• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERUBAHAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XI SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA MENGENAI GAYA KE ATAS PADA ZAT CAIR MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE EKSPERIMEN TERBIMBING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERUBAHAN PEMAHAMAN SISWA KELAS XI SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA MENGENAI GAYA KE ATAS PADA ZAT CAIR MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE EKSPERIMEN TERBIMBING"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

PERUBAHAN PEMAHAMAN

SISWA KELAS XI SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA MENGENAI GAYA KE ATAS PADA ZAT CAIR MELALUI

PEMBELAJARAN DENGAN METODE EKSPERIMEN TERBIMBING

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Fisika

Parnando Dongoran 021424003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk : Tuhan Y esus Kristus Bunda maria hati kudus Bapak dan mamak ter cinta

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 September 2008 Penulis

(6)

ABSTRAK

Parnando Dongoran , Perubahan Pemahaman Siswa Kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta Mengenai Gaya Ke Atas Pada Zat Cair Melalui Pembelajaran Dengan Metode Eksperimen Terbimbing.

Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (2008).

Tujuan penelitian adalah untuk untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran fisika dikelas jika menggunakan metode eksperimen terbimbing pada materi tentang gaya keatas pada zat cair

Penelitian ini dilaksanakan di SMAK SANG TIMUR YOGYAKARTA pada bulan Agustus 2008 – September 2008 dengan mengambil 4 orang siswa kelas XI sebagai sampel.

Desain penelitian dalam pengambilan data diawali dengan mengadakan pretest. Dari hasil pretest dipilih 4 orang sebagai sampel yang memiliki miskonsepsi paling banyak serta pemahaman yang kurang. Keempat siswa tersebut diwawancarai untuk mengetahui konsep awal siswa. Setelah diwawancarai, dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen terbimbing. Setelah pembelajaran, siswa diberi soal posttest kemudian diwawancarai lagi untuk mengetahui pengetahuan akhir siswa. Soal pretest dan posttest berupa pilihan ganda dengan alasan yang disertai dengan CRI.

(7)

ABSTRACT

Parnando Dongoran, Comprehension Changing of SMAK SANG TIMUR class XI Students About Bouyant Force Through a Study of Guided Experiment Method.

Physics Study Program, Mathematics and Scince of Education Departement, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta (2008)

The aim of this research is to discover the students achievement in learning physics in class while using guided experiment method in bouyant force by liquid material.

This research was done in SMAK Sang Timur Yogyakarta in August 2008 – September 2008 by involving 4 students 11th grade students as samples.

The research design in taking the data is preceded by a pretest. From the pretest result, 4 students are chosen as the samples that are having the higest misconception and less comprehension. Those students are being interviewed to discover the students basic concept after interview, a study using guided experiment method is done. After that, the students are given a posttest, and being interviewed for the second time to discover their final comprehension. The pretest and posttest are multiple choices consisting of reasons that include CRI.

(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria karena atas berkat – Nya penelitian yang berjudul ” Perubahan Pemahaman Siswa Kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta Mengenai Gaya Ke Atas Pada Zat Cair Melalui Pembelajaran Dengan Metode Eksperimen Terbimbing” dapat terselesaikan dengan baik.

Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di JPMIPA Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik atas kerjasama, bantuan, gagasan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Drs. T. Sarkim M.Ed.,Ph.D., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu untuk membimbing dengan penuh kesabaran. 2. Bapak Drs. Domi Savernius, M.Si selaku kaprodi.

3. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik. 4. Keluarga besar SMAK Sang Timur Yogyakarta, terimakasih untuk semua

bantuan dan kerjasamanya.

5. Dosen–dosen Pendidikan Fisika, terimakasih untuk ilmu yang telah diberikan kepada saya.

(10)

7. Bapak dan mamak yang sampai saat ini selalu bersabar, percaya, berdoa,saying, dan yang membiayai sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

8. Buat Piter dan Trio Yang selalu mendukung abang buat kuliah.

9. Adek Siska yang telah memberikan sayang serta mendukung, menyemangati, dan membantu abang lebih dari setengah kehidupan Abang di Yogyakarta.

10. Sahabat terbaik Arga, Eli, Dina, Mief, Alfonsa, Dono, Retno terima kasih atas semangat yang kalian berikan.

11. Anak – anak kost “Jaswadi Family” terima kasih karena kita menjadi saudara dalam berbagi.

12. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2002, yang telah bekerjasama dalam menempuh studi di Pendidikan Fisika .

13. Semua pihak yang belum dapat disebutkan.

Peneliti sangat menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun serta menyempurnakan tulisan ini. Supaya dapat berguna bagi perkembangan pendidikan dan pembelajaran di sekolah.

Yogyakarta, 25 September 2008

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

ABSTRAK ...vi

ABSTRACT ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...x

DAFTAR TABEL ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Dasar Teori...3

B.1. Hakekat Konstruktivisme ... 3

B.2. Konsep dan Konsepsi ... 4

B.3. Miskonsepsi ... 8

B.4. Teori Perubahan Konsep ...13

B.5. Hubungan Teori Perubahan Konsep dan teori Konstruktivisme ... 15

B.6. Pemahaman Konsep ...16

B.7. Metode Pembelajaran ...20

B.8. Metode Eksperimen Terbimbing ...22

B.9. Gaya ke Atas Pada Zat Cair ………25

C. Perumusan Masalah ………. 31

D. Tujuan Penelitian ………. 31

E. Manfaat Penelitian ………... 31

BAB II METODOLOGI PENELITIAN ……….. 32

(12)

B. Desain Penelitian ………..32

C. Subyek Penelitian ……….35

D. Waktu dan Tempat Penelitian ...35

E. Metode Pengumpulan Data ... 36

F. Instrumen Penelitian ... 37

1. Instrumen Pembelajaran ...37

2. Instrumen Pengambilan Data ... 38

G. Kualitas Instrumen ... 41

H. Metode Analisis data ………42

1. Data Pretest dan Posttest ( pemahaman awal dan akhir ) …… 42

2. Data Wawancara ……….. 43

BAB III DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN ………... 45

A. Diskripsi penelitian ……….. 45

B. Pretest ………...46

C. Pemahaman Awal Siswa Setelah Wawancara dan Pretest ………….. 55

D. Pembelajaran ……… 56

1. Kegiatan I ………. 56

2. Kegiatan II ………... 59

3. Kegiatan III ……….. 59

4. Kegiatan IV ……….. 61

5. Kegiatan V……… 62

6. Kegiatan VI ……….. 64

7. Kegiatan VII ……….66

E. Posttest ………. 67

F. Pemahaman Akhir Siswa Setelah Wawancara II dan Posttest ……….74

1. Pemahaman Gaya ke Atas……… 74

2. Pemahaman Terapung ...76

3. Pemahaman Melayang ...76

4. Pemahaman Tenggelam ... 77

(13)

BAB IV PENUTUP ... 80

A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kisi – Kisi Soal ... 38

Tabel 2.2 Keyakinan Jawaban Siswa Berdasarkan Skala CRI ... 39

Tabel 2.3 Kriteria Pengelompokan Siswa Berdasarkan CRI ... 40

Tabel 2.4 Klasifikasi Pemahaman Siswa Berdasarkan Skor ... 43

Tabel 3.1 Persentase Jumlah Skor dan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Prosentase Skor ... 48

Tabel 3.2 Persentase Konsep Benar, Kekurangan Pengetahuan dan Miskonsepsi Berdasarkan Jawaban Siswa dan CRI Dari Data Pretest ... 49

Tabel 3.3 Jumlah Persentase Jawaban Siswa Pada Saat Pretest Untuk Setiap Nomor Soal Berdasarkan CRI Pada ... 54

Tabel 3.4 Persentase Jumlah Skor dan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Prosentase Skor pada saat pretest dan posttest ... 67

Tabel 3.5 Persentase Konsep Benar, Kekurangan Pengetahuan dan Miskonsepsi Berdasarkan Jawaban Siswa dan CRI Dari Data ... 69

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Jawaban Kegiatan Siswa ... 84

Lampiran 2 Rancangan Pembelajaran ... 93

Lampiran 3 Soal pretest dan posttest ... 99

Lampiran 4 Wawancara I ... 109

Lampiran 5 Wawancara II ... 119

Lampiran 6 Hasil Pretest berdasarkan Urutan Konsep Tiap – Tiap Nomor Soal Berdasarkan Jawaban, Alasan, dan CRI ... 131

Lampiran 7 Hasil Posttest berdasarkan Urutan Konsep Tiap – Tiap Nomor Soal Berdasarkan Jawaban, Alasan, dan CRI ... 133

Lampiran 8 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Kampus ... 134

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada setiap proses pembelajaran fisika, siswa dituntut untuk dapat memahami semua konsep – konsep ilmiah karena hal ini merupakan bagian terpenting dalam proses pembelajaran fisika. Seorang anak dapat dikatakan berhasil dan paham dalam pembelajaran khususnya pembelajaran fisika apabila anak tersebut telah menangkap dan memahami suatu konsep fisika pada materi yang diajarkan. Oleh karena itu, seorang guru harus mampu melihat apakah konsep – konsep yang diberikan sudah didapat dan dipahami oleh siswa atau belum sama sekali. Hal ini dimungkinkan sebagai salah satu cara agar keberhasilan proses pembelajaran dapat dicapai dengan hasil yang maksimal.

(17)

Usaha-usaha untuk meningkatkan hasil pembelajaran di kelas telah banyak dilakukan, seperti pengkajian ulang kurikulum yang menghasilkan banyak kurikulum dalam pengajaran dan pembelajaran, pengadaan sarana dan prasarana sekolah seperti laboratorium dan buku-buku pelajaran, peningkatan mutu guru melalui penataran-penataran baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Walaupun demikian, hasil yang dicapai belum memuaskan.

Kartika Budi ( 2001:43) menjelaskan bahwa menurut hakikat fisika maupun menurut rumusan dalam rumusan dalam GBPP 1994, tujuan pembelajaran fisika memiliki tiga aspek, yaitu membangun pengetahuan, proses, dan sikap. Dari ketiga aspek tersebut mengandung makna bahwa proses pembelajaran harus memberi peluang kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan melakukan proses sains dan sikap sains. Pengetahuan yang berupa konsep – konsep atau hukum harus diperoleh atau dibangun melalui serangkaian proses sains tersebut. Selanjutanya kemampuan dalam melakukan proses dan sikap hanya dapat dibangun melalui pengalaman melakukan serangkaian proses yang berkesinambungan yang berarti siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu penyelenggara pembelajaran di kelas harus bisa mencari suatu metode pembelajaran yang dapat mengefektifkan siswa dikelas.

(18)

gaya ke atas pada zat cair bila pada proses pembelajaran diterapkan sebuah metode pembelajaran yaitu metode eksperimen terbimbing.

B. DASAR TEORI

B.1. Hakekat Konstruktivisme.

Konstruktivisme bukan merupakan satu teori yang baru dalam bidang pendidikan. Pengaruh konstruktivisme dalam era teknologi komunikasi ini semakin kuat. Teori ini bertitik tolak dari pandangan behaviorism yang mengkaji perubahan tingkah laku sehingga kepada kognitivism yang mengkaji tentang cara manusia belajar dan memperoleh pengetahuan yang menekankan perwakilan mental.

Menurut Von Glasersfeld (dalam Suparno, 1997:21) bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan siswa adalah konstruksi atau pembentukan dari diri siswa sendiri, ia menegaskan bahwa pengetahuan bukan suatu tiruan dari kenyataan.

(19)

lingkungan fisik, orang tua, teman sebaya dan masyarakat sekitarnya. Pengetahuan awal ini dapat mempermudah siswa dalam menerima pelajaran selanjutnya, tetapi dapat pula mempersulit siswa. Karena itu guru harus mengetahui terlebih dahulu pengetahuan awal siswa mengenai konsep pelajaran yang akan diajarkan. Guru hendaknya menciptakan kegiatan dalam pembelajaran yang dapat mengubah pengetahuan awal siswa yang belum sesuai dengan konsep pelajaran yang sedang dipelajari atau menyempurnakan konsep awal yang kurang lengkap. Oleh karena itu, diperlukan suatu pendekatan mengajar yang memenuhi syarat tersebut.

Pembelajaran yang konstruktivitis tersebut adalah pembelajaran dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui serangkaian interaksi dengan guru, teman, dan lingkungannya. Prinsip – prinsip kontruktivisme dalam pembelajaran antara lain adalah :

1. Pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif.

2. Tekanan dalam proses pembelajaran terletak pada siswa 3. Mengajar adalah membantu siswa mengajar.

4. Tekanan pada proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil. 5. Kurikulum menekankan partisipasi siswa.

6. Guru adalah fasilitator.

B.2. Konsep dan Konsepsi.

(20)

kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut yang sama (http://www.homepagez.com/jombang/skripsi.htm, September 2007). Van den Berg (1991:8 ) menyatakan konsep didefenisikan sebagai abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antar manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Tafsiran atau pengertian seseorang terhadap suatu konsep disebut dengan konsepsi

Setiap konsep tidak berdiri sendiri, melainkan setiap konsep berhubungan dengan konsep lain, misalnya getaran berhubungan dengan perioda, frekuensi, dan sebagainya. Semua konsep tersebut bersama-sama membentuk semacam jaringan pengetahuan dalam kepala manusia. Semakin lengkap jaringan konsep getaran tersebut dalam struktur kognitif seseorang semakin besar kemungkinannya dapat menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan getaran.

Vygotsky mengatakan seperti yang dikutip oleh Suparno ( 2005:94) bahwa konsep sendiri terdiri atas 2 jenis konsep, yaitu:

1. Konsep spontan

Konsep spontan adalah konsep yang dipunyai siswa karena pergaulannya setiap hari pada situasi tertentu tanpa struktural sistematik

2. Konsep saintifik.

Konsep saintifik adalah konsep yang didapat dibangku sekolah yang diterimna secara sistematik struktural.

(21)

akan membatu konsep spontan sesoran untuk dirubah menjadi lebih maju dan lebih lengkap.

Setiap anak yang datang ke kelas untuk mempelajari IPA dapat mempunyai konsepsi awal atau penafsiran terhadap fenomena-fenomena yang sedang dipelajari. Konsepsi atau penafsiran tersebut merupakan hasil dari pengalamannya sehari-hari pada berbagai aspek kehidupannya misalnya melalui pembicaraan dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya, dan melalui media (seperti surat kabar, TV radio dan sebagainya).

Menurut Driver (http://www.homepagez.com/jombang/skripsi.htm,

September 2007) bila dua orang siswa mengamati benda yang bergetar, kemudian mereka ditanya apa yang dimaksud dengan getaran, maka komentar mereka kemungkinan besar berbeda. Hal ini terjadi karena perbedaan konsepsi awal yang digunakan oleh masing – masing anak dalam menanggapi objek yang sedang mereka amati. Dalam kenyataannya konsepsi awal siswa ini sulit untuk di rubah dan dapat menghambat pemahaman belajar. Karena itu perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh dalam pembelajaran agar anak dapat mengembangkan konsepsinya ke arah konsepsi yang ilmiah.

Agar konsepsi anak dapat berubah dan berkembang dalam pikirannya menuju konsepsi yang ilmiah, maka ada empat kondisi yang harus terpenuhi, khususnya dalam pembelajaran yakni sebagai berikut:

(22)

2. Pemahaman minimal (minimal understanding or intelligible) yaitu kondisi yang mengarahkan pemahaman minimal siswa terhadap konsep yang sedang dipelajari.

3. Kemasukakalan awal (initial plausibility), kondisi yang memungkinkan konsep yang sedang dipelajari dapat diterima oleh akal siswa.

4. Kebermaknaan, yaitu kondisi yang dapat menimbulkan rasa kebermaknaan dalam diri siswa terhadap konsep yang sedang dipelajari.

Driver mengemukakan bahwa strategi untuk menciptakan kondisi-kondisi tersebut yaitu (http://www.homepagez.com/jombang/skripsi.htm, September 2007)

1. Mengungkap gagasan siswa dengan cara diskusi dalam kelompok kecil atau seluruh kelas, meminta siswa menggambarkan, menulis idenya tentang situasi atau fenomena yang diamatinya.

2. Mengamati suatu kejadian aneh yang dapat menimbulkan konflik konseptual dalam pemikiran siswa sehingga mendorong mereka untuk mengubah konsepsinya.

3. Menggunakan pertanyaan menggali untuk menggali gagasan-gagasan siswa sehingga mereka dapat berfikir lebih logis dan ilmiah.

(23)

B.3. Miskonsepsi.

Dalam banyak pegalaman pembelajaran di bidang fisika seringkali ditemukan adanya miskonsepsi. Miskonsepsi ini biasanya terkandung dalam konsep spontan seseorang. Hal ini tidak dapat dihindarkan dan dapat dimengerti karena konsep tersebut didapat secara spontan dari pengalaman sebelum mendapatkan pelajaran formal dari sekolah.

Secara filosofis terjadinya miskonsepsi pada siswa dapat dijelaskan dengan filsafat konstruktivisme. Suparno menyatakan bahwa pengetahuan itu dibentuk oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan, tantangan, dan bahan yang dipelajari. Mereka mengonstruksi sendiri hal – hal yang berkaitan dengan konsepsinya sejak awal yang disebut sebagai pengetahuan awal siswa. Tetapi menurut para pakar, pengetahuan awal yang dimiliki siswa tersebut sering kali tidak sesuai dan ini akan menjadi suatu miskonsepsi ( Suparno, 2005 ).

Miskonsepsi menurut para ahli yang dikutip oleh Suparno( 2005 : 4) : 1. Flower ( 1987 ) mengatakan miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak

akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah,klasifikasi contoh yang salah, kekacauan konsep – konsep yang berbeda, dan hubungan hirarkis konsep – konsep yang tidak benar.

2. Novak ( 1984 ) mendefenisikan miskonsepsi sebagai inerpretasi konsep – konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima.

(24)

4. Brown ( 1989;1992) menjelaskan bahwa miskonsepsi sebagai suatu pandangan yang naif dan mendefenisikannya sebagai suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima pada saat sekarang. Menurut Berg ( 1991 ) bahwa tidak semua pemahaman siswa itu salah meskipun konsepsi siswa tersebut berbeda dengan konsepsi fisikawan. Jika konsepsi siswa sama dengan konsepsi fisikawan yang disederhanakan, maka kosepsi siswa tersebut tidak dapat dikatakan salah. Hanya konsepsi siswa yang bertentangan konsepsi para pakar fisika saja yang dikatakan miskonsepsi.

Menurut Jean Piaget yang dikutip oleh Masril & Nur Asma (2002) jika proses asimilasi dan proses akomodasi dalam individu terjadi tidak dalam kondisi keseimbangan mental dapat menimbulkan kesulitan dalam pembentukan konsep dan kemungkinan dapat menimbulkan miskonsepsi.

Sumber-sumber penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa ada empat kemungkinan. Adapun kemungkinan sumber miskonsepsi yaitu: (1) guru (dosen), (2) proses belajar mengajar, (3) siswa (mahasiswa), dan (4) buku pegangan.

1. Guru atau dosen.

(25)

banyak guru yang tidak memberikan kesempatan kepada siswanya untuk mengungkapkan gagasan dan pandangan mereka. Beberapa guru juga jarang berdiskusi dan bertanya kepada siswa untuk menyatakan pengertian fisika mereka dengan kata – kata mereka sendiri. Selain itu, guru juga sering menyederhanakan penjelasan kepada siswa.dengan maksud untuk mempermudah. Tanpa disadari oleh guru unsur yang penting pada pelajaran menjadi hilang. Akibatnya siswa salah menangkap inti bahan.

2. Proses belajar mengajar

(26)

3. Siswa atau mahasiswa.

Miskonsepsi yang paling banyak berasal dari diri siswa sendiri. Miskonsepsi yang berasal dari siswa antara lain : (a).konsepsi awal siswa.(b). pemikiran asosiatif (c) pemikiran humanistik (d) penalaran siswa yang tidak lengkap (e) kemampuan siswa (f) minat belajar siswa.

4. Buku pegangan.

Iona (1987) dan Renner (1990) mengatakan bahwa beberapa miskonsepsi dating dari buku teks. Anderson ( 1990 ) dalam Wandersee yang dikutip oleh Suparno (2005:45) menemukan bahawa diagram dan gambar dalam buku teks yang kurang tepat dapat menjadi salah satu sebab adanya miskonsepsi siswa. Cukup banyak siswa mempunyai miskonsepsi karena mereka tidak tahu bagaimana mereka membaca dan belajar dari buku fisika. Mereka membaca buku fisika tanpa memahami konsep – konsep yang ada.

Dari kemungkinan – kemungkinan itu menurut Clement (1987), jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pada pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsepsi awal (prakonsepsi) yang dibawa siswa ke kelas formal.

Menurut Katu ( 2000 ) seperti yang dikutip oleh Masril dan Nur Asma untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan dengan beberapa cara :

(27)

atau bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik, atau penjelasan dengan kata – kata.

2. Dengan memberikan tugas – tugas terstruktur misalnya tugas mandiri atau tuagas kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.

3. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem). 4. Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan siswa atau

mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal esai.

5. Dengan mengajukan pertanyaan – pertanyaan terbuka secara lisan kepada siswa atau mahasiswa.

6. Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan.

Miskonsepsi pada siswa hanya dapat diremidiasi dan berusaha agar kesalahan – kesalahan yang sama dapat dihindari atau dikurangi bila diketahui secara tepat miskonsepsinya. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan deteksi miskonsepsi. Menurut Kartika Budi (1992:127) salah konsepsi dapat di deteksi dengan cara:

1. Hakikat atau makna suatu konsep difahami dengan baik dan dinyatakan dengan jelas.

(28)

3. Berdasarkan kemungkinan salah konsepsi yang terjadi, disusun soal (dapat berbentuk uraian bebas, isian singkat, maupun pilihan ganda) yang memungkinkan kesalahan konsepsi dapat terdeteksi.

4. Setelah tes dilaksanakan (dapat secara lisan ataupun tertulis), hasil dianalisis

untuk mengetahui secara tepat kesalahan-kesalahan yang sungguh terjadi.

Penyebab dari resistennya sebuah miskonsepsi karena setiap orang membangun pengetahuan persis dengan pengalamannya. Sekali kita telah membangun pengetahuan, maka tidak mudah untuk memberi tahu bahwa hal tersebut salah dengan jalan hanya memberi tahu untuk mengubah miskonsepsi itu. Jadi cara untuk mengubah miskonsepsi adalah dengan jalan mengkonstruksi konsep baru yang lebih cocok untuk menjelaskan pengalaman kita

B.4. Teori Perubahan Konsep.

Dalam proses pembelajaran ada dua proses yaitu proses asimilasi dan proses akomodasi ( Posner dkk., 1982 ; dikutip oleh Suparno, 2005 : 87 ). Pada proses asimilasi siswa menggunakan konsep yang telah ada untuk menghadapi gejala baru dengan suatu perubahan kecil yang berupa penyesuaian. Sedangkan pada proses akomodasi, siswa harus mengganti atau mengubah konsep – konsep pokok mereka yang lama karena sudah tidak cocok lagi.

(29)

1. Harus ada ketidakpuasan terhadap konsep yang ada. Siswa mengubah konsep mereka jika mereka percaya konsep yang telah mereka punyai tidak dapat lagi digunakan dalam menghadapi situasi, pengalaman atau gejala baru

2. Konsep yang baru harus dapat dimengerti, rasional, dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru.

3. Konsep yang baru harus masuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori atau pengetahuan yang sudah ada sebelumnya.

4. Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan penelitian dan penemuan yang baru.

Posner juga menjelaskan bahwa sumber ketidakpuasan terhadap konsep yang telah ada disebut sebagai keadaan anomali. Hal ini dapat terjadi bila siswa tidak dapat mengasimilasikan sesuatu atau tidak dapat memahami sesuatu. Untuk mengembangkan teori perubahan konsep, para peneliti selalu menyajikan data anomali atau data yang diperoleh melalui eksperimen atau pengalaman yang memberikan data – data yang berlawanan dengan prediksi siswa atau pengertian siswa.

Carey (dalam Suparno, 2007 : 51) memberikan uraian tentang perubahan konsep ( restrukturisasi ), yaitu :

1. Restrukturisasi kuat ( mengubah konsep ).

(30)

menjadi konsep yang berlainan. Strategi yang membuat ketidakseimbangan dalam pikiran siswa akan mudah menyebabkan perubahan konsep. Resturukturisasi kuat juga sesuai dengan istilah akomodasi dari posner.

2. Restrukturisasi lemah ( tidak mengubah konsep ).

Dalam restrukturisasi lemah, konsep awal yang dimiliki siswa tidak dapat dirubah secara total tetapi hanya disesuaikan. Resturukturisasi lemah juga sesuai dengan istilah asimilasi dari posner.

B.5. Hubungan Teori Perubahan Konsep dan teori konstruktivisme.

Menurut Suparno (1997) pengetahuan siswa tidak diperoleh dalam sekali jadi, melainkan merupakan suatu proses perkembangan yang terus-menerus. Dalam perkembangan itu ada yang mengalami perubahan besar dengan mengubah konsep lama melalui akomodasi, ada pula yang hanya mengembangkan dan memperluas konsep yang sudah ada melalui asimilasi. Proses perubahan terjadi bila siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya.

(31)

Dalam konstruktivisme sangat ditekankan bahwa pengetahuan dibentuk oleh siswa yang sedang belajar dan juga untuk membantu kita melihat bagaimana siswa membentuk pengetahuan yang tidak tepat, sedangkan teori perubahan konsep menjelaskan bahwa siswa akan mengalami perubahan konsep yang terus – menerus serta dapat membantu kita mengapa siswa dapat slah memahami suatu konsep. Sehingga dapat kita simpulkan bahwa konstrukstivisme dan teori perubahan konsep memberikan pengertian bahwa setiap siswa dapat membentuk pengertian yang berbeda dengan pengertian para ilmuwan. Namun pengertian yang berbeda tersebut bukanlah akhir perkembangan, karena setiap saat siswa masih dapat mengubah pemahamannya sehingga lebih sesuai dengan pemahaman ilmuwan. “salah pengertian” dalam memahami sesuatu, menurut teori konstruktivisme dan teori perubahan konsep, bukanlah akhir segala-galanya, melainkan awal untuk perkembangan yang lebih baik (Suparno, 1997:51).

B.6. Pemahaman Konsep.

(32)

Pada tahun 1976, dengan diilhami pemikiran dari Stieg Melin-Olsen, Richard Skemp mengajukan gagasannya tentang tingkatan-tingkatan pemahaman (the levels of understanding) siswa pada pembelajaran matematika. Skemp (Skemp dalam Wahyudi, 1999) membedakan tingkatan pemahaman siswa terhadap matematika menjadi dua.

1. Tingkatan pemahaman pertama (instructional understanding). Pada tingkat instructional understanding atau pemahaman instruksional ini siswa baru berada pada tahap tahu atau hafal suatu rumus dan dapat menggunakannya untuk menyelesaikan suatu soal dalam matematika atau sains, tetapi siswa belum atau tidak tahu mengapa rumus tersebut dapat digunakan. Siswa pada tahapan ini juga belum atau tidak bisa menerapkan rumus tersebut pada keadaan baru yang berkaitan.

(33)

lebih maju. Rasionalitas siswa justru terletak pada bagaimana siswa mengubah konsep, prosedur, dan gagasannya untuk semakin maju (Suparno, 2005:85).

Seperti yang diungkapkan oleh Kartika Budi (1992) dalam artikelnya yang berjudul “Pemahaman Konsep Gaya dan Beberapa Salah Konsepsi yang Terjadi”, fisika pada hakekatnya merupakan akumulasi hasil keilmuan berupa konsep-konsep fisis, prinsip, hukum dan teori yang diperoleh melalui proses keilmuan, dan sikap keilmuan. Sehingga memfasilitasi siswa, yang dapat diartikan sebagai proses siswa membangun konsep, hukum, dan teori. Bila hal ini dilakukan, maka tujuan yang harus dicapai siswa dalam belajar fisika supaya dapat memahami konsep adalah dengan melakukan proses keilmuan dan memilih sikap keilmuan yang diperlukan dalam melakukan proses tersebut.

Selain itu Kartika Budi dalam artikelnya yang berjudul “Konsep: Pembentukkan dan Penanamannya“ mengatakan bahwa pemahaman konsep merupakan dasar dari pemahaman prinsip dan teori, artinya untuk dapat memahami prinsip dan teori harus dipahami terlebih dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan. Berdasarkan hal ini maka pemahaman konsep memegang peranan penting dalam kegiatan belajar mengajar dapat dimengerti dan diterima sejauh tidak mengabaikan aspek-aspek lain.

(34)

lebih sempurna. Selain itu, pemahaman konsep siswa yang setiap harinya berkembang dapat membantu siswa membenarkan konsep yang salah menjadi benar sesuai dengan para ahli fisika.

Menurut Kartika Budi (1992:114), untuk dapat memutuskan apakah siswa memahami kosep atau tidak, diperlukan kriteria atau indikator-indikator yang dapat menunjukkan pemahaman tersebut. Beberapa indikator yang menunjukkan pemahaman siswa akan suatu konsep, antara lain :

1. Dapat menyatakan pengertian konsep dalam bentuk definisi menggunakan kalimat sendiri.

2. Dapat menjelaskan makna dari konsep bersangkutan kepada orang lain 3. Dapat menganalisis hubungan antara konsep dalam suatu hukum

4. Dapat menerapkan konsep untuk (a) menganalisis dan menjelaskan gejala-gejala alam, (b) untuk memecahkan masalah fisika baik secara teoritis maupun secara praktis, (c) memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi pada suatu sistem bila kondisi tertentu dipenuhi.

5. Dapat mempelajari konsep lain yang berkaitan dengan lebih cepat

6. Dapat membedakan konsep yang satu dengan konsep lain yang saling berkaitan

(35)

B.7. Metode Pembelajaran.

Dalam situasi pembelajaran, guru harus benar-benar memperhatikan metode mengajar yang akan dipergunakan. Hal ini sering kali mengalami hambatan karena guru sudah terbiasa dengan metode yang lazim digunakan. Padahal kurikulum terbaik atau suatu silabus sempurna, tidak akan ada manfaatnya bila tidak dihidupi dan diimbangi oleh metode mengajar yang tepat. Mengajar bukan hanya asal menyampaikan bahan pelajaran pada siswa, melainkan justru terletak pada bagaimana suatu bahan pelajaran disajikan, jadi dalam hal ini metode mengajar mana yang digunakan itu menjadi suatu pertimbangan oleh guru dalam mengajar.

(36)

Di dalam menggunakan satu atau beberapa metode, harus diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut.

1. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat membangkitkan motif, minat, atau gairah belajar siswa.

2. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menjamin perkembangan kegiatan kepribadian siswa.

3. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat memberikan kesempatan bagi ekspresi yang kreatif dari kepribadian siswa.

4. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat merangsang keinginan siswa untuk belajar lebih lanjut, melakukan eksplorasi dan inovasi (pembaharuan).

5. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat mendidik siswa dalam berbagai teknik belajar sendiri dan cara memperoleh pengetahuan melalui usaha pribadi.

6. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat meniadakan penyajian yang bersifat verbalistis dan menggantinya dengan pengalaman atau situasi yang nyata dan bertujuan.

7. Metode mengajar yang dipergunakan harus dapat menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap-sikap utama yang diharapkan dalam kebiasaan cara bekerja yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

(37)

B.8. Metode eksperimen terbimbing.

Menurut Sujanti (1999), eksperimen adalah suatu kegiatan menggunakan alat – alat sains dengan tujuan untuk mengetahui sesuatu yang baru (setidak-tidaknya bagi orang itu sendiri, meskipun tidak baru lagi bagi orang lain) atau untuk mengetahui apa yang tejadi kalau diadakan suatu proses tertentu. Sedangkan menurut Rohandi (1998) eksperimen merupakan percobaan yang dilakukan untuk memperoleh data sehingga proses analisis dan kesimpulannya dapat berlangsung.

Ada dua bentuk metode eksperimen, yaitu: eksperimen bebas dan eksperimen terbimbing. Eksperimen bebas adalah suatu metode pembelajaran dimana seseorang bebas untuk melakukan atau mengembangkan hal-hal yang berhubungan dengan percobaan. Eksperimen bebas biasa dilakukan oleh para ilmuwan yang bertujuan untuk membuktikan pemikiran mereka. Bisa terjadi pada eksperimen bebas ini para ilmuwan tidak dapat membuktikan pemikiran mereka tetapi justru memperoleh pengetahuan baru, yang pada mulanya tidak mereka duga sama sekali. Eksperimen bebas ini tidak biasa dilakukan oleh para siswa dalam pembelajaran.

(38)

(Wenning, 2005:5 ) Metode eksperimen terbimbing menempatkan guru sebagai fasilitator. Metode ini lebih cocok untuk sains karena ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang eksperimental, artinya kebenaran teori IPA selalu diuji dengan percobaan (Euwe Van den Berg, 1991:1). Metode eksperimen terbimbing berfungsi sebagai suatu cara untuk memperoleh pengetahuan/keterampilan dengan mencoba, berbuat atau melakukan sesuatu, sehingga aktivitas siswa lebih banyak pada mempraktekkan sesuatu yang diamati.

Beberapa keunggulan pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing menurut antara lain:

(1)Siswa secara aktif terlibat mengumpulkan fakta, informasi, atau data yang diperlukannya melalui percobaan yang dilakukan.

(2)Siswa memperoleh kesempatan untuk mebuktikan kebenaran teoritis secara empiris melalui eksperimen, sehingga siswa terlatih membuktikan ilmu secara ilmiah.

(3)Siswa berkesempatan untuk melaksanakan prosedur metode ilmiah dalam rangka menguji kebenaran hipotesis.

Metode eksperimen terbimbing juga memiliki kelemahan, beberapa kelemahan pembelajaran dengan metode eksperimen ayaitu sebagai berikut: (1)Memerlukan peralatan, bahan dan/atau sarana eksperimen bagi setiap siswa

atau sekelompok siswa, hal ini perlu dipenuhi karena akan mengurangi kesempatan siswa bereksperimen jika tidak tersedia.

(39)

(3)Kurangnya pengalaman para siswa maupun guru dalam melaksanakan eksperimen akan menimbulkan kesulitan tersendiri dalam melakukan eksperimen.

(4)Kegagalan/kesalahan dalam eksperimen akan mengakibatkan perolehan hasil belajar (berupa informasi, fakta) yang salah atau menyimpang.

(40)

GAYA KE ATAS PADA ZAT CAIR (FLUIDA)

Pengertian Fluida

Materi atau benda yang dapat teramati memiliki sifat khas yang menjadi ciri sehingga dapat membedakan golongan atau jenis materi tersebut. Secara umum materi memiliki tiga keadaan atau fase, yaitu padat, cair, dan gas. Benda padat dapat mempertahankan bentuk dan ukuran yang selalu tetap, bahkan jika sebuah gaya yang besar diberikan pada sebuah benda padat, benda tersebut tidak dapat langsung berubah bentuk atau volumenya. Benda cair tidak mempertahankan bentuk yang tetap, melainkan mengambil bentuk sesuai dengan wadah yang ditempatinya. Benda cair tidak dapat langsung ditekan dan perubahan volume yang cukup significant terjadi jika diberikan gaya yang besar. Gas tidak memiliki bentuk dan volume yang tetap, gas akan menyebar memenuhi tempatnya. Karena zat cair dan gas tidak dapat mempertahankan bentuk yang tetap dan memiliki kemampuan untuk mengalir, dengan demikian keduanya sering disebut fluida.

Konsep Gaya dan Berat benda

(41)

Suatu benda memiliki massa, yaitu ukuran banyaknya zat yang terkandung dalam suatu benda, massa benda tidak berubah dimanapun benda berada. Berat benda adalah gaya tarik bumi yang bekerja pada benda tersebut, karena berat benda merupakan besarnya gaya gravitasi, maka satuan berat sama dengan satuan gaya yaitu Newton. Perbandingan antara berat dan massa selalu tetap yaitu 9,8 N/kg atau sama dengan besar percepatan gravitasi 9,8 m/s. Sehingga secara matematis dapat ditulis:

) / ( tan ) ( ) ( 2 s m grafitasi percepa g kg benda massa m N benda berat w g m w = = = × =

Defenisi Gaya Ke atas.

(42)

Hukum Archimedes

Jika suatu benda dicelupkan kedalam zat cair maka benda tersebut seakan – akan beratnya berkurang. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya ke atas yang diberikan oleh zat cair terhadap benda yang tercelup. Besarnya gaya ke atas sama dengan berat zat cair yang didesak atau dipindahkan oleh benda.

Pengaruh gaya keatas yang dilakukan zat cair pada benda diungkapkan pertama kali oleh Archimedes. Melalui eksperimennya, ilmuwan ini menyatakan hukumnya yang dikenal dengan Hukum Archimedes.

Bila sebuah benda dimasukkan sebagian atau seluruhnya ke dalam zat

cair, maka benda tersebut akan mengalami gaya keatas yang besarnya

sama dengan berat zat cair yang didesaknya atau dipindahkan.

Benda yang berada dalam zat cair mengalami dua gaya yang berlawanan, yaitu gaya keatas (Fa) dan gaya berat atau berat benda (w) kebawah.

tekanan hidrostatis = p = ρgh h1 h2

A F

p=

P1 = ρgh1 F2 – F1 = ρgA(h2 – h1) P2 = ρgh2 F = ρgV

(43)

Maka, w=ρ×v×g ) / ( tan ) ( ) / ( ) / ( 2 3 3 s m gravitasi Percepa g m benda Volume v m kg benda jenis massa N Newton benda berat w = = = = ρ

Karena W = Fa maka :

g v

g

vbenda zatcair zatcairterdesak

benda × × =ρ × ×

ρ

Bila sebuah benda dimasukkan kedalam air / cairan, maka kemungkinan yang terjadi pada benda tersebut adalah :

BENDA TENGGELAM.

Suatu benda dikatakan tenggelam jika berat benda lebih besar dari gaya keatasnya. Pada keadaan tenggelam benda berada di dasar tempat zat cair kerena benda terus bergerak kebawah. Jika volume benda V dan massa jenis benda ρ benda maka berat benda adalah

g V

g m benda

W = . = .ρ benda.

Ketika benda tenggelam, volume zat cair yang dipindahkan Vp sama dengan volume benda V sehingga gaya keatas yang diterima benda ( = berat zat cair yang dipindahkan oleh benda ) adalah :

g Vp

Fa = .ρzatcair. Karena Wbenda >Fa ( syarat tenggelam ) maka :

Wbenda > Fa g

(44)

ρbenda > ρzat cair

jadi, benda akan tenggelam jika massa jenis benda lebih besar daripada massa jenis zat cair. Contohnya : batu atau besi yang dimasukkan kedalam air.

BENDA MELAYANG.

Suatu benda dikatakan melayang jika berat benda sama dengan dengan gaya keatasnya. Pada keadaan melayang apabila suatu benda dimasukkan ke dalam zat cair, benda tersebut tidak berada di dasar bejana dan tidak ada bagian yang muncul di atas permukaan fluida . Ketika benda melayang, volume zat cair

yang dipindahkan Vpsama denganvolume benda V karena seluruhnya tercelup. Sehingga gaya keatas yang diterima benda (= berat zat cair yang dipindahkan ) adalah :

g Vp

Fa= .ρzatcair. Karena Wbenda = Fa ( syarat melayang ) maka :

Wbenda = Fa

g

Vbendabenda. =Vzatcairρzatcair.g

ρbenda = ρzat cair

(45)

BENDA TERAPUNG

Suatu benda dikatakan terapung jika berat benda sama dengan gaya keatasnya. Pada keadaan terapung apabila suatu benda dimasukkan kedalam fluida ada bagian benda yang muncul di atas permukaan fluida dan sebagian benda berada dibawah permukaan zat cair.

Ketika benda terapung, volume zat cair yang dipindahkan Vp sama dengan volume benda yang tercelup saja. Ini tidak sama dengan volume total benda V. gaya keatas yang diterima benda adalah :

g Vp

Fa= .ρzatcair. Karena W benda =Fa maka :

Wbenda = Fa

g

Vbendabenda. =Vzatcairρzatcair.g

ρbenda =

V Vp

ρzat cair sehingga ρbenda < ρzat cair

(46)

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masahnya, ada tiga masalah yang ingin diteliti oleh peneliti yaitu :

1. Bagaimana pemahaman siswa mengenai gaya ke atas pada zat cair sebelum pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing?

2. Bagaimana pemahaman siswa mengenai gaya ke atas pada zat cair pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing?

3. Apakah penerapan pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa?

D. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam pembelajaran fisika dikelas jika menggunakan metode eksperimen terbimbing pada materi tentang gaya keatas pada zat cair

2. Untuk mengetahui apakah pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing dapat mengefektifkan pembelajaran dikelas.

3. Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang gaya keatas pada zat cair sebelum dan sesudah pembelajaran menggunakan metode eksperimen terbimbing.

E. Manfaat Penelitian.

(47)

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian.

Penelitian yang akan dilakukan bersifat Deskritip kualitatif, eksploratif dan juga kuantitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus. Penelitian ini merupakan suatu penelitian terhadap suatu subyek, keadaan, atau kejadian khusus dimana bahan yang akan diteliti kecil ruang lingkupnya sehingga hasil penelitian ini hanya berlaku terbatas pada siswa yang diteliti saja. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan pada keadaan-keadaan diluar kasus yang diteliti.

B. Desain penelitian

Penelitian ini mencakup atas lima tahapan, yaitu pembuatan instrumen, pretest, wawancara, pembelajaran menggunakan metode eksperimen, posttest.

Pemilihan partisipan

Bagan I. Desain penelitian

Pembelajaran menggunakan metode eksperimen terbimbing Pembuatan instrumen

Mengerjakan soal pretest

Wawancara I

(48)

1. Penyusunan Instumen

Pada tahap ini peneliti menyusun instrumen-instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini. Instrumen ini ada dua jenis yaitu sebagai berikut.

a. Instrumen pembelajaran

Instrumen ini adalah instrumen yang digunakan peneliti dalam proses pembelajaran di kelas. Dalam penelitian ini instrumen tersebut adalah hand out, dan juga lembar kegiatan eksperimen yang akan dikerjakan oleh siswa dalam kelompoknya. Kelas yang digunakan pada pembelajaran ini adalah kelas eksperimen yang menggunakan metode eksperimen.

b. Instrumen pengumpulan data

Instrumen ini adalah instrumen yang digunakan peneliti untuk mengambil data-data yang diperlukan sesuai dengan tujuan penelitian yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini instrumen tersebut adalah soal – soal pretest dan posttest yang akan dikerjakan oleh siswa secara individual. Soal dibuat dalam bentuk esai sebanyak12 soal yang berbentuk uraian dan disertai juga dengan skala CRI yang mencakup 4 konsep pokok yang berhubungan dengan materi gaya keatas pada zat cair. Konsep tersebut, konsep gaya ke atas, tenggelam, terapung, dan melayang. Selain soal – soal uraian, peneliti juga akan membuat skema wawancara dengan siswa dengan tujuan untuk mendalami miskonsepsi yang terjadi pada siswa.

2. Pre-Test

(49)

keatas pada zat cair. Bentuk test berupa uraian tertulis yang disertai dengan skala CRI pada setiap item soal dan siswa diharuskan mengisi item CRI yang telah ada. Hasil test yang didapat pada pre – test ini akan diperiksa terlebih dahulu dan dilihat hasilnya apakah terjadi salah konsepsi dan bagaimana pemahaman awal siswa. Hasil test juga akan dipergunakan untuk memilih partisipan.

3. Wawancara

Berdasarkan dari hasil test tersebut, maka akan diadakan wawancara. Wawancara sangat membantu dalam upaya mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Dengan wawancara kita dapat mengenal secara mendalam letak miskonsepsi siswa dan penyebab terjadinya miskonsepsi. Selanjutnya secara perlahan - lahan peneliti dapat memberikan pertanyaan untuk menantang pemahaman siswa yang salah tadi dengan beberapa pertanyaan mengarahkan siswa untuk menyadari kesalahannya dan memperbaikinya sehingga konsepsi siswa menjadi benar.. Wawancara akan direkam dengan menggunakan tape

recorder . Apabila pada siswa terdapat miskonsepsi, maka wawancara akan tetap

dilakukan tetapi tidak secara khusus.

4. Proses pembelajaran

(50)

tujuan yang akan dicapai. Kemudian peneliti akan memberikan lembar serangkaian kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran. Peneliti akan membimbing partisipan dalam melakukan eksperimen sehingga siswa dapat memperoleh data dengan lancar dan terkontrol. Setelah melakukan eksperimen, peneliti akan menuntun partisipan dalam mengolah dan menganalisis data yang terdapat dalam lembar kegiatan siswa pada waktu melakukan eksperimen.

5. Post-Test

Setelah kegiatan eksperimen dilakukan, maka peneliti akan mengadakan post test.Tujuan dari post-test ini adalah untuk melihat pemahaman siswa pada konsep gaya keatas pada zat cair setelah pembelajaran dengan metode ekseprimen. Soal – soal yang diberikan bentuknya sama dengan soal –soal pre-test. Data post-test akan diperiksa dulu dan diberi skor untuk setiap siswa, dan dilihat konsep siswa, salah konsep yang terjadi bila masih ditemukan.

C. Subyek penelitian.

Subyek penelitian ini adalah siswa – siswa kelas XI SMAK Sang Timur Yogyakarta

D. Waktu dan tempat penelitian.

Waktu : Agustus - September

(51)

E. Metode pengumpulan data.

Data pemahaman awal siswa ( pre-test )

Data pemahaman awal siswa diperoleh melalui pre-test. Pre-test dilakukan sebelum pembelajaran dimulai. Tujuannya adalah untuk memperoleh informasi tentang pemahaman awal siswa tentang gaya keatas pada zat cair. Hasil pre-test dipakai untuk meyakinkan kepada peneliti bahwa siswa belum sungguh-sungguh mengerti tentang suatu konsep yang akan dipakai dalam pembelajaran, sehingga hasil dari proses pembelajaran yaitu konsep atau hukum merupakan proses pembentukan siswa sendiri.

Data wawancara

(52)

Data pemahaman akhir siswa ( post-test)

Data pemahaman akhir siswa diperoleh melalui post-test. Post-test dilakukan setelah pembelajaran menggunakan metode eksperimen dilakukan. Tujuan diadakannya post-test adalah untuk memperoleh hasil pemahaman siswa setelah pembelajaran dilakukan. Hasil post-test dipergunakan untuk melihat apakah ada perubahan pemahaman yang terjadi setelah pembelajaran dengan menggunakan metode eksperimen dilakukan. Hasil pre-test akan dibandingkan dengan post-test.

F. Instrumen Penelitian.

Instrumen-instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis yaitu sebagai berikut:

1. Instrument Pembelajaran

Instrumen ini adalah instrumen yang digunakan peneliti dalam proses pembelajaran di kelas baik untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Dalam penelitian ini instrumen tersebut adalah Hand out pembelajaran dan juga lembar kegiatan eksperimen.

1.1 Hand-Out Pembelajaran

(53)

1.2.Bahan diskusi / kegiatan eksperimen

Bahan diskusi berisi tenteng kegiatan yang akan dilakukan oleh siswa selama pembelajaran. Bahan diskusi berupa langkah – langkah dalam melakukan kegiatan eksperimen serta uraian – uraian soal yang akan dikerjakan oleh siswa bersama kelompoknya. Bahan diskusi dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan kegiatan yang akan dilakukan. Bahan diskusi dapat dilihat pada lampiran 2.

2. Instrument Pengambilan Data

2.1. Soal pre-test dan post-test

Insturumen yang dipakai dalam penelitian ini berupa soal – soal uraian yang dibuat oleh peneliti. Soal – soal berisi tentang konsep – konsep tentang gaya keatas pada zat cair. Soal pretest dan post-test akan diberikan sebelum dan setelah siswa menerima treatment. Pada setiap item soal akan diberkan skala CRI. Adapun kisi – kisi soal yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut.

no no soal Pemahaman yang diukur

1 1,9,12 tenggelam

2 2,8,11 melayang

3 3,7,10 terapung

4 4,5,6 gaya ke atas

(54)

2.2.CRI (Certainity of Response Index )

Untuk mengtahui tingkat keyakinan siswa dalam menjawab soal atau konsep maka pada setiap item soal disertai dengan skala CRI (Certainty or

response index). Siswa dimainta mengisi atau melingkari setiap skala yang

diberika pada soal – soal test pemahaman. Tujuan dari skala CRI ini adalah untuk melihat tingkat keyakinan jawababan siswa. Skala pengisian CRI ditentukan sebagain berikut:

Skala Keyakinan siswa 0 Jawaban sepenuhnya menerka

1

jawaban menerka dengan mempertimbangkan pengetahuan yang dimiliki

2

Jawaban menggunakan pikiran dan pengetahuan tetapi tidak yakin dengan kebenaran jawaban

Kekurangan pengetahuan

3

Jawaban menggunakan pikiran dan pengetahuan dan yakin dengan kebenaran jawaban

4

Jawaban menggunakan pikiran dan pengetahuan dan sangat yakin dengan kebenaran jawaban

5

Jawaban menggunakan pikiran dan pengetahuan dan sangat yakin sekali dengan kebenaran jawaban

Memiliki pengetahuan

(55)

Untuk mengetahui siswa yang memiliki pemahaman benar, siswa yang mengalami kurang pemahaman dan siswa yang mengalami miskonsepsi digunakan ketentuan sebagai berikut :

Skor siswa Skala CRI rendah (0~2) Skala CRI tinggi (3~5)

2 Kurang pengetahuan Konsep benar

1 Kurang pengetahuan Kurang Pengetahuan

0 Kurang pengetahuan Miskonsepsi

Table2. 3. kriteria pengelompokan siswa berdasarkan CRI

CRI digunakan untuk membedakan jawaban siswa yang menjawab karena menerka, siswa yang kurang pengetahuannya, siswa yang miskonsepsi, siswa yang benar-benar mengerti konsep. Jika derajat kapastiannya rendah (skala CRI 0 – 2) ini menunjukkan bahwa penentuan jawaban lebih signifikan dengan kira-kira baik jawaban itu benar atau salah, yang pasti disebabkan karena kekurangan

pengetahuan siswa. Jika CRInya tinggi (3 – 5) responden ini menunjukkan

(56)

memanfaatkan pengetahuan, konsep, atau hukum untuk menjawab suatu item soal.

2.3.Transkip rekaman Wawancara ( audio )

Intrumen ini meliputi hasil wawancara (audio) bertujuan untuk mengetahui proses perubahan pemahaman atau konsep siswa, prediksi-prediksi siswa, gagasan-gagasan siswa dan proses berpikir siswa yang diungkapkan melalui wawancara diagnosis selama mengalami proses pembelajaran. Dengan rekaman audio ini peneliti juga dapat melihat sejauh apa pemahaman yang di dapat siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan metode eksperimen terbimbing.

G. Kualitas Instrumen.

(57)

H. Metode analisis data.

1. Data Pretest dan Posttest ( pemahaman awal dan akhir )

Dari data pretest diharapkan dapat menunjukan pemahaman awal siswa. Dari skala CRI yang diisikan oleh siswa pada lembar jawaban akan digunakan untuk melihat apakah yang diisikan oleh siswa pada lembar jawaban akan digunakan untuk melihat apakah siswa mengalami miskonsepsi atau kurang pemahaman saja maupu pemahaman benar. Data pretest akan disajikan dalam bentuk tabel. Setelah pembelajaran selesai maka akan diadakan post test untuk melihat pemahaman siswa setelah pembelajaran dilakukan.

Setelah data hasil pretest dan posttest terkumpul , maka akan dilakukan analisis terhadap hasil jawaban siswa. Dari hasil test tersebut akan dilihat langkah – langkah siswa dalam menyelesaikan jawaban dan peneliti akan memberikan skor sesuai jawaban yang sebenarnya yang terdapat dalam pedoman jawaban yang telah dibuat peneliti pada saat membuat soal test. Data hasil pretest dan post test akan dibandingkan untuk melihat apakah ada perubahan pemahaman setelah pembelajaran . Pada setiap jawaban memiliki skor 2 jika jawaban dan penjelasan benar, skor 1 jika jawaban benar tapi kurang lengkap / alasan salah , dan skor 0 jika jawaban dan alasan salah. Dari soal yang telah dibuat skor maksimal dari soal adalah 24 dan skor minimalnya adala 0. Hasil pretest dan posttest akan diberikan dengan menetukan skor total yang diperoleh siswa sebagai berikut:

% 100

X maksimal

skor

siswa diperoleh yang

skor jumlah skor

(58)

Tingkat pemahaman siswa diklasifikasikan dengan prosentase sebagai berikut :

Tabel 2.4. Klasifikasi pemahaman siswa berdasarkan skor

Untuk melihat apakah ada peningkatan pemahaman siswa dapat dilihat pada penurunan persentase jawaban siswa yang tidak lengkap dan jawaban tidak tepat (miskonsepsi) pada Post-Test dibandingkan dengan pada Pre-Test..

2. Data wawancara.

Setelah diperolah data pretest sudah dikoreksi maka untuk melihat pemahaman siswa secara mendalam dan miskonsepsi siswa dilakukan wawancara. Data wawancara ini akan dicatat dan digabungkan dengan data pretest. Agar wawancara serta proses kegiatan berjalan dengan lancar dan terkendali maka peneliti menggunakan Lembar kegiatan eksperimen yang isinya berupa pertanyaan-pertanyaan dan langkah kegiatan. Wawancara juga bertujuan untuk mengungkap bagaimana proses berpikir siswa sampai terbangunnya konsep yang

Persentase skor Tingkat pemahaman

87 – 100 Sangat baik

74 – 86 Baik

56 – 73 Cukup

31 – 55 Kurang

(59)
(60)

BAB III

DATA, ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN.

A. Diskripsi penelitian.

Penelitian ini dimaksudkan unuk melihat perubahan pemahaman siswa tentang gaya ke atas pada zat cair.Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2008 – September 2008 di awali dengan obseravasi dikelas yang akan dilteliti dengan tujuan agar peneliti dapat meihat situasi dan keadaan kelas. Selain itu juga agar tercipta keakraban antara peneliti dan siswa sehingga penelitian dapat lancar. Peneliti melakukan uji coba soal pada sekolah yang berbeda namun tingkatan kelas yang di uji sama yaitu kelas XI IPA. Tujuannya adalah untuk melihat kualitas soal yang dijadikan instrumen pengambilan data dalam penelitian. Pada uji coba soal semua partisipan dapat menjawab pilihan jawaban yang telah ada namun dalam memberikan alasan masih banyak yang salah. Peneliti tetap memakai soal yang sama dalam pengambilan data. Setelah uji coba soal dilakukan, peneliti memberikan pretest pada sekolah yang akan diteliti untuk melihat pemahaman awal siswa. Data dari hasil pretest digunakan untuk mendesain kegiatan pembelajaran di kelas.

(61)

digabung sebagai bahan melihat konsep awal siswa dan sebagai acuan untuk desain pembelajaran

Peneliti melakukan treatment kepada 4 partisipan dengan menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen ini diharapkan dapat membantu siswa dalam megatasi miskonsepsi yang didapat dari pretest dan hasil wawanara.

Setelah melakukan melakukan eksperimen peneliti melakukan posttest dan wawancara dengan tujuan melihat pemahaman akhir siswa setelah kegiatan pembelajaran menggunakan metode eksperimen dilakukan. Adapun jadwal peneltian yang dilakukan :

⇒ Obseravasi : 8 Agustus 2008 ⇒ Uji coba soal : 12 Agustus 2008 ⇒ Pretest : 15 Agustus 2008 ⇒ Wawancara I : 22 Agustus 2008 ⇒ Kegiatan Pembelajaran : 10 - 11 September 2008 ⇒ Posttest : 12 September 2008 ⇒ Wawancara II : 13 September 2008

B. Pretest.

(62)

melihat pemahaman awal siswa dan juga untuk meilih partisipan yang akan dijadikan treatment. Adapun hasil pretest dapat dilihat pada tabel 3.1. Pengitungan skor diperoleh melalui hasil penghitungan menggunakan persamaan dibawah :

Dari analisis hasil pretest pada siswa kelas XI terhadap jawaban dan alasan yang diberikan oleh siswa pada saat test diperoleh skor rata – rata kelas adalah 25,48% dengan persentase skor tertinggi yang diperoleh adalah 29,16% dan yang terendah adalah 24%. Frekuensi skor tertinggi dimiliki oleh 5 siswa dan frekuensi skor terendahnya dimiliki oleh 2 siswa. Berdasarkan skor dari masing – masing siswa diperoleh tingkat pemahaman awal siswa seluruhnya sangat kurang. Skor yang diperoleh siswa dapat dilihat pada tabel 3.1

% 100

X maksimal

skor

siswa diperoleh yang

skor jumlah skor

(63)

Jumlah Skor

Kode

siswa

Jawaban

dan alasan

benar

Jawaban

benar

Total

skor

Persentse

skor

Tingkat Pemahaman siswa

berdasarkan Prosentase

Skor

1 0 5 5 20,83% Sangat kurang

2 0 7 7 29,16% Sangat kurang

3 0 5 5 20,83% Sangat kurang

4 0 7 7 29,16% Sangat kurang

5 0 6 6 24% Sangat kurang

6 0 5 5 20,83% Sangat kurang

7 1 5 7 29,16% Sangat kurang

8 1 4 6 24% Sangat kurang

9 0 7 7 29,16% Sangat kurang

10 1 5 7 29,16% Sangat kurang

(64)

CRI Dari Data Pretest

Jawaban siswa

Kekurangan pengetahuan

Konsep benar Jawaban dan

alasan benar Jawaban benar Jawaban salah Miskonsepsi

Kode siswa

Jumlah persentase jumlah persentase jumlah persentase jumlah persentase jumlah persentase

1 0 0% 0 0% 5 41,66% 5 41,66% 2 16,66%

2 0 0% 0 0% 7 58,33% 4 33,33% 1 8,33%

3 0 0% 0 0% 5 41,66% 7 58,33% 0 0%

4 0 0% 0 0% 7 58,33% 2 16,66% 3 25%

5 0 0% 0 0% 6 50% 0 0% 6 50%

6 0 0% 0 0% 5 41,66% 7 58,33% 0 0%

7 1 8,33% 0 0% 5 41,66% 0 0% 6 50%

8 1 8,33% 0 0% 4 33,33% 0 0% 7 58,33%

9 0 0% 0 0% 7 58,33% 1 8,33% 4 33,33%

10 0 0% 1 8,33% 5 41,66% 6 50% 0 0%

11 0 0% 0 0% 6 50% 6 50% 0 0%

Jumlah 16,66% 8,33% 516,62% 316,64% 241,65%

(65)

Pada lembaran soal tiap – tiap soal diberikan skala CRI untuk melihat

persentase konsep benar, kurang pengetahuan, dan miskonsepsi dari masing – masing

soal. Data hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 3.2. Untuk mengetahui persentase

dari konsep benar, kurang pengetahuan, dan miskonsepsi dari setiap siswa dan setiap

soal maka dilakukan perhitungan pada hasil pretest yang diberikan siswa. Dari

analisis perhitungan di ketahui bahwa rata – rata persentase dari miskonsepsi siswa

berdasarkan CRI pada kelas XI adalah 21,96%. Miskonsepsi tertinggi yang dimiliki

siswa adalah 58,33% dan yang terendah adalah 0%. Sedangkan rata – rata konsep

benar adalah 1,514% dengan persentase teringgi adalah 8,33% dimana frekuensinya

hanya 2 siswa dan terendah adalah 0%. Untuk kekurangan pengetahuan pada jawaban

benar dan alasan benar persentase rata – ratanya adalah 0,757% dengan persentase

tertinggi 8,33% dimana frekuensinya hanya 1 siswa dan yang terendah 0% di mana

frekuensinya 10 siswa. sedangkan untuk siswa yang mengalami kekurangan

pengetahuan namun dapat memberikan jawaban benar, persentase rata-ratanya adalah

46,96% dengan persentase tertinggi 58% dan terendah 33,33%. Pada siswa yang

mengalami kekurangan pengetahuan dan tidak dapat memberikan pilihan jawaban

yang benar, persentase rata-ratanya adalah 28,78% dengan persentase tertinggi

58,33% dan terendah 0%.

Dari data di atas ( tabel 3.2 ), dapat diketahui bahwa pengetahuan awal yang

dimiliki siswa kelas XI pada materi Gaya ke atas pada zat cair kurang. Dapat dilihat

bahwa persentase kekurangan pengetahuan di mana siswa menjawab salah adalah

(66)

dianggap tidak bisa atau salah dalam menjawab pertanyaan. Jika dijumlahkan maka

hasil yang didapat adalah 50,38 %. Jika dimasukkaan kedalam kualifikasi

pemahaman, maka diperoleh suatu hasil bahwa tingkat pemahaman awal siswa pada

materi gaya ke atas pada zat cair adalah kurang. Hal ini dapat dikuatkan lagi dimana

kekurangan pengetahuan siswa namun dapat menjawab dengan benar adalah 46,96%

sehingga tingginya persentasi kekuarangan pengetahuan namun dapat menjawab

benar ini lebih kecil dari persentasi kekurangan pengetahuan dengan jawaban salah

dan miskonsepsi. Dari persentase diatas dapat diketahui bahwa pengetahuan yang

dimiliki siswa hanya berusaha mengingat tanpa mengerti sehingga tidak dapat

memberikan jawaban benar dan alasan benar di mana persentase yang ada hanya

0,757% dan yang mempunyai konsep benar hanya 2 siswa saja dengan persentase

masing – masing 8,33% dari 12 soal yang diberikan.

Berdasarkan tabel 3.3 jumlah persentase jawaban siswa untuk setiap nomor

soal miskonsepsi banyak terjadi pada soal nomor 12 yamg mencapai 54,54%. Pada

soal nomor 12 berkaitan dengan pemahaman pada konsep benda tenggelam. Pada

soal nomor 12 siswa dihadapkan pada sebuah gambar dan diminta untuk menberikan

gaya – gaya pada benda saat benda tenggelam didalam zat cair. Siswa banyak yang

tidak dapat menjawab dan memberikan alasan pada persoalan tersebut. Miskonsepsi

terendah pada soal nomor 2 dan 3 dengan perentase 0%. Soal no 2 dan 3 masing –

masing berkaitan dengan konsep melayang dan terapung. Pada soal ini siswa diminta

menjawab bagaimana suatu benda di dalam zat cair dapat dikatakan terapung dan

(67)

jawaban benar tetapi tidak dapat memberikan alasannya. Siswa yang menjawab benar

dan tidak dapat memberikan alasannya pada soal nomor 2 dan 3 mencapai 90,90%

dari 11 siswa.

Persentase jawaban salah karena kekurangan pengetahuan yang paling banyak

terjadi pada soal nomor 11 yang mencapai 63,63% dan yang terendah terjadi ada soal

nomor 1 dan 3 sebesar 0%. Pada soal nomor 11 berkaitan dengan pemahaman pada

konsep melayang. Soal nomor 11 menjelaskan tentang bagaimana siswa

menggambarkan vektor gaya yang bekerja pada benda saat benda melayang. Soal no

1 dan 3 masing – masing berkaitan dengan konsep benda tenggelam dan benda

terapung. Pada soalan ini siswa diminta menjawab bagaimana suatu benda didalam

zat cair dapat dikatakan tenggelam dan terapung.

Persentase jawaban benar tetapi tidak dapat memberikan alasan karena

kekurangan pengetahuan yang paling banyak terjadi pada soal nomor 2,3,dan 9. Pada

soal nomor 2 dan 3 berkaitan dengan pertanyaan masing – masing bagaimana suatu

benda dapat dikatakan melayang dan terapung dalam zat cair. Siswa yang menjawab

benar pada soal nomor 2 dan 3 mencapai 90,90%. Pada soal nomor 9 berkaitan

dengan analisis dan pembuktian pada saat benda tenggelam. Siswa yang benar dalam

menjawab soal nomor mencapai 90,90 % dan yang terendah pada soal 10,11,dan 12

sebesar 0%. Pada soal ini berkaitan dengan bagaimana menggambarkan vekotor –

vektor gaya yang bekerja pada saat benda tenggelam, melayang dan terapung pada

(68)

Presentase jawaban benar dan alasan benar terdapat pada soal nomor 4 yang

hanya mencapai 9,09% dari 11 siswa yang mengikuti test. Pada soal nomor 4lebih

banyak terjadi miskonsepsi dan jawban salah.

Dari paparan analisis terhadap tabel 3.3 miskonsepsi banyak terjadi pada saat

siswa menggambarkan vektor gaya pada benda saat benda berada dalam zat cair.

Konsep tersebut terdapat pada soal no 10,11, dan 12 Ini menunjukkan indikasi bahwa

siswa hanya menghafal atau hanya menjawab berdasarkan kekurang pengetahuan.

Siswa rata – rata dapat menjawab keadaan benda pada saat didalam zat cair dan dapat

dilihat dari jumlah presentase siswa yang menjawab benar pada soal nomor 1,2, dan 3

tetapi tidak mengerti bagaimana arah vektor gaya - gaya yang ada pada benda. Pada

soal nomor 4,5, dan 6 siswa kebanyakan menjawab salah tentang gaya ke atas pada

zat cair. Pada soal 7,8, dan 9 siswa kebanyakan siswa dapat menjawab benar tetapi

tidak dapat membuktikan. Soal nomor 7,8,dan 9 berkaitan dengan syarat benda

terapung, tenggelam,dan melayang dalam zat cair dan dapat membuktikan. Jadi,

dapat diketahui bahwa siswa hanya bersifat menghafal rumus saja tanpa bisa

membuktikanya. Secara keseluruhan pemahaman awal siswa tentang gaya ke atas,

(69)

Tabel 3.3 Jumlah Persentase Jawaban Siswa Pada Saat Pretest Untuk Setiap Nomor Soal Berdasarkan CRI

Konsep benar Kekurangan pengetahuan Miskonsepsi

Jawaban dan

alasan benar Jawaban benar Jawaban salah

No

soal

Jumlah persentase Jumlah persentase Jumlah persentase Jumlah persentase Jumlah persentase

1 0 0% 0 0% 9 81,81% 0 0% 2 18,18%

2 0 0% 0 0% 10 90,90% 1 9,09% 0 0%

3 1 9,09% 0 0% 10 90,90% 0 0% 0 0%

4 0 0% 1 9,09% 1 9,09% 6 54,54% 3 27,27%

5 0 0% 0 0% 4 36,36% 3 27,27% 4 36,36%

6 1 9,09% 0 0% 6 54,54% 3 27,27% 1 9,09%

7 0 0% 0 0% 3 27,27% 6 54,54% 2 18,18%

8 0 0% 0 0% 9 81,81% 1 9,09% 1 9,09%

9 0 0% 0 0% 10 90,90% 0 0% 1 9,09%

10 0 0% 0 0% 0 0% 6 54,54% 5 45,45%

11 0 0% 0 0% 0 0% 7 63,63% 4 36,36%

(70)

C. Pemahaman awal siswa setetelah wawancara dan pretest.

Berdasarkan hasil jawaban pretest dan jawaban dari hasil wawancara, maka

didapatkan pemahaman awal siswa yang menunjukan adanya miskonsepsi:

1. Pemahaman siswa tentang gaya ke atas.

• Gaya ke atas adalah gaya tekan yang diberikan oleh benda benda kepada zat

cair. Anggapan siswa tersebut salah. Gaya ke atas tersebut adalah gaya yang

diberikan oleh

Gambar

Tabel 2. 1. kisi – kisi soal.
Tabel 2.2. keyakinan jawaban siswa berdasarkan skala CRI.
Tabel 2.4. Klasifikasi pemahaman siswa berdasarkan skor
Tabel 3.1. Persentase Jumlah Skor dan Tingkat Pemahaman Siswa Berdasarkan Prosentase Skor
+6

Referensi

Dokumen terkait

Iskak (1997) meneliti Pengaruh Besarnya Perusahaan, Jenis Perusahaan, Efektifitas Pengendalian Intern Perusahaan dan Lamanya Waktu Audit Serta Besarnya Kantor

[r]

Beberapa penelitian yang relevan, seperti Nurichah dkk (2012) menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan LKPD berbasis keterampilan proses dapat meningkatkan

Usulan anggaran diajukan melalui beberapa tingkatan yang berjenjang dalam organisasi. Ketika usulan tersebut mencapai puncak dari unit bisnis, analis mengumpulkan

Penelitian berjudul “Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Kompetensi dalam Mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM)” ini dapat digunakan oleh mahasiswa untuk memahami

Kesatuan sila-sila pancasila yang memiliki susunan hierarkis pyramidal ini maka sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,

Untuk mengaktifkan Menu Insert, coba anda klik Menu Insert pada tab menu atau tekan Alt+N , perhatikan ribbon menu yang

Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan