• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kurikulum menurut Undang‐undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum pendidikan selalu mengalamai perubahan dan terus berkembang. Kurikulum pendidikan di Indonesia sendiri sudah mengalami perkembangan sejak sebelum tahun 1945 hingga tahun 2013 yang sedang berjalan. Selama proses pergantian kurikulum, tidak ada tujuan lain selain untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran serta rancangan pembelajaran yang ada di sekolah. Oleh karena itu, kurikulum yang baik akan sangat diharapkan dapat terlaksana di Indonesia sehingga akan menghasilkan masa depan anak bangsa yang cerah yang berimplikasi pada kemajuan bangsa dan negara.

Pembelajaran Kurikulum 2013 merupakan pembelajaran kompetensi dengan memperkuat proses pembelajaran dan penilaian autentik untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Karakteristik Kurikulum 2013 menekankan pada proses pembelajaran menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) yang merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi dilengkapi dengan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Scientific approach merupakan langkah terbaik dalam pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah. Kriteria scientific approach diantaranya adalah pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan secara logika, dan pembelajaran dapat mendorong siswa berpikir kritis.

Dalam scientific approach, terdapat tiga model pembelajaran yang dapat digunakan, yaitu: discovery learning, problem based learning, dan project based

(2)

learning. Banyak penelitian yang menunjukkan keefektifan pembelajaran dengan ketiga model pembelajaran ini, diantaranya: penelitian yang dilakukan oleh Uside, Barchok, & Abura (2013) berjudul “Effect of Discovery Method on secondary School Student’s Achievement in Physics in Kenya”, menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi siswa dengan meningkatkan retensi pengetahuan dan menanamkan rasa percaya diri. Penelitian oleh Ali & Rubani (2010) berjudul “Student-Centered Learning: An Approach in Physics Learning Style Using Problem-Based Learning (PBL) Method” yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran, yaitu siswa dapat bekerja sebagai anggota tim yang baik, presenter yang sangat baik, meningkatkan komunikasi interpersonal, dan mampu berpikir kritis. Penelitian lain oleh Mihardi, Harahap & Sani (2013) yang berjudul “The Effect of Project Based Learning Model with KWL Worksheet on Student Creative Thinking Process in Physics Problem” menunjukkan proses belajar dengan pembelajaran berbasis proyek benar-benar efektif untuk memajukan proses berpikir kreatif siswa dan pengamatan yang dilakukan oleh pengamat menunjukkan bahwa aktivitas positif siswa meningkat.

Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran discovery learning, problem based learning, dan project based learning yang diterapkan pada mata pelajaran Fisika efektif digunakan dalam pembelajaran. Ketiga model tersebut membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir yang lebih kreatif dan kritis, membantu siswa memahami ilmu pengetahuan dengan sangat baik dan meningkatkan keterampilan meneliti siswa. Model-model pembelajaran tersebut merujuk pada pembelajaran dengan pendekatan ilmiah (scientific approach), sehingga dapat disimpulkan bahwa scientific approach efektif digunakan dalam pembelajaran, salah satunya pada pembelajaran Fisika. Hal ini sesuai dengan karakteristiknya, bahwa fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-prinsip saja tetapi juga suatu proses penemuan.

Implementasi Kurikulum 2013 dilengkapi dengan pengadaan bahan ajar berupa buku panduan guru dan buku teks pelajaran untuk siswa oleh pemerintah.

(3)

Buku panduan guru dan buku teks pelajaran tersebut disesuaikan dengan Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar dan Menengah Kurikulum 2013 untuk memudahkan guru dan siswa melaksanakan pembelajaran dalam mencapai kompetensi yang diharapkan. Strategi ini memberikan jaminan terhadap kualitas isi/bahan ajar dan penyajian buku serta bahan bagi pelatihan guru dalam keterampilan melakukan pembelajaran dan penilaian pada proses serta hasil belajar siswa. Buku/modul digunakan sebagai bahan ajar dan sumber belajar yang mengintegrasi standar pembentukan kurikulum. Namun, pengadaan buku untuk tingkat Sekolah Menengah Atas hanya terbatas pada beberapa mata pelajaran, yaitu Matematika, Bahasa Indonesia, dan Sejarah Indonesia sebagaimana tercantum dalam Permendikbud No. 71 tahun 2013. Untuk mata pelajaran lain, guru menyiapkan dan memilih sendiri bahan ajar yang akan menjadi pegangan dan acuan dalam mengajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum. Terbatasnya ketersediaan buku pegangan guru dan siswa ini pun menjadi salah satu penyebab proses pembelajaran di kelas kurang efektif.

Melihat dari pengalaman di lapangan, bahan ajar yang digunakan dalam proses pembelajaran fisika terbatas pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang menjadi satu-satunya pegangan siswa. Padahal materi yang tertera di LKS merupakan rangkuman materi yang disajikan dengan singkat dan kurang lengkap. Sehingga siswa masih mengandalkan materi yang disampaikan oleh guru dan pembelajaran pun berlangsung satu arah. Masih berlangsungnya pembelajaran satu arah juga diungkapkan oleh Sendi, Sutrisno, dan Sinaga (2013), yang meyatakan bahwa pembelajaran fisika di sekolah masih berpusat pada guru, sementara siswa masih cenderung pasif dan kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah masih tergolong rendah. Hal ini menyebabkan respon siswa cenderung negatif karena kurangnya variasi pembelajaran.

Kenyataan di atas sangat bertolak belakang dengan hakikat belajar fisika dan prinsip pembelajaran Kurikulum 2013 berbasis scientific approach dimana siswa dituntut untuk mencari pengetahuan tidak dengan diberi pengetahuan, serta belajar aktif membangun pengetahuannya dari fakta atau fenomena yang ada

(4)

bukan hanya diberi rumus-rumus yang sudah ada, seperti materi alat-alat optik. Alat-alat optik sangat penting bagi kehidupan dan perkembangan ilmu teknologi. Dengan mempelajari alat-alat optik berdasarkan fakta dan fenomena, siswa dapat menyajikan ide/rancangan sebuah alat optik sehingga siswa tidak perlu hanya diberi rumus-rumus saja, tapi diajarkan melalui fenomena yang ada.

Berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan di atas, maka perlu dilakukan pengembangan bahan ajar, khusunya untuk bahan ajar fisika SMA. Bahan ajar yang dikembangkan disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku agar dapat mengarahkan proses pembelajaran pada arah yang benar sesuai tuntutan kurikulum. Salah satu bahan ajar yang dapat dikembangkan yaitu modul. Modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar cetak yang disajikan secara sistematis, sehingga penggunanya dapat belajar dengan atau tanpa guru. Bagi siswa modul membantu siswa berpikir secara utuh dan sistematis sehingga bisa dipelajari oleh siswa secara mandiri, sedangkan bagi guru, akan mempermudah guru untuk merancang dan melakukan pembelajaran. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Alias, Siraj, DeWitt, Attaran & Nordin (2013) yang berjudul “Evaluation on the Usability of Physics Module in a Secondary School in Malaysia: Student’s Retrospective”, mereka menyarankan penggunaan modul fisika berdasarkan teknologi dan gaya belajar dapat menjadi paket pembelajaran yang efektif. Selain itu, penelitan oleh Mulyanratna, Mulyaningsih, dan Sunarti (2011) menunjukkan bahwa perkuliahan dengan dipandu modul gelombang dan optik yang dikembangkan dapat terlaksana dengan sangat baik, peningkatan aktivitas belajar mandiri mahasiswa, ketuntasan tujuan mastery learning telah tercapai, dan respon positif mahasiswa terhadap isi modul dan pembelajaran yang dilaksanakan.

Berdasarkan alasan-alasan yang telah diuraikan dan beberapa hasil penelitian tentang pembelajaran berbasis scientific approach maupun modul di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa perlu dikembangkan modul Fisika berbasis scientific approach. Untuk keperluan tersebut, maka penulis mengajukan penelitian dengan judul “Pengembangan Modul Pembelajaran Fisika Berbasis Scientific Approach pada Materi Alat-Alat Optik untuk Siswa SMA Kelas X”

(5)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, diidentifikasi berbagai masalah yang muncul sebagai berikut :

1. Pemerintah belum menyiapkan buku pegangan guru dan buku teks pelajaran yang sesuai dengan pendekatan kurikulum 2013 untuk mata pelajaran Fisika. 2. Bahan ajar fisika untuk siswa SMA berdasarkan Kurikulum 2013 dan

dikemas dengan pendekatan ilmiah (scientific approach) yang beredar di masyarakat belum tercukupi.

3. Guru masih mengandalkan buku lama dan LKS dalam pembelajaran.

4. Siswa tidak memiliki bahan ajar yang dapat dijadikan sumber belajar mandiri yang sesuai dengan scientific approach.

C. Pembatasan Masalah

Masalah yang telah diidentifikasi di atas kemudian dibatasi agar penelitian ini lebih terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Modul yang dikembangkan merupakan buku ajar Fisika yang disusun sesuai standar kelayakan buku teks siswa yang ditetapkan oleh BSNP untuk dapat digunakan pada Kurikulum 2013.

2. Fokus penyusunan modul yaitu menekankan proses pembelajaran Fisika menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach).

3. Materi yang dikembangkan dalam modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach adalah materi Alat-Alat Optik untuk Siswa SMA kelas X.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah hasil dari pengembangan modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X memenuhi kriteria baik?

(6)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan modul pembelajaran Fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X yang memenuhi kriteria baik.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Produk yang dikembangkan dalam penelitian ini berupa modul Fisika. Spesifikasi produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Modul berupa buku teks tertulis yang dibuat untuk siswa.

2. Modul berisi tentang materi Alat-Alat Optik untuk siswa SMA kelas X yang disajikan dengan pendekatan ilmiah (scientific aprroach).

G. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitan yang diharapkan dari pengembangan bahan ajar modul yaitu :

1. Bagi siswa, memberikan kemudahan untuk dapat belajar secara aktif dan mandiri.

2. Bagi guru, dapat dijadikan sebagai masukan dalam menyusun suatu bahan ajar yang mengacu pada kurikulum 2013.

3. Bagi peneliti lain, hasil dari pengembangan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam pengembangan bahan ajar selanjutnya, baik untuk materi yang sama atau berbeda.

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi pengembangan dari penelitian pengembangan berupa modul pembelajaran Fisika berbasis Scientiifc Approach adalah sebagai berikut:

1. Modul pembelajaran fisika berbasis scientific approach pada materi Alat-Alat Optik yang disusun dapat memberikan konstribusi dalam pembelajaran fisika. 2. Modul pembelajaran fisika dengan materi Alat-Alat Optik dapat digunakan sebagai bahan rujukan peneliti lain dalam mengembangkan modul pembelajaran dengan materi yang sama atau berbeda.

(7)

Keterbatasan pengembangan dari penelitian pengembangan modul pembelajaran Fisika adalah sebagai berikut:

1. Peneliti melakukan uji lapangan tahap awal dan tahap utama dengan memberi angket masing-masing setiap tahap ke 9 siswa dan 30 siswa. Hal-hal yang dinilai dalam angket yakni tentang kelayakan isi, penyajian, bahasa dan kegrafisan untuk mendapatkan data kualitatif.

2. Dari sepuluh tahapan dalam pelaksanaan penelitian pengembangan menurut Borg & Gall, peneliti hanya melaksanakan hingga tahapan ketujuh. Peneliti tidak mendesiminasikan, melaporkan, dan menyebarluaskan produk buku ilmiah populer melalui pertemuan dan jurnal ilmiah.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Manfaat menulis yang terahir adalah tentang kemauan dan kemampuan, ini akan terasah ketika kita sering menulis, sebab secara tidak langsung apabila seseorang memiliki rutinitas

Consensus opinions (Prien and Rush 1996) recommend broader inclusion and fewer exclusion criteria for patients with bipolar disorder who enroll in trials of safety, tolerability,

yang berasal dari Norwegia mengatakan bahwa bullying adalah perilaku negatif yang dilakukan oleh seseorang ataupun lebih yang dilakukan kepada individu lain atau kelompoknya

Diisi dengan bidang ilmu yang ditekuni dosen yang bersangkutan pada

Maksudnya: di waktu melepaskan binatang buas itu disebut nama Allah sebagai ganti binatang buruan itu sendiri menyebutkan waktu menerkam buruan. 29 Ada yang mengatakan

Hasil skoring yang diperoleh perusahaan 578,5 hal ini menunjukkan bahwa organisasi sudah menunjukkan approach yang sistematis, efektif serta telah di deployment

Setelah itu teller akan memanggil dan nasabah akan memberikan sejumlah uang dan buku tabungan untuk meminta pencetakan transaksi setor tunai ke bank..