• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA YANG MENGINHIBISI α-glukosidase ANAH ROHIMAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ALKALOID DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA YANG MENGINHIBISI α-glukosidase ANAH ROHIMAH"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN

ALKALOID DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA

YANG MENGINHIBISI

α

-GLUKOSIDASE

ANAH ROHIMAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

ANAH ROHIMAH

. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari

Ekstrak Buah Mahkota Dewa yang Menginhibisi

α

-Glukosidase. Dibimbing oleh

LATIFAH K. DARUSMAN

dan

IRMA HERAWATI SUPARTO

.

Buah mahkota dewa merupakan tumbuhan obat yang digunakan di

masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit, salah satunya diabetes. Dalam

penelitian ini dilakukan ekstraksi alkaloid dari ekstrak buah mahkota dewa yang

dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan menghambat aktivitas katabolisme

polisakarida oleh

α

-glukosidase secara

in vitro

. Penelitian menggunakan dua

sumber bahan tanaman dari kebun Pusat Studi Biofarmaka di Cikabayan dan

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan, Fahutan IPB. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan akarbosa dengan konsentrasi

masing-masing 1% b/v dapat menghambat aktivitas

α

-glukosidase sebesar 40.95 dan

99.34%. Ekstrak pekat alkaloid difraksinasi menggunakan

flash chromatography

pump controller

C-610 dengan eluen etil asetat:kloroform (1:1), dari hasil

fraksinasi diperoleh 2 fraksi, yaitu eluat tabung a dan b berwarna kuning dan c-g

tidak berwarna. Berdasarkan uji kualitatif, eluat tabung a dan b mengandung

alkaloid yang memiliki % inhibisi berturut-turut 12.61 dan 5.41%. Hasil spektrum

inframerah tidak menunjukkan adanya gugus amina hanya terdapat gugus -OH,

CH

2

, -C

N, fenil, -C=C- alkena, dan C-H aldehida.

Eluat tabung f merupakan eluat teraktif yang dapat menghambat aktivitas

α

-glukosidase sebesar 39.26%. Berdasarkan uji kualitatif, eluat tabung yang tidak

berwarna tidak mengandung alkaloid. Hasil spektrofotometer ultraviolet pada

eluat teraktif menunjukkan adanya serapan inti benzena dan transisi yang

mungkin terjadi adalah dari

π

-

π

* atau n-

π

*. Hasil spektrum inframerah

menunjukkan adanya gugus –OH, CH

2

, -C

N, fenil, -C=C- alkena, C-C aril, dan

C-H aldehida. Uji kualitatif pada eluat tabung f mengandung karbohidrat. Eluat

tabung f diduga merupakan golongan yang sama dengan akarbosa, yaitu

oligosakarida.

(3)

ABSTRACT

ANAH ROHIMAH

. Isolation and Identification of Alkaloid Compound from

The Crown of God Fruit Extracts which Inhibiting

α

-Glucosidase. Under

supervision of

LATIFAH K. DARUSMAN

and

IRMA HERAWATI

SUPARTO

.

The fruit of Crown of God or with local name “mahkota dewa” is widely

used as herbal plant to treat various diseases, including diabetes. The objective of

this study is to extract alkaloids from the fruit of Crown of God with antidiabetic

activity by reducing blood glucose through inhibition of catabolism activity of

polysaccharide by

α

-glucosidase

in vitro

. Research applies two samples from

Study Center of Biofarmacy (Pusat Studi Biofarmaka) Cikabayan unit and

Departement of Foresty Source Conservation, Faculty of Foresty (FAHUTAN),

IPB. Result of research indicated that methanol extract and acarbose with

concentration 1% b/v can inhibit

α

-glucosidase activity of 40.95 and 99.34%,

respectively. Condensed extract of alkaloids was fractionated by flash

chromatography pump controller C-610 using eluent of ethyl acetate:chloroform

(1:1). The fractionation gave 2 fractions with different colors betwen tube a and b

eluates with tube c-g eluates. Based on qualitative test, tube a and b contained

alkaloids with % inhibition of 12.61 and 5.41%, respectively. Result of infrared

spectrum did not showed existence of amine group, however it contained

functional groups of –OH, CH

2

, -C

N, phenyl, -C=C- alkene, and C-H aldehyde.

Eluat of tube f showed the highest inhibition to

α

-glucosidase activity of

39.26%. Based on qualitative test, uncolored eluat did not contain alkaloids.

Analysis with ultraviolet spectrophotometer for tube f showed of benzene core

absorption and possible transition from

π

-

π

* or n-

π

*. Infrared spectrum showed

existence of –OH group, CH

2

, -C

N, phenyl, -C=C- alkene, -C-C- aryl, and –CH-

aldehyde. Qualitative test of eluat tube f contains carbohydrates. It is estimated

that similar group with acarbose i.e oligosaccharide.

(4)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN

ALKALOID DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA

YANG MENGINHIBISI

α

-GLUKOSIDASE

ANAH ROHIMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul

: Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari Ekstrak

Buah Mahkota Dewa yang Menginhibisi

α

-Glukosidase

Nama :

Anah

Rohimah

NIM

: G44204013

Disetujui

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS

NIP 130 536 681

Dr. dr. Irma H. Suparto, MS

NIP 131 606 776

Diketahui

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor,

Dr. drh. Hasim, DEA

NIP 131 578 806

(6)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang

dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juli 2008 di Laboratorium Kimia

Analitik, Pusat Studi Biofarmaka (PSB), LPPM IPB dan Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Kimia, Serpong. Tema yang

dipilih ialah diabetes, dengan judul Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan

Alkaloid dari Ekstrak Buah Mahkota Dewa yang Menginhibisi

α

-Glukosidase.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K.

Darusman, MS. dan Dr. dr. Irma H. Suparto, MS. selaku pembimbing penelitian

ini. Terima kasih kepada PSB yang telah memberikan kesempatan untuk terlibat

dalam penelitian antidiabetes dan membantu sebagian dana penelitian. Bapak, ibu,

A Eka tercinta, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.

Seluruh staf PSB, laboratorium Kimia Analitik, LIPI yang telah membantu

penyelesaian penelitian ini juga teman-teman seperjuangan kimia 41 yang selalu

menemani di kampus dan laboratorium. Terima kasih atas bantuan dan semangat

yang diberikan, semoga mendapat balasan pahala dari Allah SWT.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2008

Anah Rohimah

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 26 April 1986 dari pasangan H.

Edi Muhidin dan Hj. Apong. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara.

Tahun 2004 penulis lulus dari SMUN 1 Cimalaka dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Kimia

Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2005/2006; 2007/2008;

2008/2009, dan Kimia Analitik Layanan dan Kimia Analitik II pada tahun

2007/2008. Pada bulan Juli-Agustus 2007, penulis berkesempatan melaksanakan

kegiatan Praktik Lapangan di Laboratorium Servis Air dan Udara, Biotrop.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus ... 1

α

-Glukosidase ... 2

Mahkota Dewa ... 2

Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder ... 3

Alkaloid... 3

Fraksinasi ... 4

Spektrofotometer Ultraviolet ... 4

Spektrofotometer Inframerah ... 5

Kromatografi Cair-Spektrofotometer Massa... 5

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat... 5

Lingkup Kerja ... 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Kadar Air dan Abu ... 9

Ekstraksi... 9

Kandungan Fitokimia... 10

Pemilihan Eluen Terbaik... 11

Fraksinasi dengan

Flash Chromatography

... 11

Penentuan Jumlah Fraksi ... 11

Uji Daya Inhibisi Terhadap aktivitas

α

-Glukosidase dan Pencirian

Fraksi Ekstrak Pekat alkaloid... 12

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 15

Saran... 15

DAFTAR PUSTAKA ... 16

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil rujukan data dari spektrum IR berkaitan dengan senyawa alkaloid .... 5

2 Kadar abu berdasarkan bobot kering dan basah dari Cikabayan dan

Fahutan... 9

3 Perolehan rendemen ekstrak buah mahkota dewa ... 9

4 Hasil uji fitokimia buah mahkota dewa Cikabayan ... 10

5 Hasil uji fitokimia buah mahkota dewa Fahutan... 10

6 Persentase inhibisi dan senyawa aktif dari eluat ekstrak pekat alkaloid buah

mahkota dewa ... 13

7 Uji kualitatif metabolit primer tabung f hasil fraksinasi ekstrak pekat

alkaloid buah mahkota dewa... 14

8 Absorpsi inframerah gugus-gugus fungsi tabung a dan b hasil fraksinasi

ekstrak pekat alkaloid buah mahkota dewa... 15

9 Absorpsi inframerah gugus-gugus fungsi tabung f hasil fraksinasi ekstrak

pekat alkaloid buah mahkota dewa ... 15

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur molekul akarbosa ... 2

2 Hidrolisis PNG oleh

α

-glukosidase... 2

3 Buah mahkota dewa ... 3

4 Radas

flash chromatography

... 4

5 Daya inhibisi

α

-glukosidase dari fraksi-fraksi hasil fraksinasi ekstrak

alkaloid buah mahkota dewa... 13

6 Spektrum UV tabung f hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid buah

mahkota dewa ... 14

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Bagan alir penelitian ... 19

2 Bagan alir uji fitokimia ... 20

3 Bagan alir uji inhibisi

α

-glukosidase ... 21

4 Bagan alir isolasi alkaloid ... 22

5 Penentuan kadar air buah mahkota dewa Cikabayan dan Fahutan ... 23

6 Penentuan kadar abu buah mahkota dewa Cikabayan dan Fahutan ... 24

7 Perolehan rendemen ekstrak kasar ... 25

8 Absorban

p

-nitrofenol yang terukur pada panjang gelombang 400 nm

dan persentase inhibisi ekstrak kasar buah mahkota dewa dan

akarbosa

terhadap

aktivitas

α

-glukosidase... 26

9 Perolehan rendemen ekstrak pekat alkaloid... 27

10 Pemilihan eluen terbaik... 28

11 Pencirian Rf noda pada kondisi eluen pada T=27

o

C... 29

12 Absorban

p

-nitrofenol yang terukur pada panjang gelombang 400 nm

dan persentase inhibisi fraksi-fraksi alkaloid terhadap aktivitas

α

-glukosidase ... 33

13 Spektrum FTIR tabung a dan b serta f hasil fraksinasi dengan

flash

chromatography

... 36

14

Spektrum LCMS eluat tabung a dan b hasil fraksinasi dengan

flash

chromatography

... 37

15

Spektrum LCMS eluat tabung f hasil fraksinasi dengan

flash

chromatography

... 39

(11)

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) atau kencing manis merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. Menurut survei yang dilakukan

World Health Organization (WHO),

Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika serikat. Diperkirakan pada tahun 2025 dengan persentase 8.6% dari total penduduk meningkat menjadi 12.4 juta penderita (Depkes 2005). Temuan tersebut semakin membuktikan bahwa DM merupakan masalah kesehatan yang sangat serius, sehingga pemerintah berkewajiban menanggulangi peningkatan penderita diabetes.

Peningkatan jumlah penderita DM dapat dicegah dengan melakukan usaha pengobatan, salah satunya berupa pemberian insulin maupun obat hipoglikemia oral. Saat ini harga insulin dan obat hipoglikemia oral yang modern semakin mahal sehingga sulit dijangkau, sehingga masyarakat berpaling pada obat tradisional sebagai obat alternatif.

Salah satu tanaman yang secara empiris digunakan sebagai obat antidiabetes, yaitu mahkota dewa. Obat ini diharapkan dapat menghambat α-glukosidase yang menguraikan pati dalam usus halus sehingga menunda penyerapan karbohidrat.

Hasil penelitian Shalahuddin (2005) menunjukkan bahwa ekstrak air buah mahkota dewa menurunkan kadar glukosa darah tikus hingga 46.1% setelah perlakuan satu minggu pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotosin. Suparto I.H. et al. (2007)

melaporkan ekstrak air dengan dosis yang sama tidak menurunkan kadar glukosa darah tikus diabetes galur Sprague-Dawley yang diinduksi streptozotosin. Perbedaan di atas mungkin disebabkan perbedaan pada kandungan fitokimia ekstrak air seperti alkaloid. Alkaloid terdapat dalam jumlah tidak terlalu signifikan serta sangat dipengaruhi oleh unsur hara dan sumber bahan.

Temuan ini menjadi acuan untuk meneliti kembali mengenai senyawa metabolit sekunder, yaitu alkaloid yang terkandung pada ekstrak. Pemilihan isolasi alkaloid didukung oleh penelitian Hermawan (2002) yang melaporkan bahwa ekstrak CHCl3:MeOH anting-anting yang mengandung alkaloid dan triterpenoid mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diabetes galur Sprague-Dawley.

Mekanisme penurunan glukosa darah dapat dilakukan baik secara in vitro maupun in vivo. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah spektrofotometrik untuk α-glukosidase secara in vitro karena

kemudahan dan waktu pengujian yang relatif singkat.

Metode analisis yang akan digunakan untuk menganalisis senyawa metabolit sekunder tumbuhan adalah flash chromatography (FC) yang merupakan bentuk

cepat dari kromatografi kolom dan dikenal sebagai kromatografi tekanan medium. Fraksi yang diperoleh dari fraksinasi dengan menggunakan FC selanjutnya dilakukan pengujian persen inhibisi terhadap α -glukosidase. Fraksi yang positif mengandung alkaloid diidentifikasi dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet (UV), inframerah (IR), dan kromatografi cair-spektrofotometer massa (LC-MS). Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui daya hambat ekstrak buah mahkota dewa terhadap aktivitas α-glukosidase, mengetahui fraksi teraktif hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid dengan FC, dan pencirian senyawa yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase.

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) dan adanya gula dalam air seni (glukosuria). Seseorang dapat menderita penyakit DM karena berbagai faktor, antara lain keturunan, obesitas, pola makan yang tidak sehat, malnutrisi, kehamilan, dan lingkungan (Tjokroprawiro 1989).

DM terbagi menjadi dua, yaitu DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) dan DM tipe II (Insulin Independent Diabetes Mellitus). DM tipe I terjadi pada orang yang berusia di bawah 30 tahun dan yang kurus. Sebagian kasus terjadi sebelum atau sekitar masa pubertas. Penderita penyakit diabetes tipe ini tergantung pada insulin seumur hidupnya. Hal ini disebabkan karena sebagian besar sel beta pulau Langerhans pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan sehingga kadar insulin menjadi kurang atau tidak ada. Pada diabetes tipe II jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang sehingga masuknya glukosa ke dalam

(12)

sel terhambat. Penyebab diabetes tipe ini tidak begitu jelas dan banyak faktor yang berperan. Faktor tersebut antara lain obesitas, diet tinggi lemak, rendah karbohidrat, kurang gerak badan, dan faktor herediter (Ranakusuma et al. 1999).

Pengobatan penyakit DM salah satunya

dengan cara pemberian obat hipoglikemia oral, yaitu obat modern dan tradisional. Salah satu obat modern yang memiliki aktivitas hipoglikemia, yaitu akarbosa. Akarbosa adalah suatu oligosakarida yang diperoleh dari proses fermentasi mikroorganisme,

Actinoplanes utahensis, dengan nama kimia O-4,6-dideoxy-4-[[1S, 4R, 5S,

6S)-4,5,6- trihydroxy-3-(hydroxymethyl)-2-cyclohexen-1-yl]amino]-α-D-glucopyranosyl-1(1→4)-O

-α-D-glucopyranosyl-(1→4)-D-glukose. Akarbosa merupakan serbuk berwarna putih dengan berat molekul 645.6 g/mol, bersifat larut dalam air, dan memiliki pKa 5.1. Rumus empiriknya adalah C25H43NO18 (Bayer 2004). Struktur molekul akarbosa ditunjukkan pada Gambar 1.

α-glukosidase Gambar 1 Struktur molekul akarbosa

Prinsip dari penggunaan obat ini adalah menghambat kerja dari α-glukosidase, yaitu enzim yang berfungsi menghidrolisis oligosakarida, trisakarida, atau disakarida, menjadi glukosa dan monosakarida lainnya pada usus halus sehingga menunda penyerapan karbohidrat dan mencegah peningkatan glukosa darah setelah makan. Pengobatan tradisional biasanya dengan menggunakan tumbuhan obat. Tumbuhan obat ini diduga memiliki senyawa yang dapat menghambat aktivitas α-glukosidase. Senyawa yang dapat menghambat kerja enzim ini merupakan senyawa yang dapat digunakan untuk antidiabetes sehingga dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah.

α-Glukosidase

α-Glukosidase dengan nama kimia α -D-glikosida glukohidrolase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa

dalam usus halus manusia. α-Glukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal residu glukosa non pereduksi yang berikatan α-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan α -D-glukosa (Fogarty 1983). α-Glukosidase menghidrolisis ikatan α-glikosidik pada oligosakarida dan α-D-glikosida. Enzim tersebut merupakan katalis pada langkah akhir pemecahan karbohidrat (Sou et al. 2000).

Menurut Waspadji (1999) kerja α -glukosidase dapat dihambat dengan menggunakan obat tertentu yang disebut dengan α-glukosidase inhibitor-akarbosa. Obat ini akan bekerja secara kompetitif di dalam saluran cerna yang dapat menurunkan penyerapan glukosa. Inhibitor kompetitif terhadap aktivitas α-glukosidase dapat dilakukan dengan menggunakan tumbuhan obat. Inhibitor kompetitif ini (senyawa tertentu dalam tumbuhan tersebut) akan berkompetisi dengan substrat untuk mengikat bagian yang aktif dari enzim sehingga substrat (karbohidrat) tidak dapat lagi dipecah menjadi produk (glukosa). Dalam Widowati et al.

(1997), disebutkan bahwa terdapat 46 jenis tanaman yang digunakan sebagai obat antidiabetes, salah satu obat alternatif yang sudah mulai memasyarakat adalah buah mahkota dewa dan beberapa jenis tumbuhan yang memiliki khasiat antidiabetes mengandung triterpenoid, flavonoid, dan alkaloid.

Daya hambat terhadap aktivitas α -glukosidase dipelajari secara pseudo-substrat,

dengan mengetahui kemampuan sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida

(Gambar 2). Setelah mengalami hidrolisis substrat akan terhidrolisis menjadi α -D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna

kuning (Sugiwati 2005). O H NO O H2O O OH OH OH OH OH N O O O O OH OH OH OH

Gambar 2 Hidrolisis PNG oleh

αglukosidase Mahkota Dewa

Mahkota dewa memiliki nama botani

Phaleria macrocarpa atau Phaleria papuana.

Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan (Hutapea

(13)

digolongkan ke dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Bangsa Thymelaeales, Suku Thymelaeaceae, Marga Phaleria, dan Jenis

Phaleria macrocarpa. Buah mahkota dewa

ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Buah mahkota dewa.

Beberapa daerah mengenal tanaman mahkota dewa dengan sebutan yang berbeda, yaitu pohon dewa (Jakarta), derajat (Jawa), buah simalakama (Melayu dan Malaysia), mahkota ratu, trimahkota, makuto dewo, makuto ratu, makuto rojo (Jawa Tengah dan Yogyakarta) sedangkan sebutan mahkota dewa merupakan nama yang dikenal di daerah Jawa (Harmanto 2003).

Mahkota dewa merupakan tanaman perdu dengan ketinggian ±1-2.5 m, berdaun tunggal seperti daun jambu air tetapi langsing dan ujungnya runcing. Panjang daun mahkota dewa sekitar 7-10 dan lebar 3-5 cm. Bunga setiap kelompok kelipatan 2-4 dan berbentuk seperti terompet dengan warna putih. Buah mahkota dewa berbentuk bulat agak lonjong dengan ukuran mulai dari sebesar bola pingpong sampai bola tenis. Buah yang muda berwarna hijau setelah tua berwarna merah seperti darah segar. Tanaman mahkota dewa telah lama dikenal sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, yaitu lever, kanker, jantung, kencing manis, asam urat, reumatik, ginjal, dan tekanan darah tinggi (Harmanto 2003).

Produk mahkota dewa yang sudah banyak dipasarkan ke masyarakat, yaitu dalam bentuk irisan yang sudah dikeringkan. Secara tradisional buah mahkota dewa yang sudah dikeringkan dikonsumsi sebanyak 5 g untuk satu kali pengolahan. Air hasil ekstraksi buah mahkota dewa dianjurkan diminum dengan tanaman obat lain seperti temulawak, sambiloto, tapak dara, dan lain-lain supaya khasiatnya lebih terasa (Winarto 2003). Kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam daging buah mahkota dewa ialah flavonoid, alkaloid, terpenoid, steroid, saponin, dan tanin (Tiagarna 2004; Satria 2005). Senyawa aktif ini diperoleh terlebih dahulu dengan mengekstrak sampel dengan suatu pelarut polar maupun nonpolar.

Ekstraksi Senyawa Metabolit Sekunder dari Tumbuhan

Ekstraksi dilakukan untuk mengambil berbagai zat yang terkandung dalam suatu campuran. Ekstraksi merupakan proses yang secara selektif mengambil zat terlarut dengan bantuan pelarut. Metode pemisahan pada ekstraksi pelarut menggunakan prinsip kelarutan. Prinsip kelarutan adalah like dissolves like, yaitu pelarut polar akan

melarutkan senyawa polar dan pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa nonpolar. Faktor penting dalam ekstraksi adalah pemilihan pelarut. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, sifat pelarut, kemampuan untuk mengekstrak, tidak bersifat racun, dan kemudahan untuk diuapkan. Alkohol merupakan pelarut yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harborne 1987). Biasanya ekstraksi ini menggunakan metanol atau etanol.

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam analisis senyawa adalah maserasi, refluks, dan sokletasi. Semua metode ekstraksi bergantung pada tekstur bahan, kandungan air contoh, dan jenis senyawa yang diisolasi. Pada penelitian ini digunakan metode maserasi dengan 2 pelarut, yaitu metanol dan heksana. Pelarut metanol akan mengekstrak senyawa polar dan heksana akan mengekstrak senyawa nonpolar.

Metode maserasi digunakan untuk mengekstraksi contoh yang relatif mudah rusak oleh panas. Metode ini dilakukan dengan merendam contoh dalam suatu pelarut baik tunggal maupun campuran dengan waktu tertentu yang umumnya 1-2 hari perendaman tanpa diberikan pemanasan. Kelebihan metode ini di antaranya relatif sederhana, yaitu tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif mudah, murah, dapat menghindari kerusakan dan hilangnya senyawa-senyawa aktif yang bersifat volatil. Kelemahan metode ini membutuhkan waktu relatif lama dan penggunaan pelarut yang tidak efektif dan efisien (Meloan 1999). Ekstrak yang diperoleh dengan menggunakan metode maserasi selanjutnya diekstraksi senyawa golongan alkaloidnya.

Alkaloid

Alkaloid adalah suatu senyawa amina yang dihasilkan oleh tumbuhan. Alkaloid dapat ditemukan pada berbagai bagian tumbuhan seperti biji, daun, ranting, dan kulit

(14)

batang. Alkaloid umumnya ditemukan dalam kadar yang kecil dan harus dipisahkan dari campuran senyawa yang rumit yang berasal dari jaringan tumbuhan (Harborne 1987). Secara umum, alkaloid memiliki ciri-ciri sebagai berikut, yaitu 1) kerangka polisiklik dan jenis substituen tidak bervariasi; 2) atom nitrogen ditemukan sebagai gugus amina atau amida dan tidak ada sebagai gugus nitro atau diazo; 3) substituen oksigen ditemukan sebagai gugus fenol, metilendioksi atau metoksi; dan 4) substituen –NCH3 sering ditemukan. Alkaloid dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogennya, yaitu pirolizidin, piperidin, isokuinolin, kuinolin, dan indol.

Berkov S. et al. (2007) mengekstraksi

alkaloid dari tanaman Galanthus Elwesii

menggunakan etanol 95% dan proses pengasaman dilakukan dengan asam sulfat 2%. Selanjutnya proses pembasaan kembali dilakukan menggunakan amonia 25% dan dilanjutkan pelarutan dengan kloroform. Ekstrak kasar yang diperoleh difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan eluen metanol dan etil asetat.

Ashour M. A. et al. (2007) mengekstraksi

alkaloid dari bunga karang Hyrtious erectus

dengan menggunakan pelarut metanol. Bunga karang H.erectus asal Mesir mengandung 9

senyawa golongan alkaloid indol, yaitu deoksihirtiosin A, indol-3-karbaldehida, ester metil 5-hidroksi-1H-indol-3-asam karboksilat, 5α, 8α-epidioksi-kolesta-6-en-3β-ol, ester metil 5-hidroksi-1H-indol karbaldehida, deasetil-12-episkalarin, scalarolide, hirtiosin A, dan 16-hidroksiskalarolida.

Fraksinasi

Komponen dalam suatu ekstrak dapat dipisahkan menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia. Pemisahan ini dikenal dengan nama fraksinasi (Houghton et al. 1998). Metode fraksinasi digunakan antara

lain untuk mengambil kembali komponen yang dipisahkan tersebut. Cara yang sering dilakukan adalah fraksinasi menggunakan kromatografi lapis tipis dan kolom. Kedua cara ini serupa dalam hal fasa diamnya, yaitu berupa lapisan tipis dan fasa geraknya mengalir karena kerja kapiler (Gritter et al.

1991).

Flash chromatography (FC) merupakan

bentuk cepat dari kromatografi kolom dan dikenal sebagai kromatografi tekanan medium. Flash chromatography berbeda

dengan 2 teknik kromatografi konvensional yang biasa digunakan (kromatografi kolom dan KLT preparatif) dalam dua hal, yaitu pertama ukuran partikel silika gel yang digunakan lebih kecil (250-400 mesh). Kedua, FC didasarkan pada aliran terbatas dari pelarut akibat gel yang kecil. Gas bertekanan digunakan untuk mendorong pelarut melewati fasa diam. Radas FC ditunjukkan pada Gambar 4. Suatu teknik FC telah dikembangkan untuk separasi dari flavonoid utama glukosida yang ada pada sari buah jeruk. Metode ini adalah suatu teknik cepat dan menyediakan campuran dengan kemurnian tinggi yang dapat digunakan untuk studi aktivitas biologi. Naringin dan narirutin secara strukturalnya serupa glukosida dan kedua senyawa ini diisolasi dengan menggunakan teknik FC (Raman G. et al.

2004).

Gambar 4 Radas flash chromatography (http://www.buchi.com/Chromato-graphy_en_0702.pdf).

Prinsip dari instrumen FC sama dengan kromatografi kolom, yaitu perbedaan migrasi komponen pada fasa diam dan gerak. Perbedaannya hanya pada perangkat piranti lunak tambahan yang memudahkan prosesnya. Instrumen ini dapat diatur laju alirnya dan memiliki pangatur tekanan sehingga proses elusi yang dilakukan dapat lebih cepat. Selain itu, elusi dapat dihentikan sementara karena ada pengatur sistem pompa otomatis. Fraksi-fraksi yang diperoleh dari FC diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV, IR dan LC-MS.

Spektrofotometer Ultraviolet

Spektrofotometer ultraviolet digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa kimia karena banyak senyawa menunjukkan sifat khusus pada daerah UV. Spektrum adsorpsi senyawa-senyawa kimia dalam tumbuhan dapat ditentukan dengan larutan yang sangat encer (Suradikusumah 1989).

Spektrofotometer UV terdiri atas sumber cahaya, monokromator, dan detektor. Sumber

(15)

cahaya yang biasa digunakan adalah lampu deuterium yang menghasilkan radiasi elektromagnetik pada wilayah UV dan tungsten yang digunakan untuk wilayah panjang gelombang sinar tampak (Pavia et al.

1996). Adanya serapan maksimum pada panjang gelombang (panjang gelombang) 242 nm menunjukkan bahwa transisi yang mungkin terjadi adalah dari π-π* atau n-σ*. Transisi ini adalah senyawa dengan ikatan rangkap berkonjugasi dan dihasilkan oleh kromofor –C=C aromatik, C=O, NH, -NH2-, dan –NHR- (Pavia et al. 1996).

Spektrum UV pada prinsipnya dihasilkan dengan cara melewatkan radiasi melalui monokromator menembus sampel kemudian ditangkap oleh detektor dan akhirnya dicetak pada kertas rekorder (Nur 1989).

Spektrofotometer Inframerah

Spektrofotometer inframerah digunakan untuk menentukan gugus fungsional suatu senyawa. Teknik ini dapat digunakan untuk analisis material organik dan beberapa anorganik. Komponen utama alat ini adalah sumber radiasi, monokromator, tempat sampel, dan detektor. Sumber radiasi umumnya dihasilkan oleh pemijar Nernst dan Globar, monokromator terdiri atas celah masuk dan celah keluar, alat pendispersi berupa kisi difraksi atau prisma, dan beberapa cermin untuk memantulkan dan memfokuskan berkas sinar. Detektor yang umum digunakan, yaitu termokopel, bolometer, dan sel Golay (Sudjadi 1983).

Aplikasi spektrofotometer IR sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Penggunaan yang paling banyak adalah pada daerah pertengahan dengan kisaran bilangan gelombang 4000-6000 cm-1 atau dengan panjang gelombang 2.5-15 µm (Suradikusumah 1989). Daerah pada spektrum IR di atas 1200 cm-1 menunjukkan pita serapan atau puncak serapan yang disebabkan adanya getaran kimia atau gugus fungsi dalam molekul yang dicari. Daerah di bawah 1200 cm-1 menunjukkan pita dari getaran molekul yang dikenal dengan daerah sidik jari. Adapun ciri-ciri IR yang diharapkan yang berkaitan dengan senyawa alkaloid ditunjukkan pada Tabel 1.

Spektrum yang dihasilkan Fourier Transform Infrared (FTIR) pada prinsipnya

terbentuk dengan cara melewatkan radiasi IR pada contoh dan diproses menggunakan interferometer. Keadaan demikian secara

kontinu akan menghasilkan sinyal pada detektor yang disebut interferogram. Hasil interferogram diubah menjadi bentuk spektrum dengan bantuan komputer berdasarkan operasi matematik Fourier Transform (Tahid 1994).

Tabel 1 Hasil rujukan data dari spektrum IR yang berkaitan dengan senyawa alkaloid

Gugus fungsi Bilangan gelombang (cm-1) Jenis serapan -C-H 2800-3000 Uluran 1360-1385 Tekukan -N-H 3200-3400 Uluran 1620 Tekukan -CONH- 3430 Uluran C-N 800-1100 Tekukan C=O 1720-1745 Tekukan C-O 1140-1180 Tekukan Benzena o- disubstitusi 720-760 Tekukan -C-H 1420-1460 Uluran H-C-H 1340-1380 Tekukan Sumber: (Pavia et al. 1996)

Kromatografi Cair-Spektrofotometer Massa

LC-MS adalah suatu alat yang menggabungkan metode pemisahan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan kemampuan identifikasi dari spektrofotometer massa. Alat ini mampu memberikan pemisahan tingkat tinggi untuk mendeteksi massa secara sensitif dan selektif dalam karakterisasi campuran senyawa. Alat ini dapat digunakan untuk analisis senyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil terhadap suhu (Christian 2004).

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mahkota dewa yang berasal dari kebun percobaan Pusat Studi Biofarmaka (PSB) di Cikabayan (MD C) dan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan (KSH), Fahutan (MD F) Institut Pertanian Bogor, metanol, heksana, akuades, butanol, asam asetat, etanol, H2SO4, kloroform, NH4OH, dietil eter, pereaksi

(16)

Lieberman-Buchard, pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf, amil alkohol, HCl pekat, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, serbuk Mg, larutan FeCl3 1%, H2SO4 2 M, α-glukosidase (Sigma G 3651-250UN), p-nitrofenil α

-D-glukopiranosida (PNG) (Sigma N 1377-5G), Serum Bovine Albumin (SBA), tablet akarbosa (Bayer, Jakarta-Indonesia), HCl 2 N, sodium karbonat, bufer fosfat pH 7, KBr, pereaksi Molisch, pereaksi Benedict, pereaksi Barfoed, pereaksi Millon, pereaksi Hopkins-Cole, pereaksi Ninhidrin, fosfomolibdat, NaOH 10%, NaOH pekat, CuSO4 0.1%, Pb asetat 5%, dan HNO3 pekat.

Alat-alat yang digunakan adalah alat-alat ekstraksi, neraca analitik, penguap putar, pipa kapiler, alat-alat kaca, lempeng KLT analitik G60F254, radas flash chromatography (FC), dan

perangkat instrumen spektrofotometer UV, IR, dan LC-MS.

Lingkup Kerja

Secara garis besar metode penelitian ini dibagi dalam 2 tahap. Pertama mengekstraksi buah mahkota dewa dengan 2 pelarut yang berbeda kepolarannya dan menguji inhibisi α -glukosidase. Tahap kedua adalah analisis lebih lanjut untuk sumber sampel yang mempunyai alkaloid terbanyak menggunakan FC dan pencirian senyawa alkaloid dengan metode spektrofotometri UV, IR, dan LC-MS. Bagan alir penelitian terdapat pada Lampiran 1.

Preparasi Sampel

Serbuk buah mahkota dewa disiapkan dari buah mahkota dewa yang belum tua dan berwarna merah agak kehijau-hijauan. Buah tersebut dipanen dari kebun percobaan PSB di Cikabayan dan Departemen KSH, Fahutan IPB. Buah dicuci dan diiris selanjutnya dikeringkan pada suhu 50oC selama 30 jam. Buah digiling dengan mesin penghancur dengan ukuran 40 mesh hingga diperoleh simplisia buah mahkota dewa berbentuk serbuk.

Penetapan Kadar Air

Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105ºC selama 30 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g sampel buah mahkota dewa dimasukkan dalam cawan dan dipanaskan pada suhu 105ºC selama 6 jam sampai diperoleh bobot konstan, kemudian didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Kadar air (%) =

100

%

A

B

A

×

keterangan:

A adalah bobot sampel (g)

B adalah bobot bahan setelah dikeringkan (g) Penetapan Kadar Abu

Cawan porselin dikeringkan pada suhu 600ºC lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Sebanyak 3 g sampel buah mahkota dewa ditimbang dan dipanaskan dengan nyala bunsen sampai tidak berasap. Sampel tersebut dimasukkan ke dalam tanur sampai menjadi abu. Lalu didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

Penyiapan Ekstrak Kasar

Sebanyak 300 gram buah mahkota dewa yang telah dikeringkan dimaserasi dengan pelarut metanol dan heksana masing-masing sebanyak 1.5 L selama 1 hari pada suhu kamar di dalam maserator. Rendaman disaring menggunakan kertas saring halus dan filtratnya disimpan. Residu direndam kembali dalam pelarut yang sama selama 1 hari hingga diperoleh filtrat yang tidak berwarna. Filtrat yang diperoleh dijadikan satu kemudian dipekatkan dengan penguap putar sehingga diperoleh ekstrak kasar metanol dan heksana. Ekstrak yang telah dipekatkan selanjutnya dianalisis kandungan senyawa aktifnya dengan uji fitokimia dan aktivitas inhibisi α -glukosidase. Bagan alir perolehan ekstrak aktif dan fraksinasi buah mahkota dewa dapat dilihat pada Lampiran 1.

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Flavonoid. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa dari masing-masing sumber ditambahkan 100 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambahkan 0.5 gram serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Terpenoid dan Steroid. Uji ini menggunakan pereaksi Lieberman-Buchard. Pada pengujian ini, sebanyak 2 gram ekstrak mahkota dewa dari masing-masing sumber dimaserasi dengan 25 mL etanol panas selama 1 jam, disaring dan residu ditambahkan eter. Filtrat ditambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara

(17)

berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid.

Uji Alkaloid. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa dilarutkan dengan 5 mL kloroform dan beberapa tetes NH4OH dan disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan penambahan 10 tetes H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada pelat tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga.

Uji Saponin. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa ditambahkan ke dalam 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Sebanyak 10 mL filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik untuk kemudian dibiarkan 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.

Uji Tanin. Sebanyak 1 gram ekstrak mahkota dewa ditambahkan ke dalam 100 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat ditambahkan 10 mL FeCl3 1%. Uji positif ditandai munculnya warna hijau kehitaman. Bagan alir uji fitokimia dapat dilihat pada Lampiran 2.

Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sutedja 2003) Analisis inhibisi α-glukosidase digunakan untuk mempelajari aktivitas antidiabetes dari sampel. Pada analisis ini, α-glukosidase akan menghidrolisis substrat PNG menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna kuning.

Adanya sampel yang ditambahkan ke dalam campuran substrat diharapkan sampel tersebut akan menghambat kerja enzim sehingga akan mengurangi terbentuknya glukosa dan intensitas warna kuning yang terbentuk.

Sebanyak 3.0 mg α-glukosidase dilarutkan dalam 1 mL bufer fosfat 100 mM (pH 7.0) kemudian ditambahkan 200 mg SBA yang telah dilarutkan dalam bufer fosfat 100 mM (pH 7.0). Sebelum digunakan sebanyak 300 μL larutan enzim tersebut diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat (pH 7.0). Campuran reaksi terdiri atas 250 μL PNG 20 mM sebagai substrat, 490 µL larutan bufer fosfat (pH 7), dan 10 µL larutan sampel dalam dimetilsulfoksida (DMSO). Campuran reaksi diinkubasi selama 5 menit dan ditambahkan

250 µL larutan α-glukosidase kemudian diinkubasi selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 1000 µL Na2CO3 dan p-nitrofenol yang dihasilkan

dibaca absorbannya dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Sampel yang diuji dilarutkan dalam DMSO dengan konsentrasi 1% b/v. Tablet akarbosa (Glucobay) dilarutkan dalam bufer dan HCl 2 N (1:1) dengan konsentrasi 1% b/v sebagai kontrol positif. Endapan dikumpulkan dengan pemusingan dan supernatannya sebanyak 10 μL dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti pada sampel. Hasil reaksi tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Sampel dan kontrol positif dilakukan tiga kali ulangan (triplo). Data-data kontrol positif digunakan sebagai pembanding dengan sampel yang diuji. Bagan alir uji inhibisi α-glukosidase dapat dilihat pada Lampiran 3.

persentase inhibisi = −( 1− 0)×100

K S S K

K : absorban kontrol negatif

S1 : absorban sampel dengan penambahan enzim

S0 : absorban sampel tanpa penambahan enzim

Ekstraksi Alkaloid (Harborne 1987)

Ekstraksi jaringan kering dengan asam asetat 10% dalam etanol pH diatur 2-5, biarkan sekurang-kurangnya 4 jam. Pekatkan ekstrak sampai seperempat volume asal dan endapkan alkaloid dengan meneteskan NH4OH pekat dan pH diatur 10-12. Endapan dikumpulkan dengan pemusingan dan dicuci dengan NH4OH 1%. Sisanya dilarutkan dengan beberapa tetes kloroform dan diuapkan hingga diperoleh ekstrak pekat alkaloid. Bagan alir ekstraksi alkaloid terdapat pada Lampiran 4.

Pencarian Eluen Terbaik

Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G60F254 dari Merck. Ekstrak pekat alkaloid ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering langsung dielusi dalam ruang elusi yang telah dijenuhkan oleh uap eluen pengembang. Eluen yang digunakan sebagai awal pemisahan adalah diklorometana dan metanol (Ashour et al. 2007), etanol,

kloroform, dan etil asetat. Eluen akan diperbaiki lebih lanjut apabila pemisahan

(18)

belum baik. Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm.

Fraksinasi dengan Flash Chromatography

Sebanyak 0.5 gram ekstrak pekat alkaloid yang berasal dari Cikabayan dilarutkan dalam metanol dan eluen terbaik kemudian dipisahkan komponen-komponennya dengan FC dengan elusi isokratik berdasarkan eluen terbaik dari hasil screening menggunakan pelat KLT analitik. Eluat ditampung setiap 5 mL dalam tabung reaksi yang telah diberi nomor kemudian diuji dengan KLT. Eluat yang memiliki Rf dan pola KLT yang sama digabungkan sebagai satu fraksi dan diuji aktivitas α-glukosidase sehingga diperoleh fraksi teraktif.

Identifikasi Senyawa

Identifikasi senyawa menggunakan spektrofotometer UV. Spektrum serapan diukur dalam larutan blanko yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut serta digunakan spektrofotometer yang dapat merekam secara otomatis. Pelarut yang digunakan dalam pengukuran adalah pelarut sampel. Senyawa dalam sampel diukur pada panjang gelombang 200-400 nm.

Sebanyak ±0.8000 mg sampel dihaluskan bersamaan dengan 0.2004 gram KBr dalam mortal agate. Setelah dihaluskan dan bercampur, serbuk ini dimasukkan ke dalam alat pencetak pelat KBr dan ditekan sehingga diperoleh serbuk lempeng yang transparan. Lempeng yang diperoleh dimasukkan ke dalam spektrofotometer IR. Spektrum yang muncul biasanya digambarkan dalam bentuk kurva transmitan dan bilangan gelombang.

Sebanyak 1 µL sampel yang telah dilarutkan dalam asetonitril disuntikkan ke dalam LC-MS. Spektrum yang muncul biasanya digambarkan dalam bentuk kurva persentase intensitas dan massa/muatan (m/e). Uji Metabolit Primer

Uji Molisch. Sebanyak 5 mL sampel ditambahkan dua tetes pereaksi Molisch kemudian dikocok. Larutan ditambahkan H2SO4 pekat melalui dinding tabung dan tidak dikocok sehingga terbentuk dua lapisan. Terbentuknya warna ungu antara kedua lapisan tersebut menunjukkan adanya karbohidrat.

Uji Benedict. Sebanyak 5 mL pereaksi Benedict ditambahkan 8 tetes sampel kemudian dikocok. Campuran dididihkan selama 5 menit dan didinginkan. Adanya endapan merah bata menunjukkan karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas.

Uji Barfoed. Sebanyak 1 mL pereaksi Barfoed dan sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam air mendidih selama 3 menit kemudian didinginkan dan ditambahkan larutan fosfomolibdat. Terbentuknya warna biru pada larutan menunjukkan adanya monosakarida.

Uji Millon. Sebanyak 3 mL sampel ditambahkan 5 tetes pereaksi Millon kemudian dipanaskan dan didinginkan. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya tirosin dalam molekul protein.

Uji Hopkins-Cole. Sebanyak 2 mL sampel dan 2 mL pereaksi Hopkins-Cole sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 3 mL H2SO4 melalui dinding tabung sedikit demi sedikit. Terbentuknya cincin berwarna ungu menunjukkan adanya triptofan.

Uji Ninhidrin. Sebanyak 3 mL sampel dan 0.5 mL larutan Ninhidrin 0.1% dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit kemudian didinginkan. Terbentuknya warna kuning pada larutan menunjukkan adanya asam amino dan khusus untuk prolin dan hidroksiprolin.

Uji Xanthoproteat. Sebanyak 2 mL sampel ditambahkan 1 mL HNO3 pekat. Campuran dipanaskan. Amati timbulnya warna kuning tua. Larutan didinginkan dan ditambahkan tetes demi tetes NaOH pekat sampai menjadi basa. Terbentuknya warna orange menunjukkan adanya asam-asam amino yang mengandung inti benzena.

Uji Biuret. Sebanyak 3 mL sampel ditambahkan NaOH 10% dan dikocok kemudian ditambahkan 1 tetes larutan CuSO4 0.1%. Terbentuknya warna ungu menunjukkan adanya protein.

Uji Salkowski. Dalam tabung reaksi yang bersih dan kering beberapa miligram sampel dilarutkan dalam 3 mL kloroform anhidrat kemudian ditambahkan H2SO4 pekat dengan volume yang sama. Tabung dikocok perlahan-lahan dan dibiarkan sampai lapisan terpisah. Terbentuknya warna biru menjadi merah dibagian kloroform dan warna kuning dibagian asam menunjukkan adanya kolesterol.

(19)

Uji Lieberman-Buchard. Larutan-larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkwski) ditambahkan 10 tetes asam asetat anhidrat dan 2 tetes H2SO4 pekat. Campuran dikocok dan dibiarkan beberapa menit. Terbentuknya warna biru menjadi merah dibagian kloroform dan warna kuning dibagian asam menunjukkan adanya kolesterol.

PEMBAHASAN

Penentuan Kadar Air dan Abu

Penentuan kadar air berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering. Selain itu juga untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993). Kadar air yang baik ialah kurang dari 10%. Pada kadar ini bahan dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama karena kemungkinan rusak terkena jamur pada saat penyimpanan sangat kecil (Winarno 1997). Pengeringan sampel dimaksudkan supaya dapat menghindari pengaruh mikroba, karena kandungan air dalam suatu bahan akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba. Jumlah air yang terkandung dalam buah tidak menentu karena banyak faktor yang mempengaruhi, di antaranya kelembaban udara, perlakuan terhadap bahan, waktu pengambilan bahan, dan besarnya penguapan.

Kadar air rerata yang diperoleh dari serbuk buah mahkota dewa yang berasal dari Cikabayan (MD C) dan Fahutan (MD F) diperoleh masing-masing sebesar 7.96 dan 8.30% (Lampiran 5a dan b). Nilai rerata yang diperoleh artinya bahwa dalam 100 gram bahan terdapat 7.96 dan 8.30 gram air. Hasil ini menunjukkan bahwa buah mahkota dewa kering dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama. Kadar air yang diperoleh hampir sama dengan penelitian Suparto (2007), yaitu 7.64%.

Tabel 2 Kadar abu berdasarkan bobot kering dan basah dari Cikabayan dan Fahutan Mahkota dewa Kadar abu berdasarkan bobot kering (%) Kadar abu berdasarkan bobot basah (%) Cikabayan 3.85 4.18 Fahutan 3.10 3.38

Penentuan kadar abu merupakan salah satu cara untuk menentukan adanya mineral dalam

suatu bahan. Kadar abu rerata dari serbuk buah MD berdasarkan bobot kering dan basah ditunjukkan pada Tabel 2 dan untuk perhitungan terdapat pada Lampiran 6a dan b.

Ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi sampel adalah maserasi. Adapun mekanisme metode maserasi, yaitu adanya proses difusi pelarut ke dalam dinding sel tumbuhan untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang ada dalam tumbuhan tersebut dan senyawa yang kurang tahan terhadap panas, biasanya digunakan untuk sampel yang belum diketahui sifat dan pencirian senyawanya.

Pelarut yang digunakan untuk maserasi adalah metanol dan heksana. Pelarut metanol digunakan karena hampir semua senyawa pada jaringan tumbuhan dapat terekstraksi oleh metanol dan untuk memecah dinding sel pada serbuk buah mahkota dewa. Heksana merupakan pengekstrak khusus untuk alkaloid yang umum (Harborne 1987).

Rendemen MD C dengan pelarut metanol diperoleh sebesar 21.62% dengan 8 kali ekstraksi. Filtrat metanol berupa cairan berwarna cokelat kehijauan. Setelah dipekatkan berubah warna menjadi cokelat tua dengan aroma khas permen. Rendemen MD C yang diperoleh adalah sebesar 1.83% dengan 5 kali ekstraksi menggunakan heksana sebagai pelarut dan filtrat heksana berwarna hijau kekuningan. Setelah dipekatkan berubah warna menjadi cokelat kehitaman dengan aroma yang menyengat. Rendemen MD C dengan pelarut metanol dan heksana ditunjukkan pada Tabel 3 dan untuk perhitungan terdapat pada Lampiran 7.

Tabel 3 Perolehan rendemen ekstrak buah mahkota dewa

Pelarut MD C (%) MD F (%) Metanol 21.62 27.57 Heksana 1.83 1.91

Keterangan: MD C: mahkota dewa yang berasal dari kebun percobaan PSB di Cikabayan; MD F: mahkota dewa yang berasal dari Departemen KSH, Fahutan.

Rendemen MD F dengan pelarut metanol diperoleh sebesar 27.57% dengan 7 kali ekstraksi. Filtrat metanol berupa cairan berwarna kuning kecokelatan. Setelah

(20)

dipekatkan berubah warna menjadi cokelat muda dengan aroma khas permen. Rendemen MD F yang diperoleh adalah sebesar 1.91% dengan 3 kali ekstraksi menggunakan heksana sebagai pelarut dan filtrat heksana berwarna kuning. Setelah dipekatkan berubah warna menjadi cokelat dengan aroma yang menyengat Rendemen MD F dengan pelarut metanol dan heksana ditunjukkan pada Tabel 3 dan untuk perhitungan terdapat pada Lampiran 7.

Kandungan Fitokimia

Simplisia MD C mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Tabel 4). Keberadaan senyawa-senyawa ini sesuai dengan beberapa laporan yang menyatakan bahwa daging buah mahkota dewa diduga mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, fenolik hidrokuinon, dan tanin (Kardono 2003; Satria 2005; Eridani 2006; Salim 2006). Ekstrak kasar buah MD C dengan pelarut metanol mengandung hasil metabolit sekunder yang sama dengan simplisianya. Tidak adanya senyawa triterpenoid dan steroid sesuai dengan hasil penelitian Lisdawati (2002) bahwa triterpenoid dan steroid tidak terdapat pada fraksi metanol tetapi terdapat pada fraksi heksana yang merupakan pelarut organik atau nonpolar.

Tabel 4 Hasil uji fitokimia buah mahkota dewa Cikabayan Ekstrak kasar Senyawa Simplisia Metanol Heksana Alkaloid: Dragendorf Wagner Meyer Flavonoid Saponin Tanin Triterpenoid Steroid Kuinon ++ +++ + +++ + ++++ - - - ++ +++ + +++ + ++++ - - - - - - - - - - + - Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): positif lemah;

(++): positif; (+++): positif kuat; (++++): positif sangat kuat.

Hasil uji fitokimia alkaloid MD F menunjukkan hasil yang negatif dengan pereaksi Meyer baik pada simplisia maupun ekstrak kasar serta mengandung flavonoid, tanin, dan saponin (Tabel 5). Ekstrak MD F dengan pelarut metanol tidak menunjukkan adanya alkaloid pada pereaksi Meyer begitu

juga ekstrak MD C dan MD F dengan pelarut heksana tidak mengandung alkaloid sehingga tidak dilakukan pengujian lebih lanjut.

Tabel 5 Hasil uji fitokimia buah mahkota dewa Fahutan

Ekstrak kasar Senyawa Simplisia Metanol Heksana Alkaloid: Dragendorf Wagner Meyer Flavonoid Saponin Tanin Triterpenoid Steroid Kuinon + ++ - +++ + ++++ - - - + ++ - +++ + ++++ - - - - - - - - - - + - Keterangan: (-): tidak terdeteksi; (+): positif lemah;

(++): positif; (+++): positif kuat; (++++): positif sangat kuat.

Hasil positif uji alkaloid ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga terhadap pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol merupakan dasar penentuan adanya senyawa flavonoid pada sampel. Uji positif untuk triterpenoid dan steroid ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid. Saponin dapat membentuk buih yang stabil selama 10 menit apabila larutan sampel dikocok. Perbedaan kandungan metabolit sekunder pada jenis tanaman yang sama sering kali terjadi karena adanya pengaruh lingkungan atau metode penentuan fitokimia yang berbeda.

Senyawa tanin umumnya terdapat pada tanaman berpembuluh dan memberikan rasa sepat sehingga dapat berpotensi sebagai

antifeedant, antioksidan, dan menghambat

pertumbuhan tumor. Senyawaan triterpenoid dapat memberikan rasa pahit dan saponin jika dikonsumsi berlebihan dapat bersifat toksik. Ketiga senyawa tersebut diperkirakan memberikan pencirian toksik pada buah MD sehingga bila dikonsumsi secara langsung dapat menimbulkan keracunan (Harborne 1987).

Uji kualitatif alkaloid pada ekstrak pekat alkaloid menunjukkan adanya alkaloid. Eluat tabung ke-1 tidak dilakukan uji kualitatif alkaloid karena tabung ke-1 hanya berisi eluen. Eluat tabung a dan b yang telah digabungkan menunjukkan positif alkaloid.

(21)

Penggabungan eluat ini berdasarkan warna eluat, yaitu kuning. Hal ini berbeda dengan hasil yang diperoleh dari eluat yang tidak berwarna (tabung ke-4 sampai 217), yaitu tidak mengandung alkaloid. Penggabungan eluat yang tidak berwarna dilakukan secara kelompok.

Pemilihan Eluen Terbaik

Pemilihan eluen terbaik menggunakan pelat KLT aluminium dengan ukuran 1x10 cm2. Jarak eluen sebesar 8 cm. Pelat KLT diaktifkan terlebih dahulu pada suhu 105ºC selama 30 menit. Rendemen ekstrak pekat alkaloid diperoleh sebesar 64.76% b/b (Lampiran 9). Ekstrak pekat alkaloid yang sudah dilarutkan menggunakan kloroform ditotolkan pada pelat KLT sebanyak 15 kali menggunakan eluen tunggal dan campuran. Eluen tunggal terdiri atas metanol, etanol, kloroform, diklorometana, dan etil asetat. Hasil pemilihan eluen terbaik yang bersifat polar diperoleh noda berekor sedangkan eluen semipolar diperoleh noda yang terpisah. Jadi eluen tunggal terbaik, yaitu kloroform. Eluen campuran terdiri atas kloroform:metanol (9:1, 7:3, 3:7, 8:2, 4:6, 1:1), etil asetat:kloroform (1:1, 7:3, 3:7), dan etil asetat:heksana (8:2, 2:8). Eluen campuran yang mengandung eluen polar diperoleh noda berekor sedangkan campuran eluen tunggal terbaik dengan etil asetat diperoleh noda yang terpisah. Hasil KLT pemilihan eluen terbaik terdapat pada Lampiran 10.

Sebelum elusi harus dilakukan penjenuhan ruang kromatografi dengan uap eluen. Hal ini bertujuan melancarkan gerak eluen dan komponen membentuk kesetimbangan antara cairan-uap sehingga komponen yang akan dipisahkan (noda) akan naik tanpa ada gangguan juga bertujuan memperkecil penguapan pelarut dan diharapkan noda yang akan dihasilkan bercak bundar dan baik. Pergerakan suatu senyawa dalam ekstrak akan bergantung pada kesamaan polaritasnya dengan polaritas eluen. Senyawa yang nonpolar akan semakin lama tertahan pergerakannya jika menggunakan pelarut yang polar begitu juga sebaliknya. Kromatogram yang dihasilkan dilihat dengan menggunakan lampu UV. Hasil kromatogram terbaik mengandung 8 noda yang bulat dan terpisah dengan eluen etil asetat:kloroform (1:1) dan elusi berlangsung selama 30 menit.

Fraksinasi dengan Flash Chromatography

Pada proses FC, kepolaran eluen dinaikkan secara drastis untuk mempermudah langkah selanjutnya pada proses kromatografi kolom (Still et al. 1978). Flash chromatography melibatkan fasa diam dan

fasa gerak. Fasa gerak yang digunakan adalah etil asetat:kloroform (1:1). Semakin menurunnya nilai polaritas sistem eluen, semua komponen akan terelusi lebih lambat. Sebaliknya, semakin meningkatnya nilai polaritas sistem eluen, semua komponen akan terelusi lebih cepat. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel yang bersifat polar. Laju alir yang digunakan adalah laju alir sedang, yaitu 2.5 mL/menit dengan suhu berkisar 27-28oC. Sampel yang akan disuntikkan dilarutkan terlebih dahulu menggunakan etil asetat:kloroform (1:1) dan metanol. Sebanyak 3 mL sampel disuntikkan agar proses elusi dapat berjalan secara lancar dan ekstrak pekat alkaloid tidak tersumbat pada pori silika gel. Elusi yang digunakan dalam fraksinasi ini adalah elusi isokratik. Elusi ini digunakan karena untuk menghemat pelarut dan efisiensi waktu. Diameter dan panjang kolom flash yang digunakan adalah

12x150 mm dengan material kolom silika 60 (40-63 µm).

Tekanan udara yang dihasilkan oleh sistem pompa meningkatkan laju eluen dalam proses elusi sampel. Mekanisme partisi solut antara eluen dan fasa diam menjadi lebih cepat sehingga waktu pemisahan lebih cepat. Eluat dari FC dipisahkan berdasarkan volume

retensi senilai 5 mL (Buchi 2007). Proses elusi dihentikan ketika warna sampel yang disuntikkan dalam kolom FC sudah berwarna

kuning pudar sehingga diharapkan sampel yang mengandung alkaloid terelusi seluruhnya. Hasil fraksinasi yang diperoleh adalah 217 tabung reaksi. Hanya eluat tabung a dan b yang berwarna kuning.

Penentuan Jumlah Fraksi

Penentuan jumlah fraksi menggunakan silika gel G60F254. Silika ini tercetak dalam bentuk lempengan dengan tebal 2 mm. Silika gel yang akan digunakan terlebih dahulu diaktifkan dalam oven selama 30 menit. Hal ini bertujuan menghilangkan air yang terikat secara fisika pada permukaan silika gel tersebut. Apabila terdapat lapisan air pada permukaan silika gel, maka pemisahan komponen yang terjadi adalah partisi antara lapisan air pada permukaan silika gel dengan

(22)

fasa gerak. Padahal yang diinginkan adalah pemisahan adsorpsi antara gugus silika gel dan fasa gerak. Pengaktifan silika gel dilakukan pada suhu 105ºC. Jika suhu pengaktifan jauh di atas 110ºC mungkin terjadi dehidrasi yang tak bolak-balik pada penjerap sehingga menyebabkan pemisahan kurang efektif.

Penotolan eluat-eluat pada pelat KLT menggunakan tabung kapiler buatan. Bercak penotolan harus diusahakan sekecil mungkin dan harus hati-hati supaya lapisan penjerap tidak rusak. Pelat KLT yang digunakan berukuran 20x10 cm2. Jarak eluen sebesar 8.5 cm. Eluat yang ditotolkan adalah eluat dari 5 tabung pertama, lalu tabung ke-10 sampai 110 dengan interval 5 tabung. Eluen yang digunakan untuk proses elusi adalah etil asetat:kloroform (1:1). Elusi berlangsung selama 25 menit.

Fraksi-fraksi hasil FC terlihat jelas pemisahannya dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Kedua panjang gelombang digunakan untuk deteksi karena kemungkinan adanya noda yang tidak terlihat fluoresensnya pada salah satu panjang gelombang tersebut. Hal ini memberikan kenyataan bahwa pemantauan fraksi-fraksi ekstrak pekat alkaloid buah MD dapat dilakukan dengan memberikan energi berupa sinar UV sebesar nilai yang sebanding dengan panjang gelombang sinar UV 254 dan 366 nm. Pada panjang gelombang tersebut terlihat warna yang berflouresens berturut-turut hijau dan ungu. Hanya eluat tabung a dan b yang menghasilkan noda (Lampiran 11a). Tabung ke-2, 3, 10, lalu tabung ke-50 sampai 210 dengan interval 40 tabung dielusi menggunakan eluen etil asetat:heksana (8:2). Elusi berlangsung selama 21 menit dan menunjukkan hasil yang sama, yaitu tidak terbentuk noda pada eluat yang tidak berwarna (Lampiran 11b). Eluat tabung ke-2, 3, 10, 20, lalu tabung ke-60 sampai 210 dengan interval 40 tabung dielusi menggunakan eluen etil asetat:heksana (8:2) dan elusi berlangsung selama 24 menit (Lampiran 11c). Eluen etil asetat:heksana (8:2) ini merupakan eluen terbaik kedua setelah etil asetat:kloroform (1:1). Eluat yang tidak berwarna diharapkan terbentuk noda pada KLT dengan eluen etil asetat:heksana (8:2) tetapi hasil yang diperoleh tetap tidak terbentuk noda. Eluat tabung ke-2, 3, 10, lalu tabung ke-50 sampai 210 dengan interval 40 dielusi menggunakan eluen etil asetat:kloroform (1:1). Elusi berlangsung selama 28 menit dan menunjukkan hasil yang

sama, hanya eluat tabung a dan b yang terbentuk noda (Lampiran 11d).

Kolom flash yang telah digunakan dielusi

kembali menggunakan metanol. Hal ini bertujuan supaya senyawa-senyawa polar dapat terelusi dari kolom. Eluat yang berwarna kuning ditotolkan pada KLT dan dielusi menggunakan eluen etil asetat:kloroform (1:1) dan etil asetat:heksana (8:2). Elusi berlangsung berturut-turut selama 25 dan 45 menit. Hasil yang diperoleh tetap tidak terbentuk noda (Lampiran 11e dan f). Hasil pemisahan didapatkan 2 fraksi berwarna kuning dengan nilai Rf serta pola pemisahan yang berbeda. Rf merupakan perbandingan antara jarak yang ditempuh zat dalam sampel dan eluen.

Uji Daya Inhibisi Terhadap α-Glukosidase dan Pencirian Fraksi Ekstrak Pekat

Alkaloid

Uji daya inhibisi α-glukosidase dilakukan menggunakan ekstrak kasar yang diperoleh setelah proses ekstraksi dan fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil fraksinasi dengan FC. Pemilihan ekstrak kasar metanol dari Cikabayan dikarenakan ekstrak tersebut berdasarkan hasil uji fitokimia positif mengandung alkaloid pada semua pereaksi pengendap alkaloid. Ekstrak kasar heksana dari Cikabayan dan Fahutan tidak diuji daya inhibisinya karena hasil uji fitokimia tidak mengandung alkaloid. Jadi, senyawa aktif yang diharapkan dapat menghambat aktivitas α-glukosidase adalah alkaloid.

Pengukuran konsentrasi glukosa berdasarkan pembentukan p-nitrofenol yang

dihasilkan dari hidrolisis substrat, yaitu p

-nitrofenil α-D-glukopiranosida menjadi p

-nitrofenol (berwarna kuning) dan glukosa oleh α-glukosidase. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstrak metanol MD C dengan konsentrasi 1% b/v menunjukkan adanya penghambatan 40.95% terhadap α -glukosidase. Larutan standar akarbosa dengan konsentrasi yang sama menunjukkan adanya penghambatan 99.34% (Lampiran 8). Ekstrak metanol MD C memiliki potensi sebagai antidiabetes penghambat enzim α-glukosidase. Historya (2004) melakukan uji daya inhibisi α-glukosidase pada berbagai ekstrak tumbuhan dan diperoleh aktivitas ekstrak dengan konsentrasi 1% b/v lebih dari 40%.

Persentase inhibisi ekstrak MD yang diperoleh hampir sama dengan penelitian Sugiwati (2005), yaitu 37.09 dan 40.44% dari

(23)

ekstrak metanol buah tua dan muda. Aktivitas penghambatan α-glukosidase bergantung pada kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan tersebut juga dipengaruhi oleh senyawa kimia lain yang terdapat dalam ekstrak yang diuji. Senyawa ini mungkin dapat meningkatkan kerja senyawa aktif yang berperan sebagai inhibitor α-glukosidase atau sebaliknya bisa menghambat kerja senyawa aktif tersebut. Senyawa ini bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap α-glukosidase sehingga enzim tidak dapat menghidrolisis substrat menjadi p-nitrofenol (berwarna

kuning) dan glukosa (Sugiwati 2005). Senyawa yang diharapkan, yaitu alkaloid. Senyawa ini diisolasi dengan menggunakan metode sederhana

Uji daya inhibisi α-glukosidase dilakukan juga pada fraksi-fraksi yang diperoleh dari hasil fraksinasi menggunakan FC. Hal ini bertujuan untuk mengetahui fraksi teraktif terhadap α-glukosidase dan dilakukan pencirian untuk menentukan senyawa aktifnya. Hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid diperoleh 2 fraksi, yaitu eluat tabung a dan b. Eluat tabung a dan b dengan konsentrasi masing-masing 1% b/v menunjukkan adanya penghambatan berturut-turut sebesar 12.61 dan 5.41%. Persentase inhibisi yang diperoleh sangat rendah dibandingkan dengan ekstrak kasarnya. Eluat pada tabung ke-4 sampai 217 yang tidak berwarna dilakukan pengujian persen inhibisi terhadap enzim α-glukosidase secara kelompok dengan konsentrasi yang sama. Pengelompokan eluat yang tidak berwarna ini diperoleh 5 kelompok, yaitu eluat tabung c, d, e, f, dan g.

Pengujian persentase inhibisi pertama kali dilakukan pada eluat tabung c dan persentase inhibisi yang diperoleh lebih besar dibandingkan dengan eluat tabung a dan b yang mengandung alkaloid. Pengujian dilanjutkan pada eluat tabung d dan f. Hasil yang diperoleh menunjukkan persentase inhibisi berturut-turut sebesar 18.97 dan 39.26%. Hasil persentase inhibisi dan senyawa aktif dari eluat ekstrak pekat alkaloid ditunjukkan pada Tabel 6. Eluat tabung f menunjukkan persentase inhibisi yang paling besar dan hampir sama dengan persentase inhibisi dari ekstrak kasarnya, yaitu 40.95%. Pengujian terakhir dilakukan pada eluat tabung e dan g. Hasil yang diperoleh menunjukkan persentase inhibisi berturut-turut sebesar 18.41 dan 20.85%. Hasil persentase inhibisi eluat tabung a dan g serta c-g terdapat pada Lampiran 12.

Tabel 6 Persentase inhibisi dan senyawa aktif dari eluat ekstrak pekat alkaloid buah mahkota dewa Senyawa Eluat pada tabung Persentase inhibisi

terdeteksi tidak terdeteksi a 12.61 alkaloid - b 5.41 alkaloid - c 23.3 - alkaloid d 18.97 - alkaloid e 18.41 - alkaloid f 39.26 karbohidrat dan protein alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, steroid, dan triterpenoid g 20.85 - alkaloid Keterangan : (-) tidak dilakukan uji metabolit primer dan

sekunder selain alkaloid.

Eluat yang tidak berwarna memiliki % inhibisi yang lebih besar dibandingkan dengan eluat yang berwarna (Gambar 5). Eluat yang tidak berwarna tidak menunjukkan adanya alkaloid. Eluat yang memiliki persentase inhibisi terbesar dianalisis lebih lanjut untuk menentukan senyawa metabolit sekunder selain alkaloid. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa eluat tersebut tidak terdeteksi adanya tanin, alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, dan triterpenoid sehingga eluat tabung f dilakukan uji kualitatif metabolit primer. 12.61 5.41 23.3 18.97 18.41 39.26 20.85 0 10 20

Gambar 5 Daya inhibisi α-glukosidase dari fraksi-fraksi hasil fraksinasi ekstrak alkaloid buah mahkota dewa.

Hasil uji kualitatif metabolit primer menunjukkan bahwa eluat tabung f mengandung karbohidrat dengan uji Molisch. Uji ini sangat efektif untuk senyawa-senyawa yang dapat didehidrasi oleh H2SO4 pekat menjadi senyawa furfural atau senyawa furfural yang tersubstitusi. Uji Benedict memberikan hasil yang positif dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata.

30 40 50 tb a tb b tb c tb d tb e tb f tb g hasil fraksinasi bi si % i nhi

(24)

Uji ini berdasarkan reduksi Cu2+ menjadi Cu+. Larutan-larutan tembaga dalam keadaan alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas yang akan membentuk endapan kuprooksida (Cu2O) berwarna merah bata. Uji Barfoed digunakan untuk membedakan monosakarida dari disakarida. Uji ini memberikan hasil positif monosakarida (Girindra 1993). Uji Millon dan Hopkins-Cole memberikan hasil yang negatif berturut-turut dengan tidak terbentuknya warna merah dan ungu pada larutan. Uji Ninhidrin memberikan hasil yang positif dengan terbentuknya warna kuning. Uji Xanthoproteat dan Biuret memberikan hasil yang negatif berturut-turut dengan tidak terbentuknya warna orange dan ungu pada larutan. Begitu juga dengan uji Salkowski dan Lieberman-Buchard memberikan hasil yang negatif. Hasil uji kualitatif metabolit primer ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Uji kualitatif metabolit primer tabung f hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid buah mahkota dewa

Uji Hasil Fungsi

Molisch + Uji umum untuk karbohidrat

Benedict + Karbohidrat yang punya gugus

aldehida atau keton bebas

Barfoed + Membedakan monosakarida dari disakarida

Millon - Memeriksa adanya tirosin dalam

molekul protein Hopkins-Cole - Khas untuk asam

amino triptofan Ninhidrin + Khusus untuk prolin

dan hidroksiprolin Xanthoproteat - Khas untuk asam-asam amino yang mengandung inti benzena

Biuret - Khas untuk ikatan peptida

Salkowski - Untuk kolesterol

Lieberman-Buchard

- Untuk kolesterol

Eluat tabung f yang mempunyai persentase inhibisi terbesar diidentifikasi menggunakan spektrofotometer UV. Hasil spektrofotometer UV menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 267 nm dan serapan

tambahan pada panjang gelombang 290, 229, dan 211 nm (Gambar 6). Serapan antara 230-270 nm adalah serapan untuk benzena. Adanya serapan maksimum pada panjang gelombang 267 nm menunjukkan bahwa transisi yang mungkin terjadi adalah dari π-π* atau n-π*. Transisi ini adalah untuk senyawa dengan ikatan rangkap berkonjugasi dan dihasilkan oleh kromofor C=C aromatik dan C=O sehingga dapat diduga bahwa eluat tabung f mempunyai salah satu atau lebih kromofor tersebut. 0.420;267nm 290 nm b a a: 0.438; 229 nm b: 0.024; 211 nm

Gambar 6 Spektrum UV tabung f hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid buah mahkota dewa.

Sampel yang telah digabungkan dari eluat tabung a dan b diidentifikasi menggunakan spektrofotometer IR. Pencirian menggunakan spektrofotometer UV tidak dilakukan karena keterbatasan sampel. Tabel 8 menunjukkan hasil spektrofotometer IR dari eluat tabung a dan b. Hasil yang diperoleh berbeda dengan hasil kualitatif alkaloid dengan tidak adanya gugus amina pada spektrum IR (Lampiran 13a). Senyawa ini dapat menghambat aktivitas enzim dengan persentase inhibisi yang rendah. Tabel 8 Absorpsi inframerah gugus-gugus

fungsi tabung a dan b hasil fraksinasi ekstrak pekat alkaloid buah mahkota dewa

Bilangan

gelombang (cm-1) Literatur* Gugus 3431.09 3000-3700 –OH 2924.19 2800-3000 CH2 2366.35 2240-2260 -C≡N 1621.15 1600-1680 -C=C- alkena 1512.88 1450-1600 fenil 2854.14 2800-2900 -CH- aldehida

*) Sumber: Fessenden & Fessenden J. S 1986 dan Pavia

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini akan didapatkan besar arus dan waktu yang ideal untuk mendapatkan karakteristik hasil pengelasan titik (spot welding) yang optimum dan juga

(2.16) Dari persamaan (2.15) diketahui bahwa keadaan dasar materi nuklir dalam pen- dekatan medan rata-rata diperoleh dengan mengisi penuh level-level dengan nuk- leon secara

[r]

All research intelligence contained in corre.pondence generated bY the Office and Cleaned from correspondence received bY the Office snoula be capturea and

Hasil yang diharapkan dari Uji coba Instrumen Observasi Evalusai Dampak Pemanfaatan Model Permainan Tradisional Anak Nusantara (PERMATA) adalah data empiric tentang

The CityGML UtilityNetwork ADE was applied in the SIMKAS 3D project which aimed at identifying and analysing the mutual interdependencies of critical infrastructures and

Penelitian oleh Qamariah (2015) tentang Activity daily living pasien post stroke iskemik yang dilakukan pada 50 pasien di Poliklinik Saraf RSUDZA bahwa tingkat

Gambar III.2: Pola sistem sirkulasi luar bangunan 6^ Gambar II1.3: Pola sistem sirkulasi alternatif 1 65 Gambar III.4: Pola sistem sirkulasi alternatif 2 66 Gambar II1.5: