• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Antara lain adalah, menaikkan standar hidup, memperbaiki tingkat pendidikan, kesehatan dan persamaan hak untuk memiliki kesempatan dalam memperoleh semua komponen-komponen penting dari hasil pembangunan ekonomi. Pada hakekatnya, perencanaan merupakan sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi dan bersifat akumulatif. Artinya perubahan yang terjadi pada sebuah keseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem sosial yang kemudian akan membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan semula. Di samping itu perencanaan sendiri memiliki peran dalam proses pembangunan. Salah satu peran perencanaan adalah sebagai arahan bagi proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai di samping sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembangunan yang dilakukan.

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan subyek dan sekaligus obyek pembangunan, mencakup seluruh siklus kehidupan manusia sejak mulai dalam kandungan hinggá akhir hidup manusia. Pembangunan SDM dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu kualitas, kuantitas, dan mobilitas penduduk. Kualitas SDM membaik yang antara lain ditandai dengan meningkatnya status kesehatan dan taraf pendidikan masyarakat. Namun demikian, kualitas SDM Indonesia dilihat dari Indeks

(2)

Pembangunan Manusia (IPM), masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN. Rendahnya kualitas SDM Indonesia menyebabkan rendahnya produktivitas dan daya saing dalam berkompetisi dan merupakan tantangan besar yang harus dihadapi dalam 20 tahun mendatang.

Kenyataan bahwa sumber daya yang berlimpah tersebut tidak merata berada di seluruh daerah. Implikasi dari ketidak-merataan keberadaan kedua sumber daya tersebut adalah belum baiknya tingkat pelayanan infrastruktur wilayah untuk melayani kebutuhan wilayah dan masyarakat, terutama daerah-daerah terisolir dan tertinggal.

Terjadinya krisis identitas nasional ditandai dengan semakin memudarnya nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, keramahtamahan sosial, dan rasa cinta tanah air yang pernah menjadi kekuatan pemersatu dan ciri khas bangsa Indonesia. Demikian pula kebanggaan atas jati diri bangsa seperti penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar semakin menurun. Identitas nasional meluntur oleh cepatnya penyerapan budaya global yang negatif serta kurang pembentukan karakter bangsa.

Pada dunia yang sangat kompetitif sekarang ini setiap negara perlu mengupayakan terbentuknya wilayah-wilayah yang produktif untuk memungkinkan tersedianya lapangan kerja yang stabil bagi penduduknya. Sesuai dengan perkembangan globalisasi dan pertumbuhan cepat perekonomian negara-negara berkembang, kompetisi antarnegara semakin tajam, dan perusahaan skala dunia menjadi sangat selektif dalam memilih wilayah-wilayah dimana mereka akan menempatkan perusahaannya.

(3)

Setiap daerah perlu memanfaatkan karakteristik wilayah masing-masing dalam berinteraksi dengan dunia. Agar semakin banyak wilayah menjadi produktif maka setiap wilayah perlu memiliki identitas yang khas, yang dihargai oleh dunia. Sasarannya adalah berkembangnya pertukaran yang lebih aktif dalam banyak bidang termasuk ekonomi, ilmu pengetahuan, budaya, olahraga, dan pariwisata dengan negara lain. Setiap wilayah perlu menawarkan apa yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat global, dan terutama oleh masyarakat Asia.

Perkembangan pengembangan wilayah ditujukan untuk mengefisienkan pembangunan berdasarkan evaluasi pelaksanaan pendekatan sebelumnya serta disesuaikan dengan tuntutan dalam kurun waktu tertentu. Pengembangan wilayah adalah harmonisasi perkembanganwilayah. Banyak cara dapat diterapkan, mulai dari konsep pengembangan sektoral, basic needs approach sampai penataan ruang (pengaturan ruang secara terpadu melalui proses pemanfaatan sumber daya alam secara sinergi dengan pengembangan sumber daya manusia dan lingkungan hidup untuk mencapai pembangunan berkelanjutan). Mendorong kerja sama dan interaksi antara wilayah di Indonesia dengan wilayah-wilayah negara lain merupakan upaya yang secara khusus perlu disiapkan.

Kondisi pemerintah, di berbagai negara di seluruh dunia, baik di negara berkembang maupun di negara maju, sejak awal abad ke 20, mengalami kondisi kritis, yang salah satunya ditandai dengan adanya kesenjangan antara tuntutan masyarakat di satu sisi yang semakin tinggi, sedangkan di sisi lain, kemampuan pemerintah untuk memenuhi tuntutan tersebut semakin terbatas. Pemerintah dewasa

(4)

ini tengah berada pada batas kapasitasnya, dimana setiap penambahan beban baru penyelenggaraan pemerintah, maka akan mengurangi kemampuan dan kapasitas kinerja pemerintah pada bidang lainnya. Hal ini disebabkan keterbatasan pemerintah daerah dalam menghadapi perubahan yang begitu cepat.

Fenomena globalisasi merupakan indikasi kuat dalam perubahan lingkungan strategik. Globalisasi merupakan proses di mana masyarakat dunia menjadi semakin terhubungkan dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hal budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun lingkungan. Dunia saat ini telah menjadi pasar global, bukan hanya untuk barang dan jasa, tetapi juga antara lain untuk penyediaan teknologi. Dengan globalisasi perekonomian yang semakin nyata, menunjukkan bahwa interdepensi berbagai negara dan masyarakat bangsa-bangsa semakin kuat dan nyata. Semua itu menunjukkan bahwa dalam perjalanan bangsa di era millenium ketiga dewasa ini, telah terjadi perubahan dalam tingkat kecepatan yang tidak pernah terpikir sebelumnya.

Dalam bidang ekonomi, yaitu lahirnya perekonomian pasar dalam kondisi global seperti saat ini, dunia tidak mengenal batas. Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerintahan negara, menuntut reformasi sistem perekonomian dan pemerintahan, termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi perekonomian antar daerah dan antar bangsa berlangsung lebih efisien. Kunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing; dan kunci daya saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu, ketepatan dan kepastian kebijakan publik. Daya saing telah menjadi bisnis yang harus diperhatikan

(5)

oleh setiap organisasi dalam era bisnis global, sebagai persaingan di antara bangsa-bangsa. Daya saing merupakan bagian dari sikap baru globalisasi, dan merupakan konsekuensi langsung dari kedekatan yang belum pernah terjadi di antara bangsa-bangsa di pasar global.

Krisis ekonomi di Indonesia terjadi antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.

Masalah tersebut menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah penganggurran semakin meningkat, jumlah penduduk Indonesia semakin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan muncul konflik di berbagai daerah yang mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, good governance perlu segera dilakukan agar permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar.

Berbagai upaya, berupa strategi dalam bidang manajemen modern telah dilakukan, antara lain dengan cara melakukan reformasi yang berdimensi restrukturisasi, revitalisasi, dan refungsionalisasi sampai kepada melahirkan berbagai konsep tentang reinventing (mewirausahakan) dan banishing bureaucracy

(memangkas birokrasi) dengan berbagai kendalanya. Kondisi tersebut menuntut suatu jawaban, berupa solusi di dalam bidang manajemen yang saat ini dikenal dengan

(6)

suatu terminologi dalam fase perkembangan ilmu manajemen, yang disebut dengan manajemen modern. Suatu instrumen atau alat yang menjadi pilar yang sangat efektif dan unggul, adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi, dimana akan menghasilkan penyajian informasi yang lebih cepat, tepat dan akurat.

Salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan pada suatu wilayah adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan nilai-nilai luhur budaya sesuai dengan peradaban bangsa, mempunyai jiwa cinta tanah air dan pengabdian yang tinggi terhadap tugas-tugas yang dibebankan, dengan menerapkan prinsip-prinsip “good

governance” dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan negara sebagaimana

yang diamanatkan pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam menghadapi berbagai tantangan setiap organisasi, baik di lingkungan pemerintah, pelaku ekonomi, maupun masyarakat, dapat dan mampu menerapkan konsep-konsep pemikiran manajemen modern, sehingga dapat mendukung pelaksanaan Good Governance (kepemerintahan yang baik), yaitu pemerintah yang akuntabel, transparan, penuh dengan keterbukaan, taat hukum, dan mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan.

Pemberdayaan aparatur, merupakan hal penting karena SDM sebagus apapun belum tentu akan membuat SDM bekerja dengan baik. Kalau habitat di mana mereka bekerja tidak mendukung pemunculan perilaku yang baik maka akan sirnalah hasil pengembangan SDM. Oleh karena itu penataan aspek lain seperti struktur organisasi yang luwes, sistem pernilaian prestasi kerja, sistem pengembangan karir dan

(7)

kompensasi yang mengacu pada kompetensi, bukan pada senioritas perlu diberlakukan. Beberapa permasalahan yang menjadi fenoma adalah :

1. Mutu penyelenggaraan pelayanan publik masih lemah, banyak terjadi praktek pungli, tidak ada kepastian, dan prosedur berbelit-belit. Dampaknya pada bidang usaha ekonomi mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, menghambat investasi, memperlambat arus barang ekspor-impor, kesan bagi masyarakat kurang memuaskan dan citranya buruk. (Kantor Menpan, 2004)

2. Potret SDM aparatur saat ini masih menunjukkan profesionalisme rendah, banyaknya praktek KKN yang melibatkan aparatur, tingkat gaji yang tidak memadai, pelayanan kepada masyarakat yang berbelit-belit, hidup dalam pola patronklien, kurang kreatif dan inovatif, bekerja berdasarkan juklak dan juknis serta mungkin masih banyak potret negatif lainnya yang intinya menunjukkan bahwa aparatur di Indonesia masih lemah.

3. Di era globalisasi saat ini terjadi persaingan antarnegara. Indonesia dalam kancah persaingan global menurut World Competitiveness Report menempati urutan ke-45 atau terendah dari seluruh negara yang diteliti, di bawah Singapura (8), Malaysia (34), Cina (35), Filipina (38), dan Thailand (40).

4. Undang-undang no 22 tahun 1999, jo. UU no 32 tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah, memberikan gambaran bahwa untuk melaksanakan otonomi daerah agar lebih berdaya guna maka perlu aparatur yang berkualitas, karena merekalah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, dengan harapan aparatur daerah yang professional lebih diberdayakan untuk mampu mengemban amanat UUD 1945.

5. Penempatan PNS belum berdasar pada kompetensi jabatan, dimana tuntutan kebutuhan jabatan dalam suatu organisasi adalah penempatan pegawai yang sesuai artinya pegawai yang ditempatkan dalam suatu jabatan senantiasa dikaitkan dengan kemampuan yang dimiliki oleh pegawai yang bersangkutan (the right men in the right place).

(8)

6. Pengembangan pegawai belum berdasarkan pola pembinaan karier, disatu sisi sumber daya manusia merupakan tujuan dari proses pengembangan organisasi agar menjadi sumber daya yang berkualitas.

7. Kenaikan pangkat dan jabatan belum berdasarkan prestasi kerja dan kompetensi, dimana suasana dapat mempengaruhi sehingga kinerja aparatur menjadi tidak produktif dalam bekerja.

8. Sistem kompensasi belum berdasarkan pada prestasi kerja, mengakibatkan kurang termotivasinya pegawai untuk meningkatkan kualitas kerjanya.

9. Sistem remunerasi belum didasarkan pada tingkat kelayakan hidup, termasuk salah satu penyebab belum tercapainya target hasil kerja yang diinginkan, karena masih ada istilah PGPS (Pintar Goblok Penghasilan Sama) .

10. Prinsip-prinsip good governance belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. 11. Sebagai gambaran bahwa jumlah PNS di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2009, masih ada yang berpendidikan Sekolah Dasar (SD) terdiri dari 404 orang, SLTP 497 orang, SLTA 6420, dan D3 1653 orang. Dari 12.194 jumlah PNS yang ada di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, yang berpendidikan S1 terdiri dari 3.366 orang, dan S2 728 orang , dan S3 hanya 26 orang.

12. Secara kuantitas jumlah sumber daya manusia aparatur (Pegawai Negara Sipil) yang memberikan pelayanan juga dirasakan sangat minim dengan rasio 1,9 % dari jumlah penduduk. Jika dibandingkan dengan Negara-negara maju yang dalam setiap 1000 penduduk terdapat 77 PNS, di Indonesia hanya sebanyak 21 PNS saja. Di daerah, rationya bahkan lebih kecil, yakni 4 : 1000. Sebagai gambaran dapat dijelaskan bahwa pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kondisi sumber daya manusia aparatur pemerintah daerah terutama yang menduduki jabatan eselon II terdiri dari 60 orang dan eselon III 319 orang, dimana seyogianya merekalah yang berperan sebagai perencana, pengelola dan pelaksana untuk meningkatkan kinerja di unit kerja lembaga pemerintah. Terhadap aparatur pemerintah yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan

(9)

kepemimpinan, kiranya dapat diberdayakan untuk dapat action dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Dan pada kenyataannya mengikuti Diklat kepemimpinan bukan ukuran kepada seorang aparatur untuk didudukkan pada suatu jabatan.

Dari permasahan diatas yang paling krusial terjadi di pemerintah provinsi Sumatera Utara adalah :

1. Permasalahan yang berkembang saat ini antara lain masih belum optimalnya perbaikan kinerja dari para aparatur terutama pada birokrasi pemerintah provinsi Sumatera Utara, yang kemudian telah menimbulkan pertanyaan bahkan keragu-raguan terhadap peran dan fungsi Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pegawai Negeri Sipil untuk Sumatera Utara, pembinaan aparatur antara lain dilaksanakan oleh Badan Diklat Provinsi Sumatera Utara.

2. Tersendatnya realisasi otonomi yang diamanatkan oleh UU No. 32 tahun 2004, disebabkan oleh kemampuan profesional dan etos kerja aparatur di daerah, sehingga kreativitas untuk mengembangkan daerah sulit dilaksanakan dan jika hal itu berkelanjutan maka sumber daya manusia yang seyogyanya menjadi asset utama untuk mengupayakan pertumbuhan daerah akan cenderung menjadi beban pemerintah.

Pemberdayaan SDM aparatur mempunyai peran yang sangat penting mengingat tugas-tugas pemerintah yang semakin kompleks pada saat ini dan dimasa mendatang. Tentu saja SDM yang tidak memiliki keterampilan, pengetahuan, berkinerja lemah dan tidak profesional akan menjadi beban bagi pemerintah. Di sisi

(10)

lain, SDM yang berpotensipun perlu diberdayakan untuk memperoleh hasil-hasil yang optimal. Salah satu konsep pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas SDM aparatur adalah melalui Diklat.

Pada umumnya, tuntutan dan harapan masyarakat terhadap sumber daya manusia aparaturnya sangat besar, sebagai salah satu provinsi yang ada di Sumatera kiranya Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dapat menjadi pilar penggerak pelaksanaan otonomi daerah dalam mewujudkan pembangunan daerah, yang berwawasan Good Governance. Untuk kajian lebih lanjut diketahui bahwa para aparatur di Provinsi Sumatera Utara pada umumnya, berpendidikan formal yang mumpuni dan telah dibekali dengan pengetahuan, keterampilan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam mengelola pembangunan daerahnya supaya mengacu pada pelaksanaan good governance, dimana pemahaman good governance

telah diterima dan dirintis melalui Program Pendidikan dan Pelatihan bagi aparatur pemerintah baik melalui Diklat Teknis, Diklat Fungsional, Diklat Prajabatan dan Diklat Kepemimpinan.

Pada masa pemerintahan Gubernur Sumatera Utara dijabat oleh bapak Rizal Nurdin yaitu sekitar tahun 2002 sudah disosialisasikan prinsip-prinsip Good Governance, bahkan dianjurkan supaya dipajang di kantor-kantor instansi pemerintah terutama di unit kerja pemerintah Provinsi Sumatera Utara, tapi dalam pelaksanaannya masih belum dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan pada umumnya masih merupakan selogan dan pajangan saja.

(11)

Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya. Prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penyelenggaraan Otonomi Daerah harus pula didasarkan pada semangat dan prinsip yang dijadikan pedoman dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yaitu:

a. Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.

b. Efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang menekankan hubungan antar susunan pemerintahan serta pemberian hak dan kewajiban otonomi daerah dengan prinsip: demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan daerah.

c. Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan seperti desentralisasi, dekosentrasi, dan tugas pembantuan, diselenggarakan secara proporsional sehingga saling menunjang.

(12)

d. Tujuan pemberian otonomi daerah seperti yang dirumuskan sampai saat ini yaitu untuk memberdayakan potensi daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan. Di samping itu untuk lebih meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas penyelenggaraan fungsi-fungsi seperti pelayanan, pengembangan, dan perlindungan terhadap masyarakat dalam ikatan NKRI.

Mewujudkan pembangunan daerah yang berwawasan Good Governance di Pemerintah Sumatera Utara perlu adanya komitmen bersama antara pemerintah dengan para stakeholdernya. Pemberdayaan sumber daya manusia aparatur pemerintah melalui pemberian kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi aparatur pemerintah, pelaksanaannya diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1994 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagaimana telah diubah dengan PP No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan PNS, dalam Pasal 8 ayat (2) PP No. 101 Tahun 2000 ini disebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan (diklat) dalam jabatan terdiri dari Diklat Kepemimpinan (Diklatpim), Diklat Fungsional dan Diklat Teknis. Diklat Kepemimpinan terdiri dari empat tingkatan yaitu Diklatpim VI, Diklatpim III, Diklatpim II, dan Diklatpim I, sesuai dengan eselonisasi jabatan struktural di lingkungan pemerintah. Diklatpim ini dirancang dan dilaksanakan untuk mencapai persyaratan kompetensi kepemimpinan aparatur pemerintah yang sesuai dengan jenjang jabatan struktural (Pasal 9 PP No. 101 Tahun 2000).

(13)

Pembinaan pegawai melalui diklat sangat diperlukan untuk menunjang kinerja Aparatur pemerintah, dan hal itu telah dilakukan dalam berbagai aktivitas bentuk pelatihan, yang menjadi permasalahan adalah banyak pihak yang meragukan manfaat serta peran dan fungsi diklat aparatur yang diselenggarakan selama ini, bahkan ada keluhan dari beberapa pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) bahwa diklat yang telah dirancang berdasarkan kompetensi tersebut masih belum mampu melakukan perubahan pada organisasi/satuan kerja asal peserta. Artinya secara asumtif, terdapat suatu mata rantai yang hilang, yang menyebabkan proses penyelenggaraan diklat PNS yang dilaksanakan selama ini terasa mandul atau kurang bermanfaat sebab ketika peserta diklat selesai pendidikan dan pelatihan dan kembali ke instansinya, ternyata tidak dapat menerapkan ilmu yang diperolehnya antara lain dalam pelaksanaan good governance. Untuk mewujudkan pembangunan daerah, pelaksanaan good governance masih merupakan wacana atau selogan saja, padahal prinsip-prinsip good governance sudah dipajang di kantor- kantor instansi pemerintah, tetapi pelaksanaannya belum sebagaimana yang diharapkan. Atas dasar permasalahan diatas maka penulis memilih judul penelitian:

“Analisis Pengaruh Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Terhadap

Good Governance dan Pembangunan Daerah pada Pemerintah Provinsi

(14)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah pemberdayaan SDM berpengaruh terhadap Good Governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

2. Apakah pemberdayaan SDM mempunyai hubungan dengan kualitas perencanaan di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

3. Apakah pemberdayaan SDM mempunyai hubungan dengan kinerja aparatur pemerintah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

4. Apakah kualitas perencanaan dan kinerja aparatur berpengaruh terhadap good governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

5. Apakah pemberdayaan SDM, kualitas perencanaan dan kinerja aparatur berpengaruh terhadap good governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 6. Apakah pemberdayaan SDM, kualitas perencanaan, dan kinerja aparatur

berpengaruh terhadap pembangunan daerah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

7. Apakah pemberdayaan SDM, kualitas perencanaan, kinerja aparatur pemerintah dan good governance berpengaruh terhadap pembangunan daerah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

(15)

1.3 Tujuan Penelitian

Bertolak dari permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:

1. Pengaruh pemberdayaan SDM Aparatur terhadap good governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

2. Hubungan pemberdayaan SDM Aparatur dengan kualitas perencanaan di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

3. Hubungan pemberdayaan SDM Aparatur dengan kinerja aparatur di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

4. Pengaruh kualitas perencanaan dan kinerja aparatur terhadap good governance

di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

5. Pengaruh pemberdayaan SDM Aparatur, kualitas perencanaan dan kinerja aparatur terhadap good governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. 6. Pengaruh pemberdayaan SDM Aparatur Pemerintah, kualitas perencanaan, dan

kinerja aparatur terhadap pembangunan daerah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

7. Pengaruh pemberdayaan SDM Aparatur Pemerintah, kualitas perencanaan, kinerja aparatur dan good governance terhadap pembangunan daerah di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Setelah penelitian ini selesai maka diharapkan penelitian ini nantinya akan memberikan kontribusi kepada:

1. Dari segi pengembangan ilmu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap khasanah keilmuan khususnya di bidang perencanaan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan daerah guna mewujudkan good governance di Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dapat juga menjadi acuan bagi peneliti-peneliti berikutnya khususnya peneliti yang tertarik pada pengembangan sumber daya manusia terutama sumber daya manusia aparatur sebagai salah satu unsur perencana dan pelaksana pembangunan daerah dalam mewujudkan good governance.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mewujudkan dan melaksanakan goodgovernance.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapat dari kajian ini adalah bahwa reservoir CBM mempunyai laju produksi gas lebih rendah, daerah pengurasan lebih kecil dan recovery factor lebih

Pada bagian ini dijelaskan bahwa, jika pemberi kerja tidak mampu untuk membayar pekerjaan yang telah dilaksanakan selama lebih dari 28 hari, pemberi kerja dinyatakan bangkrut

Ciri dari domba priangan ini antara lain: berat domba jantan hidup dapat mencapai 60-80 kg dan berat domba betina sekitar 30-40 kg, domba betina tidak bertanduk sementara

Berdasarkan uraian yang telah disajikan sebelumnya, penulis tertarik untuk menuangkan tema penelitian ke dalam rumusan judul sebagai berikut: “Pengaruh Kompetensi, Motivasi,

Oleh karena itu, penelitian dengan judul Evaluasi Perencanaan Geometrik Jalan Menggunakan Metode vehicles tracking analysis (Studi Kasus: Jalan Lingkar Luar Barat Kota

Kenaikan jumlah penjualan air kepada pelanggan sebagai dampak dari pelaksanaan program penggantian meter pelanggan sebanyak 1.151 unit sesuai perhitungan diatas, merupakan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu Pelatihan, Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Melaui

Berangkat dari kondisi yang telah diuraikan, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkenaan dengan pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja serta melihat sejauh