PENELITIAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN VOL. 25 NO. 2 2006
ABSTRACT. Maize Productivity with Planting Space Manage-ment and Harvesting Periode in Upland Palu Valley. Upland farming is often facing limited water avalability and low soil fertility. Therefore, it is crucial to search an alternative technology by which upland maize farming system will give a better economic return to the farmers. This research aimed at 1) increase productivity and income of upland maize farmers in Palu valley and 2) the production capacity of the crop residues and quality of forage processed from every harvesting phase. The research was conducted in February to November 2005 at Palu valley. The activities covered stages of preparation and field study comprised of two parts ie. improvement technology for maize cultivation and for prosessing of crop residues to be used as forages. The experimental method used in cultivation part was factorial randomized block design with three replicaptions, meanwhile processing of the residue was done with fermentation technique. Data were analysed with analysis of variance followed by Duncan multiple range test and proxymate analysis of the forages resulted from fermentation process and analysis of the suitability of the farm. The result showed that all the plants grew vigorously. The best harvest result 5.17 t/ha was obtained under spatial arrangment of 35 cm x 30 cm with the thinning of 25 days after planting. Thinning in 45 days after planting gave 4.16 t/ha of grain. The biomass produced was very high ie. reaching 136.08 t/ha/seson that can add value significanthly to farmers income. The economic analysis was suitable enough with B/C ratio 1.8 to 2.26. The income reached Rp 4,618,000/ha/season. Proximate analysis from forages resulted good enough was proteint content and patty at 4.9% to 9,9% and 1,7% to 2,4%
Keywords: Upland, planting space, productivitas
ABSTRAK. Usahatani lahan kering dihadapkan kepada tingkat kesuburan yang rendah dan ketersediaan air yang kurang untuk pertumbuhan tanaman. Untuk itu, perlu mencari alternatif teknologi agar usahatani jagung di lahan kering dapat memberikan hasil samping yang dapat dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk 1) meningkatkan produk-tivitas dan pendapatan petani jagung pada lahan kering di Lembah Palu dan 2) untuk mengetahui kapasitas produksi biomas dan kualitas pakan dari hasil olahan pada setiap fase penjarangan. Penelitian dilaksanakan di Lembah Palu, Kecamatan Palu Selatan, pada bulan Februari-Nopember 2005. Tahapan kegiatan terdiri atas persiapan dan pelaksanaan pengkajian lapangan: dua kegiatan masing-masing perbaikan teknologi budi daya tanaman jagung dan pengolahan brangkasan/biomas menjadi pakan. Percobaan budi daya mengguna-kan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan. Pengolahan jerami jagung menggunakan teknik fermentasi. Analisis data dengan analisis of variance, uji Duncan. Analisis proximat pada pakan ternak hasil fermentasi disertai dengan analisis kelayak-an usahatkelayak-ani. Hasi penelitikelayak-an menunjukkkelayak-an bahwa pertumbuhkelayak-an tanaman cukup baik. Hasil tertinggi dicapai pada perlakuan jarak tanam 35 cm x 30 cm yakni 5,17 t biji/ha dengan penjarangan tanaman pada umur 25 hari. Penjarangan tanaman pada umur 45 hari setelah tanam menghasilkan 4,16 t/ha. Biomas yang dihasilkan mencapai
cukup layak dengan B/C ratio 1,8 hingga 2,26. Pendapatan tertinggi mencapai Rp. 4.618.000/ha/musim tanam. Hasil analisis proximat dari pakan yang dihasilkan cukup baik dengan kadar protein kasar berkisar antara 4,9-9,9% dan lemak kasar 1,7-2,4%.
Kata kunci: Lahan kering, jarak tanam, penjarangan jagung
J
agung merupakan komoditas pangan alternatif sebagai sumber karbohidrat, bahan baku industri, dan makanan ringan. Selain itu, tanaman jagung dapat menjadi bahan baku pakan ternak. Biji jagung dapat dijadikan bahan pangan dan bahan industri pakan. Limbah jagung seperti daun dan batangnya dapat diolah menjadi pakan ternak ruminan dan kompos yang berkualitas (Thalib et al. 2000). Saat ini limbah jagung belum dimanfaatkan secara optimal. Apabila tidak diolah dengan baik limbah ini akan menghasilkan pakan ber-mutu rendah dan tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi dan tingkat kecernaan ternak (Djajanegara 1983; Bestari et al. 1999). Pengolahan sederhana yang mudah di-lakukan petani adalah dengan cara fermentasi meng-gunakan probiotik dan pupuk urea (Haryanto 2003).Untuk mendapatkan hasil jagung secara optimal perlu dilakukan perbaikan pengelolaan baik, pembudi-dayaan maupun pascapanen, termasuk pengolahan limbah untuk pakan ternak dan kompos. Akil et al. (2005) melaporkan bahwa dengan pengaturan jarak tanam dan populasi jagung dapat memberikan hasil cukup tinggi, berkisar 5, 1-5, 3 t biji/ha. Hal ini menggambarkan bahwa pengaturan jarak tanam/populasi dan panen/ penjarangan tidak mengganggu hasil biji dan tetap memberikan hasil samping berupa jerami dalam jumlah yang cukup banyak yang dapat diolah menjadi pakan ternak. Pemanfaatan limbah jagung untuk pakan ternak dapat meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus mengurangi ketergantungan pakan ternak dari padang penggembalaan, terutama pada musim kemarau (Diwyanto et al. 1996).
Perbaikan budi daya jagung dapat melalui penerap-an teknologi budi daya dpenerap-an penggunapenerap-an varietas unggul (Sania et al. 2002; Gunarto et al. 1986). Penerapan tek-nologi pemupukan berdasarkan uji tanah, pengapuran, penggunaan varietas unggul, pengaturan jarak tanam, dan perbaikan pola tanam dapat meningkatkan hasil dan mengurangi biaya produksi sehingga dapat
me-Produktivitas Jagung dengan Pengaturan Jarak Tanam dan
Penjarangan Tanaman pada Lahan Kering Lembah Palu
Syafruddin dan SaidahBalai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Lasoso No. 62 Biromaru, Sulawesi Tengah
ningkatkan efisiensi usahatani (Ardi et al. 1986; Indrianto 1994; Nursyamsi et al. 1996; Nursyamsi et al. 2002; Soepratini dan Sholeh 1986; Maemunah dan Iskandar 2002). Saidah et al. (2004) melaporkan bahwa penanam-an varietas unggul ypenanam-ang sesuai dengpenanam-an kondisi agro-ekologi dapat meningkatkan hasil 42,3-49,8% dibanding penanaman varietas lokal.
Selain perbaikan budi daya, pengolahan limbah jagung untuk pakan ternak dan pupuk organik dapat meningkatkan pendapatan petani dan membuka peluang usaha dalam usahatani. Pemanfaatan limbah jagung hasil olahan dapat mengurangi masalah ke-terbatasan pakan ternak seperti yang terjadi di beberapa daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani jagung dapat dilakukan dengan cara me-manipulasi lingkungan dan sistem tanam yang disertai dengan pengolahan hasil dan limbah secara efektif (Manurung dan Zulbandi 1996). Salah satu manipulasi lingkungan yang dapat dilakukan adalah penambahan populasi tanaman melalui pengaturan jarak tanam.
Ditinjau dari ketersediaan lahan, daerah yang potensial untuk perluasan areal tanam jagung terdapat di luar Jawa. Meskipun demikian usahatani jagung di luar Jawa terutama di lahan kering dihadapkan pada kemasaman tanah, kekeringan, terbatasnya keter-sediaan benih dan tenaga kerja serta dukungan sarana dan prasarana (Sania et al. 2002). Salah satu wilayah di luar Jawa yang berpotensi untuk pengembangan jagung adalah Sulawesi Tengah, karena mempunyai lahan yang cukup luas, terutama lahan kering yang hingga saat ini produktivitasnya masih rendah (Distanbunak 2004; Syafruddin et al. 2005). Pada tahun 2004, luas tanam jagung di Sulawesi Tengah hanya 21.810 ha dengan produktivitas 2,24 t/ha (Distanbunak 2004). Hal ini meng-gambarkan terdapat peluang peningkatan produksi jagung di Sulawesi Tengah.
Lembah Palu dengan luas wilayah 250.800 ha telah ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagai penyangga pangan daerah perkotaan, namun untuk pengembang-an usahatpengembang-ani menghadapi bpengembang-anyak masalah, terutama ketersediaan air. Hasil penelitian, pemetaan, dan evaluasi kesesuaian lahan menunjukkan bahwa lahan yang sesuai untuk tanaman jagung terdapat seluas 69.417 ha, dengan tingkat kesesuaian sedang seluas 7.844 ha dan sesuai marjinal seluas 60.573 ha dengan faktor peng-hambat ketersediaan air dan retensi hara, terutama bahan organik tanah dan kelerengan (Hikmatullah et al. 2004). Keterbatasan ketersediaan air disebabkan oleh curah hujan sangat rendah, yakni 800-900 mm/tahun dengan bulan basah lebih dari 60 mm/bulan pada bulan Juni, Juli, dan Agustus (BMG Mutiara Palu 2003).
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produk-tivitas dan pendapatan petani jagung pada lahan kering melalui pengaturan jarak tanam dan penjarangan tanaman.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Lembah Palu, Kecamatan Palu Selatan. Penetapan lokasi didasarkan pada program dan master plan pemerintah daerah yang telah menetapkan Lembah Palu sebagai sentra dan kawasan pengem-bangan tanaman sayuran, tanaman pangan, dan ternak (Godal 2001), serta hasil pemetaan dan evaluasi ke-sesuaian lahan untuk tanaman jagung pada skala yang lebih operasional, 1:50.000 (Hikmatullah et al. 2004).
Perbaikan teknologi budi daya dan pengolahan limbah jagung menjadi pakan dilaksanakan secara bersamaan dan berurutan. Penelitian budi daya jagung menggunakan rancangan acak kelompok faktorial dengan tiga ulangan.
Faktor pertama adalah pengaturan jarak tanam yang terdiri dari :
1. 20 cm x 30 cm (J1) 2. 30 cm x 30 cm (J2) 3. 35 cm x 30 cm (J3)
Faktor kedua adalah waktu panen brangkasan/ penjarangan jagung untuk diolah menjadi pakan ternak yaitu pada saat tanaman berumur:
1. 25 hari setelah tanam (HST) (P1) 2. 45 HST (P2)
3. 65 HST (P3)
4. tidak dilakukan penjarangan (P4)
Penetapan jarak tanam dan umur panen brang-kasan/penjarangan didasarkan kepada tanaman jagung pada awal pertumbuhannya tidak memerlukan areal yang luas dan belum berkompetisi dengan ruang tumbuh. Penjarangan dilakukan dengan cara memanen satu baris tanaman secara berselang-seling, sehingga tersisa barisan yang sesuai untuk pembuahan dengan jarak tanam 40 cm x 30 cm, 60 cm x 30 cm, dan 70 cm x 30 cm.
Pengolahan bangkasan/biomas jagung untuk pakan ternak dilakukan dengan cara fermentasi, dengan tahapan sebagai berikut: Hasil panen biomas dikering-anginkan selama 7 hari, kemudian dicincang dengan ukuran panjang 3-5 cm dan diaduk merata dengan pupuk urea + probion. Komposisi bahan terdiri atas: biomas/jerami jagung 1 t + pupuk urea 2,5 kg + probion 2, 5 kg dicampur merata lalu diperam selama 7 hari. Setelah itu dikeringanginkan selama 3 hari kemudian dikemas untuk disimpan.
Data yang diamati meliputi: proksimat pakan 1. pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, tinggi letak
tongkol, diameter batang, dan umur berbunga) 2. komponen hasil (bobot 100 biji, panjang tongkol,
dan diameter tongkol)
3. hasil biji dan brangkasan/biomassa, dikonversi ke dalam t/ha
4. kualitas pakan
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of variance, dilanjutkan dengan uji Duncan bila terjadi perbedaan secara statistik. Kualitas pakan diuji dengan analisis proximat serta analisis kelayakan usahatani. Untuk mengetahui tingkat pendapatan dilakukan analisis B/C ratio.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan dan Hasil Jagung
Berdasarkan data tinggi tanaman saat panen, diameter batang, diameter tongkol, dan panjang tongkol tidak terdapat pengaruh interaksi antara pengaturan jarak tanam dan waktu penjarangan tanaman. Perlakuan yang sangat berpengaruh terhadap peubah-peubah tersebut adalah waktu penjarangan tanaman (Tabel 1). Pertumbuhan tanaman terbaik terdapat pada per-lakuan penjarangan umur 25 dan 45 hari setelah tanam (HST). Bobot 100 biji juga tidak memperlihatkan pe-ngaruh interaksi. Perlakuan yang sangat berpepe-ngaruh terhadap bobot 100 biji adalah waktu penjarangan. Bobot 100 biji terbaik diperoleh pada perlakuan pen-jarangan tanaman umur 25 HST (Tabel 2).
Pengamatan terhadap hasil biji menunjukkan ada-nya pengaruh interaksi antarperlakuan. Terlihat bahwa jarak tanam 35 cm x 30 cm dengan penjarangan tanaman umur 25 HST memberikan pengaruh terbaik dengan hasil biji 5,17 t/ha, disusul oleh penjarangan tanaman pada umur 45 HST dengan hasil biji 4,40 t/ha dan waktu penjarangan 25 HST pada jarak tanam 30 cm x 30 cm
dengan hasil 4,16 t/ha (Tabel 3). Hasil cenderung menurun apabila panen terlambat. Hal ini diduga karena adanya persaingan antartanaman dalam memperoleh hara, air, dan penyinaran. Biomas terbaik yang dihasilkan diperoleh pada jarak tanam 30 cm x 30 cm dengan penjarangan tanaman pada umur tanaman 65 HST, men-capai 136,1 t/ha/musim tanam (Tabel 2). Hasil biomas yang dicapai pada penelitian masih lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Akil et al. (2005) yang mencapai 232, 5 t/ha biomas basah.
Hasil biji pada penelitian ini masih lebih rendah dari potensi hasil varietas jagung yang digunakan (varietas Sukmaraga) yang dapat mencapai 8,5 t biji/ha (Puslit-bangtan 2004), namun jauh lebih tinggi daripada hasil panen petani di Sulawesi Tengah yang baru mencapai 2,4 t/ha/musim tanam (Distanbunak 2004). Syafruddin et al. (2004) melaporkan bahwa hasil yang dicapai dengan penerapan teknologi pemupukan P dan K sesuai dengan kondisi tanah dapat memberikan hasil 3,10-7,26 t biji/ha. Indrianto (2004) melaporkan bahwa defoliasi tanaman jagung pada umur yang tepat tidak mengganggu hasil. Namun defoliasi dapat merugikan bila pelaksanaannya tidak tepat waktu (Egharevba et al. 1976). Hal ini menggambarkan bahwa sistem per-tanaman padat dengan panen biomasa jagung pada saat yang tepat tidak mengganggu hasil, sehingga dapat dijadikan alternatif model pengembangan usahatani terpadu antara tanaman jagung dan ternak sapi. Mathius (1983) mengemukakan bahwa untuk mencapai tingkat produksi yang sesuai dengan potensi genetik ternak perlu penyediaan pakan yang mencukupi, baik jumlah maupun kualitas.
Ketersediaan Pakan Ternak
Hasil panen brangkasan/biomas jagung untuk pakan ternak dipengaruhi oleh waktu panen (Tabel 2). Hasil biomas meningkat sejalan dengan waktu penjarangan hingga umur tanaman 65 HST dan menurun pada per-lakuan tanpa penjarangan tanaman. Kadar air biomas lebih rendah pada perlakuan tanpa penjarangan Tabel 1. Pengaruh waktu penjarangan tanaman terhadap tinggi, diameter batang, tongkol, dan panjang tongkol jagung saat panen. Lembah
Palu, Kecamatan Palu Selatan, MT 2005.
Waktu penjarangan (HST) Tinggi tanaman Diameter batang Diameter tongkol Panjang tongkol
(cm) (cm) (cm) (cm)
25 (P1) 242 a 1, 49 a 4, 28 a 15, 6 a
45 (P2) 237 a 1, 32 b 4, 06 a 14, 3 b
65 (P3) 232 ab 1, 27 c 3, 50 b 12, 6 c
Tidak dilakukan penjarangan (P4) 224 b 1, 09 c 3, 00 c 9, 3 d
Tabel 3. Hasil analisis proksimat brangkasan jagung setiap fase penjarangan. Lembah Palu, Kecamatan Palu Selatan, MT 2005.
Perlakuan (masa panen) Protein kasar Serat kasar Lemak kasar Kadar abu GE
(%) (%) (%) (%) (kal/g) Umur 25 HST 9,9 32,4 2,4 11,1 3734 Umur 45 HST 8,4 35,0 1,8 10,8 36,57 Umur 65 HST 7,7 34,5 1,8 9,9 36,71 Saat panen 4,9 36,0 1,5 10,9 3887 Petani 2,8 34,8 0,6 8,8 3705
Dianalisis pada Laboratorium Fisiologi Nutrisi Balai Penelitian Ternak, Bogor, 2005
tanaman, sehingga hasil biomas juga lebih rendah. Hasil panen biomas tertinggi diperoleh pada perlakuan penjarangan umur 65 HST, mencapai 136,08 t/ha. Akil et al. (2005) melaporkan bahwa pengaturan jarak tanam dan populasi tanaman dapat memberikan hasil biomas 232,5 t/ha dengan masa panen/penjarangan tanaman pada umur 45 hari. Hasil analisis proximat menunjukkan bahwa kualitas pakan yang dihasilkan cukup baik. Rata-rata kadar protein kasar dan lemak kasar lebih tinggi dibandingkan dengan brangkasan dari cara petani (Tabel 3).
Terlihat bahwa kadar protein kasar dan lemak kasar pakan menurun dan kadar serat kasar meningkat dengan terlambatnya panen. Kadar protein dan lemak kasar cukup tinggi, masing-masing berkisar antara 4,9-9,9% dan 1,5-2,4%. Rifin (1992) melaporkan bahwa pemangkasan tanaman pada saat 50% keluar rambut tongkol menurunkan kadar protein brangkasan jagung. Hal ini ada kesamaan dengan rumput pasture yang dipotong pada umur berbeda (Siregar dan Djajanegara 1972). Siregar et al. (1980) juga melaporkan bahwa makin tua umur tanaman pakan makin rendah kadar proteinnya dan kadar seratnya meningkat. Kualitas pakan dari biomas jagung tidak berbeda dengan jerami sorgum yang juga dapat mencapai 7,16-11,78% (Sajimin et al. 2003).
Kelayakan Usahatani
Hasil analisis usahatani jagung dari perlakuan panen bertahap untuk produksi biji jagung dan brangkasan layak diterapkan dengan B/C ratio rata-rata di atas 1 (Tabel 4). Perlakuan yang memberikan nilai pendapatan cukup tinggi adalah pada saat panen brangkasan jagung umur 65 HST untuk semua jarak tanam. Pendapatan tertinggi diperoleh pada perlakuan jarak tanam 30 cm x 30 cm dengan waktu panen brangkasan tanaman pada umur 65 hari, yaitu Rp. 4.964.000 dengan B/C ratio 2,26, disusul oleh perlakuan jarak tanam 35 cm x 30 cm dengan waktu panen brangkasan umur 45 hari dan 65 hari, masing-masing Rp. 4.618.000 dengan B/C ratio 2,18 dan Rp. 4.490.000 dengan B/C ratio 2,15. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani jagung monokultur. Penelitian Akil et al. (2005) memberikan pendapatan yang jauh lebih tinggi yaitu Rp. 15.942.000 dengan B/C ratio 7,80. Sulaeman (1989) melaporkan bahwa penjarangan populasi tanaman jagung dari 100.000 menjadi 50.000 pada umur 27 HST yang dilanjut-kan dengan pemangkasan bagian atas tanaman pada saat 75% tanaman berambut dapat meningkatkan pen-dapatan sebesar 17,5% dibanding perlakuan kontrol. Syafruddin et al. (2004) melaporkan bahwa pendapatan petani dari usahatani jagung monokultur dengan Tabel 2. Pengaruh waktu penjarangan tanaman terhadap hasil
biomas dan bobot 100 biji jagung. Lembah Palu, Kecamatan Palu Selatan, MT 2005.
Waktu penjarangan Bobot 100 biji Brangkasan
(HST) (g) (t/ha)
25 25,7 bc 35,4 a
45 23,5 ab 73,1 b
65 24,3 b 136,1 c
Tidak dilakukan penjarangan 22,9 a 82,4 b
CV (%) 10,2 15,9
HST = hari setelah tanam
Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
Tabel 3. Pengaruh interaksi jarak tanam dan waktu penjarangan tanaman terhadap hasil biji jagung. Lembah Palu, Kecamatan Palu Selatan, MT 2005.
Tidak dilakukan Faktor I 25 HST 45 HST 65 HST penjarangan (P1) (P2) (P3) (P4) ...(t/ha)... 35 cm x 30 cm 5, 17 a 4,40 a 2, 33 b 1, 00 c 30 cm x 30 cm 4, 16 a 2, 62 b 1, 98 b 0, 61 cd 20 cm x 30 cm 2, 59 b 1, 22 c 1, 06 c 0, 64 cd Angka selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0,05 DMRT
Tabel 4. Analisis kelayakan usahatani jagung. Kecamatan Palu Selatan, MT 2005.
Jarak tanam 35 cm x 30 cm Uraian
Panen 25 HST Panen 45 HST Panen 65 HST Bersamaan panen biji
Biaya sarana produksi (Rp/ha)
Benih 120.000 120.000 120.000 120.000
Pupuk 410.000 410.000 410.000 410.000
Herbisida - - -
-Insektisida/fungisida 150.000 150.000 150.000 150.000
Biaya tenaga kerja (Rp/ha)
Pengolahan tanah 800.000 800.000 800.000 800.000
Penanaman dan pemupukan 650.000 650.000 650.000 650.000
Penyiangan 400.000 400.000 400.000 400.000
Pengendalian hama penyakit 200.000 200.000 200.000 200.000
Panen dan pascapanen 1.200.000 1.200.000 1.200.000 1.200.000
Total biaya (Rp/ha) 3.900.000 3.900.000 3.900.000 3.900.000
Hasil (t/ha) - - -
-- Biji 5,17 4,50 2,17 1,00
- Brangkasan jagung 27,44 68,81 122,62 79,91
Nilai hasil (Rp/ha) * 7.059.000 8.390.500 8.518.000 5.105.500
Pendapatan (Rp/ha) 3.159.000 4.490.000 4.618.000 1.205.500
Nilai B/C 1,81 2,15 2,18 1,30
Termasuk nilai pakan
- Harga brangkasan jagung Rp. 50/kg - Harga biji jagung Rp.1.100/kg
penerapan teknologi pemupukan berdasarkan uji tanah hanya Rp. 3.460.500/ha.
KESIMPULAN
1. Pertumbuhan tanaman dan hasil biji jagung terbaik adalah pada perlakuan jarak tanam 35 cm x 30 cm dengan penjarangan tanaman pada umur 25 hari. 2. Kelayakan usahatani diperoleh dari perlakuan jarak
tanam 30 cm x 30 cm dengan penjarangan tanaman pada umur 65 hari dengan pendapatan Rp. 4.964.000. 3. Pengaturan jarak tanam dan panen dapat mem-berikan hasil biji cukup tinggi dan hasil samping berupa brangkasan untuk pakan ternak berkualitas dengan pengolahan sederhana.
4. Nilai gizi pakan yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak berbeda dengan nilai gizi dari sumber pakan lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih disampaikan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Sulawesi Tengah atas pembiayaan dan bimbingan dalam pe-laksanaan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Akil. M., E. Y. Hosang dan A Nadjamuddin, 2005. Produksi biomassa dan biji jagung pada lahan kering di Naibonat melalui pengaturan populasi dan jarak tanam. Makalah di Sampaikan Pada Seminar dan Lakakarya Nasional Jagung di Makassar dan Maros 29-30 September 14 hal (Belum dipublikasikan) Ardi, D., IGP Widjaja-Adhi, dan J. Sri Adiningsih. 1986. Respon tanaman jagung terhadap pengapuran, pemupukan fosfat dan bahan organik pada tanah Ultisols. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk (5): 19-22.
Bestari. J., A. Thalib, H. Hamid, dan D. Suherman. 1999. Kecernaan in vivo ramsum silase jerami padi dengan penambahan rumen kerbau pada sapi PO. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 4 (4); 237-242.
BMG Mutiara Palu. 2003. Data curah hujan dan suhu udara periode 1995-2002.
Distanbunnak. 2004. Program aksi masyarakat agribisnis tanaman pangan propinsi Sulawesi Tengah. Disampaikan Pada Sosialisasi Peningkatan Produktivitas Tanaman Padi Melalui Pemupukan Berimbang di Palu, Mei 2004. 17p.
Diwyanto, K., A. Priyanto, dan D. Zaenuddin. 1996. Pengembangan ternak berwawasan agribisnis di pedesaan dengan me-manfaatkan limbah pertanian dan pemilihan bibit sapi yang tepat. J. Penelitian Pertanian 15 (1): 6-15
Djajanegara, A. 1983. Tinjauan ulang mengenai evaluasi suplement pada jerami padi. Pros. Seminar Pemanfaatan Limbah Pangan dan Limbah Pertanian Untuk Makanan Ternak hal 192-197. Egharevba, P.N., R.D. Horrocks, and M.S. Zuber. 1976. Dry Matter Accumulation in Maize in Response to defoliation. Agron. J. (68): 40-43.
Godal, N. 2002. Program pembangunan pedesaan di Sulawesi Tengah. Pros. Seminar Regional Pengembangan Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi di Sulawesi Tengah. Puslibang
Gunarto.L., H. Supatmo, M. Yahya, dan A. Buntan. 1986. Tanggapan tanaman jagung varietas Arjuna terhadap pemupukan N di Latosol Sinjai. Agrikam Buletin Pertanian Maros 1 (3): 53-57 Haryanto, B., 2003. Menejemen pemeliharaan ternak dalam pola
CLS lahan Kering. Petunjuk Teknis.
Hikmatullah, M. Angling Kartono, Litje, H dan Anny Mulyani. 2004. Penyusunan peta pewilayahan komoditas pertanian berdasar-kan zona agroekologi Skala 1 : 50.000 di Kabupaten Donggala. Sulawesi Tengah. Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian.
Indrianto, K. 1994 Respon kacang tanah terhadap populasi, persen-tase dan posisi defoliasi jagung dalam sistem tumpangsari. J. Agroland (5): 33-36.
Indrianto, K. 2004. Komponen dan hasil jagung yang didefoliasi dalam sistem tumpangsari jagung dan kacang tanah pada MK dan MH. J. Agroland 11 (2): 142-148.
Maemunah dan Iskandar M. Lapanjang. 2002 Pengaruh takaran dan waktu pemberian kalium terhadap pertumbuhan dan produksi jagung. J. Agroland 9 (1): 21-26.
Mathius. I.W. 1983. Hijauan gliricidea sebagai pakan ternak ruminansia. Wartazoa 1 (1): 19-23.
Manurung T dan M. Zulbandi. 1996. Peningkatan mutu jerami padi dengan perlakuan urea dan tetes. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (1):1-6.
Nursyamsi, D., J.S. Adiningsih, Sholeh, dan Abdurachman Adimihardja. 1996. Penggunaan bahan organik untuk me-ningkatkan efisiensi pupuk n dan produktivitas tanah Ultisols di Sitiung Sumber. J. TanahTropika (2): 26-33.
Nursyamsi, D., A. Budiarto, dan L. Anggiria. 2002. Pengelolaan kahat hara pada inceptisols untuk meningkatkan per-tumbuhan tanaman jagung. J. Tanah dan Iklim (20): 56-68 Puslitbangtan. 2004. Deskripsi varietas tanaman pangan 2000-2003.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Litbang Pertanian.
Rifin, A. 1992. Pengaruh modifikasi tajuk tanaman terhadap protein biji, hijauan tanaman dan hasil jagung. Penelitian Pertanian (1) 50-53
Saidah, F. Kasim, Syafruddin, Chatijah, IGP. Sarashuta, A. Ardjanhar dan F.F. Munir. 2004. Adaptasi dan daya hasil jagung di lahan
kering marginal Sulawesi Tengah. Pros Seminar Nasional Klinik Terknologi Pertanian Sebagai Basis Pertumbuhan Usaha Agribisnis Menuju Petani-Nelayan mandiri. Di Manado p. 870-877. Puslitbang Sosek. Badan Litbang Pertanian.
Sajimin, B. R. Prawiradiputra, E. Sutedi dan Lugiya. 2003. Pengaruh interval potong terhadap produksi hajauan beberapa kultivar sorgum sp sebagai tanaman pakan. Pros. Seminar nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2003. p.339-245. Puslitbang Sosek. Badan Litbang Pertanian.
Sania, S., F. Kasim, W Waksman, I.U. Fermansyah dan M. Akil. 2002. Inovasi teknologi jagung menjawab tantangan ke-tahanan pangan nasional. Balai Penelitian Serealia. Puslit-bangtan. Badan Litbang Pertanaian. 19p.
Siregar, M. E., M. Martawijaya dan T. Herawati. 1980. Pengaruh tata laksana interval panen terhadap kuantitas dan kualitas produksi rumput Benggala (Panicum maximun cv Guinea). Bulletin LLP Bogor (26): 41-49.
Siregar, M.E. dan A. Djajanegara. 1972. Pengaruh berbagai frekwensi pemotongan terhadap produksi hijauan beberapa rumput pasture. Bulletin LLP Bogo (6): 1-11.
Soelaeman, Y. 1989. Manipulasi populasi dan pemangkasan bagian atas tanaman jagung (zea mays L) Varietas Wiyasa dan hubungannya dengan penyediaan pangan dan pakan. Penelitian Pertanian (2): 77-83.
Soepratini, M. dan Sholeh. 1986. Effect of N and P fertilizers on yield of maize grown on Typic Paleudults in Lampung for two consecutive season. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk (6): 19-25.
Syafruddin, Saidah, Chatijah, A. Ardjanhar, C. Manopo, Muljadi, D. Mario dan D. Setyorini. 2004. Kajian rekomendasi pe-mupukan P dan K untuk tanaman jagung di lahan kering Hasil Pengkajian dan Desiminasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sulawesi Tengah. 25p.
Syafruddin, Saidah, dan Chatijah. 2005. Status hara tanah sawah irigasi di Kecamatan Sigi Biromaru Kabupaten Donggala. J. Agroland 12 (3): 214-220.
Thalib, A., J. Bestari, Y. Widiyanto, H. Hamid, dan Suherman. 2000. Pengaruh perlakuan silase jerami padi dengan mikrobia rumen kerbau terhadap daya cerna dan ekosistem rumen sapi. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (1): 1-6.