• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh : AZMI AKBAR K SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Oleh : AZMI AKBAR K SKRIPSI"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE GROUP INVESTIGATION (GI) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

(TAI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIK SISWA MATERI POKOK

TERMOKIMIA KELAS XI SEMESTER GASAL SMA NEGERI 1 WONOGIRI

TAHUN PELAJARAN 2011/2012 Oleh : AZMI AKBAR K3307017 SKRIPSI

Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan

Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011

(2)

commit to user

ii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing I Prof. Dr. H. Ashadi NIP. 19510102 197501 1 001 Surakarta, 28 Oktober 2011 Pembimbing II Agung Nugroho C.S., S.Pd., M.Sc. NIP. 19770723 200501 1 001

(3)

commit to user

iii

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 1 November 2011

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang

Ketua : Dra. Tri Redjeki, M.S. Sekretaris : Dra. Kus Sri Martini, M.Si Anggota I : Prof. Dr. Ashadi.

Anggota II : Agung Nugroho C.S., S.Pd., M.Sc.

Tanda Tangan ………. ……….. ……….. ……… Disahkan Oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001

(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

Azmi Akbar. PENGARUH PEMBELAJARAN KIMIA DENGAN METODE

GROUP INVESTIGATION (GI) DAN TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

(TAI) TERHADAP PRESTASI BELAJAR DITINJAU DARI KEMAMPUAN MATEMATIK SISWA MATERI POKOK TERMOKIMIA KELAS XI SEMESTER GASAL SMA NEGERI 1 WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) pengaruh pembelajaran kimia dengan menggunakan metode Group Investigation (GI) dan

Team Assisted Individualization (TAI) terhadap prestasi belajar siswa, (2)

pengaruh kemampuan matematik tinggi dan rendah siswa terhadap prestasi belajar siswa, (3) interaksi antara metode Group Investigation (GI) dan Team Assisted

Individualization (TAI) dengan kemampuan matematik siswa terhadap prestasi

belajar siswa.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan penelitian desain faktorial 2x2. Sampel penelitian yaitu kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 dari populasi siswa kelas XI IPA reguler SMA Negeri 1 Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012. Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster random

sampling. Teknik pengumpulan data prestasi belajar kognitif dan kemampuan

matematik menggunakan tes objektif, sedangkan prestasi belajar afektif menggunakan angket. Teknik analisis data yang digunakan adalah ANAVA dua jalan sel tak sama, dilanjutkan uji komparasi ganda metode scheffe.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada materi pembelajaran termokimia kelas XI semester gasal SMA Negeri 1 Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012: (1) Pembelajaran kimia dengan menggunakan metode GI dan TAI berpengaruh terhadap prestasi belajar, yaitu prestasi belajar siswa yang diajar menggunakan metode GI lebih baik daripada siswa yang diajar menggunakan metode TAI, ditunjukkan dengan nilai rata-rata prestasi kognitif berturut-turut 72,36 dan 66,59, prestasi afektif berturut-turut 92,1 dan 87,88. (2) Kemampuan matematik tinggi dan rendah siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, siswa dengan kemampuan matematik tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan matematik rendah, yang ditunjukkan dengan nilai rata-rata prestasi kognitif berturut-turut 74,8 dan 64,15, prestasi afektif berturut-turut 93,08 dan 86,9. (3) Tidak ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif metode GI dan TAI dengan kemampuan matematik siswa terhadap prestasi belajar siswa.

(5)

commit to user

v

ABSTRACT

Azmi Akbar. THE INFLUENCE OF CHEMISTRY LEARNING USING GROUP INVESTIGATION (GI) AND TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) METHOD TOWARD STUDENT’S LEARNING ACHIEVEMENT OVERVIEW FROM STUDENT’S MATHEMATIC ABILITY IN THERMOCHEMISTRY FOR XI SCIENCE GRADE IN THE ODD SEMESTER SMAN 1 WONOGIRI 2011/2012. Minor Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University, October 2011.

The purpose of this research is to find out: (1) the influence of chemistry learning using Group Investigation (GI) and Team Assisted Individualization (TAI) method toward student’s learning achievement, (2) the influence of high and low mathematic ability toward student’s learning achievement, (3) interaction between Group Investigation (GI) and Team Assisted Individualization (TAI) method with mathematic ability toward student’s learning achievement.

This research is an experimental research using factorial design 2x2. The sample class are XI science 3 and XI science 4 from the population of XI Science regular class SMA Negeri 1 Wonogiri 2011/2012. Sampling method using cluster random sampling technique. Matematic ability and kognitif students’ achievement were evaluated by objective test, while the affective students’ achievement was evaluated by questioner. The analysis technique used ANAVA two ways with different cells and continued with Scheffe test.

Based on the result of research in thermochemistry learning for XI science grade in the odd semester SMAN 1 Wonogiri 2011/2012 can be concluded: (1) Chemistry learning using GI and TAI method has influence toward student’s learning achievement, student achievement from class with GI method is better than TAI method, it’s proved with average value of cognitive achievement 72,36 and 66,59, affective achievement 92,1 and 87,88. (2) Mathematic ability high and low has influence toward student’s learning achievement, achievement from student that have high mathematic ability is better than student that have low mathematic ability, it’s proved with average value of cognitive achievement 74,8 and 64,15, affective achievement 93,08 and 86,9. (3) There are no interaction between Group Investigation GI and Team Assisted Individualization TAI method with mathematic ability toward student’s learning achievement.

Keyword: Group Investigation, Team Assisted Individualization, Mathematic Ability, Thermochemistry.

(6)

commit to user

vi

MOTTO

Keep moving forward

(Walt Disney)

Tanggungjawab kita adalah menjadikan hari ini lebih baik dengan pelajaran

yang kita unduh dari kesalahan - kesalahan kita di masa lalu, dan

menjadikan hari esok lebih menjanjikan karena kelebihan - kelebihan yang

(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Karya tulisan ini penulis persembahkan kepada:

Ibu dan Bapak atas doa dan kasih sayangnya.

Adik - adikku tersayang.

Istiqomah atas segala kesabaran dan dukungan.

Sahabat - sahabat di Pend. Kimia 2007.

Almamater.

(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang telah memberikan ijin penyusunan skripsi ini.

2. Sukarmin, S.Pd., M.Si., Ph.D., selaku Ketua Jurusan P. MIPA UNS yang telah memberikan izin atas penyusunan skripsi ini..

3. Dra. Bakti Mulyani, M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Kimia yang telah memberikan ijin atas penyusunan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Ashadi, selaku pembimbing pertama yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, nasehat, dan inspirasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, saran, dan masukan yang berguna bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Dra. Kus Sri Martini, M.Si., selaku pembimbing akademik atas petuah dan bimbingan yang sangat menguatkan penulis untuk bisa menyelesaikan studi sebaik mungkin.

7. Drs. Mulyadi M.T., selaku Kepala Sekolah SMA Negeri I Wonogiri yang telah memberi ijin untuk melaksanakan tryout instrumen dan penelitian. 8. Tatik Sri Megawati, S.Pd., selaku Guru Kimia SMA Negeri 1 Wonogiri atas

bimbingan, petunjuk, dan bantuannya dalam pelaksanakan penelitian.

9. Ibu dan Bapak serta adik–adikku tersayang, yang telah mencurahkan segenap kepercayaan, kasih sayang, doa, dukungan moral dan material serta tak henti memberi yang terbaik kepada penulis.

(9)

commit to user

ix

10.Istiqomah, yang dengan ketulusan hati selalu menjadi penjaga niat dan penguat semangat.

11.Teman-teman P.Kimia angkatan 2007 atas dukungannya.

12.Siswa Kelas XI IPA 3 dan XI IPA 4 SMA Negeri 1 Wonogiri, atas kerjasama yang telah diberikan saat pengambilan data.

13.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan dengan balasan yang lebih baik. Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan dari penulis. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun, sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan bagi para pembaca.

Surakarta, Oktober 2011 Penulis

(10)

commit to user x DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

ABSTRAK... iv

ABSTRACT... V MOTTO... vi

PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ……... 4

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah... 5

E. Tujuan Penelitian... 6

F. Manfaat Penelitian... 6

BAB II LANDASAN TEORI... 7

A. Tinjauan Pustaka... 7

1. Belajar... 7

2. Metode Pembelajaran Group Investigation (GI) ... 12

3. Metode Pembelajaran Team Asisted Individualization (TAI)... 14

4. Kemampuan Matematik... 16

5. Prestasi Belajar... 18

(11)

commit to user

xi

B. Penelitian yang Relevan... 31

C. Kerangka Pemikiran... 32

D. Hipotesis... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 36

A. Tempat dan Waktu Penelitian... 36

B. Metode Penelitian... 36

C. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel... 38

D. Variabel Penelitian... 38

E. Teknik Pengumpulan Data... 40

F. Instrumen Penelitian... 40

G. Teknik Analisis Data... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN... 47

A. Pengujian Instrumen... 47

B. Deskripsi Data... 48

C. Pengujian Persyaratan Analisis... 51

D. Pengujian Hipotesis... 53

E. Pembahasan... 57

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN... 62

A. Kesimpulan... 62

B. Implikasi... 63

C. Saran... 63

DAFTAR PUSTAKA... 65

(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Energi Berbagai Jenis Ikatan (kJ/mol)... 30

Tabel 2. Tahap Penelitian... 36

Tabel 3. Rancangan Penelitian... 37

Tabel 4. Desain Penelitian Randomized Post Test Design... 37

Tabel 5. Skor Penilaian Afektif... 41

Tabel 6. Katagori Afektif Siswa... 44

Tabel 7. Rangkuman Anava Dua Jalan... 46

Tabel 8. Hasil Uji Validitas Isi dan Reliabilitas Instrumen Kognitif, Kemampuan Matematik, dan Afektif... 47

Tabel 9. Hasil Uji Validitas Item Instrumen Kognitif, Kemampuan Matematik, dan Afektif... 47

Tabel 10. Hasil Uji Daya Beda Instrumen Kognitif dan Kemampuan Matematik... 47

Tabel 11. Hasil Uji Taraf Kesukaran Instrumen Kognitif dan Kemampuan Matematik... 48

Tabel 12. Jumlah Siswa yang Mempunyai Kemampuan matematik Tinggi dan Rendah... 49

Tabel 13. Uji Normalitas Data Nilai Prestasi Belajar pada Masing-masing Kelompok ....………... 52

Tabel 14. Hasil Pengujian Homogenitas antar Kelompok Data Prestasi Belajar... 52

Tabel 15. Rangkuman ANAVA Dua Jalan Prestasi Kognitif... 53

Tabel 16. Rangkuman ANAVA Dua Jalan Prestasi Afektif 53 Tabel 17. Rata-rata Prestasi Kognitif... 55

Tabel 18. Rangkuman Uji Komparasi Ganda Aspek Kognitif.... 55

Tabel 19. Rata-rata Prestasi Afektif... 56

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Perpindahan Kalor pada Reaksi Eksoterm (a) dan

Reaksi Endoterm (b)... 22 Gambar 2. Diagram Tingkat Energi Reaksi Eksoterm (a) dan

Reaksi Endoterm (b)... 23 Gambar 3. Kalorimeter Bom (a) dan Kalorimeter Sederhana

(b)... 27 Gambar 4. Diagram Siklus Reaksi Pembentukan Gas SO3... 28

Gambar 5. Diagram Tingkat Energi Reaksi Pembentukan

Gas SO3... 29

Gambar 6. Skema Kerangka Berpikir... 35 Gambar 7. Histogram Perbandingan Prestasi Belajar

Kognitif Kelas GI dan TAI... 49 Gambar 8. Histogram Perbandingan Prestasi Belajar

Kognitif Siswa yang Mempunyai Kemampuan

Matematik Tinggi dan Rendah... 50 Gambar 9. Histogram Perbandingan Prestasi Belajar Afektif

Kelas GI dan TAI... 50 Gambar 10. Histogram Perbandingan Prestasi Belajar Afektif

Siswa yang Mempunyai Kemampuan Matematik

Tinggi dan Rendah... 51 Gambar 11. Rata-rata Prestasi Kognitif... 55 Gambar 12. Rata-rata Prestasi Afektif... 56

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Silabus... 67

Lampiran 2 Lesson Plan GI... 69

Lampiran 3 Lesson Plan TAI... 74

Lampiran 4 Evaluation... 79

Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Kemampuan Matematik... 87

Lampiran 6 Tes Kemampuan Matematik ... 91

Lampiran 7 Kisi-kisi Instrumen Kognitif Materi Pokok Termokimia... 94

Lampiran 8 Tryout Tes Aspek Kognitif... 97

Lampiran 9 Examination Sheet Tes Aspek Kognitif... 106

Lampiran 10 Kunci Jawaban Tes Aspek Kognitif... 113

Lampiran 11 Kisi-kisi Instrumen Afektif... 114

Lampiran 12 Tryout Instrumen Penilaian Prestasi Afektif Pokok Bahasan Termokimia... 115

Lampiran 13 Instrumen Penilaian Prestasi Afektif Pokok Bahasan Termokimia... 119

Lampiran 14 Lembar Validitas Isi Instrumen Kemampuan Matematik... 122

Lampiran 15 Lembar Validitas Isi Instrumen Kognitif... 123

Lampiran 16 Lembar Validitas Isi Instrumen Afektif... 124

Lampiran 17 Hasil Tryout Instrumen Kemampuan Matematik... 125

Lampiran 18 Hasil Tryout Instrumen Kognitif... 127

Lampiran 19 Hasil Tryout Instrumen Afektif... 131

Lampiran 20 Data Induk Penelitian... 134

Lampiran 21 Uji Kesamaan Rata-rata... 136

Lampiran 22 Uji Normalitas... 139

(15)

commit to user

xv

Lampiran 24 Uji Anava Dua Jalan dengan Sel Tak Sama... 143

Lampiran 25 Daftar Anggota Kelompok... 147

Lampiran 26 Daftar Nilai Kelompok... 149

Lampiran 27 Hasil Angket terbuka Kinerja Asisten... 151

(16)

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Peningkatan mutu pendidikan tidak lepas dari berbagai upaya perbaikan salah satunya pembaharuan kurikulum untuk mengembangkan potensi siswa dalam memaksimalkan proses belajar mengajar, sehingga dihasilkan manusia yang cerdas, mandiri dan berdaya saing. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, pada tahun 2007 pemerintah telah menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Prinsip yang digunakan dalam pengembangan KTSP berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik serta lingkungannya (Masnur Muslich, 2008: 10).

Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, kimia adalah salah satu mata pelajaran yang ada di kurikulum SMA. Kimia merupakan salah satu pelajaran IPA yang pada hakekatnya merupakan pengetahuan yang berdasarkan fakta, hasil pemikiran dan produk hasil penelitian yang dilakukan para ahli, sehingga untuk kemudian perkembangan ilmu kimia diarahkan pada produk ilmiah, metode ilmiah dan sikap ilmiah yang dimiliki siswa dan akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar siswa. Kimia diperlukan dalam kehidupan sehari–hari, namun tidak sedikit orang yang menganggap kimia sebagai ilmu yang kurang menarik. Hal ini disebabkan kimia erat hubungannya dengan ide–ide atau konsep–konsep abstrak yang membutuhkan penalaran ilmiah, sehingga belajar kimia merupakan kegiatan mental yang membutuhkan penalaran tinggi.

Dalam proses belajar mengajar permasalahan bisa berasal dari guru dan juga dari siswa. Permasalahan dari guru diantaranya dalam penyajian materi pelajaran kimia sebagian besar masih menggunakan metode ceramah sehingga

(17)

commit to user

kurang menarik dan membosankan bagi siswa. Proses pembelajaran di sekolah masih kurang optimal, guru lebih berorientasi untuk menstransfer pengetahuan, akibatnya pembelajaran masih didominasi melalui metode ceramah (http://www.kalselprov.go.id). Hal ini menyebabkan siswa cenderung pasif dalam kegiatan belajar mengajar. Sesuai dengan tuntutan profesionalisme guru, maka seorang guru harus memiliki kemampuan dalam mengembangkan metode mengajarnya sedemikian rupa sehingga mampu mengeksplorasi keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar. Sementara itu permasalahan dari siswa terletak pada kecenderungan siswa yang pasif dalam kegiatan pembelajaran. Kebanyakan siswa menganggap mata pelajaran kimia sulit terutama dalam menyelesaikan soal hitungan yang membutuhkan pemahaman konsep (Manimpan Siregar, 2007: 60).

Materi pokok termokimia merupakan salah satu materi kimia yang bersifat hitungan dan membutuhkan pemahaman konsep yang kuat sehingga sering dianggap sulit bagi siswa. Penguasaan materi termokimia terkait dalam penyelesaian soal–soalnya membutuhkan keterampilan siswa dalam mengoperasikan angka. Selama ini guru belum mempertimbangkan faktor–faktor penyebab rendahnya prestasi belajar siswa tersebut. Intelegensi merupakan salah satu faktor internal yang banyak diakui oleh ahli dan masyarakat sebagai faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Dewa Ketut Sukardi (2003:18) menuturkan, “Intelegensi terdiri dari tujuh kecakapan primer yaitu kemampuan menggunakan bahasa, kefasihan kata-kata, kecakapan menghitung, kemampuan orientasi ruang, kemampuan memori, kemampuan mengamati dengan cermat dan tepat dan kemampuan berpikir logis”. Salah satu komponen intelegensi yang perlu diperhatikan sebagai pendukung keberhasilan belajar adalah kecakapan menghitung, atau kemampuan matematik. Siswa yang memiliki kemampuan matematik tinggi dimungkinkan lebih berhasil dalam proses belajar bila dibandingkan dengan siswa yang memiliki kemampuan matematik rendah.

Seperti halnya dengan sekolah lain, SMA N 1 Wonogiri telah menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Sekolah ini juga telah menjadi Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Sarana dan prasarana yang disediakan pihak sekolah telah mengarah pada peningkatan

(18)

commit to user

3 ketertarikan siswa untuk mengikuti pembelajaran serta penyediaaan media bagi guru untuk melangsungkan proses belajar mengajar. Misalnya, guru telah memanfaatkan LCD dalam pembelajaran, dan eksperimen di laboratorium, akan tetapi pembelajaran dengan metode ceramah masih mendominasi.

Kesulitan belajar materi pokok termokimia juga ditemukan pada peserta didik kelas XI IPA SMAN 1 Wonogiri. Minimnya nilai kimia siswa pada materi pokok termokimia kelas XI IPA semester I SMA Negeri 1 Wonogiri masih sering terjadi. Hal ini terbukti dari nilai siswa pada tahun Pelajaran 2010/2011 terdapat 70% siswa yang belum tuntas (data sekolah) atau nilainya masih dibawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kondisi seperti ini dimungkinkan karena metode yang digunakan oleh guru kurang optimal. Pembelajaran pokok bahasan termokimia selama ini masih didominasi dengan pemberian rumus–rumus dan contoh penyelesaian soal, tetapi masih kurang melibatkan siswa untuk ikut serta dalam membangun pemahaman, akibatnya siswa kurang terlatih untuk bekerja kelompok dalam menyelesaikan permasalahan dalam termokimia. Kondisi siswa yang seperti ini dapat diperbaiki dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif yang menggunakan kerja kelompok dalam kegiatan pembangunan konsep. Menurut Robinson Situmorang, Atwi Suparman, dan Rudi Susilana (2005: 6.18) penggunaan setiap metode pembelajaran haruslah sebagai upaya untuk mengantarkan peserta didik mencapai tujuan pembelajaran dengan cara– cara yang tepat sehingga memberi kemudahan peserta didik dalam belajarnya.

Salah satu upaya yang dapat ditempuh oleh guru dalam rangka memperbaharui model pembelajaran agar tujuan belajar siswa dapat tercapai adalah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif. Ada beberapa alasan digunakannya model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah di bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri (Slavin, 2010: 4). Penelitian yang dilakukan oleh Doymuş, Kemal, Ũmit Şimşek, Ataman Karaçöp dan Şũkrũ Ada (2009: 40) menyimpulkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, karena mengajarkan kerjasama serta

(19)

commit to user

memusatkan pembelajaran pada siswa melalui pemahaman materi dengan belajar mandiri dan kelompok.

Materi pokok Termokimia membutuhkan pemahaman konsep dan kemampuan berhitung. Oleh karena itu diharapkan dengan model pembelajaran kooperatif yang memungkinkan siswa berdiskusi dan bertukar pikiran dengan teman-temannya dapat memudahkan pemahaman siswa terhadap materi tersebut. Dua diantara model pembelajaran kooperatif adalah metode Group Investigation (GI) dan metodeTeam Assisted Individualization(TAI). Metode pembelajaran GI memiliki ciri khusus yaitu kebebasan dalam mengelola kerja kelompok mulai dari perencanaan, pelaksanaan investigasi, hingga pengambilan kesimpulan mengenai topik yang sedang dipelajari dengan menggunakan berbagai sumber pembelajaran. Hal tersebut memungkinkan pemahaman siswa mengenai konsep termokimia menjadi lebih kuat. Sementara itu metode pembelajaran TAI memiliki ciri khusus yaitu penguasaan materi dibantu oleh seorang asisten yang dipilih dari siswa dengan kemampuan relatif lebih baik dari siswa yang lain. Asisten ini memiliki tanggung jawab menyampaikan konsep yang telah mereka miliki kepada anggota kelompoknya, sehingga materi termokimia dapat lebih mudah dikuasai siswa. Penggunaan metode ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa mata pelajaran kimia khususnya materi pokok termokimia.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka perlu adanya penelitian mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif metode Group

Investigation(GI) dan metodeTeam Assisted Individualization(TAI) ditinjau dari

kemampuan matematik siswa pada materi pokok Termokimia kelas XI semester 1 di SMA N 1 Wonogiri.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:

1. Prestasi belajar siswa pada pokok bahasan termokimia masih rendah.

2. Penerapan metode pembelajaran yang variatif dalam proses pembelajaran kimia belum maksimal.

(20)

commit to user

5 3. Perlunya keterampilan siswa dalam mengoperasikan angka-angka atau kemampuan matematik untuk menunjang penguasaan materi termokimia belum mendapatkan perhatian dari guru.

4. Siswa belum diikutsertakan dalam proses pembangunan pemahaman pada pembelajaran materi pokok termokimia.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dan pembahasan dalam penelitian ini memiliki arah dan terfokus maka perlu adanya pembatasan sebagai berikut:

1. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SBI SMAN 1 Wonogiri tahun pelajaran 2011/2012.

2. Kemampuan matematik dalam penelitian ini adalah kemampuan dalam penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dan kesebandingan.

3. Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi kognitif dan afektif. D. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Adakah pengaruh pembelajaran kimia dengan menggunakan metode Group

Investigation(GI) danTeam Assisted Individualization(TAI) terhadap prestasi

belajar siswa?

2. Adakah pengaruh kemampuan matematik tinggi dan rendah siswa terhadap prestasi belajar siswa?

3. Adakah interaksi antara metode Group Investigation (GI) dan Team Assisted

Individualization (TAI) dengan kemampuan matematik siswa terhadap

(21)

commit to user E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. pengaruh pembelajaran kimia dengan menggunakan metode Group

Investigation (GI) dan Team Assisted Individualization (TAI) terhadap

prestasi belajar siswa,

2. pengaruh kemampuan matematik tinggi dan rendah siswa terhadap prestasi belajar siswa,

3. interaksi antara metode Group Investigation (GI) dan Team Assisted

Individualization (TAI) dengan kemampuan matematik siswa terhadap

prestasi belajar siswa.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Manfaat secara teoritis

a. Memberikan masukan bagi guru kimia dan umumnya bagi guru rumpun bidang studi IPA dalam memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan materi pelajaran, sehingga proses belajar mengajar berjalan baik dan dapat mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sebelumnya.

b. Memberikan masukan kepada siswa bahwa pencapaian hasil belajar yang baik dan bermakna memerlukan peran serta siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar.

c. Bahan acuan bagi para praktisi pendidikan untuk melakukan penelitian model pembelajaran kooperatif lebih lanjut.

2. Manfaat secara praktis

a. Dengan dilaksanakannya penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi pokok termokimia.

b. Faktor-faktor penyebab rendahnya prestasi belajar siswa pada materi termokimia dapat diketahui dan diperoleh solusinya.

(22)

commit to user 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar

Belajar merupakan kegiatan fundamental yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dalam upaya memenuhi kebutuhan dan mengembangkan dirinya. Mengingat pentingnya belajar, para ahli berusaha merumuskan pengertian belajar. Walaupun antara yang satu dengan yang lain berbeda, namun pada prinsipnya adalah sama. Slameto (2010: 2) menyatakan “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil dari pengalamannya sendiri di dalam berinteraksi dengan lingkungannya”. Menurut Mulyati (2005: 5) “Belajar merupakan suatu usaha sadar individu untuk mencapai tujuan peningkatan diri atau perubahan diri melalui latihan–latihan dan pengulangan– pengulangan dan perubahan yang terjadi bukan karena peristiwa kebetulan”. Sedangkan Ratna Wilis Dahar (1989: 21) menyatakan “Belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman”.

Dari berbagai pendapat tentang belajar di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku serta penguasaan pengetahuan dan keterampilan dari hasil pengalaman maupun adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar tidak dapat diketahui secara langsung hanya dengan mengamati orang itu. Bahkan hasil belajar orang itu tidak langsung kelihatan tanpa orang itu melakukan sesuatu yang menampakkan kemampuan yang telah diperoleh melalui belajar. Pandangan seseorang tentang belajar akan mempengaruhi tindakan–tindakannya yang berhubungan dengan belajar dan setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda tentang belajar.

(23)

commit to user

Beberapa teori belajar yang menjadi acuan pada penelitian ini antara lain: a. Teori Belajar Kognitif

Psikologi kognitif mengatakan bahwa perilaku manusia tidak ditentukan oleh stimulus yang berada diluar dirinya, melainkan oleh faktor yang ada pada dirinya sendiri. Faktor–faktor internal itu berupa kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengenal dunia luar, dan dengan pengenalan itu manusia mampu memberikan respon terhadap stimulus (http://teoripembelajaran.blogspot.com). Teori psikologi kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur– unsur kognisi terutama pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar, hal ini berarti aktivitas belajar manusia ditentukan pada proses internal dalam berpikir yakni pengolahan informasi

Prinsip-prinsip teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu, 2) anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda konkrit, 3) keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik, 4) untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar, 5) pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks, 6) belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal, 7) adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa (http://teoripembelajaran.blogspot.com).

Berikut ini beberapa teori belajar aliran kognitif, antara lain: 1) Teori Konstruktivistik

Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan yaitu; a) kemampuan mengingat dan

(24)

commit to user

9 mengungkapkan kembali pengalaman, b) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan c) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya (Asri Budiningsih, 2005: 57-58).

Prinsip yang paling umum dan paling esensial yang dapat diturunkan dari konstruktivisme adalah bahwa siswa memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah dan pendidikan seharusnya memperhatikan hal itu dan menunjang proses alamiah ini. Siswa harus aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman maupun lingkungannya. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya. Seseorang dapat mengetahui sesuatu melului interaksinya dengan obyek dan lingkungan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan obyek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.

Paradigma konstruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan awal (prior knowledge) sebelum mempelajari sesuatu. Dalam proses belajar konstruktivistik ini, guru tidak menstransfer pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Peran utama dalam kegiatan belajar konstruktivistik ini adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, sehingga siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kritis, kreatif, dan mampu mempertanggungjawabkan pemikirannya secara rasional (Ratna Wilis Dahar, 1989: 160). Sedangkan peran guru adalah sebagai vasilitator dan mediator, guru membantu siswa untuk menghubunkan pengetahuan awal yang telah mereka miliki dengan informasi-informasi baru yang siswa peroleh.

(25)

commit to user 2) Teori Piaget

Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar (1989: 159-160) “Pengetahuan fisik dan pengetahuan logika matematika tidak dapat secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa”. Setiap siswa harus membangun sendiri pengetahuan itu, pengetahuan-pengetahuan itu harus dikonstruksi sendiri oleh siswa melalui operasi–operasi, dan salah satu cara untuk membangun operasi ialah dengan ekuilibrasi, yaitu proses kecenderungan kembali ke equilibrium (kesetimbangan).

Piaget menjelaskan bagaimana proses pengetahuan seseorang dalam teori perkembangan intelektual yaitu berpikir dari konkret ke abstrak. Menurut Piaget (http://massofa.wordpress.com), “Adaptasi adalah proses penyesuaian skema dalam merespon lingkungan melalui asimilasi dan akomodasi”. Asimilasi adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep, ataupun pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada di dalam pikirannya. Sedangkan akomodasi adalah proses pengintegrasian stimulus baru ke dalam skema yang telah terbentuk secara tidak langsung. Selanjutnya dalam proses perkembangan kognitif seseorang, diperlukan keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Keadaan ini disebut dengan equilibrium.

Hal ini berarti bahwa dalam mengkontruksi pengetahuan, siswa secara terus–menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi–informasi baru yang diperolehnya. Sumbangan penting dari teori belajar Piaget dalam pembelajaran kooperatif adalah pada saat siswa mengkonstruki dalam penyelesaian tugas–tugas secara individu dan secara kelompok saat siswa bekerja dalam kelompok. Salah satu syarat keanggotaan kelompok belajar adalah mempertimbangkan kemajuan perkembangan anak. Dalam kelompoknya siswa saling berdiskusi tentang masalah–masalah yang menjadi tugas kelompoknya masing–masing. Guru membimbing kelompok–kelompok belajar yang mendapat kesulitan pada saat mereka mengerjakan tugas. Ada kalanya guru menganjurkan para siswa untuk membandingkan beberapa gagasan atau juga membagi kelompok–kelompok untuk memecahkan masalah tertentu. Banyaknya perbedaan pendapat itu esensial untuk mengkonstruksi pengetahuan.

(26)

commit to user

11 3) Teori Vygotsky

Vygotsky mengemukakan ada empat prinsip kunci dalam pembelajaran, yaitu (http://massofa.wordpress.com):

a) Penekanan pada hakekat sosio-kultural pada pembelajaran (the sosiocultural of

learning). Siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman

sebaya yang lebih mampu. Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain dalam proses pembelajaran

b) Zona perkembangan terdekat (zone of proximal development). Dalam proses perkembangan kemampuan kognitif setiap anak memiliki apa yang disebut zona perkembangan proksimal (zone of proximal development) yang didefinisikan sebagai jarak atau selisih antara tingkat perkembangan anak yang aktual dengan tingkat perkembangan potensial yang lebih tinggi yang bisa dicapai si anak jika ia mendapat bimbingan atau bantuan dari seseorang yang lebih dewasa atau lebih berkompeten

c) Pemagangan kognitif (cognitive apprenticeship). Suatu proses dimana seorang siswa belajar setahap demi setahap akan memperoleh keahlian dalam interaksinya dengan seorang ahli. Seorang ahli bisa orang dewasa atau orang yang lebih tua atau teman sebaya yang telah menguasai permasalahannya d) Perancahan (scaffolding). Perancahan atau scaffolding, merupakan satu ide

kunci yang ditemukan dari gagasan pembelajaran sosial Vygotsky. Perancahan berarti pemberian sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian secara perlahan bantuan tersebut dikurangi dengan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab setelah ia mampu mengerjakan sendiri.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa implikasi utama dari teori Vygotsky terhadap pembelajaran adalah kemampuan untuk mewujudkan tatanan pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok belajar yang mempunyai tingkat kemampuan berbeda dan penekanan perancahan dalam pembelajaran supaya siswa mempunyai tanggungjawab terhadap belajar.

(27)

commit to user b. Teori Belajar Motivasi

Perspektif motivasional pada pembelajaran kooperatif terutama memfokuskan pada penghargaan atau struktur tujuan dimana para siswa bekerja (Slavin, 2010: 34). Dari perspektif motivasional, struktur tujuan kooperatif menciptakan sebuah situasi dimana satu-satunya cara anggota kelompok bisa meraih tujuan pribadi mereka adalah jika kelompok mereka bisa sukses. Oleh karena itu mereka harus saling membantu antar anggota kelompoknya dan yang lebih penting adalah mereka harus berusaha secara maksimal untuk mensukseskan tujuan kelompoknya. Dengan kata lain, memberi penghargaan kelompok berdasarkan pada pencapaian kelompok (atau penjumlahan pencapaian individu) menciptakan suatu struktur hubungan penghargaan antar pribadi di mana anggota kelompok akan memberi atau menahan social reinforcers (seperti dorongan dan pujian) sebagai hubungan atas usaha antar anggota kelompok.

c. Teori Belajar Sosial

“Teori belajar sosial atau disebut juga teoriobservational learningadalah sebuah teori belajar yang memandang perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri” (http://akhmadsudrajat.wordpress.com). Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan. Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkah laku manusia dari segi interaksi timbal–balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkah laku, dan faktor lingkungan.

2. Metode PembelajaranGroup Investigation(GI)

Slavin (2010: 214-215) menyatakan bahwa “kooperatif di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat demokrasi”. Kelas adalah sebuah tempat

(28)

commit to user

13 kreativitas kooperatif dimana guru dan murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-masing. Siswa adalah partisipan aktif dalam segala aspek kehidupan sekolah, membuat keputusan yang menentukan tujuan terhadap apa yang mereka kerjakan. Sehingga di dalam kelas diperlukan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman dan juga perencanaan pembelajaran dan pengadaan sumber belajar yang sesuai kebutuhan siswa oleh guru.

Dalam GI siswa terlibat baik dalam perencanaan topik maupun bagaimana melakukan penelitian. Terdapat 6 tahapan dalam pembelajaran GI (Slavin, 2010: 220-229) yaitu :

a. Identifikasi topik, pada tahap ini merupakan tahap pengaturan kelompok dimana guru mempresentasikan serangkaian permasalahan dan siswa mengidentifikasi serta memilih subtopik berdasarkan ketertarikan masing– masing kelompok.

b. Perencanaan investigasi, anggota kelompok memfokuskan perhatian pada subtopik yang telah dipilih. Para anggota kelompok harus memformulasikan sebuah masalah yang dapat diteliti, memutuskan bagaimana melaksanakannya, dan menentukan sumber–sumber mana yang akan dibutuhkan untuk melakukan investigasi.

c. Pelaksanaan investigasi, tiap kelompok melaksanakan rencana yang telah diformulasikan sebelumnya. Tahap ini adalah tahap yang banyak membutuhkan waktu karena banyak muncul diskusi dalam kelompok.

d. Penyiapan laporan akhir, tahap ini merupakan transisi dari tahap pengumpulan data dan klarifikasi ke tahap di mana kelompok–kelompok yang ada melaporkan hasil investigasi mereka pada seluruh kelas.

e. Presentasi laporan akhir, masing-masing kelompok mempersiapkan diri untuk mempresentasikan laporan akhir yang merupakan inti sari dari investigasi yang dilakukan masing–masing kelompok di depan kelas.

f. Evaluasi pencapaian, evaluasi dilakukan oleh guru terhadap apa yang telah dipelajari siswa termasuk menjawab permasalahan yang belum dapat

(29)

commit to user

dipecahkan oleh siswa, penarikan kesimpulan terhadap semua subtopik, serta pemberian penilaian terhadap kinerja masing–masing kelompok.

Kelebihan model pembelajaran kooperatif metode Group Investigation (GI) antara lain adalah :

a. Metode ini mampu melatih siswa untuk berpikir tingkat tinggi.

b. Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam berbicara dan berpendapat.

c. Metode pembelajaran GI memungkinkan guru dan peserta didik secara bersama-sama bertanggungjawab untuk merancang proses pembelajaran dan untuk mengevaluasi kemajuan belajar yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. d. Peserta didik merasa senang karena dilibatkan dalam proses belajar dan semakin tertantang dengan persoalan-persoalan baru yang belum pernah mereka temui sebelumnya sehingga memicu mereka untuk terus melakukan penemuan-penemuan.

e. Melatih peserta didik untuk bekerja secara kelompok, melatih keharmonisan dalam hidup bersama atas dasar saling menghargai.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif metode Group

Investigation(GI) antara lain adalah :

a. Metode GI sangat komplek, sehingga guru harus mendampingi siswa secara penuh agar mendapatkan hasil yang diinginkan.

b. Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung mengontrol jalannya diskusi serta siswa yang cerdas cenderung merasa bosan.

3. Metode PembelajaranTeam Assisted Individualization(TAI)

Slavin (2010: 189-190) menyatakan “Metode pembelajaran Team

Assisted Individualization(TAI) adalah suatu metode pembelajaran dimana dalam

suatu kelompok terdapat seorang siswa yang lebih mampu, berperan sebagai asisten yang bertugas membantu secara individual siswa lain yang kurang mampu”. TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah–masalah yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja

(30)

commit to user

15 dalam tim–tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab menegelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam meghadapi masalah dan saling memberi dorongan untuk maju. Dalam hal ini peran pendidik hanya sebagai fasilitator dan mediator dalam proses belajar mengajar. Pendidik cukup menciptakan kondisi lingkungan belajar yang kondusif bagi peserta didiknya. Metode ini memiliki keunggulan dimana lebih banyak pertanyaan siswa yang terjawab karena ada asisten dalam tiap kelompok. Asisten di sini sebelumnya dapat diberikan pemahaman terlebih dahulu mengenai materi pelajaran yang akan dipelajarai oleh siswa di kelasnya.

Menurut Slavin (2010,195-200) secara umum TAI terdiri dari delapan komponen utama, yaitu:

a. Kelompok / tim, terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

b. Tes pengelompokan, siswa–siswa diberi tes untuk membuat kelompok berdasarkan skor yang mereka peroleh dan seorang asisten dipilih dari kelompok tersebut yang memiliki kemampuan akademis tinggi.

c. Materi kurikulum, proses pembelajaran harus disesuaikan dengan materi yang terdapat pada kurikulum yang berlaku.

d. Kelompok belajar, dibentuk berdasarkan tes pengelompokan dan apabila ada siswa yang belum paham tentang materi dapat bertanya pada anggota lainnya atau asisten yang telah ditunjuk.

e. Penilaian dan pengakuan tim, penilaian berupa penilaian individu dan kelompok melalui pemberian tes dan sertifikat/penghargaan diberikan pada kelompok berdasarkan skor kelompoknya.

f. Mengajar kelompok, seorang asisten yang telah diberikan pembekalan materi bertanggung jawab terhadap anggota kelompoknya.

g. Lembar kerja, pada setiap sub konsep materi pokok diberikan lembar kerja. h. Mengajar seluruh kelas, setelah akhir pengajaran pokok bahasan suatu materi

guru menghentikan program pengelompokan dan menjelaskan konsep–konsep yang belum dipahami dengan strategi pemecahan masalah yang relevan. Pada akhir pembelajaran diberikan kesimpulan dari materi.

(31)

commit to user

Kelebihan model pembelajaran kooperatif metode Team Assisted

Individualization(TAI) antara lain adalah :

a. Dengan model pembelajaran kooperatif metode TAI guru dapat menciptakan suasana lingkungan kelas yang saling menghargai nilai–nilai ilmiah.

b. Mempermudah pekerjaan guru dalam mengajar, karena sudah ada asisten yang bertugas menjelaskan materi kepada rekan–rekannya.

c. Memungkinkan peran aktif peserta didik dalam proses penilaian, mereka melakukan penilaian diri sendiri, refleksi, pemikiran yang kritis dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

d. Pada model pembelajaran kooperatif metode TAI peserta didik mendapatkan penghargaan atas usaha mereka.

Sedangkan kelemahan model pembelajaran kooperatif metode Team

Assisted Individualization(TAI) antara lain adalah :

a. Tidak semua mata pelajaran cocok diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif metodeTeam Assisted Individualization(TAI).

b. Dalam kerja kelompok cenderung terpusat kepada asisten, sehingga siswa yang lain kurang aktif.

4. Kemampuan Matematik

Pengertian kemampuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan atau kebolehan untuk melakukan sesuatu”. Sedangkan pengertian matematika “matematika berarti perhitungan berwujud angka, sifat angka, atau sistem angka” (http://kamusbahasaindonesia.org). Dari kedua pengertian tersebut, kemampuan matematik adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan hitung menghitung dengan menggunakan angka atau kemampuan untuk mengungkapkan relasi dan mengenai konsep–konsep menurut angka–angka. Kemampuan matematik merupakan kemampuan standar tentang angka dan kemampuan melakukan perhitungan– perhitungan yang juga merupakan bagian dari aktivitas matematika.

Tiga kategori kemampuan matematik (mathematical ability) menurut, Claire M.A. Haworth, Y. Kovas, Stephen A. Petrill, dan Robert P. (2007: 556)

(32)

commit to user

17 yaitu : (1) Understanding Number , (2) NonNumerical Processes, (3)

Computation and Knowledge.Understanding Numberadalah kemampuan tentang

angka dan proses aljabar untuk digunakan ketika menyelesaikan permasalahan hitungan. NonNumerical Processes adalah kemampuan dalam memahami proses matematika yang bukan angka dan memahami konsep-konsep seperti perputaran atau pencerminan simetris dan operasi spasial lainnya. Pertanyaan yang ada tidak mengandung angka yang signifikan yang perlu diperhatikan anak. Sedangkan

Computation and Knowledge Adalah kemampuan untuk melakukan perhitungan

sederhana menggunakan, metode kertas–pensil dan mengingat kembali fakta matematika dan istilah–istilahnya.

Dari ketiga kategori kemampuan matematik di atas, maka yang sesuai untuk pembelajaran kimia di SMA yang terkait dengan hitungan adalah

Understanding Number, yang berupa pengoperasian angka–angka untuk

menyelesaikan permasalahan hitungan dan juga Computation and Knowledge, yaitu perhitungan sederhana menggunakan metode kertas–pensil. Sedangkan

Non-Numerical Processes, akan sangat berperan dalam kemampuan pandang ruang.

John W. Adams (2007:99) telah mengkaji tentang perbedaan kemampuan matematik seseorang terkait dengan: 1) genetics, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa kemampuan matematik seorang anak-anak ataupun yang telah dewasa mempunyai kaitan kuat dengan faktor genetik. 2) cognition, perbedaan tingkat kemampuan matematika dilihat dari ketepatan penghitungan. Seorang anak yang tingkat ketepatan menghitungnya rendah akan lemah maka kaitan antar konsep dalam memori jangka panjangnya akan lemah pula. 3)

behaviural, tingkat rasa takut terhadap matematika dapat mempengaruhi kapasitas

kerja otak. Semakin tinggi rasa takut terhadap matematika akibatnya adalah penurunan kapasitas kerja otak. Dari penjelasan ini dapat dilihat bahwa kemampuan matematik merupakan suatu kemampuan yang berbeda untuk tiap orang sehingga dapat digunakan sebagai salah satu variabel dalam penelitian.

(33)

commit to user 5. Prestasi Belajar

Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai mempunyai kaitan erat antara materi dengan metode belajar yang dipakai guru dan siswa dalam menerima materi tersebut. Sejauh mana keberhasilan guru memberikan materi, dan sejauh mana siswa dapat menyerap materi yang disajikan itu dapat diperoleh informasinya melalui evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui apakah suatu program telah berhasil dan efisien atau belum (Robinson Situmorang, Atwi Suparman, Rudi Susilana, 2005: 5.2). Dalam evaluasi makna yang terkandung di dalamnya adalah berupa skor yang diperoleh siswa, kemudian menjadi suatu kajian sebagai kesimpulan, apakah memuaskan atau tidak, baik atau kurang baik, lulus atau tidak, dan sebagainya. Beberapa hal tersebut lebih sering disebut sebagai prestasi belajar siswa.

Menurut Nana Sudjana (2006: 22) “Tujuan sebagai arah dari proses belajar mengajar pada hakekatnya adalah rumusan tingkah laku yang diharapkan dapat dikuasai oleh siswa setelah menerima atau menempuh pengalaman belajarnya”. Hasil belajar yang dimaksudkan ini tidak lain adalah prestasi yang merupakan cermin keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan usaha untuk mendapat ilmu pengetahuan. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yaitu: ranah kognitif, ranah efektif, dan ranah psikomotor.

a. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari tujuh aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi, dan mencipta. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah sedangkan kelima selanjutnya merupakan kognitif tingkat tinggi.

b. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.

c. Ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotor, yaitu gerakan

(34)

commit to user

19 refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Dari ketiga ranah ini, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pembelajaran.

Selanjutnya Slameto (2010: 54) menjelaskan bahwa faktor–faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi 2 golongan saja, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor internal meliputi 3 aspek, yaitu: 1) Faktor jasmaniah, meliputi: kesehatan dan cacat tubuh

2) Faktor psikologis, meliputi: inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan

3) Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan kelelahan rohani Sedangkan faktor eksternal meliputi 3 aspek, yaitu:

1) Faktor keluarga, meliputi: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan

2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah

3) Faktor masyarakat, meliputi: kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat

Prestasi yang dicapai seseorang individu merupakan hasil interaksi antara faktor yang mempengaruhinya, baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Dalam penelitian ini faktor internal yang dibahas adalah kemampuan matematik siswa, sedangkan faktor eksternalnya adalah metode pembelajaran.

(35)

commit to user 6. Termokimia a. Azas Kekekalan Energi

Hukum kekekalan energi menjelaskan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, tetapi hanya dapat diubah dari bentuk energi yang satu menjadi bentuk energi yang lain.

Penerapan hukum termodinamika pertama untuk suatu proses bergantung pada sistem dan lingkungannya. Sistem adalah bagian yang menjadi pusat perhatian untuk dipelajari atau diamati, sedangkan lingkungan adalah bagian di luar sistem yang dapat mempengaruhi sistem.

Dalam reaksi kimia misalnya, direaksikan batu pualam (CaCO3) dengan larutan asam klorida dalam suatu gelas kimia, maka sistem adalah proses reaksi yang melibatkan reaktan (kristal CaCO3dan larutan HCl) dan produk. Sedangkan lingkungannya adalah wadah dan keadaan di luar.

Sistem memiliki sejumlah tertentu energi. Energi dalam yang tersimpan pada sistem (jumlah energi kinetic dan energi potensial) disebut energi dalam (E). Besarnya energi dalam tidak dapat diukur, yang dapat diukur adalah perubahan energi dalam (∆E). Perubahan energi dalam sistem dapat terjadi karena sistem menyerap energi dari lingkungan atau sistem melepas energi ke lingkungan. Bertambahnya energi dalam sistem diimbangi dengan berkurangnya energi dalam lingkungan dan sebaliknya. Energi yang berpindah dari sistem ke lingkungan dan sebaliknya berupa kalor (q) atau kerja (w). Sehingga azas kekekalan energi dapat dirumuskan :

∆E = q + W

∆E = perubahan energi dalam

q = kalor yang diserap/dilepaskan oleh sistem W = kerja yang dilakukan / diterima sistem Bila sistem menyerap kalor, q bernilai positif (q>0) Bila sistem melepaskan kalor, q bernilai negatif (q<0) Bila sistem melakukan kerja, w bernilai negatif (w<0)

(36)

commit to user

21 b. Entalpi dan Perubahan Entalpi

Entalpi (H) adalah jumlah energi yang dimiliki sistem pada tekanan

tetap. Entalpi dirumuskan sebagai jumlah energi yang terkandung dalam sistem (E) dan kerja (W).

H= E + W dengan: W = P × V

E = energi (joule) W = kerja sistem (joule) V = volume (liter) P = tekanan (atm)

Nilai energi suatu materi tidak dapat diukur, yang dapat diukur hanyalah perubahan energi (ΔE). Demikian juga halnya dengan entalpi, entalpi tidak dapat diukur, kita hanya dapat mengukur perubahan entalpi (ΔH).

ΔH = HpHr dengan: ΔH = perubahan entalpi

H = entalpi produk H Hp = entalpi produk

Hr = entalpi reaktan atau pereaksi

1) Bila H produk > H reaktan, maka ΔH bertanda positif, berarti terjadi penyerapan kalor dari lingkungan ke sistem.

2) BilaHreaktan >Hproduk, maka ΔHbertanda negatif, berarti terjadi pelepasan kalor dari sistem ke lingkungan.

Secara matematis, perubahan entalpi (ΔH) dapat diturunkan sebagai berikut:

H = E + W (1)

Pada tekanan tetap :

ΔH = ΔE + PΔV (2)

ΔE = q+ W (3)

Wsistem= –PV (4)

Substitusi persamaan (3) dan (4) dalam persamaan (2): ΔH = (q+ W) + PΔV = (q– PΔV) + PΔV =q

Jadi, pada tekanan tetap, perubahan entalpi (ΔH) sama dengan kalor (q) yang diserap atau dilepas.

(37)

commit to user c. Reaksi Eksoterm dan Reaksi Endoterm

Berdasarkan perpindahan energinya atau perubahan entalpinya ada dua jenis reaksi:

1) Reaksi eksoterm yaitu reaksi yang membebaskan kalor, kalor mengalir dari sistem ke lingkungan (terjadi penurunan entalpi), entalpi produk lebih kecil daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu, perubahan entalpinya bertanda negatif. Pada reaksi eksoterm umumnya suhu sistem tinggi, yang menyebabkan sistem melepas kalor ke lingkungan. Pelepasan ini terjadi hingga dicapai kesetimbangan suhu dengan lingkungan. Suhu yang diperoleh pada saat setimbang umumnya masih lebih besar dari suhu kamar, sehingga lingkungan akan merasakan panas.

Reaksi eksoterm:H=HP-HR< 0 atauH= (-)

2) Reaksi Endoterm yaitu reaksi yang memerlukan kalor, kalor mengalir dari lingkungan ke sistem (terjadi kenaikan entalpi), entalpi produk lebih besar daripada entalpi pereaksi. Oleh karena itu, perubahan entalpinya bertanda positif. Pada reaksi endoterm umumnya suhu sistem rendah, yang menyebabkan sistem menyerap kalor dari lingkungan. Penyerapan ini terjadi hingga dicapai kesetimbangan suhu dengan lingkungan. Suhu yang diperoleh pada saat setimbang umumnya masih lebih rendah dari suhu kamar, sehingga lingkungan akan merasakan dingin.

Reaksi endoterm:H=HP-HR> 0 atauH= (+)

(a) (b)

Gambar 1. Perpindahan Kalor pada Reaksi Eksoterm (a) dan Reaksi Endoterm (b) Lingkungan Kalor Sistem

(38)

commit to user

23 Untuk memperlihatkan hubungan entalpi sistem sebelum dan sesuah reaksi dapat dinyatakan dengan grafik yang disebut diagram entalpi (diagram tingkat energi). Secara umum diagram tingkat energi untuk reaksi eksoterm dan reaksi endoterm terlihat pada gambar berikut :

H H

H< 0 ∆H> O

(a) (b)

Gambar 2. Diagram Tingkat Energi Reaksi Eksoterm (a) dan Reaksi Endoterm (b) d. Persamaan Termokimia

Persamaan termokimia adalah persamaan reaksi yang mengikutsertakan perubahan entalpinya (H). Nilai perubahan entalpi yang dituliskan pada persamaan termokimia harus sesuai dengan stoikiometri reaksi, artinya jumlah mol zat yang terlibat dalam reaksi sama dengan koefisien reaksinya. Selanjutnya, karena entalpi reaksi juga bergantung pada wujud zat yang terlibat dalam reaksi, maka wujud atau keadaan zat juga harus dinyatakan dalam persamaan reaksi. Contoh:

Reaksi gas nitrogen dengan gas oksigen membentuk 1 mol gas NO2 diperlukan kalor sebesar 33,8 kJ. Pernyataan diperlukan menunjukkan bahwa reaksi ini tergolong endoterm sehingga ∆H bertanda positif ∆H = +33,8 kJ per mol NO2 yang terbentuk.

Persamaan termokimianya dituliskan sebagai berikut N2(g) + O2(g) → NO2(g) ∆H= +33,8 kJ/mol atau 2N2(g) + O2(g) → 2NO2(g) ∆H= +67,6 kJ Reaktan Produk Reaktan Produk Reaksi Reaksi

(39)

commit to user e. Perubahan Entalpi Standar (Ho)

Perubahan entalpi standar (ΔH°) adalah perubahan entalpi (ΔH) reaksi yang diukur pada kondisi standar, yaitu pada suhu 298 K dan tekanan 1 atm. Satuan ΔHadalah kJ dan satuan ΔHmolar reaksi adalah kJ/mol.

1) Perubahan Entalpi Pembentukan standar (Hfo)

Perubahan entalpi pembentukan standar adalah besarnya energi yang dibebaskan atau diserap pada pembentukan 1 mol senyawa dari unsur – unsurnya dalam keadaan standar (25º C, 1 atm). Perubahan entalpi pembentukan diberi simbol ∆Hfo(Standar Enthalphy of Formation).

Contoh :

∆H pembentukan H2O(ℓ)= -285,58 kJ/mol

Artinya untuk pembentukan 1 mol air dari gas H2 dan gas O2 dibebaskan energi sebesar 285,58 kJ.

Persamaan termokimianya :

H2(g)+ O2(g) → H2O(ℓ) ∆Hfo= -285,58 kJ/mol 2) Perubahan Entalpi Penguraian Standar (∆Hdo)

Perubahan entalpi penguraian standar adalah besarnya energi yang dibebaskan atau diserap pada penguraian 1 mol senyawa menjadi unsur – unsurnya pada keadaan standar. Perubahan entalpi penguraian merupakan kebalikan dari perubahan entalpi pembentukan. Perubahan entalpi penguraian standar diberi simbol ∆Hdo(Standar Enthalpy of Decomposition).

Contoh :

Hpenguraian NH3(g)= + 46,2 kJ/mol

Artinya penguraian 1 mol NH3(g)menjadi N2(g), dan H2(g)diperlukan energi (kalor) sebesar 46,2 kJ

Persamaan termokimianya :

NH3(g) → N2(g) + H2(g) ∆Hdo = +46,2 kJ/mol

3) Perubahan Entalpi Pembakaran Standar (∆Hcº)

Perubahan entalpi pembakaran standar adalah besarnya energi yang dibabaskan atau diperlukan pada pembakaran sempurna 1 mol unsur atau senyawa

(40)

commit to user

25 dengan O2 dari udara, dalam keadaan standar. Perubahan entalpi pembakaran standar diberi symbol ∆HCº (Standar Entalphy of Combustion). Pembakaran

dikatakan sempurna jika :

karbon (C) terbakar menjadi CO2 hidrogen (H) terbakar menjadi H2O belerang (S) terbakar menjadi SO2

senyawa hidrokarbon (CxHy) terbakar menjadi CxHy+ O2→ CO2+ H2O. Contoh :

Pada pembakaran 570 gram isooktana (C8H18), salah satu komponen yang ada dalam bensin, pada keadaan standar/STP dibebaskan kalor sebesar 27.500 kJ. Hitunglah besarnya ΔHco dan tulislah persamaan termokimia pembakaraan isooktana tersebut!

Jawab :

Mol isooktana = = = 5 mol

Untuk 1 mol C8H18maka ΔHco = x (–27500) = –5500 kJ Persamaan termokimia:

C8H18(l)+ O2(g) → 8 CO2(g)+ 9 H2O(g) ∆Hco= –5500 kJ

4) Perubahan Entalpi Molar Lainnya (∆Hcº)

Selain entalpi molar yang telah dibahas di atas, masih terdapat berbagai entalpi molar lain, seperti entalpi penetralan,pelarutan dan peleburan.

a) Entalpi Penetralan

Entalpi penetralan adalah perubahan entalpi (ΔH) yang dihasilkan pada reaksi penetralan asam (H+) oleh basa (OH-) membentuk 1 mol air. Satuan entalpi penetralan adalah kJ/mol.

Contoh:

(41)

commit to user b) Entalpi Pelarutan

Entalpi pelarutan adalah perubahan entalpi (ΔH) yang dihasilkan pada Pelarutan 1 mol zat. Satuan entalpi penetralan adalah kJ/mol.

Contoh:

NaOH(s) → Na+aq)+ Cl-(aq) ΔH= –204 kJ/mol

c) Entalpi Peleburan

Entalpi peleburan adalah perubahan entalpi (ΔH) pada perubahan 1 mol zat dari bentuk padat menjadi cair pada titik leburnya. Satuan entalpi peleburan adalah kJ/mol.

Contoh:

NaCl(s) → NaCl(l) ΔH= –112 kJ/mol

f. Penentuan Perubahan Entalpi (H) 1) Melalui Percobaan (Kalorimetri)

Perubahan entalpi (∆H) yang menyertai suatu reaksi dapat ditentukan melalui percobaan dengan menggunakan alat kalorimeter. Pengukuran ∆Hdengan cara ini dinamakan kalorimetri. Data ∆H yang tercantum pada tabel – tabel umumnya ditentukan secara kalorimetri.

Kalorimeter adalah suatu sistem terisolasi (tidak ada pertukaran materi maupun energi dengan lingkungan di luar kalorimeter). Dengan demikian, semua kalor yang dibebaskan oleh reaksi yang terjadi di dalam kalorimeter, tidak ada yang terbuang keluar kalorimeter. Dengan mengukur kenaikan suhu di dalam kalorimeter, kita dapat menentukan jumlah kalor yang diserap oleh air serta perangkat kalorimeter berdasarkan rumus :

qlarutan= mcT dan

qkalorimeter=CT dengan, q =jumlah kalor dalam joule (J)

m =massa zat (dalam gram)

c =kalor jenis (dalam Jg-1C-1atau Jg-1K-1) C = kapasitas kalor kalorimeter (dalam JC-1) t =perubahan suhu = takhir– tawal(C atauK).

(42)

commit to user

27 Oleh karena tidak ada kalor yang terbuang ke lingkungan, maka kalor reaksi sama dengan kalor yang diserap oleh larutan dan kalorimeter, tetapi tandanya berbeda :

qreaksi= ±(qlarutan+qkalorimeter)

Kalorimeter Bom (Bomb Calorimeter) merupakan suatu kalorimeter yang dirancang khusus sehingga sistem benar-benar dalam keadaan tertutup. Meskipun sistem telah diusahakan tertutup, tetapi ada kemungkinan sistem masih dapat menyerap atau melepaskan kalor ke lingkungan, yang dalam hal ini lingkungannya adalah kalorimeter itu sendiri.

(a) (b)

Gambar 3. Kalorimeter Bom (a) dan Kalorimeter Sederhana (b)

Kalorimeter sederhana dapat dibuat dari gelas atau wadah yang bersifat isolator (tidak menyerap kalor), misalnya stereofoam. Dengan demikian dianggap bahwa perubahan kalor yang terjadi pada saat reaksi tidak ada yang hilang. Jadi kalor reaksi sama dengan jumlah kalor yang diserap atau yang dilepaskan larutan, sedangkan kalor yang diserap oleh kalorimeter dan lingkungan diabaikan.

qreaksi= ±qlarutan 2) Berdasarkan Hukum Hess

Pengukuran perubahan entalpi suatu reaksi kadangkala tidak dapat ditentukan langsung dengan kalorimeter, misalnya pada penentuan perubahan entalpi pembentukan standar (Hf) SO3.

(43)

commit to user

Untuk mengatasi permasalahan tersebut Henry Germain Hess (1840) melakukan serangkaian percobaan dan diperoleh kesimpulan bahwa perubahan entalpi suatu reaksi merupakan fungsi keadaan yang artinya, perubahan entalpi suatu reaksi tidak bergantung pada lintasan/jalannya reaksi, tetapi hanya

ditentukan keadaan awal dan keadaan akhir. Pernyataan tersebut dikenal sebagai

Hukum Hess.

Jadi menurut hukum Hess ∆H reaksi hanya ditentukan keadaan awal dan akhir reaksi, tidak bergantung pada jalannya reaksi. Hukum Hess juga dikenal sebagai hukum penjumlahan kalor. Dalam hal ini reaksi yang diketahui kalor reaksinya disusun sedemikian rupa sehingga penjumlahannya menjadi sama dengan reaksi yang diselidiki.

Contoh :

Reaksi pembentukan gas SO3dapat terjadi dengan 2 cara, yaitu : a) Secara langsung

Reaksi (1) S(s) + O2(g)  SO3(g) ∆H1= X kJ b) Secara tidak langsung, terjadi dalam 2 tahap reaksi :

Reaksi (2) S(s) + O2(g)  SO2(g) ∆H2= -297 kJ Reaksi (3) SO2(g)+ O2(g)  SO3(g) ∆H3= -99 kJ

Melalui percobaan dapat diukur ∆H pembentukan SO2 (∆H2) dan ∆H pembakaran SO2 (∆H3). Dari ketiga reaksi tersebut, menunjukkan bahwa reaksi (1) merupakan penjumlah reaksi (2) dan reaksi (3), menurut Hukum Hess.

H1 = ∆H2 + ∆H3 = -297 kJ + (-99 kJ) = -396 kJ, Jadi ∆Hpembentukan SO3(g) adalah -396 kJ

Hukum Hess dapat dinyatakan dalam bentuk diagram siklus atau diagram tingkat energi. Diagram siklus dan diagram tingkat energi untuk reaksi pembentukan gas SO3di atas diberikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4. Diagram Siklus Reaksi Pembentukan Gas SO3

Keadaan akhir S(s) + O2(g) SO3(g) SO2(s)+ O2(g) ∆H1= -396 kJ ∆H3= -99 kJ ∆H2= -297 kJ Keadaan awal

Gambar

Gambar 1. Perpindahan Kalor pada Reaksi Eksoterm (a) dan Reaksi Endoterm (b)LingkunganKalorSistem
Gambar 2. Diagram Tingkat Energi Reaksi Eksoterm (a) dan Reaksi Endoterm (b) d. Persamaan Termokimia
Gambar 3. Kalorimeter Bom (a) dan Kalorimeter Sederhana (b)
Gambar 4. Diagram Siklus Reaksi Pembentukan Gas SO 3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Isolasi, Identifikasi, dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Dadih Susu Kerbau.. Eksperimen Mikrobiologi dalam

Rancangan Episode : Tema kopi Indonesia akan memiliki beberapa episode yang membahas tentang industri kopi, seperti Secangkir Jawa lebih membahas tentang potensi

Dengan demikian, perubahan tersebut semakin memperjelas peran dan fungsi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tidak hanya fokus pada pemahaman keagamaan, tetapi juga,

Pemetaan karakteristika pantai dilakukan dengan menggunakan GPS, sepanjang garis pantai, untuk mendeskripsi jenis sedimen dan batuan, serta gejala-gejala geologi yang terjadi

PENERAPAN BRAIN BASED LEARNING BERBANTUAN MULTIMEDIA INTERAKTIF ADVENTURE GAME UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMK. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia

Bahagialah kita, Bangsa Indonesia, bahwa hampir di sctiap daerah di seluruh tanah air hingga kini masih tersimpan karya-karya sastra lama, yang pada hakekatnya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran