• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM MONOKABEL (MESIN PANCANG) DI KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

KAMPUNG SUNGAI LUNUQ KECAMATAN TABANG

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

Yosep Ruslim1, Muchlis Rachmat1 danErina Hertianti2 1

Laboratorium Pemanenan Hutan, Fahutan Unmul, Samarinda. 2Fakultas Kehutanan Universitas Palangka Raya, Palangka Raya

ABSTRACT.Study of Skidding on Monocable System (Pancang Machine) at Sungai Lunuq, Tabang Kutai Kartanegara. The aims of this research were to find out information about monocable skidding system with pancang machine, work time, productivity and operational cost. The results of this research showed that monocable skidding system consisted of log cutting, log tracking, slink pulling, skidding, block preparing, block loosing, log controlling, slink loosing and winching. Total work time of skidding on monocable system was 688.50 hours, total log volume was 468.69 m3 and total skidding distance was 12.077 hm. Total productivity was 42.36 m3/hour. Operational cost of skidding on monocable system with pancang machine was Rp31,659.07/m3 (without wage) and Rp143,886.40/m3 (with wage). The effect of diameter and length of log were significant to productivity of skidding on monocable system for 9 landings. Even though the effects of terrain and distance were only significant for several landings. The opened soil surface at yarding on monocable system with pancang machine was 600.08 m2/hectare (6.0%).

Kata kunci: penyaradan, sistem monokabel, mesin pancang, waktu kerja, produktivitas, biaya operasional.

Teknik penyaradan kayu yang dikenal sejak tahun 1970-an adalah penyaradan dengan hewan, manusia dan cara mekanis, antara lain dengan traktor, kabel, helikopter dan lain-lain. Secara umum traktor memiliki berbagai kelebihan, antara lain jarak penyaradan yang tidak terbatas dan lebih fleksibel ditinjau dari segi ekonomis meskipun volume tegakan per hektar relatif kecil, dianggap sebagai alat sarad yang paling sesuai untuk digunakan dalam pengelolaan hutan alam dengan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI).

Kegiatan penyaradan di hutan alam umumnya menggunakan alat berat berupa traktor. Kelebihan penggunaan traktor pada kegiatan penyaradan antara lain jarak sarad tidak terbatas dan lebih fleksibel ditinjau dari segi ekonomi, sedangkan kelemahannya adalah traktor tidak dapat digunakan pada daerah berawa, tidak dapat dioperasikan pada berbagai musim dan tidak dapat digunakan pada daerah dengan kelerengan >40% (Anonim, 1996). Selain itu juga hasil-hasil penelitian yang ada menunjukkan, bahwa traktor menimbulkan dampak kerusakan yang besar, baik itu kerusakan tegakan tinggal maupun keterbukaan lahan akibat kegiatan penyaradan secara khusus dan kegiatan pemanenan kayu secara umum. Oleh sebab itu perlu penelitian tentang suatu sistem penyaradan yang lain yang lebih efisien dan fleksibel serta diasumsikan dapat meminimalisasi kerusakan yang timbul akibat kegiatan penyaradan.

(2)

211 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008

Penggunaan alat sarad di masyarakat yang ekonomis setelah desentralisasi adalah menggunakan monokabel atau yang dikenal di masyarakat dengan mesin pancang atau disebut juga monocable. Alat ini tidak hanya digunakan pada hutan alam tetapi juga dapat digunakan pada hutan tanaman industri. Penggunaaan alat ini cukup banyak di lapangan oleh masyarakat karena nilai investasinya murah dan mudah dalam pengoperasian, pengangkutan dan pemeliharaannya. Untuk operasional dapat digunakan pada kondisi topografi curam (2040%). Kelebihan lain dari alat ini adalah tingkat kerusakan lahan yang lebih kecil bila dibandingkan dengan traktor.

Berdasarkan uraian di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui cara kerja penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang, waktu kerja penyaradan, besarnya biaya operasional penyaradan serta mengetahui hubungan antara produktivitas penyaradan sistem monokabel dengan jarak sarad, panjang kayu, diameter kayu dan kelerengan. Hasil yang diharapkan adalah penelitian ini dapat memberikan informasi tentang cara kerja, produktivitas serta biaya penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang serta kelebihan dan kelemahan penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang.

METODE PENELITIAN

Penelitian penyaradan kayu dengan sistem monokabel (mesin pancang) dilaksanakan melalui studi lapangan di berbagai tempat, di antaranya di daerah Muara Mara, di daerah Labanan (Kabupaten Berau), di Kampung Sungai Lunuq Kecamatan Tabang Kabupaten Kutai Kartanegara dan di Muara Karangan (Kabupaten Kutai Timur). Objek yang diamati pada penelitian ini adalah penyaradan sistem monokabel dengan menggunakan mesin pancang dan rangkaian kegiatan operasionalnya.

Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan penelitian ini adalah sekitar 3 bulan. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah persiapan meliputi orientasi lapangan dan proses diskusi dengan pengguna di masyarakat dengan melakukan pengumpulan data, baik melalui pengamatan langsung maupun tidak langsung.

Bahan dan alat yang diunakan dalam penelitian ini adalah stopwatch, untuk mengukur waktu setiap elemen kerja penyaradan; kompas, untuk mengukur arah keterbukaaan lahan; clinometer, untuk mengukur kemiringan lapangan; altimeter, untuk mengukur ketinggian dari permukaan laut; meteran, untuk mengukur diameter dan panjang kayu serta jarak sarad; cat, untuk menandai kayu yang telah diukur; kamera, untuk dokumentasi dan tally sheet untuk mencatat data.

Persiapan penelitian dilakukan dengan orientasi lapangan dan pembuatan plot penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan untuk mendapatkan data utama, yaitu pencatatan rangkaian kegiatan penyaradan kayu dengan sistem kabel dengan menggunakan mesin pancang, pengukuran kelerengan, pengukuran waktu kerja dengan menggunakan multimoment (persiapan alat, pembuatan jalan setapak untuk kayu, pemasangan katrol, pengikatan mesin pancang pada tunggul kayu atau pohon berdiri, penarikan sling menuju kayu, pengikatan sling pada kayu yang akan disarad dengan menggunakan chocker, penarikan kayu, pelepasan chocker dan sling serta penggulungan sling). Kemudian

(3)

diteruskan dengan pengukuran jalan sarad, pengukuran panjang dan diameter kayu yang disarad, pengamatan tidak langsung untuk mendapatkan data penunjang, peta penyebaran pohon, spesifikasi peralatan penyaradan menggunakan mesin pancang, harga peralatan, bahan bakar, oli dan gemuk serta data lain yang berkaitan dengan penelitian.

Data diolah dengan menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:

1. Penetapan Jumlah Observasi (N’). Dilakukan pada tingkat kepercayaan 95% dan derajat ketelitian 5% ditentukan dengan menggunakan rumus Wignjosoebroto (1989) sebagai berikut: N’ = [{40√NΣX2  (ΣX)2}/

ΣX]

2

N’ = jumlah observasi yang seharusnya dibuat. N = jumlah pengamatan untuk elemen kerja diukur. X = data waktu yang dibaca oleh stopwatch untuk tiap individu pengamatan. Σ = jumlah semua data waktu yang dibaca/diukur.

2. Produktivitas Penyaradan (P). Dihitung dengan menggunakan rumus Brown (1958):

P ((m3/jam) = {ΣV / (Wa + Wo + Wb)}

V = volume kayu yang disarad per trip (m3/trip). Wa = waktu persiapan dan pemasangan alat (jam). Wo = waktu operasi (jam). Wb = waktu pemindahan dan pembongkaran alat (jam). N = jumlah trip.

Volume kayu yang disarad (V) = ¼

π

D2 x L

V = volume kayu yang disarad (m3). D = diamater rataan dari pangkal dan ujung pohon (cm). L = panjang kayu yang disarad (m).

π

= 3,14

3. Biaya Penyaradan

a. Biaya tetap. Depresiasi dihitung dengan menggunakan straight line depreciation (Newman, 1998): D = (M – R) / N. D = depresiasi tahunan (Rp/thn). M = harga alat (Rp). R = nilai rongsokan (Rp). N = masa pakai (thn)

Bunga modal, pajak dan asuransi dihitung dengan menggunakan rumus average investment interest (Wiradinata, 1981) sebagai berikut:

B = {(M – R) (N + 1}/ 2N} + {R x 0,0p}

B = bunga modal per tahun. 0,0p = bunga per tahun (%).

b. Biaya variabel, terdiri dari biaya operasi (biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya bahan bakar, oli dan pelumas serta biaya sling), upah, biaya survei lokasi, biaya pemindahan alat, biaya makan dan personal use, biaya perlengkapan. 4. Untuk mengetahui pengaruh jarak sarad, diameter dan panjang kayu terhadap

produktivitas penyaradan, maka dilakukan analisis data dengan model regresi linear berganda (Sudjana, 1996) sebagai berikut: P = b0 + b1JS + b2D + b3P + b4K.

P = produktivitas penyaradan. bo = konstanta. b1 = koefisien arah regresi jarak sarad. b2 = koefisien arah regresi diameter kayu yang disarad. b3 = koefisien arah regresi panjang kayu yang disarad. b4 = koefisien arah regresi kelerengan. JS = jarak sarad. D = diameter (cm). P = panjang (m). K = kelerengan.

(4)

213 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Mesin Pancang

Sesuai dengan namanya, pada awalnya mesin pancang yang digunakan masyarakat untuk penyaradan kayu ini dikenal sebagai alat pancang konstruki bangunan. Pada penggunaannya, mesin pancang yang terdiri dari beberapa gear yang kekuatannya digerakkan dengan sebuah mesin generator (Domfeng, Yanmar dan lain-lain) untuk menarik beban yang berfungsi sebagai penumbuk slope vertikal untuk konstruksi. Dengan sedikit modifikasi, yaitu dengan menambah rangkaian gear yang lebih banyak, sehingga dihasilkan tenaga yang lebih besar, maka digunakan untuk menyarad kayu. Selain itu mesin pancang ini juga telah dimodifikasi dengan memanfaatkan gardan truk yang juga digerakan oleh mesin generator. Untuk penggunaan di hutan tanaman, alat ini dilengkapi dengan tiang setinggi ±4 m untuk memudahkan penyaradan. Alat ini telah berkembang dengan berbagai macam modifikasi seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Mesin Pancang (Monokabel) yang Digunakan pada Hutan Alam (Kiri) dan pada Hutan Tanaman Industri (Kanan)

Tipe mesin pancang yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang terlihat pada Gambar 2.

(5)

Spesifikasi mesin pancang yang digunakan dalam pengamatan ini meliputi mesin penggerak merk Dongfeng dengan kekuatan 20 PK, kemudian alat ini juga dilengkapi dengan 8 roda gigi, yang mana roda gigi tersebut sebagian ada yang berfungsi sebagai penggerak roda gigi yang lain serta sling berdiameter ¾ inch. Bahan bakar yang digunakan adalah solar. Harga satu set alat yang terdiri dari mesin pancang, katrol dan sling sepanjang 100 m sebesar Rp30.000.000,-.

Tahapan Kegiatan Mesin Pancang

Penyaradan sistem monokabel dengan mesin pancang meliputi kegiatan pemotongan ujung log, persiapan, pembuatan jalan kayu, penarikan sling, pengikatan kayu, penarikan log, pemasangan blok, pelepasan blok, pengaturan, pelepasan sling dan penggulungan sling.

Produktivitas Penyaradan dengan Mesin Pancang

1. Waktu kerja. Rekapitulasi waktu kerja kegiatan penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Waktu Kerja Penyaradan dengan Sistem Monokabel Etape 1 sampai 9

Etape

Elemen kerja (jam) Persiap-an Pembuatan jalan Potong ujung Tarik sling Ikat kayu Pasang blok Lepas blok Tarik kayu Atur kayu Lepas sling Gulung sling Istira-hat 1 WKM 0,00 2,40 0,23 1,53 0,21 1,10 0,32 3,85 1,57 0,11 0,07 0,00 WKU 2,46 0,18 0,00 0,08 0,01 0,13 0,05 0,25 0,21 0,00 0,00 0,18 WKT 2,46 2,58 0,23 1,62 0,21 1,23 0,37 4,09 1,78 0,11 0,07 0,18 2 WKM 0,00 2,46 0,35 5,43 0,64 1,93 0,78 13,49 5,06 0,26 0,17 0,00 WKU 4,48 0,34 0,05 0,23 0,02 0,08 0,06 0,58 0,53 0,01 0,01 0,58 WKT 4,48 2,80 0,41 5,66 0,66 2,01 0,83 14,07 5,59 0,27 0,18 0,58 3 WKM 0,00 1,14 0,12 5,81 0,74 1,68 0,88 11,64 4,53 0,30 0,21 0,00 WKU 6,02 0,32 0,02 0,31 0,12 0,11 0,10 0,70 0,28 0,00 0,01 0,70 WKT 6,02 1,45 0,14 6,11 0,86 1,79 0,98 12,34 4,81 0,31 0,21 0,70 4 WKM 0,00 3,80 0,71 13,93 1,42 6,69 2,79 34,77 7,45 0,57 0,36 0,00 WKU 10,20 0,55 0,11 4,60 0,07 0,79 0,18 0,50 0,59 0,02 0,02 0,89 WKT 10,20 4,36 0,82 18,53 1,49 7,48 2,97 35,28 8,04 0,59 0,38 0,89 5 WKM 0,00 0,81 0,23 8,29 1,62 3,87 1,23 20,48 9,34 0,92 0,49 0,00 WKU 9.86 0,09 0,02 0,95 0,09 0,18 0,13 0,65 0,74 0,06 0,03 0,94 WKT 9,86 0,90 0,25 9,24 1,71 4,04 1,35 21,13 10,08 0,98 0,53 0,94 6 WKM 0,00 0,13 0,11 13,29 1,72 6,48 2,44 38,14 25,03 1,24 0,77 0,00 WKU 9,41 0,04 0,02 3,11 0,27 0,42 0,10 0,72 0,32 0,06 0,03 1,00 WKT 9,41 0,17 0,13 16,40 1,98 6,89 2,55 38,86 25,35 1,30 0,80 1,00 7 WKM 0,00 0,00 0,00 11,93 1,71 6,22 2,50 31,09 13,58 0,95 0,43 0,00 WKU 9,77 0,00 0,00 3,12 0,06 0,18 0,05 0,76 0,09 0,02 0,02 0,95 WKT 9,77 0,00 0,00 15,05 1,78 6,40 2,55 31,85 13,67 0,98 0,44 0,95 8 WKM 0,00 0,00 0,00 20,91 1,68 9,94 3,99 49,90 26,69 1,05 0,46 0,00 WKU 10,46 0,00 0,00 5,60 0,07 0,11 0,05 0,73 0,18 0,03 0,02 1,31 WKT 10,46 0,00 0,00 26,51 1,75 10,05 4,04 50,63 26,86 1,08 0,48 1,31

(6)

215 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008

Tabel 1 (lanjutan)

Etape

Elemen kerja (jam) Persiap-an Pembuatan jalan Potong ujung Tarik sling Ikat kayu Pasang blok Lepas blok Tarik kayu Atur kayu Lepas sling Gulung sling Istira-hat 9 WKM 0,00 0,00 0,00 18,60 1,73 9,40 3,36 47,28 24,72 2,39 0,70 0,00 WKU 10,37 0,00 0,00 5,68 0,05 0,17 0,06 0,62 0,31 0,08 0,03 1,23 WKT 10,37 0,00 0,00 24,28 1,79 9,58 3,42 47,90 25,03 2,47 0,74 1,23

Catatan: WKM = waktu murni. WKU = waktu umum. WKT = waktu total. Etape 1 = 4 hari, etape 2 = 9 hari, etape 3 = 9 hari, etape 4 = 18 hari, etape 5 = 16 hari, etape 6 = 17 hari, etape 7 = 14 hari, etape 8 = 19 hari, etape 9 = 17 hari.

Dari Tabel 1 di atas dapat diketahui rata-rata waktu kerja per hari yaitu etape 1 = 3,73 jam/hari, etape 2 = 4,17 jam/hari, etape 3 = 3,97 jam/hari, etape 4 = 5,06 jam/hari, etape 5 = 3,18 jam/hari, etape 6 = 6,17 jam/hari, etape 7 = 5,96 jam/hari, etape 8 = 7,01 jam/hari dan etape 9 = 7,458 jam/hari.

Dari semua elemen kerja di atas baik dari etape 1 sampai dengan etape 9 dapat dilihat bahwa waktu kerja murni yang paling besar terdapat pada elemen kerja penarikan kayu (Tabel 1). Elemen kerja yang memberikan waktu kerja umum terbesar untuk etape 1 sampai dengan 9 adalah elemen persiapan, hal ini disebabkan pada persiapan terdapat kegiatan yang memerlukan waktu relatif lama, yaitu pemindahan mesin pancang dari satu etape ke etape lain.

Dari Tabel 1 di atas dapat dilihat bahwa waktu kerja total terendah terdapat pada etape 1, hal ini disebabkan pada etape ini volume kayu yang disarad masih sedikit dan jarak sarad pendek, sedangkan waktu kerja total terbesar terdapat pada etape 8, hal ini dapat terjadi karena volume kayu yang disarad banyak serta jarak sarad cukup jauh.

2. Produktivitas penyaradan. Produktivitas penyaradan sistem monokabel dengan mesin pancang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produktivitas Penyaradan Sistem Monokabel

Etape

Volume Jarak sarad Kelerengan Produktivitas penyaradan

total rata-rata rata-rata murni total

(m3) (hm) (%) (m3/jam) (m3/jam/hm) (m3/jam) (m3/jam/hm)

1 57,18 0,77 19,16 5,02 6,55 3,83 5,00 2 159,97 1,05 7,79 5,23 4,99 4,26 4,07 3 196,46 0,90 7,53 7,26 8,06 5,50 6,10 4 387,76 1,70 10,30 5,35 3,15 4,26 2,51 5 439,05 0,89 13,86 9,29 10,42 7,20 8,08 6 468,69 1,36 27,41 5,25 3,86 4,47 3,29 7 468,69 1,31 13,58 6,85 5,24 5,62 4,30 8 468,69 2,11 15,49 4,09 1,94 3,52 1,67 9 468,69 2,00 9,88 4,33 2,17 3,70 1,85 Jumlah 3.115,18 12,08 124,99 52,67 46,38 42,36 36,86 Rata-rata 346,13 1,34 13,89 5,85 5,15 4,71 4,10

(7)

Dari nilai produktivitas pada Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa dari etape 1 sampai etape 3 terjadi kecenderungan peningkatan produktivitas baik untuk produktivitas total maupun produktivitas murni, hal ini disebabkan karena terjadinya peningkatan volume kayu yang disarad, sehingga produktivitas juga meningkat kemudian terjadi penurunan produktivitas pada etape 4, hal ini disebabkan karena pada etape ini jarak sarad lebih besar, sehingga waktu yang diperlukan untuk kegiatan penyaradan kayu juga makin tinggi dan produktivitasnya menjadi lebih kecil walaupun terjadi peningkatan jumlah volume kayu yang disarad. Pada etape 5 terjadi lagi peningkatan produktivitas hal ini disebabkan karena adanya peningkatan volume kayu yang disarad serta penurunan waktu kerja penyaradan. Pada etape 6 dan 7 terjadi peningkatan produktivitas, kemudian terjadi penurunan produktivitas pada etape 8 dan 9 yang disebabkan waktu kerja penyaradan semakin besar, sedangkan volume kayu yang disarad tetap, sehingga produktivitasnya menurun.

Berdasarkan jarak sarad, produktivitas total dan murni terbesar terdapat pada etape 5, hal ini disebabkan pada etape 5 produktivitasnya besar dan jarak saradnya paling pendek. Produktivitas terendah dan jarak sarad yang paling jauh terdapat pada etape 8.

Jika dibandingkan dengan penyaradan menggunakan Thunderbird Track Tower Yarder 70 (TTY 70) berdasarkan penelitian Jalal (2002) dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,16 m3/jam dan jarak sarad rata-rata 216,65 m, maka produktivitas penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang lebih besar, tetapi jika dibandingkan dengan penyaradan menggunakan traktor yang produktivitas rata-ratanya sebesar 25,1 m3/jam dengan jarak sarad rata-rata 222,2 m (Ruslim dan Hinrichs, 2000), maka produktivitas penyaradan dengan mesin pancang mempunyai nilai yang jauh lebih kecil. Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa meskipun produktivitas penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang jauh lebih kecil dibandingkan dengan traktor, harus dipertimbangkan juga kelebihan yang dimiliki oleh mesin pancang ini, yang mana dalam kegiatan penyaradan di atas sudah meliputi kegiatan bongkar muat dan kegiatan pengangkutan karena kayu langsung disarad ke tepi sungai, sehingga siap untuk dirakit.

3. Biaya penyaradan. Biaya tetap pada kegiatan penyaradan kayu dengan mesin pancang terdiri dari depresiasi, bunga modal, pajak dan asuransi. Biaya variabel terdiri dari biaya operasi (biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya bahan bakar, oli dan gemuk), biaya operator (biaya makan dan personal use), biaya survei potensi dan arah sarad dan biaya pemindahan mesin pancang.

Biaya penyaradan sistem monokabel dengan mesin pancang (tanpa komponen upah) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Biaya Penyaradan Sistem Monokabel (Tanpa Upah)

Jenis biaya Biaya usaha Biaya kerja

(Rp/jam) (Rp/m3) (Rp/m3/hm) Biaya tetap 5.230,00 7.682,77 636,15 Biaya variabel 16.321,71 23.976,30 1.985,29

(8)

217 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008

Pada Tabel 3 dapat dilihat begitu rendahnya biaya penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang bila dibandingkan dengan penelitian lainnya dengan menggunakan sistem kabel. Penelitian Jalal (2000) di PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk dengan menggunakan yarder TTY 70, biaya usahanya mencapai Rp246.964/jam dan biaya kerja Rp80.932/m3. Penelitian Anggodo dan Pahala (1992) dalam Jalal (2002) menghasilkan, bahwa biaya penyaradan kayu dengan sistem kabel di HPH PT Arara Abadi dan di Perum Perhutani Unit III masing-masing Rp4.460/m3 (nilai saat ini Rp23.013/m3) dan Rp30.975/m3, sedangkan biaya penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang sedikit lebih tinggi. Hal ini disebabkan dalam kegiatan penyaradan sistem monokabel pengeluaran biaya penyaradan belum diatur dengan baik. Tetapi biaya penyaradan dengan sistem monokabel menggunakan mesin pancang ini sebenarnya tidak dapat dibandingkan, mengingat sudah mencakup biaya penyaradan dengan jarak sarad yang cukup jauh (1.200 m) tanpa ada komponen biaya pengangkutan hingga sampai pada lokasi pelegoan. Rendahnya biaya penyaradan tersebut salah satunya disebabkan tidak dimasukkannya komponen upah kerja dalam biaya penyaradan, karena sistem pengupahannya menggunakan sistem bagi hasil, yaitu setelah dikurangi dengan biaya tetap dan variabel, keuntungan dibagi menjadi 9 bagian dengan perincian sebagai berikut: mesin pancang 2 bagian, chainsaw 1 bagian, operator mesin pancang 1 bagian, operator chainsaw 1 bagian dan hockman 4 bagian (4 orang).

Biaya penyaradan sistem monokabel dengan upah dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Biaya Penyaradan Sistem Monokabel (Dengan Upah)

Jenis biaya Biaya usaha Biaya kerja (Rp/Jam) (Rp/m3) (Rp/m3/hm) Biaya tetap 5.230,00 7.682,77 636,15 Biaya variabel 92.719,71 136.203,63 11.277,94 Jumlah 97.949,71 143.886,40 11.914,09

Dengan dimasukkannya komponen upah kerja ke dalam biaya variabel mengakibatkan peningkatan biaya penyaradan dengan mesin pancang ini menjadi Rp143.886,40/m3 (Tabel 4). Hal ini disebabkan sistem upah ditetapkan berdasarkan bagi hasil penjualan kayu, bukan berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR) atau upah kubikasi yang lazim digunakan pada kegiatan HPH, dengan demikian komponen upah mencapai 77,99 % dari keseluruhan biaya penyaradan. Jika dibandingkan dengan penelitian Suherna (2002) yang mana biaya usaha penyaradan menggunakan traktor Caterpillar D7G 200 HP sebesar Rp271.615,74/jam dan biaya kerja Rp11.489,67/m3, biaya usaha penyaradan dengan sistem monokabel (komponen upah) masih lebih rendah, tetapi biaya kerjanya jauh lebih besar, karena produktivitas traktor lebih besar, yaitu 23,64 m3/jam.

4. Titik impas produksi kayu. Berdasarkan data biaya produksi penyaradan kayu dapat ditentukan besarnya titik impas produksi kayu menurut (Brown, 1958) sebagai berikut: TI prod. = 10.460.000 : (200.000 – 136.203,63) = 163,95 m3.

(9)

Dari perhitungan di atas dapat diketahui bahwa titik impas produksi kayu pada penyaradan dengan mesin pancang adalah 163,95 m3 sedangkan jumlah kayu yang diperoleh sebesar 468,692 m3 sehingga kegiatan penyaradan dengan mesin pancang ini masih menguntungkan. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Jalal (2002) di PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk, titik impas produksi kayu masing-masing 94,26 m³/landing dan 165,44 m³/landing, maka titik impas produksi kayu pada penyaradan dengan mesin pancang lebih rendah, walaupun biaya variabel dengan mesin pancang lebih tinggi akibat dari sistem pengupahan bagi hasil yang digunakan. Bila dilihat dari nilai investasi alat, mesin pancang jauh lebih murah dibandingkan sistem skyline dengan harga US$500.000 dan traktor seharga US$200.000.

5. Titik impas luas petak tebang. Lokasi penelitian adalah lokasi eksploitasi ijin masyarakat, sehingga luas sampel ditentukan dengan melakukan pemetaan pohon dan membuat plot di luar penyebaran pohon yang mengumpul. Dari hasil perhitungan yang diperoleh, luas sampel adalah 400x400 m (16 ha), sedangkan potensi tegakan hasil inventarisasi sebelum penebangan 497,21 m3 atau 31,07 m3/ha. Berdasarkan data titik impas produksi kayu dan data potensi tegakan, maka dapat ditentukan titik impas luas petak tebang. Titik impas luas petak tebang pada penyaradan sistem monokabel dengan mesin pancang dihitung dengan rumus menurut Brown (1958) sebagai berikut:

TI luas = 163,95 m 3

: 31,07 m3/ha = 5,27  5 ha

Dari data di atas dapat diketahui bahwa titik impas luas petak tebang minimal pada penyaradan dengan sistem monokabel dengan mesin pancang pada saat penelitian adalah 5,27 ha. Dengan demikian sebenarnya untuk mencapai titik impas produksi kayu sebesar 163,95 m3 hanya diperlukan petak tebang seluas 5,27 ha. Pada kondisi tersebut operasi penyaradan dengan sistem monokabel ini tidak memperoleh keuntungan (keuntungan = 0). Titik impas luas petak tebang tersebut ternyata jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan titik impas luas petak tebang hasil penelitian Anggodo dan Pahala (1992) di HPH PT Arara Abadi Riau yang menyebutkan bahwa dengan potensi tegakan 87 m3/ha, titik impas luas petak tebang yang harus dicapai adalah 29,63 ha/landing. Dengan demikian bila penggunaan sistem monokabel dengan mesin pancang pada kegiatan penyaradan kayu diterapkan pada hutan yang mempunyai potensi tegakan sebesar 87 m3/ha, maka titik impas luas petak tebang yang harus dicapai menjadi lebih kecil lagi.

6. Kerusakan tegakan dan singkapan tanah. Dalam penelitian ini pengamatan tentang kerusakan tegakan dan singkapan tanah tidak dilakukan secara rinci, tetapi hanya dilakukan pengamatan secara sederhana dengan tambahan dokumentasi. Kerusakan tegakan dengan intensitas agak tinggi akibat penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang hanya terjadi pada etape 1 sampai dengan etape 6 karena pada etape tersebut masih dilakukan penebangan dan penyaradan kayu masuk ke dalam hutan, sedangkan pada etape 7 sampai 9 kerusakan tegakan relatif kurang, karena pola saradnya sudah sistematis menuju etape berikutnya.

Kerusakan tegakan dengan intensitas agak tinggi pada saat penarikan kayu dari tunggul ini dikarenakan operator mesin pancang tidak memperhatikan aspek operasi yang ramah lingkungan, yaitu tanpa mengatur arah rebah pohon yang benar dan

(10)

219 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008

tanpa perencanaan jalan sarad terlebih dulu. Arah sarad kayu yang tidak beraturan karena posisi batang yang tidak sesuai dengan arah sarad dan kurangnya upaya untuk meminimalkan kerusakan dapat mengakibatkan kerusakan tegakan dan singkapan tanah. Berdasarkan beberapa data yang diperoleh di lapangan dilakukan perhitungan singkapan tanah yang terjadi akibat penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang yaitu sebesar 600,08 m2/ha atau 6% dari luas plot penelitian sebesar 16 ha. Bila dibandingkan dengan penelitian Ruchanda (1993), keterbukaan lahan yang terjadi pada penyaradan dengan traktor konvensional sebesar 25,48%, kelerengan sedang 45,40% dan kelerengan curam sebesar 6,80%, keterbukaan penyaradan dengan mesin pancang lebih rendah. Hal ini dapat terjadi karena saat penyaradan pada etape 1 sampai 6 tanah yang tersingkap hanya selebar diameter masing-masing batang pohon ditambah dengan lebar pergerakan batang rata-rata sebesar 50 cm dan lebar antar etape 1 sampai 6 rata-rata sebesar 2 m, untuk lebar singkapan tanah dari etape 7 sampai 9 tidak dilakukan perhitungan karena penyaradan dilakukan pada jalan yang sudah dibuat oleh pekerja mesin pancang sebelumnya. Meskipun singkapan tanahnya rendah masih diperlukan penelitian lebih khusus mengenai volume tanah yang tersingkap serta dampak lingkungan akibat penyingkapan tanah yang terjadi. Pada hakekatnya beberapa dampak negatif operasional mesin pancang ini dapat dikurangi dengan menggunakan perencanaan yang ramah lingkungan, kesadaran operator akan pelestarian lingkungan, skill operator bersama timnya dan insentif upah yang memadai.

Analisis Regresi Hubungan Antara Produktivitas, Diameter Batang, Panjang Batang, Jarak Sarad dan Kelerengan Kegiatan Penyaradan dengan Menggunakan Mesin Pancang

Rekapitulasi hubungan antara produktivitas dengan diameter batang, panjang batang, jarak sarad dan kelerengan pada kegiatan penyaradan sistem monokabel pada 9 etape dapat dilihat pada Tabel 5. Dilihat dari nilai R2 = 75,21%, berarti 75,21% variasi pada produktivitas penyaradan sistem monokabel ini dapat dijelaskan oleh variasi pada diameter batang, panjang batang, jarak sarad dan kelerengan.

Tabel 5. Hubungan Antara Produktivitas dengan Diameter Batang, Panjang Batang, Jarak Sarad dan Kelerengan pada Kegiatan Penyaradan Sistem Monokabel

Sumber keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Rata-rata

kuadrat F hitung F tabel

Regresi 69858,967 4 17464,74 377,9840 2,78

Galat 22779,05 493 46,2049

Jumlah 92638,02 497

Koefisien T hitung T tabel P value R : 0,8683 Intercept -59,0228 -27,9752 2,576 7,7191E-104 R2 : 0,7541 Diameter (D) 0,4862 26,9433 5,7408E-99 Adj R2 : 0,7521 Panjang (P) 1,0221 15,8176 7,0743E-46 SE : 6,7974

Jarak (J) 0,1526 25,6640 7,0442E-93

Kelerengan (K) 0,0284 0,5982 0,5499

(11)

Bila dilihat dari persamaan regresinya, setiap penambahan atau pengurangan diameter batang 1 cm, panjang batang 1 m, jarak sarad 1 m dan kelerengan sebesar 1% akan mengakibatkan peningkatan atau penurunan produktivitas penyaradan masing-masing sebesar 0,4862 cm, 1,0221 m, 0,1526 m dan 0,0284 % dengan anggapan peubah bebas lainnya bersifat tetap (Tabel 5).

Selanjutnya untuk mengetahui keberartian regresi linear ganda, keberartian koefisien korelasi dan keberartian koefisien regresi linear ganda pada masing-masing persamaan dilakukan uji F dan uji t. Hasil pengujian kedua persamaan dengan uji F terhadap keberartian regresi linear ganda dan keberartian koefisien korelasi menunjukkan, bahwa regresi linear ganda dan koefisien regresi linear ganda tersebut berarti atau tidak dapat diabaikan karena nilai Fhit > Ftab pada tingkat kepercayaan 95%.

Hasil uji t terhadap koefisien regresi linear ganda pada kegiatan penyaradan diperoleh nilai thit. > ttab. untuk peubah bebas diameter batang, panjang batang dan jarak sarad. Hal ini berarti bahwa diameter, panjang batang serta jarak sarad memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas penyaradan, sedangkan bila dilihat dari nilai probabilitasnya (P-value), nilai P yang lebih kecil dari 0,05 adalah diameter batang dan panjang batang. Hal ini berarti variabel diameter batang, panjang batang dan jarak sarad yang secara nyata mempengaruhi produktivitas penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang.

Secara keseluruhan pengamatan dan pengukuran produktivitas (9 etape) menyimpulkan seluruhnya faktor yang sangat berpengaruh terhadap produktivitas penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang adalah diameter dan panjang batang dan sebagian (etape 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7) ditambahkan faktor jarak sarad, sedangkan pada etape 4 selain ketiga faktor tersebut, kelerengan juga memberikan pengaruh terhadap produktivitas penyaradan. Hal ini dapat dimengerti, bila diperhatikan kontur dan kelerengan pada etape 4 ditemui medan yang relatif berat yaitu melewati anak sungai, sehingga memerlukan waktu penanganan yang relatif lebih lama. Menurut Anonim (1981), bahwa produktivitas penyaradan dengan sistem kabel dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah jarak sarad dan ukuran batang.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang dilakukan melalui beberapa tahap kegiatan, yang pertama adalah pemotongan ujung log kemudian dilanjutkan dengan pembuatan jalan log, setelah itu penarikan sling, pengikatan kayu, penarikan log, pemasangan katrol, pelepasan katrol, pengaturan log, pelepasan sling dan yang terakhir adalah kegiatan penggulungan sling.

Penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang dilakukan secara bertahap dari etape 1 sampai 9 dengan waktu kerja total 688,50 jam, volume kayu total 468,69 m3, jarak sarad total 12,077 hm, sehingga didapatkan produktivitas total sebesar 42,36 m3/jam dan 36,86 m3/jam/hm.

Biaya penyaradan sistem monokabel dengan mesin pancang (tanpa komponen upah) meliputi biaya tetap sebesar Rp7.682,77/m3, biaya variabel sebesar

(12)

221 JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (2), OKTOBER 2008

Rp23.976,30/m3 dan biaya total sebesar Rp31.659,07/m3 (Rp2.621,44/m3/hm), sedangkan biaya penyaradan sistem ini (komponen upah) meliputi biaya tetap sebesar Rp7.682,77/m3, biaya variabel sebesar Rp136.203,63/m3 dan biaya total sebesar Rp143.886,40/m3 (Rp11.914,09/m3/hm).

Berdasarkan uji statistik dengan regresi linier berganda secara umum dapat dikatakan bahwa diameter dan panjang batang berpengaruh terhadap produktivitas penyaradan sistem monokabel pada semua etape, sedangkan kelerengan hanya berpengaruh pada etape 4 dan jarak sarad hanya berpengaruh pada etape 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7.

Singkapan tanah akibat penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang sebesar 600,08 m2/ha (6%).

Saran

Mesin pancang dapat dipertimbangkan sebagai alat penyarad alternatif mengingat harganya yang murah, multiguna dan dampak kerusakan terhadap tegakan tinggal lebih kecil.

Diperlukan penelitian lanjutan mengenai dampak penyaradan sistem monokabel menggunakan mesin pancang terhadap singkapan tanah, kerusakan tegakan dan pemadatan tanah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1981. Cable Logging Systems. FAO Forestry Paper No. 24, Rome. Anonim. 1996. FAO Model Code of Forest Harvesting Practices. FAO, Rome.

Brown, N.C. 1958. Logging. The Principles and Methods of Timber Harvesting in The United States and Canada. John Wiley & Sons, Inc., New York.

Jalal, S.P. 2002. Studi Penyaradan Kayu dengan Sistem Kabel Layang (Studi Kasus di Areal PT Sumalindo Lestari Jaya II, Long Bagun Kaltim). Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan, Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda.

Newman, D.G. 1998. Engineering Economic Analysis. 3rd Edition. Binarupa Aksara Engineering Press Inc., Jakarta.

Ruchanda, A. 1993. Studi Komposisi dan Struktur Tegakan Sebelum dan Sesudah Pemanenan Kayu dengan Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) di Areal HPH PT Narkata Rimba (Alas Kusuma Grup) Kalimantan Timur.

Ruslim, Y. dan A. Hinrichs. 2000. Studi Implementasi Reduced Impact Tractor Logging. SFMP Document No. 01b.

Sudjana. 1996. Teknik Analisis dan Korelasi Bagi Para Peneliti. Tarsito, Bandung.

Suherna, N.S.W. 2002. Analisis Biaya Pemanenan Kayu pada Kegiatan Tebang Penyelamatan di Areal Hutan Bekas Terbakar. Studi Kasus di Areal HPH PT ITCI Kartika Utama, Kalimantan Timur. Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan, Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda.

Wignjosoebroto, S. 1989. Teknik Tata Cara dan Analisis Pengukuran Kerja. ITS, Surabaya. Wiradinata, S. 1981. Pengantar Analisis Biaya Pembalakan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.

Gambar

Gambar  1.  Mesin  Pancang  (Monokabel)  yang  Digunakan  pada  Hutan  Alam  (Kiri)  dan  pada  Hutan Tanaman Industri (Kanan)
Tabel 1. Waktu Kerja Penyaradan dengan Sistem Monokabel Etape 1 sampai 9
Tabel 2. Produktivitas Penyaradan Sistem Monokabel
Tabel 3.  Biaya Penyaradan Sistem Monokabel (Tanpa Upah)
+2

Referensi

Dokumen terkait

memaksimalkan return dan meminimalkan risiko dalam membentuk saham-saham terpilih sebagai pertimbangan investasi dengan menggunakan model indeks tunggal yang

In these figures the blue points are data points, the green lines depict the edges of minimum spanning tree constructed from neighborhood graphs of data points before

untuk mengetahui perbedaan status gizi anak usia 6-24 bulan lingkungan kumuh dan lingkungan tidak kumuh di Kelurahan Semanggi Kecamatan Pasar Kliwon

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prosentase komposisi kimia pada baja tahan karat 202 serta struktur mikro, harga kekerasan, harga impack hasil las

Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis cerpen berbasis budaya Karo yang diajarkan sebelum menggunakan metode menulis cepat dengan bantuan tiga kata oleh

Data primer diperoleh dari hasil uji sensitivitas dengan metode difusi cakram, yaitu sepuluh isolat kuman yang diambil dari spesimen sputum penderita ISNB periode Agustus

Isi teras berita kriminal di Harian Harian Umum Galamedia di tinjau dari fungsi teras menunjukan unsur yang layak untuk sebuah teras berita dengan hasil yang tinggi,

[r]