DESKRIPSI KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA-SISWI SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA KELAS VIII TAHUN AJARAN
2013/2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Agus Wiji Yanto
NIM: 081114010
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
DESKRIPSI KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA-SISWI SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA KELAS VIII TAHUN AJARAN
2013/2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Bimbingan dan Konseling
Oleh:
Agus Wiji Yanto
NIM: 081114010
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Masa depan adalah harapan, harapan untuk menuju sukses. Untuk menjadi orang
yang sukses dalam berkarir itu tidaklah mudah. Semua itu membutuhkan niat, usaha,
kemauan dan dukungan dari orang lain.
Berpikirlah positif untuk mewujudkan kesuksesanmu
Kesalahan yang sudah terjadi di masa lampau, tidaklah perlu untuk ditangisi dan
disesali.
Yang terpenting saat ini adalah berusahalah untuk meraih cita-cita…. SEMANGAT!!!!!!!!!!!!!
Karya ini saya persembahkan kepada orang-orang yang saya sayangi:
Orangtua saya, Bapak Yasak Budiyanto & Ibu Ngatirah
yang selalu mendukung dalam doa dan materi
Ayu Anggiani
yang menjadi sumber motivasi dan selalu mendampingi saya
vii
ABSTRAK
DESKRIPSI KEMANDIRIAN BELAJAR PADA SISWA-SISWI SMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA KELAS VIII TAHUN AJARAN
2013/2014 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP LAYANAN BIMBINGAN KLASIKAL
Oleh: Agus Wiji Yanto (081114010)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi kemandirian belajar siswa-siswi kelas VIII di SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 dan implikasinya terhadap layanan bimbingan klasikal. Jenis penelitian ini, merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan metode survei.
Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Jumlah subyek penelitian ini adalah 133 siswa dan siswi. Instrumen Penulisan ini berbentuk kuesioner yang disusun sendiri oleh penulis dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Kuesioner yang disusun terdiri dari 41 item berdasarkan aspek-aspek kemandirian belajar oleh Mutadin yaitu tanggung jawab, percaya diri, disiplin, dan inisiatif.
Hasil kemandirian belajar di SMP Joannes Bosco Yogyakarta menunjukkan bahwa siswa-siswi kelas VIII, terdapat: 1) 75 siswa (56,39%) yang kemandirian belajarnya sangat tinggi, 39 siswa (29,32%) yang kemandirian belajarnya tinggi, 15 siswa (11,27%) yang kemandirian belajarnya cukup, dan 4 siswa (3%) yang kemandirian belajarnya rendah. Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa siswa-siswi kelas VIII di SMP Joannes Bosco Yogyakarta memiliki sikap kemandirian belajar yang tinggi. 2) Berdasarkan analisis butir-butir kuesioner kemandirian belajar, nampak bahwa item-item yang mengungakap kemandirian belajar yang sangat tinggi ada 27 item, tinggi 7 item, dan cukup ada 6 item.
viii
ABSTRACT
DESCRIPTION OF STUDENTS IN LEARNING
OF THE EIGHTH GRADE STUDENTS ATSMP JOANNES BOSCO YOGYAKARTA IN 2013/2014 ACADEMIC YEARS AND THE
IMPLICATIONS FOR CLASSICAL GUIDANCE SERVICES
By: Agus Wiji Yanto (081114010)
This study aims to determine the description of students learning independence of the eighth grade students at SMP Joannes Bosco Yogyakarta in 2013/2014 academic years and its implications for classical guidance services. This type of research is a quantitative descriptive study using survey method.
The subjects of this study were the eighth grade students at SMP Joannes BoscoYogyakarta in 2013/2014 in academic years. The number of the subjects in this study is 133 both male and female students. This instrumenth in the form of questionnaire, compiled by the writer in consultation with the supervisor. The questionnaire consists of 41 items arranged on the aspects of learning independence byMutadinthat is responsibility, self-confidence, discipline, and initiative.
The results of students independent learning in SMP Joannes Bosco
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang
terlimpah, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan lancar. Disadari bahwa
banyak pihak yang telah terlibat dalam membantu dan mendampingi penulis dalam
mengolah dan menyusun skripsi ini. Oleh karena itu secara khusus diucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph. D, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin Penulisan.
2. Bapak Dr. Gendon Barus, M.Si, sebagai Ketua Program Studi Bimbingan dan
Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan ijin
untuk penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa berkenan membimbing saya dari awal hingga akhir ini dengan sabar.
4. Ibu Voni. S.Pd sebagai guru Bimbingan dan Konseling di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta yang telah bersedia membantu dan mendampingi dalam
pengumpulan data Penulisan ini.
5. Siswa-siswi kelas VIII di SMP Joannes Bosco Tahun Ajaran 2013/2014 atas
bantuan dan kerja samanya sebagai responden yang bersedia mengisi instrumen
Penulisan ini, sehingga pengumpulan data dapat berjalan dengan lancar.
6. Orangtua saya Bapak Yasak Budiyanto dan Ibu Ngatirah yang telah memberikan
dukungan materi maupun doa, sehingga semua yang telah diberikan dapat
membantu dalam penyusunan skripsi ini.
7. Saudara-saudara saya; Dwi Retno Asih (adik), dan Yuli Anita Sari (adik) yang
selalu menanyakan kapan saya selesai kuliah dan wisuda.
8. Ayu Anggiani yang telah memotivasi saya agar segera menyelesaikan skripsi ini
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………..………i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………ii
HALAMAN PENGESAHAN………..………iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...Error! Bookmark not defined. LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASIError! Bookmark not defined. ABSTRAK ... vi
ABSTRACT... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
xii
BAB II
KAJIAN TEORI ...7
A. Remaja... 7
B. Kemandirian Belajar ... 14
C. Bimbingan Klasikal... 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN...34
A. Jenis Penelitian... 34
B. Subjek Penelitian... 35
C. Instrumen Penelitian... 35
D. Pertanggung Jawaban Mutu Kuesioner... 38
E. Prosedur Pengumpulan Data ... 42
F. Teknik Analisis Data... 43
BAB IV HASIL PENELITAN DAN PEMBAHASAN...48
A. Hasil Penelitian ... 48
B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 53
xiii
BAB V
PENUTUP………...………61
A. Kesimpulan….………..61
B. Saran….……….………...………...62
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1Kisi-kisi Kuesioner Kemandirian Belajar... 37
Tabel 2Rincian Item Valid dan Gugur………. 40
Tabel 3Kriteria Reabilitas Guilford………. 42
Tabel 4Norma Kriteria………. 44
Tabel 5Kategori yang Mengungkap Kemandirian Belajar……….. 46
Tabel 6Kategori Skor Item Kemandirian Belajar……… 47
Tabel 7Kategorisasi Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta………... 48
Tabel 8Kategori Item yang Mengungkap Kemandirian Belajar……….. 50
xv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1Hasil Analisis Kemandirian Belajar………. 50
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Angket Kemandirian Belajar……… 68 Lampiran 2Hasil Analisis Penelitian Melalui SPSS 16……….. 72 Lampiran 3 Usulan Topik Bimbingan Yang Meningkatkan Kemandirian Belajar
Siswa……….. 77
1
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini secara berurutan menguraikan latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta batasan istilah.
A. Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan dewasa yang
mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial. Masa remaja pada umumnya
dimulai dari usia 10 sampai 13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18 sampai 22
tahun. Pada masa ini remaja mengalami banyak permasalahan karena
perkembangan zaman, misalnya kemajuan teknologi yang semakin berkembang
internet, jejaring sosial, pergaulan bebas dan pengaruh dunia maya (Santrock,
2003).
Orang tua yaitu ayah dan ibu merupakan orang yang bertanggung jawab atas
seluruh keluarga. Orang tua juga menentukan ke mana keluarga akan dibawa dan
apa yang harus diberikan sebelum anak-anak dapat bertanggung jawab pada
dirinya sendiri. Anak masih tergantung dan sangat memerlukan bekal dari
orangtuanya, sehingga orang tua harus mampu memberi bekal yang baik kepada
Jika kemandirian belajar anak diajarkan setelah anak besar, maka
anak tersebut akan mengalami kesulitan untuk belajar menjadi pribadi yang
mandiri dalam belajar. Kunci kemandirian belajar anak sebenarnya ada di
tangan orang tua. Kemandirian belajar yang dihasilkan dari kehadiran dan
bimbingan orang tua akan menghasilkan kemandirian belajar yang
sempurna (belajar atas kemauanya sendiri tanpa diperintah oleh orang lain).
Oleh karena itu kemandirian belajar itu harus diajarkan ketika anak mulai
masuk sekolah di Play Group, karena untuk dapat menjadi mandiri dalam belajar anak membutuhkan kesempatan, dukungan, serta dorongan dari
keluarga, khususnya orang tua serta lingkungan sekitarnya.
Kemandirian belajar pada anak berawal dari keluarga serta
dipengaruhi oleh sikap dan perilaku orang tua di dalam keluarga. Orang
tualah yang harus berperan aktif dalam mengasuh, membimbing, membantu,
dan mengarahkan anak untuk menjadi mandiri. Walaupun dunia pendidikan
(sekolah) berperan aktif dalam mengembangkan kemandirian belajar
siswa/anak, tetap saja orang tua merupakan pilar utama dan pertama dalam
membentuk anak agar menjadi mandiri. Orang tua mana yang tidak mau
melihat anaknya tumbuh menjadi anak mandiri? Tampaknya memang itulah
salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh orang tua dalam mendidik
Seseorang dapat dikatakan mandiri dalam belajar apabila ia mau
belajar atas keinginanya sendiri tanpa disuruh oleh orang lain. Berdasarkan
pengalaman pada waktu masih SMA, Ujian Nasional di tahun 2008 adalah
ujian yang berat, karena ada 6 mata pelajaran yang diujikan dan nilai
rata-rata lulus harus 5,26. Ini adalah ujian yang berat pada waktu itu, sehingga
kita semua menyusun rencana untuk menghadapi Ujian Nasional itu dengan
cara bekerja sama saat ujian. Tetapi, apa yang sudah direncanakan itu tidak
dapat berjalan dengan baik dan lancar, karena pada waktu itu ada beberapa
teman yang berkhianat. Mereka tidak mau memberikan contekan. Sehingga
teman-teman yang mengandalkan mereka menjadi panik, karena mereka
tidak bisa mengerjakan dan terlalu mengandalkan teman yang pintar
tersebut. Akibatnya banyak teman yang tidak lulus ujian.
Dari sinilah peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang
berjudul “Deskripsi Kemandirian Belajar Pada Siswa kelas 2 Di SMP
Joannes Bosco Yogyakarta Pada Tahun Ajaran 2013/2014 dan Implikasinya
Terhadap Layanan BK”. Alasan konkritnya yaitu, peneliti tidak ingin para
siswa di SMP Joannes Bosco Yogyakarta tidak lulus ujian hanya karena
kurang persiapan dan terlalu mengandalkan temannya, mereka harus
percaya diri kepada dirinya sendiri bahwa mereka dapat mengerjakan ujian
dan lulus dengan cara berlatih belajar mandiri sejak sekarang juga. Peneliti
ber PPL di SMP Joannes Bosco Yogyakarta, peneliti melihat ada beberapa
siswa yang bekerja sama dan saling mencontek saat mengerjakan tugas, dari
sinilah peneliti menduga bahwa kemandirian belajar di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta positif kurang baik dan harus diadakan penelitian. Dari latar
belakang yang diuraikan di atas, diperlukan penelitian untuk mengungkap
kebenaran mengenai deskripsi kemandirian belajar para siswa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Seberapa tinggikah kemandirian belajar siswa kelas VIII di SMP Joannes
Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014?
2. Topik-topik bimbingan apakah yang tepat untuk meningkatkan
kemandirian belajar pada siswa kelas VIII di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Memperoleh deskripsi tentang kemandirian belajar siswa kelas VIII di
2. Menyusun usulan topik bimbingan yang dapat meningkatkan
kemandirian belajar siswa kelas VIII di SMP Joannes Bosco Yogyakarta
Tahun Ajaran 2013/2014.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan bimbingan dan konseling yang khususnya dapat dimanfaatkan
sebagai kajian bersama mengenai deskripsi kemandirian belajar, sehingga
dapat dijadikan sumber informasi yang bermanfaat bagi dunia pendidikan.
2. Secara Praktis
a. Guru
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru
pembimbing di sekolah untuk lebih memperhatikan kemandirian yang
dimiliki oleh siswa dalam belajar. Sehingga dengan adanya penelitian
ini guru pembimbing dapat meningkatkan kemandirian siswa yang
b. Siswa
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh siswa SMP untuk memperoleh
pemahaman tentang kemandirian belajar.
c. Penulis
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi penulis untuk berlatih
menulis karya ilmiah serta mendapat pengetahuan lebih dalam
mengenai deskripsi kemandirian belajar, sekaligus menjadi bekal jika
kelak menjadi guru pembimbing.
d. Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain sebagai
acuan tambahan atau pembanding untuk penelitian sejenis yang akan
dilakukannya.
E. Batasan Istilah
Kemandirian belajar adalah sikap yang dimiliki oleh seorang individu dalam
BAB II
KAJIAN TEORI
Bab ini memuat kajian teoritis yang berkaitan dengan remaja,
kemandirian belajar siswa dan implikasinya terhadap layanan bimbingan
klasikal.
A. Remaja
1. Pengertian Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa,
meliputi perkembangan semua aspek diri yang dialami sebagai persiapan
memasuki masa dewasa (Gunarsa, 1983:17).
Menurut (Santrock, 2003) masa remaja adalah masa transisi antara
masa anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
sosial. Kebanyakan budaya beranggapan bahwa remaja dimulai pada kira-kira
usia 10-13 tahun dan berakhir kira-kira usia 18 sampai 22.
Dalam setiap periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan
terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja
bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Kalau remaja
berperilaku seperti anak-anak, ia akan didorong serta dibimbing untuk
“bertindak sesuai umurnya. ”Kalau remaja berperilaku seperti orang dewasa,
ia akan cenderung disalahkan atau dianggap sok pintar (Hurlock, 1999:58).
2. Ciri-ciri Remaja:
Menurut (Hurlock, 1999) ciri-ciri remaja yaitu remaja sebagai periode
yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai
usia bermasalah dan masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Masa remaja sebagai periode yang penting, dimana masa remaja
sebagai akibat fisik dan psikologis mempunyai persepsi yang sama penting.
Perkembangan fisik yang cepat disertai dengan cepatnya perkembangan
mental terutama pada awal masa remaja, dapat menimbulkan perlunya
membentuk sikap, nilai dan minat baru (Hurlock, 1999).
a. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi
sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap
perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya apa yang sudah terjadi
sebelumnya akan menimbulkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan
yang akan datang. Anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa,
harus meninggalkan sesuatu yang besifat kekanak-kanakan dan harus
mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku
dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 1999).
b. Masa remaja sebagai usia bermasalah, di mana masalah pada masa remaja
sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun
1) sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian
diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga masa remaja
kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah;
2) para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi
masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru.
Ketidakmampuan remaja untuk mengatasi sendiri masalahnya, maka
mereka memakai cara yang diyakini. Banyak remaja akhirnya
menemukan bahwa penyelesaikan tidak selalu sesuai dengan harapan
mereka. Banyak kegagalan yang seringkali disertai akibat tragis bukan
karena ketidakmampuan individu, tetapi kenyataan bahwa tuntutan
yang diaajukan kepadanya, justru pada saat semua tenaganya telah
dihabiskan untuk mencoba untuk mengatasi masalah pokok yang
disebabkan oleh pertumbuhan dan perkembangan seksual yang normal
(Hurlock, 1999).
c. Ciri masa remaja yang terakhir adalah masa remaja sebagai masa pencari
identitas. Sepanjang usia kelompok pada akhir masa kanak-kanak,
penyesuaian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi
anak yang lebih besar daripada individualitas. Anak yang lebih besar
ingin cepat seperti teman-teman kelompoknya. Tiap penyimpangan dari
standar kelompok dapat mengancam keanggotaanya dalam kelompok
3. Tugas Perkembangan di Masa Remaja
Tugas perkembangan pada masa remaja menuntut perubahan dalam
sikap dan pola perilaku anak. Semua tugas perkembangan pada masa remaja
dipusatkan pada perubahan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan
dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa.
a. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja (Hurlock, 1999) adalah:
1) Belajar menerima keadaan fisik.
Seringkali sulit bagi para remaja untuk menerima perubahan
keadaan fisik. Remaja seringkali merasa tidak nyaman dengan
perubahan yang baru dialaminya. Diperlukan waktu untuk
mempelajari, menerima dan menyenangi perubahan fisik yang
terjadi.
2) Belajar mencapai hubungan baru dan matang dengan teman sebaya
baik pria maupun wanita. Remaja memasuki pergaulan yang lebih
dalam lagi dengan teman sebayanya. Remaja mempelajari
hubungan baru terutama dengan lawan jenis.
3) Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.
Dalam hal ini remaja harus bisa bersikap tegas dengan pikiran,
perasaan dan nilai-nilai hidup yang diyakininya. Sikap tegas itu
tidak mudah dibangun tetapi bisa dilatih, karena itu asertivitas
pribadi yang disenangi karena ketegasannya bukan hanya
ikut-ikutan.
4) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa
lain. Remaja sangat mendambakan kemandirian secara emosional.
Bagi remaja yang sangat mendambakan kemandirian, usaha untuk
mandiri secara emosional dari orang tua dan orang dewasa lain
merupakan tugas perkembangan yang harus diselesaikannya.
5) Membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai orang dewasa.
Remaja belajar banyak untuk membentuk nilai-nilai dari sekolah,
orang tua, teman atau saudara yang lebih tua dari mereka.
6) Mengembangkan keterampilan intelektual yang penting bagi
kecakapan sosial. Remaja aktif dalam kegiatan-kegiatan organisasi,
ekstra kurikuler, lebih terampil dalam bersosialisasi, sedangkan
yang tidak mau terlibat dalam kegiatan-kegiatan sekolah dan luar
sekolah cenderung menjadi lebih pasif dalam sosialisasi.
7) Mencapai kemandirian ekonomik. Kemandirian ekonomik ini tidak
akan dicapai sebelum remaja memilih pekerjaan dan
mempersiapkan diri untuk bekerja. Secara usia remaja masih harus
bergantung pada orang tua dalam hal ekonomi.
b. Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja menurut Havighurst
1) Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman
sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan lain
jenis. Remaja dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama,
dapat menahan dan mengendalikan perasaan-perasaan pribadi dan
belajar memimpin orang lain dengan atau tanpa dominasi.
2) Memiliki kemampuan dalam menjalankan peranan-peranan sosial
menurut jenis kelamin masing-masing, artinya mempelajari dan
menerima peranan masing-masing sesuai dengan
ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat.
3) Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang
diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Maksudnya
ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu dimiliki
tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi.
Kemampuan intelektual membantu remaja menghadapi berbagai
masalah kehidupan.
4) Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat
dipertanggungjawabkan, artinya remaja ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab,
menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam
lingkungannya. Semakin remaja bertambah dewasa, kebutuhan
5) Mempersiapkan diri untuk melakukan perkawinan dan hidup
berumah tangga. Bagi wanita harus dilengkapi dengan pengetahuan
dan keterampilan nmengurus rumah tangga (home management)
dan mendidik anak. Remaja putra adalah individu yang akan
menjadi ayah dan remaja putri merupakan calon ibu; keduanya
akan bertemu untuk membentuk komunitas kecil yaitu keluarga.
6) Memperoleh sejumlah norma sebagai pedoman dalam
tindakan-tindakan dan sebagai pandangan hidupnya. Norma-norma tersebut
secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam huibungannya
dengan sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya
dengan manusia-manusia lain.
Dari pendapat kedua ahli di atas, yaitu Hurlock dan Havighurst
mengenai tugas-tugas perkembangan pada masa remaja ada beberapa
pendapat yang sama, yaitu:
a. Menjalankan peranan sosial sebagai pria atau wanita.
b. Mengembangkan kecakapan intelektual.
c. Mencapai kematangan emosional dari orang tua dan orang dewasa
lainnya.
d. Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab.
e. Menjalankan peranan-peranan sosial berdasarkan nilai dan norma
B. Kemandirian Belajar
Kemandirian merupakan hal yang sangat penting bagi individu.
Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah lepas dari cobaan dan
tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu
menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung
pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang
ada.
Mujiman (2009: 1) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai kegiatan
belajar aktif yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi dan
dibangun dengan bekal pengetahuan dan kompetensi yang telah dimiliki.
Kegiatan belajar aktif yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang memiliki ciri
keaktifan pembelajar, ketekunan, keterarahan dan kreativitas untuk mencapai
tujuan tertentu. Tentu saja kegiatan belajar aktif ini perlu dibangun dengan suatu
kekuatan pendorong atau motif. Motif yang dimaksud adalah penguasaan
terhadap suatu kompetensi yang dibangun dengan bekal pengetahuan dan
kompetensi yang telah dimiliki.
Knowless (1975: 18) mengungkapkan bahwa kemandirian belajar adalah
sebuah proses di mana individu mengambil inisiatif sendiri, dengan atau tanpa
Herman (1994) menjelaskan bahwa kemandirian belajar merupakan
keharusan dalam belajar dewasa ini sejauh pelajaran itu diarahkan kepada hari
depan pelajar, yang dengan nyata dapat dilihat dalam keluarga dan masyarakat.
1. Ciri-ciri Kemandirian Belajar
Agar siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu
berfikir kritis, bertanggung jawab atas tindakannya, tidak mudah
terpengaruh oleh orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang
lain. Ciri-ciri kemandirian belajar merupakan faktor pembentuk dari
kemandirian belajar siswa.
Menurut Thoha (1996) membagi ciri-ciri kemandirian belajar
dalam delapan jenis, yaitu:
a. Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif
b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain.
c. Tidak lari atau menghindari masalah.
d. Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam
e. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta
bantuan orang lain.
f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain
g. Berusaha bekerja dengan penuh ketekunan dan kedisiplinan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulan bahwa ciri-ciri
kemandirian belajar pada setiap siswa akan nampak jika siswa telah
menunjukkan perubahan dalam belajar. Siswa belajar untuk bertanggung
jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya secara mandiri dan tidak
bergantung pada orang lain.
Sugilar (2000) menyatakan bahwa kerakteristik individu yang
memiliki kesiapan belajar mandiri dicirikan oleh: kecintaan terhadap
belajar, percaya diri, keterbukaan terhadap tantangan, sifat ingin tahu,
pemahaman diri dalam hal belajar dan menerima tanggung jawab untuk
kegiatan belajarnya.
Mujiman, (2009: 9-10) mengemukakan ciri-ciri individu yang belajar mandiri sebagai berikut:
a. Kegiatan belajarnya bersifat self directing mengarahkan diri sendiri, tidakdependentatau tidak tergantung pada orang lain.
b. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam proses belajar dijawab sendiri atas dasar pengalaman, bukan mengharapkan jawaban dari guru atau orang lain.
c. Tidak mau didekte guru, karena mereka tidak mengharapkan secara terus menerus diberitahu apa yang harus mereka lakukan.
d. Mengharapkan penerapan dengan segera dari apa yang mereka pelajari; mereka tidak dapat menerima penerapan yang tertunda. e. Lebih senang dengan problem-centered learning daripada
content-centered learning.
f. Lebih senang dengan partisipasi aktif daripada pasif mendengarkan ceramah guru.
g. Selalu memanfaatkan pengalaman yang telah dimiliki, karena mereka percaya bahwa mereka tidak datang dengan” kepala kosong”(datang dengan kesiapan dan mempunyai ide-ide dalam kepalanya)
h. Lebih menyukai collaborative learning, karena belajar dan tukar pengalaman adalah hal yang menyenangkan.
j. Bagi mereka belajar harus dengan berbuat tidak cukup hanya dengan mendengarkan dan menyerap.
2. Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar
Kemandirian balajar sebagai sebuah proses dipengaruhi oleh banyak
faktor. Namun, faktor-faktor itu biasanya dibagi menjadi dua, yaitu faktor
dari dalam (internal) dan faktor dari luar (eksternal).
a. Faktor dari dalam
Menurut Mu’tadin (2002) siswa yang memiliki kemandirian
belajar mempunyai kecenderungan tingkah laku indikator sebagai
berikut:
1) Memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan
dirinya. Proses belajar mengajar terjadinya interaksi antara
siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa yang
lainnya. Adanya interaksi antara siswa dengan siswa
lainnya dapat menyebabkan siswa tersebut dapat
mengetahui tingkat kemampuannya dibanding dengan
kemampuan temannya. Apabila siswa merasa
kemampuannya masih kurang dibanding temannya, ia akan
termotivasi untuk bersaing dalam mempelajari suatu pokok
bahasan. Setiap siswa yang melibatkan dirinya dalam suatu
tersebut harus berusaha keras untuk membangkitkan
keberanian, semangat juang dan rasa percaya diri yang
maksimal. Aplikasi pada siswa adalah bersaing dalam
upaya memahami materi yang dipelajari dengan
memperbanyak sumber literatur dari berbagai media
(misalnya perpustakaan, internet, dll) serta mempunyai
waktu khusus untuk mempelajari meteri tersebut di luar jam
sekolah sehingga siswa dapat mencapai prestasi dalam
belajar dan memenangkan persaingan tersebut.
2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi
masalah yang dihadapi. Siswa yang mempunyai inisiatif
senantiasa tidak menunggu orang lain untuk melakukan
sesuatu. Ia mampu bergerak di depan dan seringkali
menjadi contoh perubahan di dalam kelompoknya.
Kemampuan mengambil keputusan dan inisiatif
dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan
terjadi di sekitar untuk dijadikan bahan kajian belajar.
Inisiatif sebagai prakasa yang disertai dengan langkah
konkrit selalu ditunggu kehadirannya pada segala macam
kepentingan hidup baik di tengah masyarakat maupun
mempunyai inisiatif untuk mempelajari dahulu materi
sebelum diajarkan oleh guru serta berinisiatif mengerjakan
soal-soal sendiri pada mata pelajaran yang diterimanya di
sekolah dengan memanfaatkan seluruh kemampuan yang
dimilikinya, termasuk dlam memecahkan setiap
permasalahan yang dihadapi dilapangan yang berkaitan
dengan kehidupan bermasyarakat.
3) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan
tugas-tugasnya siswa yang memiliki kepercayaan diri tidak
mudah terpengaruh oleh apa yang dilakukan orang lain.
Siswa yang memiliki kemandirian belajar tinggi cenderung
memiliki rasa percaya diri, yaitu selalu bersikap tenang
dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan guru
dengan memanfaatkan segala potensi atau kemampuan
yang dimiliki dan tidak mudah terpengaruh orang lain
dalam mengerjakan tugas-tugasnya serta tidak mencontek.
4) Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Siswa
yang bertanggung jawab adalah siswa yang menyadari hak
dan kewajibannya sebagai seorang peserta didik. Tanggung
jawab seorang siswa adalah belajar dan mengerjakan setiap
dan kesadaran, selain itu siswa yang bertanggung jawab
adalah yang mampu mempertanggung jawabkan proses
belajar berupa nilai dan perubahan tingkah laku.
b. Faktor dari luar diri siswa
Kemandirian belajar siswa dipengaruhi oleh lingkungan keluarga.
Menurut Slamento (2003:60-62) hal yang dapat mempengaruhi
kemandirian belajar yaitu:
1) Lingkungan Keluarga
a) Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya
terhadap belajar anak dan akhirnya akan membentuk
kemandirian belajar pada anak. Ada orang tua yang
mendidik secara diktator militer, demokratis, dan ada
keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap
keluarga. Orang tua sebaiknya memberikan kebebasan
kepada anak dalam belajar, biarkan anak belajar sesuai
dengan minat dan kemampuannya. Tetapi walaupun
diberikan kesempatan, orang tua tetap memberikan
arahan dan bimbingan pada belajar anak, sehingga
kemandirian belajar anak senantiasa dapat tercipta.
b) Relasi antar anggota keluarga yang terpenting adalah
dengan saudaranya atau dengan anggota keluarga yang
lain turut menentukan kemandirian belajar pada anak.
Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak perlu
adanya relasi yang baik di dalam keluarga. Hubungan
yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan
kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu
hukuman-hukuman. Adanya hubungan yang baik
tersebut selanjutnya akan membentuk pribadi siswa
yang mandiri dalam proses belajar dan kemandirian
belajar siswa dapat meningkat.
c) Keadaan ekonomi keluarga erat hubungannya dengan
kemandirian belajar anak. Pada keluarga yang kondisi
ekonominya relatif kurang, menyebabkan orang tua
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok anak,
seperti makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan
pemenuhan fasilitas belajar. Tak jarang faktor
ekonomi justru bisa menjadi motivator atau dorongan
anak untuk berhasil. Keadaan ekonomi yang
berlebihan juga menimbulkan masalah dalam
kemandirian belajar. Pada keluarga yang ekonominya
segala kebutuhan anak, termasuk fasilitas belajar.
Kadangkala kondisi serba kecukupan tersebut
membuat orang tua kurang perhatian pada anak karena
sudah merasa memenuhi semua kebutuhan anaknya,
akibatnya anak menjadi malas untuk belajar dan
tingkat kemandirian dalam belajarnya pun cenderung
rendah.
2) Lingkungan Sekolah
Dukungan lingkungan sekolah yang mempengaruhi kemandirian
belajar siswa meliputi guru dan perangkat lain yang ikut
berperang penting dalam proses belajar siswa. Menurut Slamento
(2003:64-65):
a) Kemampuan guru di dalam proses pembelajaran.
Kualitas pembelajaran sangat ditentukan oleh
aktivitas dan kreatifitas guru, di samping
kompetensi profesionalnya. Kemampuan guru
dalam mengimplementasikan kurikulum kedalam
proses pembelajaran dengan cara meningkatkan
motivasi dan kreativitas belajar siswa yang
selanjutnya akan mendorong siswa untuk lebih aktif
b) Ketersediaan sarana dan prasarana sebagai media
dan sumber belajar. Pengelolaan saranan dan
prasarana belajar sudah sewajarnya dilakukan oleh
sekolah mulai dari pengadaan, pemeliharaan dan
perbaikan hingga sampai pengembangan. Hal yang
mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran
digunakan buku teks, sarana dan media belajar
sebagai sumber belajar sesuai dengan tujuan dan
kompetensi yang ingin dicapai dalam kurikulum.
Peserta didik dapat menggunakan buku teks yang
disediakan sekolah baik buku pemerintah maupun
buku yang diterbitkan oleh penerbit non
pemerintah. Kemampuan sekolah dalam
menyediakan dan mengelola sarana dan prasarana
secara professional akan berperan positif terhadap
proses pembelajaran, karena siswa dapat
memanfaatkannya sebagai media dan sumber
belajar siswa.
c) Hubungan yang harmonis antar anggota sekolah.
Sekolah yang efektif umumnya memiliki
sekolah, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui.
Hubungan harmonis antar anggota sekolah adalah
hubungan antara guru dan siswa, siswa dan siswa
maupun antar anggota sekolah lainnya. Hubungan
harmonis yang dimaksud adalah bagaimana
anggota sekolah dapat saling membina hubungan
secara professional, dengan memperhatikan hak
dan kewajiban dari masing-masing pihak.
Berdasarkan peran positif dari pihak guru dan pihak
sekolah, selanjutnya akan membentuk pribadi siswa
yang mandiri dalam proses belajarnya sehingga
tingkat kemandirian belajar siswa dapat melaju
seiring dengan laju profesionalisme dan kualitas
disekolah.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mencapai
kemandirian belajar seseorang tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mendasari terbentuknya kemandirian belajar itu sendiri. Faktor-faktor
tersebut mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
berfikir secara mandiri dalam belajarnya. Kemandirian belajar siswa dalam
belajar akan terwujud sangat bergantung pada siswa tersebut melihat,
merasakan, dan melakukan aktifitas belajar atau kegiatan belajar
sehari-hari di dalam lingkungan tempat tinggalnya.
3. Aspek-aspek Kemandirian Belajar
Mu’tadin (2002) menyatakan bahwa aspek-aspek kemandirian
belajar adalah:
a. Tanggung jawab
Bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukannya. Siswa yang
bertanggung jawab adalah siswa yang menyadari hak dan
kewajibannya sebagai seorang peserta didik. Tanggung jawab seorang
siswa adalah belajar dan mengerjakan setiap tugas yang diberikan oleh
guru dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, selain itu siswa yang
bertanggung jawab adalah yang mampu mempertanggung jawabkan
proses belajar berupa nilai dan perubahan tingkah laku.
b. Percaya Diri
Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya siswa
yang memiliki kepercayaan diri tidak mudah terpengaruh oleh apa
yang dilakukan orang lain. Siswa yang memiliki kemandirian belajar
tenang dalam mengerjakan tugas-tugas belajar yang diberikan guru
dengan memanfaatkan segala potensi atau kemampuan yang dimiliki
dan tidak mudah terpengaruh orang lain dalam mengerjakan
tugas-tugasnya serta tidak mencontek.
c. Disiplin
Menurut Moelino (1993) disiplin adalah ketaatan (kepatuhan)
kepada peraturan, tata tertib, dan norma. Sedangkan siswa adalah
pelajar atau anak yang melakukan aktifitas belajar. Dengan demikian
disiplin siswa adalah ketaatan (kepatuhan) siswa terhadap peraturan,
tata tertib dan norma di sekolah yang berkaitan dengan belajar
mengajar.
d. Inisiatif
Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah
yang dihadapi. Siswa yang mempunyai inisiatif senantiasa tidak
menunggu orang lain untuk melakukan sesuatu. Ia mampu bergerak di
depan dan seringkali menjadi contoh perubahan di dalam
kelompoknya. Kemampuan mengambil keputusan dan inisiatif
dipengaruhi oleh respon siswa terhadap apa yang ada dan terjadi di
sekitar untuk dijadikan bahan kajian belajar. Inisiatif sebagai prakasa
yang disertai dengan langkah konkrit selalu ditunggu kehadirannya
maupun disekolah terutama siswa. Aplikasinya pada siswa adalah
mempunyai inisiatif untuk mempelajari dahulu materi sebelum
diajarkan oleh guru serta berinisiatif mengerjakan soal-soal sendiri
pada mata pelajaran yang diterimanya di sekolah dengan
memanfaatkan seluruh kemampuan yang dimilikinya, termasuk dlam
memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dilapangan yang
berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2009) “Inisiatif
adalah kemampuan untuk mencipta atau daya cipta”. Suryana (2006)
mengungkapkan bahwa inisiatif adalah kemampuan mengembangkan
ide dan cara-cara baru dalam memecahkan masalah dan menemukan
peluang (thinking new things).
Ciri-ciri orang yang inisiatif menurut Sund dalam Slameto (2003:147) adalah sebagai berikut:
1. Hasrat keingintahuan yang besar
2. Bersikap terbuka dalam pengalaman baru 3. Panjang akal
4. Keinginan untuk menemukan dan meneliti 5. Cenderung menyukai tugas yang berat dan sulit
6. Cenderung mencari jawaban yang luas dan memuaskan.
7. Memiliki dedikasi bergairah secara aktif dalam melaksanakan tugas
8. Berfikir fleksibel
C. Bimbingan Klasikal 1. Pengertian
Bimbingan dan penyuluhan merupakan terjemahan dari istilah
“guidance” yang berarti bimbingan dan “counseling” yang berarti penyuluhan
(Walgito, 1995 : 1).
Menurut Smith (1999:94) mengatakan bahwa “bimbingan adalah
proses layanan yang diberikan kepada individu guna membantu mereka
memperolaeh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan dalam membuat
pilihan-pilihan, rencana-rencana dan interpretasi yang diperlukan untuk
menyesuaikan diri dengan baik”.
Bimbingan adalah “Proses pemberian bantuan yang terus menerus dan
sistematis, dari konselor kepada klien sehingga tercapai kemandirian dalam
pemahaman diri, dan penerimaam diri, pengarahan diri dan perwujudan diri
dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal”. Jadi bantuan yang
diberikan hendaknya dilakukan secara terus menerus sebab proses pendidikan
pada manusia berlangsung seumur hidup.
Bimbingan klasikal adalah bantuan yang diberikan kepada siswa yang
pelaksanaanya dilakukan di dalam kelas (Prayitno, 2004:9). Adapun obyek
yang dibahas dalam kelas ini seperti contoh, gambar, tampilan video dan lain
sebagainya yang kemudian didiskusikan dan dicermati dengan baik. Jadi
kegiatan yang kemudian dibahas secara terbuka dan bebas oleh semua peserta
yang ada di dalam kelas tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa bimbingan
klasikal merupakan bimbingan yang diberikan di dalam kelas dalam bentuk
diskusi (bertukan pikiran) untuk mendapat pengalaman dan pengetahuan.
Inilah sebagian kecil strategi atau cara-cara dalam memberiakan bantuan dan
layanan dalam bimbingan dan layanan dalam bimbingan dan penyuluhan.
Winkel & Hastuti (2004: 111) menjelaskan bahwa menurut
bentuknya, bimbingan dibedakan menjadi dua yaitu bimbingan individual dan
bimbingan kelompok. Bimbingan individual menunjuk pada pelayanan
bimbingan yang diberikan pada satu orang saja, sedangkan bimbingan
kelompok menunjuk pada pelayanan bimbingan yang diberikan kepada lebih
dari satu orang pada waktu yang bersamaan.
2. Tujuan Bimbingan Kelompok/Klasikal
Tujuan pelayanan bimbingan kelompok yaitu agar orang yang
dilayani (binimbing) menjadi mampu mengatur kehidupan sendiri, memiliki
pandangannya sendiri dan tidak sekedar mengikuti pendapat orang lain,
mengambil sikap sendiri, dan berani menanggung sendiri efek serta
konsekuensi dari tindakan-tindakannya. Namun, yang utama dituju bukanlah
perkembangan kelompok sebagai kelompok, melainkan perkembangan
optimal dari masing-masing individu yang tergabung sebagai anggota
3. Manfaat Bimbingan Kelompok/Klasikal
Menurut Winkel & Hastuti (2004: 565-566) bimbingan kelompok di
jenjang pendidikan menengah mempunyai manfaat bagi konselor maupun
siswa. Manfaat tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Manfaat bagi tenaga pembimbing (konselor)
1) Mendapat kesempatan untuk berkontak dengan banyak siswa
sekaligus, sehingga konselor menjadi lebih dikenal dan lebih dekat
dengan para siswanya.
2) Lebih efisien dalam hal waktu dan tenaga dalam kegiatan yang dapat
dilakukan dalam suatu kelompok, misalnya memberikan informasi
yang memang dibutuhkan oleh semua siswa.
3) Memperluas ruang gerak konselor, apalagi jika jumlah konselor di
sekolah hanya satu atau dua orang saja.
b. Manfaat bagi siswa (binimbing)
1) Menjadi lebih sadar akan tantangan yang sedang dihadapi, sehingga
mereka dapat memutuskan untuk wawancara sendiri dengan konselor
jika memang perlu.
2) Lebih mampu dan rela untuk menerima dirinya sendiri setelah
teman-temannya yang sering menghadapi masalah, kesulitan, dan
tantangan yang kerap kali serupa.
3) Lebih berani untuk mengungkapkan pendapatnya sendiri dalam
kelompok daripada dengan konselor yang mungkin membuat
canggung.
4) Mendapat kesempatan untuk mendiskusikan sesuatu bersama dan
dengan demikian mendapat latihan untuk bergerak dalam kelompok.
5) Lebih bersedia untuk menerima pendapat yang dikemukakan oleh
seorang teman, daripada bila pendapat yang sama disampaikan oleh
konselor saja.
6) Tertolong untuk mengatasi suatu masalah yang sekiranya sulit untuk
dibicarakan secara langsung dengan konselor, misalnya karena malu
atau bersifat agak rahasia.
4. Tujuan dari Bimbingan Klasikal
a. Siswa dapat melaksanakan keterampilan atau teknik belajar secara efektif
b. Siswa dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan
c. Siswa mampu belajar secara efektif
5. Cara untuk Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa
Cara untuk meningkatkan kemandirian belajar yaitu melalui pembinaan
kelompok dan setiap siswa menjadi patner sesamanya. (Holstein, 1986).
Dalam meningkatkan nilai kemandirian belajar siswa, peneliti menggunakan
salah satu layanan dalam bimbingan dan konseling, yaitu bimbingan
kelompok/ klasikal. Adapun alasan peneliti menggunakan layanan ini adalah sesuai dengan upaya pengembangan kemandirian belajar yang dikemukakan
oleh Ali dan Asrori (2005) bahwa untuk meningkatkan kemandirian belajar
dapat dilakukan dengan cara yaitu: penciptaan partisipasi dan keterlibatan
remaja, penciptaan keterbukaan, penciptaan kebebasan untuk berpendapat,
menciptakan empati, serta menciptakan hubungan yang hangat melalui
bimbingan kelompok. Dalam kegiatan bimbingan kelompok, siswa dilatih
untuk berpatisipasi, aktif mengemukakan pendapat terhadap topik yang
dibahas berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
Hal tersebut membuat siswa terlibat dalam suasana yang tumbuh dan
berkembang dalam kelompok. Keterlibatan siswa dalam kegiatan bimbingan
kelompok akan mempengaruhi timbulnya dinamika kelompok. Dinamika
kelompok membuat anggota kelompok mampu berdiri sebagai perseorangan
yang sedang mengembangkan kediriannya dalam hubungannya dengan orang
lain. Melalui dinamika kelompok tersebut, siswa memiliki hubungan yang
keterbukaan di antara siswa. Keterbukaan merupakan asas yang utama dalam
bimbingan kelompok karena apabila dalam kegiatan bimbingan kelompok
tidak terdapat keterbukaan maka kegiatan bimbingan kelompok tidak akan
dapat berjalan secara efektif dan pastinya dinamika kelompok tidak akan
muncul. Secara langsung dalam bimbingan kelompok mengajarkan kepada
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi
penelitian, yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, instrument penelitian, prosedur
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
A. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti termasuk dalam penelitian
deskriptif dengan metode survey. Penelitian deskriptif merupakan gambaran
situasi dan kondisi yang akan di paparkan oleh penulis dalam kurun waktu
tertentu sesuai dengan waktu penelitian berlangsung. Penelitian deskriptif
merupakan sarana untuk mendapatkan informasi suatu gejala pada saat
penelitian dilakukan.
Penelitian deskriptif diarahkan untuk menetapkan sifat suatu situasi pada
waktu penelitian itu dilakukan. Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk
melukiskan variable atau kondisi yang sebenarnya dalam situasi (Furchan, 2005:
415). Penelitian ini dimasudkan untuk mengetahui gambaran kemandirian
belajar siswa-siswi kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran
2013/2014, serta memberikan masukan tentang topik-topik bimbingan kelompok
untuk meningkatkan kemandirian belajar pada siswa-siswi kelas VIII SMP
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco
Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014. Seluruh data yang diperoleh adalah data
tahun 2013/2014 mencangkup data uji coba terpakai 5 kelas berjumlah 133
siswa-siswi dan data untuk penelitian kelas 8 Democration 30 siswa, Respon 30
siswa, Simply 28 siswa, Tolerance 27 siswa, dan Happines 28 siswa. Penelitian
ini menggunakan uji coba terpakai yang artinya data yang digunakan sebagai uji
coba akan digunakan kembali sebagai data penelitian.
C. Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner.
Kuesioner adalah kumpulan daftar penulisan yang diberikan kepala subjek
penelitian (Furchan, 2005:249). Kuesioner ini dirancang oleh peneliti dalam
bentuk tertutup. “ Kuesioner berbentuk tertutup berisi pernyataan-pernyataaan
yang disertai dengan pilihan jawaban untuk pernyataan-pernyataan tersebut”
(Furchan, 2005:260).
Penentuan skor untuk setiap jawaban dari item-item pernyataan adalah
“Sangat setuju” (SS) diberikan skor 4. “Setuju” (ST) diberikan skor 3, “Tidak
setuju” (TS) diberi skor 2, dan “Sangat tidak setuju”(STS) diberi skor 1 untuk
pernyataan positif (Favorable item) dan untuk pernyataan negatif (Unfavorable
item) adalah:“Sangat setuju”(SS) diberi skor 1, “Setuju”(ST) diberikan skor 2,
Subjek diminta untuk memilih satu dari empat alternatif jawaban yang
disediakan peneliti pada setiap pernyataan, dengan cara memberikan tanda
centang () pada kolom alternatif jawaban. Setelah jawaban-jawaban tersebut
diberi skor, skor-skor yang diperoleh pada setiap jawaban pernyataan
diakumulasi menggunakan apa yang hendak diteliti. Semakin tinggi skor pada
total item Favorable mengindikasikan semakin tinggi kemandirian belajar. Semakin tinggi skor pada total item Unfavorable mengidikasikan semakin
rendah kemandirian belajar.
Alternatif tengah (sedang/cukup) dalam skala ini tidak dipakai untuk
mengurangi kecenderungan responden dalam memberikan jawaban yang netral.
Menurut Azwar (2007:34) bila pilihan tengah disediakan makan responden akan
cenderung memilihnya sehingga data mengenai perbedaan diantara responden
menjadi kurang inovative jadi, penggunaan empat alternatif jawaban
dimaksudtkan untuk menghilangkan kelemahan yang dikandung oleh skala lima
tingkat, dimana alternatif jawaban yang netral (di tengah) mempunyai arti ganda
bias diartikan belum dapat memutuskan atau ragu-ragu.
Seluruh item dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk pernyataan
bersifat Favorable (pernyataan positif) dan Unfavourable (pernyataan negatif). Pernyataan positif artinya pernyataan yang diharapkan pada objek ukur atau
negatif artinya pernyataan yang tidak diharapkan pada objek atau yang
mengindikasikan rendahnya atribut yang diukur (Azwar. 2007:47).
Struktur kisi-kisi kuesioner kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP
Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
Tabel 1
Kisi-kisi Kuesioner Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta tahun ajaran 2013/2014.
Kisi-kisi kuisioner kemandirian belajar
dalam belajar 1,15,25,31,34 2,13,38,51 9
b. Mampu mengambil keputusan dalam
belajar dan bertindak 10,11,21,24 4,56,22 7
4 Disiplin
b. Dapat dipercaya 33,50,52 5,9,12 6
D. Pertanggung Jawaban Mutu Kuesioner 1. Validitas Instrumen
Validitas instrument yang diuji adalah validitas isi (content validity). Azwar (2012:42) menjelaskan: Validitas isi merupakan validitas yang
diestimasi lewat pengujian terhadap kelayakan atau relevansi isi tes melalui
analisis rasional atau expert judgment. Validitas isi berkenaan dengan isi instrument: diperiksa untuk melihat sejauh mana item-item dalam alat
penelitian (kuesioner) telah mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang
hendak diukur atau sejauh mana isi alat penelitian mengungkapkan atribut
yang hendak diukur.
Pada penelitian ini expert judgment dilakukan dengan meminta tanggapan dari dosen pembimbing Ibu Dra. M. J. Retno Priyani, M.Si dan Ibu
Vonny S.Pd selaku guru Bimbingan dan Konseling di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta. Setelah mendapatkan tanggapan dari beberapa ahli, kuesioner
diujicobakan pada sebagian siswa kelas VIII di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014. Uji coba dilakukan pada hari kamis, 17
Oktober 2013. Jumlah siswa yang mengisi kuesioner adalah 36 siswa.
Teknik statistik yang digunakan untuk menganalisis item-item
Rumus teknikProduct-Momentdari Pearson adalah:
Keterangan:
xy
r
: koefisien korelasi antara X dan YN : jumlah subjek
X : jumlah skor item
Y : jumlah skor total
Proses penghitungan indeks validitas item pada alat ukur penelitian ini
dilakukan dengan cara memberi skor terlebih dahulu setiap item dan
mentabulasi ke dalam tabulasi data uji coba instrumen penelitian. Perhitungan
indeks validitas intrumen dilakukan dengan menggunakan bantuan program
komputerStatistic Program for Social Science(SPSS) versi 16.0.
Menurut Azwar (2012: 95), item yang mencapai koefisien korelasi
minimal 0,30 dianggap memuaskan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
Tabel 2 (Rincian Item yang Valid dan Gugur)
a.Tanggung jawab di rumah 7,8,17,18,40 3,28,29,42,5 7,60
a. Kreatif dan aktif dalam belajar
b.Dapat dipercaya 33,50,52 5,9,12 52
Jumlah Masing-masing Item 30 30 19
Jumlah Total Item 60
2. Reliabilitas Instrumen
Reliabilitas adalah “sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya” (Azwar, 2012: 7). Tingkat reliabilitas instrumen diungkapkan
dengan koefisien alpha (). Untuk menghitung indeks reliabilitas kuesioner
keberhasilan dalam melaksanakan kemandirian belajar digunakan program
SPSS (Statistic Programme for Social Science) versi 16.0.
Perhitungan indeks reliabilitas kuesioner tingkat kemandirian belajar
siswa menggunakan program komputer SPSS, dilakukan dengan menghitung
korelasi item ganjil dan item genap dengan menggunakan teknik product moment dari pearson. Hasil perhitungan product moment ganjil genap
kemudian dikoreksi dengan formula Spearman-Brown sebagai berikut: (Masidjo 1995;218)
α =
2[1-
S 2 2 S + 2 Sx i x
]
Keterangan rumus :
S12dan S22 : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2
Dari hasil uji coba terpakai di SMP Joannes Bosco diperoleh
perhitungan koefisien reliabilitas seluruh instrument dengan menggunakan
rumus koefisien alpha () yaitu 0,933. Hasil perhitungan berpedoman pada
daftar indeks reliabilitas Guilford (Masidjo, 1995: 209) seperti yang disajikan
dalam tabel 3.
Tabel 3 Kriteria Guilford
Koefisien Korelasi Kualifikasi
± 0,91–±1,00 Sangat Tinggi ± 0,71–± 0,90 Tinggi ± 0,41–± 0,70 Cukup Tinggi ± 1,21–± 0,40 Rendah
0,00–± 0,20 Sangat Rendah
E. Prosedur Pengumpulan Data
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti menyusun kuesioner kemandirian belajar.
b. Peneliti mengkonsultasikan kembali pada dosen pembimbing.
c. Peneliti datang ke SMP Joannes Bosco Yogyakarta dengan maksud
meminta ijin ujicoba sekaligus penelitian kepada kepala sekolah dan
guru pembimbing untuk mengadakan penelitian serta menentukan waktu
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada tanggal 17, 19 dan 21
Oktober 2013 kepada siswa kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta
tahun Ajaran 2013/2014.
b. Peneliti masuk kelas dengan didampingi oleh guru pembimbing dan
diawali dengan perkenalan.
c. Peneliti memberikan pengantar dan penjelasan maksud diadakan
penelitian dan meminta siswa untuk membantu mengisi kuesioner
kebiasaan belajar.
d. Peneliti membagikan kuesioner dan menjelaskan petunjuk pengisian.
e. Setelah siswa mengisi kuesioner selama kurang lebih 30-35 menit siswa
menyerahkan kembali kuesioner tersebut.
f. Selama proses pengisisan kuesioner tidak adak siswa yang bertanya.
F. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah sebagai berikut.
1. Memeriksa keabsahan administratif dari jawaban responden untuk diolah
lebih lanjut.
2. Memberikan skor pada masing-masing alternatif jawaban.
3. Membuat tabulasi data, menghitung skor total dari masing-masing subyek
maupun item kuesioner dan skor rata-rata subyek maupun rata-rata butir.
a. Kategori kebiasaan belajar siswa.
Kategori ini disusun berdasarkan model distribusi normal
dengan kategorisasi jenjang (ordinal). Tujuan kategori ini adalah
untuk menempatkan subyek penelitian kedalam kelompok-kelompok
yang terpisah secara jenjang menurut kontinum berdasarkan atribut
yang diukur (Azwar, 2012:147).
Normal kategorisasi dibuat dengan berpedoman pada normal
kategori Azwar (2012:147-148) dengan lima kategori yaitu sangat
baik, baik, cukup baik, kurang baik, dan tidak baik.
Tabel 4 Norma Kategorisasi Perhitungan Skor Keterangan
µ+1.5X Sangat Tinggi
µ+0.5Xµ+1.5 Tinggi
µ-0.5Xµ+0.5 Cukup Tinggi
µ-1.5Xµ-0.5 Rendah
Keterangan:
X maksimum teoritik: Skor tertinggi yang diperoleh subjek
penelitian dalam skala
X minimum teoritik : Skor terendah yang diperoleh subjek
penelitian dalam skala
σ (standar deviasi) : Luas jarak rentang yang dibagi dalam 6
satuan deviasi sebaran.
µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritis dari skor maksimum
dan minimum.
Kategori di atas dijadikan sebagai patokan/norma dalam
pengelompokan skor subyek penelitian. Selanjutnya kategori ini
dijadikan patokan dalam pengelompokan skor subyek penelitian
berdasarkan tingkat kebiasaan belajarnya. Kategorisasi tinggi rendah
kebiasaan belajar siswa secara keseluruhan diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut. Jumlah item 41; nilai tertinggi 41x4=
164 nilai terendah 41x1=41, jika luas jarak sebenarnya: 164-41= 123.
Satuan deviasi standarnya adalah 123/6= 20,5 dan mean teoritisnya
adalah (164+41):2= 102,5. Penentuan kategorisasi kemandirian
Tabel 5
Kategori yang mengungkap kemandirian belajar siswa No Formula kriteria Rentangan skor Kategori
1. µ+1.5X >133,25 Sangat Tinggi
2. µ+0.5Xµ+1.5 114,25-133,25 Tinggi
3. µ-0.5Xµ+0.5 92,75-114,25 Cukup Tinggi
4. µ-1.5Xµ-0.5 71,25-92,75 Rendah
5. Xµ-1.5 <71,25 Sangat Rendah
Keterangan :
X : Rata-rata skor total subyek
x : Mean teoritis
sd : Standar deviasi
Selanjutnya, data setiap subyek penelitian dikelompokkan
berdasarkan skor total yang mereka peroleh kedalam kategori diatas,
sehingga dapat dihitung jumlah presentase siswa dalam kategori
kebiasaan belajar secara umum.
b. Kategorisasi skor item.
Kategori skor dari setiap item dalam skala penelitian
dilakukan untuk mendapatkan item-item skala yang dijadikan dasar
penyusunan topik-topik bimbingan untuk pendampingan di SMP
Joannes Bosco Yogyakarta.
Kategori skor tiap item skala adalah berdasarkan distribusi
normal dengan kontimum jenjang yang berpedoman pada Azwar
sangat rendah. Kategorisasi tersebut diterapkan sebagai patokan
dalam pengelompokan skor item.
Kategorisasi skor item secara keseluruhan diperoleh melalui
perhitungan sebagai berikut. Jumlah subyek 133; nilai tertinggi:
133x4=532; nilai terendah 133x1=133, sehingga luas jarak
sebenarnya: 532-133=399. Satuan deviasi standarnya 399/6=66,5 dan
mean teoritisnya adalah (532+133)/2= 332,5 Pengkategorisasian dapat
dilihat dalam tabel.
Tabel 6
Kategorisasi skor item kemandirian belajar
No Formula kriteria Rentangan skor Kategori
1 µ+1.5α<X ≥435,25 Sangat Tinggi
2 µ+0.5α<X≤µ+1.5α 365,75-435,25 Tinggi 3 µ-0.5α<X≤µ+0.5α 299,25-365,75 Cukup Tinggi 4 µ-1.5α<X≤µ-0.5 232,75-299,25 Rendah
5 X≤µ-1.5α ≤232,75 Sangat Rendah
Kemudian data skor total item dikelompokan ke dalam
kategori di atas. Item yang masuk dalam kategori tidak baik-cukup
baik selanjutnya akan dibahas menjadi usulan topik bimbingan
48
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini disajikan hasil dari penelitian dan pembahasan dengan
mengikuti sistematika rumusan masalah pada Bab I, (1) Seberapa tinggikah
kemandirian belajar siswa kelas VIII di SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun
Ajaran 2013/2014? (2) Topik-topik bimbingan apakah yang tepat untuk
meningkatkan kemandirian belajar pada siswa kelas VIII di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014?
A. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Kemandirian Belajar
Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan
kriteria Azwar, dapat diketahui kemandirian belajar siswa kelas VIII di
SMP Joannes Bosco Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 seperti yang
disajikan di tabel.
Tabel 7
Kategorisasi Kemandirian Belajar
Siswa Kelas VIII SMP Joannes Bosco Yogyakarta No Formula Kriteria Rerata skor Frekuensi Persentase
(%) Kualifikasi
1 µ+1.5α<X >133,25 75 56,39 % Sangat Tinggi
2 µ+0.5α<X≤µ+1.5α 114,25-113,25 39 29,32% Tinggi
3 µ-0.5α<X≤µ+0.5α 92,75-114,25 15 11,27% Cukup
4 µ-1.5α<X≤µ-0.5α 71,25-92,75 4 3,00% Rendah
Dari tabel di atas, tampak bahwa:
1. Ada 75 siswa (56% ) siswa yang memiliki kemandirian belajar sangat
tinggi.
2. Ada 39 siswa ( 29%) yang memiliki kemandirian tinggi.
3. Ada 15 siswa ( 11% ) yang memiliki kemandirian cukup.
4. Ada 4 siswa ( 3% ) yang memiliki kemandirian belajar rendah.
5. Tidak ada siswa ( 0% ) yang memiliki kemandirian belajar sangat rendah.
Dapat disimpulkan bahwa siswa-siswi kelas VIII di SMP Joannes Bosco
Yogyakarta Tahun Ajaran 2013/2014 memiliki kemandirian belajar yang sangat
tinggi, akan tetapi masih ada yang kemandirian belajarnya itu cukup dan rendah.
Agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pembahasan ini, penulis menggabungkan
kelima kategori menjadi tiga kategori. Kategori sangat tinggi, tinggi dan cukup.
Kategori ini menunjukan bahwa siswa memiliki kemandirian belajar yang tinggi
berjumlah 75 siswa (56%). Kategori cukup, rendah, dan rendah sekali dijadikan satu
menjadi cukup. Kategori ini menunjukan bahwa siswa belum memiliki kemandirian
belajar yang tinggi, itu berarti belum sesuai dengan yang diharapkan. Jadi siswa yang
Diagram 1
Hasil Analisis Kemandirian Belajar Siswa-siswi SMP Joannes Bosco Yogyakarta
2. Hasil Analisis Butir-butir Instrumen Kemandirian Belajar.
Data hasil analisis butir-butir istrumen penelitian kemandirian belajar
ini, akan digunakan sebagai dasar penyusunan topik bimbingan yang
diperoleh dengan cara mengelompokkan item. Dari pengelompokkan tampak
kelompok yang kemandiran belajarnya sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah,
dan sangat rendah yang disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 8
Kategirosasi Item yang Mengungkapkan Kemandirian Belajar Siswa
No Rentangan skor Kategori Jumlah presentase
1 435,25 Sangat tinggi 28 68,3%
2 365,75-435,25 Tinggi 7 17% 3 299,25-365,75 Cukup 6 14,7%
Dari tabel 8 tampak bahwa item-item yang mengungkapkan kemandirian
belajar yang sangat tinggi ada 28; item-item yang mengungkap kemandirian
belajar tinggi ada 7, dan item yang mengungkap kemandirian belajar cukup ada
6. Dari 41 item yang mengungkapkan kemandirian belajar, peneliti mengambil 6
item terbawah yang akan dijadikan dasar penyusunan usulan topik-topik
bimbingan.
Diagram II
Berikut ini disajikan tabel penyusunan usulan topik-topik bimbingan:
Tabel 9
Rumusan Item-item Kemandirian Belajar yang Tergolong Cukup
No Indikator Item No Item
1 Dapat dipercaya
Ketika guru meminta untuk mengumpulkan tugas/PR, saya mencari alas an kalau PR saya ketinggalan (padahal belum dikerjakan)
Ketika guru memberi tugas, maka saya
langsung mengerjakanya 19
3 Kreatif dan aktif dalam belajar
Saya berusaha mengikuti les/kursus untuk
menambah pengetahuan dalam belajar saya 31
4
Memiliki
keyakinan dalam melakukan/meng erjakan sesuatu
Ketika ujian, saya lebih percaya pada kemampuan teman dibanding dengan kemampuan saya sendiri
32
5 Tanggung jawab di sekolah
Saya terlibat aktif dalam mengikuti pelajaran
di kelas (tanya jawab) 39
6
Percaya pada kemampuan yang dimilikinya
Saya merasa kurang yakin pada saat
mengerjakan soal-soal latihan apabila tanpa dituntun guru
46
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa ada 6 item yang
tergolong cukup rendah, dan 6 item terbawah ini akan dijadikan usulan
topik-topik bimbingan supaya siswa-siswi kelas VIII di SMP Joannes Bosco