• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik pada remaja siswa SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara persepsi pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik pada remaja siswa SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
0
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Aji Prayoga Marthan NIM: 049114049

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak khawatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan

buah. Yeremia 17:7-8

Sebab segala sesuatu berasal dari TUHAN, segala sesuatu hidup oleh kuasa-Nya dan segala sesuatu

Itu untuk kemulian-Nya Roma 11:36

Segala Kemuliaan untuk Tuhan Yesus Kristus

Sebuah karya sederhana untuk orang-orang tercinta,

 Keluarga Marthan

 Bapak Martinus dan Ibu Ani Hermilestari,

Papa dan Mamaku tercinta yang selalu memberikan teladan dan dorongan semangatnya kepadaku, yang selalu menunjukkan

rasa cinta dari hari ke hari, waktu ke waktu.

Terima kasih atas doa dan cinta itu pa ma. Papa Mama adalah orang terbaik dan terhebat bagiku di muka bumi ini.

 Untuk Kakakku tersayang,

(5)
(6)

vi

Prestasi Belajar Pada Remaja, Siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara persepsi pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta kelas 2 sebanyak 140 siswa. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis yang mengacu pada model skala Likert serta laporan hasil belajar berupa nilai raport yang diperoleh siswa.

Reliabilitas skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis diuji dengan menggunakan metode koefisien reliabilitas Alpha Cronbach dan diperoleh hasil sebesar 0,917.

Data hasil penelitian untuk skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Hasil analisis data untuk skala persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis menunjukkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,417 dan taraf signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Berdasarkan hasil tersebut, maka hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi belajar pada remaja diterima.

(7)

vii

Learning Achievement in Teenagers, Student of SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta

This research aimed at knowing the correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers. The hypothesis proposed in this research was there was positive correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers.

Subjects in this research were 140 second grade student of SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta. Data collection method used in this study was perception scale on democratic parental education by referring to Likert scale model and students’ book report.

The scale reliability of democratic education was tested using reliability coefficient of Alpha Cronbach and derived result was 0,917.

The data on perception scale of democratic parental education and learning achievement analyzed using Product Moment Pearson correlation technique. Analysis results data on perception of democratic parental education demonstrating correlation coefficient (r) by 0,417 and significance level by 0,000 (p<0,05). According the result, the hypothesis proposed above, this stated that there was positive correlation between the perception of democratic parental education and learning achievement in teenagers, accepted.

(8)
(9)

ix

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena

dengan cinta dan kasih karuniaNya serta uluran tanganNya telah memberikan

kesabaran dan membukakan jalan kepada penulis, sehingga penulisan skripsi

dengan judul “Hubungan antara Persepsi Pola Asuh Demokratis Dengan Prestasi

Belajar Pada Remaja” dapat terselesaikan dengan baik.

Penulisan skripsi ini hanyalah sebuah karya kecil yang penulis buat

dengan segenap usaha sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Psikologi

di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Terwujudnya penulisan skripsi ini tidak lepas dari adanya dukungan

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini tidak lupa penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan izin dalam

pelaksanaan penelitian ini.

2. Bapak YB. Cahya Widiyanto, M.Si selaku Dosen pembimbing yang telah

memberikan ijin penelitian, dan bersedia meluangkan waktu, tenaga serta

pikiran yang dengan penuh ketelitian dan kesabaran telah memberikan

bimbingan dan arahan pada penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat

(10)

x

pelayanan dengan tulus.

5. Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta yang telah memberikan ijin

kepada penulis untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 3 Depok

Yogyakarta.

6. Siswa–siswi kelas 2 dan 3 SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta yang telah

membantu untuk memperoleh data maupun keterangan yang penulis perlukan

dalam penulisan skripsi ini.

7. Papa dan Mamaku tercinta, atas semua doa dan dorongan semangatnya

khususnya selama aku selesaikan skripsi ini. Papa Mama luar biasa…

8. Kakakku Asri Prabawani Marthan. Akhirnya aku bisa lalui ini juga mbak!!!

9. Teman-temanku di Universitas Sanata Dharma khususnya di Fakultas

Psikologi Sanata Dharma yang gak bisa disebutin satu per satu… terus

berjuang teman-teman!

10. Untuk teman-teman seperjuanganku… Hetty, Evi, Frenky, Galih, Yoan, Nico,

Nana, Ferani, Angga, Ronald… kapan kita bisa kumpul semua lagi?!

Semangat terus ya!!!

11. Semua Brother and Sisterku di Fire Community and Area UGM khususnya

komselku… Keep FIRE… kalian semua luar biasa!!!

(11)

xi

kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap karya ini dapat bermanfaat

bagi semua yang membacanya dan semoga berarti bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Yogyakarta, 30 September 2009

(12)

xii

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ……… iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………. iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

(13)

xiii

A. Prestasi Akademik………... 9

1. Pengertian Prestasi Akademik………... 9

2. Prestasi Pada Masa Remaja………... 10

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik………... 12

4. Pengukuran Prestasi Akademik……….... 17

B. Persepsi Pola Asuh Demokratis……….. 19

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua... 19

2. Pengertian Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua….... 19

3. Tipe-tipe Pola Pengasuhan Orang Tua…... 20

4. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua………... 26

5. Aspek Pola Asuh Demokratis... 28

C. Remaja... 30

1. Pengertian Remaja………. 30

2. Tugas Perkembangan Remaja dan Faktor Yang Mempengaruhinya……… 31

3. Perkembangan Intelektual Pada Remaja………... 34

D. Hubungan Persepsi Pola Asuh Orang Tua Demokratis Dengan Prestasi Akademik………. 36

(14)

xiv

A. Jenis Penelitian ... 41

B. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian ... 41

C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian ... 42

D. Subjek Penelitian ... 45

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 47

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpulan Data ... 54

G. Teknik Analisis Data... 57

BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN... 58

A. Persiapan Penelitian ... 58

1. Izin Penelitian………. 58

2. Uji Coba Alat Ukur………. 58

B. Pelaksanaan Penelitian ... 59

C. Deskripsi Data Penelitian……….. 60

D. Analisis Data Penelitian……… 62

1. Uji Asumsi Penelitian... 62

a. Uji Normalitas... 62

b. Uji Linearitas... 63

c. Uji Hipotesis Hubungan... 64

(15)

xv

B. Saran ... 73

C. Kelemahan Penelitian ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

xvi

Tabel 1 Blue Print Item Pola Asuh Demokratis... 50

Tabel 2 Distribusi Item Pra Uji Coba Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis Menurut Aspek dan SifatFavorable / Unfavorable... 51

Tabel 3 Butir Yang Sahih dan Gugur Pada Skala Persepsi Pola Asuh Demokratis... 55

Tabel 4 Hasil Analisis Deskriptif... 61

Tabel 5 Hasil Uji Normalitas... 62

Tabel 6 Hasil Uji Linearitas... 64

(17)

xvii

Lampiran 2 Reliabilitas Skala Uji Coba

Lampiran 3 Skala Penelitian

Lampiran 4 Data Tes Standarisasi Semester Gasal

(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang di

dalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun, dan menggunakan

pengetahuan, serta kegiatan mental seperti berpikir, menimbang, mengamati,

mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi, dan memecahkan

persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan. Demikian

juga yang terjadi dalam tahapan perkembangan remaja. Perkembangan

kognitif remaja sedang berkembang untuk membuka cakrawala kognitif dan

cakrawala sosial yang baru. Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan

idealis, lebih mampu menguji pemikiran sendiri, pemikiran orang lain, dan

apa yang orang lain pikirkan tentang diri mereka, serta cenderung

menginterpretasikan dan memantau dunia sosial (Santrock, 1993).

Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka

tidak hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa,

tapi juga merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode

perkembangan (Dariyo, 2004). Hal tersebut juga terwujud dalam aktivitas

sehari-hari para remaja baik di dalam lingkungan keluarga maupun di luar

lingkungan keluarga dalam usaha mereka mengembangkan kemampuan

intelektual serta semua potensi yang mereka miliki. Lingkungan di luar

keluarga dimana para remaja menghabiskan sebagian aktivitasnya sehari-hari

(19)

adalah pada saat mereka menimba ilmu di lembaga pendidikan seperti di

Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau yang sederajat yang

berusia antara 13-17 tahun adalah termasuk usia remaja dalam rentang

kehidupan manusia. Sebagai salah satu fase perkembangan manusia, masa

remaja mempunyai dinamika tersendiri, yang merupakan masa peralihan dari

masa kanak-kanak menjadi dewasa. Pada masa remaja ini akan terjadi

perubahan-perubahan atau transisi fundamental yang meliputi perubahan

biologis atau fisik, kognitif dan psikososial (Mahmud, 1989).

Perubahan-perubahan tersebut membawa konsekuensi bahwa remaja mempunyai peran

dan tanggung jawab baru sesuai dengan harapan-harapan masyarakat dimana

mereka berada, termasuk di sekolah yang berkaitan dengan prestasi belajar

mereka.

Masa remaja sangat penting dalam hal berprestasi. Tekanan

lingkungan dan akademis yang baru memaksa mereka untuk memainkan

peran dan seringkali menuntut tanggung jawab mereka. Apakah mereka dapat

atau tidak menyesuaikan diri dalam tekanan lingkungan dan akademis yang

baru, sangat ditentukan oleh faktor motivasi dan psikologis (Santrock, 1993).

Menurut Mahmud (1989), masa remaja merupakan masa yang penting bagi

perkembangan prestasi, karena selama masa inilah remaja membuat

keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa depan pendidikan dan

pekerjaan. Bagi seorang remaja, jika ia bisa memiliki prestasi baik di sekolah,

(20)

yang lebih baik, bahkan nantinya akan berlanjut kepada pencarian pekerjaan

yang lebih baik ( Mahmud, 1989 ).

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar seseorang.

Jika dijabarkan lebih lanjut, maka faktor-faktor tersebut dapat digolongkan

menjadi 2 faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Menurut

Slameto (1995), faktor internal adalah faktor yang terdapat dalam diri

individu itu sendiri, seperti kesehatan jasmani dan rohani, daya ingat, faktor

non-intelektif yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu seperti: sikap,

kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri serta

faktor kematangan fisik maupun psikis. Faktor eksternal adalah faktor yang

terdapat di luar diri individu yang bersangkutan, seperti: lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok sebaya, budaya,

lingkungan fisik, dan lingkungan spiritual.

Seperti yang sudah dijabarkan diatas, maka dapat diketahui bahwa

pentingnya faktor lingkungan yang kondusif dan mendukung bagi seorang

remaja dalam aktifitas pembelajaran dalam usahanya untuk meningkatkan

berbagai perolehan prestasinya yang salah satunya adalah prestasi akademik.

Beberapa faktor lingkungan yang dijabarkan di atas yang dapat

mempengaruhi hasil pencapaian prestasi belajar seorang anak salah satunya

adalah dari faktor lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga tidak akan

lepas dari faktor dan peranan orang tua. Sekarang ini banyak buku dan tulisan

di media massa mengatakan, yang paling bertanggung jawab terhadap

(21)

yang malah menganggap, pendidikan anak adalah tanggung jawab sekolah.

Sekolah adalah sebagai media dalam pemberi pendidikan dan pengajaran

anak, tetapi semuanya tetap kembali kepada orang tua. Orang tualah yang

paling bertanggung jawab terhadap pendidikan dan keberhasilan anak

(Graha, 2007).

Menurut Graha (2007), orang tua zaman sekarang sibuk membesarkan

anak untuk memasuki dunia persaingan yang semakin ketat, dimana

kemampuan dan kesuksesan dalam kehidupan ini seringkali dianggap hanya

dimiliki oleh mereka yang memiliki intelektualitas yang tinggi. Oleh sebab

itu para orang tua berusaha sekuat tenaga dalam memberikan dorongan

maupun fasilitas yang dapat menunjang anak-anaknya sukses dalam arti

memperoleh prestasi yang baik, salah satunya dalam bidang akademik.

Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua

adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang

kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang merupakan

alat bagi anak untuk berpikir. Interaksi antara orang tua dengan anak harus

terjalin dengan baik, karena tidak dapat dipungkiri kehidupan sehari-hari

seorang anak di rumah dapat menunjang prestasi dan keberhasilan yang

diperoleh anak di sekolahnya. Kebiasaan sehari-hari yang dilakukan oleh

anak di rumah akan membentuk sebuah kepribadian dalam dirinya, dan

pembiasaan perilaku yang diberikan orang tua kepada anak dapat mendorong

pembentukan perilaku dalam diri seorang anak bagaimana mengerjakan

(22)

serta bagaimana sang anak belajar menjadi pribadi yang mandiri. Kehidupan

sehari-hari di rumah, khusunya penerapan pola asuh orang tua, membantu

membentuk kepribadian anak yang pada akhirnya menunjuang

pendidikannya di sekolah, dalam hal ini akan menyangkut prestasi akademik

yang diperoleh anak juga.

Menurut Armunanto (2004), siswa yang mendapat perhatian dari orang

tua akan memiliki prestasi akademik yang lebih baik dibandingkan dengan

prestasi akademik dari siswa yang kurang mendapat perhatian dari orang tua.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa perhatian dan

pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya prestasi

akademik seorang anak di sekolah. Untuk pola asuh orang tua sendiri,

Prasetya (2003) mengkualifikasikan pola pengasuhan dalam empat kategori,

yaitu: pola asuh demokratis(authoritative), pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh permisif atau penyabar ataupun pemanja(indulgent), dan pola asuh permisif laissez faire atau penelantar (indifferent). Untuk orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut: mendominasi

dalam grelasinya dengan anak, mempunyai sikap yang ingin menguasai

anak-anaknya, menetapkan peraturan keras serta sangat sulit untuk dipatuhi oleh

anak serta pada umumnya sulit menerima ide dan gagasan dari anak yang

berbeda dengan pemikiran mereka.

Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif indulgent cenderung

memberi perhatian kepada anak dengan cara yang kurang tepat,

(23)

pernah ada hukuman untuk anak. Untuk orang tua yang mempunyai pola

asuh permisif indifferent cenderung membiarkan anak-anak mereka untuk

meraba-raba dalam situasi sulit tanpa bimbingan dan pengendalian dari orang

tua. Orang tua bahkan menjauh dari anak baik secara fisik maupun psikis

yang dalam arti lain menelantarkan anak.

Orang tua yang demokratis menggunakan pola pengasuhan yang lebih

didasari oleh rasa persahabatan yang sewajarnya antara orang tua dengan

anak. Kesediaan menerima dan keterbukaan merupakan ciri dari hubungan

yang akrab antara orang tua dan anak-anaknya dan ini tercermin dalam pola

pengasuhan demokratis tersebut. Pola asuh demokratis adalah pola

pengasuhan yang lebih menerapkan kepercayaan dan penerimaan serta

melatih tanggung jawab bagi diri sendiri dalam mendidik anak. Dalam pola

asuh ini, peraturan yang diterapkan orang tua merupakan hasil kesepakatan

bersama dan dalam hal ini anak selalu diikut sertakan dalam membentuk

kesepakatan peraturan tersebut. Kontrol-kontrol yang diberikan orang tua

dalam mengasuh anak diterapkan secara fleksibel dan tidak kaku, hal ini

dilakukan untuk memancing sikap terbuka dan tanggung jawab anak,

sehingga diharapkan apapun yang dilakukan oleh anak dapat diketahui oleh

orang tua (Gunarsa, 1990).

Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari

akan ditangkap oleh para remaja dan menimbulkan persepsi tersendiri

terhadap pola asuh orang tua yang selama ini mereka alami. Persepsi anak

(24)

merasakan, menginterpretasi dan mengapresiasikan pola asuh yang mereka

dapatkan dari orang tua mereka. Remaja yang bersekolah di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) merupakan remaja awal (Yusuf, 2007), dan

merupakan awal masa transisi dari anak-anak ke masa dewasa sehingga

kehidupan sehari-hari bersama orang tua serta interaksi di dalamnya masih

berlangsung cukup banyak dalam kesehariannya para remaja menjalankan

aktifitas.

Menyimak karakteristik serta ciri-ciri dari keempat pola asuh tersebut,

maka bisa dilihat pola asuh yang ideal bagi remaja adalah pola asuh

demokratis. Penerapan kedisiplinan, memberi pengarahan, peringatan, dan

melakukan kontrol yang sewajarnya atas aktivitas anak serta memberi

dukungan kepada anak untuk selalu bisa memberi yang terbaik dapat

mengantarkan anak untuk bisa mencapai pencapaian prestasi yang terbaik.

Berdasarkan beberapa paparan di atas, maka dapat dikatakan pola asuh

demokratis yang diterapkan oleh orang tua dapat mempengaruhi proses

belajar anak yang kemudian juga akan mempengaruhi pencapaian prestasi

akademiknya nanti.

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Depok

yang letaknya ada di kota Yogyakarta, dan dengan ini yang ingin diketahui

lebih jauh oleh peneliti apakah ada hubungan yang signifikan antara persepsi

terhadap pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi akademik yang

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan masalah pokok penelitian

ini apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis orang

tua dengan prestasi akademik siswa remaja SMP Negeri 3 Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap pola asuh

demokratis orang tua dengan prestasi akademik siswa remaja SMP Negeri 3

Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa dijadikan sumber informasi

yang akurat dan dapat menjadi bahan untuk menemukan kajian baru yang

berkaitan dengan hubungan persepsi pola asuh demokratis orangtua dan

prestasi akademik pada remaja dalam bidang penelitian.

2. Secara praktis

Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan sumbangan

pemikiran dan masukan bagi peneliti berikutnya dalam memahami

hubungan antara pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua

(26)

BAB II

DASAR TEORI

A. PRESTASI AKADEMIK

1. Pengertian Prestasi Akademik

Prestasi akademik adalah istilah yang lazim digunakan dalam

dunia pendidikan sekolah yang merupakan hasil belajar siswa dalam

berbagai mata pelajaran yang ditempuh dan dinyatakan dalam nilai

raport. Prestasi akademik siswa menjadi indikator hasil belajar siswa

yang merupakan akibat dari kegiatan bealjar mengajar yang dilakukan.

Menurut Syah (1995) prestasi belajar adalah kemampuan siswa

untuk mencapai target yang telah ditetapkan dalam suatu program

pendidikan. Prestasi itu diukur melalui evaluasi belajar terhadap siswa

baik melalui ujian maupun melalui tes. Prestasi merupakan suatu

kecakapan yang dimiliki oleh seseorang dari hasil yang dilakukan dan

dijadikan dasar untuk melihat sejauh mana hasil dari proses belajar yang

dicapai individu tersebut (Winkel, 1987).

(27)

2. Prestasi Pada Masa Remaja

Masa remaja merupakan masa yang penting bagi perkembangan

prestasi karena selama masa remaja inilah remaja membuat

keputusan-keputusan penting sehubungan dengan masa depan pendidikan dan

pekerjaan. Prestasi di sekolah dan di dalam pekerjaan sangat berkait.

Berprestasi baik di sekolah pada umumnya meratakan jalan untuk

memperoleh pekerjaan yang baik pula.

Dalam masyarakat yang semakin maju dan rumit seperti dewasa

ini, prestasi seseorang dipandang sangat penting. Lembaga-lembaga

pendidikan menekankan pentingnya kemampuan seseorang dalam

mengikuti proses belajar, seperti tangguh dalam menghadapi

tantangan-tantangan dalam proses belajar, berhasil baik dalam menempuh tes, baik

itu tes pengetahuan maupun tes kemampuan. Berdasarkan kondisi seperti

itu, para siswa pun menyadari benar akan arti pentingnya berprestasi.

Menurut Mahmud (1989), persoalan prestasi atau keberhasilan

pada masa remaja ini mendapat perhatian khusus karena beberapa alasan

diantaranya adalah para remaja mulai memahami sepenuhnya akan arti

dan pentingnya prestasi yang akan mempengaruhi

keberhasilan-keberhasilan yang lain di masa kini maupun di masa mendatang.

Kemudian pada masa ini para remaja banyak dihadapkan pada

macam-macam pilihan baik itu mengenai sekolah lanjutan maupun masa depan

(28)

untuk melihat akibat-akibat yang mungkin di hadapi oleh seseorang di

kemudian hari sebagai akibat dari pilihan-pilihan mengenai sekolah dan

pekerjaan. Persoalan prestasi ini berlanjut sepanjang masa remaja hingga

mereka menginjak masa dewasa dan sampai janjang akhir masa

hidupnya dan menjadi perhatian bukan hanya bagi remaja itu sendiri,

namun juga bagi orang tua remaja tersebut.

Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Graha (2007) menyatakan

bahwa di zaman sekarang banyak para orang tua menganggap

keberhasilan pendidikan anak adalah sepenuhnya tanggung jawab

sekolah. Padahal yang sebenarnya tidaklah demikian. Sekolah adalah

sebagai media dalam pemberi pendidikan dan pengajaran anak, tetapi

semuanya tetap kembali kepada orang tua. Orang tua memiliki tanggung

jawab yang cukup tinggi terhadap pendidikan dan keberhasilan anak.

Intervensi yang paling penting dilakukan oleh keluarga atau orang tua

adalah memberikan pengalaman kepada anak dalam berbagai bidang

kehidupan sehingga anak memiliki informasi yang banyak yang

merupakan alat bagi anak untuk berpikir. Memberi kesempatan atau

pengalaman tersebut akan menuntut perhatian orang tua (Ali, 2005).

Dalam mengasuh dan mendidik sang anak, sekolah bukan satu-satunya

tempat pembelajaran, di luar sekolah anak-anak mendapatkan banyak

(29)

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Menurut Syah (1995), secara global, faktor-faktor yang

mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:

a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau

kondisi jasmani dan rohani siswa.

b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi

lingkungan di sekitar siswa.

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang

digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran

materi-materi pelajaran.

Faktor-faktor di atas dalam banyak hal sering saling berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan dengan prestasi belajar

atau akademik yang diperoleh seseorang. Berikut akan dijabarkan satu

demi satu faktor-faktor tersebut.

a. Faktor Internal

Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri meliputi

dua aspek, yakni: aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah) dan

aspek psikologis (yang bersifat rohaniah)

(30)

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan

sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa

dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah,

apalagi jika disertai pusing-pusing kepala misalnya, dapat

menurunkan kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang

dipelajarinya pun kurang atau tidak berbekas. Kondisi

organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengaran

dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi kemampuan

siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan.

2) Aspek Psikologis

2.1) Inteligensi

Inteligensi pada umumnya dapat diartikan sebagai

kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau

menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang

tepat (Reber, 1988). Tingkat kecerdasan atau inteligensi

(IQ) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan

tingkat keberhasilan belajar siswa.

2.2) Sikap

Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa

kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara

(31)

sebagainya, baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa

yang positif maupun negatif terutama kepada guru dan mata

pelajaran yang disajikan dapat mempengaruhi proses

belajar siswa tersebut dan kemudian akan mempengaruhi

prestasi belajarnya juga.

2.3) Bakat

Secara umum, bakat adalah kemampuan potensial yang

dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa

yang akan datang (Chaplin, 1972; Reber, 1988). Dalam

perkembangan selanjutnya, bakat kemudian diartikan

sebagai kemampuan individu untuk melakukan tugas

tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan

dan latihan. Siswa yang berbakat di suatu bidang, akan jauh

lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan, dan

keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut.

Oleh sebab itu, bakat akan dapat mempengaruhi

tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa pada bidang-bidang studi

tertentu.

2.4) Minat

Minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi

atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Seorang siswa

(32)

memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa

lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang

intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa

tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi

yang diinginkan.

2.5) Motivasi

Pengertian dasar motivasi ialah keadaan internal organisme

(manusia ataupun hewan) yang mendorongnya untuk

berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti

pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah

(Gleitman, 1989; Reber, 1988). Dalam perkembangan

selanjutnya, motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam,

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi

intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam

diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan

tindakan belajar, seperti perasaan menyenangi materi

tertentu. Motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang

datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya

untuk melakukan kegiatan belajar, seperti pujian dan

(33)

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yakni: faktor

lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.

1) Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial yang terdapat di sekitar individu seperti

keluarga, teman sebaya, masyarakat atau tetangga, dan staff

pengajar dapat mempengaruhi proses belajar seseorang.

Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi

kegiatan belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.

Sifat-sifat orangtua, praktik pengelolaan keluarga,

ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah),

semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk

terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.

2) Lingkungan Non-Sosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah

gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga

siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan

waktu belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini

dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar

(34)

c. Faktor Pendekatan Belajar

Pendekatan belajar, dapat dipahami sebagai segala cara atau

strategi yang digunakan siswa dalam menunjang efektivitas dan

efisiensi proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini

berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian

rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar

tertentu (Lawson, 1991).

4. Pengukuran Prestasi Akademik

Sebelum siswa dinyatakan berhasil dalam belajar atau bidang

akademiknya oleh pihak sekolah, siswa harus mengikuti evaluasi. Syah

(1995) menjabarkan pengertian evaluasi sebagai berikut, evaluasi artinya

penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah

ditetapkan dalam sebuah program. Istilah ”ulangan” dan ”ulangan

umum” adalah alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf

keberhasilan sebuah proses belajar atau untuk menentukan taraf

keberhasilan sebuah program pengajaran dan kenaikan kelas. Istilah

evaluasi biasanya digunakan untuk menilai hasil pembelajaran para

siswa pada akhir jenjang tertentu.

Pengukuran prestasi akademik menurut Mulyana (2002) antara

(35)

a. Ulangan Umum

Ulangan umum dilaksanakan bersama-sama kelas pararel dan

ulangan umum bersama di tingkat rayon, kecamatan, kodya atau

kabupaten maupun propinsi.

b. Ujian Akhir

Ujian akhir dilakukan pada akhir program pendidikan. Hasil

evaluasi ujian akhir ini dipergunakan untuk menentukan kelulusan

bagi setiap peserta didik.

Ada beberapa alternatif norma pengukuran tingkat keberhasilan

siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar (Syah, 1995). Di antara

norma-norma pengukuran tersebut adalah:

1) Norma skala dari 0-10

2) Norma skala dari 0-100

Fudyartanto (2002) mengungkapkan bahwa di sekolah perlu

diadakan pengukuran untuk mengetahui sejauh mana pencapaian dan

penguasaan bahan-bahan yang telah dipelajari oleh siswa. Hasil

pengukuran tersebut dapat dipakai sebagai umpan balik atau bahan

masukan untuk memperbaiki proses belajar mengajar, penyediaan

sarana belajar dan sebagainya. Hasil pengukuran juga dapat

dipergunakan untuk meningkatkan prestasi belajar dan peningkatan

(36)

B. PERSEPSI POLA ASUH DEMOKRATIS

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua.

Pola dapat diartikan sebagai sebuah sistem cara kerja, bentuk yang

tetap, bentuk pengorganisasian program kegiatan. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (1990) pola bisa diartikan sebagai bentuk (yang

dipraktekkan secara berulang-ulang) atau struktur yang tetap. Sedangkan

asuh berarti menjaga dalam arti ini merawat dan mendidik anak,

membimbing, memimpin dan menjaga supaya anak dapat berdiri sendiri.

Orang tua adalah ayah dan ibu sebagai suatu kesatuan, karena

mempunyai tanggung jawab yang sama. Berdasarkan beberapa

pengertian tersebut, maka pengertian pola pengasuhan orang tua adalah

suatu bentuk perbuatan menjaga, merawat, melatih, membimbing, dan

mengajar anak yang dilakukan oleh ayah dan ibu secara berulang-ulang

dengan tujuan agar anak dapat berdiri sendiri.

2. Pengertian Persepsi Terhadap Pola Asuh Orang Tua

Persepsi adalah proses akhir dari aktivitas mengamati sehingga

dapat diperoleh pengertian tentang sesuatu berdasar pada situasi

sekarang dan pengalaman masa lampau (Bambang, 2000).

Pendapat ini sejalan dengan Crow & Crow (1973) yang

(37)

penginterpretasian data yang mendasarkan pengalaman masa lalu

individu.

Pengalaman atau sesuatu yang berkaitan dengan karakteristik

individu yang mempersepsikan sesuatu akan berkaitan dengan proses

penilaian obyek yang dipersepsi. Salah satu pengalaman masa lalu yang

berperan bagi pembentukan karakteristik individu adalah pola asuh

orangtua. Pola asuh orangtua ini memiliki fungsi untuk membantu

remaja atau anak dalam mempelajari standart perilaku dan tujuan diri

yang ingin dicapai, serta sebagai obyek identifikasi sehingga perilaku

orangtua akan mempengaruhi interaksi dalam keluarga dan

perkembangan kepribadian anggota keluarga (Grinder, 1976).

Dapat disimpulkan persepsi anak terhadap pola asuh orang tua

berarti aktivitas yang dilakukan oleh anak untuk merasakan,

menginterpretasi dan mengapresiasikan pola asuh yang mereka dapatkan

dari orang tua mereka. Persepsi terhadap pola asuh orang tua ini dapat

ditujukan kepada ayah atau ibu atau kedua-duanya yang oleh remaja itu

sendiri dipersepsikan kuat dalam hal pengaruh serta interaksinya selama

pola asuh tersebut mereka dapatkan di kehidupan sehari-hari.

3. Tipe-tipe pola pengasuhan orang tua.

Menurut Hurlock (1999) terdapat tiga tipe pola pengasuhan orang

tua yaitu: pola pengasuhan demokratis, pola pengasuhan otoriter, dan

(38)

dengan membedakan pola asuh permisif menjadi permisif indulgentdan

permisif indifferent.

Menurut Steinberg (dalam Alibata, 2000), terdapat dua aspek yang

akan membentuk macam-macam pola asuh orang tua. Aspek yang

pertama adalah dari sisi perhatian dan kedekatan orang tua dengan anak

(parental responsiveness). Aspek yang kedua adalah dari sisi tuntutan orang tua kepada anaknya (parental demandingness). Perpaduan antara aspek parental responsiveness dan parental demandingness melahirkan empat pola pengasuhan orangtua terhadap anak, sebagaimana

divisualisasikan pada gambar sebagai berikut:

Demandingness

High Low

High

Responsiveness

Low

Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa: pertama, pola

asuhauthoritativeyang bercirikan orang tua sangat responsif atau sangat tanggap terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak-anak mereka,

namun juga sangat menuntut anak-anak mereka. Kedua pola asuh

Authoritative Indulgent

(39)

authoritarian yang bercirikan orang tua yang sangat menuntut ketaatan dan kepatuhan dan anak-anak mereka, tetapi kurang responsif atau

kurang tanggap terhadap pemenuhan kebutuhan-kebutuhan anak-anak

mereka. Ketiga, pola asuh indulgent yang bercirikan orang tua yang sangat responsif, tetapi tidak menuntut kedisiplinan dari anak-anak

mereka, bahkan tidak menuntut sama sekali sehingga memanjakan anak.

Keempat, pola asuh indifferent yang bercirikan orang tua yang tidak menuntut, namun juga tidak responsif atau tidak tanggap terhadap

kebutuhan-kebutuhan anak-anaknya. Bahkan senang acuh tak acuh

kepada anak.

Prasetya (2003) mengkualifikasikan pola pengasuhan dalam empat

kategori, yaitu pola asuh otoriter (authoritarian), pola asuh permisif

indulgent atau pemanja, pola asuh permisif indifferent atau penelantar, dan pola asuh demokratis(authoritative).

a. Pola asuh otoriter.

Orang tua yang menggunakan pola pengasuhan otoriter

mempunyai sikap ingin menguasai anak-anaknya. Orang tua

mendominasi dalam relasinya dengan anak (Sulastri, 1985). Orang

tua otoriter beranggapan bahwa anak-anak harus menerima

aturan-aturan dan standar yang ditentukan orang tua tanpa

mempersoalkannya (Hurlock, 1999). Orang tua otoriter menetapkan

peraturan keras serta sangat sulit untuk dipatuhi oleh anak (Lighter,

(40)

gagasan dari anak yang berbeda dengan pemikiran mereka (Hurlock,

1999). Walaupun sebenarnya mereka menyayangi anak-anaknya,

namun secara fisik mereka kurang memperlihatkannya, sehingga

terkesan orang tua kurang perhatian dengan anaknya.

b. Pola asuh permisif

Orang tua permisif tidak menetapkan apa saja yang boleh

dilakukan dan kapan saja hal tersebut tidak boleh dilakukan, anak

diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat

sekehendak hati. Hanya sedikit permintaan dan batasan atau

larangan yang dikenakan pada anak. (Lighter, 1999).

Orang tua permisif tetap mencintai anaknya, namun

mengabaikan peluang yang penting untuk melatih dan membimbing

anak-anaknya dengan berbagai kecakapan yang diperlukan anak

untuk mandiri (Lighter, 1999).

Pendapat ini dilengkapi oleh Huffman (1997) bahwa pola asuh

permisif adalah pola asuh dimana orang tua merasa tidak mampu

menjadi orang tua sehingga aturan yang ada sedikit dan kurang

konsisten, termasuk dalam memberikan hadiah dan hukuman.

Berdasarkan dua pendapat ini dapat dikatakan bahwa orang tua

dengan pola permisif mempunyai otoritas yang sangat rendah,

karena orang tua memberikan kebebasan penuh kepada anak untuk

(41)

Selanjutnya Huffman (1997) membedakan pola asuh permisif

menjadi dua:

1). Permisif indulgent

Orang tua dengan pola ini memberi perhatian kepada anak

dengan cara yang kurang tepat yaitu dengan menyediakan

banyak fasilitas tetapi menempatkan sedikit kontrol pada ana,

gterlalu memanjakan anak dan hampir tidak pernah ada hukuman

untuk anak. pola ini akan menghasilkan anak yang tidak bisa

menghargai orang lain, cenderung impulsif, tidak matang dan

tidak mempunyai kontrol.

2). Permisif indifferent

Orang tua dengan pola ini cenderung membiarkan

anak-anak mereka untuk meraba-raba dalam situasi sulit untuk

ditanggulangi oleh mereka sendiri tanpa bimbingan atau

pengendalian Orang tua indifferent hampir tidak pernah berbincang-bincang atau berkomunikasi dengan anak. mereka

mengabaikan pendapat atau masukan anak dalam membuat

keputusan. Mereka bahkan menjauh dari anak baik secara fisik

(42)

c. Pola asuh demokratis

Berikut ini akan dijabarkan lebih mendalam mengenai pola

asuh demokratis menurut Santrock (dalam Gunarsa, 2004) dan

Prasetya (2003):

Dalam pola asuh demokratis ini, orang tua mendidik anak

dengan banyak cara. Mereka mendidik bagaimana berlaku secara

dewasa dan dengan cara bertanggungjawab, serta memberi hadiah

bila anak melakukan hal yang mereka ajarkan. Orang tua demokratis

memandang anak sebagai pribadi yang berkembang. Anak diberi

kebebasan, namun kebebasan yang tidak mutlak. Orang tua dengan

penuh kasih pengertian membimbing anak, mencintai dan

mengungkapkan kasih sayang kepada anak, sehingga dalam diri anak

tumbuh rasa tanggungjawab dan percaya diri.

Aturan-aturan yang diberlakukan di rumah cukup beralasan

serta didasarkan pada usia dan kebutuhan khusus anak. Aturan

tersebut berkembang seiring perkembangan waktu sehingga dapat

memberi kesempatan kepada anak untuk lebih bebas dan

bertanggungjawab. Ada beberapa konsekuensi bila anak melanggar

peraturan, namun tingkah laku anak lebih sering dihargai daripada

dihukum. Mereka mengarahkan perilaku anak sesuai dengan

kebutuhan anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan

keterampilan-keterampilan yang akan mendasari anak untuk mengarungi

(43)

Pola asuh demokratis memiliki ciri-ciri: anak diberi

kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal

(kontrol yang berasal dari dalam), anak diakui sebagai pribadi dan

dilibatkan dalam mengambil keputusan, menetapkan peraturan serta

mengatur kehidupan anak secara sadar (Hurlock, 1999). Sejalan

dengan hal itu, para peneliti menurut Prasetya (2003) menemukan

bahwa anak dengan pola asuh demokratis cenderung lebih mandiri,

tegas terhadap dirinya sendiri, memiliki kemampuan instropeksi dan

mengendalikan diri, mudah bekerja sama dengan orang lain secara

sinergik serta ramah terhadap orang lain yang menyebabkan mereka

mudah bergaul dengan teman-teman sebaya maupun dengan

orang-orang yang lebih dewasa.

3. Faktor Pembentuk Pola Asuh Orang Tua

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan

perilaku individu sebagai orang tua yang pada akhirnya akan tercermin

dalam perilaku pola asuh terhadap anak-anaknya (Setiawan, 1996):

a. Pengaruh Kelas Sosial

Setiawan (1996) mengatakan bahwa semua orang tua pada dasarnya

mempunyai tujuan yang sama dalam berinteraksi dengan anaknya,

tetapi perbedaan itu terlihat dalam gaya interaksi mereka. Beberapa

(44)

berbeda, khususnya pada kelompok menengah dan kelompok bawah,

mendapati beberapa perbedaan dalam perilaku pola pengasuhan.

Sebagai contoh, orang tua dari kelas mengengah lebih menghargai

prestasi sosial, penguasaan pengetahuan, kemandirian dan perilaku

otonomi. Orang tua dari kelas bawah lebih menuntut anak untuk

menurut dan patuh terhadap orang tua.

b. Kepribadian Orang Tua

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa diri orang tua dan perasaan

terhadap dirinya sendiri serta perannya berpengaruh terhadap cara

pengasuhan anak. Jika orang tua benar-benar mengalami gangguan

yang serius seperti contoh neurotik, maka akan berpengaruh terhadap

kehidupan orang tua dan kemudian akan dikomunikasikan kepada

anak (Setiawan, 1996).

c. Sikap-Sikap Terhadap Keorangtuaan

Sikap keorangtuaan dan keyakinan merupakan hasil dari pengalaman

masa lalu dan sosialisasi dari individu. Ini membentuk dasar bagi

perilaku yang dipilih oleh orang tua yang akan digunakan untuk

berinteraksi dengan anaknya.

d. Peniruan Peran

Banyak individu yang menjadi orang tua tanpa panduan dan biasanya

(45)

Individu menggunakan orang tua masing-masing sebagai model

dalam menerapkan pola asuh yang akan mereka terapkan kepada

anak-anaknya sendiri. Seseorang yang merasa puas dengan cara ia

dibesarkan, akan meniru metode dan sikap-sikap orang tuanya.

4. Aspek Pola Asuh Demokratis

Beberapa aspek dalam pola asuh orang tua demokratis yang

mencerminkan ciri dari pola asuh demokratis tersebut (Mujiyana, 2001)

adalah sebagai berikut:

a. Hangat dalam melakukan interaksi antara orangtua dan anak, serta

komunikasi yang terjalin dengan baik.

b. Mengenakan seperangkat standar berupa aturan serta nilai-nilai

kepada anak.

c. Menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan

pengaturan diri sendiri, sehingga anak memiliki kebiasaan yang baik

mengenai kemandirian dan pengaturan diri dalam setiap kegiatan

yang dilakukannya.

d. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada

masalah, sering melibatkan diri dalam perbincangan dan penjelasan

pada anak-anak diseputar persoalan disiplin.

e. Mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima

(46)

f. Mendukung, menerima dan bertanggung jawab dalam

mempertimbangkan berbagai alternatif, akan tetapi tidak

mendominasi dari sudut pandang mereka.

g. Menggunakan wewenang akan tetapi penerapannya lebih bersikap

membimbing serta mengarahkan langkah-langkah yang harus

diambil oleh anak. Aspek ini menjelaskan lebih kepada bagaimana

orang tua memberikan aturan dan nilai namun tetap membimbing

anak-anaknya dalam usaha menjalankannya, sehingga tumbuh

kepercayaan antara orang tua dan anak.

h. Melibatkan atau mengijinkan anak dalam membuat

keputusan-keputusannya sendiri dan mengekspresikan

pandangan-pandangannya sendiri serta menghargai individualitas anak,

sementara orang tua ikut memberikan penjelasan yang masuk akal

(bekerjasama dalam membuat keputusan).

i. Menghargai pendapat anak dan mendorong untuk

mengungkapkannya.

j. Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir maupun merenung

setiap kejadian serta permasalahan yang mereka hadapi.

k. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin

dicoba lakukan dan apa yang dihasilkan. Menurut aspek ini,

anak-anak menjadi lebih menghargai apa yang telah mereka lakukan serta

telah mereka capai dan berani mencoba hal-hal baik yang baru bagi

(47)

l. Mendorong anak untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur

melepaskan diri dari ketergantungan terhadap peran orangtua untuk

memunculkan tanggungjawab serta kemandirian anak.

C. REMAJA

1. Pengertian remaja

Remaja atauadolesceneberasal dari bahasa latinadoleceré yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Istilah ini mencakup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1999).

Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1999) secara psikologis masa

remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa. Masa remaja adalah usia di mana anak tidak lagi merasa di

bawah tingkat orang dewasa melainkan berada dalam tingkatan yang

sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak serta integrasi dalam

masyarakat. Hal ini termasuk juga dalam perubahan intelektual yang

mencolok, dimana transformasi yang khas dari cara berpikir remaja

memungkinkan untuk mencapai integritas dalam hubungan sosial

dengan orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang

umum dari periode perkembangan.

Ditinjau dari kesehatan WHO menetapkan batas usia 10-20

tahun sebagai batasan usia remaja. Selanjutnya WHO menyatakan

(48)

batasan tersebut berlaku juga untuk remaja pria dan WHO membagi

kurun usia tersebut dalam 2 bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan

remaja akhir 15-20 tahun.

2. Tugas Perkembangan Remaja dan Faktor Yang Mempengaruhinya

Tugas-tugas perkembangan dalam kehidupan pada masa remaja

menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1990) adalah mencapai hubungan

baru dan hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, mencapai

peran sosial menurut jenis kelaminnya, menerima keadaaan fisiknya dan

menggunakannya secara efektif, mengharapkan dan mencapai perilaku

sosial yang bertanggung jawab, mencapai kemandirian emosional dari

orang tua dan orang-orang dewasa lainnya, mempersiapkan karier

ekonomi, mempersiapkan perkawinan dan keluarga, serta memperolah

perangkat sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku. Havighurst

juga memberikan penjelasan sebagai berikut: suatu tugas yang dihadapi

individu pada masa tertentu dalam hidupnya, jika tugas itu dapat

diselesaikan secara memuaskan akan memberikan kepuasan dan

meletakkan dasar bagi penyelesaian tugas-tugas lain dikemudian hari,

demikian juga sebaliknya. Dalam proses pencapaian hal tersebut,

perkembangan individu yang dalam hal ini adalah remaja dipengaruhi

oleh faktor hereditas dan lingkungan ( Yusuf, 2007 ). Berikut ini adalah

(49)

a. Faktor Hereditas.

Hereditas merupakan faktor pertama yang mempengaruhi

perkembangan, hereditas atau keturunan merupakan aspek individu

yang bersifat bawaan yang diturunkan dari orang tua dan memiliki

potensi untuk berkembang. Adapun yang diturunkan orang tua

kepada anaknya adalah sifat strukturnya bukan tingkah laku yang

diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman. Penurunan

sifat-sifat ini mengikuti prinsip–prinsip berikut :

1). Reproduksi, berarti penurunan sifat-sifatnya hanya berlangsung

melalui sel benih.

2). Konformitas atau keseragaman, dimana proses penurunan sifat

akan mengikuti pola jenis atau spesies generasi sebelumnya.

3). Variasi, proses penurunan sifat yang beraneka atau bervariasi

akibat kombinasi antar gen.

4). Regresi fillial, penurunan sifat cenderung kearah rata–rata.

b. Faktor Lingkungan ( Environment ).

Lingkungan yang mempengaruhi perkembangan remaja antara lain:

1). Lingkungan keluarga:

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam

upaya mengembangkan pribadi remaja. Perhatian orang tua yang

penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai

(50)

yang kondusif untuk mempersiapkan remaja menjadi pribadi dan

anggota masyarakat yang sehat sesuai dengan tahap

perkembangannya. Interaksi remaja dengan lingkungan keluarga

dalam hal ini hubungannya dengan orang tua, memiliki kekhasan

tersendiri. Interaksi yang terjadi antarindividu dalam lingkungan

keluarga akan tampil dalam kualitas yang berbeda-beda. Kualitas

mengacu kepada derajat relatif kebaikan atau keunggulan suatu

hal (Chaplin, 1972), dalam hal ini adalah interaksi antarindividu.

Suatu reaksi dikatakan berkualitas jika mampu memberikan

kesempatan kepada individu untuk mengembangkan diri dengan

kemungkinan yang dimilikinya. Hubungan timbal balik secara

aktif antara remaja dengan lingkungan keluarganya akan

terwujud dalam kualitas hubungan yang memungkinkan remaja

untuk mengembangkan potensi dirinya.

2). Lingkungan sekolah.

Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang

secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran

dan latihan dalam rangka membantu siswa agar mampu

mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek

moral-spiritual, intelektual, emosional maupun sosial.

3). Kelompok teman sebaya.

Pada usia remaja terjadi perubahan sosial, yaitu pengaruh

(51)

perkembangan pada masa remaja. Menurut Havighurst tugas

perkembangan remaja meliputi upaya menjalin hubungan yang

baru dengan teman-teman sebaya baik sesama jenis maupun

lawan jenis. Orang tua diharapkan dapat menyadari bahwa

pengalaman yang diperoleh anak di rumah, di sekolah, atau di

lingkungan tempat tinggal dapat membantu anak untuk

menyesuaikan diri dalam pergaulan dan memberi pengertian

kepada anak akan adanya dampak positif dan negatif dari

pergaulan baik atau yang buruk dengan kelompok teman sebaya.

3. Perkembangan Intelektual Pada Remaja

Perkembangan intelektual sering juga dikenal di dunia psikologi

maupun pendidikan dengan istilah perkembangan kognitif. Menurut

Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal budi atau

intelegensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari

proses berpikir. Perkembangan intelektual seorang individu sangat

dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor hereditas atau keturunan

dan faktor lingkungan. Seperti yang dijabarkan di atas, dapat diketahui

bahwa dua faktor tersebut memegang peranan penting dalam

pengaruhnya terhadap tugas-tugas perkembangan seorang remaja, dan

(52)

Mengenai faktor yang mempengaruhi perkembangan intelek

individu ini terjadi perbedaan pendapat di antara para penganut

psikologi. Kelompok psikometrika radikal berpendapat bahwa

perkembangan intelektual individu sekitar 90% ditentukan oleh faktor

hereditas, dan pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya pendidikan,

hanya memberikan kontribusi sekitar 10% saja. Kelompok ini

memberikan bukti bahwa individu yang memiliki hereditas intelektual

unggul, pengembangannya sangat mudah meskipun dengan intervensi

lingkungan yang tidak maksimal. Adapun individu yang memiliki

hereditas intelektual rendah sering kali intervensi lingkungan sulit

dilakukan meskipun sudah secara maksimal.

Sebaliknya, kelompok penganut pedagogis radikal amat yakin

bahwa intervensi lingkungan, termasuk pendidikan, justru memiliki andil

sekitar 80-85%, sedangkan hereditas hanya memberikan kontribusi

15-20% terhadap perkembangan intelektual individu. Syaratnya adalah

memberikan kesempatan rentang waktu yang cukup bagi individu untuk

mengembangkan intelektualnya secara maksimal. Tanpa

mempertentangkan kedua kelompok radikal itu, perkembangan

intelektual pada remaja sebenarnya dipengaruhi oleh dua faktor utama,

yaitu hereditas dan lingkungan. Lingkungan dalam hal ini adalah

keluarga dan sekolah. Pengaruh kedua faktor itu pada kenyataannya

tidak terpisah secara sendiri-sendiri melainkan seringkali merupakan

(53)

D. HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DEMOKRATIS

DENGAN PRESTASI AKADEMIK

Terdapat beberapa pola sikap atau perlakuan orangtua terhadap anak

yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian

anak dan kemudian dapat diasumsikan dampaknya terhadap prestasi

akademik anak (Hurlock, 1999). Berikut ini akan dijabarkan bagaimana pola

sikap dan perlakuan orang tua sehari-hari yang kemudian dipersepsikan oleh

anak bisa menjadi faktor pendukung prestasi akademik anak tersebut,

berdasarkan penelitian Nashori (1994):

a. Menemani atau mendampingi anak belajar

Orang tua dari anak-anak yang berprestasi memiliki ciri-ciri umum

yaitu memiliki perhatian yang serius terhadap perkembangan dan prestasi

anak pendampingan dari orang tua memberi suasana yang mendukung

anak untuk benar-benar belajar.

b. Memberi pengarahan, peringatan, dan kontrol kepada anak.

Hal lain yang dilakukan orang tua adalah memberi pengarahan

kepada anak untuk melakukan sesuatau yang dapat mengantarkan mereka

menjadi anak yang berprestasi. Hal yang dilakukan orang tua biasanya

adalah mendorong anaknya untuk memilih teman bergaul yang baik,

mengarahkan anak untuk mengikuti bebagai kursus, dan sebagainya.

Orang tua juga memberi peringatan-peringatan kepada anak ketika

(54)

bermanfaat. Hal lain yang sangat penting dilakukan orang tua adalah

memantau kegiatan anak di luar jam pelajaran sekolah. Dalam penelitian

Setiono (Nashori, 1994) ingin melihat apakah pengarahan, peringatan, dan

pengecekan yang diberikan orang tua akhirnya menjadi penguat bagi anak

untuk tampil terbaik, sehingga dicapailah berbagai prestasi.

c. Memberi dukungan kepada anak

Anak sering kali berbuat atas kemauan sendiri. Setelah menyadari

bahwa mereka memiliki potensi-potensi atau bakat-bakat, mereka

berusaha sendiri memperkuat potensi-potensi yang dimiliki. Dalam situasi

seperti ini orang tua melakukan peran memberikan dukungan psikologis

dan material kepada anak-anak. dukungan psikologis diwujudkan dalam

bentuk memberi dukungan emosional saat mereka menghadapi

masa-masa sulit, memberi umpan balik atas apa yang anak-anak upayakan, dan

sejenisnya. Dukungan material diwujudkan dalam bentuk memenuhi

fasilitas yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas penguatan

kemampuan.

d. Memberi penghargaan terhadap anak.

Setelah anak berusaha melatih diri, mengikuti tes akhir atau ujian,

akhirnya sebagian anak-anak menunjukkan prestasi. Atas prestasi yang

dicapai oleh anak, sebagian orang tua memberikan penghargaan dalam

bentuk hadiah atau reward. Hadiah diharapkan akan menguatkan anak

(55)

Seperti yang dijabarkan di atas, maka dapat dilihat bahwa beberapa

kriteria tersebut memenuhi klasifikasi dari pola asuh demokratis. Orang tua

yang demokratis memandang sama kewajiban dan hak antara orang tua dan

anak. secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi

anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi

dewasa. Hal tersebut dipertegas oleh Shapiro (2001) yang menjelaskan

bahwa ayah dan ibu dengan pola asuh demokratis menjadikan anak tidak

tergantung dan tidak berprilaku kekanak-kanakan, anak menjadi percaya diri,

mandiri, imajinatif, mudah beradaptasi, kreatif dan disukai banyak orang,

responsif, dan hal-hal tersebut mendorong mereka untuk bisa mencapai

(56)

E. Skema Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

Remaja

( Modifikasi dari: Syah (1995), Hurlock (1999). Prasetya (2003) )

REMAJA

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

LINGKUNGAN KELUARGA

(POLA ASUH ORANG TUA)

PSIKOLOGIS (motivasi, minat, bakat

dan sikap remaja)

Perilaku mendampingi, mengarahkan, mendukung

serta menghargai anak

Pengoptimalan motivasi, minat, bakat dan sikap remaja

PRESTASI AKADEMIK REMAJA

Mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

(kebutuhan akan prestasi belajar)

Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

(57)

F. HIPOTESIS

Berdasarkan landasan teori sebagai kajian teoritis terhadap permasalahan

yang telah dikemukakan di atas, maka dengan ini dapat disusun suatu

hipotesis terhadap permasalahan yang telah dikemukakan tersebut. Hipotesis

untuk penelitian ini adalah: ada hubungan yang positif antara persepsi

terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik pada

remaja. Semakin tinggi seorang remaja mempersepsikan pola asuh orang

tuanya adalah demokratis, maka semakin tinggi prestasi akademik yang

(58)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional di bidang psikologi

pendidikan dan perkembangan. Penelitian korelasi adalah penelitian yang

bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan

dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain (Azwar, 1997). Jadi

penelitian ini bermaksud untuk mencari ada tidaknya hubungan antara

persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis dengan prestasi akademik

yang diperoleh remaja siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta.

B. Identifikasi Variabel-Variabel Penelitian

Variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi perhatian

suatu penelitian (Arikunto, 1989). Variable sebagai objek penelitian dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu variable bebas dan variable tergantung. Ada

dua variabel dalam penelitian ini, yaitu persepsi terhadap pola asuh orang tua

demokratis sebagai variabel bebas (x) dan prestasi akademik sebagai variabel

tergantung/ terikat (y).

(59)

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel tergantung: Prestasi akademik.

2. Variabel bebas: Persepsi terhadap pola asuh orang tua demokratis.

C. Definisi Operasional Variabel-Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal

yang didefinisikan dan dapat diamati. Penyusunan definisi ini penting karena

digunakan untuk merujuk data yang akan digunakan dalam penelitian

(Suryabrata, 1998).

1. Prestasi akademik

Prestasi akademik adalah hasil dari proses belajar yang dapat

dicapai oleh siswa yang dilakukan dengan cara evaluasi. Prestasi akademik

disini dilihat dari hasil belajar siswa dalam enam mata pelajaran yang

ditempuh oleh siswa SMP Negeri 3 Depok, Yogyakarta. Mata pelajaran

tersebut adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris,

Matematika, IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), IPS (Ilmu Pengetahuan

Sosial), dan PKn (Pengetahuan Kewarganegaraan) yang dinyatakan dalam

nilai tes standarisasi semester gasal tahun pelajaran 2008/2009 dan akan

(60)

2. Persepsi Terhadap Pola Asuh Orangtua Demokratis

Dalam penelitian ini, pola asuh orang tua akan diungkap melalui

persepsi anak terhadap tinggi rendahnya kemungkinan perilaku pola

pengasuhan demokratis yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya

sehari-hari. Orang tua yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah ayah atau ibu

atau kedua-duanya yang oleh remaja itu sendiri dipersepsikan kuat dalam hal

pengaruh serta interaksinya selama pola asuh tersebut mereka dapatkan di

kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian ini peran ayah dan ibu dianggap sama.

Persepsi sendiri diartikan sebagai aktivitas untuk merasakan, menginterpretasi

dan mengapresiasikan obyek baik secara fisik maupun sosial. Pola asuh orang

tua itu sendiri adalah cara orang tua mengasuh dan mendidik anak yang akan

tampak dalam sikap dan cara orang tua memperlakukan anak dalam kehidupan

sehari-hari.

Pola asuh demokratis, akan tampak dalam sikap dan cara orang tua

memperlakukan anak seperti yang digambarkan dalam beberapa indikator

berikut ini:

a. Hangat dalam melakukan interaksi antara orangtua dan anak, serta

komunikasi yang terjalin dengan baik.

b. Mengenakan seperangkat standar berupa aturan serta nilai-nilai kepada

anak.

c. Menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan

(61)

mengenai kemandirian dan pengaturan diri dalam setiap kegiatan yang

dilakukannya.

d. Menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada masalah,

sering melibatkan diri dalam perbincangan dan penjelasan pada anak-anak

diseputar persoalan disiplin.

e. Mendorong tumbuhnya interaksi saling memberi dan menerima antara

orang tua dan anak.

f. Mendukung, menerima dan bertanggung jawab dalam mempertimbangkan

berbagai alternatif, akan tetapi tidak mendominasi dari sudut pandang

mereka.

g. Menggunakan wewenang akan tetapi penerapannya lebih bersikap

membimbing serta mengarahkan langkah-langkah yang harus diambil oleh

anak. Aspek ini menjelaskan lebih kepada bagaimana orang tua

memberikan aturan dan nilai namun tetap membimbing anak-anaknya

dalam usaha menjalankannya, sehingga tumbuh kepercayaan antara orang

tua dan anak.

h. Melibatkan atau mengijinkan anak dalam membuat

keputusan-keputusannya sendiri dan mengekspresikan pandangan-pandangannya

sendiri serta menghargai individualitas anak, sementara orang tua ikut

memberikan penjelasan yang masuk akal (bekerjasama dalam membuat

keputusan).

(62)

j. Memberikan waktu kepada anak untuk berfikir maupun merenung setiap

kejadian serta permasalahan yang mereka hadapi.

k. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin dicoba

lakukan dan apa yang dihasilkan. Menurut aspek ini, anak-anak menjadi

lebih menghargai apa yang telah mereka lakukan serta telah mereka capai

dan berani mencoba hal-hal baik yang baru bagi mereka.

l. Mendorong anak untuk melepaskan diri secara berangsur-angsur

melepaskan diri dari ketergantungan terhadap peran orangtua untuk

memunculkan tanggungjawab serta kemandirian anak.

D. Subyek Penelitian

Pemilihan subyek ke dalam sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yakni memilih sekelompok subyek yang didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang memiliki sangkut paut yang erat dengan

ciri-ciri sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Berdasarkan hal

tersebut, subyek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah individu

pada usia remaja.

1. Siswa atau para remaja putra dan putri dalam kategori remaja awal yang

duduk dibangku SMP dan berusia tidak lebih dari 18 Tahun.

2. Siswa yang masih mempunyai orang tua (ayah atau ibu atau keduanya)

dan tinggal bersama orang tuanya, dengan demikian dapat diketahui tipe

(63)

Alasan dipilih subjek remaja putra dan putri dalam kategori remaja

awal karena penelitian ini akan mengungkapkan hubungan antara pola asuh

orang tua yang dialami oleh seorang remaja yang kemudian di persepsikan

dan dituangkan ke dalam kuesioner dalam hubungannya dengan prestasi

akademik yang diperoleh oleh para remaja tersebut. Dapat dijelaskan kembali

bahwa dari pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua masing-masing

remaja akan menciptakan persepsi tersendiri dari para remaja terhadap pola

asuh yang dirasakan oleh mereka dari orang tuanya. Para remaja yang masuk

dalam kategori remaja awal akan lebih merasakan dan mengetahui pola asuh

orang tua yang seperti apa yang mereka alami dalam kehidupannya di

keluarga. Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang

tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak (Steinberg, 1993), dalam

hal ini maka dapat diketahui bahwa ada pergolakan dalam diri seorang remaja

dalam hal interaksi dan kedekatannya dengan orang tuanya.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2

SMP Negeri 3 Depok Yogyakarta tahun ajaran 2008/2009, yang berjumlah

140 siswa. Populasi ini terdiri dari siswa yang masih tinggal bersama dengan

orang tua mereka. Peneliti memilih siswa kelas 2 karena mereka berada pada

masa remaja awal atau sering disebut masa pubertas dengan rentang usia

12-15 tahun. Pada usia tersebut pola asuh orang tua masih sangat lekat dalam

(64)

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

metode skala dan metode dekomentasi. Peneliti hanya akan menggunakan

satu skala dalam penelitian ini yaitu skala persepsi terhadap pola asuh

demokratis orang tua, sedangkan untuk variabel prestasi akademik,

peneliti menggunakan metode dekumentasi dengan melihat dari hasil tes

standarisasi semester gasal dari siswa kelas 2 SMP Negeri 3 Depok.

Alasan penggunaan skala dalam penelitian ini, yaitu:

- Subjek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya.

- Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan

dapat dipercaya.

- Interpretasi subjek tentang pertanyaan yang diajukan kepadanya

adalah sama dengan apa yang dimaksud oleh peneliti (Hadi, 1993)

2. Alat Pengumpulan Data

Adapun bentuk skala mengacu pada model skala Likert, dimana

masing-masing item berbentuk favourabel dan unfavourabel. Kuesioner

pola asuh demokratis ini, mengikuti kerangka kuesioner yang disusun oleh

Gendon Barus (1999) dan di modifikasi Mujiana (2001). Skala ini

dimodifikasi dengan pilihan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai

(65)

Maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat

kecenderungan pendapat responden, ke arah sesuai atau ke arah tidak

sesuai.

Untuk item favourabel, skor bergerak dari 4 untuk Sangat Sesuai

(SS), 3 untuk Sesuai (S), 2 untuk Tidak Sesuai (TS), dan 1 untuk Sangat

Tidak Sesuai (STS). Demikian juga untuk item unfavourabel, skor 1 untuk

Sangat Sesuai (SS), 2 untuk Sesuai (S), 3 untuk Tidak Sesuai (TS), 4 untuk

Sangat Tidak Sesuai (STS). Tidak ada skor 0 (nol) karena sifat jawaban

akan tidak menjadi mutlak Ya atau Tidak.

Pengukuran alat ini dikelompokkan menjadi 2 kategori, yaitu:

a. Aitem-aitemfavorable, dengan pilihan jawaban dan skor yaitu: (a) Sangat sesuai (SS) : skor 4

(b) Sesuai (S) : skor 3

(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 2

(d) Sangat Tidak Sesuai (STS) : skor 1

b. Aitem-aitem unfavorable, terdiri dari pilihan jawaban dan skor sebagai berikut:

(a) Sangat sesuai (SS) : skor 1

(b) Sesuai (S) : skor 2

(c) Tidak Sesuai (TS) : skor 3

Gambar

Tabel 1
Tabel 2.
Tabel 3
Tabel 4
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan kedisiplinan dalam penggunaan waktu.. Subjek penelitian adalah siswa SMA Al Azhar 7 Solo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dengan prestasi belajar siswa kelas satu sekolah dasar program fullday. Hipotesis yang diajukan

Terdapat empat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu: ada hubungan antara pola asuh autoritarian orang tua dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah,

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis dengan empati pada remaja.. Semakin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam asertivitas remaja ditinjau dari pola asuh orang tua (F=2.951, p&lt;0.05), subjek dengan pola

Kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh orang tua demokratis lebih besar daripada kepercayaan diri pada remaja akhir dari pola asuh permisif dan pola

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dengan perilaku prososial pada remaja.. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA

Metode angket dalam penelitian ini merupakan metode pokok yang penulis gunakan untuk mengetahui pengaruh pola asuh demokratis orang tua dan kedisiplinan belajar siswa, pada penelitian