• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014) - Test Repository"

Copied!
163
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM

BUDAYA JAWA

(Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat

Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

NURUL HASANAH

NIM 11110074

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(2)
(3)

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM

BUDAYA JAWA

(Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat

Pager Kec. Kaliwungu Kab. Semarang Tahun 2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh:

NURUL HASANAH

NIM 11110074

JURUSAN TARBIYAH

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

(4)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:

Nama : NurulHasanah

NIM : 111 10 074

Jurusan/Progdi : Tarbiyah/Pendidikan Agama Islam

Judul :

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM

BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman Pada

Masyarakat Pager, Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten

Semarang Tahun 2014)

Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

Salatiga, 10 Januari 2015 Pembimbing

(5)

SKRIPSI

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager, Kec.Kaliwungu,

Kab.Semarang Tahun 2014)

DISUSUN OLEH NURUL HASANAH

11110074

Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah, Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 20 Februari

2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana S1 kependidikan Islam

SusunanKetuaPenguji

KetuaPenguji : Suwardi, M.Pd.

SekretarisPenguji : Prof.Dr. Mansur, M.Pd.

Penguji I : Sri Suparwi, M.Pd.

Penguji II : Wahidin, M.Pd.

Salatiga,20 Februari 2015 Ketua STAIN Salatiga

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Nurul Hasanah

NIM : 11110074

Jurusan :Tarbiyah

Program Studi : Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan

orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode

etik ilmiah.

Salatiga, 10 Januari 2015 Yang Menyatakan,

(7)

MOTTO

2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,

3. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (Al-Qur‟an surat Al-Ashr ayat 1-3).

“Semangatlah untuk menjalani hidupmu dalam memperoleh amal shaleh untuk

kelak di akherat sebelum kau terbujur kaku dipembaringan untuk

selamanya”

*_Nurul Hasanah_*

(8)

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Bapak Munasir dan Ibu Solikhah tercinta yang senantiasa mencurahkan kasih

sayang, mendidik dari kecil sampai sekarang, dan doa yang tak pernah putus serta nasihat-nasihatnya.

2. Saudara-saudaraku, (Mas Udin, Mas Azis dan Dek Fajar), terima kasih atas

dukungan yang telah kalian berikan kepadaku.

3. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku dosen Pembimbing Skripsi.

4. Teman-teman PAI B yang telah memberikan motivasi dan arahan dalam

mengerjakan skripsi ini.

5. Teman-teman yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini dan

(9)

KATA PENGANTAR

ُ١خ ّسٌا ّٓد ّسٌا الله ُعث

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA JAWA (Telaah

Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014)” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Ketua STAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Ketua Jurusan Tarbiyah.

3. Bapak Rasimin, M.Pd selaku Ketua Program Studi PAI.

4. Bapak Prof. Dr. Mansur, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang

senantiasa memberikan bimbingan, motivasi dan arahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Bapak dan Ibu dosen serta karyawan STAIN Salatiga, yang telah membantu

proses penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Munasir dan Ibu Solikhah, selaku orang tua.

(10)

pengetahuan penulis. Sehingga masih banyak kekurangan yang perlu untuk diperbaiki dalam skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya

dan bagi pembaca pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat

diharapkan untuk perbaikan skripsi ini.

Salatiga, 10 Januari 2015 Penulis

(11)

ABSTRAK

Hasanah, Nurul. 2014. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Budaya Jawa (Telaah

Prosesi Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager Kec.Kaliwungu

Kab.Semarang Tahun 2014). Jurusan Tarbiyah Program Studi

Pendidikan Agama Islam. Sekolah Tinggi Islam Negeri Salatiga. Dosen

Pembimbing Prof. Dr. Mansur, M.Ag.

Kata Kunci: Nilai, Pendidikan, Pendidikan Islam, dan Budaya Jawa.

Penelitian ini membahas tentang Nilai-nilai Pendidikan

Islam dalam Budaya Jawa (Telaah Prosesi Adat Pemakaman pada

Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang

tahun 2014). Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini

adalah Prosesi apa saja yang terdapat dalam adat pemakaman, dan

Apa saja nilai-nilai Pendidikan yang terkandung dalam Budaya

Jawa terutama dalam Adat pemakaman pada masyarakat Pager

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang tahun 2014. Rumusan

masalah tersebut bertujuan untuk mengetahui apa saja nilai

pendidikan yang terkandung dalam prosesi adat pemakaman pada

masyarakat Pager.

Kehadiran peneliti di lapangan sangat penting mengingat

skripsi ini adalah kualitatif. Peneliti bertindak langsung sebagai

(12)

observasi yang mendalam serta terlibat aktif dalam penelitian. Data

yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan atau

responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain

data-data tersebut berupa keterangan dari para informan,

sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data

tersebut selain diperoleh dari wawancara, juga didapatkan dari

observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara

menelaah data yang ada. Lalu mengadakan reduksi data, penyajian

data, menarik kesimpulan dan tahap akhir dari analisa data.

Hasil penelitian ini menunjukkan, bahwa nilai-nilai

pendidikan Islam dalam Budaya Jawa yang terkandung dalam

prosesi adat pemakaman pada masyarakat Pager meliputi

pendidikan aqidah, pendidikan akhlak, pendidikan ibadah dan

didalam adat tersebut juga terdapat pendidikan sosial yang

menujukkan rasa kegotongroyongan yang dilakukan masyarakat

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …..………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENULISAN……….……... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN……….…….. vi

HALAMAN MOTTO ………... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... viii

KATA PENGANTAR ……….. xi

ABSTRAK ……… xi

DAFTAR ISI ………. xii

BAB I PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 7

C. Tujuan Penelitian ……….. 8

D. Kegunaan Penelitian ………. 8

E. Definisi Operasional ………. 9

F. Metode Penelitian ………. 10

G. Metode Pengumpulan Data ……….. 11

H. Analisis Data ………...……….. 12

I. Sistematika Penulisan ………... 13

(14)

A. Pengertian Nilai ………. 15

B. Pengertian Pendidikan ……….. 19

C. Pengertian Pendidikan Islam ………. 22

D. Pengertian Budaya Jawa ………... 27

E. Prosesi Adat Pemakaman Dalam Masyarakat Jawa ………. 32

1. Deskripsi Kematian ………... 32

2. Perawatan Jenasah ………... 34

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ………. 40

A. Letak Geografis Desa Pager ……….. 40

1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan di Desa Pager ……….. 41

2. Kondisi Sosial Keagamaan di Desa Pager ……….. 42

3. Kondisi Pendidikan di Desa Pager ………. 43

4. Kondisi budaya di Desa Pager ……….. 45

B. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Pager ………... 46

1. Waktu Penyelenggaraan Prosesi Pemakaman ……… 48

2. Hasil Wawancara ………... 60

3. Deskripsi Singkat Tentang Sedekah Atau Slametan ...………... 75

C. Pemahaman Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab. Semarang Terhadap Prosesi Pemakaman ………... 67

BAB IV PEMBAHASAN ………. 72

A. Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Desa Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014 ……… 72

(15)

2. Prosesi Setelah Pemakaman ……… 79

3. Deskripsi Tentang Sedekah Atau Slametan ……… 82

B. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Prosesi Adat Pemakaman Pada Masyarakat Ds. Pager, Kec. Kaliwungu, Kab. Semarang ………... 84

BAB V PENUTUP ……….. 96

A. Kesimpulan ………... 96

B. Saran ………. 98

C. Penutup ………. 99

DAFTAR PUSTAKA ………... 100

(16)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Pendidikan berasal dari kata “didik” lalu kata ini mendapat tambahan

“me”, sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberi

latihan.Dalam pemeliharaan dan latihan diperlukan ajaran.Tatanan dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Syah, 1995: 10).

Menurut Abuddin Nata (2010:10), pendidikan berasal dari bahasa Arab

yaitu al tarbiyahyang berarti proses menumbuhkan dan mengembangkan

potensi (fisik, intelektual, sosial, estetika, dan spiritual) yang terdapat pada peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan terbina dengan optimal, melalui cara memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengaturnya secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan.

Pendidikan mempunyai makna yang sangat luas cangkupannya, dalam memberikan ajaran kecerdasan pikiran ataupun tatanan mengenai akhlak.Untuk itu pendidikan mempunyai peran dalam memberikan ajaran tentang kecerdasan pikiran ataupun tatanan mengenai akhlak, untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dengan membinanya yang baik.Yang membuat manusia

(17)

ilmunya” (Daradjat, 2011:7) dan memiliki tatanan akhlak.Dalam memberikan

ajaran tentang akhlak untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dapat membinanya melalui pendidikan Islam.

Pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia (Achmadi, 2005:83).Karena

manusia adalah “ciptaan Allah dengan kedudukan yang melebihi makhluk

ciptaan Allah yang lainnya.Selain itu manusia sudah dilengkapi dengan

berbagai potensi yang dapat dikembangkan” (Jalaluddin, 2001:17).

Potensi manusia adalah memiliki akal. Karena “potensi akal memberi

kemampuan kepada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan akhirnya

memilih maupun memisahkan antara yang benar dari yang salah” (Daradjat,

2011:34). Dalam mengembangkan potensi manusia tersebut diperlukan pengajaran dan binaan serta pengarahan dengan baik untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dalam suatu masyarakat yang baik.Karena

Islam sendiri mengajarkan bahwa “untuk menciptakan masyarakat yang baik

harus bermula dengan menciptakan manusia yang baik, sebab manusia itulah

sebagai unit terkecil dari masyarakat” (Langgulung, 1986:81).

Dalam upaya tersebut pendidikan Islam memberikan pengarahan dan pengajaran untuk membentuk kepribadian manusia yang mulia dan saling

bertoleransi antar sesama, yang berlandaskan pada “nilai-nilai sosial

kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Al Qur‟an dan

(18)

bagi manusia” (Azra, 1999:9). Agar hal tersebut dapat terlaksana dengan baik

maka diperlukan sebuah media atau sarana untuk menyampaikannya agar lebih mudah dipahami. Sehingga banyak orang yang menciptakan atau mengapresiasikannya melalui hal-hal yang menarik seperti dengan kebudayaan yang mengandung nilai-nilai moral, spiritual dan intelektual yang dapat

membentuk karakter atau kepribadian bagi masyarakat khususnya

terhadapgenerasi penerus. Karena kebudayaan adalah hasil dari karya, rasa, dan cipta masyarakat. Sehingga siapa saja yang dapat memahami makna yang terkandung dalam kebudayaan atau tradisi dapat mengambil hikmah pendidikan.

Kebudayaan tercipta karena kegiatan manusia yang“menggunakan akal

pikirannya, perasaannya, dan ilmu pengetahuaanya, tumbulah kebudayaan, baik berbentuk sikap, tingkah laku, cara hidup, ataupun berupa benda, irama,

bentuk dan sebagainya” (Daradjat, 2011:8). “Pemikiran dan kegiatan manusia

yang disebut kebudayaan itu bertujuan untuk mempertahankan hidup dan

melanjutkannya” (Gazalba, 1988:2).

Dalam kehidupan sehari-hari, orang begitu sering membicarakan tentang kebudayaan, juga dalam kehidupan sehari-hari, orang tak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat, memepergunakan, dan bahkan kadang-kadang merusak hasil kebudayaan (Soekanto, 1981: 54).

(19)

kebudayaan dapat mencakup kepercayaan, kesenian, moral, hukum, dan adat-istiadat yang mengandung nilai-nilai pendidikan yang bermanfaat bagi generasi penerus, yang dapat diperlihatkan secara langsung, dan dapat dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai teladan yang baik serta dijaga agar kebudayaan tersebut tetap bermakna dalam kehidupan.Oleh karena itu, Pendidikan Islam dengan menggunakan budaya sangat diperlukan sebagai bagian dari pembentukan jati diri Muslim lewat lingkungan dengan simbol-simbol edukatif-religius yang dimilikinya (Raqib, 2007:10).

Pendidikan yang terkandung dalam kebudayaan selalu dikaitkan dengan suatu tradisi atau upacara tradisional yang telah dilaksanakan secara turun-temurun oleh masyarakat.

Terutama masyarakat Jawa yang selalu kental dengan tradisi. Karena masyarakat Jawa merupakan satu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi, maupun agama (Jamil dkk, 2002: 4), dan

“menjunjung tinggi budaya unggah-ungguh atau tatakrama. Tatakrama yang

detail dalam segala perilaku” (Roqib, 2007:7).

Oleh karena itu masyarakat Jawa mengapresiasikan pendidikan melalui tradisi yang mengandung norma-norma hidup maupun tuntunan agama yang sangat bermakna dalam kehidupan bermasyarakat dan dapat mendidik bagi

anak-anak dengan unggah-ungguh dalam kesehariannya. Biasanya tradisi

(20)

kesenangan ataupun kesenian yang bersifat hiburan walupun didalamnya terdapat unsur pendidikan. Namun upacara-upacara tradisional tersebut juga dilakukan pada saat kematian seseorang atau upacara pemakaman untuk menghormati almarhum.

Karena semua makhluk hidup yang ada di muka bumi tidak kekal, dan pada suatu saat nanti pasti akan mengalami kematian (Sulaeman,1995:84).

“Kematian adalah keniscayaan, tidak satu jiwa pun mampu menghindarinya”

(Hidayat, 2006:vii). Sebagaimana firman Allah dalam surat Ali„Imran ayat 185

kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan (Departemen Agama RI, 1999:109).

Setiap orang pasti akan merasakan sakaratul maut atau kematian, akan tetapi tempat, waktu dan kondisi ketika sakaratul maut datang tidak ada yang mengetahui hal tersebut kapan akan terjadi. Untuk itu, perlu mempersiapkan diri sebagai bekal di alam kubur dan di akhirat nanti. Karena ketika seseorang meninggal dunia maka akan terputus semua amalnya, kecuali tiga perkara yaitu amal jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang selalu mendoakannya.

(21)

proses keluarnya roh dari jasad agar lebih mudah. Ketika sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan dari orang tersebut dan sudah tersiar kabar tentang berita duka atau kematian, para sanak keluarga yang jauh, tetangga dan masyarakat sekitarnya akan berdatangan ke rumah duka untuk melayat. Para tentangga akan membantu mempersiapkan segala pernak-pernik kebutuhan yang akan dipergunakan dalam proses perawatan jenazah sebelum dikebumikan. Mulai dari mempersiapkan kain kafan sampai mempersiapkan

liang lahat untuk pemakamannya dan serangkaian upacara atau

slametan/kenduren untuk mendoakan almarhum setelah dikebumikan. Sanak

keluarga biasanya akan menunggu disamping jenazah untuk mendoakan atau

ngaji” sebelum dimandikan dan sesudah dimandikan sambil menunggu proses

penyolatan jenazah, serta sebagian sanak keluarga ada yang “among tamu

atau memberi salam kepada para pelayat yang datang.

(22)

sesudah dikebumikan, serta untuk mendoakan agar terhindar dari siksa kubur serta dimudahkan untuk menjawab pertanyaan dalam kubur.

Namun sekarang ini banyak yang salah mengartikan tentang upacara atau tata cara tersebut dengan berpendapat bahwa hal-hal tersebut tidak perlu dilakukan. Akan tetapi masih banyak yang mempertahankan tata cara atau adat tersebut untuk dilakukan. Karena mereka berpendapat bahwa hal-hal tersebut mengandung maksud dan arti pendidikan yang mendidik agar masyarakat itu sadar akan makna sebuah kematian. Serta dalam tata cara atau adat tersebut juga terkandung makna pendidikan Islam.

Berdasarkan hal-hal tersebut peneliti mengajukan judul penelitian yang

berjudul: “NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUDAYA

JAWA (Telaah Proses Adat Pemakaman pada Masyarakat Pager

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014)”.

B.Rumusan Masalah

Penulis akan mengemukakan rumusan masalah lebih lanjut, supaya dapat mempermudah dalam proses penelitian ini. Dalam penelitian ini, yaitu:

1. Prosesi apa saja yang terdapat dalam adat pemakaman di Desa Pager

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014?

2. Apa nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Budaya Jawa

(23)

C.Tujuan Penelitian

Didalam suatu penelitian selalu memiliki tujuan, adapun tujuan dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui prosesi dalam adat pemakaman di Desa Pager

Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam

Budaya Jawa terutama dalam adat pemakaman pada Masyarakat Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang Tahun 2014.

D.Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberi informasi yang jelas tentang ada tidaknya nilai-nilai pendidikan Islam dalam Budaya Jawa pada adat pemakaman di Desa Pager. Dari informasi tersebut dapat memberi secara teoritis maupun praktis yaitu :

1. Manfaat Teoritis, diharapkan dapat memberikan pemikiran bagi masyarakat

agar dapat memperkaya hasanah pendidikan yang diperoleh dari penelitian lapangan ini

2. Manfaat Praktis, diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman

(24)

E.Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya salah pengertian dalam memahami judul

penelitian diatas, maka penulis akan menjelaskan arti istilah–istilah tersebut

sebagai berikut:

1. Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek,

menyangkut segala sesuatau yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku yang ketat (Sulaeman, 1995:19). Karena nilai mempunyai perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan dan apa yang tidak diinginkan oleh manusia sebagai wujud dari keinginannya yang tercipta dari kepribadian manusia.

2. Pendidikan adalah program yang bersifat kemasyarakatan, dan oleh karena

itu, setiap falsafah yang dianut oleh suatu masyarakat berbeda dengan falsafah yang dianut oleh masyarakat lain sesuai dengan karakternya, serta kekuatan peradaban yang mempengaruhinya yang dihubungkan untuk menegakkan spiritual dan falsafah yang dipilih dari tujuan, untuk memperoleh kenyamanan hidupnya (Nata, 2010:29).

3. Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara dan

mengembangkan fitroh manusia serta sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma islam (Materi Ujian Komprehensif Lisan:25).

4. Budaya Jawa atau kebudayaan jawa adalah pancaran atau pengejawantahan

(25)

semangat dalam mencapai kesejahteraan, keselamatan, dan kebahagiaan hidup lahir batin (Partokusumo, 1995:166). Sehingga masyarakat jawa mengapresiasikannya melaui kebudayaan yang memiliki makna pendidikan yang penuh dengan ajaran moral. Karena orang jawa percaya dan berlindung kepada Sang Pencipta untuk itu mereka menyampaikannya melalui hal-hal yang dapat mendidik.

F.Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam menyelesaikan masalah ini peneliti menggunakan penelitian kualitatif yang bertujuan untuk memahami (understanding) dunia makna yang disimbolkan masyarakat menurut prespektif masyarakat itu sendiri. Karena bersifat understanding, data penelitian kualitatif bersifat naturalistik, serta pelaporannya bersifat deskriptif dan naratif (Suprayogo, 2001:9).

Deskriptif yaitu “Penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan gejala

sosial, politik, ekonomi, dan budaya” (Maman dkk, 2006:29). Sedangkan

naratif adalah sebuah gambaran yang berbetuk cerita.

2. Tempat dan Waktu Penelitian

(26)

3. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini penulis memperoleh sumber lapangan melalui informasi dari keluarga orang yang meninggal (orang tua, suami/istri, anak dan lain-lainnya), beberapa tetangga, dan tokoh masyarakat. Subjek yang telah dipilih tersebut diharapkan dapat menggambarkan dan memberikan informasi yang sebenar-benarnya tentang keadaan yang ada.

G.Metode Pengumpulan Data

Kebenaran dalam penelitian ini dapat diterima apabila ada bukti-bukti yang nyata dengan prosedur-prosedur yang jelas dan sistematis serta dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Adapun penelitian ini menggunakan beberapa metode antara lain:

1. Metode Observasi

(27)

2. Wawancara atau Interview

Adalah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara (Arikunto, 1998:145). Metode ini penulis gunakan untuk mengumpulkan data yang penulis tanya-jawabkan kepada responden dan untuk mengetahui bagaimana bentuk pelaksanaan adat tersebut dilakukan serta tujuan dari nilai-nilai pendidikan dalam adat tersebut.

3. Metode Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, cacatan harian dan sebagainya (Arikunto, 1998: 149).

Menurut Imam Suprayogo (2001:164) mengatakan, “dokumen merupakan

bahan tertulis atau benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktifitas tertentu.Ia bisa merupakan rekaman atau dokumen tertulis seperti arsip data, bisa surat-surat, rekaman, gambar, benda-benda peninggalan

yang berkaitan dengan suatu peristiwa”. Metode tersebut penulis gunakan

(28)

H.Analisis Data

Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni (2001:191) mengatakan.

”Analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan,

sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi agar sebuah fenomena memiliki nilai

sosial, akademis, dan ilmiah”. Sedangkan menurut Lexy.J.Moelong (2009:248)

“analisis data adalah upaya yang dilakukan denga jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjdai satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain”.

Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui observasi, dokumen maupun wawancara mendalam dengan masyarakat desa Pager. Kemudian dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data sehingga data-data benar valid sebagai dasar dan bahan untuk memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam memahami konteks

penelitian yang sedang diteliti. Sehingga “proses analisis data dimulai dengan

menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan,

dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto, dan sebagainya” (Moelong,

(29)

I. Sitematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman dalam skripsi ini, maka akan dikemukakan sistematika hasil penelitian yang secara garis besar dapat dilihat sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, metode pengumpulan data penelitian, analisis data,dansistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Dalam BAB II mengenai tentang nilai, pendidikan islam, budaya jawa dan tentang prosesi adat pemakaman pada mayarakat jawa di Desa Pager.

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

Berisi tentang gambaran umum Desa Pager Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang, yang meliputi letak geografis, dan pelaksanan adat pemakaman.

BAB IV PEMBAHASAN

Dalam BAB IV mengenai tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam budaya jawa terutama pada proses adat pemakaman di Desa Pager.

BAB V PENUTUP

(30)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Pengertian Nilai

Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai pengalaman dengan seleksi perilaku

yang ketat (Sulaeman, 1995:19). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “Nilai adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang sangat penting dan

bernilai dalam kehidupan manusia” (1989:615). Dan “nilai-nilai adalah aspek evaluasi dari system-sistem kepercayaan, nilai sikap. Dimensi-dimensi evaluasi ini meliputi kualitas-kualitas seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan. Meskipun setiap orang mempunyai tatanan yang unik, terdapat pula nilai-nilai yang cenderung

menyerap budaya” (Mulyana dan Jalaluddin, 1993:28).

“Nilai timbul dari olahan sosial yang mempengaruhi individu terus menerus.Sehingga nilai itu menyatu dengan diri. Tanpa adanya interaksi, tidak ada nilai.Nilai bisa berupa pandangan, pertimbangan, kenyakinan hidup atau yang bisa timbul dari ramuan agama atau suatu anggapan yang implisit terikat

pada individu atau kelompok individu yang patut dan wajar” (Sukanto,

1994:45). Interaksi timbul dari “hubungan timbal balik atau aksi dan reakasi

diantara orang-orang” (Huda, 2008:38).

(31)

dengan kehidupan sosial masyarakat yang mempunyai unsur terpenting dalam kehidupan masyarakat. Nilai terlahir dari kehidupan masyarakat yang sudah terolah dengan sempurna, sehingga masyarakat memegang teguh dan mepertahankannya, serta nilai dapat mengikat masyarakat karena nilai mempunyai aturan-aturan yang sudah tertata dalam masyarakat. Dan nilai

merupakan “suatu seperangkat kenyakinan atau perasaan yang diyakini sebagai

suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran,

perasaan, keterikatan maupun perilaku” (Ahmadi dan Noor Salimi, 1991:202).

Pola pemikiran tersebut berlandaskan perasaan, karena perasaan digunakan orang-orang untuk membuat dan mengambil keputusan sebagai standar dalam perilaku untuk membentuk kepribadian melalui interaksi sosial masyarakat. Serta digunakan dalam kegiatan sehari-hari yang bertujuan untuk mengarahkan masyarakat agar memiliki identitas yang memberikan corak yang berbeda dengan masyarakat lainnya, dalam menghasilkan produk-produk yang bersifat material maupun non material.

(32)

budaya, intelektual dan lain sebagainya, yang memiliki makna penting dalam masyarakat dan nilai-nilai tersebut saling berkaitan dengan satu sama lainnya yang saling memberi pengaruh terhadap perilaku masyarakat.

Nilai moral adalah aturan, ketentuan, kebiasaan, adat istiadat yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat. Dipakai sebagai panduan, tatanan, dan kendalian tingkah laku yang sesuai dan berterima, bersumber pada berbagai keharusan dan larangan, yang diletakkan oleh masyarakat pada warganya (Sukanto, 1994:45). Sehingga nilai moral tersebut digunakan sebagai landasan hidup dalam suatu masyarakat sebagai pengendalian tingkah laku warganya, yang bersumber dari nilai spiritual atau nilai keagamaan. Karena

nilai keagamaan adalah “konsep penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga

masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman bagi tingkah laku keagamaan

masyarakat bersangkutan” (KBBI, 1989:615).

Nilai spiritual lebih mengacu pada “nilai-nilai manusiawi non material imaterial. Dalam konteks ilmu pengetahuan spiritual lebih cenderung pada kemampuan-kemampuan lebih tinggi (mental, intektual, estetik, religius), dan nilai-nilai pikiran, keindahan, kebaikan dan kebenaran, belas kasihan kejujuran

dan kesucian merupakan unsur-unsur yang terkandung didalamnya”

(Muliawan, 2005:122-123).

(33)

dapat memilihnya. Dalam perkembangannya diharapkan dapat memberikan kesadaran tentang moralitas. Moralitas dipengaruhi oleh katahati karena

katahati yang memutuskan “mengenai tindakannya sendiri yang merupakan

penilaian dalam bidang baik-buruknya. Katahati dapat dipergunakan sebagai alat pengontrol sebelum tindakan diadakan, dapat berfungsi sebagai penerang, sedangkan sesudah tindakan fungsinya sebagai hakim yaitu mengakui kebaikan

atau keburukan tindakan yang telah terlaksanakan karena pilihannya sendiri”

(Poedjawijatna, 1983:131).

Dari tindakan yang dilakukan pastinya akan menimbulkan dampak baik maupun dampak buruk. Untuk itu, ketika mengambil keputusan harus memikirkan resikonya dan harus siap mempertanggungjawabkan atas tindakan tersebut. Jangan sampai salah dalam mengambil keputusan tersebut.

Nilai budaya terlahir dari cipta, karya, dan rasa manusia, untuk mempererat hubungan antar warga masyarakat agar tidak ada kesenjangan

sosial dan untuk menjaga “keharmonisan sosial yang berarti menjaga agar

kehidupan sosial selalu ada dalam keserasian, keselarasan, dan kerukunan”

(Roqip, 2007:21). Karena “manusia memiliki wawasan dan tujuan hidup

tertentu sesuai dengan kesadaran dan cita-citanya” (Simuh, 2003:1), dan “nilai

-nilai budaya juga menegaskan perilaku-perilaku mana yang penting dan

perilaku-perilaku mana pula yang harus dihindari” (Mulyana dan Jalaluddin,

1993:29). Karena manusia mempunyai rasa untuk menciptakan sebuah karya yang mempunyai makna sebuah nilai yang mempunyai tujuan tersendiri tetapi

(34)

serta daya-daya capainya, terutama kehendaknya tidak menyerah” (Poedjawijatna, 1983:132) begitu saja dalam mengembangkan nilai-nilai tersebut, agar lebih mudah dipahami oleh masyarakat dan nilai-nilai tersebut digunakan sebagai aturan yang terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam suatu masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat banyak sekali pendidikan kebudayaan yang mengadung nilai-nilai tersebut dalam sebuah tradisi. Karena tradisi tercipta dari kreativitas dari sebuah pemikiran dan pengetahuan manusia, untuk memperindah dalam kehidupan dan sebagai metode dalam penyaluran pendidikan keagamaan.

Nilai-nilai, norma, dan tradisi sosial yang memberikan corak keislaman serta relevan dengan perkembangan zaman dan dapat mengikuti perkembangan kebudayaan, sosial, ekonomi, dan lain-lain. Segala aspek dalam masyarakat yang berwarna Islam dapat dijadikan sumber tambahan (Azra, 1999:77).

B.Pengertian Pendidikan

(35)

waktu di lingkungan masyarakat dan di lingkungan keluarga, sehingga pengaruh lingkungan keluarga dan masyarakat sangat mempengaruhinya.

Pendidikan akan mengantarkan individu untuk memahami suatu objek pengetahuan tertentu sehingga ia akan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu terkait dengan hal itu (Roqib, 2007:223). Dengan pengetahuan manusia dapat memperoleh segalanya karena dalam melakukan segala sesuatu ada

ilmunya. Sebagaimana Rasulullah S.A.W. dalam hadisnya memperingatkan :

َِْٓ

بًؼَِ بََُّ٘داَزَا َِْٓ َٚ ٍُِِْؼٌْ بِث ِْٗ١ٍََؼَف َح َس ِخَ ْلْاَدا َزَا َِْٓ َٚ ٍُِِْؼٌْ بِث ِْٗ١ٍََؼَف بَ١ُّْٔدٌاَدا َزَا

( ٍُِِْؼٌْ بِث ِْٗ١ٍََؼَف

ث٠دذٌا

)

“Barang siapa menghendaki keberhasilan untuk dunia maka haruslah memiliki

ilmunya, dan barang siapa menghendaki keberhasilan untuk akhirat maka ia harus memiliki ilmunya juga, dan barang siapa menghendaki keduanya maka haruslah ia menguasai ilmu itu pula (Al-Hadis)” (Zuharini, 1995:60).

Pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada

kanak-kanak atau orang yang sedang di didik (Langgulung, 1986:32). Karena “proses

pendidikan berada dan berkembang bersama perkembangan hidup dan

kehidupan manusia” (Zuharini, 1995:10). Selama manusia masih hidup maka

(36)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku orang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (1989:204). Dengan upaya pengajaran dan pelatihan manusia diajarkan untuk memiliki tata laku dan adab dalam kehidupan bermasyarakat melalui proses pendidikan untuk pengubahan sikap dan tata laku agar beradab sesuai dengan Pancasila sila ke dua yaitu manusia yang adil dan beradab. Untuk menciptakan persatuan antar sesama.

Dalam proses pengubahan sikap dan tata laku anak didik dibutuhkan peran dari semua pihak, baik dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat, agar anak didik mendapat pengajaran untuk menuju kedewasaan dengan kepribadian yang mulia. Sehingga diperlukan usaha secara sadar untuk mewujudkan pengajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak didik dan sesuai dengan usianya.

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi diri dan memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Materi Ujian Komprehensif Lisan: 23).

(37)

dirinya dan orang lain. Agar anak didik memiliki akhlak mulia yang dapat berguna bagi dirinya dan orang lain. Serta anak dibekali keterampilan yang diperlukan agar dapat mengelola apa yang ada disekitarnya dengan baik dan tepat guna dengan kecerdasan yang dimilikinya.

Pendidikan merupakan usaha dari manusia desawa yang telah sadar akan kemanusiaannya, dalam membimbing, malatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaannya (Zuharini, 1995:11).

Pendidikan berfungsi sebagai “sarana strategis untuk melahirkan

manusia yang terbina seluruh potensi dirinya ( fisik, psikis, akal, spiritual,

fitrah, talenta, dan sosial)” (Nata, 2010:31). Dengan pendidikan diharapkan

dapat membina seluruh potensi dirinya untuk melahirkan manusia yang memiliki kecerdasan yang berakhlak mulia berlandaskan spiritual keagamaan agar dapat mengendalikan dirinya.

C.Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan atau dalam bahasa Arab tarbiyah dari sudut pandang

etimologi (ilmu akar kata) berasal dari 3 kelompok kata. Pertama, raba, yarbu

yang berarti bertambah dan bertumbuh. Kedua, rabiya yarba yang berarti

menjadi besar. Dan ketiga, rabba yarubbu, yang berarti memperbaiki,

(38)

dipahami sebagai proses. Proses yang sedang mengalami pembaharuan atau perubahan kearah yang lebih baik (Muliawan,2005:99).

Islam dari segi bahasa bersal dari kata aslama, yuslimu, islaman, yang

berarti submision (ketundukkan), resignation (pengunduran), dan

reconciliation (perdamaian), (to the will of god) tunduk kepada kehendak

Allah. Kata aslama ini berasal dari kata salima, berarti peace, yaitu damai,

aman, dan sentosa. Jadi Islam yaitu untuk mendorong manusia agar patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan sentosa, serta sejalan pula dengan ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian di muka bumi dengan cara mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada

Tuhan (Nata, 1995:32). Karena Islam sebagai “agama dan sekaligus sebagai

sistem peradaban mengisyaratkan pentingnya pendidikan” (Jalaluddin,

2001:68).

Islam menurut Dr. Taufik Abdullah adalah cara hidup. Dimanapun dan kapanpun Islam masuk dalam kehidupan seseorang maupun kelompok, pada saat itu pula ia menjadi pedoman pola perilaku, cara berpikir, dan bertindak

(1993:1). Serta “Islam sebagai agama, sebagai jalan hidup, tentunya akan

memberikan jawaban tentang berbagai macam permasalahan hidup dan kehidupan manusia, dan memberikan petunjuk/jalan hidup bagi manusia dalam

tujuan hidupnya” (Zuhairini, 1995:34). Dalam menempuh hidupnya secara

wajar dan sejalan serta selaras dengan alam sekitarnya.

(39)

menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam (Materi Ujian Komprehensif Lisan: 25) dan pendidikan Islam bertujuan

untuk “mengembangkan semua aspek asal yang ada pada manusia ini tanpa

mengorbankan salah satunya” (Langgulung, 1986:93) yang ditunjukkan untuk

mencapai keseimbangan hidup. Sehingga tujuan “pendidikan Islam adalah

untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia (peserta didik) secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan jiwa, akal pikiran (intelektual) diri manusia yang rasional, perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya mencangkup pengembangan seluruh aspek fitrah peserta didik yaitu aspek spiritual, intelektual, imajinasi, fisik, ilmiah dan bahasa, baik secara individual maupun kolektif dan mendorong semua aspek tersebut berkembang kearah kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Islam terletak pada perwujudan ketundukan yang sempurna kepada

Allah, baik secara pribadi, komunitas, maupun seluruh umat manusia”

(Rasyidin dan samsul, 2005:37-38).

Pendidikan Islam merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat transenden,

universal, dan internal atau abadi yang bersumber pada Al-Qur‟an dan hadist

yang sahih. Karena mengandung “pendidikan budi pekerti dan Islam telah

menyimpulkan bahwa budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam”

(Al-Abfasyi. 1970:1). “Dengan akhlak akan terbinanya mental dan jiwa seseorang untuk memiliki hakikat kemanusiaan yang tinggi. Dengan akhlak

dapat dilihat corak dan hakikat manusia yang sebenarnya” (Zuharini, 1995:50).

(40)

sekitar yang akan memberikan dampak baik maupun buruk. Sehingga

“Pendidikan besar sekali pengaruhnya atas perkembangan moralitas (Poedjawijatna, 1983:131). Moralitas seseorang dipengaruhi oleh perasaan atau hati nurani, dari hati nurani akan terpancar perbuatan-perbuatan yang baik dan buruk. Rasulullah S.A.W. bersabda:

Sesungguhnya di dalam tubuh (jasad) seseorang terdapat segumpal daging, apabila daging itu baik, maka baiklah semua tubuh dan tingkah laku, dan apabila daging tadi tidak baik, maka semua tubuh dan tingkah laku akan menjadi tidak baik, daging itulah yang disebut hati (qolbu) (Al-Hadis) (Zuharini, 1995:53).

Pendidikan Islam ditunjukkan untuk mencapai keseimbangan pertumbuhan pribadi manusia secara menyeluruh melalui latihan-latihan kejiwaan, akal pikiran, kecerdasan dan panca indera (Jalaluddin, 2001:74).

Karena pendidikan Islam bertugas “membimbing seorang manusia agar dapat

menjalankan amanat yang diembankan kepadanya. Amanat ini bersifat

individual dan sosial” (Suharto, 2006:29). Sehingga “pendidikan Islam

(41)

mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara sebagai pewaris budaya tugas pendidikan Islam adalah alat transmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tatanan zaman. Sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya (Rasyidin dan samsul, 2005:33).

“Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah konsep berpikir tentang

kependidikan yang bersumber atau berlandaskan pada ajaran agama Islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk dibina dan dikembangkan serta

dibimbing menjadi manusia muslim yang seluruhnya dijiwai oleh ajaran Islam”

(Suharto, 2006:32) yang “menekankan pada pencarian ilmu pengetahuan,

penguasaan dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah. Setiap

penganut Islam diwajibkan mencari ilmu” (Azra, 1999:10). Karena menuntut

ilmu adalah kewajiban bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan, sebagaimana Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Bari

ٍ خٍَِّْعُِ َٚ ٍ ٍُِْعُِ ًُِّو ٍََٝػ ٌ خَضْ٠ ِسَف ٍَُِْؼٌْا َتٍََط َِّْبَف .ِْٓ١ ِّصٌ بِث ٌََْٛٚ ٍَُِْؼٌْاُٛجٍُْطُا

)ٜسجٌادجػ ٓثا ٖاٚز(

(42)

Dalam menuntut ilmu pengetahuan tidak ada batasannya, oleh sebab itu tuntutlah ilmu mulai dari ayunan sampai ke liang lahat, dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Karena Islam memerintahkan umatnya untuk mengajarkan ilmunya kepada orang lain dengan mempergunakan metode pendidikan, agar penyampaiannya lebih mudah dipahami.

D.Pengertian Budaya Jawa

Budaya adalah suatau konsep yang membangkitkan minat. Secara formal budaya didenifikasikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi, dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku (Mulyana dan Jalaluddin, 1993:19).

Budaya atau kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah “hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti

kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat. Keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya, dan hasil akal

budi dari alam sekelilingnya yang dipergunakan bagi kesejahteraan hidupnya”

(1989:130-131). “Pengalaman tersebut dialihkan secara sosial

(disosialisasikan), tidak sekedar sebuah catatan ringkas, tetapi dalam bentuk

perilaku melalui pembelajaran sosial (social learning)” (Liliweli, 2002:8).

(43)

tidak langsung pembelajaran yang diperoleh masyarakat adalah pembelajaran melalui pendidikan sosial.

Kebudayaan tercipta dari cipta, rasa, dan karya dari segenap cita-cita manusia yang menginginkan suatu perubahan melalui pengetahuannya sebagai makhluk sosial untuk memahami lingkungannya dengan pengalaman dan tingkah laku masyarakat sebagai pedomannya, serta hasil dari akal budi dari

alam sekelilingnya karena “manusia sebagai makhluk pendukung dan pencipta

kebudayaan dengan akal, ilmu, dan perasaan, ia membentuk kebudayaan dan sekaligus mewariskan kebudayaannya itu kepada anak dan keturunannya,

kepada orang atau kelompok lain yang dapat mendukungnya” (Direktorat

Jenderal, 1983:18). Dan “kebudayaan merupakan proses belajar oleh individu -individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota kelompok satu sama lain,

sehingga kebudayaan juga bersifat dimiliki bersama” (Suparlan, 1984:83).

Karena manusia hidup berdampingan dengan lingkungan masyarakat dan alam sehingga saling membutuhkan satu sama lainnya dan alam dipergunakan untuk kesejahteraan hidupnya. Karena kebudayaan mengandung dua komponen yang saling berkaitan yakni komponen wujud dan komponen isi. Komponen wujud

kebudayaan terdiri atas “sistem budaya, ide dan gagasan-gagasan, sistem sosial, tingkah laku dan tindakan, dan kebudayaan yang berupa fisik, dalm arti fact dan benda-benda hasil budaya yang bersifat material. Sementara komponen isi terdiri atas tujuh unsur universal yang terdiri dari bahasa, sistem teknologi, sistem ekonomi, organisasi sosial, ilmu pengetahuan, agama dan

(44)

Menurut Koentjoroningrat kebudayaan itu mempunyai paling sedikit tiga wujud, ialah:

1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,

nilai-nilai, norma-norma, peraturan dsb.

2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitet kelakuan

berpola dari manusia dalam masyarakat.

3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia

(1974:15).

Wujud dari kebudayaan tersebut digunakan oleh masyarakat untuk mengendalikan dan memberi arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat yang mengatur kelakuannya yang dihasilkan oleh aktifitas-aktifitas manusia yang saling berinteraksi yang akan membentuk sebuah sistem

budaya. Karena “sistem budaya terdiri atas nilai-nilai budaya dan norma-norma etika, dan nilai-nilai budaya yang berupa gagasan-gagasan yang dipandang sangat berharga bagi proses keberlangsungan kehidupan, dengan ruang lingkup

nilai budaya yang sangat luas” (Simuh, 1996:109).

Budaya dalam masyarakat adalah sebuah konsepsi yang bernilai tinggi

(45)

Terutama masyarakat Jawa yang tidak bisa lepas dari rasa gotong royong yang saling membutuhkan satu sama lainnya untuk mempererat rasa persaudaraan melalui gotong royong dan untuk mengurangi kesenjangan sosial.

Karena masyarakat Jawa memegang teguh semboyan guyup rukun agawe

sentoso (kerukunan akan menciptakan kesentosaan). Untuk menciptakan

kerukunan dan kedamaian berarti harus tertib atau rukun pada lahirnya dan

damai dalam batinnya, “sekaligus membangkitkan sifat luhur dan

perikemanusiaan. Orang Jawa menjunjung tinggi amanat yang berupa sasanti

atau semboyan memayu hamayuning bawana (memelihara kesejahteraan

dunia). Amanat sakti itu adalah kunci pergaulan sesama manusia, sesama

bangsa, hingga pergaulan antar bangsa dengan saling menghargai”

(Partokusumo, 1995:167).

Kebudayaan menurut Dr.Parsudi Suparlan adalah cara berpikir, cara merasa, cara meyakini, dan menganggap. Kebudayaan adalah pengetahuan

yang dimiliki warga kelompok yang diakumulasi (dalam memory manusia;

dalam buku dan obyek-obyek) untuk digunakan di masa depan (1984:78), yang tercipta dari cita-cita manusia yang merindukan sesuatu yang ideal, karena manusia tidak mudah menyerah dan menerima apa yang ada tetapi manusia selalu berusaha mengubahnya menjadi apa yang semestinya.

Tujuan dari kebudayaan adalah untuk membentuk suatu kelompok masyarakat yang saling menghargai sebagai makhluk sosial dan juga membentuk manusia menjadi kesatuan sosial yang saling bertoleransi dengan

(46)

gagasan, dan menentukan nilai-nilai dari pada tiap aspek kehidupan, bukan saja dalam hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan alam, juga dalam

hubungan manusia dengan yang gaib atau kudus” (Gazalba, 1988:4).

Kebudayaan merupakan “inti pengembangan kehidupan manusia, karena kebudayaan merupakan tenaga endogen yang menjadi jiwa dan

semangat hidup suatu bangsa” (Abdullah, 1993:2), dan “setiap budaya

mengandung unsur-unsur akhlak (ethics), keindahan (esthetics), sains

(science), dan teknologi (thechnology)” (Langgulung, 1985:5). “Kebudayaan

bukan hanya sekedar seni, karena kebudayaan melebihi seni itu sendiri, karena kebudayaan meliputi semua jaringan kerja dalam kehidupan antar manusia. Kebudayaan itu mempengaruhi nilai-nilai yang dimiliki manusia, bahkan

mempengaruhi sikap dan perilaku manusia” (Liliweri, 2002:7). Sikap tersebut

diperoleh “dengan cara belajar untuk merespons suatu konteks budaya.

Bagaimanapun lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap

kita, kesiapan kita untuk merespons,dan akhirnya perilaku kita” (Mulyana dan

Jalaluddin, 1993:29).

“Nilai merupakan sebuah unsur penting dalam kebudayaan, nilai

membimbing manusia untuk menentukan apakah sesuatu itu boleh atau tidak boleh dilakukan. Dengan kata lain, nilai merupakan sesuatu yang abstrak tentang tujuan budaya yang akan kita bangun bersama melalui bahasa, simbol,

dan pesan-pesan verbal maupun nonverbal” (Liliweri, 2002:50) yang tidak

menghambat kemajuan dan perkembangan sosial budaya dalam masyarakat.

(47)

kegiatan manusia dalam dimensi ideasional, etis dan estetis adalah

kebudayaan” (Kartodirdjo, 1993:195).

E.Prosesi Adat Pemakaman Dalam Masyarakat Jawa

1. Deskripsi Kematian

“Menurut kenyakinan Islam orang yang sudah meninggal dunia ruhnya

tetap hidup dan tinggal sementara di alam kubur atau alam barzah, sebagai

alam antara sebelum memasuki alam akhirat tanpa kecuali, apakah orang tua

ataupun anak-anak” (Jamil dkk, 2002:127). Setiap saat manusia selalu di ikuti

oleh kematian. Penyebab kematian sangatlah beragam. Kematian bagi sebagian

orang adalah hal yang sangat mengerikan untuk dilihat. Oleh karena itu banyak

orang yang ketakutan dan menciut nyalinya ketika mendengar tentang

kematian. Akan tetapi “ada juga yang bersahabat dengan kematian karena

orang tersebut mempunyai prinsip bahwa hidup menuju mati, mati adalah

sesuatu yang menarik dan penghibur serta penawar kesulitan” (Sulaeman,

1995:84). Maka bagi orang-orang yang merasa takut akan kematian “hendaklah

memperbanyak mengingat mati dan bertobat dari segala dosa (Rasjid,

2010:160). Karena kematian tidak dapat di tebak kapan akan datang, untuk itu

harus mempersiapkan diri. Tidak hanya memburu keindahan dunia saja, tetapi

juga harus memburu keindahan akhirat yang kehidupannya lebih abadi dari

pada kehidupan dunia yang hanya sebentar. Sebagaimana firman Allah dalam

(48)

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. (Departemen Agama RI,

1999:499).

Kematian adalah suatu hal yang mesti terjadi pada siapa pun. Tidak ada satu jiwa pun yang mampu menghindarinya (Djaelani, 2008:50). Dan

“proses kematian manusia tidak dapat diketahui atau digambarkan dengan

jelas karena menyangkut segi fisik dan segi rohani. Dari segi fisik dapat diketahui secara klinis, yaitu seseorang dikatakan mati apabila pernapasannya dan denyut jantungnya berhenti. Dari segi rohani ialah proses roh manusia melepaskan diri dari jasadnya. Proses rohani ini sulit

digambarkan secara inderawi, tetapi nyata terjadi” (Sulaeman, 1995:86).

“Dengan demikian kematian itu adalah tidak berfungsinya seluruh organ

tubuh yang berlangsung secara mutlak. Sedangkan hakekat manusia yakni jiwa dan ruhnya tidak mati. Kematian hanyalah berpisahnya ruh dari tubuh, atau dirampasnya manusia dari kebiasaan menggunakan

kesenangan dan kenikmatan duniawi secara tiba-tiba”

Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan. (QS. Al-Ankabut: 57)

Setiap makhluk akan merasakan kematian. Karena “kematian (ajal)

(49)

atau buruk. Bila ajal telah tiba tidak ada yang dapat memajukan atau mengundurkannya. Oleh karena itu, sebaiknya kita menyiapkan diri untuk menghadapi kematian, agar nantinya kita menemui ajal dalam keadaan

husnul khotimah” (Chafidh dan Ma‟ruf, 2007:178).

2. Perawatan Jenasah

“Apabila ada orang meninggal, maka hal pertama yang dilakukan

oleh orang Jawa adalah untuk memanggil seorang modin, dan mengumumkan kematian itu kepada sanak saudara dan tetangga. Sekarang orang lebih sering pergi ke dokter atau ke Puskesmas terdahulu dan baru kemudian mencari modin serta memberi kabar kepada orang-orang sekitarnya. Setelah itu dilakukan tata urut upacara pemakaman, mulai dari

memandikan jenasah sampai memakamkannya”

(http://filsafat.kompasiana.com/2013/06/13/).

Segera setelah mendengar berita kematian tersebut itu, para tetangga meninggalkan semua pekerjaan yang sedang dilakukannya untuk pergi ke rumah keluarga yang tertimpa kematian itu (Geertz, hlm 92). Hal

tersebut oleh orang Jawa menyebutnya dengan layatan atau kesripahan.

Orang-orang datang untuk membantu dalam menyiapkan segala hal yang

dibutuhkan dalam pengurusan jenazah dan menyiapkan ubo rampenya.

(50)

“Ketika seseorang sudah nyata meninggal dunia, maka segera

dilaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1.Dua mata dipejamkan, seraya membaca

ََََِّ َْ َ ُ

ََّصَلَّى اللهُ عَلَيْ ِالله ِي ُْٛظَز ِخٍَِِّ ٍََٝػ َٚ ِالله ُِْعِث

Dengan menyebut nama Allah dan atas tetapnya agama Rasulullah SAW.

2.Tulang rahang diikat ke atas (kepala) dengan kain yang halus dan agak

lebar.

3.Persendian tulang dilunakkan (bila perlu dengan minyak).

4.Semua pakaian yang melekat dilepas, lalu mayit ditutup dengan kain

yang ringan dan dua ujungnya (atas-bawah) diamsukkan kebawah mayit.

5.Perut mayit diberi benda berbobot, untuk menjaga dari membesar dan

untuk menurunkan kotoran.

6.Membuat wangi-wangian, seperti dupa.

(51)

Dari Syaddad bin Aus. Rasulullah Saw. berkata,”Apabila kamu menghadapi orang mati, hendaklah kamu tutupkan matanya karena sesungguhnya mata itu mengikutkan ruh. Hendaklah kamu mengucapkan yang baik (umpamanya mendoakannya), karena sesungguhnya ia

dipercayai menurut apa yang diucapkan oleh ahlinya.” (Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).

Persendian dilunakkan agar ketika tangan mayit dapat di sedakepke. Untuk memudahkan melepaskan pakaian mayit dapat

dilakukan dengan cara memotongnya dengan gunting agar lebih mudah ketika akan memandikannya. Kemudian ditutupi dengan kain yang lebar dan besar melebihi tubuh mayit, biasanya orang Jawa menggunakan kain jarik, sebagaimana riwayat Bukhori dan Muslim

ََََِّ ْ َ ُ

ََّصَلَّى اللهُ عَلَيْ ِ ّللّا َي ُْٛظَز ََّْا َ خَشِئ بَػ َْٓػ

ٚز( ٍح َسَج ِدِد ْسُجِث َٝ َُِّظ َِّٝفُُٛر َْٓ١ ِد

)ٍُعِٛىز بَجٌا ٖا

Dari Aisyah, “Sesungguhnya Rasulullah Saw. ketika wafat ditutup dengan kain tenunan negeri Yaman,” (Bukhori dan Muslim)

(52)

dengan air serta daun bidara (atau dengan sesuatu yang menghilangkan daki seperti sabun). (Bukhori dan Muslim).

Untuk memudahkan dalam memandikan biasanya orang Jawa

menggunakan keranda yang diberi ganjel depok (batang pisang). “Orang

yang memandikan mayit haruslah sejenis, bila mayit laki-laki maka orang yang memandikan haruslah orang laki-laki dan bila perempuan maka orang yang memandikan haruslah perempuan, kecuali maharamnya atau

suami/istrinya” (Chafidh dan Ma‟ruf, 2007:181-182) dan hendaknya orang yang memandikannya harus mampu menjaga rahasia tentang apa saja yang dilihatnya ketika memandikan, sebagaimana sabda Rasulullah bahwa,

“Barang siapa memandikan mayat dan dijaganya kepercayaan, tidak

dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada mayat itu.”

(Riwayat Ahamad). Dupa digunakan untuk memberi keharuman, tetapi

sekarang sudah jarang digunakannya, dan menggantinya dengan minyak wangi/parfum/kapur barus (sejenis wewangian yang berbentuk padat). Pengurusan jenasah tersebut dilakukan oleh modin yang dibantu oleh keluarga dan masyarakat sekitar yang hadir. Kemudian prosesi selanjutnya

adalah mengkafani jenasah dengan menghamparkan “sehelai-sehelai, dan di atas tiap-tiap lapis itu ditaburkan wangi-wangian, seperti kapur barus dan sebagainya, lalu mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya diletakkan di atas dadanya, tangan kanan di atas tangan kiri, atau kedua

(53)

2010:168). Prosesi tersebut dilakukan oleh keluarga yang didampingi oleh modin atau orang yang ahli dalam urusan ini.

3. Prosesi Pemakaman

“Pada saat mempersiapkan penguburan orang mati yang ditandai

dengan memandikan, mengkafani, menshalati, dan pada akhirnya

menguburkan” (Jamil dkk, 2002:133). Dalam mempersiapkan pemakaman atau penguburan tersebut diperhitungkan mulai dari waktu meninggalnya agar dalam pengurusannya segera dilakukan. Orang Jawa dalam melakukan pemakaman orang meninggal dilakukan segera mungkin karena kasihan terhadap jasad kasarnya jika terlalu lama menguburkannya.

Maka “pemakaman orang Jawa dilaksanakan secepat mungkin sesudah

kematian. Seseorang yang meninggal pada pukul 10 pagi akan dimakamkan pada tengah hari atau beberapa saat sesudah lohor, dan orang yang meninggal pada pukul empat sore akan sudah berada dalam liang lahad pada pukul sepuluh pagi hari berikutnya. Walaupun keluarganya kadang-kadang menundanya barang sejam kalau ada keluarga yang

ditunggu dari tempat jauh” (Geertz, hlm: 91).

Kematian seseorang pada umumnya akan diadakan prosesi pemakaman untuk menghormati almarhum yang terakhir kalinya oleh

keluarga. “Pemakaman oleh orang Jawa bukanlah duka cita yang histeris,

(54)

demostratif, dan hampir lesu. Pelepasan jenasah yang diritualisasikan

dengan singkat” (Geertz, 1995:84). Karena “bagi orang Jawa, mati adalah

beralih ke kehidupan yang lain, di mana dalam kehidupan yang lain itu, bertemu kembali dengan keluarganya yang telah lebih dahulu meninggal

dalam suasana kebahagiaan” (Suyono, 2009:147). Dalam pemakaman

orang Jawa dilakukan berdasarkan kepercayaan yang berasal dari leluhur dan kebiasaan setempat seperti adanya telusupan (slup-slupan) pada saat

jenasah sebelum diberangkatkan ke pemakaman hal tersebut

melambangkan bahwa keluarga ikhlas terhadap kepergian almarhum, sawur beras kuning yang dicampur dengan uang logam, rangakaian bunga

yang jumlahnya selalu ganjil yang di rangkai tanpa melepasakan jarum yang dipergunakan dalam merangkainya, payung yang terbuat dari kertas yang dipergunakan untuk memanyungi jenasah saat pemberangkatan sampai ke makam, kendi yang berisi air dan lain sebagainya.

“Kematian baginya bukan sesuatu yang harus ditakuti. Sehingga

sedekah yang diberikan untuk menghormati arwah dan roh-roh dari orang meninggal didasarkan kepada kepercayaan adanya kehidupan sesudah

mati” (Suyono, 2009:147). Sehingga keluarga akan mengadakan kenduri

atau selamatan. Didalam kenduri memiliki “nilai-nilai kebersamaan, ketenangan, dan kerukunan. Sekaligus slametan menimbulkan suatu perasaan kuat bahwa semua warga desa adalah sama derajatnya satu sama

lain” (Magnis, 1984:15).

(55)

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A.Letak Geografis Desa Pager

Desa Pager merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Semarang ± 1 km arah utara dari kota Boyolali, yang terdiri dari 2 dusun yaitu dusun Pager dan dusun Karangkepoh. Desa Pager berbatasan dengan beberapa desa yang mengelilinginya, yaitu:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan desa Jojor dan desa Poten.

2. Seblah Utara berbatasan dengan desa Mukiran.

3. Sebalah Timur berbatasan dengan desa Kener

4. Sebalah Selatan berbatasan dengan kabupaten Boyolali.

Dari data monografi kependudukan bulan Agustus tahun 2014, penduduk desa Pager terdiri

dari 618 Kepala Keluarga (KK) dengan jumlah 2.055 jiwa, yaitu:

Tabel 3.1

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

NO KelompokUmur (Tahun) Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. 0 < 1 42 55 97

2. 1 < 5 54 57 111

3. 6 – 10 80 78 158

4. 11 – 15 86 89 175

5. 16 – 20 84 83 167

(56)

7. 26 – 30 90 87 177

8. 31 – 40 153 157 310

9. 41 – 50 167 157 324

10. 51 – 60 110 109 219

11. 60 keatas 72 74 146

Jumlah 1.023 1.033 2.055

Sumber: Kepala Desa Pager

1. Kondisi Sosial Kemasyarakatan di Desa Pager

Dalam sistem budaya Jawa terdapat semangat kebersamaan yang

dapat meminimalkan kepentingan-kepentingan pribadi, sehingga rasa

individualisme dapat dikurangi. Harga diri seseorang ditentukan oleh

sumbangsihnya kepada lingkungan disekitar tempat tinggalnya, dan

keterlibatannya dalam kegiatan-kegiatan sosial. Sebagai orang Jawa,

masyarakat Pager sangat memperhatikan kepentingan bersama dari pada

kepentingan pribadi, yang bertujuan untuk menciptakan keharmonisan

lingkungan, sehingga akan tercipta masyarakat yang sejahtera, dan saling

guyub rukun. Tetapi dalam kehidupan bermasyarakat pasti ada salah satu warga yang tidak lumrah mbi tonggo teparo (tidak normal dengan tetangga

dekat), karena kesombongannya dan keegoisannya serta menganggap bahwa

semuanya bisa dilakukan dengan sendiri tanpa bantuan tetangga atau orang

lain. Sehingga para tetangga yang mendengar ucapan dan melihat

kelakuannya tersebut akan membencinya dan tidak akan menolongnya,

(57)

hanya sekedar datang saja, dan tidak mau membantunya kecuali tetangga

tersebut ora tego nak ora diewangi (tidak tega apabila tidak membantunya)

walaupun kelakuan salah satu keluarganya tidak guyub rukun terhadap lingkungan.

Sikap hormat terhadap lingkungan sangatlah penting, apabila kita

ngajeni/hormat kepada masyarakat maka kita akan diajeni masyarakat, sikap ini ditunjukkan oleh masyarakat Pager dengan tolong-menolong antar

sesama, karena masyarakat Pager berprinsip ”wong urip ki gur gentenan

(orang hidup itu hanya bergantian), maksudnya, apabila tidak dapat

mengerjakan sendiri maka pertolongan tetangga sangatlah diperlukan, dan

apabila tetangga memerlukan bantuan kita maka harus bergantian

menolongnya untuk mencapai keselaran hidup, hal tersebut dikenal dengan

ungkapan hutang budi. Sehingga orang Jawa sebisa mungkin untuk

membalasnya terhadap orang yang menolongnya.

Kondisi sosial masyarakat Pager dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran

agama Islam. Hal tersebut terbukti dengan adanya kegiatan mujahadahan

yang dilaksanakan pada malam rabu, pengajian malam senenan, yasinan bapak-bapak pada malam minggu, pengajian ibu-ibu yang dilaksanakan

pada jum‟at siang, berjanjen pada malam jum‟at. Kegitan-kegiatan tersebut

merupakan wujud dari rasa kebersamaan oleh orang Jawa, karena hal

tersebut merupakan sikap terbuka dari orang-orang yang melaksanakan

(58)

2. Kondisi Sosial Keagamaan di Desa Pager

Agama yang dianut oleh masyarakat Desa Pager, sebagai berikut:

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Menurut Agama

NO Agama Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Islam 1.019 1.027 2.046

2. Katholik 2 3 5

3. Kristen 2 2 4

4. Hindu - - -

5. Budha - - -

6. Khonghucu - - -

Jumlah 1.023 1.032 2.055

Sumber: Kepala Desa Pager

Masyarakat desa Pager merupakan desa yang penduduknya

mayoritas adalah beragama Islam. Hal tersebut terlihat dari data penduduk

diatas. Sebagai masyarakat yang mayoritas beragama Islam maka

kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat diwarnai dengan

kegiatan-kegiatan keagamaan seperti yasinan, tahlilan, berjanjen, pengajian, mujahadah dan lain-lainnya yang dilaksanakan di masjid, mushola maupun

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Menurut Agama
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Referensi

Dokumen terkait

Setelah berdirinya Sinode Gereja Masehi Injili di Bolaang Mongondow (GMIBM) tahun 1950, maka gereja Kotamobagu tergabung dalam anggota GMIBM bersama dengan gereja

penting yaitu beras, tebu, jagung, jeruk, kedele, kopi, rempah-rempah, susu, teh dan tepung terigu untuk SSM serta coklat, sawit, dan kopi untuk NTB. Adapun hasil dari kajian ini

Dalam definisi ini ada tiga ide pikiran penting yaitu proses transformasi nilai-nilai, ditumbuh-kembangkan dalam kepribadian dan menjadi satu dalam perilaku.7 Sementara itu,

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayah-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis, sehingga bisa menyelesaikan penelitian

P3 dengan variasi kitosan 4 gr per-kg pakan pada media PCA sebesar 15,8 x 10 9 cfu/ml dan pada media agar kitin sebesar 55 x 10 7 cfu/ml, dapat dilihat dari hasil

Lactobacillus Plantarum 1a5 serta aktivitas antimikrobanya terhadap bakteri patogen. Institur

Kesimpulan penelitian ini adalah Pembelajaran dengan menerapkan strategi pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw Learning dapat meningkatkan hasil belajar PAI materi puasa dan

23 Jika ada orang lain yang sedang mendapat masalah, saya pura-pura tidak tahu. 24 saya tidak ingin memberikan bantuan kepada teman yang