• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN DILIHAT DARI ASPEK WANPRESTASI DAN POLA PENYELESAIANNYA (STUDI DI KOTA BIMA) - Repository UNRAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN DILIHAT DARI ASPEK WANPRESTASI DAN POLA PENYELESAIANNYA (STUDI DI KOTA BIMA) - Repository UNRAM"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI DI KOTA BIMA)

Oleh :

KRESNA AS D1A 109 054

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM

(2)

LEMBARAN PENGESAHAN JURNAH ILMIAH

PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN DILIHAT DARI ASPEK WANPRESTASI DAN POLA PENYELESAIANNYA

(STUDI DI KOTA BIMA)

Oleh : KRESNA AS

D1A 109 054

Menyetujui:

Pembimbing Pertama

Dr. H. Djumardin, SH.,MH

(3)

PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN DILIHAT DARI ASPEK pihak pemerintah dan kontraktor. Hal inilah yang melatar belakangi penulisan untuk melakukan penelitian yang berjudul“ Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Dilihat Dari Aspek Wanprestasi Dan Pola Penyelesaiannya (Studi Kota Bima). Penelitian ini adalah Penelitian Empiris. Mekanisme terjadinya perjanjian pemborongan pekerjaan di Kota Bima berawal dari terjadinya perjanjian pemborong pekerjaan antara para pihak pemerintah dengan kontraktor secara tertulis tanpa melibatkan saksi. Cara penyelesaiannya jika terjadi wanprestasi dalam perjanjian pemborongan pekerjaan, yaitu menggunakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dengan cara musyawarah, mediasi, konsiliasi maupun arbitrase.

Kata Kunci : Perjanjian, Pemborongan Pekerjaan, Kota Bima, Di Lihat Dari Aspek Wanprestasi.

AGREEMENT CONTRACT OF WORK SEEN FROM THE ASPECT OF WANPRESTASI AND PATTERN SOLVED (BIMA CITY STUDY). Bima City government and contractor do a lot of contract of work agreement in writing, and often there is a problem between the government and the contractor. It is the background of writing to conduct research entitled " Agreement Contract Of Work Seen From The Aspect Of Wanprestasi And Pattern Solved (Bima City Study).

This research is Empirical Research. The mechanism of chartering agreements in Bima City begins work on the Jobber agreement between the parties in the government work with the contractor in writing without involving witnesses. How to completion if the event of default under the agreement of contract of work, namely the use of dispute resolution outside the court, by way of consultation, mediation, conciliation or arbitration.

(4)

I. PENDAHULUAN

Pemberian otonomi daerah ditandai dengan di berlakukankannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan, termasuk membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Sejalan dengan prinsip tersebut, juga dilaksanakan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab, artinya pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas wewenang dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah dan penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dan tujuan nasional. Oleh karena itu, maka penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

(5)

Nomor 13 Tahun 2002, dalam rangka upaya meningkatkan kejahteraan masyarakat dari awal pembentukkannya hingga saat ini sedang giat-giatnya menyelenggarakan pembangunan di berbagai bidang.

Dinas/badan dan kantor yang ada dilingkup Pemerintah Kota Bima sebagai pengguna barang/jasa dalam melaksanakan pembangunan dan dalam hal ini lebih dikenal dengan istilah proyek-proyek pemerintah, sering diserahkan kapada pihak kontraktor sebagai pelaksana ( pihak penyedia barang/jasa), yang diikat dengan perjanjian pelaksanaan pemborongan pekerjaan, sesuai dengan kualifikasi perusahaan dan jenis pekerjaan dengan prinsip efisien, efektif dan akuntabel. Hal ini sesuai dengan amanat Keputusan Presiden RI No. 85 Tahun 2006 sebagaimana telah diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 terakhir telah diganti dan dirubah dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

(6)

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka para pihak jelas terikat oleh perjanjian yang telah mereka buat dan tandatangani dan mengikat kedua belah pihak sebagai Undang-Undang, sehingga seakan-akan tidak ada ruang atau tidak ada cela sedikitpun untuk tidak mereka patuhi. Namun demikian dalam realitanya akhir-akhir ini sering terjadi para pihak melanggar janji atau wanprestasi baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah, misalnya terlambat pembayarannya maupun oleh kontraktor sebagai pelaksana/pelenggara proyek antara lain pekerjaan tidak dapat di selesaikan tepat pada waktunya atau kualitas pekerjaan tidak sesuai dengan perjanjian kontrak, menyebabkan proyek-proyek tersebut tidak dapat di nikmati oleh masyarakat sebagaimana mestinya sehingga dapat menimbulkan persoalan baru bagi kedua belah pihak yaitu Pemerintah dan kontraktor, kalau terjadi perselisihan dalam hal melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban masing-masing.

(7)

pemborongan pekerjaan; b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan literatur dalam dunia kepustakaan khususnya bagi pemerintah dan kontraktor mengenai pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan; c) Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada semua pihak yang membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan yang diteliti guna dipakai sebagai dasar rujukan dalam upaya mempelajari dan memahami ilmu hukum, khususnya hukum perdata dalam bidang pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan. Jenis Penelitian adalah jenis penelitian hukum normatif dan empiris; 1) Metode Pendekatan meliputi: a) Pendekatan perundang-undangan (statute approach), b) Pendekatan konseptual (conceptual approachc), c) Pendekatan kasus (case approach),1 d) Pendekatan sosiologis yaitu mempelajari hukum dalam kenyataan dalam kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. 2) Jenis dan Bahan Hukum /Data yaitu Data Primer yaitu wawancara dengan H.Syarifudin selaku kepala bagian administrasi pengendalian pembangunan Dinas PU Kota Bima dan Data skunder terdiri dari : a)Bahan hukum primer, b) Bahan hukum Skunder.

(8)

II. PEMBAHASAN

Tanggung Jawab Para Pihak Jika Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Pemerintah Kota Bima selama Tahun Anggaran 2015 melaksanakan sebanyak 47 (empat puluh tujuh) proyek Pemerintah , dan dari ke 47 proyek tersebut, 22 (dua puluh dua) atau 46,81% proyek, dipilih melalui metode Pelelangan Umum, 18 (Delapan belas) atau 38,30% proyek, melalui metode Pelelangan Sederhana/elektronik 4 (empat) proyek atau 8,51%, melalui metode Penunjukan Langsung dan 3 (tiga) proyek atau 6,38 % melalui metode Pengadaan Langsung.2

Pemerintah Kota Bima menyebarluaskan informasi tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, selalu mengumumkan dengan menggunakan media masa, baik berskala nasional, propinsi maupun harian lokal yang ada di Kota Bima.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

2 Hasil wawancara dengan Bapak Muhammad Amin. S. Sos ( Kepala Dinas PU Kota Bima), Pada tanggal 03 Desember Tahun 2016.

(9)

Nomor 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012. Sedangkan prosedur pemilihan kontraktor/pemborong atau jasa lainnya dengan metode pelelangan umum, Pemerintah Kota Bima yang menerapkan system prakualifikasi dan system pasca kualifikasi, sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012, tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Demikian juga dalam hal Pemerintah Kota Bima menyebarluaskan informasi tentang pengadaan barang/jasa pemerintah, selalu mengumumkan dengan menggunakan media masa, baik berskala nasional, propinsi maupun harian lokal yang ada di Kota Bima.

(10)

usaha kecil serta koperasi kecil; 3) Penggabungan dan pemecahan paket harus memperhatikan efisiensi, efektivitas dan persaingan sehat dengan ketentuan antara lain: a)Dilarang menyatukan atau memusatkan beberapa kegiatan tersebar di beberapa daerah/lokasi yang menurut sifat pekerjaan dan tingkat efisiensinya seharusnya dilakuka di Daerah/lokasi masing-masing; b) Dilarang menyatukan/ menggabungkan beberapa paket peng adaan menurut sifat dan jenis pekerjaan, misalnya menggabungkan pengadaan beberapa jenis yang memiliki target penyedia yang berbeda dan penggabungan pekerjaan pengadaan barang dengan pekerjaan konstruksi yang tidak memiliki satu kesatuan tanggung jawab; c) Dilarang menyatukan/menggabungkan beberapa paket peng adaan menurut besaran nilainya seharusnya dilakukan usaha mikro, dan usaha kecil serta koperasi kecil; d) Dilarang memecah suatu paket pengadaan barang/ jasa yang sifat dan ruang lingkup pekerjaan yang sama menjadi beberapa paket,baik pada saat penyusunan Rencana Umum Pengadaan maupun pada saat persiapan pemilihan penyedia dengan maksud untuk menghindari lelang; e) Dilarang menentukan kreteria, persyaratan atau prosedur pengadaan yang diskriminatif dan/atau dengan pertimbangan obyektif.

Dari uraian-uraian di atas, dapat dikatakan bahwa Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Proyek-proyek pemerintah di Kota Bima, sudah sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah dan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Terknis Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

(11)

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, bahwa Perjanjian pemborongan pekerjaan merupakan perjanjian yang sifatnya timbal balik, yaitu perjanjian yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik antara kedua belah pihak dan dalam hal ini pemerintah dan pihak pemborong/kontraktor atau rekanan. Oleh karena itu di dalam perjanjian pemborongan pekerjaan konstruksi, sejak penandatanganan kontrak, maka menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Pemerintah Kota Bima sebagai pengguna jasa konstruksi, sebelum melaksanakan pekerjaan, terlebih dahulu memanggil kontraktor yang ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan pemborongan (Proyek) untuk membuat kesepakatan mengenai hal-hal yang bersifat pokok. Apabila kedua belah pihak telah sepakat, maka kesepakatan tersebut dituangkan dalam surat perjanjian yang selanjutnya ditandatangani oleh kedua belah pihak. Dan bentuk kontraknya adalah kontrak lump sum yaitu kontrak pengadaan barang/jasa atas penyelesaian seluruh pekerjaan terikat dengan volume tertentu dan batas waktu tertentu, dengan jumlah harga yang pasti dan tetap, maksudnya pekerjaan atau proyek tersebut ditentukan volume, jangka waktu pelaksanaan dan semua resiko yang mungkin terjadi dalam proses penyelesaian pekerjaan sepenuhnya ditanggung oleh penyedia barang/jasa.

(12)

pekerjaan (proyek) tersebut rusak atau hilang sebagai akibat dari kesalahan atau kelalaian pengguna jasa (Pemerintah). Hal ini wajar dan sudah sepantasnya, karena pengguna jasa (Pemerintah) menghendaki hasil pekerjaan dapat diterimanya dalam keadaan baik, tanpa cacat, tepat pada waktunya, sesuai dengan isi Perjanjian dan Surat Perintah Kerja yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab kontraktor atas pelaksanaan pemborongan pekerjaan adalah sejak tanggal ditandatanganinya Surat Perintah Kerja sampai dengan setelah selesaianya masa pemeliharaan, yang direkomendasi oleh Panitia/Tim FHO (Final Hand Over) dan apabila ada kerusakan, setelah penandatanganan Berita Acara Penyerahan Akhir, maka di luar tanggung jawab kontraktor, sesuai dengan bunyi Surat Perintah Kerja yang mereka tandatangani, yang merupakan kesepakatan kedua belah pihak, sehingga mengikat kedua kedua belah pihak sebagai Undang-Undang, mengenyampingkan ketentuan Undang-Undang yang bersifat umum (Lex specialis drogat lex generalis) dan hal ini telah memenuhi syarat asas konsensualitas dan asas kebebasan berkontrak, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata.

(13)

syarat; 2) Jika hasil pekerjaan Pihak Kedua (kontraktor) rusak atau banyak cacat-cacat tersembunyi sebelum diserahkan kepada Pihak Pertama (Pemerintah Kota Bima), maka Pihak Kedua (Kontraktor) bertanggungjawab sepenuhnya atas segala kerugian yang ditimbulkan, kecuali jika Pihak Pertama (Pemerintah Kota Bima) telah menerima hasil pekerjaan tersebut. 3) Jika Pihak Kedua (Kontraktor) terlambat menyelesaikan dan menyerahkan pekerjaan, maka dikenakan denda keterlambatan sebesar 1000 (permil) per hari keterlambatan dan maksimal 5% dari Nilai Kontrak/Surat Perjanjian, kecuali keterlambatan tersebut terjadi oleh karena keadaan memaksa ( force majeure). 4) Sedangkan untuk Pemerintah Kota Bima sebagai Pihak Pertama, akan menang gung keterlambatan pembayaran pekerjaan (proyek) yang telah diserahkan oleh Pihak Kedua (Kontraktor), sebesar 1000 (permil) per hari keterlambatan.

Cara/Pola Penyelesaian Sengketa, Jika Terjadi Perselisihan Dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan di Kota Bima.

Secara umum dan lazimnya kalau terjadi sengketa dalam perjanjian pemborongan pekerjaan diselesaikan dengan dua jalur, yaitu jalur pengadilan

(14)

dipaksakan pelaksanaannya. Apabila salah satu pihak tidak mau melaksanakan putusan pengadilan secara sukarela, maka pengadilan dapat melaksanakan eksekusi terhadap isi putusan dengan cara paksa, dengan meminta bantuan pihak kepolisian. Sedangkan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi, ini yang sering dilakukan oleh Pemerintah Kota Bima dengan Kontraktor dan tertuang dalam Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Pemborongan Proyek-proyek Pemerintah.

Menurut H Syarifuddin.M.Ap “sekalipun di dalam Surat Perjanjian atau yang biasanya disebut kontrak, tercantum penyelesaian sengketa dengan cara penunjukan arbitrase, namun tetap diupayakan penyelesaiannya dengan musyawarah. Karena dengan cara ini dianggap murah, kekeluargaan dan penuh tenggang rasa. Apabila tidak bisa diselesaikan dengan musyawarah, baru dapat ditempuh dengan metode Mediasi, konsiliasi maupun arbitrase.3

Sebagaimana telah diungkapkan di atas, selama Tahun 2015, tidak ada sengketa yang diselesaikan melalui metode mediasi, konsialiasi dan arbitrase maupun yang diselesaikan melalaui jalur pengadilan, selalu dapat diselesaikan dengan cara musyawarah. Hal ini bisa terjadi, karena tingginya kesadaran kontraktor dan kemauan baik dari pihak Pemerintah Kota Bima, agar sengketa dapat diselesaikan secara cepat, supaya tidak menghambat penyusunan anggaran tahun berikutnya dan agar dapat memulai dengan proyek-proyek baru lagi.

3 Hasil wawancara dengan H. Syarifuddin ( Kepala Bagian Administrasi Pengendalian Pembangunan Dinas PU Kota Bima), Pada tanggal 04 Desember Tahun 2016.

(15)

Para pihak, sebelum menempuh jalan penyelesaian sengketa sebagaimana di uraikan di atas, Pihak Penyedia barang/jasa (kontraktor) dan pihak pengguna jasa (Pemerintah/PPK) harus berkewajiban sungguh-sungguh menyelesaikan perselisihan persengketaan mereka secara musyawarah. Apabila jalan musyawarah tidak dapat dicapai, baru dapat menyelesaikan sengketa dengan upaya-upaya : mediasi, konsiliasi, arbitrase maupun melalui pengadilan. Hal ini sesuai dengan Lampiran Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) Nomor 6 Tahun 2012 angka x tentang Penyelesaian Perselisihan, sebagai berikut:

PPK dan Penyedia berkewajiban untuk berupaya sungguh-sungguh menyelesaikan secara damai semua perselisihan yang timbul dari atau berhubungan dengan SPK ini atau interpretasinya selama atau setelah pelaksanaan pengadaan barang ini. Apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka perselisihan akan diselesaikan melalui arbitrase,mediasi, konsiliasi atau pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bedasarkan hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa metode penyelesaian perselisihan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan di Kota Bima yang memilih jalan musyawarah adalah tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Namun demikian, dalam kontrak atau Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, tetap dimasukan klausula tentang penyelesaian perselisihan untuk menghindari terjadinya perselisihan tentang pola atau cara penyelesaian sengketa.

(16)

di Kota Bima, pada umumnya diselesaikan secara musyawarah, meskipun dalam Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan, ada tercantum penyelesaian melalui pengadilan atau arbitrase.

III. PENUTUP

Simpulan

(17)

apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi atau tidak memenuhi kewajibannya sesuai isi surat perjanjian pekerjaan pemborongan yang disepakati oleh para pihak, semua diselesaiakan secara musyawarah, sekalipun tercantum dalam Surat Perjanjian dan Surat Perintah Kerja dapat diselesaikan dengan mediasi, konsialiasi dan arbitrase.

Saran

(18)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed. 1, Cet. Ke 1, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004. Djumialdi, FX, Hukum Bangunan ( Dasar-Dasar Hukum Dalam

Proyek dan Sumber Daya Manusia), Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1996;

---, Perjanjian Pemborongan, Jakarta: Bina Aksara, 1987 Fuady, Munir, Hukum Kontrak ( Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),

Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2001

Syahrani, Riduan. Panduan Seluk Beluk dan Asas–asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 1989

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek)

Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan kedua atas Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ilmiah ini adalah untuk mengetahuai perhitungan harga pokok pesanan untuk produk spanduk sebanyak 20 unit, Dan perusahaan mengharapkan laba sebesar 30% apakah ada

5 ayat (3) huruf d yang mengatur pemanfaatan lahan kosong sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan di kantor Dinas Pertanian, Peternakan, perkebunan

pembelajaran kooperatif tipe GI dan STAD dengan metode eksperimen. Penelitian ini menggunakan Quasi eksperimental design. Alat pengumpul data berupa tes soal sebanyak 10 soal

Basalt tholeitik adalah tipe basalt yang lewat jenuh yang lewat jenuh (oversaturated) dengan silika, sedang basalt alkali.. (oversaturated) dengan silika, sedang basalt alkali

Hasil pelatihan dengan menggunakan parameter-parameter di atas dan sampel data masukan masing-masing sebanyak 110 untuk tahu murni yang dapat diidentifikasi oleh jaringan

Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih Single mode dapat membawa data dengan bandwidth yang lebih besar dibandingkan dengan multi mode fiber

direkomendasikan : Jika produk ini mengandung komponen dengan batas pemaparan, atmosfir tempat kerja pribadi atau pemantauan biologis mungkin akan diperlukan untuk

Untuk lebih meningkatkan kualitas tepung gembili, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan tepung gembili secara fermentasi dengan optimasi penambahan