241
PENGARUH EKSTRAK ETANOL DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) TERHADAP KADAR ASAM URAT PADA MENCIT PUTIH JANTAN
HIPERURISEMIA
Elisma1, Helmi Arifin2, dan Dwi Meilian1
1Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi (STIFARM) Padang 2Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
email: elisma.elis@gmail.com ABSTRAK
Sudah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak daun binahong (Andredera cordifolia (tenore) Steen) terhadap kadar asam urat darah mencit putih jantan hiperurisemia. Ekstrak diberikan secara oral dengan dosis 30 mg/kg BB, 100 mg/kg dan 300 mg/kg BB selama 7, 14 dan 21 hari. Sebagai pembanding digunakan allopurinol dengan dosis 13 mg/kg BB (PO). Kadar asam urat darah ditentukan dengan menggunakan alat Multi chek Nesco®. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pemberian ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) dengan dosis 30 mg/kg BB, 100 mg/kg dan 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan hiperurisemia (P< 0,05). Dosis 300 mg/kg BB menunjukkan efek penurunan asam urat hampir sama dengan allopurinol dosis 13 mg/kg BB. Ada korelasi lama pemberian dan peningkatan dosis ekstrak binahong dengan penurunan kadar asam urat darah mencit hiperurisemia (P<0,05).
Kata kunci: Ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.), asam urat PENDAHULUAN
Gout merupakan salah satu jenis penyakit arthritis yang cukup banyak dijumpai di samping arthritis rheumatoid dan osteoarthritis. Penyakit ini ditandai dengan abnormalitas metabolisme asam urat. Asam urat merupakan hasil akhir dari metabolisme purin, suatu produk sisa yang tidak mempunyai peran fisiologi. Asam urat yang terbentuk setiap hari dibuang melalui saluran pencernaan atau ginjal. Pada kondisi patofisiologis dapat terjadi peningkatan kadar asam urat dalam darah melewati batas normal yang disebut dengan hiperurisemia. Hiperurisemia merupakan kondisi dengan peningkatan konsentrasi asam urat di atas normal (Hawkins & Rahn, 2005). Pada hiperurisemia dapat terjadi akumulasi kristal asam urat pada persendian sehingga menimbulkan rasa sakit atau nyeri yang dikenal dengan istilah gout (Shaefer & Pierre, 1992).
Pengobatan gout bertujuan untuk meredakan serangan gout akut dan mencegah serangan gout berulang serta pembentukan kristal urat. Salah satu jalur untuk mengatasi gout adalah menurunkan kadar asam urat yang melebihi batas normal dalam darah (Katzung, 1998). Beberapa kelompok obat untuk terapi penyakit gout adalah antiinflamasi nonsteroid, urikosurik yaitu obat yang dapat meningkatkan eksresi asam urat dan urikostatik yaitu obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat. Terapi untuk mengatasi gout umumnya membutuhkan waktu yang lama bahkan satu tahun, sehingga efek samping yang ditimbulkan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi penyakit ini sering terjadi seperti gangguan ginjal dan gangguan saluran cerna (Hawkins & Rahn, 2005). Dengan demikian diperlukan obat hipourisemik yang memiliki efektivitas dan keamanan yang lebih tinggi.
242 Daun binahong secara tradisional digunakan untuk mengobati asam urat, jantung, ginjal, kencing manis, stroke, asma, jerawat, influenza, pegal, terbakar, dan sebagainya (Susetya, 2012). Daun binahong mempunyai efek farmakologis seperti: antibakteri, antiobesitas, antihiperglikemia, sitotoksik, antimutagenik, antivirus, antidiabetes, antiulcer dan antiinflamasi (Kottaimuthu, et al. 2012). Kemampuan binahong untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit ini berkaitan erat dengan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Tanaman binahong mengandung saponin, alkaloid, polifenol, flavonoid dan mono
polisakarida yang termasuk dalam golongan L-arabinose, galaktose, L-rhamnose, D-glukosa (Rachmawati, 2008). Ekstrak daun binahong mampu menurunkan kadar kolesterol total pada mencit putih jantan (Agustina, 2013).
Seiring dengan kecendrungan masyarakat modern dalam menggunakan produk yang berasal dari bahan alam untuk peningkatan kesehatan, maka keamanan dan manfaat obat herbal ini menjadi pertimbangan penting (Badan POM, 2004). Dengan demikian dilakukan pengujian mengenai pengaruh ekstrak daun binahong terhadap kadar asam urat mencit putih jantan.
METODE PENELITIAN
1. Alat dan bahan
A. Alat
Botol maserasi, rotary evaporator (Ika®), timbangan analitik (OHAUS®), timbangan hewan, kandang hewan, blender (philip®), pipet tetes, gelas ukur, jarum oral, erlenmeyer, kaca arloji, kertas tisu, kapas, spatel, sudip, beaker glass, pinset, Nesco® Multicheck Uric Acid, strep test Urid Acid.
B. Bahan
Daun binahong, etanol 96 %, hati sapi, tween 80%, aquadest, makanan standar mencit.
C. Hewan
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit putih jantan yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-30 g sebanyak 20-30 ekor. Hewan sebanyak 30 ekor dibagi menjadi 6 kelompok.
2. Prosedur penelitian
A. Pengambilan bahan dan identifikasi
Sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah daun binahong. Sampel segar diambil di daerah Curup, Kabupaten Rejang-Lebong, Bengkulu. Identifikasi tanaman dilakukan di Herbarium ANDA, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas.
B. Mikroskopik
a. Penghalusan material
Beberapa gram daun kering binahong digerus sampai menjadi serbuk.
b.Persiapan Spesimen
Tempatkan 1-2 tetes air gliserol atau etanol atau kloralhidras pada objek gelas. Basahkan ujung jarum dengan air dan masukkan kedalam serbuk. Pindahkan serbuk material menggunakan ujung jarum pada tetesan zat cair diobjek gelas aduk dengan hati-hati dan tutup dengan cover gelas. Tekan cover gelas secara hati-hati menggunakan sepotong kertas saring, amati di bawah mikroskop (WHO, 1998).
C. Pembuatan ekstrak
Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian daun segar dimasukkan ke dalam botol, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Botol ditutup, dibiarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari. Kemudian endapan
243 dipisahkan (Departemen Kesehatan RI, 1986). Maserat yang didapat diuapkan dengan Rotary evaporator sampai didapat ekstrak kental.
D. Karakterisasi ekstrak
a. Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 1 g sampai 2 g dan dimasukkan kedalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal ± 5 mm sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan pengaduk. Kemudian dimasukkan kedalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu 105ºC hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan, ditambahkan 1 g silika pengering yang telah ditimbang seksama setelah dikeringkan dan disimpan dalam eksikator pada suhu kamar. Campurkan silica tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali pada suhu penetapan hingga bobot tetap (Departemen Kesehatan RI, 2000).
b. Lebih kurang 2 g sampai 3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, ratakan. Pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan, pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Departemen Kesehatan RI, 2000). c. Uji organoleptik
Ekstrak yang diperoleh diuji secara organoleptik menggunakan pengamatan panca indera yang menyatakan bentuk, warna, rasa dan bau dari ekstrak.
d. Pemeriksaan fitokimia ekstrak
Ekstrak yang di dapat ditentukan kandungan fitokimianya, yang meliputi alkaloid, flavonoid, terpenoid, steroid, saponin (Elok & Nur, 2010).
1. Uji alkaloid
Ekstrak tanaman binahong dimasukkan dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 mL HCl 2% dan larutan dibagi dalam dua tabung. Tabung 1 ditambahkan 2-3 tetes reagen Dragendorff, tabung 2 ditambahkan 2-3 tetes reagen mayer. Jika tabung 1 terbentuk endapan jingga dan pada tabung 2 terbentuk endapan kekuning-kuningan, menunjukkan adanya alkaloid.
2. Uji flavonoid
Ekstrak tanaman binahong dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian dilarutkan dalam 1-2 mL metanol panas 50%. Setelah itu ditambah logam Mg dan 4-5 tetes HCl pekat. Larutan berwarna merah atau jingga yang terbentuk, menunjukkan adanya flavonoid. 3. Uji saponin
Ekstrak tanaman binahong dimasukkan dalam tabung reaksi ditambah air (1:1) sambil dikocok selama 1 menit, apabila menimbulkan busa ditambahkan HCl 1 N, busa yang terbentuk dapat bertahan selama 10 menit dengan ketinggian 1-3 cm, maka ekstrak positif mengandung saponin.
4. Uji triterpenoid dan steroid
Ekstrak tanaman binahong dimasukkan dalam tabung reaksi, dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform lalu ditambah dengan 0,5 mL asa asetat anhidrat. Campuran ini selanjutnya ditambah dengan 1-2 mL H2SO4 pekat melalui dinding tabung tersebut. Jika hasil yang diperoleh berupa cincin kecoklatan atau violet
244 pada pematasan dua pelarut menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan jika terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid.
E. Pembuatan induktor
Induktor (penginduksi) yang digunakan untuk membuat mencit hiperurisemia adalah hati sapi. Hati sapi segar 100 g dicuci bersih, blender dengan menambahkan air 25 mL.
F. Perlakuan terhadap hewan uji
Tabel 1. Perlakuan Hewan Percobaan Kelompok 1 (kontrol negatif) Hanya diberi aquadest Kelompok 2 (kontrol positif) Induktor 0,4 mL/20 g bb
Kelompok 3 (Uji I) Induktor 0,4 mL/20 g bb + ekstrak dosis 30 mg/kb bb
Kelompok 4 (Uji II) Induktor 0,4 mL/20 g bb + ekstrak dosis 100 mg/kb bb
Kelompok 5 (Uji III) Induktor 0,4 mL/20 g bb + ekstrak dosis 300 mg/kb bb
Kelompok 6 (Pembanding) Induktor 0,4 mL/20 g bb + Allopurinol 13 mg/kg bb
Sebelum hewan diberikan ekstrak hewan selain kelompok kontrol negatif diberikan induktor terlebih dahulu selama 14 hari secara per oral. Ekstrak diberikan sekali sehari secara per oral selama 7, 14 dan 21 hari sesuai dengan kelompok yang direncanakan.
G. Pengukuran kadar asam urat
Pada hari ke- 8 (untuk pemberian 7 hari), ke- 15 (untuk pemberian 14 hari), dan ke- 22 (untuk pemberian 21 hari) darah diambil dengan memotong ekor hewan ± 1 cm dari ujung. Ekor mencit di usap sampai mengeluarkan darah. Darah yang
keluar diteteskan pada strip tes asam urat yang telah dipasangkan ke alat Nesco® Multicheck Uric Acid untuk ditentukan kadar asam uratnya. Asam urat hewan dalam mg/dL dapat dilihat pada monitor Multicheck.
H. Analisis data
Data hasil penelitian akan dianalisis secara statistik dengan menggunakan analisi variansi (ANOVA) dua arah kemudian dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (Duncan’s Multiple Range T-test) (Jones, 2010).
HASIL DAN DISKUSI
Mikroskopik pada daun sebagai fragmen pengenal meliputi berkas pengangkut, endodermis lapisan sel, epidermis jaringan, jaringan palisade atau jaringan tiang, mesofil, floem, mesokarp, stomata (Depkes RI, 2011). Mikroskopik
serbuk binahong sebagai fragmen pengenal adalah epidermis bawah dengan stomata, mesofil daun dengan kristal kalsium oksalat bentuk roset, epidermis atas dan berkas pengangkut dengan penebalan bentuk spriral dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
245
Gambar 1. Mesofil daun dengan kristal Gambar 2.Epidermis atas dengan stomata kalsium oksalat bentuk roset
Gambar 3. Epidermis atas penebatalan Gambar 4. Berkas pengangkut dengan
bentuk spiral
Pembuatan ekstrak dari daun segar binahong seberat 5,5 kg, di maserasi menggunakan etanol 96 %, maserat yang terkumpul di pekatkan menggunakan rotary
evaporator dan di dapat ekstrak kental
seberat 78,915 gr, dan rendemennya 1,43 %. Uji organoleptik menunjukkan bahwa ekstrak binahong memiliki warna hijau kehitaman, rasanya pahit, bau khas aromatik, dan bentuknya konsistensi kental. Pada penentuan susut pengeringan ekstrak binahong didapatkan persentase rata-rata adalah 20,32 %. Pada penentuan kadar abu ekstrak binahong didapat persen rata-rata adalah 6,083 %. Hasil uji fitokimia ekstrak binahong mengandung alkaloid, flavonoid, steroid dan saponin (tabel 2).
Pengujian susut pengeringan dimaksudkan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Penentuan kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Pada penentuan kadar abu, fraksi
dipanaskan hingga senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan anorganik.
Tabel 2. Karakteristik ekstrak
No Pemeriksaan Pengamatan
1 Warna Hijau kehitaman
2 Rasa Pahit
3 Bau Khas aromatk
4 Bentuk Konsistensi kental 5 Susut pengeringan 20,32 % 6 Kadar abu 6,083 % 7 Alkaloid + 8 Flavonoid + 9 Terpenoid - 10 Steroid + 11 Saponin +
Pembentukan asam urat terjadi melalui jalur oksidasi hipoxanthin dan guanin menjadi xanthin yang dikatalisis oleh enzim xanthin
oksidase dan guanase. Kemudian xanthin
akan teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh
246 enzim xanthin oksidase. Dengan demikian enzim xanthin oksidase merupakan lokasi esensial untuk intervensi farmakologis pada penderita hiperurisemia dan penyakit gout
(Murray et al, 1999). Untuk menginduksi asam urat dapat digunakan hati ayam, melinjo, dan kalium oksonat (Purwatiningsih & Arief, 2010).
Tabel 2. Hasil pengukuran kadar asam urat pada mencit yang diberikan ekstrak binahong
Kelompok Kadar asam urat rata-rata (mg/dL) pada hari ke-
Kadar asam urat rata-rata (mg/dL) 0 8 15 22 Kontrol negatif (aquadest) 1,740± 0,1342 1,920± 0,1095 2,180± 0,1304 1,980± 0,3834 1,955 ± 0,2585a Kontrol positif aquadest + Induktor 0,4 mL/20 g BB 4,440± 0,3362 4,180± 0,4494 3,620± 0,4025 3,080± 0,4438 3,830 ± 0,6570b Induktor 0,4 mL/20 g BB + Ekstrak Dosis 30 mg/kg BB 4,080± 0,4438 3,760± 0,4669 3,020± 0,6907 2,480± 0,3899 3,335 ± 0,7949b Induktor 0,4 %mL/20 g BB+ Ekstrak Dosis 100 mg/kg BB 4,080± 0,5310 3,660± 0,6504 3,060± 0,4722 2,100± 0,1581 3,225 ± 0,8849c Induktor 0,4 mL/20 g BB + Ekstrak Dosis 300 mg/kg BB 3,940± 0,2702 3,400± 0,2236 2,440± 0,4336 1,960± 0,3050 2,935 ± 0,8499c Induktor 0,4 mL/20 g BB+ Allopurinol Dosis 13 mg/kg BB 3,580± 0,5848 3,120± 0,4712 2,760± 0,3435 2,560± 0,1673 2,930 ± 0,6292d
Kadar asam urat rata-rata (mg/dL) 3,643± 0,9783d 3,343± 0,8257c 2,847± 0,6213b 2,310± 0,4936a Ket: a,b,c dan d ditentukan pada P 0,05 Hasil pemeriksaan kadar asam urat darah
diuji secara statistik dengan analisa variansi (ANOVA) dua arah, menggunakan program SPSS dan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing- masing kelompok perlakuan mempunyai perbedaan yang signifikan. Dari data statistik menunjukkan pemberian ekstrak binahong dengan dosis 30 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dapat menurunkan rata-rata
asam urat menuju normal pada mencit putih jantan. Dari hasil uji lanjutan terhadap kadar asam urat menunjukkan keseragaman varian untuk variasi kelompok dan waktu (P < 0,05) artinya kadar asam urat dari kelompok tersebut berbeda. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan rata-rata kadar asam urat kelompok kontrol negatif berbeda nyata dengan kelompok uji dosis 30 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 300 mg/kg BB, kelompok pembanding dan kelompok kontrol positif.
247 0.000 1.000 2.000 3.000 4.000 5.000 6.000
hari ke 0 hari ke 8 hari ke 15 hari ke 22 K a d a r A s a m U ra t (m g /d L)
Lama Pemberian (hari)
kontrol negatif kontrol positif dosis 30 mg/kg dosis 100 mg/kg dosis 300 mg/kg pembanding
Gambar 5. Kadar asam urat rata-rata berdasarkan dosis dan lama pemberian ekstrak binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen).
Turunnya kadar asam urat dalam darah mencit mungkin beberapa senyawa dalam ekstrak mampu menghambat xhantin
oxidase. Senyawa golongan flavonoid dimungkinkan mempunyai mekanisme sebagai penghambat xantin oksidase,
sehingga dapat menghambat pembentukan asam urat dan dapat menurunkan kadar asam urat dalam tubuh dan dapat menyembuhkan hiperurisemia yang disebabkan akibat penumpukan asam urat pada tubuh/plasma. Quersetin dan myrisetin merupakan senyawa golongan flavonoid yang diduga terdapat dalam daun binahong. Quersetin dan myrisetin membentuk gugus 3-hydroxyl di cincin benzopyran yang akan mereduksi
afinitas dari ikatan enzim xantin oksidase (Lin CM, 2002). Daun binahong diketahui mempunyai kandungan asam oleanolik (Hammond et al., 2006). Asam oleanolik tersebut mempunyai khasiat sebagai antiinflamasi dan bisa mengurangi rasa nyeri pada luka bakar (Tshikalange, 2007). Asam oleanolik yang merupakan agen antiinflamasi ini akan menghambat pembengkakan dan mencegah kerusakan jaringan pada gout dengan menghambat produksi nitrit oksid (Mo, et al., 2007). Asam oleanolik merupakan golongan triterpenoid yang merupakan antioksidan pada tanaman (Liu, 1995).
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Pemberian ekstrak binahong dengan dosis 30 mg/kg BB, 100 mg/kg BB, 300 mg/kg BB dapat menurunkan kadar asam urat darah pada mencit putih jantan hiperurisemia (P < 0,05). Pemberian ekstrak binahong dosis 300
mg/kg BB menunjukkan efek penurunan asam urat hampir sama
dengan allupurinol dosis 13 mg/kg BB pada mencit putih jantan.
Ada korelasi lama pemberian dan peningkatan dosis ekstrak binahong dengan penurunan kadar asam urat darah mencit hiperurisemia (P < 0,05)
248
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, N. (2013). Pengaruh ekstrak daun
binahong terhadap kadar kolesterol total pada mencit putih jantan.
(Skripsi). Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Padang.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2004). Monografi ekstrak tumbuhan
obat Indonesia. Volume 1. Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (1986). Sediaan
galenika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2000).
Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. (Edisi I). Jakarta:
Direktorat Jenderal pengawasan obat dan makanan, Direktorat pengawasan obat tradisional.
Departemen Kesehatan RI. (2011).
Farmakope Herbal Indonesia
(Suplemen II). Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Elok, K.H., & Nur, H. (2010). Phytochemical test and brine shrimp lethality test againts Artemia salina leach of anting-anting (Acalypha indica Linn.) plant extract. Alchemy: 1 (2): 53-103
Hammond G.B. (2006). In Vivo Wound-Healing Activity of Oleanolic Acid Derived from the Acid Hydrolysis of Anredera diffusa. The Guardian. America. Internasional journal of
pharmaceutical science. 30(8): 1551-6.
Hawkins, D.W., & Rahn, D.W. (2005). Gout
and hyperuricemia: pharmacotherapy a pathophysiological approach. New
York: Mc Graw-Hill.
Jones, S.B., dan A.E. Luchsinger. (1979).
Plant systemic. Mc. Graw Hill Book
Company. New York.
Katzung, B. G. (1998). Farmakologi dasar
dan klinis. (Edisi 6). Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Kottaimuthu, R., Malaisamy, M., & Ramasubbu, R. (2012). A new distribution record of Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (Basellaceae)
from High Wavy Mountains, Western Ghats. J. Biosci. Res.3 (3):142-144 Lin C.M., Chen C.S., Chen C.T., Liang Y.C.,
Lin J.K. (2002). Molecular modeling of flavonoids that inhibits xanthine oxidase. Biochem Biophys Res Commun. Internasional journal science. 294 (1): 167-72.
Liu. J. 1995. Pharmacology of oleanolic acid and Ursolic acid. J.Ethnopharmacol. Mo S.F., Zhou F., Lv Y.Z., Hu Q.H., Zhang
D.M., Kong L.D., (2007). Hypouricemic action of selected flavonoids in mice: structure-activity relationships.
Murray, R.K., Darly, K,G., Peter, A.M., Victor, W.R. (1999). Biokimia harper. (edisi 24). Jakarta: EGC.
Purwatiningsih & Arief, R. H. (2010). Antyhyperuricemia activity of kepel leaves extract and xanthine oxidase inhibitory study. International Journal of Pharmaceutical Science,
Vol 2, January 2010.
Rachmawati, S. (2008). Studi makroskopik dan skrining fitokimia daun Anredera
cordifolia (Ten) Steenis. (Tesis). Universitas Airlangga.
Shaefer, M.S., & Pierre, A.M. (1992).
Clinical pharmacy and theraupetics.
(5th edition). Maryland: Willian & Wilkins. 507-518.
Susetya, D. ( 2012). Khasiat & manfaat daun
ajaib binahong. Yogyakarta: Pustaka
Baru Press.
Tshikalange, T.E, Meyer, J.J.M & Husein, A.A. (2005). Antimicrobial activity, toxicity and the isolation of a bioactive compound from plants used to treat sexually transmitted diseases. Journal
of etho pharmacologyI. 96: 515-519.
World Health Organization. (1998). Quality
control methods for medicinal plant materials. Geneva: World Health