• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai peran agribisnis hortikultura terhadap perekonomian wilayah, bagian (2) penelaahan secara mikro pada tiga kecamatan yang dipilih, hal yang dibahas adalah tingkat perkembangan subsistem-subsistem agribisnis hortikultura, kondisi dan kelengkapan sarana prasarana wilayah dan sistem agribisnis, dan tata niaga hortikultura, bagian (3) sintesis hasil analisis.

5.1. Penelaahan Makro

5. 1. 1. Peranan Hortikultura dalam Perekonomian Kabupaten Karo

Peranan sektor hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Karo dapat diketahui melalui analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan analisis Input-Output (I-O). Analisis PDRB digunakan untuk mengetahui struktur perekonomian Kabupaten Karo tahun 2009 sedangkan analisis I-O digunakan untuk mengetahui keterkaitan sektoral dan multiplier effect.

5.1.1.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Karo

Salah satu indikator yang dapat menggambarkan perekonomian wilayah adalah PDRB. PDRB didefinisikan sebagai seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Tabel 13 menampilkan nilai PDRB sektor-sektor perekonomian menurut lapangan usaha Kabupaten Karo Tahun 2000- 2009 berdasarkan harga konstan tahun 2000. Berdasarkan tabel tersebut tiga sektor penyumbang PDRB tertinggi berturut-turut adalah; sektor pertanian (63,87%), jasa-jasa (11,50%), perdagangan, hotel dan restoran (9,80%). Kontribusi PDRB ke tiga sektor tersebut mencapai 85,17% dari total PDRB.

Sektor pertanian menempati peringkat tertinggi. Sektor ini merupakan agregat dari tujuh subsektor pertanian menurut klasifikasi 24 sektor perekonomian Kabupaten Karo, yaitu: (1) tanaman bahan makanan lainnya; (2) sayur-sayuran; (3) buah-buahan (4) tanaman perkebunan; (5) perternakan dan hasil-hasilnya; (6)

(2)

Kehutanan dan (7) perikanan. Seluruh sektor tersebut sangat erat kaitannya dengan sektor-sektor primer dalam perekonomian. Agregasi dilakukan untuk menyesuaikan sektor-sektor perekonomian penyusun PDRB dengan sektor-sektor dalam Tabel I-O. Adapun enam sektor lainnya yang memberikan sumbangan paling rendah terhadap PDRB adalah sekor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, sektor bangunan, sektor industri, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih.

Tabel 13 Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2009.

Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)

No. Lapangan Usaha

Tahun 2009*) Rata-Rata (%)

1. Pertanian 2.030.151,507 63,887

2. Pertambangan dan Penggalian 7.909,467 0,249

3. Industri 89.941,069 2,830

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 4.444,863 0,140

5. Bangunan 172.274,533 5,421

6. Perdagangan, Hotel dan

Restoran 311.507,531

9,803 7. Pengangkutan dan

Komunikasi 166.113,542 5,227

8. Keuangan, Persewaan dan

Jasa Perusahaan 29.851,784

0,939

9. Jasa-jasa 365.521,707 11,503

PDRB Kabupaten Karo 3.177.716,003 100 Keterangan : *) = Angka Sementara

Sumber : BPS Kabupaten Karo 2009 (data diolah)

Kecenderungan perubahan struktur ekonomi Kabupaten Karo antara tahun 2000 hingga 2009 ditampilkan pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut, sektor pertanian memiliki tingkat pertumbuhan PDRB rata-rata sebesar 4,11 %/tahun (peringkat ke-9). Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan PDRB rata-rata di atas 5,00%/tahun berjumlah 7 sektor dari 9 sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Karo, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.

(3)

Tabel 14 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (%)

Keterangan: :r) = Angka Perbaikan *) = Angka Sementara

Sumber : PDRB Kabupaten Karo menurut lapangan usaha tahun 2009.

Sektor pertanian menempati peringkat pertama berdasarkan kontribusinya dalam pembentukan PDRB dan menempati peringkat ke- 9 berdasarkan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan (4,11 %/tahun). Tren pertumbuhan PDRB sektor pertanian sejak tahun 2005 terus meningkat sampai pada tahun 2009, namun pertumbuhannya tidak melebihi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, pertumbuhan PDRB pertanian secara rata-rata tahunan relatif stabil.

Berdasarkan analisis struktur output diketahui bahwa dari output total sebesar Rp 4.256.211,599 juta, sebanyak 25,34% (Rp 1.078.495,596 juta) merupakan permintaan antara dan sisanya 74,66% (Rp 3.177.716,003) adalah permintaan akhir (Tabel 15). Besarnya permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menggambarkan besarnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Semakin besar persentase permintaan antara suatu wilayah, maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik. Dengan demikian semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Struktur Tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan antara No. Lapangan Usaha Pertumbuhan (%)

Rata-rata 2005 2006 2007 2008 r) 2009 *) 1. Pertanian 3,14 3,98 4,29 4,48 4,67 4,11 2. Pertambangan dan Penggalian 23,93 3,26 3,23 12,80 10,99 10,84 3. Industri 11,70 8,31 3,55 3,83 1,13 5,70

4. Listrik, Gas dan Air Bersih 7,17 0,82 6,00 4,33 4,43 4,55 5. Bangunan 6,23 7,92 4,77 5,30 4,86 5,82 6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,88 6,18 6,15 6,49 6,00 6,34 7. Pengangkutan dan Komunikasi 18,00 5,74 3,04 5,06 2,96 6,96 8. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

3,69 6,45 15,32 6,29 5,73 7,50

9. Jasa-jasa 8,25 7,08 9,37 7,38 8,78 8,17

(4)

daripada permintaan akhir menunjukkan bahwa output yang ada cenderung ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi daripada digunakan untuk konsumsi secara langsung (baik masyarakat maupun belanja pemerintah).

Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah balas jasa pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri atas komponen upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. NTB sering juga disebut sebagai input primer yang merupakan selisih antara total input dan input antara. Berdasarkan struktur NTB, sebanyak 53,05% dari NTB merupakan surplus usaha (Rp 1.685.910,309 juta), 31,15 % merupakan upah dan gaji (Rp 989.926,592juta), 11,40% merupakan

penyusutan (Rp 362.194,714 juta) dan 4,40 % adalah pajak tak langsung (Rp 139.684,390 juta). Komponen surplus usaha yang besar menunjukkan

besarnya surplus atau keuntungan yang diperoleh dari investasi di wilayah tersebut.

Tabel 15 Struktur perekonomian Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 (24 x 24 sektor)

No. Uraian Jumlah

(Juta Rupiah)

Persentase (%) 1

Struktur Input

Jumlah Input Antara 1.078.495,596

2 Jumlah Input Primer/Nilai Tambah Bruto 3.177.716,003 100,00

- Upah dan Gaji 989.926,592 31,15

- Surplus Usaha 1.685.910,309 53,05

- Penyusutan 362.194,714 11,40

- Pajak Tak Langsung 139.684,390 4,40

Struktur Output

3 Jumlah Permintaan Antara 1.078.495,596 25,34

4 Jumlah Permintaan Akhir 3.177.716,003 74,66

5 Total Output 4.256.211,599 100,00

Kondisi ideal bagi pengembangan wilayah berdasarkan struktur NTB, seharusnya menempatkan proporsi komponen upah dan gaji lebih besar dari komponen-komponen lain, karena dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Namun demikian, proporsi komponen surplus usaha yang lebih besar dibandingkan komponen upah gaji masih tetap baik apabila keuntungan tersebut diinvestasikan lagi di daerah dimana keuntungan atau surplus usaha diperoleh. Hal ini dimungkinkan terutama apabila pemilik modal atau investor merupakan pengusaha lokal dibandingkan investor dari luar wilayah. Oleh karena itu investasi yang baik selain dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal

(5)

yang ada, juga memberikan pengaruh positif bagi wilayah secara keseluruhan, serta mampu mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah.

Besarnya permintaan dari input antara menggambarkan permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Secara umum komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok menggambarkan transaksi domestik, sedangkan ekspor menggambarkan kegiatan transaksi antar wilayah. Struktur Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 1.

Semakin besar nilai (persentase) permintaan antara suatu wilayah maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik atau dengan kata lain semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Berdasarkan tampilan output total setiap sektor pada Tabel I-O, lima sektor yang memiliki kontribusi terbesar berturut-turut adalah: tanaman bahan makanan lainnya, pengangkutan, perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum, dan tanaman perkebunan. Sektor sayur-sayuran memberikan kontribusi sebesar Rp 180.702,023 juta atau sebesar 4,246 % dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 4.256.211,599 juta. Sektor buah-buahan memberikan kontribusi sebesar Rp 55.715,643 juta atau sebesar 1,309 % dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian. Kontribusi paling tinggi diberikan oleh sektor tanaman bahan makanan lainnya lainnya sebesar Rp 1.503.960,453 juta atau 35,336 % sedangkan sektor perikanan menempati urutan terakhir dengan output total sebesar 0,098 % (Tabel 16).

Berdasarkan nilai kontribusi terhadap PDRB dan output total yang terbentuk, terlihat bahwa dari 10 sektor penyumbang PDRB tertinggi, 9 diantaranya juga memberikan output total dalam peringkat 10 besar. Hal ini berarti bahwa besarnya sumbangan terhadap PDRB ditentukan oleh besarnya output total. Sektor-sektor dengan peranan yang besar baik dalam PDRB maupun output total dapat dikelompokkan sebagai sektor kunci atau key sectors (BPS

2000). Sektor sayur-sayuran menempati peringkat ke delapan dan sektor buah-buahan pada sektor ke sepuluh, baik dalam kontribusi terhadap PDRB maupun output total, oleh karena itu sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tergolong sebagai sektor utama dalam perekonomian di Kabupaten Karo. Sektor-sektor yang

(6)

merupakan sektor kunci selain sektor sayur-sayuran dan buah-buahan antara lain: sektor tanaman bahan makanan lainnya, pengangkutan, perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum, tanaman perkebunan, konstruksi, peternakan dan hasil-hasilnya,serta sektor industri bukan migas.

Berdasarkan tabel input-output, sektor tanaman bahan makanan lainnya memiliki konstribusi terbesar 35,336% diikuti sektor pengangkutan (14,296%). Output sektor sayur-sayuran dan buah-buahan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor tanaman bahan makanan lainnya lainnya. Total persentase konstribusi tanaman bahan makanan lainnya di dalam sektor pertanian masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya.

Tabel 16. Output total berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Karo Tahun 2009 No. Sektor Perekonomian Output Total Persentase

(Juta rupiah) (%) 1 Tanaman bahan makanan lainnya 1.503.960,453 35,336

2 Pengangkutan 608.448,440 14,296

3 Perdagangan Besar dan Eceran 461.573,538 10,845

4 Pemerintahan Umum 292.040.000 6,862

5 Tanaman Perkebunan 291.973,032 6,860

6 Konstruksi 204.210,237 4,798

7 Peternakan dan Hasil-hasilnya 190.119,092 4,467

8 Sayur-sayuran 180.702,023 4,246

9 Industri bukan migas 179.882,138 4,226

10 Buah-buahan 55.715,643 1,309

11 Jasa Perorangan & Rumah Tangga 49.558,734 1,164

12 Restoran 41.652,710 0,979 13 Bank 39.302,267 0,923 14 Swasta 37.467,551 0,880 15 Komunikasi 32.400,453 0,761 16 Real estate 20.007,538 0,470 17 Hotel 19.877,050 0,467

18 Minyak dan gas bumi 10.204,196 0,240

19 Listrik dan gas 8.630,173 0,203

20 Jasa Perusahaan 7.573,300 0,178 21 Kehutanan 6.354,012 0,149 22 Penggalian 6.049,730 0,142 23 Air bersih 4.332,485 0,102 24 Perikanan 4.176,804 0,098 Jumlah 4.256.211,599 100,00

(7)

5.1.1.2. Keterkaitan Sektoral

Salah satu keunggulan analisis I-O adalah dapat mengetahui keterkaitan sektoral, baik keterkaitan ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke

depan (forward linkage). Dengan analisis tersebut dapat diketahui tingkat

hubungan atau keterkaitan teknis antar sektor perekonomian. Keunggulan suatu sektor dapat dilihat dari tingkat kekuatan antar sektor tersebut dengan sektor lainnya (Daryanto dan Hafizrianda 2010; Rustiadi et al. 2009). Sektor yang

memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat ditandai dengan angka keterkaitan yang tinggi. Hal ini berarti peningkatan output sektor tersebut dapat menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya (hulu). Sedangkan sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan yang kuat berarti mampu mendorong aktivitas sektor-sektor perekonomian yang ada di hilirnya (BPS 2000a).

Roda perekonomian dapat bersinergi dengan baik dengan adanya keterkaitan. Makin kuat keterkaitan antar sektor, makin kecil ketergantungan sektor tersebut pada impor, sekaligus memperkecil kebocoran wilayah yang mengalir ke wilayah lainnya, sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi (Rustiadi et al. 2009).

Keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks kebalikan Leontief terbuka. Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat

suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Pada Gambar 6 ditampilkan keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage (DFL)

sektor-sektor perekonomian yang berhubungan dengan sektor sayur-sayuran dan buahan. Sektor sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,281 dan sektor buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,099 .

(8)

Gambar 6. Keterkaitan Langsung Ke Depan

Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL)

menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 7. Nilai DBL di atas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks ≥1. Berdasarkan gambar tersebut, hampir semua sektor memiliki nilai DBL <1, hal ini menunjukkan bahwa semua sektor memiliki nilai di bawah rata-rata. Sektor sayur–sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,830 dan sektor buah-buahan memiliki nilai DBL sebesar 0,133.

1,191 0,592 0,281 0,234 0,198 0,156 0,150 0,135 0,099 0,096 0,043 0,025 0,017 0,011 0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000

Perdagangan Besar & Eceran Industri Bukan Migas Sayur-sayuran Jasa Swasta Peternakan dan Hasil-hasilnya Tanaman Perkebunan Tanaman Bahan Makanan Bank Buah-buahan Restoran Perikanan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Kehutanan Hotel

(9)

Gambar 7. Keterkaitan Langsung ke Belakang

Sektor sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,281 yang lebih kecil dibandingkan nilai DBL (0,830) dan sektor buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,099 lebih kecil dibandingkan dengan nilai DBL 0,133. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut lebih banyak menghasilkan output yang dapat digunakan oleh sektornya sendiri sebagai input secara langsung dibandingkan penggunaan output dari sektor tersebut untuk digunakan sebagai input untuk sektor-sektor lainnya.

Nilai DBL sektor sektor sayur-sayuran dan buah-buahan yang rendah menunjukkan bahwa sektor tersebut menggunakan input dari sektor-sektor lain dengan jumlah yang rendah. Sebaliknya output sektor sayur-sayuran dan buah-buahan justru digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain, terutama oleh sektor industri non migas khususnya sektor pengolahan.

Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor sayur-sayuran ditampilkan pada Gambar 8 dan 9. Sektor sayuran memiliki keterkaitan ke depan dengan tujuh sektor, termasuk dengan sektornya sendiri. Keterkaitan tertinggi adalah dengan sektor sayur-sayuran itu sendiri (0,233) diikuti sektor restoran (0,030), dan berikutnya sektor peternakan dan hasil-hasilnya (0,007).

0,830 0,373 0,366 0,238 0,226 0,206 0,133 0,132 0,123 0,105 0,104 0,101 0,085 0,067 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 Sayur-sayuran Restoran Industri Bukan Migas Jasa Swasta Hotel Peternakan dan Hasil-hasilnya Bank Buah-buahan Perikanan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Tanaman Bahan Makanan Perdagangan Besar & Eceran Kehutanan Tanaman Perkebunan

(10)

 

Gambar 8.Keterkaitan ke Depan Sektor Sayur-sayuran Dengan Sektor-sektor Lain.

Gambar 9. Keterkaitan Ke Belakang Sektor Sayur-sayuran Dengan Sektor-sektor Lain.

Sektor sayur-sayuran memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor-sektor sebagai berikut: (1) sektor industri bukan migas, (2) sektor sayur-sayuran, (3) sektor perdagangan besar dan eceran, (4) sektor restoran, (5) bank, (6) jasa swasta, (7) Jasa perorangan dan rumah tangga, (8) peternakan dan hasil-hasilnya, dan (9) tanaman perkebunan. Tiga sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi dengan sektor sayur-sayuran berturut-turut adalah sektor industri bukan migas, sektor sayur-sayuran itu sendiri dan sektor perdagangan besar dan eceran, Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dengan Sektor-sektor buah-buahan ditampilkan pada Gambar 10 dan 11. Sektor buah-buahan memiliki keterkaitan ke depan dengan

0,233 0,030 0,007 0,003 0,003 0,002 0,0001 0.00000 0.05000 0.10000 0.15000 0.20000 0.25000 Sayur‐sayuran Restoran Peternakan dan Hasil‐hasilnya Jasa Swasta Hotel Jasa Perorangan dan Rumahtangga Industri Bukan Migas

Keterkaitan Ke  depan Sektor  Sayur‐sayuran  Terhadap Sektor  lain 0,295 0,233 0,188 0,018 0,008 0,001 0,001 0,001 0.00050 0.00000 0.10000 0.20000 0.30000 0.40000

Industri Bukan Migas Sayur-sayuran Perdagangan Besar & Eceran Restoran Bank Jasa Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Peternakan dan Hasil-hasilnya Tanaman Perkebunan

Keterkaitan Ke Belakang Sektor Sayur-sayuran Terhadap Sektor Lain

(11)

delapan sektor, termasuk dengan sektornya sendiri. Keterkaitan tertinggi adalah dengan sektor buah-buahan itu sendiri (0,062) diikuti sektor restoran (0,025) , dan berikutnya sektor jasa swasta(0,003).

Gambar 10. Keterkaitan ke Depan Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain.

 

Gambar 11. Keterkaitan Ke Belakang Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain.

Sektor Buah-buahan memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor-sektor sebagai berikut: (1) sektor buah-buahan, (2) perdagangan besar dan eceran, (3) restoran, (4) jasa perorangan dan rumah tangga, (5) peternakan dan hasil-hasilnya, (6) hotel,dan (7) jasa swasta.

0,062 0,025 0,003 0,003 0,002 0,002 0,001 0,0001 0.00000 0.01000 0.02000 0.03000 0.04000 0.05000 0.06000 0.07000 Buah-buahan Industri Bukan Migas Jasa Swasta Hotel Restoran Jasa Perorangan dan Rumahtangga Peternakan dan Hasil-hasilnya Perdagangan Besar & Eceran

Keterkaitan ke depan Sektor Buah-buahan terhadap sektor lain 0,062 0,048 0,003 0,0003 0,0002 0,0001 0,0001 0.00000 0.01000 0.02000 0.03000 0.04000 0.05000 0.06000 0.07000 Buah-buahan

Perdagangan Besar & Eceran Restoran Jasa Perorangan Dan Rumah Tangga Peternakan dan Hasil-hasilnya Hotel Jasa Swasta

Keterkaitan Ke Belakang Sektor Buah-buahan Dengan Sektor Lain

(12)

Selanjutnya untuk mengetahui sektor yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu atau hilir baik melalui mekanisme transaksi pasar output maupun pasar input dapat dianalisis menggunakan daya penyebaran dan derajat kepekaan. Daya penyebaran adalah jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi, sedangkan derajat kepekaan merupakan jumlah dampak terhadap suatu sektor sebagai akibat perubahan seluruh sektor perekonomian.

Untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor, maka daya penyebaran ataupun derajat kepekaan harus dinormalkan dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Dari proses tersebut diperoleh indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK).

Nilai IDP lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut. Nilai IDP sektor sayur-sayuran sebesar 1,227. Sedangkan nilai yang kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu dalam menarik sektor hulunya. Berdasarkan nilai IDP, sektor buah-buahan yang bernilai kurang dari satu (0,584) dikelompokkan sebagai sektor yang kurang mampu menarik sektor-sektor hulunya. Artinya setiap kenaikan 1 unit output sektor-sektor buah-buahan hanya mengakibatkan penggunaan sektor-sektor lain sebagai input sebesar 0,584 unit (Gambar 12).

(13)

Gambar 12. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian. Nilai IDK suatu sektor yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilir yang memakai input dari sektor tersebut. Pada Gambar 13 terlihat bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan memiliki IDK kurang dari satu yaitu nilai IDK sayur-sayuran 0,689 dan nilai IDK buah-buahan 0,556. Hal ini berarti kenaikan 1 unit permintaan akhir sektor sayur-sayuran akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain termasuk sektornya sendiri secara keseluruhan sebesar 0,689 unit dan kenaikan 1 unit permintaan akhir sektor buah-buahan akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain termasuk sektornya sendiri secara keseluruhan sebesar 0,556 unit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan outputnya sebagai input produksi. Oleh karena itu sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tidak akan mudah terpengaruh bila terjadi perubahan pada sektor-sektor yang menggunakan output sektor sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai input produksinya. Sektor-sektor perekonomian yang memiliki nilai IDK lebih dari satu yaitu sektor perdagangan besar dan eceran. 1,227 0,871 0,802 0,750 0,706 0,683 0,635 0,618 0,600 0,592 0,584 0,580 0,560 0,545 0 0.5 1 1.5 Sayur-sayuran Hotel Restoran Industri Bukan Migas Jasa Swasta Bank Peternakan dan Hasil-hasilnya Perdagangan Besar & Eceran Jasa Perorangan dan Rumahtangga Kehutanan Buah-buahan Perikanan Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan

(14)

 

Gambar 13. Nilai Indeks Derajat Kepekaan sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan IDP dan IDK, sektor-sektor perekonomian dikelompokkan dalam 4 kelompok sebagai berikut:

- Kelompok I adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di atas rata-rata (>1)

- Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di atas rata-rata (>1) dan IDK di bawah rata-rata (<1)

- Kelompok III adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di bawah rata-rata (<1) dan IDK di atas rata-rata (>1)

- Kelompok IV adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di bawah rata-rata (<1)

Tabel 17 memperlihatkan pengelompokan sektor-sektor perekonomian Kabupaten Karo berdasarkan nilai IDP dan IDK. Sektor sayur-sayuran menempati kuadran ke-2 karena memiliki IDP di atas rata-rata (>1) dan IDK di bawah rata-rata (<1) dan sektor buah-buahan menempati kuadran ke-4 dalam pengelompokan tersebut, karena memiliki nilai IDP dan IDK kurang dari satu.

Sektor yang mempunyai IDP tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai pengaruh terhadap sektor lain, sebaliknya sektor yang

1,331 0,920 0,670 0,656 0,631 0,628 0,613 0,611 0,608 0,556 0,530 0,529 0,513 0,512 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 Perdagangan Besar & Eceran

Industri Bukan Migas Sayur-sayuran Jasa Swasta Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Bank Restoran Tanaman Bahan Makanan Buah-buahan Perikanan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Hotel Kehutanan

(15)

mempunyai IDK yang tinggi berarti sektor tersebut akan cepat terpengaruh bila terjadi perubahan pada sektor lainnya.

Tabel 17 Pengelompokan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Karo berdasarkan nilai IDP dan IDK

IDP>1 IDP<1

IDK>1 - 17. Pengangkutan

IDK<1 2. Sayur-sayuran 18.Komunikasi

1.Tanaman Bahan Makanan lainnya 3.Buah-buahan

4.Tanaman Perkebunan 5.Peternakan dan hasil-hasilnya 6.Kehutanan

7. Perikanan

8. Minyak dan gas bumi 9.Penggalian

10.Industri bukan migas 11. Listrik dan gas 12.Air bersih 13. Konstruksi

14. Perdagangan besar dan ecera 15. Restoran 16.Hotel 19.Bank 20.Real estate 21. Jasa Perusahaan 22.Pemerintahan umum 23.Swasta

24.Jasa perorangan dan rumah tangga

Dari kajian tersebut terlihat bahwa sektor-sektor perekonomian dominan menempati kuadran ke-empat. Hal ini dapat dinyatakan bahwa sektor-sektor penunjang perekonomian di Kabupaten Karo relatif rapuh. Sektor-sektor perekonomian hanya berkembang untuk dirinya sendirinya, rentan untuk

(16)

dieksplorasi wilayah sekitarnya dan belum mampu mengambil manfaat dari wilayah sekitarnya.

Namun jika dilihat dari struktur tenaga kerja yang diserap oleh semua sektor beserta nilai output yang diberikan oleh masing-masing sektor maka sektor-sektor tersebut memberikan pengaruh yang nyata/ penting. (Tabel 18). Alokasi tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi terlampir pada Lampiran 10.

Tabel 18 Penyerapan Tenaga Kerja Pada Masing-Masing Sektor beserta Output.

No Sektor Perkonomian Sub Sektor Perekonomian Output Total (Juta rupiah)

Persentase Tenaga

Kerja (%)

1 Pertanian Tanaman bahan makanan

lainnya

1.503.960,453 49,64

Sayur-sayuran 180.702,023

Tanaman Perkebunan 291.973,032

Peternakan dan Hasil-hasilnya 190.119,092 Buah-buahan 55.715,643 Perikanan 4.176,804 Kehutanan 6.354,012 2 Perdagangan,hotel & Restoran

Perdagangan Besar dan Eceran

461.573,538 19,25

Hotel 19.877,050 Restoran 41.652,710

3 Jasa-Jasa Pemerintahan Umum 292.040.000 11,81

Jasa Perorangan & Rumah Tangga

49.558,734

Jasa Perusahaan 7.573,300

4 Pertambangan Penggalian 6.049,730 0,24

Minyak dan gas bumi 10.204,196

5 Bangunan Konstruksi 204.210,237

20.007,538 3,75

Real estate

6 Industri Pengolahan Industri bukan migas 179.882,138 7,08

7 Listrik, Gas,dan Air Bersih

Listrik dan gas 8.630,173 0,33

Air bersih 4.332,485 8 Keuangan, Persewaan Bank 39.302,267 1,30 Swasta 37.467,551 9 Pengangkutan & Komunikasi Komunikasi 32.400,453 6,60 Jumlah 4.256.211,599 100,00

Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar berada pada sektor pertanian yang mencakup subsektor tanaman bahan makanan lainnya, sayur-sayuran,

(17)

tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, buah-buahan, perikanan dan kehutanan dan sektor ini juga memberikan output yang paling besar. Dapat disimpulkan bahwa dampak pembangunan di sektor pertanian terjadi secara langsung (direct impact) dan tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak

langsung menunjukkan bahwa pembangunan di sektor pertanian akan memiliki pengaruh terhadap kenaikan output, value added, kegiatan produksi di

sektor-sektor lainnya, dan pendapatan masyarakat, jika pembangunan di sektor-sektor ini berjalan melalui proses dan kegiatan yang sinergis dengan sektor -sektor lainnya.

Demikian juga bila dilihat dari Indeks Pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan indikator komposit tungal yang walaupun tidak mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar penduduk. Ketiga kemampuan itu adalah mengukur peluang hidup ataupun harapan hidup, pengetahuan dan keterampilan, serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai hidup layak. Jika dilihat dari komponen IPM maka nilai IPM Kabupaten Karo menunjukkan nilai yang relatif baik. Nilai IPM dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara Tahun 2004. No Kabupaten Harapan Hidup Melek Huruf Rata-rata lama Sekolah Pengeluaran riil Perkapita IPM Rangking 1 Karo 72,8 97,6 9,5 615,9 71,9 1 2 Dairi 66,8 96,7 8,3 614,1 68,1 5 3 Simalungun 67,6 96,4 8,0 615,2 68,9 3 4 Toba Samosir 65,6 97,1 9,0 633,5 71,4 2 5 Tapanuli Utara 66,1 97,0 8,7 608,6 67,8 6 6 Samosir 64,23 96,5 8,0 631,4 68,2 4

(18)

5.1.2. Multiplier Effect

Analisis multiplier effect dari sektor-sektor perekonomian wilayah

Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 terdiri atas multiplier output, NTB, dan pendapatan (income). Nilai multiplier tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut.

5.1.2.1 Multiplier Effect Output

Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir, artinya; jumlah output yang dapat diproduksi tergantung jumlah permintaan akhirnya. Namun demikian, dalam keadaan tertentu, output justru yang menentukan besarnya permintaan akhir (BPS 2000a).

Berdasarkan analisis diperoleh multiplier effect output sektor sayur-sayuran

2,727 dan sektor buah-buahan memiliki multiplier effect output dengan nilai

1,167. Hal ini berarti apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap perekonomian wilayah (output) meningkat 2,727 milyar rupiah. Nilai multiplier effect output per sektor ditampilkan pada

Gambar 14.

Gambar 14. Nilai multiplier effect terhadap output sektor-sektor perekonomian.

Dibandingkan dengan sektor-sektor lain dalam sektor-sektor perekonomian

multiplier effect output sektor sayur-sayuran berada pada urutan ke tiga namun

untuk sektor buah-buahan berada di urutan ke tiga belas. Multiplier effect output

sektor sayur-sayuran memberikan pengaruh dalam pembentukan output total, 2,727 1,272 1,217 1,208 1,194 1,167 1,139 1,105 1,083 1,070 1,022 1,020 1,010 0.00000 1.00000 2.00000 3.00000 Sayur‐sayuran Restoran Peternakan dan Hasil‐hasilnya Bank Perdagangan Besar & Eceran Buah‐buahan Hotel Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Jasa Swasta Kehutanan Perikanan

Multiplier Effect Output

(19)

melalui skenario peningkatan final demand, khususnya konsumsi rumah tangga

sebesar 10%, akan dicapai peningkatan output total sebesar 4,7405 % atau sebesar Rp. 14.260.662,2 juta. Multiplier effect output sektor buah-buahan juga memiliki

pengaruh yang besar dalam pembentukan output total, melalui skenario peningkatan final demand, khususnya konsumsi rumah tangga sebesar 10%, akan

dicapai peningkatan output total sebesar 2,045 % atau sebesar Rp. 6.166.448,36 juta. Sektor tanaman bahan makanan lainnya merupakan sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi (40,7413%) diikuti oleh sektor pengangkutan (19,868%) dan perdagangan besar dan eceran (10,00%).

Skenario peningkatan final demand melalui belanja pemerintah

mendapatkan peningkatan output total sebesar 9,053 % untuk tiap kenaikan 10% atau Rp 38.266.288,2 juta. Sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah sektor pemerintahan umum (58,497%), sektor tanaman bahan makanan lainnya (11,541%) dan sektor tanaman perkebunan (7,493%). Sedangkan sektor sayur-sayuran mengalami peningkatan sebesar 0,5334% dan sektor buah-buahan mengalami peningkatan sebesar 0,204%

Skenario peningkatan final demand melalui investasi (pembentukan modal

tetap bruto) sebesar 10% mampu meningkatkan output total sebesar Rp 84.997.443,33 juta (20,110%). Peningkatan yang paling tinggi dicapai oleh sektor tanaman bahan makanan lainnya (5,192%), konstruksi (4,284%) dan tanaman perkebunan(3,936%). Sektor sayur-sayuran berada pada peringkat ke-15 dengan peningkatan 0,047% dan sektor buah-buahan mengalami peningkatan sebesar 0,016% berada pada peringkat ke -21.

Peningkatan final demand sebesar 10% melalui skenario ekspor barang dan

jasa mampu meningkatkan output total sebesar Rp 39.028.553 juta (9,233%). Sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah tanaman makanan (45,545%), tanaman perkebunan (21,864%) dan sektor perdagangan besar dan eceran (17,870%). Sektor sayur-sayuran dengan peningkatan 13,216% menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor perekonomian dan sektor buah-buahan dengan peningkatan 0,635% menempati urutan ke-11 dari seluruh sektor perekonomian. Dengan demikian, sektor sayur-sayuran dan buah-buahan masih

(20)

memiliki prospek penting untuk dikembangkan bagi peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Karo.

5.1.2.2 Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto

Nilai tambah bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara NTB dengan output bersifat linier. Artinya peningkatan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan NTB. Dampak NTB sektor-sektor perekonomian berdasarkan urutan dari yang tertinggi hingga terendah ditampilkan pada Tabel 20.

Tabel 20 Peringkat dampak sektor-sektor perekonomian terhadap NTB

No. Sektor Perekonomian terhadap NTB Dampak

1 Komunikasi 8,2894

2 Listrik dan gas 2,2443

3 Sayur-sayuran 2,1122

4 Real estate 1,6647

5 Industri bukan migas 1,6647

6 Restoran 1,4994 7 Konstruksi 1,4153 8 Hotel 1,3032 9 Swasta 1,2959 10 Pengangkutan 1,2943 11 Bank 1,2830 12 Jasa Perusahaan 1,2623 13 Penggalian 1,1958

14 Minyak dan gas bumi 1,1872

15 Peternakan dan hasil-hasilnya 1,1797

16 Air bersih 1,1712

17 Perdagangan besar dan eceran 1,1540

18 Perikanan 1,1379

19 Kehutanan 1,1270

20 Buah-buahan 1,1249

21 Jasa Perorangan dan Rumah Tangga 1,1055

22 Tanaman bahan makanan lainnya 1,0989

23 Tanaman Perkebunan 1,0640

(21)

Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sektor sayur-sayuran memiliki nilai dampak terhadap NTB sebesar 2,112 yang berarti bahwa apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap NTB akan meningkat 2,112 milyar rupiah dan sektor buah-buahan memiliki nilai dampak terhadap NTB sebesar 1,125 yang berarti bahwa apabila permintaan akhir sektor buah-buahan meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap NTB akan meningkat 1,125 milyar rupiah. Sektor-sektor yang memiliki dampak NTB paling tinggi adalah sektor komunikasi (8,289) dan sektor listrik dan gas (2,244). Tingginya nilai dampak sektor komunikasi dikarenakan kuatnya keterkaitan sektor tersebut dengan sektor-sektor perekonomian lain di Kabupaten Karo.

5.1.2.3 Multiplier Effect Pendapatan

Berdasarkan analisis multiplier effect terhadap pendapatan sektor-sektor

perekonomian, diperoleh lima sektor yang memiliki nilai tertinggi, yaitu: peternakan dan hasil-hasilnya, komunikasi, real estate, minyak dan gas bumi, dan sektor sayur-sayuran. Sektor sayur-memiliki nilai 2,906, artinya apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap pendapatan wilayah akan meningkat 2,906 milyar rupiah dan untuk sektor buah-buahan memiliki nilai 1,188 artinyaapabila permintaan akhir sektor buah-buahan meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap pendapatan wilayah akan meningkat 1,188 milyar rupiah (Gambar 15).

Gambar 15. Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian. 3,138 2,906 1,779 1,583 1,538 1,403 1,276 1,238 1,227 1,188 1,171 1,170 1,120 1,060 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 Peternakan dan Hasil-hasilnya

Sayur-sayuran Jasa Perorangan dan Rumahtangga Swasta Restoran Industri Bukan Migas Perdagangan Besar & Eceran Hotel Perikanan Buah-buahan Bank Kehutanan Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan

(22)

5.1.3 Hasil Sintesa PerekonomianKabupaten Karo Secara Makro

Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui

analisis I-O di atas diketahui bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tidak tergolong sebagai sektor strategis. Menurut Rustiadi et al. (2009) sektor strategis

adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar serta mampu menciptakan angka pengganda (multiplier) yang besar dalam

perekonomian. Indikator tersebut kontradiktif dengan besarnya potensi sayur-sayuran dan buah-buahan yang dimiliki serta sumbangan sektor sayur-sayur-sayuran dan buah-buahan terhadap PDRB. Potensi produksi yang belum termanfaatkan serta pangsa pasar yang besar menjadi modal untuk menjadikan sektor-sektor tersebut sebagai sektor unggulan. Dilihat dari nilai PDRB Kabupaten Karo, sub sektor Hortikultura dan Tanaman Pangan yang dikelompokkan dalam Sektor Bahan Makanan berkontribusi sebesar 97,24 % terhadap nilai total sumbangan PDRB dari sektor Pertanian, atau sekitar 77,90 % terhadap nilai PDRB Kabupaten Karo.  

Penyerapan tenaga kerja pada subsektor hortikultura (49,64%), termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi, dengan basis di perdesaan, karena itu pengembangan subsektor ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di perdesaan. Upaya pengembangan yang dapat dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah Kabupaten Karo.

Keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain yang rendah terutama dikarenakan output sektor tersebut lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dibandingkan ditransaksikan antar sektor perekonomian dalam proses produksi. Dari output total sektor sayur-sayuran sebesar Rp 1.800.702,023 juta, permintaan antara sektor sayur-sayuran hanya sebesar 25,118% (Rp 45.390,039 juta), sedangkan permintaan akhir mencapai 74,881% (Rp 135.311,984 juta). Output total sektor buah-buahan sebesar Rp 55715,643 juta, permintaan antara hanya sebesar 9,744 % (Rp. 5.428,860 juta), sedangkan permintaan akhir mencapai 90,256% (Rp 50.286,783 juta). Dilihat dari komposisi permintaan akhir (final demand) sektor sayur-sayuran, pengeluaran

(23)

sisanya adalah ekspor barang dan jasa 28,700 %. Komposisi permintaan akhir (final demand) sektor buah-buahan, pengeluaran konsumsi rumah tangga

menempati persentase paling besar dengan angka 98,3867% dan sisanya adalah ekspor barang dan jasa 1,613%. Pengeluaran konsumsi pemerintah, investasi (pembentukan modal tetap bruto) dan perubahan stok tidak memiliki permintaan akhir dari sektor sayur-sayuran dan buah-buahan.

Selain nilai transaksi antar sektor yang rendah, jumlah sektor yang terkait dengan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan juga sedikit. Keterkaitan ke depan sektor sayur-sayuran hanya terkait dengan 8 sektor, yaitu: (1) sayur-sayuran, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) industri bukan migas, (4) restoran, (5) hotel, (6) swasta, (7) jasa perorangan dan rumah tangga dan (8) pengangkutan. Keterkaitan ke belakang, sektor sayur-sayuran terkait dengan 13 sektor, yaitu: (1) sayur-sayuran, (2) tanaman perkebunan, (3) peternakan dan hasil-hasilnya, (4) industri bukan migas, (5) konstruksi, (6) perdagangan besar dan eceran, (7) restoran, (8) pengangkutan, (9) komunikasi, (10) Bank, (11) real estate, (12) jasa perusahaan dan (13) jasa perorangan dan rumah tangga. Ke depan sektor buah-buahan hanya terkait dengan 8 sektor, yaitu: (1) buah-buah-buahan, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) industri bukan migas, (4) perdagangan besar dan eceran, (5) restoran,(6) hotel, (7) swasta dan (8) jasa perorangan dan rumah tangga. Ke belakang, sektor buah-buahan terkait dengan 13 sektor, yaitu: (1) buah-buahan, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) konstruksi, (4) perdagangan besar dan eceran, (5) restoran, (6) hotel, (7) pengangkutan, (8) Komunikasi (9) Bank, (10) real estate, (11), jasa perusahaan (12) swasta dan (13) jasa perorangan dan rumah tangga.

Peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik peningkatan keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Peningkatan keterkaitan ke belakang sektor sayur-sayuran dan buahan dengan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan itu sendiri misalnya penggunaan benih lokal untuk kegiatan budidaya. Apalagi kebutuhan akan benih hortikultura semakin meningkat dan penyediaannya tampaknya sebagian berasal dari benih impor. Dan perkembangan industri perbenihan di Kabupaten Karo masih terbilang lambat. Kebanyakan

(24)

industri perbenihan masih dalam skala kecil atau masih dalam tingkat penangkar yang produksinya masih terbatas sehingga sebagian besar kebutuhan benih didatangkan dari luar. Ketergantungan akan benih impor akan menambah biaya produksi, ketergantungan ini juga memiliki resiko yang tinggi terhadap kelanjutan dan penyediaan benih. Untuk menjamin ketersediaan benih dengan harga yang terjangkau dan bisa tersedia setiap saat, maka perlu dilakukan pengembangan industri perbenihan yang modern di Kabupaten Karo. (Lampiran 4).

Adapun keterkaitan ke depan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor industri non migas dapat ditingkatkan dengan menyuplai produk sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai bahan baku pada industri pengolahan dengan jumlah cukup dan mutu yang baik. Efek berantai akan dirasakan pula melalui peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor restoran, sektor tanaman bahan makanan lainnya, sektor perdagangan besar dan eceran (komoditas dagangan) maupun sektor angkutan yang menunjang mobilitas barang. Saat ini kebanyakan industri pengolahan tidak berada di lokasi sentra, tetapi berada di ibukota provinsi. Contohnya komoditas markisa yang dihasilkan di Kabupaten Karo pabrik pengolahannya sebagian besar berada di kota Medan. Di Kabupaten Karo sendiri hanya terdapat 3 (tiga) industri pengolahan yaitu 2(dua) industri pengolahan markisa dan 1 (satu) pengolahan sayuran yang terdapat di Berastagi. (Kabupaten Karo dalam angka, 2009). Bila pabrik pengolahan markisa berada di dalam kawasan sentra maka akan meningkatkan keuntungan karena berkurangnya biaya transportasi serta limbah atau sisa-sisa produk tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian.

Peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain juga akan meningkatkan multiplier effect terhadap output, nilai

tambah bruto, serta pendapatan. Dengan demikian melalui upaya tersebut diharapkan sektor hortikultura dapat menjadi sektor unggulan sebagaimana halnya jika dilihat melalui sumbangan terhadap PDRB dan output total yang terbentuk selama ini.

Penggolongan PDRB tanpa keterkaitan antar sektor hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) dengan industri pengolahan hasil dan perdagangan

(25)

pada hakekatnya memiliki kelemahan karena belum mencerminkan keterkaitan antar sektor ekonomi. Kenyataannya dalam perekonomian daerah di Indonesia sebagian besar kegiatan industri pengolahan adalah pengolahan hasil pertanian. Demikian juga sektor perdagangan, sebagian besar adalah perdagangan hasil pertanian primer maupun produk olahannya. Artinya kegiatan sektor pengolahan, perdagangan, pengangkutan merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan sektor pertanian di daerah yang disebut sebagai kegiatan sektor agribisnis.

Secara diagram keseluruhan hasil sintesa diatas dapat dilihat pada Gambar 16.

Keterkaitan Ke Belakang Sektor

Tidak Langsung Langsung Pusat Pertumbuhan Keterkaitan Ke depan Langsung Tidak Langsung

Gambar 16 Keterkaitan Sektor Hortikutura (Sayur-sayuran dan Buah-buahan) dalam Perekonomian Kabupaten Karo .

Keterangan:

1-3 : sektor yang outputnya merupakan input bagi sektor hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan) contohnya bibit, pupuk, alsintan. Dalam perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah :

Sektor Hortikultura (sayur-sayuran dan buah-buahan

10  2  3  5  6  7  8  9  13  11  12  14  15  16  17  18  MP 

(26)

sektor sayur-sayuran, buah-buahan (penyedia bibit), industri bukan migas (pupuk, alsintan), perdagangan besar dan eceran (penyedia saprodi). 4-9 : sektor hulu yang outputnya merupakan input bagi sektor 1-3. Dalam

perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah sektor sayur-sayuran, buah-buahan, industri bukan migas, perdagangan besar dan eceran.

10-12: sektor yang inputnya berasal dari sektor hortikultura, contohnya pabrik pembuatan kripik kentang, pabrik pengolahan sirup, dll. Dalam perekonomian kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah industri non migas, jasa perorangan dan rumah tangga, restoran, hotel. 13-18 : sektor yang inputnya berasal dari sektor 10-12 contohnya industri

pengolahan sirup, keuangan, dan lainnya. Dalam perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah Bank, industri non migas, perdagangan besar dan eceran, jasa perorangan dan rumah tangga, jasa swasta, hotel dan restoran.

MP : Multiplier Effect. Dalam perekonomian kabupaten Karo multiplier effect pendapatan dari sektor sayur-memiliki nilai 2,9060 dan untuk sektor buah-buahan memiliki nilai 1,1879. Untuk multiplier effect output sektor

sayur-sayuran 2,72714 dan sektor buah-buahan memiliki multiplier effect

output dengan nilai 1,16726.

Atas dasar pemikiran tersebut, terlihat bahwa sektor hortikultura diharapkan dapat menjadi sektor yang strategis akibat besaran sumbangan yang diberikannya dalam perekonomian Kabupaten Karo serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang cukup signifikan. Dampak tidak langsung akibat perkembangan sektor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya, dan secara spasial berpengaruh secara luas di wilayah sasaran.

(27)

Tabel 21 Ringkasan Sektor Sayur-Sayuran

Uraian Peranan Keterkaitan

Ke Belakang

Keterkaitan Ke Depan

Multiplier

PDRB Tot. Output DBL IDP DFL IDK Out.

Mult. NTB Mult. Pend. Mult. Nilai 135.311,984 180.702,023 0,830 1,222 0,281 0,682 2,727 2,112 2,906 Persen 4,25 4,24 - - - - - - - Rangking 8 8 2 1 5 3 3 3 5 Keterangan Rendah Menarik sektor Hulu Tidak Mendorong Sektor Hilir

Efek Pengganda Tinggi

Rendah Rendah namun berindikasi menjadi sektor unggulan

Tabel 22 Ringkasan Sektor Buah-Buahan

Uraian Peranan Keterkaitan

Ke Belakang

Keterkaitan Ke Depan

Multiplier

PDRB Tot. Output DBL IDP DFL IDK Out.

Mult. NTB Mult. Pend. Mult. Nilai 50.286,83 55.715,643 0,132 1,583 0,096 0,556 1,167 1,124 1,187 Persen 1,58 1,30 - - - - - - - Rangking 10 10 8 11 9 10 13 20 18 Keterangan

Peranan Rendah Tidak Menarik

sektor Hulu

Tidak Mendorong Sektor Hilir

Efek Pengganda Tinggi

Rendah Rendah namun berindikasi menjadi sektor unggulan

5.2. Penelaahan Secara Mikro

5.2.1 Tingkat Perkembangan Subsistem-subsistem Agribisnis Hortikultura

Menurut Saragih (2001) agribisnis sebagai bentuk modern pertanian primer, mencakup empat subsistem yaitu : (1) Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribussiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi

pertanian primer, (2) Subsistem usahatani (On farm agribussiness) disebut

sebagai sektor pertanian primer, (3) Subsistem agribisnis hilir (Down stream agribussiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer

menjadi produk olahan baik untuk siap diolah dan siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional serta (4) Subsistem jasa layanan pendukung (Supporting agribussiness) seperti lembaga keuangan,

(28)

penyuluhan, penelitian pengembangan dan kebijakan pemerintah. Analisis sistem agribisnis dilakukan secara deskriptif terhadap subsistem hulu, usahatani, hilir, pemasaran dan jasa di ketiga wilayah fokus kajian yakni : Tiga Panah, Simpang Empat, dan Barus Jahe.

Ketiga kecamatan ini dianggap dapat mewakili analisis sistem agribisnis yang berlangsung di Kabupaten Karo, di samping itu juga ketiga wilayah ini merupakan wilayah sentra komoditas hortikultura yang memberikan sumbangan besar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Karo. Komoditas yang merupakan unggulan dari ketiga kecamatan tersebut adalah jeruk, kentang, kubis, dan wortel. Sumbangan terhadap PDRB tahun 2009 berdasarkan harga berlaku tahun 2009 adalah sebagai berikut: kentang : Rp. 2.490 juta, kubis : Rp. 2.198 juta, wortel: Rp. 468 juta dan jeruk Rp. 10.961,38 juta. Sumbangan dari keempat komoditas ini terhadap nilai total PDRB hortikultura sebesar 20%. Kesesuaian lahan untuk keempat komoditas tersebut di tiga kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 5.

a. Subsistem Agribisnis Hulu (Up-stream agribussiness )

Subsistem agribisnis hulu adalah ragam kegiatan industri dan tata niaga/ perdagangan sarana produksi. Subsistem agribisnis hulu mencakup industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian, industri agro otomotif (mekanisasi pertanian), dan industri perbenihan. Pada prinsipnya, subsistem agribisnis hulu secara umum membangun industri jasa dan bersifat pendukung dalam pengembangan subsistem agribisnis usahatani maupun hilir. Manfaat yang diperoleh pengembangan sektor industri hulu adalah memberikan kemudahan bagi petani dalam mengelola agribisnis komoditi unggulan yang dikembangkannya. Berkembangnya subsistem agribisnis hulu menyebabkan pengelolaan subsistem usahatani menjadi lebih efisien dan dapat meningkatkan produktivitas/produksi komoditi yang dikembangkan (Departemen Pertanian, 2009).

Ketersediaan kios sarana produksi Tiga Panah, Simpang Empat, dan Barus Jahe sudah cukup baik. KUD yang ada dapat dimanfaatkan oleh petani secara optimal. KUD juga berperan dalam akses permodalan bagi petani. Partisipasi petani di dalam KUD sudah terbilang cukup baik. Hal ini terlihat dari banyaknya anggota kelompok tani yang ada di wilayah tersebut yang menjadi anggota KUD. Kelembagaan yang ada seperti kelompok tani dan gabungan kelompok tani juga

(29)

berperan dalam pertukaran informasi cara budidaya dan pemasaran bahkan juga dimungkinkan adanya pertukaran sarana produksi di antara kelompok tani. Selain membeli di kios saprodi,beberapa petani juga mengolah sendiri pupuk yang digunakan dalam usaha budidaya khususnya pupuk organik seperti pupuk kandang. Jumlah Kelompok tani yang sudah dapat mengolah pupuk kandang sendiri dapat dilihat pada Tabel 27.

Jumlah Kios yang menjual sarana produksi dan KUD dapat dilihat pada Tabel. 23.

Tabel 23 Jumlah Kios Sarana Produksi dan KUD.

No Kecamatan Kios KUD

1 Tiga Panah 27 5

2 Simpang Empat 48 1

3 Barus Jahe 30 4

Sumber : Kabupaten Karo Dalam Angka 2009.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa secara umum petani sudah dapat mengakses sarana produksi pertanian primer. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja kelembagaan yang terlibat dalam kegiatan produksi dan perdagangan sarana produksi pertanian primer. Beberapa kelembagaan sudah dapat menyediakan sarana produksi bagi para anggotanya, tetapi terdapat juga kelembagaan yang belum dapat menyediakan sarana produksi pertanian primer. Beberapa petani memperoleh sarana produksi pertanian di kios saprodi dan KUD. Meskipun begitu, secara umum subsistem hulu di wilayah ini sudah terlihat lebih berkembang. Beberapa sarana produksi yang belum dapat diperoleh di masing-masing kecamatan biasanya dapat diperoleh di ibukota kabupaten yang jarak tempuhnya rata-rata 5-7 Km.

b. Subsistem Usahatani atau Pertanian Primer (On farm agribussiness)

Subsistem usahatani adalah subsistem pertanian dalam arti luas (produksi, operasi di lokasi usaha tani) yang menghasilkan produk primer. Subsistem usahatani berupa aktivitas pertanian skala ekonomi, baik secara individu maupun berkelompok dalam suatu kelembagaan. Jenis tanaman dan luas pertanaman yang diusahakan oleh kelompok tani di 3(tiga) kecamatan tertera pada Tabel 24 dan 25.

(30)

Tabel 24. Jenis Komoditas Yang Diusahakan

No Komoditas Kecamatan

Simpang Empat

Barus Jahe Tiga Panah

1 Alpukat v v v 2 Jambu Biji v v 3 Jambu Air v 4 Jeruk v v v 5 Pisang v v v 6 Markisa v v v 7 Bawang Daun v v v 8 Kentang v v v 9 Kubis v v v 10 Sawi v v v 11 Wortel v v v 12 Cabai Merah v v v 13 Tomat v v 14 Buncis v v v 15 Kol Bunga v v v 16 Lobak v v 17 Cabe Rawit v 18 Terong v 19 Labu Siam v

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo. Ket : v : diusahakan

Jika diperhatikan pada Tabel 25 terlihat bahwa terdapat keragaan dalam luas pertanaman dan persentase lahan yang digunakan, hal ini juga tentunya akan berpengaruh produktivitas komoditas di masing-masing wilayah.

Produktivitas tersebut juga dipengaruhi oleh perlakuan yang digunakan oleh petani di masing-masing kecamatan. Petani juga sudah mulai menyadari pentingnya melakukan kegiatan budidaya sesuai dengan Good Agricultural Practices (GAP) atau norma budidaya dengan baik dan benar. Petani juga sudah

dapat melaksanakan pengendalian hama penyakit tanaman sesuai dengan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Budidaya pertanian secara organik juga sudah dilakukan oleh beberapa petani, bahkan terdapat pula petani yang menanamnya di halaman rumah. Hal ini ditunjang dengan adanya sosialisasi penerapan GAP dan PHT dengan metode sekolah lapang. Jumlah kelompok tani dan kelompok tani yang sudah dapat menerapkan GAP dan PHT dapat dilihat pada Tabel 27.

(31)

Tabel 25. Luas Pertanaman Komoditas Hortikultura.

No Komoditas Luas Pertanaman (Ha) Persentase Penggunaan lahan kering Untuk Pertanaman Komoditas Simpang Empat Tiga Panah Barus Jahe Simpang Empat Tiga Panah Barus Jahe 1 Alpukat 6,7 2,1 3,5 0,072 0,011 0,027 2 Jambu Biji 2 0 0,99 0,021 0 0,007 3 Jambu Air 4 0 0 0,043 0 0 4 Jeruk 2066,33 1186,6 2298 22,380 6,445 17,947 5 Pisang 1 4,1 70 0,010 0,022 0,547 6 Markisa 7,8 327,93 38,71 0,084 1,781 0,302 7 Bawang Daun 23 10 19 0,259 0,054 0,149 8 Kentang 347 96 90 3,758 0,521 0,702 9 Kubis 752 128 65 8,144 0,700 0,507 10 Sawi 587 228 130 6,357 1,238 1,015 11 Wortel 821 49 36 8,892 0,266 0,281 12 Cabai Merah 654 154 76 7,083 0,836 0,593 13 Tomat 152 52 0 1,646 0,282 0 14 Buncis 821 49 36 8,892 0,266 0,281 15 Kol Bunga 376 90 52 4,072 0.488 0,406 16 Lobak 134 16 0 1,451 0,086 0 17 Terong 0 15 0 0 0,081 0 18 Labu Siam 0 4 0 0 0,021 0

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo (diolah)

Keterangan: Luas Lahan Kering Kecamatan Tigapanah :18.410 Ha; Barusjahe : 12.804 Ha dan Simpang Empat : 9,233 Ha

c. Subsistem Agribisnis Hilir (Down Stream Agribussiness)

Subsistem industri hilir mencakup kegiatan pengolahan dan pemasaran, yang sering disebut agroindustri. Subsistem hilir merupakan kegiatan industri yang mengolah hasil hilir, yaitu kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan baik poduk antara (intermediate product), maupun produk

akhir. Manfaat aktivitas subsistem agribisnis hilir adalah dapat meningkatkan nilai tambah, mempermudah pemasaran produk, meningkatkan daya saing produk, menambah pendapatan petani dan membuka peluang penyerapan tenaga kerja.

Subsistem hilir sektor hortikultura mencakup kegiatan pasca panen dan pengolahan. Teknologi pasca panen hortikultura di ketiga kecamatan masih

(32)

bergerak pada tahap sortasi, grading dan packing dengan menggunakan alat tradisional yang masih sangat tradisional.

d. Subsistem Jasa Layanan Pendukung (Supporting Agribussiness )

Subsistem jasa merupakan subsistem yang menyediakan jasa bagi subsistem agribisnis hulu,subsistem usahatani, dan subsistem agribisnis hilir. Subsistem jasa antara lain meliputi penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, akses modal, penelitian dan pengembangan.

Kelompok tani yang ada di ketiga wilayah kecamatan cukup banyak. Jumlah kelembagaan kelompok tani yang ada di ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut : Kecamatan Simpang Empat 223 kelompok tani, Kecamatan Tiga Panah 277 kelompok tani dan Kecamatan Barusjahe 217 kelompok tani. Kelembagaan kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 27.

Kelompok tani sebagai kelembagaan yang terdapat di masing-masing desa hendaknya dapat berperan dalam penentuan harga komoditas (peningkatan

bargaining position). Kelompok tani juga berperan dalam penciptaan pemenuhan

rantai pasokan dalam pasar, hal ini dapat terwujud jika kelompok tani memiliki kesepakatan dalam melakukan budidaya secara kontinu artinya kelompok tani dapat memberikan jaminan terhadap pasar akan ketersediaan komoditas yang mereka usahakan. Peningkatan posisi tawar dan peran dalam pemenuhan pasokan akan memberikan nilai tambah bagi petani (farmer share meningkat).

Tabel 26. Pelaksanaan Subsistem Jasa Layanan Pendukung

No Kecamatan Subsistem Jasa Layanan Pendukung Penyuluhan Pendidikan dan Pelatihan Akses Modal Penelitian dan Pengembangaan 1 Simpang Empat PPL Demplot BRI, KUD, Credit Union (CU) Penangkaran Benih / Pembibitan 2 Tiga Panah 3 Barus Jahe

(33)

Tabel 27. Kelembagaan Kelompok Tani

No Kecamatan A B C D

1 Simpang Empat 223 7525 67 45

2 Tiga Panah 277 9088 84 55

3 Barus Jahe 217 6826 66 43

Sumber : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karo.

Keterangan : A : Jumlah Kelompok Tani

B : Jumlah Anggota (orang/petani)

C : Jumlah Kelompok Tani Yang melakukan Penerapan GAP dan PHT

D: Jumlah Kelompok Tani Yang melakukan Pengolahan Kompos/ Pupuk Organik

5.2.2. Kondisi dan Kelengkapan Sarana dan Prasarana Wilayah dan Sistem Agribisnis.

5.2.2.1 Kelengkapan Sarana dan Prasarana Wilayah

Analisis mengenai kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana wilayah dilakukan dengan menganalisis kelengkapan sarana dan prasarana sistem permukiman. Dalam kajian ini pembagian hirarki wilayah dibagi dalam 3 kelompok kategori yakni hirarki untuk ketersediaan pasar, permodalan, dan infrastruktur umum (pelayanan pendidikan dan kesehatan)

Wilayah dengan sarana dan prasarana terlengkap merupakan wilayah dengan hirarki tertinggi dan dianggap sebagai pusat wilayah. Selain itu sarana dan prasarana yang ada dapat diketahui mana yang lebih lengkap dan mana yang kurang lengkap. Ketersediaan sarana dan prasarana dasar, seperti kesehatan dan pendidikan juga dianalisis dalam kajian ini. Unit analisis dalam kelengkapan sarana dan prasarana permukiman adalah desa.

Berdasarkan skalogram sistem permukiman yang diolah dengan menggunakan data Potensi Perdesaan (PODES) Kabupaten Karo Tahun 2008, adapun parameter yang digunakan adalah mengacu kepada Keputusan Menteri Permukiman dan PrasaranaWilayah No. 534/Kpts/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum. Infrastruktur yang dianalisis adalah sarana pendidikan dan sarana kesehatan, seperti tertera pada Tabel 28.

(34)

Tabel 28. Pedoman Standar Pelayanan Minimal

No Fasilitas Standar Pelayanan Minimal

1 Pasar Minimal tersedia 1 (satu) pasar untuk setiap 30.000 penduduk

2 TK Minimal tersedia 1 (satu) TK untuk setiap 1.000 penduduk

3 SD Minimal tersedia 1 (satu) SD untuk setiap 6.000 penduduk

4 SMP Minimal tersedia 1 (satu) SMP untuk setiap 25.000 penduduk

5 SMA Minimal tersedia 1 (satu) SMA untuk setiap 30.000 penduduk

6 Puskesmas Minimal tersedia 1 (satu) Puskesmas untuk setiap 120.000 penduduk

Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/Kpts/M/2001

Di tiga wilayah kajian terdapat 2 (dua) desa sebagai hiraki 1 (satu) di Kecamatan Simpang Empat yakni Desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti, di Kecamatan Tiga Panah terdapat juga terdapat 2 (dua) desa sebagai desa dengan hirarki 1 (satu) yakni desa Tiga Panah dan Ajijulu, untuk Kecamatan Barus Jahe desa yang menduduki hiraki 1(satu) adalah desa Sukajulu.

Jumlah desa yang menjadi hirarki 1(satu), 2(dua), dan 3(tiga) serta persentase jumlah hirarki 1(satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) terhadap jumlah keseluruhan desa di wilayah kajian masing-masing ditampilkan pada Tabel 29 dan Tabel 30.

Tabel 29. Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Hirarki Dengan 3 Kategori di Tiap Kecamatan Kajian.

Kecamatan Hirarki Wilayah Jumlah Desa Persentase (%)

Simpang Empat Hirarki 1 (satu) 2 3,45

Hirarki 2(dua) 6 10,34

Hirarki 3 (tiga) 9 15,52

Tiga Panah Hirarki 1 (satu) 2 3,45

Hirarki 2(dua) 2 3,45

Hirarki 3 (tiga) 18 31,03

Barus Jahe Hirarki 1 (satu) 1 1,72

Hirarki 2(dua) 2 3,45

(35)

Tabel 30 Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Jumlah dan Persentase Hirarki Dengan Tiga Kategori.

Hirarki Wilayah Jumlah Desa Persentase (%)

Hirarki 1 (satu) 5 8,62

Hirarki 2(dua) 10 17,24

Hirarki 3 (tiga)  43 74,14

Berdasarkan Tabel 27 dan Tabel 28, besaran hirarki wilayah dengan hirarki terendah didominasi oleh hirarki 3 (tiga) sebesar 74,14 % dari angka tersebut 31,03% berada di kecamatan Tiga Panah. Di setiap kecamatan desa-desa dengan hirarki 3 (tiga) juga memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan desa-desa dengan hirarki 1 (satu) dan 2 (dua). Peta untuk masing-masing hirarki disajikan pada Gambar 17.

Persentase jumlah desa hiraki 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) terhadap jumlah desa di masing –masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31. Jumlah dan Persentase Desa Terhadap Jumlah Desa di Tiap Kecamatan Dengan Tiga Kategori.

Kecamatan Hirarki 1 (satu) Hirarki 2(dua) Hirarki 3 (tiga)

Simpang Empat 11,77 35,29 52,94

Tiga Panah 9,09 9,09 81,83

Barus Jahe 5,26 10,54 84,21

Desa di Kecamatan Simpang Empat merupakan wilayah dengan persentase hirarki 1 (satu ) terbesar, tetapi desa yang memiliki jumlah fasilitas / infrastruktur terbanyak terdapat di desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe.

Gambar 17. Pemetaan Hirarki Kecamatan

Ndokum Siroga           Surbakti 

         Tiga Panah        Aji Julu

(36)

Adapun kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk pasar di tiap desa ditampilkan pada Tabel 32 ,data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 32. Kebutuhan dan Ketersediaan Pasar

No Kecamatan Status Pasar (Rata-rata Desa)

1 Simpang Empat -

2 Tiga Panah -

3 Barus Jahe +

Keterangan : - : Membutuhkan infrastruktur Pasar +: Tersedia

Jika dilihat dari Tabel 32, tiap-tiap desa di Kecamatan Tiga Panah dan Simpang Empat masih membutuhkan infrastruktur pasar. Namun berdasarkan kebutuhannya dapat dianggap sangat kecil sehingga dianggap pasar yang ada di ibukota kecamatannya sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar desa, tetapi untuk kecamatan Simpang Empat tidak diperoleh pasar permanen maupun yang non permanen. Jika dilihat dari kebutuhan per desa kebutuhan akan pasar juga relatif kecil. Hal-hal tersebut juga dapat di atasi karena jarak ke pasar terdekat dari masing-masing desa masih relatif dekat dan dapat diakses dengan mudah. Untuk Kecamatan Barus Jahe ketersediaan pasar secara rata-rata per desa sudah terpenuhi, gambaran pemenuhannya dapat dilihat Gambar 18.

Gambar 18. Status Ketersediaan Pasar Di Tiap-tiap Desa Di Ketiga Kecamatan

Kecamatan Simpang Empat 

         Kecamatan Tiga Panah 

(37)

Sarana pendidikan terdiri dari TK, SD,SLTP dan SMU. Ketesediaan sarana pendidikan dan kebutuhannya ditampilkan pada Lampiran 7 dan 8. Ketersediaan sarana pendidikan bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan yang disyaratkan masih belum terpenuhi atau jumlahnya masih di bawah jumlah yang ditetapkan walaupun jumlah kebutuhan tersebut juga masih bernilai dibawah 1 (satu) yang berarti bahwa kebutuhan sarana tersebut masih dapat dipenuhi di wilayah yang berdekatan dengan masing-masing desa, apalagi jarak ke Kabanjahe sebagai ibukota kabupaten juga tidak terlalu jauh dari masing-masing kecamatan tersebut. Kebutuhan dan ketersediaan sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendidikan

No Kecamatan Status Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendiikan rata-rata Per Desa

TK SD SLTP SMU

1 Simpang Empat - + + -

2 Tiga Panah - + + -

3 Barus Jahe - - - -

Keterangan : - : dibutuhkan sarana pendidikan

Kebutuhan dan ketersediaan Pelayanan kesehatan di tiap desa ditampilkan pada Lampiran 9. Jumlah Pelayanan Kesehatan yang tersedia bila dibandingkan dengan kebutuhannya sudah dapat terpenuhi dengan baik, bahkan jauh melampaui ketentuan standar yang ditetapkan. Bahkan di beberapa desa sudah terdapat Puskemas Pembantu, klinik dokter dan bidan sebagai pelayan kesehatan masyarakat. Puskesmas rata-rata hanya ditemui di masing-masing ibukota kecamatan. Kebutuhan dan ketersediaan sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 34.

Tabel 34. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan

No Kecamatan Status Kebutuhan dan Ketersediaan Rata-rata Sarana Pelayanan Kesehatan Per desa

Fasilitas Kesehatan Para Medis

1 Simpang Empat + +

2 Tiga Panah + +

3 Barus Jahe + +

Keterangan : + : tersedia

Berdasarkan kelengkapan fasilitas yang ada di ketiga wilayah kecamatan, maka prasarana dasar pendidikan dan kesehatan sudah cukup berkembang. Untuk

(38)

fasilitas pendidikan dapat ditunjang dengan keberadaan sarana pendidikan di ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten. Prasarana penunjang pasar juga sudah berkembang baik untuk toko grosir, eceran, dan warung.

Berdasarkan kelengkapan jumlah fasiltas yang ada di ketiga wilayah tersebut yaitu dari fasilitas yang dianalisa, maka fasiltas yang terlengkap adalah fasilitas fasilitas umum bidang pelayanan kesehatan, pasar, KUD/Koperasi, sementara untuk fasilitas umum bidang pendidikan masih dibutuhkan.

5.2.2.2. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Sistem Agribisnis

Kelengkapan sarana dan prasarana sistem agribisnis dianalisis berdasarkan ketersediaan yang ditemukan di lapangan. Alsin hortikultura terbagi menjadi 4 (empat) kategori yakni: (1) alsin budidaya pertanian, (2) alsin pasca panen, (3) alsin pengolahan dan (4) alsin pemasaran.

Alsin budidaya terdiri dari shading net, perangkap serangga,power sprayer, mesin babat, tarktor mini dan screen house. Alsin pasca panen antara lain adalah timbangan, tangga pemanenan buah, wrapping, packing house dan alat pengepress

paking plastik. Alsin pengolahan terdiri dari alat perajang, alat pembuka, blender pengolahan hasil, dan lain-lain namun untuk ketiga wilayah tersebut alsin pengolahan tersebut belum tersedia. Alsin pemasaran adalah truck dan sorong roda dua.

Berdasarkan sarana dan prasarana agribisnis yang tersedia di ketiga wilayah, kecuali alsin pengolahan, ketiga sarana dan prasarana tersebut menyebar secara merata di masing-masing kecamatan.

Industri pengolahan belum berkembang. Banyak potensi hortikultura yang dapat dikembangkan menjadi olahan. Namun masih terdapat pola pikir bahwa bila dengan produk segar sudah dapat dijual, sehingga tidak perlu diolah menjadi produk olahan.

Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa Kecamatan Tiga Panah telah memiliki potensi untuk pengembangan agribisnis hortikultura dalam hal luas wilayah dalam usaha tani hortikultura dan fasilitas pasar. Untuk Kecamatan Simpang Empat berpotensi dalam luasan pengusahaan hortikultura. Industri pengolahan hortikultura masih dibutuhkan di tiga kecamatan tersebut.

(39)

Tabel 35 Ringkasan Kelengkapan Sarana Prasarana Wilayah dan Agribisnis

Kecamatan

Fasilitas Subsistem Agribisnis

Pasar Permo dalan Umum Hulu Usahatani (% terhadap luas lahan kering)

Hilir Jasa Layanan

Simpang Empat Pasar Desa (petani, pengumpul) KUD -Kesehatan -Pendidikan (SD-SLTP) Kios Saprodi, KUD 73,353 Pasca Panen Kelompok Tani (penyuluhan, pelatihan) Tiga Panah Pasar

Kecamatan (Petani, pengumpul, grosir, eceran) KUD -Kesehatan -Pendidikan (SD-SLTP)  Kios Saprodi, KUD  13,098 Pasca Panen  Kelompok Tani (penyuluhan, pelatihan) 

Barusjahe Pasar Desa (petani, pengumpul) KUD -Kesehatan -Pendidikan (SD-SLTP)  Kios Saprodi, KUD  22,764 Pasca Panen  Kelompok Tani (penyuluhan, pelatihan) 

5.2.3. Tata Niaga Hortikultura

Tantangan masa datang untuk mengantisipasi permintaan pasar adalah melalui pelaksanaan : (1) menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya dan (2) menciptakan nilai tambah serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya.

Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura setiap kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan sarana produksi, kegiatan produksi, hingga kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil, serta kegiatan jasa penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda.

Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan kurang memiliki daya saing yaitu : (1) tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis, (2) terbentuknya margin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis berjalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar.

Gambar

Tabel 14    Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo atas dasar harga konstan   2000 menurut lapangan usaha (%)
Tabel 16. Output total berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Karo Tahun 2009  No. Sektor  Perekonomian  Output Total  Persentase
Gambar 6.  Keterkaitan Langsung Ke Depan
Gambar 7.  Keterkaitan Langsung ke Belakang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Unjuk kerja dari ATS &amp; AMF Berbasis PLC Omron Sysmac Cpm2a sebagai alat back up daya apabila ada PLN padam adalah dengan relai-relai detektor yang dipasang disetiap phase

BAB VII RENCANA PENGEMBANGAN SPAM Bab ini menguraikan tentang kebijakan, struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah yang merupakan dasar bagi penyusunan rencana pengembangan

Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan aspek tertentu dari sebuah realitas yang

Tujuan penelitian dari skripsi ini adalah membangun aplikasi permainan tradisional dengan Unity 3D yang mendidik dan melestarikan budaya Indonesia khususnya

Jumlah hari panen tersebut dalam operasionalnya bersifat fleksibel dengan pengertian jika dalam 25 hari panen pemanenan fleksibel, dengan pengertian jika dalam 25 hari panen,

Dapatan kajian menunjukkan murid-murid Bajau sekolah rendah mempunyai sikap yang positif dan motivasi yang tinggi dalam mempelajari bahasa Melayu sebagai bahasa

Hasil penelitian rumusan masalah pertama menunjunkan bahwa mekanisme penyaluran pada Perusahaan Umum (Perum) Bulog menyalurkan beras yang petama melalui Program Bantuan