6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Kelapa SawitTanaman kelapa sawit (Eleasis guineensis jacq) bersal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian ada yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelpa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataanya kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Idonesia, Thailand, Dan Papua Nugini.
Kelapa sawit pertama masuk ke Indonesia pada tahun 1948, dibawa dari Mauritius dan Amsterdam oleh seorang warga belanda. Bagi bangsa Indonesia, tanaman kelapa sawit memiliki arti dan peran yang sangat penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah kepada kesejahteraan masyarakat, juga sumber perolehan devisa Negara. (Hadi Mustafa, 2004)
Minyak kelapa sawit mentah (CPO) dapat diubah menjadi beberapa bentuk, yaitu diantaranya adalah RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), Stearin dan Olein. Stearin adalah fraksi CPO yang berwujud padat pada suhu kamar dan olein adalah fraksi CPO yang berwujud cair pada suhu kamar. Minyak kelapa sawit ini diproleh mesokrap buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus yang berwarna kuning sampai merah yang berbentuk semi solid pada suhu ruang yang disebabkan oleh kandungan asam lemak jenuh yang tinggi.Dengan adanya air dan serat halus tersebut menyebabkan minyak kelapa sawit tidak dapat langsung digunakan sebagai bahan pangan maupun non pangan.
Seperti jenis minyak yang lain,minyak sawit tersusun dari unsur –unsur C, H dan O. Kandungan minyak kelapa sawit yang dominant adalah asam oleat dan
7
palmitat. Minyak sawit ini terdiridari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusunan fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%). Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak yang tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%).(Zuherawan,2008)
Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. (Pasaribu, 2004).
2.1.1
Trigliserida Pada Minyak Kelapa SawitTrigliserida adalah salah satu jenis lemak yang ada dalam tubuh disamping kolesterol. Trigliserida berfungsi sebagai senyawa penyimpan energi sedangkan kolesterol berperan sebagai senyawa yang membangun sel serta sebagai dasar pembentukan hormon (Paisal, 2014). Bila R, = RZ = R3 atau ketiga asam lemak penyusunnya Sama maka trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran (Pasaribu, 2004). Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon; yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen ; kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh.
8
Berikut ini adalah tabel dari komposisi trigliserida:
Tabel 2.1 Komposisi Trigliserida Dalam Minyak Kelapa Sawit.
(Sumber ;Pasaribu, 2004)
2.1.2. Senyawa Non Trigliserida Pada Minyak Kelapa Sawit.
Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain : motibgliserida, diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna serta rasa dan bau yang tidak diinginkan (Pasaribu, 2004). Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan, kecuali beberapa senyawa yang disebut dengan senyawa yang tak tersabunkan seperti tercantum dalam tabel 2.3.
Trigliserida Jumlah (%) Tripalmitin 3 –5 Dipalmito – Stearine 1 – 3 Oleo – Miristopalmitin 0 – 5 Oleo – Dipalmitin 21 – 43 Oleo- Palmitostearine 10 – 11 Palmito – Diolein 32 – 48 Stearo – Diolein 0 – 6 Linoleo – Diolein 3 – 12
9
Tabel 2.2 Komposisi Senyawa Yang Tak Tersabunkan Dalam Minyak Sawit. Senyawa % Ppm Karotenoida α - Karotenoida β - Karotenoida ɣ - Karotenoida Likopene Xantophyl 36,2 54,4 3,3 3,8 2,2 500-700 Tokoperol α – tokoperol ɣ - tokoperol δ – tokoperol ∑ + Ҕ + tokoperol 35 35 10 20 500-800 Sterol Kolesterol Kompesterol Stigmasterol β – sitosterol 4 21 21 63 Mendekati 300 Phospatida Alkohol Total Triterpenik alkohol Alifatik alcohol 80 26 Mendekati 800 (Sumber ; Pasaribu, 2004)
2.2 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 30-40 persen. Minyak kelap sawit adalah minyak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Rata rata komposisi asam lemak miyak kelapa sawit dapat dilihat dari tabel berikut.
10
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit.
Kandungan karotane dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera kurang lebih dari 500-700 ppm, kandungan tokoverol bervariasi dan di pengaruhi oleh penangan selam produksi.(Pasaribu, 2004) 2.2.1 Sifat Fisiko – Kimia
Sifat fisiko – kimia kelapa sawit meliputi warna, bau, dan falavor, kelarutan, titk cair, titik didih ( boiling point), titik pelunakan, slipping point, sholt melting point, bobot jenis indeks bias, titik kekeruhan, titik asap, titik api dan titik nyala.
Tabel 2.4 Sifat fsiko – kimia kelapa sawit
Sifat Jumlah
Bobot jenis pada suhu kamar Index bias D 400C Bilangan iod Bilangan Penyabunan 0,900 1,4565-1,4585 48-56 196-205 (Sumber: Ketaren, 1986)
Asam Lemak Jumlah (%)
Asam Kaprilat - Asam kaproat - Asam Miristat 1,1– 2,5 Asam Palmitat 40– 46 Asam Stearat 3,6– 4,7 Asam Oleat 30– 45 Asam Laurat - Asam Linoleat 7– 11
11
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah prose pemucatan, karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwana. Warna orange atau kuning disebkan adanya pigmen karotane yang larut dalam minyak.
Bau atau flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam –asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan persenyawaan beta ionone.(pasribu,2004)
2.3 Pengolahan Kelapa Sawit
Proses pengolahan kelapa sawit dapat dilakukan dengan cara yang sedeharna dan dapat pula dilakukan dengan teknologi tingkat tinggi yang sudah biasa di gunakan oleh perkebunan – perkebunan besar yang menghasiklkan minyak mentah (crude plm oil) dengan kualitas ekspor.(Naibaho, 1998)
2.3.1 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
Untuk memisahkan minyak dari fase lainnya perlu dilakukan prose pemurnian yang disebut dengan klarifikasi. Minyak tersebut perlu segera di murnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Hidrolisis dapat terjadi karena caairan bersuhu panas dan banyak air, demikian juga dengan oksidasi akan terjadi dengan adanya NOS yang berupa bahan organic dan non organik seperti Fe dan Cu berperan sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya reaksi yang cepat.(Naibaho, 1998)
2.3.2 Penimbunan Minyak Kelapa Sawit
Sejalan dengan makin meningkatnya luas areal perkebunan kelapa sawit, produksi minyak sawit semakin lama semakin meningkat. Penyimpanan dan penanganan selama transpotasi minyak sawit yang kurang baik dapat
12
mengakibatkan terjadinya kontaminasi baik oleh logam maupun bahan lain sehingga akan menurunkan kualitas minyak sawit.
Pengawasan mutu minyak sawit selama penyimpanan, transportasi, dan penimbunan perlu dilakukan dengan ketat untuk mencegah terjadinya penurunan mutu minyak sawit. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan membuat standarisasi prosedur penyimpanan, transportasi darat, dan penimbunan minyak sawit. Standarisasi ini bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan penurunan kualitas minyak sawit.
Minyak produksi sebelum diangkut ketempat konsumen ditimbun dalam tangki timbun. Minyak yang masuk kedalam tangki timbun suhunya 40 – 50ºC. Titik leleh minyak sawit ± 40ºC, sehingga untuk mempermudah pengeluaran minyak dari tangki maka untuk maksud tersebut diprtahankan agar suhu minyak bertahan diatas titik leleh. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas (ALB) yang disebabkan terjadinya proses autokatalitik yang dipercepat oleh panas. (Naibaho, 1998).
Tangki penimbunan minyak dipakai sebagai penampungan atau penimbunan minyak produksi dan pengukuran minyak produksi harian. Alat ini terdiri deri tangki berbentuk silinder yang didalamnya dilengkapi dengan pipa pemanas berbentuk spiral, dan pada bagian atas terdapat lubang untuk pengukuran dan lubang penguapan air. Tangki penimbunan minyak sawit memiliki kapasitas antara 500-3000 ton. Selama penimbunan ini dapat terjadi perusakan mutu, baik peningkatan ALB maupun peningkatan oksidasi. Persyaratan penimbunan yang baik adalah :
1. Kebersihan tangki dijaga, khususnya terhadap kotoran dan air
2. Jangan mencampur minyak berkadar ALB tinggi atau minyak kotor dengan minyak berkadar ALB rendah atau bersih
3. Membersihkan tangki dan memeriksa pipa-pipa uap pemanas, tutup tangki, dan alat-alat pengukur.
13 4. Memelihara suhu sekitar 40°C
5. Pipa pemasukan minyak harus terbenam ujungnya dibawah permukaan minyak
6. melapisi dinding tangki dengan damar epoksi (hanya untuk minyak sawit bermutu tinggi). (Mangoensoekarjo, 2003)
2.4 Logam Berat Dalam Minyak Kelapa Sawit
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga dan kuningan. Logam-logam tersebut biasanya berasal dari alat-alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat-alat dan pipa menggunakan alat-alat stainless steel (Basyar, 1999).
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam-logam berat tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu,logam-logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan (Pahan, 2008).
2.5 Standart Mutu Minyak Kelapa Sawit
Untuk menentukan apakah mutu minyak itu termasuk baik atau tidak diperlukan standard mutu. Ada beberapa faktor yang menentukan standard mutu yaitu: kandungan air dan kotoran dalam minyak kandungan Asam lemak bebas (ALB), warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan supreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan (Pasaribu, 2004).
14
Tabel 2.5 Standard Mutu Minyak Kelapa Sawit Karakteristik Jumlah
Asam lemak bebas Kadar kotoran Kadar air Bilangan peroksida Bilangan iodine Fe (besi) ppm Cu (tembaga) ppm Titik cair DOBI 5 % maks 0,02 % maks 0,2 % maks 5% maks 51 % maks 5 ppm maks 0,3 ppm maks 39-41oC 2,5 % maks (Sumber ; Ketaren, 1996)
2.5.1 Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya asam lemak bebas dalam minyak sawit. Kenaikan kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor-faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk.
Asam lemak bebas dapat berkembang akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak. Enzim-enzim dan ko-enzim yang terdapat di dalam buah akan terus aktif sebelum enzim-enzim itu dihentikan kegiatannya.
15
Enzim yang paling mengganggu pada buah sawit yaitu : enzim lipase dan oksidase. Enzim ini sering terikat pada buah karena buah luka atau terikut oleh peralatan panen. Kegiatan enzim dapat berhenti dengan perebusan hingga temperatur 50oC selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.
Kandungan asam lemak bebas buah sawit yang baru dipanen biasanya < 0,3 %. ALB minyak yang diperoleh dari buah yang tetap berada pada janjang sebelum diolah (dan tidak mengalami memar) tidak pernah melewati 1,2%. Sedangkan, ALB brondolan biasanya sekitar 5 %. Di pihak lain, sangat jarang diperoleh ALB di bawah 2% pada crude palm oil (CPO) hasil produksi PKS, biasanya sekitar 3%.
Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri tertentu) juga dapat terjadi bila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 50oC, dan dalam keadaan lembab dan kotor.Oleh karena itu minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai suhu diatas 90oC seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan menonaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi sebaiknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50o – 60oC. (Pasaribu, 2004).
2.5.2 Kadar Air dan Zat Yang Mudah Menguap
Kadar air dan zat mudah menguap didefenisikan sebagai massa zat yang hilang dari zat yang dianalisa pada pemanasan 105°C dibawah kondisi operasi tertentu. Saat ini parameter mutu minyak kelapa sawit yang dipersyaratkan untuk perdagangan salah satunya adalah kadar air. Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai mutu minyak sawit.
16
Air dalam minyak kelapa sawit hanya dalam sejumlah kecil, hal ini terjadi karena proses alami sewaktu pembuahaan dan akibat perlakuan di pabrik serta pengaruh penimbunan. Pada proses hidrolisa minyak di pabrik digunakan adanya air, jika air yang terbentuk pada proses ini besar maka akan menyebabkan kenaikan asam lemak bebas pada minyak sawit. Kadar asam lemak bebas dan air yang tinggi akan menyebabkn kerusakan minyak yang berupa bau tengik pada minyak tersebut. Agar minyak yang dihasilkan memiliki mutu yang baik maka kadar air dan asam lemak bebas pada minyak harus seminimal mungkin. (Mangoensoekarjo, 2003 )
2.5.3 Kadar Pengotor Dan Zat tidak Terlarut
Kadar pengotor dan zat terlarut adalah keseluruhan bahan-bahan asing yang tidak larut dalam minyak, pengotor yang tidak terlarut dinyatakan sebagai persen zat pengotor terhadap minyak atau lemak. Pada umumnya, penyaringan hasil minyak sawit dilakukan dalam rangkaian proses pengendapan yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Dengan proses tersebut kotoran-kotoran yang berukuran besar memang dapat disaring. Akan tetapi, kotoran-kotoran atau serabut yang berukuran kecil tidak bisa disaring, hanya melayang-layang didalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama dengan minyak sawit. (Mangoensoekarjo, 2003 ) 2.5.4 Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri. (Day, 1999)
Salah satu parameter penurunan mutu minyak adalah bilangan peroksida. Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida
17
dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan berlemak, terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama, disebabkan oleh reaksi lemak dengan dengan oksigen, tahap kedua merupakan lanjutan tahap pertama, prosesnya berupa oksidasi dan non oksidasi. Proses oksidasi tidak di tentukan oleh besar kecilnya jumlah lemak dalam bahan sehingga bahan yang mengandung lemak dalam jumlah kecil pun mudah mengalami proses oksidasi.
Secara umum, reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :
18 R – CH=CH – R1 + O = O R – CH – CH – R1 R – CH – CH – R1 O O – O Petoksida O Moloksida R – CH + CH – R1 O O
Gambar 2.1 Reaksi Pembentukan Peroksida
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.(Ketaren, 1996)
Proses penetuan bilangan peroksida pada prinsipnya adalah menentukan banyaknya ( volume) larutan thiosulfat yang tepat yang bereaksi dengan iodium yang terlepas akibat akibat reaksi dari antara senyawa peroksida dengan Kl jenuh dalam suasana asam, yang mana jumlah iodine yang terlepas equivalen dengan jumlah peroksida yang terkandung dalam minyak atau lemak. (Day, 1999)
Sehingga dapat dikatakan bahwa pengguanaan asam asetat glacial dan klorofom, masing – masing bertujuan untuk membuat pH minyak (suasana larutan) menjadi asam dan menjadi asam – asam lemak yang terkandung dalam minyak , sehingga ketika laruta KL jenuh ditambahkan dapat bereaksi langsung dengan senyawa peroksida yang terkandung dalam minyak tersebut secara sempurna untuk melepaskan iodium yang ekuivalen dengan senyawa peroksida yang kemudian akan di titrasi dengan larutan thiosulfat yang konsentrasinya telah diketahui atau telah di standarisasi. (Day, 1999)
19
Proses penetuan bilangan peroksida ini dikatakan sebagai proses idiometri karena iodium yang akan dititrasi oleh larutan thiosulfat berasal proses ( reaksi ) redoks yaitu oksidasi larutan kalium iodida oleh senyawa peroksida yang berperan sebagai oksidator. Oleh karena itu, dikatakan Titrasi tidak langsung.
Rumus dasar untuk menetukan bilangan peroksida persatuan sampel ( minyak atau lemak ) adalah:
Bilangan peroksida =Titrasi Thio(mL)
Volume x N
Thio (mekmL)
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑙𝑒(𝑔𝑟)
Berdasarkan penguraian rumus tersebut, sebenarnya setiap perhitungan bisa saja dikali dengan 1000 gram atau 100 di abaikan, akan tetapi istilah ini telah dikenal oleh para kimiawan, sehingga tidaklah bijaksana jika hal ini tidak diikuti.(Day, 1999)
2.5.5 Logam Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan,yaitu sebanyak 3-5gram di dalam tubuh manusia dewasa. Besi memiliki fungsi esensial didalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier,2004).
Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa enek, muntah, diare, denyut jantung meningkat, sakit kepala, mengigau dan pingsan (Almatsier, 2004).
2.5.6 Tembaga (Cu)
logam tembaga (Cu) merupakan mikroelemen esensial untuk semua tanaman dan hewan, termasuk manusia. Logam Cu diperlukan oleh berbagai sistem
20
enzim di dalam tubuh manusia. Oleh karena itu, Cu harus selalu ada di dalam makanan. Yang perlu diperhatikan adalah menjaga agar kadar Cu di dalam tubuh tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan. Kebutuhan tubuh per hari akan Cu adalah 0,005 mg/kg berat badan. Pada kadar tersebut tidak terjadi akumulasi Cu pada tubuh manusia normal. Konsumsi Cu dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Almatsier, 2004).
Logam Cu yang digunakan di pabrik biasanya berbentuk organik, dan anorganik. Logam tersebut digunakan di pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain seperti alloi dengan Ag, Cd, Sn dan Zn (Almatsier, 2004).
2.5.7 Spektrofotometri Serapan Atom
Spektrofotometri Serapan Atom merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi atom – atom logam dalam fase gas. Metode ini menggunakan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom – atom logam yamg bebentuk gas analisa kuantitatif dari logam dalam sampel. Metode Spektrofotometri Serapan Atom mempunyai banyak kesamaan dengan Spektrofotometri Serapan lainnya dalam hal alat yang terdiri dari sumber sinar, monokromator dan detektor (Day, 1990).
Ada beberapa kendala yang masih ditemui dalam penggunaan Spektrofotometri Serapan Atom.Kendala-kendala ini antara lain gangguan kimia, efek ionisasi dan efek viskositas pada kecepatan nebulisasi( Day, 1990)
Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam sampel tersebut. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya relatif sederhana, dan interferensinya sedikit (Rohman, 2007).
21
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sumber sinar yang lazim diapakai adalah lampu katoda berongga (hallow cathode lamp), katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Sampel yang dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas. Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi (Rohman, 2007).