• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJUAN PUSTAKA A. FIRMENICH 1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJUAN PUSTAKA A. FIRMENICH 1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

17

II. TINJUAN PUSTAKA

A. FIRMENICH

1. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERUSAHAAN

Firmenich SA merupakan perusahaan keluarga yang didirikan di Swiss pada tahun 1895 oleh Mr. Firmenich, Mr. Chuit dan Mr. Naef. Awal beridirinya Firmenich dipelopori oleh dua ahli kimia, yaitu Mr. Martin Naef dan Mr. Philippe Chuit. Kemudian Mr. Chuit berkeluarga dengan Mrs Firmenich yang bersama keluarganya mendirikan perusahaan keluarga dengan nama Firmenich SA. Mulanya perusahaan ini memproduksi parfume pada tahun 1920. Pada tahun yang sama pula seorang ahli kimia Firmenich yaitu Profesor Ruzika menemukan senyawa kimia parfume (maskenon) dan mendapatkan nobel atas karyanya di bidang kimia.

Pada awalnya Firmenich bergerak di bidang chemical and specialities saja. Pada tahun 1939 perusahaan ini mulai menjalankan bisnis flavor dan kini bergerak di bidang flavor, fragrance, serta

chemical and specialities. Firmenich SA mulai membentuk jaringan organisasi dan servis pada tahun 1960. Pada tahun 1984 dan 1988 perusahaan grup ini mendirikan pabrik firanova (Citrus) di Florida dan pabrik Firharbor di Amerika Utara. Dua tahun kemudian perusahaan ini menerapkan R & D, logistik dan bioteknologi dalam memproduksi flavor, fragrance, chemical serta specialities.

Saat ini Firmenich SA telah memiliki lebih dari 60 cabang di lima benua yang terbagi dalam empat zona komersil, yaitu : Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara ( Amerika Serikat dan Canada ) dan Asia Pasifik ( Indonesia, Malaysia, Singapur, Thailand, Filipina, Vietnam, Bangladesh, India, Srilangka, Jepang, Korea Selatan, Hongkong, RRC, Taiwan, Selandia Baru dan Australia).

PT. Firmenich Indonesia merupakan salah satu cabang Firmenich SA yang didirikan pada tanggal 1 Juli 1994. Firmenich Indonesia merupakan perusahaan patungan berstatus penanaman Modal Asing. Pemegang Sahamnya adalah Firmenich Trading Corporation dan sebuah perusahaan flavor yaitu PT. Indesso Aroma. PT. Firmenich Indonesia lazim disebut menurut singkatan resminya “Firjava” masuk dalam zona Asia Pasifik. PT. Firmenich Indonesia bergerak di bidang flavor untuk produk pangan dan tembakau dan fragrance untuk produk non pangan.

Sebenarnya bisnis Firmenich SA di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1974 bersamaan dengan berdirinya PT. Indesso Aroma di Purwokerto dengan PT. Indesso Aroma sebagai distributor tunggal produk PT. Firmenich di Indonesia. Setelah berdirinya PT. Firmenich Indonesia, PT. Indesso Aroma telah bergeser perannya hanya sebagai distributor tunggal untuk produk Firmenich di Indonesia, Selain menghasilkan produk atas namanya sendiri dan co-distributor untuk produk-produk gum.

Pada tanggal 14 Maret 1997, pabrik PT. Firmenich Indonesia didirikan di wilayah Cileungsi Bogor seluas 2.4 Ha yang digunakan untuk tempat compounding flavour, gudang, kantor, laboratorium Quality Control.

(2)

18

2. LOKASI PERUSAHAAN

PT. Firmenich Indonesia terletak pada dua lokasi yaitu kantor pusat dan pabrik. Kantor pusat berlokasi di Jalan Tanah Abang II no 78 Jakarta Pusat sedangkan pabrik berlokasi di jalan Alternatif Cibubur-Cileungsi Km. 9 Bogor. Pabrik PT. Firmenich Indonesia merupakan satu area dengan pabrik PT. Indesso yang berada dalam suatu area kawasan industri. Pabrik ini didirikan di wilayah Cileungsi dengan luas 2.4 hektar dan terdiri dari tiga bangunan utama. Bangunan pertama digunakan untuk kantor dan laboratorium, bangunan kedua untuk kantin sedangkan bangunan ketiga digunakan untuk produksi. Tata letak pabrik PT. Firmenich Indonesia dapat dilihat pada lampiran 1.

3. JENIS DAN SPESIFIKASI PRODUK

Produk yang dihasilkan oleh PT. Firmenich dibagi menjadi dua jenis yaitu flavor dan

parfume. Produk flavor sendiri dibagi lagi menjadi empat jenis berdasarkan proses pembuatannya yaitu, Emulsion, Simple Dilution, Reaction, dan Washed Oil. Produk flavor berdasarkan jenisnya dibagi menjadi dua yaitu, Flavor cair (flavor cair biasa, flavor pasta dan emulsi) dan flavor padat (bubuk dan durarome) sedangkan yang diproduksi di PT. Firmenich Indonesia hanya flavor cair seperti liquid, pasta dan emulsi.

Flavor cair terdiri dari empat jenis flavor, yaitu sweet, savoury, tobacco flavor dan washed oil flavor. Sweet flavor adalah flavor dengan rasa utama manis, seperti flavor buah-buahan (strawberry, banana, mango, tamarin, dll), susu, coklat, coffe dan flavor lainnya. Savoury flavour

adalah flavor dengan rasa utama asin dan gurih atau umami misalnya flavor daging, chicken, fish, beef dan sebagainya. Sementara tobacco flavor diaplikasikan pada produk-produk rokok. Washed oil flavor merupakan flavor cair yang telah mengalami proses penjernihan dengan cara pendinginan, misalnya lime washed, orange washed, dan lain-lain. Keempat jenis flavor cair ini diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia yang berlokasi di Cileungsi.

Flavor padat (powder dan Durarome) tidak diproduksi oleh PT. Firmenich Indonesia. Flavor ini masuk ke dalam kategori produk direct selling, yaitu produk yang diproduksi oleh Firmenich Negara lain untuk langsung dijual oleh Firmenich Indonesia.

B. FLAVOR EMULSI

Flavor emulsi merupakan flavor yang diproses dengan pencampuran dua sifat molekul yang berbeda yaitu sifat larut air (hidrofilik) dan larut minyak (lipofilik), melalui penambahan emulsifier dan proses homogenisasi akan tercipta suatu film yang menyelubungi partikel minyak dan stabil pada larutan air (Ananta, 2011).

Ada dua jenis flavor emulsi yang digunakan dalam industri makanan. Salah satunya adalah flavor emulsi dengan konsentrasi yang tinggi. Pada dasarnya flavor emulsi tersebut adalah minyak esensial yang distabilisasi dengan emulsifier dan aditif lainnya (Anonim, 2012). Selain dengan zat aditif, flavor emulsi juga dapat stabil dengan adanya proses homogenisasi. Homogenisasi dilakukan dengan tekanan tinggi (2000-5000 psi), hal tersebut dapat memperkecil ukuran partikel antara 0,2-2,0 mikron (Peter, 2008).

(3)

19

Menurut Ananta (2011) untuk membuat flavor emulsi yang baik, sebagai contoh jenis Citrus Oil (seperti orange atau lemon) diperlukan suatu penstabil emulsifier yang baik seperti Gum arabic atau pati termodifikasi. Umumnya emulsifier yang digunakan adalah pati termodifikasi sebagai penstabil emulsifier untuk pembuatan flavor emulsi, dikarenakan kemampuannya yang dapat menambahkan rantai samping hidrofobik dengan molekul pati yang awalnya hanya bersifat hidrofilik (Murphy, 2000).

Keistimewaan dari flavor emulsi yang menggunakan weighting agent adalah efek turbiditas yang diberikan pada minuman. Hal ini berbeda dengan flavor emulsi tanpa weighting agent, yang hampir tidak ada efek turbiditas atau disebut sebagai Clear Emulsion. Efek jernih ini diinginkan terutama pada produk minuman yang mengandung alkohol, minuman fortifikasi, minuman olahraga, atau minuman berflavor. Dengan tidak adanya weighting agent, maka untuk meminimalkan perbedaan

specific gravity, ukuran partikel minyak harus sangat kecil sekali. Disamping menghindari terjadinya creaming, emulsi akan terlihat lebih jernih (Ananta, 2011).

Kestabilan flavor emulsi dalam jangka waktu penyimpanan yang lama sangat dibutuhkan baik dalam bentuk konsentrat maupun di dalam produk minuman. Stabilitas yang kurang baik akan menghasilkan penampakan yang kurang menarik pada minuman seperti masalah ringing (pembentukan cincin pada permukaan minuman), pemisahan, kekeruhan dan flavor tidak konsisten (Ananta, 2011).

Proses pembuatan flavor emulsi terdiri dari beberapa tahap, sebagaimana digambarkan pada gambar 1. Tahapan awal yang dilakukan adalah mempersiapkan bahan baku. Bahan baku yang digunakan terdiri dari air demineralisasi, pelarut, serta bahan baku cair dan bubuk. Untuk mempermudah proses pengolahan, bahan baku (cair) dihangatkan terlebih dahulu dalam water bath. Selanjutnya bahan baku dipindahkan ke dalam tanki dengan menggunakan pompa dan kemudian ditimbang sesuai formulasi yang sudah ditentukan.

Tahap kedua adalah pencampuran bahan baku dan homogenisasi. Proses pencampuran bahan baku dilakukan secara terpisah berdasarkan fasenya, yakni fase minyak dan fase air. Waktu dan kecepatan yang digunakan dalam kedua proses pencampuran bahan baku tersebut sama yaitu selama 10-60 menit dengan kecepatan 700-2500 rpm. Setelah proses pencampuran selesai, kedua hasil yang diperoleh kemudian dicampur melalui proses pre-homogenisasi selama1-3 jam dengan kecepatan 3000 rpm. Selanjutnya dilakukan proses penyaringan flavor emulsi, dengan menggunakan saringan berukuran 100 mikron. Proses homogenisasi dilakukan pada hasil penyaringan flavor emulsi untuk memperkecil dan menyeragamkan ukuran droplet minyak dan air pada campuran emulsi.

Tahap akhir dalam pembuatan flavor emulsi adalah pemeriksaan mutu , pengepakan serta pemindahan ke gudang. Flavor emulsi yang telah selesai diproduksi akan menjalani pemeriksaan di laboratorium pengawasan mutu untuk mendapatkan rekomendasi dari bagian pengawasan mutu. Setelah diperoleh rekomendasi kemudian dapat dilakukan proses pengisian kedalam jerigen HDPE. Pada proses pengisian dilakukan kembali penyaringan untuk mencegah adanya kontaminan yang terbawa pada produk. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan saringan berukuran 100 mikron. Saringan tersebut terletak pada selang yang digunakan untuk mengalirkan flavor emulsi ke dalam kemasan. Setelah proses pengisian selesai kemudian dilanjutkan dengan pengemasan dan penyegelan, serta penyimpanan dalam gudang. .

(4)

20

Gambar 1. Skema Pembuatan Flavor Emulsi

C. PENDUGAAN UMUR SIMPAN PRODUK PANGAN

Menurut Arpah (2007) umur simpan adalah selang waktu yang menunjukkan antara saat

Mulai Pemindahan dengan pompa Persiapan bahan Pembukaan kemasan Dihangatkan dalam water bath

Air demineralisasi Pelarut Bahan baku (cair)

Pembukaan kemasan Pemindahan secara manual Penimbangan Fase air Fase minyak Pencampuran (10-60 menit. 700-2500 rpm) Pencampuran (10-60 menit. 700-2500 rpm) Pre-Homogenisasi (1-3 jam, ±3000 rpm) Penyaringan (100 mikron) Homogenisasi (100-250 bar) Analisis QC

Pengisian ke dalam kemasan

Penutupan kemasan

Proses segel

Pemindahan ke Gudang

Selesai

Persiapan kemasan Penempelan label dalam kemasan Label

Jerigen HDPE

Bahan baku (bubuk)

(5)

21

produksi hingga saat akhir dari produk masih dapat dipasarkan, dengan mutu prima seperti yang dijanjikan. Institute of Food Technologist mendefinisikan umur simpan sebagai waktu yang dibutuhkan suatu produk untuk mengalami kerusakan hingga tingkat yang tidak dapat diterima pada kondisi penyimpanan, proses, dan pengemasan yang spesifik.

Menurut Syarief et al (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan pangan yang dikemas adalah :

1. Keadaan alamiah atau sifat makanan dan mekanisme berlangsungnya perubahan, seperti kepekaan terhadap perubahan kimia internal dan fisik

2. Ukuran kemasan dalam hubungannya dengan volume 3. Kondisi atmosfir terutama suhu dan kelembaban

4. Ketahanan keseluruhan dari kemasan terhadap keluar masuknya air, gas, dan bau, termasuk perekatan, penutupan, dan bagian-bagian yang terlipat.

Pendugaan umur simpan bahan pangan atau produk pangan sangat penting untuk mengetahui masa kadaluarsa suatu produk, yaitu suatu masa bagi produk tidak layak untuk dikonsumsi atau produk tersebut sudah terdapat dalam kondisi yang tidak sesuai dengan keterangan yang tertera pada label kemasan.

Umur simpan suatu produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan konsep studi penyimpanan produk pangan. Metode-metode yang umumnya digunakan dalam pendugaan umur simpan tersebut adalah metode Extended Storage Studies (ESS) dan

Accelerated Storage Studies (ASS).

ESS disebut juga dengan metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya (usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan tepat, tapi memerlukan waktu yang panjang serta analisa parameter mutu yang relatif banyak.

Berbeda halnya dengan metode ESS, metode AAS membutuhkan waktu pengujian yang relatif singkat, tetapi tetap memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat (accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Oleh karena itu, kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung.

Metode akselerasi pada dasarnya adalah metode kinetik yang disesuaikan untuk produk pangan tertentu. Model-model yang diterapkan pada penelitian akselerasi ini menggunakan dua cara pendekatan. Pertama adalah pendekatan kadar air kritis dengan bantuan teori difusi, yaitu suatu cara pendekatan yang diterapkan untuk produk kering dengan menggunakan kadar air atau aktifitas air sebagai kriteria kadaluwarsa. Kedua adalah pendekatan semi empiris dengan bantuan persamaan Arrhenius, yaitu suatu cara pendekatan yang menggunakan teori kinetika yang pada umumnya mempunyai ordo reaksi nol atau satu untuk produk pangan (Arpah, 2001).

(6)

22

mutu produk pangan akan mengikuti pola reaksi sebagai berikut :

A Produk Intermediet B

Dalam kondisi tersebut konsentrasi mutlak A maupun B tidak dianalisa. Akan tetapi, yang diukur adalah perubahan konsentrasi produk intermediet terhadap waktu. Perubahan konsentrasi ini dianggap proporsional terhadap penurunan konsentrasi produk A maupun peningkatan konsentrasi produk B. Secara matematis laju reaksi dinyatakan sebagai :

.

... Persamaan 1 Atau

... Persamaan 2

keterangan :

[A] = penurunan konsentrasi A yang dikorelasikan dengan mutu produk [B] = peningkatan konsentrasi B yang dikorelasikan dengan mutu produk k = konsentrasi laju reaksi

n = ordo reaksi t = waktu

Persamaan 2 diterapkan pada suatu kondisi suhu, Aw, dan intensitas cahaya dibuat konstan. Penerapan persamaan ini untuk penentuan umur simpan dilakukan dengan menentukan konsentrasi kritis A atau B yang mana pengaruhnya terhadap mutu mencapai tingkat kerusakan yang tidak dapat diterima oleh konsumen (Arpah, 2001).

Pendugaan umur simpan dapat dilakukan dengan cara memantau penurunan mutu produk selama penyimpanan melalui teori kinetika reaksi. Penurunan mutu produk dapat mengikuti reaksi ordo 0, 1, atau ordo lainnya. Laju reaksi pada ordo nol tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaksi sehingga laju reaksi ordo nol hanya dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi yang dinyatakan sebagai k (Syarief et al, 1989). Laju perubahan A menjadi B dapat dinyatakan sebagai berikut :

... persamaan 3

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut : ... Persamaan 4

... Persamaan 5

Apabila konsentrasi kritis komponen A = Ac, maka umur simpan produk sama dengan :

(7)

23

... Persamaan 6

Plot antara perubahan konsentrasi [A] dan waktu (t) untuk reaksi ordo nol, memberikan garis lurus dengan nilai kemiringan (slope) = k (Arpah, 2001). Penurunan mutu mengikuti reaksi ordo nol diantaranya adalah oksidasi lemak (ketengikan pada snacks, dry foods, dan frozen foods), pencoklatan enzimatis dan non-enzimatis (Labuza, 1982).

Penurunan mutu yang mengikuti reaksi ordo satu diantaranya adalah ketengikan pada minyak sayur, pertumbuhan mikroba pada pada daging maupun ikan segar, kerusakan vitamin, penurunan mutu protein, dan off flavor akibat mikroba pada daging dan ikan (Labuza, 1982). Persamaan pada laju reaksi ordo 1 adalah sebagai berikut :

...persamaan 7

Persamaan tersebut diintegralkan menjadi sebagai berikut :

...

persamaan 8

Pada t0 = 0, maka :

... persamaan 9 ...persamaan 10

... ...persamaan 11

Ts merupakan umur simpan produk dan plot antara perubahan logaritma konsentrasi [A] dengan waktu t, untuk reaksi ordo satu, memberikan garis lurus dengan slope –k (Arpah, 2001).

Untuk mengkuantifikasi pengaruh temperatur terhadap reaksi deteriorasi, maka dapat dilakukan pendekatan Arrhenius. Pada model Arrhenius, suhu merupakan faktor yang berpengaruh terhadap produk pangan. Semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi laju reaksi berbagai senyawa kimia yang akan mempercepat pula penurunan mutu produk. Dengan demikian, suhu penyimpanan diusahakan dalam keadaan tetap. Laju penurunan mutu dengan metode Arrhenius adalah sebagai berikut : ln e ... Persamaan 12 Keterangan :

k = konstanta penurunan suhu ko = konstanta

(8)

24

R = konstanta gas (1.986 kal/mol)

T = suhu mutlak (K)

Interpretasi energi aktivasi dapat memberikan gambaran mengenai besarnya pengaruh suhu terhadap reaksi. Nilai Ea diperoleh dari slope grafik garis lurus hubungan ln k dengan 1/T. Dengan demikian, energi aktivasi yang besar mempunyai arti bahwa nilai ln k berubah cukup besar dengan hanya perubahan beberapa derajat dari suhu sehingga nilai slope akan besar (Arpah, 2001).

Model Arrhenius memiliki asumsi-asumsi yang diterapkan dalam pendugaan umur simpan. Asumsi-asumsi tersebut adalah perubahan faktor mutu hanya ditentukan oleh satu macam reaksi saja, tidak terjadi faktor lain yang mengakibatkan perubahan mutu, proses perubahan mutu dianggap bukan merupakan akibat dari proses yang terjadi sebelumnya, dan suhu selama penyimpanan tetap atau dianggap tetap (Syarief et al, 1989).

D. ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

Proses Hierarki Analitik (AHP) dikembangkan oleh Dr. Thomas L.Saaty untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih alternatif yang paling disukai (Saaty 1983 dalam Marimin 2004). Dengan menggunakan AHP, suatu persoalan yang akan dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang teroganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses pengambilan keputusannya (Marimin, 2004).

Menurut Marimin (2004) Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks, serta menata dalam suatu hierarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.

Menurut Saaty (1986), AHP baik digunakan untuk menyusun model problem dan pendapat sehingga permasalahan yang ada dapat dinyatakan secara jelas, dievaluasi, diperbincangkan, dan diprioritaskan untuk dikaji. Proses AHP memberikan suatu kerangka pengambilan keputusan yang efektif terhadap persoalan kompleks dengan jalan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan suatu keputusan. Pada dasarnya, metode AHP ini memilah-milah suatu situasi yang kompleks, tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian tertentu; menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki. Melalui serangkaian kegiatan sistematis, AHP mensintesis penilaian-penilaian menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif dari berbagai alternatif tindakan dengan memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki tingkat prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Metode AHP ditujukan untuk memodelkan perihal tak terstruktur, baik dalam bidang ekonomi, sosial, maupun manajemen. Penerapan AHP sedapat mungkin menghindari adanya penyederhanaan dengan membuat asumsi-asumsi agar diperoleh model yang representatif. Penerapan

(9)

25

AHP membuka kesempatan adanya perbedaan pendapat dan konflik sebagaimana yang ada dalam kenyataan seharihari, dalam usaha mencapai konsensus (Eryatno, 1996). Sebagaimana penelitian Oktorio (2004) tentang pemberian insentif untuk pemanfaatan limbah menunjukkan bahwa perbedaan prioritas insentif disebabkan oleh perbedaan kepentingan yang dibawa oleh masing-masing

stakeholder.

Proses Hierarki Analitik dapat digunakan untuk merangsang timbulnya gagasan untuk melakukan tindakan kreatif dan mengevaluasi keefektifan setiap keputusan. Selain itu, untuk membantu para pemimpin meletakkan informasi apa yang patut dikumpulkan guna mengevaluasi faktor-faktor yang relevan dalam situasi yang kompleks. Proses Hierarki Analitik juga dapat digunakan untuk melacak ketidak konsistenan pertimbangan dan preferensi peserta sehingga pemimpin mampu menilai mutu pengetahuan para pembantu mereka dan kemantapan pemecahan itu (Saaty, 1986).

AHP memiliki keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga lebih mudah untuk dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Dengan metode AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil. Selain itu, AHP juga dapat menguji konsistensi penilaian, bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang (Marimin dan Maghfiroh, 2010).

Referensi

Dokumen terkait

Beragam objek wisata sejarah yang ada hanya memberikan pengalaman masa lalu tanpa memberikan pemahaman mengenai sejarah tersebut, hal ini penting sebagai bahan evaluasi

Bahan pangan yang tidak diolah atau diawetkan dengan benar, pada saat. mencapai konsumen sebagian besar bahan pangan tersebut tidak

Bahan tambahan pangan adalah senyawa kimia yang diizinkan untuk secara sengaja ditambahkan ke dalam pangan agar dapat memperbaiki sifat atau mutu produk olahan pangan,

Misalnya : untuk bahan pangan yang harus selalu dalam keadaan segar yang disimpan dalam lemari es, maka digunakan karton tipis yang dilapisi plastik (PE coated) atau dilapisi lilin

Badan Standarisasi Nasional (1992) mendefinisikan mi basah sebagai produk pangan yang terbuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan

Produk yang dihasilkan adalah susu kental manis dan susu cair siap minum yang terdiri atas susu cair dalam kemasan botol (sterilized milk) dan susu cair dalam

berfungsi sebagai patokan untuk mengetahui bahwa kualitas bahan ajar berbasis multimedia flash yang dikembangkan layak digunakan dalam proses pengajaran maupun sebagai sumber

Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan, untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Arpah dan Syarief