tua adalah ayah dan ibu sebagai suatu kesatuan, karena
mempunyai tanggung jawab yang sama. Berdasarkan beberapa
pengertian tersebut, maka pengertian pola pengasuhan orang tua adalah
suatu bentuk perbuatan menjaga, merawat, melatih, membimbing, dan
mengajar anak yang dilakukan oleh ayah dan ibu secara berulang-ulang
dengan tujuan agar anak dapat berdiri sendiri.
2. Pengertian Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua
Persepsi adalah proses akhir dari aktivitas mengamati sehingga
dapat diperoleh pengertian tentang sesuatu berdasar pada situasi
sekarang dan pengalaman masa lampau (Bambang, 2000).
Pendapat ini sejalan dengan Crow & Crow (1973) yang
penginterpretasian data yang mendasarkan pengalaman masa lalu
individu.
Pengalaman atau sesuatu yang berkaitan dengan karakteristik
individu yang mempersepsikan sesuatu akan berkaitan dengan proses
penilaian obyek yang dipersepsi. Salah satu pengalaman masa lalu yang
berperan bagi pembentukan karakteristik individu adalah pola asuh
orangtua. Pola asuh orangtua ini memiliki fungsi untuk membantu
remaja atau anak dalam mempelajari standart perilaku dan tujuan diri
yang ingin dicapai, serta sebagai obyek identifikasi sehingga perilaku
orangtua akan mempengaruhi interaksi dalam keluarga dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga (Grinder, 1976).
Dapat disimpulkan persepsi anak terhadap pola asuh orang tua
berarti aktivitas yang dilakukan oleh anak untuk merasakan,
menginterpretasi dan mengapresiasikan pola asuh yang mereka dapatkan
dari orang tua mereka. Persepsi terhadap pola asuh orang tua ini dapat
ditujukan kepada ayah atau ibu atau kedua-duanya yang oleh remaja itu
sendiri dipersepsikan kuat dalam hal pengaruh serta interaksinya selama
pola asuh tersebut mereka dapatkan di kehidupan sehari-hari.
3. Tipe-tipe pola pengasuhan orang tua.
Menurut Hurlock (1999) terdapat tiga tipe pola pengasuhan orang
tua yaitu: pola pengasuhan demokratis, pola pengasuhan otoriter, dan
dengan membedakan pola asuh permisif menjadi permisif indulgentdan
permisif indifferent.
Menurut Steinberg (dalam Alibata, 2000), terdapat dua aspek yang
akan membentuk macam-macam pola asuh orang tua. Aspek yang
pertama adalah dari sisi perhatian dan kedekatan orang tua dengan anak
(parental responsiveness). Aspek yang kedua adalah dari sisi tuntutan orang tua kepada anaknya (parental demandingness). Perpaduan antara aspek parental responsiveness dan parental demandingness melahirkan empat pola pengasuhan orangtua terhadap anak, sebagaimana
divisualisasikan pada gambar sebagai berikut:
Demandingness
High Low
High
Responsiveness
Low
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa: pertama, pola
asuhauthoritativeyang bercirikan orang tua sangat responsif atau sangat tanggap terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak-anak mereka,
namun juga sangat menuntut anak-anak mereka. Kedua pola asuh
Authoritative Indulgent
authoritarian yang bercirikan orang tua yang sangat menuntut ketaatan dan kepatuhan dan anak-anak mereka, tetapi kurang responsif atau
kurang tanggap terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak-anak
mereka. Ketiga, pola asuh indulgent yang bercirikan orang tua yang sangat responsif, tetapi tidak menuntut kedisiplinan dari anak-anak
mereka, bahkan tidak menuntut sama sekali sehingga memanjakan anak.
Keempat, pola asuh indifferent yang bercirikan orang tua yang tidak menuntut, namun juga tidak responsif atau tidak tanggap terhadap
kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya. Bahkan senang acuh tak acuh
kepada anak.
Prasetya (2003) mengkualifikasikan pola pengasuhan dalam empat
kategori, yaitu pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh permisif
indulgent atau pemanja, pola asuh permisif indifferent atau penelantar, dan pola asuh demokratis(authoritative).
a. Pola asuh otoriter.
Orang tua yang menggunakan pola pengasuhan otoriter
mempunyai sikap ingin menguasai anak-anaknya. Orang tua
mendominasi dalam relasinya dengan anak (Sulastri, 1985). Orang
tua otoriter beranggapan bahwa anak-anak harus menerima
aturan-aturan dan standar yang ditentukan orang tua tanpa
mempersoalkannya (Hurlock, 1999). Orang tua otoriter menetapkan
peraturan keras serta sangat sulit untuk dipatuhi oleh anak (Lighter,
gagasan dari anak yang berbeda dengan pemikiran mereka (Hurlock,
1999). Walaupun sebenarnya mereka menyayangi anak-anaknya,
namun secara fisik mereka kurang memperlihatkannya, sehingga
terkesan orang tua kurang perhatian dengan anaknya.
b. Pola asuh permisif
Orang tua permisif tidak menetapkan apa saja yang boleh
dilakukan dan kapan saja hal tersebut tidak boleh dilakukan, anak
diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat
sekehendak hati. Hanya sedikit permintaan dan batasan atau
larangan yang dikenakan pada anak. (Lighter, 1999).
Orang tua permisif tetap mencintai anaknya, namun
mengabaikan peluang yang penting untuk melatih dan membimbing
anak-anaknya dengan berbagai kecakapan yang diperlukan anak
untuk mandiri (Lighter, 1999).
Pendapat ini dilengkapi oleh Huffman (1997) bahwa pola asuh
permisif adalah pola asuh dimana orang tua merasa tidak mampu
menjadi orang tua sehingga aturan yang ada sedikit dan kurang
konsisten, termasuk dalam memberikan hadiah dan hukuman.
Berdasarkan dua pendapat ini dapat dikatakan bahwa orang tua
dengan pola permisif mempunyai otoritas yang sangat rendah,
karena orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk
Selanjutnya Huffman (1997) membedakan pola asuh permisif
menjadi dua:
1). Permisif indulgent
Orang tua dengan pola ini memberi perhatian kepada anak
dengan cara yang kurang tepat yaitu dengan menyediakan
banyak fasilitas tetapi menempatkan sedikit kontrol pada ana,
gterlalu memanjakan anak dan hampir tidak pernah ada hukuman
untuk anak. pola ini akan menghasilkan anak yang tidak bisa
menghargai orang lain, cenderung impulsif, tidak matang dan
tidak mempunyai kontrol.
2). Permisif indifferent
Orang tua dengan pola ini cenderung membiarkan
anak-anak mereka untuk meraba-raba dalam situasi sulit untuk
ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa bimbingan atau
pengendalian Orang tua indifferent hampir tidak pernah berbincang-bincang atau berkomunikasi dengan anak. mereka
mengabaikan pendapat atau masukan anak dalam membuat
keputusan. Mereka bahkan menjauh dari anak baik secara fisik
c. Pola asuh demokratis
Berikut ini akan dijabarkan lebih mendalam mengenai pola
asuh demokratis menurut Santrock (dalam Gunarsa, 2004) dan
Prasetya (2003):
Dalam pola asuh demokratis ini, orang tua mendidik anak
dengan banyak cara. Mereka mendidik bagaimana berlaku secara
dewasa dan dengan cara bertanggungjawab, serta memberi hadiah
bila anak melakukan hal yang mereka ajarkan. Orang tua demokratis
memandang anak sebagai pribadi yang berkembang. Anak diberi
kebebasan, namun kebebasan yang tidak mutlak. Orang tua dengan
penuh kasih pengertian membimbing anak, mencintai dan
mengungkapkan kasih sayang kepada anak, sehingga dalam diri anak
tumbuh rasa tanggungjawab dan percaya diri.
Aturan-aturan yang diberlakukan di rumah cukup beralasan
serta didasarkan pada usia dan kebutuhan khusus anak. Aturan
tersebut berkembang seiring perkembangan waktu sehingga dapat
memberi kesempatan kepada anak untuk lebih bebas dan
bertanggungjawab. Ada beberapa konsekuensi bila anak melanggar
peraturan, namun tingkah laku anak lebih sering dihargai daripada
dihukum. Mereka mengarahkan perilaku anak sesuai dengan
kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan
keterampilan-keterampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi
Pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri: anak diberi
kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal
(kontrol yang berasal dari dalam), anak diakui sebagai pribadi dan
dilibatkan dalam mengambil keputusan, menetapkan peraturan serta
mengatur kehidupan anak secara sadar (Hurlock, 1999). Sejalan
dengan hal itu, para peneliti menurut Prasetya (2003) menemukan
bahwa anak dengan pola asuh demokratis cenderung lebih mandiri,
tegas terhadap dirinya sendiri, memiliki kemampuan instropeksi dan
mengendalikan diri, mudah bekerja sama dengan orang lain secara
sinergik serta ramah terhadap orang lain yang menyebabkan mereka
mudah bergaul dengan teman-teman sebaya maupun dengan
orang-orang yang lebih dewasa.
3. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
perilaku individu sebagai orang tua yang pada akhirnya akan tercermin
dalam perilaku pola asuh terhadap anak-anaknya (Setiawan, 1996):
a. Pengaruh Kelas Sosial
Setiawan (1996) mengatakan bahwa semua orang tua pada dasarnya
mempunyai tujuan yang sama dalam berinteraksi dengan anaknya,
tetapi perbedaan itu terlihat dalam gaya interaksi mereka. Beberapa
berbeda, khususnya pada kelompok menengah dan kelompok bawah,
mendapati beberapa perbedaan dalam perilaku pola pengasuhan.
Sebagai contoh, orang tua dari kelas mengengah lebih menghargai
prestasi sosial, penguasaan pengetahuan, kemandirian dan perilaku
otonomi. Orang tua dari kelas bawah lebih menuntut anak untuk
menurut dan patuh terhadap orang tua.
b. Kepribadian Orang Tua
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa diri orang tua dan perasaan
terhadap dirinya sendiri serta perannya berpengaruh terhadap cara
pengasuhan anak. Jika orang tua benar-benar mengalami gangguan
yang serius seperti contoh neurotik, maka akan berpengaruh terhadap
kehidupan orang tua dan kemudian akan dikomunikasikan kepada
anak (Setiawan, 1996).
c. Sikap-Sikap Terhadap Keorangtuaan
Sikap keorangtuaan dan keyakinan merupakan hasil dari pengalaman
masa lalu dan sosialisasi dari individu. Ini membentuk dasar bagi
perilaku yang dipilih oleh orang tua yang akan digunakan untuk
berinteraksi dengan anaknya.
d. Peniruan Peran
Banyak individu yang menjadi orang tua tanpa panduan dan biasanya
Individu menggunakan orang tua masing-masing sebagai model
dalam menerapkan pola asuh yang akan mereka terapkan kepada
anak-anaknya sendiri. Seseorang yang merasa puas dengan cara ia
dibesarkan, akan meniru metode dan sikap-sikap orang tuanya.
4. Aspek Pola Asuh Demokratis
Beberapa aspek dalam pola asuh orang tua demokratis yang
mencerminkan ciri dari pola asuh demokratis tersebut (Mujiyana, 2001)
adalah sebagai berikut:
a. Hangat dalam melakukan interaksi antara orangtua dan anak, serta
komunikasi yang terjalin dengan baik.
b. Mengenakan seperangkat standar berupa aturan serta nilai-nilai
kepada anak.
c. Menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan
pengaturan diri sendiri, sehingga anak memiliki kebiasaan yang baik
mengenai kemandirian dan pengaturan diri dalam setiap kegiatan
yang dilakukannya.
d. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada
masalah, sering melibatkan diri dalam perbincangan dan penjelasan
pada anak-anak diseputar persoalan disiplin.
e. Mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima
f. Mendukung, menerima dan bertanggung jawab dalam
mempertimbangkan berbagai alternatif, akan tetapi tidak
mendominasi dari sudut pandang mereka.
g. Menggunakan wewenang akan tetapi penerapannya lebih bersikap
membimbing serta mengarahkan langkah-langkah yang harus
diambil oleh anak. Aspek ini menjelaskan lebih kepada bagaimana
orang tua memberikan aturan dan nilai namun tetap membimbing
anak-anaknya dalam usaha menjalankannya, sehingga tumbuh
kepercayaan antara orang tua dan anak.
h. Melibatkan atau mengijinkan anak dalam membuat
keputusan-keputusannya sendiri dan mengekspresikan
pandangan-pandangannya sendiri serta menghargai individualitas anak,
sementara orang tua ikut memberikan penjelasan yang masuk akal
(bekerjasama dalam membuat keputusan).
i. Menghargai pendapat anak dan mendorong untuk
mengungkapkannya.
j. Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir maupun merenung
setiap kejadian serta permasalahan yang mereka hadapi.
k. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin
dicoba lakukan dan apa yang dihasilkan. Menurut aspek ini,
anak-anak menjadi lebih menghargai apa yang telah mereka lakukan serta
telah mereka capai dan berani mencoba hal-hal baik yang baru bagi
l. Mendorong anak untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap peran orangtua untuk
memunculkan tanggungjawab serta kemandirian anak.
C. REMAJA
1. Pengertian remaja
Remaja atauadolesceneberasal dari bahasa latinadoleceré yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup
kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1999).
Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa
remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat
dewasa. Masa remaja adalah usia di mana anak tidak lagi merasa di
bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang
sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak serta integrasi dalam
masyarakat. Hal ini termasuk juga dalam perubahan intelektual yang
mencolok, dimana transformasi yang khas dari cara berpikir remaja
memungkinkan untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial
dengan orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang
umum dari periode perkembangan.
Ditinjau dari kesehatan WHO menetapkan batas usia 10-20
tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan
batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi
kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan
remaja akhir 15-20 tahun.
2. Tugas Perkembangan Remaja dan Faktor Yang Mempengaruhinya
Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan pada masa remaja
menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1990) adalah mencapai hubungan
baru dan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai
peran sosial menurut jenis kelaminnya, menerima keadaaan fisiknya dan
menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku
sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari
orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier
ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperolah
perangkat sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku. Havighurst
juga memberikan penjelasan sebagai berikut: suatu tugas yang dihadapi
individu pada masa tertentu dalam hidupnya, jika tugas itu dapat
diselesaikan secara memuaskan akan memberikan kepuasan dan
meletakkan dasar bagi penyelesaian tugas-tugas lain dikemudian hari,
demikian juga sebaliknya. Dalam proses pencapaian hal tersebut,
perkembangan individu yang dalam hal ini adalah remaja dipengaruhi
oleh faktor hereditas dan lingkungan ( Yusuf, 2007 ). Berikut ini adalah
a. Faktor Hereditas.
Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi
perkembangan, hereditas atau keturunan merupakan aspek individu
yang bersifat bawaan yang diturunkan dari orang tua dan memiliki
potensi untuk berkembang. Adapun yang diturunkan orang tua
kepada anaknya adalah sifat strukturnya bukan tingkah laku yang
diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman. Penurunan
sifat-sifat ini mengikuti prinsip–prinsip berikut :
1). Reproduksi, berarti penurunan sifat-sifatnya hanya berlangsung
melalui sel benih.
2). Konformitas atau keseragaman, dimana proses penurunan sifat
akan mengikuti pola jenis atau spesies generasi sebelumnya.
3). Variasi, proses penurunan sifat yang beraneka atau bervariasi
akibat kombinasi antar gen.
4). Regresi fillial, penurunan sifat cenderung kearah rata–rata.
b. Faktor Lingkungan ( Environment ).
Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan remaja antara lain:
1). Lingkungan keluarga:
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam
upaya mengembangkan pribadi remaja. Perhatian orang tua yang
penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai
yang kondusif untuk mempersiapkan remaja menjadi pribadi dan
anggota masyarakat yang sehat sesuai dengan tahap
perkembangannya. Interaksi remaja dengan lingkungan keluarga
dalam hal ini hubungannya dengan orang tua, memiliki kekhasan
tersendiri. Interaksi yang terjadi antarindividu dalam lingkungan
keluarga akan tampil dalam kualitas yang berbeda-beda. Kualitas
mengacu kepada derajat relatif kebaikan atau keunggulan suatu
hal (Chaplin, 1972), dalam hal ini adalah interaksi antarindividu.
Suatu reaksi dikatakan berkualitas jika mampu memberikan
kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan
kemungkinan yang dimilikinya. Hubungan timbal balik secara
aktif antara remaja dengan lingkungan keluarganya akan
terwujud dalam kualitas hubungan yang memungkinkan remaja
untuk mengembangkan potensi dirinya.
2). Lingkungan sekolah.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran
dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu
mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek
moral-spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.
3). Kelompok teman sebaya.
Pada usia remaja terjadi perubahan sosial, yaitu pengaruh
perkembangan pada masa remaja. Menurut Havighurst tugas
perkembangan remaja meliputi upaya menjalin hubungan yang
baru dengan teman-teman sebaya baik sesama jenis maupun
lawan jenis. Orang tua diharapkan dapat menyadari bahwa
pengalaman yang diperoleh anak di rumah, di sekolah, atau di
lingkungan tempat tinggal dapat membantu anak untuk
menyesuaikan diri dalam pergaulan dan memberi pengertian
kepada anak akan adanya dampak positif dan negatif dari
pergaulan baik atau yang buruk dengan kelompok teman sebaya.
3. Perkembangan Intelektual Pada Remaja
Perkembangan intelektual sering juga dikenal di dunia psikologi
maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Menurut
Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal budi atau
intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari
proses berpikir. Perkembangan intelektual seorang individu sangat
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor hereditas atau keturunan
dan faktor lingkungan. Seperti yang dijabarkan di atas, dapat diketahui
bahwa dua faktor tersebut memegang peranan penting dalam
pengaruhnya terhadap tugas-tugas perkembangan seorang remaja, dan
Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek
individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara para penganut
psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa
perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh faktor
hereditas, dan pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pendidikan,
hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini
memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual
unggul, pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi
lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang memiliki
hereditas intelektual rendah sering kali intervensi lingkungan sulit
dilakukan meskipun sudah secara maksimal.
Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin
bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil
sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi
15-20% terhadap perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah
memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk
mengembangkan intelektualnya secara maksimal. Tanpa
mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan
intelektual pada remaja sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama,
yaitu hereditas dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini adalah
keluarga dan sekolah. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya
tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan
D. HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DEMOKRATIS
DENGAN PRESTASI AKADEMIK
Terdapat beberapa pola sikap atau perlakuan orangtua terhadap anak
yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian
anak dan kemudian dapat diasumsikan dampaknya terhadap prestasi
akademik anak (Hurlock, 1999). Berikut ini akan dijabarkan bagaimana pola
sikap dan perlakuan orang tua sehari-hari yang kemudian dipersepsikan oleh
anak bisa menjadi faktor pendukung prestasi akademik anak tersebut,
berdasarkan penelitian Nashori (1994):
a. Menemani atau mendampingi anak belajar
Orang tua dari anak-anak yang berprestasi memiliki ciri-ciri umum
yaitu memiliki perhatian yang serius terhadap perkembangan dan prestasi
anak pendampingan dari orang tua memberi suasana yang mendukung
anak untuk benar-benar belajar.
b. Memberi pengarahan, peringatan, dan kontrol kepada anak.
Hal lain yang dilakukan orang tua adalah memberi pengarahan
kepada anak untuk melakukan sesuatau yang dapat mengantarkan mereka
menjadi anak yang berprestasi. Hal yang dilakukan orang tua biasanya
adalah mendorong anaknya untuk memilih teman bergaul yang baik,
mengarahkan anak untuk mengikuti bebagai kursus, dan sebagainya.
Orang tua juga memberi peringatan-peringatan kepada anak ketika
bermanfaat. Hal lain yang sangat penting dilakukan orang tua adalah
memantau kegiatan anak di luar jam pelajaran sekolah. Dalam penelitian
Setiono (Nashori, 1994) ingin melihat apakah pengarahan, peringatan, dan
pengecekan yang diberikan orang tua akhirnya menjadi penguat bagi anak
untuk tampil terbaik, sehingga dicapailah berbagai prestasi.
c. Memberi dukungan kepada anak
Anak sering kali berbuat atas kemauan sendiri. Setelah menyadari
bahwa mereka memiliki potensi-potensi atau bakat-bakat, mereka
berusaha sendiri memperkuat potensi-potensi yang dimiliki. Dalam situasi
seperti ini orang tua melakukan peran memberikan dukungan psikologis
dan material kepada anak-anak. dukungan psikologis diwujudkan dalam
bentuk memberi dukungan emosional saat mereka menghadapi
masa-masa sulit, memberi umpan balik atas apa yang anak-anak upayakan, dan
sejenisnya. Dukungan material diwujudkan dalam bentuk memenuhi
fasilitas yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas penguatan
kemampuan.
d. Memberi penghargaan terhadap anak.
Setelah anak berusaha melatih diri, mengikuti tes akhir atau ujian,
akhirnya sebagian anak-anak menunjukkan prestasi. Atas prestasi yang
dicapai oleh anak, sebagian orang tua memberikan penghargaan dalam
bentuk hadiah atau reward. Hadiah diharapkan akan menguatkan anak
Seperti yang dijabarkan di atas, maka dapat dilihat bahwa beberapa
kriteria tersebut memenuhi klasifikasi dari pola asuh demokratis. Orang tua
yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan
anak. secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi
anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi
dewasa. Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan
bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak
tergantung dan tidak berprilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya diri,
mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang,
responsif, dan hal-hal tersebut mendorong mereka untuk bisa mencapai
E. Skema Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Remaja
( Modifikasi dari: Syah (1995), Hurlock (1999). Prasetya (2003) )
REMAJA
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
LINGKUNGAN KELUARGA
(POLA ASUH ORANG TUA)
PSIKOLOGIS (motivasi, minat, bakat
dan sikap remaja)
Perilaku mendampingi, mengarahkan, mendukung
serta menghargai anak
Pengoptimalan motivasi, minat, bakat dan sikap remaja
PRESTASI AKADEMIK REMAJA
Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab
(kebutuhan akan prestasi belajar)
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
F. HIPOTESIS
Berdasarkan landasan teori sebagai kajian teoritis terhadap permasalahan
yang telah dikemukakan di atas, maka dengan ini dapat disusun suatu
hipotesis terhadap permasalahan yang telah dikemukakan tersebut. Hipotesis
untuk penelitian ini adalah: ada hubungan yang positif antara persepsi
terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik pada
remaja. Semakin tinggi seorang remaja mempersepsikan pola asuh orang
tuanya adalah demokratis, maka semakin tinggi prestasi akademik yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional di bidang psikologi
pendidikan dan perkembangan. Penelitian korelasi adalah penelitian yang
bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan
dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain (Azwar, 1997). Jadi
penelitian ini bermaksud untuk mencari ada tidaknya hubungan antara
persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik
yang diperoleh remaja siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta.
B. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi perhatian
suatu penelitian (Arikunto, 1989). Variable sebagai objek penelitian dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu variable bebas dan variable tergantung. Ada
dua variabel dalam penelitian ini, yaitu persepsi terhadap pola asuh orang tua
demokratis sebagai variabel bebas (x) dan prestasi akademik sebagai variabel
tergantung/ terikat (y).
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel tergantung: Prestasi akademik.
2. Variabel bebas: Persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis.
C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal
yang didefinisikan dan dapat diamati. Penyusunan definisi ini penting karena
digunakan untuk merujuk data yang akan digunakan dalam penelitian
(Suryabrata, 1998).
1. Prestasi akademik
Prestasi akademik adalah hasil dari proses belajar yang dapat
dicapai oleh siswa yang dilakukan dengan cara evaluasi. Prestasi akademik
disini dilihat dari hasil belajar siswa dalam enam mata pelajaran yang
ditempuh oleh siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta. Mata pelajaran
tersebut adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,
Matematika, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan
Sosial), dan PKn (Pengetahuan Kewarganegaraan) yang dinyatakan dalam
nilai tes standarisasi semester gasal tahun pelajaran 2008/2009 dan akan
2. Persepsi Terhadap Pola Asuh Orangtua Demokratis
Dalam penelitian ini, pola asuh orang tua akan diungkap melalui
persepsi anak terhadap tinggi rendahnya kemungkinan perilaku pola
pengasuhan demokratis yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya
sehari-hari. Orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ayah atau ibu
atau kedua-duanya yang oleh remaja itu sendiri dipersepsikan kuat dalam hal
pengaruh serta interaksinya selama pola asuh tersebut mereka dapatkan di
kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini peran ayah dan ibu dianggap sama.
Persepsi sendiri diartikan sebagai aktivitas untuk merasakan, menginterpretasi
dan mengapresiasikan obyek baik secara fisik maupun sosial. Pola asuh orang
tua itu sendiri adalah cara orang tua mengasuh dan mendidik anak yang akan
tampak dalam sikap dan cara orang tua memperlakukan anak dalam kehidupan
sehari-hari.
Pola asuh demokratis, akan tampak dalam sikap dan cara orang tua
memperlakukan anak seperti yang digambarkan dalam beberapa indikator
berikut ini:
a. Hangat dalam melakukan interaksi antara orangtua dan anak, serta
komunikasi yang terjalin dengan baik.
b. Mengenakan seperangkat standar berupa aturan serta nilai-nilai kepada
anak.
c. Menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan
mengenai kemandirian dan pengaturan diri dalam setiap kegiatan yang
dilakukannya.
d. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada masalah,
sering melibatkan diri dalam perbincangan dan penjelasan pada anak-anak
diseputar persoalan disiplin.
e. Mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima antara
orang tua dan anak.
f. Mendukung, menerima dan bertanggung jawab dalam mempertimbangkan
berbagai alternatif, akan tetapi tidak mendominasi dari sudut pandang
mereka.
g. Menggunakan wewenang akan tetapi penerapannya lebih bersikap
membimbing serta mengarahkan langkah-langkah yang harus diambil oleh
anak. Aspek ini menjelaskan lebih kepada bagaimana orang tua
memberikan aturan dan nilai namun tetap membimbing anak-anaknya
dalam usaha menjalankannya, sehingga tumbuh kepercayaan antara orang
tua dan anak.
h. Melibatkan atau mengijinkan anak dalam membuat
keputusan-keputusannya sendiri dan mengekspresikan pandangan-pandangannya
sendiri serta menghargai individualitas anak, sementara orang tua ikut
memberikan penjelasan yang masuk akal (bekerjasama dalam membuat
keputusan).
j. Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir maupun merenung setiap
kejadian serta permasalahan yang mereka hadapi.
k. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba
lakukan dan apa yang dihasilkan. Menurut aspek ini, anak-anak menjadi
lebih menghargai apa yang telah mereka lakukan serta telah mereka capai
dan berani mencoba hal-hal baik yang baru bagi mereka.
l. Mendorong anak untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur
melepaskan diri dari ketergantungan terhadap peran orangtua untuk
memunculkan tanggungjawab serta kemandirian anak.
D. Subyek Penelitian
Pemilihan subyek ke dalam sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yakni memilih sekelompok subyek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan
ciri-ciri sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Berdasarkan hal
tersebut, subyek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah individu
pada usia remaja.
1. Siswa atau para remaja putra dan putri dalam kategori remaja awal yang
duduk dibangku SMP dan berusia tidak lebih dari 18 Tahun.
2. Siswa yang masih mempunyai orang tua (ayah atau ibu atau keduanya)
dan tinggal bersama orang tuanya, dengan demikian dapat diketahui tipe
Alasan dipilih subjek remaja putra dan putri dalam kategori remaja
awal karena penelitian ini akan mengungkapkan hubungan antara pola asuh
orang tua yang dialami oleh seorang remaja yang kemudian di persepsikan
dan dituangkan ke dalam kuesioner dalam hubungannya dengan prestasi
akademik yang diperoleh oleh para remaja tersebut. Dapat dijelaskan kembali
bahwa dari pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua masing-masing
remaja akan menciptakan persepsi tersendiri dari para remaja terhadap pola
asuh yang dirasakan oleh mereka dari orang tuanya. Para remaja yang masuk
dalam kategori remaja awal akan lebih merasakan dan mengetahui pola asuh
orang tua yang seperti apa yang mereka alami dalam kehidupannya di
keluarga. Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang
tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak (Steinberg, 1993), dalam
hal ini maka dapat diketahui bahwa ada pergolakan dalam diri seorang remaja
dalam hal interaksi dan kedekatannya dengan orang tuanya.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2
SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009, yang berjumlah
140 siswa. Populasi ini terdiri dari siswa yang masih tinggal bersama dengan
orang tua mereka. Peneliti memilih siswa kelas 2 karena mereka berada pada
masa remaja awal atau sering disebut masa pubertas dengan rentang usia
12-15 tahun. Pada usia tersebut pola asuh orang tua masih sangat lekat dalam
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode skala dan metode dekomentasi. Peneliti hanya akan menggunakan
satu skala dalam penelitian ini yaitu skala persepsi terhadap pola asuh
demokratis orang tua, sedangkan untuk variabel prestasi akademik,
peneliti menggunakan metode dekumentasi dengan melihat dari hasil tes
standarisasi semester gasal dari siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Depok.
Alasan penggunaan skala dalam penelitian ini, yaitu:
- Subjek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya.
- Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan
dapat dipercaya.
- Interpretasi subjek tentang pertanyaan yang diajukan kepadanya
adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti (Hadi, 1993)
2. Alat Pengumpulan Data
Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana
masing-masing item berbentuk favourabel dan unfavourabel. Kuesioner
pola asuh demokratis ini, mengikuti kerangka kuesioner yang disusun oleh
Gendon Barus (1999) dan di modifikasi Mujiana (2001). Skala ini
dimodifikasi dengan pilihan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai
Maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat
kecenderungan pendapat responden, ke arah sesuai atau ke arah tidak
sesuai.
Untuk item favourabel, skor bergerak dari 4 untuk Sangat Sesuai
(SS), 3 untuk Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk Sangat
Tidak Sesuai (STS). Demikian juga untuk item unfavourabel, skor 1 untuk
Sangat Sesuai (SS), 2 untuk Sesuai (S), 3 untuk Tidak Sesuai (TS), 4 untuk
Sangat Tidak Sesuai (STS). Tidak ada skor 0 (nol) karena sifat jawaban
akan tidak menjadi mutlak Ya atau Tidak.
Pengukuran alat ini dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu:
a. Aitem-aitemfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu: (a) Sangat sesuai (SS) : skor 4
(b) Sesuai (S) : skor 3
(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 2
(d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 1
b. Aitem-aitem unfavorable, terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut:
(a) Sangat sesuai (SS) : skor 1
(b) Sesuai (S) : skor 2
(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 3